+ All Categories
Home > Documents > Perencanaan ELemen Mesin Pemilpil Jagung

Perencanaan ELemen Mesin Pemilpil Jagung

Date post: 01-Dec-2023
Category:
Upload: its
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
95
Perencanaan Elemen Mesin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan melihat pesatnya pertumbuhan industry rumah tangga maupun industri skala besar khususnya dalam sektor olahan produk pertanian, membuat jagung merupakan salah satu komoditi pangan yang memiliki laju komsumsi sangat besar . Oleh karena itu pemerintah mencanangkan pembangunan pada sektor pertanian dengan memperbaiki kemampuan produksi para petani jagung. Contoh program yang visible dikedepankan adalah adanya transfusi teknologi pada proses pemipil jagung yang konvensional. Dengan hal ini, diharapkan kapasitas produksi petani akan meningkat sehingga mampu memenuhi permintaan pasar dan kualitas jagung pilpilan dapat bersaing dengan komoditi jagung import yang sudah beredar di pasaran. Mesin pemipil jagung yang dirancang penyusun merupakan proses redesain mesin yang sudah ada, dengan meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi mesin yang lebih baik. 1.2. Batasan Masalah Dalam perancangan mesin pemipil jagung ini, penyusun membuat beberapa batasan masalah untuk memudahkan dalam proses perancangan . Adapun masalah- masalah yang akan dibahas meliputi: 1. Prinsip kerja mesin pemipil jagung. 2. Perencanaan silinder pemipil, poros, pulley, sabuk, gear box , pasak, bearing, rangka, baut 3. Desain elemen mesin pemipil jagung dalam bentuk gambar 2D 1
Transcript

Perencanaan Elemen Mesin

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan melihat pesatnya pertumbuhan industry rumah tangga maupun industri

skala besar khususnya dalam sektor olahan produk pertanian, membuat jagung

merupakan salah satu komoditi pangan yang memiliki laju komsumsi sangat besar .

Oleh karena itu pemerintah mencanangkan pembangunan pada sektor pertanian

dengan memperbaiki kemampuan produksi para petani jagung. Contoh program yang

visible dikedepankan adalah adanya transfusi teknologi pada proses pemipil jagung yang

konvensional. Dengan hal ini, diharapkan kapasitas produksi petani akan meningkat

sehingga mampu memenuhi permintaan pasar dan kualitas jagung pilpilan dapat bersaing

dengan komoditi jagung import yang sudah beredar di pasaran.

Mesin pemipil jagung yang dirancang penyusun merupakan proses redesain

mesin yang sudah ada, dengan meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi mesin yang

lebih baik.

1.2. Batasan Masalah

Dalam perancangan mesin pemipil jagung ini, penyusun membuat beberapa

batasan masalah untuk memudahkan dalam proses perancangan . Adapun masalah-

masalah yang akan dibahas meliputi:

1. Prinsip kerja mesin pemipil jagung.

2. Perencanaan silinder pemipil, poros, pulley, sabuk, gear box , pasak, bearing, rangka,

baut

3. Desain elemen mesin pemipil jagung dalam bentuk gambar 2D

1

Perencanaan Elemen Mesin

1.3. Tujuan Perencanaan Elemen Mesin

1.3.1 Tujuan utama

1. Memenuhi salah satu syarat kelulusan mata kuliah Perencanaan Elemen Mesin

pada jurusan Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2. Membentuk kemampuan mahasiswa dalam proses pemakaian komponen-

komponen dasar mesin didalam suatu system pemesinan dengan

mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan dalam elemen mesin dan standar-

standar yang berlaku

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu merancang mesin pemipil jagung skala home industri

2. Mampu menganalisa dan menentukan gaya-gaya yang terjadi pada elemen mesin

dalam konstruksi tersebut

3. Dapat melakukan pemilihan elemen mesin, bahan standar pada perencanaan

Mesin pemipil jagung.

1.4. Sistematika Laporan

BAB 1: PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan dan sistematika laporan.

BAB 2: DASAR TEORI

Berisi tentang penjelasan mengenai teori –teori elemen mesin yang akan

digunakan dalam perhitungan

BAB 3: PERHITUNGAN

Berisi tentang perhitungan dalam menentukan kapasitas mesin, daya motor,

hopper kemudian dilanjutkan dengan sistem transmisi berupa belt, spur gear,

helical gear serta perencanaan poros, pasak, dan bearing, lalu terakhir

perhitungan rangka dan baut

Urutan-urutan perhitungan:

2

Perencanaan Elemen Mesin

- Perencanaan kapasitas output

- Perencanaan daya

- Perencanaan Hopper

- Perencanaan Sistem Transsmisi

- Perencanaan Rangka

- Perencanaan Mur dan baut

BAB 4 : PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran

3

Perencanaan Elemen Mesin

BAB 2

DASAR TEORI

Mesin Perontok adalah mesin pertanian yang digunakan untuk merontokkan biji-bijian

dari tangkainya. Mesin ini ditemukan oleh Andrew Meikle pada tahun 1786.

Mesin perontokan pertama dioperasikan manual yang tenaga penggeraknya berasal dari

kuda. Kemudian, mesin perontok dikembangkan lagi dengan tenaga penggeraknya berasal dari

mesin uap portable. John Ridley, seorang penemu dari Australia juga mengembangkan mesin

perontok untuk digunakan di Australia pada tahun 1843.

Di Indonesia, mesin ini masih diproduksi terutama untuk merontokkan padi, dengan

tenaga mesin maupun tenaga manusia. Namun kapasitasnya masih rendah agar mampu dijangkau

para petani kecil dari segi biaya.

Seiring dengan perkembangan zaman dengan konsep dan transfusi teknologi yang

diterapkan maka terciptalah mesin perontok jagung dengan tambahan beberapa komponen yang

menunjang fungsi otomatis sehingga mampu meningkatkan kapasitas produksi dari mesin itu

sendiri. Dalam perencanaan Mesin Pemilpil Jagung ini digunakan beberapa komponen

permesinan yang berfungsi sebagai media pemindah daya dan penahan gaya-gaya yang

ditimbulkan pada mekanisme yang ada. Komponen-komponen tersebut yaitu :

1. Gear box, yang dalam hal ini tersusun dari 1 pasangan roda gigi Helical dan 1 pasangan

roda gigi Spur

2. Poros dan pasak

3. Bantalan Gelinding

4. Satu set Pulley

5. Cylinder pemilpil

6. Rangka

4

Perencanaan Elemen Mesin

Dimana masing-masing komponen tersebut dijelaskan secara fungsi dan karakteristiknya dalam

uraian-uraian di bawah ini.

2.1 Roda Gigi

Roda gigi merupakan elemen mesin yang berfungsi utama sebagai penerus daya dan

pengubah kecepatan putaran dari dua buah poros yang dihubungkan olehnya, baik secara reduksi

(penurunan kecepatan) ataupun secara akselerasi (peningkatan kecepatan). Sehingga dari

perubahan kecepatan yang dihasilkan tersebut akan menghasilkan perubahan torsi yang bekerja

pada poros. Jenis roga gigi ada bermacam-macam antara yaitu roda gigi lurus (spur gear), roda

gigi miring (helical gear), roda gigi cacing (worm gear), roda gigi kerucut (bevel gear) dan lain-

lain. Dalam topik bahasan ini digunakan dua jenis roda gigi dari beberapa jenis di atas yaitu roda

gigi lurus dengan gigi eksternal dan roda gigi cacing.

Roda gigi lurus digunakan untuk mentransmisikan daya dan gerak dari dua poros

yang sejajar (parallel).seperti terlihat pada gambar 2.1. Dalam rangkaian roda gigi lurus terdapat

roda gigi penggerak (pinion) pada poros yang memberikan daya (input) dan roda gigi yang

digerakkan (gear) pada poros yang akan diberikan daya (output).

5

Perencanaan Elemen Mesin

Gambar 2.1 Rangkaian roda gigi lurus dengan gigi eksternal

Nama nama serta ukuran yang penting pada roda gigi lurus eksternal dapat dilihat

pada gambar 2.2.

Circular pitch yaitu jarak gigi pada roda gigi lurus didefinisikan sebagai jarak gigi yang

diukur pada pitch circle, yaitu jarak satu titik pada gigi sampai titik pada gigi berikutnya

pada kedudukan yang sama.

Diametral pitch didefinisikan sebagai jumlah gigi pada roda gigi dibagi dengan diameter

pitch circlenya, sehingga didapatkan :

Ntdp

atau d

NtP

dimana :

p : jarak gigi (in)

d : diameter pitch circle (in)

Nt : jumlah gigi pada roda gigi

P : diametral pitch (/in)

Dari kedua rumus di atas maka diperoleh :

pP.

dimana dengan diametral pitch yang semakin besar maka ukuran gigi akan semakin kecil /

halus

6

Perencanaan Elemen Mesin

Untuk ukuran gigi sering digunakan pula istilah module dimana nilainya kebalikan dari

diametral pitch dimana semakin besar nilai modulnya maka ukuran gigi akan semakin besar,

diman besarnya module (m) yaitu :

Ntdm

Center of distance yaitu jarak titik pusat sepasang roda gigi dimana besarnya sama dengan

setengah jumlah dari diameterpitchnya :

221 dd

c

7

Perencanaan Elemen Mesin

cen

ter o

fdi

stan

ce (c

)

cicu

lar t

ooth

thic

ness

(t)

chor

del

toot

h th

icne

ss

base line circle

line of action

base circle

pitch line

tooth profile

PINION

GEAR

pressureangle

Gambar 2.2 Geometri dasar dan ukuran dari roda gigi lurus eksternal

Pada saat sepadang roda gigi bekerja diharapkan bahwa perbandingan kecepatan

sudutnya akan tetap / konstan, keadaan ini merupakan hukum fundamental pada roda gigi.

