+ All Categories
Home > Documents > Motivasi dan Kepemimpinan (Kerja)

Motivasi dan Kepemimpinan (Kerja)

Date post: 11-Nov-2023
Category:
Upload: fkipunlam
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
22
1 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat taufik dan hidayah-Nya jualah penulisan ini dapat tersusun untuk menyelenggarakan kegiatan berbagi Penulisa tentang Motivsi dan Kepemimpinan (kerja) hadir sebagai tindak pembelajaran bagi para pembaca agar bisa dijadikan refrensi, disusun sedemikian rupa dengan mengacu materi – meteri terkait untuk mengenal dan mempelajari secara optimal. Penulis menyadari penulisan ini mempunyai kekurangan dan sekiranya pembaca dapat memberikan saran yang membangun melalui email [email protected] . Kirannya terima kasih bagi pembaca yang telah memberikan saran serta memjadikan refrensi dalam tugasnya. Wassalamualaikum Wr. Wb Banjarmasin, Okteber 2015 Penulis
Transcript

1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang berkat taufik dan hidayah-Nya jualah penulisan ini dapat tersusun untuk menyelenggarakan kegiatan berbagi

Penulisa tentang Motivsi dan Kepemimpinan (kerja) hadir sebagai tindak pembelajaran bagi para pembaca agar bisa dijadikan refrensi, disusun sedemikian rupa dengan mengacu materi – meteri terkait untuk mengenal dan mempelajari secara optimal.

Penulis menyadari penulisan ini mempunyai kekurangan dan sekiranya pembaca dapat memberikan saran yang membangun melalui email [email protected]. Kirannya terima kasih bagi pembaca yang telah memberikan saran serta memjadikan refrensi dalam tugasnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Banjarmasin, Okteber 2015

Penulis

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2

BAB I PEMBAHASAN

A. Defenisi Motivasi dan Kepemimpinan .......................................................... 3

B. Teori Motivasi dan Kepemimpinan ............................................................... 4

1. Abraham Maslow (Hierarki Kebutuhan) ................................................... 4

2. Alderfer (Existence, Relatedness, Growth) ............................................. 5

3. Fredrick Herzberg (Motivasi Dua Faktor) ................................................ 7

4. Murray (Desakan Kebutuhan) ................................................................. 8

5. McClelland (Kebutuhan untuk Berprestasi .............................................. 9

6. Vroom (Harapan) .................................................................................... 10

7. Perspektif Kepribadian ............................................................................ 11

8. Prespektif Situasional .............................................................................. 12

9. Prespektif Proses Kelompok ................................................................... 14

C. Ciri – Ciri Pemimpin ..................................................................................... 15

D. Motivasi dan Kepemimpinan ....................................................................... 16

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 19

B. Saran ........................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21

TABEL GAMBAR

1.1 Hirarki Kebutuhan Menurut Maslow

1.2 Teori Motivasi Dua-Faktor Herzberg

1.3 Gaya Kepemimpinan

3

BAB I

PEMBAHASAN

A. Definisi Motivasi dan Kepemimpinan Motivasi adalah aktivitas perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi

kebutuhan – kebutuhan yang diinginkan.1 Di sisi lain menurut Santoso Soeroso

“Motivasi adalah suatu set atau kumpulan perilaku yang memberikan landasan

bagi seseorang untuk bertindak dalam suatu cara yang diarahkan kepada tujuan spesifikasi tertentu (specife goal directed way).2

Madsen menyatakan bahwa motivasi mencakup segala sesuatu yang

mencakup segala sesuatu yang merangsang, mendorong, dan mengarahkan tingkah laku. (Dalam Wilcox Lynn (terjemah: Criticism of Islam Psychology), 2012.

Hal 150.

Hamilton menyebutkan bahwa motivasi merujuk kepada proses – proses di

mana tingkah laku diaktifkan dan diarahkan, dan proses – proses ini bervariasi

dalam arah, intensitas, dan durasinya pada masing – masing individu. (Dalam Wilcox Lynn (terjemah: Criticism of Islam Psychology), 2012. Hal 150.

Dapat disimpulkan dari definisi yang dipaparkan oleh pera ahli mengenai

motivasi adalah dasar dorongan, keinginan dari dalam diri terhadap apa yang

dituju untuk mencapai dengan berbagai usaha dalam perwujudan perilaku.

Kepemipinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji secara komprehensif

tentang begaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain

untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan.

Stephen P. Robbins mengatakan, Kepemimpinan adalah kemampuan untuk

mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Richard L. Daft mengatakan, Kepemimpinan (leadership) adalah

kemampuan mempengaruhi orang yang mengarah kepada pencapaian tujuan.

Ricky W. Griffin mengatakan, pemimpin adalah individual yang mampu

mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan;

pemimpin adalah individu yang diterima oleh orang lain sebagai pemimpin.

1 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 107. 2 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 107.

4

G. R Terry memberikan defenisi: Leadership is the activity of influencing

people to strive willingly for mutual objectives.3

Dapat disimpulkan dari definisi yang dipaparkan oleh para ahli mengenai

kepemimpinan adalah penerimaan orang untuk dipimpin dalam suatu kelompok

yang dapat mempengaruhi, mengarahkan serta mengawasi terhadap pencapaian tujuan tanpa haru mengandalkan kekerasan.

