Date post: | 21-Apr-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | ubrawijaya |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARAMINDFULNESS DAN
DISTRACTION TERHADAP VALENSI AFEK
Ignatius Ryan Jeffri [email protected]
Cleoputri Al Yusainy, Ratri NurwantiProgram Studi Psikologi, Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi yang paling efektif dalammeregulasi valensi afek positif, afek netral, dan afek negatif. Penelitian menggunakan desainbetween subject dengan dua kelompok eksperimen (mindfulness dan distraction) dan satukelompok kontrol. Partisipan adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Brawijaya sebanyak 152 orang. Induksi regulasi afek dilakukan selama partisipanditayangkan IAPS (International Affective Picture System) dan mengerjakan affect scale.Hasil penelitian menunjukkan bahwa mindfulness lebih efektif menurunkan valensi afekpositif dan negatif (p < 0.01) dibandingkan dengan distraction. Sebaliknya, uji post hocmenunjukkan bahwa distraction tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengankelompok kontrol (p > 0.05) walaupun sama-sama mampu menurunkan valensi afek negatif.
Kata kunci: distraction, IAPS, mindfulness, regulasi afek
ABSTRACT
The aim of this study was to investigate regulation effectiveness of each strategy againstvalence of positive, neutral, and negative affect. Between subject design was used asexperiment design which consist of two experiment groups and one control group.Participants were 152 undergraduate students of Faculty of Social and Political Science ofBrawijaya University. Affect regulation induction executed when they were watching IAPS(International Affective Picture System) and doing affect scale task. This research found thatmindfulness was more effective for reducing valence of positive and negative emotion(p<0.01). On the contrary, post hoc test showed that distraction had no significantdifferences against control group (p>0.05), although it could reduce the valence of negativeaffect.
Keywords: affect regulation, distraction, IAPS, mindfulness
1
A. LATAR BELAKANG
Emosi selalu menyertai manusia
sehari-hari, entah disadari maupun tidak.
Sejak kelahirannya di dunia, manusia
menggunakan emosi sebagai bahasa
pertamanya sebelum dapat berbicara. Nenek
moyang kita mampu bertahan hidup di alam
liar dari ancaman para pemangsa sehingga
dapat melanjutkan kelestarian keturunan
mereka adanya emosi (Taylor, 2012). Emosi
yang telah mendapat pemaknaan kognitif
kemudian disebut sebagai afek. Afek
memiliki peranan penting dalam
pengambilan keputusan, memotivasi diri
sendiri untuk mencapai tujuan, memperkuat
ingatan terhadap pengalaman yang
bermakna, memfasilitasi interaksi
interpersonal, dan memahami perasaan
sesamanya (Brown, Goodman, & Inzlicht,
2013; Cherry, n.d.).
Dalam kehidupan sehari-hari, afek
negatif termanifestasi dalam bentuk perasaan
yang bersifat negatif seperti kemarahan,
ketakutan, kesedihan; sedangkan afek positif
termanifestasi dalam bentuk perasaan yang
bersifat positif seperti humor, melindungi
dan mengasuh, serta dorongan untuk
mencari dan mengeksplorasi (Davis,
Panksepp, & Normansell, 2003).
Walaupun dari sudut pandang
evolusioner afek sudah membawa manusia
kepada kelestarian dan kemampuannya
beradaptasi hingga abad XXI ini, namun
afek juga memiliki sisi yang merugikan.
Kegagalan regulasi afek merupakan salah
satu karakteristik yang mencolok dari
separuh lebih permasalahan psikopatologis
dan menjadi penanda bagi gangguan
psikiatris seperti gangguan mood, gangguan
kecemasan, dan gangguan kepribadian
(Aldao, Nolen-Hoeksema, & Schweizer,
2010; Armony & Vuilleumier, 2013).
Penelitian Tian-Yi, Xiaofei, dan Jie (2013)
menunjukkan bahwa afek negatif secara
signifikan meningkatkan resiko berkendara.
Regulasi afek memiliki pengaruh yang
luas dan dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari dimana sebelumnya
berfokus pada masalah psikologis kini dapat
diterapkan dalam konteks yang lebih luas.
