Date post: | 28-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | khangminh22 |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR PADA NY.I DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER JAKARTA TIMUR
06-08 JUNI 2016
DI SUSUN OLEH
ANNISA NOORROHIMA
2013750002
PROGRAM STUDY DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Pemenuhan Kebutuhan Dasar
pada Ny.I dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur pada tanggal 06-08 Juni 2016“ sebagai salah satu syarat
yang harus dilewati kami sebagai mahasiswa/mahasiswi program studi DIII
KEPERAWATAN FIK UMJ untuk menyelesaikan study kami di institusi khususnya
saya.
Shalawat serta salam saya junjungkan kepada nabi Muhammad Saw yang telah
membawa kita kezaman yang lebih terang, berkat cintanya lah saya dapat terus
berusaha dan berjuang dalam menuntut ilmu.
Dalam proses penulisan laporan karya tulis ilmiah ini saya melewati banyak sekali
kesulitan, namun karena adanya bimbingan dan semangat dari berbagai pihak.
Akhirnya saya dapat menyelesaikan laporan karya tulis ilmiah ini dengan tepat waktu.
Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan banyak terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada :
1. Ibu Ns. Idriani, M.Kep Sp.Mat selaku ketua program DIII keperawatan Rumah
Sakit Islam Jakarta Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta.
2. Ibu Ns. Nurhayati, M.Kep selaku wali tingkat XXXI.
3. Ibu Ns. Nuraenah, S.Pd., M.Kep terimakasih atas pengarahan, bantuannya dalam
membimbing dan memberikan motivasinya kepada penulis.
4. Ibu Isnaini S.Kep selaku penguji II, Terima kasih atas bimbingannya selama ujian
sidang.
5. Seluruh staf dosen dan karyawan Diploma III Keperawatan Rumah Sakit Islam
Jakarta Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
6. Seluruh karyawan RS Jiwa Islam Klender Jakarta Timur yang telah membantu
penulis dalam melengkapi data-data yang digunakan untuk melengkapi laporan
penulis.
7. Kepada kedua orang tua yang selama ini telah berjuang menjadikan penulis
menjadi manusia yang berilmu, berkat kerja keras dan doanya yang sampai detik
ini masih mendampingi dan membangkitkan semangat penulis disaat-saat yang
sulit. Semoga beliau diberikan kesehatan jasmani dan rohaninya
8. Kepada kakak dan adik kandung yang selama ini memberikan do’a setiap sholatnya.
9. Rio rusmanto yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam penyusunan
karya tulis ilmiah dan memberikan dorongan kepada penulis sehingga
terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.
10. Kepada Yulianto yang telah ikut serta membantu penulis dalam menyusun karya tulis
ilmiah ini.
11. Kepada teman-teman tim KTI keperawatan Jiwa (Shofura, khoirunnisa,
Halimatus’sadiyah, Didik dan Hakim) yang telah membantu dalam penyusunan
karya tulis ilmiah dan memberikan dorongan kepada penulis sehingga
terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.
12. Kepada sahabat kepompong (Ayzizah, Nafisah, Apriyani, Anggi, Nunu, Dina,
Didik, Rio, Imad, Raka) yang selalu memberi semangat dan senyum dalam
penulisan karya tulis ilmiah ini. yang selalu setia selama tiga tahun ini untuk tetap
bersama.
13. Kepada kelompok ngiung-ngiung (Azzura, Imah, Kartika, Lala, Ayzizah, Nerissa,
Fudoelah, Khoirunnisa, Kiki, Diana, Rika, Emod, Fatih) yang selalu mendukung
dan menemani dinas selama setahun ini
14. Kepada Mahasiswa dan Mahasiswi angkatan XXXI yang telah memberikan
dorongan dan bantuan kepada penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah
Dalam menulis Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari sangat jauh dari kata
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis harapkan saran dan kritik agar penulis dapat
gunakan sebagai perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga Karya Tulis Ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi setiap mahasiswa umumnya dan bagi penulis khususnya.
Sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dibidang
kesehatan. Amin.
Alhamdulillahirabil’alamin
Wassalammu’alaikum Warahmmatulahi Wabarakatuh
Jakarta, 17 Juni 2016
Annisa Noorrohima
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ................................................................................ 5
1. Tujuan Umum .............................................................................. 5
2. Tujuan Khusus ............................................................................. 5
C. Ruang lingkup .................................................................................... 6
D. Metode penulisan ............................................................................... 6
E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Kebutuhan Dasar manusia.................................................................. 8
B. Pengertian ........................................................................................... 10
C. Psikodinamika .................................................................................... 11
1. Etiologi ......................................................................................... 11
D. Rentang respon .................................................................................. 14
E. Pengkajian Keperawatan ................................................................... 15
1. Faktor predisposisi ................................................................. 15
2. Faktor presipitasi .................................................................... 17
3. Tanda dan Gejala.................................................................... 18
4. Mekanisme koping ................................................................. 19
................................................................................................
5. Pohon masalah ....................................................................... 21
F. Diagnosa Keperawatan....................................................................... 21
G. Perencanaan ....................................................................................... 22
H. Pelaksanaan ........................................................................................ 36
1. Tahapan – Tahapan komunikasi terapeutik.................................. 36
2. Terapi Aktivitas kelompok .......................................................... 37
3. Psikofarmologis ........................................................................... 38
I. Evaluasi ............................................................................................. 41
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan .................................................................... 42
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................... 47
C. Perencanaan Keperawatan ................................................................. 48
D. Pelaksanaan Keperawatan .................................................................. 55
E. Evaluasi Keperawatan ........................................................................ 59
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan .................................................................... 62
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................... 66
C. Perencanaan Keperawatan ................................................................. 69
D. Pelaksanaan Keperawatan .................................................................. 70
E. Evaluasi Keperawatan ........................................................................ 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 75
B. Saran .................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah : kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan
mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress
yang serius menurut Rosdahl (Yosep, 2011). Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional secara optimal
dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan keadaan orang lain
(UU Kesehatan Jiwa No.3 tahun 1966). Sedangkan menurut WHO 2011, kesehatan
jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa melainkan mengandung
berbagai karakteristik yang berbagai positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian yang
bersangkutan.
Keperawatan jiwa merupakan bagian dari pelayanan kesehatan jiwa. Menurut
American Nurses Association, keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek
keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan
menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam menigkatkan, mempertahankan,
memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien
berada. Sedangkan menurut Sujono 2009, Keperawatan jiwa adalah pelayanan
kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu prilaku, ilmu keperawatan jiwa
pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial yang
maladaptive yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosio, dengan menggunakan
diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan
untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa individu, keluarga dan masyarakat.
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh
jajaran lintas sektor Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun daerah, serta perhatian
dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease penyakit jiwa di
tanah air masih cukup besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013). bahwa
prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala
depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar
14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia
sekitar 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Berdasarkan jumlah
tersebut, ternyata 14,3% di antaranya atau sekira 57.000 orang pernah atau sedang
dipasung. Angka pemasungan di pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih
tinggi jika dibandingkan dengan angka di perkotaan, yaitu sebesar 10,7%
(DEPKES. 10 Oktober 2014). Salah satu masalah gangguan jiwa berat ialah
skizofrenia
Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara
berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya. (Melinda Hermann, 2008 dalam
buku yosep, 2011). Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori utama : gejala
positif mencangkup waham, halusinasi, kegagalan berpikir dan agresif. Sedangkan
gejala negative yaitu seperti afek datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri
dari masyarakat atau rasa tidak nyaman. (Videbeck, Sheila 2008). Salah satu dari
masalah gangguan skizofrenia tersebut adalah perilaku kekerasan.
Perilaku Kekerasan adalah suatu dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati Dan Hartono,
2010). Adapun definisi dari kemarahan, Kemarahan (anger) adalah suatu emosi
yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua
orang. Biasanya, kemarahan adalah reaksi terhadap stimulus yang tidak
menyenangkan atau mengancam (menurut Widijaya Kusuma, 1992 dalam buku
Iyus Yosep, 2011). Sedangkan agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata
yang menggambarkan perilaku amuk, permusuhan dan potensi untuk merusak
secara fisik atau dengan kata-kata (Varcarolis, 2006 dalam buku yosep 2011)
Adapun tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah : muka merah dan tegang,
pandangan tajam, mengepalkan tangan, bicara kasar, suara tinggi, berteriak,
mengancam secara verbal atau fisik, melepar atau memukul benda, melukai dir
sendiri/orang lain, tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol
perilaku kekerasan. Apabila Perilaku kekerasan tidak dapat diatasi maka dapat
mencederai diri sendiri dan orang lain (Iyus, Yosep 2007).
Menurut data yang di dapat dari medical record Rumah Sakit Jiwa Islam Klender
Jakarta Timur pada bulan Mei tahun 2015 - 2016 terdapat 1088 jiwa yang
mengalami gangguan jiwa, sedangkan untuk perilaku kekerasan terdapat 398 jiwa.
Berikut jumlah pasien di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender adalah sebagai berikut :
No Masalah 2014 2015 2016
1 Halusinasi 405 jiwa 634 jiwa 661 jiwa
2 Perilaku kekerasan 368 jiwa 377 jiwa 398 jiwa
3 Isolasi social 27 jiwa 14 jiwa 28 jiwa
4 Harga diri rendah 8 jiwa 49 jiwa 11 jiwa
Table 1.1
Dari hasil kesimpulan data diatas dapat disimpulkan bahwa masalah perilaku
kekerasan berada pada peringkat ke 2.
10 % dari populasi mengalami masalah kesehatan jiwa maka harus mendapat
perhatian karena termasuk rawan kesehatan jiwa. Sejalan dengan paradigma sehat
yang direncanakan Departemen Kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif
melakukan pencegahan daripada menunggu dirumah sakit, kini orientasi upaya
kesehatan jiwa lebih pada promotif dan pencegahan (preventif). Upaya itu
melibatkan banyak profesi, selain psikiater/dokter juga perawat, psikolog, sosiolog,
antropolog, guru, ulama, jurnalis, dan lainnya. Penanganan kesehatan jiwa bergeser
dari hospital base menjadi community base. (Yosep, 2011).
Perawat jiwa sebagai pemberi asuhan keperawatan jiwa kepada klien merupakan
bagian dari total pelayanan dirumah sakit. Karena itu mereka juga dituntut untuk
mampu memberikan asuhan keperawatan yang professional dan dapat
mempertanggung jawabkan asuhan yang diberikannya secara ilmiah . Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perawat dituntut senantiasa
mengembangkan ilmu dan teknologi dibidang keperawatan yang dalam hal ini
adalah ilmu pengetahuan dan teknologi dalam keperawatan jiwa. (Yosep, 2011)
Menurut Weiss (1947) yang dikutip oleh Stuart Sundeen dalam Principles and
Practice of Psychiatrics Nursing Care (1995), peran perawat sebagai Attitude
Therapy, yakni : (dalam buku Yosep 2011)
- Mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada
klien
- Mendemostrasikan penerimaan
- Respect
- Memahami klien
- Mempromosikan ketertarikan klien dan berpartisipasi dalam interaksi.
Menurut peplau, peran perawat meliputi :
- Sebagai pendidik
- Sebagai pemimpin di dalam situasi yang bersifat local, nasional, dan
internasional
- Sebagai “surrogate parent”
- Sebagai konselor.
Dan berdasarkan penjelasan diatas jika perilaku kekerasan tidak diatasi akan
beresiko terjadinya perilaku kekerasan yang dapat menyebabkan mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Sehingga penulis sangat tertarik untuk
membahas masalah perilaku kekerasan. Dalam karya tulis ini penulis akan
membahas tentang aspek perilaku kekerasan pada bab-bab selanjutnya dengan
mengangkat judul Pemenuhan Kebutuhan Dasar pada Ny.I dengan Resiko
Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur pada
tanggal 06-08 Juni 2016.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan Pemenuhan
Kebutuhan Dasar pada Ny.I dengan Gangguan Perilaku Kekerasan di Rumah
Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny.I dengan gangguan perilaku
kekerasan.
b. Mampu menetapkan diagnose keperawatan pada Ny.I dengan gangguan
perilaku kekerasan.
c. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada Ny.I dengan gangguan
perilaku kekerasan.
d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.I dengan
gangguan perilaku kekerasan.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny.I dengan gangguan
perilaku kekerasan.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dengan
kasus.
g. Mampu mengidentifikasi factor pendukung, penghambat dan pencari
solusinya.
C. Ruang Lingkup
Dalam menyususn laporan kasus ini penulis hanya membatasi pada pemenuhan
kebutuhan pada Ny.I dengan masalah gangguan perilaku kekerasan di Rumah Sakit
Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, yang dilakukan selama 3 hari perawatan, mulai
hari senin, 6 Juni 2015 s/d 8 Juni 2015.
D. Metode Penulisan
Karya tulis ini disusun berupa laporan kasus yang menggunakan metode deskriptif,
dimana penulis menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
gangguan perilaku kekerasan dalam bentuk narasi. Sedangkan teknik pengumpulan
data yang penulis gunakan adalah teknik interview dan observasi dimana penulis
terlibat langsung selama 3 hari dalam memberikan asuhan keperawatan. Penulis
melakukan interview dengan klien, perawat ruangan dan tim kesehatan lainnya.
E. Sistematika Penulisan
Karya tulis ilmiah ini ditulis dalam lima bab yang ditulis secara sistematika dan
tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab.
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup,
Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
Berisi Pengertian, Psikodinamika, Rentang Respon dan Asuhan
Keperawatan.
BAB III : TINJAUAN KASUS
Terdiri dari Pengkajian, Diagnose, Intervensi, Implementasi, dan
Evaluasi Keperawatan.
BAB IV : PEMBAHASAN
Berisi tentang perbandingan antara konsep dan kasus.
BAB V : PENUTUP
Berisi Kesimpulan Dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham
maslow dalam teori herarki kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum), keamanan, cinta, harga diri,
dan aktualisasi diri.
1. Ciri kebutuhan dasar manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada
dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat perbedaan
budaya, maka kebutuhan tersebut itupun akan ikut berbeda. Dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal
memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk
berusaha mendapatkannya.
