+ All Categories
Home > Documents > Tanggapan Ibnu Hajar Kepada Ibnu al-Jauzi Mengenai Keberadaan Hadits Palsu Dalam Musnad Ahmad

Tanggapan Ibnu Hajar Kepada Ibnu al-Jauzi Mengenai Keberadaan Hadits Palsu Dalam Musnad Ahmad

Date post: 30-Nov-2023
Category:
Upload: staipigarut
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
36
1 TANGGAPAN IBNU HAJAR AL-ÁSQALANIY (w. 852 H/1448 M) TERHADAP IBNU AL-JAUZI (w. 597 H/1201 M) MENGENAI KEBERADAAN HADITS MAUDLU’ DALAM MUSNAD AHMAD Oleh: Muhammad Imam Asy-Syakir, S.Ud. Pendahuluan Di tengah-tengah banyaknya aksi para ulama hadits dalam pembersihan hadits-hadits Nabi dari pemalsuan, ternyata ada juga segelintir ulama yang melakukan tindakan sebaliknya, namun dasar pemikirannya kurang lebih sama yaitu untuk menjaga eksistensi sunnah atau hadits Nabi. Tindakan tersebut ialah mengambil hadits-hadits yang dinilai palsu padahal sebenarnya tidak, kemudian mengklarifikasikan status yang sebenarnya, apakah ia itu shahih, hasan, atau setidaknya dlaíf. Tema kajian semacam ini, pertama kali penulis dapati dalam buku Manhaj Naqd al-Matn índa Úlama al-Hadits an-Nabawiy, yang ditulis oleh Dr. Shalahuddin Ibn Ahmad al-Adlabiy. Buku ini sendiri sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Metodologi Kritik Matan Hadis. Dr. Al-Adlabiy menyinggung di dalam bukunya tersebut upaya Ibnu Hajar untuk menghilangkan status palsu dalam beberapa hadits yang disimpan Ibnu al-Jauzi di dalam kitab al- Maudluát. Upaya tersebut dapat dilihat dalam tulisannya yang berjudul al-Qaul al- Musaddad fi az\-Z|abb ‘anil-Musnad lil-Ima>m Ah{ mad. Dr. Al-Adlabiy dalam bukunya terlihat cukup jelas tidak satu sepertujuan dengan Ibnu Hajar, bahkan beliau sempat mengatakan bahwa: “Al-H{ a>fiz{ Ibnu H{ajar terlalu berlebihan (tergila-gila) dalam memaparkan muttabi’ dan sya>hid dan dalam berusaha menghilangkan status maud{u>‘, agar sanad hadis\ yang hendak ia hilangkan status maud{u>‘ itu kuat. Sampai sepertinya ia lupa (lalai) terhadap kaidah-kaidah kritik matan yang telah ditetapkan di dalam ulu>mul-h{adi>s\ .” 1 Sebenarnya Ibnu Hajar bukan satu-satuya yang melakukan upaya semacam ini, jejaknya tersebut diikuti oleh Jalaluddin as-Suyuthiy yang juga menulis sebuah buku dengan gaya Ibnu Hajar, yaitu al-Qaul al-Hasan fi Zabbi ánis-Sunan. Dalam tulisan ini, yang akan kita elaborasi hanya karya Ibnu Hajar saja, karena buku as- Suyuthiy di atas riwayatnya keberadaannya tidak dapat penulis ketahui. 1 Salahuddin Ibn Ahmad al-Adlabiy, Manhaj Naqd Matn, hal. 213.
Transcript

1

TANGGAPAN IBNU HAJAR AL-ÁSQALANIY (w. 852 H/1448 M)

TERHADAP IBNU AL-JAUZI (w. 597 H/1201 M) MENGENAI

KEBERADAAN HADITS MAUDLU’ DALAM MUSNAD AHMAD

Oleh:

Muhammad Imam Asy-Syakir, S.Ud.

Pendahuluan

Di tengah-tengah banyaknya aksi para ulama hadits dalam pembersihan

hadits-hadits Nabi dari pemalsuan, ternyata ada juga segelintir ulama yang

melakukan tindakan sebaliknya, namun dasar pemikirannya kurang lebih sama

yaitu untuk menjaga eksistensi sunnah atau hadits Nabi. Tindakan tersebut ialah

mengambil hadits-hadits yang dinilai palsu padahal sebenarnya tidak, kemudian

mengklarifikasikan status yang sebenarnya, apakah ia itu shahih, hasan, atau

setidaknya dlaíf.

Tema kajian semacam ini, pertama kali penulis dapati dalam buku Manhaj

Naqd al-Matn índa Úlama al-Hadits an-Nabawiy, yang ditulis oleh Dr.

Shalahuddin Ibn Ahmad al-Adlabiy. Buku ini sendiri sudah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia dengan judul Metodologi Kritik Matan Hadis. Dr. Al-Adlabiy

menyinggung di dalam bukunya tersebut upaya Ibnu Hajar untuk menghilangkan

status palsu dalam beberapa hadits yang disimpan Ibnu al-Jauzi di dalam kitab al-

Maudluát. Upaya tersebut dapat dilihat dalam tulisannya yang berjudul al-Qaul al-

Musaddad fi az\-Z|abb ‘anil-Musnad lil-Ima>m Ah{mad. Dr. Al-Adlabiy dalam

bukunya terlihat cukup jelas tidak satu sepertujuan dengan Ibnu Hajar, bahkan

beliau sempat mengatakan bahwa:

“Al-H{a>fiz{ Ibnu H{ajar terlalu berlebihan (tergila-gila) dalam memaparkan

muttabi’ dan sya>hid dan dalam berusaha menghilangkan status maud{u>‘,

agar sanad hadis\ yang hendak ia hilangkan status maud{u>‘ itu kuat. Sampai

sepertinya ia lupa (lalai) terhadap kaidah-kaidah kritik matan yang telah

ditetapkan di dalam ulu>mul-h{adi>s\.”1

Sebenarnya Ibnu Hajar bukan satu-satuya yang melakukan upaya semacam

ini, jejaknya tersebut diikuti oleh Jalaluddin as-Suyuthiy yang juga menulis sebuah

buku dengan gaya Ibnu Hajar, yaitu al-Qaul al-Hasan fi Zabbi ánis-Sunan. Dalam

tulisan ini, yang akan kita elaborasi hanya karya Ibnu Hajar saja, karena buku as-

Suyuthiy di atas riwayatnya keberadaannya tidak dapat penulis ketahui.

1 Salahuddin Ibn Ahmad al-Adlabiy, Manhaj Naqd Matn, hal. 213.

2

Yang menarik dalam permasalahan ini adalah latar belakang dua ulama yang

bersangkutan. Ibnu Hajar yang dikenal bermazhab Syafi’íy dan Ibnu al-Jauzi yang

bermazhab Hanbaliy. Ibnu al-Jauzi menilai palsu hadits-hadits dalam kitab Ahmad

Ibn Hanbal, mazhab yang digandengnya, dengan Ibnu Hajar yang Syafiíyyah justru

membela Musnad Ahmad. Hal ini, kiranya menjadi isyarat atas objektivitas dari

para ulama.

Pembelaan Ibnu Hajar Atas 24 Hadits Dalam Musnad Ahmad yang dinilai

Palsu oleh Ibnu al-Jauzi dalam Kitab al-Maudluát dan al-Íllal al-Mutanahiyah.

Dalam dua karyanya, yaitu kitab al-Maud{u>‘a>t dan al-Íllal al-Mutanahiyah,

Ibnu al-Jauzi> mencantumkan sekian h{adi>s\ dari Musnad Ahmad yang dinilainya

berstatus maud{u>‘. Al-‘Ira>qi> menyebutkan h{adi>s-h{adi>s tersebut berjumlah 9 buah,

sementara Ibnu H{ajar menambahkan 15 h{adi>s\ lagi yang tidak disebutkan oleh al-

‘Ira>qi>, sehingga semuanya berjumlah dua puluh empat h{adi>s\. Dan 24 h{adi>s\ ini

dihimpun oleh Ibnu H{ajar dalam sebuah kitab khusus yang diberi judul al-Qaul al-

Musaddad fi az\-Z|abb ‘anil-Musnad lil-Ima>m Ah{mad.2

Ibnu H{ajar mengemukakan alasannya mengapa ia sampai menulis kitab al-

Qaul al-Musaddad ini, yaitu karena ia mendapati adanya anggapan hadis-hadis

dalam Musnad yang dinilai palsu yaitu oleh Ibnu al-Jauzi. Beliau menegaskan

bukan atas alasan ‘as{abiyah atau fanatisme jahiliyyah yang melatar belakangi

untuk menulisnya, akan tetapi fanatisme dan antusiasme kepada sunnnah-lah yang

mendorong beliau untuk membela salah satu karya besar ulama Islam dalam hadis,

yaitu Musnad Ah{mad.3

Ibnu Hajar lalu melanjutkan, “Ketika saya membaca Musnad pada tahun 760

Hijriyyah kepada Syaikh ‘Ala>’uddi>n Abi > al-H{asan ‘Ali Ibn Muh{ammad Ibn S{a>lih{

al-‘Arad{i> ad-Dimasyqi>, datang kepada kami seseorang dari Alexandria untuk

mendengar Musnad, dan pada saat pertengahan sima>’ ia melontarkan pertanyaan:

“Apakah di dalam Musnad ada hadis-hadis da{‘if atau seluruhnya s{ahih? Lalu saya

yang menjawab: “Sebenarnya dalam Musnad terdapat hadis>-hadis da’if yang

banyak, dan hadis-hadis yang hampir maud{u>’.” lalu ada yang datang kepadaku

setelah itu, bahwa sannya ada yang menolak dengan keras pendapatku dari

kalangan pengikut maz\hab al-Ima>m Ah{mad Ibn H{anbal, bahwa di dalam Musnad

terdapat sesuatu yang palsu, dan ia menyebutkan alasannya dengan mengutip

Syaikh Taqiyyuddi>n Ibnu Taimiyyah, yang menyebutkan adanya hal seperti dalam

Musnad yaitu dari ziya>da>t (tambahan-tambahan) dari al-Qat{>i’i>, bukan dari riwayat

Imam Ah{mad sendiri bukan pula riwayat putranya ‘Abdulla >h Ibn Ah{mad dari

2 Selanjutnya akan disebut Al-Qaul Al-Musaddad saja. 3 Al-Qaul Al-Musaddad, hal. 3

3

ayahnya. Maka terdoronglah saya atas pernyataan tersebut untuk menghimpunnya

dalam lembaran-lembaran tentang hadis dalam riwayat Imam Ahmad dan riwayat

putranya ‘Abdullah yang diklaim oleh sebagian kalangan Imam bahwa itu maud{u>’,

dan sebagian hadis yang tidak ada kesepakatan atas kemaudu>’annya aku jelaskan

dengan sikap yang jujur dan proporsional.4

Selain Ibnu H{ajar, sebenarnya ada Jala>luddi>n as-Suyu>t{i> yang melakukan hal

serupa. Ia menulis kitab khusus yang menyebutkan sekitar 120 lebih h{adi>s\ yang

tidak maud{u>‘ dalam kitab al-Maud{u>‘a>t, kitab ini ia beri judul al-Qaul al-H{asan fi

az\-Z|abb ‘anis-Sunan. Selain itu, as-Suyu>ti> juga menulis kitab lain mengenai topik

ini yaitu: an-Nukat al-Badi>’a>t ‘ala> al-Maud{u>’a>t atau dikenal juga Ta’aqquba>t as-

Suyu>t{i> ‘ala al-Maud{u>’a>t Ibn al-Jauzi>. Bahkan ia juga memberi tambahan atas kitab

Ibnu H{ajar al-Qaul al-Musaddad dengan menyebutkan 14 hadi>s\ dari al-Musnad

yang ada dalam al-Maud{u>‘a>t yang masih tersisa.

As-Suyu>ti> menegaskan bahwa Ibnu al-Jauzi> memasukkan beberapa h{adi>s\ ke

dalam kitabnya sebagai h{adi>s\ maud{u>‘ padahal sebenarnya tidak maud{u>‘, di

antaranya 4 h{adi>s\ dari Sunan Abu> Da>ud, 23 h{adi>s\ dari Ja>mi‘ at-Tirmiz\i>, 1 h{adi>s\

dari Sunan an-Nasa>’i>, 16 h{adi>s\ dari Sunan Ibnu Ma>jah, dan seterusnya.5

Terdapat juga komentar dari Ibnu Taimiyyah terhadap Ibnu al-Jauzi

mengenai hadis-hadis yang dinilainya maudu>’, Ibnu Taimiyyah berkata:

“Sesungguhnya h{adi> \s maud{u>’ dalam istilah (pengertian) Abu> al-Faraj ialah

diyakini sebagai h{adi>s\ batil. Sekalipun para ahli h{adi>s\ tidak mengukuhkan adanya

kedustaan tetapi sekedar terdapat kesalahan di dalamnya. Karena itu, beliau (Abu>

al-Faraj) meriwayatkan banyak h{adi>s\ dalam kitab al-Maud{u>’a>t dari jenis h{adi>s ini

(ghalat{), sehingga beberapa ulama menentang sejumlah besar h{adi>s\ yang ia

sebutkan dalam kitabnya. Mereka berkomentar bahwa tidak ada kepastian bahwa

itu adalah batil, bahkan mereka menjelaskan pengukuhan dari sebagian h{adi>s\

tersebut. Akan tetapi secara umum, h{adi>s yang disebutkan Ibnu al-Jauzi> dalam

kitabnya adalah batil menurut kesepakatan para ulama.”6 Wallahu’alam

Pernyataan Ibnu Taimiyyah di atas, juga dipertegas dengan pendapat Ibnu

Hajar sendiri, bahwasannya Ibnu al-Jauzi memiliki sisi tasahul (ceroboh) dalam

menilai hadits maudlu’, beliau menuturkan: “Secara umum, h{adi>s\ yang ada dalam

kitab Ibnu al-Jauzi> adalah maud{u>’ (palsu), sedang yang diberi ulasan atau kritikan

dengan yang tidak, perbandingannya sedikit sekali.”7 Lalu beliau menambahkan:

“Dan dalam kitabnya (al-Maud{u>’a>t) terdapat suatu bahaya, yakni menganggap

4 Ibid., hal. 4-5 5 As-Suyut{i>, Tadri>b ar-Ra>wi> fi Syarhi Taqrib an-Nawawi>. (Beirut. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Cet.I. tahqiq: 'Abdur-Rahma>n al-Muh{ammadi>.2009) hal. 210 6 Ibnu Taimiyyah, Majmu>‘ul-Fata>wa>, (Madi>nah: Majma‘ al-Mulk Fahd li-T{aba>‘ah al-Mus{h{af

asy-Syari>f, 1995), jilid 1, hal. 248. 7 As-Suyut{i>, Tadri>b ar-Ra>wi>, hal. 209.

