1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman jagung merupakan komoditas pangan terpenting kedua setelah padi.
Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan ternak. Jagung
mengandung senyawa karbohidrat, lemak, protein, mineral, air, dan vitamin. Fungsi zat
gizi yang terkandung di dalamnya dapat memberi energi, membentuk jaringan,
pengatur fungsi, dan reaksi biokimia di dalam tubuh. Semua bagian tanaman jagung
dapat dimanfaatkan.
Penepungan (milling) adalah cara pengolahan biji-bijian atau daging buah kering
yang dihaluskan sehingga menjadi tepung atau bubuk. Misalnya tepung beras, tepung
tapioka, tepung maizena, tepung terigu, sagu, dan beras ketan. Dengan adanya
pemrosesan penepungan maka butiran-butiran tepung yang sangat halus, permukaan
bidangnya menjadi sangat lebar. Pada dasarnya penepungan itu sendiri juga
menyebabkan bahan menjadi bersifat higroskopis, yaitu bahan halus mudah sekali
menjadi lembab karena sangat mudah menyerap uap air. Namun keuntungan dari
penepungan yang paling tampak adalah aroma dan cita rasa bahan yang ditepungkan
menjadi sangat mencolok (Sugito dkk,1995).
Pembuatan tepung atau bubuk bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan
bahan yang bersifat fisik maupun kualitatif (mutu). Berkurangnya kualitas merupakan
bentuk kerusakan yang harus dihindari, namun dalam kenyataannya dua bentuk
kerusakan ini saling berkait dan sering mempengaruhi sehingga akan membentuk
kerusakan tepung yang lebih serius. Seperti biji-bijian, tepung dan bubuk berada dalam
keadaan telah kering sempurna, sesudah digiling dengan mesin penepungan (milling).
Tanda bentuk bahan telah kering yaitu antara butir tepung atau bubuk halus satu
dengan yang lainnya tidak saling lengkap (menempel), tetapi saling lepas. Tepung
yang masih basah biasanya butiran halusnya saling berlekatan sehingga membentuk
agregat (gumpalan) yang lebih besar dan mengelompok (Purwanto, 1995). Oleh
karena itu perlu dilakukan suatu penelitian tentang penepungan jagung secara basah
dengan beberapa variasi perendaman sehingga diperoleh tepung jagung dengan
kualitas baik.
1.2 Permasalahan
Jagung merupakan salah satu pengganti kebutuhan pokok masyarakat
Indonesia. Namun, masyarakat luas memiliki tingkat pemahaman yang cukup rendah
2
akan manfaat dan kandungan gizi dari jagung. Hal itu sangat disayangkan sehingga
perlu adanya inovasi maupun modifikasi untuk menghasilkan produk dari olahan
jagung. Salah satu bentuk produk olahan jagung yang sudah berkembang adalah
tepung jagung. Oleh karena itu, dilakukan penelitian pembuatan tepung jagung.
Dalam proses pembuatan tepung jagung memerlukan tahapan-tahapan tertentu
serta variasi perendaman yang akan mempengaruhi kualitasnya. Variasi perendaman
dilakukan mengunakan pelarut yang berbeda. Pelarut berbeda yang digunakan akan
mempengaruhi terutama derajat keputihan tepung jagung. Oleh karena itu, penelitian
pembuatan tepung jagung dilakukan dengan memodifikasi perlakuan penepungan
basah menggunakan perendam yang berbeda sehingga akan diketahui cara
memperoleh tepung jagung dengan kualitas baik.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan penelitian tentang penepungan jagung yaitu:
1. Mengetahui cara pembuatan tepung jagung.
2. Mengetahui perbedaan karakteristik fisik tepung jagung dengan menggunakan
teknologi penepungan secara basah dengan variasi perendaman
menggunakan natrium metabisulfit dan air beras terfermentasi.
1.4 Luaran
Dalam penelitian ini diharapkan akan menghasilkan tepung jagung yang memiliki
kualitas baik berdasarkan karakteristik fisik berupa rendemen, derajat keputihan,
viskositas dan suhu gelatinisasi serta densitas.
1.5 Manfaat
Manfaat pada penelitian tentang penepungan jagung yaitu:
1. Memberikan pengetahuan tentang cara pembuatan tepung beras yang
berkualitas baik.
2. Mengetahui perubahan yang terjadi pada tepung jagung setelah dilakukan
perendaman terutama karakteristik tepung jagung yang meliputi rendemen,
derajat keputihan, viskositas dan suhu gelatinitasi serta densitas.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jagung
Jagung merupakan bahan pangan yang berperan penting dalam perekonomian
Indonesia dan pangan tradisional atau makanan pokok di beberapa daerah.
