+ All Categories
Home > Documents > STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH...

STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH...

Date post: 10-Nov-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
100
STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Oleh: REZA YUDISTIRA Nim : 204046102977 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (PERBANKAN SYARIAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
Transcript

STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH

PADA BANK SYARIAH MANDIRI SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

REZA YUDISTIRA

Nim : 204046102977

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (PERBANKAN SYARIAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 September 2011

Reza Yudistira

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank

Syariah Mandiri (Persero) Tbk Cabang Jatinegara dalam menyelesaikan Pembiayaan

bermasalah dan apakah cara yang digunakan tersebut sudah sesuai dengan yang diatur dalam

Undang-Undang Perbankan dan Fatwa Fatwa DSN MUI. Penelitian ini merupakan jenis

penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, yaitu mencari data langsung ke lapangan,

tidak cukup hanya dengan mengumpulkan data-data sekunder.

Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan

data yang digunakan yaitu studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi kepustakaan

dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dalam

penelitian kualitatif ini menggunakan teknik analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank

Syariah Madiri (Persero) Tbk Cabang Jatinegara dalam menyelesaikan Pembiayaan

bermasalah, yaitu dengan menggunakan jalur non-litigasi maupun jalur litigasi. Jalur non-

litigasi dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan debitur (asset-settlement), alternatif

penyelesaian sengketa (negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase), penjualan agunan via

parate eksekusi, penjualan agunan di bawah tangan, dan penjualan agunan secara sukarela,

sedangkan penyelesaian dengan jalur litigasi dapat dilakukan dengan cara eksekusi sertifikat

hak tanggungan dan pelelangan agunan via lelang eksekusi (lelang via penetapan

pengadilan).

Pembiayaan bermasalah dapat dihindari melalui pelaksanaan pembinaan dan pengawasan

kredit yang dilakukan oleh semua pihak PT Bank Syariah Mandiri (Persero) Tbk Cabang

Jatinegara. Pelaksanaan restrukturisasi yang dilakukan PT Bank Syariah Mandiri (Persero)

Tbk Cabang Jatinegara harus mengikuti seluruh ketentuan, sehingga tidak perlu ada

pengulangan restrukturisasi untuk satu hutang dari debitur yang sama. Penyelesaian

Pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Syariah Mandiri (Persero) Tbk

Cabang Jatinegara sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, serta Fatwa Fatwa Dewan

syariah Nasional nomor 07/DSN-MUI/IV/2000, DSN MUI Nomor 48/2005, Fatwa Nomor

49/ DSN-MUI/II /2005, fatwa Nomor 47/ DSN MUI /II/2005 poin a, Fatwa DSN Nomor

19/DSN-MUI/IV/2001 aturan Pertama poin 6b dan Nomor 47/DSN-MUI/II/2005 poin e,

tentang restrukturisasi pembiayaan bermasalah.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah

Tuhan Yang Maha Menganugerahkan kekuatan dan kemudahan dalam menjalani

setiap tahap dalam hidup ini. Rabb yang hingga kini tak hentinya mencurahkan

rahmat, ilmu, petunjuk, dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan dinamika yang indah. Shalawat dan salam teruntuk teladan terbaik

Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, dan pengikutnya atas inspirasi yang

begitu mengagumkan.

Dalam penulisan skripsi ini, alhamdulillah begitu banyak pengalaman,

pelajaran, dan hikmah yang penulis peroleh yang diharapkan semua itu mampu

membuat penulis lebih dewasa dan bermanfaat bagi masyarakat luas tentunya.

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini karena

masih dalam tahap pembelajaran.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak. Oleh karena itu, ijinkanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih

yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MH., MM. sebagai Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak Drs.H. Ahmad Yani, MA selaku Ketua Program Non Reguler Studi

Muamalat Dan Staf.

3. Bapak Muhammad Maksum, S. Ag. MA. Dan Nahrowi, SH. MH. sebagai Dosen

Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing

dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen yang selama ini memberikan ilmunya kepada penulis sehinnga

penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan ini dengan baik.

5. Rasa ta’zim dan terima kasih yang mendalam kepada ayahanda Zainal Fikri,

ibunda Diah Budi Wati, istri tercinta Eva Kurniawati dan anakku tersayang

Muhammad Zava Alfarizi atas dukungannya yang tiada henti baik moril maupun

materiil, kesabaran, keikhlasan, perhatian, serta cinta dan kasih sayang yang tidak

habis bahkan doa-doa munajatnya yang tak henti-hentinya kepada Allah SWT.

Dan tidak lupa juga rasa terimakasih ku buat adik yang ku banggakan Istiqal Hadi

Fikri atas bantuan pengetikannya, Thanks Bro atas jasanya.

6. Untuk sahabat sahabat terbaiku: M. Zainal Mutaqin, Yanirwan. Sei, Resa Kusuma

Wardana, Fahmi yang telah berbagi suka dan duka dalam mengerjakan skripsi ini.

Untuk seluruh teman-teman Perbankan Syariah C 2004 yang tercinta yang tidak

disebutkan namanya satu persatu semoga hubungan kita tidak akan putus sampai

kapanpun.

7. Staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah beserta jajarannya yang telah membantu penulis dalam

memperoleh data- data yang dibutuhkan.

8. Pihak-pihak lainya yang secara tidak langsung membantu dan memberikan

semangat sehingga penulisan skripsi ini bisa berjalan dengan lanccar

9. Akhir kata hanya kepada Allah SWT. jualah penulis memanjatkan doa semoga

Allah memberikan balasan kebaikan amal mereka dengan berlipat ganda. Semoga

dengan adanya skripsi ini dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi

masyarakat luas. Amiin.

Jakarta, 15 September 2011

Reza Yudistir

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... i

ABSTRAK .......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 7

D. Metode Penelitian ................................................................... 8

E. Review Terdahulu .................................................................. 11

F. Sistematika Penulisan ............................................................. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembiayaan ............................................................................ 16

1. Pengertian Pembiayaaan .................................................. 16

2. Unsur -unsur Dalam Pembiayaan ..................................... 18

3. Tujuan Dan Fungsi Pembiayaan ...................................... 19

Jenis-jenis Pembiayaan Perbankan ................................... 21

4. Jaminan Dalam Pembiayaan Perbankan ........................... 24

B. Tinjauan Umum Mengenai Pembiayaan Bermasalah .............. 25

1 Timbulnya Pembiayaan Bermasalah ................................ 25

2 Penggolongan Kualitas Pembiayaan ................................ 28

3 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ............................. 29

BAB III GAMBARAN UMUM PT BANK SYARIAH MANDIRI

A. Sejarah PT BSM .................................................................... 35

B. Visi dan Misi .......................................................................... 38

C. Produk-produk Pembiayaan .................................................... 39

D. Struktur Organisasi ................................................................. 47

BAB IV HASIL PENELITIAsN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur dan Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan pada

PT. BSM Jatinegara. ............................................................... 48

B. Pembiayaan Bermasalah dan Penyelesaiannya. ....................... 62

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 82

B. Saran ...................................................................................... 84

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, menyebutkan bahwa pembangunan

nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang

meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk

mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Agar tujuan tersebut dapat terwujud maka

pembangunan harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua komponen

bangsa yaitu pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Kota), dunia usaha,

dan masyarakat yang biasa disebut sebagai pelaku pembangunan.

Untuk dapat melaksanakan pembangunan seperti yang dimaksud,

sudahlah pasti akan dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Sebagian besar dana

pembangunan tersebut diperoleh dari fasilitas kredit perbankan yang

diperuntukan bagi berbagai sektor. Oleh karena itu perbankan memiliki peranan

yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam

rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan

ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

2

Di Indonesia hanya dikenal dua jenis bank yaitu :1

1. Bank Umum Syariah

Adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan

Prinsip Syariah dan menurut jenisnya, yang dalam kegiatannya memberikan

jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank Pembiyaan Rakyat Syariah

Adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran.

Sedangkan Bank Sentral di Indonesia bukan merupakan bank yang

diatur dalam Undang-undang ini, tetapi ditetapkan secara tersendiri, hal ini

mengingat fungsi, tugas dan peranan Bank Sentral yang merupakan lembaga

otoritas moneter, serta melakukan pengawasan dan pembinaan bank.

Pengertian mengenai perbankan dapat kita temukan dalam Pasal 1 angka

1 Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan memberikan pengertian perbankan

sebagai berikut : “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya”.2 Sedangkan pengertian mengenai bank

tersurat dalam Pasal 1 angka 2 sebagai berikut: “Bank Syariah adalah badan

usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan

1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008, Pasal ayat (8) dan Ayat (9) 2 Muhamad jumhana, hukum perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti: Bandung, 2000

3

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan dan/atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Dalam rangka memasuki era globalisasi dan menghadapi pertumbuhan

perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, sektor perbankan adalah

merupakan salah satu sektor yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan secara

maksimal dalam pelaksanaan pembangunan ini demi mewujudkan pemerataan

pendapatan masyarakat, terutama melalui pemberian fasilitas-fasilitas yang

diberikan oleh pihak perbankan bagi masyarakat, seperti pemberian fasilitas

kredit yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku ekonomi untuk

mengembangkan dan memperbesar usaha-usaha mereka, baik yang secara

langsung maupun tidak langsung dapat mengurangi angka penganguran dan

membantu terjadinya pemerataan pendapatan di masyarakat. Selain untuk

mengembangkan usaha fasilitas kredit perbankan dapat pula dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekundernya seperti untuk pembelian

barang-barang elektronik, kendaraan, dan lain-lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan

asing bagi masyarakat kita. Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat

di kota-kota besar, tetapi sampai di desa-desa pun kata kredit tersebut sudah

sangat popular. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti

4

kepercayaan (truth atau faith), oleh karena itu dasar dari kredit adalah

kepercayaan.3

Sedangkan pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan adalah sebagai berikut :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan

Kebijaksaan Perkreditan (PPKPB) bagi Bank Umum, dalam rangka melindungi

dan mengamankan dana masyarakat dan untuk menjaga kesehatan dan

kelangsungan usaha bank, dalam pelaksanaan pemberian kredit bank diharuskan

berpegang pada asas-asas perkreditan yang sehat yang dituangkan melalui suatu

kebijaksanaan perkreditan bank dalam bentuk tertulis.

Pelaksanaan pembangunan yang ditunjang dengan tingkat pertumbuhan

ekonomi dan kondisi pasar yang stabil adalah merupakan kondisi ideal yang

diharapkan semua pihak, tetapi terkadang tidak selalu demikian. Menurunnya

3 Ibid., hal. 12

5

nilai tukar mata uang, terus meningkatnya suku bunga pinjaman dengan disertai

menurunnya daya beli masyarakat (inflasi) sangat mempengaruhi roda

perekonomian secara umum. Kondisi seperti ini akan berimbas pada menurunnya

kemampuan membayar para debitur dari suatu bank. Ketidak mampuan atau

menurunnya kemampuan dari debitur untuk membayar angsuran kreditnya

adalah merupakan gejala awal dari timbulnya suatu kredit bermasalah dalam

dunia perbankan. Namun demikian dimungkinkan juga kredit bermasalah timbul

karena faktor-faktor lain diluar inflasi tersebut.

Terhadap kredit bermasalah yang timbul tersebut diperlukan penanganan

dengan segera oleh pihak bank agar tidak berkelanjutan menjadi kredit macet

(Non Performing Loan) yang jika persentasenya terus meningkat akan dapat

mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank. Oleh karena itu pihak bank wajib

menerapkan serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan

pemberian kredit.

Dari hasil pra penelitian yang penulis lakukan, dapat diketahui persentase

kredit bermasalah yang terjadi PT. BSM (Persero) Tbk. Cabang Jatinegara dalam

tahun 2008 adalah 4,9 persen untuk kredit retail dan 1 persen untuk kredit tetap

(KRETAP) yang disebabkan oleh faktor ekstern dari bank yaitu pihak debitur.

Oleh PT. BSM (Persero) Tbk. Cabang Jatinegara, pembiayaan bermasalah ini

diselesaikan melalui dua tahap, yaitu tahap penyelamatan pembiayaan melalui

restrukturisasi, sedangkan untuk pembiayaan yang tidak bisa diselesaikan melalui

tahap penyelamatan lebih lanjut dilakukan melalui tahap penyelesaian

6

pembiayaan yaitu penyelesaian melalui saluran hukum yang dilaksanakan oleh

KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk

mengkaji lebih lanjut mengenai pembiayaan bermasalah ini supaya bisa

diperoleh gambaran yuridis mengenai timbulnya pembiayaan bermasalah di

dunia perbankan dan antisipasi serta upaya-upaya yang dilakukan untuk

menyelesaikan kredit bermasalah tersebut melalui kebijakan-kebijakan yang

diambil pihak bank, khususnya PT. BSM (Persero) Tbk. Cabang Jatinegara dan

mengangkat judul “Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Studi di PT.

Bank Mandiri Syariah Cabang Jatinegara)”.

B. BATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Untuk menghindari meluasnya pembahasan pada penelitian ini,penulis

membatasi penelitian ini pada pelaksanaan penyelesaian pembiayaan murabahah

bermasalah (studi kasus pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Jatinegara)

Dari latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka dapat

dirumuskan permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut :

1 Bagaimanakah strategi pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri. Cabang

Jatinegara?

2 Bagaimanakah strategi penyelesaian pembiayaan Bermasalah pada PT. Bank

Syariah Mandiri. Cabang Jatinegara?