Regulasi afek mampu meningkatkan
subjective well-being dan self-management
(Gillanders, Wild, Deighan, & Gillanders,
2008); memperpanjang perasaan positif
sekalipun individu berada dalam keadaan
menekan ataupun menyedihkan sehingga
dengan demikian resiliensi individu menjadi
meningkat (Tugade & Fredrickson, 2007);
hingga menekan resiko kecelakaan
(Deffenbacher & McKay, 2000).
Regulasi afek pada prinsipnya
ditujukan untuk mengubah kondisi afek
supaya dapat terhindar dari dampak negatif
yang dimunginkan terjadi. Secara umum,
regulasi afek terbagi ke dalam dua kelompok
besar, yaitu antecendent-focused strategies
dan response-focused strategies (lihat Gross,
2
2007). Antecedent-focused strategies adalah
metode yang menekankan pada proses
pengubahan kondisi afek ketika proses
pemaknaan pengalaman oleh kognisi terjadi.
Jadi, metode ini berlangsung sebelum afek
diproses lebih lanjut oleh kognisi.
Sedangkan response-focused strategies
berlangsung sesaat sebelum afek
termanifestasi ke dalam perilaku.
Mindfulness merupakan salah satu
strategi regulasi afek yang populer selama
satu dekade terakhir (Yusainy, 2014).
Bentuk dasar dari mindfulness adalah
meditasi. Melalui meditasi, individu diajak
untuk memfokuskan perhatian pada momen
saat ini tanpa mengevaluasi dan menghakimi
pengalaman yang sedang berlangsung
(Kabat-Zinn, 2003). Secara tidak langsung,
segala peristiwa yang terjadi dalam hidup
merupakan hal yang biasa saja. Mindfulness
berada di antara antecendent-focused dan
response-focused strategy. Latihan
mindfulness terbukti mampu mengurangi
gejala stres, depresi, kecemasan pada
populasi klinis yang berbeda-beda (Bishop,
2002).
Selain meditasi mindfulness, salah satu
strategi regulasi afek yang banyak digunakan
adalah distraction (dapat juga berbentuk
pengalihan pikiran). Distraction adalah
strategi regulasi afek dengan cara
mengalihkan perhatian dari stimulus yang
memicu munculnya afek (Gross, 2007).
Teralihnya atensi dari stimulus yang memicu
afek mampu mengurangi pemrosesan
sehingga pengaruh buruknya dapat dikurangi
(Armony & Vuilleumier, 2013). Distraction
adalah strategi yang paling umum digunakan
dan sudah diterapkan oleh manusia sejak
awal masa perkembangan mereka (Brans,
Koval, Verduyn, Yan, & Kuppens, 2013;
Rothbart, Ziaie, & O’Boyle, 1992). Strategi
ini tergolong ke dalam antecedent-focused
strategies.
Di Indonesia sendiri, penelitian
mengenai regulasi afek dengan strategi yang
dikembangkan oleh Gross dan koleganya
(2007) masih belum begitu banyak
dilakukan. Penelitian dalam skripsi ini
dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan
efektivitas dari mindfulness dan distraction
dalam meregulasi afek, sekaligus untuk
mengetahui efek dari strategi tersebut
terhadap sampel Indonesia.
Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini ada tiga, yaitu:
a. Terdapat perbedaan efektivitas regulasi
afek antara kelompok mindfulness
dengan kelompok distraction terhadap
valensi afek positif.
b. Terdapat perbedaan efektivitas regulasi
afek antara kelompok mindfulness
dengan kelompok distraction terhadap
valensi afek netral.
c. Terdapat perbedaan efektivitas regulasi
afek antara kelompok mindfulness
dengan kelompok distraction terhadap
valensi afek negatif.
3
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan replikasi dari
penelitian yang dilakukan oleh Arch &
Craske (2006) dan menggunakan metode
kuantitatif eksperimen dengan model
between-subject yang melibatkan dua
kelompok perlakuan (mindfulness dan
distraction) serta satu kelompok kontrol.
Partisipan adalah mahasiswa baru
angkatan 2014 di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang.
