UJIAN AKHIR SEMESTER METODOLOGI ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
AGUS MAARIF
13/ 348056 / SP / 25760
BAGIAN PERTAMA
1. Apa lesson learned yang bisa Anda ambil dari perkuliahan ini,
terutama jika dikaitkan dengan perkuliahan metodologis di
semester sebelumnya, yaitu Ilmu Sosial Dasar?
Metodologi Ilmu Politik (MIP) adalah sebuah mata kuliah
lanjutan dari Ilmu Sosial Dasar (ISD). Dalam mata kuliah ISD
saya belajar tentang ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
Apa yang didapatkan di mata kuliah ISD sangat membantu dan
berpengaruh ketika saya mengikuti mata kuliah MIP karena
dalam mata kuliah MIP menurut saya adalah tingkatan lebih
tinggi dari mata kuliah ISD. Ketika saya yakin dengan apa
yang telah didapatkan di mata kuliah ISD, disitulah saya
mendapatkan keyakinan bahwa di mata kuliah MIP juga akan
mendapatkan hasil yang bagus. Dalam mata kuliah MIP kita
diberi materi tentang beberapa pendekatan yang digunakan
seorang peniliti untuk menjelaskan tentang realita yang ada
serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Beberapa
pendekatan yang telah diajarkan di mata kuliah MIP sangat
membantu saya dalam menjadi seorang peneliti yang baik serta
bertanggungjawab. Ketika diberi pengetahuan tentang beberapa
pendekatan saya sadar bahwa untuk menjadi seorang peneliti
yang baik tidak semudah dengan apa yang dibayangkan tetapi
dibutuhkan pengetahuan yang lebih dan harus memahami dulu
tentang beberapa pendekatan-pendekatan.
2. Apa kesulitan-kesuliatan yang Anda temukan dalam
pembelajaran metodologi ini?
Kesulitan yang ada ketika belajar metodologi adalah
sering salah fokus dalam memahamai sebuah pendeketan secara
utuh. Ketika diberi penugasan mingguan untuk membuat tulisan
menggunakan sebuah pendekatan dari awal sampai akhir, saya
merasa apa yang saya buat kurang konsisten. Misalkan saja,
awalnya ingin menggunakan pendekatan behavioral tetapi pada
saat tugas sudah selesai dan saya baca dari awal sampai
akhir ternyata yang dibuat bukanlah pendekatan behavioral
secara utuh melainkan ada pendekatan-pendekatan lain yang
masuk di dalamnya. Menjadi sebuah kebingungan bagi saya
apakah dalam kita menulis sebuah karya menggunakan sebuah
pendekatan itu harus benar-benar 100% menggunakan satu
pendekatan itu saja apakah bisa disisipi dengan pendekatan
yang lainnya. Setelah saya mencoba bertanya kepada beberapa
teman dan termasuk bertanya kepada Mas Ari dan Mas Luthfi,
saya mendapatkan jawaban bahwa untuk saat ini karena tahap
kita adalah tahap belajar maka cobalah untuk konsisten
menggunakan satu pendekatan saja agar benar-benar paham.
Dari situ saya yakin akan memahami secara penuh tentang
beberapa approach yang ada dalam ilmu politik.
3. Apa manfaat dari perkuliahan ini dalam menjelaskan berbagai
ontologi (kajian) yang begitu beragam dalam keilmuan
politik?
Manfaat dari mata kuliah MIP dalam menjelaskan beberapa
ontologi (kajian) yang sangat beragam dalam keilmuan politik
adalah kita dapat secara penuh memahami tentang kajian yang
ada. Dalam penugasan yang diberikan tiap minggunya, kita
diminta untuk terus mengkaji dan terus berlatih untuk
menjadi seorang peneliti yang baik sesuai dengan kaidah-
kaidah yang ada dalam keilmuan politik. Menurut saya hal-hal
semacam itu sangat bermanfaat karena pada dasarnya untuk
menjadi seorang peneliti yang baik tidak hanya dengan
membaca saja tetapi perlu bertindak dengan apa yang telah
didapatkannya melalui membaca. Latihan yang diberikan cukup
membuat banyak manfaat untuk kita dapat menjelaskan beberapa
ontologi dalam keilmuan politik yang sangat beragam. Selain
itu juga dapat menilai karya orang lain serta menjelaskan
realita yang ada secara utuh dan tidak latah dengan apa yang
ada pada orang lain. Dalam menilai karya orang lain kita
dapat membandingkan tentang penjelasan mengenai ontology
dari yang ditulis oleh penulis dengan penjelasan ontology
dari kita sehingga kita termotivasi untuk melakukan yang
lebih baik lagi.