4

h{adi>s\ yang tidak palsu sebagai h{adi>s palsu (maud{u>’), bahaya yang sebaliknya

terdapat dalam Mustadrak al-Hakim, yaitu menganggap h{adi>s\ yang tidak s{ah{i>h{

sebagai h{adi>s s{ah{i>h{.”8 beliau melanjutkan lagi pernyataannya, “perhatian yang

serius jelas diperlukan untuk mengkritisi kedua karya tersebut, karena adanya

pernyataan tasa>hul kepada Ibnu al-Jauzi dan al-H{a>kim menghilangkan manfaat

kitab masing-masing dari keduanya kecuali bagi seorang pakar ilmu, karena

menimbulkan kemungkinan setiap hadi>s\ dalam dua kitab tersebut tidak terlepas

dari ke-tasa>hul-an kedua penulisnya.”9

Adapun hadis-hadis yang dinafikan kemaud{ua’nnya oleh Ibnu H{ajar al-

‘Asqala>ni>, pertama-tama ia mengutip sembilan hadis dalam Musnad yang

dimaudu>’kan Ibnu al-Jauzi yang disebutkan gurunya al-‘Ira<qi, lalu Ibnu H{ajar

setelahnya menambahkan lagi 15 hadis yang tidak disebutkan oleh ‘Iraqi yang

dimaudukan juga oleh Ibnu al-Jauzi dalam Musnad. Berikut ini adalah hadis-hadis

yang dimaksud tersebut:

1. Hadis Larangan Memberi Nama dengan Nama Al-Wali>d

ث نا ابن عياش، قال ث نا أبو المغرية، حد ، عن سعيد حد ثن الوزاعي وغي ره، عن الزهري : حدعن عمر بن الطاب، قال: ولد لخي أم سلمة زوج النب صلى هللا عليه بن المسي ب

تموه بساء ف راعنتكم، لى هللا عليه وسلم: ص وسلم غالم، فسموه: الوليد، ف قال النب سي .على هذه المة من فرعون لقومه له: الوليد، لو شر ليكونن ف هذه المة رجل ي قال

“’Umar Ibn al-Khat{t{a>b berkata: Saudara Ummu Salamah, istri Nabi s{allalla>hu

‘alaihi wa sallam memiliki anak yang lalu diberi nama al-Wali>d, kemudian Nabi

s{allalla>hu ‘alaihi wa sallam berkomentar: “Kalian menamainya dengan nama-nama

Fir’aun kalian, sungguh akan ada seseorang di dalam umat ini yang bernama al-

Wali>d. ia sungguh lebih buruk bagi umat ini dibanding Fir‘aun bagi kaumnya.”10

Al-‘Ira>qi> berkata: “H{adi>s \ ini dikemukakan oleh Abu> H{a>tim Ibn H{ibba>n al-

Busti> di dalam Ta>rikh ad{-D{u‘a>fa>’ pada biografi ‘Isma>‘i>l Ibn ‘Iya>sy, dan berkata:

“Ini khabar yang batal, Rasu>lulla>h s{allalla>hu ‘alaihi wa sallam tidak

menyabdakannya, ‘Umar tidak meriwayatkannya, Sa’i>d tidak meriwayatkannya,

8 Ibid., hal. 209 9 Ibid., hal. 209. 10 Ah{mad Ibn H{anbal, Musnad, (Beirut: Mu’assasah ar-Risa>lah, cet.I, 2001, tahqi>q: Al-Arna’u>t{,

dll.), jilid 1, hal. 265, no. hadis\: 109; Ibnu al-Jauzi, Al-Maud{u>‘a>t, (Beirut: Da>r al-Fikr, cet.II 1983,

tah{qi>q: ‘Abdur-Rah{ma>n Muh{ammad ‘Us \ma>n), jilid 1, hal. 158; jilid 2, hal. 46.

Dalam riwayat yang dikemukakan Ibnu al-Jauzi>, sanadnya ada tambahan, yaitu:

ثن أب أن بأن ابن الصي أن بأن ابن المذهب أن بأن أحد بن جعفر حدثنا عبد هللا بن أ … حد حد

5

az-Zuhri> tidak meriwayatkannya dan tidak termasuk h{adi>s\ al-Auza>’i> sanad seperti

itu. ‘Isma>‘i>l Ibn ‘Iya>sy ketika telah berusia senja hafalannya berubah, sehingga

mengalami banyak kesalahan tanpa disadarinya.” Menurut al-H{a>fiz\ al-‘Ira>qi>, Ibnu

al-Jauzi> mengemukakan h{adi>s\ ini pada dua tempat dalam kitabnya al-Maud{u>‘a>t. 11

Mengenai h{adis ini, Ibnu al-Jauzi, setelah mengutip pernyataan Abu H{atim

Ibn Hibba>n seperti di atas, lalu berkata: “Mungkin h{adi>s \ ini masuk ke Ibnu ‘Iya>sy

ketika telah berusia senja atau diriwayatkannya ketika telah mengalami kekacauan

hafalan (ikhtila>t{).”12

Ibnu H{ajar berkomentar: “Perkataan Ibnu H{ibba>n, “H{adi>s \ ini batal”

merupakan tuduhan yang tidak memiliki bukti, tidak ada dalil yang

mendukungnya. Dan perkataannya, “Rasu>lulla>h s{allalla>hu ‘alaihi wa sallam tidak

menyabdakannya, ‘Umar tidak meriwayatkannya, Sa’i>d tidak meriwayatkannya,

az-Zuhri>” merupakan kesaksian negatif yang muncul tanpa penelitian mendalam,

seperti yang akan saya jelaskan kemudian. Kesaksian seperti itu jelas tertolak.

Perkataannya tentang ‘Isma>‘i>l Ibn’Iya>sy juga tidak bisa diterima seluruhnya.

Karena riwayat ‘Isma>‘i>l dari orang-orang Sya>m menurut Jumhu>r nilainya kuat, dan

h{adi>s\ ini termasuk ke dalamnya. Jumhu>r hanya akan menilai lemah riwayatnya

yang berasal dari orang-orang non-Sya>m.”13

2. Hadis\ saddul-abwa>b ila> ba>bi ‘Ali dari Sa’ad Ibn Ma>lik

عبد هللا بن الرق يم الكناين قال: حدثنا حجاج حدثنا فطر عن عبد هللا بن شريك عنصلى -خرجنا إىل املدينة زمن اجلمل، فلقينا سعد ابن مالك هبا، فقال: أمر رسول هللا

.بسد البواب الشارعة ف املسجد وترك اب -هللا عليه وسلم ب علي

"Rasulullah s{allalla>hu 'alaihi wa sallam menyuruh untuk menutup pintu-pintu

akses ke masjid dan membiarkan pintu Ali."14

3. Hadis saddul-abwa>b illa> ba>bi ‘Ali dari Ibnu ‘Umar

أن بأن القطيعي قال حدثنا عبد هللا بن أحد أن بأن ابن الصي قال أن بأن ابن المذهب قال ث نا وكيع عن هشام ابن سعد عن عمر ب ثن أب قال حد أن ن راشد عن ابن عمر "قال حد

عليه وسلم سد الب واب ف .مسجد إال ابب علي ال النب صلى الل

11 Ibnu H{ajar, Al-Qaul al-Musaddad fi> az|-Z|abb ‘an Musnad lil-Ima>m Ah{mad, (Kairo: Maktabah

Ibn Taimiyyah, Cet. I, 1401 H, z\ail: Muh{ammad al-Mada>risi> al-Hindi>), hal. 6. 12 Ibnu al-Jauzi, Al-Maud{u>‘a>t, jilid 1, hal. 158. 13 Ibnu H{ajar, Al-Qaul al-Musaddad, hal. 12. 14 Musnad, jilid 3, hal. 98, no.hadis: 1511; al-Maudu’at, jilid 1, hal. 363. Dalam al-Maudu’at

isnadnya ada tambahan sebagai berikut:

ثن أب أن بأن ابن الصي قال أن بأن ابن المذهب قال أن ب ث نا عبد هللا بن أحد قال حد …أن أحد بن جعفر قال حد

6

“Bahwasannya Nabi s{allalla>hu 'alaihi wa sallam menutup pintu-pintu masjid,

kecuali pintu ‘Ali >.”

Selain dua hadis di atas, Ibnu al-Jauzi menyampaikan pula jalur-jalur lainnya

mengenai hadis saddul-abwa>b illa> ba>bi ‘Ali> ini. Lalu ia memberi komentar, “hadis-

hadis ini semuanya adalah buatan ra>fid{ah yang mereka buat untuk melawan hadis

yang muttafaq (telah disepakati) kesahihannya yaitu “suddu>l-abwa<b illa> ba>bi Abi

Bakr. ”15

Ibnu H{ajar dengan panjang lebar memverifikasi status hadis-hadis ini,

terutama yang tercantum dalam Musnad Ah{mad. Ia mengkritisi dari segi sanad

dan matan. Berikut ini kesimpulan Ibnu H{ajar, pertama, pernyataan Ibnu al-Jauzi

bahwa hadis tentang ini batil dan maud{u>’ adalah dakwaan yang tidak beralasan

selain argumentasinya bahwa hadis ini bertentangan dengan hadis yang sahih. Dan

ini merupakan tindakan yang berani dalam menolak hadis-hadis sahih karena

adanya tawahhum semata. Dan tidak cukup keberanian dalam menetapkan status

maudu>’ kecuali tidak ada kemungkinan untuk upaya al-jam’u atau

mengkompromikan (hadis-hadis yang dianggap bertentangan-pen). Dan

ketidakmungkinan dalam mengkompromikan hadis-hadis bukan kondisi yang

pasti (sehingga setelahnya bisa jadi hal itu menjadi mungkin-pen) karena di atas

yang berilmu ada yang lebih lagi darinya. Dan jalan wara’ (kehati-hatian) dalam

hal ini, ialah tidak menetapkan hadis itu batil, tetapi tawaquf atau

menangguhkannya sampai jelas bagi yang lain apa yang (sebelumnya) tidak jelas

baginya.16 Kedua, Hadis tentang ini sebenarnya adalah hadis masyhur yang

memiliki jalur berbeda-beda, yang semuanya meski menyendiri (‘ala> infira>dihi)

tidak mengurangi derajat kehasanannya. Dan secara keseluruhan tidak ada yang

menghalangi sahnya (hadis tentang ini) menurut metode kebanyakan ahli hadis.17

Ketiga, Adapun anggapan hadis ini bertentangan dengan yang terdapat dalam

kitab sahih, maka sebenarnya kedua hadis tersebut tidak bertentangan sama sekali.

Al-Bazza>r menyebutkan dalam Musnadnya bahwa hadis “suddu> kulla ba>bi fil-

masjid illa> ba>bi ‘Ali> ” datang dari riwayat orang-orang penduduk Kufah, sedang

penduduk Madinah meriwayatkan: illa> ba>bi Abi> Bakr. Dan riwayat penduduk

Kufah ini datang dari berbagai jalur dengan sanad-sanad yang hasan.

Lalu Ibnu H{ajar menyampaikan berbagai redaksi dan jalur hadis-hadis

tentang bab ‘Ali dan Abu Bakr, untuk menunjukkan bahwa keduanya tidak

bertentangan sama sekali.18Dan pada akhirnya Ibnu H{ajar berkesimpulan bahwa

adanya anggapan bertentangan antara hadis ba>b (pintu) ‘Ali dan ba>b Abu Bakr,

dan bertentangan pula matan hadis saddul-abwa>b dengan matan hadis yang lebih

15 Ibid., hal. 366. 16 Al-Qaul al-Musaddad, hal. 16 17 Ibid., hal. 16 18 Ibid., hal. 16-18

7

kuat dalam kitab sahih saddul-khaukh dari Abu Sa’i>d al-Khudriyi>, semua itu

tidaklah benar, semuanya tidak bertentangan sama sekali. Adapun mengenai cara

kompromi yang ditempuh Ibnu H{ajar ialah alasan mengapa tidak ditutupnya pintu

‘Ali karena ia tinggal disekitar atau di dalam masjid bertetangga dengan

Rasulullah, adapun tidak ditutupnya pintu Abu Bakr ialah karena ia lebih

membutuhkan untuk ke masjid lebih dari yang lain. Hal ini dipertegas dengan

pendapat yang dikutip Ibnu H{ajar, yaitu dari Abu Bakr al-Kala>ba>z\i>: bahwa pintu

Abu Bakr itu ialah mulanya sejumlah pintu menuju masjid yang terdiri dari pintu-

pintu kecil dan pintu-pintu rumah untuk keluar. Maka ketika Rasulullah sakit

yangmenjelang wafatnya beliau memerintahkan untuk menutup semua pintu-pintu

itu, tanpa menyisakan satu pun pintu menuju Masjid kecuali satu pintu kecil Abu

Bakr. Adapun pintu ‘Ali>, ia adalah orang dalam masjid, ia keluar masuk darinya.

Sebagaimana dipertegas oleh pernyataan Ibnu ‘umar ketika menunjukkan rumah

‘Ali>, “ini ada rumah ‘Ali dan disisinya adalah rumah Rasulullah, sedang rumah

Rasulullah itu termasuk bagian Masjid.19

Oleh karenanya kedua hadis itu tidak bertentangan sama sekali. Dan hadis

‘bab ‘Ali ini datang dari jalur-jalur riwayat para siqat yang menunjukkan bahwa

hadis ini sahih dengan dilalah yang kuat. Dan setelah diperjelas dengan bisanya

dikompromikan antara kedua hadis yang sebenarnya tidak bertentangan ttersebut,

bagaimana mungkin menetapkannya sebagai hadis palsu hanya karena ada aspek

tawahhum. Kalaulah hal seperti ini terbuka niscaya akan banyak hadis-hadis sahih

yang diklaim batil.20

4. Hadis tentang orang yang menimbun makanan

ث نا أبو بشر، عن أب الزاهرية، عن كثري بن ث نا يزيد، أخب رن أصبغ بن زيد، حد مرة حد، عن ابن عمر، عن النب صلى هللا عليه وسلم: من احتكر طعاما أربعي لي لة، الضرمي

اف قد برئ من الل ت عاىل، وبرئ الل أهل عرصة أصبح فيهم امرؤ جائع، ف قد ت عاىل منه، وأيهم ذمة الل ت عاىل .برئت من

“Barangsiapa menimbun makanan hingga empat puluh malam, berarti ia telah

berlepas diri dari Allah Ta'ala> dan Allah Ta'ala juga berlepas diri dari-Nya. Dan

siapa saja memiliki harta melimpah sedang di tengah-tengah mereka ada seorang

yang kelaparan, maka sungguh perlindungan Allah Ta'ala> telah terlepas dari

mereka.”21

19 Ibid., hal. 18-19 20 Ibid., hal. 19 21 Musnad, jilid 8, hal. 481, no. hadis: 4880; al-Maud{u>’a>t, jilid 2, hal. 242. Dalam al-Maud{u>’a>t

sanadnya ada tambahan seperti berikut:

8

Ibnu al-Jauzi berkomentar: “hadis-hadis ini semuanya tidak sah.” Ia

melanjutkan: “Adapun riwayat Ibnu ‘Umar yang terbagi kepada dua jalur, di

dalamnya terdapat rawi bernama As{bagh Ibn Zaid, ia itu dinilai tidak mahfu>z{

hadis-hadisnya menurut Ibnu ‘Adi>, sedang menurut Ibnu H{ibban, ia itu tidak bisa

dijadikan hujjah khabarnya jika menyendiri.”22

Ibnu H{ajar menanggapi hadis ini, dengan menyelidiki sanad dan matannya.

Lalu ia menyebutkan syawahid bagi matan hadis-hadis ini yang cukup banyak.

