+ All Categories
Home > Documents > Pemikiran Politik Negara Berkembang "TRANSISI DEMOKRASI NEGARA POLANDIA" DISUSUN OLEH

Pemikiran Politik Negara Berkembang "TRANSISI DEMOKRASI NEGARA POLANDIA" DISUSUN OLEH

Date post: 23-Feb-2023
Category:
Upload: cafe-acoustic
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
22
Pemikiran Politik Negara Berkembang “TRANSISI DEMOKRASI NEGARA POLANDIA” DISUSUN OLEH : Andi Muhammad Achmad Rabsandi Putra Abdi E13113015 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
Transcript

Pemikiran Politik Negara Berkembang

“TRANSISI DEMOKRASI NEGARA POLANDIA”

DISUSUN OLEH :

Andi Muhammad Achmad Rabsandi Putra Abdi

E13113015

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014/2015

ABSTRAK

Polandia merupakan salah satu negara berkembang di Eropa.

Namun begitu, pendapatan per kapita penduduk Polandia

tergolong tinggi, yaitu US$13.275. salah satu aspek yang

membuatnya tergolong ke negara berkembang ialah tingginya

angka kelahiran di negara ini. Negara di Eropa Tengah ini

dipadati oleh 38.157.055 orang penduduk. Negara yang

berbatasan langsung dengan Jerman ini menjadikan sektor

pariwisatanya sebagai sektor ekonomi. Banyaknya warisan

arsitektur dan bangunan (semisal kastil) yang tersebar di

negara ini serta berlimpahnya pemandangan indah menjadi

daya tarik turis asing untuk berwisata ke negara beribu

kota Warsawa ini. Dari sektor inilah, pemerintah Polandia

mendapatkan paling banyak pemasukan.

Jika kita berbicara perihal Polandia, maka kita tidak

boleh tidak memasukkan nama satu sosok yang berperan

penting dalam transisi demokrasi di negara ini. Ya, dialah

Lech Walesa. Dialah pendiri Partai Serikat Buruh Independen

yang memimpin penggulingan rezim komunisme di negaranya.

Beliau hanyalah mantan tukang listrik yang memiliki

kebulatan tekad dan keinginan yang kuat untuk mendirikan

sebuah negara yang tidak lagi dikekang oleh serikat

komunisme.

Lebih jauh mengenai perjuangan Lech dan partainya,

mengenai bagaimana sejarah panjang negara ini di tengah

carut-marut perang dunia, dan bagaimana gejolak politik

internal yang menghantui negeri ini dalam beberapa periode

kritis hingga bagaimana demokarasi pada akhirnya menopang

negara ini secara utuh akan dibahas dalam tulisan ini.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada tahun 1978 ada sebuah lembaga global yang

melakukan pemantauan seberapa jauh demokratisasi telah

berlangsung di dunia dengan melakukan asesmen pada 192

negara dan 18 kawasan yang dilanda konflik. Pada tahun 1991

Freedom House menerbitkan hasil surveinya dengan temuan bahwa

45% negara di dunia adalah negara demokratis --yang berarti

peningkatan dari sebelumnya 24,6%.

Freedom House mengembangkan pengukuran demokrasi

dengan mempergunakan dua dimensi dari demokrasi, yaitu

dimensi hak-hak politik yang terdiri dari kompetisi dan partisipasi,

dan dimensi kebebasan sipil, di mana untuk masing-masing

dimensi digunakan skala 1-7, dengan dimensi tertinggi 1-1

dan dimensi terendah 7-7, dengan rating:

1 – 2,5 masuk kategori negara bebas (65 negara)

3 – 5,5 masuk kategori negara setengah bebas (50

negara)

5,5 – 7 masuk kategori negara tidak bebas (50

negara)