BAGIAN KEDUA
Penugasan:
Dikarenakan mata kuliah ini adalah suatu proses pembelajaran yang
terpadu dan berkesinambungan selama satu semester, silakan Anda
kompilasikan tugas-tugas Anda sebelumnya pada perkuliahan ini dan
kemudian make-up kembali tugas-tugas Anda tersebut! Tugas-tugas
tersebut terdiri dari:
1. Penugasan tentang pembacaan karya tulisan orang lain untuk
dibaca nalar metodologisnya sehingga si penulis sampai pada
justifikasi kebenaran
Peran Mahasiswa dalam Menyambut Pesta Demokrasi
Oleh: Muhammad Rezanda Alifahna1
Setelah membaca dan mencoba memahami tentang sebuah opini
yang ada di http://politik.kompasiana.com/2014/03/23/peran-
mahasiswa-dalam-menyambut-pesta-demokrasi-643441.html , saya
dapat menjudge bahwa opini tersebut adalah sebuah opini yang
bagus. Mengapa saya dapat mengatakan bahwa opini tersebut adalah
opini yang bagus? Akan saya coba jelaskan satu per satu mengenai
argument saya mengenai opini tersebut. Dalam opini dijelaskan1 Seorang mahasiswa Universitas Jenderal Ahmad Yani Bogor yang meminati kajiandi bidang politik, islam, dan kepemimpinan
tentang peran mahasiswa dalam menyambut demokrasi dan dalam
bacaan itu terdapat data-data yang dapat dipertanggungjawabkan
karena disertai dengan argument-argument yang menurut saya dapat
sangat membantu dalam menguatkan data yang ada. Disini saya akan
mencoba mengambil contoh dari yang terkandung di dalam opini, di
bahan bacaan tersebut penulis mengatakan bahwa organisasi
internal kampus telah menyediakan sarana untuk membantu mahasiswa
untuk dapat menuangkan hak pilihnya di tempat di mana dia kuliah
sekarang. Data yang ada diperkuat dengan argument penulis tentang
bagaiamana mahasiswa dapat dengan mudahnya mengurus keperluan
untuk dapat menuangkan hak pilihnya hanya dengan membawa KTP
saja.
Ada lagi yang menurut saya dapat membuktikan bahwa bacaan
ini dapat dikatakan sebagai bacaan yang bagus dari segi data yang
ada. Menjelang pesta demokrasi lima tahunan ini sudah banyak
kampus yang mengundang para calon legislatif dan bakal calon
presiden untuk menyampaikan ide serta gagasannya untuk bangsa ini
dalam sebuah acara debat, talkshow, atau kuliah kebangsaan. Data
yang terkandung di dalam opini diperkuat dengan argument penulis
bahwa dengan adanya ajang semacam itu dapat menambah bekal dan
pengetahuan bagi mahasiswa untuk dapat memilih pemimpin yang
berkualitas. Acara yang semacam itu dapat membuat mahasiswa melek
politik dan tidak hanya ikut-ikutan dalam berpolitik melainkan
karena mereka benar-benar sadar dan terdorong untuk berpolitik
yang baik.
Dari segi metode berfikir di dalam opini yang digunakan oleh
penulis, menurut pemahaman saya setelah membaca bacaan tersebut,
penulis menggunakan metode berfikir etik, subyektif serta
positivisme. Saya akan mencoba menjelaskan mengapa saya dapat
mengatakan bahwa penulis menggunakan metode berfikir yang telah
saya sebutkan di atas. Dalam bacaan tersebut penulis hanya
menggunakan pendapat pribadi saja tanpa adanya campur tangan
orang lain dalam pendapatnya. Dia mengatakan bahwa seharusnya
para calon anggota legislatif harus memberikan talkshow bagi
mahasiswa sebagai bahan pembelajaran. Di situ menurut saya jelas
terlihat bahwa pada bacaan tersebut adalah menggunakan metode
berfikir etik karena berasal dari individunya saja tanpa adanya
campur tangan dari orang lain.
Selanjutnya menurut apa yang saya pahami setelah saya
membaca bacaan tersebut, saya menilai bahwa penulis menggunakan
nalar berfikir subyektif. Mengapa subyektif? Dalam bacaan
terlihat ada jarak antara penulis dengan obyek yang diteliti
(mahasiswa), di mana dalam setiap data dan argument yang ada
hanyalah berasal dari penulis saja tanpa adanya data yang berasal
dari obyek itu sendiri. Hal itulah yang melandasi saya menilai
bahwa pada bacaan tersebut penulis menggunakan nalar berfikir
subyektif. Selanjutnya yaitu mengenai metode berfikir penulis
yang menurut saya menggunakan metode berfikir positivisme. Dalam
bacaan tersebut terdapat data yang menurut saya kebenarannya
dapat dikonfimasi semua orang, dan itulah yang saya pahami
tentang positivisme. Contoh yang menurut saya dapat menjadi acuan
saya bahwa penulis menggunakan metode berfikir positivisme adalah
tidak sedikit juga mahasiswa yang masih apatis, tidak peduli,
bahkan tidak mau membahas sama sekali mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan politik, pemilu, dan pesta demokrasi 5 tahunan
ini. Data tersebut memang kebenarannya dapat dikonfirmasi oleh
semua orang karena dalam kenyataannya juga tidak semua mahasiswa
melek akan politik. Banyak mahasiswa yang menganggap politik itu
busuk, politik itu kotor, dsb. Namun perkataan semacam itu dapat
keluar karena ketidakmauan mereka untuk melek politik sehingga
hanya bisa mencaci saja tanpa melakukan aksi yang nyata.