Mahasiswa direkrut dari kelas-kelas yang
diampu oleh dosen Program Studi Psikologi
Universitas Brawijaya dan telah
dirandomisasi sebelumnya. Jumlah total
partisipan adalah 152 mahasiswa dimana 51
mahasiswa (17 laki-laki, 34 perempuan)
masuk ke dalam kelompok mindfulness, 53
mahasiswa (21 laki-laki, 32 perempuan)
masuk ke dalam kelompok distraction, dan
48 mahasiswa (14 laki-laki, 34 perempuan)
masuk ke dalam kelompok kontrol.
Instrumen utama penelitian
dikembangkan oleh Anggono (2014) dan
terintegrasi dalam software PsychoPy.
Instrumen terdiri dari dua komponen utama,
yaitu 60 stimulus gambar IAPS
(International Affective Picture System) yang
masing-masing stimulus terdiri dari 20
gambar dan ditampilkan secara acak (Lang,
Bradley, & Cuthbert, 1997) dan penskalaan
afek (Wolpe, 1990). Zero-order correlation
antar valensi afek dan reliabilitas tiap respon
terhadap stimuli tertera pada Tabel 1:
Tabel 1 : Korelasi antar tiap valensi afek 3
Val AP (1) 1.000Val AU (2) 0.506** 1.000Val AN (3) -0.374** 0.258** 1.000MSDα Cronbach
23.91516.6220.875
6.21816.2720.754
-16.89019.2990.895
Keterangan : Val AP = Valensi Afek Positif; Val AU =Valensi Afek Netral; Val AN = Valensi Afek Negatif.** p < 0.01Stimuli positif: 1604, 1812, 2165, 2270, 2341, 2394,2580, 4572, 4614, 4658, 4670, 5594, 5831, 5994, 7238,7325, 7509, 8117, 8496, 8502. Stimuli netral: 2381,2480, 2702, 2830, 2870, 2880, 2890, 5395, 7004, 7020,7160, 7182, 7237, 7491, 7546, 7590, 7595, 7950, 9422,9700. Stimuli negatif: 2221, 2682, 2722, 2751, 3061,3062, 3261, 4621, 5120, 6241, 6242, 6244, 6571, 9041,9045, 9101, 9102, 9253, 9265, 9280.
Eksperimen dimulai dengan pengisian
kuesioner spontaneous emotion regulation
yang berisi strategi regulasi afek yang biasa
digunakan partisipan sehari-hari. Kuesioner
hanya sebagai alat bantu pemberian instruksi
dan data dari kuesioner tidak akan diolah.
Selanjutnya partisipan dihadapkan dengan
instrumen penelitian. Instrumen penelitian
terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu attend
trial, practice, dan regulate. Attend trial
merupakan tahap dimana partisipan
diperkenalkan instrumen penelitian dan cara
penggunaannya, sekaligus pengambilan data
untuk baseline level check. Partisipan
ditayangkan tiga gambar dan diminta untuk
menilai apakah gambar yang ditampilkan
bersifat positif atau negatif. Gambar akan
ditayangkan selama lima detik (tidak
ditayangkan ulang) dan waktu pemberian
respon adalah tujuh detik. Skala afek
bergerak dari -50 (untuk valensi paling
negatif) hingga +50 (untuk valensi paling
4
positif). Pada tahap kedua (practice),
partisipan akan diberikan instruksi regulasi
afek sembari ditayangkan lima gambar dan
mengerjakan tugas penskalaan afek (khusus
kelompok kontrol tidak diberikan instruksi
regulasi afek apapun). Kelompok
mindfulness diminta untuk menganggap
bahwa semua stimulus adalah hal-hal yang
sudah biasa terjadi dalam hidup, oleh
karenanya tidak perlu membesar-besarkan
emosi yang dirasakan dan cukup
menyikapinya biasa saja. Kelompok
distraction diminta untuk mengalihkan
perhatian dalam bentuk apapun bilamana
melihat stimulus yang dirasa membuat tidak
C. HASIL PENELITIAN
nyaman. Tahap tersebut untuk memastikan
agar instruksi yang diberikan dapat benar-
benar dipahami sebelum partisipan masuk ke
sesi ketiga (sesi eksperimen sesungguhnya).
Sesi ketiga sama persis dengan sesi kedua,
hanya saja stimulus gambar yang secara acak
berjumlah 60 gambar. Pada akhir eksperimen,
partisipan ditayangkan video humor untuk
netralisasi afek.