Survey ini banyak dikritik karena mempergunakan

perkiraan kasar, sehingga tidak mampu mengungkapkan ciri-ciri

sistem politik suatu negara, dan mengabaikan dimensi-

dimensi penting yang lain dari demokrasi, misalnya hak-hak

dan kebebasan politik. Selain itu dengan survey ini negara-

negara yang diragukan memberikan kekebasan politik yang

sesungguhnya (liberal) seperti AS, Swis, Belanda, Denmark,

juga masuk kategori “paling demokratis”, juga negara-negara

seperti Jepang, Kosta Rika (dengan rata-rata skor 1),

Ekuador, Jamaika (skor rata-rata 2), Papua Nugini, Thailand

(dengan skor rata-rata 2.5).

Dari hasil temuan Freedom House ini, memberikan

“hikmah” bagi beberapa penulis politik di era tersebut.

Salah satunya, Samuel Huntington yang menerbitkan bukunya

yang berjudul The Third Wave: Democratization in the Late 21th Century,

1991. Di dalam bukunya dituliskan bahwa terjadi transisi

pada sekelompok rezim-rezim yang non-demokratik menjadi

rezim yang demokratik. Huntington sendiri

mengklasifikasikan bahwa gelombang demokratik di dunia

terjadi dalam beberapa momen yang terbagi ke-3 fase.

Gelombang panjang demokratisasi pertama (1828-1926)

yang berakar pada Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika.

(Gelombang balik pertama (1922-1942) yang berakar dari

tumbuhnya negara-negara fasis di Italia dan Jerman, yang

kemudian menyebarkan kudeta militer di Portugal (1926),

Brasil dan Argentina (1930), otoritarianisme di Uruguay

(1933), kudeta dan perang saudara yang mematikan negara

republik di Spanyol (1936)).

Gelombang demokratisasi kedua (1943-1962) yang berakar

pada pendudukan oleh tentara Sekutu pada masa Perang Dunia

II dan sesudahnya (termasuk yang sebelumnya otoriter).

(Gelombang balik kedua (1958-1975) yang ditandai dengan

naiknya rezim otoritarian di Amerika Latin (Peru, Uruguay,

Cile, Bolivia, Ekuador, Brasil, dan Argentina), Asia

(Pakistan -Zia, Korea -Rhee, Indonesia -Soekarno, Filipina

-Marcos, India –Gandhi, Taiwan -KMT), Eropa (Yunani,

Turki), dan Arika (hampir seluruh Afrika, khususnya Nigeria

–tahun 1966 dikudeta oleh militer, kecuali Botswana).

Gelombang demokratisasi ketiga (1974 - kini) yang

dimulai dengan meninggalnya Jendral Fanco di Spanyol yang

mengakhiri rejim otoriter/militer di Eropa Tengah pada

tahun 1975, ketika Raja Juan Carlos dengan bantuan PM

Adolfo Suarez memperoleh persetujuan parlemen dan rakyat

untuk menyusun konstitusi baru yang demokratis, dan di

Portugal selelompok perwira militer muda melakukan kudeta

kepada Marcello Caetano, sang dikatur jatuh. Selama setahun

Portugal mengalami transisi yang penuh drama, namun

akhirnya kelompok pro demokrasi menjadi pemenang. Di Turki,

militer mengundurkan diri dari politik (1983), di Filipina

Marcos jatuh oleh “people power” (1986), di Korea oposisi

memenangkan pemilu (1987), Hongaria berubah menjadi

multipartai (1988), di Polandia Partai Solidaritas pimpinan

Walesa berhasil merubah Polandia menjadi negara non-

komunis, sementara itu Uni Sovit lahir parlemen nasional

yang non-komunis (1990), intervensi AS mengakhiri rejim

marxis-leninis di Grenada (1983) dan diktator Noriega di

Panama (1989).