Lalu Ibnu H{ajar mempertegas: “Jika ada yang menetapkan status palsu kepada

hadis ini lantaran zahir matannya, yaitu ancaman yang memastikan kepada bara>’ah

(berlepas diri) kepada pelakunya sedang ia tidak menjadi kafir dengan perbuatan

itu. Maka jawabannya ialah sesungguhnya hadis ini termasuk hadis-hadis yang

datang dengan bentuk sindiran larangan dan pencegahan, zahirnya tidak berarti

menunjukkan maksudnya. Ada banyak hadis-hadis dalam kitab sahih yang memuat

perkara bara’ah, nafyul-iman, dan yan lainnya sebagai ancaman yang keras

terhadap orang yang melakukan dosa tetapi tidak sampai membuatnya keluar dari

Islam. Ibnu H{ajar lalu menyebutkan contoh hadis-hadisnya. Setelah itu, ia

memungkas komentarnya dengan menuturkan; “tidak boleh mendahulukan

keberanian dalam menetapkan suatu hadis palsu sebelum melakukan penela’ahan

dan penelusuran.”23

5. H{adi>s\ dihindarkan beberapa macam penyakit dari orang yang berumur

panjang riwayat Anas

ثن يوسف بن أب ذرة النصاري، عن جع ث نا أنس بن عياض، حد فر بن عمرو بن حد، عن أنس بن مالك، أن رسول هللا صلى ما من معمر هللا عليه وسلم قال:أمية الضمري

سالم أربعي سنة، إال صرف هللا عنه ثالثة أن واع من البال ء: اجلنون، واجلذام، ي عمر ف ال هللا عليه الساب، فإذا ب لغ ست ي، رزقه هللا ال نبة إليه والب رص، فإذا ب لغ خسي سنة، لي

، فإذا ب لغ سبعي سنة، أحبه هللا، وأحبه أه ل السماء، فإذا ب لغ الثماني، قبل هللا با يبخر، حسناته، وتاوز عن سي ئاته، فإذا ب لغ تسعي، غفر هللا له ما ت قدم من ذنبه، وما ت

. وس ي أسري هللا ف أرضه، وشفع لهل ب يته

ث نا عبد هللا بن أح …د حدثن أب أن بأن ابن السي أن بأن ابن المذهب أن بأن أحد بن جعفر حد

22 Al-Maud{u>’a>t, jilid 2, hal. 243 23 Al-Qaul al-Musaddad. hal. 20-22.

9

“Tidaklah seseorang dipanjangkan umurnya dalam Islam hingga empat puluh

tahun melainkan Allah menghindarkannya dari tiga macam penyakit: gila, lepra

dan kusta. Jika ia mencapai lima puluh tahun, Allah meringankan hisabnya. Jika

mencapai enam puluh tahun, Allah \memberinya apa yang dicintainya saat kembali

kepada-Nya. Jika mencapai tujuh puluh tahun, Allah mencintainya dan penduduk

langit juga mencintainya. Jika mencapai delapan puluh tahun, Allah akan

menerima kebaikan-kebaikannya dan menghapus keburukan-keburukannya. Dan

jika mencapai sembilan puluh tahun, Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah

lalu dan yang terkemudian. Ia akan disebut tawanan Allah di bumi-Nya dan akan

akan memberi syafaat kepada keluarganya.”24

Al-H{a>fiz{ al-‘Ira>qi> berkata: “’Illat hadis\ yang marfu>‘ itu ada pada Yu>suf Ibn

Abi> Z|arrah. Mengenai biografinya, Ibnu H{ibba>n memasukkannya ke dalam Ta>ri>kh

ad{-D{u‘a>fa>’. Ia berkata, Ia meriwayatkan h{adi>s\-h{adi>s\ munkar yang tidak memiliki

asal dari sabda Rasululla>h s{allalla >hu ‘alaihi wa sallam, dan dalam keadaan apapun

tidak boleh menggunakan h{ujjah dengannya.” Lebih lanjut ia berkata: “Salah satu

indikator kepalsuan hadis\ itu adalah isinya yang bertentangan dengan kenyataan.

Aku mendengar kabar dari orang yang bisa aku percaya, bahwa ia melihat orang

berusia enam puluh yang terkena penyakit kusta, apalagi orang yang berumur

empat puluh.25

6. H{adi>s\ dihindarkan beberapa macam penyakit dari orang yang berumur

panjang riwayat Ibnu ‘Umar26

وبه إىل أحد حدثنا هاشم حدثنا الفرج حدثن ممد بن عبد هللا العرزمي عن ممد بن عبد هللا بن عمرو بن عثمان عن عبد هللا بن عمر بن الطاب عن النب صلى الل عليه

ا وسلم فذكر مثل الديث الموقوف على أنس هك ذا أورده المام أحد ومل يسق لفظه وإن أورده بعد حديث أنس الموقوف وقال مثله ومل يذكر ابن اجلوزي ف املوضوعات حديثبغي أن يذكره فإن هذا موضوع قطعا وما يستدل به علي به عل ي ابن عمر هذا وكان ي ن

.وضع الديث مالفة الواقع

24 Ah{mad Ibn H{anbal, Musnad, jilid 21, hal. 12, no. h{adi>s\: 13279; Ibnu al-Jauzi>, Al-Maud{u>‘a>t,

jilid 1, hal. 179. Dan dalam riwayat Ibnu al-Jauzi, sanadnya ada tambahan seperti berikut:

ر بن مالك قال حدثنا عبد هللا بن أحد قال أنبأن هبة هللا بن ممد بن الصي قال أن بأن أبو علي بن المذهب قال أن بأن أبو بك ثن أب …حد

25 Lihat, al-Qaul al-Musaddad, hal. 8-9. 26 Ibid., hal. 8.

10

Mengenai dua hadis di atas, Ibnu H{ajar berkata: “Sanad yang cacat tidak

meniscayakan matan yang maud{u>‘. Karena ia memiliki jalur dari Anas maupun

yang lain, yang secara keseluruhan sulit untuk dinilai palsu.”

Lebih lanjut menurutnya, “komentar ‘hadis \ itu jelas maud{u>‘’ (innahu

maud{u>’ qat{‘an), lalu berdalil dengan sesuatu yang relatif adalah mengherankan.

Semudah itukah menilai secara pasti berdasarkan hal yang relatif? Yaitu

pemberitaan oleh seseorang ang dipercayainya, bahwa orang itu melihat orang

menderita kusta setelah berusia enam uluh tahun. Apakah tidak mungkin penyakit

itu muncul sebelum orang itu berusia empat puluh tahun tanpa disadarinya, lalu

merembet sedikit demi sedikit, lalu baru disadari setelah usia enam puluh tahun?

Dengan adanya kemungkinan seperti ini, bagaimana ia mudah memberikan

penilaian mutlak bahwa hadis\ itu palsu? Padahal menurut saya, hadis itu tidak sulit

untuk dinilai sahih. Yaitu bahwa meski redaksinya bersifat umum, tetapi boleh

jadi maksudnya adalah untuk orang-orang tertentu. Sebab keumumannya akan

mencakup seluruh manusia, tetapi tentu dikhususkan untuk kaum muslimin.

Karena orang kafir tidak akan dilindungi oleh Allah, tidak akan diampuni

keburukan-keburukannya, tidak akan diampuni dosa-dosanya dan tidak bisa

memberi syafa’at. Jika telah jelas bahwa redaksinya yang umum itu dimaknai

secara khusus, maka mungkin saja hal itu khusus pula berlaku bagi sebagian

muslim, bukan keseluruhannya. Misalnya, khusus untuk orang-orang yang tidak

fasik, atau dimaknai untuk mereka yang ahli berbuat kebaikan. Sehingga tidak ada

halangan bagi orang yang seperti ini untuk diberi anugerah oleh Allah Subh{a>nahu

wa Ta’ala, dengan anugerah yang telah disebut di dalam hadis di atas. Jadi yang

menolak argumen ini harus memberikan penjelasan. Allah-lah tempat memohon

pertolongan. Dan saya pun lalu menemukan dalam tafsi>r Ibnu Marduwaih dengan

sanad yang sahih kepada Ibnu ‘Abba>s yang menunjukkan kepada ta’wi>l yang telah

saya sebutkan ini. Dan saya pun menyebutkannya dalam juz-juz akhir yang saya

himpun dalam al-Khis{a>l al-Mufakkirah”27

7. Hadis tentang ‘Abdurrahman Ibn ‘Auf

نما ث نا عبد الصمد بن حسان، قال: أخب رن عمارة، عن ثبت، عن أنس، قال: ب ي حد عائشة ف ب يتها إذ سعت صوت ف المدينة، ف قالت: ما هذا؟ قالوا: عري لعبد الرحن بن

ت من الشام تمل من كل شيء، قال: فكانت سبع مائة بعري، قال: فارتت عوف قدم المدينة من الصوت، ف قالت عائشة: سعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم، ي قول: قد

27 Ibid., hal. 23-24

11

وان عو رأيت عبد الرحن ب ، ف ب لغ ذلك عبد الرحن بن عوف، ف قال: ف يدخل اجلنة حب تاهبا، وأحالا ف سبيل هللا عز وجل .إن استطعت لدخلن ها قائما، فجعلها بق

“Ketika A>’isyah berada di rumahnya tiba-tiba dia mendengar suara di Madinah,

dia berkata; ada apa ini?, orang-orang berkata; rombongan dagang Abdurrah{man

Ibn ‘Auf yang datang dari Syam dia membawa apa saja, (Anas Ibn Ma>lik) berkata;

berupa tujuh ratus ekor unta. (Anas Ibn Ma>lik) berkata; hingga Madinah bergetar

karena suara gemuruh, maka A>’isyah berkata; saya mendengar Rasulullah

s{allallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh saya melihat Abdurrah{man Ibn

‘Auf masuk syurga dengan merangkak. “lalu hal itu sampai kepada Abdurrah{man

Ibn ‘Auf sehingga ia berkata; jika saya bisa, saya ingin masuk surga dengan berdiri.

Selanjutnya ia menyumbangkan seluruh unta dan barang bawaannya di jalan Allah

Azza Wa Jalla.”28

Ibnu al-Jauzi mengutip beberapa pendapat ulama lain mengenai isnad hadis

ini, di antaranya, Ahmad Ibn H{anbal berkata: hadis ini kaz\ab munkar. Lalu ia

melanjutkan: dan ‘Umma>rah meriwayatkan hadis-hadis munkar. Ia juga mengutip

Abu> H{a>tim ar-Ra>zi> yang berkata: ‘Umma>rah Ibn Za>z\a>, tidak bisa berhujjah

dengannya.

Ibnu al-Jauzi lalu berkomentar: “Dengan adanya hadis batil seperti ini, para

mutazahid yang kurang pandai mengaitkan dan memandang bahwasannya harta

dapat menghalangi untuk bersegara dalam kebaikan, dan mereka berkata, apa bila

Ibnu ‘Auf masuk surga sambil merangkak itu karena hartanya, cukuplah hal itu

untuk menunjukkan tecelanya harta. Hadis itu sendiri tidak sah, sedang

‘Abdurahman yang menghimpun harta dipersaksikan kepadanya surga, dan tidak

sama sekali hartanya itu menghalanginya untuk bersegera dalam berbuat kebaikan

karena mengumpulkan harta itu perkara mubah. Adapun yang tercela ialah

memperolehnya dari cara yang tidak seharusnya, dan menahan hak yang wajib

padanya. Sementara ‘Abdurrahman terlepas dari dua hal tersebut. sungguh T{alh{ah

telah menyimpan 800 muatan emas, demikian juga Zubair dan yang lainnya.

Kalaulah mereka mengetahui bahwa itu hal yang tercela, pasti mereka akan

mengeluarkan semuanya. Dan berapa banyak pengkisah yang merindukan hadis

semacam ini, yang memotivasi kepada kefaqiran dan mencela kekayaan. Semoga

Allah melimpahkan kepada ‘ulama yang mengetahui sahih dan memahami usul.”29

28 Musnad, jilid 41,hal. 337, no.hadis: 24842; al-Maud{u>’a>t, jilid 2, hal. 13. 29 Al-Maudu’at, jilid 2, hal. 13-14.

12

Ibnu H{ajar menyebutkan bahwa hadis ini memiliki syahid dengan isnad yang

kuat dalam Musnad asy-Sya>miyi>n, karya at{-T{abrani> dari jalur Hafs{ah binti ‘Umar.

Ada juga syahid lain dari riwayat Ibra>him Ibn ‘Abdirrahman Ibn ‘Auf, yang

disebutkan oleh al-Bazza>r dalam Musnadnya. Adapun mengenai rawi bernama

‘Umar>ah Ibnu H{ajar menilainya d{a’if, tapi tidak sampai ada yang menilainya

dusta.30

8. H{adi>s\ keutamaan kota ‘Asqala>n

د بن عن أب عقال عن أن ث نا إساعيل بن عياش عن عمر بن مم ث نا أبو اليمان حد س بن مالك حدها ي و عث من عليه وسلم: " عسقالن أحد العروسي ي ب عون قال قال رسول هللا صلى الل م القيامة سب

ها خسون ألفا شهداء وفودا إىل هللا عزوجل، وهبا صفوف الش عث من هداء ألفا ال حساب عليهم، وي ب عدت نا على رسلك وال تزن ي وم رؤوسهم مقطعة ف أيديهم ت ثج أوداجهم دما، ي قولون رب نا آتنا ما و

ها ن قيا القيامة إنك ال تلف الميعاد، ف ي قول: صدق عبيدي اغسلوهم بن هر الب يضة، ف يخرجون م ن بيضا، ف يسرحون ف اجلنة حيث شاءوا ".

“‘Asqala>n adalah salah satu dari dua mempelai, pada hari kiamat disana

dibangkitkan tujuh puluh ribu orang yang tidak ada hisab atas mereka, daripadanya

dibangkitkan lima puluh ribu syuhada >’ sebagai duta untuk menghadap Allah 'Azza

wa Jalla, dan ada barisan syuhada >’ yang kepala mereka terputus di tangan mereka,

dan urat nadi mereka mengalirkan darah. Mereka memanjatkan doa, "wahai Tuhan

kami berikanlah kepada kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui

lisan rasul-rasul-Mu. Sesungguhnya Engkau tak pernah menyelisihi janji", maka

Alla>h berfirman, "hambaku benar, mandikan mereka dengan sungai al-Baid{ah".

Kontan mereka keluar daripadanya dengan keadaan bersih jernih dan putih, lalu

mereka beristirahat dalam surga sekehendak mereka.”31

Ibnu al-Jauzi berkomentar: “Hadis \ ini tidak sah dari Rasulullah s{allalla>hu

‘alaihi wa sallam.”32 Ia melanjutkan, “ Hadis Anas ini semua jalurnya berporos

pada Abu ‘Aqqa>l yaitu Hila>l Ibn Yazi>d Ibn Yasa>r, Ibnu H{ibban mengatakan

tentangnya: “Ia meriwayatkan dari Anas banyak hadis palsu yang Anas sendiri

tidak pernah menceritakannya sama sekali.”33

30 Al-Qaul al-Musaddad., hal. 24-27. 31 Lihat, Musnad, jilid 12, hal. 65-66, no. hadi>s: 13356; Al-Maud{u>’a>t, jilid 2, hal. 53. Dalam

riwayat Ibnu al-Jauzi, sanadnya ada tambahan sebagai berikut:

ثن أب أن بأن ابن الصي أنبأن أبو على ابو المذهب أن بأن …أبو بكر بن مالك حدثنا عبد هللا بن أحد حد

32 Lihat, al-Maudu’at, jilid 2, hal. 54 33 Ibid. hal. 54.

13

Al-‘Ira>qi> menambahkan, “Dalam biografi Abu ‘Aqqa>l yang disebutkan oleh

Ibnu ‘Adi> dalam al-Ka>mil, ia menuturkan: ia itu ghair mahfu>z{, dan az-Z|ahabi>

dalam al-Mi>za>n berkata: ia itu batil.”34

Sedang Ibnu H{ajar memberikan komentar: “H{adis Anas tentang keutamaan

‘Asqala>n adalah berkaitan dengan fad{a>’ilul-a‘ma>l dan memotivasi orang untuk

berjuang di jalan Allah, sehingga tidak ada yang bertentangan dengan syara’ atau

akal.35 Karena itu, menilainya batal semata karena termasuk riwayat Abu> ‘Aqqa>l

tidak bisa diterima. Metode yang ditempuh oleh Ah{mad Ibn Hanbal sudah sangat

jelas, yakni bersikap agak longgar dalam meriwayatkan hadis\-hadis tentang

fad{a>’ilul-a‘ma>l, bukan hadis-hadis tentang hukum.”36 Kemudian Ibnu H{ajar

mengemukakan beberapa syahid untuk hadis di atas dari sejumlah sahabat, seperti

Ibnu ‘Umar, ‘Abdulla >h Ibn Bukhainah, dan lain-lain.37

9. Hadis\ keutamaan beberapa kota di Khurasan

حدثنا السن بن يىي من أهل مرو، حدثنا أوس بن عبد هللا بن بريدة قال: أخربين أخي سهل بن هللا صلى هللا عليه وسلم يقول: عبد هللا بن بريدة، عن أبيه، عن جده بريدة قال: سعت رسول

بدينة مرو ب ناها ذو القرن ي ستكون ب عدي ب عوث كثرية فكونوا ف ب عث خراسان ث انزلوا .ودعا لا ابلب ركة وال يضري أهلها سوء

“Akan ada setelahku nanti ekspedisi yang banyak sekali. Turutlah kalian bersama

ekspedisi Khurasan kemudian mampirlah di kota Marwa, karena kota itu dibangun

oleh Z|u>l-Qarnain dan ia telah berdoa untuk keberkahannya dan tidak akan ada

suatu keburukan pun yang akan menimpa penduduknya.”38

Mengenai hadis ini, Ibnu H{ajar berkomentar: “hadis Buraidah tentang

keutamaan Marwa adalah hadis hasan. Karena Aus dan Sahl meski mendapat

penilaian negatif, tetapi keduanya tidak sendiri. Al-H{a>fiz{ Abu> Nu‘aim pada pasal

dua puluh delapan dari bukunya Dala>’il an-Nubuwwah,39 menuturkan bahwa

H{isa>m Ibn Mas{ak juga meriwayatkan dari ‘Abdullah Ibn Buraidah dari ayahnya.

