Date post: | 03-Dec-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
1
Pedoman Ketentuan Impor Produk Kehutanan
Mulai tanggal 1 Januari 2016, 411 HS produk kehutanan akan diatur pelaksanaan
ketentetuan impornya. Peraturan mengenai ketentuan impor produk kehutanan
diatur oleh dua peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan serta
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peraturan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Perdagangan mengatur tentang mekanisme impor produk kehutanan
dan Peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
mengatur tentang mekanisme penerbitan rekomendasi baik sebagai Importir yang
memiliki Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) dan Angka Pengenal Impor Umum
(API-U). Kedua peraturan tersebut saling berkaitan dalam proses pengurusan izin
impor. Kedua peraturan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014
jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M-DAG/PER/8/2015 Tentang
Ketentuan Impor Produk Kehutanan. Secara garis besar isi dari Permendag
mengenai ketentuan Impor Produk Kehutanan adalah sebagai berikut:
a. Definisi mengenai istilah yang digunakan dalam Permendag 78/M-
DAG/PER/10/2014 jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M-
DAG/PER/8/2015;
b. Ruang lingkup produk kehutanan yang diatur mekanisme impornya;
c. Persyaratan dan mekanisme pengajuan sebagai Importir Produsen;
d. Persyaratan dan mekanisme pengajuan sebagai Importir Terdaftar;
e. Kewajiban pelaporan bagi Importir Produsen dan Importir Terdaftar;
2
f. Sanksi akibat pelanggaran sebagai Importir Produsen dan Importir
Terdaftar;
2. Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor 7/PHPL-
SET/2015 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Tuntas (Due Diligence),
Penerbitan Deklarasi Impor Dan Rekomendasi Impor Produk Kehutanan. Secara
garis besar, isi dari Perdirjen PHPL tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tata cara pelaksanaan uji tuntas dan penerbitan deklarasi impor;
b. Tata cara permohonan rekomendasi impor produk kehutanan;
c. Tata cara permohonan hak akses untuk rekomendasi impor;
d. Tata cara penerbitan rekomendasi impor produk kehutanan;
e. Penerbitan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP) pada barang impor;
f. Tata cara pengawasan dan pengendalian;
g. Lampiran berupa Petunjuk Teknis (Juknis) mengenai Tata Cara Pelaksanaan
Uji Tuntas (Due Diligence), Penerbitan Deklarasi Impor Dan Rekomendasi
Impor Produk Kehutanan.
Banyaknya ruang lingkup produk kehutanan yang diatur mekanisme impornya
membawa konsekwensi penerapan peraturan impor produk kehutanan tidak hanya
bagi industri kehutanan tetapi industri non kehutanan. Bagi industri non kehutanan,
beberapa mekanisme dalam pengajuan izin impor produk kehutanan mungkin baru
diketahui dan tentunya akan membawa tantangan tersendiri dalam mempelajarinya.
Buku ini akan menjelaskan bagaimana cara melakukan pengajuan izin impor produk
kehutanan.
Toolbox 1.
Terdapat dua dasar hukum pelaksanaan impor produk kehutanan, yaitu Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor
78/M-DAG/PER/10/2014 jo Nomor 7/M-DAG/PER/1/2015 jo Nomor 63/M-
DAG/PER/8/2015 yang mengatur tentang ketentuan pelaksanaan impor produk
kehutanan dan Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor
7/PHPL-SET/2015 yang mengatur tentang pengajuan rekomendasi impor dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
3
REKOMENDASI IMPOR
Proses pengurusan rekomendasi impor dilakukan di Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan yang dilakukan secara online. Pada bab ini akan dijelaskan
bagaimana proses pengajuan rekomendasi impor baik oleh API-P dan API-U. Proses
rekomendasi pada kedua izin importir tersebut adalah sama, namun yang
membedakan hanya pada syarat pengajuan hak akses. Proses pengajuan
rekomendasi impor dapat dilihat pada Gambar 1.
5
1. Persiapan
1.a. Proses Pengurusan Sertifikat Legalitas Kayu.
Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK) merupakan salah satu syarat bagi API-P maupun
API-U yang akan mengajukan rekomendasi impor, namun tidak semua API-P
maupun API-U yang diwajibkan. Berikut adalah karakteristik API-P yang wajib
menyertakan SLK pada saat pengajuan rekomendasi impor adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan produk sesuai Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan
(Permendag No 97/M-DAG/PER/12/2014), walaupun tidak melakukan impor;
dan atau
2. Industri yang wajib memiliki SLK berdasarkan Permenhut No 43/Menhut-
II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang Penilaian Kinerja
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada
Pemegang Izin atau Hutan Hak.
Apabila pemegang izin API-P tidak termasuk kedalam tiga kategori tersebut maka
tidak perlu menyampaikan SLK sebagai syarat mengajukan rekomendasi impor.
Sedangkan untuk pemegang izin API-U yang wajib menyertakan SLK pada saat
pengajuan rekomendasi impor adalah sebagai berikut:
1. Memiliki izin sebagai Tempat Penampungan Terdaftar (TPT);
2. Menjual hasil produk impornya ke industri yang wajib memiliki SLK berdasarkan
Permenhut No 43/Menhut-II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang
Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas
Kayu Pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.
Pelaksanaan SLK pada pemegang izin API-P dan API-U dapat merujuk kepada dua
peraturan yaitu sebagai berikut:
1. Permenhut No 43/Menhut-II/2014 jo Permenhut No 95/Menhut-II/2014 tentang
Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas
Kayu Pada Pemegang Izin atau Hutan Hak.
6
2. Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.14/VI-BPPHH/2014
jo P.15/VI-BPPHH/2014 Tentang Standar Dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian
Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Dan Verifikasi Legalitas Kayu
(VLK)
1.b. Persiapan Pengajuan Hak Akses
Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem
elektronik yang berdiri sendiri atau dengan jaringan. Pengajuan hak akses oleh
Importir kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah langkah
pertama dalam melakukan pengurusan izin Importir Produsen. Permohonan Hak
Akses ditujukan kepada Direktur Jenderal secara elektronik melalui portal SILK
dengan alamat http://silk.dephut.go.id.
Persiapan Pengajuan Hak Akses untuk Pemegang Izin API-P
Tahapan persiapan pengajuan hak akses untuk pemegang izin API-P adalah sebagai
berikut:
a. Identifikasi jenis permohonan yang akan diajukan. Permohonan yang dilakukan
yang diajukan dapat bersifat baru atau perubahan/pergantian. Bersifat baru
artinya pemegang API-P baru pertama kali melakukan pengajuan hak akses,
sedangkan perubahan/pergantian adalah bila mana terjadi perubahan pada
informasi pengajuan hak akses yang pertama;
b. Syarat-syarat yang ada harus dipenuhi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Identitas importir berupa nama dan alamat importir. API-P memastikan
informasi identitas importir yang akan diinput sesuai dengan dokumen
lainnya, seperti nama, alamat, penanggung jawab dan produk yang
dihasilkan sama dan sesuai dengan dokumen lainnya.
2) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). API-P memastikan mengisi informasi
nomor NPWP dan alamat perusahaan dengan benar dan sesuai dengan
dokumen lainnya termasuk dengan dokumen API-P.
3) Nomor IUIPHHK, IUI, atau TDI, serta masa berlakunya. API-P memastikan
mengisi informasi nomor dan masa berlakunya sesuai informasi yang tertera
7
di IUIPHHK, IUI, atau TDI serta masa berlaku pada saat pendaftaran masih
valid. Bagi industri non kehutanan maka izin dapat diganti dengan izin
industri yang dimiliki. Hal yang penting diperhatikan dari dokumen izin
industri dalam melakukan permohonan hak akses adalah produk yang
dihasilkan yang tertera didalam izin sesuai dengan dokumen lainnya
termasuk sertifikat legalitas kayu.
4) Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). Pemilik API-P yang akan
mendaftarkan hak akses harus memastikan bahwa informasi yang terdapat
didalam API-P sesuai dengan yang disampaikan pada saat pengajuan hak
akses seperti nomor NPWP, alamat dan lainnya.
5) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). Pemilik API-P yang akan mendaftarkan
hak akses harus memastikan bahwa informasi yang terdapat didalam NIK
sesuai dengan yang disampaikan pada saat pengajuan hak akses seperti
nomor NPWP, alamat dan penanggung jawab.
6) Nomor S-LK, tanggal terbit, dan masa berlakunya. Kewajiban Sertifikat
Legalitas Kayu sebagai syarat untuk mengajukan hak akses tidak berlaku
untuk semua API-P seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
7) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam
hak akses. Setelah hak akses diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan maka tanggung jawab penggunaan hak akses berada
ditangan pemegang izin API-P, untuk menghindari terjadi penyalahgunaan
oleh oknum maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya
mensyaratkan personil tertentu yang ditunjuk oleh manajemen pemegang
API-P untuk dapat melakukan permohonan hak akses.
Persiapan Pengajuan Hak Akses untuk Pemegang Izin API-U
Tahapan persiapan pengajuan hak akses untuk pemegang izin API-U adalah sebagai
berikut:
a. Identifikasi jenis permohonan yang akan diajukan. Permohonan yang dilakukan
yang diajukan dapat bersifat baru atau perubahan/pergantian. Bersifat baru
artinya pemegang ITbaru pertama kali melakukan pengajuan hak akses,
8
sedangkan perubahan/pergantian adalah bila mana terjadi perubahan pada
informasi pengajuan hak akses yang pertama;
b. Syarat-syarat yang ada harus dipenuhi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Identitas importir berupa nama dan alamat importir;
2) Nomor IT-Produk Kehutanan serta masa berlakunya;
3) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4) Nomor Izin TPT serta masa berlakunya atau bukti penguasaan gudang
sesuai dengan jenis Produk Kehutanan yang diimpor;
5) Angka Pengenal Importir Umum (API-U) sebagai IT yang mencantumkan
bagian Produk Kehutanan (II, IX, X, XX, dan/atau XXI);
6) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
7) Nomor S-LK, tanggal terbit, dan masa berlakunya (dalam hal memiliki S-LK);
8) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam
hak akses;
9) Nama dan spesimen tanda tangan Pemohon yang diberi kewenangan dalam
hak akses. Setelah hak akses diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan maka tanggung jawab penggunaan hak akses berada
ditangan pemegang izin IT, untuk menghindari terjadi penyalahgunaan oleh
oknum maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya
mensyaratkan personil tertentu yang ditunjuk oleh manajemen pemegang
IT untuk dapat melakukan permohonan hak akses.
Setelah semua persyaratan selesai maka seluruh dokumen yang menjadi
persyaratan di scan dan diberi nama sesuai dengan informasi yang diminta maka
importir dapat mengajukan hak akses secara online melalui http://silk.dephut.go.id.
Sesuai Pasal 8 ayat (7), hak akses akan diberikan selambat-lambatnya dalam lima
hari kerja.
2. Pengajuan Hak Akses
Setelah semua dokumen dan persyaratan selesai dipersiapkan sesuai penjelasan
sebelumnya, maka pemegang API-P atau API-U melakukan pengajuan hak akses
9
melalui http://silk.dephut.go.id/index.php/login/import. Khusus untuk Lembar
pernyataan yang sudah ditandatangani dan dicap di atas materai serta surat kuasa
disampaikan kepada Direktur Jenderal melalui Subdit Pusat Notifikasi Ekspor dan
Impor Produk Kehutanan, Gedung Manggala Wanabakti Blok II Lt. 2 Jln. Gatot
Subroto – Senayan Jakarta, Indonesia 10270. Secara prinsip sepanjang seluruh
persyaratan tersedia, seluruh informasi yang terdapat didalam antar dokumen sama
dan seluruh persyaratan masih berlaku maka hak akses dapat diberikan.
3. Pemilik Hak Akses
Setelah API-P dan API-U memperoleh hak akses maka perlu memperhatikan hak dan
kewajiban karena hak akses memiliki fungsi penting untuk memperoleh rekomendasi
dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Merujuk pada Pasal 9 ayat 1
Perdirjen No 7/PHPL-SET/2015, kewajiban pemegang hak akses adalah sebagai
berikut:
1) Menjaga keamanan dan kerahasiaan atas penggunaan Hak Akses yang telah
diterima;
2) Melakukan aktivasi sesuai dengan persetujuan aktivasi Hak Akses;
3) Menyediakan informasi yang benar untuk keperluan Rekomendasi Impor sesuai
dengan Hak Aksesnya;
4) Kerahasiaan data User-ID dan password Hak Akses sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemegang Hak
Akses dan hanya boleh digunakan oleh Pemegang Hak Akses yang bersangkutan.
Sedangkan hak dari pemegang hak akses berdasarkan Pasal 9 ayat 2 Perdirjen No
7/PHPL-SET/2015 adalah sebagai berikut:
Mengakses informasi untuk keperluan Rekomendasi Impor sesuai dengan hak
aksesnya.
Mendapatkan dukungan dari Pengelola Portal SILK, dalam pengoperasian Portal
SILK.
10
Pemegang Hak Akses diberi kebebasan untuk membuat password sendiri dan
dapat melakukan perubahan dan penggantian password melalui Portal SILK
apabila ada kecurigaan password tersebut telah diketahui oleh pihak lain;
Apabila User-ID dan password Hak Akses disalahgunakan oleh pihak lain, maka
Pemegang Hak Akses dapat memberitahukan secara tertulis kepada Pengelola
Portal SILK untuk dilakukan pemblokiran hak akses.
Apabila User-ID dan password Hak Akses tidak dapat diingat, maka Pemegang
Hak Akses dapat memanfaatkan fasilitas ubah password di portal SILK.
Hak akses yang dimiliki oleh pemegang API-P dan API-U tidak berlaku selamanya
namun dapat diakhiri hak akses yang dimilikinya. Hak akses dapat diakhiri apabila
hal-hal yang diatur dalam pasal 11 ayat 1 Perdirjen No 7/PHPL-SET/2015 terjadi.
Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hak Akses telah dicabut;
b. Pemegang Hak Akses mengajukan permohonan kepada Pengelola Portal SILK
untuk melakukan pengakhiran Hak Akses atas pelayanan Portal SILK;
c. Pengelola Portal SILK melaksanakan suatu keharusan untuk melakukan
pengakhiran Hak Akses atas dasar pelaksanaan ketentuan perundang-
undangan;
d. Pemegang Hak Akses tidak menggunakan Hak Aksesnya berturut-turut selama
12 (dua belas) bulan.
Sehubungan dengan aturan apabila hak akses tidak digunakan selama berturut-turut
selama 12 (dua belas) bulan, kondisi tersebut bukanlah sesuatu yang perlu
dikhawatirkan karena masa berlaku rekomendasi adalah maksimal 1 tahun sehingga
sebelum masa berlaku tersebut habis maka pemegang hak akses pasti akan
menggunakan hak akses tersebut.
4. Persiapan Penyampaian Data dan Informasi Terkait Uji Tuntas
Persiapan penyampaian data dan informasi terkait uji tuntas dilakukan pada setiap
pemasok (industri/manufaktur) produk kehutanan yang memasok kepada importir.
11
Pada prinsipnya informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan uji tuntas diperoleh
importir dari pemasok, oleh sebab itu salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan uji
tuntas adalah komunikasi dengan pemasok. Walaupun informasi diperoleh dari
pemasok namun importir perlu memastikan validitas informasi yang diperlukan
karena tanggung jawab pelaksanaan uji tuntas berada di importir, oleh sebab itu
importir perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai uji tuntas. Langkah-
langkah yang diperlukan untuk melakukan uji tuntas adalah sebagai berikut:
1) Identifikasi pemasok
Importir pasti sudah memiliki database mengenai identitas dari pemasoknya, dalam
hal pembuatan data dan informasi terkait ujituntas identifikasi pemasok pada tingkat
industri, apabila importir membeli dari trader atau distributor maka importir harus
dapat mengindentifikasi industri penghasil produknya. Pada penyampaian data dan
informasi identitas pemasok terdapat dua informasi penting yang harus diketahui,
yaitu:
a. Produsen, yang dimaksud produsen disini adalah industri yang membuat
produk kehutanan yang akan di impor ke Indonesia. Informasi yang dibutuhkan
dari produsen adalah nama produsen, alamat lengkap, nomor telepon dan fax,
email dan izin industri.
b. Eksportir, yang dimaksud dengan eksporter adalah lembaga atau perusahaan
yang mengekspor produk kehutanan ke Indonesia namun yang dimaksud disini
bukan perusahaan ekspedisi. Eksportir ini bisa merupakan industri atau
produsen juga, apabila kegiatan eksport langsung dilakukan oleh industri.
Trader atau distributor dapat juga menjadi eksportir apabila trader tersebut
yang melakukan ekspor, pada kondisi ini trader membeli barang dari industri
kemudian disimpan di gudang trader dan kemudian diimpor. Informasi yang
dibutuhkan dari eksportir adalah nama eksporter, alamat lengkap, nomor
telepon dan fax, email dan izin ekspor.
12
Gambar 2. Industri sebagai produsen dan eksportir
Gambar 3. Industri sebagai produsen dan trader sebagai eksportir
2) Korespondensi dengan pemasok
Setelah semua pemasok terindetifikasi maka pekerjaan selanjutnya adalah
korespondensi dengan pemasok untuk memperoleh data dasar yang dibutuhkan dari
pemasok. Importir melakukan korespodensi dengan pemasok untuk meminta
beberapa informasi yang dibutuhkan untuk melakukan uji tuntas. Contoh email yang
disampaikan kepada supplier adalah sebagai berikut:
13
Dear Supplier,
Referring to the regulation regarding the provision of imported forest products
applied by the Government of the Republic of Indonesia Number 78 / M-DAG / PER /
10/2014 jo No. 7 / M-DAG / PER / 1/2015 jo No. 63 / M-DAG / PER / 8 / 2015 about
imports of forest products. in order to comply with the regulations, we require
further information from the related imported products and the data we need is the
data of the industry / manufacturer. The information required are as follows: (attach
data form, information with regards to the due diligence, see attachment).
Form data dan informasi terkait uji tuntas dapat dilihat pada lampiran 1 buku ini.
Beberapa informasi yang dibutuhkan oleh importir adalah sebagai berikut.
a. Informasi Pemasok dan Rencana Impor
Informasi pemasok dan rencana impor adalah sebagai berikut:
1. Nama Importir = Diisi nama importir yang akan melakukan
import sesuai dengan izin API-P.
Nomor Register = Diisi nomor register hak akses yang
dimiliki oleh importir setelah melakukan
registrasi pemasok
2. Nama eksportir = Informasi nama perusahaan eksportir
yang melakukan ekspor ke Importir.
