1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat taufik dan hidayah-Nya jualah penulisan ini dapat tersusun untuk menyelenggarakan kegiatan berbagi
Penulisa tentang Motivsi dan Kepemimpinan (kerja) hadir sebagai tindak pembelajaran bagi para pembaca agar bisa dijadikan refrensi, disusun sedemikian rupa dengan mengacu materi – meteri terkait untuk mengenal dan mempelajari secara optimal.
Penulis menyadari penulisan ini mempunyai kekurangan dan sekiranya pembaca dapat memberikan saran yang membangun melalui email [email protected]. Kirannya terima kasih bagi pembaca yang telah memberikan saran serta memjadikan refrensi dalam tugasnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Banjarmasin, Okteber 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
BAB I PEMBAHASAN
A. Defenisi Motivasi dan Kepemimpinan .......................................................... 3
B. Teori Motivasi dan Kepemimpinan ............................................................... 4
1. Abraham Maslow (Hierarki Kebutuhan) ................................................... 4
2. Alderfer (Existence, Relatedness, Growth) ............................................. 5
3. Fredrick Herzberg (Motivasi Dua Faktor) ................................................ 7
4. Murray (Desakan Kebutuhan) ................................................................. 8
5. McClelland (Kebutuhan untuk Berprestasi .............................................. 9
6. Vroom (Harapan) .................................................................................... 10
7. Perspektif Kepribadian ............................................................................ 11
8. Prespektif Situasional .............................................................................. 12
9. Prespektif Proses Kelompok ................................................................... 14
C. Ciri – Ciri Pemimpin ..................................................................................... 15
D. Motivasi dan Kepemimpinan ....................................................................... 16
BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 19
B. Saran ........................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21
TABEL GAMBAR
1.1 Hirarki Kebutuhan Menurut Maslow
1.2 Teori Motivasi Dua-Faktor Herzberg
1.3 Gaya Kepemimpinan
3
BAB I
PEMBAHASAN
A. Definisi Motivasi dan Kepemimpinan Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi
kebutuhan – kebutuhan yang diinginkan.1 Di sisi lain menurut Santoso Soeroso
“Motivasi adalah suatu set atau kumpulan perilaku yang memberikan landasan
bagi seseorang untuk bertindak dalam suatu cara yang diarahkan kepada tujuan spesifikasi tertentu (specife goal directed way).2
Madsen menyatakan bahwa motivasi mencakup segala sesuatu yang
mencakup segala sesuatu yang merangsang, mendorong, dan mengarahkan tingkah laku. (Dalam Wilcox Lynn (terjemah: Criticism of Islam Psychology), 2012.
Hal 150.
Hamilton menyebutkan bahwa motivasi merujuk kepada proses – proses di
mana tingkah laku diaktifkan dan diarahkan, dan proses – proses ini bervariasi
dalam arah, intensitas, dan durasinya pada masing – masing individu. (Dalam Wilcox Lynn (terjemah: Criticism of Islam Psychology), 2012. Hal 150.
Dapat disimpulkan dari definisi yang dipaparkan oleh pera ahli mengenai
motivasi adalah dasar dorongan, keinginan dari dalam diri terhadap apa yang
dituju untuk mencapai dengan berbagai usaha dalam perwujudan perilaku.
Kepemipinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif
tentang begaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain
untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan.
Stephen P. Robbins mengatakan, Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Richard L. Daft mengatakan, Kepemimpinan (leadership) adalah
kemampuan mempengaruhi orang yang mengarah kepada pencapaian tujuan.
Ricky W. Griffin mengatakan, pemimpin adalah individual yang mampu
mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan;
pemimpin adalah individu yang diterima oleh orang lain sebagai pemimpin.
1 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 107. 2 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 107.
4
G. R Terry memberikan defenisi: Leadership is the activity of influencing
people to strive willingly for mutual objectives.3
Dapat disimpulkan dari definisi yang dipaparkan oleh para ahli mengenai
kepemimpinan adalah penerimaan orang untuk dipimpin dalam suatu kelompok
yang dapat mempengaruhi, mengarahkan serta mengawasi terhadap pencapaian tujuan tanpa haru mengandalkan kekerasan.
B. Teori Motivasi dan Kepemimpinan Ada beberapa teori motivasi dari beberapa para ahli, yakni: Abraham
Maslow, Alderfer, Herzberg, Murray, McClelland, dan Vroom. 1. Abraham Maslow (Hierarki Kebutuhan)
Abraham Maslow (1954) mengembangkan teori motivasi manusia yang
tujuannya menjelaskan segala jenis kebutuhan manusia dan mengurutkannya
menurut tingkat prioritas manusia dalam pemenuhannya. Maslow membedakan D-needs atau dificiency needs yang muncul dari kebutuhan akan
pangan, tidur, rasa aman, dan lain – lain, serta B-needs atau being needs
seperti keinginan untuk memenuhi potensi diri. Kita baru dapat memenuhi B-
needs jika D-needs sudah terpenuhi. Hierarki kebutuhan menurut Maslow
ditunjukan pada Gambar 1.14
Gambar 1.1 Hirarki Kebutuhan menurut Maslow
3 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 68. 4 Jarvis Matt. 2000. Teori – Teori Psikologi, diterjemahkan dari Theoretical Approaches in Psychology. Hal, 94.
