+ All Categories
Home > Documents > Pedoman Ketentuan Impor Produk Kehutanan

Pedoman Ketentuan Impor Produk Kehutanan

Date post: 03-Dec-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
117
1 Pedoman Ketentuan Impor Produk Kehutanan Mulai tanggal 1 Januari 2016, 411 HS produk kehutanan akan diatur pelaksanaan ketentetuan impornya. Peraturan mengenai ketentuan impor produk kehutanan diatur oleh dua peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan mengatur tentang mekanisme impor produk kehutanan dan Peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatur tentang mekanisme penerbitan rekomendasi baik sebagai Importir yang memiliki Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) dan Angka Pengenal Impor Umum (API-U). Kedua peraturan tersebut saling berkaitan dalam proses pengurusan izin impor. Kedua peraturan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014 jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M-DAG/PER/8/2015 Tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan. Secara garis besar isi dari Permendag mengenai ketentuan Impor Produk Kehutanan adalah sebagai berikut: a. Definisi mengenai istilah yang digunakan dalam Permendag 78/M- DAG/PER/10/2014 jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M- DAG/PER/8/2015; b. Ruang lingkup produk kehutanan yang diatur mekanisme impornya; c. Persyaratan dan mekanisme pengajuan sebagai Importir Produsen; d. Persyaratan dan mekanisme pengajuan sebagai Importir Terdaftar; e. Kewajiban pelaporan bagi Importir Produsen dan Importir Terdaftar;
Transcript

1

Pedoman Ketentuan Impor Produk Kehutanan

Mulai tanggal 1 Januari 2016, 411 HS produk kehutanan akan diatur pelaksanaan

ketentetuan impornya. Peraturan mengenai ketentuan impor produk kehutanan

diatur oleh dua peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan serta

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peraturan yang dikeluarkan oleh

Kementerian Perdagangan mengatur tentang mekanisme impor produk kehutanan

dan Peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

mengatur tentang mekanisme penerbitan rekomendasi baik sebagai Importir yang

memiliki Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) dan Angka Pengenal Impor Umum

(API-U). Kedua peraturan tersebut saling berkaitan dalam proses pengurusan izin

impor. Kedua peraturan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014

jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M-DAG/PER/8/2015 Tentang

Ketentuan Impor Produk Kehutanan. Secara garis besar isi dari Permendag

mengenai ketentuan Impor Produk Kehutanan adalah sebagai berikut:

a. Definisi mengenai istilah yang digunakan dalam Permendag 78/M-

DAG/PER/10/2014 jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M-

DAG/PER/8/2015;

b. Ruang lingkup produk kehutanan yang diatur mekanisme impornya;

c. Persyaratan dan mekanisme pengajuan sebagai Importir Produsen;

d. Persyaratan dan mekanisme pengajuan sebagai Importir Terdaftar;

e. Kewajiban pelaporan bagi Importir Produsen dan Importir Terdaftar;

2

f. Sanksi akibat pelanggaran sebagai Importir Produsen dan Importir

Terdaftar;

2. Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor 7/PHPL-

SET/2015 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Tuntas (Due Diligence),

Penerbitan Deklarasi Impor Dan Rekomendasi Impor Produk Kehutanan. Secara

garis besar, isi dari Perdirjen PHPL tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tata cara pelaksanaan uji tuntas dan penerbitan deklarasi impor;

b. Tata cara permohonan rekomendasi impor produk kehutanan;

c. Tata cara permohonan hak akses untuk rekomendasi impor;

d. Tata cara penerbitan rekomendasi impor produk kehutanan;

e. Penerbitan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP) pada barang impor;

f. Tata cara pengawasan dan pengendalian;

g. Lampiran berupa Petunjuk Teknis (Juknis) mengenai Tata Cara Pelaksanaan

Uji Tuntas (Due Diligence), Penerbitan Deklarasi Impor Dan Rekomendasi

Impor Produk Kehutanan.

Banyaknya ruang lingkup produk kehutanan yang diatur mekanisme impornya

membawa konsekwensi penerapan peraturan impor produk kehutanan tidak hanya

bagi industri kehutanan tetapi industri non kehutanan. Bagi industri non kehutanan,

beberapa mekanisme dalam pengajuan izin impor produk kehutanan mungkin baru

diketahui dan tentunya akan membawa tantangan tersendiri dalam mempelajarinya.

Buku ini akan menjelaskan bagaimana cara melakukan pengajuan izin impor produk

kehutanan.

Toolbox 1.

Terdapat dua dasar hukum pelaksanaan impor produk kehutanan, yaitu Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor

78/M-DAG/PER/10/2014 jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M-

DAG/PER/8/2015 yang mengatur tentang ketentuan pelaksanaan impor produk

kehutanan dan Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor

7/PHPL-SET/2015 yang mengatur tentang pengajuan rekomendasi impor dari

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

3

REKOMENDASI IMPOR

Proses pengurusan rekomendasi impor dilakukan di Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan yang dilakukan secara online. Pada bab ini akan dijelaskan

bagaimana proses pengajuan rekomendasi impor baik oleh API-P dan API-U. Proses

rekomendasi pada kedua izin importir tersebut adalah sama, namun yang

membedakan hanya pada syarat pengajuan hak akses. Proses pengajuan

rekomendasi impor dapat dilihat pada Gambar 1.

4

Gambar 1. Bisnis Proses Pengajuan Rekomendasi Impor

5

1. Persiapan

1.a. Proses Pengurusan Sertifikat Legalitas Kayu.

Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) merupakan salah satu syarat bagi API-P maupun

API-U yang akan mengajukan rekomendasi impor, namun tidak semua API-P

maupun API-U yang diwajibkan. Berikut adalah karakteristik API-P yang wajib

menyertakan SLK pada saat pengajuan rekomendasi impor adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan produk sesuai Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan

(Permendag No 97/M-DAG/PER/12/2014), walaupun tidak melakukan impor;

dan atau

2. Industri yang wajib memiliki SLK berdasarkan Permenhut No 43/Menhut-

II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada

Pemegang Izin atau Hutan Hak.

Apabila pemegang izin API-P tidak termasuk kedalam tiga kategori tersebut maka

tidak perlu menyampaikan SLK sebagai syarat mengajukan rekomendasi impor.

Sedangkan untuk pemegang izin API-U yang wajib menyertakan SLK pada saat

pengajuan rekomendasi impor adalah sebagai berikut:

1. Memiliki izin sebagai Tempat Penampungan Terdaftar (TPT);

2. Menjual hasil produk impornya ke industri yang wajib memiliki SLK berdasarkan

Permenhut No 43/Menhut-II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang

Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas

Kayu Pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.

Pelaksanaan SLK pada pemegang izin API-P dan API-U dapat merujuk kepada dua

peraturan yaitu sebagai berikut:

1. Permenhut No 43/Menhut-II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang

Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas

Kayu Pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.

6

2. Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.14/VI-BPPHH/2014

jo P.15/VI-BPPHH/2014 Tentang Standar Dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian

Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Dan Verifikasi Legalitas Kayu

(VLK)

1.b. Persiapan Pengajuan Hak Akses

Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem

elektronik yang berdiri sendiri atau dengan jaringan. Pengajuan hak akses oleh

Importir kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah langkah

pertama dalam melakukan pengurusan izin Importir Produsen. Permohonan Hak

Akses ditujukan kepada Direktur Jenderal secara elektronik melalui portal SILK

dengan alamat http://silk.dephut.go.id.

Persiapan Pengajuan Hak Akses untuk Pemegang Izin API-P

Tahapan persiapan pengajuan hak akses untuk pemegang izin API-P adalah sebagai

berikut:

a. Identifikasi jenis permohonan yang akan diajukan. Permohonan yang dilakukan

yang diajukan dapat bersifat baru atau perubahan/pergantian. Bersifat baru

artinya pemegang API-P baru pertama kali melakukan pengajuan hak akses,

sedangkan perubahan/pergantian adalah bila mana terjadi perubahan pada

informasi pengajuan hak akses yang pertama;

b. Syarat-syarat yang ada harus dipenuhi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Identitas importir berupa nama dan alamat importir. API-P memastikan

informasi identitas importir yang akan diinput sesuai dengan dokumen

lainnya, seperti nama, alamat, penanggung jawab dan produk yang

dihasilkan sama dan sesuai dengan dokumen lainnya.

2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). API-P memastikan mengisi informasi

nomor NPWP dan alamat perusahaan dengan benar dan sesuai dengan

dokumen lainnya termasuk dengan dokumen API-P.

3) Nomor IUIPHHK, IUI, atau TDI, serta masa berlakunya. API-P memastikan

mengisi informasi nomor dan masa berlakunya sesuai informasi yang tertera

7

di IUIPHHK, IUI, atau TDI serta masa berlaku pada saat pendaftaran masih

valid. Bagi industri non kehutanan maka izin dapat diganti dengan izin

industri yang dimiliki. Hal yang penting diperhatikan dari dokumen izin

industri dalam melakukan permohonan hak akses adalah produk yang

dihasilkan yang tertera didalam izin sesuai dengan dokumen lainnya

termasuk sertifikat legalitas kayu.

4) Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). Pemilik API-P yang akan

mendaftarkan hak akses harus memastikan bahwa informasi yang terdapat

didalam API-P sesuai dengan yang disampaikan pada saat pengajuan hak

akses seperti nomor NPWP, alamat dan lainnya.

5) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). Pemilik API-P yang akan mendaftarkan

hak akses harus memastikan bahwa informasi yang terdapat didalam NIK

sesuai dengan yang disampaikan pada saat pengajuan hak akses seperti

nomor NPWP, alamat dan penanggung jawab.

6) Nomor S-LK, tanggal terbit, dan masa berlakunya. Kewajiban Sertifikat

Legalitas Kayu sebagai syarat untuk mengajukan hak akses tidak berlaku

untuk semua API-P seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

7) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam

hak akses. Setelah hak akses diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan maka tanggung jawab penggunaan hak akses berada

ditangan pemegang izin API-P, untuk menghindari terjadi penyalahgunaan

oleh oknum maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya

mensyaratkan personil tertentu yang ditunjuk oleh manajemen pemegang

API-P untuk dapat melakukan permohonan hak akses.

Persiapan Pengajuan Hak Akses untuk Pemegang Izin API-U

Tahapan persiapan pengajuan hak akses untuk pemegang izin API-U adalah sebagai

berikut:

a. Identifikasi jenis permohonan yang akan diajukan. Permohonan yang dilakukan

yang diajukan dapat bersifat baru atau perubahan/pergantian. Bersifat baru

artinya pemegang ITbaru pertama kali melakukan pengajuan hak akses,

8

sedangkan perubahan/pergantian adalah bila mana terjadi perubahan pada

informasi pengajuan hak akses yang pertama;

b. Syarat-syarat yang ada harus dipenuhi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Identitas importir berupa nama dan alamat importir;

2) Nomor IT-Produk Kehutanan serta masa berlakunya;

3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

4) Nomor Izin TPT serta masa berlakunya atau bukti penguasaan gudang

sesuai dengan jenis Produk Kehutanan yang diimpor;

5) Angka Pengenal Importir Umum (API-U) sebagai IT yang mencantumkan

bagian Produk Kehutanan (II, IX, X, XX, dan/atau XXI);

6) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);

7) Nomor S-LK, tanggal terbit, dan masa berlakunya (dalam hal memiliki S-LK);

8) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam

hak akses;

9) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam

hak akses. Setelah hak akses diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan maka tanggung jawab penggunaan hak akses berada

ditangan pemegang izin IT, untuk menghindari terjadi penyalahgunaan oleh

oknum maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya

mensyaratkan personil tertentu yang ditunjuk oleh manajemen pemegang

IT untuk dapat melakukan permohonan hak akses.

Setelah semua persyaratan selesai maka seluruh dokumen yang menjadi

persyaratan di scan dan diberi nama sesuai dengan informasi yang diminta maka

importir dapat mengajukan hak akses secara online melalui http://silk.dephut.go.id.

Sesuai Pasal 8 ayat (7), hak akses akan diberikan selambat-lambatnya dalam lima

hari kerja.

2. Pengajuan Hak Akses

Setelah semua dokumen dan persyaratan selesai dipersiapkan sesuai penjelasan

sebelumnya, maka pemegang API-P atau API-U melakukan pengajuan hak akses

9

melalui http://silk.dephut.go.id/index.php/login/import. Khusus untuk Lembar

pernyataan yang sudah ditandatangani dan dicap di atas materai serta surat kuasa

disampaikan kepada Direktur Jenderal melalui Subdit Pusat Notifikasi Ekspor dan

Impor Produk Kehutanan, Gedung Manggala Wanabakti Blok II Lt. 2 Jln. Gatot

Subroto – Senayan Jakarta, Indonesia 10270. Secara prinsip sepanjang seluruh

persyaratan tersedia, seluruh informasi yang terdapat didalam antar dokumen sama

dan seluruh persyaratan masih berlaku maka hak akses dapat diberikan.

3. Pemilik Hak Akses

Setelah API-P dan API-U memperoleh hak akses maka perlu memperhatikan hak dan

kewajiban karena hak akses memiliki fungsi penting untuk memperoleh rekomendasi

dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Merujuk pada Pasal 9 ayat 1

Perdirjen No 7/PHPL-SET/2015, kewajiban pemegang hak akses adalah sebagai

berikut:

1) Menjaga keamanan dan kerahasiaan atas penggunaan Hak Akses yang telah

diterima;

2) Melakukan aktivasi sesuai dengan persetujuan aktivasi Hak Akses;

3) Menyediakan informasi yang benar untuk keperluan Rekomendasi Impor sesuai

dengan Hak Aksesnya;

4) Kerahasiaan data User-ID dan password Hak Akses sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) huruf a sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemegang Hak

Akses dan hanya boleh digunakan oleh Pemegang Hak Akses yang bersangkutan.

Sedangkan hak dari pemegang hak akses berdasarkan Pasal 9 ayat 2 Perdirjen No

7/PHPL-SET/2015 adalah sebagai berikut:

Mengakses informasi untuk keperluan Rekomendasi Impor sesuai dengan hak

aksesnya.

Mendapatkan dukungan dari Pengelola Portal SILK, dalam pengoperasian Portal

SILK.

10

Pemegang Hak Akses diberi kebebasan untuk membuat password sendiri dan

dapat melakukan perubahan dan penggantian password melalui Portal SILK

apabila ada kecurigaan password tersebut telah diketahui oleh pihak lain;

Apabila User-ID dan password Hak Akses disalahgunakan oleh pihak lain, maka

Pemegang Hak Akses dapat memberitahukan secara tertulis kepada Pengelola

Portal SILK untuk dilakukan pemblokiran hak akses.

Apabila User-ID dan password Hak Akses tidak dapat diingat, maka Pemegang

Hak Akses dapat memanfaatkan fasilitas ubah password di portal SILK.

Hak akses yang dimiliki oleh pemegang API-P dan API-U tidak berlaku selamanya

namun dapat diakhiri hak akses yang dimilikinya. Hak akses dapat diakhiri apabila

hal-hal yang diatur dalam pasal 11 ayat 1 Perdirjen No 7/PHPL-SET/2015 terjadi.

Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

a. Hak Akses telah dicabut;

b. Pemegang Hak Akses mengajukan permohonan kepada Pengelola Portal SILK

untuk melakukan pengakhiran Hak Akses atas pelayanan Portal SILK;

c. Pengelola Portal SILK melaksanakan suatu keharusan untuk melakukan

pengakhiran Hak Akses atas dasar pelaksanaan ketentuan perundang-

undangan;

d. Pemegang Hak Akses tidak menggunakan Hak Aksesnya berturut-turut selama

12 (dua belas) bulan.

Sehubungan dengan aturan apabila hak akses tidak digunakan selama berturut-turut

selama 12 (dua belas) bulan, kondisi tersebut bukanlah sesuatu yang perlu

dikhawatirkan karena masa berlaku rekomendasi adalah maksimal 1 tahun sehingga

sebelum masa berlaku tersebut habis maka pemegang hak akses pasti akan

menggunakan hak akses tersebut.

4. Persiapan Penyampaian Data dan Informasi Terkait Uji Tuntas

Persiapan penyampaian data dan informasi terkait uji tuntas dilakukan pada setiap

pemasok (industri/manufaktur) produk kehutanan yang memasok kepada importir.

11

Pada prinsipnya informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan uji tuntas diperoleh

importir dari pemasok, oleh sebab itu salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan uji

tuntas adalah komunikasi dengan pemasok. Walaupun informasi diperoleh dari

pemasok namun importir perlu memastikan validitas informasi yang diperlukan

karena tanggung jawab pelaksanaan uji tuntas berada di importir, oleh sebab itu

importir perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai uji tuntas. Langkah-

langkah yang diperlukan untuk melakukan uji tuntas adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi pemasok

Importir pasti sudah memiliki database mengenai identitas dari pemasoknya, dalam

hal pembuatan data dan informasi terkait ujituntas identifikasi pemasok pada tingkat

industri, apabila importir membeli dari trader atau distributor maka importir harus

dapat mengindentifikasi industri penghasil produknya. Pada penyampaian data dan

informasi identitas pemasok terdapat dua informasi penting yang harus diketahui,

yaitu:

a. Produsen, yang dimaksud produsen disini adalah industri yang membuat

produk kehutanan yang akan di impor ke Indonesia. Informasi yang dibutuhkan

dari produsen adalah nama produsen, alamat lengkap, nomor telepon dan fax,

email dan izin industri.

b. Eksportir, yang dimaksud dengan eksporter adalah lembaga atau perusahaan

yang mengekspor produk kehutanan ke Indonesia namun yang dimaksud disini

bukan perusahaan ekspedisi. Eksportir ini bisa merupakan industri atau

produsen juga, apabila kegiatan eksport langsung dilakukan oleh industri.

Trader atau distributor dapat juga menjadi eksportir apabila trader tersebut

yang melakukan ekspor, pada kondisi ini trader membeli barang dari industri

kemudian disimpan di gudang trader dan kemudian diimpor. Informasi yang

dibutuhkan dari eksportir adalah nama eksporter, alamat lengkap, nomor

telepon dan fax, email dan izin ekspor.