Dengan demikian perbandingan kecepatan pada rangkaian roda gigi adalah perbandingan antara

kecepatan sudut roda gigi yang digerakkan dengan kecepatan sudut roda gigi penggerak.

Sehingga perbandingan kecepatan rangkaian roda gigi lurus yaitu :

8

Perencanaan Elemen Mesin

g

p

g

p

p

g

p

gv d

dNtNt

nn

r

dimana :

rv : perbandingan kecepatan (velocity ratio)

: kecepatan sudut (rad/det)

n : kecepatan keliling (rpm)

Dalam perencanaan roda gigi, daya yang ditransmisikan dan kecepatan putarannya

harus diketahui. Dari data ini torsi yang ditransmisikan dari suatu roda gigi ke roda gigi lain

dapat dihitung dengan :

33000.

63000. pt VFnThp

dimana :

hp : daya input (horse power)

T : torsi (lb.in)

Ft : Gaya tangensial (lb)

Vp : Kecepatan tangensial pada pitch line (ft/menit)

Atau dapat juga dihitung dengan :

pt VFP .

dimana :

P : Power /daya yang ditransmisikan (watt)

Ft : Gaya tangensial (N)

Vp : Kecepatan tangensial pada pitch line (m/s)

Besarnya nilai Ft dan Vp ini akan dibahas lebuh lanjut pada uraian selanjutnya di bawah ini.

9

Perencanaan Elemen Mesin

Ft

38°

FnFr

addendum circle

pitch circle

dedendum circle dp

dg

DRIVER

FOLLOWER

Gambar 2.3 Gaya-gaya pada rangkaian roda gigi lurus

Daya yang diterima oleh sepasang roda gigi yang bersentuhan, akan mengarah

normal terhadap permukaan gigi dan searah dengan garis tekan / kontak. Pada gambar 2.3

ditunjukkan sepasang roda gigi yang bersentuhan pada pitch pointnya, gaya normal Fn adalah

gaya yang ditimbulkan oleh roda gigi yang digerakkan terhadap roda gigi penggerak. Dengan

demikian gigi roda gigi penggerak akan menerima juga gaya normal Fn yang sama besarnya

tetapi berlawanan arah.

Gaya normal Fn dapat diuraikan menjadi dua komponen yaitu Ft (gaya tangensial) dan

Fr (Gaya radial) yang besarnya adalah :

tansincos

tnr

nt

FFFFF

10

Perencanaan Elemen Mesin

dimana merupakan sudut tekan.

Gaya radial disebut juga gaya pemindah, sebab gaya ini cenderung memisahkan

antara dua roda gigi. Dalam perencanaan, gaya tangensial dianggap konstan selama kontak

antara dua roda gigi, mulai dari bagian puncak gigi sampai dasar gigi, torsi yang timbul

akibat gaya normal yang dihitung dari pusat dari pusat roda gigi adalah :

2cos

211 d

Fd

FT tn

Kecepatan pitch line :

12.. ndVp

(ft/menit)

dimana d (diameter gigi) dalam in, atau data juga dengan :

60.. ndVp

(m/s)

dimana d (diameter gigi) dalam m

Nilai harga ini dimasukkan kedalam rumus sebelumnya, maka :

63000

122

63000. d

VdFnThpp

t

sehingga :

pt V

hpF 33000.

Perencanaan roda gigi sebenarnya tidak sederhana karena perencanaan awal

merupakan cara coba-coba (tray and error). Meskipun demikian ada beberapa metode yang

dapat digunakan dalam perencanaan untuk menganalisa kekuatan dari roda gigi. Metode yang

11

Perencanaan Elemen Mesin

sering digunakan untuk menganalisa kekuatan roda gigi yaitu metode Lewis Equation dan

AGMA Bending Equation untuk meninjau kekuatan roda gigi berdasarkan beban bending yang

diterima serta metode Buckingham Equation dan AGMA Wear Equation untuk meninjau

kekuatan roda gigi berdasarkan pengaruh keausan akibat pemakaian. Persamaan-persamaan

dalam metode tersebut yaitu :

1. Metode Lewis Equation

PKYbSpybSFf

oob.

....

dimana :

Fb : gaya bending yang diijinkan

So : tegangan statis yang aman dari material (safe static stress)

b : lebar roda gigi

y,Y : Lewis factor

Kf : faktor konsentrasi tegangan akibat kelelahan (fatigue)

p : cicular pitch

P : diametral pitch

2. Metode Buckingham Equation

KQbdF pw ...

12

Perencanaan Elemen Mesin

dimana :

Fw : gaya penyebab keausan yang diijinkan

dp : diameter pinion

K : wear load factor

gp

g

gp

g

NtNtNt

ddd

Q

22

Dari dua metode di atas roda gigi akan dinyatakan aman bila besarnya FbFd dan FwFd

dimana Fd merupakan gaya dinamis yang dialami oleh roda gigi yang besarnya yaitu :

tp

d FV

F600

600

untuk 0 < Vp < 2000 ft/menit

tp

d FV

F1200

1200

untuk 2000 < Vp < 4000 ft/menit

tp

d FV

F78

78

untuk Vp > 4000 ft/menit

3 Metode AGMA Bending Equation

JbKPKKKF

v

msott ..

....

dimana :

t : tegangan bending yang dialami roda gigi

Ko : faktor kelebihan beban (overload correction factor)

Ks : faktor koreksi ukuran (size correction factor)

Km : faktor distribusi beban (load distribution factor)

13

Perencanaan Elemen Mesin

Kv : faktor dinamis (dynamic factor)

J : faktor geometri (geometry factor)

dan roda gigi dapat dinyatakan aman apabila besarnya tSad dimana :

RT

Latad KK

KSS

.

.

dimana :

Sad : tegangan maksimum perencanaan yang diijinkan

Sat : tegangan maksimum material yang diijinkan

KL : faktor usia (life factor)

KT : faktor temperatur (temperatur factor)

KR : faktor ketahanan (reliability / safety factor)

4. Metode AGMA Wear Equation

lbdC

CCCCFC

pv

fmsotpt ...

....

dimana :

c : tegangan yang diijinkan

Cp : koefesien berdasarkan sifat elastis material

Co : faktor kelebihan beban (overload factor)

Cs : faktor ukuran (size factor)

Cv : faktor dinamis (dynamic factor)

Cm : faktor distribusi beban (load distribution factor)

Cf : faktor kondisi permukaan (surface condition factor)

dan roda gigi dapat dinyatakan aman apabila besarnya c

RT

HLac CC

CCS

..

dimana :

14

Perencanaan Elemen Mesin

Sac : tegangan kontak maksimum yang diijinkan

CL : faktor usia (life factor)

CH : faktor rasio kekerasan material (hardness ratio factor)

CT : faktor temperatur (temperatur factor)

CR : faktor keamanan (reliability / safety factor)

Dari beberapa persamaan di atas dapat dianalisa sesuai atau tidaknya roda gigi lurus yang

direncanakan sehinga dapat diperoleh roda gigi dengan tingkat ketahanan dan keamanan yang

dapat mentransmisikan daya sesuai dengan fungsi yang dir

2.2 Poros dan Pasak

Dalam mekanisme yang menggunakan putaran sebagai input ataupun sebagai output

maka pasti digunakan poros penerus daya dan tempat kedudukan komponen-komponen yang

berputar seperti roda gigi, kopling, dll. Kemudian digunakan pasak sebagai pengunci komponen-

komponen tersebut terhadap poros agar putaran poros dapat diteruskan ataupun dapat

memberikan putarannya pada poros. Berikut ini sekilas uraian tentang poros dan pasak.

Poros (Shaft)

Poros digunakan pada berbagai jenis perlengkapan permesinan, biasanya seperti

poros daya, cam shaft, dsb. Secara definisi poros adalah bagian yang berputar untuk

mentransmisikan daya. Poros juga harus dianalisa kekuatannya karena poros juga menerima gaya

dari torsi sebagai akibat putaran dan beban yang diberikan ataupun dihasilkan.

Roda gigi, pulley, roda gila (fly wheel), cam dan lain-lain merupakan komponen-

komponen yang membebani poros dengan berbagai kombinasi baik secara posisi dan beban.

Untuk itu penting direncanakan diameter poros berdasarkan dengan momen bending dan

distribusi torsi sepanjang poros. Diameter dari poros ataupun diameter tiap bagian poros

tergantung pada kombinasi tegangan sebagai akibat momen bending dan torsi yang ditimbulkan.

Berdasarkan hal tersebut, maka lokasi persis / tepat sepanjang poros dimana terjadi tegangan

15

Perencanaan Elemen Mesin

maksimum terjadi sering kali tidak pasti. Oleh karena itu penting sekali dilakukan penggambaran

tegangan geser dan diagram momen untuk mengetahui titik pada sepanjang poros dimana terjadi

momen maksimum.

Setelah dilakukan hal tersebut di atas maka untuk menentukan besarnya diameter

poros dapat dilakukan berdasarkan rumus-rumus berikut.

