Date post: | 19-Jan-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
n . LANDASAN TEORI
1. GRINDING BALL
Grinding ball merupakan salah satu media untuk proses grinding. Dalam
proses grinding umpan yang berukuran terbesar 15 mm direduksi hingga
berukuran 10 (im - 300 |im, Mekanisme gaya-gaya yang bekeija untuk memecah
umpan adalah gabungan antara gaya impak atau kompresi, gaya robek {chipping)
dan gaya abrasi (gesek).
(a) (b) (c)
Gambar 2.1
Mekanisme gaya yang bekerja untuk memecah umpan: (a) gaya impak atau kompresi, (b) gaya robek (chipping), (c) gaya abrasi
Peralatan grinding yang biasanya dipakai daiam industri adalah tumbling
mill atau grinding mill, yaitu suatu alat berbentuk silinder yang berputar pada
sumbunya dengan posisi horisontal yang volumenya ± 50% berisikan media
grinding. Secara kontinyu umpan (bijih-bijih logam) dan air dimasukkan. Air
berfungsi menjaga fluiditas dan plastisitas umpan.
Media grinding yang banyak dipakai adalah;
• Batang {rods), dengan panjang batang baja hampir sama dengan panjang mill
itu sendiri.
• Ball, berupa bola-bola baja berbagai ukuran. Adakalanya ball ini dibuat daii
batu-batuan.
• Pebbles, terbuat dari batu-batuan dan biasanya berbentuk natural sesuai
dengan bentuk aslinya.
Media grinding dapat bergerak bebas dan tidak terikat satu sama lainnya
serta berukuran jauh lebih besar dan lebih berat dari pada umpan. Karena adanya
gesekan antara dinding mill dengan media grinding, media grinding akan
terangkat hingga suatu titik dimana gaya gravitasi lebih besar dari gaya friksi dan
gaya sentrifugal. Kemudian media grinding akan jatuh ke bawah dengan gerakan
cataract atau cascade yang tergantung pada kecepatan putar tumbling mill atau
grinding mill.
Gerakan cataract adalah gerakan parabolik akibat kecepatan putaran mill
yang tinggi. Pada penggunaan gerakan ini, kecepatan putar harus diatur
sedemikian sehingga media grinding tidak akan jatuh pada dinding bawah mill
melainkan jatuh pada daerah impak sehingga dinding mill tidak akan cepat aus.
Gerakan cascade adalah gerakan grinding ball yang timbul karena
putaran mill yang relatif lambat sehingga dinding mill akan mendominasi proses
kominusi. Reduksi ukuran terjadi karena gaya abrasi sehingga menghasilkan
produk yang lebih halus.
Gerakan Cataract
Dead Zone
Abrasi Zone
Gerakan Cascade
Empty Zone
Rotation
Impact Zone
Gambar 2.2
Gerakan dan daerah kerja di dalam grinding mill
Daerah inti (?oe/kaki) merupakan daerah yang paling banyak terjadi gaya
impak dan gaya abrasi. Pada daerah ini terjadi reduksi ukuran umpan yang paling
besar. Bentuk dari media grinding sangat mempengaruhi kemampuan media
grinding menghancurkan umpan dan menjaga mobilitas media serta luas
permukaan kerja untuk memberikan produk yang haius. Jika diinginkan produk
yang jumlah partikel halusnya terbatas maka digunakan bentuk rod.
Bentuk bola merupakan bentuk yang optimal karena mempunyai
permukaan optimal persatuan volume, berat optimal persatuan luas permukaan
dan mobilitas ke segala arah.
2. DESAIN EKSPERIMEN
Desain eksperimen merupakan suatu pola atau prosedur yang digunakan
untuk memperoleh atau mengumpulkan data dari suatu penelitian.
Faktor Terkendali^2 XpI
PROSESInput Output ’’
i . i L it
Zi Z2 Z qFaktor tak Terkendali
Gambar 2,3
Model suatu sistem atau proses
Tujuan desain eksperimen adalah:
• Menentukan variabel yang paling berpengaruh terhadap output.
• Menetapkan nilai x yang berpengaruh sehingga variabilitas output minimal.
• Menetapkan nilai x yang berpengaruh sedemikian sehingga nilai output
mendekati nilai nominal yang diinginkan.
• Menetapkan nilai x yang berpengaruh sehingga variabel uncontrollable z
minimal.