7

3 Apakah praktik penyelesaian pembiayaan beramaslah tersebut sudah sesuai

dengan Fatwa DSN?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1 Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui dan memberikan gambaran mengenai prosedur dan

pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah pada PT. Bank Syariah

Mandiri.Cabang Jatinegara.

b) Untuk mengetahui pola penyelesaian pembiayaan bermasalah yang

dilakukan oleh PT. Bank Syariah Mandiri.Cabang Jatinegara.

c) Untuk mengetahui kesesuaiannya dengan Fatwa DSN.

2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi sumbangan positif bagi

kajian ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya dalam bidang hukum

perbankan pada studi pembiayaan perbankan.

a) Manfaat teoritis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran yang berguna dan bermanfaat terhadap bidang hukum

perbankan, mengenai antisipasi untuk mengurangi terjadinya pembiayaan

bermasalah pada lembaga keuangan perbankan.

b) Manfaat praktis

8

1) Diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang berarti bagi PT. Bank

Syariah Mandiri Cabang Jatinegara dalam hal antisipasi untuk

mengurangi terjadinya kredit bermasalah.

2) Dapat melengkapi kajian hukum bagi para praktisi pembuat kebijakan

dalam bidang hukum perbankan, khususnya mengenai penyelesaian

kredit bermasalah.

D. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara atau sistem untuk mengerjakan

sesuatu secara sistematis dan metodologi adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari proses berfikir, analisis berfikir serta mengambil kesimpulan yang

tepat dalam suatu penelitian.

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan adalah suatu pola pemikiran secara ilmiah dalam

suatu penelitian. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian Di

Bank syariah Mandiri Cabang Jatinegara adalah Studi kasus yaitu dalam

menganalisis data didasarkan pada asas-asas hukum dan perbandingan-

perbandingan hukum yang ada dalam masyarakat,4 yaitu mengenai

penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank syariah dalam

pembiayaan.

4 Soerjono. Soekanto, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 4-5

9

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilihat dari sifat dan tujuan termasuk penelitian deskriptif

evaluatif yaitu penelitian yang menggambarkan dan meneliti tentang

keadaan dan gejala-gejala maupun aktifitas yang ada diperbankan khususnya

tentang pembiayaan mudharabah, kemudian penulis menyoroti atau

mengevaluasi dari sudut pandang hukum islam.

3. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Bank Syariah Mandiri Cabang

Jatinegara.

4. Sumber data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang berasal dari sumber data utama,

yang berwujud tindakan-tindakan sosial dan kata-kata dari pihak yang

terlibat dengan masalah yang diteliti secara langsung.5 Data primer terdiri

dari:

Al Qur’an, khususnya Surat (Al Muzammil : 20), (Al Jumuah’:10),

(Al-Baqarah : 198), Dan Al Hadits.

UU NO.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun1998 tentang Perbankan

5 Lexy Jmoleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 1994 hlm. 112

10

Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 47/DSN-MUI/II/2005

tentang Penyelesaian piutang mudharabah bagi Nasabah yang tidak

mampu membayar

Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2006 tentang Penjadwalan

kembali )Reschedule) tagihan mudharabah

Peraturan Bank Indonesia No. 08/10/PBI/2006 tentang Penataan

Ulang (Restruktur)

Peraturan Bank Indonesia No. 08/10/PBI/2006 tentang

Pemberhentian / Pemutusan Pembukuan tagihan (Rideoff).

Hasil wawancara langsung kepada Manejer, bagian pemasaran

khususnya pembiayaan dan accunt officer (pembina pembiayaan) di

Bank Syariah Mandiri Cabang Jatinegara

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh untuk melengkapi dan mendukung data primer

yang berupa dokumen-dokumen ilmiah dan majalah, literatur yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder melalui

pengumpulan dan penyelidikan data-data pada kepustakaan khususnya

yang berhubungan dengan pokok masalah yang diteliti

b. Dokumentasi

11

Pengamatan dengan mempelajari dan mengumpulkan data serta

berkas-berkas atau kejadian-kejadian dengan penyelesaian sengketa dalam

pembiayaan mudharabah di Bank Syariah Mandiri Cabang Jatinegara.

c. Metode Wawancara

Metode yang digunakan untuk memperoleh gambaran atau keterangan

secara langsung mengenai data yang penulis perlukan dengan cara

mengajukan pertanyaan dengan manager dan staff karyawan bagian

pembiayaan di Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Tangerang.

6. Analisis Data

Teknis analis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deduktif dan induktif. Deduktif adalah suatu metode analisis data yang

menarik hal hal yang bersifat umum kedalam yang bersifat khusus.

Sedangkan induktif adalah suatu metode analisis data yang menarik hal hal

yang bersifat khusus ke dalam hal-hal yang bersifat umum.6

E. REVIEW TERDAHULU

Pokok permasalahan dalam penulisan penelitian ini sebagaimana telah

diuraikan dalam permasalahan dan tujuan penelitian adalah bagaimana

pemberian pembiayaan dilaksanakan di PT Bank Syariah Mandiri Cabang

Jatinegara, kemudian jika sampai terjadi pembiayaan bermasalah maka sebab-

6 Sutrsino Hadi, Metodologi Riset, Universitas Gajah Mada Press, Yoyakarta, 1997.

12

sebab apa yang menjadi faktor pembentuknya, dan bagaimana pembiayaan

bermasalah tersebut dapat diselesaikan oleh PT Bank Syariah Mandiri Cabang

Jatinegara.

Pelaksanaan pemberian pembiayaan di PT Bank Syariah Mandiri Cabang

Jatinegara dilaksanakan oleh Pejabat Pembiayaan (Account Officer) dan

KRETAP, ADK, serta Pejabat Pemutus Pembiayaan, sedangkan penyelesaian

pembiayaan bermasalah dilaksanakan oleh selain Pejabat (Account Officer) dan

Account Officer KRETAP yang bersangkutan dengan pembiayaan bermasalah

tersebut, dan oleh Account Officer Bidang NPL (Non- performing Loan).

Sehingga dapat diketahui dalam pembahasan peneliian ini komponen eksekutif

dapat dipersamakan dengan para pembuat peraturan dalam bidang perbankan,

yaitu Pemerintah sebagai pembuat peraturan di bidang perbankan secara umum

dalam bentuk perundang-undangan dan peraturan-peraturan pemerintah, Bank

Indonesia sebagai pembuat kebijakan dan peraturan perbankan secara lebih

khusus, dan Kantor Pusat PT Bank Syariah Mandiri sebagai pembuat kebijakan

intern BSM mengenai pembiayaan.

Sedangkan pada pelaksanaan pemberian pembiayaan dan penyelesaian

pembiayaan bermasalah di PT Bank Syariah Mandiri Cabang Jatinegara

komponen birokasi dapat dipersamakan dengan para Pejabat (Account Officer),

dan Account Officer NPL, staff dan kepala bagian ADK, maupun Pejabat

Pemutus pembiayaan di BRI Syariah Cabang Tangerang sebagai birokrasi

penegak hukumnya.

13

Teori penegakan hukum dapat diterapkan untuk mengetahui apakah

aturan hukum dalam hal ini aturan-aturan pokok dalam pemberian pembiayaan

perbankan dan penyelesaikan pembiayaan bermasalah sudah ditegakkan dan

dilaksanakan ataukah belum oleh para birokrasi penegak hukum tersebut dalam

pelaksanaan pemberian pembiayaan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah di

PT. Bank Syariah Mandiri.

Kasmir, dalam analisis laporan keuangan menjelaskan, bahwa dalam

pembiayaan penyajian laporan keuangan merupakan hal yang mutlak diperlukan

bagi bank untuk menilai kelayakan pembiayaan yang akan disalurkan.

Sedangkan tentang pembiayaan, lebih lanjut kasmir mendefinisikan dalam dua

pengertian, yaitu:

1. Pembiayaan dalam arti pemberian atau penyaluran dalam bentuk uang,

2. Pembiayaan dalam bentuk barang atau jasa.7

Adapun skripsi lain yang membahas tentang pembiayaan adalah Chaerul

Fajri (2007) dalam penelitian yang berjudul “manajemen pembiayaan bank IFI

Syariah”, menjelaskan bahwa bagaimana manajemen yang diterapkan bank IFI

Syariah apakah sesuai dengan prinsip-prinsip perbankan syariah atau tidak.

Secara umum manajemen pembiayaan yang diterapkan bank IFI Syariah telah

sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen umum dalam islam, dan Novita

Angraheni (2004) dalam penelitian yang berjudul “pelaksanaan pengawasan

7 Kasmir,Analisiss Laporan Keuangan, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009. hal, 272

14

kredit konsumtif dalam usaha mengatasi tunggakan kredit (studi pada KPR PT.

Bank Danamon Cabang Tulungagung)”, menjelaskan bahwa bagaimana

mengatasi kredit bermasalah yang mencerminkan pelaksanaan pengawasan kredit

yang dipengaruhi oleh keterlambatan pembayaran pinjaman. Pelaksanaan

pengawasan ini adalah mengatasi kredit bermasalah.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I Merupakan BAB PENDAHULUAN, yang terdiri dari latar belakang

masalah yang merupakan dasar dari penulisan tesis ini, rumusan

masalah yang merupakan permasalahan-permasalahan yang akan

dibahas, kemudian tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Bab II Merupakan BAB TINJAUAN PUSTAKA, yang terdiri dari 4 sub. Bab

Yang berisikan : sub bab pertama membahas tentang Tinjauan Umum

Mengenai Kredit Bank, sub bab kedua membahas tentang Tinjauan

Mengenai Perjanjian Pembiayaan Dalam Pembiayaan Perbankan, sub

bab ketiga membahas tentang Tinjauan Mengenai Jaminan Dalam

Pembiayaan Perbankan, sub bab keempat membahas tentang Tinjauan

Umum Mengenai Pembiayaan Bermasalah.

Bab III Merupakan BAB GAMBARAN UMUM BANK SYARIAH

MANDIRI, yang berisikan tentanga sejarah berdirinya Bank syariah

mandirin Profil bank, Fisi Misi, serta produk-produk pembiayaan pada

Bank Syariah Mandiri.

15

Bab IV Merupakan BAB HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, yang

berisikan Hasil Penelitian mengenai Pelaksanaan Penyelesaian

pembiayaan Bermasalah pada Bank Syariah Mandiri Cabang

Jatinegara. yang membahas tentang prosedur dan pelaksanaan proses

pemberian pembiayaan; faktor-faktor yang dapat menimbulkan

terjadinya pembiayaan bermasalah serta tindakan/ kebijakan yang

dilambil dalam upaya menyelesaikan pembiayaan bermasalah tersebut

oleh Bank Syariah Mandiri Cabang Jatinegara..

Bab V Merupakan BAB. PENUTUP yang berisikan Simpulan dan Saransaran

sebagai rekomendasi temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian.

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaaan

Dalam kamus perbankan, konsep yang dimaksud biaya adalah

pengeluaran atau pengorbanan yang tidak terhindarkan untuk mendapatatkan

barang atau jasa dengan tujuan memperoleh maslahat pengiriman,

pengeepakan, atau penjualan, dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan

dalam laporan laba rugi, komponen biaya merupakan mengurang dari

pendapatan. Pengertian biaya berbeda dengan beban. semua biaya adalah

beban tetapi tidak semua beban adalah biaya.8

Pengertian pembiayaan menurut undang-undang perbankan nomor 10

tahun 1998 ayat 12 berbunyi:

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah

jangka waktu yang tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.9

Secara teknis bank memberikan pendanaan atau pembiayaan untuk

mendukung investasi atau berjalannya suatu usaha yang telah direncanakan

antara kedua belah pihak dengan kesepakatan bagi hasil di dalamnya.

8 Bank Indonsia, Kamus Perbankan, 1999, cet ke-1, h 30 9 Undang-undang Perbankan No. 10 Thn 1998, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001) cet ke-1, h. 30

17

Sebagaimana dalam Al Quran surat Al- Maidah ayat 1:

...بالعقود أوفوا ءامنوا الذین یاأیھاArtinya:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…” (QS. Al-

Maidah: 1)

Ayat di atas menjelaskan tentang akad atau perjanjian yaitu mencakup

janji prasetia kepada allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam

pergaulan sesamanya (antara pihak bank dengan nasabah).

Pada bank konvensional kegiatan pembiayaan dikenal dengan istilah

kredit yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya

setelah jangka waktu dengan pemberian bunga.10

Pada dasarnya konsep kredit pada bank konvensional dan pembiayaan

pada bank syariah tidak selalu berbeda, yang menjadi perbedaan antara kredit

yang diberikan bank konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh

bank syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank

konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga sedangkan bagi bank

syariah berupa imbalan atau bagi hasil.11

2. Unsur -unsur Dalam Pembiayaan

10 Kasmir, Bank dan Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), cet. Ke-4 h. 92

11 Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 73

18

Setiap pemberian pembiayaan sebenarnya jika dijabarkan secara

mendalam mengandung beberapa arti. Sehingga, jika kita bicara pembiayaan

maka termasuk membicarakan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Yang

meliputi :

a) Kepercayaan

Yaitu diberikan kepada debitur baik dalam bentuk uang, jasa maupun

barang akan benar-benar dapat diterima kembali oleh bank dalam jangka

waktu yang telah ditentukan.

b) Kesepakatan

Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing

pihak menandatangani hak dan kewajiban. Kesepakatan penyaluran

pembiayaan dituangkan dalam akad pembiayaan yang ditanda tangani oleh

kedua belah pihak, yaitu bank dengan nasabah.

c) Jangka waktu

Setiap pembiayaan yang diberikan mempunyai jangka waktu masing-

masing sesuai dengan kesepakatan. Jangka waktu ini mencakup waktu

pengambilan pembiayaan yang telah disepakati. Hamper dapat dipastikan

bahwa tidak ada pembiayaan yang tidak memiliki jangka waktu.

d) Resiko

Dalam memberikan pembiayaan kepada perusahaan, bank tidak selamanya

mendapatkan keuntungan, bank juga bisa mendapat resiko kerugian.