Tegangan geser maksimum dari sebuah tabung solid dapat dinitung dengan :

τ max=√( σ x

2 )2

+τ2

dimana :

σ x=32 MπD3

dan τ=16 TπD3

untuk poros berupa silinder yang berlubang maka :

σ x=32 MπDo

3 (1−(Di/Do )4) dan τ=16 T

πDo3 (1−(Di /Do)4 )

maka dengan menggunakan teori kegagalan tegangan geser maksimum dan mengganti x dan maka dari persamaan di atas kita peroleh :

τ max=0. 55 S yp

N=16

πDo3 (1−( Di/Do )

4 )√M 2+T 2

dimana :

max : tegangan geser maksimum (dari Lingkaran Mohr’s )

Syp : tegangan luluh dari material

N : faktor keamanan

Do : diameter luar poros

Di : diameter dalam poros

16

Perencanaan Elemen Mesin

Do : diameter luar poros

Di : diameter dalam poros

M : momen bending yang ada

T : torsi poros

Berdasarkan dari persamaan-persamaan di atas maka dapat direncanakan besarnya

diameter poros minimal yang harus digunakan agar syarat keamanannya terpenuhi.

Metode distorsi energi menggunakan persamman yang sedikit berbeda dengan

persamaan di atas. Adapun persamaannya sebagai berikut :

τ max=0,5 S yp

N= 32

π D o3[1−( Di

Do)

4] √(M m+

S yp

SeM r)

2

+ 34 (T m+

Ssyp

SesT r)

Dimana :

max : tegangan geser maksimum (dari Lingkaran Mohr’s )

Syp : tegangan luluh dari material

Ssyp : tegangan geser yield poin material

Tm : torsi rata-rata

Tr : range torsi

Mm : momen bending rata-rata

Mr : range momen bending

N :faktor keamanan

Do :diameter luar poros

Di : diameter dalam poros

17

Perencanaan Elemen Mesin

Pasak (Key)

Pasak digunakan untuk mencegah gerakan relative antara poros dengan elemen

mesin yang lain seperti roda gigi, pulley, sprocket, cam, dll. Ada banyak jenis pasak untuk

berbagai macam jenis penggunaan. Jenis pasak akan tergantung pada besar torsi yang

ditransmisikan, jenis beban, pemasangan yang diperlukan, batas tegangan poros, dan biaya /

ongkos. Ada bermacam-macam jenis pasak, akan tetapi yang paling sering digunakan adalah

pasak jenis square, tapered, dan Woodruff.

Gambar 2.4 Gaya-gaya yang bekerja pada pasak

Pada gambar 2.4 ditunjukkan gaya-gaya yang terdapat pada hubungan poros dan

pasak. Dari gaya-gaya tersebut maka dapat direncanakan dan dianalisa kekuatan dari pasak

dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut :

Torsi yang ditransmisikan pada poros yaitu :

T=F (D2 )

dimana :

F : gaya yang bekerja

D : diameter poros

18

Perencanaan Elemen Mesin

jika diasumsikan bahwa tegangan geser pada pasak bekerja pada bidang yang menyinggung diameter poros, maka kita peroleh :

Ss=FA= F

W . L

dimana :

Ss : tegangan geser yang direncanakan

A : luasan bidang geser melintang pasak

W : lebar pasak

L : panjang pasak

Gambar 2.5 Dimensi utama pasak

Maka dari kedua persamaan di atas kita peroleh :

T=Ss . W . L . D

2

Karena pada pasak jenis square atau flat setengah bagian dari pasak tertanam pada

poros dan setengah yang lain pada elemen mesin yang lain, maka tegangan kompresi pada sisi

pasak dinyatakan dengan :

19

Perencanaan Elemen Mesin

Sc=FA= F

(W /2 ) L

sehingga T=

Sc .W . L . D4

dimana Sc merupakan tegangan kompresi yang direncanakan.

Dari persamaan tersebut akan dapat direncanakan dan ditinjau kekuatan pasak yang dibuat.

2.3 Bantalan Gelinding (Rolling Bearing)

Gambar 2.6 Radial ball bearing

Dengan diciptakannya automobil, mesin-mesin berkecepatan tinggi dan mesin

produksi otomatis mendorong lebih ekstensifnya penelitian dan pengembangan bantalan

20

Perencanaan Elemen Mesin

gelinding (juga dikenal dengan anti friction bearing). Sebagai hasilnya, AFBMA (Anti Friction

Bearing Manufacturers Association) membuat standart dimensi bantalan gelinding dan dasar-

dasar dalam pemilihannya. Untuk itu dimungkinkan bagi para perancang untuk memilih bearing

dari katalog dari salah satu produsen dan menggantinya dengan bantalan yang memiliki dimensi

yang sesuai dari produsen yang berbeda. Bantalan gelinding diklasifikasikan dalam tiga kategori

yaitu radial ball bearing, angular contact ball bearings dan thrust ball bearing. Dalam pokok

bahasan ini bantalan gelinding yang digunakan yaitu radial ball bearings.

Pada gambar 2.8 ditunjukan sebuah radial ball bearing beserta istilah-istilah di

dalamnya. Radial ball bearings didesain untuk mensupport beban radial, mempunyai kedalaman

lintasan bola yang kontinyu sepanjang keliling dari ring. Jenis ini juga dapat mensupport beban

aksial pada poros untuk semua arah. Pada kenyataannya kapsitas beban aksial yang dapat

diterima oleh radial ball bearings yaitu sampai dengan 70% dari beban radial yang ada.

Pengujian secara ekstensif pada bantalan gelinding dan sesuai dengan analisa statistik

diperoleh bahwa beban dan umur bantalan relative tetap. Dari hal tersebut maka didapatkan

persamaan :

L10=(CP )b

dimana :

L10 : tingkat umur dalam jutaan kali putaran dimana terjadi 10% kerusakan

C : beban dasar

P : koefesien gesek

Fo : beban ekuivalen

b : 3.0 untuk ball bearings, 21/3 dan 10/3 untuk roller bearings

dan untuk penentuan umur bantalan dalam satuan jam, maka persamaan di atas menjadi :

L10=106

60 n (CP )b

21

Perencanaan Elemen Mesin

dimana :

n : kecepatan putaran dalam rpm

besarnya beban ekuivalen (P) sendiri adalah :

P=XVFr+YFa

dimana :

Fr : gaya ke arah radial (melintang poros)

Fa : gaya kearah aksial (sepanjang poros)

V : faktor rotasi : 1.0 untuk inner ring rotation, 1.2 untuk outer ring rotation dan

untuk self-aligning ball bearing digunakan 1 untuk inner dan outer ring rotation.

X : faktor beban radial

Y : faktor beban aksial (poros)

Dan jika kompoenen aksial jauh lebih kecil dari komponen radial persamaan di atas menjadi :

P=VF r

Dari persamaan-persamaan di atas maka dapat dianalisa ketahanan bantalan yang digunakan dalam perencanaan.

22

Perencanaan Elemen Mesin

2.4 BELT DAN PULLY

Gambar 2.7 Macam-macam belt

Sumber: Khurmi R.S., 1982

Sabuk dipakai untuk memindahkan daya antara dua poros yang sejajar. Poros-poros harus

terpisah pada suatu jarak minimum tertentu, yang tergantung pada jenis pemakaian sabuk, agar

bekerja secara efisien. (J.E.Shigley, 1995)

2.4.1 Sabuk V

Sabuk V (V- belt), Sabuk V terbuat dari kain dan benang, biasanya katun rayon atau nilon dan

diresapi karet. R.S. Khurmi (1982) menyebutkan kelebihan sabuk V dibandingkan dengan sabuk

datar, yaitu:

Selip antara sabuk dan puli dapat diabaikan.

Sabuk V yang dibuat tanpa sambungan memperlancar putaran.

Memberikan umur mesin lebih lama, 3-5 tahun.

Sabuk V mudah dipasang dan dibongkar.

Operasi sabuk dengan puli tidak menimbulkan getaran.

Sabuk V mempunyai kemampuan untuk menahan goncangan saat

mesin dinyalakan.

Sabuk V juga dapat dioperasikan pada arah yang berlawanan.

Sedangkan kelemahan sabuk V dibandingkan dengan sabuk datar, yaitu:

23

Perencanaan Elemen Mesin

Sabuk V tidak seawet sabuk datar.

Konstruksi puli sabuk V lebih rumit daripada sabuk datar

2.4.2 Perencanaan Belt dan Pulley

Efisiensi sabuk V pada umumnya berkisar antara 70-90 %, sedangkan sabuk yang dipilih secara

tepat mempunyai efisien 90-95 % (J.E. Shigley,1995)

Menentukan diameter puli dalam

Dp=d p n1

n2

dengan;

Dp = diameter puli digerakkan (mm)

dp = diameter puli penggerak (mm)

n1 = putaran puli penggerak (rpm)

n2 = putaran puli yang direncanakan (mm)

Kecepatan sabuk,

V=πd p n1

1000 . 60

dengan;

V = kecepatan putaran sabuk ( m/s )

n = putaran puli penggerak (rpm)

d = diameter puli penggerak (mm)

24

Perencanaan Elemen Mesin

BAB 3

PERHITUNGAN

3.1 Perencanaan Kapasitas Output Mesin Pemilpil Jagung

Perhitungan Volume Jagung

Ukuran jagung dibagi menjadi 2 yaitu, ukuran besar dan kecil. Pada dasarnya,

jagung memiliki panjang yang perbedaannya tidak signifikan. Sedangkan pada diameter,

jagung berukuran besar dan kecil mempunyai perbedaan diameter yang cukup signifikan.

