Date post: | 23-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | cafe-acoustic |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
Pemikiran Politik Negara Berkembang
“TRANSISI DEMOKRASI NEGARA POLANDIA”
DISUSUN OLEH :
Andi Muhammad Achmad Rabsandi Putra Abdi
E13113015
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014/2015
ABSTRAK
Polandia merupakan salah satu negara berkembang di Eropa.
Namun begitu, pendapatan per kapita penduduk Polandia
tergolong tinggi, yaitu US$13.275. salah satu aspek yang
membuatnya tergolong ke negara berkembang ialah tingginya
angka kelahiran di negara ini. Negara di Eropa Tengah ini
dipadati oleh 38.157.055 orang penduduk. Negara yang
berbatasan langsung dengan Jerman ini menjadikan sektor
pariwisatanya sebagai sektor ekonomi. Banyaknya warisan
arsitektur dan bangunan (semisal kastil) yang tersebar di
negara ini serta berlimpahnya pemandangan indah menjadi
daya tarik turis asing untuk berwisata ke negara beribu
kota Warsawa ini. Dari sektor inilah, pemerintah Polandia
mendapatkan paling banyak pemasukan.
Jika kita berbicara perihal Polandia, maka kita tidak
boleh tidak memasukkan nama satu sosok yang berperan
penting dalam transisi demokrasi di negara ini. Ya, dialah
Lech Walesa. Dialah pendiri Partai Serikat Buruh Independen
yang memimpin penggulingan rezim komunisme di negaranya.
Beliau hanyalah mantan tukang listrik yang memiliki
kebulatan tekad dan keinginan yang kuat untuk mendirikan
sebuah negara yang tidak lagi dikekang oleh serikat
komunisme.
Lebih jauh mengenai perjuangan Lech dan partainya,
mengenai bagaimana sejarah panjang negara ini di tengah
carut-marut perang dunia, dan bagaimana gejolak politik
internal yang menghantui negeri ini dalam beberapa periode
kritis hingga bagaimana demokarasi pada akhirnya menopang
negara ini secara utuh akan dibahas dalam tulisan ini.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1978 ada sebuah lembaga global yang
melakukan pemantauan seberapa jauh demokratisasi telah
berlangsung di dunia dengan melakukan asesmen pada 192
negara dan 18 kawasan yang dilanda konflik. Pada tahun 1991
Freedom House menerbitkan hasil surveinya dengan temuan bahwa
45% negara di dunia adalah negara demokratis --yang berarti
peningkatan dari sebelumnya 24,6%.
Freedom House mengembangkan pengukuran demokrasi
dengan mempergunakan dua dimensi dari demokrasi, yaitu
dimensi hak-hak politik yang terdiri dari kompetisi dan partisipasi,
dan dimensi kebebasan sipil, di mana untuk masing-masing
dimensi digunakan skala 1-7, dengan dimensi tertinggi 1-1
dan dimensi terendah 7-7, dengan rating:
1 – 2,5 masuk kategori negara bebas (65 negara)
3 – 5,5 masuk kategori negara setengah bebas (50
negara)
5,5 – 7 masuk kategori negara tidak bebas (50
negara)
Survey ini banyak dikritik karena mempergunakan
perkiraan kasar, sehingga tidak mampu mengungkapkan ciri-ciri
sistem politik suatu negara, dan mengabaikan dimensi-
dimensi penting yang lain dari demokrasi, misalnya hak-hak
dan kebebasan politik. Selain itu dengan survey ini negara-
negara yang diragukan memberikan kekebasan politik yang
sesungguhnya (liberal) seperti AS, Swis, Belanda, Denmark,
juga masuk kategori “paling demokratis”, juga negara-negara
seperti Jepang, Kosta Rika (dengan rata-rata skor 1),
Ekuador, Jamaika (skor rata-rata 2), Papua Nugini, Thailand
(dengan skor rata-rata 2.5).
Dari hasil temuan Freedom House ini, memberikan
“hikmah” bagi beberapa penulis politik di era tersebut.
Salah satunya, Samuel Huntington yang menerbitkan bukunya
yang berjudul The Third Wave: Democratization in the Late 21th Century,
1991. Di dalam bukunya dituliskan bahwa terjadi transisi
pada sekelompok rezim-rezim yang non-demokratik menjadi
rezim yang demokratik. Huntington sendiri
mengklasifikasikan bahwa gelombang demokratik di dunia
terjadi dalam beberapa momen yang terbagi ke-3 fase.