Tiga prinsip dasar dalam desain eksperimen adalah ;
a. Replikasi
Replikasi adalah pengulangan eksperimen dasar. Dalam kenyataaimya
replikasi diperlukan karena dapat;
• Menghasilkan taksiran (estimasi) yang lebih akurat untuk kesalahan
eksperimen.
• Memberikan taksiran kesalahan eksperimen yang dapat dipakai untuk
menentukan tingkat kepercayaan atau dapat digunakan untuk menentukan
taraf signifikan dari perbedaan perbedaan yang diamati.
• Memungkinkan diperolehnya taksiran yang lebih baik mengenai efek suatu
faktor.
b. Pengacakan (randomization)
Pengacakan eksperimen merupakan pengacakan urutan run atau percobaan
individual yang akan dilakukan. Dengan melakukan pengacakan dapat
diambil kesimpulan yang lebih valid karena mencegah terjadinya kesalahan
masukan secara kontinyu.
0. Blocking
Blocking merupakan suatu teknik untuk meningkatkan kepresisian dari
eksperimen dengan cara mengalokasikan unit-unit eksperimen ke dalam blok-
blok sehingga unit-unit eksperimen dalam suatu blok bersifat relatif homogen
dan dapat dibandingkan antara blok satu dengan blok lainnya,
Beberapa istilah yang dipakai dalam desain eksperimen antara lain:
• Faktor. Variabel bebas yang mempengaruhi hasil eksperimen.
• Level faktor. Tingkatan nilai dari suatu faktor.
• Interaksi. Hubungan dari efek suatu faktor terhadap faktor lainnya.
• Respon. Hasil yang diperoleh dari penelitian dan pengukuran, biasanya
dilambangkan dengan Y.
• Efek Faktor. Perubahan respon dari level yang berbeda dari suat^i faktor. Ada
dua jenis efek faktor, yaitu efek faktor utama dan efek interaksi.
• Run. Jumlah kombinasi yang harus dipenuhi dalam suatu rancangan
eksperimen.
10
3. ANALISA VARIAN
Analisa varian merupakan analisa secara statistik yang uinumnya
dinyatakan dalam bentuk tabel yang dapat digunakan untuk menyelidiki pengaruh
dari beberapa faktor yang telah ditentukan terhadap suatu respon tertentu dan
untuk menganalisa data-data yang diperoleh. Tujuan analisa varian adalah untuk
mengetahui bagaimana efek dari faktor tersebut, apakah dapat berdiri sendiri atau
berinteraksi dengan faktor lainnya.
Nilai kuadrat rata-rata {mean square) diperoleh dari jumlah kuadrat {sum
o f square) dibagi dengan deraj at kebebasan {degree o f freedom). Nilai Fo
diperoleh dengan membagi nilai kuadrat rata-rata masing-masing faktor dengan
niali kuadrat rata-rata error {mean square error). Nilai Fo ini kemudian
dibandingkan dengan nilai F yang diperoleh dari tabel distribusi F (Ftabei)- Apabila
nilai Fo > Ftabei maka dapat disimpulkan bahwa faktor tersebut mempunyai
pengaruh signifikan terhadap variabel respon yang diselidiki. Namun jika Fo <
Ftabei, dapat disimpulkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang
signifikan pada variabel respon dengan nilai a yang telah ditentukan. Umumnya
nilai a yang dipergunakan = 5 %
3.1. Analisa Varian Untuk Eksperimen Tiga Faktor
Perhitungan sum o f squares:
V2a b 0 n I
SSt = S X X X Y^jki - -------abcn
11
dim ana: Yiju = nilai respon Y pada i = 1,2,3... , ,a ; j = 1,2,3,..., b
k = 1,2,3,...,c ; 1 = l,2 ,3 ,...,n
a = jumlah level yang digunakan untuk faktor A
b = jumlah level yang digunakan untuk faktor B
c = jumlah level yang digunakan untuk faktor C
n = jumlah replikasi yang dilakukan untuk tiap pengamatan
a b c n
Y . . . = S X X X Y y k l i=l j=l k=l 1=1
SSa -bcn 1=1
Y l..
abcn
dimana
dimana
b e nY i , . „ = S X X Y p
j=l k=l 1=1
1 Y l..SSb = ------XY .̂j. ----------
acn abcn
a c nY . , . = X X X Yykl
i=l k=l 1=1
Y^.SSc = - - X Y ^ k -
abn k=l abcn
dimanaa b n
Y 2 2 Y pi=i j=i )=i
12
SSa b ----------2 2 Y ij ,. “ --—'* ~ SSa SSb
dim ana:
1l a c 1 . . .
