PENGARUH PLASTICIZER GLISEROL TERHADAP KARAKTERISTIK EDIBLE FILM CAMPURAN
WHEY DAN AGAR
SKRIPSI
Oleh
SRI HASTUTI NINGSIHI 111 11 002
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2015
i
PENGARUH PLASTICIZER GLISEROL TERHADAP KARAKTERISTIK EDIBLE FILM CAMPURAN
WHEY DAN AGAR
Oleh
SRI HASTUTI NINGSIHI 111 11 002
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2015
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Sri Hastuti Ningsih
NIM : I111 11 002
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa ;
a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab
Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan
dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyatan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Makassar, Maret 2015
SRI HASTUTI NINGSIH
iii
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji dan puja bagi Allah SWT,
sebanyak tetesan air hujan, sebanyak butiran biji – bijian, sebanyak makhluk –
Nya di langit, di bumi dan di antara keduanya. Segala puja dan puji yang banyak
dan tak berkesudahan untuk Allah SWT, meskipun puja segala pemuji selalu
kurang dari sewajarnya.
Rasa syukur yang sangat dalam penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
atas segala berkat dan pertolongan – Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dan tak lupa pula kirimkan salawat dan taslim kepada
nabi besar Muhammad SAW yang membebaskan umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang terang benderang. Makalah ini merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik
bantuan moril maupun material. Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan
dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya
dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada :
1. Orang tua dan saudara-saudaraku yang telah mengajarkan banyak hal dan
memberikan motivasi, dukungan dan materi kepada penulis terima kasih
atas do’a dan dukungannya.
2. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc. sebagai pembimbing
utama dan Ibu Dr. Fatma Maruddin, S. Pt., M.P. sebagai pembimbing
v
kedua yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan arahan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc. sebagai Dekan, Wakil Dekan I, II
dan III Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin dan seluruh staf yang
telah membantu penulis dalam proses akademik.
4. Ibu Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc. sebagai Wakil Dekan I
dan Ketua Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin.
5. Ibu Dr. Wahniyathi, S.Pt., M.Si., Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc.
dan Bapak Dr. Muhammad Irfan Said, S.Pt., M.P. sebagai pembahas
yang telah memberikan masukan dalam proses perbaikan makalah ini.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Sahari Banong, MS. selaku penasehat akademik yang
senantiasa memberikan motivasi dan nasehat yang sangat berarti bagi
penulis.
7. Bapak dan Ibu dosen yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.
8. Kawan – kawan “SOLANDEVEN 11” terima kasih telah menemani penulis
di saat suka maupun duka selama menempuh pendidikan di bangku kuliah.
9. Kepada teman-teman kelas “PROTEK 11” terima kasih atas segala
kebersamaannya yang tak pernah penulis lupakan.
10. Kepada sahabat dan teman – temanku di semua jurusan dan terkhusus
“HIMATEHATE 11” sebagai wadah himpunan yang memberi penulis
motivasi.
vi
11. Kepada teman setia penelitian “Edible Film” Kak Fahrullah, Nathalya
Edyson M. Sara dan Muh Qurnaldy Hakim.
12. Kepada kakanda Asma Bio Chemistry, Syamsuddin dan Syachroni,
Kakanda M. Rachman Hakim, Aidil Amirullah dan Ahmad Affandi yang
telah membantu dan mendukung penulis selama penelitian dan Praktek
Kerja Lapang.
13. Kepada sahabat – sahabatku Muh. Aditya Pratama, Yayuk Larasari,
Fauzi Albadila, Sulistiani Anwar dan Zulfikar Umar terima kasih telah
menemani penulis selama ber – KKN.
14. Kepada Rumput 07, Bakteri 08, Lion 10, Flock Mentality 12 dan Larva
13 dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.
Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran apabila
dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Amin.
Makassar, Maret 2015
Sri Hastuti Ningsih
vii
ABSTRAK
SRI HASTUTI NINGSIH (I111 11 002). Pengaruh Plasticizer Gliserol terhadap Karakteristik Edible film Campuran Whey dan Agar. RATMAWATI MALAKA selaku Pembimbing Utama dan FATMA MARUDDIN selaku Pembimbing Anggota.