Seperti itulah kira-kira gambaran gelombang demokratik

dan gelombang anti-demokratik oleh negara-negara di muka

bumi ini. Kita bisa lihat, pada akhirnya di “demokratik

gelombang ketiga”-milik Huntington ini, menjelaskan

seberapa penting dan vitalnya pengaruh serta dampak yang

akan dibawa oleh demokrasi dan demokratisasi pada suatu

negara.

Selanjutnya dalam tulisan ini, penulis akan mengambil

salah satu sampel negara berkembang yang menjadi salah satu

bagian dari “demokratik gelombang ketiga”-milik Huntington,

yakni negara Polandia.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah awal terbentuknya negara

Polandia?

2. Seperti apa periode-periode sulit yang dihadapi

oleh Polandia?

3. Bagaimana perjuangan Partai Serikat Buruh dalam

mencapai demokrasi di negaranya?

4. Apa-apa saja tantangan yang dihadapi oleh Partai

Serikat Buruh dalam mempertahankan kekuasaan dan

tonggak demokrasi di negaranya?

PEMBAHASANA. Sejarah Negara Polandia

Dahulu, jauh sebelum Polandia merdeka, jauh sebelum di

intervensi oleh Jerman dan Hitler-nya, terdapat dua kubu

internal yang saling berseteru di Polandia. Yakni Big

Polland dan Little Polland. Big Polland merupakan gabungan

suku-suku yang mendiami sebelah utara Polandia. Besar

( utara ) Polandia didirikan pada 966 oleh Mieszko I, yang

berasal dari dinasti Piast. Suku-suku di selatan Polandia

kemudian membentuk Little Polland. Pada 1047, baik Big

Polland dan Little Polandia bersatu di bawah pemerintahan

Casimir I Restorer tersebut. Polandia bergabung dengan

Lithuania dengan pernikahan kerajaan pada tahun 1386.

Negara Polandia-Lithuania mencapai puncak kekuatannya

antara abad ke 14 dan 16, mencetak keberhasilan militer

terhadap ( Germanic ) Knights of the Teutonic Order, Rusia,

dan Turki Ottoman.

Kurangnya monarki yang kuat diaktifkan Rusia, Prusia,

dan Austria untuk melakukan partisi pertama negara pada

tahun 1772, kedua tahun 1792, dan yang ketiga pada tahun

1795. Selama lebih dari satu abad setelah itu, tidak ada

negara Polandia, hanya Austria, Prusia, dan sektor Rusia,

namun Polandia pernah berhenti upaya mereka untuk merebut

kembali kemerdekaan mereka. Orang-orang Polandia

memberontak terhadap dominasi asing sepanjang abad ke-19.

Polandia secara resmi dibentuk kembali pada tahun 1918

November, dengan Marshal Josef Pilsudski sebagai kepala

negara. Pada tahun 1919, Ignace Paderewski, pianis terkenal

dan patriot, menjadi perdana menteri pertama. Pada tahun

1926, Pilsudski merebut kekuasaan dalam kudeta lengkap dan

memerintah diktatorial sampai kematiannya pada tanggal 12

Mei 1935.

Meskipun pakta non-agresi sepuluh tahun yang

ditandatangani pada tahun 1934, Hitler menyerang Polandia

pada 1 September 1939. Pasukan Soviet menyerbu dari timur

pada 17 September, dan 28 September, kesepakatan Jerman –

Soviet dibagi Polandia antara Uni Soviet dan Jerman.

Wladyslaw Raczkiewicz membentuk pemerintahan di pengasingan

di Perancis, yang pindah ke London setelah kekalahan

Perancis pada tahun 1940. Semua Polandia diduduki oleh

Jerman setelah serangan Nazi pada Uni Soviet pada bulan

Juni 1941. Kebijakan pendudukan Nazi Jerman di Polandia

dirancang untuk memberantas budaya Polandia melalui

eksekusi massal dan untuk membasmi minoritas Yahudi yang

besar di negara itu .