2. Faktor yang mempengaruhi Kebutuhan dasar manusia terdapat beberapa faktor :
a. Penyakit
Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan
kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis.
b. Hubungan keluarga
hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan
dasar karena adanya saling percaya.
c. Konsep diri
Konsep diri manusia memiliki peran dalam pemenuhan kebutuha dasar. Konsep
diri yang positif memberikan makna dan keutuhan bagi seseorang. Konsep diri
yang sehat menghasilkan perasaan yang positif terhadap diri. Orang yang merasa
positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan
mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan
dasarnya.
d. Tahap perkembangan
Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan. Setiap
perkembangan tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda secara bio-psiko-sosio-
spiritual.
(A. Aziz alimul, 2006).
Adapun pemenuhan kebutuhan dasar dengan gangguan Resiko Perilaku Kekerasan
Kebutuhan Rasa Aman dan nyaman :
Menurut kolcaba (1992, dalan Potter & Perry, 2005 ) mengungkapkan Kenyamanan
atau rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang
sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan dipandang secara holistik
yang mencakup empat aspek yaitu:
a. Fisik : berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial: berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c. Psikospiritual: berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri
yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia
seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah keselamatan dan rasa
aman dari berbagai aspek, baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan ini
meliputi kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan dan
infeksi, bebas dari rasa takut dan cemas, serta bebas dari ancaman keselamatan dan
psikologi pada pengalaman yang baru atau tidak dikenal. Pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan mengalami perubahan rasa aman dan nyaman seperti perubahan
sosial pada kasus resiko perilaku kekerasan biasanya akan melakukan mekanisme
koping mencederai diri, orang lain dan lingkungan, dan adanya perubahan pada
aspek psikospiritual pada kasus resiko perilaku kekerasan biasanya akan timbul rasa
curiga terhasap orang lain. rasa ini timbul karena ketidaknyaman pada resiko
perilaku kekerasan yang dirasakan klien.
B. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang
dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-
barang (Maramis, 2004). Perilaku kekerasan adalah suatu dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya
sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Kusumawati Dan Hartono, 2010).
Kemarahan adalah suatu perasaan emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap
kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman (Ernawati dkk, 2009).
Kemarahan (anger) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai
agresivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya, kemarahan adalah reaksi
terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (menurut Widijaya
Kusuma, 1992 dalam buku Iyus Yosep, 2011).
Agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan
perilaku amuk, permusuhan, dan potensi untuk merusak secara fisik atau dengan
kata-kata. (Varcarolis, 2006: 490 dalam buku yosep 2011).
C. PSIKODINAMIKA
1. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor biologis
Meunurut Ernawati, 2009. Dalam otak system limbic berfungsi
sebagai regulator atau pengatur perilaku. Adanya lesi pada
hipotalamus dan amigdala dapat mengurang atau menigkatkan
perilaku agresif. Perangsangan pada system neurofisiologis dapat
menimbulkan respon-respon emosional dan ledakan agresif.
Penurunan norepinefrin dapat menstimulasi perilaku agresif misalnya
pada peningkatan kadar hormone testosterone dan progesterone.
Pengaturan perilaku agresif adalah dengan mengatur jumlah
metabolisme biogenic amino-norepinetrin.
2) Faktor psikologis
Menurut Yosep, 2011. ada beberapa faktor terjadinya teori psikologis
sebagai berikut :
a) Teori Psikoanalisasi : teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresi dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang, teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase
oral antara 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang
dan pemenuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan
sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidak percayaan pada lingkungannya.
b) Teori Imitasi, Model, Dan Proses Informasi : menurut teori ini
perilaku kekerasan dapat berkembang dalam lingkungan yang
mentolerir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang
ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu
meniru perilaku tersebut.
c) Teori Pembelajaran : perilaku kekerasan merupakan hasil belajar
individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati
bagaimana respon ayahnya saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar
bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan
patut untuk diperhitungkan.
3) Faktor sosiokultural
Menurut Ernawati, 2009. Norma-norma kultural dapat digunakan
untuk membantu memahami ekspresi agresif individu. Teori
lingkungan social mengemukakan bahwa norma yang memperkuat
perilakunya disebabkan oleh ekspresi marah yang pernah dialami
sebelumnya. Menurut Madden, orang-orang yang pernah memiliki
riwayat ditipu cenderung mudah marah yang disebut “acting out”
terhadap marah. Bila privacy/pribadi terganggu oleh kondisi social
maka responnya berupa agresif/amuk. Teori belajar social menurut
Robert yang disempunakan oleh miller dan dollar, mengemukakan
bahwa tingkah laku agresif dipelajari sebagai bagian dari proses
social. Agresif dipelajari dengan cara imitasi terhadap pengalaman
langsung. Pola subcultural cenderung menyebabkan imitasi tingkah
laku agresif yang mengarah pada amuk. Ahli teori social berpendapat
bahwa komponen biologi tingkah laku agresif berhubungan dengan
aspek-aspek psikososial
b. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep, 2011. Secara umum seseorang akan marah jika dirinya
merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman
konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :
1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kehidupan
yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan
2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien
sendiri maupun eksternal dari lingkungan
3. Lingkungan : padat, panas, dan bising .
Menurut shives (1998) dalam fitria (2009), hal-hal yang dapat
menimbulkan perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai
berikut :
1. Kesulitan kondisi social ekonomi
2. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu
3. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuanya dalam menempatkan diri sebagai sebagai orang
dewasa
4. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan
obat dan alcohol serta tidak mengontrol emosi pada saat menghadapi
frustasi
5. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
atau perubahan tahap perkembangan keluarga .
D. RENTANG RESPON
Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Rentang respon kemarahan individu dimulai
dari respon normal (asertif) sampai pada respon tidak normal (maladaptif).
adaptif maladaptive
asertif frustasi pasif agresif amuk/pk
sumber : Iyus Yosep (2011)
keterangan:
1. Asertif :
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
2. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative.
3. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu,
pendiam, sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol. Perilaku yang tampak dapar berupa : muka masam, bicara
kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.
5. Amuk/pk
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control. Individu
dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan.
E. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap awal dalam pengumpulan data, pengkajian pada
masalah perilaku kekerasan merupakan predisposisi, presipitasi, tanda dan gejala,
dan mekanisme koping.
1. Factor Predisposisi
ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya parilaku kekerasan
a. Factor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis.
Menurut Yosep, 2011. Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya
pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (bagian system
limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif. Perangsangan yang
diberikan terutama pada nucleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat
ekornya, mendesis, bulunya berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar,
pupil berdilatasi, dan hendak menerkam tikus atau objek yang ada di
sekitanya. jadi jika terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal
(untuk interpretasi indra penciuman dan memori) akan menimbulkan
mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang
ada disekitarnya.
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif :
serotonin, dopamine, norephinephrine, acetikolin, dan asam amino
GABA.
Factor-faktor yang mendukung :
Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
Sering mengalami kegagalan
Kehidupan yang penuh tindakan agresif
Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).
b. Factor Psikologis
Menurut Yosep (2011), Psychoanalytical theory: teori ini mendukung
bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud
berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua insting.
Kesatu insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas, dan kedua,
insting kematian yang diekspresikan dengan agresitivitas.
Frustration-aggresion theory ; teori yang dikembangan oleh pengikut
Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalalmi hambatan maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir
semua orang yang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat
perilaku agresif
Padangan psikologis lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman
hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih
mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari
pengalaman tersebut :
1) Kerusakan otak organic, retardasi mental, sehingga tidak mampu
untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi pada masa kanak-kanak
yang berlebihan, atau seduction parental, yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya (trust) dan harga diri
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan atau koping.
c. Factor social budaya
Menurut Ade Herman, 2011. Seseorang akan berespon terhadap
peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang
dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura bahwa agresi tidak
berbeda dengan respons-respons yang lain. Factor ini dapar dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat
memengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima. Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan meneriman
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
2. Factor Presipitasi
Menurut Ade Herman, 2011. Seseorang secara umum akan marah jika dirinya
merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep
diri. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama
sekali apa yangmenjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat
maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasinya. ancaman dapat berupa
internal maupun eksternal. Beberapa factor pencetus perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
1. Ancaman terhadap fisik : pemukulan, penyakit fisik.
2. Ancaman terhadap konsep diri : frustasi, harga diri rendah.
3. Ancaman ekstrenal : serangan fisik, kehilangan orang atau benda yang
berarti.
4. Ancaman internal : kegagalan, kehilangan perhatian.
3. Tanda dan Gejala Pada Resiko Perilaku Kekerasan
Menurut Ade Herman, 2011. Perawat dapat mengidentifikasi dan
mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan :
a. Fisik
Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, postur tubuh kaku, mengepalkan tangan,
jalan mondar-mandir.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat, dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar. Ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, karagu-raguan, tidak bermoral,
dan kreatifitas terhambat, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli
dan kasar.
g. Social
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, mencuri, dan melakukan penyimpangan seksual
Sedangkan menurut (Ernawati, 2009) perubahan yang dapat terjadi pada resiko
perilaku kekerasan meliputi :
a. Fisiologi
TD meningkat, RR meningkat, napas dangkal, tonus otot meningkat,
muka merah, peningkatan saliva, mual, penurunan peristaltic lambung
atau perubahan kadar HCL lambung, fight atau flight, peningkatan
frekuensi berkemih, dilatasi pupil.
b. Emosi
Jengkel, labil, tidak sadar, ekspresi wajah tegang, pandangan tajam,
merasa tidak aman, bermusuhan, marah, bersikeras, dendam, menyerang,
takut, cemas, merusak benda.
c. Intelektual
Bicara mendominas, bawel berdebat, meremahkan, konsentrasi menurun,
persuasive.
d. Social
Menarik diri, sinis, curiga, agresif, mengejek, menolak, kasar, humor.
e. Spiritual
Ragu-ragu, moral bejat, maha kuasa, kebajikan.
4. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif
dalam mengekpresikan kemarahannya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi,
proyeksi, represif, dan reaksi formasi (Ade Herman, 2011)
Mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara
lain : http://keperawatanprofesionalislami.co.id
a. Sublimasi
Dengan mengalihkan rasa marah pada aktifitas lainnya. Artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi
menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi
mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi
Perilaku pasif-agresif karena perasaannya yang tidak dikeluarkan akibat
ketidakmampuannya dalam mengekpresikan kemarahan atau
memodifikasi perilakunya. Dengan melebih lebihkan sikap dan perilaku
yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
melepiaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.
5. Pohon Masalah
Sumber : (Ernawati, 2009)
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
CP
Harga diri rendah kronis
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan yang muncul : (Ernawati, 2009)
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Harga diri rendah Kronis
Resiko Perilaku
kekerasan
37
G. PERENCANAAN
Perencanaan adalah rencana tindakan keperawatan yang merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tujuan khusus.
Dalam hal ini perencanaan disusun berdasarkan diagnose yang telah dibuat dan perencanaan-perencanaan yang dibuat sebisa
mungkin dilakukan oleh penulis dan perawat ruangan. (Budi Anna Keliat, 2009).
No Dx Dx Keperawatan Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1.
Resiko Perilaku
Kekerasan
TUM: Klien dapat
mengontrol perilaku
kekerasan
TUK:
1. Klien dapat membina
hubungan saling
percaya
1. Setelah … X pertemuan klien
menunjukan tanda-tanda percaya
kepada perawat:
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Bersedia menceritakan
perasaan
1. Bina hubungan saling percaya dengan
:
a. Beri salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama
panggilan perawat dan tujuan
perawat berinteraksi.
c. Tanyakan dan panggil nama
kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap empati: jujur dan
38
menepati janji setiap berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan dengan penuh
perhatian ungkapkan perasaan
klien.
2. Klien mengidentifikasi
penyebab perilaku
kekerasan yang
dilakukannya
2. Setelah … X pertemuan klien
menceritakan penyebab perilaku
kekerasan yang dilakukannya :
a. Menceritakan penyebab
perasaan jengkel atau kesal
baik dari diri sendiri maupun
lingkungannya
2. Baru klien mengungkapkan perasaan
marahnya:
a. Motivasi klien untuk menceritakan
penyebab rasa kesal atau
jengkelnya.
b. Dengarkan tanpa menyela atau
memberi penilaian setiap
ungkapan perasaan klien.
3. Klien dapat
mengidentifikasi tanda-
tanda perilaku
kekerasan
3. Setelah … X pertemuan klien
menceritakan tanda-tanda saat
terjadi perilaku kekerasan
a. Tanda fisik: mata merah,
tangan mengepal, ekspresi
3. Bantu klien mengungkapkan tanda-
tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya:
a. Motivasi klien menceritakan
kondisi fisik (tanda-tanda fisik)
39
tegang, dan lain-lain
b. Tanda emosional: perasaan
marah, jengkel, bicara kasar
c. Tanda sosial : bermusuhan
yang dialami saat terjadi
perilaku kekerasan
saat perilaku kekerasan terjadi.
b. Motivasi klien menceritakan
kondisi emosinya (tanda-tanda
emosional) saat terjadinya
perilaku kekerasan
c. Motivasi klien menceritakan
kondisi hubungan dengan orang
lain (tanda-tanda sosial) saat
terjadi perilaku kekerasan.
4. Klien dapat
mengidentifikassi jenis
perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
4. Setelah … X pertemuan klien
menjelaskan:
a. Jenis-jenis ekspresi
kemarahan yang selama ini
telah dilakukannya
b. Perasaan saat melakukan
kekerasan
c. Efektivitas cara yang dipakai
dalam menyelesaikan
masalah
4. Diskusikan dengan klien perilaku
kekerasan yang dilakukannya selama
ini:
a. Motivasi klien menceritakan jenis-
jenis tindak kekerasan yanag
selama ini pernah dilakukannya.
b. Motivasi klien menceritakan
perasaan klien setelah tindak
kekerasan tersebut terjadi.
c. Diskusikan apakah dengan tindak
kekerasan yanag dilakukannya
masalah yang dialami teratasi.
40
5. Klien dapat
mengidentifikasi
perilaku kekerasan
5. Setelah … X pertemuan klien
menjelaskan akibat tindak
kekerasan yang dilakukannya
a. Diri sendiri: luka, dijauhi
teman, dll.
b. Orang lain/keluarga: luka,
tersinggung, ketakutan, dll.
c. Lingkungan: barang atau
benda rusak, dll.