Kandungan gizi jagung tidak kalah dengan beras atau terigu, bahkan jagung memiliki
keunggulan karena merupakan pangan fungsional dengan kandungan serat pangan,
unsur Fe dan beta-karoten (pro vitamin A) yang tinggi (Suarni, 2001).
Rukmana (1997) menyatakan dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan,
kedudukan tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays
Jagung dalam sistematika tanaman termasuk dalam golongan Spermatophyta,
kelas Monocotyledon, ordo Graminae, familia Graminaceae, genus Zea. Nama latin
jagung adalah Zea mays L. Jagung merupakan tanaman penting kedua setelah padi
dan hampir terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia. Tanaman jagung relatif mudah
dibudidayakan dan dapat tumbuh di semua jenis tanah kecuali tanah liat dan pasir.
Berdasarkan warna bijinya, jagung dibedakan menjadi dua macam yaitu jagung kuning
dan jagung putih. Kedua jagung ini mempunyai nilai gizi yang relatif sama
Menurut Koswara (2009) bahwa jagung mempunyai beberapa subspecies yang
dibedakan menjadi tujuh jenis yaitu:
1. Soft Corn (Zea mays amylacea). Jagung ini disebut juga jagung tepung. Biji jagung
ini hampir seluruhnya mengandung pati yang lunak.
2. Pod Corn (Zea mays tunicate). Jagung ini mempunyai kulit yang menutupi bijinya,
yang tidak terdapat pada jagung jenis lain. Dengan demikian maka jagung ini
menjadi tahan lama dan daya kecambahnya tetap baik.
3. Pop corn ( Zea mays everata). Pop corn atau jagung berondong mempunyai biji
berbentuk agak runcing, kecil dan keras, berwarna kuning, atau putih. Kalau
dibakar bijinya meletus. Tongkol jagung ini umumnya berukuran kecil.
4
4. Flint corn (Zea mays indurate). Flint corn atau jagung mutiara memiliki ukuran biji
sedang. Bagian atas biji jagung berbentuk bulat dan tidak berlekuk, serta hampir
seluruhnya mengandung lapisan tepung yang keras. Biji jagung berwarna putih,
kuning atau merah. Jagung ini agak tahan terhadap serangan hama bubuk,
sehingga lebih tahan kalau disimpan.
5. Dent corn (Zea mays indentata). Dent corn disebut juga jagung gigi kuda, karena
bentuknya seperti gigi kuda. Biji jagung jenis ini mempunyai lekukan pada bagian
atas. Lekukan ini terjadi karena pengerutan lapisan tepung yang lunak ketika biji
mengering.
6. Sweet Corn (Zea mays sacharata). Sweet corn atau jagung manis mempunyai
rasa yang manis dan bila dikeringkan bijinya menjadi keriput. Jagung jenis ini
sering dipanen waktu masih muda untuk direbus atau dibakar.
7. Waxy corn (Zea mays ceratina). Waxy corn memiliki biji yang menyerupai lilin.
Molekul pati jagung jenis ini berbeda dari molekul pati jenis lain. Pati waxy corn
mirip glikogen dan msenyerupai tepung tapioka.
Komposisi kimia jagung bervariasi tergantung jenis atau varietas jagung,
keadaan tana dan iklim. Pada umumnya komposisi kimianya adalah protein, lemak,
karbohidrat dan abu (Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi kimia biji jagung
Komposisi kimia Jumlah (%)
Air 13.5
Protein 10.0
Lemak/Minyak 4.0
Karbohidrat
Pati
Gula
Pentosan
Serat kasar
61.0
1.4
6.0
2.3
Abu 1.4
Sumber: Koswara (2009)
2.2 Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)
Natrium metabisulfit merupakan bahan tambahan yang sering digunakan dalam
pengolahan pangan yang berfungsi sebagai pemutih bahan pangan digunakan untuk
mencegah kerusakan karena reaksi browning yang enzimatis serta bekerja sebagai zat
5
antioksidan (Winarno, 1993). Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan
bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan serta untuk mempertahankan warna
bahan agar tetap menarik (Margono, Suryati dan Hartinah, 1993).
Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit dan
metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tak
terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH dibawah 3. Selain sebagai pengawet,
sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat
melanoid sehingga mencegah timbulny warna coklat. Sulfur dioksida juga dapat
berfungsi sebagai antioksidan (Syarief dan Irawati, 1988).
Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan
asetaldehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba,
mereduksi ikatan disulfide enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksi
sulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan (Cahyadi, 2006).
Banyaknya SO2 yang ditambahkan ke makanan bersifat membatasi sendiri
karena pada konsentrasi sekitar 500 ppm, produk menimbulkan bau dan rasa
menyimpang yang tidak menyenangkan. Penggunaan SO2 tidak diizinkan dalam
makanan yang mengandung thiamin dalam jumlah yang berarti, karena vitamin ini
dirusak oleh SO2. SO2 dipakai juga secara luas dalam buah kering, yang
konsentrasinya mencapai 2000 ppm. Pemakaian lain ialah dalam sayur kering dan
produk kentang kering. Karena SO2 bersifat atsiri dan mudah hilang ke atmosfer,
konsentrasi residu akan jauh lebih rendah daripada jumlah yang dipakai semula
(deMan, 1997).
Natrium metabisulfit berbentuk serbuk, berwarna putih, larut dalam air, sedikit
larut dalam alkohol dan berbau khas seperti gas sulfur dioksida, mempunyai rasa asam
dan asin. (Chichester dan Tanner, 1975). Batas maksimum penggunaan Na-
metabisulfit yang dapat digunakan dalam pengolahan bahan makanan menurut
Departemen Kesehatan RI adalah 2 g/kg berat bahan. FDA menyarankan maksimum
penggunaan sulfit pada level konsentrasi 2000 ppm (Desrosier, 1988).
2.3 Air Beras (Air Cucian Beras)
Air leri merupakan air cucian beras. Air leri merupakan salah satu sumber energi
karbohidrat berupa pati yang kadarnya bisa mencapai 85-90%. Selain itu terdapat zat
lain seperti protein, pentosa, selulosa, hemiselulosa dan gula. Selain karbohidrat, air
cucian beras juga mengandung vitamin B1, fosfor, dan nitrogen (M. Nur Chamsyah
dan Yoga Adesca, 2012).
6
Vitamin B1 atau Thiamin HCl mempunyai sifat larut dalam air dan akan hilang
atau berkurang selama proses pencucian beras berulang kali dan terlalu lama.
Sehingga vitamin B1 atau Thiamin HCl pada beras sebagian larut dalam air cucian
beras tersebut. Secara tidak langsung air leri banyak mengandung zat gizi seperti
kandungan yang terdapat pada beras pecah kulit. Parahnya, Kebiasaan para ibu
rumah tangga mencuci beras dengan tujuan membersihkan beras dari kotoran. Namun
yang mengejutkan adalah pencucian tersebut dilakukan sampai benar-benar "bersih"
dimana pencucian dilakukan sampai air cucian beras berwarna putih susu. (Stiyabudi
dkk, 2009).
Jenis karbohidrat dalam air leri berupa pati. Pati umumnya akan terbentuk dari
dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin (amylopectin).
Amilosa memiliki struktur linier, dengan berat molekul sekitar 30.000-1 juta, namun
yang umum memiliki berat molekul 200.000-300.000. Perbedaannya dengan selulosa
ada pada ikatan glikosidanya, amilosa merupakan polimer linier dari á-D
glukopiranosa, sedangkan selulosa dari â-D-glukopiranosa (Fessenden dan
Fessenden, 1986).
Amilopektin memiliki struktur bercabang melalui karbon 6 dan memiliki berat
molekul di atas 1 juta. Amilopektin terdiri dari 20-25 unit glukosa yang terikat pada
karbon 1 dan 4, sebagaimana dalam amilosa, tetapi dengan rantai-rantai yang
tersambungkan satu sama lain melalui ikatan 1,6 (Stevens, 2007).
2.4 Proses Penepungan Jagung
2.4.1 Proses Penepungan Beras Secara Basah
Metode lain untuk menghasilkan tepung selain dengan cara kering yaitu
dengan cara basah tanpa penambahan enzim, sehingga proses fermentasi
berlangsung secara alami (Wahyuningsih dan Haslina, 2011). Selama
perendaman, proses fermentasi dibantu oleh beberapa jenis bakteri penghasil
asam laktat seperti Lactobacillus plantarum, Candida crusei, dan Lactobacillus
delbruecki (Ohenhen and Ikenbomeh 2007). Penggunaan kapang dan bahan lain
pada konsentrasi dan lama perendaman tertentu akan mempengaruhi kecepatan
proses fermentasi dan kuaitas produk akhir baik dari segi rasa maupun gizi (Arief
dkk, 2014)
7
2.5 Standar Kualitas Tepung Jagung
Berikut ini merupakan syarat mutu tepung jagung standar berdasarkan SNI
(Standart Nasional Indonesia) 01-3727-1995 (Tabel 2).