Aktulis-asi diri
Kebutuhan estetis
Kebutuhan intelektual
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan sosial
Kebutuhan akan rasa aman
Kebutuhan fisiologis
5
Adapun tiap tingkatan atau hierarki dari kebutuhan menurut teori Abraham
Maslow adalah sebagai berikut: a. Physiological needs (Kebutuhan fisiologis)
Physiological needs adalah kebutuhan yang paling dasar yang harus
dipenuhi oleh seorang individu. Kebutuhan tersebut mencakup sandang,
pangan dan papan. Contohnya kebutuhan makan, minum, perumahan,
seks, istirahat untuk menjaga kesehatan, berobat jika sakit. b. Safety and security needs (Kebutuhan rasa aman)
Safety and security needs adalah kebutuhan yang diperoleh setelah yang
pertama terpenuhi. Pada kebutuhan tahap kedua ini seorang individu
menginginkan terpenuhinya rasa keamanan.5 Pada dasarnya kebutuhan
rasa aman ini mengarah pada dua bentuk yakni: kebutuhan keamanan jiwa
dan kebutuhan keamanan harta.6 c. Social needs (Kebutuhan sosial)
Social needs adalah kebutuhan ketiga setelah kebutuhan kedua terpenuhi.
Pada kebutuhan ini mencakup perasaan seseorang seperti termiliknya cinta,
sayang, keluarga yang bahagia dengan suami/istri dan memperoleh anak
dari perkawinan yang sah, tergabung dalam organisasi sosial. Kebutuhan
sosial disini memperhatikan seseorang yang membutuhkan pengakuan atau
penghormatan dari orang lain. d. Esteem needs (Kebutuhan dihargai)
Esteem needs adalah kebutuhan keempat yang dipenuhi setelah kebutuhan
ke tiga terpenuhi. Pada kebutuhan ini sesorang mencakup pada keinginan
untuk memperoleh harga diri. Harga diri atau respek diri: ini bergantung
pada keinginan akan kekuatan, kompetensi, kebebasan, dan kemandirian. Ia juga bertalian dengan achievement motivation, dorongan untuk
berprestasi. Pada tahap ini seseorang memiliki keinginan kuat untuk
memperhatikan prestasi yang dimiliki, serta prestasi tersebut selanjutnya
diinginkan orang lain mengetahuinya dan menghargai atas prestasi yang
telah diperoleh tersebut.7 e. Intellectual needs (Kebutuhan intelektual)
Intellectual needs adalah kebutuhan ke lima yang dipenuhi setelah
kebutuhan ke empat terpenuhi. Kebutuhan intelektual mencakup seorang
memperoleh pemahaman dan mendapat pengetahuan.
5 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 110. 6 Sobur Alex. 2011. Psikologi Umum. Hal, 275 7 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 110.
6
f. Aesthetic needs (Kebutuhan estetis)
Aesthetic needs adalah kebutuhan ke enam yang terpenuhi setelah
kebutuhan ke lima terpenuhi. Kebutuhan estetis yaitu kebutuhan akan
keindahan, kerapian, dan keseimbangan.8 g. Self-actualizatio needs (Aktualisasi diri)
Self-actualizatio adalah kebutuhan tertinggi dalam teori Maslow. Pada tahap
ini sesorang ingin terpenuhinya keinginan untuk aktualisai diri, yaitu ia ingin
menggunakan potensi yang dimilikin dan mengaktualisasikannya dalam
bentuk pengembangan dirinya. Kondisi ini teraplikasi dalam bentuk
pekerjaan yang dijalani sudah lebih jauh dari hanya sekedar rutinitas namun
pada sisi yang jauh lebih menantang dan penuh dengan kreatifitas tingkat
tinggi. Dan karya-karya yang dihasilkan oleh dirinya dianggap luar biasa
serta sangat patut untuk dihargai.9 2. Alderfer (Existence, Relatedness, Growth)
Alderfer (1972), sebagaimana dikutip Pace & Paules (1998: 121-122),
mengemukakan tiga katagori kebutuhan. Ketiga kebutuhan tersebut adalah exisistence atau eksistensi, relatedness atau keterkaitan, dan growh atau
pertumbuhan. Eksistensi meliputi kebutuhan fisiologis, seperti rasa lapar, rasa
haus, dan seks, juga kebutuhan materi seperti gaji dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Kebutuhan keterkaitan menyangkut hubungan dengan orang –
orang yang penting bagi seseorang, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja. Kebutuhan pertumbuhan meliputi keinginan untuk
produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan. Konsep kebutuhan ERG (Existence, Relatedness, Growth) ini merupakan
penghalusan dari sistem kebutuhan Maslow, namun berbeda dalam dua aspek,
yakni:
a. Aspek pertama, meskipun urutan kebutuhan serupa, ide hierarki tidak
dimasukan. Alderfer menyatakan bahwa bila kebutuhan eksistensi tidak
terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan
lainnya barangkali masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk
mencapai tujuan.
b. Aspek kedua, meskipun suatu kebutuhan, kebutuhan tersebut dapat
berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan. Misalnya, kata
Alderfer, Anda boleh menerima gaji yang cukup besar dan pekerjaan yang
8 Jarvis Matt. 2000. Teori – Teori Psikologi, diterjemahkan dari Theoretical Approaches in Psychology. Hal, 95. 9 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 110.
7
aman, namun terus menginginkan peningkatan meskipun kebutuhan akan
eksistensi tampaknya sudah terpenuhi.