Analisis data menggunakan one-way
ANOVA dengan bantuan SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences) 20 untuk
menguji signifikansi hipotesis nol dan Bayes
Factor dengan bantuan R untuk menguji
hipotesis alternatif.
5
Cek manipulasi dalam penelitian ini
memanfaatkan kelompok kontrol sebagai
acuan. Analisis data menggunakan data skor
mean regulate tiap kelompok. Apabila
kelompok eksperimen menunjukkan
perbedaan rerata yang signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol,
maka instruksi yang diberikan dianggap
telah dilakukan dengan baik sehingga dapat
memengaruhi kondisi mental partisipan.
Berdasarkan data pada Tabel 2, diketahui
bahwa signifikansi hanya ditemukan pada
rerata afek netral antara kelompok kontrol
dan distraction (p = 0.010) dan rerata afek
negatif antara kelompok kontrol dengan
kelompok mindfulness (p = 0.001). Dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa
instruksi kurang berpengaruh pada partisipan
ketika mereka dihadapkan dengan stimulus
positif.
Gambar 1: Perbandingan mean afek tiap kelompok
Analisis one-way ANOVA dan post hoc
pada Tabel 2 menunjukkan bahwa:
a. Signifikansi perbandingan skor
valensi afek positif antara kelompok
mindfulness dengan distraction
adalah sebesar 0.002 (p < 0.05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat bukti yang kuat untuk
melawan hipotesis nol dengan 95%
CI ((-8.131) – (-1.855)). Namun
demikian, diketahui bahwa effect size
termasuk dalam kategori small effect
(d = -0.037) dan efek hanya mampu
menjelaskan total varians sebesar
3,5%. Analisis Bayes Factor
menghasilkan estimasi BF10 sebesar
4.352 ± 0.02%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat bukti
yang anekdot untuk mendukung
hipotesis alternatif.
b. Signifikansi perbandingan skor
valensi afek netral antara kelompok
mindfulness dengan distraction
adalah sebesar 0.199 (p > 0.05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat bukti yang lemah untuk
melawan hipotesis nol dengan 95%
CI ((-3.980) – (0.837)). Analisis
Bayes Factor menghasilkan estimasi
BF10 sebesar 1.138 ± 0.03%,
sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat bukti untuk menolak
maupun mendukung hipotesis nol
dan hipotesis alternatif.
c. Signifikansi perbandingan skor
valensi afek negatif antara kelompok
mindfulness dengan distraction
adalah sebesar 0.026 (p < 0.05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat bukti yang kuat untuk
melawan hipotesis nol dengan 95%
Strategi:
6
CI (0.462 – 7.001). Selain itu,
diketahui bahwa effect size termasuk
dalam kategori large effect
(d = 0.604) dan efek mampu
menjelaskan total varians sebesar
3,16%. Analisis Bayes Factor
menghasilkan estimasi BF10 sebesar
80.142 ± 0.02%, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat bukti
yang sangat kuat untuk mendukung
hipotesis alternatif. Dengan
demikian, hasil tersebut mampu
menolak hipotesis nol terkait
perbedaan afek positif dan afek
negatif. Sebaliknya, data tersebut
menunjukkan bahwa hipotesis nol
terkait afek netral harus diterima.
Berdasarkan hasil analisis tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa 2 dari 3 hipotesis
yang diajukan dapat dipertimbangkan.
D. DISKUSI
Secara statistik, tidak adanya
perbedaan yang signifikan antara mean
valensi afek positif kelompok kontrol
dengan kedua kelompok eksperimen hasil
tersebut menghantarkan pada kesimpulan
bahwa induksi regulasi afek tidak dapat
memengaruhi valensi afek partisipan pada
kelompok kontrol. Kegagalan induksi pada
stimuli yang membangkitkan afek positif
dapat dipahami karena manusia cenderung
melakukan regulasi afek terhadap valensi
afek negatif (Brans, et al., 2013).
Pada rerata valensi afek terhadap
stimuli netral, signifikansi ditemukan pada
perbandingan antara kelompok kontrol
dengan kelompok distraction dimana
kelompok distraction memiliki rerata yang
lebih tinggi. Ketiadaan signifikansi pada
stimuli netral tidak perlu dipermasalahkan
karena regulasi terhadap valensi afek tidak
pernah ditujukan untuk mengubah valensi ke
atas maupun ke bawah batas netral. Selain
itu, stimuli netral juga bertujuan untuk
menetralisir afek yang muncul pada stimulus
positif atau negatif yang muncul sebelumnya
agar tidak terdapat residual afek yang
memengaruhi stimuli berikutnya.