5. Diskusikan dengan klien akibat
negative (kerugian) cara yang
dilakukan pada:
a. Diri sendiri
b. Orang lain/keluarga
c. Lingkungan
6. Klien dapat
mengidentifikasi cara
konstruktif dalam
mengungkapkan
kemarahan
6. Setelah … X pertemuan klien:
Menjelaskan cara-cara sehat
mengungkapkan marah
6. Diskusikan dengan klien:
a. Apakah klien mau mempelajari
cara mengungkapkan marah yang
sehat
b. Jelaskan berbagai alternative
pilihan untuk mengungkapkan
marah selain perilaku kekerasan
yang diketahui klien
c. Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah:
1) Cara fisik: nafas dalam, pukul
41
bantal atau kasur, dan olahraga.
2) Verbal: mengungkapkan bahwa
dirinya sedang kesal kepada
orang lain.
3) Sosial: latihan asertif dengan
orang lain.
4) Spiritual: sembahyang/doa,
zikir, meditasi,dsb. Sesuai
dengan keyakinan agamanya
masing-masing
7. Klien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol
perilaku kekerasan
7. Setelah … X pertemuan klien
memperagakan cara mengontrol
perilaku kekerasan:
a. Fisik: tarik nafas
dalam,memukul
bantal/kasur.
b. Verbal: mengungkapkan
perasaan kesal/jengkel pada
orang lain tanpa menyakiti.
c. Spiritual: zikir/doa, meditasi
sesuai agamanya.
7.1.Diskusikan cara yang mungkin
dipilih dan anjurkan klien memilih
cara yang mungkin untuk
mengungkapkan kemarahan.
7.2.Latih klien memperagakan cara yang
dipilih :
a. Peragakan cara melaksanakan
cara dipilih
b. Jelaskan cara manfaat tersebut
c. Anjurkan klien menirukan
peragaan yang sudah dilakukan
42
d. Beri penguaraan pada klien,
perbaiki cara yang masih belum
sempurna
7.3.Anjurkan klien menggunakan cara
yang sudah dilatih saat
marah/jengkel.
8. Klien mendapat
dukungan keluarga
untuk mengontrol
perilaku kekerasan
8. Setelah … X pertemuan keluarga
:
a. Menjelaskan cara merawat
klien dengan perilaku
kekerasan.
b. Mengungkapkan rasa puas
dalam merawat klien.
8.1. Diskusikan pentingnya peran serta
keluarga sebagai pendukung klien
untuk mengatasi perilaku
kekerasan.
8.2. Diskusikan potensi keluarga untuk
membantu klien mengatasi perilaku
kekerasan.
8.3. Jelaskan, pengertian, penyebab,
akibat dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluiarga.
8.4. Peragakan cara merawat klien
(menangani perilaku kekerasan)
8.5. Beri kesempatan untuk keluarga
memperagakan ulang.
43
8.6. Beri pujian kepada keluarga setelah
peragaan.
8.7. Tanyakan perasaan keluarga setelah
mencoba cara yang dilatihkan.
9. Klien menggunakan
obat sesuai program
yang telah ditetapkan
9. Setelah … X pertemuan klien
menjelaskan :
a. Manfaat minum obat.
b. Kerugian tidak minum obat.
c. Nama obat.
d. Bentuk dan warna obat.
e. Dosis yang diberikan
kepadanya.
f. Waktu pemakaian.
9.1. Jelaskan manfaat menggunakan
obat secara teratur dan kerugian
jika tidak menggunakan obat.
9.2. Jelaskan kepada klien:
a. Jelaskan obat (nama, warna dan
bentuk obat).
b. Dosis yang tepat untuk klien.
c. Waktu pemakaian.
d. Cara pemakaian.
e. Efek yang dirasakan klien.
2. Gangguan konsep
diri: harga diri
rendah
TUM klien memiliki
konsep diri yang positif
TUK :
1. Klien dapat membina
hubungan saling
percaya dengan
1. Setelah 1 x peretemuan, klien
menunjukan ekspresi wajah
bersahabat, menunjukan rasa
1. Bina hubungan saling percaya
dengan mengggunakan prinsip
komunikasi terapeutik:
44
perawat senang, ada kontak mata, mau
berjabat tanagan, mau
menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien mau
duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan
masalah yang dihadapi
a. Sapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap dan
nama panggilan yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan peretemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian dan perhatian
kebutuhan dasar klien .
2. Klien dapat
mengidentifikasi aspek
positif dan kemampuan
yang dimiliki
2. Setelah 1x interaksi klien
menyebutkan:
a. Aspek positif dan
kemampuan yang dimiliki
klien
b. Aspek positif keluarga
c. Aspek positif lingkungan
klien
2.1 Diskusi dengan klien tentang:
a. Aspek positif yang dimiliki
klien, keluarga dan lingkungan
b. Kemampuan yang dimiliki
klien
2.2 Bersama klien buat daftar tentang:
a. Aspek positif klien, keluarga,
dan lingkungan
b. Kemampuan yang dimiliki
45
klien
2.3 Beri pujian yang realistis, hindari
memberi penilaian negative.
3. Klien dapat menilai
kemampuan yang
dimiliki untuk
dilaksanakan
3. Setelah 1x interaksi klien
menyebutkan kemampuan yang
dapat dilaksanakan
3.1 Diskusikan dengan klien
kemampuan yang dapat
dilaksanakan
3.2 Diskusikan kemampuan yang
dapat dilanjutkan pelaksanaannya
4. Klien dapat
merencanakan kegiatan
sesuai dengan
kemampuan yang
dimiliki
4. Setelah 2x interaksi klien
membuat rencana kegiatan
harian
4.1 Rencanakan bersama klien
aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
klien:
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi
klien
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan
kegiatan sesuai rencana
5. Setelah 2 kali interaksi klien
melakukan kegiatan sesuai
5.1 Anjurkan klien untuk
melaksanakan kegiatan yang telah
46
yang dibuat jadwal yang dibuat direncanakan.
5.2 Pantau kegiatan yang dilaksanakan
klien
5.3 Beri pujian atas usaha yang
dilakukan klien
5.4 Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah
pulang.
6. Klien dapat
memanfaatkan system
pendukung yang ada
6. Setelah 3x interaksi klien
memanfaatkan system
pendukung yang ada dikeluarga
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah
6.2 Bantu keluarga memberikan
dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan dirumah.
3. Resiko mencederai
diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
TUM:
Klien tidak menciderai
dengan melakkukan
menejemen perilaku
kekerasan
47
TUK:
1. Klien dapat
mengidentifikasi
penyebab perilaku
kekerasan
1. Klien mengungkapkan
perasaannya
2. Klien dapat mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel/kesal
diri sendiri (dari
lingkungan/orang lain)
1. Beri kemampuan untuk
mengungkapkan perasaannya.
2. Bantuan klien untuk
mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/kesalnya.
2. Klien dapat
mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku
kekerasaan
1. Klien dapat mengungkap kan
perasaan saat marah/jengkel
2. Klien dapat menyimpulkan
tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami
1. Anjurkan klien untuk
mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan saat jengkel/kesal
2. Observasi tanda perilaku kekerasan
pada klien
3. Simpulkan bersama klien tanda-
tanda jengkel/kesal yang
dialaminya.
3. Klien dapat
mengidentifikasi
perilaku kekerasan
yang bisa dilakukan
1. Klien dapat mengungkapkan
perilaku kekerasan yang
biasanya dilakukan
2. Klien dapat bermain peran
dengan perilaku kekerasan yang
1. Anjurkan klien untuk
mengungkapkan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan klien
2. Bantu klien bermain peran sesuai
dengan perilaku kekerasan yang
48
biasa dilakukan
3. Klien dapat dilakukan cara yang
biasa dapat menyelesaikan
masalah atau tidak
biasa dilakukan
3. Bicarakan dengan klien apakah
dengan cara yang klien lakukan
masalah selesai.
4. Klien dapat
menjelaskan akibat
cara yang digunakan
klien
1. Klien dapat menjelaskan akibat
cara yang digunakan klien
1. Bicarakan kerugian dari cara yang
dilakukan klien
2. Bersama klien menyimpulkan
akibat dari cara yang digunakan
oleh klien
3. Tanyakan oleh klien apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat.
5. Klien dapat
mengidentifikasi cara
konstruktif dalam
berespon terhadap
kemarahan
1. Klien dapat melakukan cara
merespon kemarahan secara
konstruktif
1. Tanyakan pada klien “apakah ia
ingin mempelajari cara baru yang
sehat?”
2. Berikan pujian bila ia mengetahui
cara baru yang sehat
3. Diskusikan dengan klien cara lain
tersebut:
a. Secara fisik: tarik nafas dalam
jika sedang kesal
49
b. Secara verbal: katakana
bahwa anda sedang kesal
c. Secara sosial: lakuakan dalam
kelompok cara-cara sehat,
latihan asertif.
6. Klien dapat
mendemonstrasikan
cara mengontrol
perilaku kekerasan
1. Klien dapat mendemonstrasikan
cara mengontrol perilaku
kekerasan:
a. Fisik : tarik nafas dalam,
pukul kasur dan bantal
b. Verbal, mengatakan secara
langsung dengan tidak
menyakiti
c. Spiritual: sholat, berdoa atau
ibadah klien
1. Bantu klien mengidentifikasikan
manfaan cara yang dipilih
2. Bantu klien menstimulasikan
tersebut (role play)
3. Beri reinforcement positif atas
keberhasilan klien menstimulasi
cara tersebut
4. Anjurkan klien untuk menggunakan
cara yang telah dipelajari saat
jengkel
5. Susun jadwal yang telah dipelajari
klien.
7. Klien dapat
menggunakan obat
dengan benar (sesuai
1. Klien dapat menyebutkan obat-
obatan yang diminum dan
digunakan
1. Jelaskan obat yang diminum oleh
klien
2. Jelaskan manfaat minum obat
50
dengan program
dokter)
2. Klien dapat tau tentang program
pengelolaan
3. Jelaskan prinsip benar minum
obat
4. Jelaskan manfaat minum obat
5. Anjurkan klien melaporkan pada
perawat jika merasakan efek yang
tidak menyenangkan dari obat
tersebut
6. Beri pujian jika klien minum obat
dengan benar.
42
H. PELAKSANAAN
Menurut G. W, 2009. menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik
terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra interaksi, tahap
perkenalan, atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
Adapun tindakan keperawatan yang mandiri mengacu pada komunikasi terapeutik:
1. Tahapan komunikasi terapeutik terdiri dari:
a. Fase pra interaksi
Dimulai sebelum perawat kontrak dengan klien. Perawat mengeksplor
diri dan mengkaji dirinya (perasaan dan ketakutannya). sehingga
kesadaran dan kesimpulan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dapat dipertanggung jawabkan. Pada fase ini
di harapkan perawat mengetahui informasi tentang klien yang
mengalami perilaku kekerasan dan dapat melakukan kontrak pertama.
b. Fase orientasi atau perkenalan
Fase ini dimulai dari pertemuan dengan klien. Hal pertama yang dikaji
adalah alasan klien meminta pertolongan yang akan membentuk
terbinanya hubungan saling percaya antara klien dengan perawat. Pada
fase ini perawat perlu memberikan hubungan saling percaya, penerimaan
dan pengertian. Komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak
dengan klien, adapun elemen kontrak dengan klien sebagai berikut :
1) Nama perawat dan klien
2) Harapan yang akan dicapai oleh perawat dan klien
3) Tujuan pertemuan
4) Tempat pertemuan
5) Waktu pertemuan
6) Situasi pertemuan
7) Kebiasaan .
43
c. Fase kerja
Pada fase kerja mengeksplor stress orang dan mendorong perkembangan
kesadaran diri akan perkembangan persepsi, pikiran dan perasaan klien.
Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan
kemandirian dan tanggung jawab sendiri, serta mengembalikan
mekanisme koping yang konstruktif.
d. Fase terminasi
Fase terminasi adalah fase yang sulit dan penting dari hubungan
terapeutik. Rasa percaya dari hubungan terapeutik sudah terbina pada
tingkat optimal. Pada fase ini perawat menghadapi realita perpisahan
yang tidak dapat di ingkari. Fase terminasi diatas dengan menggunakan
proses kehilangan.
2. Terapi Aktifitas Kelompok
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok
klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin
atau arahan oleh satu therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah
terlatih. (pedoman rehabilitas pasien mental rumah sakit jiwa di Indonesia).
Terapi kelompok adalah terapi psikologis yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal. (Iyus
Yosep, 2011)
a. Tujuan
Terapi kelompok mempunyai tujuan therapeutik dan rehabilitatis
1) Tujuan umum TAK adalah meningkatkan kemampuan menguji
kenyataan, membentuk sosialisasi, menigkatkan fungsi psikologis,
membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis.
2) Tujuan khusus TAK adalah melatih pemahaman identitas diri,
penyaluran emosi, meningkatkan keterampilan hubungan social,
bersifat rehabilitative.
44
b. Indikasi dan kontraindikasi
Semua klien rehabilitative perlu mendapatkan terapi kelompok kecuali
mereka yang mengalami :
1) Psikopat dan sosiopat
2) Selalu diam atau autistic
3) Delusi yang tidak terkontrol
4) Klien yang mudah bosan
5) Pasien yang rehabiltasi ambulatory yang tidak termasuk psikosis berat
6) Pasien dengan ego psiko patologi berat yang menyebabkan psikotik
kronik
c. Psikofarmaka
Terapi farmakologis merupakan terapi yang efektif dalam pengelolaan
perilaku agresif. Penggunaan obat yang segera dapat mengurangi tindakan
pengasingan (seklusi) dan pembatasan gerak (restrain) klien yang beresiko
tinggi perilaku kekerasan pada awal perawatan di rumah sakit. (budi anna
keliat, 2013).
Obat-obat yang biasanya diberikan pada pasien dengan perilaku agresif
adalah
1) Obat antiansietas dan hipnotik-sedatif
Obat antiansietas dan penenang hipnotik merupakan obat golongan yang
efektif dalam pengelolaan perilaku agitasi akut. Salah satu obat
golongan antiansietas :
a) Benzodiazepin, seperti lorazepam, sering digunakan selama
keadaan darurat unutk menenangkan klien agresif.
b) Lorazepam khususnya sering digunakan karena pengaruhnya cepat
dan dapat diberikan baik secara oral maupun intramuscular.