Dalam kasus tersebut, suatu kebutuhan yang sudah terpenuhi boleh terus
berlangsung menjadi motivator. Sebaliknya, kebutuhan akan keterkaitan dan
pertumbuhan boleh jadi meningkat ketika terpenuhi. Semakin banyak cara
Anda temukan untuk produktif dan kreatif, semakin besar keinginan Anda untuk
produktif dan kreatif.10 3. Fredrick Herzberg (Motivasi Dua Faktor)
Fredrick Herzberg (1996) menganalisis motivasi manusia dalam organisasi dan
memperkenalkan teori motivasi dua faktor (Curtis etal., 1996; Pace & Faules,
1998: Kossen, 1983; Pareek, 1996). Teori Maslow tentang motivasi secara
mutlak membedakan antara aktualisasi diri sebagai kebutuhan yang bercirikan
pengembangan dan pertumbuhan individu, sedangkan kebutuhan – kebutuhan
lainya mengejar suatu kekurangan. Perbedaan ini secara dramatis dipertajam
oleh Herzberg, yang teori motivasi kerjanya paling dikenal, digunakan, dan
dibicarakan. Teori ini membicarakan dua golongan utama kebutuhan menutup
kekurangan dan kebutuhan pengembangan (Pareek, 1996).
Dengan menggunakan teknik insiden kritis, Herzberg mengumpulkan data
tentang kepuasan dan ketidakpuasan orang dalam pekerjaan mereka, yakni: a. Faktor – faktor yang mepengaruhi kepuasan kerja disebut motivator. Ini
meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi,
pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Semua ini
berkaitan dengan perkerjaan itu sendiri. Bila faktor-faktor ini dianggapi
secara positif, pegawi cenderung merasa tempat kerja, pegawai akan
kekurangan motivasi, namun tidak berati tidak puas dengan pekerjaan
mereka.
b. Faktor – faktor yang berkaitan dengan ketiakpuasan disebut fakor
pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene), dan meliputi gaji,
pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan
organisasi, dan hubungan antarpribadi dengan rekan kerja, atasan dan
bawahan di tempat kerja. Faktor – faktor ini berkaitan dengan lingkungan
atau konteks pekerjaan ahli – ahli dengan pekerjaan itu sendiri. Itulah
sebabnya program – program untuk memotivasi pegawai yang
menggunakan sistem Herzberg menyebutkanya “motivasi melalui
pekerjaan itu sendiri.” Bila faktor – faktor ini ditanggapi secara positif,
10 Sobur Alex. 2011. Psikologi Umum. Hal, 280
8
pegawai mengalami kepuasan atau tampak termotivasi, namun, bila fakotr
– faktor tersebut tidak ada, pegawai akan merasa tidak puas. Tabel 1.2
Teori Motivasi Dua-Faktor Herzberg
Faktor Hygiene Motivator Gaji Kemajuan
Kondisi Kerja Perkembangan Kebijakan Perusahan Tanggungjawab
Penyeliaan Penghargaan Kelompok Kerja Prestasi
Pekerjaan itu sendiri
Herzberg memahami bahwa para pegawai menginginkan dan mengharapkan
gaji yang memadai, jaminan pekerjaan dan kehidupan pribadi, kondisi kerja
yang baik, status, dan kebijakan – kebijakan perusahaan serta perilaku
adminstrasi yang bertanggungjawab. Apabila kebutuhan dasar ini tidak
terpenuhi, meraka akan mencari peluang pekerjaan ke tempat lain,
kemangkirannya (absen) meningkat, hubungan kerja memburuk, munculnya
sikap – sikap yang menderita, dan seterunya. Banyak manajer berpikir bahwa
pemuasan kebutuhan – kebutuhan ini akan meningkatkan motivasi dan
produksi. Akan tetapi, Herzberg menyanggah hal itu (Curtis, et al., 1996).
Meurutnya, saat kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, para pegawai akan
merasa tidak puas dan tidak dapat dimotivasi karena perhatian mereka tertuju
pada pemenuhan kebutuhan dasar. Penyediaan kebutuhan ini dapat menghasilkan kepuasaan, tetapi tidak meningkan produksi secara langsung.
Sebaliknya, kebutuhan motivasi (motivator) dalam urutan yang lebih tinggi
meliputi kemajuan dan perkembangan, tanggungjawab, penghargaan, prestasi,
dan kenyamanan pekerjaan itu sendiri. Menurut Herzberg, untuk memotivasi
seorang pegawai, sebagai langkah awal, seorang manajer pertama – tama
harus memenuhi, atau sekurang – kurangnya memelihara kebutuhan dasar. Setelah hal itu terpenuhi, kebutuhan motivasi menjadi prioritas.
4. Murray (Desakan Kebutuhan) Menurut Murray, kebutuhan – kebutuhan manusia berdiri sendiri – sendiri,
terpisah satu dari yang lain. Ini berarti, jika mengetahui kekuatan atau tingkat
kepuasan satu kebutuhan, tidak berarti kita akan tahu pula mengenai kekuatan
9
kebutuhan – kebutuhan lain. Jadi, untuk mengetahui apa yang memotivasi,
harus mengukur kekuatan semua kebutuhannya yang penting, dan bukannya
hanya sekedar menentukan tingkat yang telah dicapainya dalam suatu hierarki
atau jenjang kebtuhan. Teori motivasi kebutuhan Henry Murray (1983) yang dinamakan teori
kebutuhan manifestasi atau teori desakan kebutuhan, rumusan awalnya dibuat
oleh Murray pada tahun 1930-an dan tahun 1940-an. Murray yakin bahwa
orang dapat dikelompokkan menurut kekuatan berbagai kebutuhan terebut.
