+ All Categories
Home > Documents > MODUL FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN ZAT WARNA DARI TANAMAN

MODUL FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN ZAT WARNA DARI TANAMAN

Date post: 28-Jan-2023
Category:
Upload: independent
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
31
MODUL FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN ZAT WARNA DARI TANAMAN ANGKAK (Monascus purpureus) A. Pendahuluan Sejak semula kosmetologi merupakan salah satu ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana. Dalam perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997). Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007). Segala bahan yang dogosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada badan manusia yang bertujuan untuk memelihara dan menambah daya tarik atau untuk melindungi dapat dikatakan sebagai sebuah kosmetik. Pada era ilmu kesehatan kulit khususnya kosmetik telah berkembang pesat seiring
Transcript

MODUL

FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN ZAT WARNA DARI TANAMANANGKAK (Monascus purpureus)

A. Pendahuluan

Sejak semula kosmetologi merupakan salah satu ilmu

pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para pakar

kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan; seperti

para tabib, dukun, bahkan penasehat keluarga istana.

Dalam perkembangannya kemudian, terjadi pemisahan

antara kosmetik dan obat, baik dalam hal jenis, efek,

efek samping, dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap

untuk digunakan pada bagian luar badan seperti

epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut

antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik,

mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam

keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak

dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Segala bahan yang dogosokkan, dilekatkan,

dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada badan

manusia yang bertujuan untuk memelihara dan menambah

daya tarik atau untuk melindungi dapat dikatakan

sebagai sebuah kosmetik. Pada era ilmu kesehatan kulit

khususnya kosmetik telah berkembang pesat seiring

pertumbuhan industri kosmetik di dunia. Salah satu

produk kosmetik adalah pewarna bibir atau Lipstick.

Pewarna bibir modern yang disukai adalah jenis

sediaan pewarna bibir yang jika dilekatkan pada bibir

akan memberikan selaput yang kering. Dewasa ini pewarna

bibir yang banyak digunakan adalah pewarna bibir dalam

bentuk krayon. Pewarna bibir krayon lebih dikenal

dengan sebutan lipstick (Ditjen POM, 1985).

Lipstick merupakan hal yang dibutuhkan oleh wanita

agar bibir terlihat lebih sehat dan penampilan terlihat

lebih menarik. Komponen utama lipstik adalah pewarna.

Salah satu pewarna bibir alami yang digunakan adalah

angkak, angkak merupakan produk hasil fermentasi dengan

substrat beras yang menghasilkan warna merah karena

aktivitas kapang Monascus purpureus.

B. Tujuan

1.Untuk membuat sediaan lipstik dengan angkak

sebagai pewarna

2.Untuk mengetahui apakah sediaan lipstik

menggunakan angkak sebagai pewarna tidak

menyebabkan iritasi saat digunakan.

3.Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai

teknik pembuatan lipstick.

C. Dasar Teori

1.Kosmetik

Pengertian Kosmetik

Menurut Wall dan Jellinek (1970), kosmetik

dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada

abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat

perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga

untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta

industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada

abad ke-20 (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang

berarti ”berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha

untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari

bahan-bahan alami yang terdapat disekitar.

Sekarang kosmetik dibuat tidak hanya dari bahan

alami tetapi juga bahan sintetis untuk maksud

meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Sejak semula kosmetologi merupakan salah satu

ilmu pengobatan atau ilmu kesehatan, sehingga para

pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan;

seperti para tabib, dukun, bahkan penasehat

keluarga istana. Dalam perkembangannya kemudian,

terjadi pemisahan antara kosmetik dan obat, baik

dalam hal jenis, efek, efek samping, dan lainnya

(Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang

siap untuk digunakan pada bagian luar badan

seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan

rongga mulut antara lain untuk membersihkan,

menambah daya tarik, mengubah penampakan,

melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,

memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan

untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit

(Tranggono dan Latifah, 2007).

Penggolongan Kosmetik

Penggolongan kosmetik terbagi atas beberapa

golongan, yaitu:

a. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI,

kosmetik dibagi ke dalam 13 preparat (Tranggono

dan Latifah, 2007) :

1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi,

bedak bayi, dan lain-lain.

