+ All Categories
Home > Documents > ULUMUL HADIS Tentang SEJARAH PEMBUKUAN HADIS

ULUMUL HADIS Tentang SEJARAH PEMBUKUAN HADIS

Date post: 21-Feb-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
22
ULUMUL HADIS Tentang SEJARAH PEMBUKUAN HADIS Dosen Pengampu HJ. Rustini N. M. Ag Oleh : surida Nim : 0130401120 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) AMBON FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TAHUN 2014
Transcript

ULUMUL HADISTentang

SEJARAH PEMBUKUAN HADISDosen Pengampu

HJ. Rustini N. M. Ag

Oleh : surida

Nim : 0130401120

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) AMBONFAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMTAHUN 2014

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan.

Pertama, Al-Qur’an dan kedua al-Hadits. Terdapat perbedaan yang

signifikan pada sistem inventarisasi sumber tersebut. Al-Qur’an

sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara

resmi, sehingga terpelihara dari kemungkinan pemalsuan. Berbeda

dengan hadits, tak ada perlakuan khusus yang baku padanya,

sehingga pemeliharaannya lebih merupakan spontanitas dan

inisiatif para sahabat.

Hadits pada awalnya hanyalah sebuah literatur yang mencakup

semua ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW.

Persetujuan Nabi yang tidak diucapkan terhadap orang-orang pada

zamannya, dan gambaran-gambaran tentang pribadi Nabi. Mula-mula

hadits dihafalkan dan secara lisan disampaikan secara

berkesinambungan dari generasi ke generasi.

Setelah Nabi wafat pada tahun 10 H., islam merasakan

kehilangan yang sangat besar. Nabi Muhammad SAW. Yang dianggap

sebagai yang memiliki otaritas ajaran islam, dengan kematiannya

umat merasakan otoritas. Hanya Al-Qur’an satu-satunya sumber

informasi yang tersedia untuk memecahkan berbagai persoalan yang

muncul di tengah-tengah umat islam yang masih muda itu, wahyu-

wahyu ilahi, meskipun sudah dicatat, belum disusun dengan baik,

dan belum dapat diperoleh atau tersedia secara materil ketika

Nabi Muahammad SAW. wafat. Wahyu-wahyu dalam Al-Qur’an yang

sangat sedikit sekali mengandung petunjuk yang praktis untuk

dijadikan prinsip pembimbing yang umum dalam berbagai aktivitas.

Khalifah-khalifah awal membimbing kaum muslim dengan semangat

Nabi, meskipun terkadang bersandar pada penilaian pribadi mereka.

Namun, setelah beberapa lama, ketika muncul kesulitan-kesulitan

yang tidak dapat lagi mereka pecahkan sendiri, mereka mulai

menjadikan sunnah, seperti yang merupakan kebiasaan perilaku Nabi

sebagai acuan dan contoh dalam memutuskan suatu masalah. Sunnah

yang hanya terdapat dalam hafalan-hafalan sahabat tersebut

dijadikan sebagai bagian dari referensi penting setelah Al-

Qur’an. Bentuk-bentuk kumpulan hafalan inilah yang kemudian

disebut dengan hadits.

   

B. Rumusan Masalah

1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Sejarah Perkembangan Hadits ?

2.      Bagaimana Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits ?

3.      Bagaimana Perkembangan Hadist Pra-Kodifikasi Pada Masa

Rosulullah SAW ?

4.      Bagaimana Perkembangan Hadits Masa Khulafa al-Rasyidin ?

5.      Bagaimana Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan

Tabi’in Besar ?

6.      Bagaimana Perkembangan Hadits Pasca Kodifikasi Pada Masa

Abad II dan III ?

7.      Bagaimana Perkembangan Hadits Pada Masa Mutaakhir ?

C.     Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalaha sebagai berikut :

1.      Untuk Mengetahui Pengertian Sejarah Perkembangan Hadits.

2.      Untuk Mengetahui Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits.

3.      Untuk Mengetahui Perkembangan Hadist Pra-Kodifikasi Pada

Masa Rosulullah SAW.

4.      Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Masa Khulafa al-

Rasyidin.

5.      Untuk Mengetahui Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan

Tabi’in Besar.

6.      Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Pasca Kodifikasi Pada

Masa Abad II dan III.a

7.      Untuk Mengetahui Perkembangan Hadits Pada Masa Mutaakhir.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Sejarah Perkembangan hadist

Sejarah perkembang hadits merupakan masa atau periode yang

telah dilalui dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengetahuan,

penghayatan, dan pengalaman umat darigenerasi ke generasi).

Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadits sejak masa

timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW.meneliti dan membina hadits.

B.     Kodifikasi Sejarah Perkembangan Hadits

Berdasarkan referenesi yang kami dapat dalam buku dan

internet yaitu para ulama dalam upaya berusaha untuk

mengembangkan hadits dan membinanya serta segala hal yang

mempengaruhi hadits tersebut sehingga para Ulama Muhaddisin

membagi sejarah hadits dalam beberapa bagian, yaitu sejarah

perkembangan hadist pra dan pasca kodifikasi. Kemudian dibagi

lagi dalam tujuh periode.

Berikut periodisasi sejarah hadits yang membaginya pada lima

periode :

1.      Periode pertama : masa Rasullulah semenjak Rasullulah

diangkat jadi Rasul sampai wafatnya “Masa turun wahyu dan

pembentukan masyarakat Islam”

2.      Periode kedua : masa Khulafa’Ar-Rasyidin (11 H - 40 H)“Masa

membatasi dan penyedikitan periwayatan”

3.      Periode ketiga : Masa Sahabat kecil dan Tabiin “Masa

perkembangan dan penyebarluasan periwayatan hadits”.

4.      Periode keempat : Masa abad II dan III Hijriyah “Masa

pembukuan dan penulisan”.

5.      Periode kelima : Masa Mutaakhir “Masa Penyempurnaan

penyususnan hadits”

C.     Perkembangan Hadist Pra-Kodifikasi Pada Masa Rosulullah SAW

Pada periode ini sejarah hadist disebut “ Ashr al – Wahyiwa al –

Takwin” ( masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam ).

Pada saat inilah Hadist lahir berupa sabda (aqwal), af’al da

taqrir. Nabi yang berfungsi menerangkan al-qur’an dalam rangka

menegakkan syari’at islam dan membentuk masyarakat Islam.

Para sahabat menerima hadits secara langsung dan tidak

langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi

SAW.memberikan ceramah, pengajian,khotbah, atau penjelasan

terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak

lansung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-

utusan daerah yang datang kepada Nabi SAW.

Pada masa Nabi SAW.kepandaian baca tulis dikalangan para

sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena

kecakapan baca tulsi dikalangan sahabat masih kuran, Nabi

menekankan untuk menhafal, memahami, memelihara, mematrekan, dan

memantapkan hadits dalam amalan seharisehari, serta

mentabligkannya kepada oranglain.

Tidak dituliskannya hadits secara resmi pada masa nabi, buakn

berarti tidak ada sahabat yang menulis hadits. Dalam sejarah

penulisan hadits terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadits,

diantaranya ;

1.      ‘Abdullah Ibn Amr Ibn ‘Ash

2.      Ali Ibn Abi Thalib

3.      Anas Ibn Malik

Disamping itu, ketika Nabi SAW.menyelenggarakan dakwah dan

pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat

seruanpemberitahuan , antara lain kepada pejabat didaerah dan

tentang seruan dakwah islamiyah kepada para raja dan kabilah,

baik ditimur, utara, dan barat. Surat-surat terserbut merupakan

koleksi hadits juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada

masa Nabi SAW.telah dilakukan penulisan hadits di kalanagn

sahabat.

D.    Perkembangan Hadits Masa Khulafa al-Rasyidin

Perkembangan hadits pada masa khulafa’al-Rasyidin ini disebut

juga sebagai ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah’. Yaitu masa

pembatasan dan penyedikitan periwayat.(Agus Solahudin.2011. hal

34)

Pada masa menjelang akhir kerasulannya, Rasulullah SAW.

Berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh kepada Al-

Qur’an dan Hadits serta mengajarkan kepada orang lain,

sebagaimana sabdanya, Yang ArtiNya:

“telah aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka. Jika kalian berpegang teguh kepada

keduanya niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunah Rasul-

Nya. ”(Mudasir.1999.hal 95)

Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits

tersebar secara terbatas. Penulisan hadits pun masih terbatas dan

belum dilakukan secara resmi. Bahkan pada masa itu, Umar melarang

para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadits dan

sebaliknya Umar menekankan agar para sahabat mengerahankan

perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Qur’an*. Pembatasan

tersebut dimaksud agar tidak banyak dari sahabat yang mempermudah

penggunaan nama Rosulullah SAW.dalam berbagai urusan. Segala

periwayatan yang mengatasnamakan Rosulullah SAW harus dengan

mendatangkan saksi.*

Pada masa itu, khalifah Umar memiliki gagasan untuk

membukukan hadits, namun maksdu tersebut diurungkan setelah

beliau melakukan istikharah.