Maka penulis mengambil data jagung dengan ukuran sedang. Data dan perhitungan

berikut merupakan hasil penelitian penulis.

No

.Obyek

Panjan

g (L)

Diamete

r (D)V = π x L x (D/2)2 Volume

1Jagung 20 cm 5 cm Vjagung = π x 20 cm x (5 cm/2)2

392.700

cm3

2Tongkol

Jagung 20 cm 3 cm

Vtongkol jagung = π x 20 cm x (2

cm/2)2 251.2 cm3

3 Biji Jagung - Vbiji jagung = Vjagung - Vtongkol jagung 141.3 cm3

Tabel 3.1: Tabel data dan perhitungan Jagung

1. Perhitungan Massa Jenis Biji Jagung

Dari table 2.1, didapatkan volume biji jagung sebesar 141.3 cm3. Sehingga

didapatkan perhitungan massa jenis biji jagung dengan data sebagai berikut:

mtotal biji jagung = 0.13 kg

Vbiji jagung = 141.3 cm3

25

Perencanaan Elemen Mesin

ρ=mtotal biji jagung

V biji jagung

ρ= 0.13 kg141.3 cm3

ρ=0.000920028 kgcm3

Didapatkan massa jenis jagung sebesar 0.000920028 kg/cm3.

2. Perhitungan Volume yang Terpipil dalam Sekali Rotasi

Diasumsikan dalam sekali rotasi, ¼ dari bagian jagung sudah terpipil.

V terpipil / rotasi=14

× V biji jagung

V terpipil / rotasi=14

× 141.3 cm3

V terpipil / rotasi=35.325 cm3

3. Perhitungan Debit biji Jagung yang keluar dari Mesin

Gambar 3.1 Asumsi 4 jagung dalam satu proses pemipil

Perhitungan debit berdasarkan Vterpipil/rotasi dan diasumsikan jagung yang masuk ke

dalam silinder pemipil sebanyak 4 buah, maka didapatkan perhitungan:

Q=V terpipil /rotasi × 4 buah jagung ×n

26

Perencanaan Elemen Mesin

Q=35.325 cm3 × 4 buah jagung× 10 rps

Q=1413 cm3

s

Besar debit biji jagung yang ke luar dari mesin yaitu: 1413 cm3/s.

Maka kapasitas ouput (mass flowrate) :

Kapasitas(mass flowrate)=Q× 3600 sekon× ρ

Kapasitas=1413 cm3

s×3600 sekon×0.000920028 kg

cm3

Kapasitas output=4680 kgjam

3.2 PERHITUNGAN DAYA YANG DIBUTUHKAN

3.2.1 Perhitungan Silinder Pemipil

1. Perhitungan Volume Silinder Pemipil

Penulis mendesain gambar silinder pemipil jagung sebagai berikut:

Jari-jari luar (R2) = 0.2 meter.

Jari-jari dalam (R1) = 0.19 meter.

Panjang silinder pemipil (Lsilinder) = 0.8 meter.

V silinder=π × Lsilinder × ( R22−R1

2 )

V silinder=π × 0.8 m× [ (0.2 m )2−(0.19 m )2 ]V silinder=0.0098 m3

2. Perhitungan Penutup Volume Silinder Pemipil

Penulis mendesain gambar penutup silinder pemipil sebagai berikut:

Jari-jari luar (R2) = 0.2 meter.

Jari-jari dalam (Rhole) = 0.15 meter.

27

Perencanaan Elemen Mesin

Panjang silinder penutup (Lpenutup) = 0.01 meter.

V silinder=π × Lpenutup × ( R22−Rhole

2 )

V silinder=π × 0.01m × [ (0.2 m )2−(0.19 m )2 ]V silinder=0.00055 m3

3. Perhitungan Volume Pemipil

Penulis mendesain pemipil berbentuk balok dengan ukuran dimensi sebagai berikut:

Panjang (p) = 0.2 meter.

Lebar (l) = 0.02 meter.

Tinggi (t) = 0.03 meter.

Pemilihan desain balok pada pemilpilnya bertujuan untuk mengurangi resiko pecahnya

biji jagung saat proses pemilpilan berlangsung .

Dalam 1 silinder pemipil jagung, dibutuhkan 12 balok pemipil. Berikut

perhitungan volume pemipil:

V pemipil=12balok × p× l× t

V pemipil=12 balok × 0.2m×0.02 m× 0.03 m

V pemipil=0.00144 m3

4. Perhitungan Volume Total Internal

V total=V silinder+2V penutup+V pemipil

V total=0.0098m3+(2 ×0.00055 m3 )+0.00144 m3

V total=0.01234 m3

5. Perhitungan Massa Total Silinder Pemipil

28

Perencanaan Elemen Mesin

Dipilih material aluminium untuk silinder pemipil dengan massa jenis sebesar

2700 kg/m3.

mtotal=ρaluminium× V total

mtotal=2700 kgm3 ×0.01234 m3

mtotal=33.318 kg

6. Perhitungan Kecepatan Sudut

Dengan pemilihan putaran silinder pemipil sebesar 600 rpm berdasarkan

pertimbangan bahwa asumsi kadar air dalam jagung sebesar 15-17% sehingga

meminimkan resiko pecahnya biji jagung saat proses pemipilan.

ωt=2× π ×n60 sekon

ωt=2× π ×600 rpm

60 sekon

ωt=62.8 rads

7. Perhitungan Percepatan Sudut

Dari hasil perhitungan di atas bisa didapatkan percepatan sudut dengan

mengasumsikan waktu yang dibutuhkan oleh silinder dari keadaan diam hingga mencapai

kecepatan sudut sebesar 62.8 rad/s adalah 5 sekon.

ωt=ω0+(α ×t )

62.8 rads=0+(α × 3 sekon )

α=20.93 rad❑❑

29

Perencanaan Elemen Mesin

3.2.2 DAYA INTERNAL SILINDER PEMILPIL

1. Perhitungan Torsi Internal

T internal=12

× mtotal× ( R22−R1

2)× α

2. Perhitungan Daya Internal

Pinternal=T internal × ωt

746

Pinternal=1.36 Nm× 62.8 rad

s746

Pinternal=0.114454 hp

3.2.3 DAYA EKSTERNAL SILINDER PEMILPIL

1. Perhitungan Gaya Tangensial

F t=m jagung× ωt2 × (R2+t pemipil )

F t=0.25 kg×(62.8 rads )

2

× (0.2 m+0.03 m )

F t=226.7708 N

2. Perhitungan Torsi EksternT eksternal=F t × (R2+ t pemipil )T eksternal=226.7708 N+0.23m

T eksternal=52.16 Nm

3. Perhitungan Daya Eksternal

30

Perencanaan Elemen Mesin

Peksternal=Teksternal × ωt

746

Peksternal=52.16 Nm× 62.8 rad

s746

Peksternal=4.39 hp

3.3 PERHITUNGAN HOOPER

1. Parameter:

Mass FlowRate output sebesar = .

Rata-rata berat biji jagung dalam 1 tongkol = 0.223 kg

Maka banyaknya jagung input :

2. Menghitung Desain Hopper

31

Perencanaan Elemen Mesin

Penentuan parameter :

Bila V total 1 buah jagung adalah =

Maka total volume masuk jagung /jam :

3.[2.] Penentuan dimensi hopper

Tabel 3.2 Dimensi hopper

32

DIMENSI NILAI (m)

H 0.6

B 0.45

L2 0.3

L1 0.5

Perencanaan Elemen Mesin

Gambar 3.2 desain hopper

Maka volume hopper

V hopper=12

x 0.6 x 0.45 x (0 .3+0 .5 )=0 .108 m3

Bila V 1 karung berisi jagung diasumsikan sebagai V maksimal dari hopper maka

dibutuhkan

Jumlah karung :

33

Perencanaan Elemen Mesin

3.4 PERENCANAAN TRANSMISI DAYA

1. Diagram reduksi RPM

Gambar 3.3 Diagram reduksi putaran

2. Gambar Layout pasangan roda gigi Helical dan Spur

34

Perencanaan Elemen Mesin

Gambar 3.4 Konstruksi Gear box

Tabel 3.3 Dimensi Helical gear

3. PERHITUNGAN RODA GIGI HELICAL

a. Mencari jumlah gigi pinion dan gear

35

Perencanaan Elemen Mesin

Subtitusi persamaan I ke II maka

dimana nilai transver circular pitch adalah

Nt1 = 30 teeth

Nt2 = 60 teeth

b. Mencari lebar gear

Menghitung helix angle

36

Perencanaan Elemen Mesin

Pada Helical gear, lebar gigi (b) paling tidak 20% lebih besar daripada axial pitchnya (pa)

atau umumnya minimal 2 kali dari axial pitch

Dimana axial picth adalah

maka penulis menggunakan lebar gigi (b) 2 kali dari pa untuk meminimkan kebutuhan ruang

dari kerangka gear box .

c. Menentukan Material pasangan Helical Gear

Untuk menentukan material dari helical gear , maka harus dilakukan analisa terhadap

gaya-gaya yang bekerja pada gear tersebut.