SSac= - ----- X X Y ^ , . ---------------- SSa - S S c
bn abcn
dimanab n
Y^„. .= X X Yyklr i 1=1
y 2b e 1 •••SSbc = - ------- X X y V . . ---------------- SSb - S S c
dimana
j k . . .
an abcn
Y j k . . . . = X X Y yk i i = i 1=1
1 a b c Y ^ . .ASS abc = - - X X X Y ".jk------------S S a - S S b - S S c - S S ab - S S ac - S S bc - S S abc
n abcn
dim ana;
Y « k = 2 Y p
SSe » SSt - SSa - SSb - SSc - SSab - SSac - SSbc - SSabc
Perhitungan degree o f freedom / deraj at kebebasan:
dofA = a -1
dofe = b - l
dofc = c -1
13
dofAB ^ ( a - l ) x ( b - l )
dofAc = ( a - l ) x ( c - l )
dofec = ( b - l ) x ( c - l )
dofABc = ( a - l ) x ( b - l ) x ( c - 1 )
dofg = a x b x c x ( n - l )
dofr = a x b x c x ( n - l )
Perhitungan yang digunakan dalam analisa nantinya menggunakan
bantuan software Mini tab 11.12.
4. KEGUNAAN P - VALUE
Hasil dari uji hipotesa akan menyatakan untuk menolak atau gagal
menolak Ho pada nilai a (tingkat signifikan) tertentu. Seringkali pemyataan ini
tidak cukup memuaskan karena tidak dapat diketahui sejauh mana perbedaan nilai
yang teijadi. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan ?~Value digunakan.
?-Value merupan nilai tingkat signifikan (a) yang terkecil dimana masih
dihasilkan kesimpulan menolak Ho. Berdasarkan nilai V-Value dapat dilakukan
analisa apakah eksperimen cukup memuaskan atau dapat dinyatakan suatu
kesimpulan ditarik pada tingkat signifikan tertentu.
5. BAJA
Baja yang dipergunakan dalam pembuatan grinding ball ini adalah type
AISI 5077, baja ini merupakan baja campuran rendah (komposisi alloy < 2.5 %)
dengan chromium (Cr) sebagai paduan utamanya (termasuk dalam kelompok AISI
14
5xxx, kandungan Cr 0.5%), dengan kandungan Carbon (C) sebesar 0.77 %.
Unsur lainnya yang terdapat dalam baja ini adalah Manganese (Mn), Silicon (Si),
Nickel (Ni), Vanadium (V), Molybdenum (Mo) dan Phosphorus (P).
Unsur paduan dapat menstabilkan suatu fasa. Dari fungsi ini, unsur
paduan dapat dikelompokan menjadi;
• Ferrite stabilizer, yaitu unsur paduan yang membuat ferrit menjadi lebih stabil
sampai temperatur lebih tinggi. Unsur yang paling penting pada kelompok ini
adalah Cr, Si, Mo, W dan Al.
• Austenite stabilizer, yaitu unsur paduan yang membuat austenit menjadi lebih
stabil pada temperatur yang lebih rendah. Unsur penting pada kelompok ini
adalah Ni dan Mn.
• Carbide forming elements, yaitu unsur paduan yang dapat membentuk karbida
pada baja. Unsur penting dalam kelompok ini (diurut dari yang mempunyai
affmiti terhadap karbon rendah) adalah Cr, W, Mo, V, Nb, Ti dan Ta.
• Carbide stabilizer, yaitu unsur paduan yang membuat karbida menjadi lebih
stabil, tidak mudah terurai dan larut kedalam suatu fasa. Unsur-unsur
kelompok ini (diurut dari yang lemah ke yang kuat) yaitu Co, Ni, W, Mo, Mn,
Cr, V, Ti ,Nb dan Ta.
• Nitride forming element, yaitu unsur yang dapat membentuk nitrida. Pada
dasamya unsur pembentuk carbida juga merupakan unsur pembentuk nitrida,
tetapi nitrida terbentuk hanya bila dilakukan proses nitriding.