Para pemerintah Polandia di pengasingan digantikan

dengan Komite Polandia didominasi Komunis – Pembebasan

Nasional oleh Uni Soviet pada tahun 1944. Pindah ke Lublin

setelah pembebasan kota itu, ia menyatakan dirinya

Pemerintahan Sementara Polandia. Beberapa mantan anggota

pemerintah Polandia di London bergabung dengan pemerintah

Lublin untuk membentuk Pemerintah Polandia Persatuan

Nasional, yang Inggris dan Amerika Serikat diakui. Pada 2

Agustus 1945, di Berlin, Presiden Harry S. Truman, Joseph

Stalin, dan Perdana Menteri Clement Attlee dari Inggris

mendirikan de facto perbatasan barat baru untuk Polandia

sepanjang Sungai Oder dan Neisse sungai. ( Perbatasan

tersebut akhirnya disetujui oleh Jerman Barat di sebuah

pakta non-agresi yang ditandatangani pada 7 Desember 1970)

Pada 16 Agustus 1945, Uni Soviet dan Polandia

menandatangani perjanjian delimitasi perbatasan Soviet-

Polandia. Berdasarkan perjanjian ini, Polandia bergeser ke

arah barat. Di timur, itu kehilangan 69.860 mil persegi

( 180.934 km persegi), di barat, ia memperoleh (tergantung

persetujuan akhir konferensi perdamaian ) 38.986 mil

persegi(100.973 km persegi).

Sebuah konstitusi baru pada tahun 1952 membuat

Polandia “demokrasi rakyat ” dari jenis Soviet . Pada tahun

1955, Polandia menjadi anggota Organisasi Perjanjian

Warsawa, dengan kebijakan luar negerinya identik dengan Uni

Soviet. Pemerintah melakukan penganiayaan terhadap Gereja

Katolik Roma sebagai sumber tersisa oposisi . Wladyslaw

Gomulka terpilih pemimpin Amerika Pekerja ( komunis )

Partai pada tahun 1956. Dia mengecam teror Stalinis,

digulingkan banyak Stalinis, dan meningkatkan hubungan

dengan gereja. Kebanyakan pertanian kolektif dibubarkan,

dan pers menjadi lebih bebas. Sebuah serangan yang dimulai

di galangan kapal dan menyebar ke industri lainnya pada

tahun 1980 Agustus menghasilkan kemenangan yang menakjubkan

bagi pekerja ketika ekonomi tertekan keras pemerintahan

diterima untuk pertama kalinya dalam keadaan Marxis hak

pekerja untuk berorganisasi dalam serikat independen.

B. Periode Sulit Polandia

Sejak tahun 1979, pendapatan nasional Polandia turun

menjadi 2,2 % dan 4 % padahal tahun-tahun sebelumnya rata-

rata pertumbuhannya 9,4%. Factor utama menurunnya

pertumbuhan ekonomi di karenakan salah urus dalam

modernisasi industri yang menekannkan impor dan industry

berat. Akibatnya meningkatkan hutang Polandia hingga 27

milyear dollar USA. Utang tersebut di perkirakan terus

meningkat menjadi 33 milyar dollar USA pada 1985.

Sebab lainnya kemerosotan Polandia yaitu penguasaan

komunis yang menitik beratkan anggaran belanja untuk

membeli keperluan militer. Selain itu adalah pemerintahan

yang totaliter.

Pemerintahan yang totaliter itu tidak efisien dan

kontra produktif. Hal ini dapat di cermati dari ideologi

Marxisme-Leninisme membuat tidak ada kemajemukan termasuk

pendapat, ide maupun pikiran sehingga adanya ide yang

berbeda berarti menentang dan menentang berarti mati.

Sehingga rakyat membenci pemeritahan tersebut.

Pada tanggal 30 Juni 1980, terjadi konflik antar

presiden Edward Gierek dan rakyatnya serta pemerintahan

dengan kaum buruh. Gierek mengumumkan adanya kenaikan harga

daging. Naiknya harga daging ini memberikan goncangan

sosial. Keterbatasan daya beli masyarakat untuk memeperoleh

kebutuhan pokok menyulut terjadinya aksi-aksi kaum buruh.