Pada stimuli negatif, kelompok kontrol
menunjukkan perbedaan skor yang
signifikan dengan kelompok mindfulness.
Hasil menunjukkan bahwa induksi
mindfulness berhasil memengaruhi valensi
afek pada partisipan. Signifikansi kelompok
distraction menyentuh batas kritis (p =
0.054). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
induksi mindfulness hampir berhasil
memengaruhi valensi afek pada partisipan.
Perbedaan mean yang signifikan antara
kelompok mindfulness dan distraction
ditemukan pada valensi afek positif dan afek
negatif. Pembahasan akan difokuskan pada
valensi afek positif dan negatif. Keterbatasan
literatur yang mengangkat topik afek netral
menjadi salah satu pertimbangan peneliti
untuk tidak memfokuskan bahasan pada
topik tersebut. Kelompok kontrol dalam
7
penelitian ini bukanlah kelompok yang tidak
mendapatkan perlakuan apapun, melainkan
sebuah kelompok yang melakukan regulasi
afek sesuai dengan kecenderungan yang
dimiliki dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Batasan strategi regulasi afek yang
efektif melibatkan dua aspek, yaitu
penurunan valensi afek dan resiko yang
muncul akibat penggunaan strategi tersebut.
Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa
mindfulness mampu menghasilkan valensi
afek positif yang lebih rendah (mendekati
titik nol) dibandingkan kelompok kontrol
dan distraction. Hasil tersebut sesuai dengan
dasar teori mengenai mindfulness dimana
partisipan mampu mengamati proses mental
yang berlangsung dalam diri mereka secara
netral (Brown & Ryan, 2003).
Respon netral terhadap berbagai
peristiwa merupakan bagian dari ajaran
Buddhisme, yaitu ketidak melekatan
(impermanence/annica) (Padmal, 1990).
Afek positif tidak selamanya bersifat positif
sehingga tetap perlu mendapat perhatian
karena diketahui bahwa afek positif
memiliki peranan dalam perubahan mood
dan grandiosity (Knowles, McCarthy-Jones,
& Rowse, 2011). Sikap netral terhadap
peristiwa-peristiwa hidup yang terjadi di luar
kehendak manusia dapat membantu untuk
tidak diharapkan.
dengan kelompok distraction menunjukkan
sebuah pola yang tidak dikenali karena
kelompok kontrol justru memiliki rerata
valensi afek positif yang lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok distraction.
Demikian pula halnya dengan valensi afek
netral dimana kelompok kontrol justru
memiliki rerata yang lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok eksperimen.
Hal tersebut merupakan kesenjangan –
khususnya bagi variabel mindfulness –
karena mindfulness menuntut kondisi afek
yang mendekati netral. Pola yang tidak
dikenali tersebut dimungkinkan terjadi
karena partisipan kelompok kontrol pada
dasarnya tetap melakukan regulasi afek
sesuai dengan kecenderungan yang mereka
miliki sendiri.
Dari segi kecepatan dan reaktivitas,
distraction lebih mudah untuk dilakukan
dibandingkan mindfulness. Distraction sudah
dimiliki manusia sejak lahir dan secara tidak
sadar telah diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebaliknya, mindfulness
merupakan sebuah strategi yang perlu
dipelajari terlebih dahulu. Mindfulness
membutuhkan waktu setidaknya 15 menit
untuk membangkitkan kondisi mindful state
melalui metode pernafasan (focused
breathing) (Arch & Craske, 2006). Selain
latihan singkat, latihan meditasi selama
delapan minggu juga merupakan kondisi
ideal bagaimana seharusnya mindfulness
diberikan sehingga efek yang diharapkan
menerima pengalaman yang sebenarnyamenerima pengalaman yang sebenarnya
Perbandingan antara kelompok kontrol
8
dapat diperoleh (Erisman & Roemer, 2010).
Walaupun lebih mudah dilakukan,
distraction memiliki sisi negatif, khususnya
bila dilakukan dalam jangka panjang. Dari
segi ketahanan pengaruh, periode pengaruh
dari mindfulness dapat bertahan lebih lama
daripada distraction.