Penentuan nama eksportir dan produsen
dapat merujuk pada ilustrasi Gambar 2
serta Gambar 3. Sebagai contoh PT A
membeli kertas dari trader X di Singapura
dimana trader X membeli kertas dari
industri Y di Tiongkok. Pengiriman barang
dilakukan langsung dari industri Y. Maka
yang dicantumkan sebagai negara
eksportir adalah industri Y.
14
Alamat eksportir = Informasi alamat perusahaan eksportir
yang melakukan pengiriman kepada
importir di Indonesia. Dalam hal contoh
pada informasi nama eksportir diatas
maka alamat eksportir adalah alamat
industri Y.
Legalitas eksportir = Informasi legalitas eksportir dapat diisi
dengan izin sebagai eksportir dinegara
asal eksportir, jika pada negara eksportir
tidak ada aturan yang mewajibkan
memiliki izin sebagai eksportir maka dapat
diisi izin perusahaan eksportir. Analogi izin
eksportir yang dimaksud di Indonesia
adalah izin ETPIK (Eksportir Terdaftar
Produk Kehutanan). Informasi yang
diperlukan dari legalitas eksportir adalah
nomor izin, masa berlakunya dan scan izin
tersebut.
Negara pengekspor = Informasi mengenai nama negara tempat
barang akan diekspor barang.
3. Nama Produsen = Diisi nama perusahaan produsen barang
yang akan diekspor ke Indonesia.
Alamat Produsen = Diisi alamat perusahaan produsen
Legalitas Produsen = Diisi nomor perijinan/register sebagai
produsen dan masa berlakunya (bila ada
semacam IUI di Indonesia, dan bila tidak
ada semacam IUI di Indonesia maka diisi
dengan legalitas perusahaannya atau
register perusahaan). Hasil scan
dilampirkan.
Negara Produsen = Diisi nama negara tempat produsen
15
b. Informasi Produk yang akan diimpor
Informasi produk yang akan diimpor yang dibutuhkan untuk melakukan uji tuntas
adalah sebagai berikut:
(1) Nama bahan baku kayu /produk kayu dan turunannya yang akan diimpor dari
pemasok.
(2) Pos tarif bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor
(3) Nama dagang dan nama latin spesies tanaman atau pohon yang digunakan
sebagai bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor.
Apabila produk yang diimpor terdiri dari lebih dari satu spesies (produk
komposit) maka informasi yang dibutuhkan adalah tiga nama dagang dan nama
latin yang digunakan sebagai bahan baku. Dalam hal bahan baku/produk kayu
memproduksi barang yang akan diekspor.
4. Nama dan Negara Pelabuhan
muat
= Informasi nama pelabuhan yang menjadi
tempat muat barang yang akan diekspor
ke Indonesia. Informasi yang dibutuhkan
adalah nama pelabuhan dan negara.
Nama pelabuhan dapat diisi lebih dari
satu.
6. Rencana Impor Tahun
Berjalan
= Informasi rencana impor tahun berjalan
diisi oleh importir mengenai rencana
impor dari importir bukan hanya dari
importir yang akan dilakukan uji tuntas.
Apabila rencana impor lebih dari satu
barang dari satu pemasok maka dapat
diisi lebih dari satu barang. Rencana impor
diisi dalam satuan ton sebagai satuan
wajin dan satu pilihan satuan dalam
bentuk satuan m3/set/pcs/roll/batang,
dst).
16
berasal dari recycle yang sudah tidak bisa ditentukan spesiesnya maka dapat
diisi (not applicable). Selain nama dagang dan nama latin dari spesies yang
digunakan sebagai bahan baku, informasi yang dibutuhkan dari spesies bahan
baku lainnya adalah sebagai berikut:
(a) Nama negara asal panen bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya
yang akan diimpor. Informasi ini wajib diisi bagi produk kehutanan yang
diekspor ke Indonesia berupa kayu bulat dan produk lainnya yang
tercantum dalam Lampiran Permendag Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014.
(b) Nama daerah asal panen (negara bagian/provinsi) bahan baku
kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor. Informasi ini wajib
diisi bagi produk kehutanan yang diekspor ke Indonesia berupa kayu
bulat.
(c) Nama pemegang konsesi/pemilik asal panen bahan baku yang akan
diimpor beserta izin yang dimilikinya (izin wajib di scan). Apabila bahan
baku/produk kayu berasal dari recycle maka tidak perlu diisi. Informasi ini
wajib diisi bagi produk kehutanan yang diekspor ke Indonesia berupa kayu
bulat.
(4) Jaminan legalitas asal bahan baku yang terdiri dari beberapa pilihan (cukup
pilih salah satu), yaitu:
(a) Surat keterangan dari otoritas Negara asal panen atau Negara asal produk
yang menyatakan bahwa bahan baku kayu yang digunakan oleh eksportir
merupakan bahan baku yang legal sesuai peraturan di negara eksportir
berada. Apabila produk yang diekspor ke Indonesia merupakan kayu bulat
maka surat keterangan otoritas dari negara asal panen, sedangkan apabila
produk yang diimpor adalah bukan kayu bulat maka surat keterangan
berasal dari otoritas negara asal produsen.
(b) Sertifikat dari lembaga sertifikasi yang salah satu dari indikator penerbitan
sertifikatnya terkait legalitas dan kelestarian sumber bahan baku dan
ketelusaran bahan baku. Dalam dunia sertifikasi kehutanan, sertifikasi
jenis ini adalah dikenal dengan nama Chain of Costudy (CoC). Contoh
17
skema sertififikasi CoC yang saat ini sudah dikenal adalah skema FSC dan
PEFC.
(c) Pedoman khusus negara atau Country Spesific Guidelines (CSG), yaitu
suatu regulasi dari negara eksportir yang mensyaratkan penggunaan kayu
legal sebagaimana Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Indonesia
yang sistem tersebut telah diakui oleh Pemerintah Indonesia. Jika suatu
saat nanti ada CSG yang diakui oleh Indonesia maka barang yang diimpor
dari negara tersebut tidak memerlukan surat keterangan otoritas dan
sertifikat dari lembaga sertifikasi.
(d) Mutual Recognation Agreement (MRA), yaitu perjanjian kerjasama antara
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara lain yang saling
mengakui sistem legalitas kayunya. Jika suatu saat nanti ada MRA yang
diakui oleh Indonesia maka barang yang diimpor dari negara tersebut
tidak memerlukan surat keterangan otoritas dan sertifikat dari lembaga
sertifikasi.
(e) FLEGT License, yaitu pengakuan dari Uni Eropa terhadap suatu skema
kebijakan legalitas produk kayu dari suatu negara yang disamakan dengan
FLEGT License.
c. Ketentuan aturan negara ekspor atau negara panen
Importir perlu mengetahui kebijakan ekspor produk kehutanan dari negara ekspor
untuk produk non kayu bulat atau kebijakan mengenai panen dari negara asal panen
untuk kayu bulat. Informasi mengenai ketentuan atau regulasi mengenai ekspor
produk kehutanan di negara ekspor yang perlu diminta dari eksportir adalah sebagai
berikut:
a) Daftar produk kehutanan yang dilarang untuk ekspor di negara ekspor;
b) Daftar spesies tanaman kehutanan yang dilarang untuk ekspor di negara
ekspor;
c) Larangan penebangan terhadap spesies tanaman kehutanan di suatu negara
bagian/propinsi/distrik di negara ekspor untuk kayu bulat.
18
3) Pembuatan Data dan Informasi Terkait Uji Tuntas oleh Importir
Setelah memperoleh informasi dari pemasok maka importir dapat melakukan
pelaksanaan data dan informasi dari pemasok tersebut untuk pelaksanaan uji tuntas.
Selain informasi eksportir, hal yang menjadi pekerjaan utama dari pelaksanaan uji
tuntas adalah melakukan analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan pada informasi
mengenai spesies bahan baku, dan asal bahan baku. Penjelasan menganai analisa
resiko, mitigasi resiko dan catatan adalah sebagai berikut:
(1) Analisa resiko, Definisi analisa resiko berdasarkan Perdirjen No 7/PHPL-
SET/2015 adalah uji silang (cross check) atas dokumentasi informasi yang
resmi di negara asal produk kehutanan (dan negara asal panen untuk kayu
bulat atau kayu olahan yang sama jenisnya dengan Indonesia), untuk
menghindari importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal,
diperdagangkan secara ilegal, dan/atau ada penipuan atau penyembunyian
informasi. Output dari analisa resiko adalah sebagai berikut:
a. Neglibile Risk (NR), apabila hasil analisa resiko tidak berpotensi untuk
terjadinya importasi produk kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal
dan/atau diperdagangkan secara ilegal sehingga resiko tersebut dapat
diabaikan apabila berdasarkan hasil analisa diperoleh hasil bahwa resiko
terhadap penggunaan bahan baku illegal dapat diabaikan.
b. Significant Risk (SR), apabila berdasarkan hasil analisa resiko berpotensi
untuk terjadinya importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen
secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara illegal.
Toolbox 2.
Metode yang dapat digunakan dalam korespondensi dengan pemasok adalah importir
mengirimkan form uji tuntas yang telah ditranslate ke dalam bahasa Inggris untuk
diisi oleh pemasok, namun pada tabel 1 form uji tuntas tidak perlu mencatumkan
mitigasi resiko, analisa resiko dan catatan karena ketiga informasi tersebut
merupakan hasil analisa importir.
19
Pada saat menentukan resiko dari produk yang diimpor, importir harus memiliki
argumen mengapa pilihan resikonya SR atau NR dengan dilengkapi data,
literatur atau sumber informasi dan analisanya.
(2) Mitigasi Resiko, Definisi mitigasi resiko berdasarkan Perdirjen No 7/PHPL-
SET/2015 adalah proses atau langkah-langkah sewajarnya melalui sumber-
sumber yang dapat dipercaya untuk memastikan keandalan dan akurasi
informasi, serta memastikan tidak ada penipuan atau penyembunyian
informasi. Output dari mitigasi resiko adalah sebagai berikut:
a. Hasil mitigasi bernilai Baik (B), apabila diperoleh hasil analisa sebagai
berikut:
Hasil analisa resiko SR dan hasil catatan mitigasi berisikan langkah-
langkah serta justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi
Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau
diperdagangkan secara ilegal, termasuk penipuan/penyembunyian
informasi;
Hasil analisa resiko NR tetapi hasil catatan mitigasi berisikan langkah-
langkah serta justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi
Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau
diperdagangkan secara ilegal, termasuk penipuan/penyembunyian
informasi.
b. Hasil mitigasi tidak bernilai baik (T), apabila diperoleh hasil analisa sebagai
berikut:
Hasil analisa resiko SR tetapi tidak terdapat langkah-langkah serta
justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi Produk
Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau
diperdagangkan secara ilegal pada kolom catatan hasil mitigasi,
termasuk penipuan/penyembunyian informasi;
Hasil analisa resiko NR serta tidak terdapat langkah-langkah serta
justifikasi yang dapat mencegah terjadinya importasi Produk
Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau
20
diperdagangkan secara ilegal pada kolom catatan hasil mitigasi,
termasuk penipuan/penyembunyian informasi;
Hasil analisa resiko NR tetapi langkah-langkah serta justifikasi yang
disampaikan tidak tepat atau tidak sesuai untuk mencegah terjadinya
importasi Produk Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal
dan/atau diperdagangkan secara ilegal, termasuk
penipuan/penyembunyian informasi.
(3) Catatan, Kolom catatan hasil mitigasi diisi dengan informasi mengenai
langkah-langkah yang dilakukan oleh importir untuk memastikan keandalan
serta akurasi informasi dan memastikan bahwa importasi Produk Kehutanan
yang ditebang/dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal
terkait (i) kolom yang terdapat analisa resikonya, (ii) kolom H atau I atau J atau
K atau L, dan (iii) M atau N.
Setelah memahami konteks analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan maka proses
pembuatan uji tuntas dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
(1) Mengisi identitas pemasok yang meliputi informasi nama eksportir, alamat
eksportir, legalitas eksportir, negara pengekspor, nama dan negara pelabuhan
muat, serta rencana impor;
(2) Mengisi tabel 1 form penyampaian data dan informasi terkait uji tuntas, hal
yang perlu diperhatikan dalam mengisi tabel 1 tersebut adalah kolom diisi
untuk setiap jenis barang berdasarkan kode HS dan spesies bahan baku.
Sebagai contoh untuk barang pulp dengan kode HS 4702.00.00.00 dibutuhkan
Toolbox 3.
Analisa resiko, mitigasi resiko dan catatan dilakukan pada informasi mengenai spesies
bahan baku dan asal bahan baku. Kolom catatan mitigasi digunakan sebagai media
untuk menuliskan proses mitigasi resiko.
Dalam membuat form pengajuan terhadap data dan informasi uji tuntas sebaiknya
importir membuat format form sesuai kenyamanan importir mengingat tabel pada
form uji tuntas cukup panjang karena pengajuan dilakukan secara on line.
21
tiga spesies maka untuk barang impor pulp maka pada tebel tersebut diisi tiga
kali untuk ketiga spesies tersebut. Tata cara pengisian tabel 1 data dan
informasi terkait uji tuntas adalah sebagai berikut:
22
Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas
No.
Bahan Baku
Uraian barang Pos Tarif
(6 digit)
(A) (B) (C)
Uraian Diisi nomor urut mulai
dari angka 1 (satu) dan
seterusnya.
Diisi uraian nama bahan baku kayu
/produk kayu yang akan diimpor.
Apabila importir melakukan impor
produk kehutanan yang memiliki kode
HS dan nama barang yang sama
namun spesifikasinya berbeda, cukup
dituliskan satu. Sebagai contoh:
industri membeli bahan baku berupa
MDF Board dengan spesifikasi (3MMT,
4'W,8'L), (3MMT,3'W,8'L), dan
(3MMT,3'W,7'L). Ketiga MDF Board
tersebut sama-sama memiliki HS
4411.12.00.00, maka pada kolom ini
cukup mengisi dengan nama MDF
Board.
Diisi pos tarif bahan baku kayu/produk kayu
dan turunannya yang akan diimpor
23
Analisa Resiko Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi
Catatan Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi
Hasil Mitigasi Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi
Lanjutan 1 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas
Jenis (species)
Nama dagang dan nama ilmiah
(D)
Uraian Diisi nama dagang dan nama ilmiah dari jenis (species) bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan
diimpor. Dalam hal produk komposit, diisikan 3 (tiga) jenis yang dominan. Setiap spesies dilakukan uji tuntas.
Dalam hal produk kayu berasal dari recycle yang sudah tidak bisa ditentukan spesiesnya maka kolom D diisi n/a
(not applicable).
Apabila spesies bahan baku yang digunakan lebih dari satu (maksimal tiga dominan), maka penulisan pada kolom
D ditulis satu persatu, contohnya importir melakukan impor MDF dengan kode HS 4411.12.00.00 berdasarkan hasil
verifikasi MDF tersebut terbuat dari tiga spesies. Contoh penulisan pada tabelnya adalah sebagai berikut:
No
Bahan Baku Jenis (species)
Uraian barang Pos Tarif (10 digit) Nama dagang dan nama ilmiah
(A) (B) (C) (D)
1 MDF 4411.12.00.00 Karet (Hevea brasiliensis)
[NR] .........
24
…………
1B
2
MDF 4411.12.00.00 Akasia (Acacia mangium)
[NR]
.........
…………
1B
3
MDF 4411.12.00.00 Akasia (Acacia mearnsii)
[NR] .........
…………
1B
Daftar nama dagang dan nama ilmiah beserta sebarannya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Analisa Resiko (1) Diisi dengan ‟NR‟ beserta justifikasinya apabila merupakan spesies yang tidak tumbuh atau tidak terdapat di
Indonesia; atau
(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila merupakan spesies yang tumbuh atau terdapat di Indonesia.
“Pilih salah satunya”
Justifikasi yang dapat diberikan oleh importir adalah sebagai berikut:
(1) Verifikasi kebenaran spesies yang di deklarasikan oleh pemasok. Bagi importir yang melakukan transaksi
impor dengan industri yang memiliki sertifikat FSC dapat melakukan validasi informasi bahan baku yang
digunakan pada info di website FSC. Contoh proses validasi dapat dilihat pada Gambar 6.
25
Gambar 6. Verifikasi kebenaran informasi spesies dengan informasi didalam sertifikat
(2) Verifikasi kesesuai lokasi negara spesies dengan sebaran spesies tersebut. Importir dapat melihat sebaran
informasi dari internet melalui beberapa database sebagai berikut:
a) The Global Invasive Species Database is managed by the Invasive Species Specialist Group (ISSG) of the
IUCN Species Survival Commission.
b) BioNET-EAFRINET Regional
c) GRIN Taxonomy for Plants
d) Index of Species Information by USDA
e) Fire Effects Information System by USDA Forest Service
Contoh analisa resiko adalah sebagai berikut:
Hasil analisa resiko: [NR]
Spesies Pinus silvestris merupakan jenis pinus yang tidak tumbuh di Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada dua
literature sebagai berikut:
26
1. Jurnal Ilmiah yang berjudul Kimia Terpentin dari Getah Tusam (Pinus merkusii) Asal Kalimantan Barat. Ditulis
oleh Dahlian, E., dan Hartoyo ada Jurnal Info Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Bogor. 4(1):38-39. Pada Jurnal tersebut disebutkan bahwa “Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus
yang tumbuh asli di Indonesia”
2. Berdasarkan the Gymnosperm Database yang dikeluarkan oleh Christopher J. Earle, sebaran Pinus silvestris
adalah Albania, Andorra, Armenia, Austria, Azerbaijan, Belarus, Bosnia & Herzegovina, Bulgaria, China, Croatia,
Czech Republic, Estonia, Finland, France, Georgia, Germany, Greece, Hungary, Italy, Kazakhstan, Latvia,
Lithuania, Macedonia, Mongolia, Montenegro, Norway, Poland, Portugal, Romania, Russia, Serbia, Slovakia,
Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, Ukraine, and the United Kingdom. “Tidak terdapat Indonesia
didalam daerah sebaran populasi Pinus silvestris.
Berdasarkan literature tersebut maka resiko spesies Pinus silvestris adalah dapat diabaikan atau Negligible Risk
(NR).
Catatan hasil
mitigasi
(1) Diisi metode dan data yang digunakan untuk memitigasi resiko terjadinya penggunaan spesies bahan baku
kayu/produk kayu yang dipanen secara ilegal dan/atau diperdagangkan secara ilegal; dan
(2) Dalam hal hasil analisis resiko merupakan spesies yang juga terdapat di Indonesia, diisi dengan metode dan
data yang digunakan untuk memastikan bahwa spesies tersebut benar bukan berasal dari Indonesia.