2. Penugasan tentang pengkategorisasian approach (pendekatan)
dalam metodologi ilmu politik
Pengaktegorisasian Approach (Pendekatan) dalam Metodologi
Ilmu Politik
Berdasarkan perkuliahan Metodologi Ilmu Politik (MIP) selama
satu semester ini, banyak sekali pendekatan-pendekatan yang telah
kita terima untuk memahami kegiatan politik yang ada di sekitar
kita. Seorang sarjana politik terkemuka bernama Vernon Van Dyke
mengatakan bahwa: “Suatu pendekatan ( approach ) adalah kritera
untuk menyeleksi masalah dan data yang relevan,”2 dengan kata
lain istilah pendekatan mencakup standar atau tolak ukur yang
dipakai untuk memilih masalah, menentukan data mana yang akan
diteliti dan data mana yang akan dikesampignkan. Ini tentu saja
2 Vernon van Dyke, Political Science: A Philosophical Analysis (Stanford: Stanford University Press, 1960), hlm. 114.
berbeda dengan metode yang hanya mencakup prosedur untuk
memperoleh dan mempergunakan data.3
Berdasarkan yang telah dipelajari pada sesi perkuliahan,
pemetaan metodologi seorang ilmuan dibagi menjadi 3 (tiga) :
1. Berdasarkan Definisi
a. Metodologi sebagai riset
b. Metodologi sebagai prinsip teoritis
2. Berdasarkan Paradigma atau Perspektifnya
a. Positifis/cenderung kuantitatif
1) Positifisme
2) Neo-positifisme
3) Naturalisme
b. Anti Positifis/Cenderung Kualitatif
1) Etno metodologi
2) Interaksionisme simbolik
3) Hermeunetik
4) Fenomenologi
5) Etnografi
6) Critical Perspective
a) Marxisme
b) Feminisme
3. Berdasarkan Zaman
a. Tradisional
b. Behavioral
3 Lihat Miriam Budiarjo. 2008, “Dasar-dasar Ilmu Politik”, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, hlm. 71.
c. Post-behavioral
Sarantakos menjelaskan bahwa perbedaan metodologi muncul
karena disebabkan oleh beberapa hal:
1. Perbedaan persepsi terhadap realitas
2. Perbedaan pemahaman dan cara memahami manusia
3. Sifat alamiah dari ilmu pengetahuan
4. Perbedaan tujuan dan prosedur
Karena perbedaan metodologi dan paradigma itulah maka dalam ilmu
politik muncul banyak pendekatan dalam memahami dan menjelaskan
dimensi politik dari berbagai fenomena sosial yang ada. Selain
perbedaan perbedaan paradigma dan metodologi, dalam ilmu sosial
juga tidak/belum ada klasifikasi paradigma atau metodologi yang
disepakati bersama. Marxisme dan feminisme menurut Sarantakos
adalah contoh metodologi-metodologi baru yang tidak bisa
diklasikifasikan dalam klasifikasi metodologi
positifis/kuantitatif – antipositivis/kualitatif. Di dalam sesi
perkuliahan MIP kita pernah belajar mengenai tabel tentang
beberapa pendekatan yang ada di dalam ilmu politik. Tabel
tersebut adalah sebagai berikut :
Permasalah
an Subyek
Orientas
i
Metodolo
gi
Bawaan
Teori
Perspekt
if pada
negara
dan
Status
dalam
disiplin
politik
Normatif
(tradisi
onal)
Nilai Deduktif
,
analitis
Normatif,
evaluasi,
memiliki
tujuan
mulia
Dominan
liberal
(tapi
tidak
seluruhn
ya)
Tradisi
kuat
Institus
ional
(tradisi
onal)
Konsen
pada
aturan
yang
dibangun,
memiliki
rules and
regulations
Induktif
,
relatifi
s,
kualitat
if
Normatif,
evaluasi,
memiliki
tujuan
mulia,
empirik
Tradisio
nal:
demokras
i
liberal,
konserva
tif.
Modern:
multi-
teori
Meninggalk
an tradisi
politik
lama dan
meningkatk
an
pendekatan
baru
Behavior
al
Penjelasan
mengapa
individu
melakukan
seperti
itu,
positivism
e
Kuantita
tif,
analisis
Afektif,
psikomoto
rik,
kognitif
Awalnya
bebas
nilai.
Selanjut
nya
multi-
teori
Mengemukak
an sebab-
akibat dan
empirik
Rational
Choiche
(post-
behaviro
al)
Rasionalit
as,
bertindak
sesuai
kepentinga
n (opsi
terbaik)
Deduktif Empirik,
prediksi,
memiliki
tujuan
mulia
Dominan
tapi
tidak
inheren,
paradigm
a hak-
hak
baru.