Tuntutan ini lambat laun menjadi tuntutan politis dengan di

akui keberadaan kaum buruh secara hukum sebagai salah satu

kekuatan sosial politik buruh non-komunis.

C. Upaya Pencapaian Demokrasi

Proses tuntutan solidaritas dari dari tuntutan non-

politis menjadi politis di awali oleh peristiwa penangkapan

Anna Walentynowics salah satu aktivis gerakan kaum buruh

pada  tanggal 14 Agustus 1980. Para demonstran kemudian

melakukan pemogokan di galangan kapal Lenin, Gdansk.

Tuntutan demonstran yaitu di perbolehkan membentuk serikat

buruh bebas, tahanan politik di bebaskan dan akan ada

kebebasan pers. Hal ini memaksa Edward Gierek untuk

berkompromi dengan kaum buruh. Secara marathon di adakan

perjanjian di Szeczecin pada 30 Agustus 1980, tanggal 31

Agustus di Gdansk dan 1 September 1980 di Jastrzebie.

Melalui perjanjian ini aktivitas politik Serikat Buruh

Bebas telah mendapatkan legitimasi yuridis dari

pemerintahan.

Dengan ketiga perjanjian tersebut, kaum buruh

memperoleh sejumlah keuntungan. Keuntungan itu mencakup hak

mogok dan menggunakannya, Serikat Buruh Solidaritas di akui

pemerintah, di hapuskannya hak monopoli partai atas media

masa, penyiaran misa pada hari minggu secara regular, janji

pemerintah untuk melakukan perbaikan ekonomi, janji

pemerintah untuk memperhatikan masa depan petani swasta,

lima hari kerja dalam satu minggu dan janji pemerintah

untuk memberikan informasi mengenai keadaan ekonomi

Polandia. Dengan kemenangain ini, kaum buruh solidaritas

makin kuat kedudukannya walaupun belum memenangkan semua

tuntutannya. Kemudian dalam partai buruh sendiri muncul

serikat buruh independen, yang mengaibatkan konflik dalam

tubuh Komite Sentral Partai Buruh Polandia. Konflik ini

menjadi sebab utama Edward Gierek di pecat pada 11 Februari

1981 di gantikan oleh Stanislaw Kania.

Adanya ketegangan antara Serikat Buruh Babas dan

pemerintah megakibatkan  di lakukan tindakan konsolidasi

dengan di adakan kongres pada 5-7 Oktober 1981. Kemudian

dalam perjuangan selanjutnya, Serikat Buruh Solidaritas

memanfaatkan dukungan politik internasional untuk menentang

rezim komunis penguasa. Ketidak tegasan pemerintah Polandia

dalam mengatasi aksi-aksi Serikat Buruh Bebas mendapat

sorotan dari pejabat tinggi Partai Komunis Uni Soviet. Hal

ini menyebabkan Stanislaw Kania kedudukannya diganti oleh

Jaruszelski. Upaya Serikat Buruh Solidaritas dengan

berbagai aksinya untuk menarik perhatian internasional

akhirnya terwujud. Kebijakan pemerintah dalam pemberlakukan

Undang-undang darurat militer telah berhasil menimbulkan

berbagai reaksi keras dari berbagai negara. Sehingga

mengakibatkan kehidupan sosial ekonomi dalam negeri semakin

kacau. Kekacauan ini tampaknya akan munculnya penyelesaian

internasional. Sehingga Serikat Buruh Solidaritas mendapat

dukungan dari Inggris, Perancis dan Jerman.