Gelombang panjang demokratisasi pertama (1828-1926)
yang berakar pada Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika.
(Gelombang balik pertama (1922-1942) yang berakar dari
tumbuhnya negara-negara fasis di Italia dan Jerman, yang
kemudian menyebarkan kudeta militer di Portugal (1926),
Brasil dan Argentina (1930), otoritarianisme di Uruguay
(1933), kudeta dan perang saudara yang mematikan negara
republik di Spanyol (1936)).
Gelombang demokratisasi kedua (1943-1962) yang berakar
pada pendudukan oleh tentara Sekutu pada masa Perang Dunia
II dan sesudahnya (termasuk yang sebelumnya otoriter).
(Gelombang balik kedua (1958-1975) yang ditandai dengan
naiknya rezim otoritarian di Amerika Latin (Peru, Uruguay,
Cile, Bolivia, Ekuador, Brasil, dan Argentina), Asia
(Pakistan -Zia, Korea -Rhee, Indonesia -Soekarno, Filipina
-Marcos, India –Gandhi, Taiwan -KMT), Eropa (Yunani,
Turki), dan Arika (hampir seluruh Afrika, khususnya Nigeria
–tahun 1966 dikudeta oleh militer, kecuali Botswana).
Gelombang demokratisasi ketiga (1974 - kini) yang
dimulai dengan meninggalnya Jendral Fanco di Spanyol yang
mengakhiri rejim otoriter/militer di Eropa Tengah pada
tahun 1975, ketika Raja Juan Carlos dengan bantuan PM
Adolfo Suarez memperoleh persetujuan parlemen dan rakyat
untuk menyusun konstitusi baru yang demokratis, dan di
Portugal selelompok perwira militer muda melakukan kudeta
kepada Marcello Caetano, sang dikatur jatuh. Selama setahun
Portugal mengalami transisi yang penuh drama, namun
akhirnya kelompok pro demokrasi menjadi pemenang. Di Turki,
militer mengundurkan diri dari politik (1983), di Filipina
Marcos jatuh oleh “people power” (1986), di Korea oposisi
memenangkan pemilu (1987), Hongaria berubah menjadi
multipartai (1988), di Polandia Partai Solidaritas pimpinan
Walesa berhasil merubah Polandia menjadi negara non-
komunis, sementara itu Uni Sovit lahir parlemen nasional
yang non-komunis (1990), intervensi AS mengakhiri rejim
marxis-leninis di Grenada (1983) dan diktator Noriega di
Panama (1989).
Seperti itulah kira-kira gambaran gelombang demokratik
dan gelombang anti-demokratik oleh negara-negara di muka
bumi ini. Kita bisa lihat, pada akhirnya di “demokratik
gelombang ketiga”-milik Huntington ini, menjelaskan
seberapa penting dan vitalnya pengaruh serta dampak yang
akan dibawa oleh demokrasi dan demokratisasi pada suatu
negara.
Selanjutnya dalam tulisan ini, penulis akan mengambil
salah satu sampel negara berkembang yang menjadi salah satu
bagian dari “demokratik gelombang ketiga”-milik Huntington,
yakni negara Polandia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah awal terbentuknya negara
Polandia?
2. Seperti apa periode-periode sulit yang dihadapi
oleh Polandia?
3. Bagaimana perjuangan Partai Serikat Buruh dalam
mencapai demokrasi di negaranya?
4. Apa-apa saja tantangan yang dihadapi oleh Partai
Serikat Buruh dalam mempertahankan kekuasaan dan
tonggak demokrasi di negaranya?
PEMBAHASANA. Sejarah Negara Polandia
Dahulu, jauh sebelum Polandia merdeka, jauh sebelum di
intervensi oleh Jerman dan Hitler-nya, terdapat dua kubu
internal yang saling berseteru di Polandia. Yakni Big
Polland dan Little Polland. Big Polland merupakan gabungan
suku-suku yang mendiami sebelah utara Polandia. Besar
( utara ) Polandia didirikan pada 966 oleh Mieszko I, yang
berasal dari dinasti Piast. Suku-suku di selatan Polandia
kemudian membentuk Little Polland. Pada 1047, baik Big
Polland dan Little Polandia bersatu di bawah pemerintahan
Casimir I Restorer tersebut. Polandia bergabung dengan
Lithuania dengan pernikahan kerajaan pada tahun 1386.