B. Teori Motivasi dan Kepemimpinan Ada beberapa teori motivasi dari beberapa para ahli, yakni: Abraham

Maslow, Alderfer, Herzberg, Murray, McClelland, dan Vroom. 1. Abraham Maslow (Hierarki Kebutuhan)

Abraham Maslow (1954) mengembangkan teori motivasi manusia yang

tujuannya menjelaskan segala jenis kebutuhan manusia dan mengurutkannya

menurut tingkat prioritas manusia dalam pemenuhannya. Maslow membedakan D-needs atau dificiency needs yang muncul dari kebutuhan akan

pangan, tidur, rasa aman, dan lain – lain, serta B-needs atau being needs

seperti keinginan untuk memenuhi potensi diri. Kita baru dapat memenuhi B-

needs jika D-needs sudah terpenuhi. Hierarki kebutuhan menurut Maslow

ditunjukan pada Gambar 1.14

Gambar 1.1 Hirarki Kebutuhan menurut Maslow

3 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 68. 4 Jarvis Matt. 2000. Teori – Teori Psikologi, diterjemahkan dari Theoretical Approaches in Psychology. Hal, 94.

Aktulis-asi diri

Kebutuhan estetis

Kebutuhan intelektual

Kebutuhan untuk dihargai

Kebutuhan sosial

Kebutuhan akan rasa aman

Kebutuhan fisiologis

5

Adapun tiap tingkatan atau hierarki dari kebutuhan menurut teori Abraham

Maslow adalah sebagai berikut: a. Physiological needs (Kebutuhan fisiologis)

Physiological needs adalah kebutuhan yang paling dasar yang harus

dipenuhi oleh seorang individu. Kebutuhan tersebut mencakup sandang,

pangan dan papan. Contohnya kebutuhan makan, minum, perumahan,

seks, istirahat untuk menjaga kesehatan, berobat jika sakit. b. Safety and security needs (Kebutuhan rasa aman)

Safety and security needs adalah kebutuhan yang diperoleh setelah yang

pertama terpenuhi. Pada kebutuhan tahap kedua ini seorang individu

menginginkan terpenuhinya rasa keamanan.5 Pada dasarnya kebutuhan

rasa aman ini mengarah pada dua bentuk yakni: kebutuhan keamanan jiwa

dan kebutuhan keamanan harta.6 c. Social needs (Kebutuhan sosial)

Social needs adalah kebutuhan ketiga setelah kebutuhan kedua terpenuhi.

Pada kebutuhan ini mencakup perasaan seseorang seperti termiliknya cinta,

sayang, keluarga yang bahagia dengan suami/istri dan memperoleh anak

dari perkawinan yang sah, tergabung dalam organisasi sosial. Kebutuhan

sosial disini memperhatikan seseorang yang membutuhkan pengakuan atau

penghormatan dari orang lain. d. Esteem needs (Kebutuhan dihargai)

Esteem needs adalah kebutuhan keempat yang dipenuhi setelah kebutuhan

ke tiga terpenuhi. Pada kebutuhan ini sesorang mencakup pada keinginan

untuk memperoleh harga diri. Harga diri atau respek diri: ini bergantung

pada keinginan akan kekuatan, kompetensi, kebebasan, dan kemandirian. Ia juga bertalian dengan achievement motivation, dorongan untuk

berprestasi. Pada tahap ini seseorang memiliki keinginan kuat untuk

memperhatikan prestasi yang dimiliki, serta prestasi tersebut selanjutnya

diinginkan orang lain mengetahuinya dan menghargai atas prestasi yang

telah diperoleh tersebut.7 e. Intellectual needs (Kebutuhan intelektual)

Intellectual needs adalah kebutuhan ke lima yang dipenuhi setelah

kebutuhan ke empat terpenuhi. Kebutuhan intelektual mencakup seorang

memperoleh pemahaman dan mendapat pengetahuan.

5 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 110. 6 Sobur Alex. 2011. Psikologi Umum. Hal, 275 7 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 110.

6

f. Aesthetic needs (Kebutuhan estetis)

Aesthetic needs adalah kebutuhan ke enam yang terpenuhi setelah

kebutuhan ke lima terpenuhi. Kebutuhan estetis yaitu kebutuhan akan

keindahan, kerapian, dan keseimbangan.8 g. Self-actualizatio needs (Aktualisasi diri)

Self-actualizatio adalah kebutuhan tertinggi dalam teori Maslow. Pada tahap

ini sesorang ingin terpenuhinya keinginan untuk aktualisai diri, yaitu ia ingin

menggunakan potensi yang dimilikin dan mengaktualisasikannya dalam

bentuk pengembangan dirinya. Kondisi ini teraplikasi dalam bentuk

pekerjaan yang dijalani sudah lebih jauh dari hanya sekedar rutinitas namun

pada sisi yang jauh lebih menantang dan penuh dengan kreatifitas tingkat

tinggi. Dan karya-karya yang dihasilkan oleh dirinya dianggap luar biasa

serta sangat patut untuk dihargai.9 2. Alderfer (Existence, Relatedness, Growth)

Alderfer (1972), sebagaimana dikutip Pace & Paules (1998: 121-122),

mengemukakan tiga katagori kebutuhan. Ketiga kebutuhan tersebut adalah exisistence atau eksistensi, relatedness atau keterkaitan, dan growh atau

pertumbuhan. Eksistensi meliputi kebutuhan fisiologis, seperti rasa lapar, rasa

haus, dan seks, juga kebutuhan materi seperti gaji dan lingkungan kerja yang menyenangkan. Kebutuhan keterkaitan menyangkut hubungan dengan orang –

orang yang penting bagi seseorang, seperti anggota keluarga, sahabat, dan penyelia di tempat kerja. Kebutuhan pertumbuhan meliputi keinginan untuk

produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesanggupan. Konsep kebutuhan ERG (Existence, Relatedness, Growth) ini merupakan

penghalusan dari sistem kebutuhan Maslow, namun berbeda dalam dua aspek,

yakni:

a. Aspek pertama, meskipun urutan kebutuhan serupa, ide hierarki tidak

dimasukan. Alderfer menyatakan bahwa bila kebutuhan eksistensi tidak

terpenuhi, pengaruhnya mungkin kuat, namun kategori-kategori kebutuhan

lainnya barangkali masih penting dalam mengarahkan perilaku untuk

mencapai tujuan.

b. Aspek kedua, meskipun suatu kebutuhan, kebutuhan tersebut dapat

berlangsung terus sebagai pengaruh kuat dalam keputusan. Misalnya, kata

Alderfer, Anda boleh menerima gaji yang cukup besar dan pekerjaan yang

8 Jarvis Matt. 2000. Teori – Teori Psikologi, diterjemahkan dari Theoretical Approaches in Psychology. Hal, 95. 9 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 110.