Setiap orang dianggap memiliki jenis kebutuhan yang berbeda (dan kadang –
kadang bertentangan) yang mempengaruhi perilaku. Definisi kebutuhan di sini
adalah perhatian sekarang untuk mencapai suatu sasaran (McClelland,
1971:13). Masing – masing kebutuhan terdiri atas dua komponen (Ross, 1994):
a. Komponen kualitatif atau arah yang mencakup sasaran yang dibidik
kebutuhan
b. Komponen kuantitatif atau energi yang terdiri atas kekuatan atau intensitas kebutuhan menuju sasarannya.
Dengan kata lain, kebutuhan dipandang sebagai kekuatan motivasi utama bagi orang dari sisi arah dan intensitas.
Secara keseluruhan, Murray berpendapat bahwa setiap orang mempunyai kira
– kira dua lusin kebutuhan, termasuk kebutuhan untuk berhasil, bergaul,
kekuatan, dan otonomi, Ia yakin bahwa kebutuhan lebih banyak diperoleh dari
luar, bukan sesuatu yang diwarisi, dan diaktifkan (atau dimanifestasikan) oleh
isyarat dari lingkungan luar. Misalnya, seseorang pekerja dengan kebutuhan
untuk berhasil yang tinggi akan mengejar kebutuhan tersebut (yaitu mencoba
meraih tujuan kerja tertentu) hanya kalau kondisi lingkungannya tepat
(misalnya, kalau dia diberi tugas menantang), maka barulah kebutuhan
tersebut muncul. Jika tidak terpenuhi, kebutuhan tersebut disebut bersifat laten
dan tidak diaktifkan.
5. McClelland (Kebutuhan untuk Berprestasi) McClelland adalah seorang ahli psikologi sosial yang terkenal degan pemikirannya mengenai kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement).
Menurut McClelland untuk membuat sebuah pekerjaan berhasil, yang paling
penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut.
Menurut Mclelland, perbedaan dalam kebutuhan untuk berprestasi sudah
tampak sejak anak berusia lima tahun. Hal ini sangat erat hubungannya
10
dengan kehidupan keluarga, terutama dalam pengaruh itu ketika si anak
menginjak usia delapan sampai sepuluh tahun. Dalam batas tertentu, dorongan
atau kebutuhan berprestasi adalah sesuatu yang ada dan dibawa dari lahir.
Namun, di pihak lain, kebutuhan untuk berprestasi ternyata dalam banyak hal,
adalah sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan, hasil dari memperlajari
melalui intreraksi dengan lingkungan. Adapun lingkungan hidup anak yang
pertama dan terutama ialah keluarga, sekolah, lingkungan pergaulan, dan
masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan untuk berprestasi, menurut McClelland, adalah suatu daya dalam
mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat,
lebih efektif, dan lebih efesien dari pada kegiatan yang dilaksanakan
sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Hal in dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Dalam kehidupan psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke
arah suatu kegiatan yang hebat sehingga, dengan daya tersebut, ia dapat
mencapai kemajuan yang teramat cepat. Daya pendorong tersebut dinamakan
virus mental, karena apabila berjangkit di dalam jiwa manusia, daya
terserbutakan berkembang biak dengan cepat; dengan kata lain, daya tersebut
akan meluas dan menimbulkan dampak dalam kehidupan.
6. Vroom (Harapan)
Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan jenis – jenis
pilihan yang dibuat orang untuk mencapai suatu tujuan, ahli – ahli berdasarkan kebutuhan internal. Teori harapan (expectancy theory) memliki tiga asumsi
pokok (Pace & Faules, 1998:124 – 125).
a) Setiap individu percaya bahwa ia berperilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut subuah harapan hasil (outcome
expectancy), misalnya, Anda mungkin perncaya (atau sekurang –
kurangnya mempunyai suatu harapan) bahwa bila memperoleh suatu skor
sekurang – kurangnya 85 pada tes mendatang, Anda akan ditanyakan lulus
dalam kuliah. Juga mempunyai harapan atau kepercayaan bahwa bila
memperoleh sekurang – kurangnya B di kelas, keluarga Anda akan
menyetujui apa yang Anda lakukan. Jadi, kita dapat mendefinisikan suatu harapan hasil sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan
bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
b) Setiap hasil mempunyai nilai atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence). Misalnya, Anda mungkin menghargai sebuah gelar atau
11
peluang untuk kemajuan karier, sementara orang lain mungkin menghargai
suatu program pensiun atau kondisi kerja. Valensi atau nilai sebagian
aspek pekerjaan biasanya berasal dari kebutuhan internal, namun motivasi
yang sebenarnya merupakan proses yang lebih rumit lagi. Jadi, kita dapat mendefinisikan valensi sebagai nilai yang diberikan orang pada suatu hasil
yang diharapkan.
c) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Hal ini disebut harapan usaha (effort expectancy).
Misalnya, Anda mungkin mempunyai persepsi bahwa bila mempelajari
buku dengan giat, Anda akan memperoleh nilai 85 dalam ujian berikutnya.
Namun, Anda harus berusaha lebih giat lagi untuk mempelajari kuliah ini
agar memperoleh nilai 90. Jadi, dapat didefiniskan harapan usaha sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian
tujuan tertentu.
Motivasi, menurut Pace & Faules (1998: 125), dijelaskan dengan
mengombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya
bahwa (a) perilaku tertenru akan menghasilkan hasil tertentu, (b) hasil tersebut
dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang. Jadi, seseorang akan
memilih, ketika ia melihat alternatif – alternatif, tingkat kinerja yang memiliki kekuatan motivasional tertinggi yang berkaitan dengannya.