Negara Polandia-Lithuania mencapai puncak kekuatannya
antara abad ke 14 dan 16, mencetak keberhasilan militer
terhadap ( Germanic ) Knights of the Teutonic Order, Rusia,
dan Turki Ottoman.
Kurangnya monarki yang kuat diaktifkan Rusia, Prusia,
dan Austria untuk melakukan partisi pertama negara pada
tahun 1772, kedua tahun 1792, dan yang ketiga pada tahun
1795. Selama lebih dari satu abad setelah itu, tidak ada
negara Polandia, hanya Austria, Prusia, dan sektor Rusia,
namun Polandia pernah berhenti upaya mereka untuk merebut
kembali kemerdekaan mereka. Orang-orang Polandia
memberontak terhadap dominasi asing sepanjang abad ke-19.
Polandia secara resmi dibentuk kembali pada tahun 1918
November, dengan Marshal Josef Pilsudski sebagai kepala
negara. Pada tahun 1919, Ignace Paderewski, pianis terkenal
dan patriot, menjadi perdana menteri pertama. Pada tahun
1926, Pilsudski merebut kekuasaan dalam kudeta lengkap dan
memerintah diktatorial sampai kematiannya pada tanggal 12
Mei 1935.
Meskipun pakta non-agresi sepuluh tahun yang
ditandatangani pada tahun 1934, Hitler menyerang Polandia
pada 1 September 1939. Pasukan Soviet menyerbu dari timur
pada 17 September, dan 28 September, kesepakatan Jerman –
Soviet dibagi Polandia antara Uni Soviet dan Jerman.
Wladyslaw Raczkiewicz membentuk pemerintahan di pengasingan
di Perancis, yang pindah ke London setelah kekalahan
Perancis pada tahun 1940. Semua Polandia diduduki oleh
Jerman setelah serangan Nazi pada Uni Soviet pada bulan
Juni 1941. Kebijakan pendudukan Nazi Jerman di Polandia
dirancang untuk memberantas budaya Polandia melalui
eksekusi massal dan untuk membasmi minoritas Yahudi yang
besar di negara itu .
Para pemerintah Polandia di pengasingan digantikan
dengan Komite Polandia didominasi Komunis – Pembebasan
Nasional oleh Uni Soviet pada tahun 1944. Pindah ke Lublin
setelah pembebasan kota itu, ia menyatakan dirinya
Pemerintahan Sementara Polandia. Beberapa mantan anggota
pemerintah Polandia di London bergabung dengan pemerintah
Lublin untuk membentuk Pemerintah Polandia Persatuan
Nasional, yang Inggris dan Amerika Serikat diakui. Pada 2
Agustus 1945, di Berlin, Presiden Harry S. Truman, Joseph
Stalin, dan Perdana Menteri Clement Attlee dari Inggris
mendirikan de facto perbatasan barat baru untuk Polandia
sepanjang Sungai Oder dan Neisse sungai. ( Perbatasan
tersebut akhirnya disetujui oleh Jerman Barat di sebuah
pakta non-agresi yang ditandatangani pada 7 Desember 1970)
Pada 16 Agustus 1945, Uni Soviet dan Polandia
menandatangani perjanjian delimitasi perbatasan Soviet-
Polandia. Berdasarkan perjanjian ini, Polandia bergeser ke
arah barat. Di timur, itu kehilangan 69.860 mil persegi
( 180.934 km persegi), di barat, ia memperoleh (tergantung
persetujuan akhir konferensi perdamaian ) 38.986 mil
persegi(100.973 km persegi).
Sebuah konstitusi baru pada tahun 1952 membuat
Polandia “demokrasi rakyat ” dari jenis Soviet . Pada tahun
1955, Polandia menjadi anggota Organisasi Perjanjian
Warsawa, dengan kebijakan luar negerinya identik dengan Uni
Soviet. Pemerintah melakukan penganiayaan terhadap Gereja
Katolik Roma sebagai sumber tersisa oposisi . Wladyslaw
Gomulka terpilih pemimpin Amerika Pekerja ( komunis )
Partai pada tahun 1956. Dia mengecam teror Stalinis,
digulingkan banyak Stalinis, dan meningkatkan hubungan
dengan gereja. Kebanyakan pertanian kolektif dibubarkan,
dan pers menjadi lebih bebas. Sebuah serangan yang dimulai
di galangan kapal dan menyebar ke industri lainnya pada
tahun 1980 Agustus menghasilkan kemenangan yang menakjubkan
bagi pekerja ketika ekonomi tertekan keras pemerintahan
diterima untuk pertama kalinya dalam keadaan Marxis hak
pekerja untuk berorganisasi dalam serikat independen.