Beberapa metode yang digunakan untuk melalukan mitigasi resiko terkait spesies adalah sebagai berikut:
(1) Verifikasi kebenaran spesies yang di deklarasikan oleh pemasok melalui penelusuran pada informasi sertifikat;
27
(2) Verifikasi sebaran spesies melalui beberapa literature atau database.
Contoh hasil mitigasi resiko adalah sebagai berikut:
Hasil mitigasi resiko yang dilakukan terhadap jenis (spesies) adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa Pinus silvestris tidak tumbuh di Indonesia melalui dua literature yang kredibel dan dapat
dipercaya;
2. Melakukan verifikasi daerah asal bahan baku dengan database dan hasil verifikasi telah menunjukan bahwa
Finlandia merupakan habitat dari tumbuhnya Pinus silvestris.
Dengan demikian spesies Pinus silvestris dapat dilakukan mitigasi resiko sehingga hasil mitigasi baik (B)
Hasil Mitigasi (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut:
(a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang tepat serta menguatkan; atau
(b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan mitigasi dapat menunjukan bahwa spesies tersebut benar tidak
berasal dari Indonesia.
(2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:
(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang tepat serta
menguatkan; atau
(b) Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan mitigasi tidak dapat menunjukan bahwa spesies tersebut tidak
berasal dari Indonesia.
28
“Hal yang perlu diperhatikan adalah apabila hasil mitigasi bernilai T maka rekomendasi impor untuk produk ini
tidak dapat diberikan”.
Berdasarkan contoh pada kolom analisa resiko dan catatan hasil mitigasi maka diperoleh hasil mitigasi B.
Lanjutan 2 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas
Asal Panen
Negara Asal Daerah Asal
(E) (F)
Uraian Diisi negara asal panen dari spesies bahan baku
kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diimpor.
Dalam hal bahan baku/produk kayu berasal dari
recycle yang sudah tidak bisa ditentukan informasinya
maka kolom F diisi n/a (not applicable).
Diisi nama daerah asal panen (negara bagian/provinsi)
kayu bulat yang akan diekspor ke Indonesia.
Kolom ini hanya wajib diisi apabila bahan baku
kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diekspor
ke Indonesia berupa kayu bulat atau log.
Analisa
Resiko
(1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila di
negara tersebut terdapat distribusi atau populasi
spesies yang menjadi bahan baku kayu/produk
kayu dan turunannya; atau
(1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila di
negara bagian atau provinsi tersebut terdapat
sebaran spesies tersebut; atau
(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila di
29
(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila
spesies yang menjadi bahan baku kayu/produk
kayu dan turunannya tidak tumbuh atau tidak
terdapat di negara asal panen tersebut.
Importir dapat mengetahui sebaran populasi suatu
spesies di suatu negara melalui berbagai macam
sumber data seperti internet, buku dan jurnal ilmiah
serta hasil risk assesment proses sertifikasi FSC.
Contoh analisa resiko terkait negara asal adalah
sebagai berikut:
Asal bahan baku yang digunakan oleh industri X
(eksportir) adalah dari Negara Finlandia. Hal tersebut
ditegaskan berdasarkan bukti sebagai berikut:
(1) Hasil risk assessment proses sertifikasi CoC skema
FSC PT X;
(2) Surat pernyataan dari industri X;
(3) Berdasarkan hasil uji silang atau verifikasi dengan
literature yang ada di jurnal ilmiah dan the
negara bagian atau provinsi tersebut tidak terdapat
sebaran spesies tersebut.
Importir dapat mengetahui sebaran populasi suatu
spesies di suatu negara melalui berbagai macam sumber
data seperti internet, buku dan jurnal ilmiah serta hasil
risk assesment proses sertifikasi FSC.
Contoh analisa resiko terkait negara asal adalah sebagai
berikut:
Berdasarkan hasil verifikasi, diketahuti asal bahan baku
yang digunakan oleh industri X (eksportir) adalah dari
Propinsi Hyvinkaa. Hal tersebut ditegaskan berdasarkan
bukti sebagai berikut:
1. Hasil risk assessment proses sertifikasi CoC skema
FSC PT X;
2. Surat pernyataan dari industri X;
3. Berdasarkan hasil uji silang atau verifikasi dengan
literature yang ada di jurnal ilmiah dan the
Gymnosperm Database, bahwa sebaran spesies
30
Gymnosperm Database, bahwa sebaran spesies
Pinus silvestris tersebar di Finlandia.
Berdasarkan analisa tersebut maka resiko dari asal
negara bahan baku adalah dapat diabaikan atau
Negligible Risk (NR) karena negara Finlandia asal
bahan baku tersebut terdapat populasi Pinus silvestris.
Pinus silvestris tersebar di Finlandia.
Berdasarkan analisa tersebut maka resiko dari asal
daerah bahan baku adalah dapat diabaikan atau
Negligible Risk (NR) karena negara Finlandia asal
bahan baku tersebut terdapat populasi Pinus silvestris.
Catatan hasil
mitigasi
(1) Diisi metode dan data yang digunakan untuk
memitigasi resiko terjadinya importasi Produk
Kehutanan yang ditebang/dipanen secara ilegal
dan diperdagangkan secara ilegal dari segi
negara asal panen/produsen; dan
(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode
dan data yang digunakan sehingga dapat
disimpulkan hasil mitigasi dari segi negara asal
panen/produsen dan dapat menguatkan hasil
analisa resiko.
Contoh catatan hasil mitigasi terkait negara asal
(1) Diisi metode atau langkah-langkah yang harus
dilakukan dan data yang digunakan untuk melakukan
verifikasi mengenai kesesuaian asal spesies kayu
bulat yang akan diekspor ke Indonesia dengan
sebaran spesies tersebut pada tingkat negara bagian
atau provinsi; dan
(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan
data yang digunakan sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada negara bagian atau provinsi tersebut
terdapat spesies kayu bulat yang akan diekspor ke
Indonesia.
31
adalah sebagai berikut:
Mitigasi resiko yang dilakukan terhadap negara asal
bahan baku yang digunakan oleh industri X adalah
sebagai berikut:
(1) Melakukan pengumpulan informasi mengenai asal
bahan baku yang ditelusuri berdasarkan risk
assessment pada saat proses sertifikasi CoC FSC
PT X;
(2) Melakukan verifikasi lokasi asal bahan baku dengan
sebaran populasi dari spesies Pinus silvestris
berdasarkan database atau literature yang ada.
Berdasarkan hasil verifikasi dalam rangka mitigasi
resiko, spesies Pinus silvestris terdapat di negara
Finlandia.
Contoh catatan hasil mitigasi terkait daerah asal bahan
baku adalah sebagai berikut:
Mitigasi resiko yang dilakukan terhadap negara asal
bahan baku yang digunakan oleh industri X adalah
sebagai berikut:
(1) Melakukan pengumpulan informasi mengenai asal
bahan baku yang ditelusuri berdasarkan risk
assessment pada saat proses sertifikasi CoC FSC PT
X;
(2) Melakukan verifikasi lokasi daerah asal bahan baku
dengan sebaran populasi dari spesies Pinus silvestris
berdasarkan database atau literatur yang ada.
Berdasarkan hasil verifikasi dalam rangka mitigasi resiko,
spesies Pinus silvestris terdapat di propinsi Hyvinkaa.
Hasil Mitigasi (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut:
(a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan
hasil mitigasi yang tepat; atau
(b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan
mitigasi menunjukan hasil bahwa spesies
(1) Kriteria hasil mitigasi B adalah sebagai berikut:
(a) Hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan
hasil mitigasi yang tepat serta menguatkan; atau
(b) Hasil analisa resiko SR tetapi hasil catatan
mitigasi menunjukan hasil bahwa terdapat
32
bahan baku kayu/produk kayu dan
turunannya benar berasal dari negara asal
panen tersebut.
(2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:
(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat
didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi
yang tepat serta menguatkan; atau
(b) Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan
mitigasi tidak diisi atau langkah-langkah serta
justifikasi yang disampaikan pada catatan
tidak tepat atau tidak sesuai sehingga tidak
dapat menunjukan bahwa spesies bahan
baku kayu/produk kayu dan turunannya
adalah benar berasal dari negara asal panen
tersebut.
Contoh dari hasil mitigasi terkait negara asal panen
adalah sebagai berikut:
Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan
sebaran atau populasi dari spesies di negara
bagian atau propinsi tersebut dan memiliki
lisensi FLEGT atau lisensi Negara MRA atau
Pedoman Khusus Negara (CSG) skema sertifikasi
PHPL yang kredibel.
(2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:
(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat
didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi
yang tepat serta menguatkan; atau
Hasil analisa resiko SR; dan hasil catatan mitigasi tidak
diisi atau langkah-langkah serta justifikasi yang
disampaikan pada catatan tidak tepat atau tidak sesuai
sehingga tidak dapat menunjukan bahwa kayu bulat
tersebut berasal dari negara asal panen tersebut.
Contoh dari hasil mitigasi terkait negara asal panen
adalah sebagai berikut:
Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan catatan
hasil mitigasi maka mitigasi resiko terkait daerah asal
33
catatan hasil mitigasi maka mitigasi resiko terkait
negara asal panen adalah baik (B).
panen adalah baik (B).
Lanjutan 3 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas
Asal Panen
Konsesi/Pemilik
(G)
Uraian Diisi sesuai dengan nama pemegang konsesi/pemilik asal panen (dapat berupa bukti kepemilikan), izin
konsesi yang meliputi nomor dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal kayu
bulat yang akan diekspor ke Indonesia. Apabila asal kayu bulat dari private forest maka dapat diisi bukti
kepemilikan dari pemilik private forest. Scan bukti legalitas wajib diupload.
Kolom ini wajib diisi apabila bahan baku kayu/produk kayu dan turunannya yang akan diekspor ke
Indonesia berupa kayu bulat atau log.
Contoh uraian konsesi pemilik adala sebagai berikut:
Kayu bulat yang diekspor ke Indonesia bersumber dari private forest dengan bukti legalitas berupa
register tanah pada otoritas pertanahaan di Provinsi Hyvinkaa.
Analisa (1) Diisi dengan „NR‟ beserta justifikasinya apabila nama pemegang konsesi/pemilik asal panen, nomor
34
Resiko dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan diekspor
ke Indonesia sesuai dan valid; atau
(2) Diisi dengan „SR‟ beserta justifikasinya apabila nama pemegang konsesi/pemilik asal panen, nomor
dan masa berlaku serta penerbit bukti legalitas konsesi/pemilik asal bahan baku yang akan
diekspor ke Indonesia tidak sesuai dan valid.
Contoh analisa resiko terkait konsesi/pemilik adalah sebagai berikut:
Nama pemilik private forest terdapat pada laporan risk assesment hasil audit CoC sertifikat FSC, selain
itu industri X sebagai pemilik sertifikat CoC dijamin legalitas asal bahan bakunya sesuai klausul FSC
nomor 1.5.2 point a disebutkan bahwa “ The organization shall declare not be directly or indirectly
involved in the following activities: (a) Illegal logging or the trade in illegal wood or forest products”.
Dengan demikian resiko dari pemegang konsesi/pemilik dapat diabaikan atau Negligible Risk (NR).
Catatan Hasil
Mitigasi
(1) Diisi metode atau langkah-langkah yang harus dilakukan dan data yang digunakan untuk melakukan
verifikasi kesesuaian dan validitas legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan diekspor ke
Indonesia; dan
(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan data yang digunakan sehingga dapat
disimpulkan bahwa pada negara bagian atau provinsi tersebut terdapat spesies kayu bulat yang
akan diekspor ke Indonesia.
Contoh analisa resiko terkait konsesi/pemilik adalah sebagai berikut:
35
Mitigasi yang dilakukan terhadap asal produsen adalah sebagai berikut
(1) Melakukan verifikasi terhadap jaminan legalitas asal bahan baku yang dibuktikan dengan dimilikinya
sertifikat CoC;
(2) Memastikan standard mengenai legalitas berada pada sertifikat CoC.
Hasil Mitigasi (1) Kriteria hasil mitigasi B adalah hasil analisa resiko NR dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang
tepat dan menguatkan; atau
(2) Kriteria hasil mitigasi T adalah sebagai berikut:
(a) Hasil analisa resiko NR namun tidak dapat didukung dengan justifikasi dan hasil mitigasi yang
tepat serta menguatkan; atau
(b) Hasil analisa resiko SR dan hasil catatan mitigasi resiko tidak diisi atau langkah-langkah serta
justifikasi yang disampaikan pada catatan hasil mitigasi tidak tepat atau tidak sesuai sehingga
tidak dapat menunjukan validitas dari legalitas konsesi/pemilik asal kayu bulat yang akan
diekspor ke Indonesia
Dengan mempertimbang hasil analisa resiko dan catatan hasil mitigasi maka mitigasi resiko terkait
konsesi atau pemilik adalah baik (B).
36
Lanjutan 4 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas
Surat keterangan otoritas Negara asal
panen atau Negara asal produk Sertifikat dari lembaga sertifikasi
(H) (I)
Uraian Dapat diabaikan bila kolom I/J/K/L yang akan
diisi.
(1) Diisi nomor dan tanggal surat keterangan
serta masa berlakunya dari otoritas negara
asal panen untuk kayu bulat dan asal
produsen untuk selain kayu bulat serta
ruang lingkup dari surat keterangan. Dalam
hal bahan baku/produk kayu berasal dari
recycle, maka surat keterangan otoritas
dan/atau laporan LS (Lembaga Surveyor)
yang mencantumkan keterangan tentang
produk recycle; dan
(2) Scan keterangan dari otoritas Negara asal
panen atau Negara asal produk harus
disertai.
Dapat diabaikan bila kolom H/J/K/L yang akan diisi.
(1) Diisi nama skema sertifikasi, nomor, ruang
lingkup sertifikasi dan masa berlaku sertifikat
dari lembaga sertifikasi. Apabila yang akan
diekspor ke Indonesia adalah kayu bulat maka
sertifikasi yang digunakan adalah sertifikasi
pemegang konsesi atau sertifikasi pemilik lahan;
(2) Diisi keterangan tentang indikator yang
digunakan skema tersebut terkait legalitas
dan/atau kelestarian sumber bahan baku
(dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa
Inggris); dan
(3) Scan sertifikasi harus disertai.
Contoh uraian dari sertifikat dari lembaga sertifikasi
37
Contoh uraian dari surat keterangan otoritas
negara asal panen atau negara asal produk
adalah sebagai berikut:
Industri X telah memiliki surat keterangan dari
Kementerian Lingkungan, Pertanian dan
Kehutanan nomor 001/MoAaF/2015 yang
menyatakan seluruh bahan baku Pinus bersumber
dari Private Forest dan legal.
adalah sebagai berikut:
Industri X telah memiliki sertifikat COC dari Lembaga
Sertifikasi “A” dengan nomor sertifikat A-COC-
830176. Ruang lingkup sertifikasi CoC adalah P2.4.1
Impregnated papers. Produk yang diimpor sesuai
dengan ruang lingkup produk yang ada didalam
sertifikat. Masa berlaku sertifikat adalah dari tanggal
18 Desember 2013 sampai 17 Desember 2018.
Analisa
Resiko
Tidak diisi Tidak diisi
Catatan hasil
mitigasi
(1) Diisi metode atau langkah-langkah yang
dilakukan dan data yang digunakan untuk
melakukan verifikasi ruang lingkup surat
keterangan otoritas dan validitas surat
keterangan legalitas otoritas; dan
(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan
metode dan data yang digunakan sehingga
dapat disimpulkan bahwa surat keterangan
(1) Diisi metode atau langkah-langkah yang
dilakukan dan data yang digunakan untuk
melakukan verifikasi ruang lingkup sertifikat dan
validitas sertifikat;
(2) Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode
dan data yang digunakan sehingga dapat
disimpulkan bahwa sertifikat telah mencakup
produk kayu yang akan diekspor ke Indonesia
38
otoritas negara telah mencakup produk kayu
yang akan diekspor ke Indonesia dan valid.
Contoh catatan hasil mitigasi dari surat
keterangan otoritas negara asal panen atau
negara asal produk adalah sebagai berikut:
Mitigasi yang dilakukan terhadap asal produsen
adalah sebagai berikut
(1) Melakukan verifikasi kebenaran fungsi dan
tugas dari otoritas;
(2) Memastikan bahwa surat tersebut benar
dibuat dengan dilengkapi surat pernyataan
dari industri X
dan valid.
Contoh catatan hasil mitigasi sertifikat dari lembaga
sertifikasi adalah sebagai berikut:
Validasi sertifikat CoC dari Industri X dapat dilihat
pada website FSC.
Hasil Mitigasi Tidak diisi Tidak diisi
39
Lanjutan 5 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas
Pedoman Khusus Negara
(CSG) MRA FLEGT License
(J) (K) (L)
Uraian Dapat diabaikan bila kolom H/I/K/L
yang akan diisi.
(1) Diisi nama diisi dokumen
khusus negara penerbit,
nomor dan tanggal terbit
serta masa berlaku;
(2) Diisi keterangan tentang
indikator yang digunakan CSG
tersebut terkait legalitas dan
kelestarian sumber bahan
baku (dalam bahasa
Indonesia dan/atau bahasa
Inggris); dan
(3) Scan dokumen CSG harus
disertai.
Sampai buku ini di cetak belum
ada CSG yang diakui oleh
Indonesia.
Dapat diabaikan bila kolom H/I/J/L
yang akan diisi.
(1) Diisi dokumen negara penerbit
lisensi MRA, nomor dan tanggal
terbit serta masa berlaku lisensi
MRA; dan
(2) Diisi Keterangan tentang isi MRA
yang menyebutkan pengakuan
terhadap legalitas dan
kelestarian sumber bahan baku
yang akan diekspor ke Indonesia
(dalam bahasa Indonesia atau
Inggris).
Sampai buku ini di cetak belum ada
MRA yang diakui oleh Indonesia.
Dapat diabaikan bila kolom
H/I/J/K yang akan diisi.
Diisi nama negara penerbit lisensi
FLEGT dan masa berlaku
Voluntary Partnership Agreement
(VPA).
Analisa Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi
40
Resiko
Catatan hasil
mitigasi
(1) Diisi metode atau langkah-
langkah yang dilakukan dan
data yang digunakan untuk
melakukan verifikasi ruang
lingkup produk pada CSG; dan
(2) Diisi hasil catatan mitigasi
berdasarkan metode dan data
yang digunakan sehingga
dapat disimpulkan bahwa
kepatuhan terhadap CSG
mencakup produk kayu yang
akan diekspor ke Indonesia
dan valid.