Selanjut
nya
multi-
teori
Menyediaka
n sebuah
jalan dari
beberapa
pilihan
Feminism
e (post-
behaviro
al)
Dampak &
tantangan
untuk
patriarki
Relatif,
berwarna
,
kualitat
if
Normatif,
evaluasi,
memiliki
tujuan
mulia,
Keluar
dari
definisi
politik
Mengenali
tujuan
mulia dan
keterbatas
an dampak.
empirik Potensi
sebagai
substansi
Discours
e
Analysis
(post-
behaviro
al)
Fokus pada
struktur
pemaknaan,
fungsi
perubahan
Relatif,
perbedaa
n
pemaknaa
n antara
asli dan
kebanyak
an
Empirik Memberik
an
keunggul
an pada
ilmu
politik.
Tendensi
pada
interpre
stasi
elit dan
marxis
Berfokus
pada
pemaknaan
struktur
sosial
sebagai
tindakan
politik
Selain beberapa pendekatan seperti yang ada di dalam tabel
di atas, ada lagi beberapa pendekatan (approach) dalam keilmuan
politik. Pendekatan tersebut adalah :
1. Pendekatan Neo-Marxis
Penganut pendekatan perilaku sibuk menangkis serangan dari
para sarjana pasca-perilaku, muncullah kritik dari kubu lain
yaitu dari kalangan Marxis. Para Marxis ini yang sering
dinamakan Neo-Marxis untuk membedakan mereka dari orang
Marxis klasik yang lebih dekat dengan komunisme, bukan
merupakan kelompok yang ketat organisasinya atau mempunyai
pokok pemikiran yang sama. Lebih tepat apabila mereka
digambarkan sebagai kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari cendekiawan yang mendapat inspirasi dari tulisan-
tulisan Marx, terutama yang dikarang dalam masa mudanya.
Cikal bakal orientasi ini adalah tulisan-tulisan sarjana
Hongaria, George Lukacs (1885-1971), terutama dalam karyanya
yang berjudul History and Class Consciousness.4
2. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Kalangan lain yang juga berada dalam rangka teori-teori kiri
yang kemudian dikenal sebagai teori ketergantungan adalah
kelompok yang mengkhususkan penelitiannya pada hubungan
antara negara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga. Bertolak dari
konsep Lenin mengenai imperialisme, kelompok ini berpendapat
bahwa imperialisme masih hidup tetapi dalam bentuk lain
yaitu dominasi ekonomi dari negara-negara kaya terhadap
negara-negara yang kurang maju (underdeveloped). Negara-negara
maju memang telah melepaskan tanah jajahannya, tetapi
mengendalikan (mengontrol) ekonominya.5
3. Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice)
Pendekatan ini muncul dan berkembang belakangan sesudah
pertentangan antara pendekatan-pendekatan yang dibicarakan
diatas mencapai semacam consensus yang menunjukan adanya
pluralitas dalam bermacam-macam pandangan. Pendekatan ini4 Lihat Miriam Budiarjo. 2008, “Dasar-dasar Ilmu Politik”, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, hlm. 82. 5 Lihat Miriam Budiarjo. 2008, “Dasar-dasar Ilmu Politik”, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, hlm. 90.
juga lahir dalam dunia yang bebas dari peperangan besar
selama hamper empat decade, di mana seluruh dunia berlomba-
lomba membangun ekonomi negaranya. Berbagai negara baru
menyusun rencana-rencana pembangunan, sedangkan beberapa
negara kaya turut membantu melalui bermacam-macam organisasi
internasional atau secara bilateral.6
4. Pendekatan Institusionalisme Baru
Institusionalisme baru (new institusionalism) berbeda dengan
pendekatan yang telah diuraikan sebelumnya. Pendekatan ini
lebih merupakan suatu visi yang meliputi beberapa pendekatan
lain, bahkan beberapa bidang ilmu pengetahuan lain seperti
sosiologi dan ekonomi. Institusionalisme baru mempunyai
banyak aspek dan variasi. Misalnya, Institusionalisme Baru
Sosiologi, Institusionalisme Baru Ekonomi, dsb. Pendekatan
ini disebut pendekatan Institusionalisme Baru karena
merupakan penyimpangan dari Institusionalisme Lama.7
Referensi
Budiarjo, Miriam.2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:
Gramedia
Materi Power Point Perkuliahan Metodoli Ilmu Politik Semester
Genap
3. Penugasan tentang pendalaman approach pertama dari dua
approach yang Anda bandingkan
Gerakan Mahasiswa dalam Pemilu 20146 Ibid, hlm. 92.7 Ibid, hlm. 96.
Mahasiswa adalah satu kata yang memiliki makna sangat luar
biasa. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang
memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi.
Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda
dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan
berbagai predikat. Dari pendapat di atas bias dijelaskan bahwa
mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena
hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan menjadi
calon-calon intelektual.8
Mahasiswa adalah sebuah aktor yang diharapkan masyarakat
dapat merubah bangsa ini. Masyarakat percaya bahwa mahasiswa
memiliki kemampuan lebih dan kemampuan itulah yang menjadi
harapan masyarakat yang dibebankan kepada mahasiswa. Masyarakat
tidak peduli berapa IP yang dimiliki oleh para mahasiswa tetapi
yang terpenting adalah seorang mahasiswa menjadi ujung tombak
dalam perubahan negara menuju ke arah yang lebih baik. Gerakan
mahasiswa bukan hanya terjadi pada saat sekarang ini tetapi juga
sudah ada sejak zaman dahulu. Gerakan mahasiswa dalam bidang
politik sangat sering dilakukan apalagi pada saat seperti
sekarang ini (pemilu) di mana banyak sekali gerakan mahasiswa
dalam menyambut pemilu.
Gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu memberikan nafas
baru yang kemudian melahirkan aktivis-aktivis mahasiswa yang
8 http://definisipengertian.com/2012/pengertian-definisi-mahasiswa-menurut-para-ahli/ Diakses pada tanggal 28 Juni 2014 Pukul 15.15 WIB.
cerdas dan berani. Pada umumnya, gerakan yang dibangun oleh para
aktivis mahasiswa ini berangkat dari sebuah kesadaran tentang
posisi masyarakat yang berhadapan dengan negara (konsep patron-
client). Kesadaran tersebut kemudian membawa aktivitas gerakan
pada sebuah tujuan yang hendak dicapai. Dengan melibatkan
berbagai wacana yang mampu mendukung terwujudnya tujuan gerakan,
para aktivis akan mengembangkan sebuah metode, strategi, atau
taktik gerakan sebagai hasil dan tindak lanjut dari tingkat
kesadaran yang mereka miliki tentang ketegangan antara negara
dengan masyarakat. Dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia
sendiri, aktivitas gerakan mahasiswa selalu mengalami pasang
surut, tercapai atau tidaknya tujuan gerakan sangat tergantung
pada metode dan strategi yang digunakan oleh gerakan mahasiswa
yang bersangkutan. Beda zaman beda tantangan, begitulah gambaran
dinamika gerakan mahasiswa dalam catatan sejarah.9
Pada masa pemilu seperti sekarang ini mahasiswa dituntut
melakukan sebuah aksi nyata kepada masyarakat agar masyarakat
dapat terbuka pintu hatinya dan mengetahui tentang apa sebenarnya
pemilu. Salah satunya dilakukan dengan membentuk sebuah gerakan
mahasiswa. Gerakan-gerakan dalam menyambut pemilu tidak hanya
dilakukan oleh satu atau dua orang saja tetapi membutuhkan semua
lapisan mahasiswa untuk dapat tercapai hasil yang maksimal.
Gerakan mahasiswa dalam menyambut pemilu dibutuhkan sebuah nilai
yang dapat diserap oleh masyarakat sehingga benar-benar memahami
tentang tujuan utama dari gerakan mahasiswa.9 http://www.academia.edu/3748555/GERAKAN_MAHASISWA_INDONESIA Diakses pada tanggal 28 Juni 2014 Pukul 15.16 WIB.
Salah satu gerakan mahasiswa dalam rangka menyambut
datangnya pemilu 2014 adalah Gerakan Menolak Bodoh. Gerakan ini
tidak hanya fokus kepada pemilu legislatif yang telah
dilaksanakan tanggal 9 April yang lalu, namun juga pemilu
presiden yang akan dilaksanakana pada bulan Juli mendatang.
Gerakan menolak bodoh merupakan sebuah gerakan yang dilakukan
oleh Dema Fisipol UGM dalam pemilu 2014 secara keseluruhan.
Sebenarnya apa yang menjadikan gerakan ini perlu dan diharapkan
mampu merubah paradigma masyarakat mengenai pemilu? Selama ini
masyarakat terlanjur ingin sesegera mungkin menghindar ketika
mendengar kata “pemilu”, masyarakat sudah melihat pemilu dengan
sebelah mata serta masyarakat menilai bahwa pemilu hanyalah
sarana bagi orang-orang kaya untuk dapat memeperkaya dirinya dan
memanfaatkan masyarakat kecil sebagai salah satu pelicin bagi
orang-orang kaya untuk dapat memuluskan rencananya. Dua masalah
yang kita hadapi saat ini ialah sikap sok tahu dan sikap tak mau
tahu. Kombinasi keduanya sangat mematikan. Semematikan kombinasi
jagal ibukota Hafitd dan Syifa. Sikap sok tahu menyebabkan
seseorang bertindak salah dengan percaya diri. Sedangkan sikap
tak mau tahu menyebabkan seseorang jadi batu. Gerakan menolak
bodoh ini akan merubah sikap yang kurang sesuai tersebut.10
Dengan ketidakpekaan masyarakat tentang esensi pemilu yang
sebenarnya, masyarakat cenderung tidak tahu dan sepertinya tidak
mau tahu tentang apa itu pemilu, mereka hanya sekedar datang ke
10 https://www.facebook.com/notes/dewan-mahasiswa-fisipol-ugm/launching-pemilu-2014-gerakan-menolak-bodoh/500965723346190 Diakses pada tanggal 28 Juni2014 Pukul 15.30 WIB
tps, mencoblos dan selebihnya mereka tidak peduli lagi apa yang
terjadi. Hal ini terus menerus terjadi dalam setiap pemilu,
seolah-olah ruang gerak masyarakat hanya di area itu saja. Slogan
dari pemerintah mengenai “lima menit untuk lima tahun”, menjadi
sebuah slogan yang menjadi sebuah polemik. Mengapa? Karena
seolah-olah rakyat hanya diberi waktu lima menit untuk
berpartisipasi dalam merubah nasib bangsa. Apakah bangsa ini akan
menjadi sebuah bangsa yang besar jika hanya ada waktu 5 menit
bagi tiap masyarakat untuk memperbaiki bangsa? Tentu saja tidak,
masyarakat harus aktif dan terus mengawasi jalannya pemerintahan
selama pemerintahan berlangsung bukan hanya selama lima menit di
dalam bilik suara saja.