Tabel 2. Syarat mutu tepung jagung
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2 Benda-benda asing - Tidak boleh ada
3 Serangga dalam bentuk
stadia dan potongan-
potongan
- Tidak boleh ada
4 Jenis pati lain selain pati
jagung
- Tidak boleh ada
5 Kehalusan
5.1 Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70
5.2 Lolos ayakan 60 mesh % Min. 99
6 Air % b/b Maks. 10
7 Abu % b/b Maks. 1.5
8 Silikat % b/b Maks. 0.1
9 Serat kasar % b/b Maks. 1.5
10 Derajat asam ml N NaOH/ 100 gr Maks 4.0
11 Cemaran logam
11.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1.0
11.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10.0
11.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0
11.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.05
12 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0.5
13 Cemaran mikroba
13.1 Angka lempeng total Koloni/gr Maks. 5 x 106
13.2 E. Coli APM/gr Maks. 10
13.3 Kapang Koloni/gr Maks. 104
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1995)
8
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Kegiatan ini akan dilaksanakaan di Laboratorium Rekayasa Proses Hasil
Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Hasil Pertanian
Universitas Jember sebagai lokasi observasi. Waktu penelitian diharapkan dimulai
pada tanggal 04 Juni 2015 atau menyesuaikan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu: Oven, baskom,
penggilingan (blender), ayakan 60 mesh, color reader, loyang, neraca analitik,
gelas ukur, spatula, dan sendok.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu: Jagung pipil, air beras
terfermentasi, natrium metabisulfit, air, kertas label, plastik.
3.3 Rancangan Kerja
Pencarian Referensi
Pembuatan Proposal
Diskusi dan Konsultasi
Presentasi Proposal
Pembelian Bahan
Pembuatan Tepung Jagung
Pengamatan dan Pengujian
Pembuatan Laporan
Gambar 1. Rancangan kerja penelitian
9
Tabel 3. Rancangan kerja penelitian
No Hari/Tanggal Kegiatan Pelaksanaan Keterangan
1. Selasa, 28 April 2015
Diskusi Kelompok
- Pengajuan dan penyetujuan Judul
Proposal
Senin, 04 Mei 2015
Diskusi Kelompok Semua Anggota
Penyusunan Proposal
Selasa, 05 Mei 2015
Revisi Proposal Asisten -
Kamis, 21 Mei 2015
Diskusi Kelompok Semua Anggota
Pembahasan Proposal untuk dipresentasikan dan pembagian
tugas
2. Jumat, 22 Mei 2015
Presentasi Proposal
Semua Anggota
-
Pengumpulan Proposal untuk
direvisi
Asisten -
3. Kamis-Jumat, 04-05 Juni
2015
Pembuatan Tepung Jagung dan pengujian terhadap sifat fisik tepung
jagung
Semua Anggota
-
4. Senin, 08 Juni 2015
Diskusi Kelompok Semua Anggota
Penyusunan Small Project (menyusun hasil pengamatan dan analisa data)
5. Kamis, 11 Juni 2015
Revisi Laporan Small Project
Asisten -
6. Senin, 15 Juni 2015
Diskusi Kelompok Semua Anggota
Penyusunan laporan akhir small
project
7. Selasa, 15 Juni 2015
Presentasi PPT Laporan Small
project
Semua Anggota
-
10
3.4 Skema Kerja
3.4.1 Pembuatan Tepung
Gambar 2. Proses pembuatan tepung jagung
Jagung Pipil
500 gram
Perendaman dengan
Natrium Metabisulfit
konsentrasi 4%, 8% dan
12%; 4 jam
Perendaman dengan
Air beras
terfermentasi; 24 jam
Penirisan 30 menit
Pengovenan 60°C,
120 menit
Penggilingan dengan blender
Pengayakan 60 mesh
mesh
Tepung Jagung
Diamati :
Rendemen
Derajat Keputihan
Densitas
11
3.4.2 Perhitungan Rendemen
Gambar 3. Pengukuran rendemen tepung jagung
3.4.3 Pengukuran Derajat keputihan
Gambar 4. Pengukuran derajat keputihan tepung jagung
200 gram jagung 200 gram jagung
Perendaman dengan air
leri selama 24 jam
Perendaman dengan
natrium metabisulfit 4%,
8% dan 12% selama 4 jam
Penirisan 30 menit
Pengovenan 60°C, 120 menit