Edible film adalah teknologi kemasan yang biodegradable dan aman dikonsumsi. Edible film campuran whey dan agar merupakan salah satu kemasan baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gliserol terhadap karakteristik edible film campuran whey dan agar serta mengetahui konsentrasi gliserol yang terbaik yang ditambahkan dalam pembuatan edible film. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Parameter yang diukur yaitu ketebalan, laju transmisi uap air, kekuatan tarik, kemuluran, dan warna. Metode yang digunakan penelitian ini adalah eksperimental di Laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi gliserol berpengaruh nyata terhadap ketebalan dan laju transmisi uap air (p < 0,05) serta berpengaruh sangat nyata terhadap kekuatan tarik dan kemuluran (p < 0,01). Peningkatan konsentrasi gliserol menyebabkan peningkatan ketebalan (0,032 – 0,034 mm), laju transmisi uap air (2,73 – 3,96%), kemuluran (33,33 – 66,33%), dan tingkat warna kemerahan (-0,431 - (-0,326)) dan tingkat warna kekuningan (3,474 – 3,625) namun menyebabkan penurunan kekuatan tarik (9,4 – 4,9 N) dan nilai kecerahan (87,894 – 87,227). Hasil penelitian ini yaitu formula dalam pembuatan edible film yang terbaik adalah konsentrasi gliserol 30% menghasilkan karakteristik yaitu ketebalan (0,032 – 0,034), laju transmisi uap air (2,78 g/m2/jam), kekuatan tarik (7,2 N) dan kemuluran (60,67%).
Kata Kunci : karakteristik, edible film, whey, gliserol, agar.
viii
ABSTRACT
SRI HASTUTI NINGSIH (I111 11 002). The Effect of plasticizer glycerol of characteristic edible film mixed whey and agar. RATMAWATI MALAKA as Main Supervisor and FATMA MARUDDIN as Co- Supervisor.
Edible film is biodegradable packaging technology and safe to eat. Edible film mixture of whey and agar is one of the new packaging. The purpose of this study was to determine the effect of glycerol concentration on the characteristics of the edible film mixture of whey and agar and to know the best concentration of glycerol were added in the manufacture of edible film. This study used a completely randomized design (CRD) with five treatments and five replications. The parameters measured are the thickness, the water vapor transmission rate, tensile strength, elongation, and color. The method used in this study is an experimental laboratory. The results showed that the concentration of glycerol significantly affect to the thickness and water vapor transmission rate (p<0,05) as well as very significant effect on tensile strength and elongation (p<0,01). Increasing concentrations of glycerol causes an increase in thickness (0,032 to 0,034 mm), water vapor transmission rate (from 2,73 to 3,96%), elongation (33,33 to 66,33%), and the degree of redness (-0,431 - (- 0,326)) and yellowish color level (3,474 to 3,625), but leads to a decrease in tensile strength (9,4 to 4,9 N) and the brightness value (87,894 to 87,227). The results of this study are formula in the manufacture of edible film is best to glycerol concentration of 30% produces the characteristic that the thickness (0,032 mm), water vapor transmission rate (2,78 g / m2 / hr), tensile strength (7,2 N) and elongation (60,67%).
Word Keys: characteristic, edible film, whey, glyserol, agar.
ix
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI....................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 4
Whey (By Product) Dangke................................................................ 4Edible film............................................................................................ 5Gliserol Sebagai Plasticizer dalam Pembuatan Edible film............... 8
MATERI DAN METODE PENELITIAN.......................................................... 11
Waktu dan Tempat Penelitian............................................................. 11Materi Penelitian................................................................................. 11Metode Penelitian............................................................................... 11Parameter yang Diukur ...................................................................... 13Analisa Data....................................................................................... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 16
A. Ketebalan Edible film ........................................................................ 16B. Laju Transmisi Uap Air / WVTR (Water Vapor Transmision
Rate).................................................................................................... 18C. Kekuatan Tarik Edible film ................................................................ 20D. Kemuluran Edible Flim ..................................................................... 22E. Warna Edible film............................................................................... 25
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 27
Kesimpulan.............................................................................................. 27Saran........................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 28
LAMPIRAN ....................................................................................................... 32
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................….. 44
x
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Struktur Molekul Gliserol.......................................................................... 9
2. Rata – rata ketebalan edible film dengan menggunakan konsentrasi gliserol yang berbeda................................................................................. 16
3. Rata – rata laju transmisi uap air dengan menggunakan konsentrasi gliserol yang berbeda................................................................................. 18
4. Rata-rata kuat tarik edible film dengan menggunakan konsentrasi gliserol yang berbeda................................................................................. 21
5. Rata – rata kemuluran edible film dengan menggunakan konsentrasi gliserol yang berbeda ................................................................................ 23
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Fraksi Protein Whey Susu Sapi............................................................. 4
2. Formulasi Bahan Pembuatan Larutan Edible Film Untuk Volume 20 ml (gr/ml)......................................................................................... 12
3. Rata-rata Warna Edible Film dengan Menggunakan Konsentrasi Gliserol yang Berbeda........................................................................... 25
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Ketebalan edible film ................................................................................ 32
2. Laju transmisi uap air (Water Vapor Transmission Rate/WVTR)............ 34
3. Kekuatan tarik (Tensile Strenght) edible film............................................ 36
4. Kemuluran (Elongation of Break) edible film .......................................... 38
5. Warna edible film ...................................................................................... 40
xiii
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi pangan yang pesat dapat menimbulkan produk
pangan yang baru. Hampir seluruh produk pangan pangan tersebut memerlukan
kemasan dalam proses penyimpanannya. Hal ini disebabkan untuk
memperpanjang umur produk pangan. Selain untuk memperpanjang umur produk,
gangguan lainnya seperti gangguan fisik, mekanis dan mikrobiologi dapat
merusak produk pangan tersebut.