12

Gambar 2. Industri sebagai produsen dan eksportir

Gambar 3. Industri sebagai produsen dan trader sebagai eksportir

2) Korespondensi dengan pemasok

Setelah semua pemasok terindetifikasi maka pekerjaan selanjutnya adalah

korespondensi dengan pemasok untuk memperoleh data dasar yang dibutuhkan dari

pemasok. Importir melakukan korespodensi dengan pemasok untuk meminta

beberapa informasi yang dibutuhkan untuk melakukan uji tuntas. Contoh email yang

disampaikan kepada supplier adalah sebagai berikut:

13

Dear Supplier,

Referring to the regulation regarding the provision of imported forest products

applied by the Government of the Republic of Indonesia Number 78 / M-DAG / PER /

10/2014 jo No. 7 / M-DAG / PER / 1/2015 jo No. 63 / M-DAG / PER / 8 / 2015 about

imports of forest products. in order to comply with the regulations, we require

further information from the related imported products and the data we need is the

data of the industry / manufacturer. The information required are as follows: (attach

data form, information with regards to the due diligence, see attachment).

Form data dan informasi terkait uji tuntas dapat dilihat pada lampiran 1 buku ini.

Beberapa informasi yang dibutuhkan oleh importir adalah sebagai berikut.

a. Informasi Pemasok dan Rencana Impor

Informasi pemasok dan rencana impor adalah sebagai berikut:

1. Nama Importir = Diisi nama importir yang akan melakukan

import sesuai dengan izin API-P.

Nomor Register = Diisi nomor register hak akses yang

dimiliki oleh importir setelah melakukan

registrasi pemasok

2. Nama eksportir = Informasi nama perusahaan eksportir

yang melakukan ekspor ke Importir.

Penentuan nama eksportir dan produsen

dapat merujuk pada ilustrasi Gambar 2

serta Gambar 3. Sebagai contoh PT A

membeli kertas dari trader X di Singapura

dimana trader X membeli kertas dari

industri Y di Tiongkok. Pengiriman barang

dilakukan langsung dari industri Y. Maka

yang dicantumkan sebagai negara

eksportir adalah industri Y.

14

Alamat eksportir = Informasi alamat perusahaan eksportir

yang melakukan pengiriman kepada

importir di Indonesia. Dalam hal contoh

pada informasi nama eksportir diatas

maka alamat eksportir adalah alamat

industri Y.

Legalitas eksportir = Informasi legalitas eksportir dapat diisi

dengan izin sebagai eksportir dinegara

asal eksportir, jika pada negara eksportir

tidak ada aturan yang mewajibkan

memiliki izin sebagai eksportir maka dapat

diisi izin perusahaan eksportir. Analogi izin

eksportir yang dimaksud di Indonesia

adalah izin ETPIK (Eksportir Terdaftar

Produk Kehutanan). Informasi yang

diperlukan dari legalitas eksportir adalah

nomor izin, masa berlakunya dan scan izin

tersebut.

Negara pengekspor = Informasi mengenai nama negara tempat

barang akan diekspor barang.

3. Nama Produsen = Diisi nama perusahaan produsen barang

yang akan diekspor ke Indonesia.

Alamat Produsen = Diisi alamat perusahaan produsen

Legalitas Produsen = Diisi nomor perijinan/register sebagai

produsen dan masa berlakunya (bila ada

semacam IUI di Indonesia, dan bila tidak

ada semacam IUI di Indonesia maka diisi

dengan legalitas perusahaannya atau

register perusahaan). Hasil scan

dilampirkan.

Negara Produsen = Diisi nama negara tempat produsen

15

b. Informasi Produk yang akan diimpor

Informasi produk yang akan diimpor yang dibutuhkan untuk melakukan uji tuntas

adalah sebagai berikut:

(1) Nama bahan baku kayu /produk kayu dan turunannya yang akan diimpor dari

pemasok.

(2) Pos tarif bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor

(3) Nama dagang dan nama latin spesies tanaman atau pohon yang digunakan

sebagai bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor.

Apabila produk yang diimpor terdiri dari lebih dari satu spesies (produk

komposit) maka informasi yang dibutuhkan adalah tiga nama dagang dan nama

latin yang digunakan sebagai bahan baku. Dalam hal bahan baku/produk kayu

memproduksi barang yang akan diekspor.

4. Nama dan Negara Pelabuhan

muat

= Informasi nama pelabuhan yang menjadi

tempat muat barang yang akan diekspor

ke Indonesia. Informasi yang dibutuhkan

adalah nama pelabuhan dan negara.

Nama pelabuhan dapat diisi lebih dari

satu.

6. Rencana Impor Tahun

Berjalan

= Informasi rencana impor tahun berjalan

diisi oleh importir mengenai rencana

impor dari importir bukan hanya dari

importir yang akan dilakukan uji tuntas.

Apabila rencana impor lebih dari satu

barang dari satu pemasok maka dapat

diisi lebih dari satu barang. Rencana impor

diisi dalam satuan ton sebagai satuan

wajin dan satu pilihan satuan dalam

bentuk satuan m3/set/pcs/roll/batang,

dst).

16

berasal dari recycle yang sudah tidak bisa ditentukan spesiesnya maka dapat

diisi (not applicable). Selain nama dagang dan nama latin dari spesies yang

digunakan sebagai bahan baku, informasi yang dibutuhkan dari spesies bahan

baku lainnya adalah sebagai berikut:

(a) Nama negara asal panen bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya

yang akan diimpor. Informasi ini wajib diisi bagi produk kehutanan yang

diekspor ke Indonesia berupa kayu bulat dan produk lainnya yang

tercantum dalam Lampiran Permendag Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014.

(b) Nama daerah asal panen (negara bagian/provinsi) bahan baku

kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor. Informasi ini wajib

diisi bagi produk kehutanan yang diekspor ke Indonesia berupa kayu

bulat.

(c) Nama pemegang konsesi/pemilik asal panen bahan baku yang akan

diimpor beserta izin yang dimilikinya (izin wajib di scan). Apabila bahan

baku/produk kayu berasal dari recycle maka tidak perlu diisi. Informasi ini

wajib diisi bagi produk kehutanan yang diekspor ke Indonesia berupa kayu

bulat.

(4) Jaminan legalitas asal bahan baku yang terdiri dari beberapa pilihan (cukup

pilih salah satu), yaitu:

(a) Surat keterangan dari otoritas Negara asal panen atau Negara asal produk

yang menyatakan bahwa bahan baku kayu yang digunakan oleh eksportir

merupakan bahan baku yang legal sesuai peraturan di negara eksportir

berada. Apabila produk yang diekspor ke Indonesia merupakan kayu bulat

maka surat keterangan otoritas dari negara asal panen, sedangkan apabila

produk yang diimpor adalah bukan kayu bulat maka surat keterangan

berasal dari otoritas negara asal produsen.

(b) Sertifikat dari lembaga sertifikasi yang salah satu dari indikator penerbitan

sertifikatnya terkait legalitas dan kelestarian sumber bahan baku dan

ketelusaran bahan baku. Dalam dunia sertifikasi kehutanan, sertifikasi

jenis ini adalah dikenal dengan nama Chain of Costudy (CoC). Contoh

17

skema sertififikasi CoC yang saat ini sudah dikenal adalah skema FSC dan

PEFC.

(c) Pedoman khusus negara atau Country Spesific Guidelines (CSG), yaitu

suatu regulasi dari negara eksportir yang mensyaratkan penggunaan kayu

legal sebagaimana Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Indonesia

yang sistem tersebut telah diakui oleh Pemerintah Indonesia. Jika suatu

saat nanti ada CSG yang diakui oleh Indonesia maka barang yang diimpor

dari negara tersebut tidak memerlukan surat keterangan otoritas dan

sertifikat dari lembaga sertifikasi.

(d) Mutual Recognation Agreement (MRA), yaitu perjanjian kerjasama antara

Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara lain yang saling

mengakui sistem legalitas kayunya. Jika suatu saat nanti ada MRA yang

diakui oleh Indonesia maka barang yang diimpor dari negara tersebut

tidak memerlukan surat keterangan otoritas dan sertifikat dari lembaga

sertifikasi.

(e) FLEGT License, yaitu pengakuan dari Uni Eropa terhadap suatu skema

kebijakan legalitas produk kayu dari suatu negara yang disamakan dengan

FLEGT License.

c. Ketentuan aturan negara ekspor atau negara panen

Importir perlu mengetahui kebijakan ekspor produk kehutanan dari negara ekspor

untuk produk non kayu bulat atau kebijakan mengenai panen dari negara asal panen

untuk kayu bulat. Informasi mengenai ketentuan atau regulasi mengenai ekspor

produk kehutanan di negara ekspor yang perlu diminta dari eksportir adalah sebagai

berikut:

a) Daftar produk kehutanan yang dilarang untuk ekspor di negara ekspor;

b) Daftar spesies tanaman kehutanan yang dilarang untuk ekspor di negara

ekspor;

c) Larangan penebangan terhadap spesies tanaman kehutanan di suatu negara

bagian/propinsi/distrik di negara ekspor untuk kayu bulat.

18

3) Pembuatan Data dan Informasi Terkait Uji Tuntas oleh Importir

Setelah memperoleh informasi dari pemasok maka importir dapat melakukan

pelaksanaan data dan informasi dari pemasok tersebut untuk pelaksanaan uji tuntas.

Selain informasi eksportir, hal yang menjadi pekerjaan utama dari pelaksanaan uji

tuntas adalah melakukan analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan pada informasi

mengenai spesies bahan baku, dan asal bahan baku. Penjelasan menganai analisa

resiko, mitigasi resiko dan catatan adalah sebagai berikut:

(1) Analisa resiko, Definisi analisa resiko berdasarkan Perdirjen No 7/PHPL-

SET/2015 adalah uji silang (cross check) atas dokumentasi informasi yang

resmi di negara asal produk kehutanan (dan negara asal panen untuk kayu

bulat atau kayu olahan yang sama jenisnya dengan Indonesia), untuk

menghindari importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal,

diperdagangkan secara ilegal, dan/atau ada penipuan atau penyembunyian

informasi. Output dari analisa resiko adalah sebagai berikut:

a. Neglibile Risk (NR), apabila hasil analisa resiko tidak berpotensi untuk

terjadinya importasi produk kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal

dan/atau diperdagangkan secara ilegal sehingga resiko tersebut dapat

diabaikan apabila berdasarkan hasil analisa diperoleh hasil bahwa resiko

terhadap penggunaan bahan baku illegal dapat diabaikan.

b. Significant Risk (SR), apabila berdasarkan hasil analisa resiko berpotensi

untuk terjadinya importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen

secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara illegal.

Toolbox 2.

Metode yang dapat digunakan dalam korespondensi dengan pemasok adalah importir

mengirimkan form uji tuntas yang telah ditranslate ke dalam bahasa Inggris untuk

diisi oleh pemasok, namun pada tabel 1 form uji tuntas tidak perlu mencatumkan

mitigasi resiko, analisa resiko dan catatan karena ketiga informasi tersebut

merupakan hasil analisa importir.

19

Pada saat menentukan resiko dari produk yang diimpor, importir harus memiliki

argumen mengapa pilihan resikonya SR atau NR dengan dilengkapi data,

literatur atau sumber informasi dan analisanya.

(2) Mitigasi Resiko, Definisi mitigasi resiko berdasarkan Perdirjen No 7/PHPL-

SET/2015 adalah proses atau langkah-langkah sewajarnya melalui sumber-

sumber yang dapat dipercaya untuk memastikan keandalan dan akurasi

informasi, serta memastikan tidak ada penipuan atau penyembunyian

informasi. Output dari mitigasi resiko adalah sebagai berikut:

a. Hasil mitigasi bernilai Baik (B), apabila diperoleh hasil analisa sebagai

berikut:

Hasil analisa resiko SR dan hasil catatan mitigasi berisikan langkah-

langkah serta justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi

Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau

diperdagangkan secara ilegal, termasuk penipuan/penyembunyian

informasi;

Hasil analisa resiko NR tetapi hasil catatan mitigasi berisikan langkah-

langkah serta justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi

Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau

diperdagangkan secara ilegal, termasuk penipuan/penyembunyian

informasi.

b. Hasil mitigasi tidak bernilai baik (T), apabila diperoleh hasil analisa sebagai

berikut:

Hasil analisa resiko SR tetapi tidak terdapat langkah-langkah serta

justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi Produk

Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau

diperdagangkan secara ilegal pada kolom catatan hasil mitigasi,

termasuk penipuan/penyembunyian informasi;

Hasil analisa resiko NR serta tidak terdapat langkah-langkah serta

justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi Produk

Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau

20

diperdagangkan secara ilegal pada kolom catatan hasil mitigasi,

termasuk penipuan/penyembunyian informasi;

Hasil analisa resiko NR tetapi langkah-langkah serta justifikasi yang

disampaikan tidak tepat atau tidak sesuai untuk mencegah terjadinya

importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal

dan/atau diperdagangkan secara ilegal, termasuk

penipuan/penyembunyian informasi.

(3) Catatan, Kolom catatan hasil mitigasi diisi dengan informasi mengenai

langkah-langkah yang dilakukan oleh importir untuk memastikan keandalan

serta akurasi informasi dan memastikan bahwa importasi Produk Kehutanan

yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal

terkait (i) kolom yang terdapat analisa resikonya, (ii) kolom H atau I atau J atau

K atau L, dan (iii) M atau N.

Setelah memahami konteks analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan maka proses

pembuatan uji tuntas dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

(1) Mengisi identitas pemasok yang meliputi informasi nama eksportir, alamat

eksportir, legalitas eksportir, negara pengekspor, nama dan negara pelabuhan

muat, serta rencana impor;

(2) Mengisi tabel 1 form penyampaian data dan informasi terkait uji tuntas, hal

yang perlu diperhatikan dalam mengisi tabel 1 tersebut adalah kolom diisi

untuk setiap jenis barang berdasarkan kode HS dan spesies bahan baku.

Sebagai contoh untuk barang pulp dengan kode HS 4702.00.00.00 dibutuhkan

Toolbox 3.

Analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan dilakukan pada informasi mengenai spesies

bahan baku dan asal bahan baku. Kolom catatan mitigasi digunakan sebagai media

untuk menuliskan proses mitigasi resiko.

Dalam membuat form pengajuan terhadap data dan informasi uji tuntas sebaiknya

importir membuat format form sesuai kenyamanan importir mengingat tabel pada

form uji tuntas cukup panjang karena pengajuan dilakukan secara on line.

21

tiga spesies maka untuk barang impor pulp maka pada tebel tersebut diisi tiga

kali untuk ketiga spesies tersebut. Tata cara pengisian tabel 1 data dan

informasi terkait uji tuntas adalah sebagai berikut:

22

Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

No.

Bahan Baku

Uraian barang Pos Tarif

(6 digit)

(A) (B) (C)

Uraian Diisi nomor urut mulai

dari angka 1 (satu) dan

seterusnya.

Diisi uraian nama bahan baku kayu

/produk kayu yang akan diimpor.

Apabila importir melakukan impor

produk kehutanan yang memiliki kode

HS dan nama barang yang sama

namun spesifikasinya berbeda, cukup

dituliskan satu. Sebagai contoh:

industri membeli bahan baku berupa

MDF Board dengan spesifikasi (3MMT,

4'W,8'L), (3MMT,3'W,8'L), dan

(3MMT,3'W,7'L). Ketiga MDF Board

tersebut sama-sama memiliki HS

4411.12.00.00, maka pada kolom ini

cukup mengisi dengan nama MDF

Board.

Diisi pos tarif bahan baku kayu/produk kayu

dan turunannya yang akan diimpor

23

Analisa Resiko Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi

Catatan Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi

Hasil Mitigasi Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi

Lanjutan 1 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Jenis (species)

Nama dagang dan nama ilmiah

(D)

Uraian Diisi nama dagang dan nama ilmiah dari jenis (species) bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan

diimpor. Dalam hal produk komposit, diisikan 3 (tiga) jenis yang dominan. Setiap spesies dilakukan uji tuntas.

Dalam hal produk kayu berasal dari recycle yang sudah tidak bisa ditentukan spesiesnya maka kolom D diisi n/a

(not applicable).

Apabila spesies bahan baku yang digunakan lebih dari satu (maksimal tiga dominan), maka penulisan pada kolom

D ditulis satu persatu, contohnya importir melakukan impor MDF dengan kode HS 4411.12.00.00 berdasarkan hasil

verifikasi MDF tersebut terbuat dari tiga spesies. Contoh penulisan pada tabelnya adalah sebagai berikut:

No

Bahan Baku Jenis (species)

Uraian barang Pos Tarif (10 digit) Nama dagang dan nama ilmiah

(A) (B) (C) (D)

1 MDF 4411.12.00.00 Karet (Hevea brasiliensis)

[NR] .........

24

…………

1B

2

MDF 4411.12.00.00 Akasia (Acacia mangium)

[NR]

.........

…………

1B

3

MDF 4411.12.00.00 Akasia (Acacia mearnsii)

[NR] .........

…………

1B

Daftar nama dagang dan nama ilmiah beserta sebarannya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Analisa Resiko (1) Diisi dengan ‟NR‟ beserta justifikasinya apabila merupakan spesies yang tidak tumbuh atau tidak terdapat di

Indonesia; atau

(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila merupakan spesies yang tumbuh atau terdapat di Indonesia.

“Pilih salah satunya”

Justifikasi yang dapat diberikan oleh importir adalah sebagai berikut:

(1) Verifikasi kebenaran spesies yang di deklarasikan oleh pemasok. Bagi importir yang melakukan transaksi

impor dengan industri yang memiliki sertifikat FSC dapat melakukan validasi informasi bahan baku yang

digunakan pada info di website FSC. Contoh proses validasi dapat dilihat pada Gambar 6.

25

Gambar 6. Verifikasi kebenaran informasi spesies dengan informasi didalam sertifikat

(2) Verifikasi kesesuai lokasi negara spesies dengan sebaran spesies tersebut. Importir dapat melihat sebaran

informasi dari internet melalui beberapa database sebagai berikut:

a) The Global Invasive Species Database is managed by the Invasive Species Specialist Group (ISSG) of the

IUCN Species Survival Commission.

b) BioNET-EAFRINET Regional

c) GRIN Taxonomy for Plants

d) Index of Species Information by USDA

e) Fire Effects Information System by USDA Forest Service

Contoh analisa resiko adalah sebagai berikut:

Hasil analisa resiko: [NR]

Spesies Pinus silvestris merupakan jenis pinus yang tidak tumbuh di Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada dua

literature sebagai berikut:

26

1. Jurnal Ilmiah yang berjudul Kimia Terpentin dari Getah Tusam (Pinus merkusii) Asal Kalimantan Barat. Ditulis

oleh Dahlian, E., dan Hartoyo ada Jurnal Info Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Bogor. 4(1):38-39. Pada Jurnal tersebut disebutkan bahwa “Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus

yang tumbuh asli di Indonesia”

2. Berdasarkan the Gymnosperm Database yang dikeluarkan oleh Christopher J. Earle, sebaran Pinus silvestris

adalah Albania, Andorra, Armenia, Austria, Azerbaijan, Belarus, Bosnia & Herzegovina, Bulgaria, China, Croatia,

Czech Republic, Estonia, Finland, France, Georgia, Germany, Greece, Hungary, Italy, Kazakhstan, Latvia,

Lithuania, Macedonia, Mongolia, Montenegro, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russia, Serbia, Slovakia,

Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, Ukraine, and the United Kingdom. “Tidak terdapat Indonesia

didalam daerah sebaran populasi Pinus silvestris.