Dan H{isa>m ini, meski sedikit mendapat kritikan, tetapi Ibnu ‘Adi> mengatakan

34 Lihat, al-Qaul al-Musaddad, hal. 10 35 Dua indikator yang disebutkan oleh Ibnu Hajar ini adalah dua standar dalam kritik matan. 36 Ibid. hal. 27. 37 Ibid. lihat, hal. 27-28. 38 Ahmad Ibn H{anbal, Musnad, (Beirut: Mu’assasah ar-Risa>lah, cet.I, 2001, tahqiq: al-Arnau>t{,

dll. ), jilid 38, hal. 126, no. hadis: 23018. 39 Hadis ini dalam Dala>’il an-Nubuwwah tercantum dalam pasal ke-26, (Lihat, Abu> Nu’aim al-

As{fahani>, Dala>’il an-Nubuwwah, (Beirut: Da>r an-Nafa>’is, cet.II, 1986, tahqiq: Muh{ammad Rawa>s

Qal‘ahji> & ‘Abdul-Barr ‘Abba>s), jilid 1, hal. 546, no. hadis: 477).

14

bahwa meski d{a‘i>f, ia berstatus hasan hadis\nya.40 Dalam hal ini, seperti anda lihat,

dia tidak sendirian. Dengan demikian, hadis tersebut berstatus hasan.41

Barang kali h{adis\ H{usam Ibn Mas{akk yang dimaksud Ibnu H{ajar adalah h{adis\

berikut:

ث نا السن بن سهل بن حريث المصري، ثنا جعفر بن ممد الطرسوسي، ثنا سرة بن ح جر، ثنا حد، عن عبد هللا بن ب ريدة، عن أبيه، قال: قال رسول هللا صلى هللا عليه ي »وسلم: حسام بن مصك

ن ها سوء، ل ب ريدة ستكون ب عوث، ف عليك بب عث خراسان، ث عليك بدينة مرو، فإنه ال يصيب أهل .ذا القرن ي ب ناها

“Wahai Buraidah Akan ada setelahku nanti ekspedisi, dan turutlah engkau bersama

ekspedisi Khurasan, lalu singgahlah di kota Marwa karena di sana penduduknya

tidak akan ditimpa suatu keburukan pun, karena kota itu didirikan oleh Z|u>l-

Qarnain.”42

ثنا جعفر بن ممد الطرسو ثنا سرة بن حجر النباري، أخب رين ممد بن هارون بن حسان، حد سي، حد عليه وسل ثنا حسام بن مصك عن عبد الل بن ب ريدة، عن أبيه قال رسول هللا صلى الل ة أم حد م مك

القرى ومرو أم خراسان.

“Mekkah adalah Ummul-Qura> dan Marwa adalah ‘Ummu-Khura>san (Ibu kota

Khurasan).”43

Hadi>s\ ekspedisi Khurasan dan kota Marwa dengan redaksi seperti di atas

tidak tercantum dalam al-Maud{u>‘a>t.44 Akan tetapi al-‘Ira>qi>, Ibnu H{ajar dan as-

Suyu>ti> menyebutkan redaksi ini dalam komentar mereka atas hadis dalam Musnad

Ah{mad yang dinilai maud{u>‘ oleh Ibnu al-Jauzi>. Dan memang redaksi hadis ini

terdapat dalam Musnad Ah{mad, namun tidak terdapat dalam al-Maudu>’a>t.

Barang kali yang dimaksud oleh mereka adalah h{adi>s yang semakna dengan

redaksi di atas, dan itu memang terdapat dalam kitab al-Maudu>‘a>t.45 Berikut

redaksi h{adi>snya:

40 Ibnu ‘Adi>, al-Ka>mil fi D{u‘a>fa>’ir-Rija>l, (Beirut: al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet.I, 1997, tahqiq:

‘A<dil Ah{mad ‘Abdul-Mauju>d & ‘Ali> Muh{ammad Mu’awwad{), jilid 3, hal. 359-366, no. rawi: 546. 41 Ibnu H{ajar, al-Qaul al-Musaddad, hal. 28. 42 At{-T{abra>ni>, al-Mu’jam al-Kabi>r, (Kairo: Maktabah Ibn Taimiyyah, cet.II, tanpa tahun,

tahqiq: H{amdi> Ibn ‘Abdil-Maji>d as-Salafi>), jilid 2, hal. 19, no.hadis: 1151. 43 Lihat, Ibnu ‘Adi>, al-Ka>mil, hal. 363; 44 Lihat catatan kaki Ta’aquba>t as-Suyu>ti, hal. 355. 45 Lihat, al-Maudu’at, jilid 2, hal. 58-59.

15

أبو بكر أن بأن زاهر بن طاهر أن بأن أبو بكر البيهقى أنبأن عبد هللا ممد بن عبد هللا الاكم أن بأن ث نا ممد بن المؤمل ب ث نا ن عيم بن حاد حد ث نا الفضل بن ممد الشعراين حد ن السن بن عيسى حد

ا لما فتحت خراسان وتطاولت إلي ه لسن عن حذي فة قال:أبو عصمة عن المبارك بن فضالة عن اما العساكر اجتمعت بذربيجان واجلبال ضاق ذرع عمر رضي الل عنه ف قال: ما ل ولراسان و

لراسان وماىل، وددت أن ب ين وب ي خراسان جباال من برد وجبال من نر وألف سد كل سد مثل ي ابن الطاب، هل أتيت بعلم ممد، سالم: مهالال بن أب طالب عليه ف قال علي جوج ومأجوج.ي

عليه وسلم أن لل براسان مدينة ي قال لا م روا، أسسها أخي ذو أو اطلعت على علم ممد صلى اللفه القرن ي، وصلى فيها عزير أن هارها سياحة وأرضها ف ياحة، على كل ابب من أب واهبا ملك شاهر سي

…يدفع عن أهلها اآلفات إىل ي وم القيامة

Hadis\ ini masih panjang, dan Ibnu al-Jauzi menempatkannya dalam ba>b

keutamaan beberapa kota di Khura>san>. Lalu Ibnu al-Jauzi memberikan komentar;

“H{adi>s \ ini tidak diragukan lagi kemaud{u>‘annya. Di dalamnya terdapat rawi

bernama Abu> ‘Us{mah, yaitu Nu>h{ Ibn Abi> Maryam. Yahya> mengatakan

tentangnya: bukan siapa-siapa, dan hadis\nya tidak ditulis (laisa bisyai>’ wa la

yuktab h{adi>s\uhu). Menurut as-Sa’di>: namanya gugur (saqtun ismuhu), sedang

menurut ad-Daraqut{ni>: ia itu matru>k. Dan menurut Ibnu H{ibba>n: tidak boleh

berhujjah dengannya dalam keadaan apapun (la> yaju>z al-ih{tija>j bihi bih{a>lin).

Adapun Ibnu al-Jauzi> mencantumkan hadis\ dengan redaksi yang disebutkan

oleh Ibnu H{ajar dan yang lainnya tentang keutaaman Marwa maka itu terdapat

dalam kitab al-‘Illal al-Mutana>hiyah fi> al-Ah{a>di>s\ al-Wa>hiyah bahkan ia

menyebutkan hadis-hadis lain yang semakna dengannya.46

Redaksi yang terdapat dalam Musnad Ah{mad sendiri dinilai d{a‘i>f

sebagaimana disebutkan oleh syaikh al-Arna’u>t{ dan timnya dalam tahqiq Musnad

Ah{mad, “Isna>dnya d{a’i>f sekali, menyerupai h{adi>s \ maud{u>‘ karena ada Aus Ibn

‘Abdillah Ibn Buraidah, ia itu seorang matru>k al-h{adi>s\. Demikian juga saudaranya

Sahl, sementara Yah{ya> Ibn al-H{asan al-Marwazi>, al-Husaini> menuturkan

tentangnya, ‘fi>hi naz{ar’.47

Adapun mutta>bi’ bagi hadis Sahl ini, yaitu dari jalur H{usa>m Ibn Mis{akk, ia

itu matru>k juga, ada juga jalur Nu>h{ Ibn Abi> Maryam (Abu> ‘Us{mah), ia telah

dituduh tidak hanya oleh seorang dari kalangan imam h{adi>s\ mengenai pemalsuan

46 Ibnu al-Jauzi>, al-‘Illal al-Mutana>hiyah fi> al-Ah{a>di>s\ al-Wa>hiyah, (Pakistan: Ida>rah al-‘Ulu>m

al-As\ariyah, cet.II, 1981, tahqiq: Irsya>dul-Haqq al-As\ari>), jilid 1, hal. 309-310. 47 Lihat Musnad dengan tahqiq al-Arna’u>t{ dan timnya, jilid 38, hal. 126.

16

h{adi>s\.48 Menurut al-Kana>ni>, H{usa>m Ibn Mis{akk status hasan hadisnya dengan

adanya muttabi’ baginya masih diperdebatkan (fi>hi naz{ar).49

Az\-Z|ahabi> berkomentar mengenai h{adi>s\ ini: munkar, di lain tempat ia

berkata: khabar ba>til. Sedang Ibnu H{ajar telah bertindak ceroboh sekali (tasa>hul)

dengan menilainya hasan.50

Bukan hanya syaikh al-Arna’u>t{ dan timnya yang menilai Ibnu H{ajar tasahul,

tetapi Sala>h{uddi>n al-Adlabi> dalam bukunya Manhaj Naqd Matn ‘Inda ‘Ulama > al-

H{adi>s\ an-Nabawi> menilai lebih dari itu, yaitu setelah ia mengurai beberapa hadis

yang dinilai maud{u>‘ oleh Ibnu al-Jauzi> dan al-‘Ira>qi> dalam musnad Ah{mad yang

kemudian dinafikan kemaud{u>’annya oleh Ibnu H{ajar, lalu ia berkomentar: “Al-

H{a>fiz{ Ibnu H{ajar terlalu berlebihan (tergila-gila) dalam memaparkan muttabi’ dan

sya>hid dan dalam berusaha menghilangkan status maud{u>‘, agar sanad hadis \ yang

hendak ia hilangkan status maud{u>‘ itu kuat. Sampai sepertinya ia lupa (lalai)

terhadap kaidah-kaidah kritik matan yang telah ditetapkan di dalam ulu>mul-h{adi>s\.

Sehingga tidak ada halangan baginya untuk menerima riwayat bahwa Nabi

s{allalla>hu ‘alaihi wa sallam mengingatkan umatnya dari orang yang bernama al-

Wali>d yang lebih buruk bagi umat dibanding Fir‘aun bagi kaumnya; tidak ada

halangan untuk menerima tidak adanya penyakit gila, kusta dan lepra bagi orang

yang berusia empat puluh tahun dalam Islam dan hal-hal lain yang akan diterima

setiap kelipatan sepuluh tahun sampai sembilan puluh tahun dan tidak ada

halangan untuk menerima hadis>\ tentang kota-kota yang saat itu Islam belum

sampai ke sana, seperti Asqala>n dan kota lainnya di Khura>sa>n yaitu Marwa.”51

Al-Adlabi> melanjutkan komentarnya: “Peneliti sangat heran dengan Ibnu

H{ajar, bagaimana ia habis-habisan mengemukakan jalur-jalur h{adi>s\ maud{u>‘ itu.

Padahal semuanya d{a‘i>f atau setidaknya agak d{a’i>f (wahiyah). Tujuannya adalah

agar menguatkan kelemahan h{adi>s\-h{adi>s\ itu. Tetapi ia telah melupakan sama

sekali kritik matan.

Bukankah sudah jelas bahwa riwayat “sungguh akan ada di dalam umatku

orang yang bernama al-Wali>d, ia lebih buruk akibatnya bagi umat ini dibanding

Fir’aun bagi kaumnya”, merupakan hadis palsu yang dibuat pada masa Khali>fah

yang bernama al-Wali>d. Para pemalsu itu hendak menggulingkannya, yang antara

lain dengan menempuh cara memalsukan hadis?

Bukankah kekasaran redaksi dan makna ada pada riwayat “tidak ada orang

yang diberi umur panjang dalam Islam sampai empat puluh tahun…”? Dan

48 Ibid., hal. 12-127 49 Al-Kana>ni, Tanzi>hus-Syari<’ah al-Marfu>’ah ‘an al-Akhba>r asu-Syani>’ah al-Maud{u>’ah, (Beirut:

Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet.I, 1399 H, tahqiq: ‘Abdul-Wahha>b ‘Abdul-Lat{i>f & ‘Abdullah

Muh{ammad as{-S{iddi>q al-Ghamari>), jilid 2, hal. 52-53. 50 Musnad, hal. 127. 51 S{ala>h{uddi>n al-Adlabi>, Manhaj Naqd Matn, hal. 213.

17

bagaimana mungkin orang yang melintas rumah puisi setelah Isya’ terakhir tidak

diterima shalatnya di malam itu? Dan satu dirham hasil riba lebih berat siksanya

dibanding enam puluh kali zina?52 Bahkan Ibnu H{ajar, semoga Allah

mengampuninya, tidak secara tegas menilai maud{u>’ hadis, “Ayam jantan putih

adalah temanku dan teman dari temanku serta musuh dari musuhku.” Jalurnya

beragam, karena al-H{a>ris\ Ibn Abi> Usa>mah meriwayatkan melalui jalur ‘A<isyah,

dan Abu> Nu’aim meriwayatkannya dengan redaksi yang berbeda melalui jalur

Anas. Sedang muridnya as-Sakha>wi>, telah memberikan komentar susulan

(istidra>k) terhadap kesimpulan Ibnu H{ajar itu: “Tetapi sebagian besar redaksinya

mengandung kekasaran.” Hanya saja ia tidak berani mengatakan secara tegas

bahwa riwayat itu palsu. Namun, demikian, Ibnu al-Jauzi> telah mendahuluinya

dengan menyebut hadis\ itu di dalam kitabnya al-Maud{u>’a>t.53

10. Hadis d{ammatul-qabri

، عن ث نا ممد بن جابر، عن عمرو بن مرة، عن أب البختي ث نا موسى بن داود، حد حدنا إىل القرب د على ق ع حذي فة قال: كنا مع النب صلى هللا عليه وسلم ف جنازة، ف لما ان ت هي

ها حائله، و يل شفته، فجعل ي رد د بصره فيه ث قال: "يضغط المؤمن فيه ضغطة ت زول من أخربكم بري على الكافر نرا، ث قال: أال أخربكم بشر عباد هللا؟ الفظ المستكرب، أال

.عباد هللا؟ الضعيف المستضعف ذو الط مرين، لو أقسم على هللا لب ر هللا قسمه

“Kami bersama Rasulullah s{allallahu 'alaihi wa salam mengantar jenazah, saat

kami sampai dimakam, beliau duduk diatas tepi, beliau membalikkan pandangan

kemudian bersabda: "Orang mu’min dihimpit didalamnya hingga bawaan-

bawaannya lenyap dan orang kafir (makamnya) dipenuhi api." Setelah itu beliau

bersabda: "Maukah kalian aku beritahu hamba-hamba Allah yang paling buruk;

yaitu orang yang sombong. Maukah kalian aku beritahu hamba Allah yang paling

baik; orang lemah yang ditindas dan berbaju lusuh, andai ia bersumpah atas nama

Allah pastilah Allah memenuhi sumpahnya.”54

Ibnu H{ajar menyebutkan bahwa hadis ini menurut Ibnu al-Jauzi, adalah tidak

sah, dengan argumen, Muhammad Ibn Ja>bir (salah seorang rawinya), menurut

52 Hadis yang disebutkan Ini adalah termasuk dari 15 hadis yang ditambahkan oleh Ibnu Hajar

dalam al-Qaul al-Musaddad. 53 Salahuddin al-Adlabi>, Manhaj Naqd Matn., hal. 216-217. 54 Musnad, jilid 38, hal. 444-445, no.hadis: 23457; al-Maud{u>’a>t, jilid 3, hal. 231; al-Qaul al-

Musaddad, hal. 28-29.