Salah satu kemasan yang sering digunakan adalah plastik. Plastik memiliki
sifat barrier terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air. Namun demikian
plastik ini bersifat non biodegradable sehingga limbah dari plastik ini dapat
mencemari lingkungan dan tidak aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan suatu kemasan yang bersifat “ramah lingkungan” dan dapat
dikonsumsi. Kemasan tersebut adalah edible film.
Edible film adalah kemasan yang digunakan untuk melapisi produk. Bahan
pembentuk edible film dapat diperoleh dari sumber hewan dan tumbuhan seperti
jaringan hewan, susu, telur, biji-bijian, gelatin, whey protein isolat, pati biji
nangka dan masih banyak bahan lainnya. Komponen penyusun edible film terdiri
dari hidrokoloid (protein, polisakarida), lipid dan komposit dua atau lebih bahan.
Whey dangke merupakan hasil samping dari pengolahan dangke dan banyak
ditemukan di daerah Enrekang, Sulawesi Selatan. Whey dangke dapat dibuat
edible film karena masih memiliki komponen seperti protein, laktosa dan lemak.
Hasil pra penelitian diketahui bahwa kandungan protein whey dangke hanya
9,76%. Kondisi tersebut menyebabkan edible film yang terbentuk dari bahan whey
1
dangke saja karakteristiknya tidak kompak, tidak elastis dan tidak transparan.
Penambahan agar dari ekstrak rumput laut merah Rhodophyceae akan
memperbaiki karakteristik edible film secara umum. Pencampuran hidrokoloid
memberikan interaksi sinergis, sehingga karakteristik edible film menjadi jauh
lebih baik.
Salah satu kelemahan edible film adalah bersifat rapuh. Plasticizer
merupakan bahan yang sering ditambahkan dalam pembentukan edible film, akan
memperbaiki karakteristik edible film menjadi elastis, fleksibel dan tidak mudah
rapuh. Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang sering digunakan dalam
pembuatan edible film. Gliserol memiliki berat molekul rendah dan bersifat
hidrofilik.
Penggunaan berbagai konsentrasi gliserol pada bahan yang berbeda akan
menghasilkan karakteristik yang berbeda pula. Penelitian edible film yang
menggunakan konsentrasi gliserol yang berbeda pada bahan dasar yang berbeda
pula seperti penelitian Cao, et al. (2007) yang menggunakan konsentrasi gliserol
yang berbeda (0, 10, 20, 30 dan 40%, w/w) dengan bahan dasar kombinasi isolat
protein kedelai dan gelatin.
Plasticizer yang digunakan harus sesuai dengan sifat polimer. Konsentrasi
yang ditambahkan berkisar 10-50% dari berat kering bahan dasar (bergantung
kekuatan polimer). Konsentrasi gliserol yang tepat akan mempengaruhi
karakteristik edible film. Konsentrasi gliserol yang ditambahkan akan berbeda-
beda bergantung pada bahan dasarnya. Penelitian tersebut menjadi dasar
dilakukan penelitian penggunaan konsentrasi gliserol dengan bahan dasar whey
2
dangke. Hal inilah yang menjadi latar belakang dilakukan penelitian yang berjudul
pengaruh konsentrasi gliserol sebagai plasticizer terhadap karakteristik edible film
berbahan whey dangke dan agar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gliserol
terhadap karakteristik edible film dan konsentrasi yang terbaik yang ditambahkan
dalam pembuatan edible film berbahan whey dan agar dengan karakteristik
(ketebalan, kekuatan tarik, kemuluran, warna dan laju transmisi uap air / WVTR)
yang terbaik. Manfaat penelitian ini adalah memanfaatkan by-product dangke
untuk memproduksi edible film sehingga dapat memberikan nilai tambah dari
produk tersebut dan memberikan informasi kepada masyarakat bahwa
pemanfaatan hasil samping (by-product) dangke dapat dijadikan sebagai bahan
dasar pembuatan edible film dengan penggunaan agar.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Whey (By Product) Dangke
Dangke merupakan makanan khas masyarakat Kabupaten Enrekang.
Kabupaten Enrekang merupakan sentra pengolahan dangke di Provinsi Sulawesi
Selatan. Sekitar 6000 liter susu perhari diolah menjadi dangke (Dinas Peternakan,
2010). Dangke merupakan produk olahan susu sejenis keju lunak tanpa dilakukan
proses fermentasi. Berdasarkan kandungan airnya, dangke merupakan keju lunak
(soft cheese) (Ridwan, 2004).