Pada masa pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi

Thalib tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang telah

ditempuh oleh kedua khalifah sebelumnya. Namun, langkah yang

diterapkan tidaklah setegas Khalifah Umar Ibn al-Khattab. Dalam

sebuah kesempatan, Utsman meminta para sahabat agar tidak

meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada zaman Abu Bakar

dan Umar. Namun pada dasarnya periwayatan hadits pada masa

pemerintahan ini lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya.

Sehingga masa ini disebut dengan masa penyebaran sebuah hadits.

Hal ini disebabkan oleh karakteristik pribadi Utsman yang lebih

lunak jika dibandingkan dengan Umar. Selain itu, wilayah

kekuasaan Islam yang semakin luas juga menyulitkan pemerintah

untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.

Sementara pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasinya

pemerintahan Islam telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya.

Masa itu merupakan masa krisis dan fitnah dalam masyarakat.

Terjadinya peperangan antara beberapa kelompok kepentingan

politik juga mewarnai pemerintahan Ali. Secara tidak langsung,

hal itu membawa dampak negative dalam periwayatan hadits.

Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu

melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian, tidak seluruh

periwayatan hadits dapat dipercaya periwayatannya.

Dalam prakteknya, ada dua tipologi cirri-ciri periwayatan hadits

dalam perkembangannya yang dilakukan para sahabat, yakni :

1.      Dengan lafadz asli, lafazh yang mereka terima dari Nabi

SAW.yang mereka hafal benar lafazh dari Nabi.

2.      Dengan maknanya saja, mereka meriwayatkan maknanya karena

tidak hafal lafazh asli dari Nabi SAW.(Maslani.2009.hal )

E.     Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar

Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar in

disebut juga ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila A-Amshr’. Yaitu masa berkembang

dan meluasnya periwayatan hadits. Pada masa ini, daerah islam

sudah meluas, yakni ke Negara Syam, Irak, Mesir, Samarkand,

bahkan pada tahun 93 H meluas sampai ke Spanyol.hal ini besamaan

dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut,

terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan

penyebaran ilmu hadits.

Para sahabat kecil dan tabi’in yang ingin mengetahui hadits-

hadits Nabi SAW.diharuskan berangkat keseluruh pelosok daerah

daulah Islamiyah untuk menanyakan hadist kepada sahabat-sahabat

besar yang sudah tersebar diwiayah tersebut. Dengan demikian,

pada masa ini, disamping tersebarnya periwayatan untuk mencari

haditspun menjadi ramai. Karena meningkatnya periwayatan hadits,

muncullah bendaharawan dan lembaga hadits diberbagai daerah

diseluruh negeri. Diantara bendarawan hadits yan banyak menerima,

menghafal, dan mengembanhkan atau meriwayatkan hadits adalah :

1.      Abu Hurairah

2.      ‘Abdullah Ibn Umar

3.      ‘Aisyah

4.      ‘Abdullah Ibn ‘Abbas

5.      Jabir Ibn ‘Abdullah

6.      Abu Sa’id Al-Khudri

Adapun lembaga-lembaga hadits yang menjadi pusat bagi usaha

penggalian, pedidikan, dan pengembangan hadits diantaranya

terdapat di Madinah, Mekkah, Bashrah, Syam, dan Mesir.

Pada periode ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang

yang tidak beranggung. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali. r.a.

Pada masa ini, umat islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa

golongan. Yakni, : ‘Ali Ibn Abi Thalib, Khawarij, dan Jumruh.

Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak

bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-yang berasal dari

Rasulullah SAW.untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab

itulah, mereka membuat hadits palsu dan menyebarkannya kepada

masyarakat.(Agus Solehudin.2011.hal 38)

F.      Perkembangan Hadits Pasca Kodifikasi Pada Masa Abad II dan

III

Periode ini disebut “ASAHR AL-Kitabah Al-Tadwin”, yakni masa

penulisan dan pembukuan. Maksudnya penulisan dan pembukuan secara

resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif

pemerintah secara umum. Sebab kalau secara peroranga sebelum abad

II H. hadist sudah banyak ditulis baik pada masa tabi’in sahabt

kecil, sahabat besar dan bahkan sejak masa nabi SAW

Para penulis hadist yang menonjol sebelum abad II H. dari

kalangan tabi’in adalah; Aban ibn ‘Usman (100H), ‘Abdullah ibn

Hurmus (100H), ‘Abdullah ibn Muhammad ibn ‘Ali (99H), ‘Abdullah

ibn Rabbah (90H), ‘Abdullah ibn Mas’ud (79H), ‘Abd al-Rahman ibn

Aidh (80H) dan lain-lainnya, yang menurut M.M. Azmi, penulis

sebelum abad II H. meliputi 86 orang tabi’in diakhir abad ke-I H,

48 orang tabi’in pada masa sebelum akhir masa tabi’in, 50 orang

dari kalangan sahabat.

Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H,

yakni pada masa pemerintahan khalifah ‘Umar ibn Abd al-‘Aziz

tahun 101 H.

.

1.      Dorongan bagi Usaha Pentadwinan Hadist

a.       Pada akhir abad I H. para penghafal hadist semakin

berkurang karena sudah banyak yang meninggal dunia.

b.      Periwayatan secara lisan dengan berperang dan ingatan dalam

keseragaman lafazh dan makna tidak bisa berlangsung sangat lama,

sebabnya ialah:

1)      Factor intern: kondis kaum muslimin sendiri dalam menghafal

riwayat dan memelihara hafalan tersebut makin lama berkurang,

dikarenakan antara lain:

a)      Semangat penghafal berkurang karena pengaruh kadar iman

yang berada pada dada kaum muslimin melemah.

b)      Perubahan watak, pengaruh, pengaruh campuran ras dan

berubahnya keadaan masyarakat dan kehidupan.

2)      Factor ekstern: pengaruh yang dating dari luar, antara

lain:

a)      Makin banyaknya problema hidup dari masa ke masa dalam

berbagai sector kehidupan sosail, ekonomi, dan politik.

b)      Tidak henti- hentinya terdapat serangan dari kaum yang

sengaja merusak Hadist dengan jalan mengaburkan Hadist – hadist

yang sebenarnya.

Oleh karena itu terasa perlunya diselenggarakan pencatatan hadist

dengan tidak mengabaikan hafalan dan ingatan.

c.       Mulai tahun 40H, periwayatan hadist dikaburkan oleh

timbulnya pemalsuan hadist yang dilakukan oleh orang – orang

kafir, munafik dan zindiq, didorong oleh peristiwa yang terjadi

dikalangan umat islam.

d.      Pada masa tabi’in tidak dikhawatirkan lagi tercampurnya

antara al-quran dan hadist, sehingga tidak menimbulkan kesamaran

tentang al-quran sebagai dasar tasyri’ yang pertama yang telah

dibukukan, maka hadist oun yang berfungsi sebagai interpretasi

al-quran, secara otomatis harus dibukukan pula.

e.       Perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju karena semakin

luasnya scope pengenalan umat dan pertemuan peradaban antara

orang islam dengan anak-anak negeri yang kemudian menjadi wilayah

islam.

f.       Pada umat islam sudah tersedia potensi atau sarana untuk

keperluan penulisan, pengumpulan dan pembukuan hadist.

2.      Tujuan dan Faedah Pentadwinan Hadits

a.       Segi kepentingan agama

1)     Tujuan tadwin hadist ditinjau dari kepentingan agama

berpangkal pada masalah pemeliharaan syari’at.

b.      Dari segi kebutuhan umat:

1). Untuk pelaksanaan agama, maka umat islam memerlukan sekali

pedoman praktis yang secara mudah dan efisien.

2). Untuk istinbath bagi persoalan-persoalan kehidupan.

3). Untuk menghindari kekaburan umat islam tentang hadist.

Aktifitas tadwin hadist secara resmi dimulai pada masa

khalifah ‘Umar ibn Abd al-‘Aziz (khalifah ke-8 dari daulah

ummayah) yang terkenal adil dan wara serta ahli dalam berbagai

ilmu.

Untuk merealisasikan niatnya itu, pertama – tama beliau

meminta kepada gubernur madinah, Abu Bakar ibn Muhammad ibn

‘Amr ibn Hazm, supaya membukukan hadist Nabi SAW yang terdapat

pada ‘Amarah binti ‘Abd al- Rahman ibn sa’ad ibn Zurarah ibn ‘

Ades.