Penggilingan dengan blender
Pengayakan 60 mesh
mesh
Penimbangan tepung jagung
Penghitungan rendemen
200 gram jagung 200 gram jagung
Perendaman dengan air
leri selama 24 jam
Perendaman dengan
natrium metabisulfit 4%,
8% dan 12% selama 4 jam
Pengukuran derajat warna dengan colour reader
Catat dan bandingkan
12
3.4.4 Perhitungan Densitas
Gambar 5. Perhitungan densitas tepung jagung
3.5 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
1. Rendemen
2. Derajat Keputihan
3. Densitas
200 gram jagung 200 gram jagung
Perendaman dengan air
leri selama 24 jam
Perendaman dengan
natrium metabisulfit 4%,
8% dan 12% selama 4 jam
Penirisan 30 menit
Pengovenan 60°C,
120 menit
Penggilingan dengan blender
Pengayakan 60 mesh
mesh
Penimbangan tepung jagung
Pengukuran volume tepung
jagung dengan gelas ukur
Perhitungan densitas
menggunakan rumus
13
3.6 Prosedur Analisa
3.6.3 Rendemen
Salah satu pengamatan sifat fisik pada tepung jagung adalah pengujian
rendemen. Rendemen merupakan perbandingan berat produk yang diperoleh
terhadap berat bahan baku yang digunakan. Cara pengukuran dilakukan dengan
menimbang berat bahan baku serta berat produk (berat kering bahan). Sehingga
dapat diketahui nilai efisiensi dari proses pengolahan (jumlah tepung yang
dihasilkan dari bahan dasar).
3.6.4 Derajat keputihan (Warna)
Salah satu pengamatan sifat fisik pada tepung jagung adalah pengujian
pada warna (derajat keputihan). Pengujian warna diukur menggunakan color
reader. Menurut Fardiaz (1992). Intensitas warna sampel di tunjukkan oleh angka
yang terbaca pada colour reader. Pengukuran dilakukan terhadap sample dari
tiap perlakuan, kemudian di lakukan perhitungan rata-rata dari data yang di
peroleh. Terlebih dahulu di pastikan bahwa cahaya sudah terang. Pengukuran ini
menghasilkan tingkat kecerahan yang ditunjukkan denga nilai L yang berkisar 0-
100 yaitu antara hitam sampai putih.
3.6.5 Densitas
Salah satu pengamatan sifat fisik pada tepung jagung adalah pengujian nilai
densitas kamba. Densitas dihitung dari perbandingan berat sampel (tepung
jagung) dengan volume yang terbaca pada gelas ukur. Cara pengukuran
dilakukan menggunakan gelas ukur. Sampel yang akan diukur ditimbang sesuai
takaran, kemudian dimasukkan dalam gelas ukur dengan volume tertentu.
Setelah itu, dibaca volume setelah pemasukan sampel.
14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen
Menurut Meyer (1973) dalam Pengkey (1991) menyatakan bila cairan antar sel
berupa air atau suatu larutan berkonsentrasi lebih rendah dari konsentrasi disekitarnya
maka larutan disekitar sel akan masuk ke dalam sel hingga terjadi keseimbangan dan
biji mengembang sehingga biji mejadi lunak. Hal ini memudahkan proses
penghancuran biji sehingga dihasilkan tepung yang lebih banyak. Sehingga nilai
rendemen akan semakin meningkat.
Gambar 6. Nilai Rendemen Tepung Jagung dengan Perlakuan yang Berbeda
Berdasarkan gambar 6 yang diperoleh dari pengamatan untuk perlakuan
perendaman menggunakan natrium metabisulfit dengan variasi konsentrasi 4%, 8%
dan 12% menunjukkan semakin tinggi pemberian konsentrasi maka nilai rendemen
menjadi menurun yaitu secara berurutan 25.65%, 24.13%, dan 23.13%. Berdasarkan
hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa faktor perlakuan konsentrasi natrium
metabisulfit tidak berbeda nyata terhadap rendemen tepung (Choirunisa dkk, 2014).
Namun pada perlakuan ini terjadi penyimpangan karena tidak sesuai dengan
pernyataan beberapa ahli. Menurut Rahman (2007) bahwa semakin tinggi konsentrasi
natrium metabisulfit maka kandungan mineral Na dan S pada bahan semakin banyak,
sehingga rendemen semakin meningkat.