Whey didefinisikan sebagai serum atau bagian air dari susu yang tersisa
setelah pemisahan curd dan merupakan hasil koagulasi protein susu dengan asam
atau enzim proteolitik (Panesar, et al., 2007). Setiap 10 liter susu yang
digumpalkan selama proses pengolahan keju akan menghasilkan sekitar 6 - 9 liter
whey yang tergantung pada tipe keju (Almeida, et al., 2008). Whey merupakan
hasil samping proses pembuatan keju mengandung 6,5% padatan yang terdiri atas
4,8% laktosa, 0,6% protein, 0,6% mineral, 0,15% asam laktat, 0,25% nitrogen non
protein dan 0,1% lemak (Handayani, 2004). Komponen dan komposisi protein
whey susu dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Fraksi Protein Whey Susu Sapi
Fraksi Kandungan (g/l) Total Protein Susu (%w/w)
Total whey protein 6,0 19,3β-laktoglobulin 3,2 10,0α-laktalbumin 1,2 3,1Serum albumin 0,3 1,2
Sumber : Mazza, 1998.
4
Umumnya industri susu tradisional tidak mempunyai sistem perlakuan yang
tepat untuk membuang whey. Potensi pangan dan energi whey akan hilang apabila
tidak dimanfaatkan, mengingat whey mengandung sekitar 55% total nutrisi dari
susu (Vinderola, et al., 2000). Disamping itu, pembuangan whey ke lingkungan
dapat menyebabkan polusi lingkungan sekitar karena whey dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan. Whey memiliki konsentrasi bahan organik terlarut
seperti protein dan sumber energi ke lingkungan. Nilai BOD (Biochemical oxygen
Demand) whey berbeda-beda dari 30.000 - 50.000 mg/g tergantung pada buangan
susu dalam whey (Almeida, et al. 2008).
Salah satu cara untuk mengatasi agar whey tidak terbuang percuma yang
dapat menimbulkan polusi lingkungan maka whey seharusnya diolah menjadi
produk yang bermanfaat serta bernilai ekonomis tinggi. Edible film merupakan
produk yang bermanfaat serta bernilai ekonomi tinggi (Vinderola, et al., 2000).
Edible film
Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat
dimakan sebagai bahan pengemas atau pelapis produk makanan. Edible film
berfungsi sebagai penghalang (barrier) terhadap massa (kelembaban, oksigen,
cahaya, gas volatil, lipida, zat terlarut), pembawa aditif, vitamin, mineral,
antioksidan, antimikroba, pengawet, bahan untuk memperbaiki rasa dan warna
produk yang dikemas) serta memudahkan penanganan makanan dan berfungsi
melindungi makanan dari kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologi (Dangaran, et
al., 2004).
5
Perbedaan antara edible film dengan edible coating yaitu edible film
merupakan bahan pengemas yang telah dibentuk terlebih dahulu (berupa lapisan
tipis) untuk mengemas produk pangan. Edible coating merupakan bahan
pengemas yang dibentuk langsung pada produk dan bahan pangan. Edible film
dan coating digunakan dalam produk obat-obatan, konfeksioneri, buah-buahan,
dan sayuran segar, serta beberapa produk daging (Brandenberg, 1993).
Bahan-bahan untuk membuat edible film relatif murah, mudah didegradasi
secara biologis (biodegradable), dan menggunakan teknologi sederhana.
Penggunaan edible film antara lain sebagai pembungkus permen, sosis, buah, dan
sup kering (Susanto dan Saneto, 1994).
Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga yaitu
hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid dapat berupa protein (kolagen,
gelatin, protein susu, protein whey, protein kacang kedelai, protein jagung, dan
protein gandum), polisakarida (pati, sodium alginat, dan karagenan). Kelompok
lipida terdiri dari gliserol, lilin/wax dan yang lainnya (Al Awwaly, et al., 2010;
Yulianti dan Ginting, 2012).
Edible film dari protein whey memiliki sifat yang baik sebagai pengemas
yakni film yang terbentuk transparan, lunak, tidak memiliki bau, tidak berwarna
dan memiliki kemampuan menahan aroma dari produk pangan yang dilapisinya.
Protein whey harus didenaturasi dengan pemanasan 90oC untuk membentuk
edible film. Pemanasan tersebut menyebabkan film mudah mengalami keretakan
dan kerapuhan pada saat penyimpanan (Awwaly, et al., 2010).