Surat Umar ibn Abd al- ‘Azis yang ditujukan kepada gubernur

dapat disimpulkan sebagai berikut:

a)      Perintah meneliti dan membukukan hadist Rasul SAW dengan

ketentuan jangan diterima selain hadist rasul.

b)     Perintah untuk menyebar luaskan hadist – hadist tersebut

dengan jalan mengadakan majlis – majlis ilmu, supaya hadist tidak

lenyap karna menjadi rahasia.

Aktifitas pentadwinan hadist secara resmi dan intensif

berlangsung selama abad ke II dan III H, yakni aktifitas sampai

terkumpulnya seluruh hadis dalam diwan-diwan hadist. Pelopor

mudawid adalah Abu Bakar ibn Muhammad ibn Muslim ibn ‘ Ubaidillah

ibn Syihab al – Zuhri, seorang tabi’I yang ahli dalam bidnang

fiqih dan hadist. Dan Pelopor tadwin dengan seleksi adalah Ishaq

ibn Rawaih yang diikuti dan disempurnakan oleh al- Bukhari dan

Muslim.

Fase-fase Pentadwinan :

a)      Fase Tadwin masa pertama

Pada fase ini para Mudawwin mengadakan tadwin dengan memasukkan

ke dalam diwannya semua hadist, baik sabda Nabi SAW maupun fatwa

sahabt dan tabi’in.

Jadi meliputi hadist marfu’, ‘ mauquf dan Maqthu. Corak tadwin

ini berlangsung selama abad II H. Kitab – kitab yang disusun pada

masa ini tidak sampai pada masa kita sekarang kecuali kitab al-

Muwatha’ susunan Malik ibn Anas.

b)     Fase Tadwin dengan Kualifikasi

Pada awal abad III H. para ulama melaksankan tadwin hadis dengan

memisahkan antara sabda Nabi SAW dengan fatwa sahabat dan tabi’in

(kualifikasi).

System penyusunan yang dipakai adalah tasnid, yakni menyusun

Hadist dalam kitab-kitab berdasarkan nama sahabat perawi.

Sedangkan di dalam menerbitkan nma sahabat ada yang menerbitkan

menurut tertib kabilah, ada yang menurut masa memeluk agama islam

dan ada pula yang tidak memperhatikan tertiban ini.

c)      Fase Tadwin dengan seleksi

Hal yang mendorong usaha tadwin dengan seleksi ini dalah karena

meluasnya pemalsuan hadist di akhir abad II H, dan awal abad III

H. Untuk menanggulangi hal itu bangkitlah para ulama untuk lebih

mengintensifikasikan dalam hal-hal:

§  Penelitian dan pembahasan tentang perawi hadist dari berbagai

segi: keadilan, ke dhabitan, yang hal ini diambil dari biografi

para perawi.

§  Penyahihan hadist atas kaidah-kaidah ilmu hadist yang membedakan

anatara hadist-hadist yang shahih dan yang dha’if.

Corak tadwin dengan seleksi menghasilakan dua jenis diwan hadist.

a)      Kitab Shahih, yakni kitab-kitab yang penyusunnya tidak

memasukkan ke dalamnya selain dari hadist shahih saja. Kitab

shahih antara lain: (1) shahih Bukhari, (2) shahih Muslim, (3)

shahih al- Mustadrak Hakim, (4) shahih Ibn Hibban, (5) shahih Ibn

Khuzaimah, (6) shahih Abu ‘Awanah, dan (7) shahih Ibn Jarud.

b)     Kitab sunan,yakni kitab yang oleh penyusunannya tidak

dimasukkan kedalamnya hadist-hadist munkar dan yang sderajatnya.

Kitab sunan antara lain: (1) sunan Abu Dawud, (2) sunan Turmudzu,

(3) sunan al-Nas’I, (4) sunan Ibn Majah, (5) sunan al-Damiri, (6)

sunan al-Dailami, (7) sunan Baihaqi, dan (8) sunan al-Daruqhuthi.

Diantara kitab-kitab yang terkenal adalah: (1) Al-jami’ al-

sahih al- Bukhari, (2) Al-jami’ al-shahih Muslim, (3) sunan al-

Nasa’I, (4) sunan Abu Dawud, (5) sunan al-turmudzu,dan (9) sunan

Ibn Majah. Keenam kitab inilah yang terkenal dengan sebutan: al-

kutub al-sittah,yakni kitab-kitab pokok yang enam.