7

aman, namun terus menginginkan peningkatan meskipun kebutuhan akan

eksistensi tampaknya sudah terpenuhi.

Dalam kasus tersebut, suatu kebutuhan yang sudah terpenuhi boleh terus

berlangsung menjadi motivator. Sebaliknya, kebutuhan akan keterkaitan dan

pertumbuhan boleh jadi meningkat ketika terpenuhi. Semakin banyak cara

Anda temukan untuk produktif dan kreatif, semakin besar keinginan Anda untuk

produktif dan kreatif.10 3. Fredrick Herzberg (Motivasi Dua Faktor)

Fredrick Herzberg (1996) menganalisis motivasi manusia dalam organisasi dan

memperkenalkan teori motivasi dua faktor (Curtis etal., 1996; Pace & Faules,

1998: Kossen, 1983; Pareek, 1996). Teori Maslow tentang motivasi secara

mutlak membedakan antara aktualisasi diri sebagai kebutuhan yang bercirikan

pengembangan dan pertumbuhan individu, sedangkan kebutuhan – kebutuhan

lainya mengejar suatu kekurangan. Perbedaan ini secara dramatis dipertajam

oleh Herzberg, yang teori motivasi kerjanya paling dikenal, digunakan, dan

dibicarakan. Teori ini membicarakan dua golongan utama kebutuhan menutup

kekurangan dan kebutuhan pengembangan (Pareek, 1996).

Dengan menggunakan teknik insiden kritis, Herzberg mengumpulkan data

tentang kepuasan dan ketidakpuasan orang dalam pekerjaan mereka, yakni: a. Faktor – faktor yang mepengaruhi kepuasan kerja disebut motivator. Ini

meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan atau promosi,

pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Semua ini

berkaitan dengan perkerjaan itu sendiri. Bila faktor-faktor ini dianggapi

secara positif, pegawi cenderung merasa tempat kerja, pegawai akan

kekurangan motivasi, namun tidak berati tidak puas dengan pekerjaan

mereka.

b. Faktor – faktor yang berkaitan dengan ketiakpuasan disebut fakor

pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (hygiene), dan meliputi gaji,

pengawasan, keamanan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan

organisasi, dan hubungan antarpribadi dengan rekan kerja, atasan dan

bawahan di tempat kerja. Faktor – faktor ini berkaitan dengan lingkungan

atau konteks pekerjaan ahli – ahli dengan pekerjaan itu sendiri. Itulah

sebabnya program – program untuk memotivasi pegawai yang

menggunakan sistem Herzberg menyebutkanya “motivasi melalui

pekerjaan itu sendiri.” Bila faktor – faktor ini ditanggapi secara positif,

10 Sobur Alex. 2011. Psikologi Umum. Hal, 280

8

pegawai mengalami kepuasan atau tampak termotivasi, namun, bila fakotr

– faktor tersebut tidak ada, pegawai akan merasa tidak puas. Tabel 1.2

Teori Motivasi Dua-Faktor Herzberg

Faktor Hygiene Motivator Gaji Kemajuan

Kondisi Kerja Perkembangan Kebijakan Perusahan Tanggungjawab

Penyeliaan Penghargaan Kelompok Kerja Prestasi

Pekerjaan itu sendiri

Herzberg memahami bahwa para pegawai menginginkan dan mengharapkan

gaji yang memadai, jaminan pekerjaan dan kehidupan pribadi, kondisi kerja

yang baik, status, dan kebijakan – kebijakan perusahaan serta perilaku

adminstrasi yang bertanggungjawab. Apabila kebutuhan dasar ini tidak

terpenuhi, meraka akan mencari peluang pekerjaan ke tempat lain,

kemangkirannya (absen) meningkat, hubungan kerja memburuk, munculnya

sikap – sikap yang menderita, dan seterunya. Banyak manajer berpikir bahwa

pemuasan kebutuhan – kebutuhan ini akan meningkatkan motivasi dan

produksi. Akan tetapi, Herzberg menyanggah hal itu (Curtis, et al., 1996).

Meurutnya, saat kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, para pegawai akan

merasa tidak puas dan tidak dapat dimotivasi karena perhatian mereka tertuju

pada pemenuhan kebutuhan dasar. Penyediaan kebutuhan ini dapat menghasilkan kepuasaan, tetapi tidak meningkan produksi secara langsung.

Sebaliknya, kebutuhan motivasi (motivator) dalam urutan yang lebih tinggi

meliputi kemajuan dan perkembangan, tanggungjawab, penghargaan, prestasi,

dan kenyamanan pekerjaan itu sendiri. Menurut Herzberg, untuk memotivasi

seorang pegawai, sebagai langkah awal, seorang manajer pertama – tama

harus memenuhi, atau sekurang – kurangnya memelihara kebutuhan dasar. Setelah hal itu terpenuhi, kebutuhan motivasi menjadi prioritas.

4. Murray (Desakan Kebutuhan) Menurut Murray, kebutuhan – kebutuhan manusia berdiri sendiri – sendiri,

terpisah satu dari yang lain. Ini berarti, jika mengetahui kekuatan atau tingkat

kepuasan satu kebutuhan, tidak berarti kita akan tahu pula mengenai kekuatan

9

kebutuhan – kebutuhan lain. Jadi, untuk mengetahui apa yang memotivasi,

harus mengukur kekuatan semua kebutuhannya yang penting, dan bukannya

hanya sekedar menentukan tingkat yang telah dicapainya dalam suatu hierarki

atau jenjang kebtuhan. Teori motivasi kebutuhan Henry Murray (1983) yang dinamakan teori

kebutuhan manifestasi atau teori desakan kebutuhan, rumusan awalnya dibuat

oleh Murray pada tahun 1930-an dan tahun 1940-an. Murray yakin bahwa

orang dapat dikelompokkan menurut kekuatan berbagai kebutuhan terebut.