Seperti ketika terjadinya Side Streaming, lalai dan kesalahan yang

19

disengaja, maupun penyembunyian keuntungan oleh nasabah.12 Suatu

resiko ini muncul karena ada tenggang waktu pengembalian. Semakin lama

jangka waktu pembiayaan maka semakin besar resiko tidak tertagih,

demikian pula sebaliknya.

e) Balas jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu pembiayaan atau jasa tersebut

yang kita kenal dengan bagi hasil. Balas jasa dalam bentuk bagi hasilini

dan biaya administrasi ini merupakan keuntungan bank.

Berdasarkan unsur tersebut di atas membuktikan bahwa pada dasarnya

pembiayaan merupakan pemberian kepercayaan dan berarti pula prestasi yang

diberikan benar-benar diyakini dapat dikembalikan oleh penerima pembiayaan

sesuai dengan waktu dan syarat yang telah disepakati oleh semua pihak.

3. Tujuan Dan Fungsi Pembiayaan

Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok

yaitu: pembiayaan untuk tingjkat makro dan pembiayaan untuk tingkat mikro.

Secara makro pembiayaan bertujuan:

a. Meningkatkan ekonomi umat artinya masyarakat yang tidak dapat akses

secara ekonomi dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses

ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.

12 Syafii. Hal. 94

20

b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk mengembangkan

usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh

melalui aktifitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan pada

pihak yang minus dana, sehingga dapat tergulirkan.

c. Meningkatkan produktifitas, artinya: adanya pembiayaan memberikan

peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produkssinya,

sebab upaya produksi tidak akan dapat jalan tanpa adanya dana.

d. Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sektor-sektor

usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut

akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka

lapangan kerja baru.13

Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:

a. Upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dibuka memiliki

tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha

menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat

menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang

cukup.

b. Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat

dikembalikan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan

sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan

13 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UUP AMP YKPN 2005), h. 17

21

sumber daya manusianya ada dan sumber modalnya tidak ada, maka

diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan pada dasarnya

dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi.

c. Penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan masyarakat ada

pihak yang memiliki kelebihan sementara yang lain ada pihak yang

kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme

pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran

kelebihan dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang

kekurangan (minus) dana.14

4. Jenis-jenis Pembiayaan Perbankan

a. Pembiayaan Mudharabah

تقتلوا ولا منكم تراض عن تجارة تكون أن إلا بالباطل بینكم أموالكم تأكلوا لا ءامنوا الذین یاأیھا

رحیما بكم كان اللھ إن أنفسكم

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan

yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah

kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu”. (QS’ 4:29)

Landasan hukum Mudharabah Mengambil ayat diatas, adapun pengertian

pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan antara bank dengan nasabah

dimana bank menyediakan 100% pembiayaan bagi usaha kegiatan tertentu

14 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, h. 17

22

dari nasabah. Sedangkan nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur

tangan bank.15 Bank mempunyai hak untukmengajukan usul dan

melakukan pengawasan atas penyediaan dana, dari pembiayaan tersebut

bank mendapat imbalan atau keuntungan yang besarnya ditetapkan atas

dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, maka

kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali kerugian

akibat kelalaian nasabah.

b. Pembiayaan Murabahah

…الربا وحرم البیع اللھ وأحل…

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatukan harga

perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh penjual dan

pembeli (bank dan nasabah).16 Sedangkan pembiayaan murabahah yaitu

suatu perjanjian dimana bank membiayai barang yang diperlukan nasabah

dengan system pembayaran ditangguhkan.

c. Pembiayaan Musyarakah

الصالحات وعملوا ءامنوا الذین إلا بعض ىعل بعضھم لیبغي الخلطاء من كثیرا وإن…

…ھم ما وقلیل

15 Warkum sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga Terkait(BAMUI dan Takafuly) di indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997) h. 86

16 Adiwarman Karim, Analisis Fiqih Dan Keuangan, (Jakarta: IIIT Indonesia 2003), edisi pertama cet-4, h. 161

23

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu

sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali

orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat

sedikitlah mereka ini”.(QS 38:24)

Musyarakah atau syirkah yaitu suatu perjanjian usaha antara dua atau

beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek

dimana masing-masing pihak mempunyai hak untukikut serta, mewakilkan

atau menggugurkan haknya dalam proyek. Keuntungan dari hasil usaha

bersama dapat dibagikan baik menurut proporsi penyertaan modal masing-

masing sesuai dengan kesepakatan bersama.

d. Pembiayaan Istisna

Pembiayaan atas dasar pesanan, pembiayaan kontruksi/ manufaktur

merupakan salah satu skim pembiayaan bank syariah yang digunakan

untuk kasus dimana obyek atau barang yang diperjualbelikan belum ada.

Kasus ini sering kali ditemui pada proses pembangunan rumah atau

gedung, usaha konfeksi dan lain-lain.17

e. Pembiayaan Salam

… فاكتبوه مسمى أجل إلى بدین تداینتم إذا ءامنوا الذین یاأیھا

17 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), h. 73

24

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak

secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya” (QS 2 : 282)

Pembelian dengan pembayaran dimuka atas hasil pertanian dengan kriteria

tertentu dari petani (nasabah) dan dijual kembali ke pihak lain (nasabah ke-

2) yang membutuhkan dengan jangka waktu pengirirman yang ditetapkan

bersama. Sebelum membeli hasil pertanian dari nasabah pertama, bank

terlebih dahulu telah menawarkan kepada nasabah kedua untuk membeli

hasil pertanian dari nasabah pertama dalam ketetapan harga pembelian dan

penjualan yang disepakati bersama antara nasabah pertama dengan nasabah

kedua.18

5. Jaminan Dalam Pembiayaan Perbankan

Sesuai dengan fatwa DSN No 7 tentang jaminan, bahwa: “jaminan

hanya dapat dicairkan apabila nasabah melakukan kesalahan yang disengaja,

lalai, dan menyalahi perjanjian”.19 Artinya adalah jaminan dalam perbankan

syariah hanya dijadikan sebagai alternative terahir setelah meyakini bahwa

usaha nasabah dianggap tidak bisa ditolong atau diselamatkan, sehingga

jaminan menjadi alternative terahir bank untuk mendapatkan peengembalian

modal yang telah dicairkan dalam pembiayaan kepada nasabah.

18 S. Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, h. 73 19 Euis Amalia, M Taufiqi dan Dwi Nuraini I, Konsep dan Mekanisme Bank Syariah, FSH

UIN Syahid Jakarta: 2007, h. 29

25

B. Tinjauan Umum Mengenai Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah adalah membayar cicilan sejumlah uang tertentu

dari harga yang disepakati dengan waktu yang melampaui batas pembayaran atau

angsuran yang telah ditentukan. Kemungkinan masalah keterlambatan peminjam

melunasi cicilannya serta berbagai konsekuensinya yang membahayakan pemberi

pinjaman termasuk persoalan penting. Bila masih ada beberapa problemantika

yang dikomentari yaitu barometer yang bersifat permanen, tidak bisa diubah.

1 Timbulnya Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah dapat disebabkan oleh salah satu atau beberapa

factor yang harus dikenali secara dini oleh pejabat pembiayaan karena adanya

unsur kelemahan baik dari sisi debitur, sisi bank maupun ekstern debitur dan

bank, yaitu:

a) Sisi Nasabah

1) Faktor keuangan

(a) Hutang meningkat sangat tajam,

(b) Hutang meningkat tidak seimbang dengan peningkatan aset,

(c) Pendapatan bersih menurun,

(d) Penurunan penjualan, biaya umum dan administrasi meningkat,

(e) Perubahan kebijakan dan syarat-syarat penjualan secara

pembiayaan

(f) Rata-rata umur piutang bertambah lama sehingga perputaran

piutang semakin lambat,

26

(g) Piutang tak tertagih meningkat,

(h) Perputaran persediaan semakin meningkat,

(i) Keterlambatan memperoleh neraca nasabah secara teratur,

(j) Tagihan yang terkonsentrasi pada pihak tertentu.

2) Faktor operasional

(a) Hubungan nasabah dengan mitra usahanya makin turun,

(b) Terhambatnya pasokan bahan baku/bahan penolong,

(c) Kehilangan satu atau lebih pelanggan utama,

(d) Pembianaan sumber daya manusianya kurang baik,

(e) Tertundanya penggantian mesian dan peralatan yang sudah

ketinggalan,

(f) Sistem operasional tidak efesien,

(g) Distribusi pemasaran yang terganggu,

(h) Operasional perusahaan mencemari lingkungan.

b) Sisi Eksternal

Yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab pembiayaan bermasalah:

1) Perubahan kebijakan pemerintah di sektor riil,

2) Peraturan yang bersifat membatasi dan berdampak besar atas situasi

keuangan dan operasional serta manajemen nasabah,

3) Kenaikan harga faktor-faktor produksi yang tinggi,

4) Perubahan teknologi yang sangat kuat dalam industri yang diterjuni oleh

nasabah,

27

5) Meningkatnya suku bunga pinjaman,

6) Ressesi, devaluasi, inflasi, deflasi, dan kebijakan moneter lainnya,

7) Peningkatan persaingan dalam bidang usahanya,

8) Bencana alam,

9) Munculnya protes dari masyarakat sekitar lokasi usaha.

c) Sisi Bank

Yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab pembiayaan bermasalah:

1) Buruknya perencanaan finansial atas aktifa tetap/modal kerja,

2) Adanya perubahan waktu dalam permintaan pembiayaan musiman,

3) Menerbitkan cek kosong,

4) Gagal memenuhi syarat-syarat dalam perjanjian pembiayaan,

5) Adanya over pembiayaan atau under financing,

6) Manipulasi data,

7) Over taksasi agunan atau penilaian agunan terlalu tinggi,

8) Pembiayaan topengan, tampilan atau fiktif,

9) Kelemahan analisa oleh pejabat pembiayaan sejak awal proses

pemberian pembiayaan,

10) Kelemahan dalam pembianaan dan monitoring pembiayaan.20

2 Penggolongan Kualitas Pembiayaan

20 Suhardjono. Hal 268-270

28

Ketidak lancaran nasabah membayar angsuran pokok maupun bagi

hasil/ profit margin pembiayaan mengakibatkan adanya kolektabilitas

pembiayaan. Secara umum kolektabilitas pembiayaan dikategorikan menjadi

empat macam, yaitu:

a. Lancar atau kolektabilitas 1

1) Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik, tidak ada

tunggakan, serta sesuai dengan persaratan pembiayaan.

2) Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan

informasi keuangan secara teratur dan akurat.

3) Dokumentasi pembiayaan lengkap dan pengikatan agunan kuat.

b. Kurang lancer atau kolektabilitas 2

1) Terdapat tunggakan bayaran pokok dan atau bagi hasil yang telah

melampaui 90 hari sampai dengan 180 hari.

2) Terdapat cerukan/ overdraft yang berulang kali hususnya untuk

menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas

3) Hubungan debitur dan bank memburuk dan informasi keuangan debitur

tidak dapat dipercaya

4) Dokumentasi pembiayaan kurang lengkap dan pengikatan agunan yang

lemah

5) Pelanggaran terhadap persaratan pokok pembiayaan

6) Perpanjangan pembiayaan untuk menyembunyikan kesulitan keuangan

c. Diragukan atau kolektabilitas 3

29

1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bagi hasil yang telah

melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari

2) Terjadi cerukan/ overdraft yang bersifat permanen hususnya untuk

menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas

3) Hungan debitur dan bank memburuk dan informasi keuangan debitur

tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya

4) Dokumentasi pembiayaan tidak lengkap dan pengikatan agunan yang

lemah

5) Pelanggaran yang principal terhadap persaratan pokok perjanjian

pembiayaan

d. Macet atau kolektabilitas 4

1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bagi hasil yang telah

melampaui 270 hari

2) Dokumentasi pembiayaan dan atau pengikatan agunan tidak ada.21

3 Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah adalah karena kesulitan-

kesulitan keuangan yang dihadapi nasabah. Penyebab kesulitan keuangan

perusahaan nasabah dapat kita bagi dalam (a) Faktor internal, dan (b) Faktor

eksternal.22

a) Faktor internal

21 Suhardjono. Hal 252-257 22 Zaenul Arifin. Hal 243-246

30

Faktor internal adalah faktor yang ada di perusahaan itu sendiri, dan faktor

utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Timbulnya kesulitan-

kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial

dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam kebijaksanaan

pembelian dan penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran,

kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada

aktiva tetap, permodalan yang tidak cukup.

b) Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar kekuasaan manajemen

perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan dalam kondisi

perekonomian dan perdagangan, perubahan-perubahan teknologi, dan lain-

lain.

Untuk menentukan langkah yang harus diambil dalam menghadapi

pembiayaan macet terlebih dahulu perlu diteliti sebab-sebab terjadinya

kemacetan. bila kemacetan disebabkan oleh faktor-faktor ekternal seperti

bencana alam, bank tidak perlu lagi melakukan analisis lebih lanjut. Yang

perlu adalah bagaimana membantu nasabah untuk segera memperoleh

penggantian dari perusahaan asuransi. Yang perlu diteliti adalah faktor

internal, yaitu yang terjadi karena sebab-sebab manajerial.