Melihat perkembangannya, teori – teori kempemimpinan dapat dikelompokan
menjadi teori – teori mengenai kepribadian pemimpin (perspektif kepribadian),
teori – teori yang membahas pengaruh situasi terhadap kempemimpinan
(perspektif situasional), dan teori – teori mengenai kepemimpinan sebagai proses
kelompok. 1. Perspektif Kepribadian
Perspektif kepribadian berasumsi bahwa keberhasilan sebuah kelompok untuk mencapai tujuannya bergantung pada sifat – sifat bawaan (traits) si pemimpin.
Anggapan dalam prespektif ini adalah “good leaders were born, not made”.
Perspektif ini terbagai menjadi dua pandangan yaitu: the great person theory
dan trait theory (Seters dan Field. 1990).
a. The great person theory berasumsi bahwa untuk menjadi pemimpin yang
berhasil, seseorang harus mencotoh kepribadian dari perilaku pemimpin
12
yang hebat, misalnya mencontoh kepribadian mantan presiden Amerika
Serikat John F. Kennedy yang terkenal karismatik. b. Trait theory berusaha untuk mencari karakteristik atau sifat bawaan yang
membedakan pemimpin yang bagus dengan orang-orang awam.
Beberapa sifat bawaan yang diasumsikan berpengaruh terhadap
kepemimpinan adalah keinginan yang kuat, pengertahuan yang luas, dan kemadirian (Beam, 1975).
Walaupun tidak bisa disangkal bahwa kepribadian dan sifat pemimpin
mempengaruhi fungsi dari sebuah kelompok/organisasi, faktor ini ternyata
hanya memegang peranan yang kecil. Penelitian – penelitian mengenai the
great person theory atau triat theory menunjukan bahwa kepribadian dan
perilaku pemimpin yang dianggap berhasil terlalu beragam jika digunakan
untuk dapat menemukan sekumpulan karakteristik yang menonjol (Seter dan
Field, 1990; Vaughan dan Hogg, 2005). Oleh karena itu penelitian – penelitian
selanjutnya mencoba untuk menjelaskan faktor – faktor lain yang dapat memepengaruhi kepemimpinan selain kepribadian pemimpinnya.
2. Prespektif Situasional Menurut perspektif situasional, keberhasilan seseorang dalam memimpin
kelompoknya untuk mencapai sebuah tujuan bukan hanya bergantung pada
karakteristiknya, tetapi lebih pada interaksi antara pemimpin dengan kondisi
situasional, kultur, dan konteks dari kelompok. Berbeda dengan perpektif
kepribadian, perspektif situasional tidak melihat faktor bawaan pemimpin tetapi
lebih berfokus pada perilaku yang diperhatikan oleh pemimpin (Beam, 1975).
Menurut perspektif ini, semua orang mampu menjadi pemimpin asal mau
mempelajari kelompok atau organisasinya serta mengembangkan perilaku
yang sesuai dengan situasi kelompok (Hogg, 2005).
Penelitian awal mengenal perspektif ini menunjukkan bahwa pemimpin dapat
memperhatikan tiga macam gaya kempemimpinan yang berbeda, yaitu autokratis, demokratis, dan leissez-faire (Vaughan & Hogg, 2005). Gaya-gaya
kempemimpinan ini disimpulkan berdasarkan penelitian mengenai intraksi
sosial pada anak-anak (Lippitt dan White, 1943). Menurut Lippitt dan White,
dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut, gaya kepemimpinan demokratis lebih
efektif dibandingkan yang lainnya. Adapun perbedaan karakteristik gaya autokratis, demokratis, dan laissez-faire yakni,
13
Tabel 1.3
Gaya Kepemimpinan
Autokratis Demokratis Laissez-faire Pemimpin menentukan
semua kebijakan untuk
masing-masing anggota
kelompok
Pemimpin mendukung
anggota kelompok untuk
membuat kebijakan bagi
kelompok
Anggota kelompok
diberikan kebebasan
yang seutuhnya
Pemimpin menentukan
dengan detail cara-cara
untuk mencapai tujuan
kelompok
Pemimpin memberikan
gambaran umum
mengenai tugas dan
langkah-langkah
sebelum anggota
kelompok mulai
mengerjakan tugas
Sumber daya diberikan
kepada anggota
kelompok tetapi
pemimpin memberikan
informasi hanya jika
ditanyakan
Pemimpin memiliki
pandangan umum serta
tahapan metode yang
diperlukan untuk
mencapai tujuan
kelompok
Anggota kelompok
memiliki aksi dan
interaksi yang
memfasilitasi pekerjaan
demi mencapai tujuan
kelompok
Tidak memberikan
umpan balik apabila
anggota kelompok tidak
bertanya
Pemimpin menentukan
aksi dan interaksi yang
diperbolehkan dalam
kelompok
Umpan balik yang
diberikan objektif dan
sesuai dengan
kenyataan
Pemimpin memberikan
pujian dan kritik kepada
anggota kelompok
Fielder (1970 dalam Chemers, 2001) mengemukakan contigency theory,
faktor – faktor situasional yang mempengaruhi kepemimpinan dipengaruhi
oleh:
a. Hubungan pemimpin dengan anggota kelompok
b. Terstruktur atau tidaknya tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok
c. Kekuatan dari posisi pemimpin.
14
Menurut model ini, terdapat 8 kemungkinan situasi, tetapi situasi yang paling
menguntungkan adalah jika kontrol pemimpin terhadap ketiga faktor – faktor situasional di atas tinggi.