Setiap orang dianggap memiliki jenis kebutuhan yang berbeda (dan kadang –

kadang bertentangan) yang mempengaruhi perilaku. Definisi kebutuhan di sini

adalah perhatian sekarang untuk mencapai suatu sasaran (McClelland,

1971:13). Masing – masing kebutuhan terdiri atas dua komponen (Ross, 1994):

a. Komponen kualitatif atau arah yang mencakup sasaran yang dibidik

kebutuhan

b. Komponen kuantitatif atau energi yang terdiri atas kekuatan atau intensitas kebutuhan menuju sasarannya.

Dengan kata lain, kebutuhan dipandang sebagai kekuatan motivasi utama bagi orang dari sisi arah dan intensitas.

Secara keseluruhan, Murray berpendapat bahwa setiap orang mempunyai kira

– kira dua lusin kebutuhan, termasuk kebutuhan untuk berhasil, bergaul,

kekuatan, dan otonomi, Ia yakin bahwa kebutuhan lebih banyak diperoleh dari

luar, bukan sesuatu yang diwarisi, dan diaktifkan (atau dimanifestasikan) oleh

isyarat dari lingkungan luar. Misalnya, seseorang pekerja dengan kebutuhan

untuk berhasil yang tinggi akan mengejar kebutuhan tersebut (yaitu mencoba

meraih tujuan kerja tertentu) hanya kalau kondisi lingkungannya tepat

(misalnya, kalau dia diberi tugas menantang), maka barulah kebutuhan

tersebut muncul. Jika tidak terpenuhi, kebutuhan tersebut disebut bersifat laten

dan tidak diaktifkan.

5. McClelland (Kebutuhan untuk Berprestasi) McClelland adalah seorang ahli psikologi sosial yang terkenal degan pemikirannya mengenai kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement).

Menurut McClelland untuk membuat sebuah pekerjaan berhasil, yang paling

penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut.

Menurut Mclelland, perbedaan dalam kebutuhan untuk berprestasi sudah

tampak sejak anak berusia lima tahun. Hal ini sangat erat hubungannya

10

dengan kehidupan keluarga, terutama dalam pengaruh itu ketika si anak

menginjak usia delapan sampai sepuluh tahun. Dalam batas tertentu, dorongan

atau kebutuhan berprestasi adalah sesuatu yang ada dan dibawa dari lahir.

Namun, di pihak lain, kebutuhan untuk berprestasi ternyata dalam banyak hal,

adalah sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan, hasil dari memperlajari

melalui intreraksi dengan lingkungan. Adapun lingkungan hidup anak yang

pertama dan terutama ialah keluarga, sekolah, lingkungan pergaulan, dan

masyarakat pada umumnya.

Kebutuhan untuk berprestasi, menurut McClelland, adalah suatu daya dalam

mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat,

lebih efektif, dan lebih efesien dari pada kegiatan yang dilaksanakan

sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Hal in dapat dijelaskan sebagai

berikut.

Dalam kehidupan psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke

arah suatu kegiatan yang hebat sehingga, dengan daya tersebut, ia dapat

mencapai kemajuan yang teramat cepat. Daya pendorong tersebut dinamakan

virus mental, karena apabila berjangkit di dalam jiwa manusia, daya

terserbutakan berkembang biak dengan cepat; dengan kata lain, daya tersebut

akan meluas dan menimbulkan dampak dalam kehidupan.

6. Vroom (Harapan)

Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan jenis – jenis

pilihan yang dibuat orang untuk mencapai suatu tujuan, ahli – ahli berdasarkan kebutuhan internal. Teori harapan (expectancy theory) memliki tiga asumsi

pokok (Pace & Faules, 1998:124 – 125).

a) Setiap individu percaya bahwa ia berperilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut subuah harapan hasil (outcome

expectancy), misalnya, Anda mungkin perncaya (atau sekurang –

kurangnya mempunyai suatu harapan) bahwa bila memperoleh suatu skor

sekurang – kurangnya 85 pada tes mendatang, Anda akan ditanyakan lulus

dalam kuliah. Juga mempunyai harapan atau kepercayaan bahwa bila

memperoleh sekurang – kurangnya B di kelas, keluarga Anda akan

menyetujui apa yang Anda lakukan. Jadi, kita dapat mendefinisikan suatu harapan hasil sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan

bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.

b) Setiap hasil mempunyai nilai atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence). Misalnya, Anda mungkin menghargai sebuah gelar atau

11

peluang untuk kemajuan karier, sementara orang lain mungkin menghargai

suatu program pensiun atau kondisi kerja. Valensi atau nilai sebagian

aspek pekerjaan biasanya berasal dari kebutuhan internal, namun motivasi

yang sebenarnya merupakan proses yang lebih rumit lagi. Jadi, kita dapat mendefinisikan valensi sebagai nilai yang diberikan orang pada suatu hasil

yang diharapkan.

c) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Hal ini disebut harapan usaha (effort expectancy).

Misalnya, Anda mungkin mempunyai persepsi bahwa bila mempelajari

buku dengan giat, Anda akan memperoleh nilai 85 dalam ujian berikutnya.

Namun, Anda harus berusaha lebih giat lagi untuk mempelajari kuliah ini

agar memperoleh nilai 90. Jadi, dapat didefiniskan harapan usaha sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian

tujuan tertentu.