Berikut ini akan diuraikan sekedarnya mengenai kitab-kitab

shahih dan sunan yang enam (al-kutub al-sittah):

1)      Shahih Bukhari

Dengan syarat dan proses keshahihan (tasbih) yang tinggi

seperti tersebut di atas ditambah dengan keistimewaan yang

menonjol dalam bidang hafalan dan keahliannya dalam meniliti

perawi, maka al-Bukhari telah membawa al’jami al-shahih-nya ke

tempat yang tertinggi diantara kitab-kitab hadist. “ Dialah kitab

hadist yang paling shahih sesudah al-qur’an”. Demikian para ulama

ahli hadist bersepakat dalam menilai kitab hadist ini.

Penyusunan kitab-kitab pembantu

Disamping telah melaksanakan penyusunan kitab-kitab hadist

(kitab materi), para ulama Muhaditsin telah berhasil pula

menyusun kitab pembantu, yang dalam hal ini terdiri dari: (1)

Kitab ‘Ulumul Hadist, (2) Kitab Penunjuk,dan (3) Kitab Problema.

Kitab ‘Ulumul Hadist adalah kitab-kitab yang berisi tentang ilmu

Hadist (Fiqh al-Hadist). Kitab Problema adalah kitab yang berisi

uraian yang bermaksud menghilangkan problematika yang timbul dari

masa ke masa yang memberi pengaruh negative pada Hadist, berupa

kitab-kitab sanggahan, analis dan tangkisan.

G.    Perkembangan Hadits Pada Masa Mutaakhir.

Periode ini disebut ‘Ashr al-Tahzhib wa al-Tartib wa al-Istidrak wa al-Jami’I

wa al-Syarh wa al-Takhrij wa al-Bahts,’yaitu masa pembersihan, penyusunan,

penambahan, pengumpulan, penyerahan, pentakhrijan dan pembahasan

yang berlangsung sejak abad IV sampai 656 H.

Ulama yang hidup pada mulai abad IV disebut ulama Mutaakhir,

sedangkan ulama yang hidup sebelumnya disebut ulama Mutaqaddimin.

Corak periwayatan Hadits pada masa mutaqaddimin dengan

penukilan langsung dari para penghafal, sedangkan pada masa

Mutaakhir para ulama mencukupkan periwayatan dengan menukil dan

mengutip dari kita-kitab Hadits yang ditadwin oleh para ulama-

ulama abad II dan III H.

Bertolak dari hasil tadwin itulah maka ulama-ulama di abad

IV H memperluas system dan corak tadwin, menerbitkan penyusunan,

penyusun spesialisasi dan kitab-kitab komentar serta kita-kitab

gabungan dan lain-lainnya.

Aktivitas tadwin Hadits abad IV disebut aktivita tadwin ba’da

tadwin. Dari keseluruhan aktivitas tersebut dapat dapat

diklasifikasikan dan disimpulkan sebagai berikut :

1.      Tadwin Hadits dengan perluasan dan penyempurnaan system dan

corak :

a.       Tadwin Hadits dengan mengumpulkan Hadits-hadits shahih

yang tidak terdapat dalam kita-kitab shahih.

b.      Tadwin Hadits dengan mengumpulkan hadits-hadits yang

memiliki syarat-syarat salah satunya yang kebetulan tidak

dishahihkan ileh beliau, kitabnya disebut Mustadrak

c.       Tadwin istikhraj, yaitu dengan mengumpulkan hadits-hadits

yang dimbilkan dari sesuatu kitab,misalnya dari al-jami’ al-

shahih al-Bukhari, lalu meriwayatkan dengan sanad sendiri yang

lain dari sanad yang terdapat pada kitab yang disebut Mutakhraj.

d.      Tadwin Athraf

e.       Tadwin dengan usaha mengumpulkan Hadits yang didapat dari

suatu kitab, kemudian dikumpulkan dari suatu kitab lain dengan

diterangkan siapa perawinya dan bagaimana nilainya. Kitab dengan

tadwin cara ini disebut Kitab takhrij.

f.       Tadwin dengan menambah Hadits yang terdapat dalam kitab

sebelumnya menjadi sebuah kitab tertentu yang disebut Kitab Zawaid

g.      Tadwin Hadits dengan menggabungkan Hadits yang terhimpun

pada kitab lainnya. Misalnya isi kitab-kitab shahih,kitab hasil

tadwin dengan cara penggabungan ini disebut kitab Jami’ dan kalau

lebih luas lagi disebut Jawami.

h.      Tadwin dengan komentar, penafsiran dan pembahasan secara

luas dan mendalam dari isi kitab Hadits tertentu yang disebut

Kitab Syarah.

i.        Tadwin dengan meringkas isi dari kitab Hadits tertentu

yang disebut Kitab Mukhatashar.