Berdasarkan literature tersebut maka resiko spesies Pinus silvestris adalah dapat diabaikan atau Negligible Risk

(NR).

Catatan hasil

mitigasi

(1) Diisi metode dan data yang digunakan untuk memitigasi resiko terjadinya penggunaan spesies bahan baku

kayu/produk kayu yang dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal; dan

(2) Dalam hal hasil analisis resiko merupakan spesies yang juga terdapat di Indonesia, diisi dengan metode dan

data yang digunakan untuk memastikan bahwa spesies tersebut benar bukan berasal dari Indonesia.

Beberapa metode yang digunakan untuk melalukan mitigasi resiko terkait spesies adalah sebagai berikut:

(1) Verifikasi kebenaran spesies yang di deklarasikan oleh pemasok melalui penelusuran pada informasi sertifikat;

27

(2) Verifikasi sebaran spesies melalui beberapa literature atau database.

Contoh hasil mitigasi resiko adalah sebagai berikut:

Hasil mitigasi resiko yang dilakukan terhadap jenis (spesies) adalah sebagai berikut:

1. Memastikan bahwa Pinus silvestris tidak tumbuh di Indonesia melalui dua literature yang kredibel dan dapat

dipercaya;

2. Melakukan verifikasi daerah asal bahan baku dengan database dan hasil verifikasi telah menunjukan bahwa

Finlandia merupakan habitat dari tumbuhnya Pinus silvestris.

Dengan demikian spesies Pinus silvestris dapat dilakukan mitigasi resiko sehingga hasil mitigasi baik (B)

Hasil Mitigasi (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut:

(a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang tepat serta menguatkan; atau

(b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan mitigasi dapat menunjukan bahwa spesies tersebut benar tidak

berasal dari Indonesia.

(2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:

(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang tepat serta

menguatkan; atau

(b) Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan mitigasi tidak dapat menunjukan bahwa spesies tersebut tidak

berasal dari Indonesia.

28

“Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila hasil mitigasi bernilai T maka rekomendasi impor untuk produk ini

tidak dapat diberikan”.

Berdasarkan contoh pada kolom analisa resiko dan catatan hasil mitigasi maka diperoleh hasil mitigasi B.

Lanjutan 2 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Asal Panen

Negara Asal Daerah Asal

(E) (F)

Uraian Diisi negara asal panen dari spesies bahan baku

kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor.

Dalam hal bahan baku/produk kayu berasal dari

recycle yang sudah tidak bisa ditentukan informasinya

maka kolom F diisi n/a (not applicable).

Diisi nama daerah asal panen (negara bagian/provinsi)

kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia.

Kolom ini hanya wajib diisi apabila bahan baku

kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diekspor

ke Indonesia berupa kayu bulat atau log.

Analisa

Resiko

(1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila di

negara tersebut terdapat distribusi atau populasi

spesies yang menjadi bahan baku kayu/produk

kayu dan turunannya; atau

(1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila di

negara bagian atau provinsi tersebut terdapat

sebaran spesies tersebut; atau

(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila di

29

(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila

spesies yang menjadi bahan baku kayu/produk

kayu dan turunannya tidak tumbuh atau tidak

terdapat di negara asal panen tersebut.

Importir dapat mengetahui sebaran populasi suatu

spesies di suatu negara melalui berbagai macam

sumber data seperti internet, buku dan jurnal ilmiah

serta hasil risk assesment proses sertifikasi FSC.

Contoh analisa resiko terkait negara asal adalah

sebagai berikut:

Asal bahan baku yang digunakan oleh industri X

(eksportir) adalah dari Negara Finlandia. Hal tersebut

ditegaskan berdasarkan bukti sebagai berikut:

(1) Hasil risk assessment proses sertifikasi CoC skema

FSC PT X;

(2) Surat pernyataan dari industri X;

(3) Berdasarkan hasil uji silang atau verifikasi dengan

literature yang ada di jurnal ilmiah dan the

negara bagian atau provinsi tersebut tidak terdapat

sebaran spesies tersebut.

Importir dapat mengetahui sebaran populasi suatu

spesies di suatu negara melalui berbagai macam sumber

data seperti internet, buku dan jurnal ilmiah serta hasil

risk assesment proses sertifikasi FSC.

Contoh analisa resiko terkait negara asal adalah sebagai

berikut:

Berdasarkan hasil verifikasi, diketahuti asal bahan baku

yang digunakan oleh industri X (eksportir) adalah dari

Propinsi Hyvinkaa. Hal tersebut ditegaskan berdasarkan

bukti sebagai berikut:

1. Hasil risk assessment proses sertifikasi CoC skema

FSC PT X;

2. Surat pernyataan dari industri X;

3. Berdasarkan hasil uji silang atau verifikasi dengan

literature yang ada di jurnal ilmiah dan the

Gymnosperm Database, bahwa sebaran spesies

30

Gymnosperm Database, bahwa sebaran spesies

Pinus silvestris tersebar di Finlandia.

Berdasarkan analisa tersebut maka resiko dari asal

negara bahan baku adalah dapat diabaikan atau

Negligible Risk (NR) karena negara Finlandia asal

bahan baku tersebut terdapat populasi Pinus silvestris.

Pinus silvestris tersebar di Finlandia.

Berdasarkan analisa tersebut maka resiko dari asal

daerah bahan baku adalah dapat diabaikan atau

Negligible Risk (NR) karena negara Finlandia asal

bahan baku tersebut terdapat populasi Pinus silvestris.

Catatan hasil

mitigasi

(1) Diisi metode dan data yang digunakan untuk

memitigasi resiko terjadinya importasi Produk

Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal

dan diperdagangkan secara ilegal dari segi

negara asal panen/produsen; dan

(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode

dan data yang digunakan sehingga dapat

disimpulkan hasil mitigasi dari segi negara asal

panen/produsen dan dapat menguatkan hasil

analisa resiko.

Contoh catatan hasil mitigasi terkait negara asal

(1) Diisi metode atau langkah-langkah yang harus

dilakukan dan data yang digunakan untuk melakukan

verifikasi mengenai kesesuaian asal spesies kayu

bulat yang akan diekspor ke Indonesia dengan

sebaran spesies tersebut pada tingkat negara bagian

atau provinsi; dan

(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan

data yang digunakan sehingga dapat disimpulkan

bahwa pada negara bagian atau provinsi tersebut

terdapat spesies kayu bulat yang akan diekspor ke

Indonesia.

31

adalah sebagai berikut:

Mitigasi resiko yang dilakukan terhadap negara asal

bahan baku yang digunakan oleh industri X adalah

sebagai berikut:

(1) Melakukan pengumpulan informasi mengenai asal

bahan baku yang ditelusuri berdasarkan risk

assessment pada saat proses sertifikasi CoC FSC

PT X;

(2) Melakukan verifikasi lokasi asal bahan baku dengan

sebaran populasi dari spesies Pinus silvestris

berdasarkan database atau literature yang ada.

Berdasarkan hasil verifikasi dalam rangka mitigasi

resiko, spesies Pinus silvestris terdapat di negara

Finlandia.

Contoh catatan hasil mitigasi terkait daerah asal bahan

baku adalah sebagai berikut:

Mitigasi resiko yang dilakukan terhadap negara asal

bahan baku yang digunakan oleh industri X adalah

sebagai berikut:

(1) Melakukan pengumpulan informasi mengenai asal

bahan baku yang ditelusuri berdasarkan risk

assessment pada saat proses sertifikasi CoC FSC PT

X;

(2) Melakukan verifikasi lokasi daerah asal bahan baku

dengan sebaran populasi dari spesies Pinus silvestris

berdasarkan database atau literatur yang ada.

Berdasarkan hasil verifikasi dalam rangka mitigasi resiko,

spesies Pinus silvestris terdapat di propinsi Hyvinkaa.

Hasil Mitigasi (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut:

(a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan

hasil mitigasi yang tepat; atau

(b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan

mitigasi menunjukan hasil bahwa spesies

(1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut:

(a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan

hasil mitigasi yang tepat serta menguatkan; atau

(b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan

mitigasi menunjukan hasil bahwa terdapat

32

bahan baku kayu/produk kayu dan

turunannya benar berasal dari negara asal

panen tersebut.

(2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:

(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat

didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi

yang tepat serta menguatkan; atau

(b) Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan

mitigasi tidak diisi atau langkah-langkah serta

justifikasi yang disampaikan pada catatan

tidak tepat atau tidak sesuai sehingga tidak

dapat menunjukan bahwa spesies bahan

baku kayu/produk kayu dan turunannya

adalah benar berasal dari negara asal panen

tersebut.

Contoh dari hasil mitigasi terkait negara asal panen

adalah sebagai berikut:

Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan

sebaran atau populasi dari spesies di negara

bagian atau propinsi tersebut dan memiliki

lisensi FLEGT atau lisensi Negara MRA atau

Pedoman Khusus Negara (CSG) skema sertifikasi

PHPL yang kredibel.

(2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:

(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat

didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi

yang tepat serta menguatkan; atau

Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan mitigasi tidak

diisi atau langkah-langkah serta justifikasi yang

disampaikan pada catatan tidak tepat atau tidak sesuai

sehingga tidak dapat menunjukan bahwa kayu bulat

tersebut berasal dari negara asal panen tersebut.

Contoh dari hasil mitigasi terkait negara asal panen

adalah sebagai berikut:

Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan catatan

hasil mitigasi maka mitigasi resiko terkait daerah asal

33

catatan hasil mitigasi maka mitigasi resiko terkait

negara asal panen adalah baik (B).

panen adalah baik (B).

Lanjutan 3 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Asal Panen

Konsesi/Pemilik

(G)

Uraian Diisi sesuai dengan nama pemegang konsesi/pemilik asal panen (dapat berupa bukti kepemilikan), izin

konsesi yang meliputi nomor dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal kayu

bulat yang akan diekspor ke Indonesia. Apabila asal kayu bulat dari private forest maka dapat diisi bukti

kepemilikan dari pemilik private forest. Scan bukti legalitas wajib diupload.

Kolom ini wajib diisi apabila bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diekspor ke

Indonesia berupa kayu bulat atau log.

Contoh uraian konsesi pemilik adala sebagai berikut:

Kayu bulat yang diekspor ke Indonesia bersumber dari private forest dengan bukti legalitas berupa

register tanah pada otoritas pertanahaan di Provinsi Hyvinkaa.

Analisa (1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila nama pemegang konsesi/pemilik asal panen, nomor

34

Resiko dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan diekspor

ke Indonesia sesuai dan valid; atau

(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila nama pemegang konsesi/pemilik asal panen, nomor

dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal bahan baku yang akan

diekspor ke Indonesia tidak sesuai dan valid.

Contoh analisa resiko terkait konsesi/pemilik adalah sebagai berikut:

Nama pemilik private forest terdapat pada laporan risk assesment hasil audit CoC sertifikat FSC, selain

itu industri X sebagai pemilik sertifikat CoC dijamin legalitas asal bahan bakunya sesuai klausul FSC

nomor 1.5.2 point a disebutkan bahwa “ The organization shall declare not be directly or indirectly

involved in the following activities: (a) Illegal logging or the trade in illegal wood or forest products”.

Dengan demikian resiko dari pemegang konsesi/pemilik dapat diabaikan atau Negligible Risk (NR).

Catatan Hasil

Mitigasi

(1) Diisi metode atau langkah-langkah yang harus dilakukan dan data yang digunakan untuk melakukan

verifikasi kesesuaian dan validitas legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan diekspor ke

Indonesia; dan

(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan data yang digunakan sehingga dapat

disimpulkan bahwa pada negara bagian atau provinsi tersebut terdapat spesies kayu bulat yang

akan diekspor ke Indonesia.

Contoh analisa resiko terkait konsesi/pemilik adalah sebagai berikut:

35

Mitigasi yang dilakukan terhadap asal produsen adalah sebagai berikut

(1) Melakukan verifikasi terhadap jaminan legalitas asal bahan baku yang dibuktikan dengan dimilikinya

sertifikat CoC;

(2) Memastikan standard mengenai legalitas berada pada sertifikat CoC.

Hasil Mitigasi (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang

tepat dan menguatkan; atau

(2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:

(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang

tepat serta menguatkan; atau

(b) Hasil analisa resiko SR dan hasil catatan mitigasi resiko tidak diisi atau langkah-langkah serta

justifikasi yang disampaikan pada catatan hasil mitigasi tidak tepat atau tidak sesuai sehingga

tidak dapat menunjukan validitas dari legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan

diekspor ke Indonesia

Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan catatan hasil mitigasi maka mitigasi resiko terkait

konsesi atau pemilik adalah baik (B).

36

Lanjutan 4 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Surat keterangan otoritas Negara asal

panen atau Negara asal produk Sertifikat dari lembaga sertifikasi

(H) (I)

Uraian Dapat diabaikan bila kolom I/J/K/L yang akan

diisi.

(1) Diisi nomor dan tanggal surat keterangan

serta masa berlakunya dari otoritas negara

asal panen untuk kayu bulat dan asal

produsen untuk selain kayu bulat serta

ruang lingkup dari surat keterangan. Dalam

hal bahan baku/produk kayu berasal dari

recycle, maka surat keterangan otoritas

dan/atau laporan LS (Lembaga Surveyor)

yang mencantumkan keterangan tentang

produk recycle; dan

(2) Scan keterangan dari otoritas Negara asal

panen atau Negara asal produk harus

disertai.

Dapat diabaikan bila kolom H/J/K/L yang akan diisi.

(1) Diisi nama skema sertifikasi, nomor, ruang

lingkup sertifikasi dan masa berlaku sertifikat

dari lembaga sertifikasi. Apabila yang akan

diekspor ke Indonesia adalah kayu bulat maka

sertifikasi yang digunakan adalah sertifikasi

pemegang konsesi atau sertifikasi pemilik lahan;

(2) Diisi keterangan tentang indikator yang

digunakan skema tersebut terkait legalitas

dan/atau kelestarian sumber bahan baku

(dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa

Inggris); dan

(3) Scan sertifikasi harus disertai.

Contoh uraian dari sertifikat dari lembaga sertifikasi

37

Contoh uraian dari surat keterangan otoritas

negara asal panen atau negara asal produk

adalah sebagai berikut:

Industri X telah memiliki surat keterangan dari

Kementerian Lingkungan, Pertanian dan

Kehutanan nomor 001/MoAaF/2015 yang

menyatakan seluruh bahan baku Pinus bersumber

dari Private Forest dan legal.

adalah sebagai berikut:

Industri X telah memiliki sertifikat COC dari Lembaga

Sertifikasi “A” dengan nomor sertifikat A-COC-

830176. Ruang lingkup sertifikasi CoC adalah P2.4.1

Impregnated papers. Produk yang diimpor sesuai

dengan ruang lingkup produk yang ada didalam

sertifikat. Masa berlaku sertifikat adalah dari tanggal

18 Desember 2013 sampai 17 Desember 2018.

Analisa

Resiko

Tidak diisi Tidak diisi

Catatan hasil

mitigasi

(1) Diisi metode atau langkah-langkah yang

dilakukan dan data yang digunakan untuk

melakukan verifikasi ruang lingkup surat

keterangan otoritas dan validitas surat

keterangan legalitas otoritas; dan

(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan

metode dan data yang digunakan sehingga

dapat disimpulkan bahwa surat keterangan

(1) Diisi metode atau langkah-langkah yang

dilakukan dan data yang digunakan untuk

melakukan verifikasi ruang lingkup sertifikat dan

validitas sertifikat;

(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode

dan data yang digunakan sehingga dapat

disimpulkan bahwa sertifikat telah mencakup

produk kayu yang akan diekspor ke Indonesia

38

otoritas negara telah mencakup produk kayu

yang akan diekspor ke Indonesia dan valid.

Contoh catatan hasil mitigasi dari surat

keterangan otoritas negara asal panen atau

negara asal produk adalah sebagai berikut:

Mitigasi yang dilakukan terhadap asal produsen

adalah sebagai berikut

(1) Melakukan verifikasi kebenaran fungsi dan

tugas dari otoritas;

(2) Memastikan bahwa surat tersebut benar

dibuat dengan dilengkapi surat pernyataan

dari industri X

dan valid.

Contoh catatan hasil mitigasi sertifikat dari lembaga

sertifikasi adalah sebagai berikut:

Validasi sertifikat CoC dari Industri X dapat dilihat

pada website FSC.

Hasil Mitigasi Tidak diisi Tidak diisi

39

Lanjutan 5 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Pedoman Khusus Negara

(CSG) MRA FLEGT License

(J) (K) (L)

Uraian Dapat diabaikan bila kolom H/I/K/L

yang akan diisi.

(1) Diisi nama diisi dokumen

khusus negara penerbit,

nomor dan tanggal terbit

serta masa berlaku;

(2) Diisi keterangan tentang

indikator yang digunakan CSG

tersebut terkait legalitas dan

kelestarian sumber bahan

baku (dalam bahasa

Indonesia dan/atau bahasa

Inggris); dan

(3) Scan dokumen CSG harus

disertai.

Sampai buku ini di cetak belum

ada CSG yang diakui oleh

Indonesia.

Dapat diabaikan bila kolom H/I/J/L

yang akan diisi.

(1) Diisi dokumen negara penerbit

lisensi MRA, nomor dan tanggal

terbit serta masa berlaku lisensi

MRA; dan

(2) Diisi Keterangan tentang isi MRA

yang menyebutkan pengakuan

terhadap legalitas dan

kelestarian sumber bahan baku

yang akan diekspor ke Indonesia

(dalam bahasa Indonesia atau

Inggris).

Sampai buku ini di cetak belum ada

MRA yang diakui oleh Indonesia.

Dapat diabaikan bila kolom

H/I/J/K yang akan diisi.

Diisi nama negara penerbit lisensi

FLEGT dan masa berlaku

Voluntary Partnership Agreement

(VPA).