Motivasi, menurut Pace & Faules (1998: 125), dijelaskan dengan

mengombinasikan ketiga prinsip ini. Orang akan termotivasi bila ia percaya

bahwa (a) perilaku tertenru akan menghasilkan hasil tertentu, (b) hasil tersebut

dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang. Jadi, seseorang akan

memilih, ketika ia melihat alternatif – alternatif, tingkat kinerja yang memiliki kekuatan motivasional tertinggi yang berkaitan dengannya.

Melihat perkembangannya, teori – teori kempemimpinan dapat dikelompokan

menjadi teori – teori mengenai kepribadian pemimpin (perspektif kepribadian),

teori – teori yang membahas pengaruh situasi terhadap kempemimpinan

(perspektif situasional), dan teori – teori mengenai kepemimpinan sebagai proses

kelompok. 1. Perspektif Kepribadian

Perspektif kepribadian berasumsi bahwa keberhasilan sebuah kelompok untuk mencapai tujuannya bergantung pada sifat – sifat bawaan (traits) si pemimpin.

Anggapan dalam prespektif ini adalah “good leaders were born, not made”.

Perspektif ini terbagai menjadi dua pandangan yaitu: the great person theory

dan trait theory (Seters dan Field. 1990).

a. The great person theory berasumsi bahwa untuk menjadi pemimpin yang

berhasil, seseorang harus mencotoh kepribadian dari perilaku pemimpin

12

yang hebat, misalnya mencontoh kepribadian mantan presiden Amerika

Serikat John F. Kennedy yang terkenal karismatik. b. Trait theory berusaha untuk mencari karakteristik atau sifat bawaan yang

membedakan pemimpin yang bagus dengan orang-orang awam.

Beberapa sifat bawaan yang diasumsikan berpengaruh terhadap

kepemimpinan adalah keinginan yang kuat, pengertahuan yang luas, dan kemadirian (Beam, 1975).

Walaupun tidak bisa disangkal bahwa kepribadian dan sifat pemimpin

mempengaruhi fungsi dari sebuah kelompok/organisasi, faktor ini ternyata

hanya memegang peranan yang kecil. Penelitian – penelitian mengenai the

great person theory atau triat theory menunjukan bahwa kepribadian dan

perilaku pemimpin yang dianggap berhasil terlalu beragam jika digunakan

untuk dapat menemukan sekumpulan karakteristik yang menonjol (Seter dan

Field, 1990; Vaughan dan Hogg, 2005). Oleh karena itu penelitian – penelitian

selanjutnya mencoba untuk menjelaskan faktor – faktor lain yang dapat memepengaruhi kepemimpinan selain kepribadian pemimpinnya.

2. Prespektif Situasional Menurut perspektif situasional, keberhasilan seseorang dalam memimpin

kelompoknya untuk mencapai sebuah tujuan bukan hanya bergantung pada

karakteristiknya, tetapi lebih pada interaksi antara pemimpin dengan kondisi

situasional, kultur, dan konteks dari kelompok. Berbeda dengan perpektif

kepribadian, perspektif situasional tidak melihat faktor bawaan pemimpin tetapi

lebih berfokus pada perilaku yang diperhatikan oleh pemimpin (Beam, 1975).

Menurut perspektif ini, semua orang mampu menjadi pemimpin asal mau

mempelajari kelompok atau organisasinya serta mengembangkan perilaku

yang sesuai dengan situasi kelompok (Hogg, 2005).

Penelitian awal mengenal perspektif ini menunjukkan bahwa pemimpin dapat

memperhatikan tiga macam gaya kempemimpinan yang berbeda, yaitu autokratis, demokratis, dan leissez-faire (Vaughan & Hogg, 2005). Gaya-gaya

kempemimpinan ini disimpulkan berdasarkan penelitian mengenai intraksi

sosial pada anak-anak (Lippitt dan White, 1943). Menurut Lippitt dan White,

dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut, gaya kepemimpinan demokratis lebih

efektif dibandingkan yang lainnya. Adapun perbedaan karakteristik gaya autokratis, demokratis, dan laissez-faire yakni,

13

Tabel 1.3

Gaya Kepemimpinan

Autokratis Demokratis Laissez-faire Pemimpin menentukan

semua kebijakan untuk

masing-masing anggota

kelompok

Pemimpin mendukung

anggota kelompok untuk

membuat kebijakan bagi

kelompok

Anggota kelompok

diberikan kebebasan

yang seutuhnya

Pemimpin menentukan

dengan detail cara-cara

untuk mencapai tujuan

kelompok

Pemimpin memberikan

gambaran umum

mengenai tugas dan

langkah-langkah

sebelum anggota

kelompok mulai

mengerjakan tugas

Sumber daya diberikan

kepada anggota

kelompok tetapi

pemimpin memberikan

informasi hanya jika

ditanyakan

Pemimpin memiliki

pandangan umum serta

tahapan metode yang

diperlukan untuk

mencapai tujuan

kelompok

Anggota kelompok

memiliki aksi dan

interaksi yang

memfasilitasi pekerjaan

demi mencapai tujuan

kelompok

Tidak memberikan

umpan balik apabila

anggota kelompok tidak

bertanya

Pemimpin menentukan

aksi dan interaksi yang

diperbolehkan dalam

kelompok

Umpan balik yang

diberikan objektif dan

sesuai dengan

kenyataan

Pemimpin memberikan

pujian dan kritik kepada

anggota kelompok

Fielder (1970 dalam Chemers, 2001) mengemukakan contigency theory,

faktor – faktor situasional yang mempengaruhi kepemimpinan dipengaruhi

oleh:

a. Hubungan pemimpin dengan anggota kelompok

b. Terstruktur atau tidaknya tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok

c. Kekuatan dari posisi pemimpin.