B. Periode Sulit Polandia
Sejak tahun 1979, pendapatan nasional Polandia turun
menjadi 2,2 % dan 4 % padahal tahun-tahun sebelumnya rata-
rata pertumbuhannya 9,4%. Factor utama menurunnya
pertumbuhan ekonomi di karenakan salah urus dalam
modernisasi industri yang menekannkan impor dan industry
berat. Akibatnya meningkatkan hutang Polandia hingga 27
milyear dollar USA. Utang tersebut di perkirakan terus
meningkat menjadi 33 milyar dollar USA pada 1985.
Sebab lainnya kemerosotan Polandia yaitu penguasaan
komunis yang menitik beratkan anggaran belanja untuk
membeli keperluan militer. Selain itu adalah pemerintahan
yang totaliter.
Pemerintahan yang totaliter itu tidak efisien dan
kontra produktif. Hal ini dapat di cermati dari ideologi
Marxisme-Leninisme membuat tidak ada kemajemukan termasuk
pendapat, ide maupun pikiran sehingga adanya ide yang
berbeda berarti menentang dan menentang berarti mati.
Sehingga rakyat membenci pemeritahan tersebut.
Pada tanggal 30 Juni 1980, terjadi konflik antar
presiden Edward Gierek dan rakyatnya serta pemerintahan
dengan kaum buruh. Gierek mengumumkan adanya kenaikan harga
daging. Naiknya harga daging ini memberikan goncangan
sosial. Keterbatasan daya beli masyarakat untuk memeperoleh
kebutuhan pokok menyulut terjadinya aksi-aksi kaum buruh.
Tuntutan ini lambat laun menjadi tuntutan politis dengan di
akui keberadaan kaum buruh secara hukum sebagai salah satu
kekuatan sosial politik buruh non-komunis.
C. Upaya Pencapaian Demokrasi
Proses tuntutan solidaritas dari dari tuntutan non-
politis menjadi politis di awali oleh peristiwa penangkapan
Anna Walentynowics salah satu aktivis gerakan kaum buruh
pada tanggal 14 Agustus 1980. Para demonstran kemudian
melakukan pemogokan di galangan kapal Lenin, Gdansk.
Tuntutan demonstran yaitu di perbolehkan membentuk serikat
buruh bebas, tahanan politik di bebaskan dan akan ada
kebebasan pers. Hal ini memaksa Edward Gierek untuk
berkompromi dengan kaum buruh. Secara marathon di adakan
perjanjian di Szeczecin pada 30 Agustus 1980, tanggal 31
Agustus di Gdansk dan 1 September 1980 di Jastrzebie.
Melalui perjanjian ini aktivitas politik Serikat Buruh
Bebas telah mendapatkan legitimasi yuridis dari
pemerintahan.
Dengan ketiga perjanjian tersebut, kaum buruh
memperoleh sejumlah keuntungan. Keuntungan itu mencakup hak
mogok dan menggunakannya, Serikat Buruh Solidaritas di akui
pemerintah, di hapuskannya hak monopoli partai atas media
masa, penyiaran misa pada hari minggu secara regular, janji
pemerintah untuk melakukan perbaikan ekonomi, janji
pemerintah untuk memperhatikan masa depan petani swasta,
lima hari kerja dalam satu minggu dan janji pemerintah
untuk memberikan informasi mengenai keadaan ekonomi
Polandia. Dengan kemenangain ini, kaum buruh solidaritas
makin kuat kedudukannya walaupun belum memenangkan semua
tuntutannya. Kemudian dalam partai buruh sendiri muncul
serikat buruh independen, yang mengaibatkan konflik dalam
tubuh Komite Sentral Partai Buruh Polandia. Konflik ini
menjadi sebab utama Edward Gierek di pecat pada 11 Februari
1981 di gantikan oleh Stanislaw Kania.