Sampai buku ini di cetak belum
ada CSG yang diakui oleh
Indonesia.
Diisi hasil catatan mitigasi
berdasarkan metode dan data yang
digunakan sehingga dapat
disimpulkan bahwa kepatuhan
terhadap MRA mencakup produk
kayu yang akan diekspor ke
Indonesia dan valid.
Sampai buku ini di cetak belum ada
MRA yang diakui oleh Indonesia.
Diisi hasil catatan mitigasi
berdasarkan metode dan data
yang digunakan sehingga dapat
disimpulkan bahwa kepatuhan
terhadap FLEGT License
mencakup produk kayu yang akan
diekspor ke Indonesia dan valid.
Hasil Mitigasi Tidak diisi Tidak diisi Tidak diisi
41
Lanjutan 6 Tabel 1. Data dan informasi terkait uji tuntas
Kesesuaian Aturan *)
Negara ekspor Negara panen
(M) (N)
Uraian Wajib diisi apabila bahan baku kayu/produk kayu
dan turunannya yang akan diekspor ke Indonesia
bukan merupakan kayu bulat atau log.
(1) Diisi dengan nama dan nomor peraturan
negara eksportir yang mengatur perdagangan
kayu yang meliputi batasan/cakupan spesies
dan/atau produk; dan
(2) Diisi kesesuaian aturan negara eksportir
dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) Diisi dengan „Sesuai‟ apabila produk yang
diekspor tidak dilarang (produk dan
spesies) dan sesuai dengan regulasi
negara eksportir; atau
(b) Diisi dengan „Tidak Sesuai‟ apabila produk
yang diekspor dilarang (produk dan
Wajib diisi apabila bahan baku kayu yang akan
diekspor ke Indonesia berupa kayu bulat atau log.
(1) Diisi dengan nama dan nomor peraturan negara
panen yang mengatur perdagangan kayu dan
atau pemanen hasil hutan.
(2) Diisi kesesuaian aturan negara eksportir dengan
ketentuan sebagai berikut
a) Diisi dengan „Sesuai‟ apabila produk yang
diekspor tidak dilarang (kayu bulat dan
spesies) dan sesuai dengan regulasi negara
asal penen; atau
b) Diisi dengan „Tidak Sesuai‟ apabila produk
yang diekspor dilarang (kayu bulat dan
spesies) dan sesuai dengan regulasi negara
asal panen.
42
spesies) dan sesuai dengan regulasi
negara eksportir.
Contoh uraian dari kesesuaian aturan negara ekspor
adalah sebagai berikut:
Berdasarkan Peraturan Export Control List SOR/89-
202 Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Ministry of
Foreign Affairs, Trade and Development Canada
Tidak ada larangan ekspor Pulp dan spesies Maple
Analisa
Resiko
Tidak diisi Tidak diisi
Catatan hasil
mitigasi
Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan
data yang digunakan sehingga dapat disimpulkan
bahwa produk yang diekspor ke Indonesia telah
mematuhi ketentuan negara eksportir.
Contoh catatan hasil mitigasi resiko dari kesesuaian
aturan negara ekspor adalah sebagai berikut:
Melakukan verifikasi terkait ketentuan asal ekspor
terkait Tidak ada larangan ekspor log dan atau jenis
kayu dan atau spesifikasi produk berdasarkan
Diisi hasil catatan mitigasi berdasarkan metode dan
data yang digunakan sehingga dapat disimpulkan
bahwa kayu bulat yang diekspor ke Indonesia telah
mematuhi ketentuan negara asal panen.
44
5. Penyampaian Data dan Informasi terkait Uji Tuntas (Due Diligence)
Setelah mengisi data dan informasi terkait uji tuntas, importir menyampaikan ke
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara online. Metode pengisian data
dan informasi terkait uji tuntas adalah melakukan input data pada website bukan
dengan cara upload.
Apabila terdapat pemasok baru bagi importir maka importir dapat mengajukan
kembali data dan informasi terkait uji tuntas untuk pemasok tersebut, dengan
demikian perubahan akan berlanjut pada tahapan-tahapan selanjutnya yaitu
deklarasi impor dan rekomendasi impor. Kondisi yang menyebabkan harus
menambahkan data dan informasi terkait uji tuntas adalah sebagai berikut:
1) Apabila terdapat pemasok baru yang tidak termasuk dalam deklarasi impor dan
uji tuntas belum pada saat pengajuan rekomendasi impor maka Pemegang Izin
API-P atau API-U harus melakukan perbaikan rekomendasi impor.
2) Apabila seluruh pemasok telah terdaftar namun pemegang API-P atau API-U
melakukan impor yang berasal dari spesies baru dari suatu pemasok yang telah
terdaftar dalam deklarasi impor maka pemegang API-P atau API-U harus
melakukan perbaikan terhadap deklarasi impor dan uji kepatuhan pada
pemasok tersebut. Sebagai contoh, Pemegang API-P melakukan impor pulp dari
Canada dengan jenis spesies Oak, namun pada suatu waktu pemegang IP
melakukan impor pulp dengan jenis spesies dominan baru berupa Pinus radiata
maka Pemegang API-P tersebut harus memperbaiki rekomendasi impor sesuai
deklarasi impor dan uji kepatuhan terbaru. Hal ini merujuk pada mekanisme
pembuatan uji kepatuhan.
3) Selain poin 2 dan 3, perbaikan rekomendasi impor dilakukan apabila terjadi
perubahan informasi yang terdapat didalam deklarasi impor dan uji tuntas
lainnya.
6. Penelaahan Data dan Informasi Uji Tuntas
Setelah data dan informasi terkait uji tuntas diisi seluruhnya oleh pemegang izin API-
P atau API-U dilakukan penelaahan oleh personil Kementerian Lingkungan Hidup dan
45
Kehutanan. Berdasarkan Pasal 3 ayat 2, Perdirjen PHPL Nomor 7/PHPL-SET/2015
lama pelaksanaan uji tuntas adalah selamat tujuh hari sejak diterimanya
permohonan. Dalam melakukan penelaahan, penelaah memiliki prosedur dan
parameter yang disesuiakan dengan pentunjuk teknis yang ada di Perdirjen PHPL
Nomor 7/PHPL-SET/2015.
7. Hasil Uji Tuntas
Output penelaahan data dan informasi terkait uji tuntas adalah uji tuntas. Hasil uji
tuntas belum tentu meluluskan seluruh data dan informasi yang diajukan, oleh
sebab itu ada kemungkinan tidak semua pemasok memperoleh uji tuntas, tidak
semua produk yang diajukan menjadi uji tuntas dan tidak semua spesies yang
diajukan dapat menjadi uji tuntas. Oleh sebab itu, importir harus mengisi sesuai
petunjuk pengisian yang ada di Perdirjen PHPL Nomor 7/PHPL-SET/2015.
8. Persiapan Deklarasi Impor
Penyusunan deklarasi impor dilakukan setelah API-P atau API-U memperoleh hasil
uji tuntas yang diperoleh melalui hak akses yang dimiliki. Proses penyusunan
deklarasi impor dibuat, ditelaah dan diajukan oleh importir. Oleh sebab itu, isi dari
deklarasi impor merupakan tanggung jawab dari importir. Deklarasi impor terdiri dari
informasi identitas API-P dan API-U, rencana dan realiasasi impor pada tahun
sebelumnya untuk setiap produk serta hasil uji tuntas dari seluruh supplier.
Deklarasi Impor Pemegang Izin API-P
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membuat deklarasi impor adalah
sebagai berikut:
(1) Isi informasi identitas API-P sesuai informasi
1. Nama Importir : Diisi nama perusahaan importir. Nama importir
disesuiakan dengan akta, API-P, izin industri dan NPWP.
2. Alamat Kantor : Diisi alamat perusahaan importir seuai dengan alamat,
telepon dan fax yang tertera di dalam API-P. Alamat
email diisi alamat email perusahaan atau alamat email
46
dari personal yang bertanggung jawab didalam kegiatan
ekspor-impor
3. Alamat Pabrik Diisi alamat perusahaan importir seuai dengan alamat,
telepon dan fax yang tertera di dalam izin industri
(IUIPHHK/IUI/TDI)
4. Nomor
IUIPHHK/IUI/TDI*)
: Diisi nomor izin pertama dan perubahan terakhir.
5. Nomor Pokok
Wajib Pajak
(NPWP)
: Diisi nomor NPWP milik importir
6. Nomor API-P : Diisi nomor API-P terakhir yang dimiliki oleh importir
7. Nomor Induk
Kepabeanan (NIK)
: Diisi NIK dari Importir
8. Nomor S-LK (bagi
yang wajib S-LK)
: Bagi industri yang mengahasilkan produk kehutanan
sebagaimana yang tercantum pada Permendag
Ketentuan Ekspor Produk Kehutanan maka wajib
mencantumkan nomor S-LK beserta masa berlakunya.
Pastikan juga bahwa produk yang akan didaftarkan pada
poin 9 telah termasuk pada ruang lingkup S-LK.
9. Kapasitas Izin Produksi dan Pos Tarif yang diproduksi berdasarkan izin
No
Kelompok
Produk sesuai Izin
Kapasitas Izin
Produksi (m3/set/pcs/roll/btg
)
Uraian Produk HS Code (10
digit)
Realisasi Produksi
Tahun Sebelumnya
1 Diisi produk sesuai izin
Diisi uraian barang yang dihasilkan
oleh importir
berdasarkan izin
Diisi 10 kode HS dari setiap produk
yang dihasilkan
berdasarkan izin. Satu produk dapat
lebih dari satu HS apabila perbedaan
HS nya disebabkan karena
ukuran
Diisi kapasitas produksi per
produk
berdasarkan izin terakhir
Realisasi produksi diisi realiasi
produksi per
produk pada tahun
sebelumnya dengan periode 1
januari s/d 31 Desember
2
3
10. Tanggal Pelaksanaan
Uji Tuntas
: Diisi tanggal pelaksanaan uji tuntas mulai dari
persiapan sampai dengan hasil uji tuntas selasai
47
(2) Isi tabel informasi bahan baku impor
No. Bahan baku
Uraian barang Pos tarif (10 digit)
(A) (B) (C)
1 Diisi dengan daftar produk kehutanan yang akan diimpor. Diisi daftar produk kehutanan yang terdapat pada Lampiran Permendag tentang Ketentuan Impor.
Diisi kode HS dari barang-barang yang akan diimpor.
2
3
4
5
dst
Jumlah (ton)
Jenis (species)
Nama dagang Nama ilmiah
(D) (E)
Diisi nama dagang dari spesies bahan baku tersebut. Setiap produk pada Kolom B harus didefinisikan spesies dari bahan bakunya. Jika satu produk pada berasal lebih dari tiga spesies. Sebagai contoh impor kertas yang terdiri dari 10 Spesies, maka cukup diisi 3 spesies dominan. Dengan demikian kolom ini akan diisi maksimal tiga spesies untuk satu produk yang akan diimpor. Penulisan tiga spesies dilakukan dengan memberikan tanda koma (,). Sebagai contoh suatu produk kertas diimpor dengan bahan baku dominan Oak, Beech dan Basswod.
Diisi nama ilmiah setiap spesies bahan baku. Sama seperti nama dagang, apabila lebih dari satu spesies maka dituliskan menggunakan koma (,) dan berurutan sesuai dengan urutan yang dituliskan pada nama dagang Querqus rubra, Fagus grandifolia, Tilia americana
[jati] [Tectona grandis] [Jati] [Tectona grandis] [Jati] [Mahoni] [Sonokeling]
[Tectona grandis] [Switenia macrophyla) [Dalbergia latifolia]
dilaksanakan termasuk jika ada proses QC atau review
11. Nama Pelabuhan
Bongkar
: Diisi nama pelabuhan bongkar pertama kali di
Indonesia, lengkap dengan propinsi.
12. Informasi hasil Uji
Tuntas/Due Diligence
: Diisi nama supplier dan nomor supplier, informasi ini
diisi berdasarkan sistem.
48
Tahun Sebelumnya
Rencana Pemenuhan BB Impor
Realisasi Impor
(F1) ton
(F2) ***
(G1) ton
(G2) ***
Diisi rencana pemenuhan bahan baku per produk dalam ton
Diisi rencana pemenuhan bahan baku per produk dalam satuan selain ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)
Diisi realisasi pemenuhan bahan baku per produk dalam ton untuk periode Januari-Desember tahun sebelumnya
Diisi realisasi pemenuhan bahan baku per produk dalam ton untuk periode Januari-Desember tahun sebelumnya dalam satuan lain selain ton seperti m3/set/pcs/roll/btg)
[500] [400]
“Pada pengajuan pertama, kolom F1,F2,G1,G2 tidak perlu diisi”
Penggunaan Impor
Stok Impor
(H1) ton*
(H2) **
(I1) ton*
(I2) **
Diisi penggunaan realisasi impor per produk pada periode Januari-Desember tahun sebelumnya dalam satuan ton
Diisi penggunaan realisasi impor per produk pada periode Januari-Desember tahun sebelumnya selain satuan ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)
Diisi sisa stok impor per produk per 31 Desember tahun sebelumnya dalam satuan ton. Rumus perhitungan stok impor diperoleh dari Realisasi Impor (G1)-Penggunaan Impor (H1)
Diisi sisa stok impor per produk per 31 Desember tahun sebelumnya selain satuan ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)
[300] [100]
“Pada pengajuan pertama, kolom H1,H2,I1,I2 tidak perlu diisi”
Tahun berjalan
Keterangan Rencana Pemenuhan BB Impor*)
(J1) (J2) (K)
49
ton ***
Diisi rencana impor setiap produk pada tahun berjalan dalam satuan ton
Diisi rencana impor setiap produk pada tahun berjalan dalam satuan ton
Keterangan dapat diisi dengan informasi lainnya yang menerangkan informasi lain terkait produk
[600]
Deklarasi Impor Pemegang Izin API-U
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membuat deklarasi impor adalah
sebagai berikut:
(1) Isi informasi identitas IT sesuai informasi
1. Nama Importir : Diisi nama perusahaan importir. Nama importir
disesuiakan dengan akta, IT, izin industri dan
NPWP.
2. Alamat Kantor : Diisi alamat perusahaan importir seuai dengan
alamat, telepon dan fax yang tertera di dalam
IT. Alamat email diisi alamat email perusahaan
atau alamat email dari personal yang
bertanggung jawab didalam kegiatan ekspor-
impor
3. Alamat Gudang Diisi alamat gudang importir sesuai dengan
kondisi lapangan dan izin yang meliputi
alamat, telepon dan fax yang tertera di dalam
izin industri (IUIPHHK/IUI/TDI)
4. NomorTPT/Bukti
Penguasaan Gudang
(TDG/IMB)
: Diisi nomor izin pertama dan perubahan
terakhir atau bukti penguasaan gudang.
5. Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)
: Diisi nomor NPWP milik importir
6. Nomor API-U : Diisi nomor API-U terakhir yang dimiliki oleh
50
importir dan bagian produk II / IX / X / XX /
XXI*) yang tercantum pada APIU
7. Nomor IT Produk
Kehutanan
: Diisi Nomor IT Produk Kehutana dari Importir
8. Nomor Induk
Kepabeanan (NIK)
: Diisi NIK dari Importir
9. Nomor S-LK (bagi
yang wajib S-LK)
: Bagi pemilik IT yang memiliki izin TPT maka
kolom ini wajib diisi dengan nomor SLK milik
IT.
10. Tanggal Pelaksanaan
Uji Tuntas
: Diisi tanggal pelaksanaan uji tuntas mulai dari
persiapan sampai dengan hasil uji tuntas
selasai dilaksanakan termasuk jika ada proses
QC atau review
11. Nama Pelabuhan
Bongkar
: Diisi nama pelabuhan bongkar pertama kali di
Indonesia, lengkap dengan propinsi.
12. Informasi hasil Uji
Tuntas/Due Diligence
: Diisi nama supplier dan nomor supplier,
informasi ini diisi berdasarkan sistem.
(2) Isi tabel informasi barang impor impor
No. Bahan baku
Uraian barang Pos tarif (10 digit)
(A) (B) (C)
1 Diisi dengan daftar produk kehutanan yang akan diimpor. Diisi daftar produk kehutanan yang terdapat pada Lampiran Permendag tentang Ketentuan Impor.
Diisi kode HS dari barang-barang yang akan diimpor.
2
3
4
5
dst
Jumlah (ton)
51
Jenis (species)
Nama dagang Nama ilmiah
(D) (E)
Diisi nama dagang dari spesies bahan baku tersebut. Setiap produk pada Kolom B harus didefinisikan spesies dari bahan bakunya. Jika satu produk pada berasal lebih dari tiga spesies. Sebagai contoh impor kertas yang terdiri dari 10 Spesies, maka cukup diisi 3 spesies dominan. Dengan demikian kolom ini akan diisi maksimal tiga spesies untuk satu produk yang akan diimpor. Penulisan tiga spesies dilakukan dengan memberikan tanda koma (,). Sebagai contoh suatu produk kertas diimpor dengan bahan baku dominan Oak, Beech dan Basswod.