2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi,

bath capsule, dan lain- lain.

3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-

shadow, dan lain-lain.

4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum,

toilet water, dan lain-lain.

5. Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut,

hair spray, dan lain-lain.

6. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut,

dan lain-lain.

7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya

bedak, lipstik, dan lain-lain.

8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya

pasta gigi, mouth washes,

9. dan lain-lain.

10.Preparat untuk kebersihan badan, misalnya

deodorant, dan lain-lain.

11.Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion

kuku, dan lain-lain.

12.Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih,

pelembab, pelindung, dan lain-lain.

13.Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dan

lain-lain.

14.Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya

sunscreen foundation, dan lain-lain.

b. Penggolongan kosmetik menurut cara pembuatan

(Tranggono dan Latifah, 2007) sebagai berikut:

1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan

diolah secara modern (termasuk di antaranya

adalah cosmedic).

2. Kosmetik tradisional:

Betul-betul tradisional, misalnya mangir,

lulur, yang dibuat dari bahan alam dan

diolah menurut resep dan cara yang turun-

temurun.

Semi tradisional, diolah secara modern dan

diberi bahan pengawet agar tahan lama.

Hanya namanya yang tradisional, tanpa

komponen yang benar- benar tradisional dan

diberi warna yang menyerupai bahan

tradisional.

c. Penggolongan kosmetik menurut kegunaannya bagi

kulit:

1. Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic)

Jenis ini digunakan untuk merawat kebersihan

dan kesehatan kulit.

termasuk di dalamnya:

a. Kosmetik untuk membersihkan kulit

(cleanser): sabun, cleansing cream,

cleansing milk, dan penyegar kulit

(freshener).

b. Kosmetik untuk melembabkan kulit

(moisturizer), misalnya moisturizer cream,

night cream, anti wrinkel cream.

c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya

sunscreen cream dan sunscreen foundation,

sun block cream/lotion.

d. Kosmetik untuk menipiskan atau

mengampelas kulit (peeling), misalnya scrub

cream yang berisi butiran-butiran halus

yang berfungsi sebagai pengamplas

(abrasiver).

2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)

Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup

cacat pada kulit sehingga menghasilkan

penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan

efek psikologis yang baik, seperti percaya diri

(self confident). Dalam kosmetik riasan, peran

zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik

dekoratif terbagi menjadi 2 golongan (Tranggono

dan Latifah, 2007).

d. Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta

maksud evaluasi produk kosmetik dibagi menjadi

2 golongan (Ditjen POM, 1985):

1. Kosmetik golongan I adalah:

a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi

b. Kosmetik yang digunakan di sekitar mata,

rongga mulut dan

mukosa lainnya

c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan

persyaratan kadar

dan penandaan

d. Kosmetik yang mengandung bahan dan

fungsinya belum lazim

serta belum diketahui keamanan dan

kemanfaatannya.

2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang

tidak termasuk ke dalam golongan I.

2. Bibir

Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri

tersendiri, karena lapisan jangatnya sangat tipis.

Stratum germinativum tumbuh dengan kuat dan korium

mendorong papila dengan aliran darah yang banyak

tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir

tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada

permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat

kelenjar liur, sehingga bibir akan nampak selalu

basah. Sangat jarang terdapat kelenjar lemak pada

bibir, menyebabkan bibir hampir bebas dari lemak,

sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan

jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah, yang

memungkinkan zat yang melekat padanya mudah

berpenetrasi ke statum germinativum.

Karena ketipisan lapisan jangat, lebih

menonjolnya stratum germinativum, dan aliran darah

lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit

bibir, maka bibir menunjukkan sifat lebih peka

dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu

hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang

digunakan untuk sediaan pewarna bibir, terutama

dalam hal memilih lemak, pigmen dan zat pengawet

yang digunakan untuk maksud pembuatan sediaan itu

(Ditjen POM, 1985).