14

Menurut model ini, terdapat 8 kemungkinan situasi, tetapi situasi yang paling

menguntungkan adalah jika kontrol pemimpin terhadap ketiga faktor – faktor situasional di atas tinggi.

Dalam contigency theory, gaya kepemimpinan diukur dengan skala Least

Prefered Co-work (LPC). Skor LPC rendah menunjukan seseorang yang

fokus utamanya adalah menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya,

sedangkan skor LPC yang tinggi menunjukkan seseorang yang fokus

utamanya adalah membangun hubungan yang baik dengan koleganya

(Chemers, 2001). Pemimpin yang fokus utamanya adalah menyelesaikan

tugas yang diberikan kepadanya, akan meunjukkan performa maksimal dalam

situasi-situasi yang sangat menguntungkan atau yang sangat merugikan

baginya. Sedangkan pemimpin yang fokus utamanya adalah membangun

hubungan baik dengan koleganya akan menunjukkan performa maksimal

dalam situasi – situasi yang tidak menguntungkan ataupun yang tidak merugikan baginya.

3. Prespektif Proses Kemlompok Perspektif ini menganggap bahwa di samping kepribadian pemimpin dan

situasi organisasi atau kelompok, proses di dalam kelompok juga

memengaruhi kepemimpinan. Terdapat tiga faktor dalam kelompok yang

diperhitungkan oleh perspektif ini, yaitu:

a. Hubungan antara pemimpin dan pengikut;

b. Apakah pemimpin merupakan prototipe dari kelompok; c. Kepemimpinan transformation vs transactional.

Dalam hubungan antara pemimpin dan pengikut, terdapat tiga hal yang harus

dipertimbangkan, yakni transaksi, keadilan, dan kekuasaan. Pemimpin adalah

anggota kelompok yang memberikan kontribusi lebih kepda kelompok. Oleh

karena itu, pemimpin diberikan jabatan, kekuasaan, dan status. Ketidak

seimbangan kekuasaan ini dapat menyebabkan pemimpin memiliki karisma.

Adanya karisma ini menyebabkan anggota kelompok akan mencoba mengikuti

karekteristik – karakteristik pemipimpinnya (Vaughan & Hogg, 2005). Karisma

pemimpin menurut teori ini bukan merupakan karakteristik bawaan atau kepribadian, melainkan akibat dari kekuasaan yang memiliki pemimpin.11

11 Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Hal, 190-192

15

C. Tipe Pemimpin

Pemimpi dan kepemimpinan adalah ibarat sekeping mata uang logam yang

tidak bisa dipisahkan, dalam artian bisa dikaji secara terpisah namun harus dilihat

sebagai satu kesatuan. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan,

dan jiwa kepemimpinan yang termiliki dari seorang pemimpin adalah tidak bisa

diperoleh dengan cepat dan segara namun sebuah proses yang terbentuk dari

waktu ke waktu hingga akhirnya mengkristal dalam sebuah karakteristik. Dalam

artian ada sebagian orang yang memiliki sifat kepemimpinan namun dengan

ushanya yang gigih mampu membantu lahirnya penegasan sikap kepemimpinan

pada dirinya tersebut.

Mengenai setiap tipe pemimpin Buchari Alma menjelaskan sebagai berikut:

a. Pemimpin kharismatik merupakan kekuatan energy, daya tarik yang luar biasa

yang akan diikuti oleh para pengikutnya.

b. Tipe paternalistis bersikap melindungi bawahan sebagai seorang bapak atau

sebagai seorang ibu yang penuh kasih sayang.

c. Tipe militeristis banyak menggunakan sistem perintah, sistem komando dari

atasan ke bawahan sifatnya keras sangat otoriter, menghendaki bawahan agar

selalu patuh, penuh acara formalitas.

d. Tipe otokratis berdasarkan kepada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus

dipatuhi.

e. Tipe laisses faire ini membiarkan bawahan berbuat semuanya sendiri semua

pekerjaan dan tanggung jawab dilakukan bawahan.

f. Tipe populistis ini mampu menjadi pemimpin rakyat. Dia berpegang pada nilai –

nilai masyarakat tradisional.

g. Pemimpin tipe administrative ialah pemimpin yang mampu menyelenggarakan

tugas – tugas administrasi secara efektif.

h. Tipe pemimpin demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan kepada pengikutnya. 12

D. Ciri – Ciri Pemimpin Untuk dapat memahami tentnag ciri – ciri pemimpin ada baiknya kita melihat

pendapat yang dikemukakan oleh George R. Terry, mengemukakan delapan ciri

dari pemimpin yaitu:

12 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 69, 73.

16

a. Energi: mempunyai kekuatan mental dan fisik.

b. Stabilitas emosi: seorang pemimpin tidak boleh berprasangka jelek terhadap

bahawahnya, ia tidak boleh cepat marah dan percaya pada diri sendiri harus

cukup besar.

c. Human relationship: mempunyai pengetahuan tentang hubungan manusia.

d. Personal motivation: keinginan untuk menjadi pemimpin harus besar, dan

dapat memotivasi diri sendiri.

e. Communication skill: mempunyai kecakapan untuk berkomunikasi.

f. Teaching skill: mempunyai kecakapan untuk mengajarkan, menjelaskan dan

mengembangkan bawahannya.

g. Social skill: mempunyai keahlian di bidang sosial, supaya terjamin kepercayaan

dan kesetiaan bawahannya. Ia harus suka menolong, senang jika bawahannya

maju, peramah serta luwes dalam pergaulan.

h. Technical competent: mempunyai kecakapan menganalisis, merencanakan,

mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, mengambil keputusan dan

mampu menyusun konsep.13

E. Motivasi dan Kempemimpinan

Pemimpin di suatu organisasi memiliki peran kuat dalam membangun dan

menumbuhkan semangat motivasi di kalangan karyawan. Pemberian semangat

motivasi setipa individu berbeda-beda, dan semua itu bisa disesuaikan dengan

keadaan dan kondisi dimana individu yang bersangkutan berada. Di Eropa Timur,

uang merupakan motivator yang paling efektif untuk para pekerja muda di

bandingkan di Amerika. Tenaga kerja Amerika mencerminkan tren sosial yang

lebih menghargai penghargaan non-ekonomis.