Adanya ketegangan antara Serikat Buruh Babas dan
pemerintah megakibatkan di lakukan tindakan konsolidasi
dengan di adakan kongres pada 5-7 Oktober 1981. Kemudian
dalam perjuangan selanjutnya, Serikat Buruh Solidaritas
memanfaatkan dukungan politik internasional untuk menentang
rezim komunis penguasa. Ketidak tegasan pemerintah Polandia
dalam mengatasi aksi-aksi Serikat Buruh Bebas mendapat
sorotan dari pejabat tinggi Partai Komunis Uni Soviet. Hal
ini menyebabkan Stanislaw Kania kedudukannya diganti oleh
Jaruszelski. Upaya Serikat Buruh Solidaritas dengan
berbagai aksinya untuk menarik perhatian internasional
akhirnya terwujud. Kebijakan pemerintah dalam pemberlakukan
Undang-undang darurat militer telah berhasil menimbulkan
berbagai reaksi keras dari berbagai negara. Sehingga
mengakibatkan kehidupan sosial ekonomi dalam negeri semakin
kacau. Kekacauan ini tampaknya akan munculnya penyelesaian
internasional. Sehingga Serikat Buruh Solidaritas mendapat
dukungan dari Inggris, Perancis dan Jerman.
Reaksi keras kemudian muncul dari kelompok komunis
radikal terhadap pemerintah karena parlemen membubarkan
Solidaritas secara sepihak. Peristiwa ini menunjukkan
adanya perbedaan antara Serikat Buruh Bebas dengan serikat
buruh milik pemerintahan. Peristiwa ini semakin menambah
simpati dunia terhadap perjuangan Serikat Buruh Babas.
Pemerintah pada tanggal 1 Pebruari 1988 mengumumkan
kenaikan harga kebutuhan pokok sekitar 40% sampai 200 %.
Hal ini membawa rakyat Polandia dalam kehidupan yang sangat
sulit di samping ancam konflik antara Serikat Buruh Bebas
dengan Pemerintah. Serikat Burh Bebas semakin bertindak
keras dengan melakukan aksi mogok pada 16 April 1988.
Akibat berbagai tekanan terhadap prmerintah, maka
Jaruzelski pada 28 Agustus 1988 mengumumkan bahwa
pemerintah bersedia bekerjasama dengan Solidaritas. Selang
beberapa bulan pada tanggal 16 Januari 1989 dalam sidang
Komite Sentral Partai Buruh Polandia Jeruzelski menunjukkan
sikap kompromi pada Solidaritas.
Pada 6 Pebruari sampai 5 April 1989 di adakan Round
Table Talks (RTT). Pihak pemerintah di wakili oleh Patai
Petani dan Partai Demokrasi dan pihak non pemerintah
terdiri dari Gereja Katolik, Kelompok Independen dan
Solidaritas. Pihak barat memandang RTT sebagai symbol
kemenangan Solidaritas. Dari hasil kesepakatan dari RTT ini
menunjukkan bahwa komunis Polandia telah kehilangan
dominasi pemerintahannya atas negaranya. Di pihak lain
kemenangan ini mencerminkan kemenangan perjuangan
Solidaritas.
Pada tanggal 4 Juni 1989 pemerintah mengadakan
pemilihan umum bebas untuk memilih wakil rakyat di
parlemen maupun senat. Hasilnya mengejutkan dimana pihak
solidaritas memeperoleh 92 kursi dari 100 kursi di senat
dan juga menduduki 160 dari 261 kursi lower
house ,Sejm. Perkembangan ini mendorong presiden AS George
Bush berkunjung ke Polandia pada tanggal 18 Juni 1989. Hal
ini secara implisit menunjukkan bahwa pemerintahan komunis
Polandia telah kehilangan kekuatan politiknya.
Sebuah gelombang serangan memukul Polandia pada bulan
April dan Mei 1988, dan gelombang kedua dimulai pada
tanggal 15 Agustus 1988 ketika pemogokan terjadi di
Manifesto Juli tambang batubara di Jastrzębie-Zdrój, para
pekerja menuntut kembali legalisasi Solidaritas . Selama
beberapa hari berikutnya enam belas tambang lainnya
melakukan pemogokan diikuti oleh sejumlah galangan kapal,
termasuk pada tanggal 22 Agustus Galangan Kapal Gdansk
terkenal sebagai pusat dari kerusuhan tahun 1980 industri
yang menelurkan Solidaritas.
