+ All Categories
Home > Documents > OLEH-OLEH DARI JEPANG

OLEH-OLEH DARI JEPANG

Date post: 09-Dec-2023
Category:
Upload: universitastanjungpura
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
6
Page | 1 OLEH-OLEH DARI JEPANG 1 oleh Dr. Erdi, M.Si. 2 Meski keberangkatan saya ke Jepang tidak menggunakan pembiayaan dari pemerintah Republik Indonesia, tetapi hikmah dari perjalanan itu sedikit banyak bisa dibagikan kepada public. Pada tanggal 21 sd 27 Juli 2016 yang lalu, saya berkunjung ke Kyoto, Jepang atas undangan pihak Doshisha University dan Kyoto University. Di sana saya menjadi pembicara dalam seminar internasional tentang Dampak Perkebunan Kelapa Sawit bagi Pembangunan Ekonomi Regional di Kalbar (23 Juli 2016) dan Dampak Pemanasan Global (25 Juli 2016). Pada seminar kedua, saya membawakan makalah berjudul Local Problematiques on Implementing the Kyoto’s Protocol in West Kalimantan (Persoalan-persoalan Local dalam Implementasi The Kyoto’s Protocol di Kalbar). Dari kunjungan itu, paling tidak terdapat beberapa pelajaran penting yang dapat saya bagikan kepada public, dalam rangka evaluasi 71 tahun Kemerdekaan Negara Tercinta Republik Indonesia ini. Pelajaran-pelajaran penting tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, mempekerjakan orang tua yang masih cakap dan sehat sebagai tenaga kerja lepas pada kantor-kantor milik public dan swasta melalui kebijakan out sourcing. Pemuda Jepang lebih memilih pekerjaan yang menantang, “terhormat” dan memiliki prospek bagi karir dan pekerjaan mereka sehingga tidak mau bekerja sebagai “kuli” pada kantor public dan swasta. Oleh karena itu, pekerjaan-pekerjaan seperti cleaning service, petugas keamanan, sopir taksi dan lain-lain 1 Telah dimuat pada Harian Pontianak Post dengan judul yang sama; Koran Kedua Metropolis, pada Kolom Aneka. Edisi koran juga disertakan di akhir artikel ini. Juga dapat dibaca pada tautan: http://www.pontianakpost.com/oleh-oleh-dari-jepang 2 Dr. Erdi, M.Si adalah Dosen FISIP; yang juga menjadi Tenaga Pengajar pada Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Transcript

Page | 1

OLEH-OLEH DARI JEPANG1 oleh Dr. Erdi, M.Si.2

Meski keberangkatan saya ke Jepang tidak menggunakan

pembiayaan dari pemerintah Republik Indonesia, tetapi

hikmah dari perjalanan itu sedikit banyak bisa dibagikan

kepada public. Pada tanggal 21 sd 27 Juli 2016 yang lalu, saya

berkunjung ke Kyoto, Jepang atas undangan pihak Doshisha

University dan Kyoto University. Di sana saya menjadi

pembicara dalam seminar internasional tentang Dampak

Perkebunan Kelapa Sawit bagi Pembangunan Ekonomi

Regional di Kalbar (23 Juli 2016) dan Dampak Pemanasan

Global (25 Juli 2016). Pada seminar kedua, saya membawakan

makalah berjudul Local Problematiques on Implementing the

Kyoto’s Protocol in West Kalimantan (Persoalan-persoalan Local

dalam Implementasi The Kyoto’s Protocol di Kalbar).