1. Menghitung tegangan Bending menggunakan persamaan Lewis

Menghitung parameter

Menghitung Jumlah gigi Formative pinion untuk mendapatkan Y

Maka dari tabel 10-2 dengan dan Pressure angel = 20 deg

Didapat Y= 0.352

Menghitung Pitch Line Velocity

Menghitung Gaya tangensial

37

Perencanaan Elemen Mesin

Menghitung Beban dynamic

Dimana maka persamaan beban dinamik adalah

untuk

maka

Kekuatan Bending dari Helical gears dihitung menggunakan persamaan Lewis

Dimana

Besarnya tegangan Bending ( ) harus sama besarnya dengan tegangan Dynamic

( ) atau lebih besar dari itu . Maka kondisi minimum dari tegangan bending yang

diterima oleh gear adalah

Asumsi Kf (Stress Contration Factor) = 1

Maka

Jadi tegangan ijin minimum agar material gear tidak mengalami Failure adalah

sebesar . Maka pemilihan material harus ditinjau dari Safe Static Stresses

yang nilainya harus lebih besar dari dari tegangan ijin minimum material agar

mencapai kondisi AMAN kemudian ditinjau dari segi biaya .

38

Perencanaan Elemen Mesin

Dari tabel 10.3, penulis menggunakan material Forged carbon steel SAE 1020 case

hardened and WQT dengan = 18000 psi dan nilai kekerasan BHN = 156

2. Menghitung tegangan aus menggunakan persamaan Buckingham

Menghitung parameter

Dimana

Dari tabel 10-11 dengan nilai BHN = 156 dan pressure angle =20 deg maka diperoleh

nilai Wear Load Factor (K) dengan interpolasi sebesar = 43.16

Maka besarnya beban gesek

Dari hasil perhitungan pembebanan-pembebanan yang terjadi pada gear, maka kondisi

Ideal/aman dari sebuah desain gear apabila

3. Cek keamanan Material gear dan dimensi gear menggunakan AGMA

1. Keamanan terhadap Bending , maka digunakan rumus AGMA BENDING

Dimana perbandingan tegangan terhitung (Qt) dengan tegangan desain ijin

material ( ) adalah

dari tabel 10-7 untuk BHN 156, Maka dari interpolasi diperoleh =21400

psi

39

Perencanaan Elemen Mesin

Penentuan parameter factor

Tabel 3.4 Faktor – Faktor AGMA bending

Menghitung Tegangan ijin material

Menghitung Tegangan terhitung material

Dari hasil perhitungan Tegangan ijin material dan tegangan terhitung material maka

diperoleh

AMAN

2. Keamanan terhadap aus , maka digunakan rumus AGMA WEAR

Dimana perbandingan tegangan terhitung (Qt) dengan tegangan desain ijin

material ( ) adalah

40

Perencanaan Elemen Mesin

Mencari tegangan ijin desain

Dimana nilai dari diperoleh dari tabel 10. 14 dengan perbandingan sebesar

736666.67psi

Penentuan Parameter faktor

Tabel 3.5 Faktor – faktor AGMA wear

Menghitung Tegangan ijin material

Mencari Tegangan Terhitung

Penentuan parameter

41

Perencanaan Elemen Mesin

Dimana

Nilai dari I yang merupakan faktor geometri didapat dari pers

Jadi besarnya tegangan AGMA wear terhitung

42

Perencanaan Elemen Mesin

Dari hasil perhitungan Tegangan ijin wear material dan tegangan terhitung wear material

maka diperoleh

AMAN

4. PERHITUNGAN RODA GIGI LURUS

Mencari jumlah gigi pinion dan gear

Jika harga Nt1 = 30 teeth, maka

Nt2 = 60 teeth

1. Menentukan Material pasangan Spur Gear

Untuk menentukan material dari spur gear , maka harus dilakukan analisa terhadap gaya-

gaya yang bekerja pada gear tersebut.

PINION

a. Menghitung tegangan Bending menggunakan persamaan Lewis

Menghitung parameter

Menghitung Pitch Line Velocity

Maka dari tabel 10-2 dengan Nt1 = 30 teeth dan Pressure angel = 20 deg

43

Perencanaan Elemen Mesin

Didapat Y= 0.358

Menghitung Pitch Line Velocity

Menghitung Gaya tangensial

Menghitung Beban dynamic

Dimana maka persamaan beban dinamik adalah

untuk

maka

Kekuatan Bending dari Spur gears dihitung menggunakan persamaan Lewis

Dimana

Besarnya tegangan Bending ( ) harus sama besarnya dengan tegangan Dynamic

( ) atau lebih besar dari itu . Dengan tebal b = 1 in maka kondisi minimum dari

tegangan bending yang diterima oleh gear adalah

Maka

44

Perencanaan Elemen Mesin

Jadi tegangan ijin minimum agar material gear tidak mengalami Failure adalah

sebesar . Maka pemilihan material harus ditinjau dari Safe Static Stresses

yang nilainya harus lebih besar dari dari tegangan ijin minimum material agar

mencapai kondisi AMAN kemudian ditinjau dari segi biaya .

Dari tabel 10.3, penulis menggunakan material Forged carbon steel SAE 1020 case

hardened and WQT dengan = 18000 psi dan nilai kekerasan BHN = 156

b. Menghitung tegangan aus menggunakan persamaan Buckingham

Menghitung parameter

Dimana

Dari tabel 10-11 dengan nilai BHN = 156 dan pressure angle =20 deg maka diperoleh

nilai Wear Load Factor (K) dengan interpolasi sebesar = 43.16

Maka besarnya beban gesek

Dari hasil perhitungan pembebanan-pembebanan yang terjadi pada pinion, maka kondisi

Ideal/aman dari sebuah desain gear apabila

Setelah didapatkan materialnya, kemudian dicari harga Fb yang sebenarnya dengan rumus

45

Perencanaan Elemen Mesin

GEAR

Dari tabel 10-2 dengan Nt1 = 60 teeth dan Pressure angel = 20 deg. Didapat Y= 0.421

Jadi

c. Cek keamanan Material dan dimensi menggunakan AGMA

1. Keamanan terhadap Bending , maka digunakan rumus AGMA BENDING

Dimana perbandingan tegangan terhitung (Qt) dengan tegangan desain ijin material

( ) adalah

dari tabel 10-7 untuk BHN 156, Maka dari interpolasi diperoleh =21400 psi

Penentuan parameter faktor

46

Perencanaan Elemen Mesin

Tabel 3. 6 Faktor – faktor AGMA Bending

Menghitung Tegangan ijin material

Menghitung Tegangan terhitung material

Dari hasil perhitungan Tegangan ijin material dan tegangan terhitung material maka

diperoleh

AMAN

2. Keamanan terhadap aus , maka digunakan rumus AGMA WEAR

47

Perencanaan Elemen Mesin

Tabel 3.7 Faktor – faktor AGMA wear

Dimana perbandingan tegangan terhitung (Qt) dengan tegangan desain ijin material

( ) adalah

Mencari tegangan ijin desain

Dimana nilai dari diperoleh dari tabel 10. 14 dengan perbandingan sebesar

736666.67psi

Penentuan Parameter faktor

Menghitung Tegangan ijin material

Jadi besarnya tegangan AGMA wear terhitung jika I = 0.1

48

Perencanaan Elemen Mesin

Dari hasil perhitungan Tegangan ijin wear material dan tegangan terhitung wear material maka

diperoleh

TIDAK AMAN

Supaya material tetap aman terhadap aus maka perlu diperbaiki tingkat kekerasannya misal

hingga mencapai 360 HBN dengan Sac = 160000. Jadi

AMAN

PERENCANAAN BELT DAN PULLEY

A. Gambar Layout pasangan Pulley dan Belt

49

Perencanaan Elemen Mesin

Gambar 3.5 pulley dan sabuk

Data-data:

Bahan belt : Solid Woven Cotton

Daya motor (P) : 5 hp

Putaran motor (n) : 900 rpm

Diameter pulley 2 (D2) : 150 mm

Diameter pulley 1:

1

2

2

1 )1(DD

nn

= koefisien rangkak (creep) belt (0,01 – 0,02), dipilih 0,02

Kecepatan keliling (Vp1):

50

Perencanaan Elemen Mesin

1. Penentuan Tipe Pulley

Menghitung Gaya keliling rata-rata (Frate):

Karena adanya over load atau tarikan awal yang besar, secara umum diambil 50 % dari

rateF nya.

Penampang belt dipilih berdasarkan tegangan yang timbul dan tegangan akibat beban mula.