Dalam contigency theory, gaya kepemimpinan diukur dengan skala Least
Prefered Co-work (LPC). Skor LPC rendah menunjukan seseorang yang
fokus utamanya adalah menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya,
sedangkan skor LPC yang tinggi menunjukkan seseorang yang fokus
utamanya adalah membangun hubungan yang baik dengan koleganya
(Chemers, 2001). Pemimpin yang fokus utamanya adalah menyelesaikan
tugas yang diberikan kepadanya, akan meunjukkan performa maksimal dalam
situasi-situasi yang sangat menguntungkan atau yang sangat merugikan
baginya. Sedangkan pemimpin yang fokus utamanya adalah membangun
hubungan baik dengan koleganya akan menunjukkan performa maksimal
dalam situasi – situasi yang tidak menguntungkan ataupun yang tidak merugikan baginya.
3. Prespektif Proses Kemlompok Perspektif ini menganggap bahwa di samping kepribadian pemimpin dan
situasi organisasi atau kelompok, proses di dalam kelompok juga
memengaruhi kepemimpinan. Terdapat tiga faktor dalam kelompok yang
diperhitungkan oleh perspektif ini, yaitu:
a. Hubungan antara pemimpin dan pengikut;
b. Apakah pemimpin merupakan prototipe dari kelompok; c. Kepemimpinan transformation vs transactional.
Dalam hubungan antara pemimpin dan pengikut, terdapat tiga hal yang harus
dipertimbangkan, yakni transaksi, keadilan, dan kekuasaan. Pemimpin adalah
anggota kelompok yang memberikan kontribusi lebih kepda kelompok. Oleh
karena itu, pemimpin diberikan jabatan, kekuasaan, dan status. Ketidak
seimbangan kekuasaan ini dapat menyebabkan pemimpin memiliki karisma.
Adanya karisma ini menyebabkan anggota kelompok akan mencoba mengikuti
karekteristik – karakteristik pemipimpinnya (Vaughan & Hogg, 2005). Karisma
pemimpin menurut teori ini bukan merupakan karakteristik bawaan atau kepribadian, melainkan akibat dari kekuasaan yang memiliki pemimpin.11
11 Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Hal, 190-192
15
C. Tipe Pemimpin
Pemimpi dan kepemimpinan adalah ibarat sekeping mata uang logam yang
tidak bisa dipisahkan, dalam artian bisa dikaji secara terpisah namun harus dilihat
sebagai satu kesatuan. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan,
dan jiwa kepemimpinan yang termiliki dari seorang pemimpin adalah tidak bisa
diperoleh dengan cepat dan segara namun sebuah proses yang terbentuk dari
waktu ke waktu hingga akhirnya mengkristal dalam sebuah karakteristik. Dalam
artian ada sebagian orang yang memiliki sifat kepemimpinan namun dengan
ushanya yang gigih mampu membantu lahirnya penegasan sikap kepemimpinan
pada dirinya tersebut.
Mengenai setiap tipe pemimpin Buchari Alma menjelaskan sebagai berikut:
a. Pemimpin kharismatik merupakan kekuatan energy, daya tarik yang luar biasa
yang akan diikuti oleh para pengikutnya.
b. Tipe paternalistis bersikap melindungi bawahan sebagai seorang bapak atau
sebagai seorang ibu yang penuh kasih sayang.
c. Tipe militeristis banyak menggunakan sistem perintah, sistem komando dari
atasan ke bawahan sifatnya keras sangat otoriter, menghendaki bawahan agar
selalu patuh, penuh acara formalitas.
d. Tipe otokratis berdasarkan kepada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus
dipatuhi.
e. Tipe laisses faire ini membiarkan bawahan berbuat semuanya sendiri semua
pekerjaan dan tanggung jawab dilakukan bawahan.
f. Tipe populistis ini mampu menjadi pemimpin rakyat. Dia berpegang pada nilai –
nilai masyarakat tradisional.
g. Pemimpin tipe administrative ialah pemimpin yang mampu menyelenggarakan
tugas – tugas administrasi secara efektif.
h. Tipe pemimpin demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan kepada pengikutnya. 12
D. Ciri – Ciri Pemimpin Untuk dapat memahami tentnag ciri – ciri pemimpin ada baiknya kita melihat
pendapat yang dikemukakan oleh George R. Terry, mengemukakan delapan ciri
dari pemimpin yaitu:
12 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 69, 73.
16
a. Energi: mempunyai kekuatan mental dan fisik.
b. Stabilitas emosi: seorang pemimpin tidak boleh berprasangka jelek terhadap
bahawahnya, ia tidak boleh cepat marah dan percaya pada diri sendiri harus
cukup besar.
c. Human relationship: mempunyai pengetahuan tentang hubungan manusia.
d. Personal motivation: keinginan untuk menjadi pemimpin harus besar, dan
dapat memotivasi diri sendiri.
e. Communication skill: mempunyai kecakapan untuk berkomunikasi.
f. Teaching skill: mempunyai kecakapan untuk mengajarkan, menjelaskan dan
mengembangkan bawahannya.
g. Social skill: mempunyai keahlian di bidang sosial, supaya terjamin kepercayaan
dan kesetiaan bawahannya. Ia harus suka menolong, senang jika bawahannya
maju, peramah serta luwes dalam pergaulan.
h. Technical competent: mempunyai kecakapan menganalisis, merencanakan,
mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, mengambil keputusan dan
mampu menyusun konsep.13
E. Motivasi dan Kempemimpinan
Pemimpin di suatu organisasi memiliki peran kuat dalam membangun dan
menumbuhkan semangat motivasi di kalangan karyawan. Pemberian semangat
motivasi setipa individu berbeda-beda, dan semua itu bisa disesuaikan dengan
keadaan dan kondisi dimana individu yang bersangkutan berada. Di Eropa Timur,
uang merupakan motivator yang paling efektif untuk para pekerja muda di
bandingkan di Amerika. Tenaga kerja Amerika mencerminkan tren sosial yang
lebih menghargai penghargaan non-ekonomis.