Kosmetika rias bibir selain untuk merias bibir

ternyata disertai juga dengan bahan untuk meminyaki

dan melindungi bibir dari lingkungan yang merusak,

misalnya sinar ultraviolet. Ada beberapa macam

kosmetika rias bibir, yaitu lipstik, krim bibir (lip

cream), pengkilap bibir (lip gloss), penggaris bibir

(lip liner), dan lip sealer (Wasitaatmadja, 1997).

3.Lipstik

Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi

dalam pembawa yang terbuat dari campuran lilin dan

minyak dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga

dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang

dikendaki. Suhu lebur lipstick yang ideal

sesungguhnya diatur hingga suhu yang mendekati suhu

bibir, bervariasi antara 36-38oC. Tetapi karena

harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu

cuaca sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik,

suhu lebur lipstick dibuat lebih tinggi, yang

dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang

62oC, biasanya berkisar antara 55-75oC (Ditjen POM,

1985).

Dari segi kualitas, lipstik harus memenuhi

beberapa persyaratan berikut (Mitsui, 1977):

1. Tidak menyebabkan iritasi atau kerusakan pada

bibir

2. Tidak memiliki rasa dan bau yang tidak

menyenangkan

3. Polesan lembut dan tetap terlihat baik selama

jangka waktu tertentu

4. Selama masa penyimpanan bentuk harus tetap

utuh, tanpa kepatahan dan perubahan wujud.

5. Tidak lengket.

6. Penampilan tetap menarik dan tidak ada

perubahan warna.

Komponen utama dalam sediaan lipstik

Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik

terdiri dari minyak, lilin, lemak dan zat warna.

1. Minyak

Minyak adalah salah satu komponen dalam basis

lipstik yang berfungsi untuk melarutkan atau

mendispersikan zat warna. Minyak yang sering

digunakan antara lain minyak jarak, minyak

mineral dan minyak nabati lain. Minyak jarak

merupakan minyak nabati yang unik karena

memiliki viskositas yang tinggi dan memiliki

kemampuan melarutkan staining-dye dengan baik.

Minyak jarak merupakan salah satu komponen

penting dalam banyak lipstik modern.

Viskositasnya yang tinggi adalah salah satu

keuntungan dalam menunda pengendapan dari pigmen

yang tidak larut pada saat pencetakan, sehingga

dispersi pigmen benar benar merata (Balsam,

1972).

2. Lilin

Lilin digunakan untuk memberi struktur batang

yang kuat pada lipstik dan menjaganya tetap

padat walau dalam keadaan hangat. Campuran lilin

yang ideal akan menjaga lipstik tetap padat

setidaknya pada suhu 50°C dan mampu mengikat

fase minyak agar tidak ke luar atau berkeringat,

tetapi juga harus tetap lembut dan mudah

dioleskan pada bibir dengan tekanan serendah

mungkin. Lilin yang digunakan antara lain

carnauba wax, candelilla wax, beeswax,

ozokerites, spermaceti dan setil alkohol.

Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami

yang yang sangat keras karena memiliki titik

lebur yang tinggi yaitu 85°C. Biasa digunakan

dalam jumlah kecil untuk meningkatkan titik

lebur dan kekerasan lipstik (Balsam, 1972).

3. Lemak

Lemak yang biasa digunakan adalah campuran

lemak padat yang berfungsi untuk membentuk

lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang

lembut, meningkatkan kekuatan lipstik dan dapat

mengurangi efek berkeringat dan pecah pada

lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses

pembuatan lipstik adalah sebagai pengikat dalam

basis antara fase minyak dan fase lilin dan

sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak

padat yang biasa digunakan dalam basis lipstik

adalah lemak coklat, lanolin, lesitin, minyak

nabati terhidrogenasi dan lain-lain.

4. Zat warna

Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua

jenis yaitu staining dye dan pigmen. Staining

dye merupakan zat warna yang larut atau

terdispersi dalam basisnya, sedangkan pigmen

merupakan zat warna yang tidak larut tetapi

tersuspensi dalam basisnya. Kedua macam zat

warna ini masing- masing memiliki arti

tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya

dicampurdengan komposisi sedemikian rupa untuk

memperoleh warna yang diinginkan. Pigmen-pigmen

yang diigunakan dalam lipstik dapat berupa lake

dari barium atau kalsium, akan tetapi lake dari

stronsium juga sering digunakan karena

menghasilkan warna yang tahan lama dan jernih.