45
c) Buspirione, merupakan jenis obat yang efektif dalam pengelolaan
perilaku agresif yang terkait dengan ansietas dan depresi.
2) Obat antidepresan
Obat selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dapat mengurangi
resiko kekerasan yang terkait dengan stress pasca trauma.
3) Obat mood stabilizer (stabilisasi suasana hati)
a) Obat valproate efektif dalam mengatasi perilaku agresif akibat
manis.
b) Lithium juga berguna dalam mengurangi perilaku agresi akibat
mania dan gangguan lainnya seperti keterbelakangan mental, cedera
kepala, skizofrenia, gangguan kepribadian, dan gangguan perilaku
pada anak-anak.
4) Antipsikotik
Antipsikotik sering digunakan untuk pengobatan agresif. Obat yang
paling efektif adalah antipsikotik tipikal, salah satu obat tipe antipsikotik
tipikal :
a) haloperidol yang dikombinasi dengan lorazepam benzodiazepine
kedua obat ini sangat efektif mengurangi perilaku agresif. Dapat
diberikan secara intramuscular.
b) Droperidol
Salah satu obat tipe antipsikotik atipikal :
a) Risperidone
b) Olanzapine dan ziprasidone tersedia dalam bentuk intramuscular
dan sangat efektif
46
c) Clozapine dan risperidone efektif bukan hanya untuk klien degan
skizofrenia, tetapi juga untuk klien dengan demensia, cedera otak,
dan cacat inteletual.
5) Obat jenis lainnya
a) Naltrexone, antagonis opiate, dapat mengurangi perilaku kekerasan
yang dapat mencederai diri sendiri.
b) Beta-blockers, seperti propranolol unutk menurunkan perilaku
agresif pada anak-anak dan orang dewasa. Mempunyai efek
samping bradicardi, hipotensi
c) Psikostimulan, digunakan pada anak-anak dengan attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD).
47
I. EVALUASI KEPERAWATAN
Mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat perlu mengidentifikasi
perilaku klien agar dapat menentukan intervensi selanjutnya (Ernawati, 2009).
Pada Klien :
1. Klien mampu mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I : tarik napas
dalam
2. Klien mampu mengontol perilaku kekerasan dengan cara fisik II : pukul bantal
atau kasur.
3. Klien mampu mengontol perilaku kekerasan dengan cara verbal.
4. Klien mampu mengontol perilaku kekerasan dengan cara spiritual.
5. Klien mampu mengontol perilaku kekerasan dengan cara patuh minum obat.
6. Klien mampu melakukan semua kegiatan harian.
Pada Keluarga :
1. Keluarga mengetahui cara merawat klien.
2. Keluarga mampu mempraktekkan cara merawat klien dengan resiko perilaku
kekerasan.
3. Keluarga mengetahui cara perawatan langsung pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan.
4. Keluarga mengetahui cara pemberian obat dengan benar.
48
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menyajikan Pemenuhan Kebutuhan Dasar pada Ny.I
dengan resiko perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan secara komprehensif yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,
rencana tindakan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi. Pemebuhan
kebutuhan ini dilakukan dari tanggal 06 Juni sampai dengan tanggal 08 juni 2016.
Untuk mendapatkan data-data ini penulis melakukan wawancara dengan klien,
keluarga, perawat ruangan yang bertugas serta mempelajari catatan keperawatan dan
catatan medis. Pada catatan medis klien terdiagnosa skizofrenia paranoid.
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Data Dasar Terlampir
2. Resume
Nama klien Ny.I lahir pada tanggal 01 Desember 1993, berusia 23 tahun, jenis
kelamin perempuan, status sudah menikah, suku jawa, beragama islam,
pendidikan terkahir SLTA, klien anak ke 3 dari 4 saudara. Klien datang ke Rs.
Jiwa Islam Klender Jakarta Timur pada tanggal 31 Mei 2016 diantar oleh
keluarganya (ayah). dari data yang didapat pada status Ny.I, alasan utama klien
masuk Rumah Sakit Jiwa Islam Klender ialah “tahun 2015 Ny.I pernah
mengurung diri, nangis-nangis, malu, minder, merasa dihina orang pintar,
gelisah, tidak kooperatif. Februari 2016 Ny.I kesurupan ditempat kerja dan saat
ini sudah tidak bekerja lagi. Maret 2016 Ny.I menikah, mulai curiga, ngamuk
dengan suami, cemburu dan tidak bisa tidur, bicara kacau, melihat bayangan,
marah-marah saat melihat bayangan. April 2016 Ny.I pernah ngamuk dan
dibawa ke alternave tapi tidak berhasil dan pernah berobat di Rumah Sakit
49
Islam pondok kopi ke psikologi berobat jalan tetapi kurang berhasil. kurang
lebih 1 bulan yang lalu klien mulai marah-marah, emosi labil, kurang lebih 3
hari sebelum masuk rumah sakit klien gelisah, agresif, melempar barang, nafsu
makan berkurang”.
Lalu dilakukan pengkajian oleh mahasiswa Muhammadiyah Jakarta pada
tanggal 06 Juni 2016 didapatkan data Ny.I mengatakan “mengamuk didalam
dan diluar rumah serta menendang tembok dengan sekeras-kerasnya”. Ny.I
mengatakan “dulu pernah sakit berobat dirumah sakit jiwa islam tetapi tidak
dirawat inap, dan kurang berhasil, minum obat terkadang lupa karena yang
mengingatkan hanya ibu saja, minum obat tidak terkontrol”. Ny.I mengatakan
“pernah dianiaya dengan kakaknya yang kedua karena kakaknya iri dengan
Ny.I, saat ini sudah pisah dengan orang tua karena Ny.I tinggal dengan suami,
sebelum menikah tinggalnya dengan orang tua dan adik, orang tua kurang
mendukung Ny.I untuk cepat sembuh terutama bapak karena sibuk mencari
nafkah”. Ny.I mengatakan “pernah melihat bayangan manusia ikan, kuntilanak
dan wewe gombel, pernah mendengar suara tertawa kuntilanak yang mengejek
Ny.I isinya Ny.I disuruh menjadi perempuan yang baik dan benar. Munculnya
saat sedang sendiri, marah-marah kalau mendengar suara dan melihat
bayangan, kurang lebih lamanya 10 menit. Ny.I langsung baca doa dan tarik
napas dalam”.
Saat diajak interaksi Ny.I tampak bicara cepat dan bernada tinggi, terkadang
tampak tegang dan mondar-mandir, curiga, khawatir, tatapan tajam, kontak
mata kurang, afek labil, gelisah, mudah beralih dan tidak focus pada 1 orang.
Ny.I merasa dirinya mual dan sedang hamil. saat ini klien tampak kooperatif
dan orientasi tempat dan waktu, saat ini Ny.I di rawat inap di Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender Jakarta Timur masuk tanggal 31 Mei 2016. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan data Tekanan Darah 119/70 mmHg, Nadi 90x/m,
Suhu , RR 20x/m. BB : 50 Kg, TB : 140 cm. saat ini klien mendapat
terapi Risperidon 2 2x1, Merlopam 2 K/P.
50
3. Analisa Data
Nama Klien : Ny.I
Usia : 23 Tahun
Tanggal/
Jam Data Fokus
Masalah
Keperawatan
06 Juni
2016
Data subjectif :
1. Ny.I mengatakan “mengamuk didalam dan diluar
rumah serta menendang tembok dengan sekeras-
kerasnya”.
Data objektif :
1. dari data yang didapat pada status klien terdapat
mulai curiga, ngamuk dengan suami, marah-
marah saat melihat bayangan, emosi labil, agresif,
melempar barang.
2. Klien tampak bicara cepat dan bernada tinggi
3. terkadang tampak tegang
4. kontak mata kurang
5. afek labil
6. curiga
7. khawatir
8. tatapan tajam.
Resiko Perilaku
Kekerasan
06 Juni
2016
Data subjectif
1. Ny.I mengatakan “mengamuk didalam dan diluar
rumah serta menendang tembok dengan sekeras-
kerasnya”.
Resiko
mencederai diri,
orang lain, dan
lingkungan
51
2. Data objectif
1. Dari data yang didapat pada status klien “kurang
lebih 1 bulan yang lalu klien mulai marah-marah,
agresif, melempar barang.
06 Juni
2016
Data subjektif :
1. Ny.I mengatakan “pernah melihat bayangan
manusia ikan, kuntilanak dan wewe gombel,
pernah mendengar suara tertawa kuntilanak yang
mengejek Ny.I isinya Ny.I disuruh menjadi
perempuan yang baik dan benar. Munculnya saat
sedang sendiri, marah-marah kalau mendengar
suara dan melihat bayangan, kurang lebih lamanya
10 menit. Ny.I langsung baca doa dan tarik napas
dalam”.
Data objektif
1. dari status yang didapat “Ny.I kesurupan
ditempat kerja, bicara kacau, melihat bayangan,
gelisah”.
2. Klien tampak mondar-mandir
3. Khawatir dan gelisah
4. Klien merasa, mudah beralih dan tidak focus pada
1 orang.
Gangguan
Persepsi Sensori :
Halusinasi
06 Juni
2016
Data subjektif :
1. Ny.I mengatakan “dulu pernah sakit berobat
dirumah sakit jiwa islam tetapi tidak dirawat inap,
Regiment Terapi
Inefektif
52
dan kurang berhasil, minum obat terkadang lupa
karena yang mengingatkan hanya ibu saja, minum
obat tidak terkontrol”.
Data objektif :
1. April 2016 Ny.I pernah ngamuk dan dibawa ke
alternave tapi tidak berhasil dan pernah berobat di
Rumah Sakit Islam Pondok Kopi ke psikologi
berobat jalan tetapi kurang berhasil .
2. saat ini Ny.I di rawat inap di Rumah Sakit Jiwa
Islam Klender Jakarta Timur masuk tanggal 31
Mei 2016.
06 Juni
2016
Data subjektif :
1. Ny.I mengatakan “pernah dianiaya dengan
kakaknya yang kedua karena kakaknya iri dengan
Ny.I, saat ini sudah pisah dengan orang tua karena
Ny.I tinggal dengan suami, sebelum menikah
tinggalnya dengan orang tua dan adik, orang tua
kurang mendukung Ny.I untuk cepat sembuh
terutama bapak karena sibuk mencari nafkah”.
Data objektif :
1. saat ini Ny.I hanya tinggal bersama suaminya
saja.
Mekanisme
Koping Keluarga
Tidak Efektif
53
Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan A
CP
Regiment terapi inefektif
Halusinasi E
Koping keluarga
Tidak efektif
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Resiko Mencederai Diri, Orang Lain dan Lingkungan
3. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
4. Regimen Terapi Inefektif
5. Mekanisme Koping Keluarga Tidak Efektif.
Resiko Perilaku kekerasan
54
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Perencanaan adalah rencana tindakan keperawatan yang merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tujuan khusus.
Dalam hal ini perencanaan disusun berdasarkan diagnose yang telah dibuat dan perencanaan-perencanaan yang dibuat sebisa
mungkin dilakukan oleh penulis dan perawat ruangan. (Budi Anna Keliat, 2009)
N
o
D
x
Dx
Keperawat
an
Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
2. Resiko
Perilaku
Kekerasan
TUM: Klien
dapat mengontrol
perilaku
kekerasan
TUK:
2. Klien dapat
membina
hubungan
saling
percaya
3. Setelah 2 kali
pertemuan dengan
Ny.I menunjukan
tanda-tanda percaya
kepada perawat:
e. Wajah cerah,
tersenyum
f. Mau berkenalan
3. Bina hubungan saling percaya dengan :
h. Beri salam setiap berinteraksi.
i. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
berinteraksi.
j. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien.
k. Tunjukan sikap empati: jujur dan menepati janji setiap berinteraksi.
l. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
m. Buat kontrak interaksi yang jelas.
55
g. Ada kontak mata
h. Bersedia
menceritakan
perasaan
n. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapkan perasaan klien.
4. Klien
mengidentifik
asi penyebab
perilaku
kekerasan
yang
dilakukannya
4. Setelah 2 kali
pertemuan dengan
Ny.I menceritakan
penyebab perilaku
kekerasan yang
dilakukannya :
b. Menceritakan
penyebab
perasaan jengkel
atau kesal baik
dari diri sendiri
maupun
lingkungannya
4. Baru klien mengungkapkan perasaan marahnya:
c. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau
jengkelnya.
d. Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan
perasaan klien.
56
5. Klien dapat
mengidentifik
asi tanda-
tanda
perilaku
kekerasan
4. Setelah 2 kali
pertemuan dengan
Ny.I menceritakan
tanda-tanda saat
terjadi perilaku
kekerasan
d. Tanda fisik: mata
merah, tangan
mengepal,
ekspresi tegang,
dan lain-lain
e. Tanda emosional:
perasaan marah,
jengkel, bicara
kasar
f. Tanda sosial :
bermusuhan yang
dialamai saat
terjadi perilaku
kekerasan .
5. Bantu klien mengungkapkan tanda- tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya:
d. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat
perilaku kekerasan terjadi.
e. Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda
emosional) saat terjadinya perilaku kekerasan
f. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain
(tanda-tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan.
57
6. Klien dapat
mengidentifik
assi jenis
perilaku
kekerasan
yang pernah
dilakukannya
5. Setelah 2 kali
pertemuan dengan
Ny.I menjelaskan:
d. Jenis-jenis
ekspresi
kemarahan yang
selama ini telah
dilakukannya
e. Perasaan saat
melakukan
kekerasan
f. Efektivitas cara
yang dipakai
dalam
menyelesaikan
masalah
5. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama
ini:
d. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yanag
selama ini pernah dilakukannya.
e. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan
tersebut terjadi.
f. Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yanag dilakukannya
masalah yang dialami teratasi.
58
6. Klien dapat
mengidentifi
kasi perilaku
kekerasan
6. Setelah 2 kali
pertemuan dengan
Ny.I menjelaskan
akibat tindak
kekerasan yang
dilakukannya
d. Diri sendiri:
luka, dijauhi
teman, dll.
e. Orang
lain/keluarga:
luka,
tersinggung,
ketakutan, dll.
f. Lingkungan:
barang atau
benda rusak, dll.