Reaksi keras kemudian muncul dari kelompok komunis

radikal terhadap pemerintah karena parlemen membubarkan

Solidaritas secara sepihak. Peristiwa ini menunjukkan

adanya perbedaan antara Serikat Buruh Bebas dengan serikat

buruh milik pemerintahan. Peristiwa ini semakin menambah

simpati dunia terhadap perjuangan Serikat Buruh Babas.

Pemerintah pada tanggal 1 Pebruari 1988 mengumumkan

kenaikan harga kebutuhan pokok sekitar 40% sampai 200 %.

Hal ini membawa rakyat Polandia dalam kehidupan yang sangat

sulit di samping ancam konflik antara Serikat Buruh Bebas

dengan Pemerintah. Serikat Burh Bebas semakin bertindak

keras dengan melakukan aksi mogok pada 16 April 1988.

Akibat berbagai tekanan terhadap prmerintah, maka

Jaruzelski pada 28 Agustus 1988 mengumumkan bahwa

pemerintah bersedia bekerjasama dengan Solidaritas. Selang

beberapa bulan pada tanggal 16 Januari 1989 dalam sidang

Komite Sentral Partai Buruh Polandia Jeruzelski menunjukkan

sikap kompromi pada Solidaritas.

Pada 6 Pebruari sampai 5 April 1989 di adakan Round

Table Talks (RTT). Pihak pemerintah di wakili oleh Patai

Petani dan Partai Demokrasi dan pihak non pemerintah

terdiri dari Gereja Katolik, Kelompok Independen dan

Solidaritas. Pihak barat memandang RTT sebagai symbol

kemenangan Solidaritas. Dari hasil kesepakatan dari RTT ini

menunjukkan bahwa komunis Polandia telah kehilangan

dominasi pemerintahannya atas negaranya. Di pihak lain

kemenangan ini mencerminkan kemenangan perjuangan

Solidaritas.

Pada tanggal 4 Juni 1989 pemerintah mengadakan

pemilihan umum bebas untuk memilih  wakil rakyat di

parlemen maupun senat. Hasilnya mengejutkan dimana pihak

solidaritas memeperoleh 92 kursi dari 100 kursi di senat

dan juga menduduki 160 dari 261 kursi lower

house ,Sejm. Perkembangan ini mendorong presiden AS George

Bush berkunjung ke Polandia pada tanggal 18 Juni 1989. Hal

ini secara implisit menunjukkan bahwa pemerintahan komunis

Polandia telah kehilangan kekuatan politiknya.

Sebuah gelombang serangan memukul Polandia pada bulan

April dan Mei 1988, dan gelombang kedua dimulai pada

tanggal 15 Agustus 1988 ketika pemogokan terjadi di

Manifesto Juli tambang batubara di Jastrzębie-Zdrój, para

pekerja menuntut kembali legalisasi Solidaritas . Selama

beberapa hari berikutnya enam belas tambang lainnya

melakukan pemogokan diikuti oleh sejumlah galangan kapal,

termasuk pada tanggal 22 Agustus Galangan Kapal Gdansk

terkenal sebagai pusat dari kerusuhan tahun 1980 industri

yang menelurkan Solidaritas.

Pada 31 Agustus 1988 Lech Walesa, pemimpin dari

Solidaritas, diundang ke Warsawa oleh otoritas komunis yang

akhirnya setuju untuk pembicaraan. Pada tanggal 18 Januari

1989 di sesi badai dari Sidang Pleno Kesepuluh yang

berkuasa Partai Komunis, Jenderal Jaruzelski berhasil

mendapatkan dukungan partai untuk negosiasi formal dengan

Solidaritas mengarah ke legalisasi masa depan meskipun ini

dicapai hanya dengan mengancam pengunduran diri seluruh

Partai Komunis kepemimpinan jika digagalkan.