Rerata stimuli negatif kelompok
mindfulness dan kelompok distraction
menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan dimana valensi afek negatif pada
kelompok mindfulness lebih rendah (lebih
ringan) dibandingkan kelompok distraction.
Penjelasan sederhana dari hal tersebut adalah
bahwa distraction pada prinsipnya sama
sekali tidak mengubah persepsi individu
terhadap stimuli negatif yang ada, melainkan
hanya mengalihkannya agar proses mental
terhadap stimuli tidak terjadi lebih lama
(Vohs & Baumeister, 2011). Konsekuensi-
nya, stimuli negatif tersebut tetap bermakna
negatif sekalipun atensi individu telah
dialihkan. Distraction bersifat maladaptif
ketika dihadapkan pada permasalahan hidup
yang lebih kompleks, terlebih lagi jika
terjadi dalam jangka panjang (McCaul &
Malott, 1984; Armony & Vuilleumier,
2013). Individu semata-mata hanya
menghindari stimuli yang membangkitkan
respon afekonal dan tidak berusaha
menyelesaikan atau menghadapi per-
masalahan tersebut.
Mengacu pada hasil analisis
eksperimen ini, peneliti menyimpulkan
bahwa secara umum mindfulness lebih
efektif dalam meregulasi afek karena mampu
mengubah valensi afek mendekati titik nol.
Proses belajar yang relatif lebih lama dalam
meditasi mindfulness sebanding dengan efek
yang dihasilkan. Afek negatif yang tinggi
dan bertahan dalam jangka panjang dapat
menghasilkan efek psikopatologis. Efek
yang pada umumnya terjadi adalah
depresi mayor (Armony & Vuilleumier,
2013). Efektivitas dan kelebihan mindfulness
yang demikian dapat menjadi salah satu
terobosan baru bagi masyarakat Indonesia
untuk pengembangan terapi berbasis
mindfulness agar dapat diaplikasikan secara
nyata sebagai langkah preventif, khususnya
di bidang klinis.
Waktu menjadi keterbatasan peneliti
sehingga proses induksi untuk perlakuan
mindfulness diterapkan secara singkat (hanya
sebagai state sesaat). Mindfulness dapat
diberikan dalam bentuk meditasi 15 menit
(focused breathing) maupun selama 8
minggu pelatihan untuk menimbulkan
dampak yang lebih signifikan dalam strategi
regulasi emosi (Wu, Shi, Xia, & Lu, 2013).
Peneliti juga tidak menggunakan skala
PANAS (Positive Affect and Negative Affect
Schedule) yang banyak digunakan dalam
penelitian sebelumnya untuk mengukur
kondisi afek partisipan (Tran, 2013).
Penggunaan model skala (affect scale) dalam
eksperimen masih menjadi salah satu hal
yang rentan dengan faking sehingga
9
partisipan cenderung menunjukkan respon
yang nampaknya diinginkan oleh peneliti –
terlebih lagi dengan adanya reward (Mortel,
2008).
Selain keterbatasan tersebut, penelitian
ini memiliki kelebihan yaitu jumlah sampel
yang relatif besar apabila dibandingkan
dengan beberapa penelitian eksperimen yang
dilakukan. Melalui penelitian ini, ditemukan
juga bahwa kondisi mindfulness yang hanya
sebagai state sementara sudah dapat
menghasilkan intensitas emosi yang secara
signifikan lebih rendah daripada kelompok
distraction dan kelompok kontrol.
E. KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaan efektivitas regulasi
afek antara mindfulness dengan distraction
terhadap valensi afek. Dua dari tiga hipotesis
yang diajukan dapat dipertimbangkan, yaitu
terdapat perbedaan valensi afek positif dan
afek negatif antara kelompok mindfulness
dengan kelompok distraction. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mindfulness
mampu menghasilkan valensi afek positif
dan negatif yang lebih rendah (mendekati
nol) bila dibandingkan dengan kelompok
distraction. Mindfulness mampu meng-
kondisikan afek ke kondisi netral sehingga
aspek delusional dari afek positif dan aspek
psikopatologis dari afek negatif dapat
dihindari.
menurunkan valensi afek negatif daripada
kelompok kontrol, namun tidak dapat
menurunkan valensi afek positif.Sebaliknya,
mindfulness lebih efektif dalam meregulasi
afek positif dan afek negatif walaupun hanya
sebagai state sesaat.