Analisa Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi

40

Resiko

Catatan hasil

mitigasi

(1) Diisi metode atau langkah-

langkah yang dilakukan dan

data yang digunakan untuk

melakukan verifikasi ruang

lingkup produk pada CSG; dan

(2) Diisi hasil catatan mitigasi

berdasarkan metode dan data

yang digunakan sehingga

dapat disimpulkan bahwa

kepatuhan terhadap CSG

mencakup produk kayu yang

akan diekspor ke Indonesia

dan valid.

Sampai buku ini di cetak belum

ada CSG yang diakui oleh

Indonesia.

Diisi hasil catatan mitigasi

berdasarkan metode dan data yang

digunakan sehingga dapat

disimpulkan bahwa kepatuhan

terhadap MRA mencakup produk

kayu yang akan diekspor ke

Indonesia dan valid.

Sampai buku ini di cetak belum ada

MRA yang diakui oleh Indonesia.

Diisi hasil catatan mitigasi

berdasarkan metode dan data

yang digunakan sehingga dapat

disimpulkan bahwa kepatuhan

terhadap FLEGT License

mencakup produk kayu yang akan

diekspor ke Indonesia dan valid.

Hasil Mitigasi Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi

41

Lanjutan 6 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas

Kesesuaian Aturan *)

Negara ekspor Negara panen

(M) (N)

Uraian Wajib diisi apabila bahan baku kayu/produk kayu

dan turunannya yang akan diekspor ke Indonesia

bukan merupakan kayu bulat atau log.

(1) Diisi dengan nama dan nomor peraturan

negara eksportir yang mengatur perdagangan

kayu yang meliputi batasan/cakupan spesies

dan/atau produk; dan

(2) Diisi kesesuaian aturan negara eksportir

dengan ketentuan sebagai berikut:

(a) Diisi dengan „Sesuai‟ apabila produk yang

diekspor tidak dilarang (produk dan

spesies) dan sesuai dengan regulasi

negara eksportir; atau

(b) Diisi dengan „Tidak Sesuai‟ apabila produk

yang diekspor dilarang (produk dan

Wajib diisi apabila bahan baku kayu yang akan

diekspor ke Indonesia berupa kayu bulat atau log.

(1) Diisi dengan nama dan nomor peraturan negara

panen yang mengatur perdagangan kayu dan

atau pemanen hasil hutan.

(2) Diisi kesesuaian aturan negara eksportir dengan

ketentuan sebagai berikut

a) Diisi dengan „Sesuai‟ apabila produk yang

diekspor tidak dilarang (kayu bulat dan

spesies) dan sesuai dengan regulasi negara

asal penen; atau

b) Diisi dengan „Tidak Sesuai‟ apabila produk

yang diekspor dilarang (kayu bulat dan

spesies) dan sesuai dengan regulasi negara

asal panen.

42

spesies) dan sesuai dengan regulasi

negara eksportir.

Contoh uraian dari kesesuaian aturan negara ekspor

adalah sebagai berikut:

Berdasarkan Peraturan Export Control List SOR/89-

202 Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Ministry of

Foreign Affairs, Trade and Development Canada

Tidak ada larangan ekspor Pulp dan spesies Maple

Analisa

Resiko

Tidak diisi Tidak diisi

Catatan hasil

mitigasi

Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan

data yang digunakan sehingga dapat disimpulkan

bahwa produk yang diekspor ke Indonesia telah

mematuhi ketentuan negara eksportir.

Contoh catatan hasil mitigasi resiko dari kesesuaian

aturan negara ekspor adalah sebagai berikut:

Melakukan verifikasi terkait ketentuan asal ekspor

terkait Tidak ada larangan ekspor log dan atau jenis

kayu dan atau spesifikasi produk berdasarkan

Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan

data yang digunakan sehingga dapat disimpulkan

bahwa kayu bulat yang diekspor ke Indonesia telah

mematuhi ketentuan negara asal panen.

43

peraturan yang diterbitkan oleh Canada

Hasil Mitigasi Tidak diisi Tidak diisi

44

5. Penyampaian Data dan Informasi terkait Uji Tuntas (Due Diligence)

Setelah mengisi data dan informasi terkait uji tuntas, importir menyampaikan ke

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara online. Metode pengisian data

dan informasi terkait uji tuntas adalah melakukan input data pada website bukan

dengan cara upload.

Apabila terdapat pemasok baru bagi importir maka importir dapat mengajukan

kembali data dan informasi terkait uji tuntas untuk pemasok tersebut, dengan

demikian perubahan akan berlanjut pada tahapan-tahapan selanjutnya yaitu

deklarasi impor dan rekomendasi impor. Kondisi yang menyebabkan harus

menambahkan data dan informasi terkait uji tuntas adalah sebagai berikut:

1) Apabila terdapat pemasok baru yang tidak termasuk dalam deklarasi impor dan

uji tuntas belum pada saat pengajuan rekomendasi impor maka Pemegang Izin

API-P atau API-U harus melakukan perbaikan rekomendasi impor.

2) Apabila seluruh pemasok telah terdaftar namun pemegang API-P atau API-U

melakukan impor yang berasal dari spesies baru dari suatu pemasok yang telah

terdaftar dalam deklarasi impor maka pemegang API-P atau API-U harus

melakukan perbaikan terhadap deklarasi impor dan uji kepatuhan pada

pemasok tersebut. Sebagai contoh, Pemegang API-P melakukan impor pulp dari

Canada dengan jenis spesies Oak, namun pada suatu waktu pemegang IP

melakukan impor pulp dengan jenis spesies dominan baru berupa Pinus radiata

maka Pemegang API-P tersebut harus memperbaiki rekomendasi impor sesuai

deklarasi impor dan uji kepatuhan terbaru. Hal ini merujuk pada mekanisme

pembuatan uji kepatuhan.

3) Selain poin 2 dan 3, perbaikan rekomendasi impor dilakukan apabila terjadi

perubahan informasi yang terdapat didalam deklarasi impor dan uji tuntas

lainnya.

6. Penelaahan Data dan Informasi Uji Tuntas

Setelah data dan informasi terkait uji tuntas diisi seluruhnya oleh pemegang izin API-

P atau API-U dilakukan penelaahan oleh personil Kementerian Lingkungan Hidup dan

45

Kehutanan. Berdasarkan Pasal 3 ayat 2, Perdirjen PHPL Nomor 7/PHPL-SET/2015

lama pelaksanaan uji tuntas adalah selamat tujuh hari sejak diterimanya

permohonan. Dalam melakukan penelaahan, penelaah memiliki prosedur dan

parameter yang disesuiakan dengan pentunjuk teknis yang ada di Perdirjen PHPL

Nomor 7/PHPL-SET/2015.

7. Hasil Uji Tuntas

Output penelaahan data dan informasi terkait uji tuntas adalah uji tuntas. Hasil uji

tuntas belum tentu meluluskan seluruh data dan informasi yang diajukan, oleh

sebab itu ada kemungkinan tidak semua pemasok memperoleh uji tuntas, tidak

semua produk yang diajukan menjadi uji tuntas dan tidak semua spesies yang

diajukan dapat menjadi uji tuntas. Oleh sebab itu, importir harus mengisi sesuai

petunjuk pengisian yang ada di Perdirjen PHPL Nomor 7/PHPL-SET/2015.

8. Persiapan Deklarasi Impor

Penyusunan deklarasi impor dilakukan setelah API-P atau API-U memperoleh hasil

uji tuntas yang diperoleh melalui hak akses yang dimiliki. Proses penyusunan

deklarasi impor dibuat, ditelaah dan diajukan oleh importir. Oleh sebab itu, isi dari

deklarasi impor merupakan tanggung jawab dari importir. Deklarasi impor terdiri dari

informasi identitas API-P dan API-U, rencana dan realiasasi impor pada tahun

sebelumnya untuk setiap produk serta hasil uji tuntas dari seluruh supplier.

Deklarasi Impor Pemegang Izin API-P

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membuat deklarasi impor adalah

sebagai berikut:

(1) Isi informasi identitas API-P sesuai informasi

1. Nama Importir : Diisi nama perusahaan importir. Nama importir

disesuiakan dengan akta, API-P, izin industri dan NPWP.

2. Alamat Kantor : Diisi alamat perusahaan importir seuai dengan alamat,

telepon dan fax yang tertera di dalam API-P. Alamat

email diisi alamat email perusahaan atau alamat email

46

dari personal yang bertanggung jawab didalam kegiatan

ekspor-impor

3. Alamat Pabrik Diisi alamat perusahaan importir seuai dengan alamat,

telepon dan fax yang tertera di dalam izin industri

(IUIPHHK/IUI/TDI)

4. Nomor

IUIPHHK/IUI/TDI*)

: Diisi nomor izin pertama dan perubahan terakhir.

5. Nomor Pokok

Wajib Pajak

(NPWP)

: Diisi nomor NPWP milik importir

6. Nomor API-P : Diisi nomor API-P terakhir yang dimiliki oleh importir

7. Nomor Induk

Kepabeanan (NIK)

: Diisi NIK dari Importir

8. Nomor S-LK (bagi

yang wajib S-LK)

: Bagi industri yang mengahasilkan produk kehutanan

sebagaimana yang tercantum pada Permendag

Ketentuan Ekspor Produk Kehutanan maka wajib

mencantumkan nomor S-LK beserta masa berlakunya.

Pastikan juga bahwa produk yang akan didaftarkan pada

poin 9 telah termasuk pada ruang lingkup S-LK.

9. Kapasitas Izin Produksi dan Pos Tarif yang diproduksi berdasarkan izin

No

Kelompok

Produk sesuai Izin

Kapasitas Izin

Produksi (m3/set/pcs/roll/btg

)

Uraian Produk HS Code (10

digit)

Realisasi Produksi

Tahun Sebelumnya

1 Diisi produk sesuai izin

Diisi uraian barang yang dihasilkan

oleh importir

berdasarkan izin

Diisi 10 kode HS dari setiap produk

yang dihasilkan

berdasarkan izin. Satu produk dapat

lebih dari satu HS apabila perbedaan

HS nya disebabkan karena

ukuran

Diisi kapasitas produksi per

produk

berdasarkan izin terakhir

Realisasi produksi diisi realiasi

produksi per

produk pada tahun

sebelumnya dengan periode 1

januari s/d 31 Desember

2

3

10. Tanggal Pelaksanaan

Uji Tuntas

: Diisi tanggal pelaksanaan uji tuntas mulai dari

persiapan sampai dengan hasil uji tuntas selasai

47

(2) Isi tabel informasi bahan baku impor

No. Bahan baku

Uraian barang Pos tarif (10 digit)

(A) (B) (C)

1 Diisi dengan daftar produk kehutanan yang akan diimpor. Diisi daftar produk kehutanan yang terdapat pada Lampiran Permendag tentang Ketentuan Impor.

Diisi kode HS dari barang-barang yang akan diimpor.

2

3

4

5

dst

Jumlah (ton)

Jenis (species)

Nama dagang Nama ilmiah

(D) (E)

Diisi nama dagang dari spesies bahan baku tersebut. Setiap produk pada Kolom B harus didefinisikan spesies dari bahan bakunya. Jika satu produk pada berasal lebih dari tiga spesies. Sebagai contoh impor kertas yang terdiri dari 10 Spesies, maka cukup diisi 3 spesies dominan. Dengan demikian kolom ini akan diisi maksimal tiga spesies untuk satu produk yang akan diimpor. Penulisan tiga spesies dilakukan dengan memberikan tanda koma (,). Sebagai contoh suatu produk kertas diimpor dengan bahan baku dominan Oak, Beech dan Basswod.

Diisi nama ilmiah setiap spesies bahan baku. Sama seperti nama dagang, apabila lebih dari satu spesies maka dituliskan menggunakan koma (,) dan berurutan sesuai dengan urutan yang dituliskan pada nama dagang Querqus rubra, Fagus grandifolia, Tilia americana

[jati] [Tectona grandis] [Jati] [Tectona grandis] [Jati] [Mahoni] [Sonokeling]

[Tectona grandis] [Switenia macrophyla) [Dalbergia latifolia]

dilaksanakan termasuk jika ada proses QC atau review

11. Nama Pelabuhan

Bongkar

: Diisi nama pelabuhan bongkar pertama kali di

Indonesia, lengkap dengan propinsi.

12. Informasi hasil Uji

Tuntas/Due Diligence

: Diisi nama supplier dan nomor supplier, informasi ini

diisi berdasarkan sistem.

48

Tahun Sebelumnya

Rencana Pemenuhan BB Impor

Realisasi Impor

(F1) ton

(F2) ***

(G1) ton

(G2) ***

Diisi rencana pemenuhan bahan baku per produk dalam ton

Diisi rencana pemenuhan bahan baku per produk dalam satuan selain ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)

Diisi realisasi pemenuhan bahan baku per produk dalam ton untuk periode Januari-Desember tahun sebelumnya

Diisi realisasi pemenuhan bahan baku per produk dalam ton untuk periode Januari-Desember tahun sebelumnya dalam satuan lain selain ton seperti m3/set/pcs/roll/btg)

[500] [400]

“Pada pengajuan pertama, kolom F1,F2,G1,G2 tidak perlu diisi”

Penggunaan Impor

Stok Impor

(H1) ton*

(H2) **

(I1) ton*

(I2) **

Diisi penggunaan realisasi impor per produk pada periode Januari-Desember tahun sebelumnya dalam satuan ton

Diisi penggunaan realisasi impor per produk pada periode Januari-Desember tahun sebelumnya selain satuan ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)

Diisi sisa stok impor per produk per 31 Desember tahun sebelumnya dalam satuan ton. Rumus perhitungan stok impor diperoleh dari Realisasi Impor (G1)-Penggunaan Impor (H1)

Diisi sisa stok impor per produk per 31 Desember tahun sebelumnya selain satuan ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)

[300] [100]

“Pada pengajuan pertama, kolom H1,H2,I1,I2 tidak perlu diisi”

Tahun berjalan

Keterangan Rencana Pemenuhan BB Impor*)

(J1) (J2) (K)

49

ton ***

Diisi rencana impor setiap produk pada tahun berjalan dalam satuan ton

Diisi rencana impor setiap produk pada tahun berjalan dalam satuan ton

Keterangan dapat diisi dengan informasi lainnya yang menerangkan informasi lain terkait produk

[600]

Deklarasi Impor Pemegang Izin API-U

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membuat deklarasi impor adalah

sebagai berikut:

(1) Isi informasi identitas IT sesuai informasi

1. Nama Importir : Diisi nama perusahaan importir. Nama importir

disesuiakan dengan akta, IT, izin industri dan

NPWP.

2. Alamat Kantor : Diisi alamat perusahaan importir seuai dengan

alamat, telepon dan fax yang tertera di dalam

IT. Alamat email diisi alamat email perusahaan

atau alamat email dari personal yang

bertanggung jawab didalam kegiatan ekspor-

impor

3. Alamat Gudang Diisi alamat gudang importir sesuai dengan

kondisi lapangan dan izin yang meliputi

alamat, telepon dan fax yang tertera di dalam

izin industri (IUIPHHK/IUI/TDI)

4. NomorTPT/Bukti

Penguasaan Gudang

(TDG/IMB)

: Diisi nomor izin pertama dan perubahan

terakhir atau bukti penguasaan gudang.

5. Nomor Pokok Wajib

Pajak (NPWP)

: Diisi nomor NPWP milik importir

6. Nomor API-U : Diisi nomor API-U terakhir yang dimiliki oleh

50

importir dan bagian produk II / IX / X / XX /

XXI*) yang tercantum pada APIU

7. Nomor IT Produk

Kehutanan

: Diisi Nomor IT Produk Kehutana dari Importir

8. Nomor Induk

Kepabeanan (NIK)

: Diisi NIK dari Importir

9. Nomor S-LK (bagi

yang wajib S-LK)

: Bagi pemilik IT yang memiliki izin TPT maka

kolom ini wajib diisi dengan nomor SLK milik

IT.

10. Tanggal Pelaksanaan

Uji Tuntas

: Diisi tanggal pelaksanaan uji tuntas mulai dari

persiapan sampai dengan hasil uji tuntas

selasai dilaksanakan termasuk jika ada proses

QC atau review

11. Nama Pelabuhan

Bongkar

: Diisi nama pelabuhan bongkar pertama kali di

Indonesia, lengkap dengan propinsi.

12. Informasi hasil Uji

Tuntas/Due Diligence

: Diisi nama supplier dan nomor supplier,

informasi ini diisi berdasarkan sistem.

(2) Isi tabel informasi barang impor impor

No. Bahan baku

Uraian barang Pos tarif (10 digit)

(A) (B) (C)

1 Diisi dengan daftar produk kehutanan yang akan diimpor. Diisi daftar produk kehutanan yang terdapat pada Lampiran Permendag tentang Ketentuan Impor.

Diisi kode HS dari barang-barang yang akan diimpor.

2

3

4

5

dst

Jumlah (ton)

51

Jenis (species)

Nama dagang Nama ilmiah

(D) (E)

Diisi nama dagang dari spesies bahan baku tersebut. Setiap produk pada Kolom B harus didefinisikan spesies dari bahan bakunya. Jika satu produk pada berasal lebih dari tiga spesies. Sebagai contoh impor kertas yang terdiri dari 10 Spesies, maka cukup diisi 3 spesies dominan. Dengan demikian kolom ini akan diisi maksimal tiga spesies untuk satu produk yang akan diimpor. Penulisan tiga spesies dilakukan dengan memberikan tanda koma (,). Sebagai contoh suatu produk kertas diimpor dengan bahan baku dominan Oak, Beech dan Basswod.