18

Yahya ia itu laisa bisyai’ sedang menurut Ahmad, tidak ada yang menerima hadis

darinya kecuali orang yang lebih buruk darinya.55

Kemudian Ibnu Hajar menjelaskan, Abu al-Bakhtari> namanya Sa’i>d Ibn

Fairu>z, dan ia tidak bertemu dengan Huz\aifah, tetapi atas dasar ini semata tidak

menunjukkan bahwa matan hadis ini maudu>’, karena ia memiliki syawahid. Yaitu,

Kisah pertama, syahidnya terdapat dalah hadis yang banyak yang tidak membuat

keadaannya tercela. Lalu kisah kedua, syahidnya terdapat dalam sahihain dari

hadis H{aris\ah Ibn Wahb.56

11. H{adi>s \tentang pertunjukkan sya’ir

، عن عاصم ب ث نا يزيد بن هارون، أخب رن ق زعة بن سويد الباهلي ن ملد، عن أب حدث نا الشيب، ف قال: عن أب عاصم الحول، عن أب ، قال أب: حد عاين الشعث الصن

اد بن أوس، قال: قال رسول الل صلى هللا عليه وسلم: ب يت من ق رض »الشعث، عن شدلة .شعر ب عد العشاء اآلخرة، مل ت قبل له صالة تلك اللي

“Barangsiapa membaca bait syair setelah isya akhir malam maka shalatnya pada

malam itu tidak diterima.”57

Ibnu al-Jauzi berkomentar: “Ini adalah hadis maud{u>‘, al-‘Uqaili> berkata,

hadis ini tidak ketahui selain dari ‘A<s{im dan tidak memiliki muttabi’.”58 Lalu ia

melanjutkan, “’A<s{im itu termasuk rawi yang majhu>l atau tidak dikenal. Ahmad

Ibn H{anbal mengatakan: Quz’ah Ibn Suwaid (salah seorang rawinya) itu

Mud{taribul-hadis\. Dan Ibnu H{ibban mengatakan tentangnya, ia itu banyak

melakukan kesalahan dan keragu-raguan, dan ketika hal itu terjadi dalam

riwayatnya, maka gugurlah kehujjahan khabarnya.”59

Ibnu H{ajar menimpali komentar tersebut dengan mengatakan: “Tidak ada

sesuatu pun dari hadis ini yang menetapkannya sebagai hadis maud{u>‘, selain

menghukumi tidak diterima (‘adamul-qabu>l) disebabkan perbuatan yang mubah,

karena membaca sya’ir itu mubah, maka ada sebab lain yang lebih besar yang

menghukumi pelakunya bahwa shalatnya tidak diterima!”60 Ibnu H{ajar

melanjutkan dengan mengkritisi sanadnya, “Kalaulah bersedia menyibukkan diri

55 al-Qaul al-Musaddad, hal. 29 56 Ibid., hal 29 57 Lihat, Musnad, jilid 28, hal. 356-357, no. hadi>s: 17134; Al-Maud{u>’a>t, jilid 1, hal. 261. Dalam

riwayat Ibnu al-Jauzi, sanadnya ada tambahan sebagai berikut:

ث نا العقيلي قال اب بن المبارك قال أنبأن قال أنبأن ابن بكران القاضي قال أن بأن العتيقي قال أن بأن ابن أنبأن عبد الوه خيل قال حد الدثمة ث نا أبو خي د بن عبدوس بن كامل قال حد ث نا مم …زهي ر بن حرب حد

58 Lihat, Al-Maud{u>’a>t, jilid 1, hal. 261 59 Ibid., hal. 261. 60 Al-Qaul al-Musaddad, hal. 30.

19

terhadap hadis ini, niscaya akan ditemukan penjelasan yang sesuai mengenai

‘A<s{im dan Quz’ah. Karena sebenarnya ‘A<s{im bukanlah seorang yang majhu>l atau

tidak dikenal sabagaimana dikatakan, bahkan Ibnu H{ibba>n menyebutkannya dalam

kitab as\-S|iqa>t, adapun keadaan riwayatnya ini menyendiri dari Abu al-Asy’as\

sama sekali tidak demikian, sebenarnya ada muttabi’ atasnya yaitu ‘Abdul-Quddu>s

Ibn H{abi>b dari Abu al-Asy’as\, kami meriwayatkannya dalam al-Ju’diya>t dari Abu

al-Qa>sim al-Baghawi> ia berkata telah menceritakan kepadaku ‘Ali> Ibn al-Ju’di

telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Quddu>s, akan tetapi memang ‘Abdul-

Quddu>s ini seorang yang lemah sekali (d{a’i>f jiddan), Ibnu al-Mubarak bahkan

mendustakannya. Dan al-‘Uqaili> tidak memperhitungkan muttabi’nya.61

Sedang Quz’ah Ibn Suwaid ia adalah Ba>hili> Bas{ri> kunyahnya adalah Abu

Muh{ammad, ia jga meriwayatkan dari sekelompok orang dari kalangan tabi’in,

serta menceritakan hadis darinya sekelompok orang dari kalangan para Imam. Dan

ada pernyataan yang berbeda-beda tentangnya dari Yah{ya> Ibn Ma’i>n, pernyataan

Yahya Ibn Ma’in riwayat Abba>s ad-Du>ri>: Quz’ah itu d{a’if. Sedang dalam riwayat

‘Us \ma>n ad-Da>rimi>: Quz’ah itu s \iqah.62 Abu> H{a>tim berkata: ia itu jujur

(mah{aluhus-sidq), ia itu tidak kuat (laisa bil-mati>n), hadisnya ditulis tetapi tidak

bia berhujjah dengannya. Dan berkata Ibnu ‘Adi>: Ia memiliki hadis-hadis yang

lurus (mustaqi>mah) dan aku berharap ia itu tidak apa-apa (arju> annahu la> ba’sa

bih). Al-Bazza>r berkata: ia itu tidak kuat (lam yakun bil-qawi>) namun kalangan

ahli ilmu menceritakan hadis darinya. Dan berkata pula al-‘Ijili>: “ tidak apa-apa,

tapi padanya ada kelemahan (la> ba’sa bih wa fi>hi d{a’i>f). Kesimpulannya, dari

semua pernyataan para Imam tentangnya bahwasannya hadisnya berada dalam

derajat hasan. Wallahu A’lam.63

12. Hadis tentang tercelanya asy-syurt{

ث نا أف لح بن ث نا أبو عامر، حد ث نا عبد هللا سعيد، شيخ من أهل ق باء من حد النصار، حدسلم بن رافع موىل أم سلمة قال: سعت أاب هري رة، ي قول: سعت رسول هللا صلى هللا عليه و

ة أوش ي قول: إن طال أن ت رى ق وما ي غدون ف سخط هللا، وي روحون ف لعنته، ك ت بكم مد .ف أيديهم مثل أذنب الب قر

61 Ibid., hal. 30. 62 Dalam kesempatan lain Yahya Ibn Ma’in berkata: ia itu tidak kuat (laisa biz\a>ka al-qawi>),

tetapi salih. 63 Al-Qaul al-Musaddad, hal. 30.

20

“Jika umurmu panjang kelak, engkau akan mendapatkan orang-orang di waktu

pagi dalam murka Allah, dan berangkat dalam laknat Allah, pada tangan mereka

terdapat (cemeti) seperti ekor sapi.”64

Ibnu Hajar menyebutkan, bahwa Ibnu al-Jauzi mencantumkan hadis ini

dalam al-Maudu’at dari jalur yang terdapat dalam Musnad juga. Lalu ia mengutip

Ibnu Hibban yang menyatakan, bahwa khabar ini batil, dan Aflah meriwayatkan

dari raw-rawi s\iqa>t, hadis yang maudu>’.65

Ibnu Hajar menjelaskan bahwa hadis ini dikeluarkan oleh Muslim dari

sekelompok guru-gurunya dari Abu ‘Amir al-‘Aqdi>, dan ia juga meriwayatkan dari

jalur lain. Dan saya tidak mengerti Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya al-Maudu>’at

terdapat hadis yang dinilai palsu, padahal itu terdapat dalam sahihain, bukan hadis

ini saja. Ini merupakan kelalaian yang besar darinya.66

13. Hadis tentang tercelanya asy-syurt{ (polisi)

ث نا ث نا أبو سعيد، حد ث نا سيار: حد ري، حد أن أاب أمامة ذكر، أن رسول هللا عبد هللا بن بيكون ف هذه المة ف آخر الزمان رجال، أو قال: يرج رجال هللا عليه وسلم قال:صلى

خر الزمان معهم أسياط كأن ها أذنب الب قر ي غدون ف سخط هللا من هذه المة، ف آ .وي روحون ف غضبه

“Di akhir zaman di ummat ini ada beberapa orang -atau beliau bersabda; “Akan

muncul beberapa orang dari ummat ini di akhir zaman”- membawa cambuk seperti

ekor sapi, dipagi hari mereka berada didalam kemurkaan Allah dan disore hari

mereka berada di dalam kemarahan Allah.”67

Ibnu Hajar menyebutkan, bahwa Ibnu al-Jauzi mencantumkan hadis ini

dalam al-Maudu’at dari jalur yang terdapat dalam Musnad juga. Lalu ia mengutip

Ibnu Hibban yang menyatakan, bahwa ‘Abdullah Ibn Baji>r (salah seorang rawinya)

meriwayatkan hal-hal yang aneh, yang seolah-oleh dibuat-buat, tidak bisa

dijadikan hujjah.68

Ibnu H{ajar lalu memberi komentar; hadis ini menjadi syahid bagi hadis Abu

Hurairah yang sebelumnya. Dan Ibnu al-Jauzi telah keliru dalam menilai da’if

64 Musnad, jilid 13, hal. 437-438, no. hadis: 8073; al-Maudu’at, jilid 3, hal. 101; al-Qaul al-

Musaddad, hal. 31. 65 al-Qaul al-Musaddad, hal. 31. 66 Ibid., hal. 31

67 Musnad, jilid 36, hal. 466-467, no. hadis: 22150; al-Maudu’at, jilid 3, hal. 101; al-Qaul al-Musaddad, hal. 32.

68 al-Qaul al-Musaddad, hal. 32.

21

‘Abdullah Ibn Bajir, karena ia itu dinilai s \iqah oleh Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Da>ud,

dan Abu Hatim.69

14. Hadis tentang pasar di surga

ث نا عبد هللا، حد ث نا أبو معاوية، عن عبد الرحن بن حد بة، حد ثن أبو بكر بن أب شي ، رضي هللا عنه، قال: قال رسول هللا صلى هللا إسحاق، عن الن عمان بن سعد، عن علي

ة سوقا ما فيها ب يع وال شراء، إال الصور من الن ساء والر جال، فإذا عليه وسلم: " إن ف اجلن فيها، وإن فيها لمجمعا للحور العي ي رف عن أصوات مل ي ر الالئق اشت هى الرجل صورة دخل

لالدات فال نبيد، ونن الراضيات فال نسخط، ونن الناعمات فال مث لها، ي قلن: نن اؤس، فطوب لمن كان لنا وكنا له .ن ب

“Sesungguhnya di surga itu ada pasar yang tidak diberlakukan jual beli di

dalamnya, kecuali gambar wanita dan laki laki. Jika seorang lelaki tertarik dengan

salah satu gambar wanita, dia cukup masuk ke dalamnya dan di dalamnya sudah

tersedia sekumpulan bidadari bermata jelita, mereka mengangkat suara yang tidak

pernah didengar oleh makhlu>q sama sekali, mereka mengatakan; 'Kami kekal tidak

mati, kami selalu rid{a tidak pernah marah, dan kami selalu senang tidak pernah

sengsara, beruntunglah bagi orang yang menjadi milik kami dan kami miliknya.”70

Ibnu Hajar menyebutkan bahwa Ibnu al-Jauzi mencantumkannya dalam al-

Maudu>’at dari jalur yang terdapt dalam Musnad juga dan berkata, hadis ini tidak

sah. Dan yang ditenggarai (bertanggung jawab dengan tidak sahnya hadis ini) ialah

‘Abdurrahman Ibn Isha>q yaitu Abu Syaibah al-Wa>sit{i>, menurut Ahmad ia itu laisa

bisyai’, munkarul-hadis. Sedang menurut Yahya>, ia itu matruk.71

Lalu Ibnu H{ajar menjelaskan bahwa hadis ini dikeluarkan oleh yang lain,

seperti at-Tirmizi, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah. Serta memiliki syawahid, yaitu

dari hadis Jabir yang dikelaurkan at{-Tabrani dalam al-Ausat. Selain itu hadis ini

juga memiliki asal (hadis pokok), yang disebutkan dalam Sahih Muslim, dari hadis

Anas, dan dalam kitab at-Tirmizi dan Ibnu Majah dari hadis Abu> Hurairah.72

15. Hadis tentang karakteristik orang yang keluar dari neraka

69 Ibid., hal. 32. 70Musnad, jilid 2, hal. 451-452, no. hadis:1343; al-Maudu’at, jilid 3, hal. 256; al-Qaul al-

Musaddad, hal. 33. 71 al-Qaul al-Musaddad, hal. 33. Lihat juga, al-Maudu>’at, jilid 3, hal. 257 72 al-Qaul al-Musaddad, hal. 34.

22

ث ن م ي عن ابن مسكي، عن أب ظالل، عن أنس بن حد ث نا سال ا حسن بن موسى، حدحنان، لي نادي ألف سنة: ي مالك، عن النب صلى هللا عليه وسلم قال: إن عبدا ف جهنم

ف ي قول هللا جلربيل: اذهب فأتن بعبدي هذا، ف ي نطلق جربيل، ف يجد أهل النار ي منان قال:يجيء مكب ي ي بكون، ف ي رجع إىل رب ه ف يخربه، ف ي قول: ائتن به، فإنه ف مكان كذا وكذا، ف

يوقفه على رب ه، ف ي قول له: ي عبدي كيف وجدت مكانك ومقيلك؟ ف ي قول: أي به، ف ، ما كنت أرجو إذ رب شر مكان، وشر مقيل؟ ف ي قول: ردوا عبدي، ف ي قول: ي رب

ها أن ت ردين . فيها ف ي قول: دعوا عبديأخرجتن من

“Ada seorang hamba di neraka Jahannam yang selama seribu tahun berseru 'wahai

Yang Maha Pengasih! wahai Yang Maha Pemberi! (Rasulullah s{allallahu ‘alaihi

wa sallam) bersabda: “Maka Allah ‘Azza wa Jalla berfirman kepada Jibri>l ‘alaihis-

salla>m, Pergilah dan datangkan kepada-Ku hamba-Ku yang berseru ini.” Jibril

berangkat dan mendapati penduduk neraka dalam keadaan menelungkupkan

wajahnya sembari menangis. Lalu Jibril kembali kepada Rabb-Nya dan

memberitahu-Nya. Maka (Allah ‘Azza wa Jalla) berfirman, "Datangkan kepada-

Ku hamba-Ku ini, sesungguhnya dia berada di tempat begini dan begini", maka

(Jibril ‘alaihis-salla>m) membawanya dan meletakkannya di depan Rabb-Nya ‘Azza

wa Jalla, kemudian (Allah ‘Azza wa Jalla) berfirman kepadanya, wahai hamba-Ku

bagaimana kamu di tempatmu dan ruang istirahatmu? maka ia menjawab; wahai

Rabku saya berada di sejelek-jelek tempat dan seburuk-buruk ruang istirahat, maka

(Allah ‘Azza wa Jalla) berfirman (kepada Jibril ‘alaihis-salla>m), "Kembalikan

hamba-Ku." Maka (sang hamba) menyatakan protesnya, “Wahai Rabb-ku,

sesungguhnya saya tidak berharap saat aku telah Engkau keluarkan, lalu

dikembalikan lagi (ke neraka).” (Allah ‘Azza wa Jalla) kemudian berfirman,

“Biarkanlah hamba-Ku ini.”73

Ibnu al-Jauzi berkomentar: “hadis ini tidak sahih.” Lalu ia mengutip

pendapat lain mengenai rawi dalam isna>dnya, menurut Yahya Ibn Ma’in, Abu> Z{ila>l

namanya adalah Hila>l, ia itu laisa bisyai’. Sedang menurut Ibnu H{ibba>n, “ia itu