7. Diskusikan dengan klien akibat negative (kerugian) cara yang dilakukan
pada:
d. Diri sendiri
e. Orang lain/keluarga
f. Lingkungan
8. Klien dapat
mengidentifik
asi cara
konstruktif
7. 2 kali pertemuan
dengan Ny.I
menjelaskan:
Menjelaskan
8. Diskusikan dengan klien:
d. Apakah klien mau mempelajari cara mengungkapkan marah yang
sehat
e. Jelaskan berbagai alternative pilihan untuk mengungkapkan marah
59
dalam
mengungkap
kan
kemarahan
cara-cara sehat
mengungkapkan
marah
selain perilaku kekerasan yang diketahui klien
f. Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah:
5) Cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, dan olahraga.
6) Verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang
lain.
7) Sosial: latihan asertif dengan orang lain.
8) Spiritual: sembahyang/doa, zikir, meditasi,dsb. Sesuai dengan
keyakinan agamanya masing-masing.
9. Klien dapat
mendemonstr
asikan cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
9. 2 kali pertemuan
dengan Ny.I
memperagakan cara
mengontrol perilaku
kekerasan:
d. Fisik: tarik
nafas dalam,
memukul
bantal atau
kasur.
e. Verbal:
mengungkapka
n perasaan
7.1.Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara
yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
7.2.Latih klien memperagakan cara yang dipilih :
e. Peragakan cara melaksanakan cara dipilih
f. Jelaskan cara manfaat tersebut
g. Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan
h. Beri penguaraan pada klien, perbaiki cara yang masih belum
sempurna
7.3.Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat
marah/jengkel.
60
kesal/jengkel
pada orang lain
tanpa
menyakiti.
f. Spiritual:
zikir/doa,
meditasi sesuai
agamanya.
10. K
lien mendapat
dukungan
keluarga
untuk
mengontrol
perilaku
kekerasan
10. D
iharapkan keluarga
dapat :
c. Menjelaskan
cara merawat
klien dengan
perilaku
kekerasan.
d. Mengungkapkan
rasa puas dalam
merawat klien.
10.1. D
iskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien
untuk mengatasi perilaku kekerasan.
10.2. D
iskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku
kekerasan.
10.3. J
elaskan, pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku
kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluiarga.
10.4. P
eragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan)
10.5. B
eri kesempatan untuk keluarga memperagakan ulang.
10.6. B
61
eri pujian kepada keluarga setelah peragaan.
10.7. T
anyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan.
11. K
lien
menggunaka
n obat sesuai
program
yang telah
ditetapkan
10. S
etelah 3 kali
pertemuan dengan
Ny.I dapat
menjelaskan :
g. Manfaat minum
obat.
h. Kerugian tidak
minum obat.
i. Nama obat.
j. Bentuk dan
warna obat.
k. Dosis yang
diberikan
kepadanya.
l. Waktu
pemakaian.
10.1. J
elaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika
tidak menggunakan obat.
10.2. J
elaskan kepada klien:
f. Jelaskan obat (nama, warna dan bentuk obat).
g. Dosis yang tepat untuk klien.
h. Waktu pemakaian.
i. Cara pemakaian.
j. Efek yang dirasakan klien.
62
D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pelaksaan keperawatan teori adalah permulaan dan perwujudan dari perencanaan
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindakan pada
pelaksanaan keperawatan ini terdiri dari tindakan mandiri (independent), saling
ketergantungan atau kolaborasi (interdependent) dan tindakan rujukan atau
ketergantungan (dependent). (Ernawati, 2009)
Setelah penulis menetapkan tindakan kemudian penulis mengimplementasikan
rencana tindakan sebagai berikut :
Hari/
Tangg
al
No. Dx Implementasi
Keperawatan Evaluasi Nama Jelas
Senin,
06 Juni
2016.
10:00
Resiko
Perilaku
Kekerasan
SP I point
(1-5)
SP 1 P
1. Mendiskusikan
penyebab perilaku
kekerasan
2. Mendiskusikan
tanda dan gejala
perilaku kekerasan
3. Mendiskusikan
perilaku kekerasan
yang dilakukan
4. Mendiskusikan
akibat perilaku
kekerasan
5. Mendiskusikan cara
mengontrol
perilaku kekerasan
S :
Ny.I mengatakan
“penyebab dari perilaku
kekerasannya ialah
terkadang kalau melihat
bayangan rasanya ingin
marah-marah. Tanda dari
perilaku kekerasan wajah
merah, mata melotot,
dada berdebar. perilaku
kekerasan yang dilakukan
biasanya memukul
tembok dan melempar
barang, akibatnya rumah
berantakan dan tangan
sakit abis mukul tembok.
Biasanya istighfar agar
emosinya reda.
Annisa
Noorrohima
63
O :
klien tampak serius dan
tegang saat
mengungkapkan
perasaanya, tampak
curiga dan mengalihkan
pembicaraan. Klien
mendapat terapi
Risperidon 2 2x1,
Merlopam 2 K/P.
A :
klien belum dapat
mempraktekkan cara
mengontrol resiko
perilaku kekerasan
dengan cara fisik I : tarik
napas dalam.
P :
lanjutkan SP I point 6-7
Selasa,
07 Juni
2016
SP I point
6-7
6. Melatih cara
mengontrol
perilaku kekerasan
dengan cara fisik 1
: tarik napas dalam.
7. Menganjurkan klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
harian.
S :
Klien mengatakan paham
cara tarik napas dalam,
dan sedikit lebih tenang
sekarang.
O :
Klien tampak tenang,
tampak paham dan
Annisa
Noorrohima
64
mengerti cara mengontrol
resiko perilaku kekerasan
dengan cara fisik 1 : tarik
napas dalam. Klien
mendapat terapi
Risperidon 2 2x1,
Merlopam 2 K/P.
A :
Klien dapat
mempraktekkan cara
mengontrol resiko
perilaku kekerasan
dengan cara fisik 1 : tarik
napas dalam
P :
Lanjutkan SP II point 1-3
Rabu,
08 Juni
2016
10:00
Resiko
Perilaku
Kekerasan
SP II point
1-3
SP II P
1. Mengevaluasi
kemampuan pasien
mengontrol perilaku
kekerasan dengan
cara fisik 1 : tarik
napas dalam
2. Melatih pasien
mengontrol perilaku
kekerasan dengan
cara fisik II : pukul
bantal atau kasur.
S :
Ny.I mengatakan “saat
saya ingin marah-marah
saya langsung tarik napas
dalam lalu saya barengi
dengan istighfar agar
cepat tenang”.
Ny.I mengatakan : saat
saya mulai emosi lagi dan
ingin mukul saya
langsung kekamar dan
mukul bantal atau kasur.
Annisa
Noorrohima
65
3. Menganjurkan klien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan
harian.
O :
klien dapat melakukan
cara fisik I dan II . Klien
mendapat terapi
Risperidon 2 2x1,
Merlopam 2 K/P.
A :
klien dapat mengontrol
perilaku kekerasanya
dengan cara fisik I dan II.
P :
Lanjutkan SP III point (1-
3) dengan perawat
ruangan
66
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi antara lain untuk
mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat perlu mengidentifikasi
perilaku klien agar dapat menentukan intervensi selanjutnya (Ernawati, 2009).
Hari/
Tanggal No. Dx Catatan Perkembangan Nama Jelas
Senin,
06 Juni
2016
SP I
Point (1-5)
S :
Ny.I mengatakan penyebab dari perilaku
kekerasannya ialah terkadang kalau melihat
bayangan rasanya ingin marah-marah. Tanda
dari perilaku kekerasan wajah merah, mata
melotot, dada berdebar. perilaku kekerasan
yang dilakukan biasanya memukul tembok dan
melempar barang, akibatnya rumah berantakan
dan tangan sakit abis mukul tembok. Biasanya
istighfar agar emosinya reda.
Ny.I mengatakan belum tahu cara mengontrol
perilaku kekerasannya.
O :
klien tampak serius dan tegang saat
mengungkapkan perasaanya, tampak curiga
dan mengalihkan pembicaraan. Klien mendapat
terapi Risperidon 2 2x1, Merlopam 2 K/P.
A :
klien belum dapat mempraktekkan cara
mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan
cara fisik I : tarik napas dalam.
Annisa
Noorrohima
67
P :
lanjutkan SP I point 6-7.
Selasa,
07 Juni
2016
SP 1 point
6-7
S :
Klien mengatakan paham cara tarik napas
dalam, dan sedikit lebih tenang sekarang.
O :
Klien tampak tenang, tampak paham dan
mengerti cara mengontrol resiko perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1 : tarik napas
dalam. Klien mendapat terapi Risperidon 2
2x1, Merlopam 2 K/P.
A :
Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol
resiko perilaku kekerasan dengan cara fisik I :
tarik napas dalam.
P :
Lanjutkan SP II point 1-3.
Annisa
Noorrohima
Rabu,
08 Juni
2016
SP II
Point (1-3)
S :
Ny.I mengatakan “sudah dapat mengontrol
emosinya. Sekarang kalau emosi bisa
mengontrol emosinya dengan tarik napas
dalam dan mukul bantal atau kasur.
O :
klien tampak tenang dan kontak mata baik,
klien dapat mempraktekkan cara fisik I dan II.
Annisa
Noorrohima
68
Klien mendapat terapi Risperidon 2 2x1,
Merlopam 2 K/P.
A :
klien dapat mengontrol perilaku kekerasaanya
dengan cara fisik I dan II.
P :
lanjutkan SP III dengan perawat ruangan.
69
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Pemenuhan Kebutuhan Dasar Jiwa
pada Ny.I dengan Resiko Perilaku Kekerasan yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur. Pembahasan ini berdasarkan tinjauan teoritis pada bab II dan
dibandingkan dengan tinjauan kasus pada bab III, dimana akan di kemukakan
mengenai persamaan, kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dan faktor-faktor
penghambat yang ditemukan pada aspek keperawatan sesuai dengan tahap-tahap dalam
proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
dalam pemberian Pemenuhan Kebutuhan Dasar, penulis melakukan pengkajian
klien secara komprehensif yang mengacu pada landasan teoritis yang meliputi aspek
bio, psiko, sosial dan spiritual. Dalam pengkajian ini penulis tidak mengalami
hambatan memperoleh data, karena klien kooperatif dan dapat diajak bicara
sehingga data yang diperlukan dapat diperoleh dengan baik, selain dari klien,
penulis juga dapat memperoleh data dari perawat ruangan dan dari catatan
keperawatan. (Budiana Keliat, 2006)
adapun pengkajian pada klien dengan resiko perilaku kekerasan. Pengkajian pada
klien jiwa meliputi faktor predisposisi, faktor presipitasi, perilaku, dan mekanisme
koping yang digunakan klien.
Menurut tinjauan teoritis untuk faktor predisposisi terdapat tiga hal yang
mempengaruhi yaitu faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor social-kultural.
Sedangkan pengkajian pada kasus Ny.I hanya ada dua faktor predisposisi yang
sesuai dengan teoritis yang melatar belakangi timbulnya masalah gangguan jiwa
70
yang dipengaruhi oleh faktor psikologis dan sosialkultural. Dimana Ny.I merupakan
anak ke tiga dari empat saudara. yang pertama perempuan (33 tahun), kedua
perempuan (27 tahun), ketiga perempuan (23 tahun), laki-laki (19 tahun). Saat ini
klien sudah tidak bekerja, dan sudah menikah .
peran klien merupakan seorang istri dan ibu rumah tangga, saat ini Ny.I sudah tidak
satu rumah dengan orang tuanya karena sudah tinggal bersama suaminya. Suaminya
bekerja sebagai karyawan swasta sedangkan ayahnya bekerja sebagai tukang ojek
dan ibunya bekerja sebagai pedagang sayuran. Ny.I tidak akur dengan kakak yang
kedua karena Ny.I pernah dianiaya dengan kakaknya karena kakak Ny.I iri
dengannya. Ny.I pernah ditendang saat usia 6 tahun dan diikat saat usia 23 tahun.
Ny.I pernah dilarang berpacaran dengan orang tuanya sehingga Ny.I merasa tidak
puas dengan masa mudanya.
Pada faktor presipitasi secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman konsep diri. (Yosep,
2011)
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan pada klien : kelemahan fisik,
keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif, dan masalalu yang
tidak menyenangkan. interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang
berarti, konflik, merasa terancam baik internal maupun eksternal. Sedangkan pada
kasus Ny.I, Klien melakukan perilaku kekerasannya karena klien selalu ingin
marah-marah saat melihat bayangan-bayangan sehingga klien berperilaku agresif
seperti menendang-nendang dan memukul tembok dan terkadang mengamuk pada
keluarga dirumah klien.
Pada aspek verbal individu dimana terdapat ucapan yang mengancam, mengumpat,
mengeluarkan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus. (Yosep,
2011). Sedangkan pada kasus Ny.I, klien berbicara kacau, dengan nada yang keras
71
dan tinggi, klien emosi saat merasa terganggu dan mengeluarkan kata-kata dengan
nada tinggi.
Pada aspek perilaku individu dimana terdapat data klien menyerang orang lain,
melukai diri sendiri atau orang lain, merusak lingkungan, amuk atau agresi. (Yosep,
2011). Sedangkan pada kasus Ny.I, klien melakukan perilaku kekerasan dengan
menendang dan memukul tembok, serta mengamuk pada keluarga dirumah salah
satunya suami klien, dan klien melempar barang-barang sehingga rumah menjadi
berantakan. Akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan klien dapat melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. klien merasa sakit pada tangan dan kakinya.
Pada aspek emosional individu yang marah ketika klien merasa tidak nyaman dan
aman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. (Yosep, 2011). Sedangkan pada kasus
Ny.I, klien mengamuk saat mengeluarkan perilaku kekerasaanya dan klien juga
marah-marah pada orang lain.
Pada aspek social meliputi interaksi social, menarik diri, pengasingan, penolakan,
kekerasan, ejekan dan sindiran. (Yosep, 2011). Sedangkan pada kasus Ny.I, klien
seringkali melakukan perilaku kekerasan dengan cara melakukan kekerasan pada
diri sendiri, orang lain dan lingkungan klien. Sehingga lingkungan keluarga klien
mengasingkan klien karena merasa takut dan terancam. Dan saat ini klien sudah
tidak mengikuti kegiatan kepemudaan seperti dulu lagi.