Diisi nama ilmiah setiap spesies bahan baku.Sama seperti nama dagang, apabila lebih dari satu spesies maka dituliskan menggunakan koma (,) dan berurutan sesuai dengan urutan yang dituliskan pada nama dagang Querqus rubra, Fagus grandifolia, Tilia americana
[jati] [Tectona grandis] [Jati] [Tectona grandis] [Jati] [Mahoni] [Sonokeling]
[Tectona grandis] [Switenia macrophyla) [Dalbergia latifolia]
Tahun Sebelumnya
Rencana Pemenuhan BB Impor
Realisasi Impor
(F1) ton
(F2) ***
(G1) ton
(G2) ***
Diisi rencana pemenuhan bahan baku per produk dalam ton
Diisi rencana pemenuhan bahan baku per produk dalam satuan selain ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)
Diisi realisasi pemenuhan bahan baku per produk dalam ton untuk periode Januari-Desember tahun sebelumnya
Diisi realisasi pemenuhan bahan baku per produk dalam ton untuk periode Januari-Desember tahun sebelumnya dalam satuan lain selain ton seperti m3/set/pcs/roll/btg)
[500] [400]
“Pada pengajuan pertama, kolom F1,F2,G1,G2 tidak perlu diisi”
52
Penggunaan Impor
Stok Impor
(H1) ton*
(H2) **
(I1) ton*
(I2) **
Diisi penggunaan realisasi impor per produk pada periode Januari-Desember tahun sebelumnya dalam satuan ton
Diisi penggunaan realisasi impor per produk pada periode Januari-Desember tahun sebelumnya selain satuan ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)
Diisi sisa stok impor per produk per 31 Desember tahun sebelumnya dalam satuan ton. Rumus perhitungan stok impor diperoleh dari Realisasi Impor (G1)-Penggunaan Impor (H1)
Diisi sisa stok impor per produk per 31 Desember tahun sebelumnya selain satuan ton seperti m3/set/pcs/rol/btg)
[300] [100]
“Pada pengajuan pertama, kolom H1,H2,I1,I2 tidak perlu diisi”
Tahun berjalan
Keterangan Rencana Pemenuhan BB Impor*)
(J1) ton
(J2) ***
(K)
Diisi rencana impor setiap produk pada tahun berjalan dalam satuan ton
Diisi rencana impor setiap produk pada tahun berjalan dalam satuan ton
Keterangan dapat diisi dengan informasi lainnya yang menerangkan informasi lain terkait produk
[600]
9. Rekomendasi Impor
Penerbitan rekomendasi impor oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
didasarkan pada deklarasi impor sesuai Pasal 12 ayat 1 Perdirjen PHPL Nomor
7/PHPL-SET/2015 “Penerbitan Rekomendasi Impor didasarkan pada Deklarasi Impor
dan hasil uji tuntas Produk Kehutanan”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
53
deklarasi impor adalah kunci untuk mendapatkan rekomendasi impor sehingga perlu
diperhatikan kebenaran isinya. Rekomendasi impor akan dikeluarkan paling lambat 3
hari setelah pengajuan permohonan rekomendasi impor. Setelah importir
memperoleh rekomendasi impor maka selanjutnya importir mengajukan
permohonan sebagai IP kepada Kementerian Perdagangan.
54
DEKLARASI KESESUAIAN PEMASOK (DKP)
Penggunaan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP) dalam proses impor produk
kehutanan tertuang didalam Pasal 6 ayat 11 Perdirjen PHPL Nomor 7/VI-SET/2015,
yaitu: Importir Pemilik API-P atau Importir sebagai IT wajib menerbitkan DKP
terhadap barang yang diimpornya. DKP dibuat untuk setiap barang yang masuk dan
dibuat ketika barang akan masuk kedalam industri untuk IP dan gudang untuk IT.
DKP dibuat oleh importir untuk setiap kali impor dan rekamannya wajib dijaga
minimal 1 (satu) tahun. DKP sendiri tidak dilampirkan pada saat pengajuan
rekomendasi impor tetapi menjadi rekaman importir. Apabila importir wajib memiliki
S-LK maka menjadi salah satu verifier yang di verifikasi, sedangkan bagi yang tidak
wajib maka hanya akan menjadi rekaman. Informasi DKP yang ada didalam DKP
dapat menggunakan informasi yang terdapat didalam uji tuntas dan deklarasi impor.
Tahapan pembuatan DKP adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan informasi produk kehutanan yang diimpor. Informasi yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut:
a. Nama jenis kayu/produk kayu (nama latin dan nama perdagangan)
b. Uraian barang dan HS Code (4 digit)
c. Jumlah barang (keping/m3/kg/batang/kemasan)
d. Waktu tiba di Indonesia (Tgl/bln/thn)
e. Dokumen Impor (Nomor Bill of Lading (B/L), Nomor Invoice, Nilai Invoice,
Nomor Packing List)
f. Penerima dan alamat penerima kayu dan/atau produk kayu
g. Nomor dan tanggal Nota Angkutan
h. Asal usul Kayu dan Produk Kayu yang dideklarasikan:
1) Negara panen.
2) Sertifikat negara panen (jenis product claim, nomor sertifikat, nama
penerbit, masa berlaku sertifikat) bila ada.
55
3) Eksportir (nama, alamat, negara).
4) Pelabuhan ekspor.
2. Pengisian form deklarasi kesesuaian pemasok dilakukan pada form seperti pada
Gambar 9.
57
BEBERAPA KETENTUAN EKSPOR PRODUK KEHUTANAN
DI BEBERAPA NEGARA
Pemahaman mengenai beberapa regulasi ekspor produk kehutanan di beberapa
negara dibutuhkan untuk melakukan uji tuntas, dengan mengetahui peraturan
tersebut maka importir dapat melakukan justifikasi apakah barang yang diimpor
sesuai dengan aturan di negara asal atau tidak. Beberapa informasi yang perlu
diketahui dari aturan ekspor produk kehutanan di negara eksportir adalah sebagai
berikut:
a. Aturan di negara pengekspor yang berisikan daftar produk yang dilarang untuk
diekspor;
b. Aturan di negara pengekspor mengenai pemberlakuan proses tambahan
terhadap produk yang akan di ekspor;
c. Aturan di negara pengekspor yang berisikan daftar spesies yang dilarang untuk
diekspor;
Aturan disetiap negara tentunya berbeda satu dengan yang lain. Pada bab ini akan
dijelaskan beberapa aturan dibeberapa negara.
58
Australia
• Izin dari DAFF
untuk ekspor
lebih dari 2
ton; untuk
woodchips,
log,
Brazil
• Larangan
ekspor mahoni
• Virola sp dan
Ocoteaporosa
perlu surat
dari IBAMA
Filipina
• Larangan
ekspor rotan,
spesies
mangrove dan
bantalan
kereta api
Cambodia
• 6 HS produk
kayu dilarang
ekspor
India
• 17 HS produk
kayu dilarang
ekspor
USA
• Kayu bulat
dari negara
bagian Alaska
dilarang di
ekspor
Peru
• Kayu dari
hutan alam
dilarang untuk
di ekspor
Canada
• Larangan
ekspor untuk
softlumber
product
Gambar 7. Peraturan Ekspor Produk Kehutanan di Beberapa Negara
59
1. Amerika Serikat
1.1 Peraturan Ekspor di Amerika Serikat
Seluruh Ekspor produk di Amerika Serikat harus mendapatkan persetujuan dari U.S.
Department of State Directorate of Defense Trade Controls (DDTC). Persetujuan dapat
diperoleh apabila eksporter telah memenuhi persyaratan dari Departemen teknis dan untuk
produk kayu berada dibawah Departement of Agriculture (USDA). Departement of Agriculture
memiliki Badan Animal and Plant Health Inspection Service (APHIS) yang bertugas untuk
memfasilitasi proses perdagangan yang legal, memonitor pergerakan material yang berisiko,
melindungi dan mengindetifikasi hama, mengatur impor dan ekspor tanaman, dan
membantu eksportir memenuhi persyaratan masuk dari negara lain.
Berdasarkan Export Program Manual yang diterbitkan oleh United State Departement of
Agriculture (USDA) yang diterbitkan pada Bulan Maret 2010 pada Bab 4 dijelaskan bahwa
untuk produk kayu (lumber) wajib dilaksanakan inspeksi sebelum memasuki container oleh
Authorized Certification Officials (ACOs) sehingga setiap produk lumber akan memiliki hasil
inspeksi tersebut.
1.2 Produk dan spesies yang dilarang Ekspor
Peraturan mengenai legalitas produk hasil hutan mengikuti aturan Lacey Act yang berlaku
untuk ekspor dan impor. Aturan didalam Lacey Act sendiri melarang melakukan ekspor dari
kayu illegal, yang meliputi:
1. Kayu yang diambil dari kawasan lindung atau kawasan yang dilarang oleh pemerintah,
termasuk taman nasional atau suaka margasatwa;
2. Kayu diambil dari hutan di mana penebangan dilakukan secara legal tetapi disahkan oleh
otorisasi yang tidak tepat;
3. Kayu yang dipanen tanpa membayar semua pajak yang diperlukan serta biaya mengenai
pemanenan, pengangkutan dan penjualan kayu;
4. Produk hutan yang dikirim melanggar peraturan ekspor (misalnya, larangan ekspor kayu).
5. Hasil hutan curian.
Peraturan mengenai larangan spesies untuk di ekspor, Amerika Serikat mengikuti aturan dari
CITES. Sedangkan untuk larangan penebangan, terdapat beberapa aturan mengenai
larangan penebangan di Amerika Serikat, yaitu:
60
1) Berdasarkan Undang-undang federal AmerikaSerikat melarang ekspor kayu (log) dari
seluruh tanah publik (Negara dan Federal) di daratan barat bujur 100⁰ berdasarkan
peraturan Forest Resources Conservation and Shortage Relief Amendment Act of 1993.
2) Alaska tidak diperbolehkan untuk mengirim kayu dalam bentuk log yang berasal dari
tanah publik diluar batas kekuasaannya berdasarkan Undang-Undang Organic Act 1927
1.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
Amerika Serikat adalah sebagai berikut:
1. Export Program Manual United State Departement of Agriculture (USDA), March 2010
2. USA forest products legalty legislation and FSC
3. http://www.fs.fed.us/pnw/pubs/gtr_436.pdf
2. Canada
2.1 Peraturan Ekspor di Canada
Ketentuan ekspor di Canada secara umum diatur dalam Customs Act yang dipublikasikan
oleh Ministry of Justice Canada pada tahun 1986 .
2.2 Produk dan spesies yang dilarang Ekspor
Dalam menentukan spesies yang dilarang ekspor, Canada mengacu pada dua peraturan yaitu
aturan CITES dan Canadian Species at Risk Act. Secara umum tidak ada jenis pohon komersil
Canada tercantum dalam lampiran CITES atau yang tercantum di Canadian Species at Risk
Act.
Terkait produk yang dilarang, didalam Custom Act tidak disampaikan produk kehutanan
yang dilarang, namun negara bagian dapat menerapkan aturan-aturan tertentu terhadap
produk kehutanan yang dihasilkan seperti Pemerintah Negara Bagian dari British Columbia
yang menerapakn aturan untuk semua ekspor log dari British Columbia harus memperoleh
izin export setelah memenuhi aturan yang dipersyaratkan.
2.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
Canada adalah sebagai berikut:
61
(1) Custom act yang dapat diunduh pada http://laws-lois.justice.gc.ca/eng/acts/C-
52.6/page-1.html
(2) Country specific guidelines Canada pada skema ILPA Australia yang dapat diunduh pada
http://www.agriculture.gov.au/forestry/policies/illegal-logging/information-resources
(3) sfmcanada.org/en/forest-products/legal-forest-products.
3. China
3.1 Peraturan Ekspor di China
Jenis-jenis produk ekspor dari China dapat dilihat pada List Of Articles Prohibited From
Import AndExport By Customs Of The People's Republic Of China yang dikeluarkan oleh
General Customs Administration yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 1982.
3.2 Produk yang dilarang Ekspor
Tidak ada produk kehutanan yang dilarang untuk diekspor di China
3.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
China adalah List Of Articles Prohibited From Import AndExport By Customs Of The People's
Republic Of China yang dikeluarkan oleh General Customs Administration yang dapat
diunduh di http://www.opbw.org/nat_imp/leg_reg/China/export_control_list.pdf
4. Australia
4.1 Peraturan Ekspor di Australia
Peraturan ekspor produk kehutanan di Australia diatur dalam Export Control Volume 12 yang
di keluarkan oleh Australian Custom and Border Protection Service. Berdasarkan peraturan
tersebut bagi produk tertentu yang akan diekspor lebih dari 2 ton wajib memiliki izin dari
Department of Agriculture, Fisheries and Forestry (DAFF). Barang-barang tersebut adalah:
1. Woodchips
2. Kayubulat yang harus diproses setelah ekpor
3. Kayu degan luas penampang (cross sectional area) 225 cm2 yang harus di proses setelah
ekspor
4. Sandalwood yang bersumberdari Queensland dan Australia barat
62
Bahan bersumber dari sebelas wilayah yang dicakup oleh Regional Forest Agreement (RFA)
dibebaskan dari kewajiban lisensi ekspor.
4.2 Produk yang dilarang Ekspor
Produk yang dilarang untuk diekspor di Australia adalah Woodchips yang kayunya
bersumber dari hutan asli di luar daerah RFA.
4.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
Australia adalah Peraturan ekspor produk kehutanan di Australia diatur dalam Export Control
Volume 12
5. Malaysia
5.1 Peraturan Ekspor di Malaysia
Aturan ekspor di Malaysia diatur berdasarkan Peraturan Akta Perdagangan Strategik 2010
telah diwartakan pada 10 Jun 2010 dan akta beacukai Malaysia 1967 (akta 235). Pihak yang
berwenang melakukan memproses permohonan peraturan seperti yang tercatat dalam
Perintah Perdagangan Strategik (Barang Strategik) 2010 adalah seperti berikut:
1. Kementerian Perdagangan Antarabangsa dan Industri
2. Lembaga Perlesenan Tenaga Atom
3. Suruhanjaya Komunikasi dan Multimedia Malaysia (Malaysian Multimedia and
Communications Commission)
4. Pharmaceutical Services Division, Ministry of Health
Pihak yang akan melakukan eksport yang termasuk dalam bagian 1 dan 2 Akta Perdagangan
Strategik 2010 adalah wajib memperolehi izin di bawah Akta ini. Disamping itu, izin khusus
harus dimiliki untuk barang strategik jika ke negara tujuan tercantum di bagian 3 Jadual
Pertama Perintah Perdagangan Strategik 2010. Selain itu eksportir wajib mengisi Borang
Kastam No. 22.
5.2 Produk yang dilarang Ekspor
63
Sejak tahun 1992 sampai hari ini Malaysia menetapkan kuota eksporbagikayu bulat dari
Sabah dan Sarawak (40 persen dari total volume panen dapat diekspor), serta adanya
larangan ekspor bagi kayu bulat yang berasar Semenanjung Malaysia.
Berdasarkan akta bea cukai Malaysia 1967 (akta 235) mengenai larangan ekpor 2012 yang di
publikasi oleh Attorney General's Chambers of Malaysia berikut adalah produk kehutanan
yang dilarang untuk di ekpor kecuali dengan adanya ijin ekspor dari Malaysian Timber
Industry Board:
1) Bambu (Kode HS 1401.10 000)
2) Rotan (HS 1401.20)
3) kayu chip atau partikel (HS 4401.21 dan 4401.22)
4) Kayuarang (HS 4402.90 000)
5) Kayubulat (HS 4403)
6) Hopwood (HS 4404)
7) Wol kayu atau tepungkayu (HS 4405)
8) Rail ways atau trem ways sleeper (HS 4406)
9) Kayu gergajian (HS 4407)
10) Lembaran veneer (HS 4408)
11) Papan partikel (HS 4410)
12) Plywood (HS 4412)
13) Kayu yang di padatkan (HS 4413. 00 000)
5.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
Malaysia adalah sebagai berikut:
1) Akta Perdagangan Strategik 2010 telah diwartakan pada 10 Jun 2010
2) Akta Beacukai Malaysia 1967 (akta 235)
3) http://declaration.forestlegality.org/files/fla/Export_bans_restrictions_2012_06.pdf.
4) http://www.federalgazette.agc.gov.my/outputp/pua_20121231_Larangan%20Export.pd
f
6. India
6.1 Ketentuan Ekspor di India
64
Ketentuan ekspor di India mengacu kepada ITC (HS) 2012 Schedule 2 – Export Policy yang
berisikan mengenai catatan umum kebijakan ekspor yang di muat di situs Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri India.
6.2 Produk dan Spesies yang dilarang Ekspor
Berdasarkan ketentuan ITC (HS) 2012 Schedule 2 – Export Policy, produk kehutanan dan
spesies yang dilarang untuk di ekspor adalah sebagai berikut:
1) Kayu dan produk kayudalam bentuk log, kayu, tunggul, akar, kulit kayu, chip, bubuk,
serpih, debu, dan arangselainkayusaiondibuat khususdariimporlog/kayu (HS 44011000,
44012100, 44013000).
2) Kayu bakar, berbentuk log,billet, ranting,ikatan cabangatau dalambentuk semacam
itu;Kayudalam chipatau partikel; Serbuk gergaji danlimbah kayudanskrap, diaglomerasi
maupun tidakdilog, briket, pelet atau bentuk serupa (HS 44011010, 44011090).
3) Kayu arang, diaglomerasi maupun tidak (HS 4402 0010, 44020090 ).
4) Kayu gergajian atau terkelupas memanjang, diiris atau dikuliti, direncanakan maupun
tidak direncanakan, diampelas atau disambung, atau ketebalan melebihi 6mm selain
kayu gergajian yang dibuat secara eksklusif dari imporlog/kayu (44071010, 44071020,
44071090, 44072910, 44072990, 44079910, 44079920, 44079990).
5) Cendana dalam bentuk apapun, tetapi tidak termasuk produk kerajinan cendana yang
sudah jadi, mesin produk jadicendana, minyak cendana (HS 12119050, 44039922).
6.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
India dapat dilihat pada link adalah
http://dgft.gov.in/Exim/2000/NOT/itc%28hs%29/Eschedule2.pdf
7. Filipina
7.1 Ketentuan Ekspor di Filipina
Biro pengelolaan hutan di Filipina yang biasa disebut Forest Management Bureau (FMB)
telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang mengatur larangan untuk ekspor produk
kehutanan. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
1) R. A. No. 7161"An Act incorporating certain sections of the National Internal Revenue
Code of 1977, as amended, to Presidential decree No. 705, as amended, other-wise
65
known as the "Re-vised Forestry Code of the Philippines", and providing amendments
thereto by increasing the forest charges on timber and other products." Section 4.
(October 10, 1991).
2) Revised Rules and Regulations Implementing P. D. No. 930
3) Executive Order (E.O.) No. 23 “Moratorium on the cutting and harvesting of Timber in
the natural and residual forests” (1 February 2011)
4) P.D. No. 705 "Forestry Reform Code of the Philippines" (May 19, 1975)
5) DENR Administrative Order No. 1988-34 "Guidelines on Certificate of Timber Origin
(CTO)" (May 16, 1988).
7.2 Produk dan spesies yang dilarang Ekspor
Produk kehutanan yang dilarang untuk di Ekspor dari Filipina adalah Mangrove"Bakawan";
Monkeypod"Acacia"; Rotan mentah termasuk tiang; Kayu bulat, tiang dan tumpukan
termasuk log inti dan flitches/penghubung kereta api yang dihasilkan dari pohonyang
tumbuh secara alami baik dari lahan hutan maupun lahan pribadi. Kayu bulat yang ditanam
di hutantanaman diperbolehkan untuk di ekspor.