Seorang pemimpin yang bijaksana tidak akan melakukan pemaksaan

konsep motivasi kepada para karyawannya di luar batas kemampuan para

karyawan yang bersangkutan. Karena dasar dari pemahaman motivasi adalah

menghargai proses tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan. Pada kata proses

tersebut pemimpin dituntut untuk dapat melihat bahwa goal yang diperoleh

dengan proses. Seorang pemimpin yag tidak menghargai proses artinya

pemimpin tersebut belum layak untuk disebut sebagai seorang pimimpin atau

pemimpin tersebut tidak menempatkan dirinya sebagai pemimpin atau pemimpin

tersebut tidak menempatkan dirinya sebagai pemimpin aspiratif. Namun lebih

13 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 75-76.

17

sebagai pemimpin yang menerapkan konsep kekuasaan paksaan dalam

memerintah para karyawannya.

Pemimpin menyadari dengan memiliki karyawan yang berkualitas serta

bermotivasi tinggi dalam bekerja adalah sebuah asset yang bernilai tinggi. Namun

permasalahan lain akan timbul jika seandainya karyawan yang berkualitas

tersebut sering minggalkan tempat kerja. Dan ini dilakukan salah satu alasan yang

paling utama adalah disebabkan karena gaji di perusahaan tidak mencukupi dan

ia berusaha mencari pendapatan tamabahan di luar. Maka persoalan akan timbul

bagi pimpinan adalah jika ia mengeluarkan karyawan tersebut, maka artinya jika

itu dilakukan dibutuhkan biaya (cost) dan waktu (time) untuk merekrut kembali

karyawan baru yang memiliki kualitas kerja seperti karyawan tersebut, plus

ditambah biaya pelatihan (training) yang harus diberikan kepada karyawan baru

tersebut sebelum ia mulai bertugas.

Dalam mewujudkan suatu pekerjaan terlaksana dengan baik, dan orang-

orang yang berkualitas masih tetap bekerja dengan motivasi tinggi seorang

pemimpin dengan kepemilikan gaya kepemimpinan yang ada mampu

mewujudkan semua itu tetap berjalan dengan sempurna. Dalam konteks ini

sebaliknya seorang pemimpin menerapkan suatu gaya kepemimpinan yang

merupakan penggabungan dari 2 gaya kepemimpinan, yang masing-masing gaya

kepemimpian tersebut adalah, 1. Middle of the road management: penyelesaian pekerjaan yang cukup dan

moral yang memuaskan adalah sasaran gaya ini. 2. Team management: pemimpin memberikan saran produksi dan moral dengan

mengkoordinasikan dan memadukan kegiatan yang berkaitan dangan pekerjaan.

Artinya pada 2 gaya kepemimpinan tersebut bertujuan untuk menempatkan

pekerjaan dan moral sebagai sisi dominan yang harus dipertahankan dan di jaga

selalu. Seorang karyawan memiliki reputasi positif jika mampu menunjukan hasil

kerja yang maksimal. Namun hasil kerja yang maksimal juga tidak akan baik jika

seandainya karyawan tersebut berkerja tapi mengindahkan aturan – aturan yang

ada, dengan kata lain sering bertindak amoral. Seorang karyawan yang terbiasa

berlaku amoral, korupsi, dan tindakan wanprestasi lainnya artinya integritas karyawan tesebut pada perusahaan adalah lemah.

Integritas adalah jujur dan dapat dipercaya dalam berurusab dengan orang lain.

Dengan adanya karywan-karyawan yang jujur diharapkan lebih jauh akan mampu

18

memberikan pengaruh pada kredibilitas perusahaan di mata para mitra bisnis akan ikut terdongkrak, dan begitu pula sebaliknya.

Ada kondisi ketidakpuasaan dalam bekerja yang sering timbul dan merupakan

motivasi para karyawan, di mana itu harus disadari oleh pimpinan yang

selanjutnya menjadi bahan pertimbangan dengan fokus lebih lanjut melakukan

perbaikan yang berkelanjutan. Menurut Faisal Affif, dkk bahwa “sebagai

penyebab ketidakpuasaan terutama disebabkan aspek – aspek berhubungan

dengan lingkungan kerja atau situasi kerja persyaratan kerja (working condition):

gaji: hubungaan – hubungan antar manusia dengan para pemimpin (interpersonal

relations-subordinate): penanganan teknis dari pimpinan (supervision): kebijakan

dari pimpinan perusahaan (company policy and administration).” Dan lebih jauh

Faisal Affif, dkk mengatakan “Aspek – aspek itu membentuk dissatisfies (yang

disebut faktor-faktor hygiene, faktor-faktor ekstern). Hal ini semua menyebabkan ketidakpuasan (dissatisfaction).”14

14 Fahmi Irham. 2013. Perilaku Industri. Hal, 117-119.

19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Motivasi adalah dorongan internal untuk memenuhi kebutuhan –

kebutuhan yang di inginkan. Mengenai kepemimpinan, kepemimpinan adalah

penerimaan orang untuk dipimpin dalam suatu kelompok yang dapat

mempengaruhi, mengarahkan serta mengawasi terhadap pencapaian tujuan

tanpa haru mengandalkan kekerasan. Perbedaan kepemimpinan dengan

pemimpin yaitu: kepemimpinan tertuju pada gaya memimpin dan pemimpin tertuju pada individu yang dapat memimpin individu lain.