73 Musnad, jilid 21, hal. 99-100, no. hadis:13411; Al-Maudu’at, jilid 3, hal. 267; al-Qaul al-

Musaddad, hal. 34. Dalam riwayat Ibnu al-Jauzi, sanadnya ada tambahan sebagai berikut:

…صي أن بأن ابن المذهب أن بأن أحد بن جعفر حدثنا عبد هللا بن أحد حدثن أب أن بأن ابن ال

23

teledor, dan meriwayatkan dari Anas, yang bukan hadisnya, dan hadis ini

diriwayatkan dari Anas, maka tidak bisa berhujjah dengannya dalam keadaan

ini.”74

Ibnu H{ajar menjelaskan bahwa at-Tirmiz\i> mengelaurkan hadisnya (Abu

Z{ila>l) dan ia menghasankan sebagian hadisnya, dan al-Bukhari menggunakan satu

hadisnya secara mu’allaq. Dan hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam

kitab at-Tauhi>d dari kitab Sahihnya, tetapi jalur darinya menunjukkan tidak

termasuk dalam syarat sahih menurutnya. Ksimpulannya, hadis ini bukan hadis

maudu>’.75

16. Hadis tentang ampunan bagi semua yang berhaji

ثن أن بأن ابن الصي أن بأن ابن المذهب أن بأن أحد بن جعفر حدثنا عبد هللا بن أحد حدبن إب راهيم بن الجاج وأنبأن ممد بن عبد امللك أن بأن إساعيل بن مسعدة أن بأن حزة

ث نا أيوب بن ممد الصالي ث نا علي بن سعيد حد يوسف أن بأن أبو أحد بن عدي حدث نا ابن كنانة وقال ابن الصي حدثنا عبد هللا بن قاال حدثنا عبد القاهر بن السري حد

عباس بن مرداس السلمي أن أابه حدثه عن أبيه العباس بن مرداس "أن رسول كنانة بن أجابه عليه وسلم دعا ربه عشية عرفة ابلمغفرة لمته، وأن الل لمته، ابلمغفرة هللا صلى الل

. قال فأعاد الدعاء ف قال: أي إال من ظلم ب عضهم ب عضا، فإنه أخذ للمظلوم من الظامل. را من مظلمته اجلنة وت غفر لذا الظامل ب ق رب إنك قادر أن تثيب المظلوم خي ال: ف لم ي

ئا، ف لما أصبح ابلمزدلفة أعاد الدعاء فأجابه عزوجل أن قد ف علت.. تلك العشية شي عليه وسلم أو ت بسم. لق فضحك رسول هللا صلى الل د ضحكت ف قال أبو بكر وعمر: والل

سنك؟ ف قال: ضحكت أن ف ساعة ما كنت تضحك فيها، فما أضحكك أضحك اللالبيث إبليس حي علم أن الل قد غفر الميت ]و[ استجاب دعائي أهوى يثي الت راب

و ابلويل والث بور، فضحكت من البيث من جزعه.على رأسه ويدع

74 al-Maudu’at, jilid 3, hal. 267. 75 al-Qaul al-Musaddad, hal. 35.

24

“Bahwasannya Rasulullah s{allallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a kepada Rabb-Nya,

pada malam ‘Arafah untuk mengampuni umatnya. Dan Allah mengabulkannya

dengan memberikan maghfirah-Nya kepada umat Rasululla>h, kecuali kepada orang

yang menz{alimi satu sama lain, maka Dia akan mengambil (maghfirah-Nya) dari

orang yang berbuat z{alim untuk yang diz{aliminya. Lalu Nabi mengulangi do’anya,

dan berkata: Ya Rabbi>, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa untuk memberi

ganjaran kepada yang diz{alimi, yang lebih baik dari penganiayaan yang

diterimanya, yaitu surga, maka oleh karenanya ampunilah (juga) yang berbuat

z{alim. Tidak diijabah pada malam itu do’anya sedikitpun. Maka ketika subuh di

Muzdalifah, Rasulullah mengulangi do’anya, dan Allah ‘Azza wa Jalla

mengabulkannya, “Sudah Aku lakukan.” Lantas Rasulullah s{allalla>hu ‘alaihi wa

sallam tertawa (atau tersenyum). Maka Abu> Bakr dan ‘Umar berkata; “Demi Allah

sungguh engkau tertawa tidak seperti biasanya, apa yang menyebabkan engkau

tertawa, semoga Allah melanggengkan kebahagiaanmu? Rasulullah menjawab:

“aku tertawa lantaran Iblis yang keji ketika mengetahui Allah telah mengampuni

umatku dan mengabulkan do’aku, jatuh kepadanya sekepal tanah di atas kepalanya

dan mereka berseru seperti perkataan yang tertimpa musibah. Maka aku tertawa

karena kejelekan telah berputus asa.”76

Ibnu al-Jauzi berkomentar: “Dalam hadis-hadis tentang hal ini, tak ada

sedikitpun yang sahih” lalu ia mengutip pernyataan Ibnu Hibba>n, “Kinanah itu

hadisnya sangat munkar. Dan aku tidak tahu kesalahan itu berasal darinya atau

dari anaknya,akan tetapi dari manpaun asalnya kehujjahan mereka telah gugur.”77

Lalu Ibnu H{ajar menyebutkan bahwa, hadis al-‘Abba>s Ibn Mura>dis ini

dikeluarkan juga oleh Abu Da>ud dan Ibnu Majah dalam kitab sunan keduanya.

Demikian juga mengeluarkan hadis ini at{-T{abrani>, dari jalur Abu al-Wali>d, ‘Isa> Ibn

Ibra>him dan Ayyu>b Ibn Muh{ammad.78

Ibnu H{ajar juga menuturkan bahwa, alasan yang dikemukakan Ibnu al-Jauzi

yang mengikuti Ibnu H{ibba>n mengenai Kana>nah, adalah kurang tepat. Lantaran

Ibnu H{ibba>n mengeluarkan keterangan yang berlawanan tentangnya. Ia

memasukkannya dalam kitab ad{-D{u’a>fa>’ (rawi-rawi yang lemah) sebagaimana

Ibnu al-Jauzi menukil darinya. Tapi ia juga memasukkannya dalam kitab as\-S|iqa>t

(rawi-rawi yang kuat) dalam bagian tabi’in.79 lalu ia menyebutkan bahwa al-

Bukhari menilai hadis tersebut tidak sah (lam yas{ih{), dan pernyataan tidak sah ini

tidak lantas menetapkan bahwa keadaan hadis tersebut maudu>’. Dan telah

kudapati pula syahid yang kuat baginya, yang dikeluarkan oleh Abu> Ja’far Ibn Jarir

76 Al-Maudu’at, jilid 2, hal. 214; al-Qaul al-Musaddad, hal. 35-36. 77 Ibid., hal. 216. 78 al-Qaul al-Musaddad, hal. 36. 79 Ibid., hal. 36

25

dalam kitab tafsirnya tentang surah al-Baqarah dari jalur ‘Abdul-‘Azi>z Ibn Abi>

Da>ud dari Na>fi’ dari Ibnu ‘Umar.80

Dan Ibnu H{ajar berkesimpulan bahwa mengenai riwayat hadis ini, memang

terdapat orang yang tidak dikenal keadaannya, akan tetapi selain itu, banyaknya

jalur jika berasal dari sumber yang berbeda-beda maka dapat menambah kekuatan

matan.”81

17. Hadis tenang al-Masu>kh (transformasi/ dirubah ke dalam bentuk yang lain)

ر بن ممد، عن موسى بن جب ري، عن نفع، موىل ث نا زهي ث نا يىي بن أب بكري، حد حدع نب هللا صلى هللا إن عليه وسلم ي قول: "عبد هللا بن عمر عن عبد هللا بن عمر، أنه س

، آدم صلى هللا عليه وسلم لما أهبطه هللا ت عاىل إىل الرض، قالت المالئكة: أي رب س لك قال إين أع ماء ونن نسب ح بمدك ون قد لم }أتعل فيها من ي فسد فيها ويسفك الد

[ ، قالوا: رب نا نن أطوع لك من بن آدم. قال هللا ت عاىل 30ما ال ت علمون{ ]البقرة: ن. للمالئكة: هلموا ملكي من المالئكة، حت ي هبط هبما إىل الرض، ف ن نظر كيف ي عمال

لما الزهرة امرأة من أحسن ا إىل الرض، ومث لت ب نا، هاروت وماروت. فأهبط قالوا: ر البشر، فجاءت هما، فسأالها ن فسها، ف قالت: ال وهللا، حت تكلما هبذه الكلمة من

شراك. ف قاال هما ث رجعت بصب تمله، فسأالها : وهللا ال ال نشرك ابهلل أبدا. فذهبت عن ال ن قت له أبدا. فذهبت ث ا الصب، ف قاال: وهللا ن فسها، ف قالت: ال وهللا، حت ت قتال هذ

، فسأالها ن فسها، ف قالت: ال وهللا، حت تشراب هذا المر. فشراب، خر تمله عت بقدح رج ئا ها، وق تال الصب، ف لما أفاقا، قالت المرأة: وهللا ما ت ركتما شي تم فسكرا ف وق عا علي اه ما أب ي

ن يا واآلخرة، فاختارا عذاب الد ا ب ي عذاب الد .ن ياعلي إال قد ف علتما حي سكرتا، فخري

“Ketika Nabi Adam s{allallahu alaihi wasallam diturunkan Allah ke muka bumi,

para malaikat berkata: 'Wahai Rabb, apakah Engkau jadikan disana orang-orang

yang suka berbuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami selalu

memuji-muji-Mu dan mensucikan-Mu.' Dia berkata "Aku Maha Mengetahui apa

80 Ibid., hal. 37. 81 Ibid., hal. 38.

26

yang tidak kalian ketahui.' Para malaikat berkata: 'Wahai Rabb, kami adalah para

makhluq yang lebih ta'at kepada-Mu daripada anak cucu Adam.' Allah Ta'ala

berkata kepada para malaikat:bawalah dua malaikat, lalu turunkan ia ke bumi,

lantas kita lihat bagaimana perbuatan keduanya. Para malaikat berkata, Ya Rabb

kami, ini Harut dan Marut, maka keduanya diturunkan ke bumi, dan di didatangkan

kepada mereka wanita yang sangat cantik, maka keduanya meminta diri si wanita

itu, si wanita menjawab, tidak, demi Allah, sehingga kalian mengatakan kalimat

syirik. Lalu keduanya berkata, tidak demi Allah kami tidak akan berbuat syirik

selamanya. Lalu si wanita itu pergi dari keduanya, dan kembali lagi dengan

membawa seorang anak, seraya berkata, ketika keduanya meminta dirinya lagi:

“tidak demi Allah, sampai kalian membunuh anak ini.” keduanya berkata, “tidak

demi Allah, kami tidak akan membunuh selamanya. Lalu si wanita itu pergi dari

keduanya, dan kembali lagi dengan membawa sewadah khamr, dan keduanya

meminta lagi dirinya, lau ia berkata, “tidak demi Allah, sampai kalian meminum

khamr ini. lalu keduanya meminum khmar tersebut, dan keduanya mabuk, lalu

menggauli wanita itu, dan membunuh anak kecil yang dibawa si wanita, dan ketika

keduanya telah sadar, si wanita berkata, demi Allah, aku tinggalkan kalian dengan

sesuatu yang kalian tolak sebelumnya, lalu ketika kalian mabuk kalian

melakukannya yang kalian tolak. Maka keduanya diberi pilihan, mendapat az\ab di

akhirat atau di dunia, dan keduanya memilih az\ab di dunia.”82

Hadis dalam Musnad Ahmad dengan redaksi ini, tidak terdapat dalam al-

Maud{u>’a>t. Sehingga agak kurang jelas maksud Ibnu H{ajar menyinggung hadis ini

sebagai hadis yang dimaudukan oleh Ibnu al-Jauzi dari kitab Musnad. Hanya saja

menurut penjelasan yang ditemukan darinya bahwasannya Ibnu al-Jauzi

mencantumkan hadis yang semakna dengan hadis ini dari jalur al-Faraj Ibn Fud{a>lah

dari Mu’a>wiyah Ibn S{a>lih{ dari Na>fi’, lalu Ibnu al-Jauzi berkomentar: hadis ini tidak

sah, dan al-Faraj Ibn Fud{a>lah did{a’ifkan oleh Yah{ya>. Dan ia juga mengutip

pernyataan Ibnu H{ibba>n tentang hadis ini, “sanad-sanadnya terbalik, dan

matannya yang lemah menempel pada sanad yang sahih.”83 Lalu Ibnu Hajar

menimpali pernyataan tersebut, menurutnya; antara redaksi Mu’awiyah Ibn S{a>lih

dan Zuhair ada perbedaan yang beragam. Dan Abu> H{atim Ibn H{ibba>n telah

mengeluarkan juga dari jalur Zuhair Ibn Muhammad dalam kitab Sahihnya, dan

hadis itu memiliki jalur yang banyak yang ia himpun dalam satu juz tersendiri,

sampai hampir dapat dipastikan kejadian dalam kisah ini karena saking banyaknya

82Musnad, jilid 10, hal. 317, no. hadis: 6178; al-Qaul al-Musaddad, hal. 38-39. 83 Al-Maudu’at, jilid 1, hal 181

27

jalur yang mendatangkannya serta kuatnya sumber-sumber karena banyaknya

tersebut.”84

18. Hadis tentang larangan mencelup dengan warna hitam

ث نا عب يد هللا ي عن ابن عمرو، عن عبد ث نا حسي، وأحد بن عبد الملك، قاال: حد حدالكرمي، عن ابن جب ري، قال: أحد، عن سعيد بن جب ري، عن ابن عباس، عن النب صلى

قال حسي كحواصل -يكون ق وم ف آخر الزمان يضبون هبذا السواد ه وسلم قال:هللا علي .ال يريون رائحة اجلنة -المام

“Akan muncul suatu kaum pada akhir zaman yang menyemir rambut mereka

dengan warna hitam -H{usain berkata; ‘Seperti kotoran burung merpati’- mereka

tidak akan mencium wanginya surga.”85

Ibnu al-Jauzi> berkomentar: “Hadis ini tidak sah dari Rasulullah s{allalla>hu

‘alaihi wa sallam, dan yang dituduh (memalsukannya) ialah ‘Abdul-Kari>m Ibn Abi>

al-Makha>riq Abu> Umayyah al-Bas{ri>.” lalu ia berkata; “Ketahuilah bahwa

sekelompok dari sahabat telah memberi warna dengan warna hitam, seperti Hasan,

Husein, Sa’d Ibn Abi Waqa>s{, dan sebagian besar dari kalangan tabi’in...”86

Ibnu H{ajar membantah anggapan ini, ia menuturkan ada kekeliruan

mengenai hal itu, lantaran hadis dari riwayat ‘Abdul-Kari>m al-Jazari> adalah siqah

dan dikeluarkan dalam kitab sahih. Dan hadis seperti yang disebutkan itu juga

dikeluarkan oleh Abu Daud, an-Nasa>’i, Ibnu Hibba>n dalam kitab sahihnya, al-

Ha>kim, Abu> Ya’la> dalam Musnadnya, dan al-Hafiz\ D{iya>’uddi>n al-Maqdisi> dalam

al-Ahadi>s al-Mukhta>rah mimma> laisa min sahihain.87

19. H{adis tentang mana>n dan mudmin-kamhr

ث نا هام، عن منصور، عن سامل بن أب اجلعد، عن جاابن، عن عبد هللا ث نا يزيد، حد حد .ال يدخل اجلنة منان، وال مدمن خر هللا عليه وسلم قال:بن عمرو، عن النب صلى

“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengungkit-ungkit kebaikannya dan

orang yang kecanduan minuman khamr.”88

Ibnu Hajar menuturkan bahwa hadis ini juga diriwayatkan oleh an-Nasa>’I

dari jalur Jari>r dan as\-S|auri> keduanya dari Mans{u>r seperti riwayat Hama>m di atas.

