Date post: | 25-Feb-2023 |
Category: |
Documents |
Upload: | independent |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
Tugas Makalah AIK
Pacaran dan Pernikahan
Dosen Pembimbing : Umti’ah, M.Pd.I
Oleh :
RATI PERMATA SARI (702014058)
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang
Tahun Ajaran 2014-2015
PACARAN
A. Pengertian Pacaran
Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan
manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap
pencarian kecocokan dan upaya untuk mengenali dan memahami
karakter pasangannya menuju kehidupan berkeluarga yang
dikenal dengan pernikahan. Pada kenyataannya, penerapan
proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang
sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh
dari kesiapan memenuhi persyaratan menuju pernikahan telah
dengan nyata membiasakan tradisi yang semestinya tidak
mereka lakukan.
Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya
dan sangat dipengaruhi oleh tradisi individu-individu dalam
masyarakat yang terlibat. Dimulai dari proses pendekatan,
pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan
afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran,
sangat dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan yang dianut
oleh seseorang.
Menurut persepsi yang salah, sebuah hubungan dikatakan
pacaran jika telah menjalin hubungan cinta-kasih yang
ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas seksual atau
percumbuan. Tradisi seperti ini dipraktikkan oleh orang-
orang yang tidak memahami makna kehormatan diri perempuan,
tradisi seperti ini dipengaruhi oleh media massa yang
menyebarkan kebiasaan yang tidak memuliakan kaum perempuan.
Sampai sekarang, tradisi berpacaran yang telah nyata
melanggar norma hukum, norma agama, maupun norma sosial di
Indonesia masih terjadi dan dilakukan secara turun-temurun
dari generasi ke generasi yang tidak mememiliki pengetahuan
menjaga kehormatan dan harga diri yang semestinya mereka
jaga dan pelihara.
B. Pacaran yang Nihil dari Pornografi dan Pornoaksisme
Pacaran adalah suatu hubungan dekat yang dibuat oleh 2
orang (biasanya lawan jenis) tanpa ada ikatan resmi.
Biasanya pacaran dilakukan karena adanya rasa saling suka.
Dalam pacaran kadang disertai aktivitas yang terlalu intim
dan dilarang agama, namun ada juga yang masih bisa menjaga
dirinya masing2. Dalam islam tidak ada kata pacaran tetapi
taaruf.
Taaruf adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa
ini kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu
ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan
penghuninya. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari
berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Taaruf bisa
juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan
tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak
untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah - taaruf dengan
mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar
saling mengenal.
Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan
dan pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran.
Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah
SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara
pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat.
Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina,
dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk
mengetahui kriteria calon pasangan.
Adapun perbedaan pacaran dengan ta’aruf yaitu:
1. Tujuan
- taaruf : mengenal calon istri/suami, dengan harapan
ketika ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut
dengan pernikahan.
- pacaran : mengenal calon pacar, dengan harapan ketika
ada kecocokan antara kedua belah pihak berlanjut dengan
pacaran, syukur-syukur bisa nikah dan pacaran lebih
kepada kenikmatan sesaat, zina dan maksiat.
2. Kapan dimulai
- ta’aruf : saat calon suami dan calon istri sudah merasa
bahwa menikah adalah suatu kebutuhan, dan sudah siap
secara fisik, mental serta materi.
- pacaran : saat sudah diledek sama teman:”koq masih
jomblo?”, atau saat butuh temen curhat, atau yang lebih
parah saat taruhan dengan teman.
3. Pertemuan
- ta’aruf : pertemuan dilakukan sesuai dengan adab
bertamu biasa, dirumah sang calon, atau ditempat
pertemuan lainnya. Hanya semua itu harus dilakukan dengan
cara yang benar dan dalam koridor syari`ah Islam. Minimal
harus ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri
atau dari calon suami. Sehingga tidak dibenarkan untuk
pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan,
ngedate dan seterusnya dengan menggunakan alasan ta`aruf.
Dan frekunsi pertemuannya, lebih sedikit lebih baik
karena menghindari zina hati.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda:
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn
wanita kecuali bersama mahram.”
Hal itu krn tidaklah terjadi khalwat kecuali setan
bersama keduanya sebagai pihak ketiga sebagaimana dlm
hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk
jangan sekali-kali dia berkhalwat dgn seorang wanita
tanpa disertai mahram krn setan akan menyertai keduanya.”
Selama pertemuan pihak laki dan wanita dipersilahkan
menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan
kepentingan masing-masing nanti selama mengarungi
kehidupan, kondisi pribadi, keluarga, harapan, serta
keinginan di masa depan.
Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan
perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama
belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara
langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat.
Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang
adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaran yang
akan menyeret ke dalam fitnah.
Adapun cara yang lebih syar’i untuk mengenal wanita
yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan
tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang
mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup),
karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk
diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara
meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui
perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang
lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban
untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka
aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam
kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam
perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun
menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya
dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal
lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh
cara yang sama.
- pacaran : pertemuan yang dilakukan hanya berdua
saja, pagi boleh, siang oke, sore ayo, malam bisa, dini
hari klo ngga ada yang komplain juga ngga apa-apa.