Pada tinjauan teoritis terdapat mekanisme koping yang digunakan pada klien
dengan resiko perilaku kekerasan yaitu sublimasi, proyeksi, represi, reaksi formasi
dan deplacement. Sedangkan pada kasus Ny.I, klien hanya menggunakan
mekanisme koping sublimasi dan reaksi formasi. Dimana Ny.I dalam melakukan
kekerasannya dengan cara sublimasi yaitu dengan menendang dan memukul tembok
72
serta melempar barang-barang dirumah, dengan cara ini klien dapat meluapkan
semua emosinya dengan cara melampiaskan marah pada objek lain atau aktifitas
lain. sedangkan mekanisme koping lain yang digunakan Ny.I ialah reaksi formasi
dimana klien bersifat dari pasif-agresif seperti mengamuk dan melempar barang-
barang dirumah klien.
Pada kasus Ny.I dengan resiko perilaku kekerasan tidak semua tanda-tanda muncul
yaitu saat dilakukan pengkajian Ny.I tampak bicara cepat dan bernada tinggi,
terkadang tampak tegang dan mondar-mandir, curiga, khawatir, tatapan tajam,
kontak mata kurang, afek labil, gelisah, mudah beralih dan tidak focus pada 1 orang.
saat ini klien jarang marah-marah dan mengamuk, tidak melempar barang,
menendang atau memukul tembok. Saat ini emosi klien terkontrol karena dapat
melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan baik dan benar.
Faktor pendukung dalam pengkajian klien dengan perilaku kekerasan yaitu data
pengkajian didapat dari klien, penulis melakukan pengkajian pada klien dengan
perilaku kekerasan klien mau diajak berbicara, perawat juga ikut membantu dengan
menginformasikan data tentang klien yang ada di status klien. Penulis tertarik
dengan menggali klien dengan perilaku kekerasan karena klien terlihat kooperatif,
sehingga penulis ingin mengetahui tentang perilaku kekerasan.
Adapun hambatan dalam melakukan pengkajian penulis mengalami kesulitan saat
melakukan pengkajian yaitu waktu yang terbatas, data klien yang kurang lengkap
dan penulis tidak menemui keluarga klien karena selama praktek keluarga klien
tidak datang berkunjung sehingga penulis tidak mendapatkan data-data dari
keluarga klien, dan keterbatasan bertemu dengan klien karena klien lebih banyak
tidur sehingga butuh waktu untuk mendapatkan data tentang klien.
73
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahapan akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnose keperawatan yang
merupaka pernyataan dan masalah klien yang nyata ataupun resiko tinggi yang
membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah dapat dikurangi.
Dari hasil pengkajian dan analisa data didapatkan diagnose keperawatan yang dapat
tergambar pada kasus Ny.I yaitu :
1. Resiko Perilaku Kekerasan
Diagnose ini muncul karena saat penulis melakukan pengkajian didapatkan data
yang mendukung kearah resiko perilaku kekerasan yaitu bicara cepat dan
bernada tinggi, terkadang tampak tegang, curiga tatapan tajam, kontak mata
kurang, afek labil. Dan data yang didapat pada status klien diruang keperawatan
yaitu marah-marah saat melihat bayangan, ngamuk dengan suami, bicara kacau,
mulai curiga, agresif, melempar barang, kurang lebih 1 bulan yang lalu klien
mulai marah-marah, emosi labil.
2. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Diagnose ini muncul karena saat penulis melakukan pengkajian didapatkan data
yang mendukung kearah resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan .
yaitu klien mengatakan “mengamuk didalam dan diluar rumah serta menendang
tembok dengan sekeras-kerasnya”. Data yang didapat dari status klien diruang
keperawatan ialah ngamuk dengan suami, kurang lebih 1 bulan yang lalu klien
mulai marah-marah, agresif, melempar barang. Klien mengamuk, melempar
barang, menendang dan memukul tembok kemungkinan dapat melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan.
74
3. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Diagnose ini muncul karena saat penulis melakukan pengkajian didapatkan data
yang mendukung kearah Gangguan persepsi sensori : halusinasi yaitu dari data
yang didapat pada status klien Februari 2016 Ny.I kesurupan, melihat
bayangan, kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit klien gelisah. Ny.I
mengatakan “pernah melihat bayangan manusia ikan, kuntilanak dan wewe
gombel, pernah mendengar suara tertawa kuntilanak dan mendengar suara yang
mengejek saya katanya saya disuru menjadi perempuan yang baik dan bener.
Munculnya saat sedang sendiri, marah-marah kalau mendengar suara dan
melihat bayangan, kurang lebih lamanya 10 menit. Saya langsung baca doa dan
tarik napas dalam”. Klien tampak gelisah, mondar-mandir, mudah beralih dan
tidak focus pada 1 orang. Ny.I merasa dirinya mual dan sedang hamil.
4. Mekanisme Koping Keluarga Tidak Efektif
Diagnose ini muncul karena saat penulis melakukan pengkajian didapatkan data
yang mendukung kearah Mekanisme Koping Keluarga Tidak Efektif yaitu Ny.I
mengatakan “pernah dianiaya dengan kakaknya yang kedua karena kakaknya iri
dengan Ny.I, saat ini sudah pisah dengan orang tua karena Ny.I tinggal dengan
suami, sebelum menikah tinggalnya dengan orang tua dan adik, orang tua
kurang mendukung Ny.I untuk cepat sembuh terutama bapak karena sibuk
mencari nafkah”
5. Regiment Terapi inefektif
Diagnose ini muncul karena saat penulis melakukan pengkajian didapatkan data
yang mendukung kearah Regiment Terapi inefektif yaitu Ny.I mengatakan
“dulu pernah sakit berobat dirumah sakit jiwa islam tetapi tidak dirawat inap,
dan kurang berhasil, minum obat terkadang lupa karena yang mengingatkan
hanya ibu saja, minum obat tidak terkontrol”. Dari data yang didapat pada
status Ny.I April 2016 Ny.I pernah ngamuk dan dibawa ke alternave tapi tidak
75
berhasil dan pernah berobat di RSJ pondok kopi ke psikologi berobat jalan
tetapi kurang berhasil. saat ini Ny.I di rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur masuk tanggal 31 Mei 2016.
Terdapat sedikit perbedaan pada diagnose di tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus.
Yang terdapat pada tinjauan teori ialah resiko perilaku kekerasan, resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan, dan harga diri rendah. Sedangkan pada kasus Ny.I
terdapat resiko perilaku kekerasan, resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan, gangguan persepsi sensori : halusinasi, regiment terapi inefektif, dan
mekanisme koping keluarga tidak efektif. karena klien tidak akur dengan kakaknya
yang kedua dan dari kecil Ny.I pernah dianiaya seperti ditendang dengan kakaknya.
Adapun faktor pendukung dari diagnose keperawatan yang dapat ditegakkan yaitu
dari pohon masalah serta dari berbagai tanda dan gejala yang terdapat pada klien
yang ditemukkan oleh penulis, selain itu bisa juga didapatkan dari perilaku dan
tanda yang muncul pada klien.
Terdapat hambatan dalam menegakkan diagnose keperawatan yaitu diagnose
keperawatan diteori tidak sama dengan yang tercantum pada kasus karena pada
kenyataannya klien memiliki beberapa masalah yang ditemukan dari perilaku dan
kondisi klien sehingga banyak diagnose yang muncul sehingga penulis mengalami
kesulitan dalam menegakkan diagnose keperawatan.
76
H. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Setelah merumuskan diagnose keperawatan, maka intervensi dan aktifitas
keperawatan perlu diterapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan pada klien. Perencanaan meliputi penentuan tujuan, kriteria
standar serta alternative intervensi keperawatan, tujuan keperawatan diarahkan
terhadap pengguna energy yang konstruktif dan penyelesaian tugas dan motivasi
pertumbuhan diri yang memberi petunjuk kemajuan pengalaman terapeutik.
Pada tahap perencanaan pada teori dan kasus tidak banyak perbedaan, penulis
menetapkan prioritas masalah berupa resiko perilaku kekerasan karena pada saat
penulis melakukan pengkajian klien mengatakan “mengamuk didalam dan diluar
rumah serta menendang tembok dengan sekeras-kerasnya”. Data yang didapat pada
status klien marah-marah saat melihat bayangan, ngamuk dengan suami, bicara
kacau, mulai curiga, agresif, melempar barang, kurang lebih 1 bulan yang lalu klien
mulai marah-marah, emosi labil. Klien tampak bicara cepat dan bernada tinggi,
terkadang tampak tegang, curiga, tatapan tajam, kontak mata kurang, afek labil.
Oleh karena itu, penulis memprioritaskan resiko perilaku kekerasan sebagai masalah
utama pada kasus Ny.I dan harus segera ditangani sehingga tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan seperti mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Dan
langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan agar perkembangan klien dapat
diketahui apakah mengalami suatu kemajuan atau tidak. Sedangkan tujuan, kriteria,
intervensi, dan evaluasi disesuaikan dengan tinjauan teoritis.
faktor pendukung dalam perencanaan keperawatan terdapat diantaranya
perencanaan ini penulis menyesuaikan dari beberapa sumber yang ada, Dengan
adanya perawat ruangan maka dapat menambah data-data yang belum penulis
dapatkan sehingga rencana tindakan dapat dibuat berdasarkan data yang didapat,
Selain itu klien yang kooperatif sangat memudahkan penulis dalam mendapatkan
data-data klien sehingga akan mempermudah penulis dalam menyusun perencanaan.
77
Adapun hambatan dimana penulis hanya mempunyai waktu yang minimal untuk
tercapainya semua intervensi yang sudah disusun sehingga penulis tidak optimal
dalam melakukan intervensi dan dalam gangguan jiwa selalu akan mengalami
perubahan setiap saat maka perumusan waktu tidak dapat dilakukan secara optimal.
Adapula kendala lain yang penulis dapatkan ialah saat melakukan tindakan penulis
tidak pernah bertemu langsung dengan keluarga klien sehingga apabila penulis ingin
melakukan rencana tindakan yang membutuhkan bantuan keluarga seperti
perawatan klien dirumah, support system keluarga dalam perawatan klien yang
dirawat.
I. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pada tahap pelaksanaan keperawatan dari semua rencana tindakan yang telah
direncanakan berdasarkan masing-masing diagnose hanya rencana pada diagnose
utama saja yang dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini dapat terjadi karena terbina
hubungan saling percaya yang baik antara klien dengan perawat. sehingga klien
dapat bekerja sama dengan perawat dalam pelaksanaan keperawatan.
Impelementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan sering kali implementasi tidak sesuai dengan rencana tindakan
dikarenakan kondisi klien pada saat itu, untuk itu penulis bekerjasama dengan
perawat ruangan dan melihat catatan keperawatan sehingga penulis mengetahui
tindakan apa saja yang telah dilakukan.
Hari pertama praktek penulis melakukan tindakan keperawatan yang pertama SP I
point (1-5) meliputi 1. mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan, 2.
mendiskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan, 3. mendiskusikan perilaku
kekerasan yang dilakukan, 4. mendiskusikan akibat perilaku kekerasan, 5.
mendiskusikan cara mengontrol perilaku kekerasan. klien sangat kooperatif dan
mudah diajak bicara sehingga mudah bagi penulis untuk menyelesaikan SP I point
(1-5). Lalu didapatkan data dari catatan keperawatan Ny.I mengatakan “penyebab
78
dari perilaku kekerasannya ialah terkadang kalau melihat bayangan rasanya ingin
marah-marah. Tanda dari perilaku kekerasan wajah merah, mata melotot, dada
berdebar. perilaku kekerasan yang dilakukan biasanya memukul tembok dan
melempar barang, akibatnya rumah berantakan dan tangan sakit abis mukul tembok.
Biasanya istighfar agar emosinya reda. didapatkan data objektif klien tampak serius
dan tegang saat mengungkapkan perasaanya, tampak curiga dan mengalihkan
pembicaraan. Klien belum dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1
: tarik napas dalam. Penulis melanjutkan tindakan keperawatan SP 1 point (6-7).
Penulis memberikan terapi Risperidon 2 2x1, Merlopam 2 K/P.
Hari kedua penulis melanjutkan tindakan keperawatan SP 1 point (6-7) meliputi 6.
melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : tarik napas dalam,
7. menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Klien Klien
mengatakan paham cara tarik napas dalam, dan sedikit lebih tenang sekarang.
Didapatkan data objectif klien tampak tenang, tampak paham dan mengerti cara
mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : tarik napas dalam.
Kemudian penulis melanjutkan tindakan selanjutnya yaitu SP II point 1-3. Penulis
memberikan terapi Risperidon 2 2x1, Merlopam 2 K/P.
Hari ketiga praktek penulis melakukan SP II point (1-3) meliputi 1. Mengevaluasi
kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : tarik napas
dalam, 2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II : pukul
bantal atau kasur, 3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian. Sebelumya penulis mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada SP I point
6 yaitu mengevaluasi cara mengontrol cara fisik 1 : tarik napas dalam. Selanjutnya
penulis melakukan tindakan yang sudah direncanakan yaitu melatih klien dengan
cara fisik II : memukul bantal atau kasur . klien sangat kooperatif sehingga
memudahkan penulis untuk melakukan tindakan selanjutnya dan mendapatkan hasil
yang memuaskan. Setelah klien diberikan tindakan keperawatan penulis
79
mendapatkan hasil klien mengatakan “saat saya mulai emosi lagi dan ingin mukul
saya langsung kekamar dan mukul bantal dan kasur”. Dan hasil analisa dari catatan
keperawatan klien dapat melakukan cara fisik I dan II. Penulis memberikan terapi
Risperidon 2 2x1, Merlopam 2 K/P.
Faktor pendukung ialah terbinanya hubungan saling percaya yang baik antara
klien dengan perawat sehingga klien dapat bekerja sama dengan perawat dalam
pelaksanaan keperawatan. Dan juga klien yang sangat kooperatif dan mudah diajak
bicara sehingga mudah bagi penulis untuk menyelesaikan SP I, SP II dan klien
dapat minum obat dengan teratur dirumah sakit. Penulis sangat terbantu dalam
memberikan klien obat untuk menunjang kesembuhan klien dikarenakan perawat
ruangan yang sangat membantu penulis.