Diisi nama ilmiah setiap spesies bahan baku.Sama seperti nama dagang, apabila lebih dari satu spesies maka dituliskan menggunakan koma (,) dan berurutan sesuai dengan urutan yang dituliskan pada nama dagang Querqus rubra, Fagus grandifolia, Tilia americana

[jati] [Tectona grandis] [Jati] [Tectona grandis] [Jati] [Mahoni] [Sonokeling]

[Tectona grandis] [Switenia macrophyla) [Dalbergia latifolia]

Tahun Sebelumnya

Rencana Pemenuhan BB Impor

Realisasi Impor

(F1) ton

(F2) ***

(G1) ton

(G2) ***

Diisi rencana pemenuhan bahan baku per produk dalam ton

Diisi rencana pemenuhan bahan baku per produk dalam satuan selain ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)

Diisi realisasi pemenuhan bahan baku per produk dalam ton untuk periode Januari-Desember tahun sebelumnya

Diisi realisasi pemenuhan bahan baku per produk dalam ton untuk periode Januari-Desember tahun sebelumnya dalam satuan lain selain ton seperti m3/set/pcs/roll/btg)

[500] [400]

“Pada pengajuan pertama, kolom F1,F2,G1,G2 tidak perlu diisi”

52

Penggunaan Impor

Stok Impor

(H1) ton*

(H2) **

(I1) ton*

(I2) **

Diisi penggunaan realisasi impor per produk pada periode Januari-Desember tahun sebelumnya dalam satuan ton

Diisi penggunaan realisasi impor per produk pada periode Januari-Desember tahun sebelumnya selain satuan ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)

Diisi sisa stok impor per produk per 31 Desember tahun sebelumnya dalam satuan ton. Rumus perhitungan stok impor diperoleh dari Realisasi Impor (G1)-Penggunaan Impor (H1)

Diisi sisa stok impor per produk per 31 Desember tahun sebelumnya selain satuan ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)

[300] [100]

“Pada pengajuan pertama, kolom H1,H2,I1,I2 tidak perlu diisi”

Tahun berjalan

Keterangan Rencana Pemenuhan BB Impor*)

(J1) ton

(J2) ***

(K)

Diisi rencana impor setiap produk pada tahun berjalan dalam satuan ton

Diisi rencana impor setiap produk pada tahun berjalan dalam satuan ton

Keterangan dapat diisi dengan informasi lainnya yang menerangkan informasi lain terkait produk

[600]

9. Rekomendasi Impor

Penerbitan rekomendasi impor oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

didasarkan pada deklarasi impor sesuai Pasal 12 ayat 1 Perdirjen PHPL Nomor

7/PHPL-SET/2015 “Penerbitan Rekomendasi Impor didasarkan pada Deklarasi Impor

dan hasil uji tuntas Produk Kehutanan”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa

53

deklarasi impor adalah kunci untuk mendapatkan rekomendasi impor sehingga perlu

diperhatikan kebenaran isinya. Rekomendasi impor akan dikeluarkan paling lambat 3

hari setelah pengajuan permohonan rekomendasi impor. Setelah importir

memperoleh rekomendasi impor maka selanjutnya importir mengajukan

permohonan sebagai IP kepada Kementerian Perdagangan.

54

DEKLARASI KESESUAIAN PEMASOK (DKP)

Penggunaan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP) dalam proses impor produk

kehutanan tertuang didalam Pasal 6 ayat 11 Perdirjen PHPL Nomor 7/VI-SET/2015,

yaitu: Importir Pemilik API-P atau Importir sebagai IT wajib menerbitkan DKP

terhadap barang yang diimpornya. DKP dibuat untuk setiap barang yang masuk dan

dibuat ketika barang akan masuk kedalam industri untuk IP dan gudang untuk IT.

DKP dibuat oleh importir untuk setiap kali impor dan rekamannya wajib dijaga

minimal 1 (satu) tahun. DKP sendiri tidak dilampirkan pada saat pengajuan

rekomendasi impor tetapi menjadi rekaman importir. Apabila importir wajib memiliki

S-LK maka menjadi salah satu verifier yang di verifikasi, sedangkan bagi yang tidak

wajib maka hanya akan menjadi rekaman. Informasi DKP yang ada didalam DKP

dapat menggunakan informasi yang terdapat didalam uji tuntas dan deklarasi impor.

Tahapan pembuatan DKP adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan informasi produk kehutanan yang diimpor. Informasi yang

dibutuhkan adalah sebagai berikut:

a. Nama jenis kayu/produk kayu (nama latin dan nama perdagangan)

b. Uraian barang dan HS Code (4 digit)

c. Jumlah barang (keping/m3/kg/batang/kemasan)

d. Waktu tiba di Indonesia (Tgl/bln/thn)

e. Dokumen Impor (Nomor Bill of Lading (B/L), Nomor Invoice, Nilai Invoice,

Nomor Packing List)

f. Penerima dan alamat penerima kayu dan/atau produk kayu

g. Nomor dan tanggal Nota Angkutan

h. Asal usul Kayu dan Produk Kayu yang dideklarasikan:

1) Negara panen.

2) Sertifikat negara panen (jenis product claim, nomor sertifikat, nama

penerbit, masa berlaku sertifikat) bila ada.

55

3) Eksportir (nama, alamat, negara).

4) Pelabuhan ekspor.

2. Pengisian form deklarasi kesesuaian pemasok dilakukan pada form seperti pada

Gambar 9.

56

Gambar 9. Form Deklarasi Kesesuaian Pemasok

57

BEBERAPA KETENTUAN EKSPOR PRODUK KEHUTANAN

DI BEBERAPA NEGARA

Pemahaman mengenai beberapa regulasi ekspor produk kehutanan di beberapa

negara dibutuhkan untuk melakukan uji tuntas, dengan mengetahui peraturan

tersebut maka importir dapat melakukan justifikasi apakah barang yang diimpor

sesuai dengan aturan di negara asal atau tidak. Beberapa informasi yang perlu

diketahui dari aturan ekspor produk kehutanan di negara eksportir adalah sebagai

berikut:

a. Aturan di negara pengekspor yang berisikan daftar produk yang dilarang untuk

diekspor;

b. Aturan di negara pengekspor mengenai pemberlakuan proses tambahan

terhadap produk yang akan di ekspor;

c. Aturan di negara pengekspor yang berisikan daftar spesies yang dilarang untuk

diekspor;

Aturan disetiap negara tentunya berbeda satu dengan yang lain. Pada bab ini akan

dijelaskan beberapa aturan dibeberapa negara.

58

Australia

• Izin dari DAFF

untuk ekspor

lebih dari 2

ton; untuk

woodchips,

log,

Brazil

• Larangan

ekspor mahoni

• Virola sp dan

Ocoteaporosa

perlu surat

dari IBAMA

Filipina

• Larangan

ekspor rotan,

spesies

mangrove dan

bantalan

kereta api

Cambodia

• 6 HS produk

kayu dilarang

ekspor

India

• 17 HS produk

kayu dilarang

ekspor

USA

• Kayu bulat

dari negara

bagian Alaska

dilarang di

ekspor

Peru

• Kayu dari

hutan alam

dilarang untuk

di ekspor

Canada

• Larangan

ekspor untuk

softlumber

product

Gambar 7. Peraturan Ekspor Produk Kehutanan di Beberapa Negara

59

1. Amerika Serikat

1.1 Peraturan Ekspor di Amerika Serikat

Seluruh Ekspor produk di Amerika Serikat harus mendapatkan persetujuan dari U.S.

Department of State Directorate of Defense Trade Controls (DDTC). Persetujuan dapat

diperoleh apabila eksporter telah memenuhi persyaratan dari Departemen teknis dan untuk

produk kayu berada dibawah Departement of Agriculture (USDA). Departement of Agriculture

memiliki Badan Animal and Plant Health Inspection Service (APHIS) yang bertugas untuk

memfasilitasi proses perdagangan yang legal, memonitor pergerakan material yang berisiko,

melindungi dan mengindetifikasi hama, mengatur impor dan ekspor tanaman, dan

membantu eksportir memenuhi persyaratan masuk dari negara lain.

Berdasarkan Export Program Manual yang diterbitkan oleh United State Departement of

Agriculture (USDA) yang diterbitkan pada Bulan Maret 2010 pada Bab 4 dijelaskan bahwa

untuk produk kayu (lumber) wajib dilaksanakan inspeksi sebelum memasuki container oleh

Authorized Certification Officials (ACOs) sehingga setiap produk lumber akan memiliki hasil

inspeksi tersebut.

1.2 Produk dan spesies yang dilarang Ekspor

Peraturan mengenai legalitas produk hasil hutan mengikuti aturan Lacey Act yang berlaku

untuk ekspor dan impor. Aturan didalam Lacey Act sendiri melarang melakukan ekspor dari

kayu illegal, yang meliputi:

1. Kayu yang diambil dari kawasan lindung atau kawasan yang dilarang oleh pemerintah,

termasuk taman nasional atau suaka margasatwa;

2. Kayu diambil dari hutan di mana penebangan dilakukan secara legal tetapi disahkan oleh

otorisasi yang tidak tepat;

3. Kayu yang dipanen tanpa membayar semua pajak yang diperlukan serta biaya mengenai

pemanenan, pengangkutan dan penjualan kayu;

4. Produk hutan yang dikirim melanggar peraturan ekspor (misalnya, larangan ekspor kayu).

5. Hasil hutan curian.

Peraturan mengenai larangan spesies untuk di ekspor, Amerika Serikat mengikuti aturan dari

CITES. Sedangkan untuk larangan penebangan, terdapat beberapa aturan mengenai

larangan penebangan di Amerika Serikat, yaitu:

60

1) Berdasarkan Undang-undang federal AmerikaSerikat melarang ekspor kayu (log) dari

seluruh tanah publik (Negara dan Federal) di daratan barat bujur 100⁰ berdasarkan

peraturan Forest Resources Conservation and Shortage Relief Amendment Act of 1993.

2) Alaska tidak diperbolehkan untuk mengirim kayu dalam bentuk log yang berasal dari

tanah publik diluar batas kekuasaannya berdasarkan Undang-Undang Organic Act 1927

1.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

Amerika Serikat adalah sebagai berikut:

1. Export Program Manual United State Departement of Agriculture (USDA), March 2010

2. USA forest products legalty legislation and FSC

3. http://www.fs.fed.us/pnw/pubs/gtr_436.pdf

2. Canada

2.1 Peraturan Ekspor di Canada

Ketentuan ekspor di Canada secara umum diatur dalam Customs Act yang dipublikasikan

oleh Ministry of Justice Canada pada tahun 1986 .

2.2 Produk dan spesies yang dilarang Ekspor

Dalam menentukan spesies yang dilarang ekspor, Canada mengacu pada dua peraturan yaitu

aturan CITES dan Canadian Species at Risk Act. Secara umum tidak ada jenis pohon komersil

Canada tercantum dalam lampiran CITES atau yang tercantum di Canadian Species at Risk

Act.

Terkait produk yang dilarang, didalam Custom Act tidak disampaikan produk kehutanan

yang dilarang, namun negara bagian dapat menerapkan aturan-aturan tertentu terhadap

produk kehutanan yang dihasilkan seperti Pemerintah Negara Bagian dari British Columbia

yang menerapakn aturan untuk semua ekspor log dari British Columbia harus memperoleh

izin export setelah memenuhi aturan yang dipersyaratkan.

2.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

Canada adalah sebagai berikut:

61

(1) Custom act yang dapat diunduh pada http://laws-lois.justice.gc.ca/eng/acts/C-

52.6/page-1.html

(2) Country specific guidelines Canada pada skema ILPA Australia yang dapat diunduh pada

http://www.agriculture.gov.au/forestry/policies/illegal-logging/information-resources

(3) sfmcanada.org/en/forest-products/legal-forest-products.

3. China

3.1 Peraturan Ekspor di China

Jenis-jenis produk ekspor dari China dapat dilihat pada List Of Articles Prohibited From

Import AndExport By Customs Of The People's Republic Of China yang dikeluarkan oleh

General Customs Administration yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 1982.

3.2 Produk yang dilarang Ekspor

Tidak ada produk kehutanan yang dilarang untuk diekspor di China

3.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

China adalah List Of Articles Prohibited From Import AndExport By Customs Of The People's

Republic Of China yang dikeluarkan oleh General Customs Administration yang dapat

diunduh di http://www.opbw.org/nat_imp/leg_reg/China/export_control_list.pdf

4. Australia

4.1 Peraturan Ekspor di Australia

Peraturan ekspor produk kehutanan di Australia diatur dalam Export Control Volume 12 yang

di keluarkan oleh Australian Custom and Border Protection Service. Berdasarkan peraturan

tersebut bagi produk tertentu yang akan diekspor lebih dari 2 ton wajib memiliki izin dari

Department of Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF). Barang-barang tersebut adalah:

1. Woodchips

2. Kayubulat yang harus diproses setelah ekpor

3. Kayu degan luas penampang (cross sectional area) 225 cm2 yang harus di proses setelah

ekspor

4. Sandalwood yang bersumberdari Queensland dan Australia barat

62

Bahan bersumber dari sebelas wilayah yang dicakup oleh Regional Forest Agreement (RFA)

dibebaskan dari kewajiban lisensi ekspor.

4.2 Produk yang dilarang Ekspor

Produk yang dilarang untuk diekspor di Australia adalah Woodchips yang kayunya

bersumber dari hutan asli di luar daerah RFA.

4.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

Australia adalah Peraturan ekspor produk kehutanan di Australia diatur dalam Export Control

Volume 12

5. Malaysia

5.1 Peraturan Ekspor di Malaysia

Aturan ekspor di Malaysia diatur berdasarkan Peraturan Akta Perdagangan Strategik 2010

telah diwartakan pada 10 Jun 2010 dan akta beacukai Malaysia 1967 (akta 235). Pihak yang

berwenang melakukan memproses permohonan peraturan seperti yang tercatat dalam

Perintah Perdagangan Strategik (Barang Strategik) 2010 adalah seperti berikut:

1. Kementerian Perdagangan Antarabangsa dan Industri

2. Lembaga Perlesenan Tenaga Atom

3. Suruhanjaya Komunikasi dan Multimedia Malaysia (Malaysian Multimedia and

Communications Commission)

4. Pharmaceutical Services Division, Ministry of Health

Pihak yang akan melakukan eksport yang termasuk dalam bagian 1 dan 2 Akta Perdagangan

Strategik 2010 adalah wajib memperolehi izin di bawah Akta ini. Disamping itu, izin khusus

harus dimiliki untuk barang strategik jika ke negara tujuan tercantum di bagian 3 Jadual

Pertama Perintah Perdagangan Strategik 2010. Selain itu eksportir wajib mengisi Borang

Kastam No. 22.

5.2 Produk yang dilarang Ekspor

63

Sejak tahun 1992 sampai hari ini Malaysia menetapkan kuota eksporbagikayu bulat dari

Sabah dan Sarawak (40 persen dari total volume panen dapat diekspor), serta adanya

larangan ekspor bagi kayu bulat yang berasar Semenanjung Malaysia.

Berdasarkan akta bea cukai Malaysia 1967 (akta 235) mengenai larangan ekpor 2012 yang di

publikasi oleh Attorney General's Chambers of Malaysia berikut adalah produk kehutanan

yang dilarang untuk di ekpor kecuali dengan adanya ijin ekspor dari Malaysian Timber

Industry Board:

1) Bambu (Kode HS 1401.10 000)

2) Rotan (HS 1401.20)

3) kayu chip atau partikel (HS 4401.21 dan 4401.22)

4) Kayuarang (HS 4402.90 000)

5) Kayubulat (HS 4403)

6) Hopwood (HS 4404)

7) Wol kayu atau tepungkayu (HS 4405)

8) Rail ways atau trem ways sleeper (HS 4406)

9) Kayu gergajian (HS 4407)

10) Lembaran veneer (HS 4408)

11) Papan partikel (HS 4410)

12) Plywood (HS 4412)

13) Kayu yang di padatkan (HS 4413. 00 000)

5.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

Malaysia adalah sebagai berikut:

1) Akta Perdagangan Strategik 2010 telah diwartakan pada 10 Jun 2010

2) Akta Beacukai Malaysia 1967 (akta 235)

3) http://declaration.forestlegality.org/files/fla/Export_bans_restrictions_2012_06.pdf.

4) http://www.federalgazette.agc.gov.my/outputp/pua_20121231_Larangan%20Export.pd

f

6. India

6.1 Ketentuan Ekspor di India

64

Ketentuan ekspor di India mengacu kepada ITC (HS) 2012 Schedule 2 – Export Policy yang

berisikan mengenai catatan umum kebijakan ekspor yang di muat di situs Direktorat Jenderal

Perdagangan Luar Negeri India.

6.2 Produk dan Spesies yang dilarang Ekspor

Berdasarkan ketentuan ITC (HS) 2012 Schedule 2 – Export Policy, produk kehutanan dan

spesies yang dilarang untuk di ekspor adalah sebagai berikut:

1) Kayu dan produk kayudalam bentuk log, kayu, tunggul, akar, kulit kayu, chip, bubuk,

serpih, debu, dan arangselainkayusaiondibuat khususdariimporlog/kayu (HS 44011000,

44012100, 44013000).

2) Kayu bakar, berbentuk log,billet, ranting,ikatan cabangatau dalambentuk semacam

itu;Kayudalam chipatau partikel; Serbuk gergaji danlimbah kayudanskrap, diaglomerasi

maupun tidakdilog, briket, pelet atau bentuk serupa (HS 44011010, 44011090).

3) Kayu arang, diaglomerasi maupun tidak (HS 4402 0010, 44020090 ).

4) Kayu gergajian atau terkelupas memanjang, diiris atau dikuliti, direncanakan maupun

tidak direncanakan, diampelas atau disambung, atau ketebalan melebihi 6mm selain

kayu gergajian yang dibuat secara eksklusif dari imporlog/kayu (44071010, 44071020,

44071090, 44072910, 44072990, 44079910, 44079920, 44079990).

5) Cendana dalam bentuk apapun, tetapi tidak termasuk produk kerajinan cendana yang

sudah jadi, mesin produk jadicendana, minyak cendana (HS 12119050, 44039922).

6.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

India dapat dilihat pada link adalah

http://dgft.gov.in/Exim/2000/NOT/itc%28hs%29/Eschedule2.pdf

7. Filipina

7.1 Ketentuan Ekspor di Filipina

Biro pengelolaan hutan di Filipina yang biasa disebut Forest Management Bureau (FMB)

telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang mengatur larangan untuk ekspor produk

kehutanan. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

1) R. A. No. 7161"An Act incorporating certain sections of the National Internal Revenue

Code of 1977, as amended, to Presidential decree No. 705, as amended, other-wise

65

known as the "Re-vised Forestry Code of the Philippines", and providing amendments

thereto by increasing the forest charges on timber and other products." Section 4.

(October 10, 1991).

2) Revised Rules and Regulations Implementing P. D. No. 930

3) Executive Order (E.O.) No. 23 “Moratorium on the cutting and harvesting of Timber in

the natural and residual forests” (1 February 2011)

4) P.D. No. 705 "Forestry Reform Code of the Philippines" (May 19, 1975)

5) DENR Administrative Order No. 1988-34 "Guidelines on Certificate of Timber Origin

(CTO)" (May 16, 1988).

7.2 Produk dan spesies yang dilarang Ekspor

Produk kehutanan yang dilarang untuk di Ekspor dari Filipina adalah Mangrove"Bakawan";

Monkeypod"Acacia"; Rotan mentah termasuk tiang; Kayu bulat, tiang dan tumpukan

termasuk log inti dan flitches/penghubung kereta api yang dihasilkan dari pohonyang

tumbuh secara alami baik dari lahan hutan maupun lahan pribadi. Kayu bulat yang ditanam

di hutantanaman diperbolehkan untuk di ekspor.