Diagram fasa baja akan berubah dengan adanya unsur paduan. Unsur
yang berfungsi sebagai austenite stabilizer (Ni dan Mn) cenderung menurunkan
temperatur eutektoid dan memperluas daerah austenit. Hal sebaliknya terjadi pada
15
unsur penstabil ferrit yaitu menggeser titik eutektoid kekiri atas dan memperluas
daerah ferrit. Hal ini hams diperhitungkan dalam proses laku panas terhadap baja
paduan.
Unsur paduan juga akan menurunkan temperatur awal pembentukan
martensite (Ms) dan akhir pembentukan martensite ( M f ) . ini berarti martensit
mudah terbentuk atau dengan kata lain menaikkan hardenability baja. Hanya saja
temperatur Ms dan M f yang makin rendah akan menyebabkan timbulnya retained
austenit karena mungkin Mf sedemikian rendahnya sehingga pada temperatur
kamar masih banyak terdapat austenit, sehingga tidak tercapai kekerasan
maksimum yang diharapkan.
Beberapa unsur paduan dapat membentuk karbida atau nitrida berupa
butiran halus yang terdispersi secara merata. Dengan adanya butir halus ini akan
memcegah terjadinya pertumbuhan butir, hal ini memberikan pengaruh yang baik
terhadap sifat mekanik baja, kekuatan dan ketangguhan. Unsur paduan yang
mencegah terjadinya pertumbuhan butir antaranya V, Ti, Nb (Niobium) dan AI.
6. QUENCHING (HARDENE^G)
Hardening atau pengerasan adalah salah satu laku panas dalam kondisi
non equilibrium, laku panas yang pendinginannya berlangsung sangat cepat.
Kekerasan baja ditentukan oleh komposisi kimianya terutama kadar karbon
(makin tinggi kadar karbon maka baja makin keras) dan struktur mikronya.
Proses laku panas bertujuan merubah struktur mikro logam menjadi martensite.
Inilah yang disebut dengan hardening atau quenching.
16
Martensit merupakan larutan padat lewat jenuh dari karbon yang
terperangkap dalam struktur besi body centered tetragonal (BCT). Martensit
bukanlah struktur yang stabil, ia merupakan suatu struktur transisi antara austen/Y
yang tidak stabil pada temperatur kamar dengan campuran ferrit dan cementit
yang stabil. la dikatakan memiliki struktur yang metastabil. Bila martensit
dipanaskan kembali, sedikit demi sedikit akan menuju struktur yang lebih stabil.
Kekerasan martensit sangat tergantung kepada kadar C, unsur tambahan lairmya
sangat kecil efeknya pada kekerasan. Kekerasan maksimum terjadi pada kadar C
0.9 %, setelah itu akan turun karena adanya austenit sisa.
Quenching dilakukan dengan memanaskan baja hingga mencapai
temperatur austenit dan ditahan beberapa saat pada temperatur tersebut, kemudian
didinginkan dengan cepat.
Kekerasan yang teijadi pada proses quenching ditentukan oleh beberapa
faktor antara la in :
• Temperatur austenitising. Temperatur yang dianjurkan adalah antara 25 °C -
50°C diatas temperatur A3 untuk baja hypoeutektoid dan antara 25°C - 50°C
diatas temperatur Ai untuk baja hypereutektoid. Jika temperatur terlalu tinggi
akan memperoleh butir austenit yang terlalu besar dan ketika didinginkan
cepat akan ada kemungkinan terjadi struktur yang terlalu getas dan tegangan
yang terlalu besar.
• Homogenity austenit. Pada pemanasan yang lambat, atom-atom akan berdifusi
secara sempuma untuk mencapai keadaan homogen. Jika pemanasan terlalu
cepat, difusi yang terjadi belum sempuma sehingga ketika di quenching akan
17
menghasilkan martensit dengan kekerasan berbeda. Agar lebih homogen maka
perlu diberi holding time (waktu tahan) yang cukup pada saat pemanasan.
• Laju pendinginan. Untuk memperoleh struktur martensit, laju pendinginan
harus lebih cepat dari laju pendinginan kritis (critical coling rate-CCR).