Bila bank telah melakukan pengawasan secara seksama dari bulan ke

bulan, dari tahun ke tahun, lalu timbul kemacetan, sedikit banyak terkait pula

dengan kelemahan pengawasan itu sendiri. Kecuali bila aktivitas pengawasan

31

telah dilakukan dengan baik, masih juga terjadi kesulitan keuangan, perlu

diteliti sebab-sebab kemacetan tersebut secara lebih mendalam. Mungkin

kesulitan itu disengaja oleh manajemen yang berarti pengusaha telah

melakukan hal-hal yang tidak jujur. Misalnya dengan sengaja pengusaha

mengalihkan penggunaan dana yang telah tersedia untuk keperluan kegiatan

usaha lain diluar obyek pembiayaan yang telah disepakati.

Banyak cara yang dapat dilakukan bank untuk menyelesaikan

pembiayaan macet ini, tergantung pada berat ringannya permasalahan yang

dihadapi, serta sebab-sebab terjadinya kemacetan. Apabila pembiayaan itu

masih dapat diharapkan akan berjalan baik kembali, maka bank dapat

memberikan keringanan-keringanan, misalnya menunda jadwal angsuran

(reschaduling). Dalam hal ini al- quran memberikan pedoman: “apabila

mereka mendapat kesempitan, maka hendaknya diberi kelonggaran…” (Q.S.

Al Baqarah : 280).

Untuk keperluan penghapusan itu bank diharuskan untuk membentuk

cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) sebagai berikut:

1) Bank wajib membentuk cadangan 1% dari seluruh pembiayaan

2) Cadangan 3% dari pembiayaan yang tergolong tidak lancer (setelah

dikurangi nilai agunan yang telah dikuasai)

3) Cadangan 50% dari pembiayaan yang tergolong diragukan (setelah

dikurangi nilai agunan yang dikuasai)

32

4) Cadangan 100% dari pembiayaan yang tergolong macet (setelah dikurangi

nilai agunan yang dikuasai)

Bila kemacetan tersebut akibat kelalaian, pelanggaran atau kecurangan

nasabah, maka bank dapat meminta agar nasabah menyelesaikan segera,

termasuk penyerahan barang yang digunakan kepada bank. Bila penyelesaian

diluar pengadilan tidak dapat dicapai, maka bank dapat menempuh jalur

hukum. Dalam hal ini ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu pengadilan

negeri atau badan arbitrase. Perbankan syariah lebih suka memilih badan

arbitrase muamalah Indonesia. “barang siapa yang mendapati hartanya berada

pada seseorang yang dinyatakan bangkrut atau pada seseorang yang telah

pailit, maka dia lebih berhak atas hartanya itu daripada orang lain.” (HR

Jamaah).

Sesuai surat keputusan direksi bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR

tanggal 12 November 1998 kualitas aktiva produktif (pembiayaan) dinilai atas

tiga kriteria, yaitu berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dengan

penekanan pada arus kas debitur, dan kemampuan untuk membayar. Dari

ketiga kriteria tersebut kualitas pembiayaan digolongkan menjadi

lancer,kurang lancer, diragukan dan macet.

Apabila kreditur tidak mau melunasi hutangnya, maka dia layak

mendapat hukuman fisik (diadukan ke pengadilan dan dipenjara). Dasarnya

adalah hadis terdahulu, “orang-orang kaya yang tidak mau membayar

hutangnya boleh (dilecehkan) kehormatannya dan dihukum.” Berbagai cara

33

untuk mengatasi kesulitan saat kreditur menunggak membayar cicilan dapat

diklasifikasikan menjadi dua :

1) Cara untuk menjamin hak penjualan pada saat pembeli melakukan

tunggakan pembayaran.

2) Cara untuk mencegah mereka yang menjadikan bisnis ini sebagai jalan

memakan harta orang lain secara dzalim.

Adapun bagian pertama, ada beberapa cara pilihan yang bisa digunakan

sebelum transaksi, dan cara lain dilakukan bersamaan dengan transaksi:

1) Yang dilakukan sebelum transaksi. Ada beberapa pengarahan yang

mungkin bisa membantu untuk menjaga hak penjual dan sekaligus

memeliharanya agar tidak terjerumus ke dalam perangkap para penunggak

hutang tersebut. contohnya: hendaknya pihak peminjam sebelum

menyelesaikan transaksi pembiayaan harus mengetahui keseriusan

peminjam dan komitmennya dalam ajang komersial terdahulu, bila

memungkinkan.

2) Bersamaan dengan transaksi. Peminjam juga bisa saja menetapkan syarat

dalam transaksi berupa beberapa bentu jaminan yang bisa memelihara

haknya kalau seandainya si pembinjam terlambat menutup cicilannya.

Contohnya: memberikan syarat agar peminjam mengajukan seorang

penanggung jawab atau menyerahkan jaminan.

34

BAB III

GAMBARAN UMUM PT BANK SYARIAH MANDIRI

A. Sejarah PT BSM

Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah

sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana

diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan

krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan

beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan

35

masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri

perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami

krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan

merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki

oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT

Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi

tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta

mengundang investor asing.23

Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger)

empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo)

menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli

1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT

Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan

konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah.

Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan

syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas

23 Annual Report BSM 2009. Hal. 3

36

diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum

untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).24

Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa

pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan

konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah.

Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan

sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank

konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan

nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris:

Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.

Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan

oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999,

25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior

Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama

menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal

tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin

tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.

PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang

mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi

kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani

24 ibid

37

inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam

kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun

Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.

B. Profil BSM

Dalam jangka panjang, industri perbankan menghadapi perubahan kondisi

dan lingkungan dunia usaha yang sangat komplek dan drastis akibat deregulasi,

teknologi dan peningkatan kompetisi. Perubahan mendasar tersebut di antaranya

adalah perubahan fokus usaha Bank dari spesialis ke multispesialis (universal

banking), kecenderungan disintermediasi, perubahan sumber pendapatan dari

interest based ke fee based income serta perkembangan teknologi informasi

melalui electronic channel yang memungkinkan channel pelayanan bank

semakin luas dan efisien. Menghadapi perubahan industri dan lingkungan dunia

usaha yang sangat cepat dan kompleks, BSM memandang bahwa kinerja baik

dalam beberapa tahun terakhir tidak cukup memadai.

Dalam jangka panjang BSM tidak cukup hanya menjadi Good Company

tetapi harus menjadi Great Company berdasarkan kriteria yang bertumpu pada

tiga pilar kriteria:

1. Sustainable ROE > 20%

2. Lower NPF.

38

3. Growing Productifity per Employee25

Strategi jangka panjang BSM adalah pertumbuhan berkelanjutan yang

bertumpu pada upaya meningkatkan kualitas layanan dan produk ke individu,

dan Usaha Kecil Menengah (UKM) melalui sumberdaya insani, kinerja dan

keahlian yang excellent. Untuk mewujudkan rencana tersebut BSM harus

melakukan penguatan nilai-nilai (Shared Values) yang diyakini dapat mendorong

BSM menjadi Great Company, yakni: Excellence, Teamwork, Humanity,

Integrity dan Customer Focus (ETHIC).

1. Visi

Menjadi Bank Syariah Terpercaya Pilihan Mitra Usaha.

2. Misi

a) Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan

b) Mengutamakan penghimpunan dana konsumer dan penyaluran pembiayaan

pada segmen UMKM

c) Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan

kerja yang sehat

d) Mengembangkan nilai-nilai syariah universal

e) Menyelenggarakan operasional bank sesuai standar perbankan yang

sehat.26

25 Ibid 26 Annual Report. Hal. 5

39

C. Produk-produk Pembiayaan

1. Musyarakah

Pembiayaan khusus untuk modal kerja, dimana dana dari bank merupakan

bagian dari modal usaha nasabah dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah

yang disepakati.

Manfaat:

a) Lebih menguntungkan karena berdasarkan prinsip bagi hasil

b) Mekanisme pengembalian yang fleksibel sesuai dengan realisasi usaha.

Fasilitas:

a) Mekanisme pengembalian pembiayaan yang fleksibel (bulanan atau

sekaligus diakhir periode)

b) Bagi hasil berdasarkan perhitungan revenue sharing

c) Pembiayaan dapat dalam berupa Rupiah dan US Dollar.

Persyaratan Pembiayaan

Keterangan

Badan Usaha

Perorangan

Identitas diri dan pasangan

-

v

Kartu keluarga dan surat nikah

-

v

Copy rekening bank 3 bulan terakhir

V

v

Akte pendirian usaha

V

-

Identitas pengurus

V

-

Legalitas usaha

V

v

Laporan keuangan 2 tahun terakhir

V

v

Past performance 2 tahun terakhir

V

v

Rencana usaha 12 bulan yang akan datang

V

v

Data obyek pembiayaan

V

v

2. Pembiayaan Dana Berputar

40

Pembiayaan Dana Berputar adalah fasilitas pembiayaan modal kerja dengan

prinsip musyarakah yang penarikan dananya dapat dilakukan sewaktu-waktu

berdasarkan kebutuhan riil nasabah.

Akad Pembiayaan:

a) Akad yang digunakan adalah akad musyarakah

b) Akad musyarakah adalah akad kerja sama usaha patungan dua pihak atau

lebih pemiliki modal (syarik/shahibul maal) untuk membiayai suatu jenis

usaha (masyru) yang halal dan produktif.

Manfaat:

a) Membantu menanggulangi kesulitan likuiditas nasabah terutama kebutuhan

dana jangka pendek

b) Nasabah dapat memanfaatkan pembiayaan bank secara optimal sesuai

dengan kebutuhan riil dengan cara melakukan penarikan sesuai dengan

kebutuhan.

Fitur:

a) Jenis pembiayaan adalah pembiayaan modal kerja

b) Peruntukan pembiayaan adalah perorangan dan perusahaan

c) Jangka waktu pembiayaan 1 tahun dan dapat diperpanjang

d) Menggunakan 2 (dua) rekening, yaitu rekening giro dan rekening

pembiayaan

e) Penarikan dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek/BG.

Transfer dengan menyertakan cek/BG.

41

Persyaratan:

a) Merupakan nasabah komersial kecil, menengah, besar dan korporasi

b) Nasabah harus membuat laporan penggunaan dana selama 1 (satu) bulan

c) Fasilitas diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja sementara dan

bukan untuk Permanent Working Capital, dimana bersifat self liquidating

d) seiring dengan menurunnya aktifitas bisnis pada masa bersangkutan

e) Setiap periode penggunaan fasilitas Pembiayaan Dana Berputar harus

digunakan untuk pencapaian realisasi sales sehingga bagi hasil dapat

f) Memiliki aktifitas rekening koran yang aktif berkaitan dengan kegiatan

bisnisnya.

3. Mudharabah

Pembiayaan Mudharabah BSM adalah pembiayaan dimana seluruh

modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh bank. Keuntungan

yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Manfaat:

a) Membiayai total kebutuhan modal usaha nasabah

b) Nisbah bagi hasil tetap antara Bank dan Nasabah

c) Angsuran berubah-ubah sesuai tingkat revenue atau realisasi usaha nasabah

(revenue sharing).

Fasilitas:

a) Pembiayaan dalam valuta rupiah atau US Dollar

b) Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan

42

c) Mekanisme pengembalian pembiayaan yang fleksibel (bulanan atau

sekaligus diakhir periode)

d) Bagi hasil berdasarkan perhitungan revenue sharing

e) Pembiayaan dapat dalam berupa Rupiah dan US Dollar.

Persyaratan Pembiayaan

Keterangan

Badan Usaha

Perorangan

Identitas diri dan pasangan

-

V

Kartu keluarga dan surat nikah

-

V

Copy rekening bank 3 bulan terakhir

V

V

Akte pendirian usaha

V

-

Identitas pengurus

V

-

Legalitas usaha

V

V

Laporan keuangan 2 tahun terakhir

V

V

Past performance 2 tahun terakhir

V

V

Rencana usaha 12 bulan yang akan dating

V

V

Data obyek pembiayaan

V

V

4. Pembiayaan Resi Gudang

Pembiayaan Resi Gudang adalah pembiayaan transaksi komersial dari suatu

komoditas/produk yang diperdagangkan secara luas dengan jaminan utama

berupa komoditas/produk yang dibiayai dan berada dalam suatu gudang atau

43

tempat yang terkontrol secara independen (independently controlled

warehouse).

Peruntukkan:

a) Perorangan

b) Badan Usaha.

Akad Pembiayaan:

Disesuaikan dengan skema usaha nasabah (tailor made), dapat berupa:

a) Murabahah

b) Mudharabah

c) Musyarakah.

Benefit/manfaat bagi nasabah:

a) Meningkatkan bankable, karena persediaan barang menjadi eligible

security

b) Meningkatkan perputaran persediaan barang dan profitabilitas

c) Outsourcing control atas manajemen persediaan di lapangan

d) Meningkatkan modal kerja untuk ekspansi bisnis dan pengembangan

usaha, meskipun kondisi fixed asset terbatas.

Karakteristik Pembiayaan Resi Gudang:

a) Pembiayaan untuk transaksi komersial (modal kerja)

b) Pembiayaan untuk suatu komoditas/produk yang diperdagangkan secara

luas (bersifat tradeable) dan komoditas tersebut merupakan jaminan utama

44

c) Pembiayaan untuk menutup finance gap dari nasabah yang bertransaksi,

dengan pencairan dana, tenor, dan cicilan/pembayarannya, disesuaikan

dengan siklus pembelian-produksi/penyimpanan-penjualan (cash-to-cash

cycle)

d) Pembiayaan dengan keberadaan Pengelola Agunan (Collateral Manager)

yang independen dan credible.