Pada 6 Februari 1989 resmi diskusi Meja Bundar dimulai

di Aula Kolom di Warsawa. Pada tanggal 4 April 1989

bersejarah Perjanjian Meja Bundar ditandatangani melegalkan

Solidaritas dan menyiapkan sebagian bebas pemilihan

parlemen akan diselenggarakan pada tanggal 4 Juni 1989

(kebetulan, hari setelah tindakan keras tengah malam pada

demonstran Cina di Lapangan Tiananmen). Sebuah gempa

politik diikuti. Kemenangan Solidaritas melampaui semua

prediksi. Kandidat Solidaritas memenangi semua kursi mereka

diizinkan untuk bersaing untuk di Sejm , sementara di Senat

mereka menangkap 99 dari 100 kursi yang tersedia (dengan

kursi yang tersisa diambil oleh calon independen). Pada

saat yang sama, banyak kandidat Komunis terkemuka gagal

untuk mendapatkan bahkan jumlah minimum suara yang

dibutuhkan untuk menangkap kursi yang disediakan untuk

mereka.

Pada tanggal 15 Agustus 1989, menyusul pembelotan

untuk Solidaritas dua Komunis 'mitra koalisi lama, para

Orang Serikat `Partai (ZSL) dan Partai Demokrat (SD),

Komunis terakhir Perdana Menteri Polandia, Jenderal Czeslaw

Kiszczak , katanya akan mengundurkan diri untuk

memungkinkan non-Komunis untuk membentuk pemerintahan. Ini

hampir meyakinkan bahwa anggota Solidaritas akan menjadi

perdana menteri.

Pada tanggal 19 Agustus 1989 di daerah aliran sungai

saat menakjubkan Tadeusz Mazowiecki, editor anti-Komunis,

pendukung Solidaritas, dan Katolik yang taat, dinominasikan

sebagai Perdana Menteri Polandia - dan Uni Soviet

menyuarakan protes tidak, meskipun panggilan dari garis

keras diktator Rumania Nicolae Ceauşescu untuk Pakta

Warsawa untuk campur tangan militer untuk 'menyelamatkan

sosialisme' seperti yang terjadi di Praha pada tahun 1968.

Lima hari kemudian, pada tanggal 24 Agustus 1989, Parlemen

Polandia mengakhiri lebih dari 40 tahun satu partai aturan

dengan membuat Mazowiecki negara Menteri pertama non-

Komunis Perdana sejak tahun-tahun pascaperang awal. Dalam

Parlemen tegang, Mr Mazowiecki mendapat 378 suara, dengan 4

menentang dan 41 abstain. Pada tanggal 13 September 1989

pemerintah non-Komunis yang baru disetujui oleh parlemen,

yang pertama dari jenisnya di mantan Blok Timur.

Lech Walesa memenangkan pemilihan presiden tahun 1990

dengan 74 % suara. Pada tahun 1991 , pemilihan parlemen

pertama kali dilaksanakan secara bebas sepenuhnya sejak

Perang Dunia II menghasilkan representasi untuk 29 partai

politik. Upaya untuk mengubah Polandia menjadi ekonomi

pasar, namun bagaimanapun juga, menyebabkan kesulitan

ekonomi dan ketidakpuasan yang meluas. Dalam kedua

pemilihan parlemen demokratis September 1993, kekuatan dan

dukungan untuk partai komunis dan sekutu kembali mencuat.

Popularitas dan pengaruh Solidaritas mengalami penurunan.

Pada tahun 1995, Aleksander Kwasniewski, pemimpin penerus

Partai Komunis, Kiri Demokrat, memenangkan kursi

kepresidenan selama Walesa dalam masa kemerosotan.