0 K

dimana: = faktor tarikan, untuk V-belt besarnya = 0,7

= tegangan mula-mula, untuk V-belt = 12 kg/cm2

maka K = 2 0,7 12 kg/cm2 = 16,8 kg/cm2

Dari tegangan yang timbul karena beban tersebut, maka dapat dicari luasan penampang

belt

51

Perencanaan Elemen Mesin

2. Pemilihan luasan:

dari Z x A = 7 cm2, tidak memenuhi standar yang ada / tidak pas, maka dipilih:

Type : D A =7.065 2cm Z=1 h=25mm

3. Menghitung panjang pulley:

c=3 R1+R2

c=3 (75 mm)+51mmc=276 mma=(c2−( R2−R1)

2)1/2

a=((276 mm )2−(75 mm−51mm )2)1 /2a=275 mm

l=2 × a+ π2

× (D2−D1 )+(D2−D1 )

4 a

l=2 ×275 mm+ π2

× (150mm−102 mm )+ (150 mm−102 mm )4 ×275 mm

l=625.441 mm

Panjang tersebut ada pada standar belt, sehingga panjang ini yang dipakai. Variasi jarak poros

bertujuan untuk mengatur ketegangan dan kekenduran belt.

amin=a−2 × h

amin=275 mm−2×25 mm

amin=225 mm

52

Perencanaan Elemen Mesin

amax=1.05 × a

amax=1.05 × 225 mm

amax=236.25 mm

4. Tegangan Yang Terjadi Pada Belt

Tegangan akibat sentripetal ( v )

Tegangan bending ( b )

Tegangan karena daya (K)

tegangan maxsimun ( max )

4. Penentuan Umur Belt (H)

mfatbase

XUN

H

max3600

diketahui: Nbase = 108 m = 8 untuk V-belt

53

Perencanaan Elemen Mesin

fat = 90 kg/cm2 untuk V-belt X = 2 untuk pulley yang bergerak

U=V p

l

U=4.8 m ⁄ s0.625 m

U=7.68 rps

maka:

H= 108

3600 ×7.68 rps× 2×{ 90

118.7 }8

H=1975.334 jam kerja

5. Dimensi-Dimensi Pulley

Data-data pulley type C untuk V-belt

C = 6 S = 17

Diameter pulley:

Dout, 1 = D1 + 2 .C = 102 + 2 6 = 114 mm

Dout, 2 = D2 + 2 .C = 150 + 2 6 = 162 mm

Din, 1 = Dout, 1 + 2 . = 102 + 2 21 = 144 mm

54

Perencanaan Elemen Mesin

Din, 2 = Dout, 2 + 2 . = 150 + 2 21 = 192 mm

Lebar pulley (B):

lebar pulley penggerak = lebar pulley yang digerakkan

maka: B1 = B2 = (Z – 1) t + 2 .S

= (1 – 1) 25 + 2 x 17 = 34 mm

Sudut kontak (table 3-7):

5. Gaya Yang Bekerja Pada Poros

55

Perencanaan Elemen Mesin

6. Pulley Driven

Perhitungan Volume Lingkaran Pulley Driven

V pulley driven=π × t × (R22−R1

2 )

V pulley driven=π × 0.034 m × [ (0.096 m )2−(0.081 m )2 ]V pulley driven=0.00028 m3

Perhitungan Jeruji Pulley Driven

V jeruji=3 buah × π × t jeruji× R jeruji2

V jeruji=3buah × π × 0.106 m× (0.017 m )2

V jeruji=0.00028 m3

Perhitungan Total Volume Pulley Driven

V total pulley driven=V pulley driven+V jeruji

V total pulley driven=0.00028 m3+0.00028 m3

V total pulley driven=0.00056 m3

Perhitungan Massa Pulley Driven

Bahan Pulley yang dipilih adalah Aluminium dengan massa jenis sebesar 2700

kg/m3.

m pulley driven=ρaluminium ×V total pulley

mpulley driven=2700 kgm3 × 0.00056 m3

m pulley driven=1.512 kg

7. Pulley Driver

Perhitungan Massa Pulley Driver

56

Perencanaan Elemen Mesin

m pulley driver=m pulley driven x 23

¿1.512 kg x0.67=1.008 kg

3.5 PERENCANAAN POROS

Poros I

1. FBD poros I

Gambar 3.6 FBD Poros I

57

Perencanaan Elemen Mesin

F t=226 .77 NW silinder=33 . 318 kgx10 m /s2=333. 18 NW pulley=1 . 512kgx 10 m /s2=15 . 12Na=αR=20 . 93 rad /s2(0 . 15 m)=3 . 14m /s2

F1=96. 24 a=96 . 24 x 3. 14=302. 145 NF2=16 . 98 a=16 . 98x 3 .14=53 .3 NF pulley=F1+F2+W pulleyF pulley=302. 145+53 .3+12=367 . 45N

2. Gaya – gaya yang bekerja pada arah Horizontal

F t=P1

∑ Fx=0Bx=0

∑ F y=0A y+By−F t=0A y+By=F tA y+By=226 .77 N

∑M A=0−F t 0 . 4+B y 0 .8=0

By=F t 0 . 40 . 8

=226 . 77 x0 . 40 . 8

=113. 385 N

A y=113 . 385 N

58

Perencanaan Elemen Mesin

Potongan M1-1 Horizontal (0< x < 0.4)

∑M=0M 1−1−A y x=0M 1−1=113 . 385 xx=0⃗ M 1−1=0x=0. 4 ⃗M 1−1=45 . 35 Nm

Potongan M2-2 Horizontal (0< x < 0.4)

∑M=0M 2−2−B y x=0M 2−2=113. 385 xx=0⃗ M 2−2=0x=0.4 ⃗M 2−2=45.35 Nm

59

Perencanaan Elemen Mesin

3. Gaya – gaya yang bekerja pada arah Vertikal

60

Perencanaan Elemen Mesin

F p=P1W silinder=P2

∑ F x=0Bx=0

∑ F y=0A y+B y−F p−W silinder=0A y+B y=F p+W silinder

A y+B y=700 . 63 N

∑M A=0F p 0 . 1−W silinder 0. 4+By 0 . 8=0

B y=W silinder 0 . 4−Fp 0 .10 . 8

B y=333 . 18 x 0 .4−367 .45 x0 .10 . 8

=120 .66 N

A y=579.97 N

Potongan M1-1 Vertikal (0< x < 0.1)

61

Perencanaan Elemen Mesin

∑M=0M 1−1−F p x=0M 1−1=367 .45 xx=0⃗ M 1−1=0x=0.1⃗M 1−1=36 .745 Nm

Potongan M 2-2 Vertikal ( 0 < x < 0.4 )

∑M=0M 2−2−A y x+F p (0 .1+x )=0M 2−2=579 . 97 x−367 . 97(0 .1+x )x=0⃗ M2−2=36 .745 Nmx=0.4 ⃗M2−2=48. 26 Nm

Potongan M 3-3 Vertikal ( 0 < x < 0.1 )

62

Perencanaan Elemen Mesin

∑M=0M 3−3−B y x=0M 3−3=120 . 66 xx=0⃗ M 3−3=0x=0.1⃗M 3−3=48.26 Nm

4. Diagram Momen Poros I

a. Diagram momen Poros I arah Horizontal

b. Diagram momen Poros I arah Vertikal

63

Perencanaan Elemen Mesin

5. Penentuan Diameter Poros I

Dalam hal ini material poros menggunakan material Carbon steel dengan properties

mekaniknya :

SAE1020S yp=18000 psi=124105631. 23 N /m2

Maka dari persamaan MNST diperoleh diameter minimal poros

M R=√MV2 +M H

2

M R=√48 .2642+45 .352=66 . 23 Nm

D3≥Nx 16πx 0 . 15(S yp )

√M R2 +T 2

D3≥2 x16πx 0 . 15(124105631.23) √66 . 232+52 .162

D≥2.4 cm

5. Penentuan Diameter Bertingkat

64

Perencanaan Elemen Mesin

Tabel 3.8 Kode ukuran bearing

Pada Tabel dimensi bearing diatas untuk d = 25 mm besar D = 47 mm, jadi untuk

diameter poros silindernya = 25mm x ( 13(47mm-25mm) x 2) = 39 mm

6. Sketsa Poros I

Gambar 7.1 sketsa poros I

65

Perencanaan Elemen Mesin

Poros II

1. Data poros II

a=α R2=20.93 (0.102 )=2.135 ms2

F1=96.24 kg x 2.135 ms2=205.46 N

F2=16.98 kg x2.135 ms2=36.25 N

T=78.24 Nm

W pulley=0.8 kg x10 ms2=8N

F p=F1+F2−W pulley

F p=205.46 N+36.25 N−8 N=233.71 N

F t=78.24 Nm0.0762 m

=1026.77 N

W spur=1.25 kg x10 ms2=12.5 N

2. FBD poros II

66

Perencanaan Elemen Mesin

3. Gaya – gaya yang bekerja pada arah Horizontal

Reaksi tumpuan sumbu horizontal

Σ F x=0

C x=0

Σ F y=0

C y+D y−F t=0

C y+D y=1026.77 N

67

Perencanaan Elemen Mesin

Potongan M1-1 Horisontal (0< x < 0.1)

∑M=0M 1−1−C y x=0M 1−1=513 .385 xx=0⃗ M 1−1=0x=0. 1⃗M 1−1=51. 3385 Nm

Potongan M2-2 Horisontal (0< x < 0.1)

68

Perencanaan Elemen Mesin

∑M=0M 2−2−D y x=0M 2−2=513 . 385 xx=0⃗ M 2−2=0x=0.1⃗M 2−2=51. 3385 Nm

2. Gaya – gaya yang bekerja pada arah Vertikal

69

Perencanaan Elemen Mesin

∑ Fx=0Ax=0

∑ F y=0C y+D y−W spur+F p=0C y+D y=12 . 5−233 . 71=−221 .21 N

∑M A=0−W spur 0 .1+B y 0 .2+F p 0 . 3=0

Dy=12 .5 x 0. 1−233 . 71 x 0 .30 . 2

=−688 . 13 N

C y=466 . 92 N

Potongan M1-1 Vertikal (0< x < 0.1)

∑M=0M 1−1−C y x=0M 1−1=466.92 xx=0⃗ M 1−1=0x=0. 1⃗M 1−1=46 . 692 Nm

Potongan M2-2 Vertikal (0< x < 0.1)