Namun dibandingkan dengan perlakuan perendaman menggunakan air beras
terfermentasi menunjukkan nilai rendemennya lebih tinggi yaitu 30.68% daripada
perlakuan perendaman menggunakan natrium metabisulfit. Hal ini disebabkan karena
pada proses fermentasi terjadi proses pemecahan pati oleh aktivitas enzim dari
15
mikroba menjadi gula-gula yang lebih sederhana. Pecahnya pati menjadi gula-gula
yang lebih sederhana meningkatkan jumlah komponen yang semakin mudah larut air
menjadi semakin besar. Semakin banyak pati yang dipecah oleh mikroba, tekstur
beras akan semakin lunak atau mudah pecah yang dapat memudahkan proses
penggilingan dan pengayakan sehingga hasil rendemen dari tepung jagung akan
meningkat. Selain itu, menurut Suarni dan Firmansyah (2005) menyatakan pada saat
perendaman akan terjadi fermentasi alami spontan yang mengakibatkan rendemen
tepung tinggi. Namun, kedua perlakuan ini menunjukkan nilai yang hampir sama
secara signifikan, karena sama-sama menggunakan metode perendaman basah. Yang
berbeda hanya pada perlakuan fermentasi.
4.2 Derajat Keputihan (L)
Penambahan natrium metabisulfit berfungsi sebagai pemutih bahan pangan
yang digunakan untuk mencegah kerusakan karena reaksi browning yang enzimatis
serta bekerja sebagai antioksidan (Winarno, 1993). Penambahan natrium metabisulfit
harus sesuai standar yang diterapkan BPOM No 36 2013 yaitu tidak melebihi 200 mg -
1 gr/kg untuk produk pangan. Jika melebihi batas maksimum menyebabkan alergi.
Gambar 7. Nilai Derajat Keputihan Tepung Jagung dengan Perlakuan yang Berbeda
Berdasarkan gambar 7 diperoleh data bahwa semakin tinggi konsentrasi
penambahan natrium metabisulfit menyebakan nilai derajat putih (L) meningkat.
Secara berurutan dari konsentasi 4%, 8% dan 12% sebesar 58.7, 58.8 dan 59.2. Hal
ini sesuai menurut Nastiti dkk (2014) bahwa warna coklat pada tepung akan teratasi
dengan penambahan larutan natrium metabisulfit yang dianjurkan untuk produk
16
pangan, semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka nilai derajat putih
semakin tinggi. Menurut Syarief dan Irawati, (1998), selain sebagai pengawet, sulfit
dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi ini akan mengikat melanoida
sehingga mencegah timbulnya warna coklat.
Namun dibandingkan dengan perlakuan perendaman menggunakan air beras
terfermentasi menunjukkan nilai derajat putihnya semakin meningkat sebesar 59.8
daripada perlakuan perendaman menggunakan natrium metabisulfit. Hal itu
dikarenakan pada saat perendaman menggunakan air beras terfermentasi jagung akan
bercampur dengan warna putih pada air beras terfermentasi. Didukung oleh
pernyataan Winangun (2007) bahwa peningkatan nilai warna disebabkan karena
proses fermentasi menghilangkan komponen pembentuk warna coklat ketika
pengeringan, sehingga warna yang dihasilkan lebih putih. Semakin lama fermentasi
maka proses browning semakin terhambat yang mengakibatkan terhambatnya reaksi
pencoklatan non enzimatis (Fardiaz, 1992).
4.3 Densitas
Pengukuran densitas dilakukan dengan pengukuran antara massa dan volume
pada setiap bahan yang telah dilakukan pengayakan menggunakan 80 mesh. Bahan
yang telah dialakukan pengukuran kemudian dilakukan perhitungan dengan massa
dibagi dengan volume.
Gambar 8. Nilai Densitas Tepung Jagung dengan Perlakuan yang Berbeda
Berdasarkan gambar 8 diperoleh data bahwa perbedaan perlakuan tidak
berpengaruh cukup besar terhadap hasil nilai densitas pada tepung jagung.
Didapatkan densitas tepung jagung untuk pelakuan perendaman natrium metabisulfit
4%, 8% dan 12% sebesar 579 kg/m3, 524 kg/m3 dan 500.1 kg/m3. Sedangkan untuk
17
perlakuan perendaman air beras terfermentasi didapatkan nilai densitasnya sebesar
479.37 kg/m3. Namun untuk perlakuan perendaman air beras menunjukkan nilai
densitas lebih rendah dibandingkan dengan perendaman natrium metabisulfit. Hal itu
menurut Villareal dan Juliano (1987) dalam Santoso dkk (2005) menyatakan pada
dasarnya densitas kamba ditentukan oleh pengembangan volume, semakin besar
pengembangan dalam proses, maka semakin tinggi nilai densitas kambanya.