Disarankan agar penelitian selanjutnya
dapat menggunakan sampel yang lebih
besar. Penggunaan physiological
measurement juga dapat diperkirakan agar
dapat memberikan hasil yang lebih objektif
serta cek manipulasi yang lebih ketat.
Pemberian treatment untuk mindfulness
dapat menggunakan model yang lebih
variatif dan lebih mudah dipahami oleh
masyarakat awam, misalnya focused
breathing (Arch & Craske, 2006).
Replikasi penelitian dengan variasi
pada strategi regulasi afek dapat menjadi
salah satu pertimbangan bagi penelitian
selanjutnya. Efektivitas PMR (Progressive
Muscle Relaxation) dalam memengaruhi
valensi afek perlu diteliti dan dibandingkan
lebih lanjut dengan strategi regulasi afek
yang lain karena PMR juga terbukti mampu
meregulasi afek dengan baik (Brent, Poling,
Goldstein, 2011).
Perbandingan antara stimuli auditori
dan stimuli visual dapat menjadi
pertimbangan selanjutnya untuk menguji
apakah strategi regulasi afek tertentu mampu
memberikan efek yang sama ketika
dihadapkan pada bentuk stimuli yang
berbeda. Replikasi terhadap desain ini perluDistraction diketahui tetap dapatmenurunkan valensi afek negatif daripada
10
dilakukan lebih lanjut karena penelitian yang
menggunakan stimuli auditori belum begitu
banyak dilakukan (Feng, Xingdia, Jianxin, &
Helander, 2014).
F. DAFTAR PUSTAKA
Aldao, A., Nolen-Hoeksema, S., Schweizer,S. (2010).Emotion-regulation strategiesacross psychopathology: A meta-analyticreview. Clinical Psychology Review, 30,p. 217-237.
Anggono, C.O. (2014). InternationalAffective Picture System (IAPS). Malang:Program Studi Psikologi UniversitasBrawijaya.
Arch, J.J., & Craske M.G. (2006).Mechanism of mindfulness: Emotionregulation following a focused breathinginduction. Behavior Research andTherapy, 44, p. 1849-1858.
Armony, J. & Vuilleumier, P. (Eds). (2013).The Cambridge Handbook of HumanAffective Neuroscience. New York:Cambridge University Press.
Bishop, S. R. (2002). What do we reallyknow about mindfulness-based stressreduction?. Psychosomatic Medicine, 64,p. 71-84.
Brans, K., Koval P., Verduyn P., Yan LimLin, & Kuppens P. (2013). The regulationof negative and positive affect in dailylife. Emotion, p. 1-14. doi:10.1037/a0032400.
Brent, D.A., Poling, K.D., & Goldstein, T.R.(2011). Treating Depressed and SuicidalAdolescents. New York: The GuilfordPress.
Brown, K. W., & Ryan, R. M. (2003). Thebenefits of being present: Mindfulnessand its role in psychological well-being.Journal of Personality and SocialPsychology, 84(4), 822–848.
Brown, K.W., Goodman, R.J., & Inzlicht, M.(2013). Dispositional mindfulness and theattenuation of neural response toemotional stimuli. Social Cognitive and
Affective Neuroscience (SCAN),8, p. 93-99.
Cherry, Kendra. (Tanpa tahun).The Purposeof Emotion: How Our Feelings Help UsSurvive and Thrive. Diaksesdarihttp://psychology.about.com/od/emotion/tp/purpose-of-emotions.htm pada 24September 2014.
Davis, K.L., Panksepp, J., Normansell, L.(2003). The Affective NeurosciencePersonality Scales: Normative data andimplications. Neuro-Psycho-Analysis, 5,p. 21-29.
Deffenbacher, J.L., & McKay, M. (2000).Overcoming Situational Anger andGeneral Anger: A protocol for theTreatment of Anger Based on Relaxation,Cognitive Restructuring and CopingSkills Training. Oakland, CA: NewHarbinger.