Lalu Ibnu H{ajar melanjutkan, “Ibnu al-Jauzi mencantumkan hadis tentang ini,

84 Al-Qaul al-Musaddad, hal. 39. 85 Musnad, jilid 4, hal.276, no. hadis:2470; Al-Maudu’at, jilid 3, hal. 55; al-Qaul al-Musaddad,

hal. 39. 86 Ibid., hal. 55 87 Al-Qaul al-Musaddad, hal. 39. 88 Musnad, jilid 11, hal. 93, no. hadis: 6537; al-Qaul al-Musaddad, hal. 40

28

terkadang dari jalur Sufyan as\-S|auri> seperti yang diriwayatkan an-Nasa>’i>, dan

terkadang dari jalur Sufyan as\-S|auri> dari ‘Abdul-Kari>m dari Muja>hid, dari

‘Abdullah Ibn ‘Amr. Dan ia juga mengeluarkan dari jalur riwayat ‘Umar Ibn

‘Abdir-Rahma>n Abi> Hafs{ al-Aba>r dari Mansu>r dari ‘Abdilla >h Ibn Murrah, dari

Ja>ba>n, dan ‘illatnya sebagaimana diiyaratkan oleh ad-Dara>qutni>, yaitu adanya

id{t}ira>b pada hadis-hadis ini, namun tidak ada sedikitpun yang menunjukkan bahwa

ia maudu>’.”89

20. Hadis tentang larangan menyebut Yas\rib

ث نا صالح بن عمر، عن يزيد بن أب زيد، عن عبد ث نا إب راهيم بن مهدي ، قال: حد حد دينة الرحن بن أب لي لى، عن الب راء، قال: قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم: من سى الم

.ي ثرب، ف ليست غفر هللا عز وجل، هي طابة هي طابة

“Barangsiapa yang menamai Madinah dengan Yas\rib, maka hendaklah beristighfar

(meminta ampun) kepada Allah 'Azza wa Jalla, nama lainnya adalah T{a>bah, nama

lainnya adalah T{a>bah.”90

Ibnu H{ajar menjelaskan, bahwa menyebutkan ‘illat hadis dengan Yazi>d Ibn

Abi> Ziya>d, (yang dilakukan Ibnu al-Jauzi) adalah kurang tepat, sekalipun Yazid

dida’ifkan oleh sebagian kalangan dari segi hafalan dan keadaannya, ia itu

menerima dan mengajarkan hadis secara lisan pada akhir usianya, maka tidak bisa

menetapkan sedikitpun atas hal itu bahwa semua yang diceritakannya adalah

maudu>’.91

21. H{adi>s tentang perkara riba yang lebih berat dari pada zina

ث نا جرير ي عن ابن حازم، عن أيوب، عن ابن أب مليكة، عن ث نا حسي بن ممد، حد حددرهم راب لى هللا عليه وسلم:عبد هللا بن حنظلة غسيل المالئكة، قال: قال رسول هللا ص

.كله الرجل وهو ي علم، أشد من ستة وثالثي زن ية ي

“Satu dirham hasil riba yang dimakan seseorang sementara ia mengetahuinya, itu

lebih buruk dari tiga puluh kali berzina.”92

89 Al-Qaul al-Musaddad, hal. 40 90 Musnad, jilid 30, hal.483, no. hadis:18519; Al-Maudu’at, jilid 2, hal.220; al-Qaul al-

Musaddad, hal. 40. 91 al-Qaul al-Musaddad, hal. 40 92 Lihat, Musnad, jilid 36, hal. 288, no. hadi>s: 21957; Al-Maud{u>’a>t, jilid 2, hal. 246. Dalam

riwayat Ibnu al-Jauzi, sanadnya ada tambahan sebagai berikut:

بل حد وأن بأن عبد الق بن أحد أنبأن ثن أب ح.أن بأن ابن الصي أن بأن ابن المذهب أنبأن القطيعى حدثنا عبد هللا بن أحد بن حن ث ن عبد الرحن بن أحد حد ث نا أحد بن العباس الب غوي حد ث نا علي بن عمر حد …ا يىي بن ي زداد أبو الصفر ث نا أبو بكر بن بشران حد

29

Ibnu al-Jauzi menyinggung hadis ini dari jalur yang terdapat Musnad dan

juga jalur lain. Dan ia mengomentari jalur dalam Musnad yang berasal dari Husain

Ibn Muh{ammad, ia berkata: ia itu al-Marwazi>, Abu H{atim ar-Ra>zi> berkata

tentangnya: aku pernah melihatnya tapi tidak pernah mendengar hadis darinya.

Lalu Abu H{atim ditanya tentang hadis yang diriwayatkan Husain, ia menjawab:

hadisnya keliru (khat{a’), lalu ditanyakan lagi padanya: dari siap keraguannya? Ia

menjawab: cukuplah dari Husain.”93

Ibnu H{ajar memberi tanggapan komentar di atas, dengan mengatakan;

Husain itu digunakan hujjah oleh as-Syaikha>n, dan Abu Hatim tidak pernah

mendengar hadis darinya bukan karena keinginan Abu H{atim, sebagaimana dinukil

dari putranya, bahwa sannya Abu Hatim menuturkan: “Saya datang beberapa kali

kepadanya setelah menyelesaikan tafsir Syaiba>n lalu akau menanyainya supaya

kembali kepada beberapa majlis, ia berkata: takri>r (ulangi), dan aku tidak pernah

mendengar apapun (hadis) darinya.94

Ibnu H{ajar melanjutkan, “Mu’awiyyah Ibn S{a>lih{ berkata: Ahmad Ibn H{anbal

berkata kepadaku: tulis oleh kalian darinya (uktubu> ‘anhu). Dan ia dinilai s\iqah

oleh al-‘Ijili>, Ibnu Sa’d, an-Nasa>’i>, Ibnu Qa>ni‘, Muhammad Ibn Mas’u>d a-‘Ajami>,

dan yang lainnya.95

Lalu menurut Ibnu H{ajar, “kalaulah ada yang meragukan hadisnya beredar

pada keseluruhan hadisnya, sampai dihukumi semua hadisnya meragukan, maka

tidak seorang pun yang akan menerimanya. Lalu kalaulah seperti itu, tidak perlu

sampai menetapkan hadisnya sebagai palsu, terutama bila alasannya ia

meriwayatkan secaramenyendiri, padahal ada yang menyertainya (muttabi’). Saya

mendapati bagi hadisnya beberapa syahid yang disinggung oleh ad-Dara>qut{ni> dari

al-Baghawi> dari Ha>syim Ibn al-H{a>ris\ dari ‘Abdulla>h Ibn ‘Amr ar-Raqi> dari Lais\

Ibn Abi> Sali>m dari Abu Mulaikah. Dan sekalipun Lais\ itu da’if, tapi keda’ifannya

itu sebelum ia menghafal hadis, maka ia adalh muta>bi’ yang kuat, dan syahid

lainnya, dari jalur hadis Ibnu ‘Abbas yang ditakhrij oleh Ibnu ‘Adi> dari jalur ‘Ali>

Ibn al-H{asan Ibn Syaqi>q telah mengkhabarkan kepadaku ais\ dari Muja>hid dari Ibnu

‘Abbas, dan at-T{abra<ni juga mengeluarkan hadisnya dari jalur lain dari Ibnu

‘Abbas, dan at-T{abra>ni juga mengeluarkan dari jalur ‘At{a>’ al-Kurasani dari

‘Abdullah Ibn Sal>am secara marfu’, sekalipun ‘At>a’ tidak pernah mendengar hadis

dari Ibnu Sala>m, tapi ini adalah syahid yang kuat.”96

Ibnu H{ajar menuturkan lagi, Ibnu al-Jauzi juga mengatakan, hadis ini dikenal

adalah ucapan Ka’ab, lalu ia menyebutkan hadisnya. Ibnu Hajar lalu mengutip

93 Lihat, al-Maudu’at, jilid 2, hal. 247; al-Qaul al-Musaddad, hal. 41. 94 Al-Qaul al-Musaddad, hal.41 95 Ibid., hal. 41 96 Ibid., hal. 41.

30

bahwa al-‘Uqaili menyinggung jalur Ibnu Juraij, dan ia juga mengutip dari ad-

Dara>qutni> yang menuturkan bahwa hadis ini secara sah adalah marfu>’.97

22. H{adi>s yang menyingung secara samar tentang Bani ‘Abba>s

بار أن بأن عبد الباقي بن أحد أن بأن ممد المبارك بن عبد اجل أنبأن ممد بن نصر الافظ قال أنبأن د بن ث نا مم ث نا العباس بن إب راهيم حد ث نا بن جعفر بن عالن أن بأن أبو الفتح الزدي حد ث واب حد

يس عن السن عن عب يدة عن عبد هللا قال قال رسول هللا صل حنان بن سدير عن عمر بن ق ى الل. عليه وسلم: إذا أق ب لت الرايت السود من خراسان فائ توها، فإن فيها خليفة المهدي

“Bila muncul bendera-bendera hitam dari arah Khurasan, maka datangilah, karena

disana ada khalifah Allah, al-Mahdi.”98

Ibnu al-Jauzi> mengatakan hadis\ ini tidak ada asalnya (la> as{la lahu), kami

tidak mengetahui bahwa al-H{asan mendengarnya dari ‘Ubaidah, dan tidak pula

Abu ‘Umar mendengar dari al-Hasan. Dan Yah{ya> berkata; ‘Umar (Ibn Qaisy) tidak

ada apa-apanya (la> syai’). 99

Ibnu H{ajar menyebutkan Ibnu al-Jauzi menyebutkan hadis dengan redaksi di

atas dari jalur sahabat ‘Abdullah Ibn Mas’u>d. Sedang Imam Ah{mad dari jalur

S|auba>n.100 Dan redaksinya seperti berikut:

.دي إذا رأي تم الرايت السود قد جاءت من قبل خراسان، فأتوها؛ فإن فيها خليفة هللا المه

“Bila kalian melihat bendera-bendera hitam dari arah Khurasan, maka datangilah,

karena disana ada khalifah Allah, al-Mahdi.”101

Syaikh al-Arna’u>t{ menilai hadi>s \ ini sanadnya d{a’i>f, karena Syuraik (Ibnu

‘Abdilla>h an-Nakha>’i>) jelek hafalan (sayyi’ul-hifz{i), lalu ‘Ali> Ibn Zaid (Ibn Jud’a>n)

seorang yang d{a’if serta terjerumus dalam tasyayyu’, sementara Abu> Qila>bah

(‘Abdulla>h Ibn Zaid al-Jarami>) tidak mendengar hadis\ (ini) dari S|auba>n, melainkan

di antara mereka terdapat Abu> Asma>’ ‘Amr Ibn Mars \ad ar-Rah{abi> sebagaimana

dijelaskan dalam sebagian riwayat lain.102

Menurut Ibnu H{ajar, adapun Ibnu al-Jauzi mencantumkan hadis dengan

redaksi yang berasal dari jalur S|auban seperti dalam Musnad, itu ada dalam kitab

al-Ah{a>dis al-Wa>hiyyah, dan di dalam sanadnya ada ‘Ali> Ibn Zaid Jud’a>n, pada

terdapat kelemahan (d{a’if) tidak ada seorang pun yang secara tegas

97 Ibid., hal. 42. 98 Lihat, Al-Maud{u>’a>t, jilid 2, hal. 39. 99 Ibid., hal. 39. 100 Lihat, al-Qaul al-Musaddad, hal. 42. 101 Lihat, Musnad, jilid 37, hal. 70, no. hadi>s: 22387. 102 Lihat, al-Qaul al-Musaddad., hal. 70

31

menetapkannya dusta sampai dihukumi hadisnya sebagai maud{u>’ bila ia

meriwayatkan seorang diri.103

Ibnu H{ajar lalu menandaskan, “Bagaimana bisa, hadis ini sungguh telah ada

muttabi’nya dari jalur lain, yang para perawinya bukan para perawi seperti pada

jalur pertama, sebagaimana ditakhrij oleh ‘Abdur-Razza>q, at{-T{abra>ni>, Ah{mad, dan

al-Baihaqi> dalam ad-Dala>’il dari jalur hadis Abu> Hurairah secara marfu>’, “Akan

keluar dari Khurasan bendera-bendera hitam, tidak ada yang menolaknya sesuatu

pun sampai menduduki Elea.” Sekalipun dalam sanadnya terdapat perawi bernama

Risydi>n Ibn Sa’d, ia itu d{a’if.104

23. Hadis tentang pemandian umum

وة: أخب رين أبو صخر ث نا عبد هللا بن وهب، قال: وقال حي ث نا هارون، قال: حد ، أن حدث ته أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ل رداء، حد ثه أن أم الد قي ها ينس أاب موسى، حد

رداء؟" ف قالت: من المام، ف قال لا رسول هللا صلى ي وما، ف قال: "من أين جئت ي أم الدن ها وب ي هللا من ست .هللا عليه وسلم: " ما من امرأة ت نزع ثياب ها، إال هتكت ما ب ي

“Yuh{annas Abu> Musa menceritakan kepadanya bahwa Ummu Darda >’ telah

menceritakan kepadanya, bahwa suatu hari Rasulullah s{allallahu 'alaihi wa sallam

bertemu dengannya, maka beliau bersabda: "Dari mana kamu wahai Ummu

Darda>’?" Ummu Darda>’ lalu menjawab, "Dari tempat pemandian umum?"

kemudian beliau bersabda: "Tidaklah seorang wanita yang melepas pakaiannya,

kecuali ia membuka aibnya dari tabir antara dia dengan Allah ‘Azza Wa Jalla.”105

Ibnu H{ajar menyebutkan bahwa hadis ini dikeluarkan Ibnu al-Jauzi dalam

kitab al-‘Illal al-Mutanahiyah fi al-Ahadis al-Wahiyah, dan ia mengatakan hadis

ini batil, karena pada masa Rasulullah s{allallahu 'alaihi wa sallam, mereka tidak

memiliki pemandian umum.” Dan ia pun memberi ‘illat hadis ini dengan adanya

Abu S{akhr Hamid Ibn Ziyad, yang dida’ifkan oleh Yahya Ibn Ma’in. Lalu ia

mencantumkan juga dari Musnad yang terdapat dua jalur di dalamnya, yaitu dari

Sahl Ibn Mu’a>z\ dan Anas dari ayahnya.106

Ibnu Hajar menyanggah, bahwa jalur yang pertama itu kuat. Sementara,

penilaian batal terhadap hadis tersebut oleh Ibnu al-Jauzi lantaran berita yang

dikutipnya tentang tidak adanya pemandian umum pada masa mereka tidak

103 Ibid., hal. 42. 104 Ibid., hal. 42. 105 Musnad, jilid 44, hal.589, no. hadis:27041; Al-Maudu’at, jilid 2, hal.220; al-Qaul al-

Musaddad, hal. 42-43 106 al-Qaul al-Musaddad, hal. 43

32

berdasar. Sebab kata ‘pemandian umum’ (al-hamma>m) mengandung pengertian

umum, tempat umum yang digunakan orang untuk mandi, tidak harus pemandian

seperti yang ada sekarang.”107

24. Hadis tentang riwayat Fatimah mandi dengan mandinya sebelum ia

meninggal dan tidak dimandikan lagi setelahnya.

ث نا إب راهيم بن سعد، عن ممد بن إسحاق، عن عب يد هللا بن عل ث نا أبو النضر، حد ي حدفيها، ت فاطمة شكواها اليت قبضت بن أب رافع، عن أبيه، عن أم سلمى، قالت: اشتك

فكنت أمر ضها، فأصبحت ي وما كأمثل ما رأي ت ها ف شكواها تلك، قالت: وخرج علي ن ما رأي ت ها ت غتسل، ث لب عض حاجته، ف قالت: ي أمه اسكب ل غسل، فاغتسلت كأحس

ت ه ها، ث قالت:قالت: ي أمه أعطين ثياب اجلدد، فأعطي مي ل فراشي ا ف لبست ي أمه قد لة، وجعلت ي ها ث قالت: وسط الب يت ف فعلت، واضطجعت، واست قب لت القب دها تت خد

ي أمه إين مقبوضة اآلن، وقد تطهرت اآلن، فال يكشفن أحد ف قبضت مكان ها قالت: .فجاء علي فأخب رته

“Fatimah mengalami sakit yang membawanya kepada kematian, dan akulah yang

merawatnya. Suatu hari aku lihat ia merasakan rasa sakit itu kembali, sebagaimana

yang biasa aku lihat." Salma berkata, "Ali kemudian keluar untuk suatu keperluan,

kemudian Fatimah berkata, "Wahai ibu, tuangkanlah air untuk mandiku."