70

Perencanaan Elemen Mesin

∑M=0M 2−2+W spur x−C y(0 .1+ x )=0M 2−2=466 .92( 0.1+x )−12 .5 xx=0⃗ M 2−2=46 . 692 Nmx=0.1⃗M 2−2=92 .134 Nm a

Potongan M-3 Vertikal (0< x < 0.1)

∑M=0M 3−3−F p x=0M 3−3=233. .71 xx=0⃗ M 3−3=0x=0.1⃗M 3−3=23 .371 Nm

3. Gambar Diagram Momen Poros II

a. Diagram momen Poros II arah Horizontal

71

Perencanaan Elemen Mesin

b. Diagram momen Poros II arah Vertikal

4. Penentuan Diameter Poros II

Dalam hal ini material poros menggunakan material Carbon steel dengan properties

mekaniknya :

SAE1020S yp=18000 psi=124105631. 23 N /m2

Maka dari persamaan MNST diperoleh diameter minimal poros

M R=√M V2 +M H

2

M R=√92. 1342+51. 342

M R=105. 5 Nm

D3≥Nx 160 . 5 πS yp

√MR2+T 2

D3≥2 x160 . 5 π (124105631 .23 ) √105 .52+78 .242

D≥2. 78 cm

72

Perencanaan Elemen Mesin

5. Penentuan Diameter Bertingkat

Berdasarkan tabel 6.1, dimensi Bearing diatas untuk d = 30 mm besar D = 55 mm, jadi

untuk diameter poros silindernya = 30mm x ( 13 (55mm-30mm) x 2) = 42 mm

6. Sketsa Poros II

Poros III

1. FBD Poros III

73

Perencanaan Elemen Mesin

T=156 . 48 Nm

Fth=Tdh

2

=156 . 480.1524

2

=2053 .54 N

Ft s=Tds

2

=156 . 480 . 0762

2

=4107 . 08 N

W helical=12 .5 NW spur=3.126 N

2. Gaya-gaya yang bekerja pada arah horizontal

74

Perencanaan Elemen Mesin

∑ F x=0Bx=0

∑ F y=0Ev+Fv−Fth−Ft s=0Ev+Fv=6160 .62 N

∑M A=0Ft h0 .1+Ft s 0 .2−B y 0 .3=0

Fv=2053 .54 x 0 .2+4107 .08 x 0 .10 .3

=2738. 05 N

Ev=3422.57 N

Potongan M1-1 horizontal ( 0 < x < 0.1 )

∑M=0M 1−1−Ev x=0M 1−1=3422 .57 xx=0⃗ M 1−1=0x=0. 1⃗M 1−1=342. 257 Nm

75

Perencanaan Elemen Mesin

Potongan M 2-2 (0 < x < 0.1 )

∑M=0M 2−2+Fth x−Ev(0 .1+x )=0M 2−2=2053 .54(0 .1+ x )−3422 .57 xx=0⃗ M 2−2=342. 257 Nmx=0.1⃗M 2−2=68 . 451 Nm

Potongan M 3-3 (0 < x < 0.1 )

∑M=0M 3−3−F y x=0M 3−3=2738.05 xx=0⃗ M 3−3=0x=0. 1⃗M 3−3=273 . 8Nm

76

Perencanaan Elemen Mesin

4. Gaya – gaya yang bekerja pada arah vertikal

∑ F x=0Bx=0

∑ F y=0E y+F y−W helical−W spur=0E y+F y=15 .626 N

∑M B=0W spur 0 .1+W helical 0 .2−By 0 . 3=0

E y=3. 126 x 0.1+12.5 x0 . 20 .3

=9.375 N

F y=6 . 25 N

Potongan M1-1 vertikal (0 < x < 0.1 )

77

Perencanaan Elemen Mesin

∑M=0M 1−1−A y x=0M 1−1=9 .375 xx=0⃗ M 1−1=0x=0. 1⃗M1−1=0 .9375 Nm

Potongan M 2- 2 vertikal ( 0 < x < 0.1)

∑M=0M 2−2+Whelical x−E y(0 .1+x )=0M 2−2=9 .375(0 . 1+x )−12.5 xx=0⃗ M 2−2=0 .9375 Nmx=0. 1⃗M2−2=0 .625 Nm

Potongan M 3-3 vertikal ( 0 < x < 0.1)

78

Perencanaan Elemen Mesin

∑M=0M 3−3−F y x=0M 3−3=6. 25 xx=0⃗ M 3−3=0x=0. 1⃗M 3−3=0 . 625 Nm

5. Gambar Diagram Momen Poros III

a. Diagram momen poros III arah Horizontal

b. Diagram momen poros III arah Vertikal

5. Penentuan Diameter Poros II

79

Perencanaan Elemen Mesin

Dalam hal ini material poros menggunakan material Carbon steel dengan properties

mekaniknya:

SAE1050S yp=67000 psi=461948738. 64 N /m2

Maka dari persamaan MNST diperoleh diameter minimal poros

MR=√M H2 +MV

2

MR=√616. 0622+0 .93752

MR=616 Nm

D3≥Nx 160 . 5πS yp

√MR2+T 2

D3≥2 x160 . 5π 461948738 .64 √6162+156 . 482

D≥3 cm

6. Penentuan Diameter Bertingkat

Pada Tabel 6.1 dimensi Bearing untuk d = 30 mm besar D = 55 mm, jadi untuk diameter

poros silindernya = 30mm x ( 13(55mm-30mm) x 2) = 42 mm

7. Sketsa poros III

80

Perencanaan Elemen Mesin

3.6 PERHITUNGAN PASAK

Jenis Material AISI C1020 dengan Syp = 66000 psi

1. Pada poros I

Ada 3 pasak yang digunakan yaitu untuk 1 untuk pulley dan 2 untuk silinder pemipil

Untuk di pulley dengan rincian sebagai berikut :

T = 52.16 Nm

W = 0.006 m

D = 0.025 m

L = 0.05 m

Maka untuk mengetahui keamanan pasak pada pulley,digunakan rumus sebagai

berikut :

Sc ≥ 4 T

LWD

66000 psi ≥ 4(52.16)

(0.05)(0.006)(0.025)

66000 psi ≥ 27818666.67 N/m2

66000 psi ≥ 4035 psi (AMAN)

Untuk silinder pemipil

W = 0.006 m

D = 0.025 m

L = 0.01 m

81

Perencanaan Elemen Mesin

Maka untuk mengetahui keamanan pasak pada silinder pemilpil ,digunakan rumus

sebagai berikut :

Sc ≥ 4 T

LWD

66000 psi ≥ 4(52.16)

(0.01)(0.006)(0.025)

66000 psi ≥ 139093333.4 N/m2

66000 psi ≥ 20175 psi (AMAN)

2. Pada Poros II

Pada pasangan Spur gear

T = 78.24 Nm

L = 0.0254 m

W = 0.006

D = 0.03 m

Maka untuk mengetahui keamanan pasak pada gear ,digunakan rumus sebagai

berikut :

Sc ≥ 4 T

LWD

66000 psi ≥ 4 (78.24)

(0.0254)(0.006)(0.03)

66000 psi ≥ 68451443.57 N/m2

66000 psi ≥ 9928 psi (AMAN)

2. Pada Poros III

Pada pasangan Helical gear

T = 156.48 Nm

L = 0.0254 m

W = 0.006

D = 0.03 m

82

Perencanaan Elemen Mesin

Maka untuk mengetahui keamanan pasak pada gear ,digunakan rumus sebagai berikut

Sc ≥ 4 T

LWD

66000 psi ≥ 4 (156.48)

(0.0254)(0.006)(0.03)

66000 psi ≥ 136902887.1 N/m2

66000 psi ≥ 19856 psi (AMAN)

3.7 BANTALAN

1. Bantalan Pada Poros I

Bantalan pada titik A :

Jenis Bantalan : Cylindrical roller bearings, double row, full complement

Dari tabel SKF diperoleh:

Diameter dalam : d = 25 mm

Diameter luar : D = 47 mm

Tebal bantalan : B = 30 mm

Dynamic load : C = 59400 N

Gaya radial resultan pada titik A:

FrA = √AV 2+A

H 2 = √ (579. 97 )2+ 113 .392 = 590.95 N

Gaya aksial resultan pada titik A: FaA = 0

Beban ekivalen pada titik A (P):

P = FS ( X . V . F r + Fa)

83

Perencanaan Elemen Mesin

Keterangan:

FS = faktor kerja roller bearing = 1,5

Dari tabel 9-8 untuk light shock load dari tipe roller bearing.

V = faktor putaran = 1,0 untuk inner ring rotation

X = 1,0 dan Y = 0, dari tabel 9-5 untuk = 14,5 15 dan Fa/ V.Fr = 0

P = 1,5 (1,0 1,0 590.95 + 0) = 886.43 N

Umur bantalan A:

L10 = (CP )

3× 106

= (59400 886 .43 )

3× 106

= 3 x 1011 putaran

atauL10 = (C

P )3106

60 . n = (59400 886 .43 )

3 106

60×600 = 8.36 x 106 jam kerja

Gaya radial resultan pada titik B:

FrA = √BV 2+B

H2 = √ (120. 66 )2+ 113 .392 = 165.58 N

Gaya aksial resultan pada titik B: FaB = 0

Beban ekivalen pada titik B (P):

P = FS ( X . V . F r + Fb)

Keterangan:

84

Perencanaan Elemen Mesin

FS = faktor kerja roller bearing = 1,5

Dari tabel 9-8 untuk light shock load dari tipe roller bearing.