7.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

Filipina dapat dilihat pada link sebagai berikut

http://dgft.gov.in/Exim/2000/NOT/itc%28hs%29/Eschedule2.pdf

8. Vietnam

8.1 Ketentuan Ekspor di Vietnam

Peraturan di Vietnam yang mengatur tentang barang yang dilarang untuk di ekspor dan

impor di atur pada regulasi Keputusan No. 187/2013 / ND-CP berlaku pada tanggal 20

Februari 2014,. Peraturan tersebut menggantikan Keputusan Pemerintah Nomor 12/2006 /

ND-CP tanggal 23 Januari 2006 yang merinci pelaksanaan Hukum komersial sehubungan

dengan pembelian internasional dan penjualan barang; dan kegiatan agen untuk jual beli,

pengolahan dan transit barang dengan pihak asing.

8.2 Produk dan Spesies yang dilarang Ekspor

66

Produk kehutanan yang dilarang untuk di Ekspor dari Vietnam adalah produk kayu bulat dan

kayu gergajian yang dihasilkan dari hutan alam dalam negeri.

8.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

Vietnam dapat dilihat pada link berikut: http://vietlaw4u.com/vietnam-prohibited-goods-

export-import/

9. Finlandia

9.1 Ketentuan Ekspor di Finlandia

Ketentuan ekspor produk kehutanan di Finlandia mengacu kepada European Timber

Regulation (EUTR) Nomor 995 tahun 2010. Legalitas kayu asal Finlandia dibuktikan dengan

sistem kontrol yang ditetapkan dalam Forest Act. EUTR telah diterapkan untuk setiap negara

Uni Eropa, termasuk Finlandia, sejak 3 Maret 2013. Pihak yang berwenang dari EUTR di

Finlandia adalah Rural Agency, Maaseutuvirasto. Sistem kontrol yang digunakan di Finlandia

adalah Forest Use Declaration dan Certificate of Measurement on Delivery. Kedua dokumen

tersebut merupakan sistem due diligence dari operator dan Dokumen-dokumen ini harus

disimpan setidaknya selama lima tahun.

9.2 Produk dan Spesies yang dilarang di Finlandia

Tidak ada jenis produk kehutanan yang dilarang di Finlandia, sedangkan untuk spesies yang

dilarang mengikuti ketentuan yang berada di CITES.

9.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

Finlandia dapat dilihat pada link sebagai berikut:

1) http://eurlex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2010:295:0023:0034:EN:PD

F

2) finlex.fi/fi/laki/ajantasa/1996/19961093)

67

10. New Zealand

10.1 Ketentuan Ekspor di New Zealand

Ketentuan ekspor di New Zealand diatur didalam Customs and Excise Tahun 1999. Peraturan

ekspor tersebut mengatur tentang tata cara proses ekspor dan impor serta kewenangan dari

Bea Cukai.

10.2 Produk dan Spesies yang dilarang di New Zealand

Berdasarkan peraturan Forest Act 1949, terdapat beberapa ketentuan atau larangan yang

diterapkan pada produk kehutanan. Berdasarkan peraturan tersebut dilaran ekspor kayu

yang berasal dari hutan adat di New Zealand, selain itu dilakukan kontrol terhadap spesies

asli New Zealand pada kayu bulat, kayu gergajian, furniture dan wood chips.

10.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

New Zealand dapat dilihat pada link sebagai berikut:

1) http://www.legislation.govt.nz/act/public/1996/0027/latest/DLM377337.html

2) http://www.legislation.govt.nz/act/public/1949/0019/latest/DLM255626.html

3) http://www.customs.govt.nz/features/prohibited/exports/Pages/default.aspx

4) Custom Fact Sheet Export Prohibitions And Restrictions in New Zealand

11. Thailand

11.1 Ketentuan Ekspor di Thailand

Ketentuan ekspor di Thailand mengacu pada aturan nomor CUSTOMS ACT, B.E. 2469 tahun

1926 yang telah diamandemen pada tahun 2006.

11.2 Produk dan Spesies yang dilarang di New Zealand

Berdasarkan larangan umum dan pembatasan impor dan ekspor yang merujuk pada article

Articles 27 and 27 bis of the Customs Act B.E. 2469 yang dimuat pada situs Bea Cukai

Thailand, tidak ada produk kehutanan yang tercantum di daftar barang yang dilarang untuk

68

di ekspor. Sedangkan untuk spesies tidak ada larangan kecuali species yang terdaftarpada

CITES.

11.3 Literatur yang digunakan

Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di

Finladia dapat dilihat pada link sebagai berikut:

1) http://www.customs.go.th/wps/wcm/connect/14026c8a-44db-49a9-9095-

7d8eedfd5d13/Customs_Act_2469.pdf?MOD=AJPERES

2) http://www.customs.go.th/wps/wcm/connect/custen/traders+and+business/prohibited

+and+restricted+items/general+prohibitions+and+restrictions/generalprohibitionsandr

estrictions

Selain informasi dari 10 negara tersebut, terdapat rekapitulasi daftar ekspor produk

kehutanan yang dilarang termasuk kayu bulat pada yang dikeluarkan oleh Forest Legality

Alliance pada tahun 2012. Secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.

69

Lampiran 1 Form Due Diligience yang diisi oleh exporter dan menjadi data dasar bagi importir di Indonesia untuk penyusunan Data dan Informasi terkait Uji Tuntas

DATA AND INFORMATIAON OF DUE DILIGIENCE

1 Exporter Name : ................................................................

Address : ...............................................City.................

......

Phone....................Fax...................................

.......

Email.............................................................

.........

Exporter Legality/Exporter license : ...............................................................

Country of Export : .................................................................

2 Manufacturer Name : ................................................................

Address : ...............................................City.................

......

Phone....................Fax...................................

.......

Email.............................................................

.........

Legality of Manufacturer : ...............................................................

Country of Manufacturer : .................................................................

3 Loading Port Name and Country of

Loading Port (Origin)

: (1) ...............................................................

(2) ………………………………………................

70

Table of Due Diligience

No.

Goods Species of Raw Material

Origin of Harvest Letter of Recommendation from authority country of harvest or origin country of the product

Certificate from

Certification

Institution

Country Specific

Guidlines

Mutual recogna

tion Agreem

ent

FLEGT

License

Compliance of Regulation

Goods description

HS Code (10 digits)

Trade name and scientific name

Country of Origin

Province/distri

ct of Origin

Concession or Private of

Forest

Country of Export

Country of harvest

(A) (B) (C) (D)

(E) (F) (G) (H) (I) (J) (K) (L) (M) (N)

71

Guidance Due Diligence filling

Column A (Number) = filled the serial number from the number 1 (one)

Column B (Product discription) = filled the description name war material wood /

wood products and derivatives that to be imported

Column C (HS Code) = filled HS Code raw material wood / wood products and

derivatives that to be imported.

Column D ( Trade and scientific Name) = filled category (species) trade name and

scientific namae raw material wood/ wood products and derivatives that to be

imported. If the composite product called 3 (three) types dominan.

Column E (Country of origin harvest) = filled country of origin harvest (raw

material wood / wood products and derivatives to be imported

Column F (Province or District of origin harvest)= This colomn only for log. filled

area of origin harvest (state / province) raw material wood / wood products and

derivatives to be imported

Column G (Consessionaire/Owner) = This colomn only for log. filled concession concessionaire‟s name / owner of origin harvest of raw materials to be imported and filled number and expiry date as well as the legality of the concession certificate issuer / owner of the origin if raw materials (if applicable, attach the scan results)

Column H (letter of authority of the country of origin or country of origin product harvest) = filled number and date of letter of authority of the country of origin harvest, and also be added to the country of origin product (attach scan results). For a composite product is filled with country of origin product. Required if column I/J/K/L can not be filled.

Column I (certificate of the certification body) = filled certification scheme name,

number, and a valid certificate from a certification body. Log certificate from the

country of origin harvest, wood products and their derivatives for the certificate can

be derived from the country of origin (attach scan result). Scan certification must be

accompanied by a description of the indicators used the scheme related to the

legality and sustainability of raw materials (in Indonesian or English). Required if

column H/J/K/L can not be filled.

72

Column J (Country Specific Guidlines) = filled CSG scheme name, number, and a

valid. As off today, Indonesia has not acknowledge CSG from any country. Required

if column H/I/K/L can not be filled.

Column K (Mutual Recognation Agreement) = filled MRA scheme name, number, and

a valid. As off today, Indonesia has not acknowledge MRA from any country.

Required if column H/I/J/L can not be filled.

Column L (FLEGT License) = filled name of Country issue FLEGT License and number

of VPA, Required if column H/I/J/K can not be filled.

Column M (Compliance of export country regulation) = filled with export country

regulation of timber trade and or products. Filled with "appropriate" when there is no

export prohibition concern from the country ; filled with "unappropriate" if there are

rules on the prohibition of export types (species) and / or specific products of the

country concerned (eg; prohibition on log exports from Indonesia).

Column N (Compliance regulation of country of origin harvest) = filled with the

country of origin harvest that regulate trading in timber and or products. Filled with

"appropriate" when there is no prohibition on exports from that country; filled with

"unappropriate" if there are regulations on the prohibition of export types (species)

and / or specific products of that country (eg; prohibition on log exports from

Indonesia).

73

Lampiran 2.

Sebaran nama spesies yang sering diimpor ke Indonesia

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

1 Akasia Acacia

mangium

Australia, Bangladesh,

Brazil,Cameroon,China, Costa

Rica,French Guiana,

Indonesia, Lao People`s

Democratic Republic,

Malaysia, Mayotte, Myanmar

(Burma), Nepal, Philippines,

Thailand,United States (USA),

Vietnam.

Native Range

Australia

Indonesia

Papua New Guinea

Not Listed in

CITES

No Restricted List

The Global Invasive Species

Database is managed by the

Invasive Species Specialist Group

(ISSG) of the IUCN Species

Survival Commission.

Link:

http://www.issg.org/database/spe

cies/ecology.asp?si=198&fr=1&sts

=&lang=EN

2 Akasia Acacia mearnsii Acacia mearnsii is naturalised

include Australia (outside its

native range), China, Japan,

Taiwan, India, Israel, southern

Europe, southern Africa,

Madagascar, New Zealand,

south-western USA and some

oceanic islands with warm

Not Listed in

CITES

No Restricted List

BioNET-EAFRINET Regional

Link:

http://keys.lucidcentral.org/keys/v

3/eafrinet/weeds/key/weeds/Medi

a/Html/Acacia_mearnsii_%28Black

_Wattle%29.htm

74

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

climates

3 American

Basswood/Linden

Tilia americana Canada, USA dan Mexico Not Listed in

CITES

No Restricted List

GRIN Taxonomy for Plants

Link:

http://www.ars-grin.gov/cgi-

bin/npgs/html/taxon.pl?36668

4 American Elm Ulmus

americana

Eastern North America Its

range extends from southern

Newfoundland westward

through southern Quebec and

Ontario, northwest through

Manitoba into eastern

Saskatchewan, then south on

the upper floodplains and

protected slopes of the

Dakotas. It is found in the

canyons and floodplains of

northern and eastern Kansas

and in eastern Oklahoma and

central Texas

Not Listed in

CITES

No Restricted List

Index of Species Information

by USDA

Link:

http://www.fs.fed.us/databas

e/feis/plants/tree/ulmame/al

l.html#5

5 Ash (White Ash) Fraxinus

americana

Eastern North America, White

ash grows naturally from Cape

Breton Island, Nova Scotia, to

northern Florida in the east,

and to eastern Minnesota south

Not Listed in

CITES

No Restricted List

Plants for A Future

Link:

http://www.pfaf.org/user/Plant.as

px?LatinName=Fraxinus+american

75

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

to eastern Texas at the western

edge of its range

a

http://www.na.fs.fed.us/pubs/silvi

cs_manual/volume_2/fraxinus/am

ericana.htm

6 Ash (Green Ash) Fraxinus

pennsylvanica

Green ash is widely distributed

in the United States and

Canada. Its native range

extends from Nova Scotia west

to southeastern Alberta and

south through central Montana

to southeastern Texas, Florida,

and the east coast

No Listed in CITES

“Green ash is

restricted to

riparian areas in

the westernmost

portion of its

range”

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/frapen/all.html#DIST

RIBUTION%20AND%20OCCURRE

NCE

7 Ash (Brown Ash) Fraxinus nigra Black ash occurs in many

northeastern U.S. states and in

several of Canada's eastern

provinces. The northernmost

portion of black ash's range

extends from Newfoundland to

southeastern Manitoba.

Populations in North Dakota

mark the westernmost

distribution. Black ash occupies

habitat in all of the Great Lake

states and reaches its southern

No Listed in CITES

The black ash-

American elm-red

maple (Acer

rubrum) forest

cover type occurs

throughout the

northeastern

United States and

eastern Canada.

Of the 3 major

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/franig/all.html#DISTR

IBUTION%20AND%20OCCURREN

CE

76

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

limit in northern Virginia species, black ash

is most restricted

to this vegetation

type

8 Aspen (Eurasian

Aspen)

Populus tremula Native to cool temperate and

boreal regions of Europe and

Asia, extending from the British

Isles and Iceland eastwards to

Kamchatka, and from north of

the Arctic Circle in Scandinavia

and northern Russia, south to

central Spain, Turkey, the Tian

Shan, North Korea, and

northern Japan.

Technical guidelines for genetic

conservation and use by

EUFORGEN

Link: Dokumen

9 Aspen

(Trembling/Quakin

g Aspen)

Populus

tremuloides

Quaking aspen is the most

widely distributed tree in North

America. It occurs from

Newfoundland west to Alaska

and south to Virginia, Missouri,

Nebraska, and northern

Mexico. A few scattered

populations occur further south

in Mexico to Guanajuato

Quaking aspen is distributed

fairly continuously in the East.

Distribution is patchy in the

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/poptre/all.html

77

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

West, with trees confined to

suitable sites. Density is

greatest in Minnesota,

Wisconsin, Michigan, Colorado,

and Alaska; each of those

states contains at least 2 million

acres of commercial quaking

aspen forest. Maine, Utah, and

central Canada also have large

acreages of quaking aspen

10 Aspen (Large

Tooth Aspen)

Populus

grandidenta

Bigtooth aspen primarily occurs

in the northeastern United

States, southeastern Canada,

and the Great Lakes Region.

Its range extends from Virginia

north to Maine and Cape Breton

Island, Nova Scotia; west to

southeastern Manitoba and

Minnesota; south through Iowa

to extreme northeastern

Missouri; and east through

Illinois, Indiana, Ohio, and West

Virginia. Disjunct populations

are found in Kentucky,

Tennessee, North Carolina, and

South Carolina

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/popgra/all.html

78

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

11 Aspen (Balsam

Ppoplar)

Populus

balsamifera

North America along the

northern limit of trees from

Newfoundland, Labrador, and

Quebec west to Hudson Bay

and northwest to Mackenzie

Bay. From northwest Alaska, its

range extends south to

southwest Alaska and part of

southcentral Alaska, north and

east British Columbia; east to

southeast Saskatchewan, east

North Dakota, northeast South

Dakota, Minnesota, Wisconsin,

northwest Indiana, Michigan,

southern Ontario, New York,

and Maine. It is local in the

western mountains, south to

northeast Oregon, Idaho,

extreme northern Utah, central

Colorado, extreme northwest

Nebraska, and the Black Hills of

South Dakota and Wyoming. It

is also scattered in northern

Iowa, northeast Ohio,

Pennsylvania, northern West

Virginia, extreme eastern

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.na.fs.fed.us/pubs/silvi

cs_manual/volume_2/populus/bals

amifera.htm

79

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Maryland, and northwestern

Connecticut.

12 Birch Betula pendula The distribution of silver birch

covers almost all Europe from

the Mediterranean in the south

nearly to latitude 70° in the

north. The species is most

abundant in northern Europe,

where the distribution is more

or less continuous in mixed

forests and also fairly large

pure stands can be found. In

the western and southern parts

of the range the distribution is

more patchy and in the south

silver birch is found mostly at

the higher altitudes. The

species is missing from Iceland,

and most of the Iberian

peninsula and Greece.

Albania; Armenia (Armenia);

Austria; Belarus; Belgium;

Bosnia and Herzegovina;

Bulgaria; Canada (Alberta,

British Columbia, Manitoba,

Technical guidelines for genetic

conservation and use by

EUFORGEN

Link:

1. Dokumen

2. http://www.iucnredlist.org/detai

ls/62535/0

80

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Northwest Territories, Nunavut,

Ontario, Saskatchewan, Yukon);

China (Gansu, Heilongjiang,

Jilin, Liaoning, Qinghai,

Sichuan, Tibet [or Xizang],

Xinjiang, Yunnan); Croatia;

Czech Republic; Denmark;

Estonia; Finland; France

(Corsica, France (mainland));

Georgia; Germany; Greece;

Hungary; Iran, Islamic Republic

of; Iraq; Ireland; Italy (Italy

(mainland), Sicilia); Japan;

Kazakhstan; Latvia;

Liechtenstein; Lithuania;

Luxembourg; Macedonia, the

former Yugoslav Republic of;

Mongolia; Montenegro;

Morocco; Netherlands; Norway;

Poland; Romania; Russian

Federation (Altay, Amur,

Buryatiya, Central European

Russia, Chechnya, Chita,

Dagestan, East European

Russia, Ingushetiya, Irkutsk,

Kabardino-Balkariya,

81

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Karachaevo-Cherkessiya,

Krasnodar, Krasnoyarsk,

Magadan, North European

Russia, Northwest European

Russia, Severo-Osetiya, South

European Russia, Stavropol,

Tuva, West Siberia, Yakutiya);

Serbia (Kosovo, Serbia, Serbia);

Slovakia; Slovenia; Spain;

Sweden; Switzerland; Turkey

(Turkey-in-Asia); Ukraine

(Krym, Ukraine (main part));

United Kingdom (Great Britain,

Northern Ireland); United

States (Alaska, Georgia);

Uzbekistan (IUCN)

13 Birch Betula

pubescens

A widespread common species,

found throughout Europe,

Scandinavia and Russia,

especially in upland areas.