Untuk menghasilkan warna yang agak pudar (muda),

pigmen putih seperti titanium dioksida dan zink

oksida harus ditambahkan (Balsam, 1972).

Zat tambahan dalam sediaan lipstik

Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang

ditambahkan dalam formula lipstik untuk

menghasilkan lipstik yang baik, yaitu dengan

cara menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan

syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik,

tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat

bercampur dengan bahan-bahan lain dalam formula

lipstik. Zat tambah yang digunakan yaitu

antioksidan, pengawet dan parfum.

1. Antioksidan

Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak

dan bahan tak jenuh lain yang rawan terhadap

reaksi oksidasi. BHT, BHA dan vitamin E

adalah antioksidan yang paling sering

digunakan (Butler, 2000).

2. Pengawet

Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh

di dalam sediaan lipstik sebenarnya sangat

kecil karena lipstik tidak mengandung air.

Akan tetapi ketika lipstik diaplikasikan pada

bibir kemungkinan terjadi kontaminasi pada

permukaan lipstik sehingga terjadi

pertumbuhan mikroorganisme. Oleh karena itu

perlu ditambahkan pengawet di dalam formula

lipstik. Pengawet yang sering digunakan yaitu

metil paraben dan propil paraben (Butler,

2000).

3. Parfum

Parfum perlu ditambahkan dalam formula

lipstik untuk menutupi bau dari minyak dan

lilin yang terdapat dalam basis dan bau lain

yang tidak enak yang timbul setelah lipstik

digunakan atau disimpan. Parfum yang berasal

dari minyak tumbuhan (bunga) adalah yang

paling banyak digunakan (Balsam, 1972). Kerusakan pada Lipstik

1. Sweating, merupakan keluarnya dari cairan

permukaan lipstick yang disebabkan karena

kadar minyak yang tinggi atau rendahnya

kualitas campuran minyak dan lilin dalam

formula.

2. Bleeding, terjadi pemisahan antara zat warna

dengan basis lilin, sehingga menyebabkan zat

warna tidak merata.

3. Blooming, disebut juga pemekaran pada ujung

lipstick yaitu permukaan lipstick menjadi

lebih tumpul dari yang diharapkan. Hal ini

terjadi karena tingginya konsentrasi cetyl

alcohol (>5%).

4. Streaking, terbentuknya sebuah garis tipis atau

pita yang berbeda warna, atau substansi yang

Nampak dipermukaan pada produk jadi. Hal ini

terjadi karena pemisahan partikel yang

tersuspensi.

5. Seams, ditandai dengan keretakan lipstick

pada saat digunakan. Hal ini terjadi karena

massa yang rapuh atau terjadi kesalahan pada

saat teknik pendinginan.

6. Laddering, produk nampak berjenjang, tidak

lembut dan tidak homogeny setelah dibekukan,

Nampak adanya lapisan ganda. Kerusakan ini

terjadi karena pada saat proses pencetakan

dilakukan pada temperature rendah, atau

sebagian formulasi tidak cukup panas, atau

bias juga terjadi karena proses pengisian pada

cetakan terlalu lambat.

7. Deformation, lipstick terlihat rusak dengan

sangat jelas, kerusakan juga terlihat jika

dilihat dari salah satu sisi maupun kedua

sisi.

8. Catering, stick membentuk lubang dimana

penyebab utamanya adalah jumlah minyak silicon

atau minyak lubrikasi yang terlalu sedikit.

9. Mushy failure, inti pusat stick tidak memiliki

struktur dan patah.

4.Angkak

Angkak telah banyak digunakan di Negara-negara

Asia terutama Cina, Jepang, Taiwan, Thailand dan

Philipina kurang lebih 600 tahun yang lalu. Red-rice

atau ang-kak (ang-khak, ankak, anka, ang-quac, beni-

koji, aga-koji) digunakan untuk mewarnai makanan

seperti pada ikan, keju Cina, dan untuk pembuatan

anggur merah di negara-negara oriental (Timur)

(Hidayat dan Saati, 2006).