7.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
Filipina dapat dilihat pada link sebagai berikut
http://dgft.gov.in/Exim/2000/NOT/itc%28hs%29/Eschedule2.pdf
8. Vietnam
8.1 Ketentuan Ekspor di Vietnam
Peraturan di Vietnam yang mengatur tentang barang yang dilarang untuk di ekspor dan
impor di atur pada regulasi Keputusan No. 187/2013 / ND-CP berlaku pada tanggal 20
Februari 2014,. Peraturan tersebut menggantikan Keputusan Pemerintah Nomor 12/2006 /
ND-CP tanggal 23 Januari 2006 yang merinci pelaksanaan Hukum komersial sehubungan
dengan pembelian internasional dan penjualan barang; dan kegiatan agen untuk jual beli,
pengolahan dan transit barang dengan pihak asing.
8.2 Produk dan Spesies yang dilarang Ekspor
66
Produk kehutanan yang dilarang untuk di Ekspor dari Vietnam adalah produk kayu bulat dan
kayu gergajian yang dihasilkan dari hutan alam dalam negeri.
8.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
Vietnam dapat dilihat pada link berikut: http://vietlaw4u.com/vietnam-prohibited-goods-
export-import/
9. Finlandia
9.1 Ketentuan Ekspor di Finlandia
Ketentuan ekspor produk kehutanan di Finlandia mengacu kepada European Timber
Regulation (EUTR) Nomor 995 tahun 2010. Legalitas kayu asal Finlandia dibuktikan dengan
sistem kontrol yang ditetapkan dalam Forest Act. EUTR telah diterapkan untuk setiap negara
Uni Eropa, termasuk Finlandia, sejak 3 Maret 2013. Pihak yang berwenang dari EUTR di
Finlandia adalah Rural Agency, Maaseutuvirasto. Sistem kontrol yang digunakan di Finlandia
adalah Forest Use Declaration dan Certificate of Measurement on Delivery. Kedua dokumen
tersebut merupakan sistem due diligence dari operator dan Dokumen-dokumen ini harus
disimpan setidaknya selama lima tahun.
9.2 Produk dan Spesies yang dilarang di Finlandia
Tidak ada jenis produk kehutanan yang dilarang di Finlandia, sedangkan untuk spesies yang
dilarang mengikuti ketentuan yang berada di CITES.
9.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
Finlandia dapat dilihat pada link sebagai berikut:
1) http://eurlex.europa.eu/LexUriServ/LexUriServ.do?uri=OJ:L:2010:295:0023:0034:EN:PD
F
2) finlex.fi/fi/laki/ajantasa/1996/19961093)
67
10. New Zealand
10.1 Ketentuan Ekspor di New Zealand
Ketentuan ekspor di New Zealand diatur didalam Customs and Excise Tahun 1999. Peraturan
ekspor tersebut mengatur tentang tata cara proses ekspor dan impor serta kewenangan dari
Bea Cukai.
10.2 Produk dan Spesies yang dilarang di New Zealand
Berdasarkan peraturan Forest Act 1949, terdapat beberapa ketentuan atau larangan yang
diterapkan pada produk kehutanan. Berdasarkan peraturan tersebut dilaran ekspor kayu
yang berasal dari hutan adat di New Zealand, selain itu dilakukan kontrol terhadap spesies
asli New Zealand pada kayu bulat, kayu gergajian, furniture dan wood chips.
10.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
New Zealand dapat dilihat pada link sebagai berikut:
1) http://www.legislation.govt.nz/act/public/1996/0027/latest/DLM377337.html
2) http://www.legislation.govt.nz/act/public/1949/0019/latest/DLM255626.html
3) http://www.customs.govt.nz/features/prohibited/exports/Pages/default.aspx
4) Custom Fact Sheet Export Prohibitions And Restrictions in New Zealand
11. Thailand
11.1 Ketentuan Ekspor di Thailand
Ketentuan ekspor di Thailand mengacu pada aturan nomor CUSTOMS ACT, B.E. 2469 tahun
1926 yang telah diamandemen pada tahun 2006.
11.2 Produk dan Spesies yang dilarang di New Zealand
Berdasarkan larangan umum dan pembatasan impor dan ekspor yang merujuk pada article
Articles 27 and 27 bis of the Customs Act B.E. 2469 yang dimuat pada situs Bea Cukai
Thailand, tidak ada produk kehutanan yang tercantum di daftar barang yang dilarang untuk
68
di ekspor. Sedangkan untuk spesies tidak ada larangan kecuali species yang terdaftarpada
CITES.
11.3 Literatur yang digunakan
Literatur yang digunakan untuk menganalisa peraturan terkait ekspor produk kehutanan di
Finladia dapat dilihat pada link sebagai berikut:
1) http://www.customs.go.th/wps/wcm/connect/14026c8a-44db-49a9-9095-
7d8eedfd5d13/Customs_Act_2469.pdf?MOD=AJPERES
2) http://www.customs.go.th/wps/wcm/connect/custen/traders+and+business/prohibited
+and+restricted+items/general+prohibitions+and+restrictions/generalprohibitionsandr
estrictions
Selain informasi dari 10 negara tersebut, terdapat rekapitulasi daftar ekspor produk
kehutanan yang dilarang termasuk kayu bulat pada yang dikeluarkan oleh Forest Legality
Alliance pada tahun 2012. Secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.
69
Lampiran 1 Form Due Diligience yang diisi oleh exporter dan menjadi data dasar bagi importir di Indonesia untuk penyusunan Data dan Informasi terkait Uji Tuntas
DATA AND INFORMATIAON OF DUE DILIGIENCE
1 Exporter Name : ................................................................
Address : ...............................................City.................
......
Phone....................Fax...................................
.......
Email.............................................................
.........
Exporter Legality/Exporter license : ...............................................................
Country of Export : .................................................................
2 Manufacturer Name : ................................................................
Address : ...............................................City.................
......
Phone....................Fax...................................
.......
Email.............................................................
.........
Legality of Manufacturer : ...............................................................
Country of Manufacturer : .................................................................
3 Loading Port Name and Country of
Loading Port (Origin)
: (1) ...............................................................
(2) ………………………………………................
70
Table of Due Diligience
No.
Goods Species of Raw Material
Origin of Harvest Letter of Recommendation from authority country of harvest or origin country of the product
Certificate from
Certification
Institution
Country Specific
Guidlines
Mutual recogna
tion Agreem
ent
FLEGT
License
Compliance of Regulation
Goods description
HS Code (10 digits)
Trade name and scientific name
Country of Origin
Province/distri
ct of Origin
Concession or Private of
Forest
Country of Export
Country of harvest
(A) (B) (C) (D)
(E) (F) (G) (H) (I) (J) (K) (L) (M) (N)
71
Guidance Due Diligence filling
Column A (Number) = filled the serial number from the number 1 (one)
Column B (Product discription) = filled the description name war material wood /
wood products and derivatives that to be imported
Column C (HS Code) = filled HS Code raw material wood / wood products and
derivatives that to be imported.
Column D ( Trade and scientific Name) = filled category (species) trade name and
scientific namae raw material wood/ wood products and derivatives that to be
imported. If the composite product called 3 (three) types dominan.
Column E (Country of origin harvest) = filled country of origin harvest (raw
material wood / wood products and derivatives to be imported
Column F (Province or District of origin harvest)= This colomn only for log. filled
area of origin harvest (state / province) raw material wood / wood products and
derivatives to be imported
Column G (Consessionaire/Owner) = This colomn only for log. filled concession concessionaire‟s name / owner of origin harvest of raw materials to be imported and filled number and expiry date as well as the legality of the concession certificate issuer / owner of the origin if raw materials (if applicable, attach the scan results)
Column H (letter of authority of the country of origin or country of origin product harvest) = filled number and date of letter of authority of the country of origin harvest, and also be added to the country of origin product (attach scan results). For a composite product is filled with country of origin product. Required if column I/J/K/L can not be filled.
Column I (certificate of the certification body) = filled certification scheme name,
number, and a valid certificate from a certification body. Log certificate from the
country of origin harvest, wood products and their derivatives for the certificate can
be derived from the country of origin (attach scan result). Scan certification must be
accompanied by a description of the indicators used the scheme related to the
legality and sustainability of raw materials (in Indonesian or English). Required if
column H/J/K/L can not be filled.
72
Column J (Country Specific Guidlines) = filled CSG scheme name, number, and a
valid. As off today, Indonesia has not acknowledge CSG from any country. Required
if column H/I/K/L can not be filled.
Column K (Mutual Recognation Agreement) = filled MRA scheme name, number, and
a valid. As off today, Indonesia has not acknowledge MRA from any country.
Required if column H/I/J/L can not be filled.
Column L (FLEGT License) = filled name of Country issue FLEGT License and number
of VPA, Required if column H/I/J/K can not be filled.
Column M (Compliance of export country regulation) = filled with export country
regulation of timber trade and or products. Filled with "appropriate" when there is no
export prohibition concern from the country ; filled with "unappropriate" if there are
rules on the prohibition of export types (species) and / or specific products of the
country concerned (eg; prohibition on log exports from Indonesia).
Column N (Compliance regulation of country of origin harvest) = filled with the
country of origin harvest that regulate trading in timber and or products. Filled with
"appropriate" when there is no prohibition on exports from that country; filled with
"unappropriate" if there are regulations on the prohibition of export types (species)
and / or specific products of that country (eg; prohibition on log exports from
Indonesia).
73
Lampiran 2.
Sebaran nama spesies yang sering diimpor ke Indonesia
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
1 Akasia Acacia
mangium
Australia, Bangladesh,
Brazil,Cameroon,China, Costa
Rica,French Guiana,
Indonesia, Lao People`s
Democratic Republic,
Malaysia, Mayotte, Myanmar
(Burma), Nepal, Philippines,
Thailand,United States (USA),
Vietnam.
Native Range
Australia
Indonesia
Papua New Guinea
Not Listed in
CITES
No Restricted List
The Global Invasive Species
Database is managed by the
Invasive Species Specialist Group
(ISSG) of the IUCN Species
Survival Commission.
Link:
http://www.issg.org/database/spe
cies/ecology.asp?si=198&fr=1&sts
=&lang=EN
2 Akasia Acacia mearnsii Acacia mearnsii is naturalised
include Australia (outside its
native range), China, Japan,
Taiwan, India, Israel, southern
Europe, southern Africa,
Madagascar, New Zealand,
south-western USA and some
oceanic islands with warm
Not Listed in
CITES
No Restricted List
BioNET-EAFRINET Regional
Link:
http://keys.lucidcentral.org/keys/v
3/eafrinet/weeds/key/weeds/Medi
a/Html/Acacia_mearnsii_%28Black
_Wattle%29.htm
74
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
climates
3 American
Basswood/Linden
Tilia americana Canada, USA dan Mexico Not Listed in
CITES
No Restricted List
GRIN Taxonomy for Plants
Link:
http://www.ars-grin.gov/cgi-
bin/npgs/html/taxon.pl?36668
4 American Elm Ulmus
americana
Eastern North America Its
range extends from southern
Newfoundland westward
through southern Quebec and
Ontario, northwest through
Manitoba into eastern
Saskatchewan, then south on
the upper floodplains and
protected slopes of the
Dakotas. It is found in the
canyons and floodplains of
northern and eastern Kansas
and in eastern Oklahoma and
central Texas
Not Listed in
CITES
No Restricted List
Index of Species Information
by USDA
Link:
http://www.fs.fed.us/databas
e/feis/plants/tree/ulmame/al
l.html#5
5 Ash (White Ash) Fraxinus
americana
Eastern North America, White
ash grows naturally from Cape
Breton Island, Nova Scotia, to
northern Florida in the east,
and to eastern Minnesota south
Not Listed in
CITES
No Restricted List
Plants for A Future
Link:
http://www.pfaf.org/user/Plant.as
px?LatinName=Fraxinus+american
75
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
to eastern Texas at the western
edge of its range
a
http://www.na.fs.fed.us/pubs/silvi
cs_manual/volume_2/fraxinus/am
ericana.htm
6 Ash (Green Ash) Fraxinus
pennsylvanica
Green ash is widely distributed
in the United States and
Canada. Its native range
extends from Nova Scotia west
to southeastern Alberta and
south through central Montana
to southeastern Texas, Florida,
and the east coast
No Listed in CITES
“Green ash is
restricted to
riparian areas in
the westernmost
portion of its
range”
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/frapen/all.html#DIST
RIBUTION%20AND%20OCCURRE
NCE
7 Ash (Brown Ash) Fraxinus nigra Black ash occurs in many
northeastern U.S. states and in
several of Canada's eastern
provinces. The northernmost
portion of black ash's range
extends from Newfoundland to
southeastern Manitoba.
Populations in North Dakota
mark the westernmost
distribution. Black ash occupies
habitat in all of the Great Lake
states and reaches its southern
No Listed in CITES
The black ash-
American elm-red
maple (Acer
rubrum) forest
cover type occurs
throughout the
northeastern
United States and
eastern Canada.
Of the 3 major
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/franig/all.html#DISTR
IBUTION%20AND%20OCCURREN
CE
76
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
limit in northern Virginia species, black ash
is most restricted
to this vegetation
type
8 Aspen (Eurasian
Aspen)
Populus tremula Native to cool temperate and
boreal regions of Europe and
Asia, extending from the British
Isles and Iceland eastwards to
Kamchatka, and from north of
the Arctic Circle in Scandinavia
and northern Russia, south to
central Spain, Turkey, the Tian
Shan, North Korea, and
northern Japan.
Technical guidelines for genetic
conservation and use by
EUFORGEN
Link: Dokumen
9 Aspen
(Trembling/Quakin
g Aspen)
Populus
tremuloides
Quaking aspen is the most
widely distributed tree in North
America. It occurs from
Newfoundland west to Alaska
and south to Virginia, Missouri,
Nebraska, and northern
Mexico. A few scattered
populations occur further south
in Mexico to Guanajuato
Quaking aspen is distributed
fairly continuously in the East.
Distribution is patchy in the
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/poptre/all.html
77
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
West, with trees confined to
suitable sites. Density is
greatest in Minnesota,
Wisconsin, Michigan, Colorado,
and Alaska; each of those
states contains at least 2 million
acres of commercial quaking
aspen forest. Maine, Utah, and
central Canada also have large
acreages of quaking aspen
10 Aspen (Large
Tooth Aspen)
Populus
grandidenta
Bigtooth aspen primarily occurs
in the northeastern United
States, southeastern Canada,
and the Great Lakes Region.
Its range extends from Virginia
north to Maine and Cape Breton
Island, Nova Scotia; west to
southeastern Manitoba and
Minnesota; south through Iowa
to extreme northeastern
Missouri; and east through
Illinois, Indiana, Ohio, and West
Virginia. Disjunct populations
are found in Kentucky,
Tennessee, North Carolina, and
South Carolina
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/popgra/all.html
78
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
11 Aspen (Balsam
Ppoplar)
Populus
balsamifera
North America along the
northern limit of trees from
Newfoundland, Labrador, and
Quebec west to Hudson Bay
and northwest to Mackenzie
Bay. From northwest Alaska, its
range extends south to
southwest Alaska and part of
southcentral Alaska, north and
east British Columbia; east to
southeast Saskatchewan, east
North Dakota, northeast South
Dakota, Minnesota, Wisconsin,
northwest Indiana, Michigan,
southern Ontario, New York,
and Maine. It is local in the
western mountains, south to
northeast Oregon, Idaho,
extreme northern Utah, central
Colorado, extreme northwest
Nebraska, and the Black Hills of
South Dakota and Wyoming. It
is also scattered in northern
Iowa, northeast Ohio,
Pennsylvania, northern West
Virginia, extreme eastern
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.na.fs.fed.us/pubs/silvi
cs_manual/volume_2/populus/bals
amifera.htm
79
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Maryland, and northwestern
Connecticut.
12 Birch Betula pendula The distribution of silver birch
covers almost all Europe from
the Mediterranean in the south
nearly to latitude 70° in the
north. The species is most
abundant in northern Europe,
where the distribution is more
or less continuous in mixed
forests and also fairly large
pure stands can be found. In
the western and southern parts
of the range the distribution is
more patchy and in the south
silver birch is found mostly at
the higher altitudes. The
species is missing from Iceland,
and most of the Iberian
peninsula and Greece.
Albania; Armenia (Armenia);
Austria; Belarus; Belgium;
Bosnia and Herzegovina;
Bulgaria; Canada (Alberta,
British Columbia, Manitoba,
Technical guidelines for genetic
conservation and use by
EUFORGEN
Link:
1. Dokumen
2. http://www.iucnredlist.org/detai
ls/62535/0
80
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Northwest Territories, Nunavut,
Ontario, Saskatchewan, Yukon);
China (Gansu, Heilongjiang,
Jilin, Liaoning, Qinghai,
Sichuan, Tibet [or Xizang],
Xinjiang, Yunnan); Croatia;
Czech Republic; Denmark;
Estonia; Finland; France
(Corsica, France (mainland));
Georgia; Germany; Greece;
Hungary; Iran, Islamic Republic
of; Iraq; Ireland; Italy (Italy
(mainland), Sicilia); Japan;
Kazakhstan; Latvia;
Liechtenstein; Lithuania;
Luxembourg; Macedonia, the
former Yugoslav Republic of;
Mongolia; Montenegro;
Morocco; Netherlands; Norway;
Poland; Romania; Russian
Federation (Altay, Amur,
Buryatiya, Central European
Russia, Chechnya, Chita,
Dagestan, East European
Russia, Ingushetiya, Irkutsk,
Kabardino-Balkariya,
81
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Karachaevo-Cherkessiya,
Krasnodar, Krasnoyarsk,
Magadan, North European
Russia, Northwest European
Russia, Severo-Osetiya, South
European Russia, Stavropol,
Tuva, West Siberia, Yakutiya);
Serbia (Kosovo, Serbia, Serbia);
Slovakia; Slovenia; Spain;
Sweden; Switzerland; Turkey
(Turkey-in-Asia); Ukraine
(Krym, Ukraine (main part));
United Kingdom (Great Britain,
Northern Ireland); United
States (Alaska, Georgia);
Uzbekistan (IUCN)
13 Birch Betula
pubescens
A widespread common species,
found throughout Europe,
Scandinavia and Russia,
especially in upland areas.