Pada 31 Agustus 1988 Lech Walesa, pemimpin dari
Solidaritas, diundang ke Warsawa oleh otoritas komunis yang
akhirnya setuju untuk pembicaraan. Pada tanggal 18 Januari
1989 di sesi badai dari Sidang Pleno Kesepuluh yang
berkuasa Partai Komunis, Jenderal Jaruzelski berhasil
mendapatkan dukungan partai untuk negosiasi formal dengan
Solidaritas mengarah ke legalisasi masa depan meskipun ini
dicapai hanya dengan mengancam pengunduran diri seluruh
Partai Komunis kepemimpinan jika digagalkan.
Pada 6 Februari 1989 resmi diskusi Meja Bundar dimulai
di Aula Kolom di Warsawa. Pada tanggal 4 April 1989
bersejarah Perjanjian Meja Bundar ditandatangani melegalkan
Solidaritas dan menyiapkan sebagian bebas pemilihan
parlemen akan diselenggarakan pada tanggal 4 Juni 1989
(kebetulan, hari setelah tindakan keras tengah malam pada
demonstran Cina di Lapangan Tiananmen). Sebuah gempa
politik diikuti. Kemenangan Solidaritas melampaui semua
prediksi. Kandidat Solidaritas memenangi semua kursi mereka
diizinkan untuk bersaing untuk di Sejm , sementara di Senat
mereka menangkap 99 dari 100 kursi yang tersedia (dengan
kursi yang tersisa diambil oleh calon independen). Pada
saat yang sama, banyak kandidat Komunis terkemuka gagal
untuk mendapatkan bahkan jumlah minimum suara yang
dibutuhkan untuk menangkap kursi yang disediakan untuk
mereka.
Pada tanggal 15 Agustus 1989, menyusul pembelotan
untuk Solidaritas dua Komunis 'mitra koalisi lama, para
Orang Serikat `Partai (ZSL) dan Partai Demokrat (SD),
Komunis terakhir Perdana Menteri Polandia, Jenderal Czeslaw
Kiszczak , katanya akan mengundurkan diri untuk
memungkinkan non-Komunis untuk membentuk pemerintahan. Ini
hampir meyakinkan bahwa anggota Solidaritas akan menjadi
perdana menteri.
Pada tanggal 19 Agustus 1989 di daerah aliran sungai
saat menakjubkan Tadeusz Mazowiecki, editor anti-Komunis,
pendukung Solidaritas, dan Katolik yang taat, dinominasikan
sebagai Perdana Menteri Polandia - dan Uni Soviet
menyuarakan protes tidak, meskipun panggilan dari garis
keras diktator Rumania Nicolae Ceauşescu untuk Pakta
Warsawa untuk campur tangan militer untuk 'menyelamatkan
sosialisme' seperti yang terjadi di Praha pada tahun 1968.
Lima hari kemudian, pada tanggal 24 Agustus 1989, Parlemen
Polandia mengakhiri lebih dari 40 tahun satu partai aturan
dengan membuat Mazowiecki negara Menteri pertama non-
Komunis Perdana sejak tahun-tahun pascaperang awal. Dalam
Parlemen tegang, Mr Mazowiecki mendapat 378 suara, dengan 4
menentang dan 41 abstain. Pada tanggal 13 September 1989
pemerintah non-Komunis yang baru disetujui oleh parlemen,
yang pertama dari jenisnya di mantan Blok Timur.
Lech Walesa memenangkan pemilihan presiden tahun 1990
dengan 74 % suara. Pada tahun 1991 , pemilihan parlemen
pertama kali dilaksanakan secara bebas sepenuhnya sejak
Perang Dunia II menghasilkan representasi untuk 29 partai
politik. Upaya untuk mengubah Polandia menjadi ekonomi
pasar, namun bagaimanapun juga, menyebabkan kesulitan
ekonomi dan ketidakpuasan yang meluas. Dalam kedua
pemilihan parlemen demokratis September 1993, kekuatan dan
dukungan untuk partai komunis dan sekutu kembali mencuat.
Popularitas dan pengaruh Solidaritas mengalami penurunan.
Pada tahun 1995, Aleksander Kwasniewski, pemimpin penerus
Partai Komunis, Kiri Demokrat, memenangkan kursi
kepresidenan selama Walesa dalam masa kemerosotan.