Kemudian aku tuangkan air untuknya, lalu dia pun mandi dengan sebaik-baiknya

sebagaimana yang aku lihat. Kemudian dia berkata, "Wahai ibu, berikan kepadaku

bajuku yang baru." Lalu aku memberikannya dan dia pun memakainya. Setelah itu

ia berkata lagi, "Wahai ibu, letakkan tempat tidurku ke tengah-tengah rumah."

Maka aku pun melakukannya, lalu dia berbaring dan menghadap ke kiblat sambil

meletakkan tangannya di bawah pipinya, kemudian ia berkata, "Wahai ibu,

sungguh sekarang tiba waktunya. Sungguh, sekarang tiba waktunya. Dan aku telah

bersuci maka jangan ada seorangpun yang menyingkapku. “Kemudian dia wafat di

tempat tidurnya.” Salma berkata, "Kemudian Ali datang lalu aku kabarkan hal itu

kepadanya.”108

107 Ibid., hal. 43 108 Musnad, jilid 54, hal.587-588, no. hadis:27615; Al-Maudu’at, jilid 3, hal.276-277; al-Qaul

al-Musaddad, hal. 43-44

33

Dalam al-Qaul al-Musaddad, Ibnu H{ajar menyampaikan hadis dengan jalur

ini di mana dalam redaksinya terdapat tambahan seperti yang terdapat dalam al-

Maud{u>’at yang dikemukakan Ibnu al-Jauzi dengan jalur yang berbeda109, tambahan

itu ialah:

.ف قال: ال والل ال يكشفها أحد، فدف ن ها بغسلها ذلك

“Lalu ia berkata (‘Ali): Tidak, Demi Allah tidak ada yang menyingkapnya seorang

pun, ia dikuburkan dengan mandinya itu.”

Ibnu H{ajar menjelaskan bahwa hadis ini dikeluarkan oleh ‘Abdullah Ibn

Ah{mad dengan isnad ‘Ali (sanad yang pendek) dari Muhammad Ibn Ja’far al-

Waraka>ni, dari Ibra>him Ibn Sa’d. Dan Ibnu al-Jauzi mencantumkan hadis ini dalam

al-Maudu>’at di akhir kitabnya, dari jalur ‘A<s{im Ibn ‘Ali> dari Ibrahim Ibn Sa’d juga.

Ibnu al-Jauzi juga mengatakan bahwa hadis ini telah diriwayatkan juga oleh Nu>h

Ibn Yazi>d dan al-Hakam Ibn Aslam dari Ibra>him Ibn Sa’d. Ia melanjutkan, ‘Abdur-

Razza>q juga meriwayatkannya dari Ma’mar dari ‘Abdullah Ibn Muhammad Ibn

‘Aqi>l secara mursal. Dan ia kemudian memberi komentar, “bahwa hadis ini tidak

sah. Adapun ‘A<s{im –salah seorang rawinya– menurut Yah{ya> Ibn Ma’i>n, ia itu laisa

bisyai’. Sedang rawi lain, yakni Nu>h{ dan al-Hakam keduanya adalah syi’ah, dan

riwayat lain, yaitu riwayat Ibnu Ish{a>q, adalah majru>h.”110

Ibnu H{ajar menimpali komentar Ibnu al-Jauzi>, “Ibnu al-Jauzi membawakan

tiga pernyataan mengenai jalur hadis ini, menunjukkan bahwa ia tidak mendapati

bahwa di dalam Musnad terdapat jalur dari Abu> an-Nad{r dan Muhammad Ibn

Ja’far, yang keduanya menyampaikan dari guru-guru yang sahih. Dan adapun Ibnu

al-Jauzi menyangkut pautkan dengan jalur Muhammad Ibn Isha>q maka tidak ada

gunanya, karena para imam menerima hadisnya. dan banyak yang mencelanya

(lantaran) melakukan tadlis, dan riwayatnya dari orang-orang majhul. Padahal ia

itu, seorang yang sadu>q dan ia dijadikan hujjah dalam al-Magha>zi menurut jumhur.

Sedangkan gurunya ‘Ubaidillah Ibn ‘Ali yang dikenal dengan ‘Aba>dil, Abu H{atim

menyebutkan bahwa ia itu la> ba’sa bih. Dan kemursalan riwayat ‘Abdullah Ibn

109 Berikut adalah redaksi hadis yang terdapat dalam al-Maudu’at:

د بن أحد الياط أنبأن ث نا أبو علي أحد بن عبد امللك بن أنبأن عبيد هللا بن علي المقري أن بأن أبو منصور مم د بن بشران حد ممث نا عاصم بن علي أن بأن إب راه ان حد د بن سويد الطح ث نا مم د بن إسحاق عن عبيد هللا بن الفضل بن خزية حد يم بن سعد عن مم

رج علي : ي أمتاه اسكب ل غسال، فسكبت أب رافع عن أبيه عن أم ه سلمى قالت: " اشتكت فاطمة فمرضت ها ف قالت ل ي وما وقد خ ت ها هبا ف لبست ها، ث ]جاءت[ إىل الب يت الذي ث قامت فاغتسلت كأحسن ما كنت أراها ت غتسل، ث قالت: هات ل ثياب اجلدد، فأت ي

مي ل الفراش إىل وسط الب يت ث اضطجعت ووضعت يدها تت خد لة ث قالت: ي أمتاه ها واست كانت فيه ف قالت ل: قد قب لت القب ف قال: ال والل ال قال: ف قبضت مكان ها، فجاء علي عليه السالم فأخب رته إين مقبوضة الي وم، وإين قد اغتسلت فال يكشفن أحد.

، فدف ن ها بغسلها ذلك.يكشفها أحد

110 Lihat, al-Maud{u>’at, hal. 277, dan al-Qaul al-Musadddad, hal. 44.

34

Muhammad Ibn ‘Aqi>l dibantu dengan hadis yang musnad, yaitu riwayat

Muhammad Ibn Isha>q. Dan At{-T{abrani dalam Mu’jamnya meriwayatkan dari jalur

‘Abdur-Razza>q,dari jalur ‘Abdullah Ibn Muhammad Ibn ‘Aqi>l. Maka

bagaimanapun berhati-hatilah menghukuminya dengan status maudu>’. Memang

benar, hadis ini menyalahi apa yang diriwayatkan selain dari keduanya, yaitu

bahwasannya ‘Ali> dan Asma>’ keduanya memandikan Fatimah, dan hal ini telah

dijawab, dan penjelasannya panjang, kecuali bahwa penetapan hadis ini maudu>’

tidak dapat diterima.111

Relevansi Penilaian Mauḍū’ Ibnu al-Jauzī dan Penafian Ibnu Ḥajar

Menurut hemat penulis, bila melihat dengan mata terbuka mengenai

permasalahan ini, adanya anggapan tasahul pada Ibnu al-Jauzi> dalam menilai h{adi>s\

maud{u>‘ bersama ulama lain yang sependapat dengannya atau kepada Ibnu H{ajar

dan yang sependapat dengannya dalam menafikan kemaud{u>‘annya, perlu

didudukan secara proporsional. Pada dasarnya, baik Ibnu al-Jauzi maupun Ibnu

H{ajar seperti diurai di atas, memiliki tujuan yang sama yakni menjaga sunnah

Nabi. Ibnu al-Jauzi menempuh cara dengan menyisihkan riwayat-riwayat yang

batil dan lemah dengan memaud{u>‘kannya, sedang Ibnu H{ajar berusaha

menghimpun riwayat-riwayat yang dinilai negatif dalam hal ini maud{u>‘ tapi

sebenarnya tidak demikian, baik itu karena periwayatnya tidak hanya dijarah

tetapi ada ta’dil juga padanya, atau ada muttabi’ dan syahid bagi riwayat itu, atau

kritik matan yang kurang relevan sehingga ia kritisi lagi dengan pandangan yang

relevan menurutnya. Bahkan dalam konteks lain, selain menguatkan hadis yang

dinilai maudu>‘, Ibnu H{ajar juga menetapkan d{a‘i>f pada h{adi>s yang dinilai maud{u>‘

oleh Ibnu al-Jauzi> tanpa menambahkan upaya apapun untuk menguatkannya

karena begitulah keadaan h{adi>s\ tersebut.

Ibnu al-Jauzi> ketika menilai hadis\ baik dari sanad maupun matan, mengutip

juga pendapat ulama hadis lain, akan tetapi perujukan tersebut untuk menguatkan

argumentasinya tentang kemaudu>’an hadis \ yang bersangkutan. Dan ketika konteks

matan hadi>s\nya dinilai tidak masuk akal atau mustahil, ia cenderung

mengedepankan kritik matan tanpa perlu merujuk sanad. Hal ini baginya,

sekalipun sanad itu berisi periwayat-periwayat s{iqah, akan tetapi bagaimana

mungkin menerima sesuatu yang tak masuk akal atau mustahil, lalu ia memberi

perumpamaan, seperti bila mereka mengabarkan bahwa unta telah masuk pada

lubang jarum, maka status s\iqah mereka tidak berarti apa-apa.112 Apa yang

dilakukan Ibnu al-Jauzi> ini mungkin memang riskan, akan tetapi kembali pada

konteks tujuannya, ia mungkin memang tidak menerima berita yang mustahil atau

111 Lihat, al-Qaul al-Musaddad, hal. 44 112 Lihat, Al-Maud{u>‘a>t, jilid 1, hal. 106.

35

tak masuk akal, lantaran kebanyakan hadis palsu itu tidak masuk akal, dan

bagaimana mungkin Nabi yang terkenal akan penguasaan yang paling baik bahasa

‘Arabnya serta dibimbing oleh wahyu mengatakan hal semacam itu. Akan tetapi

bisa jadi bila terlalu digeneralisasi kasus ini bisa jadi kurang tepat, dan

menetapkannya menjadi tolok ukur, masih perlu perincian lagi.

Sementara di sisi lain, pembandingnya yaitu, Ibnu H{ajar ketika meneliti

hadis yang sama yang dinilai maudu>’ oleh Ibnu al-Jauzi, ia menyampaikan

informasi lain yang tidak hanya melemahkan status riwayat tetapi menguatkan

riwayat tersebut. Maka dalam hal ini, Ibnu H{ajar memberikan data dan informasi

tambahan atau dengan kata lain lebih komprehensif, tidak hanya pendapat yang

melemahkan tetapi juga pendapat yang menguatkan, baik itu mengenai konteks

periwayat maupun kandungan hadis. Dan ketika konteks pendapat yang

menguatkan lebih mendekati kebenaran, maka Ibnu H{ajar lebih memilihnya. Dan

ketika h{adi>s\ yang dinilai maudu>‘ tidak memiliki pendapat lain yang

menguatkannya, tetapi ada pendapat yang tidak menyatakan bahwa hadis tersebut

atau diantara rawinya ada yang dinilai negatif namun tidak sampai pada level

pemalsu atau tidak parah, maka Ibnu H{ajar menilai statusnya hanya sebatas h{adi>s

da’i >f bukan maudu>‘. Hal ini memperlihatkan bagaimana kehati-hatian Ibnu H{ajar

dalam memberikan status terhadap hadis\, bila hadis itu maudu>‘ katakan maud{u>‘,

bila d{a‘i>f katakan d{a’if, bila hasan katakan hasan, dan sahih katakan sahih, atau

bila informasi tidak memadai maka didiamkan meski terkadang ada yang dinilai

tapi tidak dengan tegas. Dan ini menunjukkan sikap yang proporsional dalam

menilai status hadis, tidak mengurangi atau melebihkan status suatu hadis\, akan

tetapi menilai sesuai data dan informasi yang ada sebenarnya. Dengan begitu, hasil

yang diperoleh dalam meneliti suatu hadis akan lebih mendekati kebenaran, dan

tidak meninggalkan banyak perdebatan mengenai status dan boleh tidaknya

beramal dengannya, karena esensi meneliti hadis ialah untuk dua hal ini, yaitu

mengetahui status hadis tersebut dan kebolehan beramal dengannya. Wallahu

‘Alam bi as{-S{awwa>b

36

DAFTAR PUSTAKA

Abu> Nu’aim al-As{fahani>. 1986. Dala>’il an-Nubuwwah. Beirut. Da>r an-Nafa>’is.

cet.II. tahqiq: Muh{ammad Rawa>s .Qal‘ahji> & ‘Abdul-Barr ‘Abba>s.

Ah{mad Ibn H{anbal. 2001. Musnad. Beirut. Mu’assasah Risa>lah. Cet.I. muh{aqqiq:

Syu’aib al-Arnau>t{, dkk.

Al-Kana>ni. 1399 H. Tanzi>hus-Syari<’ah al-Marfu>’ah ‘an al-Akhba>r asu-Syani>’ah al-Maud{u>’ah. Beirut. Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah. cet.I. tahqiq: ‘Abdul-Wahha>b

‘Abdul-Lat{i>f & ‘Abdullah Muh{ammad as{-S{iddi>q al-Ghamari>.

As-Suyuthiy, 2009. Tadri>b ar-Ra>wi> fi Syarhi Taqrib an-Nawawi>. Beirut. Dar al-

Kutub al-‘Ilmiyyah. Cet.I. tahqiq: 'Abdur-Rahma>n al-Muh{ammadi>.

At{-T{abra>ni>. 1984. Tanpa tahun. Mu’jam al-Kabi>r. Kairo. Maktabah Ibn Taimiyah.

cet.II. tahqiq: H{amdi> Ibn ‘Abdil-Maji>d as-Salafi>.

Ibnu ‘Adi>. 1997. Al-Ka>mil fi D{u‘a>fa>’ir-Rija>l. Beirut. al-Kutub al-‘Ilmiyyah. cet.I.

tahqiq: ‘A<dil Ah{mad ‘Abdul-Mauju>d & ‘Ali> Muh{ammad Mu’awwad{.

Ibnu al-Jauzi>. 1981. Al-‘Illal al-Mutana>hiyah fi> al-Ah{a>di>s\ al-Wa>hiyah. Pakistan.

Ida>rah al-‘Ulu>m al-As\ariyah. cet.II. tahqiq: Irsya>dul-Haqq al-As\ari>.

__________. 1983. Al-Maud{u>’a>t. Beirut. Da>r al-Fikr. Cet.II

__________. Al-Maud{u>’a>t. Muh{ammad ‘Abd al-Muh{sin -pemilik- Maktabah as-

Salafiyyah. Madinah. cet.I. jilid 1-2 tahun 1966. jilid 3 1968, tahqi>q: ‘Abd

ar-Rahman Muh{ammad ‘Us \ma>n.

Ibnu H{ajar, 1401 H. Al-Qaul al-Musaddad fi> az|-Z|abb ‘an Musnad lil-Ima>m Ah{mad.

Kairo. Maktabah Ibn Taimiyyah. Cet. I. z\ail: Muh{ammad al-Mada>risi> al-

Hindi>.

Ibnu Taimiyyah. 1995. Majmu>‘ul-Fata>wa>. Madi>nah. Majma‘ al-Mulk Fahd li-

T{aba>‘ah al-Mus{h{af asy-Syari>f.

Musfir Ghurmilla>h ad-Dumi>ni>. 1984. Maqa>yi>s Ibn al-Jauzi> fi> Naqdi Mutu>n as-

Sunnah min Khila>li Kita>bihi al-Maud{u>’a>t. Jeddah. Da>r al-Madani>. cet. I.

S{ala>h{uddi>n al-Adlabi>. 1983. Manhaj Naqd al-Matn ‘Ind ‘Ulama> al-H{adi>s\ an-

Nabawi>. Beirut. Da>r al-Afa>q al-Jadi>dah. cet. I.

_________________. 2004. Metodologi Kritik Matan Hadis. Jakarta. Gaya Media

Pratama. Penerjemah: H.M Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq.


Recommended