Densitas kamba tergantung pada kadar pati yang mempengaruhi produk tepung
instan selama proses.
Namun jika dibandingkan dengan literatur bahwa densitas tepung jagung
sebesar 627 g/l atau 627 kg/m3 dan berbeda jauh dengan hasil pengamatan. Hal itu
dikarenakan akibat perlakuan pengayakan pada jagung yang hanya dilakukan dalam
satu kali pengayakan, sehingga perhitungannya ditentukan berdasarkan hasil
pengayakan tanpa pengulangan. Hal ini menyebabkan densitasnya berbeda karena
dipengaruhi oleh berat dan volume yang melewati mesh.
18
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai rendemen tepung jagung dengan perlakuan perendaman menggunakan
air beras terfermentasi lebih tinggi dari pada perlakuan perendaman
menggunakan natrium metabisulfit.
2. Nilai derajat putih tepung jagung dengan perlakuan perendaman
menggunakan air beras fermentasi lebih tinggi dari pada perlakuan
perendaman menggunakan natrium metabisulfit.
3. Nilai densitas tepung jagung dengan perlakuan perendaman menggunakan air
beras terfermentasi lebih rendah dari pada perlakuan menggunakan natrium
natrium metabisulfit.
5.2 Saran
Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, untuk penelitian kedepan
diharapkan lebih jelas dalam pembagian penggunaan laboratorium untuk penelitian
serta ketersediaan alat juga lebih ditingkatkan untuk memudahkan dalam melakukan
penelitian dan analisa produk.
19
DAFTAR PUSTAKA
Arief, R.W., Yani, A., Asropi., Dewi, F. 2014. Kajian Pembuatan Tepung Jagung Dengan Proses Pengolahan Yang Berbeda. Lampung: BPTP Lampung.
Asmarajati, T. 1999. Pengaruh Blanching dan Suplementasi Bekatul Terhadap Kualitas Cookies. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Pertanian UNSOED.
Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01-3727-1995 Tepung Jagung. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
BPOM-No 36. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Jakarta pp. 9.
Cahyadi, W. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Chichester, C.E. and F.W. Tanner. 1975. Anti Microbial and Food Additives. Amsterdam: Chemical Rubber Co.
Chorunisa, R. F., Susilo, B., dan Nugroho, W. A. 2014. Pengaruh Perendaman Natrium Bisulfit (NaHSO3) dan Suhu Pengeringan terhadap Kualitas Pati Umbi Ganyong (Canna Edulis Ker). Malang: Universitas Brawijaya.
DeMan, M.J. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah K. Padmawinata. Bandung: ITB-Press.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: UI Pers.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Fessenden, R. J. & Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek). Bogor: Institut Teknologi Bandung Press.
Margono, T., Suryati, D., dan Hartinah, S. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Jakarta: Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI.
M. Nur Chamsyah dan Yoga Adesca. 2012. Buanglah Air Cucian Berasmu dengan Baik dan Benar. Diakses dari “http://environment.uii.ac.id” pada tanggal 5 Mei 2015.
Nastiti, M. A., Hendrawan, Y., dan Yulianingsih, R. 2014. Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na2S2O5) dan Suhu Pengeringan terhadap Karakteristik Tepung Ampas Tahu. Malang: Universitas Brawijaya.
Ohenhen, R.E. and M.J. Ikenbomeh. 2007. Shelf stability and enzime activity studies of ogi a corn meal fermented product. J. of American Science 3(1).
Pangkey, A. S. Pengaruh Lama Perendaman Kacang Gude (Cajanus cajan Mill sp.) dari Beberapa Varietas terhadap Rendemen dan Komposisi Kimia Tepung yang Dihasilan. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Pertanian UNSOED.
20
Purwanto, S. 1995. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. Jakarta: Direktorat Budi Daya Serealia.
Rahman, F. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na2S2O5) dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Pati Biji Alpukat. Skripsi. Medan: Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Rosmisari, A. 2006. Review: Tepung Jagung Komposit, Pembuatan dan Pengolahannya. Bogor: BPPPT.
Rukmana, Rahmat. 1997. Usaha Tani Jagung. Jogjakarta: Penerbit Kanisius.
Santoso, B.A.S., Sudaryono dan Widowati, S. 2005. Evaluasi Teknologi Tepung Instan dari Jagung Brondong dan Mutunya. Jurnal Pascapanen. Vol 2: 18-27.
Stevens, M. P. 2007. Kimia Polimer. Penerjemah Lis Sopyan. Jakarta: Pradya Paramita.