Dari kunjungan itu, paling tidak terdapat beberapa

pelajaran penting yang dapat saya bagikan kepada public,

dalam rangka evaluasi 71 tahun Kemerdekaan Negara

Tercinta Republik Indonesia ini. Pelajaran-pelajaran penting

tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, mempekerjakan orang tua yang masih cakap

dan sehat sebagai tenaga kerja lepas pada kantor-kantor milik

public dan swasta melalui kebijakan out sourcing. Pemuda

Jepang lebih memilih pekerjaan yang menantang, “terhormat”

dan memiliki prospek bagi karir dan pekerjaan mereka

sehingga tidak mau bekerja sebagai “kuli” pada kantor public

dan swasta. Oleh karena itu, pekerjaan-pekerjaan seperti

cleaning service, petugas keamanan, sopir taksi dan lain-lain

1 Telah dimuat pada Harian Pontianak Post dengan judul yang sama;

Koran Kedua Metropolis, pada Kolom Aneka. Edisi koran juga

disertakan di akhir artikel ini. Juga dapat dibaca pada tautan:

http://www.pontianakpost.com/oleh-oleh-dari-jepang 2 Dr. Erdi, M.Si adalah Dosen FISIP; yang juga menjadi Tenaga Pengajar

pada Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu

(LP3M) Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Page | 2

diserahkan kepada para pensiunan yang masih sehat dan

cakap. Untuk melindungi tenaga purna tugas ini, pemerintah

mengeluarkan kebijakan tentang system penggajian untuk

hidup layak. Diantara kebijakan itu adalah mempekerjakan

tenaga out sourcing minimal 100 jam per bulan atau 3 -5 jam

per hari dengan gaji minimal sebesar ¥ 900.00 per jam (1,00 yen

(¥) bernilai ± Rp 100,30).

Dengan aturan ini, seorang tenaga purna tugas akan

mendapatkan penghasilan minimal sebesar Rp 9 juta per bulan

ditambah dana pensiun dari Negara (sekitar Rp 10 juta per

bulan). Dengan demikian, seorang petugas keamanan yang

rata-rata sudah berusia di atas 60 tahun, akan mendapatkan

penghasilan yang dapat dibawa pulang (take home pay)

sebesar Rp 20 juta per bulan. Dengan penghasilan itu, para

orang tua di Jepang dapat menjalani hidup dan kehidupan

mereka secara sempurna hingga akhir hayat. Sementara di

negeri kita ini, penghormatan kepada orang tua cukup

sebatas ikut prihatin, tanpa tindakan berarti. Bahkan panti

jompo menjadi pilihan pembuangan. Demikian juga

penghargaan kepada veteran atau pejuang kemerdekaan,

belum maksimal diberikan negara (pemerintah). Pepatah lama

mengatakan walau ibu atau bapak single parent dengan

anak sepuluh, masih genah hidup kesepuluh anaknya itu;

tetapi anak sepuluh yang telah hebat-hebat itu belum tentu

mampu mengurus orang tua (seorang ibu atau bapak) yang

sudah renta; Jangan sampai fenomena ini masih ditemukan di

Indonesia saat memasuki usia 71 tahun.

Kedua, peraturan menjadi raja yang tidak dapat ditawar-

tawar dengan media apapun dan oleh siapapun. Fenomena

ini dapat dijumpai di banyak tempat public. Contohnya

larangan merokok di area tertentu; yang bila dilaggar --

meskipun pelanggarnya tidak tahu itu adalah kawasan

dilarang merokok-- pelanggar larangan itu akan tetap

didenda sebesar ¥ 1.000,00 dan foto pelanggar dipampang di

baliho berjalan (videotron). Bilamana jumlah pelanggar belum

mencapai 20 orang, maka selama itu pula wajah pelanggar

terlihat jelas dan terbaca oleh semua orang yang melintasi

Page | 3

videotron itu. Dalam setahun, tidak akan melebihi 20 pelangar

sehingga kemungkinan foto pelanggar akan bertahun-tahun

terpampang di sana. Ada rasa malu yang luar biasa ketika

orang Jepang melanggar hukum. Sementara kita di sini, siap

ngotot demi harga diri yang salah.

Ketiga, memberikan prioritas kepada pejalan kaki dan

pengguna sepeda engkol (ontel) saat melintasi jalan raya.