Angkak merupakan produk hasil fermentasi dengan

substrat beras yang menghasilkan warna merah karena

aktivitas kapang Monascus purpureus sebagai

metabolit sekunder. Sejak dulu angkak telah banyak

digunakan sebagai pewarna makanan. Disamping itu

angkak dapat pula digunakan untuk mengawetkan daging

karena mempunyai sifat anti bakteri, mengobati

penyakit asma, gangguan saluran cerna, mabuk laut

dan luka memar dalam seni pengobatan Cina,

meningkatkan intensitas warna merah pada pengolahan

daging, serta untuk menambah aroma (Hidayat dan

Saati, 2006).

Pigmen angkak banyak dihasilkan dari beberapa

jenis kapang. Beberapa galur yang mampu memproduksi

pigmen adalah Monascus purpureus, Monascus rubropunctatus,

Monascus rubiginosus, Monascus major, Monascus barkari dan

Monascus ruber yang menghasilkan pigmen warna merah.

Dari berbagai macam galur tersebut yang paling umum

digunakan adalah Monascus purpureus. Monascus purpureus

juga disebut Monascus anka atau Monascus kaoliang.

Pigmen merah merupakan salah satu warna yang menarik

karena warna merah sangat populer pada pewarna

makanan dan merupakan warna pigmen yang alami pada

makanan (Hidayat dan Saati, 2006).

Monascus purpureus adalah kapang utama pada angkak.

Angkak adalah beras yang difermentasi oleh kapang

sehingga penampakannya berwarna merah. Angkak sudah

sejak lama digunakan sebagai bahan bumbu, pewarna

dan obatkarena mengandung bahan bioaktif berkhasiat.

Kapang menghasilkan pigmen yang tidak toksik dan

tidak mengganggu sistem kekebalan tubuh (Fardiaz dan

Zakaria, 1996).

Proses Pembuatan Angkak

Beras merupakan substrat terbaik untuk produksi

pigmen. Keunggulan ini terutama karena

komposisinya yang kompleks dan mungkin dapat

menderepresi pembentukan pigmen, atau struktur

mikroskopisnya yang baik untuk penetrasi hifa atau

difusi pigmen. Produksi pigmen pada substrat padat

dalam skala besar memerlukan banyak nampan (tempat

fermentasi angkak). Penggunaan beras sebagai

medium diawali dengan mencuci beras, setelah itu

direndam dalam air selama satu hari dan kemudian

ditiris. Beras yang lembab tersebut dipindahkan ke

tempat gelas yang cukup baik untuk aerasi,

kemudian diautoklaf selama 30 menit pada 121°C.

Inokulasi dilakukan dengan menambahkan suspensi

askospora yang diperoleh dari kultur yang berusia

25 hari pada medium sabaoraud. Beras dapat juga

ditanak, setelah masak ditempatkan di nampan atau

dulang, dan kemudian diinokulasi. Pada saat

inokulasi, beras harus tampak kering dan tidak

panas. Substrat yang terlalu lembek kurang baik.

Beras yang telah diinokulasi tersebut

diinkubasikan pada suhu terkontrol dan diaerasi

selama 20 hari. Selama inkubasi, beras akan

menjadi merah secara bertahap, digojog supaya

merata dan perlu ditambah air steril untuk menjaga

kelembaban, karena adanya air yang hilang selama

inkubasi dapat menyebabkan beras menjadi terlalu

kering. Setelah tiga minggu, beras akan tampak

berwarna merah tua kecoklatan, dan beras tersebut

tidak saling melekat. Setelah dikeringkan pada

suhu 40°C, beras akan mudah dihancurkan sehingga

menjadi serbuk (Lotong dan Suwanarit, 1990).

Uraian Mengenai Monascus purpureus

Monascus spp. termasuk pada kingdom fungi, divisi

Ascomycetes dan bagian dari family Monascaceae.

Termasuk pada klas Eurotiomycetidae, orde Incertae sedis

dan genus Monascus. Genus Monascus dapat dibagi

menjadi 4 spesies, antara lain: M. pilosus, M.

purpureus, M. ruber and M. Froridanus (Sabater dkk,

1999).