• Kondisi permukaan dan ukuran benda keija. Permukaan benda keija yang
terdapat lapisan oksida besi (scale) yang tebal (lebih dari 0.005 inci) akan
menghambat laju pendinginan. Untuk benda kerja yang berukuran besar dan
berat maka rasio luas permukaan dengan berat menjadi faktor yang penting
dalam menentukan laju pendinginan. Ratio yang besar akan menjadikan laju
pendinginan cepat. Benda berbentuk plat akan lebih cepat menjadi dingin dari
pada yang berbentuk bola.
• Hardenabilily baja. Semakin tinggi hardenabiiity dari baja maka martensit
akan semakin mudah terbentuk.
6.1. Transformasi Pada Pemanasan
Baja hypoeutektoid (0.77% C) jika pada temperatur kamar maka struktur
mikronya terdiri dari pearlit dan ferrit. Pada saat baja mengalami pemanasan
hingga temperatur kritis bawah (Ai), maka akan mulai teijadi reaksi eutektoid
dimana pearlit akan berubah menjadi austenit. Reaksi ini akan berlangsung pada
temperatur konstan, temperatur tidak akan naik sebelum reaksi ini selesai. Setelah
perlit habis dan mulai teijadi kenaikan temperatur-. Ferrit akan mulai mengalami
transformasi allotrotopik, ferrit yang BCC akan berubah menjadi austenit yang
FCC. Reaksi ini berlangsung dengan naiknya temperatur, makin tinggi temperatur
pemanasan maka semakin banyak ferrit yang berubah menjadi austenit, hingga
18
pada temperatur A3 seluruh ferrit menjadi austenit. Agar semua austenit dapat
menjadi homogen perlu diberi waktu untuk berlangsungnya difiisi. Disamping itu
austenit yang baru masih merupakan butiran-butiran yang kecil. Butiran austenit
akan tumbuh makin besar apabila diberi cukup waktu untuk tumbuh.
6.2. Transform asi Pendinginan Cepat
Transformasi austenit pada pendinginan memegang peranan penting
terhadap sifat baja. Diatas garis A], austenit dalam keadaan stabil, tetapi apabila
turun melewati garis Ai, austenit menjadi tidak stabil dan akan bertransformasi
menjadi struktur lain. Apabila laju pendinginan sangat cepat (lebih cepat dari laju
pendinginan kritis) maka pergeseran atom-atom untuk merubah dari FCC menjadi
BCC dapat terjadi tanpa difusi, karena austenit mengandung sejumlah karbon,
sedangkan ferrit hanya mampu melarutkan sedikit sekali karbon maka karbon
yang sehamsnya keluar dari larutan akan terperangkap (atom karbon sudah tidak
dapat lagi berdifusi keluar karena sudah tidak memiliki cukup energi untuk
berdifusi, temperatur sudah terlalu rendah) dan menyebabkan terbentuknya
struktur baru, Body centered tetragonal (BCT), yaitu martensit.
7. HOT ROLLING
Rolling merupakan salah satu teknik membentuk raw material menjadi
bahan jadi atau setengah jadi dengan bantuan dua atau lebih rol yang berputar.
Pada proses rolling, permukaan benda kerja mengalami suatu tekanan dari rol,
yang akan diteruskan kedalam benda keija sehingga material yang berada di
19
daerah pembentukannya berubah bentuk. Benda kerja untuk proses hot rolling
dikerjakan dalam keadaan panas.
Gaya gesek dan kecepatan benda keija didalam celah rol (Gambar 2.4)
berbeda.
Gaya dan kecepatan benda kerja terhadap rol
Dibandingkan dengan kecepatan keliling rol mula-mula kecepatan benda
kerja lebih kecil (terlambat), setelah melewati bidang netral {the neutral plane)
kecepatan benda keija menjadi lebih besar (mendahului) dibandingkan dengan
kecepatan rol. Pada bidang netral kedua kecepatan (rol dan benda kerja) tidak
berbeda.
Agar terjadi perubahan bentuk, proses rolling harus memiliki syarat
jangkauan {gripping condition), yang dapat ditulis dengan persamaan dibawah ini;
Fn sin ttR < n Fn cosaa
TanttR < |i
dimana; ur = sudut antara benda kerja dengan rol.
Untuk sudut ocr yang kecil dapat diambil tan <xr = aR, oleh karena itu agar
benda dapat di rol perlu dipenuhi ccr < |a.
Agar syarat ini dapat dicapai, maka diusahakan:
- koefisien gesek ()a) yang besar.