D. Penilaian Penulis

Kehadiran Lech Walesa dan partainya merupakan angin

segar bagi sebagian besar masyarakat Polandia di masa

krisis. Bagaimana tidak, ekonomi Polandia mengalami

kemerosotan yang tajam, dan itu tak lebih karena

pemerintahan komunis yang berkuasa lebih memilih

menghabiskan anggaran belanja negara untuk membeli

persenjataan dan keperluan militer. Sehingga memaksa

pemerintah menaikkan harga bahan mentah dan produksi hingga

200%. Hal ini jelas kan menimbulkan rasa benci pada diri

tiap penduduk Polandia, khususnya yang bekerja sebagai

petani dan buruh. Keadaan seperti inilah, yang membuat

kekuasaan rakyat akan terlihat. Seberapa kuat dan seberapa

hebatnya pengaruh dari rakyat, setidaknya jika mereka ingin

bersatu.

Kredit tertinggi tentu saja tertuju kepada sosok Lech

Walesa yang menginspirasi dan berani menggalakkan massa,

khususnya para buruh, untuk berdiri dan lepas dari kekangan

pemerintah komunis. Keinginan kuat diiringi semangat

kebulatan tekad, menjadi landasan utama betapa superiornya

Lech dalam menggulingkan pemerintahan yang berkuasa. Tentu

bukan hal yang mudah untuk melakukannya, namun revolusi

demokrasi yang dialami Polandia setidaknya mengajarkan

kepada kita bagaimana kekuatan rakyat tidak dapat

ditandingi jika mereka bersatu. Walaupun dalam

pelaksanaannya, Lech tetap mengalami periode-periode sulit.

PENUTUP

Polandia merupakan salah satu negara di Eropa Tengah yang

berangkat dari pertikaian dua kubu, yakni Big Polland dan

Little Polland. Sempat bergabung dengan Lithuania, hilang

selama seabad karena kurang kuatnya keaktifan monarki dari

negara Rusia, Austria, dan Prusia, hingga akhirnya mereka

berhasil meraih kemerdekaannya kembali pada November 1918

dan mmbentuk suatu negara yang utuh. Pemerintah diktatorial

pun dipraktekkan oleh sejumlah perdana menteri yang

menjabat di awal kemerdekaan. Hingga akhirnya Polandia

sampai di masa-masa sulitnya, ketika pemerintahan komunis

lebih memilih mengahabiskan anggaran belanja untuk

penambahan amunisi dan persenjataan militer. Ditambah lagi

hutang yang semakin menumpuk sebagai akibat modernisasi

industri dan impor dan insudtri berat. Keadaan seperti ini

pada akhirnya akan memuntahkan kemuakan masyarakat dan

menimbulkan gerakan-gerakan perlawanan terhadap pemerintah.

Lech Walesa, seorang ahli listrik mampu mengumpulkan massa

dari kalangan buruh untuk sama-sama melaksanakan aksi mogok

sebagai aksi protes terhadap kebijakan pemerintah. Sampai

di titik massa Lech semakin banyak dan sudah saatnya untuk

melakukan “penggulingan”, dan mengambil alih pemerintahan.

Dan hebatnya, itu berhasil. Walaupun tentu saja, melalui

proses perjuangan yang tidak kecil. Transisi demokrasi

Polandia pada akhirnya mengajarkan bahwa kekuatan rakyat

akan menang jika mereka ingin bersatu. Kehadiran sosok Lech

Walesa benar-benar menjadi inspirasi bagi warga Polandia

bahkan dunia. Sosoknya yang kharismatik membuat dirinya

disegani oleh pihak lawan dan menjadikan dirinya panutan

bagi banyak orang. Walaupun dalam periode kekuasaannya, dia

tetap menghadapi banyak permasalahan dan akhirnya harus

lengser.

Daftar Pustaka & Referensi

http://www.bappenas.go.id/files/3213/5028/6740/02mustopadidjaja__20091014125643__2248__0.pdf

http://hikmat.web.id/sejarah-dunia/sejarah-negara-polandia/

http://politik.kompasiana.com/2010/05/09/keluguan-lech-walesa-137197.html

http://sejarahsugie29.blogspot.com/2013/04/revolusi-yugoslavia-dan-revolusi.html

http://www.anneahira.com/negara-berkembang-di-eropa.htm


Recommended