Armenia (Armenia); Austria;

Azerbaijan; Belarus; Belgium;

Bosnia and Herzegovina;

Canada (Newfoundland I);

Croatia; Czech Republic;

Denmark; Estonia; Finland;

Kategori LC IUCN Sumber:

IUCN

Link

http://www.iucnredlist.org/details/

194521/0

82

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

France (France (mainland));

Georgia; Germany; Greenland;

Hungary; Iceland; Ireland; Italy

(Italy (mainland)); Latvia;

Liechtenstein; Lithuania;

Luxembourg; Macedonia, the

former Yugoslav Republic of;

Montenegro; Netherlands;

Norway; Poland; Romania;

Russian Federation (Altay,

Buryatiya, Central European

Russia, Chechnya, Dagestan,

East European Russia,

Ingushetiya, Irkutsk,

Kabardino-Balkariya,

Kaliningrad, Karachaevo-

Cherkessiya, Khabarovsk,

Krasnodar, Krasnoyarsk, North

European Russia, Northwest

European Russia, Severo-

Osetiya, Stavropol, Yakutiya);

Serbia (Kosovo, Serbia, Serbia);

Slovenia; Spain (Spain

(mainland)); Sweden;

Switzerland; Turkey (Turkey-in-

Asia, Turkey-in-Europe);

83

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Ukraine (Ukraine (main part));

United Kingdom (Great Britain,

Northern Ireland)

14 Birch (Yellow

Birch)

Betula

alleghaniensis

The range of yellow birch

extends from southern

Newfoundland, Cape Breton

Island, Nova Scotia, New

Brunswick, Anticosti Island, the

Gaspe peninsula, and Maine

west to southern and

southwestern Ontario and

Minnesota; south to northern

New Jersey, northern Ohio,

extreme northern Indiana and

Illinois; and south in the

mountains to South Carolina,

extreme northeastern Georgia,

and eastern Tennessee

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/betall/all.html

15 Birch (White/paper

Birch)

Betula

papyrifera

Canada (Alberta, British

Columbia, Labrador, Manitoba,

New Brunswick, Newfoundland

I, Northwest Territories, Nova

Scotia, Ontario, Prince Edward

I., Québec, Saskatchewan,

Yukon); Saint Pierre and

Miquelon; United States

Status IUCN LC IUCN

Link:

http://www.iucnredlist.org/details/

194502/0

84

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

(Alaska, Colorado, Connecticut,

Idaho, Illinois, Indiana, Iowa,

Maine, Massachusetts,

Michigan, Minnesota, Montana,

Nebraska, New Hampshire,

New Jersey, New York, North

Dakota, Oregon, Pennsylvania,

Rhode Island, South Dakota,

Vermont, Washington,

Wisconsin, Wyoming)

16 Birch (Grey Birch) Betula

populifolia

This species is found from

eastern Ontario to Quebec and

the maritime provinces (not

Newfoundland) south to North

Carolina and west to Illinois.

Ashburner and McAllister

(2013) incorrectly report Betula

populifolia from South Carolina.

Occurrences in Illinois and

North Carolina are not native

but rare escapes from

cultivation. Coladonato (1992)

reports this species extinct in

Delaware.

Canada (New Brunswick, Nova

Scotia, Ontario, Prince Edward

Status IUCN LC Sumber:

IUCN

Link

http://www.iucnredlist.org/details/

194635/0

85

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

I., Québec); United States

(Connecticut, Delaware -

Possibly Extinct, Illinois,

Indiana, Maine, Maryland,

Massachusetts, New

Hampshire, New Jersey, New

York, North Carolina - Vagrant,

Ohio, Pennsylvania, Rhode

Island, Vermont, Virginia, West

Virginia)

17 Birch (Blue Birch) Betula caerula USA (Connecticut,

Massachusetts, Maine, New

Hampshire, New York, Rhode

Island, Vermont), CAN (New

Brunswick, Nova Scotia, Prince

Edward Island, Quebec)

Sumber:

www.tree-guide.com

Link:

http://www.tree-guide.com/blue-

birch

18 Beech (American

Beech )

Fagus

grandifolia

American beech is distributed

from Cape Brenton Island, Nova

Scotia west to Maine, southern

Quebec, southern Ontario,

northern Michigan, and eastern

Wisconsin; south to southern

Illinois, southeastern Missouri,

northwestern Arkansas,

southeastern Oklahoma, and

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/faggra/all.html

86

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

eastern Texas; east to northern

Florida; and northeast to

southeastern South Carolina

19 Black Locust Robinia

pseudoacacia

Native:

Canada; United States

Introduced:

Afghanistan; Albania; Armenia

(Armenia); Australia; Austria;

Azerbaijan; Belarus; Belgium;

Bulgaria; China; Czech

Republic; Estonia; Germany;

Greece; Hungary; India; Iran,

Islamic Republic of; Iraq;

Israel; Italy; Japan; Jordan;

Kazakhstan; Latvia; Lithuania;

Malta; Moldova; Netherlands;

New Zealand; Pakistan;

Réunion; Romania; Russian

Federation; Spain; Switzerland;

Tajikistan; Turkey;

Turkmenistan; Uzbekistan

IUCN:

Status LC

Sumber:

IUCN

Link

http://www.iucnredlist.org/details/

19891648/0

20 Black Willow Salix nigra Black willow is found

throughout the eastern United

States, adjacent parts of

Canada, and Mexico. Its range

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

87

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

extends west from southern

New Brunswick and central

Maine to Quebec, southern

Ontario, central Michigan,

southeastern Minnesota, and

eastern North Dakota. It

occurs south and west to the

Rio Grande just below its

confluence with the Pecos

River; and east along the Gulf

Coast through the Florida

Panhandle and southern

Georgia

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/salnig/all.html

21 Cedar (Western

Red Cedar)

Thuja plicat Recorded from western North

America: along the Pacific Coast

Range and Cascade Range from

S Alaska to N California and in

the N Rocky Mountains from

British Columbia to Idaho and

W Montana. Canada: Alberta,

British Columbia; USA: Alaska,

California, Idaho, Montana,

Oregon, Washington. Both the

extent of occurrence and area

of occupancy are beyond the

thresholds for a threatened

Sumber:

IUCN

Link

http://www.iucnredlist.org/details/

42263/0

88

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

category.

Native:

Canada (Alberta, British

Columbia); United States

(Alaska, California, Idaho,

Montana, Washington)

22 Cedar (Northern

White Cedar)

Thuja

occidentalis

Recorded from northeastern

North America: Canada:

Manitoba, New Brunswick, Nova

Scotia, Ontario, Prince Edwards

Islands, Quebec; USA:

Connecticut, Illinois, Indiana,

Kentucky, Maine, Maryland,

Massachusetts, Michigan,

Minnesota, New Hampshire,

New York, North Carolina, Ohio,

Pennsylvania, Tennessee,

Vermont, Virginia, West

Virginia, Wisconsin. Both the

extent of occurrence and area

of occupancy are beyond the

thresholds for any threatened

category.

Native:

Canada (Manitoba, New

Sumber:

IUCN

Link

http://www.iucnredlist.org/details/

42262/0

89

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Brunswick, Nova Scotia,

Ontario, Prince Edward I.,

Québec); United States

(Connecticut, Illinois, Indiana,

Kentucky, Maine,

Massachusetts, Michigan,

Missouri, New Hampshire, New

York, North Carolina, Ohio,

Pennsylvania, Rhode Island,

Tennessee, Vermont, Virginia,

West Virginia, Wisconsin)

23 Cedar (Atlantic

White Chedar

Chamaecyparis

thyoides

Atlantic white-cedar grows in a

narrow belt along the Atlantic

and Gulf coasts from southern

Maine to northern Florida

westward to southern

Mississippi. It occurs no farther

than 50 to 130 miles (80-210

km) inland [25]. Vast stands

occur in the Great Dismal

Swamp of Virginia and eastern

North Carolina. Small isolated

stands are more typical in much

of New Jersey, Georgia, and

eastern Florida, but stands are

infrequent in Delaware and

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/chathy/all.html

90

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Maryland. The species is

uncommon in South Carolina

but becomes more frequent in

the Florida Panhandle and in

southern Alabama. At the

western edge of its range in

southern

Mississippi, Atlantic white-cedar

grow in scattered relict stands

24 Cedar (Eastern

Red Cedar)

Juniperus

virginiana

Canada: Ontario, Québec. USA:

Alabama, Arkansas,

Connecticut, Delaware, District

of Columbia, Florida, Georgia,

Iowa, Illinois, Indiana, Kansas,

Kentucky, Louisiana, Maine,

Maryland, Massachusetts,

Michigan, Minnesota,

Mississippi, Missouri, Nebraska,

New Hampshire, New Jersey,

New York, North Carolina,

North Dakota, Ohio, Oklahoma,

Pennsylvania, Rhode Island,

South Carolina, South Dakota,

Tennessee, Texas, Vermont,

Virginia, West Virginia, and

Wisconsin; naturalized in

The Gymnosperm Database

Link:

http://www.conifers.org/cu/Junipe

rus_virginiana.php

91

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Colorado and Oregon

25 Chery (Black

Cherry)

Prunus serotina Black cherry grows in eastern

North America from western

Minnesota south to eastern

Texas, and eastward to the

Atlantic from central Florida to

Nova Scotia. Outlying

populations grow in central

Texas; in the mountains of

western Texas, New Mexico,

and Arizona; and south in

Mexico to Guatemala. The

varieties are distributed as

follows:

1. typical black cherry (var.

serotina) - from Nova

Scotia west to central

Minnesota, south to east

Texas, and east to entral

Florida.

2. Alabama black cherry (var.

alabamensis) - from

eastern Georgia west to

northeastern Alabama, and

south to orthwestern

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/pruser/all.html

92

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Florida. Also local in

South Carolina and North

Carolina.

3. Escarpment cherry (var.

exima) - found in the

Edwards Plateau region of

central Texas.

4. Southwestern black cherry

(var. rufula) - in the

mountains from western

Texas to central Arizona,

and south to northern and

central Mexico.

26 Eucalyptus Eucalyptus

grandis

Ranging spottily from 17°S to

30°S in Australia, the plant is

widely planted. It is so

important in Brazil that it is said

to be planted at the rate of

100,000 ha/yr. Mariani et al.

(1981) mention its cultivation in

Angola, Argentina, Australia,

Brazil, Cuba, Ghana,

Indonesia, Papua, Peru, Sri

Lanka, and Zimbabwe.

Not Listed in

CITES

Source: James A. Duke. 1983.

Handbook of Energy Crops.

unpublished.

Link:

https://www.hort.purdue.edu/new

crop/duke_energy/Eucalyptus_gra

ndis.html

27 Eucalyptus Eucalyptus

urophylla

Eucalyptus urophylla naturally

occurs on volcanically derived

Not listed in CITES Source: Eucalyptus urophylla

S.T. Blake

93

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

soils on seven islands in eastern

Indonesia (Adonara, Alor,

Flores, Lembata (Lomblem),

Pantar, Timor and Wetar) was

introduced to Australia and

since then to many other

countries, notably Cameroon,

China, Congo, French Guiana,

Gabon, Ivory Coast,

Madagascar, Malaysia and

Papua New Guinea (PROSEA

1993)

Ecology and silviculture in Vietnam

Link:

http://www.cifor.org/publications/

pdf_files/Books/BCIFOR1108.pdf

28 Eucalyptus Eucalyptus

urograndis

Grown on plantations in Brazil Not listed in CITES Source: The Wood Database

Link: http://www.wood-

database.com/lumber-

identification/hardwoods/lyptus/

29 Eucalyptus Eucalyptus

Globulus Labill

Native to south-eastern

Australia (i.e. Tasmania,

including King Island and

islands of the Furneaux group,

and the coastal and sub-coastal

districts of southern Victoria).

This species has become

Not listed in CITES Source: Weeds of Australia

Link:

http://keyserver.lucidcentral.org/w

eeds/data/03030800-0b07-490a-

8d04-

0605030c0f01/media/Html/Eucaly

ptus_globulus_subsp._globulus.ht

94

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

naturalised in many parts of

southern Australia that are

beyond its natural distribution.

It is recorded as being

naturalised in the coastal

districts of south-western and

southern Western Australia and

in south-eastern South

Australia. It is possibly also

naturalised in the ACT and

beyond its native range in

Victoria. Also naturalised

overseas in Europe (i.e. France,

Ireland, Spain, Italy and

Portugal), south-western USA

(i.e. California), and Hawaii.

m

30 Eucalyptus Eucalyptus

Nitens

Native: Australia

Exotic: Argentina, Brazil, Chile,

India, New Zealand, South

Africa, United Kingdom, United

States of America, Zimbabwe

Not listed in CITES Source: World Agro Forestry

Centre

Link:

http://www.worldagroforestry.org/

treedb/AFTPDFS/Eucalyptus_niten

s.PDF

31 Eucalyptus Eucalyptus

camaldulensis

River red gum is widespread in

south-eastern Australia and

Not listed in CITES Source: KEW Royal Botanic

Garden

95

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

southern Queensland. It is also

widely cultivated, mainly in

Europe and Asia, but also in

California (USA), British Guiana,

Venezuela, Bolivia and Africa.

Link:

http://www.kew.org/science-

conservation/plants-

fungi/eucalyptus-camaldulensis-

river-red-gum

32 Eucalyptus Karri Eucalyptus

diversicolor F.

Muell

South Western Australia,

Invasive in South Of Africa

Not listed in CITES Source : Database Invasive

Spacies South Africa

Link:

http://www.invasives.org.za/invasi

ve-species/item/251-karri-

eucalyptus-diversicolor.html

33 Fir (Balsam Fir) Abies balsamea Recorded from Canada, North

Central and E USA: south to

Virginia. The extent of

occurrence and area of

occupancy are well beyond

20,000 km2 and 2,000 km2

respectively.

Native:

Canada (Alberta, Labrador,

Manitoba, New Brunswick,

Newfoundland I, Nova Scotia,

Least Concern

Not listed in CITES

Source:

ICUN Red List

Link:

http://www.iucnredlist.org/details/

42272/0

96

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Ontario, Prince Edward I.,

Québec, Saskatchewan); United

States (Connecticut, Iowa,

Maine, Massachusetts,

Michigan, Minnesota, New

Hampshire, New Jersey, New

York, Pennsylvania, Vermont,

Virginia, West Virginia,

Wisconsin)

34 Fir Abies lasiocarpa

Recorded from western North America: from Yukon to New Mexico, Arizona and N California.

Both the extent of occurrence and the area of occupancy are well beyond the thresholds for any

threatened category.

Native:

Canada (Alberta, British

Columbia, Northwest

Territories, Yukon); United

States (Alaska, Arizona,

California, Colorado, Idaho,

Montana, Nevada, New Mexico,

Oregon, Utah, Washington,

Wyoming)

Least Concern

Not listed in CITES

Source:

ICUN Red List

Link:

http://www.iucnredlist.org/details/

42289/0

35 Fir (Douglas Fir)

Pseudotsuga

menziesii

Western North America: from

British Columbia to Central

Mexico (Puebla). This species

Least Concern

Not listed in CITES

Source:

ICUN Red List

97

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

has a very large extent of

occurrence and area of

occupancy although Mexican

subpopulations are frequently

isolated and small.

Variety menziesii is also very

widely used in forestry around the

world (e.g. Netherlands, United

Kingdom, New Zealand), and has

become naturalized in many areas.

It has naturalized in New Zealand

to the point where it is regarded

as a weed and a threat to native

forests.

Link:

http://www.iucnredlist.org/details/

42429/0

Conifers.org

http://www.conifers.org/pi/Pseudo

tsuga_menziesii_menziesii.php

36 Hornbeam (Hop

Hornbeam)

Osytrya

vifginiana

Hop hornbeam is a small

understory tree found in a

variety of forested

environments and openings

located in the eastern United

States and southern Canada. It

can also be found in the

mountains of Mexico, south to

northern South America. For

current distribution, please

consult the Plant Profile page

Not listed in CITES Source:

USDA Plant Guide

Link:

http://plants.usda.gov/plantguide/

pdf/pg_osvi.pdf

98

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

for this species on the PLANTS

Web site

37 Hornbeam

(American

Hornbeam)

Carpinus

caroliniana

This species is native to most of

the eastern United States and

extends into Canada in

southwest Quebec and

southeast Ontario. Its western

limit is just beyond the

Mississippi River from north-

central Minnesota to the

Missouri River, where it ranges

southwestwards into much of

the Ozark and Ouachita

Mountains and eastern Texas.

It grows throughout much of

the south but is absent from

the Mississippi River bottom

land south of Missouri, the

lowermost Gulf Coastal Plain,

and the southern two-thirds of

Florida. Northward along the

east coast it is not found in the

New Jersey pine barrens, much

of Long Island, Cape Cod,

northern and eastern Maine,

Least Concern

Not Listed in

CITES

Source:

IUCN Red List

Link:

http://www.iucnredlist.org/details/

194277/0

99

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

and the White and Adirondack

Mountains

Canada (Ontario, Québec);

United States (Alabama,

Arkansas, Connecticut,

Delaware, District of Columbia,

Florida, Georgia, Illinois,

Indiana, Iowa, Kentucky,

Louisiana, Maine, Maryland,

Massachusetts, Michigan,

Minnesota, Mississippi, Missouri,

New Hampshire, New Jersey,

New York, North Carolina, Ohio,

Oklahoma, Pennsylvania, Rhode

Island, South Carolina,

Tennessee, Texas, Vermont,

Virginia, West Virginia,

Wisconsin)

38 Hemlock (Eastern

Hemlock)

Tsuga

canadensis

Recorded from eastern North

America: occurs from Nova

Scotia to northern Georgia,

westwards to Minnesota. The

extent of occurrence and area

of occupancy are well in excess

of the thresholds for any

Near Threatened

Not listed in CITES

Source:

IUCN Red List

Link:

http://www.iucnredlist.org/details/

42431/0

100

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

threatened categories.

Native:

Canada (New Brunswick, Nova

Scotia, Ontario, Prince Edward

I., Québec); United States

(Connecticut, Georgia, Indiana,

Kentucky, Maine,

Massachusetts, Michigan,

Minnesota, New Hampshire,

New Jersey, New York, North

Carolina, Ohio, Pennsylvania,

Rhode Island, South Carolina,

Tennessee, Vermont

39 Juniper (Common

Juniper)

Juniperus

communis

Common juniper is possibly the

most widely distributed tree in

the world. This circumboreal

species occurs across North

America, Europe, northern Asia

and Japan. Occurring from

western Alaska and British

Columbia to Newfoundland,

Greenland, and Iceland.

Common juniper extends

southward through New

England to the Carolinas and

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/shrub/juncom/all.html

101

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

westward through northeastern

Illinois, Indiana, northern Ohio,

Minnesota, and Nebraska to the

western mountains of

Washington, California, Arizona,

and New Mexico

40 Karet

Hevea

brasiliensis

Native to the Amazon region;

Brazil, Venezuela, Ecuador,

Colombia, Peru, and Bolivia.