Antara jalan raya dan jalan untuk pejalan kaki dan pengguna

sepeda diberi pemisah yang kokoh. Setiap perlintasan, selalu

diberi zebra cross dan lampu pengatur lalu-lintas, baik untuk

pejalan kaki dan pengguna sepeda maupun pengguna jalan

raya. Para pengemudi, baik mobil maupun sepeda motor,

kecuali ambulance akan memberikan prioritas kepada pejalan

kaki dan pesepeda. Demikian juga pengguna sepeda ontel

dan pejalan kaki, akan memberikan hak jalan penuh kepada

sopir dan pengendara sepeda motor ketika lampu tanda jalan

(hijau) menyala. Dengan disiplin dan saling menghargai seperti

itu, kecelakaan lalu lintas di jalan raya sangat kecil. Dalam

sebulan pun belum tentu ada kecelakaan lalu lintas di seluruh

jalan raya di negeri Sakura ini. Sementara di negeri kita yang

kini telah berusia 71 tahun, kedisiplinan internal masih menjadi

barang langka yang membutuhkan perjuangan dan usaha

keras. Pembunuh terbesar di Indonesia adalah kecelakaan di

jalan raya akibat pengguna kendaraan bermotor yang tidak

disiplin. Sebagian kita kemudian menyalahkan Jepang sebagai

negara pembunuh karena telah pengekspor mobil dan motor

secara besar-besaran ke negeri lain; sementara mereka

menggunakan sepeda dan angkutan public untuk warganya.

Meskipun itu hanya gurauan tanpa makna, tetapi intinya

adalah kita masih harus berjuang untuk menjadikan Indonesia

sebagai negara besar yang dihuni oleh penduduk berdisiplin

dan berdedikasi tinggi.

Keempat, pola hidup sehat dan pengiriritan anggaran

publik. Saya hampir tidak percaya kalau jabatan setinggi

dekan atau direktur pada lembaga pendidikan di Jepang

tidak diberikan fasilitas mobil dinas. Karena yang mengundang

saya ke Jepang adalah direktur sebuah institute pada

Page | 4

universitas, maka saya tidak dijemput dan tidak pula diantar

dengan mobil. Kemanapun kami pergi, pilihan utamanya

adalah jalan kaki dan bila tujuannya terlalu jauh maka taksi

atau bis serta kereta api menjadi alternative kedua. Dengan

kebijakan ini, pengiritan anggaran public untuk urusan belanja

habis pakai di Jepang dapat dilakukan seminimal mungkin

pada seluruh unit kerja. Tidak akan ditemui mobil dinas yang

digunakan untuk urusan ternak teri (nganter anak, nganter

isteri) yang notabene tidak berhubungan dengan urusan dinas.

Di negeri ini, fenomena ternak teri masih terjadi meskipun

dibungkus secara rapi oleh pelakunya dan hampir saja urusan

ini tidak terpantau oleh public. Kalau di Jepang, ternak teri

seperti ini adalah larangan keras karena terindikasi korupsi;

disini ternak teri menjadi budaya. Bahkan, kendaraan dinas

masih boleh digunakan untuk berlebaran dan lain sebagainya.

Yang lebih parah, plat mobil dinas di negeri ini digandakan

dengan membuat plat siluman (PS) yang kemudian

didefinisikan sebagai Pejabat Sipil. Oleh karena itu, kita harus

sepakat kalau pejabat sipil dan juga pejabat militer yang

membuat plat ganda serupa PS pada mobil dinas, dapat

dimaknai sebagai upaya pejabat untuk menguasai barang

milik negara, dan itu adalah kriminalisasi barang milik publik.

Malu dong pada rakyat!

Sebenarnya, masih banyak hal yang dapat diceritakan

kembali dari perjalanan itu, diantaranya bagaimana orang

Jepang ikut memikirkan dan membantu nasib petani agar

petani mereka tidak terjerembab masuk ke dalam perangkap

kemiskinan; ada juga fenomena menghargai sejarah dan

membangun secara akumulatif. Tidak mungkin semua hikmah

itu dapat penulis kabarkan. Semoga, apa yang telah penulis

bagi ini dapat ditindak-lanjuti oleh para penyelenggara

negara di negeri ini, mulai dari pusat hingga daerah agar

cerita praktek baik (good practices stories) dari negeri Sakura

ini tidak bermakna hanya omong doank bagi pembaca.

Arigato Gozaimasu!


Recommended