6
Zavala, et al., (2008) melakukan pencampuran antara protein whey dengan
sodium alginat, karagenan, gum mesquite. Penggunaan campuran hidrokoloid
menyebabkan interaksi sinergis yang menguntungkan, yaitu peningkatan sifat
mekanik. Fungsi dan karakteristik edible film bergantung pada sifat mekaniknya
yang ditentukan oleh komposisi bahan di samping proses pembuatan dan metode
aplikasinya (Rodriguez, et al. 2006). Salah satu bahan edible film dari golongan
hidrokoloid adalah polisakarida yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya
selektif terhadap oksigen dan karbondioksida, penampilan tidak berminyak dan
kandungan kalorinya rendah (Yulianti dan Ginting, 2012).
Bahan penyusun karbohidrat yang mulai berkembang digunakan sebagai
bahan pembuatan edible film yaitu agar-agar. Agar-agar yang merupakan senyawa
hidrokoloid dari makroalgae (rumput laut) dikenal memiliki banyak manfaat
dalam kehidupan sehari-hari dari berbagai industri. Agar berasal dari kelas
Rhodophyceae dengan fungsi utama dari agar-agar adalah sebagai pengontrol,
penstabil, serta sebagai emulsi bagi industri pembuatan permen serta jenis
makanan lainnya (Widyastuti, 2009).
Karakteristik fisik yang menentukan kualitas dan penggunaan edible film
antara lain ketebalan, pemanjangan (elongation), dan kekuatan tarik (tensile
strength). Ketebalan menentukan ketahanan film terhadap laju perpindahan uap
air, gas, dan senyawa volatil lainnya. Edible film relatif tahan terhadap
perpindahan oksigen dan karbondioksida, namun kurang tahan terhadap uap air
(Pagella, et al., 2002). Pemanjangan menunjukkan kemampuan rentang edible
film yang dihasilkan. Penambahan gliserol dapat meningkatkan nilai pemanjangan
7
sehingga kerapuhan edible film menurun dan permeabilitasnya meningkat
(Prihatiningsih, 2000). Kekuatan peregangan (tensile strength) merupakan tarikan
maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan sebelum putus/sobek,
yang menggambarkan kekuatan edible film (Krochta, et al. dalam Prihatiningsih,
2000).
Gliserol sebagai Plasticizer dalam Pembuatan Edible film
Plasticizer merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam bahan pembentuk
edible film. Penggunaannya dapat meningkatkan fleksibilitas, menurunkan gaya
intermolekuler sepanjang rantai polimernya, sehingga film akan lentur ketika
dibengkokkan (Garcia, et al. dalam Rodriguez, et al. 2006). Damat (2008)
mengemukakan bahwa karakteristik fisik edible film dipengaruhi oleh jenis bahan
serta jenis dan konsentrasi plasticizer. Plasticizer dari golongan polihidrik alkohol
atau poliol diantaranya adalah gliserol dan sorbitol (Harris, 2001).
Gliserol adalah alkohol terhidrik. Nama lain gliserol adalah gliserin atau
1,2,3-propanetriol atau CH2OHCHOHCH2OH. Gliserol tidak berwarna, tidak
berbau, rasanya manis, bentuknya liquid sirup, meleleh pada suhu 17,8oC,
mendidih pada suhu 290oC dan larut dalam air dan etanol. Sifat gliserol
higroskopis, seperti menyerap air dari udara, sifat ini yang membuat gliserol
digunakan pelembab pada kosmetik. Gliserol terdapat dalam bentuk ester
(gliserida) pada semua hewan, lemak nabati dan minyak (Anonim, 2004).
Gliserol termasuk jenis plasticizer yang bersifat hidrofilik, menambah sifat polar
dan mudah larut dalam air (Huri dan Nisa, 2014).
8
CH2 OH
HC OH
H2C OH
Gambar 1. Struktur Molekul Gliserol
Fungsi dari gliserol adalah menyerap air, agen pembentuk kristal dan
plasticizer. Plasticizer merupakan substansi dengan berat molekul rendah dapat
masuk ke dalam matriks polimer protein dan polisakarida sehingga meningkatkan
fleksibilitas film dan kemampuan pembentukan film (Bergo dan Sobral, 2007).
Plasticizer misalnya gliserol sering digunakan untuk memodifikasi sifat
fungsional dan fisik film (Gaudin, et al., 1999).
Reed, et al., (1998) menyatakan bahwa penggunaan gliserol dalam jumlah
yang tepat memberikan efek tekstural, karena substansi tersebut secara potensial
dapat melenturkan matriks protein. Gliserol sebagai konstituen dengan berat
molekul rendah dapat menyela jaringan protein dan meningkatkan mobilitas pada
struktur whey protein.
Film dari protein whey dengan pemanasan 90oC ternyata mudah mengalami
keretakan pada saat penyimpanan, sehingga perlu ditambahkan plasticizer. Plasticizer
ditambahkan dalam larutan film untuk mengurangi kerapuhan dan meningkatkan
fleksibilitas film. Peningkatan fleksibilitas film dikarenakan terjadi pengurangan
kekuatan tarik intermolekuler di antara rantai polimer (Al-awwaly, et al., 2010).