Monascus purpureus Went termasuk spesies yang

kosmopolit, dan telah diisolasi dari tanah,

kentang yang matang, nasi, biji, kedelai, sorgum,

tembakau, coklat, serta biji palem. Suhu

pertumbuhan 18°- 40°C (Gandjar dan Samson, 1999).

Spesies ini menghasilkan pigmen merah, merah

kecoklatan, dan merah agak jingga, serta memiliki

arti ekonomi sebab pigmen-pigmen tersebut

merupakan zat warna yang digunakan dalam industri

pangan di daerah Asia termasuk Asia Tenggara

(Gandjar dan Samson, 1999).

5.Preformulasi Lipstik

1. Cera alba

Dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh

dari sarang lebah Apis melifera L. pemeriannya

yaitu berupa zat padat, berwarna putih

kekuningan, dan bau khas lemah. Kelarutannya

yaitu praktis tidak larut dalam air, agak sukar

larut dalam etanol (95%), larut dalam

kloroform, eter, minyak lemak, dan minyak

atsiri. Suhu leburnya yaitu antara 62◦C hingga

64◦C. Khasiat umumnya digunakan sebagai zat

tambahan (DitjenPOM, 1979).

2. Lanolin

Lanolin merupakan zat serupa lemak yang

dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis

aries L. yang dibersihkan dan dihilangkan warna

dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari

0,25%. Pemeriannya yaitu massa seperti lemak,

lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutannya

yaitu tidak larut dalam air, dapat bercampur

dengan air lebih kurang dua kali beratnya, agak

sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut

dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan

dalam kloroform. Suhu leburnya yaitu 38◦C dan

44◦C (Ditjen POM, 1995).

3. Oleum ricini

Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh

dengan perasaan dingin biji Ricinus communis L.

yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan

kental, jernih, kuning pucat atau hamper tidak

berwarna, bau lemahm rasa manis dan agak pedas.

Kelarutannya yaitu larut dalam 2,5 bagian

etanol (90%). Mudah larut dalam etanol mutlak,

dan dalam asam asetat glacial (Ditjen POM,

1979).

4. Carnauba wax

Merupakan fase lilin dan berperan pada

kekerasan pewarna bibir.

5. Vaselin

Merupakan campuran hidrokarbon setengah padat

yang telah diputihkan, diperoleh dari minyak

mineral. Pemeriannya yaitu berupa masa lunak,

lengket, bening, putih, sifat ini tetap

walaupun zat telah dileburkan. Kelarutannya

yaitu praktis tidak larut dalam air dan dalam

etanol (95%) tetapi larut dalam kloroform dan

eter. Suhu leburnya antara 38◦C-56◦C. Khasiat

umumnya digunakan sebagai zat tambahan (Ditjen

POM, 1979).

6. Cetyl alcohol

Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin,

granul, atau kubus, putih, bau khas lemah, dan

rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut

dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter,

kelarutannya bertambah dengan naiknya suhu.

Suhu leburnya antara 45◦C dan 50◦C (Ditjen POM,

1995).

7. Oleum rosae

Minyak mawar adalah minyak atsiri yang

diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar

Rosa gallica L., Rosa damascene Miller, Rosa alba L.,

dan varietas Rosa lainnya. Pemeriannya yaitu

berupa cairan tidak berwarna atau kuning, bau

menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada suhu

25◦C kental dan jika didinginkan perlahan-lahan

berubah menjadi masa hablur bening yangjika

dipanaskan mudah melebur. Kelarutannya yaitu

larut dalam kloroform dan berat jenisnya antara

0,848-0,863 (Ditjen POM, 1979).

8. BHT

BHT merupakan antioksidan untuk sediaan

lipstick, karena mengandung minyak yang mudah

teroksidasi dan ditambah dengan mengandung

adepslanae yang akan menimbulkan bau tengik.

Jadi perlu penambahan antioksidan. Diguakan

dalam sediaan lipstick untuk antioksidan.

9. Propil paraben

Digunakan sebagai pengawet karena kemungkinan

terjadi kombinasi antara bibir dan lipstik yang

memungkinkan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme.