Adapun Hambatan lain dari klien ialah klien sering lupa nama perawat selama
melakukan tindakan keperawatan, keterbatasan waktu pelaksanaan, dimana tidak
dapat secara 24 jam mengobservasi klien dan penulis harus berkolaborasi dengan
perawat ruangan agar dapat mengobservasi klien selama 24 jam. Penulis tidak dapat
melakukan TAK pada klien dikarenakan ketebatasan waktu.
80
J. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahapan terakhir dari proses keperawatan, yang bertujuan untuk
menilai seluruh tindakan yang telah dilakukan namun karena kontrak telah selesai
mungkin dalam hal ini evaluasi dapat dilaksanakan dengan sempurna. Penulis
menyelesaikan SP I dan SP II saja. Dan penulis memberikan terapi terapi
Risperidon 2 2x1, Merlopam 2 K/P. Penulis tidak melakukan TAK dikarenakan
keterbatasan waktu saat praktek di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender sehingga tidak
teratasi secara optimal.
Penulis melakukan evaluasi pada klien dan tindakan keperawatan yang pertama SP I
point (1-7) meliputi 1. mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan, 2.
mendiskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan, 3. mendiskusikan perilaku
kekerasan yang dilakukan, 4. mendiskusikan akibat perilaku kekerasan, 5.
mendiskusikan cara mengontrol perilaku kekerasan, 6. melatih cara mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : tarik napas dalam, 7. menganjurkan klien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. klien sangat kooperatif dan mudah
diajak bicara sehingga mudah bagi penulis untuk menyelesaikan SP I point (1-7).
hasil evaluasi SP I pada hari selasa, 07 Juni 2016 didapatkan data Subjektif “Ny.I
mengatakan penyebab dari perilaku kekerasannya ialah terkadang kalau melihat
bayangan rasanya ingin marah-marah. Tanda dari perilaku kekerasan wajah merah,
mata melotot, dada berdebar. perilaku kekerasan yang dilakukan biasanya memukul
tembok dan melempar barang, akibatnya rumah berantakan dan tangan sakit abis
mukul tembok. Biasanya istighfar agar emosinya reda. Klien mengatakan paham
cara tarik napas dalam, dan sedikit lebih tenang sekarang. Hasil Objektif didapatkan
” klien tampak tenang, tampak paham dan mengerti cara mengontrol resiko perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1 : tarik napas dalam. Klien dapat mempraktekkan cara
mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan cara fisik I : tarik napas dalam.
Lanjutkan SP II point (1-3).
81
Evaluasi SP II point (1-3) diselesaikan pada hari rabu, 08 juni 2016. Didapatkan
hasil dari catan perkembangan data Subjektif Ny.I mengatakan “sudah dapat
mengontrol emosinya. Sekarang kalau emosi bisa mengontrol emosinya dengan
tarik napas dalam dan mukul bantal atau kasur”. Data Objektif “klien tampak tenang
dan kontak mata baik, klien dapat mempraktekkan cara fisik I dan II. klien dapat
mengontrol perilaku kekerasaanya dengan cara fisik I dan II. lanjutkan SP III
dengan perawat ruangan.
Penulis mendapatkan faktor pendukung dimana klien sangat kooperatif sehingga
memudahkan penulis untuk melakukan tindakan selanjutnya dan mendapatkan hasil
yang memuaskan. klien tampak mengikuti apa yang di praktekkan oleh penulis,
klien dapat memasukkan jadwal kegiatan harian yang telah diberikan perawat pada
klien dengan benar.
Hambatan lain yang ditemukan penulis. Penulis hanya melakukan tindakan pada
diagnose resiko perilaku kekerasan dikarenakan resiko perilaku kekerasan adalah
diagnose utama dan prioritas. Sedangkan diagnose lain belum sempat penulis
lakukan dikarenakan penulis memiliki keterbatasan waktu dan penulis
memberitahukan ke perawat ruangan untuk melanjutkan SP selanjutnya SP III, IV
dan V.
82
BAB V
PENUTUP
setelah penulis memberikan Pemenuhan Kebutuhan Dasar pada Ny.I Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur.
Pemenuhan kebutuhan dasar yang diberikan secara komprehensif meliputi bio, sosio,
psiko, spiritual melalui pendekatan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Maka penulis dapat
mengambil kesimpulan dari semua asuhan keperawatan disusun sebagai berikut :
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Pada tahap pengkajian yang dilakukan pada Ny.I yang perlu diperhatikan
adalah faktor predisposisi, presipitasi, perilaku dan mekanisme koping yang
dilakukan oleh klien, dimana pada Ny.I faktor predisposisi yang mempengaruhi
gangguan jiwa pada klien adalah faktor psikologis dan sosialkultural.
Sedangkan pada faktor presipitasi yang mempengaruhi klien yaitu adanya
kekerasan, kehidupan yang penuh agresif dan masalalu yang tidak
menyenangkan. Perilaku dan gejala yang ditunjukkan oleh Ny.I adalah keluhan
utama klien mengamuk didalam dan diluar rumah serta menendang tembok
dengan sekeras-kerasnya. tampak bicara cepat dan bernada tinggi, terkadang
tampak tegang dan mondar-mandir, curiga, khawatir, tatapan tajam, kontak
mata kurang, afek labil, gelisah, mudah beralih. Klien pernah ngamuk dan
dibawa ke alternave tapi tidak berhasil dan pernah berobat di Rumah Sakit
Islam Pondok Kopi ke psikologi berobat jalan tapi kurang berhasil, minum obat
tidak terkontrol. Mekanisme koping yang digunakan oleh klien yaitu sublimasi
dan reaksi formasi.
83
2. Diagnose keperawatan
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien adalah sebanyak 5
diagnosa yang didapatkan berdasarkan analisa data dan pohon masalah yang
dibuat. Dimana diagnose ini ditegakkan berdasarkan masalah yang ada pada
klien saat dilakukan pengkajian yang terdiri dari :
1) Resiko perilaku kekerasan
2) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3) Gangguan persepsi sensori : halusinasi
4) Mekanisme koping keluarga inefektif
5) Regiment terapi inefektif.
3. Perencanaan keperawatan
Pada tahap perencanaan yang dibuat mengacu pada perencanaan yang terdapat
dilandasan teoritis serta berdasarkan prioritas masalah pada klien dengan resiko
prilaku kekerasan. Didalam perencanaan ini dibutuhkan membina hubungan
saling percaya, kontak sering tapi singkat, memberikan kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaanya dan memberikan reinforcement positif.
4. Pelaksanaan keperawatan
Pada tahap pelaksanaan penulis dapat melakukan sebagian rencana tindakan
keperawatan pada diagnosa pertama sedangkan diagnose lainnya belum dapat
dilaksanakan karena keterbatasan waktu. penulis melakukan tindakan
keperawatan meliputi SP I point 1-7, SP II point 1-3 dan memberikan terapi
terapi Risperidon 2 2x1, Merlopam 2 K/P kepada klien. Namun penulis tidak
melakukan TAK dikarenakan keterbatasan waktu.
84
5. Evaluasi keperawatan
Setelah memberikan pemenuhan kebutuhan dasar pada Ny.I selama 3 hari,
penulis dapat menilai dan mengevaluasi tingkat keberhasilan yang penulis
lakukan pada hari terakhir yaitu pada hari rabu tanggal 08 juni 2016 diantaranya
: Didapatkan hasil dari catatan perkembangan data Subjektif Ny.I mengatakan
“sudah dapat mengontrol emosinya. Sekarang kalau emosi bisa mengontrol
emosinya dengan tarik napas dalam dan mukul bantal atau kasur”. Data
Objektif “klien tampak tenang dan kontak mata baik, klien dapat
mempraktekkan cara fisik I dan II. klien dapat mengontrol perilaku
kekerasaanya dengan cara fisik I dan II. lanjutkan SP III dengan perawat
ruangan.
85
B. Saran
melalui karya tulis ini, penulis ingin memberikan saran-saran yang sifatnya
membangun dan mendidik. Sehingga dapat berguna untuk meningkatkan
pemenuhan kebutuhan dasar pada gangguan jiwa, yaitu :
1. Kepada perawat
diharapkan perawat ruangan dapat mengkaji keluarga klien dengan lengkap saat
keluarga klien sedang berkunjung. Dan juga dapat melanjutkan tindakan
keperawatan SP III sampai SP V pada diagnosa utama yang belum sempat
penulis lakukan serta diharapkan perawat ruangan dapat menerapkan TAK
untuk meningkatkan sosialisasi antara perawat dengan klien maupun klien
dengan klien serta
2. Kepada pendidik
hendaknya menyediakan referensi yang lebih banyak dan terbaru yang
menunjang dalam proses pemenuhan kebutuhan pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan, memberikan waktu yang cukup kepada penulis agar
tercapainya tindakan keperawatan yang optimal.
3. Kepada keluarga
diharapkan lebih mendukung dan mensupport klien untuk kesembuhan klien
serta memantau dalam penggunaan obat dengan benar dan mengunjungi klien
di rumah sakit kurang lebih seminggu sekali.
4. Kepada klien
Diharapkan klien, dapat mengontrol emosinya dengan mempertahankan cara
fisik I dan II, dapat menggunakan obat dengan teratur dan benar, .
86
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika.
Dalami, Ernawati Dkk. (2009). Asuhan Keperawatan klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta : Trans Info Media.
Direja, Ade H.S. (2011). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Keliat, Budi A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
. (2014). Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta :
EGC.
. (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Singapore : Elsevier
Kusumawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Riyadi, Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
http://www.depkes.go.id /2016/06/09
87
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : ANNISA NOORROHIMA
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 September 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jln. Mantang No.31 RT.RW 001/07 Gg.Tengah
Kel.Lagoa Kec.Koja Jakarta Utara 14270.
Riwayat Pendidikam
1. Program Study DIII Keperawatan FIK UMJ : Tahun 2013 – 2016
2. MAN 5 JAKARTA : Tahun 2010 - 2013
3. MTS AL-KHAIRIYAH : Tahun 2007 – 2010
4. MI AL-KHAIRIYAH : Tahun 2001 – 2007
88
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA
Ruang Rawat : Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur
Tanggal Rawat : 31 Mei 2016
I. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Ny.I
Usia : 23 Tahun,
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak Bekerja
No RMK : 001952
Masuk Tanggal : 31 Mei 2016
Diagnosis Medis : Skizofrenia Paranoid
Informasi dari : Klien, Catatan Perawatan, Perawat Dan Status
Klien.
II. ALASAN MASUK
dari data yang didapat pada status Ny.I, alasan utama klien masuk Rs Jiwa
Islam Klender ialah “tahun 2015 Ny.I pernah mengurung diri, nangis-nangis,
malu, minder, merasa dihina orang pintar, gelisah, tidak kooperatif. Februari
2016 Ny.I kesurupan ditempat kerja dan saat ini sudah tidak bekerja lagi.
Maret 2016 Ny.I menikah, mulai curiga, ngamuk dengan suami, cemburu dan
tidak bisa tidur, bicara kacau, melihat bayangan, marah-marah saat melihat
bayangan. April 2016 Ny.I pernah ngamuk dan dibawa ke alternave tapi tidak
berhasil dan pernah berobat di RSJ pondok kopi ke psikologi berobat jalan
tapi kurang berhasil. kurang lebih 1 bulan yang lalu klien mulai marah-marah,
emosi labil, kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit klien gelisah,
89
agresif, melempar barang, nafsu makan berkurang”. Ny.I mengatakan
“mengamuk didalam dan diluar rumah serta menendang tembok dengan
sekeras-kerasnya.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
Klien mengatakan “klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya tapi
hanya berobat jalan. pada April 2016 Ny.I pernah ngamuk dan dibawa ke
alternave tapi tidak berhasil dan pernah berobat di RSJ pondok kopi ke
psikologi berobat jalan tapi kurang berhasil, karena minum obat kadang lupa,
soalnya yang ingetin hanya ibu saja, minum obat tidak terkontrol. Saat ini
klien dalam perawatan kedua dan dirawat inap di RSJ Klender. Klien pernah
menjadi korban aniaya fisik sama kakaknya yang kedua karena kakaknya iri
dengan saya saat usia 6 tahun dan pernah mengalami kekerasan dalam rumah
tangga pada saat usia 23 tahun. Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang
mengalami gangguan jiwa. Klien mengatakan pengalaman yang tidak
menyenangkan ialah klien dilarang berpacaran dengan orang tuanya dengan
seorang laki-laki yang bekerja di astra Daihatsu dan tidak disetujui tanpa
alasan. Dan saat ini klien sudah tidak bekerja lagi.
Masalah keperawatan : Regiment Terapi Inefeketif, Resiko Perilaku
Kekerasan dan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
IV. FISIK
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data Tekanan Darah 119/70 mmHg, Nadi
90x/m, Suhu , RR 20x/m. BB : 50 Kg, TB : 140 cm. klien tidak ada
keluhan fisik.
Masalah Keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah.
90
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
Laki-laki : Keturunan :
Perempuan : Meninggal :
Menikah : Klien :
Tinggal serumah :
Keterangan :
Klien anak ke 3 dari 4 saudara, klien mengatakan tidak akur dengan
saudaranya yang kedua karena sering dipukul. Saat ini klien sudah menikah
dan sudah tidak tinggal serumah dengan orang tuanya.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien sangat menyukai senyumnya yang manis.
b. Identitas
Klien mengatakan seorang wanita berusia 23 tahun, dan seorang istri.
Klien mengatakan lulusan SLTA.
91
c. Peran
Klien mengatakan seorang anak dari orang tuanya dan seorang kakak
dari adik lelaki. Klien mengatakan seorang istri yang solehah.
d. Ideal diri
Klien mengatakan bila sembuh dan pulang dari RS klien ingin
bekerja lagi yang gajinya diatas 5 juta dan ingin punya anak 5.
e. Harga diri
Klien mengatakan sejak klien dirawat di rumah sakit, klien jarang
bertemu dengan teman, keluarga dan suaminya.
Masalah Keperawatan : Gangguan Konsep Diri : Harga Diri
Rendah
3. Hubungan social
a. Orang yang berarti
Klien mengatakan orang yang berarti ialah orang tua klien terutaman
ibu
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan ikut organisasi kepemudaan di daerah rumahnya
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam berinteraksi dengan
orang lain.