5. Murabahah

Pembiayaan Murabahah BSM adalah pembiayaan berdasarkan akad jual beli

antara bank dan nasabah. Bank membeli barang yang dibutuhkan dan

menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan

keuntungan margin yang disepakati.

Manfaat:

a) Membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang konsumsi

seperti rumah, kendaraan atau barang produktif seperti mesin produksi,

pabrik dan lain-lain

b) Nasabah dapat mengangsur pembayarannya dengan jumlah angsuran yang

tidak akan berubah selama masa perjanjian.

Fasilitas:

a) Periode kontrak ditentukan nasabah

b) Pembiayaan dalam valuta rupiah atau US dollar

Persyaratan Pembiayaan

45

Keterangan Konsumer

Produktif

Pegawai Wirausaha Pegawai Wirausaha

Identitas diri dan pasangan V V - v

Kartu keluarga dan surat nikah V V - v

Slip gaji 2 bulan terakhir V - - -

SK pengangkatan terakhir V - - v

Copy rekening bank 3 bulan terakhir V V - v

Akte pendirian usaha - - v -

Identitas pengurus - - v -

Legalitas usaha - V v v

Laporan keuangan 2 tahun terakhir - V v v

Past performance 2 tahun terakhir - V v v

Rencana usaha 12 bulan yang akan dating - V v v

Data obyek pembiayaan V V

v v

D. Struktur Organisasi PT BSM

Struktur organisasi Bank Syariah Mandiri (BSM) senantiasa

menyesuaikan diri dengan perkembangan bisnis dan sekaligus mengantisipasi

dinamika lingkungan bisnis. Untuk tujuan itulah maka manajemen BSM

melakukan restrukturisasi organisasi. Tujuannya untuk menjadikan organisasi

BSM lebih fokus dan efisien. Hal ini dilakukan dengan menyatukan beberapa

unit kerja yang memiliki karakteristik yang sama dalam satu direktorat. Adapun

struktur organisasi BSM tahun 2008 adalah:27

27 Annual Report, BSM. Hal. 10

46

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Dewan Pengawas syariah

Direktur Utama

Komite Pemantau Risiko

Komite Audit Dewan Komisaris

Komite Remunerasi & Nominasi

Direktorat Pembiayaan Korporasi & Komersial

Direktorat Pembiayaan Komersial & Konsumer

Direktorat Operasi & Pendukung

Direktorat Kepatuhan & Manajemen Risiko

Direktorat Treasury & Jaringan

Divisi Pembiayaan Korporasi & Investasi

Divisi Pembiayaan Komersial Pusat

Desk Pembiayaan Khusus & Sindikasi

Divisi Pembiayaan Kecil, Mikro & Program

Divisi Pembiayaan Konsumer

Divisi Pembiayaan Komersial Cabang

Divisi Pengembangan Produk

Cabang

Divisi Pengembangan Jaringan

Divisi Restrukturisasi

Divisi Dana, Treasury, Perbankan Internasional

Divisi Penyelesaian Pembiayaan

Divisi Manajemen Risiko

Divisi Sumber Daya Insani

Divisi Kepatuhan

Divisi Perencanaan Pengembangan&manajemen Kinerja

Desk Sisdur & Pengawasan

Divisi Hubungan Korporasi & Hukum

Divisi Sarana & Logistik

Divisi Operasi & Akuntansi

Divisi Sistem & Teknologi

Divisi Pengawasan Intern

Komite Manajemen Risiko

Staf Ahli Direksi (SAD) Pembiayaan

S A D Sumberdaya Insani

S K D Perbankan Internasional

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur dan Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan pada PT. BSM

Jatinegara.

Tugas pokok Bank Syariah pada umumnya memberikan fasilitas atau

intermediary dengan mengumpulkan dana dari masyarakat dan memberikan

pembiyaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang memerlukan,

maka sistem pembiayaan pada Bank Syariah merupakan suatu kerangka dari

posedur–prosedur yang berhubungan dengan proses penyediaan uang

berdasarkan kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak. Selain itu,

sebagai lembaga keuangan yang dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola

uang yang ditabung, bank tidak bisa berlaku spikulasi dalam menyalurkan dana

simpanan nasabah pada pembiayaan, sehingga dalam menyalurkan dana

pembiayaan bank syariah memiliki langkah atau prosedur yang meliputi:

1. Perjanjian Pembiayaan

Arti penting perjanjian pembiayaan bagi BSM Jatinegara yaitu:

a) Perjanjian pembiayaan berfungsi sebagai dasar hukum bagi kedua

belah pihak,

b) Perjanjian pembiayaan merupakan dasar lahirnya perjanjian lainnya

48

c) Perjanjian pembiayaan berfungsi untuk memperjelas hak dan

kewajiban kedua belah pihak

d) Perjanjian pembiayaan sebagai dasar lahirnya perjanjian asuransi.28

Melihat arti pentingnya perjanjian pembiayaan diatas maka perlu dijelaskan

mengenai persyaratan untuk menjadi debitur serta bentuk dan isi perjanjian

pembiayaan.

1) Persyaratan untuk menjadi Debitur dalam Perjanjian Pembiayaan pada BSM

Jatinegara

Untuk mendapatkan pembiayaan, calon debitur harus memenuhi

persyaratan yang diajukan pihak bank yang dalam hal ini bertindak

sebagai kreditur. BSM Jatinegara dalam menentukan persyaratan untuk

menjadi debitur tergantung dari jenis usaha dan skim pembiayaan yang

dibutuhkan calon debitur. Dalam memberikan pembiayaan, kreditur

mempunyai suatu persyaratan yang standar atau baku, persyaratan untuk

menjadi debitur biasanya disesuaikan dengan jenis usaha dan skim

pembiayaan yang diberikan, karena setiap jenis pembiayaan dibedakan pula

persyaratannya.

Calon debitur dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

(a) Perorangan :

28 Wawancara Staff Operasional Pembiayaan BSM Jatinegara (Riduan) pada tanggal 8 April 2011

49

(1) GBT (Golongan Berpenghasilan Tetap) dan Para Profesional,

(2) Untuk usaha (misal : toko kelontong, dll)

(b) Badan Hukum.

2) Bentuk dan isi perjanjian pembiayaan antara BSM dan nasabah.

Dalam praktek bentuk dan isi perjanjian pembiayaan antara suatu

bank dengan bank yang lain berbeda, hal ini terjadi dalam rangka untuk

menyesuaikan diri dengan kebutuhannya masing-masing. Hal ini juga berlaku

pada BSM Jatinegara, tetapi pada dasarnya suatu perjanjian dibuat dalam

bentuk tertulis.

Sebelum perjanjian ditandatangani kedua belah pihak, calon debitur

harus melalui beberapa tahap yang meliputi:

a) Calon debitur wajib membuat surat permohonan pemberian pembiayaan,

kemudian diajukan kepada pihak bank,

b) Jika surat permohonan pembiayaan telah diterima bank, bank melakukan

pemeriksaan yaitu dengan melihat apakah pembiayaan yang dimohonkan

masuk dalam pasar sasaran dan KRD (Kriteria Resiko yang Dapat

Dilayani) serta apakah telah memenuhi kelengkapan administrasi yang

dibutuhkan untuk mengajukan permohonan pembiayaan (seperti : untuk

perorangan menyerahkan fotokopi KTP/SIM/PASPOR/Identitas Lainnya.

Jika badan usaha menyerahkan fotokopi KTP/SIM/PASPOR/Identitas

Lainnya ditambah menyerahkan NPWP, SIUP, Akte Perusahaan dan

50

legalitas, lainnya).

Apabila surat permohonan pembiayaan yang diajukan masuk kategori

diatas, maka bank akan melakukan penelitian dan analisis dengan cara

melakukan kunjungan atau melihat secara langsung kegiatan usaha yang

dijalankan calon debitur, kemudian bank melakukan wawancara dengan

calon debitur. Calon debitur juga harus memenuhi kriteria 5C

(Character/penilaian terhadap kepribadian, Capital/modal,

Capacity/kemampuan, Condition of Economy/ kondisi ekonomi, dan

Collateral/agunan.

c) Bila penelitian dan analisis telah dilakukan oleh pihak bank, kemudian

dilakukan pemutusan pembiayaan oleh pejabat pembiayaan. Bank kemudian

mengeluarkan Surat Penawaran Putusan Pembiayaan (SP3) yang berisi

tentang persyaratan pembiayaan yaitu meliputi jumlah pembiayaan, jangka

waktu pembiayaan dan lain-lain, surat ini kemudian diajukan kepada calon

debitur, apabila calon debitur menyetujui maka dibuat perjanjian sesuai

dengan persyaratan pembiayaan yang telah disepakati.29

Dalam pemberian pembiayaan BSM Jatinegara melimpahkan tugas tersebut

kepada:

a) Account Officer (A/O)

29 ibid

51

Di BSM Jatinegara ini, pejabat ini bertugas memprakarsai suatu pembiayaan.

Selanjutnya membina debitur tersebut agar memenuhi kesanggupannya

terutama dalam pembayaran kembali pinjamannya.

Selain itu A/O juga merangkap sebagai bagian Support Pembiayaan, yaitu

mengadakan penilaian keabsahannya, seperti kebenaran lampiran, kebenaran

usaha maupun penggunaan pembiayaan, keabsahan jaminan, taksasi jaminan

dan lain-lain.

Setelah calon debitur menjadi debitur, maka A/O akan melakukan

penanggulangan kemungkinan terjadinya masalah, sehingga tindakan

preventif dapat dihindari sejauh mungkin.

b) Pemimpin Cabang

Pejabat ini berfungsi sebagai pemutus pembiayaan yang diprakarsai oleh A/O,

nantinya pejabat ini akan memutuskan apakah pembiayaan tersebut disetujui

atau tidak.

Bentuk perjanjian dalam pembiayaan yang biasanya digunakan ada 2 (dua)

macam, yaitu:

a) Di bawah tangan (onderhandsacte)

Dalam praktek bentuk perjanjian ini dinamakan perjanjian standar atau baku.

Maksudnya adalah bahwa perjanjian yang isinya sudah dibakukan oleh atau

sudah dalam bentuk tertulis dan dibuat oleh pihak yang kuat yaitu pihak

52

kreditur (pihak bank). Menurut Pasal 1874 BW (Burgerlijk Wetboek atau

Kitab Undang-undang Perdata), perjanjian di bawah tangan adalah setiap akte

yang tidak dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat/pegawai umum.30

b) Dibuat Notariil / Akte Authentik

Dalam hal ini kedua belah pihak yaitu debitur dan kreditur membuat

persetujuan atau kesepakatan di hadapan Notaris. Menurut Pasal 1868 BW,

Akte Authentik adalah suatu akte yang dalam bentuk sebagaimana ditentukan

oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang berwenang

untuk itu di tempat dimana akte dibuat. Menurut Undang-Undang suatu

akte authentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, artinya

apabila suatu pihak mengajukan suatu akte authentik, hakim harus

menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akte sungguh-

sungguh terjadi, sehingga hakim tidak boleh memerintahkan tambahan

pembuktian lagi.

Dalam praktek bank tidak menentukan secara khusus surat perjanjian

mana yang akan digunakan, apakah di bawah tangan atau dibuat Notariil dalam

perjanjian pembiayaan, tetapi biasanya ditentukan oleh besar kecilnya jumlah

30 Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana & Perdata: KUHP, KUHAP & KUHP, Jakarta, 2008: Tranmedia Pustaka. H. 573

53

pembiayaan dan besar kecinya resiko. Apabila jumlah pembiayaannya besar,

maka biasanya surat perjanjiannya dibuat nota riil, tetapi jika jumlah

pembiayaannya kecil, maka biasanya surat perjanjiannya dibuat di bawah tangan.

Dalam praktek isi atau materi suatu perjanjian adalah berbeda, tetapi

dalam menentukan isi perjanjian pembiayaan para pihak harus mengadakan

kesepakatan yang nantinya tertuang dalam perjanjian. Berikut ini dijelaskan

mengenai isi perjanjian, dalam hal ini diambil sampel perjanjian pembiayaan

Mudharabah dalam hal penyediaan seluruh modal untuk membiayai sebuah

proyek atau usaha yang dibuat dihadapan Notaris. Namun pada dasarnya isinya

sama dengan jenis pembiayaan yang lain.31

Hal-hal yang tertera dalam perjanjian pembiayaan tersebut diatas adalah sebagai

berikut:

1) Klausul mengenai pengertian.

Klausul ini berisikan mengenai definisi dari istilah-istilah yang akan

digunakan dalam perjanjian ini.

2) Klausul mengenai jumlah pembiayaan dan penggunaannya

Klausul ini menerangkan secara jelas mengenai jumlah fasilitas

pembiayaan dan penggunaan dana tersebut oleh pihak kedua.

31 Annual report BSM 2010

54

3) Klausul mengenai penarikan pembiayaan

Penarikan pembiayaan dapat dilakukan apabila semua persyaratan yang

diajukan oleh pihak bank telah dipenuhi oleh pihak kedua.

4) Klausul mengenai jangka waktu

Klausul ini menerangkan bahwa fasilitas pembiayaan tersebut haruslah

dilunasi dalam jangka waktu yang telah dituangkan dalam akad, apabila

mundur dari tanggal jatuh tempo maka akan dikenakan denda.

5) Klausul mengenai pembayaran angsuran dan denda

Tata cara pembayaran yaitu menurut angsuran tetap, yaitu jumlah

angsuran pokok pembiayaan dan nisbah/bagi hasilnya dibayar dalam

beberapa kali tiap bulan berturut-turut dengan jumlah tertentu. Batas

pembayaran angsuran maksimal sampai akhir bulan angsuran. Adapun

sanksi dari keterlambatan pembayaran angsuran dikenakan denda.