10. Propilenglikol

Berupa cairan jernih, tidak berwarna dan

praktis tidak berbau. Rasa agak manis dan

stabil jika bercampur dengan gliserin, air,

dengan alcohol. Propilenglikol sangat luas

digunakan sebagai kosmetika sebagai pelarut.

Dalam kosmetik propilenglikol berfungsi sebagai

humektan (Barel,A.O., Paye, M., dan Maibach,

H.I., 2009).

6.Formulasi Lipstik

KOMPOSISI PERSENTASE(%)

Cera alba 10Oleum ricini 42,88Canauba wax 10Cetyl alcohol 3Oleum rosae 1Serbuk Angkak 25,2BHT 0,02Propilenglikol 5Propil paraben 0,1Vaselin 2,8

7.Prosedur Pembuatan Lipstik

1. Nipasol dilarutkan dalam propilenglikol.

Ditambahkan serbuk angkak diaduk hingga homogen

(Massa A).

2. Butil hidroksitoluen dilarutkan dalam oleum

ricini (Massa B),

3. Dicampurkan Massa A dan Massa B hingga

diperoleh campuran 1.

4. Dibuat campuran 2 yang berisi cera alba,

carnauba wax, cetil alkohol, vaselin, ditimbang

dan masukkan dalam cawan penguap, kemudian

dilebur di atas penangas air.

5. Campuran 1 dan campuran 2 dicampurkan, setelah

suhu turun ditambahkan parfum, aduk hingga

homogen.

6. Cetak selagi cair, dikeluarkan dari cetakan dan

dimasukkan dalam wadah (roll up).

8.Uji kestabilan fisik sediaan meliputi pengamatan

perubahan bentuk, warna, dan bau dari sediaan.

1. Pengamatan terhadap adanya perubahan bentuk,

warna, dan bau dari sediaan pewarna bibir

dilakukan terhadap masing-masing sediaan dari

tiap formula selama penyimpanan pada suhu kamar

pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5

hari hingga hari ke 35.

2. Pemeriksaan Titik Lebur

Metode pengamatan titik lebur lipstik yang

digunakan dalam penelitian adalah dengan cara

memasukkan lipstick dalam oven dengan suhu awal

50°C selama 15 menit, diamati apakah melebur

atau tidak, setelah itu suhu dinaikkan 1°C

setiap 15 menit dan diamati pada suhu berapa

lipstik mulai melebur.

3. Pemeriksaan Breaking Point

Sediaan lipstik diletakkan pada posisi

horizontal dengan jarak kira-kira ½ inci dari

tepi sediaan lipstik, kemudian diberikan beban

yang berfungsi sebagai pemberat. Berat beban

ditambahkan secara berangsurangsur dengan nilai

yang spesifik 10 g setiap interval waktu 30

detik. Berat dimana lipstik patah merupakan

nilai breaking point (Lauffer, 1985).

4. Pemeriksaan Stabilitas

Diamati masing-masing sediaan yaitu ada

tidaknya perubahan bentuk, warna dan bau dari

sediaan lipstick selama penyimpanan pada suhu

kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya

setiap 5 hari hingga hari ke-30 (Vishwakarma,

et al., 2011).

5. Uji Oles Sediaan Lipstik (Pemeriksaan

Pelepasan Zat Warna)

Uji oles dilakukan secara visual dengan cara

mengoleskan lipstik pada bibir kemudian

mengamati banyaknya warna yang menempel pada

tekanan tertentu seperti biasanya kita

menggunakan lipstik. Pemeriksaan dilakukan

terhadap masing-masing sediaan yang dibuat dan

dioleskan pada bibir dengan 5 kali pengolesan

(Keithler, 1956).

6. Penentuan pH Sediaan Lipstik

Penentuan pH menggunakan alat pH meter. Alat

terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan

larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan

larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat

menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian

elektroda dicuci dengan aquadest, lalu

dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam

konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan

dilarutkan dalam 100 ml aquadest. Kemudian

elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut.

Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai

konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter

merupakan pH sediaan lipstik (Rawlins, 2003).