2.      Penyusunan kitab Hadits secara spesialisasi, maksdunya

tadwin dengan mengkhususkan ke dalam diwan-diwan tersebut.

Materi-materi Hadits dalam bidang-bidang tertentu :

a.       Tadwin Hadits Hukuk, yaitu khusus membukukan Hadits

mengenai Hukum.

b.      Tadwin Hadits Targhib, yaitu mengumpulkan hadits mengenai

keutamaan amal, menggemarkan perbuatan baik dan menjauhkan

perbuatan terlarang.

c.       Tadwin Hadits Qudsi, yaitu menghimpun hadits Qudsi yang

disabdakan oleh Nabi SAW.dengan menisbahkan perkataan itu kepada

Allah SWT.

d.      Tadwin Hadits Adzkar, yaitu menghimpun hadits adzkar.

BAB III

PENUTUP

A.    Simpulan

Sejarah perkembang hadits merupakan masa atau periode yang

telah dilalui dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengetahuan,

penghayatan, dan pengalaman umat darigenerasi ke generasi.

periodisasi sejarah hadits yang membaginya pada lima periode :

1.      Periode pertama : masa Rasullulah semenjak Rasullulah

diangkat jadi Rasul sampai wafatnya “Masa turun wahyu dan

pembentukan masyarakat Islam”

2.      Periode kedua : masa Khulafa’Ar-Rasyidin (11 H - 40 H)“Masa

membatasi dan penyedikitan periwayatan”

3.      Periode ketiga : Masa Sahabat kecil dan Tabiin “Masa

perkembangan dan penyebarluasan periwayatan hadits”.

4.      Periode keempat : Masa abad II dan III Hijriyah “Masa

pembukuan dan penulisan”.

5.      Periode kelima : Masa Mutaakhir “Masa Penyempurnaan

penyususnan hadits”

Pada periode ini sejarah hadist disebut “ Ashr al – Wahyiwa al –

Takwin” ( masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam ).

Pada saat inilah Hadist lahir berupa sabda (aqwal), af’al da

taqrir. Nabi yang berfungsi menerangkan al-qur’an dalam rangka

menegakkan syari’at islam dan membentuk masyarakat Islam

Perkembangan hadits pada masa khulafa’al-Rasyidin ini disebut

juga sebagai ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah’. Yaitu masa

pembatasan dan penyedikitan periwayat

Perkembangan Hadist Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in Besar in

disebut juga ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila A-Amshr’. Yaitu masa berkembang

dan meluasnya periwayatan hadits

Perkembangan Hadist pada masa abad II dan III H Periode ini

disebut “ASAHR AL-Kitabah Al-Tadwin”, yakni masa penulisan dan

pembukuan. Maksudnya penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni

yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah secara

umum. Sebab kalau secara peroranga sebelum abad II H. hadist

sudah banyak ditulis baik pada masa tabi’in sahabt kecil, sahabat

besar dan bahkan sejak masa nabi SAW

Perkembangan Hadist Masa Mutaakhir ini Periode ini disebut

‘Ashr al-Tahzhib wa al-Tartib wa al-Istidrak wa al-Jami’I wa al-Syarh wa al-Takhrij wa

al-Bahts,’yaitu masa pembersihan, penyusunan, penambahan,

pengumpulan, penyerahan, pentakhrijan dan pembahasan yang

berlangsung sejak abad IV sampai 656 H. Ulama yang hidup pada

mulai abad IV disebut ulama Mutaakhir, sedangkan ulama yang hidup

sebelumnya disebut ulama Mutaqaddimin.

B.     Saran

Dengan adaNya makalah ini saya berharap dengan mengetahui

sejarah perkembangan hadits agar umat Islam lebih bersifat

inskusif terhadap beberapa hasanan pemikiran tentang segala hal.

Sehingga ajaran Islam dapat menjadi dinamis dan dapat menjawab

berbagai tuntunan perubahan zaman.


Recommended