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah
4. Spiritual
Klien mengatakan percaya dengan adanya tuhan adanya agamanya islam.
Klien shalat 5 waktu.
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah
92
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan klien tampak rapih menggunakan celana panjang, kaos dan
jilbab. Saat diobservasi rambut klien bersih, kuku bersih, gigi dan mulut
bersih. Klien makan dengan rapih, eliminasi mandiri, berdandan mandiri.
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah
2. Pembicaraan
Klien saat diajak berbicara klien bicara cepat dan keras.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
3. Aktivitas motoric
Klien terkadang mondar-mandir, kadang tegang, kadang gelisah.
Masalah keperawatan : Halusinasi dan Resiko Perilaku Kekerasan.
4. Alam perasaan
Klien tampak merasa khawatir, takut melihat bayangan akan muncul
emosinya lagi.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
5. Afek
Klien tampak labil, klien tampak mudah mengalihkan pembicaraan,
ekspresi kadang berubah-ubah
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
6. Interaksi selama wawancara
Klien tampak curiga, saat diajak bicara kopntak mata kurang, tatapan
mata tajam.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
93
7. Persepsi
Halusinasi : pendengaran dan penglihatan
Klien mengatakan mendengar suara tertawa kuntilanak dan tuyul dan
suara bisikan-bisikan yang isinya di suruh menjadi wanita yang baik dan
benar. Klien melihat bayangan manusia ikan, kuntilanak, dan wewe
gombel dikantor.
Masalah keperawatan : gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran dan penglihatan.
8. Proses pikir
Saat diajak bicara klien terkadang memotong pembicaraan orang lain.
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah
9. Isi pikir
Klien tampak terobsesi ingin mempunyai 5 orang anak setelah keluar dari
RSJ.
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
10. Tingkat kesadaran
Klien dapat menyebutkan hari/waktu, tempat, dan orang dengan
baiktanpa dibantu oleh perawat
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Keperawatan
11. Memori
Klien mengatakan daya ingat klien masih bagus, klien ingat kenangan
masalalu maupun masakini
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah
94
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mudah beralih pada setiap pembicaraan orang lain, tidak focus pada
1 orang .
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
13. Kemampuan penilaian
Klien dapat membedakan mana yang benar dan yang salah
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah
14. Data titik diri
Klien mengakui penyakitnya dan sadar akan penyakitnya
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah.
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
Klien tampak mampu melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri.
Masalah Keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah.
VIII. MEKANISME KOPING
Maladaptive : klien mengatakan pernah mencederai diri dengan cara
menendang dan memukul tembok, dan merusak lingkungan rumah dengan
cara melempar barang-barang dirumah.
Masalah keperawatan : resiko perilaku kekerasan dan resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan.
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : klien mengatakan merasa
terganggu dan marah jika ada kelompok yang menggangguanya.
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : klien mengatakan
sudah tidak ikut oraanisasi kepemudaan lagi.
95
3. Masalah dengan pendidikan, spesifik : klien mengatakan hanya lulusan
SLTA.
4. Masalah dengan pekerjaan, spesifik : klien mengatakan sudah tidak
bekerja lagi.
5. Masalah dengan perumahan, spesifik : tidak ditemukan masalah.
6. Masalah ekonomi, spesifik : klien mengatakan sekarang penghasilan
hanya bergantung pada suaminya.
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik : tidak ditemukan
masalah.
8. Masalah lainnya, spesifik : klien mengatakan ingin cepat pulang
karena kangen dengan keluarga dan suaminya.
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Penyakit jiwa : klien mengatakan kurang tahu dari penyebab terjadinya
gangguan jiwa.
Obat-obat : klien mengatakan kurang tahu manfaat obat yang klien minum.
Masalah keperawatan : Tidak Ditemukan Masalah
XI. ASPEK MEDIC
Diagnose medic : Skizofrenia Paranoid
Terapi medic : Risperidon 2 2x1
Merlopam 2 K/P.
96
Strategi Pelaksanaan Perilaku Kekerasan
Hari/tanggal : Senin, 06 juni 2016
Inisial klien : Ny.I
SP : 1 (pertemuan 1)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Data subjectif
mengamuk didalam dan diluar rumah serta menendang tembok dengan
sekeras-kerasnya.
Data objectif
Klien tampak bicara cepat dan bernada tinggi
terkadang tampak tegang
kontak mata kurang
afek labil
curiga
khawatir
tatapan tajam.
2. Diagnose keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan umum
klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
Tujuan khusus
klien dapat membina hubungan saling percaya
klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukan
klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
97
klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku yang pernah dilakukan
klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
amarah
klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan
klien dapat menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
4. Tindakan keperawatan
SP 1 klien :
Mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan
Mendiskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
Mendiskusikan perilaku kekerasan yang dilakukan
Mendiskusikan akibat perilaku kekerasan
Mendiskusikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : tarik
napas dalam
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
“assalamualaikum mba, perkenalkan nama saya Annisa, panggil saja nisa,
saya mahasiswi muhammadiyah yang akan merawat mba disini . nama
mba siapa ? dan senang dipanggil apa ?
b. Evaluasi/validasi
“bagaimana perasaan bapak hari ini ? apakah sehat ? apa mba ada keluhan
hari ini ? apa mba masih emosi ?
98
c. Kontrak
1) Topic
“bagaimana kalau kita sekarang bercakap-cakap tentang emosi mba?”
2) Waktu
“berapa lama mba maunya ? bagaimana kalau 15 menit ?”
3) Tempat
“tempatnya disini saja ya mba ?”
d. Tujuan
Agar klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya.
2. Fase Kerja
“nah mba coba beritahu saya apa penyebab mba sering emosi?
“Apa mba tahu tanda dan gejala dari orang yang sering emosi ?
“Biasanya mba kalo marah-marah apa yang dilakukan ? apa mukul orang lain
atau banting-banting barang ?”
“coba mba sebutkan akibat dari mba sering marah-marah ? akibatnya apa
yang terjadi pada diri sendiri dan orang lain ?”
“bagaimana kalau sekarang saya jelaskan bagaimana cara agar mba bisa
mengontrol emosi mba”.
“ada 5 cara yang 1 dengan cara tarik napas dalam, yang ke 2 dengan cara
memukul bantal/kasur mba, yang ke 3 dengan cara verbal atau mba
mengontrol amarahnya dengan berbicara yang sopan dan pelan, yang ke 4
dengan cara beribadah seperti sholat atau mengaji, dan yang terakhir dengan
cara patuh minum obat”.
99
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
DS : “bagaimana perasaan mba setelah saya beritahu cara mengontrol
emosi mba ?”
DO : “coba mba sebutkan ada berapa cara untuk mengotrol emosi ?
b. Rencana tindak lanjut
“nah, sekarang mba sudah tahu macam-macam cara mengontrol emosi
mba. Saya harapkan mba tidak lupa dari yang saya jelaskan tadi.
“bagaimana kalau kita masukkan ke dalam jadwal mba yang tadi untuk
jadwal keseharian mba ? mba mau jam berapa dan berapa kali dalam
sehari ?”
c. Kontrak yang akan datang
bagaimana kalau besok kita belajar cara pertama, dengan tarik napas
dalam? Tempatnya disini saja mba ya . jamnya pada saat mba sedang
santai saja “
“baik, saya permisi dulu ya mba , assalamu’alaikum “
100
Strategi Pelaksanaan Perilaku Kekerasan
Hari/tanggal : Selasa, 07 juni 2016
Inisial klien : Ny.I
SP : 1 (pertemuan 2)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Data Subjectif
mengamuk didalam dan diluar rumah serta menendang tembok dengan
sekeras-kerasnya
Data Objectif
Klien tampak bicara cepat dan bernada tinggi
terkadang tampak tegang
kontak mata kurang
afek labil
curiga
khawatir
tatapan tajam.
2. Diagnose Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan.
3. Tujuan Umum
klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
Tujuan Khusus
klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan
klien dapat menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
101
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 Kalien :
Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : tarik
napas dalam
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik
“assalamualaikum mba, masih ingat dengan saya ? saya Annisa yang
kemarin.
b. Evaluasi/validasi
“bagaimana perasaan mba hari ini ? apakah sehat ? apa mba ada keluhan
hari ini ? apa mba masih emosi ?, apa mba masih ingat tentang yang kita
bicarakan kemarin ? tentang cara0cara untuk mengontrol emosi mba ?
c. Kontrak
1) Topic
“bagaimana kalau kita sekarang praktek tentang cara mengontrol
emosi dengan cara fisik I ?”
2) Waktu
“berapa lama mba maunya ? bagaimana kalau 15 menit ?”
3) Tempat
“tempatnya disini saja ya mba ?”
d. Tujuan
agar klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya
102
2. Fase Kerja
“nah mba sesuai dengan janji saya kemaren untuk melatih mba cara
mengontrol emosi mba dengan cara pertama yaitu tarik napas dalam. Kita
bisa mulai yaa mba, sebelumnya mari kita membaca basmallah. Sebelumnya
saya jelaskan ya mba caranya : kalau mba tiba-tiba emosi dan rasanya ingin
marah-marah pada orang lain. mba langsung saja menarik napas dari hidung
dalam-dalam dan dikeluarkan lewat mulut. Ulangi terus ya mba sampai mba
merasa tenang.
“ayo coba mba lakukan !! bagus coba ulangi lagi !! coba sekali lagi !! wah,
mba hebat “
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
DS : “bagaimana perasaan mba setelah saya beritahu cara mengontrol
emosi mba ?”
DO : “coba mba ulangi cara yang saya ajarkan tadi ?
b. Rencana tindak lanjut
“nah, sekarang mba sudah tahu cara mengontrol emosi mba dengan cara
yang pertama. Saya harapkan mba tidak lupa dari yang saya jelaskan
tadi.
“bagaimana kalau kita masukkan ke dalam jadwal mba yang tadi untuk
jadwal keseharian mba ? mba mau jam berapa dan berapa kali dalam
sehari ?”
c. Kontrak yang akan datang
bagaimana kalau besok kita belajar cara kedua yaitu dengan cara fisik II
atau pukul bantal dan kasur ? Tempatnya disini saja mba ya . jamnya
pada saat mba sedang santai saja “
“baik, saya permisi dulu ya mba , assalamu’alaikum “
103
Strategi Pelaksanaan Perilaku Kekerasan
Hari/tanggal : Rabu, 06 Juni 2016
Inisial klien : Ny. I
SP : II
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Data Subjectif
mengamuk didalam dan diluar rumah serta menendang tembok dengan
sekeras-kerasnya
Data Objekif
Klien tampak bicara cepat dan bernada tinggi
terkadang tampak tegang
kontak mata kurang
afek labil
curiga
khawatir
tatapan tajam.
2. Diagnose keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan umum
klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
Tujuan khusus
klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
amarah
104
klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku
kekerasan
klien dapat menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
4. Tindakan keperawatan
SP 2 klien :
Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik 1 : tarik napas dalam
Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II :
pukul bantal atau kasur
Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
B. Strategi komunikasi
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
“assalamualaikum mba, bagaimana keadaannya sekarang ? ada keluhan
tidak saat ini ?”
b. Evaluasi/validasi
“bagaimana, apa mba masih suka emosi ? lalu, apa sudah dipakai cara
kita yangkemarin ? lalu bagaimana hasilnya ? wah, bagus .
c. Kontrak
1) Topic
“sesuai janji saya yang kemarin, kita akan lanjutkan cara ke 2
yaitu dengan cara pukul bantal atau kasur ”
2) Waktu
“waktunya bagaimana kalau 15 menit ?”
3) Tempat
“tempatnya disini saja ya mba ?”
105
d. Tujuan
agar klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya
2. Fase kerja
“cara kedua untuk mencegah perilaku kekerasan yaitu dengan memukul
bantal atau kasur”
“jadi kalau mba tiba-tiba emosi dan rasanya ingin marah-marah atau ingin
memukul seseorang atau membuang benda mba langsung saja pergi kekamar
untuk mengambil bantal dan memukul bantal sampai mba merasa puas dan
akhirnya tenang kembali . atau mba bisa menggunakan kasur mba untuk
dipukul.
“nih mba saya contohkan yaa !! nah seperti ini mba . mba ngerti ?
“coba mba praktekan bagaimana caranya !! wah hebat, coba sekali lagi !! “
“hebat !!”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi
DS : “bagaimana perasaan mba setelah belajar cara mengotrol emosi
mba dengan cara kedua ?”
DO : “coba mba ulangi sekali lagi bagaimana caranya tadi ?”
b. Rencana tindak lanjut
“jadi mba sekarang sudah tahu kan caranya yang kedua, jadi saya
harapkan kalau mba emosi mba bisa menggunakan cara-cara itu, baik
yang pertama atau yang kedua”
“bagaimana kalau kita masukkan ke dalam jadwal mba yang tadi untuk
jadwal keseharian mba ? mba mau jam berapa dan berapa kali dalam
sehari ?”
c. Kontrak yang akan datang
106
“Nanti cara selanjutnya akan diberikan dengan perawat ruangan ya
mba”
“baik, kalau begitu saya permisi yaa mba . assalamualaikum”
107
JADWAL KEGIATAN HARIAN NY.I
Waktu Kegiatan tanggal
06 07 08 paraf
04:00 Bangun tidur √ √ √
05:00 Mandi dan sholat subuh √ √ √
06:00 Sarapan pagi dan minum obat √ √ √
07:00 Ngobrol √ √ √
08:00 Mengaji atau senam √ √ √
09:00
Makan snack dan bimbingan rohani √ √ √
10:00
Latihan fisik I : tarik napas dalam dan
latihan fisik II : pukul bantal atau
kasur
√ √ √
11:00 Ngobrol √ √ √
12:00 Makan siang dan minum obat √ √ √
13:00 Istirahat tidur √ √ √
15:00 Makan snack √ √ √
15:30 Sholat ashar √ √ √
16:00 Mandi √ √ √
16:30 Ngobrol √ √ √
17:00 Makan malam dan minum obat √ √ √
18:00 Sholat maghrib √ √ √
19:00 Istirahat tidur √ √ √