7. Uji Iritasi

Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini

adalah uji tempel terbuka (Patch Test) pada

lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang

panelis. Uji tempel terbuka dilakukan dengan

mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi

lekatan dengan luas tertentu 2,5 x 2,5 cm,

dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi.

Diamati reaksi yang terjadi, reaksi iritasi

positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-

gatal, atau bengkak pada kulit belakang telinga

bagian dalam yang diberi perlakuan. Adanya

kemerahan diberi tanda (1), gatal-gatal diberi

tanda (2), bengkak diberi tanda (3), dan yang

tidak menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda

(0). Kriteria panelis uji iritasi yaitu wanita,

usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat jasmani

dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit

alergi, menyatakan kesediaannya dijadikan

panelis uji iritasi.

8. Uji Kesukaan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

kesukaan panelis terhadap sediaan lipstik yang

dibuat. Uji kesukaan ini dilakukan secara

visual terhadap 30 orang panelis dengan

kriteria yang digunakan adalah berbadan sehat,

tidak dalam keadaan tertekan, mempunyai

pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara

penilaian organoleptik. Setiap panelis diminta

untuk mengoleskan lipstik yang dibuat dengan

berbagai konsentrasi ekstrak bunga kecombrang

pada kulit punggung tangan. Kemudian panelis

mengisi kuisioner yang telah diberikan dan

menuliskan angka 9 bila amat sangat suka, 8

bila sangat suka, 7 bila suka, 6 bila agak

suka, 5 bila netral, 4 bila agak tidak suka, 3

bila tidak suka, 2 bila sangat tidak suka, dan

1 bila amat sangat tidak suka (Badan Standar

Nasional, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional. (2006). Petunjuk PengujianOrganoleptik dan atau Sensori. Diunduh darihttp://www.scribd.com/doc/654476 18/SNI-01-2346-2006 pada 6 Oktober 2012.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga.Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 33.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetika Indonesia.Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 83-86, 195-197.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I.Jakarta: Yayasan

Sarana Wana Jaya. Hal. 586-587. Keithler, W.(1956). Formulation of Cosmetic and Cosmetic Specialities. NewYork: Drug and Cosmetic Industry. Hal. 153-155.

Krismawati, A. (2007). Uji Toksisitas Beberapa Jenis TanamanIndonesia Yang Dipercaya Dapat Menurunkan Berat Badan(Ceremai, Jati Belanda, Kunci Pepet, Delima Putih, Bangle, Kemuning)Terhadap Proliferasi Sel limfosit Manusia Secara In Vitro. Skripsi.Bogor: IPB.

Lauffer, G.I.P. (1985). Lipstick. Dalam: Cosmetic ScienceAnd Technology. Vol. I. Edisi Kedua. Editor: BalsamM.S. Sagarin. New-York: Wiley- Interscience. Hal.209.

Rawlins, E.A. (2003). Bentley’s Textbook of Pharmaceutics.Edisi Kedelapan belas. London: Bailierre Tindall.Hal. 355.

Soedarsono. (1994). Revisi Marga Nicolaia (Zingiberaceae).Disertasi. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana InstitutPertanian Bogor.

Tang, C. (1991). Phenolic Compounds in Food. Dalam: PhenolicCompounds in Food and Their Effects on Health. Editor: Chi-Tang, Chang Y. Lee, dan Mou-Tuan Huang. AmericanChemical Society, Washington D.C. Hal. 2.

Vishwakarma, B., Sumeet, D., Kushagra, D., dan Hemant,J. (2011). Formulation And Evaluation of HerbalLipstick. International Journal of Drug Discovery & HerbalResearch. 1 (1): 18-19.

Zaidi, E., (2012). Bunga Kantan Paya Rumput. Diunduh darihttp://kampungsisiklantai.blogspot.com/bungakantan.html pada tanggal 18 September 2012

Teknologi Kosmetik

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi

Makassar

MODULLIPSTIK MENGGUNAKAN ZAT WARNA DARI TANAMAN ANGKAK

(Monascus purpureus)

OLEH

Nama : Martha Rivana

Nim : 13 01 321

Kelas : Transfer A

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

MAKASSAR

2014


Recommended