Sarana untuk berdemokrasi bukan hanya dalam rangka pemilu
saja, tetapi tiap menit tiap detik dan kapanpun kita harus bisa
berdemokrasi untuk merubah bangsa ini menuju ke arah yang lebih
baik lagi. “lima menit untuk lima tahun” harus dirubah menjadi
“lima tahun untuk lima tahun” karena pemilu bukan menjadi sebuah
ajang yang dapat sekejap merubah nasib bangsa ini. Pesan moral
dari “lima tahun untuk lima tahun” adalah tidak usah menunggu
lima tahun untuk berbuat sesuatu. Jika ingin merubah bangsa
sekarang maka sekarang juga harus melakukan sesuatu. Jika rakyat
ingin merubah nasib bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik
harusnya rakyat berpartisipasi bukan hanya lima menit melainkan
terlibat dalam lima tahun jalannya kabinet. Berbagai kalangan
mahasiswa yang tergabung dalam gerakan ini melakukan aksi nyata
untuk menyadarkan masyarakat dengan turun ke jalan dan langsung
menemui warga masyarakat dan menjelaskan tentang arti pemilu dan
tujuan dari gerakan menolak bodoh. Tidak semua tanggapan dari
masyarakat positif terhadap gerakan tersebut. Ada masyarakat yang
merasa mendapatkan angin segar setelah diberi tahu tentang apa
yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan ada juga masyarakat
yang hanya sekedar mendengarkan dan tidak mengambil nilai yang
telah diberikan oleh para mahasiswa yang turun langsung ke jalan.
Usaha yang dilakukan oleh para mahasiswa yang tergabung dalam
Gerakan Menolak Bodoh tidak mengenal lelah karena mereka semua
melakukan usahanya secara berkesinambungan.
Gerakan menolak bodoh mengajak semua masyarakat khususnya
para mahasiswa agar tidak hanya berdiam diri menghadapi pemilu
tetapi melakukan aksi nyata agar terciptanya pemilu yang bersih
dan cerdas. Para mahasiswa yang tidak melek politik atau hanya
memandang tanpa bertindak ketika ada suatu tindakan politik yang
salah, diharapkan mampu berubah perilakunya ketika mereka
menginginkan adanya perubahan bagi nasib bangsa ini. Seorang
pemimpin yang seperti super hero juga tidak akan dapat menjadikan
bangsa ini menjadi lebih baik tanpa adanya dukungan dari semua
kalangan masyarakat.
Banyak sekali kasus yang bertebaran seiring berjalannya
waktu dalam pemilu. Kasus politik uang menjadi salah satu kasus
yang sangat setia menemani pemilu. Menurut
http://www.dakwatuna.com/2014/04/14/49586/ditemukan-11-modus-
pelanggaran-beraroma-kecurangan-pemilu-di-yogyakarta/
#axzz2zxpZIDCk terdapat banyak kasus pelanggaran pemilu, salah
satunya adalah ada petugas KPPS yang masih kelas 2 SMA dan belum
memenuhi syarat menjadi anggota KPPS, seperti yang terjadi di
Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul (bertentangan dengan
Pasal 53 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum). Dengan adanya hal semacam itu, seharusnya peran
mahasiswa menjadi penting untuk memberikan tentang kesadaran
masyarakat bahwa hal tersebut salah. Gerakan menolak bodoh juga
memberikan pesan tersirat kepada semua lapisan agar sadar tentang
gejala-gejala kesalahan pemilu dan berani bertindak, tidak hanya
menyaksikan dan membiarkan begitu saja tentang kesalahan yang
terjadi. Gerakan ini diharapkan mampu merubah atau setidaknya
menyadarkan masyarakat untuk mengerti apa itu politik yang
sebenarnya dan tidak pasif, dalam artian masyarakat diharapkan
mampu berperan selama lima tahun jalannya pemerintahan bukan
hanya berperan lima menit di dalam tps saja. Dengan hanya
berperan lima menit di dalam TPS saja maka orang-orang yang
terpilih dan naik menjadi wakil rakyat akan dengan mudah
melakukan korupsi karena mereka menilai pengawasan dari kalangan
masyarakat yang lemah.
Pemilu dan korupsi menjadi sebuah hal yang berbeda namun
saling berkaitan. Jika kita sebagai masyarakat memiliki keinginan
untuk melakukan korupsi melalui cara menghisap uang para caleg.