Gliserol adalah plasticizer terbaik untuk polimer yang dapat larut dalam air
di antara beberapa penelitian yang telah dilakukan, didasarkan gliserol banyak
digunakan sebagai plasticizer (Jangchud dan Chinnan, 1999). Gliserol adalah
plasticizer dengan titik didih yang tinggi, larut dalam air, polar, non volatile dan
9
dapat bercampur dengan protein. Gliserol merupakan molekul hidrofilik dengan
berat molekul rendah, mudah masuk ke dalam rantai protein dan dapat menyusun
ikatan hidrogen dengan gugus reaktif protein. Sifat - sifat tersebut yang
menyebabkan gliserol cocok digunakan sebagai plasticizer. (Galietta, et al.,
1998).
Gliserol lebih cocok digunakan sebagai plasticizer karena berbentuk cair.
Bentuk cair gliserol lebih menguntungkan karena mudah tercampur dalam larutan
film dan terlarut dalam air. Sorbitol sulit bercampur dan mudah mengkristal pada
suhu ruang, hal tersebut tidak disukai konsumen (Anker, et al., 2000).
Ketebalan adalah salah satu parameter penting yang berpengaruh terhadap
kualitas edible film. Ketebalan berkaitan dengan kemampuan edible film untuk
melindungi produk pangan. Secara umum ketebalan berpengaruh terhadap tensile
strenght, elongasi, dan laju transmisi uap air. Transmisi uap air (Water Vapor
Transmission Rate/WVTR) didefinisikan laju konstan dimana uap air merembes
melalui edible film pada suhu dan kelembaban relatif tertentu. Tensile strength
merupakan tekanan regangan maksimal yang bisa diterima edible film hingga
putus. Elongasi merupakan pemanjangan maksimal edible film saat mulai sobek
(Krochta, et al. 1994).
10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan Oktober – November 2014. Pembuatan
dan pengujian karakteristik edible film dilaksanakan di Laboratorium
Bioteknologi pengolahan susu, Bioteknologi Terpadu, Laboratorium kimia nutrisi,
dan Teaching Industry, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Materi utama dalam penelitian ini adalah whey by product dangke
(diperoleh dari kabupaten Enrekang), whey bubuk dari hasil liofilisasi (freeze dry)
selama 50 jam, agar, gliserol, silika gel, aquades, aluminium foil, plastik, alkohol
dan lain-lain.
Alat untuk pelaksanaan penelitian yaitu timbangan digital, gelas ukur, gelas
piala, erlenmeyer, cawan petri, teflon, termometer, pipet tetes, micropipette, tip,
magnetic stirrer, gelas water vapor transmission rate/WVTR, desikator, oven,
autoklaf, kompor listrik, freezer, freeze dryer, stopwatch, waterpash, hot plate
stirrer, mikrometer sekrup, alat pengukur elastisitas (digital gauge HF 500), alat
pengukur warna (digital colorimeter test T 135), plastik, gunting dan lain-lain.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah
sebagai berikut :
- T1 = Konsentrasi gliserol 10%
11
- T2 = Konsentrasi gliserol 20%
- T3 = Konsentrasi gliserol 30%
- T4 = Konsentrasi gliserol 40%
- T5 = Konsentrasi gliserol 50%
Formulasi bahan dasar dan penambahan konsentrasi gliserol yang
digunakan dapat dilihat Tabel 2.
Tabel 2. Formulasi Bahan Pembuatan Larutan Edible Film Untuk Volume 20 ml.
Bahan T1 T2 T3 T4 T5Whey bubuk (%)Agar (%)Air (ml)Gliserol (gr)
42,518,70,13
42,518,70,26
42,518,70,39
42,518,70,52
42,518,70,65
Pada formulasi diatas menunjukkan bahwa penggunaan whey bubuk
sebanyak 4% ditambah agar 2,5% dari total volume yang akan dibuat (20 ml).
Penambahan konsentrasi gliserol 10 – 50% dari total volume berat kering whey
dangke dan agar.
Pembuatan Edible film
Pembuatan Whey Bubuk
Whey dangke terlebih dahulu disterilkan pada suhu 121o C selama 15 menit,
kemudian didinginkan. Larutan whey dimasukkan ke dalam gelas ukur masing-
masing dan dituang ke dalam cawan petri polyesteren sebanyak 100 ml,
selanjutnya di freeze drying selama 20 menit dan 50 jam (48 jam pengeringan
tahap awal dan 2 jam pengeringan tahap akhir). Whey bubuk ini kemudian
digunakan dalam pembuatan larutan edible film pada penelitian-penelitian
selanjutnya.