V = faktor putaran = 1,0 untuk inner ring rotation

X = 1,0 dan Y = 0, dari tabel 9-5 untuk = 14,5 15 dan Fa/ V.Fr = 0

P = 1,5 (1,0 1,0 165.58 + 0) = 248.37 N

Umur bantalan B:

L10 = (CP )

3× 106

= (59400 248 . 37 )

3× 106

= 1.4 x 1013 putaran

atauL10 = (C

P )3106

60 . n = (59400 248 . 37 )

3 106

60×600 = 3.9 x 108 jam kerja

2. Bantalan Pada Poros II

Bantalan pada titik C :

Jenis Bantalan : Cylindrical roller bearings, double row, full complement

Dari tabel SKF diperoleh:

Diameter dalam : d = 30 mm

Diameter luar : D = 55 mm

Tebal bantalan : B = 34 mm

85

Perencanaan Elemen Mesin

Dynamic load : C = 73700 N

Gaya radial resultan pada titik C:

FrA = √CV 2+C

H 2 = √ (466 .92 )2+ 513 .392 = 693.96 N

Gaya aksial resultan pada titik C: FaC = 0

Beban ekivalen pada titik C (P):

P = FS ( X . V . Fr + Fc )

Keterangan:

FS = faktor kerja roller beraing = 1,5

Dari tabel 9-8 untuk light shock load dari tipe roller bearing.

V = faktor putaran = 1,0 untuk inner ring rotation

X = 1,0 dan Y = 0, dari tabel 9-5 untuk = 14,5 15 dan Fc/ V.Fr = 0

P = 1,5 (1,0 1,0 693.39 + 0) = 1040.94 N

Umur bantalan C:

L10 = (CP )

3× 106

= (73700 1040 . 94 )

3× 106

= 3.55 x 1011 putaran

86

Perencanaan Elemen Mesin

atauL10 = (C

P )3106

60 . n = (59400 886 .43 )

3 106

60×600 = 9.86 x 106 jam kerja

Gaya radial resultan pada titik D:

FrD = √DV 2+D

H 2 = √ (-668. 13 )2+ 513 .392 = 842.6 N

Gaya aksial resultan pada titik D: FaD = 0

Beban ekivalen pada titik D (P):

P = FS ( X . V . F r + FD )

Keterangan:

FS = faktor kerja roller bearing = 1,5

Dari tabel 9-8 untuk light shock load dari tipe roller bearing.

V = faktor putaran = 1,0 untuk inner ring rotation

X = 1,0 dan Y = 0, dari tabel 9-5 untuk = 14,5 15 dan Fa/ V.Fr = 0

P = 1,5 (1,0 1,0 842.6 + 0) = 1263.9 N

Umur bantalan D:

L10 = (CP )

3× 106

= (73700 1263 . 9 )

3× 106

= 2 x 1011 putaran

87

Perencanaan Elemen Mesin

atauL10 = (C

P )3106

60 . n = (73700 1263 .9 )

3 106

60×600 = 5.5 x 106 jam kerja

3. Bantalan Pada Poros III

Bantalan pada titik E :

Jenis Bantalan : Cylindrical roller bearings, double row, full complement

Dari tabel SKF diperoleh:

Diameter dalam : d = 30 mm

Diameter luar : D = 55 mm

Tebal bantalan : B = 34 mm

Dynamic load : C = 73700 N

Gaya radial resultan pada titik A:

FrE = √EV 2+E

H 2 = √ (9 .375 )2+ 3422. 572 = 3422.58 N

Gaya aksial resultan pada titik A: FaA = 0

Beban ekivalen pada titik A (P):

P = FS ( X . V . F r + Fa)

Keterangan:

FS = faktor kerja roller bearing = 1,5

88

Perencanaan Elemen Mesin

Dari tabel 9-8 untuk light shock load dari tipe roller bearing.

V = faktor putaran = 1,0 untuk inner ring rotation

X = 1,0 dan Y = 0, dari tabel 9-5 untuk = 14,5 15 dan Fa/ V.Fr = 0

P = 1,5 (1,0 1,0 3422.58 + 0) = 5133.87 N

Umur bantalan E:

L10 = (CP )

3× 106

= (73700 5133 . 87 )

3× 106

= 3 x 109 putaran

atauL10 = (C

P )3106

60 . n = (73700 5133 . 87 )

3 106

60×600 = 8.22 x 104 jam kerja

Gaya radial resultan pada titik F:

FrF = √FV 2+F

H 2 = √ (6 .25 )2+ 2738. 052 = 2738.06 N

Gaya aksial resultan pada titik B: FaF = 0

Beban ekivalen pada titik F (P):

P = FS ( X . V . F r + Fb)

Keterangan:

89

Perencanaan Elemen Mesin

FS = faktor kerja roller bearing = 1,5

Dari tabel 9-8 untuk light shock load dari tipe roller bearing.

V = faktor putaran = 1,0 untuk inner ring rotation

X = 1,0 dan Y = 0, dari tabel 9-5 untuk = 14,5 15 dan Fa/ V.Fr = 0

P = 1,5 (1,0 1,0 2738.06 + 0) = 4107.09 N

Umur bantalan F:

L10 = (CP )

3× 106

= (73700 4107 .09 )

3× 106

= 5.78 x 109 putaran

atauL10 = (C

P )3106

60 . n = (73700 4107 .09 )

3 106

60×600 = 1.6 x 105 jam kerja

3.8 PELUMASAN

Untuk perencanaan pelumasan dapat dilakukan dengan mencari beban pelumasan yang

terbesar yang terjadi pada bantalan. Dalam perencanaan gear box ini bantalan yang mengalami

beban pelumasan terbesar adalah pada bantalan E yang berputar pada n = 1800 rpm dan memiliki

diameter poros 30 mm. Dengan mengasumsikan temperatur kerja berkisar pada + 100o F, maka

dapat dihitung :

D x n = 30 x 1800 = 54000

90

Perencanaan Elemen Mesin

Dari figure 9.40 hal 503, machine design, Deutschman, didapatkan : viskositas SUS = 170 SUS

dengan basis 100o F

Bila specific gravity pada 60oF = 0,89 maka specific gravity pada 100oF dapat dicari :

ρt = ρ60−0 ,00035 (t−60 )

= 0 ,89−0 , 00035 (170−60 )

= 0 ,89−0 ,0385

= 0,8515

Viskositas absolut :

Z = ρt .(0 , 22 SUS−180

SUS ) = 0 , 8515 .(0 ,22(170)−180

(170))= 0,8515.(36,34)

= 31,83 cp

μ = 31 , 83cp . 1 , 45×10−7 reyns

1 cp

= 4,62 x 10-7 reyns

Dari figure 8.13, Deutschman didapat standar SAE dari pelumas, yaitu SAE 10.

91

Perencanaan Elemen Mesin

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari perhitungan dan perencanaan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

92

Perencanaan Elemen Mesin

Berdasarkan perhitungan dan penentuan elemen-elemen mesin sebelumnya, maka Mesin

Pemipil Jagung dapat dibuat.

Bahan baku dan material mesin yang dapat dijumpai dipasaran menjadi pertimbangan utama

dalam perencanaan ini.

Konstruksi mesin ini sederhana sehingga baik pembuatan maupun perawatan mudah

dilakukan.

Elemen-elemen mesin yang digunakan dan spesifikasinya adalah sbb:1. Motor Listrik

Daya : 5 HPPutaran : 3600 RPM

2. Roda Gigia. Roda gigi Helical

b. Roda Gigi Lurus

93

No Karakteristik Pinion Gear

1 Diameter 101,6 mm 355,6 mm

2 Lebar 44.196 mm

3 Sudut Tekan 20o FD

4 Jumlah Gigi 18 36

5 Bahan

Forged carbon steel

SAE 1020 case

hardened and WQT

Forged carbon steel

SAE 1020 case hardened

and WQT

No Karakteristik Pinion Gear

1 Diameter 101.6 mm 355.6 mm

2 Lebar 25.4 mm

3 Sudut Tekan 20o FD

4 Jumlah Gigi 30 60

5 Bahan

Forged carbon

steel SAE 1020

case hardened and

WQT

Forged carbon steel

SAE 1020 case hardened

and WQT

( Perbaikan kekerasan)

Perencanaan Elemen Mesin

c. Pulley

3. Poros ( Shaft )

Poros Panjang Dkritis Bahan

I 900 mm 24 mm Forged carbon steel SAE 1020 case hardened and WQT

II 300 mm 27.8 mm Forged carbon steel SAE 1020 case hardened and WQT

III 300 mm 30 mm Carbon steel HR

4. Pasak (keyways )

Pasak Lebar Panjang Bahan Jumlah

I 6 mm 25.4 mm AISI C1020 3

94

No Karakteristik Driver Driven

1 Diameter 102 mm 150 mm

2 Lebar 34 mm

3 Bahan Alluminium alloy Alluminium Alloy )

Perencanaan Elemen Mesin

II 6 mm 25.4 mm AISI C1020 2

III 6 mm 25.4 mm AISI C1020 2

5. Bantalan (Bearing)

Bantalan Tebal Diameter Inner Diameter Outer Jenis Bearing

A dan B 30 mm 25 mm 47 mm NNCF 5005 CV

C dan D 34 mm 30 mm 55 mm NNCF 5006 CV

E dan F 34 mm 30 mm 55 mm NNCF 5006 CV

95


Recommended