Maka begitu pula logika yang akan digunakan para caleg ketika
duduk di kursi parlemen nanti. Karena kita korupsi, maka dewan
pun ikut korupsi. Oleh sebab itu, mari kita bersama-sama
mengawasi proses pemilu agar memiliki esensi penting dalam
pembangunan kehidupan berdemokrasi. Sehingga pada akhirnya negera
ini bukanlah menjadi ajang tempat pementasan dangdut semata yang
dibarengi orasi: anti-korupsi. Tetapi lebih jauh lagi adalah
pencapaian untuk mendapatkan pemimpin politik yang mengedepankan
pengabdiannya untuk negara, bukan pengabaian untuk kepentingan
pribadi semata.
Banyak gerakan mahasiswa yang menyerukan tentang bahaya
korupsi namun tidak semua gerakan mahasiswa mengharuskan
anggotanya terjun langsung ke masyarakat untuk memberikan
informasi secara face to face kepada masyarakat tentang makna di
balik itu semua. Masyarakat yang tahu tentang adanya gerakan
mahasiswa dalam menyambut pemilu hanya sekedar tahu saja dan
tidak mengerti tentang makna yang terkandung di dalam gerakan
mahasiswa tersebut. Alhasil masyarakat akan dengan sangat senang
menerima uang yang diberikan oleh para calon pemimpin bangsa
karena sifat materialistis yang banyak dimiliki oleh orang
Indonesia. Masyarakat berharap banyak kepada gerakan-gerakan yang
dilakukan oleh mahasiswa agar tidak terjadi lagi kasus korupsi.
Namun perlu diingat bahwa korupsi tidak dapat hilang dalam
sekejap mata ketika melihat gerakan mahasiswa namun dibutuhkan
pengawasan lebih dari masyarakat agar korupsi tidak menampakan
dirinya lagi.
Gerakan apapun yang dilakukan baik oleh mahasiswa maupun non
mahasiswa masih kalah dengan uang yang diberikan oleh para calon
pemimpin karena sifat materialistis masyarakat. Meskipun sudah
diberi petunjuk dan diberi nasehat, namun masyarakat akan dengan
mudah tergiur uang yang diberikan oleh para calon pemimpin karena
mungkin jumlahnya yang cukup besar dan bisa untuk menutupi
kebutuhan hidup. Namun patut disayangkan juga adalah bahwa
masyarakat tidak berfikir ke depan namun hanya memikirkan
kesenangan sesaat. Padahal jika masyarakat lebih jeli dan lebih
cerdas lagi maka korupsi tidak akan terjadi lagi karena dari hal
“kecil” semacam itulah yang akan mendatangkan bahaya korupsi.
Mahasiswa yang tergabung dalam gerakan menolak bodoh sudah
memiliki cara tersendiri bagaimana merubah paradigma masyarkat
tentang pemilu. Baik dengan cara face to face maupun lewat
berbagai media sosial. Tinggal bagaimana kesadaran dari
masyarakat dapat terbangun sehingga dapat menjadikan Indonesia
menjadi yang lebih baik dari yang saat ini.
4. Penugasan tentang pendalaman approach kedua dari dua
approach yang Anda bandingkan
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap
lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan
umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan
kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap
mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi
masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum
tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi
dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat
berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai,
lobbying, dan sebagainya.11
Pemilu diharapkan mampu mewujudkan kedaulatan rakyat dengan
menciptakan pemerintahan yang demokratis hingga ke akar-akarnya.
Namun banyak sekali masyarakat yang menganggap bahwa pemilu
hanyalah sekedar partisipasi lima menit di dalam bilik suara yang
tidak akan membawa perubahan yang signifikan bagi Indonesia ke
depannya. Selain itu masyarakat juga menganggap bahwa pemilu
adalah uang. Di mana siapa yang memiliki uang yang banyak maka
dialah yang akan dapat menang dalam pemilu tanpa melihat siapa
dia dan bagaimana kehidupan sehari-harinya. Berdasarkan hal
inilah yang menyebabkan banyak para calon anggota legislatif yang
tidak jelas asal-usulnya atau bisa dibilang orang itu ada karena
ada maunya.
Masyarakat dapat berfikiran seperti itu bukan karena tidak
ada sebab. Pemilu yang berlangsung sejauh ini memang dianggap
hanya sebagai syarat saja namun dampak yang nyata bagi masyarakat
secara luas masih jauh dari yang diharapkan. Berbagai macam
gerakan-gerakan mahasiswa bermunculan untuk merubah konstruksi
masyarakat mengenai pemilu. Gerakan mahasiswa tersebut bukan
hanya dilakukan dalam pemilu kali ini saja melainkan dalam pemilu
sebelumnya juga telah ada gerakan mahasiswa yang mengingkan
adanya perubahan dalam konstruksi yang telah ada di dalam
masyarakat. Suksesnya pemilu bukan hanya bersandar pada
11 Lihat Miriam Budiarjo. 2008, “Dasar-dasar Ilmu Politik”, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, hal. 461.
integritas penyelenggaraan pemilu dan peserta pemilu semata.
Namun, harus didukung pula oleh seluruh pemangku kepentingan
pemilu demi terciptanya sinergitas yang kuat dan saling
berkesinambungan. Terkait dengan hal tersebut, kiranya pemilu
2014 diharapkan menjadi lebih baik di bandingkan pemilu 2009.