6) Klausul mengenai force majeure

Klausul ini mengenai pembebasan denda untuk pihak kedua jika

keterlambatan pembayaran angsuran itu disebabkan oleh kejadian diluar

kekuasaan dan kemampuan pihak kedua.

7) Klausul mengenai pengakuan hutang

55

Klausul ini berisikan tentang pernyataan dari pihak kedua yang mengaku

secara sah dan sebenar-benarnya berhutang dan karenanya berkewajiban

untuk melunasi hutang tersebut

8) Klausul mengenai jaminan

Dalam jaminan harus dijelaskan secara terperinci, mengenai jenis jaminan,

dan pengikatan jaminannya.

9) Klausul mengenai asuransi

Di dalam klausul ini pihak bank mengasuransikan barang dan jaminan

lainnya dan jiwa pihak kedua agar tidak terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan.

10) Klausul mengenai syarat-syarat yang harus diperhatikan pihak kedua

Klausul ini berisikan tentang:

a) Pernyataan menjamin dari pihak kedua bahwa dalam melakukan

perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan

yang berlaku di Indonesia serta tidak ada sengketa yang sedang terjadi,

yang dapat berpengaruh merugikan akad pembiayaan,

b) Hal-hal yang harus dilakukan pihak kedua terkait dengan

pembiayaannya,

c) Hal-hal yang tidak boleh dilakukan pihak kedua terkait dengan

pembiayaannya,

56

11) Klausul mengenai kewajiban tambahan debitur

Kewajiban debitur untuk menandatangani akad pembiayaan dan/atau

menyerahkan dokumen-dokumen lainnya yang terkait dengan pembiayaan

ini.

12) Klausul pernyataan mengenai:

Tata cara eksekusi seluruh jaminan apabila pembiayaan tidak dilunasi

pada waktu yang telah ditentukan.

13) Klausul mengenai biaya tambahan

Biaya tersebut meliputi: bea materai, biaya percetakan, biaya notaris,

biaya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan biaya lainnya.

14) Klausul mengenai penyelesaian perselisihan

Klausula ini menerangkan cara penyelesaian sengketa, bila suatu hari

nanti pemberian pembiayaan ini bermasalah.

15) Klausul mengenai domisili

Klausul ini menerangkan tempat kedudukan hukum yang tetap. Penentuan

domisili sebagai bentuk kepastian hukum apabila di kemudian hari

pemberian pembiayaan bermasalah.

16) Klausul mengenai pemberitahuan

57

Klausul ini menerangkan bahwa semua pemberitahuan mengenai akad ini

dianggap disampaikan secara baik dan sah, bila dikirim dengan surat

tercatat.

17) Klausul mengenai ketentuan tambahan

a) Mengatur hak-hak terhadap kuasa debitur,

b) Segala sesuatu yang belum diatur dalam perjanjian tunduk pada

hukum positif yang berlaku di Indonesia,

c) Ketentuan pemberlakuan akad perjanjian sejak penandatanganan

perjanjian pembiayaan.32

2. Kriteria Prinsip Kehati-hatian BSM Jatinegara

Pihak bank untuk dapat memperoleh keyakinan dari seorang debiturnya

atas kemampuannya dalam melunasi hutangnya, kreditur dapat melakukan

penelitian dan analisis yang mendalam terhadap debitur tersebut, baik yang

menyangkut kepribadiannya maupun segi-segi kegiatan usaha dan agunannya,

juga memenuhi kriteria lainnya. Hal ini sangat erat kaitannya dalam rangka

melaksanakan prinsip kehati-hatian.

Adapun yang menjadi acuan bank dalam melakukan penelitian dan

analisis terhadap debitur meliputi beberapa kriteria di bawah ini, yaitu:

a. Prinsip-prinsip kepercayaan yang terdiri dari:

32 (Klausul Perjanjian Pembiayaan pada BSM), data diperoleh dari BSM Jatinegara

58

1) Kebenaran identitas debitur maupun kebenaran dari usaha yang dikelolanya.

2) Debitur mendapat pengakuan dari instansi yang terkait.

b. Kehati-hatian yang meliputi:

1) Pihak bank dalam memberikan pembiayaan harus berhati-hati, oleh karena itu

Bank melakukan penelitian dan analisis yang mendalam terhadap calon

debitur dengan cara melihat secara langsung kegiatan usaha calon debitur

baik secara kualitatif maupun kuantitatif, sehingga terhindar dari kasus usaha

yang fiktif dan over pembiayaan.

2) Melakukan wawancara dengan calon debitur atau owner/pemilik usaha.

Dalam melakukan wawancara, calon debitur tidak bisa diwakilkan kecuali

apabila suatu usaha yang dalam kepemilikannya atas nama beberapa orang

maka dapat diwakilkan dengan cara melihat akte pendirian usaha tersebut.

3) Melakukan wawancara dengan pihak ketiga atau rekan kerja untuk meminta

second opinion, misalnya rekan bisnisnya maupun sesama bank. Dan yang

paling penting pihak bank wajib meminta informasi dari Bank Indonesia,

untuk mengetahui apakah calon debiturnya itu masuk black list/daftar hitam

Bank Indonesia atau tidak.33

c. Harus memenuhi kriteria 5C yang terdiri dari:

1) Character/Penilaian terhadap kepribadian.

33 Wawancara dengan Account Manager BSM Jatinegara (Wina), pada tanggal 12 April 2011

59

Yaitu penilaian kepribadian calon debitur dengan cara melihat secara

langsung kehidupan sehari-hari seseorang/calon debitur. Selain dari itu bisa

juga meminta informasi secara formal dari Bank Indonesia guna mengetahui

apakah calon debitur pernah masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia atau

tidak.

2) Capital/Modal.

Kriteria ini dapat dilihat di neraca calon debitur, yaitu adanya perbandingan

antara aktiva dan pasiva. Dalam arti Bank dapat melihat komposisi modal

yang seimbang. Keseimbangan modal inilah yang menjadi acuan Bank

dalam memberikan pembiayaan.

3) Capacity/Kemampuan.

Bank harus mengetahui dengan pasti sampai dimana kemampuan

menjalankan usaha calon debitur. Kemampuan ini sangat penting karena

kemampuan inilah yang menetukan besar kecilnya pendapatan suatu

perusahaan di masa yang akan datang. Untuk dapat mengetahui kemampuan

calon debitur, bank dapat memperolehnya dengan cara: melihat riwayat

hidup (biodata) termasuk pendidikan, kursus-kursus dan latihan-latihan yang

pernah diikuti serta yang tak kalah penting adalah pengalaman kerja di masa

lalu.

4) Condition of Economy/kondisi ekonomi.

60

Bank selalu meninjau suatu prospek usaha ke depannya. Apabila suatu usaha

yang jenuh kurang mendapat perhatian dari Bank. Kesimpulannya Bank

selaku kreditur selalu melihat prospek pasar/market.

5) Collateral/agunan.

Bank tidak bisa memberikan pembiayaan melebihi dari nilai jaminan/agunan

yang dijaminkan oleh debitur.34

Bank dalam memberikan pembiayaan harus melakukan proteksi terhadap

pembiayaannya, maka prinsip collateral atau agunan yang berupa aktiva tetap atau

benda tidak bergerak dan benda bergerak tersebut di asuransikan. Pengikatan

agunan yang digunakan BSM Jatinegara dalam pemberian pembiayaan untuk

barang tidak bergerak menggunakan SKMHT (Surat Kuasa Memegang Hak

Tanggungan) untuk pembiayaan yang besarnya tidak lebih dari lima puluh juta

rupiah dan Hak Tanggungan untuk pembiayaan yang besarnya lebih dari lima

puluh juta rupiah.

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas

tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-

benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan

hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur

34 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim. 2003. H. 144-147

61

tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Objek yang dapat dibebani Hak

Tanggungan pada dasarnya adalah hak atas tanah (Hak Milik, HGB, HGU).

Selanjutnya menyangkut apabila debitur wanprestasi maka berlakulah pasal 20

ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah

beserta benda-benda yang berkitan dengan tanah mengenai eksekusi. Ada tiga

cara eksekusi, yaitu: melakukan penjualan objek Hak Tanggungan, melaksanakan

eksekusi sesuai dengan titel eksekutorial dan Parate Eksekusi.35

Sedangkan lembaga jaminan Fidusia yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, merupakan pengembangan dari

lembaga gadai, oleh karena itu yang menjadi objek jaminannya yaitu benda

bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak

khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan. Berdasarkan

ketentuan umum dalam pasal 1 angka 1Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

tentang Jaminan Fidusia, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda

atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Berdasarkan ketentuan

Pasal 29 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia,

eksekusi Jaminan Fidusia dapat dilakukan melalui 3 cara: Pelaksanaan titel

eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 2 oleh Penerima Fidusia,

penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima

35 Annual Report BSM 2009 tentang jaminan. Hal. 21

62

Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya

dari hasil penjualan dan penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan

kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat

diperoleh harga yang tinggi yang menguntungkan para pihak.36 Lembaga jaminan

di atas sangat diutamakan oleh bank, karena dalam setiap pemberian pembiayaan

selalu diikuti resiko yang bisa berupa tidak dilunasinya pembiayaan sehingga

jaminan dapat digunakan sebagai ganti pembayaran dari hutang yang tidak

terlunasi.

B. Pembiayaan Bermasalah dan Penyelesaiannya.

Kriteria yang biasanya diterapkan Bank dalam memberikan pembiayaan yang

tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian terbagi atas 2 (dua) bentuk:

1. Pasar Sasaran.

Yaitu berisi segmen-segmen pasar yang bisa dilayani.

2. Kriteria resiko yang dapat dilayani.

Yaitu ditentukan kriteria debiturnya. Dalam hal ini Bank menitik beratkan

pada segi bisnis, misalnya: usaha calon debitur telah dijalankan selama

minimal 2 tahun dan 1 tahun terakhir memperoleh laba.

36 http://dhyladhil.blogspot.com/2011/05/objek-jaminan-fidusia-perjanjian.html

63

Bank dalam hal ini sebagai kreditur, menentukan ratio-ratio keuangan yang

wajib dipenuhi calon debitur, misalnya dilihat dari segi solvabilitas,

profitabilitas dari calon debitur.

Usaha bank untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan calon debitur

untuk mengembalikan pinjaman yaitu dengan melakukan analisis

pembiayaan yang mendalam pada calon debitur. Bank Syariah Mandiri

menerapkan beberapa tahap dalam proses analisis tersebut, yaitu:

a) Memeriksa izin surat usaha yang dikeluarkan instansi yang terkait,

bentuknya berupa SIUP, tanda daftar perdagangan. Apabila calon debitur

mempunyai usaha pabrik atau peternakan maka harus ada izin HO, surat izin

tempat usaha, dll.

b) Identitas calon debitur, misalnya : KTP.

c) Identitas usaha jelas.

Dalam pemberian pembiayaan bank wajib bertindak secara hati-hati, hal ini

sesuai dengan ketentuan pada Pasal 37 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah. Oleh karena itu Bank memberlakukan

batasan-batasan dalam penyaluran dana, yaitu terdiri dari:

a) Penerapan dari kriteria 5C (character/ penilaian terhadap kepribadian,

capital/ modal, capacity/ kemampuan, condition of economy/ kondisi

ekonomi, dan collateral/ agunan)

64

b) Penerapan peraturan Batas Maksimum Penyaluran Dana yang dilakukan

bank. Hal ini sesuai dengan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah. Pengertian Batas Maksimum Penyaluran

Dana adalah suatu presentase perbandingan penyediaan dana yang

diperkenankan terhadap modal bank. Batas Maksimum Penyaluran Dana

dilakukan untuk mencegah agar pembiayaan yang diberikan tidak melewati

batas maksimum penyaluran dana, maka bank mempunyai kewenangan

penuh dalam menetapkan jumlah pembiayaan yang akan diberikan kepada

calon debitur dalam hal penentuan besar kecilnya jumlah pembiayaan.

Setiap bank mempunyai limit/batasan pembiayaan yang diterapkan pada

perorangan dan grup. Apabila melewati batas maksimum penyaluran dana

maka dimintakan putusannya pada instansi atasannya dalam hal ini kantor

wilayah.37

Menurut Pasal 37 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, maka Batas Maksimum Penyaluran Dana dikelompokan

sebagai berikut:38

(1) Batas Maksimum Penyaluran Dana untuk pihak tidak terkait

ditetapkan setinggi-tingginya 30 % (tiga puluh persen) dari modal

Bank Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

37 Wawancara dengan Account Manager BSM Jatinegara (Wina), pada tanggal 12 April 2011 38 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbank an Syariah.

65

Indonesia.

(2) Batas Maksimum Penyaluran Dana untuk pihak terkait ditetapkan

setinggi-tingginya sebesar 20 % (dua puluh persen) dari modal Bank

Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

c) Bank tidak boleh memberikan pembiayaan pada usaha-usaha yang tidak

dapat dibenarkan secara syariah peratuaran ini mengacu pada Fatwa Dewan

Syariah Nasional Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 pasal 3 ayat 1 Jenis usaha,

produk barang jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan

perusahaan Emiten atau perusahaan Publik yg menerbitkan Efek Syariah

tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Kegiatan usaha

yang tidak dapat dibenarkan secara syariah meliputi usaha yang

mengandung unsur:

(1) riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain

dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama

kualitasnya, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam

transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah

Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok

pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah)

(2) maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang

tidak pasti dan bersifat untung-untungan

(3) gharar, yaitu transaksi yang obyeknya tidak diketahui secara jelas,

tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat

66

diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam

syariah

(4) haram, yaitu transaksi yang obyeknya dilarang dalam syariah

(5) zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidak adilan bagi pihak

lainnya.

d) Bank tidak boleh memberikan pembiayaan kepada calon debitur yang

masuk dalam daftar hitam Bank Indonesia dan mempunyai usaha yang

masuk daftar usaha yang harus dihindari dari BI.