Introduced to many other

tropical regions of the world, as

Indonesia, Malaysia, Liberia,

India, Sri Lanka, Sarawak, and

Thailand

Reed, C.F. 1976. Information

summaries on 1000 economic

plants. Typescripts submitted to

the USDA

41 Maple (Red Maple) Acer rubrum Red maple is one of the most

widely distributed trees in

eastern North

America. Its range extends

from Newfoundland and Nova

Scotia west to southern

Ontario, Minnesota, Wisconsin,

and Illinois; south through

Missouri, eastern Oklahoma,

and southern Texas; and east

to southern Florida. It is

conspicuously absent from the

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/acerub/all.html

102

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

bottomland forests of

the Corn Belt in the Prairie

Peninsula of the Midwest, the

coastal prairies of southern

Louisiana and southeastern

Texas, and the swamp prairie

of the Florida everglades. It is

cultivated in Hawaii

42 Maple (Sugar

Maple )

Acer saccharum Sugar maple grows from Nova

Scotia and New Brunswick

westward to Ontario and

Manitoba, southward through

Minnesota, and eastern Kansas

into northeastern Texas. It

extends eastward to Georgia

and northward through the

Appalachian Mountains into

New England. Local

populations occur in

northwestern South Carolina,

northern Georgia, and

northeastern South Dakota.

Disjunct populations are known

from the Wichita Mountains of

southwestern Oklahoma

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/acesac/all.html

103

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

43 Maple (Silver

Maple)

Acer

Saccharirum

The range of silver maple

extends from New Brunswick to

west to northern Michigan,

northern Wisconsin and

northern Minnesota; south to

southeastern South Dakota and

eastern Oklahoma; east to

northern Georgia; and north

through western South Carolina

and western North Carolina to

Maine. It is found in

northwestern Florida on the

Apalachicola and

Choctawhatchee rivers but is

not otherwise found on the Gulf

or Atlantic Coastal Plain

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/acesah/all.html

44 Maple (Box Elder) Acer negundo Boxelder is widespread in

riparian and palustrine

communities throughout most

of the contiguous United States.

Its range extends from New

Jersey and central New York

west through extreme southern

Ontario, central Michigan,

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/aceneg/all.html#32

104

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

northern Minnesota, central

Manitoba, central

Saskatchewan, southern Alberta

and central Montana, eastern

Wyoming, Utah, and

California; and south to

southern Texas and central

Florida. It is also local in New

Hampshire, Vermont,

Massachusetts, Connecticut,

Idaho, and Nevada. Boxelder

has been naturalized in Maine,

southern Quebec, New

Brunswick, Nova Scotia, Prince

Edward Island, and in

southeastern Washington and

eastern Oregon. Varieties of

boxelder occur in the mountains

of Mexico (Nuevo Leon, San

Luis Potosi, and south to

Chihuahua) and in Guatemala

45 Maple (Moose

Mapel)

Acer

pensylvanicum

Striped maple is widely

distributed over the

northeastern quarter of the

United States and adjacent

southeastern Canada. Its

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

105

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

natural range

extends from Nova Scotia and

the Gaspe Peninsula of Quebec

west to southern Ontario,

Michigan, and eastern

Minnesota; south to

northeastern Ohio,

Pennsylvania, and New Jersey,

and in the Appalachian

Mountains to

northern Georgia

/plants/tree/acepen/all.html

46 Maple (Mountain

Maple)

Acer spicacum Mountain maple is found

throughout southeastern

Canada and the northeastern

United States, from

Newfoundland to Saskatchewan

south to Connecticut,

Pennsylvania, Ohio, Michigan,

northeastern Iowa, and in the

mountains to western North

Carolina and eastern Tennessee

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/shrub/acespi/all.html

47 Oak (Red Oak) Quercus rubra Northern red oak is widely

distributed throughout much of

the eastern United States and

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

106

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

southeastern Canada. It grows

from Quebec, Ontario, Nova

Scotia, and New Brunswick

southward to southwestern

Georgia and Alabama. Northern

red oak extends westward

through Minnesota and Iowa,

south through eastern

Nebraska and Kansas to

eastern Oklahoma. It occurs

locally in eastern and

southwestern Louisiana and

western Mississippi [39,69].

The variety rubra grows in

Georgia and Alabama,

northward through Kentucky,

Tennessee, and West Virginia

to New England. The variety

ambigua occurs farther north

than variety rubra does. Variety

borealis occurs in Virginia,

Tennessee, and North Carolina

in the South and extends

northward throughout New

England to Maine

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/querub/all.html

107

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

48 Pinus (Scots pine) Pinus sylvestris Albania, Andorra, Armenia,

Austria, Azerbaijan, Belarus,

Bosnia & Herzegovina, Bulgaria,

China, Croatia, Czech Republic,

Estonia, Finland, France,

Georgia, Germany, Greece,

Hungary, Italy, Kazakhstan,

Latvia, Lithuania, Macedonia,

Mongolia, Montenegro, Norway,

Poland, Portugal, Romania,

Russia, Serbia, Slovakia,

Slovenia, Spain, Sweden,

Switzerland, Turkey, Ukraine,

and the United Kingdom.

Scots pine is the most widely

distributed pine in the world.

It's native range includes

Scotland, Scandinavia

(excluding Denmark), northern

Europe, and northern Asia. It is

introduced in many areas in the

United States and Canada, and

is naturalized in the Northeast

and in the Great Lakes states

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

http://www.conifers.org/pi/Pinus_

sylvestris.php

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/pinsyl/all.html#DISTR

IBUTION%20AND%20OCCURREN

CE

108

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

49 Pinus Pinus contorta West USA, West Canada,

Mexico: Baja California Norte

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

http://www.conifers.org/pi/Pinus_

contorta.php

50 Pinus (Eastern

White Pine)

Pinus strobus Canada: Newfoundland, Nova

Scotia, New Brunswick, Prince

Edward Island, Québec,

Ontario, and Manitoba; France:

St. Pierre and Miquelon; and

USA: All states E from

Minnesota, Iowa, Illinois,

Kentucky, Tennessee and

Georgia to the Atlantic Ocean

(excepting Florida); the variety

in Mexico and Guatemala

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

http://www.conifers.org/pi/Pinus_

strobus.php

51 Pinus (Jack Pine) Pinus banksiana Canada: North West Territories,

British Columbia, Alberta,

Saskatchewan, Manitoba,

Ontario, Québec, Prince Edward

Island, New Brunswick and

Nova Scotia; and USA:

Minnesota, Wisconsin,

Michigan, Illinois, Indiana,

LC The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

http://www.conifers.org/pi/Pinus_

banksiana.php

109

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Pennsylvania, New York,

Vermont, New Hampshire, and

Maine

52 Pinus Pinus radiata The typical variety of Monterey

Pine occurs along the coast of

California in three disjunct

populations in San Mateo and

Santa Cruz counties, Monterey

County, and San Luis Obispo

County. Pinus radiata var. binata

occurs on Guadalupe and

Cedros islands, Mexico.

Although trees on these islands

differ in morphology from those

in the United States, they have

been shown to be most closely

related to P. radiata.

Today there are over four

million ha of planted pine

radiata worldwide, with the

largest plantations in Chile and

New Zealand (about 1.5 million

ha each) and Australia (0.77

million ha).

Endangered IUCN

Link

http://www.iucnredlist.org/details/

42408/0

Sumber:

Sustainable management of

Pinus radiata plantations, FAO

2013

110

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

53 Pinus (Red Pine) Pinus resinosa Canada: Manitoba, Ontario,

Québec, Prince Edward Island,

New Brunswick, Nova Scotia

and Newfoundland; and USA:

Minnesota, Wisconsin, Illinois,

Michigan, West Virginia,

Pennsylvania, New Jersey, New

York, Connecticut,

Massachusetts, Vermont, New

Hampshire, and Maine

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

http://www.conifers.org/pi/Pinus_r

esinosa.php

54 Pinus (Pitch Pine) Pinus rigida Canada: Ontario and Québec; S

through USA: Maine, New

Hampshire, Vermont,

Massachusetts, Rhode Island,

Connecticut, New York, New

Jersey, Delaware, Pennsylvania,

Maryland, Ohio, Virginia, West

Virginia, Kentucky, Tennessee,

North Carolina, South Carolina

and Georgia

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

http://www.conifers.org/pi/Pinus_r

igida.php

55 Spruce (Norway

Spruce)

Picea abies Negara Albania, Austria,

Belarus, Bosnia & Herzegovina,

Bulgaria, Croatia, Czech

Republic, Estonia, Finland,

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

111

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

France, Germany, Greece,

Hungary, Italy, Latvia,

Lithuania, Macedonia,

Montenegro, Norway, Poland,

Romania, Russia, Serbia,

Slovakia, Slovenia, Sweden,

Switzerland, and Ukraine

Norway spruce is native to the

European Alps, the Balkan

mountains, and the

Carpathians, its range

extending north to Scandinavia

and merging with Siberian

spruce (Picea obovata) in

northern Russia [50]. It was

introduced to the British Isles

as early as 1500 AD, and is

widely planted in North

America, particularly in the

northeastern United States,

southeastern Canada, the

Pacific Coast states, and the

Rocky Mountain states [47,50].

Naturalized populations are

known from Connecticut to

Michigan and probably occur

http://www.conifers.org/pi/Picea_

abies.php

Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

http://www.fs.fed.us/database/feis

/plants/tree/picabi/all.html

112

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

elsewhere

56 Spruce (White

Spruce)

Picea glauca Canada: Yukon, North West

Territories, British Columbia,

Alberta, Saskatchewan,

Manitoba, Ontario, Québec,

Prince Edward Island, New

Brunswick, Nova Scotia,

Newfoundland; France: St.

Pierre and Miquelon; USA:

Alaska, Montana, Wyoming,

South Dakota, Minnesota,

Wisconsin, Michigan, New York,

Vermont, New Hampshire

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

http://www.conifers.org/pi/Picea_

glauca.php

57 Spruce (Black

Spruce)

Picea mariana Canada: all provinces; France:

St. Pierre and Miquelon; USA:

Alaska, Minnesota, Wisconsin,

Michigan, Pennsylvania, New

York, New Jersey, Connecticut,

Rhode Island, Massachusetts,

Vermont, New Hampshire and

Maine

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

http://www.conifers.org/pi/Picea_

mariana.php

58 Spruce (Red

Spruce)

Picea rubens Canada: Ontario, Québec,

Prince Edward Island, New

Brunswick, Nova Scotia;

France: St. Pierre and

The Gymnosperm Database yang

dikeluarkan oleh Christopher J.

Earle

Link:

113

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

Miquelon; USA: Maine, New

Hampshire, Vermont,

Massachusetts, Connecticut,

New York, Pennsylvania, New

Jersey, Maryland, Virginia, West

Virginia, North Carolina and

Tennessee; at 0-2000 m in

upper montane to subalpine

forests

http://www.conifers.org/pi/Picea_r

ubens.php

59 Spitka Spruce Picea sitchensis Native:

Canada (British Columbia);

United States (Alaska,

California, Oregon,

Washington)

Occurs in the Pacific Coast Region

of North America from Alaska to

California.

IUCN

Link

http://www.iucnredlist.org/details/

42337/0

60 Tamarack Larix laricina Recorded from northern North

America: from Newfoundland

and Massachusetts to Yukon

and British Columbia, disjunct

in interior Alaska.

Native:

Canada (Alberta, British

Columbia, Labrador, Manitoba,

New Brunswick, Newfoundland

LC Fire Effects Information System by

USDA Forest Service

Link:

http://www.iucnredlist.org/details/

42313/0

114

No Nama

Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber

I, Northwest Territories, Nova

Scotia, Ontario, Prince Edward

I., Québec, Saskatchewan);

United States (Alaska,

Connecticut, Illinois, Indiana,

Maine, Massachusetts,

Michigan, Minnesota, New

Hampshire, New Jersey, New

York, Ohio, Pennsylvania,

Rhode Island, Vermont, West

Virginia, Wisconsin)

115

National export bans and restrictions

Unreviewed compilation. Not exhaustive. Last updated June 2012. Country

Product and applicability Year

Africa

Cameroon Log export restrictions. Export ban applies to some hardwood species (e.g. iroko, moabi, bibolo, wenge, and bubinga).

1999 to date

Cote d'Ivoire Log export ban on unprocessed logs. 1976 to date

Djibouti Sawnwood export ban.

Gabon Logs, boules, and throughcut logs. 2010 to date

Ghana Log export ban. 1994 to date

Madagascar Export ban on unfinished wood products. 1975

Mozambique First class logs cannot be exported; must be processed domestically.

2012

Nigeria Log export ban.

Sierra Leone Temporary log export bans in 2008 and 2010.

America

Belize Rosewood (Dalbergia stevensonii) logging and export ban.

2012

Brazil Log export ban. Moratorium on bigleaf mahogany (Swietenia macrophylla) exports. Certain wood exports (e.g. imbuia, virola) are subject to specific rules and require prior authorization from IBAMA.

1996

Canada Restrictions on log exports from British Columbia. A variety of federal and provincial regulations regarding log exports.

1906 to date

Chile Logging and export ban on Araucaria araucana and Fitzroya cupressoides (both CITES Appendix I).

1976 to date

Colombia Regulations on log exports from natural forests. Roundwood can be exported only if it comes from planted forests.

1986 to date

Costa Rica Log export ban. Export ban on roughly squared wood from certain species.

1986 to date

Dominican Republic Export ban on certain wood types.

Ecuador Roundwood export ban, except in limited quantities for scientific and experimental purposes. Semi-finished forest products exports are allowed only when "domestic needs and the minimum levels of industrialization have been met." Export ban on mahogany and cedar logs.

Guatemala Log exports from natural forests are banned. Ban does not apply to furniture and processed products made from wood.

1996

Guyana Only companies holding forest concessions may export logs.

2009

116

Honduras Export ban of wood from certain forests unless it is in finished products.

1998

Nicaragua Export ban on certain precious hardwoods (mahogany, royal cedar, pochote). Mahogany exports permitted only in sawn wood, plywood or veneer. Sawnwood exports require a license.

1997 to date

Panama Export ban on logs, stumps, roundwood and sawn wood from natural forests, as well as from wood submerged in water.

2002

Paraguay Log export ban. 1970 to date

Peru Log export ban. Export of forest products "in their natural state" is prohibited unless the originate from nurseries or forest plantations and do not require further processing for final use/consumption.

1972 to date

U.S. Ban on export of unprocessed roundwood harvested from federal lands in Alaska. Export ban on logs from state and other public lands (exclusive of Indian land) west of the 100th meridian.

1926 to date; 1990 to date

Venezuela Log export ban on caoba, cedro, mijao, pardillo, pau d'arco.

2001

Asia and Pacific

Cambodia Log export ban. 1992 to date

Fiji Log export ban. 1994

Indonesia Log export ban. Since 2009, plantation-grown logs may be exported.

1980

Malaysia Quota on export of logs from Sabah (40 percent of total harvest volume may be exported) and Sarawak. Total ban on export of round logs from Peninsular Malaysia.

1992 to date

New Zealand Export ban on most logs, chips, and sawn timber from natural forests.

1993 to date

Philippines Export ban on all native wood products except value-added products. Log export ban on logs from natural forests. Logs from plantation forests may be exported.

1989 to date

Vietnam Log export ban. Export ban on sawn timber from wood harvested from natural forests.

1992 to date

Adapted and compiled from: African Timber Organization. 2006. Promoting the further processing of tropical timber in

Africa. African Timber Organization Ministerial Conference: Proposal for Action. Online at http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=promoting%20the%20further%20processing%20of%20tropical%20timber%20in%20africa%20african%20timber%20organizationi%20%22proposal%20for%20action%22&source=web&cd=1&ved=0CBoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.itto.int%2Fdirect%2Ftopics%2Ftopics_pdf_download%2Ftopi

117

cs_id%3D8390000%26no%3D1%26disp%3Dinline&ei=yf67TtHBKKj10gGb4f3XCQ&usg=AFQjCNGg7SXVfl7M7G-_5bEQ4aUWfpD3Ig (11/10/11).

Bird, N., T. Fometé and G. Birikorang. 2006. Ghana‟s experience in timber verification

system design. VERIFOR. Country case study 1. Online at http://www.verifor.org/resources/case-studies/ghana.pdf (11/10/11).

Cerruti, P., and L. Tacconi. 2006. Forests, illegality, and livelihoods in Cameroon. CIFOR. Working paper No. 35. Online at http://www.cifor.org/publications/pdf_files/WPapers/WP-

35.pdf (11/10/11). Goetzl, A., and H.C. Ekström. 2007. Report on the review of the US market for tropical

timber products. ITTO. Fortieth session.7-12 May, 2007. Online at http://www.itto.int/direct/topics/topics_pdf_download/topics_id=34980000&no=1&disp=inline (11/10/11).

Guyana Forestry Commission. 2007. National Log Export Policy: Post consultation summary.

Online at http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=cameroon%20log%20export%20ban%20itto&source=web&cd=4&ved=0CC8QFjAD&url=http%3A%2F%2Fwww.forestry.gov.gy%2FDownloads%2FLog%2520Export%2520Consultation%2520-%2520Summary%2520of%2520Proceedings.doc&ei=3-O7TqzHAYLw0gG1zNjYCQ&usg=AFQjCNHsb8I1nNOMFGGZfs_yHTHIIbQEOQ (11/10/11).

Illegal-loging.info. 2011 Sierra Leone. Online at http://www.illegal-

logging.info/approach.php?a_id=165#news (11/10/11). ITTO. 2010. Tropical timber market report. Vol 15 No. 10th. May 2010. ITTO. 2011. Tropical timber market report. Vol. 16 No. 8. April 2011. Online at

http://www.cfb.org.bo/downloads/ITTO_MIS_Report(Volume_16_Number_8_16th_30th_April_2011).pdf (11/10/11).

Kim, J. 2010. Recent trends in export restrictions. OECD Trade policy working papers, no.

101. OECD Publishing. Online at http://dx.doi.org/10.1787/5kmbjx63sl27-en (4/7/2012).

Llewellyn, R. O. 2012. Belize enacts moratorium on rosewood. Mongabay. Online at

http://news.mongabay.com/2012/0319-llewellyn_moratorium_rosewood.html (4/7/2012).

Olfield. S. 1998. Rare tropical timbers. IUCN. Sesay., M. 2010. Sierra Leone: Logging exports banned. Concord Times; Allafrica.com.

Online at http://allafrica.com/stories/201001090030.html (11/10/11).


Recommended