Menciptakan para pemimpin bangsa berkarakter negarawan tanpa
mental korupsi dan gemar menghambur-hamburkan uang rakyat. Untuk
itu, setidaknya terdapat 4 (empat) komponen yang bertangung jawab
dalam mensukseskan pemilu 2014 yaitu, penyelenggara pemilu (KPU
dan Panwaslu), partai politik, pers dan masyarakat.12
Masyarakat saat ini cenderung menitikberatkan pemilu sebagai
satu-satunya wujud demokrasi yang ada. Masyarakat tidak tahu
tentang apa sebenarnya demokrasi dan cenderung tidak mau tahu
tentang artis demokrasi yang lebih dari sekedar pemilu saja.
Dengan adanya hal semacam itu, masyarakat menilai bahwa
partisipasi mereka dalam demokrasi adalah hanya selama dia di
dalam bilik suara saja, setelah keluar dari bilik suara berarti
mereka telah melakukan demokrasi. Kenyataan semacam inilah yang
selama ini ada dan mungkin akan terus menerus ada karena
ketidakjelasan demokrasi yang ada di Indonesia. Kenyataan semacam
itu ada karena masyarakat “memahami” makna demokrasi hanya ketika
menjelang pemilu, jika tidak ada pemilu masyarakat pasti akan
acuh terhadap pemaknaan demokrasi karena bagi mereka tidak akan
ada arti yang cukup signifikan.
12 http://news.detik.com/read/2014/01/24/150630/2477335/103/meningkatkan-partisipasi-masyarakat-dalam-pemilu-2014 di akses pada tanggal 29 Juni 2014, pukul 23.05 WIB.
Pemilu dianggap sebagai suatu yang kotor juga menjadi sebuah
kalimat yang sangat melekat di benak masyarakat pada umumnya.
Tidak dapat disalahkan dengan adanya anggapan semacam itu karena
pada dasarnya memang banyak sekali para oknum dalam pemilu yang
menghalalkan segala cara untuk dapat menang dalam pemilu. Cara
yang dilakukan sangat beragam, mulai dari jual beli suara hingga
saling menjatuhkan antar pihak dengan cara yang nakal dan
menjurus kepada kekerasan. Namun jika masyarakat melakukan
pengawasan secara baik, hal semacam itu dapat diatasi karena
adanya hal semacam itu juga disebabkan oleh lemahnya pengawasan
dan mudahnya masyarakat tertipu oleh rayuan oleh para oknum dalam
pemilu. Orang yang memilih didalam pemilu dianggap benar dan
orang yang golput dianggap salah nampaknya menjadi sebuah
permasalahan yang cukup menarik. Jika hal semacam itu diteruskan
maka secara tidak langsung akan menggores makna demokrasi yang
dapat diartikan bebas. Bebas dalam artian dia dapat memilih atau
tidak memilih. Namun jika pemilu menjadi satu-satunya acuan
demokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang baik nampaknya
kurang tepat. Jika suara orang yang memilih karena dia tahu dan
suara orang yang memilih karena asal-asalan dihitung sama maka
nampaknya belum akan menciptakan pemerintahan yang baik.
Dalam gerakan menolak bodoh, konstruksi yang akan dibangun
adalah tentang bagaimana untuk menjamin kualitas demokrasi yang
ada, masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih dan juga untuk
tidak memilih. Jika memilih tetapi tidak tahu siapa yang dipilih
maka akan merugikan. Namun jika mereka tidak memilih karena
memang tidak ada calon yang menurut mereka pantas untuk dipilih
maka alasan untuk golput tidak dapat disalahkan karena daripada
mereka jatuh dipilihan yang salah yang akan merugikan bagi yang
lainnya. Selain itu dalam gerakan menolak bodoh juga menekankan
pada partisipasi masyarakat. Partisipasi dalam hal ini bukan
hanya sekedar saat mereka berada di dalam bilik suara namun
partisipasi yang dimaksudkan adalah selama jalannya pemerintahan
sehingga dapat tercipta pemerintahan yang sesuai dengan yang
diharapkan oleh masyarakat. Karena sejatinya pemaknaan demokrasi
tidak sesimple lima menit di dalam bilik suara saja. Percuma saja
jika partisipasi masyarakat di dalam pemilu hanya karena
mobilisasi saja tanpa adanya pengetahuan tentang apa dan siapa
yang akan dipilih.
Paradigma masyarakat tentang pemilu yang buruk dapat diatasi
jika partisipasi masyarakat dalam demokrasi lebih ditingkatkan
lagi. Bukan hanya partisipasi ketika akan diselenggarakan pemilu
saja, namun partisipasi yang dilakukan adalah yang secara
berkelanjutan yang dapat membawa dampak positif bagi berbagai
pihak. Yang terpenting sejatinya bukan hanya partisipasi
mencoblos seorang wakil rakyat atau yang lainnya, tetapi
partisipasi setelah dilakukannya pencoblosan yaitu partisipasi
selama jalannya pemerintahan. Partisipasi yang hanya lima menit
saja adalah pembodohan yang terus menerus akan menjadi sebuah
permaslahan bagi jalannya demokrasi yang ada di Indonesia.