Selain pembatasan diatas, Bank Syariah juga memperhatikan asas-asas

perkreditan yang sehat, yang meliputi:

a) Bank tidak diperkenankan memberikan pembiayaan tanpa surat perjanjian

tertulis

b) Bank tidak diperkenankan memberikan pembiayaan kepada usaha yang

sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa

kerugian

c) Bank tidak diperkenankan memberikan pembiayaan untuk pembelian

saham, dan modal kerja dalam rangka jual beli saham,

d) Memberikan pembiayaan melampaui batas maksimum penyaluran dana.39

39 Wawancara dengan Account Manager BSM Jatinegara (Wina), pada tanggal 12 April 2011

67

pembiayaan yang diberikan oleh Bank kepada debitur diharapkan akan berjalan

lancar, oleh karena itu Bank berhati-hati dalam pengelolaan pembiayaan yang

tertib dan demi pengamanan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Melakukan pengawasan terhadap rekening debitur setiap bulan, yaitu

dengan mengawasi rekening koran debitur, pengawasan dengan cara ini

biasanya disebut pengawasan pasif.

b) Melakukan pengawasan secara on the spot atau mengunjungi secara

langsung usaha debitur agar pembiayaan tepat sasaran dan dalam

operasionalnya tidak sampai melakukan keputusan yang beresiko tinggi,

pengawasan on the spot ini biasanya disebut dengan pengawasan aktif.

c) Melakukan pengawasan dengan cara memantau informasi debitur melalui

Bank Indonesia, apakah debitur termasuk dalam daftar hitam (black list).

Langkah-langkah pengawasan di atas adalah langkah-langkah represif, jika

langkah-langkah di atas telah dilakukan dan terjadi suatu pembiayaan

macet/debitur tidak memenuhi kewajibannya maka bank akan menyebut debitur

tersebut wanprestatie.

Bank Syariah Mandiri (BSM) Jatinegara mempunyai kriteria tersendiri terhadap

debitur yang dianggap wanprestatie, yaitu meliputi: 40

40 Wawancara dengan Account Manager BSM Jatinegara (Wina), pada tanggal 12 April 2011

68

a) Debitur tidak memenuhi kewajiban pembiayaan, maksudnya yaitu

debitur tidak melakukan pembayaran nisbah/bagi hasil dan pokok

pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pembiayaan pokok dan

nisbah/bagi hasil.

b) Debitur dalam melakukan pembayaran tidak berkesinambungan.

Apabila debitur melakukan wanprestasi pihak bank biasanya memberikan

sanksi kepada debitur. Akan tetapi perlu kiranya ditelusuri mengapa debitur

tersebut wanprestatie, apakah debitur wanprestatie karena terpaksa (karena

usahanya sedang turun maka debitur telat membayar angsuran) biasanya dalam

bank keadaan ini disebut goodwill atau debitur wanprestatie memang dengan

sengaja tidak membayar angsuran atau tidak ada iktikad baik untuk memenuhi

kewajibannya kepada pihak bank, dalam bank keadaan ini disebut onwill. Jika

debitur/nasabah dalam keadaan onwill (tidak ada iktikad baik), bank akan

langsung mengambil langkah-langkah hukum sebagai jalan keluarnya.

Selama debitur/nasabah dalam keadaan goodwill bank akan memberikan

toleransi dalam hal pembayarannya, yaitu dengan cara:

1. Restrukturisasi pembiayaan bermasalah pada bank syariah mandiri

a. Cara penanganan/penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dilakukan

dalam bentuk:41

41 Annual report BSM 2010.

69

1) Revitalisasi Dilakukan dengan cara:

a) Penataan kembali (Restructuring) Fatwa Dewan syariah Nasional nomor

07/DSN-MUI/IV/2000 aturan kedua poin 4b dan aturan kedua poin 4c.

Ada tiga bentuk penataan kembali yaitu :

(1) Ditambah dana (Suplesi) nasabah boleh mengambil kembali sisa baki

debet selama masih dalam jangka waktu pembiayaan yang disetujui

dalam akad.

(2) Novasi Perjanjian antara bank dengan nasabah yang menyebabkan

pembiayaan lama menjadi hangus. Novasi Subyektif Pasif terjadi

apabila nasabah baru ditunjuk untuk menggantikan nasabah lama yang

oleh bank dibebaskan dari perikatannya. Kewajiban nasabah lama

otomatis berpindah kepada nasbah baru. nasbah lama tidak dapat

dituntut kecuali telah diperjanjikan secara tegas di awal. Atau pada

saat penggantian nasabah tersebut sudah dalam keadaan bangkrut.

(3) Pembaruan pembiayaan Hal ini bukan merupakan pembaruan

perjanjian yang menyebabkan perjanjian lama menjadi hangus dengan

adanya perjanjian baru. Namun merupakan tindakan terhadap suatu

fasilitas pembiayaan yang diberikan dengan ketentuan :

(a) Nasabah masih belum sanggup melunasi pembiayaan yang telah

diterima sehingga yang bersangkutan diberi kesempatan untuk

memperoleh pembiayaan dengan maksimal plafon sama seperti

pembiayaan semula.

70

(b) Nasabah tidak diperbolehkan mengambil kembali sisa baki debet

dari pembiayaan terdahulu.Atas kedua hal di atas, Bank perlu

menilai ulang terhadap kemampuan nasabah terutama dalam

penyesuaian dengan saldo pembiayaan yang ada.

b) Penjadwalan kembali (Rescheduling), bedasarkan Fatwa DSN MUI

Nomor 48/2005 poin tentang Rescheduling Penjadwalan ulang dapat

dilakukan dengan mengubah jangka waktu pembiayaan, jadwal

pembayaran (penanggalan, tenggang waktu), dan jumlah angsuran.Hal ini

dilakukan apabila terjadi ketidak cocokan jadwal angsuran yang dibuat

Account Officer dengan kemampuan dan kondisi nasabah. Pemecahannya

adalah dengan mengevaluasi dan menganalisis kembali seluruh

kemampuan usaha nasbah sehingga cocok dan tepat dengan jadwal yang

baru. Bank tidak perlu meneliti ulang tentang jaminan dan segala bentuk

perijinan yang ada.

c) Persyaratan kembali (Reconditioning)42

Mengacu pada Fatwa Nomor 49/ DSN-MUI/II /2005 tentang

Reconditioning, Pihak Bank melakukan tidakan ini terhadap nasabah

apabila terdapat :

(1) Perubahan kepemilikan usaha

(2) Perubahan jaminan, apakah dalam hal bentuk, harga, maupun status.

42 Ibid

71

Hal ini akan mempengaruhi Collateral Coverage pembiayaan.

(3) Perubahan pengurus

(4) Perubahan nama dan status perusahaan, Keempat hal di atas akan

menyebabkan perubahan penanggung jawab pembiayaan dan

perubahan status yuridis perusahaan yang mungkin tidak tepat lagi

dengan menggunakan perjanjian semula.

d) Bantuan Manajemen Apabila dari hasil evaluasi ulang aspek manajemen

yang menjadi faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, maka

bank akan melakukan asistensi atau bantuan manajemen terhadap usaha

nasabah

2) Collection Agent.

Apabila pejabat bank dalam melakukan penagihan pembiayaan bermasalah

hasilnya tidak cukup efektif, maka boleh menggunakan jasa pihak ketiga

untuk melakukan penagihan, dengan syarat bahwa personal yang

bersangkutan harus capable, credible, amanah dan memahami prisnsip-prinsip

syariah dalam menagih.

3) Penyelesaian Melalui Jaminan (Eksekusi) Penyelesaian melalui jaminan dan

mengacu pada fatwa Nomor 47/ DSN MUI /II/2005 poin a. Dilakukan dengan

cara :

a) Non litigasi

a) Likuidasi Usaha

72

b) Parate Eksekusi

(a) Ambil alih jaminan (Off Set)

(b) Menjual Jaminan

b) Write off sementara

4) Write Off Final

a) Klasifikasi Write Off

(1) Hapus Buku

Yaitu penghapusbukuan seluruh pembiayaan nasabah yang sudah

tergolong macet, akan tetapi masih akan tetap ditagih

(2) Hapus Tagih

Yaitu penghapusbukuan dan penghapus tagihan seluruh pembiayaan

nasabah yang sudah nyata-nyata macet.43

b) Syarat Kondisi

(1) Penghapusbukuan hanya boleh dilakukan terhadap nasabah yang

pembiayaannya sudah tergolong macet akan tetapi berdasar analisis

bank secara material masih ada sumber walau sangat terbatas

jumlahnya untuk membayar.

(2) Penghapustagihan hanyalah dilakukan terhadap nasabah yang

pembiayaannya sudah macet dan berdasarkan analisis ekonomi yang

43 Wawancara dengan Bapak R. Choiril nasabah BSM Cabang Jatinegara, pada tanggal 17 september 2011

73

dilakukan pihak bank, mitra yang bersangkutan nyata-nyata tidak

mempunyai sumber dan kemampuan untuk membayar.

c) Sumber Penghapusan Pembiayaan

(1) Sumber penghapusbukuan adalah dana Penyisihan Penghapusan

Aktiva Produktif Wajib Dibentuk (PPAP WD). Perolehan pembayaran

kembali dari nasabah yang dihapusbukukan akan dimasukkan ke

dalam rekening PPAP

(2) Sumber penghapustagihan adalah dana zakat yang dikelola oleh bank

d) Mekanisme write off mengacu pada Fatwa DSN Nomor 19/DSN-

MUI/IV/2001 aturan Pertama poin 6b dan Nomor 47/DSN-MUI/II/2005

poin e, Pengambilan Keputusan Untuk setiap rencana penghapusan

pembiayaan, baik yang berupa penghapusbukuan dan terlebih

penghapustagihan haruslah diajukan oleh Manajer pembiayaan/Account

Manager kepada pengurus. Kemudian berdasarkan data-data nasabah yang

diajukan tersebut, pengurus akan melakukan penelitian dan memberikan

persetujuan dan atau penolakan.

b. Proses Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Mengacu pada Fatwa DSN Nomer 48/2005 tentang Restrukturisasi

Pembiayaan bermasalah, maka pihak Bank Syariah Mandiri menjalankan

proses penyelesain pembiayaan bermasalah sebagai berikut :

1) Menganalisis/mengkaji ulang penyebab pembiayaan bermasalah

74

2) Penentuan alternatif solusi

3) Pelaksanaan penanganan/penyelesaian

4) Monitoring dan evaluasi

a) Pembenahan pembiayaan secara preventif ini oleh AccountOfficer tetap

harus diajukan kepada panitia pembiayaan untuk disetujui. Setelah

disetujui, maka proses berikutnya sama seperti proses pembiayaan

terhadap nasabah baru.

b) Terhadap pembiayaan yang menunggak antara 1 - 4 bulan, Account

Officer harus memberikan surat pemberitahuan tunggakan. Apabila

dalam jangka waktu tertentu nasabah tetap tidak menyelesaikannya, maka

Account Officer dapat mengalihkan nasabah tersebut ke urusan/seksi

Legal dan Remedial.

c) Penanganan nasabah pembiayaan bermasalah oleh urusan/seksi Legal dan

Remedial berbeda dari Account Officer. Oleh karena itu sebelum

pembiayaannya dialihkan, nasabah harus terlebih dahulu diberitahu hal

tersebut.

d) Wewenang urusan/seksi Legal dan Remedial adalah menyelesaikan

tunggakan nasabah. Jika kolektibilitas pembiayaannya telah lancar

kembali, maka dapat diserahkan lagi kepada Account Officer.

2. Sanksi dan Denda

a. Nasabah yang mampu akan tetapi menunda-nunda dan atau melalaikan

pembayaran pembiayaannya kepada pihak bank dikenakan sanksi

75

berupa denda untuk setiap hari keterlambatan.

b. Besarnya denda tersebut harus dibuat dan disepakati pada saat

penandatanganan akad pembiayaan antara Nasabah dengan Bank.

c. Dana yang diperoleh dari denda tersebut dimasukkan dalam rekening

khusus dan diperuntukkan untuk dana sosial-kebajikan.

Ketentuan tentang denda sudah sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 17/DSN-

MUI/IX/2000 Tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda

pembayaran.

Sementara pada penyelesaian pembiayaan bermasalah yang terjadi di bank

Syariah Mandiri Cabang Jatinegara bisa dilihat pada contoh kasus-kasus

dibawah ini:

Nama : Bapak R. Choiril

Pekerjaan : wiraswasta

Pada tahun 2008 Bapak R. Choiril mengajuakan pembiayaan murabahah pada

pihak Bank Syariah Mandiri Dengan plafon Rp.35.000.000, tenor 36 bulan dan

margin 1,2% perbulan, dengan angsuran perbulan yang dibayarkan sebesar

Rp.1.212.700, dana yang diberikan oleh pihak bank kepada Bapak R. Choiril

digunakan oleh beliau untuk penambahan modal usaha sembakonya, pada tahun

2010 usaha Bapak R. Choiril semakin terpuruk karena adanya persaingan

dagang, di tambah lagi maraknya mini market yang menjamur. Maka kualitas

76

pembayaran Bapak R. Choiril kepada pihak mengalami penurunanan, maka

pihak bank menganggap bahwa Bapak Choiril sebagai debitur yang

wanprestatie.