Stiyabudi, Rizky, Anggiyani R, Nuky H. 2009. Nata de Coco dari Air Cucian Beras. Yogyakarta: Penelitian Fakultas MIPA UNY.
Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Potensi sorgum varietas unggul sebagai bahan pangan untuk menunjang agroindustri. Prosiding Lokakarya Nasional BPTP Lampung, Universitas Lampung. p. 541-546.
Suarni. 2001. Tepung Komposit Sorgum, Jagung, dan Beras untuk Pembuatan Kue Basah (cake). Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia, Maros. Vol 6. hlm 55-60.
Sugito, Y., Yulia W., dan Ellis W. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan Pangan untuk Industri. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa
Wahyuningsih, S,B dan Haslina. 2011. Kajian Degradasi Asam Sianida Pada Berbagai Metode Proses Pembuatan Tepung Mokal. Semarang: Universitas Semarang.
Winangun, A. 2007. Mocal - Tumpuan Ketahanan Pangan. http: //Tanimerdeka.com.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
21
LAMPIRAN HASIL PENGAMATAN
A. Rendemen
Perlakuan
(Perendaman)
Berat awal (gram) Berat tepung
(gram)
Natrium
Metabisulfit 4%
200 51,31
Natrium
Metabisulfit 8%
200 48,26
Natrium
Metabisulfit 12%
200 46,25
Air Beras
Terfermentasi
200 61,35
B. Derajat Keputihan
Perlakuan
(Perendaman)
Ulangan
I II III
Natrium
Metabisulfit 4%
59,1 59,7 58,9
Natrium
Metabisulfit 8%
58,8 59,1 58,6
Natrium
Metabisulfit 12%
58,8 58,3 58,9
Air Beras
Terfermentasi
59,7 60 59,7
C. Densitas
Perlakuan
(Perendaman)
Berat Tepung (gram) Volume Tepung
(ml)
Natrium
Metabisulfit 4%
51,31 98
Natrium
Metabisulfit 8%
48,26 96,5
Natrium
Metabisulfit
12%
46,25 88
Air Beras
Terfermentasi
61,36 128
22
LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Rendemen
Perendaman Natrium Metabisulfit 4%
Rendemen = 51.31 x 100%
200
= 25.65%
Perendaman Natrium Metabisulfit 8%
Rendemen = 48.26 x 100%
200
= 24.13%
Perendaman Natrium Metabisulfit 12%
Rendemen = 46.25 x 100%
200
= 23.13%
Perendaman Air Beras Terfermentasi
Rendemen = 61.36 x 100%
200
= 30.68%
B. Derajat Keputihan
Perendaman Natrium Metabisulfit 4%
Derajat putih = 58.8 + 58.3 + 58.9
3
= 58.7
Perendaman Natrium Metabisulfit 8%
Derajat putih = 58.8 + 59.1 + 58.6
3
= 58.8
Perendaman Natrium Metabisulfit 12%
Derajat putih = 59.1 + 59.7 + 58.9
3
= 59.2
Perendaman Air Beras Terfermentasi
Derajat putih = 59.7 + 60.0 + 59.7
3
= 59.8
Rendemen = Produk yang dihasilkan x 100% Bahan Awal
Derajat putih = x1 + x2 +x3 Ʃ
23
C. Densitas
Perendaman Natrium Metabisulfit 4%
ρ = 51.31 x 10-3
98 x 10-6
= 524 kg/m3
Perendaman Natrium Metabisulfit 8%
ρ = 48.26 x 10-3
96.5 x 10-6
= 500.1 kg/m3
Perendaman Natrium Metabisulfit 12%
ρ = 46.25 x 10-3
88 x 10-6
= 525.6 kg/m3
Perendaman Air Beras Terfermentasi
ρ = 61.36 x 10-3
128 x 10-6
= 497.37 kg/m3
ρ = massa (kg) volume (m3)
24
LAMPIRAN SUSUNAN PERSONALIA DAN ANGGARAN DANA
A. Susunan Personalia
Ketua kelompok : Dedi Kurniawan
Sekretaris : Syayyidah Faizatul Isnaini
Bendahara : Aisyah
Anggota : - M. Agung Laksono
- Dwi Hidayani
B. Anggaran Dana
No Bahan Jumlah Harga
1 Jagung pipil 1 kg Rp. 6000
2 Natrium metabisulfit 1 ons Rp. 5000
3 Plastik 1 pack Rp. 1500
4 Tissu 1 pack Rp. 2000
5 Akomodasi - Rp.10000
Total Rp. 24500