12
Pembuatan Larutan Edible film
Whey bubuk (hasil freeze drying) sebanyak 4% (w/v) dan agar 2,5% (w/v)
dicampur dengan aquades hingga 20 ml larutan. Larutan tersebut dipanaskan
dengan hot plate stirrer dengan suhu 93oC ± 2oC selama 30 menit. Di menit ke-20
larutan tersebut ditambahkan gliserol (perlakuan 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%)
dari total berat kering campuran antara whey bubuk dan agar. Pemanasan larutan
dilanjutkan hingga akhir batas waktu dan selanjutnya dituang ke teflon (beralas
plastik). Volume yang ditambahkan sebanyak (0,95 ml x diameter teflon). Teflon
yang berisi larutan edible film selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu
55oC selama 22 jam. Edible film yang telah kering lalu dilepas dari plastik dengan
hati-hati. Edible film disimpan dalam wadah tertutup dan digantung selama 24
jam, sebelum pengamatan (dimodifikasi dari metode (Yoshida dan Antunes, 2004;
Oses, et al., 2009; Sobral, et al., 2001).
Parameter yang Diukur
Ketebalan Edible film
Ketebalan adalah tebalnya edible film yang dihasilkan setelah pengeringan.
Ketebalan film diukur dengan mikrometer sekrup (model MDC-25M, Mitutoyo,
MFG, Japan) dengan ketelitian 0,001 mm (Bourtoom, 2008). Nilai ketebelan
edible film adalah rata-rata hasil pengukuran pada lima tempat yang berbeda.
Kekuatan Tarik dan Kemuluran Edible film
Kekuatan tarik merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai
edible film tetap bertahan sebelum putus/sobek. Kekuatan tarik dan kemuluran
edible film diuji dengan digital gauge HF 500. Edible film dipotong dengan
13
ukuran 8 cm x 3 cm. Luasan edible film yang dijepit 1,5 cm dikedua sisi
panjangnya. Nilai kekuatan tarik dibaca setelah penarikan sampel.
Kemuluran adalah kemampuan rentang edible film yang dihasilkan.
Kemuluran dihitung dengan rumus :
E = 100 X(dafter – dbefore)/ dbefore
Rumus tersebut menunjukkan : d adalah jarak antara penjepit pemegang
sampel sebelum atau setelah sampel ditarik hingga putus (Bourtoom, 2008) ;
(Wittaya, 2013).
Laju Transmisi Uap Air (Water Vapor Transmission Rate/WVTR)
Laju Transmisi Uap Air (Water Vapor Transmission Rate/WVTR) adalah
laju konstan dimana uap air merembes melalui edible film pada suhu dan
kelembaban relatif tertentu.
Edible film dipotong berbentuk lingkaran dengan diameter 2,8 cm. Gelas
WVTR ditimbang sehingga berat awal diperoleh sebelum digunakan. Kemudian
edible film direkatkan pada permukaan gelas yang sebelumya telah ditimbang dan
diisi 3 gr silika gel. Gelas yang berisi sampel selanjutnya ditimbang berat akhir
dan disimpan dalam desikator terkontrol (kelembaban ±55%). Setiap sejam
(selama 10 jam) gelas dikeluarkan dari desikator dan ditimbang masing-masing.
Nilai laju transmisi uap ait dinyatakan dalam g/mm2 jam dan dihitung
menggunakan rumus menurut Sukkunta (2005):
WVTR=[G
t ]A
Dimana : G/t = Selisih pertambahan berat air yang diserap oleh gelas (g)
14
A = Luas Area Edible film (mm2)
Warna
Digital color meter tes (T 135) digunakan sebagai alat untuk pengukuran
nilai warna edible film L, a dan b. Nilai warna L = 0 (hitam) hingga 100 (putih); a
= -60 (hijau) hingga +60 (merah), dan b = -60 (biru) hingga +60 (kuning). Alat
dikalibrasi terlebih dahulu dengan standar yang berwarna putih (nilai kalibrasi L =
94,76, a = -0,795, dan b = 2,200) sebelum penggunaan (Bourtoom, et al., 2006;
Cho, et al., 2007 dan Bae, et al., 2008).
Analisis Data
Data dianalisis dengan analisis ragam berdasarkan rancangan acak lengkap
(RAL) (Gazpersz,1991) dengan model matematika sebagai berikut:
Yij = µ + ti+ εij
i = 1, 2, 3, 4, 5
j = 1, 2, 3, 4, 5
Keterangan :
Yij = variabel respon pengamatan µ = nilai rata – rata hasil pengamatan τi = Pengaruh penambahan konsentrasi gliserol ke-i terhadap nilai
ketebalan, kekuatan tarik, kemuluran, WVTR dan warna.εij = Pengaruh galat percobaan dari penambahan konsentrasi gliserol
ke-i dan ulangan ke-j
Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan
dilanjutkan uji BNT (uji beda nyata terkecil) (Gazpersz, 1991).