Armenia (Armenia); Austria;
Azerbaijan; Belarus; Belgium;
Bosnia and Herzegovina;
Canada (Newfoundland I);
Croatia; Czech Republic;
Denmark; Estonia; Finland;
Kategori LC IUCN Sumber:
IUCN
Link
http://www.iucnredlist.org/details/
194521/0
82
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
France (France (mainland));
Georgia; Germany; Greenland;
Hungary; Iceland; Ireland; Italy
(Italy (mainland)); Latvia;
Liechtenstein; Lithuania;
Luxembourg; Macedonia, the
former Yugoslav Republic of;
Montenegro; Netherlands;
Norway; Poland; Romania;
Russian Federation (Altay,
Buryatiya, Central European
Russia, Chechnya, Dagestan,
East European Russia,
Ingushetiya, Irkutsk,
Kabardino-Balkariya,
Kaliningrad, Karachaevo-
Cherkessiya, Khabarovsk,
Krasnodar, Krasnoyarsk, North
European Russia, Northwest
European Russia, Severo-
Osetiya, Stavropol, Yakutiya);
Serbia (Kosovo, Serbia, Serbia);
Slovenia; Spain (Spain
(mainland)); Sweden;
Switzerland; Turkey (Turkey-in-
Asia, Turkey-in-Europe);
83
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Ukraine (Ukraine (main part));
United Kingdom (Great Britain,
Northern Ireland)
14 Birch (Yellow
Birch)
Betula
alleghaniensis
The range of yellow birch
extends from southern
Newfoundland, Cape Breton
Island, Nova Scotia, New
Brunswick, Anticosti Island, the
Gaspe peninsula, and Maine
west to southern and
southwestern Ontario and
Minnesota; south to northern
New Jersey, northern Ohio,
extreme northern Indiana and
Illinois; and south in the
mountains to South Carolina,
extreme northeastern Georgia,
and eastern Tennessee
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/betall/all.html
15 Birch (White/paper
Birch)
Betula
papyrifera
Canada (Alberta, British
Columbia, Labrador, Manitoba,
New Brunswick, Newfoundland
I, Northwest Territories, Nova
Scotia, Ontario, Prince Edward
I., Québec, Saskatchewan,
Yukon); Saint Pierre and
Miquelon; United States
Status IUCN LC IUCN
Link:
http://www.iucnredlist.org/details/
194502/0
84
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
(Alaska, Colorado, Connecticut,
Idaho, Illinois, Indiana, Iowa,
Maine, Massachusetts,
Michigan, Minnesota, Montana,
Nebraska, New Hampshire,
New Jersey, New York, North
Dakota, Oregon, Pennsylvania,
Rhode Island, South Dakota,
Vermont, Washington,
Wisconsin, Wyoming)
16 Birch (Grey Birch) Betula
populifolia
This species is found from
eastern Ontario to Quebec and
the maritime provinces (not
Newfoundland) south to North
Carolina and west to Illinois.
Ashburner and McAllister
(2013) incorrectly report Betula
populifolia from South Carolina.
Occurrences in Illinois and
North Carolina are not native
but rare escapes from
cultivation. Coladonato (1992)
reports this species extinct in
Delaware.
Canada (New Brunswick, Nova
Scotia, Ontario, Prince Edward
Status IUCN LC Sumber:
IUCN
Link
http://www.iucnredlist.org/details/
194635/0
85
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
I., Québec); United States
(Connecticut, Delaware -
Possibly Extinct, Illinois,
Indiana, Maine, Maryland,
Massachusetts, New
Hampshire, New Jersey, New
York, North Carolina - Vagrant,
Ohio, Pennsylvania, Rhode
Island, Vermont, Virginia, West
Virginia)
17 Birch (Blue Birch) Betula caerula USA (Connecticut,
Massachusetts, Maine, New
Hampshire, New York, Rhode
Island, Vermont), CAN (New
Brunswick, Nova Scotia, Prince
Edward Island, Quebec)
Sumber:
www.tree-guide.com
Link:
http://www.tree-guide.com/blue-
birch
18 Beech (American
Beech )
Fagus
grandifolia
American beech is distributed
from Cape Brenton Island, Nova
Scotia west to Maine, southern
Quebec, southern Ontario,
northern Michigan, and eastern
Wisconsin; south to southern
Illinois, southeastern Missouri,
northwestern Arkansas,
southeastern Oklahoma, and
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/faggra/all.html
86
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
eastern Texas; east to northern
Florida; and northeast to
southeastern South Carolina
19 Black Locust Robinia
pseudoacacia
Native:
Canada; United States
Introduced:
Afghanistan; Albania; Armenia
(Armenia); Australia; Austria;
Azerbaijan; Belarus; Belgium;
Bulgaria; China; Czech
Republic; Estonia; Germany;
Greece; Hungary; India; Iran,
Islamic Republic of; Iraq;
Israel; Italy; Japan; Jordan;
Kazakhstan; Latvia; Lithuania;
Malta; Moldova; Netherlands;
New Zealand; Pakistan;
Réunion; Romania; Russian
Federation; Spain; Switzerland;
Tajikistan; Turkey;
Turkmenistan; Uzbekistan
IUCN:
Status LC
Sumber:
IUCN
Link
http://www.iucnredlist.org/details/
19891648/0
20 Black Willow Salix nigra Black willow is found
throughout the eastern United
States, adjacent parts of
Canada, and Mexico. Its range
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
87
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
extends west from southern
New Brunswick and central
Maine to Quebec, southern
Ontario, central Michigan,
southeastern Minnesota, and
eastern North Dakota. It
occurs south and west to the
Rio Grande just below its
confluence with the Pecos
River; and east along the Gulf
Coast through the Florida
Panhandle and southern
Georgia
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/salnig/all.html
21 Cedar (Western
Red Cedar)
Thuja plicat Recorded from western North
America: along the Pacific Coast
Range and Cascade Range from
S Alaska to N California and in
the N Rocky Mountains from
British Columbia to Idaho and
W Montana. Canada: Alberta,
British Columbia; USA: Alaska,
California, Idaho, Montana,
Oregon, Washington. Both the
extent of occurrence and area
of occupancy are beyond the
thresholds for a threatened
Sumber:
IUCN
Link
http://www.iucnredlist.org/details/
42263/0
88
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
category.
Native:
Canada (Alberta, British
Columbia); United States
(Alaska, California, Idaho,
Montana, Washington)
22 Cedar (Northern
White Cedar)
Thuja
occidentalis
Recorded from northeastern
North America: Canada:
Manitoba, New Brunswick, Nova
Scotia, Ontario, Prince Edwards
Islands, Quebec; USA:
Connecticut, Illinois, Indiana,
Kentucky, Maine, Maryland,
Massachusetts, Michigan,
Minnesota, New Hampshire,
New York, North Carolina, Ohio,
Pennsylvania, Tennessee,
Vermont, Virginia, West
Virginia, Wisconsin. Both the
extent of occurrence and area
of occupancy are beyond the
thresholds for any threatened
category.
Native:
Canada (Manitoba, New
Sumber:
IUCN
Link
http://www.iucnredlist.org/details/
42262/0
89
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Brunswick, Nova Scotia,
Ontario, Prince Edward I.,
Québec); United States
(Connecticut, Illinois, Indiana,
Kentucky, Maine,
Massachusetts, Michigan,
Missouri, New Hampshire, New
York, North Carolina, Ohio,
Pennsylvania, Rhode Island,
Tennessee, Vermont, Virginia,
West Virginia, Wisconsin)
23 Cedar (Atlantic
White Chedar
Chamaecyparis
thyoides
Atlantic white-cedar grows in a
narrow belt along the Atlantic
and Gulf coasts from southern
Maine to northern Florida
westward to southern
Mississippi. It occurs no farther
than 50 to 130 miles (80-210
km) inland [25]. Vast stands
occur in the Great Dismal
Swamp of Virginia and eastern
North Carolina. Small isolated
stands are more typical in much
of New Jersey, Georgia, and
eastern Florida, but stands are
infrequent in Delaware and
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/chathy/all.html
90
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Maryland. The species is
uncommon in South Carolina
but becomes more frequent in
the Florida Panhandle and in
southern Alabama. At the
western edge of its range in
southern
Mississippi, Atlantic white-cedar
grow in scattered relict stands
24 Cedar (Eastern
Red Cedar)
Juniperus
virginiana
Canada: Ontario, Québec. USA:
Alabama, Arkansas,
Connecticut, Delaware, District
of Columbia, Florida, Georgia,
Iowa, Illinois, Indiana, Kansas,
Kentucky, Louisiana, Maine,
Maryland, Massachusetts,
Michigan, Minnesota,
Mississippi, Missouri, Nebraska,
New Hampshire, New Jersey,
New York, North Carolina,
North Dakota, Ohio, Oklahoma,
Pennsylvania, Rhode Island,
South Carolina, South Dakota,
Tennessee, Texas, Vermont,
Virginia, West Virginia, and
Wisconsin; naturalized in
The Gymnosperm Database
Link:
http://www.conifers.org/cu/Junipe
rus_virginiana.php
91
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Colorado and Oregon
25 Chery (Black
Cherry)
Prunus serotina Black cherry grows in eastern
North America from western
Minnesota south to eastern
Texas, and eastward to the
Atlantic from central Florida to
Nova Scotia. Outlying
populations grow in central
Texas; in the mountains of
western Texas, New Mexico,
and Arizona; and south in
Mexico to Guatemala. The
varieties are distributed as
follows:
1. typical black cherry (var.
serotina) - from Nova
Scotia west to central
Minnesota, south to east
Texas, and east to entral
Florida.
2. Alabama black cherry (var.
alabamensis) - from
eastern Georgia west to
northeastern Alabama, and
south to orthwestern
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/pruser/all.html
92
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Florida. Also local in
South Carolina and North
Carolina.
3. Escarpment cherry (var.
exima) - found in the
Edwards Plateau region of
central Texas.
4. Southwestern black cherry
(var. rufula) - in the
mountains from western
Texas to central Arizona,
and south to northern and
central Mexico.
26 Eucalyptus Eucalyptus
grandis
Ranging spottily from 17°S to
30°S in Australia, the plant is
widely planted. It is so
important in Brazil that it is said
to be planted at the rate of
100,000 ha/yr. Mariani et al.
(1981) mention its cultivation in
Angola, Argentina, Australia,
Brazil, Cuba, Ghana,
Indonesia, Papua, Peru, Sri
Lanka, and Zimbabwe.
Not Listed in
CITES
Source: James A. Duke. 1983.
Handbook of Energy Crops.
unpublished.
Link:
https://www.hort.purdue.edu/new
crop/duke_energy/Eucalyptus_gra
ndis.html
27 Eucalyptus Eucalyptus
urophylla
Eucalyptus urophylla naturally
occurs on volcanically derived
Not listed in CITES Source: Eucalyptus urophylla
S.T. Blake
93
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
soils on seven islands in eastern
Indonesia (Adonara, Alor,
Flores, Lembata (Lomblem),
Pantar, Timor and Wetar) was
introduced to Australia and
since then to many other
countries, notably Cameroon,
China, Congo, French Guiana,
Gabon, Ivory Coast,
Madagascar, Malaysia and
Papua New Guinea (PROSEA
1993)
Ecology and silviculture in Vietnam
Link:
http://www.cifor.org/publications/
pdf_files/Books/BCIFOR1108.pdf
28 Eucalyptus Eucalyptus
urograndis
Grown on plantations in Brazil Not listed in CITES Source: The Wood Database
Link: http://www.wood-
database.com/lumber-
identification/hardwoods/lyptus/
29 Eucalyptus Eucalyptus
Globulus Labill
Native to south-eastern
Australia (i.e. Tasmania,
including King Island and
islands of the Furneaux group,
and the coastal and sub-coastal
districts of southern Victoria).
This species has become
Not listed in CITES Source: Weeds of Australia
Link:
http://keyserver.lucidcentral.org/w
eeds/data/03030800-0b07-490a-
8d04-
0605030c0f01/media/Html/Eucaly
ptus_globulus_subsp._globulus.ht
94
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
naturalised in many parts of
southern Australia that are
beyond its natural distribution.
It is recorded as being
naturalised in the coastal
districts of south-western and
southern Western Australia and
in south-eastern South
Australia. It is possibly also
naturalised in the ACT and
beyond its native range in
Victoria. Also naturalised
overseas in Europe (i.e. France,
Ireland, Spain, Italy and
Portugal), south-western USA
(i.e. California), and Hawaii.
m
30 Eucalyptus Eucalyptus
Nitens
Native: Australia
Exotic: Argentina, Brazil, Chile,
India, New Zealand, South
Africa, United Kingdom, United
States of America, Zimbabwe
Not listed in CITES Source: World Agro Forestry
Centre
Link:
http://www.worldagroforestry.org/
treedb/AFTPDFS/Eucalyptus_niten
s.PDF
31 Eucalyptus Eucalyptus
camaldulensis
River red gum is widespread in
south-eastern Australia and
Not listed in CITES Source: KEW Royal Botanic
Garden
95
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
southern Queensland. It is also
widely cultivated, mainly in
Europe and Asia, but also in
California (USA), British Guiana,
Venezuela, Bolivia and Africa.
Link:
http://www.kew.org/science-
conservation/plants-
fungi/eucalyptus-camaldulensis-
river-red-gum
32 Eucalyptus Karri Eucalyptus
diversicolor F.
Muell
South Western Australia,
Invasive in South Of Africa
Not listed in CITES Source : Database Invasive
Spacies South Africa
Link:
http://www.invasives.org.za/invasi
ve-species/item/251-karri-
eucalyptus-diversicolor.html
33 Fir (Balsam Fir) Abies balsamea Recorded from Canada, North
Central and E USA: south to
Virginia. The extent of
occurrence and area of
occupancy are well beyond
20,000 km2 and 2,000 km2
respectively.
Native:
Canada (Alberta, Labrador,
Manitoba, New Brunswick,
Newfoundland I, Nova Scotia,
Least Concern
Not listed in CITES
Source:
ICUN Red List
Link:
http://www.iucnredlist.org/details/
42272/0
96
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Ontario, Prince Edward I.,
Québec, Saskatchewan); United
States (Connecticut, Iowa,
Maine, Massachusetts,
Michigan, Minnesota, New
Hampshire, New Jersey, New
York, Pennsylvania, Vermont,
Virginia, West Virginia,
Wisconsin)
34 Fir Abies lasiocarpa
Recorded from western North America: from Yukon to New Mexico, Arizona and N California.
Both the extent of occurrence and the area of occupancy are well beyond the thresholds for any
threatened category.
Native:
Canada (Alberta, British
Columbia, Northwest
Territories, Yukon); United
States (Alaska, Arizona,
California, Colorado, Idaho,
Montana, Nevada, New Mexico,
Oregon, Utah, Washington,
Wyoming)
Least Concern
Not listed in CITES
Source:
ICUN Red List
Link:
http://www.iucnredlist.org/details/
42289/0
35 Fir (Douglas Fir)
Pseudotsuga
menziesii
Western North America: from
British Columbia to Central
Mexico (Puebla). This species
Least Concern
Not listed in CITES
Source:
ICUN Red List
97
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
has a very large extent of
occurrence and area of
occupancy although Mexican
subpopulations are frequently
isolated and small.
Variety menziesii is also very
widely used in forestry around the
world (e.g. Netherlands, United
Kingdom, New Zealand), and has
become naturalized in many areas.
It has naturalized in New Zealand
to the point where it is regarded
as a weed and a threat to native
forests.
Link:
http://www.iucnredlist.org/details/
42429/0
Conifers.org
http://www.conifers.org/pi/Pseudo
tsuga_menziesii_menziesii.php
36 Hornbeam (Hop
Hornbeam)
Osytrya
vifginiana
Hop hornbeam is a small
understory tree found in a
variety of forested
environments and openings
located in the eastern United
States and southern Canada. It
can also be found in the
mountains of Mexico, south to
northern South America. For
current distribution, please
consult the Plant Profile page
Not listed in CITES Source:
USDA Plant Guide
Link:
http://plants.usda.gov/plantguide/
pdf/pg_osvi.pdf
98
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
for this species on the PLANTS
Web site
37 Hornbeam
(American
Hornbeam)
Carpinus
caroliniana
This species is native to most of
the eastern United States and
extends into Canada in
southwest Quebec and
southeast Ontario. Its western
limit is just beyond the
Mississippi River from north-
central Minnesota to the
Missouri River, where it ranges
southwestwards into much of
the Ozark and Ouachita
Mountains and eastern Texas.
It grows throughout much of
the south but is absent from
the Mississippi River bottom
land south of Missouri, the
lowermost Gulf Coastal Plain,
and the southern two-thirds of
Florida. Northward along the
east coast it is not found in the
New Jersey pine barrens, much
of Long Island, Cape Cod,
northern and eastern Maine,
Least Concern
Not Listed in
CITES
Source:
IUCN Red List
Link:
http://www.iucnredlist.org/details/
194277/0
99
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
and the White and Adirondack
Mountains
Canada (Ontario, Québec);
United States (Alabama,
Arkansas, Connecticut,
Delaware, District of Columbia,
Florida, Georgia, Illinois,
Indiana, Iowa, Kentucky,
Louisiana, Maine, Maryland,
Massachusetts, Michigan,
Minnesota, Mississippi, Missouri,
New Hampshire, New Jersey,
New York, North Carolina, Ohio,
Oklahoma, Pennsylvania, Rhode
Island, South Carolina,
Tennessee, Texas, Vermont,
Virginia, West Virginia,
Wisconsin)
38 Hemlock (Eastern
Hemlock)
Tsuga
canadensis
Recorded from eastern North
America: occurs from Nova
Scotia to northern Georgia,
westwards to Minnesota. The
extent of occurrence and area
of occupancy are well in excess
of the thresholds for any
Near Threatened
Not listed in CITES
Source:
IUCN Red List
Link:
http://www.iucnredlist.org/details/
42431/0
100
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
threatened categories.
Native:
Canada (New Brunswick, Nova
Scotia, Ontario, Prince Edward
I., Québec); United States
(Connecticut, Georgia, Indiana,
Kentucky, Maine,
Massachusetts, Michigan,
Minnesota, New Hampshire,
New Jersey, New York, North
Carolina, Ohio, Pennsylvania,
Rhode Island, South Carolina,
Tennessee, Vermont
39 Juniper (Common
Juniper)
Juniperus
communis
Common juniper is possibly the
most widely distributed tree in
the world. This circumboreal
species occurs across North
America, Europe, northern Asia
and Japan. Occurring from
western Alaska and British
Columbia to Newfoundland,
Greenland, and Iceland.
Common juniper extends
southward through New
England to the Carolinas and
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/shrub/juncom/all.html
101
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
westward through northeastern
Illinois, Indiana, northern Ohio,
Minnesota, and Nebraska to the
western mountains of
Washington, California, Arizona,
and New Mexico
40 Karet
Hevea
brasiliensis
Native to the Amazon region;
Brazil, Venezuela, Ecuador,
Colombia, Peru, and Bolivia.