Pertemuannya di rumah sang calon, kantor, mall, cafe,
diskotik, tempat wisata, kendaraan umum & pribadi, pabrik
dll. Frekuensi pertemuan lazimnya seminggu sekali, pas
malem minggu. Adapun yang dibicarakan cerita apa aja
kejadian minggu ini, ngobrol ngalur-ngidul, ketawa-
ketiwi.
4. Lamanya
- ta’aruf : ketika sudah tidak ada lagi keraguan di kedua
belah pihak, lebih cepat lebih baik. dan ketika informasi
sudah cukup (bisa sehari, seminggu, sebulan, 2 bulan),
apa lagi yang ditunggu-tunggu?
- pacaran : bisa 3 bulan, 6 bulan, setahun, 2 tahun,
bahkan mungkin 10 tahun.
5. Saat tidak ada kecocokan saat proses
- ta’aruf : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada
kecocokan, dan proses stop dengan harus cara yang baik
dan menyebut alasannya.
- pacaran : salah satu pihak bisa menyatakan tidak ada
kecocokan, dan proses stop dengan/tanpa menyebut
alasannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah
alternatif yang ditolerir dalam Islam untuk mencari dan
memilih pasangan hidup.
6. Bagaimana Bila Ta’aruf Gagal?
Karena ta’aruf adalah sarana pertama menuju
pernikahan, maka adakalanya ia berhasil lalu berlanjut ke
khitbah dan akad nikah, ada kalanya pula ia tidak
berlanjut ke pernikahan. Bagaimana bila ta’aruf gagal?
Ada empat tips dalam buku Tak Kenal Maka Ta’aruf yaitu :
Pertama, Yakinilah bahwa ini yang terbaik dari Allah.
Bukankah lebih baik ta’aruf tidak dilanjutkan daripada
menikah tetapi tidak ada kecocokan lalu timbul
perselisihan dan banyak permasalahan?
Kedua, tetaplah memperbaiki diri. Kembali kepada QS. An-
Nur : 26 :
bahwa perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik,
demikian sebaliknya.
Ketiga, tak perlu malu dan trauma. Jangan takut untuk
melakukan ta’aruf lagi.
Keempat, lakukan muhasabah dan evaluasi diri. Bisa jadi
ta’aruf yang gagal membuat kita tersadar ada kelemahan
yang harus diperbaiki. Dengan demikian kita menjadi lebih
baik dan sempurna.
C. Mandharat Pacaran Menyimpang
Pacaran yang menyimpang dapat mengakibatkan hal-hal buruk
seperti berikut ini :
1. Hamil di luar nikah di usia muda
Seks kebanyakan dijadikan bahan uji coba oleh remaja
dan salah satu hasilnya adalah hamil di luar nikah
ketika usia muda. Dan jika hal ini sudah terlanjur
terjadi maka bisa berakibat : Ayah, ibu dan keluarga
besarmu akan merasa malu karena tidak berhasil mendidik
anak. Remaja putri akan menanggung resiko yang mengancam
jiwanya. Kemungkinan melahirkan bayi prenatur ( berat
badan dibawah 2,5 kg) atau keguguran.
Proses kelahiran yang sulit Gangguan kejiwaan karena
belum siap menerima kehamilan yang tidak direncanakan (
malu, takut, cemas, dan tertekan karena omongan orang
lain ). Kesempatan sempit untuk memperoleh pendidikan
dan ketrampilan yang diperlukan untuk masa dewasa
( ijasah untuk mencari pekerjaan ) atau persiapan untuk
menjadi ayah atau ibu.
2. Pernikahan Dini
Jika sudah terlanjur hamil bagaimanapun juga harus
menikah,supaya bayi yang ada dalam kandungan lahir
berayah,tetapi apakah menikah berarti menyelesaikan
masalah ? Remaja yang emosinya masih labil ,sebetulnya
belum siap secara psikologis untuk menjadi orang tua.
Dan ini bisa mengarahkan ke perceraian.
3. Aborsi
Jika masih ingin melanjutkan sekolah, menjaga harga
diri atau menjaga imej, sudah pasti pinginkan jalan
pintas yaitu aborsi biar tidak malu-maluin keluarga dan
harga diri. Tetapi apa benar aborsi jalan yang terbaik ?
Remaja putri tidak memikirkan kalau aborsi itu bisa
menyebabkan infeksi kalau peralatannya tidak
steril,menyebabkan kangker rahim, juga kemandulan bisa
terjadi karena aborsi dan yang paling parah bisa
menyebabkan kematian kalau tidak dilakukan secara benar.
Secara kejiwaan aborsi bisa menimbulkan depresi berat
dan rasa bersalah / berdosa yang menjadi beban seumur
hidupnya.