D. Penilaian Penulis
Kehadiran Lech Walesa dan partainya merupakan angin
segar bagi sebagian besar masyarakat Polandia di masa
krisis. Bagaimana tidak, ekonomi Polandia mengalami
kemerosotan yang tajam, dan itu tak lebih karena
pemerintahan komunis yang berkuasa lebih memilih
menghabiskan anggaran belanja negara untuk membeli
persenjataan dan keperluan militer. Sehingga memaksa
pemerintah menaikkan harga bahan mentah dan produksi hingga
200%. Hal ini jelas kan menimbulkan rasa benci pada diri
tiap penduduk Polandia, khususnya yang bekerja sebagai
petani dan buruh. Keadaan seperti inilah, yang membuat
kekuasaan rakyat akan terlihat. Seberapa kuat dan seberapa
hebatnya pengaruh dari rakyat, setidaknya jika mereka ingin
bersatu.
Kredit tertinggi tentu saja tertuju kepada sosok Lech
Walesa yang menginspirasi dan berani menggalakkan massa,
khususnya para buruh, untuk berdiri dan lepas dari kekangan
pemerintah komunis. Keinginan kuat diiringi semangat
kebulatan tekad, menjadi landasan utama betapa superiornya
Lech dalam menggulingkan pemerintahan yang berkuasa. Tentu
bukan hal yang mudah untuk melakukannya, namun revolusi
demokrasi yang dialami Polandia setidaknya mengajarkan
kepada kita bagaimana kekuatan rakyat tidak dapat
ditandingi jika mereka bersatu. Walaupun dalam
pelaksanaannya, Lech tetap mengalami periode-periode sulit.
PENUTUP
Polandia merupakan salah satu negara di Eropa Tengah yang
berangkat dari pertikaian dua kubu, yakni Big Polland dan
Little Polland. Sempat bergabung dengan Lithuania, hilang
selama seabad karena kurang kuatnya keaktifan monarki dari
negara Rusia, Austria, dan Prusia, hingga akhirnya mereka
berhasil meraih kemerdekaannya kembali pada November 1918
dan mmbentuk suatu negara yang utuh. Pemerintah diktatorial
pun dipraktekkan oleh sejumlah perdana menteri yang
menjabat di awal kemerdekaan. Hingga akhirnya Polandia
sampai di masa-masa sulitnya, ketika pemerintahan komunis
lebih memilih mengahabiskan anggaran belanja untuk
penambahan amunisi dan persenjataan militer. Ditambah lagi
hutang yang semakin menumpuk sebagai akibat modernisasi
industri dan impor dan insudtri berat. Keadaan seperti ini
pada akhirnya akan memuntahkan kemuakan masyarakat dan
menimbulkan gerakan-gerakan perlawanan terhadap pemerintah.
Lech Walesa, seorang ahli listrik mampu mengumpulkan massa
dari kalangan buruh untuk sama-sama melaksanakan aksi mogok
sebagai aksi protes terhadap kebijakan pemerintah. Sampai
di titik massa Lech semakin banyak dan sudah saatnya untuk
melakukan “penggulingan”, dan mengambil alih pemerintahan.
Dan hebatnya, itu berhasil. Walaupun tentu saja, melalui
proses perjuangan yang tidak kecil. Transisi demokrasi
Polandia pada akhirnya mengajarkan bahwa kekuatan rakyat
akan menang jika mereka ingin bersatu. Kehadiran sosok Lech
Walesa benar-benar menjadi inspirasi bagi warga Polandia
bahkan dunia. Sosoknya yang kharismatik membuat dirinya
disegani oleh pihak lawan dan menjadikan dirinya panutan
bagi banyak orang. Walaupun dalam periode kekuasaannya, dia
tetap menghadapi banyak permasalahan dan akhirnya harus
lengser.
Daftar Pustaka & Referensi
http://www.bappenas.go.id/files/3213/5028/6740/02mustopadidjaja__20091014125643__2248__0.pdf
http://hikmat.web.id/sejarah-dunia/sejarah-negara-polandia/
http://politik.kompasiana.com/2010/05/09/keluguan-lech-walesa-137197.html
http://sejarahsugie29.blogspot.com/2013/04/revolusi-yugoslavia-dan-revolusi.html
http://www.anneahira.com/negara-berkembang-di-eropa.htm