Seorang pemimpin yang bijaksana tidak akan melakukan pemaksaan
konsep motivasi kepada para karyawannya di luar batas kemampuan para
karyawan yang bersangkutan. Karena dasar dari pemahaman motivasi adalah
menghargai proses tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan. Pada kata proses
tersebut pemimpin dituntut untuk dapat melihat bahwa goal yang diperoleh
dengan proses. Seorang pemimpin yag tidak menghargai proses artinya
pemimpin tersebut belum layak untuk disebut sebagai seorang pimimpin atau
pemimpin tersebut tidak menempatkan dirinya sebagai pemimpin atau pemimpin
tersebut tidak menempatkan dirinya sebagai pemimpin aspiratif. Namun lebih
13 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 75-76.
17
sebagai pemimpin yang menerapkan konsep kekuasaan paksaan dalam
memerintah para karyawannya.
Pemimpin menyadari dengan memiliki karyawan yang berkualitas serta
bermotivasi tinggi dalam bekerja adalah sebuah asset yang bernilai tinggi. Namun
permasalahan lain akan timbul jika seandainya karyawan yang berkualitas
tersebut sering minggalkan tempat kerja. Dan ini dilakukan salah satu alasan yang
paling utama adalah disebabkan karena gaji di perusahaan tidak mencukupi dan
ia berusaha mencari pendapatan tamabahan di luar. Maka persoalan akan timbul
bagi pimpinan adalah jika ia mengeluarkan karyawan tersebut, maka artinya jika
itu dilakukan dibutuhkan biaya (cost) dan waktu (time) untuk merekrut kembali
karyawan baru yang memiliki kualitas kerja seperti karyawan tersebut, plus
ditambah biaya pelatihan (training) yang harus diberikan kepada karyawan baru
tersebut sebelum ia mulai bertugas.
Dalam mewujudkan suatu pekerjaan terlaksana dengan baik, dan orang-
orang yang berkualitas masih tetap bekerja dengan motivasi tinggi seorang
pemimpin dengan kepemilikan gaya kepemimpinan yang ada mampu
mewujudkan semua itu tetap berjalan dengan sempurna. Dalam konteks ini
sebaliknya seorang pemimpin menerapkan suatu gaya kepemimpinan yang
merupakan penggabungan dari 2 gaya kepemimpinan, yang masing-masing gaya
kepemimpian tersebut adalah, 1. Middle of the road management: penyelesaian pekerjaan yang cukup dan
moral yang memuaskan adalah sasaran gaya ini. 2. Team management: pemimpin memberikan saran produksi dan moral dengan
mengkoordinasikan dan memadukan kegiatan yang berkaitan dangan pekerjaan.
Artinya pada 2 gaya kepemimpinan tersebut bertujuan untuk menempatkan
pekerjaan dan moral sebagai sisi dominan yang harus dipertahankan dan di jaga
selalu. Seorang karyawan memiliki reputasi positif jika mampu menunjukan hasil
kerja yang maksimal. Namun hasil kerja yang maksimal juga tidak akan baik jika
seandainya karyawan tersebut berkerja tapi mengindahkan aturan – aturan yang
ada, dengan kata lain sering bertindak amoral. Seorang karyawan yang terbiasa
berlaku amoral, korupsi, dan tindakan wanprestasi lainnya artinya integritas karyawan tesebut pada perusahaan adalah lemah.
Integritas adalah jujur dan dapat dipercaya dalam berurusab dengan orang lain.
Dengan adanya karywan-karyawan yang jujur diharapkan lebih jauh akan mampu
18
memberikan pengaruh pada kredibilitas perusahaan di mata para mitra bisnis akan ikut terdongkrak, dan begitu pula sebaliknya.
Ada kondisi ketidakpuasaan dalam bekerja yang sering timbul dan merupakan
motivasi para karyawan, di mana itu harus disadari oleh pimpinan yang
selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dengan fokus lebih lanjut melakukan
perbaikan yang berkelanjutan. Menurut Faisal Affif, dkk bahwa “sebagai
penyebab ketidakpuasaan terutama disebabkan aspek – aspek berhubungan
dengan lingkungan kerja atau situasi kerja persyaratan kerja (working condition):
gaji: hubungaan – hubungan antar manusia dengan para pemimpin (interpersonal
relations-subordinate): penanganan teknis dari pimpinan (supervision): kebijakan
dari pimpinan perusahaan (company policy and administration).” Dan lebih jauh
Faisal Affif, dkk mengatakan “Aspek – aspek itu membentuk dissatisfies (yang
disebut faktor-faktor hygiene, faktor-faktor ekstern). Hal ini semua menyebabkan ketidakpuasan (dissatisfaction).”14
14 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 117-119.
19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Motivasi adalah dorongan internal untuk memenuhi kebutuhan –
kebutuhan yang di inginkan. Mengenai kepemimpinan, kepemimpinan adalah
penerimaan orang untuk dipimpin dalam suatu kelompok yang dapat
mempengaruhi, mengarahkan serta mengawasi terhadap pencapaian tujuan
tanpa haru mengandalkan kekerasan. Perbedaan kepemimpinan dengan
pemimpin yaitu: kepemimpinan tertuju pada gaya memimpin dan pemimpin tertuju pada individu yang dapat memimpin individu lain.