Abraham Maslow: Kebutuhan dasar harus terpenuhi agar dapat memenuhi

kebutuhan yang lain. Alderfer: Bila kebutuhan dasar tidak terpenuhi walau besar

pengaruhnya bukan berati tidak dapat memenuhi kebutuhan lain dan meskipun

suatu kebutuhan terpenuhi, kebutuhan tersebut dapat berlangsung terus dan

dapat mempengaruhi kuat dalam pengambil keputusan. Herzberg: Bila ada

memotivator (prestasi, penghargaan, promosi, tanggungjawab) ditanggapi secara

positif, pegawi cenderung merasa puas dan termotivasi, namun bila faktor – faktor

itu tidak ada ditempat kerja, pegawai akan kurang termotivasi, namun tidak berarti

tidak puas dengan pekerjaan meraka. Murray: Kebutuhan lebih banyak

dipengaruhi dari luar, bukan sesuatu yang diwariskan, dan diaktifkan. McClelland:

Dalam batas tertentu, dorongan atau kebutuhan berprestasi adalah sesuatu yang

ada dan dibawa dari lahir. Namun, di pihak lain, kebutuhan untuk berprestasi

ternyata dalam banyak hal, adalah sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan,

hasil dari memperlajari melalui intreraksi dengan lingkungan. Adapun lingkungan

hidup anak yang pertama dan terutama ialah keluarga, sekolah, lingkungan pergaulan, dan masyarakat pada umumnya.

Perspektif kepribadian berasumsi bahwa keberhasilan sebuah kelompok

untuk mencapai tujuannya bergantung pada sifat – sifat bawaan (traits) si

pemimpin. Semua orang mampu menjadi pemimpin asal mau mempelajari

kelompok atau organisasinya serta mengembangkan perilaku yang sesuai dengan

situasi kelompok (Hogg, 2005). Di samping kepribadian pemimpin dan situasi

organisasi atau kelompok, proses di dalam kelompok juga memengaruhi kepemimpinan.

20

Pemimpin di suatu organisasi memiliki peran kuat dalam membangun dan

menumbuhkan semangat motivasi di kalangan karyawan. Seorang pemimpin

yang bijaksana tidak akan melakukan pemaksaan konsep motivasi kepada para

karyawannya di luar batas kemampuan para karyawan yang bersangkutan.

Karena dasar dari pemahaman motivasi adalah menghargai proses tercapainya

tujuan-tujuan yang diharapkan. Pada kata proses tersebut pemimpin dituntut untuk dapat melihat bahwa goal yang diperoleh dengan proses

B. Saran Pembaca kiranya dapat menggambarkan seperti; Dalam menerapkan

kepemimpinan diperlukan pembelajaran memimpin agar dapat mengkristal atau

menjiwa ke dalam diri. Sebagai pemimpin tentunya dapat membaca karakter

bawahanya untuk termotivasi terus dalam berprestasi dan produktif bekerja.

Kebutuhan dasar pegawai sangatlah penting untuk tetap bertahan pada pekerjaan

tersebut.

21

DAFTAR PUSTAKA

Beam , H.H. 1975. Leadership Theory: Past, Present, and Future Directions. Working Paper.

University of Michigan: Graduate School of Business Administration, Division of Reserch, No. 103. Dalam Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Bucari Alma. 2009. Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta. Dalam Fahmi Irham. 2013. Perilaku

Organisasi. Bandung: Alfabeta.

Fahmi Irham. 2013. Perilaku Organisasi. Bandung: Alfabeta.

Griffin, R.W., K.D. Skivington, dan G. Moorhead. 1987. Symbolic and International

Perspectives on Leardership: An Integrative Framework. Human Relations, Vol. 40,

hlm. 199-218. Dalam Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta:

Salemba Humanika. Hamilton, Vernon. 1984. The Cognitive Stuctures and Processes of Human Motivatio and

Personality. Chichester: John Wiley & Sons. Dalam terjemahan buku Criticism of Islam

Psychology, Wilcox Lynn. 2012. Psikologi Kepribadian; Analisis Seluk-beluk

Kepribadian Manusia. Jogjakarta: IRCiSoD.

Jarvis Matt. 2000. Teori – Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media.

Lippitt, R. dan R.K. White. The Social Climate of Chilldren’s Group. Dalam R.G Barker, J.S.

Kounin, H.F. Wright. Child Behavior ad Development. New York: McGraw-Hill. Dalam

Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Madsen, K.B. 1968. Theories of Motivation. (4th ed). Kent State University Press. Dalam

terjemahan buku Criticism of Islam Psychology, Wilcox Lynn. 2012. Psikologi

Kepribadian; Analisis Seluk-beluk Kepribadian Manusia. Jogjakarta: IRCiSoD.

Maslow, A. 1954. Motivation and Personality. 1th edition. New York: Harper & Row. Dalam

terjemahan buku Theoretical Approaches in Psychology , Jarvis Matt. 2000. Teori –

Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media.

Pace, R Wayne & Don F. Faules. 1998. Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan

Kinerja Perusahaan, Penerjemah Deddy Mulyana, Engkus Kuswarno, dan

Gembirasari. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Santoso Soeroso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit; Suatu

Pendekatan Sistem. Jakarta: Kedokteran EGC. Dalam Fahmi Irham. 2013. Perilaku

Organisasi. Bandung: Alfabeta.

Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Saters, D.A & R.H.G. Field. 1990. The Evolution of Leardership Theory. Journal of

Organizational Change Management, Vol.3 No.3, hlm. 25-45. Dalam Sarwono W, S &

Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

22

Sobur Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Vaughan, G.M dan M.A. Hogg. 2005. Introduction to Social Psychology. Edisi 4. Frenchs

Forest, NSW: Pearson Education Australia. Dalam Sarwono W, S & Meinarno A, E. 2011. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Wilcox Lynn. 2012. Psikologi Kepribadian; Analisis Seluk-beluk Kepribadian Manusia.

Jogjakarta: IRCiSoD


Recommended