Erisman, S.M. & Roemer, L. (2010). Apreliminary investigation of the effects ofexperimentally-induced mindfulness onemotional responding to film clips.Emotion, 10 (1), p. 72-82. doi:10.1037/a0017162.
Feng Zhou, Xingda Qu, Jianxin R.J, &Helander, M.G. (2014). Emotionprediction from physiological signals: Acomparison study between visual andauditory elicitors. Interacting withComputers, 26 (3), 285-302
Gillanders, S., Wild, M., Deighan, C., &Gillanders, D. (2008). Emotionregulation, affect, psychosocialfunctioning, and well-being inhemodialysis patients. American Journalof Kidney Disease, 51 (4), p. 651-652.
Graziano, P.A., Reavis, R.D., Keane, S.P., &Calkins, S.D. (2007).The role of emotionregulation and children’s early academicsuccess. Journal of School Psychology,45 (1), p.3-19.doi: 10.1016/j.jsp.2006.09.002.
Gross, J.J. (Ed.). (2007). Handbook ofEmotion Regulation. New York:Guilford.
Kabat-Zinn, J. (2003). Mindfulness-basedinterventions in context: Past, present,and future. Clinical Psychology: Science
11
And Practice, 10 (2), p. 144-156. doi:10.1093/clipsy/bpg016.
Knowles, R., McCarthy-Jones, S., & Rowse,G. (2011). Grandiose delusions: a reviewand theoretical integration of cognitiveand affective perspectives. ClinicalPsychology Review, 31, p. 684-696. doi:10.1016/j.cpr.2011.02.009
Lang, P.J., Bradley, M.M, & Cuthbert, B.N.(1997).International Affective PictureSystem (IAPS): Technical manual andaffective ratings. NIMH Center for Studyof Emotion and Attention.
McCaul, K.D., & Malott, J.M. (1984)Distraction and Coping with Pain.Psychological Bulletin, 95, p. 516-533.
Mortel, T.F.v.d. (2008). Faking it: Socialdesirability response bias in self-reportresearch. Australian Journal of AdvancedNursing, 25 (4), p. 40-48.
Padmal, Sliva. (1990). Buddhist psychology:A review of theory and practice. CurrentPsychology, 9 (3), p. 236-254. Diaksesdari ccbs.ntu.edu.tw/FULLTEXT/JR-ADM/silva.htm.
Rothbart, Ziaie, & O’Boyle.(1992). Self-Regulation and Emotion in Infancy.Dalam N. Eisenberg & R.A. Fabes (Eds.),Emotion and Its Regulation in EarlyDevelopment. San Francisco: Jossey-Bass.
Taylor, Jim. (2012). Is Our Survival InstincFailing Us?. Diakses darihttp://psychologytoday.com/blog/the-power-prime/201206/is-our-survival-instinct-failing-us pada 24 September 2014.
Tian-Yi Hu, Xiaofei Xie, & Jie Li.(2013).Negative or positive?The effect ofemotion and mood on risky driving.Transportation Research Part F:Psychology and Behaviour, 16, p. 29-40.doi: 10.1016/j.trf.2012.08.009.
Tran, V. (2013). Positive Affect NegativeAffect Scale (PANAS). Encyclopedia ofBehavioral Medicine. Diakses darilink.springer.com/referenceworkentry/10.1007%2F978-1-4419-1005-9_978 pada27 Januari 2015.
Tugade, M.M., & Fredrickson, B.L. (2007).Regulation of positive emotions: emotionregulation strategies that promoteresilience. Journal of Happiness Studies,8, p. 311-333. doi: 10.1007/s10902-006-9015-4.
Vohs, K.D. & Baumeister, R.F. (2011).Handbook of Self-Regulation: Research,Theory, and Application. New York: TheGuilford Press.
Wolpe, J. (1990). The Practice of BehaviorTherapy (edisi revisi). New York:Pergamon Press.
Wu, Q., Shi, L., Xia, Z., & Liu, L. (2013).Effects of duration and contents ofmindfulness training on depression.Psychology, 4 (6), p. 8-17. doi:10.4236/psych.2013.46A1002.
Yusainy, Cleoputri Al. (Mei, 2014).Mindfulness-Based Therapy. Di-presentasikan pada perkuliahanPsikoterapi, di Program Studi PsikologiUniversitas Brawijaya Malang.