Abraham Maslow: Kebutuhan dasar harus terpenuhi agar dapat memenuhi
kebutuhan yang lain. Alderfer: Bila kebutuhan dasar tidak terpenuhi walau besar
pengaruhnya bukan berati tidak dapat memenuhi kebutuhan lain dan meskipun
suatu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan tersebut dapat berlangsung terus dan
dapat mempengaruhi kuat dalam pengambil keputusan. Herzberg: Bila ada
memotivator (prestasi, penghargaan, promosi, tanggungjawab) ditanggapi secara
positif, pegawi cenderung merasa puas dan termotivasi, namun bila faktor – faktor
itu tidak ada ditempat kerja, pegawai akan kurang termotivasi, namun tidak berarti
tidak puas dengan pekerjaan meraka. Murray: Kebutuhan lebih banyak
dipengaruhi dari luar, bukan sesuatu yang diwariskan, dan diaktifkan. McClelland:
Dalam batas tertentu, dorongan atau kebutuhan berprestasi adalah sesuatu yang
ada dan dibawa dari lahir. Namun, di pihak lain, kebutuhan untuk berprestasi
ternyata dalam banyak hal, adalah sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan,
hasil dari memperlajari melalui intreraksi dengan lingkungan. Adapun lingkungan
hidup anak yang pertama dan terutama ialah keluarga, sekolah, lingkungan pergaulan, dan masyarakat pada umumnya.
Perspektif kepribadian berasumsi bahwa keberhasilan sebuah kelompok
untuk mencapai tujuannya bergantung pada sifat – sifat bawaan (traits) si
pemimpin. Semua orang mampu menjadi pemimpin asal mau mempelajari
kelompok atau organisasinya serta mengembangkan perilaku yang sesuai dengan
situasi kelompok (Hogg, 2005). Di samping kepribadian pemimpin dan situasi
organisasi atau kelompok, proses di dalam kelompok juga memengaruhi kepemimpinan.
20
Pemimpin di suatu organisasi memiliki peran kuat dalam membangun dan
menumbuhkan semangat motivasi di kalangan karyawan. Seorang pemimpin
yang bijaksana tidak akan melakukan pemaksaan konsep motivasi kepada para
karyawannya di luar batas kemampuan para karyawan yang bersangkutan.
Karena dasar dari pemahaman motivasi adalah menghargai proses tercapainya
tujuan-tujuan yang diharapkan. Pada kata proses tersebut pemimpin dituntut untuk dapat melihat bahwa goal yang diperoleh dengan proses
B. Saran Pembaca kiranya dapat menggambarkan seperti; Dalam menerapkan
kepemimpinan diperlukan pembelajaran memimpin agar dapat mengkristal atau
menjiwa ke dalam diri. Sebagai pemimpin tentunya dapat membaca karakter
bawahanya untuk termotivasi terus dalam berprestasi dan produktif bekerja.
Kebutuhan dasar pegawai sangatlah penting untuk tetap bertahan pada pekerjaan
tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Beam , H.H. 1975. Leadership Theory: Past, Present, and Future Directions. Working Paper.
University of Michigan: Graduate School of Business Administration, Division of Reserch, No. 103. Dalam Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Bucari Alma. 2009. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta. Dalam Fahmi Irham. 2013. Perilaku
Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Fahmi Irham. 2013. Perilaku Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Griffin, R.W., K.D. Skivington, dan G. Moorhead. 1987. Symbolic and International
Perspectives on Leardership: An Integrative Framework. Human Relations, Vol. 40,
hlm. 199-218. Dalam Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika. Hamilton, Vernon. 1984. The Cognitive Stuctures and Processes of Human Motivatio and
Personality. Chichester: John Wiley & Sons. Dalam terjemahan buku Criticism of Islam
Psychology, Wilcox Lynn. 2012. Psikologi Kepribadian; Analisis Seluk-beluk
Kepribadian Manusia. Jogjakarta: IRCiSoD.
Jarvis Matt. 2000. Teori – Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media.
Lippitt, R. dan R.K. White. The Social Climate of Chilldren’s Group. Dalam R.G Barker, J.S.
Kounin, H.F. Wright. Child Behavior ad Development. New York: McGraw-Hill. Dalam
Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Madsen, K.B. 1968. Theories of Motivation. (4th ed). Kent State University Press. Dalam
terjemahan buku Criticism of Islam Psychology, Wilcox Lynn. 2012. Psikologi
Kepribadian; Analisis Seluk-beluk Kepribadian Manusia. Jogjakarta: IRCiSoD.
Maslow, A. 1954. Motivation and Personality. 1th edition. New York: Harper & Row. Dalam
terjemahan buku Theoretical Approaches in Psychology , Jarvis Matt. 2000. Teori –
Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media.
Pace, R Wayne & Don F. Faules. 1998. Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan, Penerjemah Deddy Mulyana, Engkus Kuswarno, dan
Gembirasari. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Santoso Soeroso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit; Suatu
Pendekatan Sistem. Jakarta: Kedokteran EGC. Dalam Fahmi Irham. 2013. Perilaku
Organisasi. Bandung: Alfabeta.
Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Saters, D.A & R.H.G. Field. 1990. The Evolution of Leardership Theory. Journal of
Organizational Change Management, Vol.3 No.3, hlm. 25-45. Dalam Sarwono W, S &
Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
22
Sobur Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Vaughan, G.M dan M.A. Hogg. 2005. Introduction to Social Psychology. Edisi 4. Frenchs
Forest, NSW: Pearson Education Australia. Dalam Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Wilcox Lynn. 2012. Psikologi Kepribadian; Analisis Seluk-beluk Kepribadian Manusia.
Jogjakarta: IRCiSoD