4. Resiko Tertular PMS
PMS singkatan dari penyakit menular seksual ,seperti
kencing nanah (GO), sipillis, kutil
kelamin,hepatitis,bahkan HIV/AIDS. PMS ini mungkin
terjadi kalau ternyata pacar anda suka gonta ganti
pasangan, terutama sering melakukan hubugan seksual
dengan orang yang beresiko tinggi (PSK, pengguna narkoba
dengan jarum suntik) tanpa menggunakan pengaman
(kondom). Buat yang cowok ,PMS ini mudah diketahui
karena alat kelaminnya di luar sehingga langsung dapat
diobati. Sedangkan buat yang anak putri ,PMS baru
ketahuan kalau sudah parah karena organ produksinya
berada di dalam , jadi sering kali terlambat untuk
diobati. Resiko PMS ini salah satunya adalah menyebabkan
kemandulan.
PERNIKAHAN
Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan Bahkan kalau pun
pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan
penjajakan, atau perkenalan atau mencari titik temu antara
kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab
penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran
sesungguhnya atas data yang diperlukan dalam sebuah persiapan
pernikahan. Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah
memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu
diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4
kriteria yang terkenal itu.
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda :
“Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2]
keturunannya, [3] kecantikannya dan [4]
agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat. (HR.
Bukhari).
Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila
ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal
yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh
yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua
atau pihak keluarga menjadi sangat penting. Inilah proses yang
dikenal dalam Islam sebagai ta`aruf. Jauh lebih bermanfaat dan
objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan
pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan sisi-sisi
terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian
yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat
yang indah dalam kencan.
Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian
kondisinya. Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak
setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering bertemu
dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum dan acak-acakan.
Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat
indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah mereka
akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari
suasana romantis saat pacaran. Maka kesan indah saat pacaran
itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-
hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah
penjajakan yang jujur, sebaliknya bisa dikatakan sebuah
penyesatan dan pengelabuhan. Dan tidak heran bila kita dapati
pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus
perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal
mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam
hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan ajang
kencan saja.
Pernikahan dalam hukum islam dalam masalah perkawinan,
Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari
kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana
memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam
menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana
mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap
mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah
Rasulullah SAW begitu pula dengan pernikahan yang sederhana
namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.
Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa’at dan paling
afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan,
karena dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari
apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat
nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-
kendalanya. Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan
gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita
luhur yang kemudian dari persilangan syar’itersebut sepasang
suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan
perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual
dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini
bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang
asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan
sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini
merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-
nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Karena lembaga itu memang
merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak
mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan
kemakmuran di bumi ini.
Menurut Islam Bani Adam lah yang memperoleh kehormatan
untuk memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi,
sebagaimana firman Allah Ta’ala.:
Artinya :
“Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat :
“Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka
berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman :
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
(Al-Baqarah : 30).
Pernikahan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi
merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah
(perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan
suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaimana firman Allah Ta’ala :
Artinya :
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah
bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan
mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian
yang kuat”. (An-Nisaa’ : 21).
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di
dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya
secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Agama Islam
telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap
persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih
pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana
mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi
kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan
harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail.
Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam
menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah
insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak
dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan
mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah
hitam. Firman Allah Ta’ala:
Artinya :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”. (ArRuum : 30).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah
berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah sebagai satu-satunya
sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat
asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami.
Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar
sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding
dengan separuh agama.
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah
bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi
separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada
Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (HR.
Thabrani dan Hakim).
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan untuk menikah dan melarangkeras kepada
orang yang tidak mau menikah.
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami
membujang dengan larangan yang keras”.
Dan beliau bersabda :
“Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang.
Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku
dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat”. (Hadits
Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang
bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah
diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan
mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa
sepanjang masa tanpa putus.
Dan yang lain berkata:
“Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin
selamanya”.
Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
“Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh
demi Allah, sesungguhnya
akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan
tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku
juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka
barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak
termasuk golonganku”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan
mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup
membujang.
Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf :
“Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan
gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan.
Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani
yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan
mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua
tanggung jawab”.
Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk
dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang
selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya
menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan
fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan,
namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama
kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta
mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah
kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki
atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong
orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu
adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan
hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual.
Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia
Allah. Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem
tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan
bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah
Ta’ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap
enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah
sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah
diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan
manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan
Allah. Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena
bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah
memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir
pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki
kepadanya.
Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang
nikah, dalam firman-Nya:
Artinya :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu
dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki
dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui”.(An-Nur : 32).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguatkan
janji Allah itu dengan sabdanya :
“Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong
mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba
yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang
menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (HR Ahmad
Nasa’i, Tirmidzi).
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah
dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama
hidup sendiri. Ibnu Mas’ud radliyallahu‘anhu pernah
berkata :
“Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih
suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai
seorang bujangan”. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul ‘Arus).
TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Khitbah(Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah
hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena
dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam
hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita
yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan
dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang
harus dipenuhi :
A. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
B. Adanya Ijab Qabul.
C. Adanya Mahar.d. AdanyaWali
D. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah
terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau
Khutbatul Hajat.
3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan
sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang
orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja
berarti makanan itu sejelekjelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang
hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan,
sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa
yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka
kepada Allah dan Rasul-Nya”. (HR. Muslim dan Baihaqi dari
Abu Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu
orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang
mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang
yang taqwa”. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad
dari Abu Sa’id Al-Khudri).