Penyelesain pihak bank kepada Bapak R. Choiril dengan Restrukturisasi

Pembiayaan murabahahnya dengan penjadwalan kembali (Rescheduling) yang

tadinya lama pembiayaan/tenornya 36 menjadi 48 bulan, sementara itu angsuran

yg semula Rp.1.212.700 menjadi Rp.909.600,44

Maka dalam penyelesaian pembiayaan bermasalahnya pada Bank Syariah

Mandiri Telah mengikuti aturan hukum yang berlaku atau telah mengikuti

fatwa yang diatur oleh DSN MUI Nomer 46/2005.

Kesimpulannya, jika nasabah dalam keadaan goodwill permasalahan tersebut

akan diselesaikan secara kekeluargaan, bank akan terus men-support

nasabahnya tersebut agar bisa bangkit lagi dan memenuhi kewajibannya sebagai

debitur dengan cara:

1. Diberikan rescheduling atau restructuring.

2. Penjualan asset sendiri untuk memenuhi kewajibannya kepada bank.

Jika tetap tidak berhasil maka akan dilakukan eksekusi terhadap benda jaminan

untuk memenuhi kewajiban debitur kepada pihak bank, akan tetapi jika

44 Wawancara dengan Bapak R. Choiril nasabah BSM Cabang Jatinegara, pada tanggal 17 september 2011

77

nasabah dalam keadaan onwill (tidak ada iktikad baik) bank akan langsung

menyelesaikan masalah tersebut lewat jalur hukum.45

C. Tabulasi Kesesuaian Konsep dan Implementasi Penyelesain Pembiayaan

Bermasalah Pada Bank Syariah Mandiri Jatinegara dengan Fatwa DSN

MUI

Untuk membandingkan antara implementasi perbankan dalam

penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan fatwa DSN, penulis membatasi

pada penyelesaian pembiayaan murabahah di Bank Syariah Mandiri Jatinegara.

Adapun tabulasi perbandingannya adalah sebagai berikut:

No

Item Dalam Penyelesaian pembiayaan bermasalah

Fatwa Dewan Syariah Nasional

Implementasi Pada BSM

Kesesuaian

1 Restructuring

1. Fatwa DSN Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 :Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh):

a. Poin Kedua:

a. Pihak BSM dalam melakukan Restrukturisasi mengacu pada SK Dir BI. No. 31/150/Dir/1998 tentang Restrukturisasi Kredit, Pasal 1: (i) Penurunan

a. Sesuai

45 Wawancara dengan Account Manager BSM Jatinegara (Wina), pada tanggal 12 April 2011

78

4b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentase nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus kesepakatan. Kedua: 4c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apa pun kecuali diakibatkan kesalahan

suku bunga kredit; (ii) Pengurangan tunggakan bunga kredit; (iii) Pengurangan tunggakan pokok kredit Hal ini sesuai dengan Fatwa DSN Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 : Perlu adanya pembaharuan akad fikih atas kesepakatan perubahan nisbah: (iv) Perpanjangan jangka waktu kredit. PBI 5/7/2003: Perubahan proyeksi bagi hasil tidak perlu pembaharuan akag fiqih

79

disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan..

2 Recondisioning

Fatwa Dewan Syariah Nasional /DSNMUI Nomor 46 /2005 dan nomor 23/2005 tentang tata cara Restrukturisasi Pembiayaan point b) persyaratan kembali46

Persyaratan kembali sesuai dengan prinsip syariah dan mengikuti acuan surat edaran Bi Nomer 10/34/DPBS

Sesuai

3 Rescheduling

Fatwa Dewan Syariah Nasional /DSNMUI Nomor 48/II/2005 tentang penjadwalan kembali tagihan,

Ketentuan Perpanjangan jangka waktu, Poin 4) perpanjangan jangka waktu atau penangguhan pelunasana tidak boleh merubah harga jual.

Tidak merubah harga jual dalam perpanjangan jangka waktu / penangguhan pelunasan

Sesuai

46 Ibid. H. 720

80

4 Eksekusi

jaminan

Fatwa Dewan Syariah Nasional / DSNMUI Nomor 47/2005 , tentang penjualan objek transaksi ; a. secara prinsip objek telah menjadi milik nasabah ; b. objek murabahah di jual kepada atau melalui bank ; c. dari hasil penjualan, nasabah melunasi hutangnya kepada pihak bank ; d. yang menjadi kewajiban/ hutang nasabah adalah sisa harga jual (pokok dan margin), namun bank dapat memberikan potongan pelunasan ; e. sesuai dengan fatwa DSN MUI No 45/2005 bahwa dalam pembiayaan mudharabah tidak ada penyertaan

a. Dalam menjalankannya pihak bank memberikan potongan pelunasan kepada nasabah setelah penjualan barang jaminan pada pembiayaan.

b. khusus untuk pembiayaan mudharabah bank syariah mandiri tetap menyertakan jaminan dengan alasan kehawatiran terjadinya penyalahgunaan yang dilakukan nasabah.47

a. Sesuai

b. Tidak sesuai.

47 Wawancara dengan Account Manager BSM Jatinegara (Wina), pada tanggal 12 April 2011

81

jaminan.

5 Write off

Fatwa

Dewan syari'ah nasional

Nomor :19/DSN-MUI/IV/2001 khusus pada pembiayaan qord, sebagaimana dijelaskan pada poin 6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh

kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah

memastikan ketidak mampuannya, LKS dapat:

a. memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau

b. menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya. Dan Fatwa DSN NO. 47/DSN-

a. Langkah write off dilakuakn ketika tidak ada jalan lagi untuk penyelesaiannya, tetapi ada langkah-langkah yang harus di dilakukan pihak bank terhadap nasabah

b. pada tatanan aplikatif, BSM tidak hanya menerapkan write off pada pembiayaan qord saja, akan tetapi menerapkan write off pada seluruh pembiayaan bermasalah sebatas pemindahan laporan keuangan dari on balanced pada off balanced.

a. Sesuai

b. Tidak

sesuai.

82

MUI/II/2005 Poin e). Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya,

maka LKS dapat membebaskannya

83

BAB V

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Dari pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan pada BAB IV, Maka dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

a. Pelaksanaan pemberian pembiayaan di PT. BSM Cabang Jatinegara Telah

Dialkuakan sesuia prosedur yang telah ditentukan serta peraturan-peraturan

pokok pembiyaan yang berlaku, baik peraturan interen BSM yaitu Pedoman

Pelaksanaan pembiayaan dan ketentuan ketentuan Bank Indosesia Yaitu SK

Direksi Bank Indonesia tentang pedoman penyusunan kebijaksanaan

pembiayaan Bank Syariah. Pihak BSM juga telah berusaha semaksimal mungkin

untuk meminimalisir terjadinya pembiayan bermasalah dengan mengadakan

pembinaan dan pengawasan terhadap debitur dan manajemen perusahaan.

Dengan demikian penegakan hukum telah dilaksanakan oleh pejabat

pembiayaan lini ADK, maupun pejabat pemutus pembiayaan dengan

menerapkan peraturan-peraturan mengenai pokok-pokok pembiayaan baik pada

saat proses pemenuhan persyaratan, proses pemberi putusan pembiayaan,

maupun pada tahap pencairan.

b. Penyelesaian pembiayaan bermasalah telah dilakukan pula oleh pihak BSM

secara maksimal dan prosedural melalui tahapan-tahapan yang cukup panjang,

sesuia dengan peraturan BSM yaitu Pedoman pelaksanaan Pembiayaan PT.

84

BSM Cabang Jatinegara, dan SK Direksi Bank Indonesia tentang pedoman

penyususnan Kebijaksanaan Pembiyaan Bank.

Adapun Cara Penyelesaian dengan cara Revitalisasi pembiayaan :

1) Penataan kembali (Restructuring)

a) Ditambah dana (Suplesi) nasabah boleh mengambil kembali sisa baki

debet selama masih dalam jangka waktu pembiayaan yang disetujui dalam

akad

b) Novasi Perjanjian antara bank dengan nasabah yang menyebabkan

pembiayaan lama menjadi hangus.

c) Pembaruan pembiayaan Hal ini bukan merupakan pembaruan perjanjian

yang menyebabkan perjanjian lama menjadi hangus dengan adanya

perjanjian baru.

2) Penjadwalan kembali (Rescheduling)

Rescheduling Penjadwalan ulang dapat dilakukan dengan mengubah jangka

waktu pembiayaan, jadwal pembayaran (penanggalan, tenggang waktu), dan

jumlah angsuran.Hal ini dilakukan apabila terjadi ketidak cocokan jadwal

angsuran yang dibuat Account Officer dengan kemampuan dan kondisi

nasabah.

3) Persyaratan kembali (Reconditioning)

(5) Perubahan kepemilikan usaha

(6) Perubahan jaminan, apakah dalam hal bentuk, harga, maupun status. Hal

85

ini akan mempengaruhi Collateral Coverage pembiayaan.

(7) Perubahan pengurus

(8) Perubahan nama dan status perusahaan

4) Penyelesaian Melalui Jaminan (Eksekusi)

5) Write Off Final (Tutup Buku)

c. Kesesuaian Konsep dan Implementasi Penyelesain Pembiayaan Bermasalah

Pada Bank Syariah Mandiri Jatinegara dengan Fatwa DSN MUI :

1) Penataan kembali (Restructuring) Fatwa Dewan syariah Nasional nomor

07/DSN-MUI/IV/2000 aturan kedua poin 4b dan aturan kedua poin 4c.

2) Penjadwalan kembali (Rescheduling), bedasarkan Fatwa DSN MUI

Nomor 48/2005 poin tentang Rescheduling.

3) Persyaratan kembali (Reconditioning) Mengacu pada Fatwa Nomor 49/

DSN-MUI/II /2005 tentang Reconditioning.

4) Penyelesaian Melalui Jaminan (Eksekusi) Penyelesaian melalui jaminan

dan mengacu pada fatwa Nomor 47/ DSN MUI /II/2005 poin a.

5) Tuttp Buku (write off) mengacu pada Fatwa DSN Nomor 19/DSN-

MUI/IV/2001 aturan Pertama poin 6b dan Nomor 47/DSN-MUI/II/2005

poin e,

2. SARAN

a. Prosedur pelaksanaan pemberian pembiayaan di PT> BSM Cabang

86

Jatinegara telah dilakukan sesuia dengan pedoman pembiayaan yang sehat,

namun demikina analisa terhadap karakter dan usaha debitur juga analisa

terhadap usaha rekanan debitur harus dilakuakan dengan lebih jeli dan lebih

dalam sehingga dapat mengurangi terjadinya pembiayaan bermasalah.

b. Pelaksanaan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan Oleh PT.

BSM cabang Jatinegara Khususnya dalam pelaksanaan Restrukturisasi harus

benar-benar mengikuti seluruh ketentuan mengenai Restrukturisasi dan

melaksanakannya, sehingga tidak perlu ada pengulangan Restrukturisasi

(Restrukturisasi kedua) untuk satu hutang dari debitur yang sama

c. Kesesuaian Konsep dan Implementasi Penyelesain Pembiayaan Bermasalah

Pada Bank Syariah Mandiri Jatinegara dengan Fatwa DSN MUI, harus

benar-benar dijalankan jangan samapai cara penanganan pembiayaan

bermasalah keluar dari konteks hukum yang telah dibuat.

Daftar Pustaka

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, Pasal 5 ayat (1)

Undang-undang Perbankan No. 10 Thn 1998, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001)

Fatwa DSN Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000, pasal kedua poin 4b dan poin 4c

Fatwa DSN Nomor :19/DSN-MUI/IV/2001, pasal pertama poin 6b

Fatwa DSN Nomor /47/DSNMUI /2005, pasal pertama Poin a dan poin e Fatwa

DSN Nomor 48/ DSN-MUI /II/2005, tentang penjadwalan kembali tagihan

Mudharabah,

DSN Nomor 49/ DSN-MUI /II/2005, tentang konfersi akad murabahah

Muhammad Jumhana, hukum perbankan di indonesia, PT Citra Aditya Bakti:

Bandung, 2000,

Ery Agus Priyono, Bahan Kuliah Metodologi Penelitian (Semarang: UNDIP

2003/2004),

Soerjono Soekanto, Penganntar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press 1984)

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis,

(Bandung: Sinar Baru),

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Aditya Bakti 1996),

Kasmir, Analisis Laporan keuangan, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2009

Angraheni Novita, Pelaksanaan pengawasan kredit konsumtif dalam usaha

mengatasi tunggakan kredit (studi pada KPR PT. Bank Danamon Cabang

Tulungagung). Skripsi UIN Malang,2004

Lexy Jmoleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya Offset,

Bandung, 1994 hlm.

Sutrsino Hadi, Metodologi Riset, Universitas Gajah Mada Press, Yoyakarta, 1997

Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UUP AMP

YKPN 2005)

Solahuddin, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana & Perdata:

KUHP, KUHAP & KUHP, Jakarta, 2008: Tranmedia Pustaka. H. 573

Warkum sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga Terkait(BAMUI dan

Takafuly) di indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997)

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul

Hakim, 2003)

Euis Amalia, M Taufiqi dan Dwi Nuraini I, Konsep dan Mekanisme Bank

Syariah, FSH UIN Syahid Jakarta: 2007

http://dhyladhil.blogspot.com/2011/05/objek-jaminan-fidusia-perjanjian.html

Annual Report BSM 2009

Wawancara Staff Operasional Pembiayaan BSM Jatinegara (Riduan) pada

tanggal 8 April 2011

Wawancara dengan Bapak R. Choiril nasabah BSM Cabang Jatinegara, pada tanggal 17 september 2011


Recommended