Introduced to many other
tropical regions of the world, as
Indonesia, Malaysia, Liberia,
India, Sri Lanka, Sarawak, and
Thailand
Reed, C.F. 1976. Information
summaries on 1000 economic
plants. Typescripts submitted to
the USDA
41 Maple (Red Maple) Acer rubrum Red maple is one of the most
widely distributed trees in
eastern North
America. Its range extends
from Newfoundland and Nova
Scotia west to southern
Ontario, Minnesota, Wisconsin,
and Illinois; south through
Missouri, eastern Oklahoma,
and southern Texas; and east
to southern Florida. It is
conspicuously absent from the
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/acerub/all.html
102
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
bottomland forests of
the Corn Belt in the Prairie
Peninsula of the Midwest, the
coastal prairies of southern
Louisiana and southeastern
Texas, and the swamp prairie
of the Florida everglades. It is
cultivated in Hawaii
42 Maple (Sugar
Maple )
Acer saccharum Sugar maple grows from Nova
Scotia and New Brunswick
westward to Ontario and
Manitoba, southward through
Minnesota, and eastern Kansas
into northeastern Texas. It
extends eastward to Georgia
and northward through the
Appalachian Mountains into
New England. Local
populations occur in
northwestern South Carolina,
northern Georgia, and
northeastern South Dakota.
Disjunct populations are known
from the Wichita Mountains of
southwestern Oklahoma
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/acesac/all.html
103
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
43 Maple (Silver
Maple)
Acer
Saccharirum
The range of silver maple
extends from New Brunswick to
west to northern Michigan,
northern Wisconsin and
northern Minnesota; south to
southeastern South Dakota and
eastern Oklahoma; east to
northern Georgia; and north
through western South Carolina
and western North Carolina to
Maine. It is found in
northwestern Florida on the
Apalachicola and
Choctawhatchee rivers but is
not otherwise found on the Gulf
or Atlantic Coastal Plain
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/acesah/all.html
44 Maple (Box Elder) Acer negundo Boxelder is widespread in
riparian and palustrine
communities throughout most
of the contiguous United States.
Its range extends from New
Jersey and central New York
west through extreme southern
Ontario, central Michigan,
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/aceneg/all.html#32
104
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
northern Minnesota, central
Manitoba, central
Saskatchewan, southern Alberta
and central Montana, eastern
Wyoming, Utah, and
California; and south to
southern Texas and central
Florida. It is also local in New
Hampshire, Vermont,
Massachusetts, Connecticut,
Idaho, and Nevada. Boxelder
has been naturalized in Maine,
southern Quebec, New
Brunswick, Nova Scotia, Prince
Edward Island, and in
southeastern Washington and
eastern Oregon. Varieties of
boxelder occur in the mountains
of Mexico (Nuevo Leon, San
Luis Potosi, and south to
Chihuahua) and in Guatemala
45 Maple (Moose
Mapel)
Acer
pensylvanicum
Striped maple is widely
distributed over the
northeastern quarter of the
United States and adjacent
southeastern Canada. Its
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
105
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
natural range
extends from Nova Scotia and
the Gaspe Peninsula of Quebec
west to southern Ontario,
Michigan, and eastern
Minnesota; south to
northeastern Ohio,
Pennsylvania, and New Jersey,
and in the Appalachian
Mountains to
northern Georgia
/plants/tree/acepen/all.html
46 Maple (Mountain
Maple)
Acer spicacum Mountain maple is found
throughout southeastern
Canada and the northeastern
United States, from
Newfoundland to Saskatchewan
south to Connecticut,
Pennsylvania, Ohio, Michigan,
northeastern Iowa, and in the
mountains to western North
Carolina and eastern Tennessee
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/shrub/acespi/all.html
47 Oak (Red Oak) Quercus rubra Northern red oak is widely
distributed throughout much of
the eastern United States and
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
106
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
southeastern Canada. It grows
from Quebec, Ontario, Nova
Scotia, and New Brunswick
southward to southwestern
Georgia and Alabama. Northern
red oak extends westward
through Minnesota and Iowa,
south through eastern
Nebraska and Kansas to
eastern Oklahoma. It occurs
locally in eastern and
southwestern Louisiana and
western Mississippi [39,69].
The variety rubra grows in
Georgia and Alabama,
northward through Kentucky,
Tennessee, and West Virginia
to New England. The variety
ambigua occurs farther north
than variety rubra does. Variety
borealis occurs in Virginia,
Tennessee, and North Carolina
in the South and extends
northward throughout New
England to Maine
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/querub/all.html
107
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
48 Pinus (Scots pine) Pinus sylvestris Albania, Andorra, Armenia,
Austria, Azerbaijan, Belarus,
Bosnia & Herzegovina, Bulgaria,
China, Croatia, Czech Republic,
Estonia, Finland, France,
Georgia, Germany, Greece,
Hungary, Italy, Kazakhstan,
Latvia, Lithuania, Macedonia,
Mongolia, Montenegro, Norway,
Poland, Portugal, Romania,
Russia, Serbia, Slovakia,
Slovenia, Spain, Sweden,
Switzerland, Turkey, Ukraine,
and the United Kingdom.
Scots pine is the most widely
distributed pine in the world.
It's native range includes
Scotland, Scandinavia
(excluding Denmark), northern
Europe, and northern Asia. It is
introduced in many areas in the
United States and Canada, and
is naturalized in the Northeast
and in the Great Lakes states
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
http://www.conifers.org/pi/Pinus_
sylvestris.php
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/pinsyl/all.html#DISTR
IBUTION%20AND%20OCCURREN
CE
108
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
49 Pinus Pinus contorta West USA, West Canada,
Mexico: Baja California Norte
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
http://www.conifers.org/pi/Pinus_
contorta.php
50 Pinus (Eastern
White Pine)
Pinus strobus Canada: Newfoundland, Nova
Scotia, New Brunswick, Prince
Edward Island, Québec,
Ontario, and Manitoba; France:
St. Pierre and Miquelon; and
USA: All states E from
Minnesota, Iowa, Illinois,
Kentucky, Tennessee and
Georgia to the Atlantic Ocean
(excepting Florida); the variety
in Mexico and Guatemala
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
http://www.conifers.org/pi/Pinus_
strobus.php
51 Pinus (Jack Pine) Pinus banksiana Canada: North West Territories,
British Columbia, Alberta,
Saskatchewan, Manitoba,
Ontario, Québec, Prince Edward
Island, New Brunswick and
Nova Scotia; and USA:
Minnesota, Wisconsin,
Michigan, Illinois, Indiana,
LC The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
http://www.conifers.org/pi/Pinus_
banksiana.php
109
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Pennsylvania, New York,
Vermont, New Hampshire, and
Maine
52 Pinus Pinus radiata The typical variety of Monterey
Pine occurs along the coast of
California in three disjunct
populations in San Mateo and
Santa Cruz counties, Monterey
County, and San Luis Obispo
County. Pinus radiata var. binata
occurs on Guadalupe and
Cedros islands, Mexico.
Although trees on these islands
differ in morphology from those
in the United States, they have
been shown to be most closely
related to P. radiata.
Today there are over four
million ha of planted pine
radiata worldwide, with the
largest plantations in Chile and
New Zealand (about 1.5 million
ha each) and Australia (0.77
million ha).
Endangered IUCN
Link
http://www.iucnredlist.org/details/
42408/0
Sumber:
Sustainable management of
Pinus radiata plantations, FAO
2013
110
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
53 Pinus (Red Pine) Pinus resinosa Canada: Manitoba, Ontario,
Québec, Prince Edward Island,
New Brunswick, Nova Scotia
and Newfoundland; and USA:
Minnesota, Wisconsin, Illinois,
Michigan, West Virginia,
Pennsylvania, New Jersey, New
York, Connecticut,
Massachusetts, Vermont, New
Hampshire, and Maine
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
http://www.conifers.org/pi/Pinus_r
esinosa.php
54 Pinus (Pitch Pine) Pinus rigida Canada: Ontario and Québec; S
through USA: Maine, New
Hampshire, Vermont,
Massachusetts, Rhode Island,
Connecticut, New York, New
Jersey, Delaware, Pennsylvania,
Maryland, Ohio, Virginia, West
Virginia, Kentucky, Tennessee,
North Carolina, South Carolina
and Georgia
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
http://www.conifers.org/pi/Pinus_r
igida.php
55 Spruce (Norway
Spruce)
Picea abies Negara Albania, Austria,
Belarus, Bosnia & Herzegovina,
Bulgaria, Croatia, Czech
Republic, Estonia, Finland,
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
111
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
France, Germany, Greece,
Hungary, Italy, Latvia,
Lithuania, Macedonia,
Montenegro, Norway, Poland,
Romania, Russia, Serbia,
Slovakia, Slovenia, Sweden,
Switzerland, and Ukraine
Norway spruce is native to the
European Alps, the Balkan
mountains, and the
Carpathians, its range
extending north to Scandinavia
and merging with Siberian
spruce (Picea obovata) in
northern Russia [50]. It was
introduced to the British Isles
as early as 1500 AD, and is
widely planted in North
America, particularly in the
northeastern United States,
southeastern Canada, the
Pacific Coast states, and the
Rocky Mountain states [47,50].
Naturalized populations are
known from Connecticut to
Michigan and probably occur
http://www.conifers.org/pi/Picea_
abies.php
Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
http://www.fs.fed.us/database/feis
/plants/tree/picabi/all.html
112
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
elsewhere
56 Spruce (White
Spruce)
Picea glauca Canada: Yukon, North West
Territories, British Columbia,
Alberta, Saskatchewan,
Manitoba, Ontario, Québec,
Prince Edward Island, New
Brunswick, Nova Scotia,
Newfoundland; France: St.
Pierre and Miquelon; USA:
Alaska, Montana, Wyoming,
South Dakota, Minnesota,
Wisconsin, Michigan, New York,
Vermont, New Hampshire
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
http://www.conifers.org/pi/Picea_
glauca.php
57 Spruce (Black
Spruce)
Picea mariana Canada: all provinces; France:
St. Pierre and Miquelon; USA:
Alaska, Minnesota, Wisconsin,
Michigan, Pennsylvania, New
York, New Jersey, Connecticut,
Rhode Island, Massachusetts,
Vermont, New Hampshire and
Maine
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
http://www.conifers.org/pi/Picea_
mariana.php
58 Spruce (Red
Spruce)
Picea rubens Canada: Ontario, Québec,
Prince Edward Island, New
Brunswick, Nova Scotia;
France: St. Pierre and
The Gymnosperm Database yang
dikeluarkan oleh Christopher J.
Earle
Link:
113
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
Miquelon; USA: Maine, New
Hampshire, Vermont,
Massachusetts, Connecticut,
New York, Pennsylvania, New
Jersey, Maryland, Virginia, West
Virginia, North Carolina and
Tennessee; at 0-2000 m in
upper montane to subalpine
forests
http://www.conifers.org/pi/Picea_r
ubens.php
59 Spitka Spruce Picea sitchensis Native:
Canada (British Columbia);
United States (Alaska,
California, Oregon,
Washington)
Occurs in the Pacific Coast Region
of North America from Alaska to
California.
IUCN
Link
http://www.iucnredlist.org/details/
42337/0
60 Tamarack Larix laricina Recorded from northern North
America: from Newfoundland
and Massachusetts to Yukon
and British Columbia, disjunct
in interior Alaska.
Native:
Canada (Alberta, British
Columbia, Labrador, Manitoba,
New Brunswick, Newfoundland
LC Fire Effects Information System by
USDA Forest Service
Link:
http://www.iucnredlist.org/details/
42313/0
114
No Nama
Dagang/Lokal Nama Latin Distribution/sebaran Status Sumber
I, Northwest Territories, Nova
Scotia, Ontario, Prince Edward
I., Québec, Saskatchewan);
United States (Alaska,
Connecticut, Illinois, Indiana,
Maine, Massachusetts,
Michigan, Minnesota, New
Hampshire, New Jersey, New
York, Ohio, Pennsylvania,
Rhode Island, Vermont, West
Virginia, Wisconsin)
115
National export bans and restrictions
Unreviewed compilation. Not exhaustive. Last updated June 2012. Country
Product and applicability Year
Africa
Cameroon Log export restrictions. Export ban applies to some hardwood species (e.g. iroko, moabi, bibolo, wenge, and bubinga).
1999 to date
Cote d'Ivoire Log export ban on unprocessed logs. 1976 to date
Djibouti Sawnwood export ban.
Gabon Logs, boules, and throughcut logs. 2010 to date
Ghana Log export ban. 1994 to date
Madagascar Export ban on unfinished wood products. 1975
Mozambique First class logs cannot be exported; must be processed domestically.
2012
Nigeria Log export ban.
Sierra Leone Temporary log export bans in 2008 and 2010.
America
Belize Rosewood (Dalbergia stevensonii) logging and export ban.
2012
Brazil Log export ban. Moratorium on bigleaf mahogany (Swietenia macrophylla) exports. Certain wood exports (e.g. imbuia, virola) are subject to specific rules and require prior authorization from IBAMA.
1996
Canada Restrictions on log exports from British Columbia. A variety of federal and provincial regulations regarding log exports.
1906 to date
Chile Logging and export ban on Araucaria araucana and Fitzroya cupressoides (both CITES Appendix I).
1976 to date
Colombia Regulations on log exports from natural forests. Roundwood can be exported only if it comes from planted forests.
1986 to date
Costa Rica Log export ban. Export ban on roughly squared wood from certain species.
1986 to date
Dominican Republic Export ban on certain wood types.
Ecuador Roundwood export ban, except in limited quantities for scientific and experimental purposes. Semi-finished forest products exports are allowed only when "domestic needs and the minimum levels of industrialization have been met." Export ban on mahogany and cedar logs.
Guatemala Log exports from natural forests are banned. Ban does not apply to furniture and processed products made from wood.
1996
Guyana Only companies holding forest concessions may export logs.
2009
116
Honduras Export ban of wood from certain forests unless it is in finished products.
1998
Nicaragua Export ban on certain precious hardwoods (mahogany, royal cedar, pochote). Mahogany exports permitted only in sawn wood, plywood or veneer. Sawnwood exports require a license.
1997 to date
Panama Export ban on logs, stumps, roundwood and sawn wood from natural forests, as well as from wood submerged in water.
2002
Paraguay Log export ban. 1970 to date
Peru Log export ban. Export of forest products "in their natural state" is prohibited unless the originate from nurseries or forest plantations and do not require further processing for final use/consumption.
1972 to date
U.S. Ban on export of unprocessed roundwood harvested from federal lands in Alaska. Export ban on logs from state and other public lands (exclusive of Indian land) west of the 100th meridian.
1926 to date; 1990 to date
Venezuela Log export ban on caoba, cedro, mijao, pardillo, pau d'arco.
2001
Asia and Pacific
Cambodia Log export ban. 1992 to date
Fiji Log export ban. 1994
Indonesia Log export ban. Since 2009, plantation-grown logs may be exported.
1980
Malaysia Quota on export of logs from Sabah (40 percent of total harvest volume may be exported) and Sarawak. Total ban on export of round logs from Peninsular Malaysia.
1992 to date
New Zealand Export ban on most logs, chips, and sawn timber from natural forests.
1993 to date
Philippines Export ban on all native wood products except value-added products. Log export ban on logs from natural forests. Logs from plantation forests may be exported.
1989 to date
Vietnam Log export ban. Export ban on sawn timber from wood harvested from natural forests.
1992 to date
Adapted and compiled from: African Timber Organization. 2006. Promoting the further processing of tropical timber in
Africa. African Timber Organization Ministerial Conference: Proposal for Action. Online at http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=promoting%20the%20further%20processing%20of%20tropical%20timber%20in%20africa%20african%20timber%20organizationi%20%22proposal%20for%20action%22&source=web&cd=1&ved=0CBoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.itto.int%2Fdirect%2Ftopics%2Ftopics_pdf_download%2Ftopi
117
cs_id%3D8390000%26no%3D1%26disp%3Dinline&ei=yf67TtHBKKj10gGb4f3XCQ&usg=AFQjCNGg7SXVfl7M7G-_5bEQ4aUWfpD3Ig (11/10/11).
Bird, N., T. Fometé and G. Birikorang. 2006. Ghana‟s experience in timber verification
system design. VERIFOR. Country case study 1. Online at http://www.verifor.org/resources/case-studies/ghana.pdf (11/10/11).
Cerruti, P., and L. Tacconi. 2006. Forests, illegality, and livelihoods in Cameroon. CIFOR. Working paper No. 35. Online at http://www.cifor.org/publications/pdf_files/WPapers/WP-
35.pdf (11/10/11). Goetzl, A., and H.C. Ekström. 2007. Report on the review of the US market for tropical
timber products. ITTO. Fortieth session.7-12 May, 2007. Online at http://www.itto.int/direct/topics/topics_pdf_download/topics_id=34980000&no=1&disp=inline (11/10/11).
Guyana Forestry Commission. 2007. National Log Export Policy: Post consultation summary.
Online at http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=cameroon%20log%20export%20ban%20itto&source=web&cd=4&ved=0CC8QFjAD&url=http%3A%2F%2Fwww.forestry.gov.gy%2FDownloads%2FLog%2520Export%2520Consultation%2520-%2520Summary%2520of%2520Proceedings.doc&ei=3-O7TqzHAYLw0gG1zNjYCQ&usg=AFQjCNHsb8I1nNOMFGGZfs_yHTHIIbQEOQ (11/10/11).
Illegal-loging.info. 2011 Sierra Leone. Online at http://www.illegal-
logging.info/approach.php?a_id=165#news (11/10/11). ITTO. 2010. Tropical timber market report. Vol 15 No. 10th. May 2010. ITTO. 2011. Tropical timber market report. Vol. 16 No. 8. April 2011. Online at
http://www.cfb.org.bo/downloads/ITTO_MIS_Report(Volume_16_Number_8_16th_30th_April_2011).pdf (11/10/11).
Kim, J. 2010. Recent trends in export restrictions. OECD Trade policy working papers, no.
101. OECD Publishing. Online at http://dx.doi.org/10.1787/5kmbjx63sl27-en (4/7/2012).
Llewellyn, R. O. 2012. Belize enacts moratorium on rosewood. Mongabay. Online at
http://news.mongabay.com/2012/0319-llewellyn_moratorium_rosewood.html (4/7/2012).
Olfield. S. 1998. Rare tropical timbers. IUCN. Sesay., M. 2010. Sierra Leone: Logging exports banned. Concord Times; Allafrica.com.
Online at http://allafrica.com/stories/201001090030.html (11/10/11).