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Whey dangke merupakan bahan dasar utama pembuatan edible film.
Penambahan gliserol pada edible film sebagai plasticizer berpotensi menghasilkan
edible film dengan fleksibilitas tinggi tanpa merubah sifat film. Pengaruh
konsentrasi gliserol sebagai plasticizer terhadap karakteristik edible film berbahan
dasar whey dangke dan agar akan dibahas sebagai berikut:
A. Ketebalan Edible film
Ketebalan adalah tebalnya edible film yang dihasilkan setelah pengeringan.
Ketebalan mempengaruhi laju transmisi uap air, kuat tarik dan kemuluran edible
film. Rata-rata ketebalan edible film dengan menggunakan konsentrasi gliserol
yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar. 2 Rata -rata Ketebalan Edible Film dengan Menggunakan Konsentrasi Gliserol yang Berbeda.Keterangan: a, b Notasi yang Berbeda pada Kolom yang Sama Menunjukkan Perbedaan yang Nyata Antara Perlakuan (p < 0,05).
16
10 20 30 40 500
0.0150000000000001
0.0300000000000002
0.0450000000000003
0.0600000000000004
0,032a 0,033a 0,032a 0,032a 0,034b
Konsentrasi Gliserol (%)
Ket
ebal
an (m
m)
Ketebalan edible film yang dihasilkan dengan perlakuan konsentrasi gliserol
adalah 0,032 – 0,036 mm. Ketebalan edible film pada hasil penelitian ini lebih
tipis dibandingkan dengan beberapa hasil penelitian edible film dengan bahan
berbeda. Hasil ini lebih tipis dibandingkan hasil penelitian Safitri (2006), edible
film berbahan pati garut dengan penambahan gliserol 30% ketebalannya sekitar
0,08 mm. Hasil ini juga lebih tipis dari ketebalan yang terbaik berbahan ekstrak
daun jati pada konsentrasi gliserol 20% yaitu 0,18 mm (Kusnadi dan Budyanto,
2013). Hasil ini lebih tebal dibandingkan standar hasil ketebalan terbaik Huri dan
Nisa (2014) berbahan ekstrak kulit ampas apel dengan penambahan konsentrasi
gliserol 10 – 30% ketebalannya sekitar 0,015 – 0,020 mm.
Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan perlakuan konsentrasi gliserol
berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap ketebalan edible film. Setelah pengujian
Beda Nyata Terkecil antara perlakuan maka didapatkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata antara setiap perlakuan konsentrasi gliserol 10, 20, 30, 40% dengan
konsentrasi gliserol 50% terhadap ketebalan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi perlakuan konsentrasi gliserol maka meningkatkan ketebalan edible film.
Hal ini disebabkan karena semakin tinggi perlakuan konsentrasi gliserol akan
meningkatkan total padatan dalam larutan. Peningkatan jumlah total padatan
dalam larutan menyebabkan ketebalan dari edible film semakin meningkat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nugroho, et al. (2013) yang menyatakan bahwa
peningkatan jumlah padatan dalam larutan mengakibatkan polimer-polimer yang
menyusun matriks edible film semakin banyak.
17
Selain total padatan dalam larutan, faktor edible film menjadi semakin
tebal dipengaruhi oleh viskositas dan kandungan polimer penyusunnya.
Kemampuan penyerapan air pada masing-masing bahan akan mempengaruhi
viskositas larutan edible film. Zavala et at. (2008) menyatakan bahwa penggunaan
polisakarida sebagai bahan dasar edible film akan memberikan ketebalan karena
memiliki visikositas yang tinggi. Viskositas berpengaruh dengan jumlah padatan
dalam larutan. Semakin tinggi viskositas maka jumlah padatan dalam larutan
semakin meningkat. Lebih lanjut Wang, et al. (2006) mengemukakan ketebalan
edible film dipengaruhi oleh sifat dan kandungan polimer penyusunnya.
B. Laju Transmisi Uap Air / WVTR (Water Vapor Transmision Rate)
Laju transmisi uap air adalah laju uap air merembes masuk ke dalam edible
film pada suhu dan kelembaban relatif tertentu. Nilai laju transmisi uap air edible
film dengan penambahan konsentrasi gliserol yang berbeda dapat terlihat pada
Gambar 3.
10 20 30 40 500.00
1.00
2.00
3.00
4.00
2,738a2,978ab 2,783a
3,810bc 3,969c
Konsentrasi Gliserol (%)
Laju
Tra
nsm
isi U
ap A
ir
(g/m
2.ja
m)
Gambar. 3 Rata-rata Laju Transmisi Uap Air dengan Menggunakan Konsentrasi Gliserol yang Berbeda. Keterangan: a, b, c Notasi yang Berbeda pada Kolom yang Sama Menunjukkan Perbedaan yang Nyata Antara Perlakuan (p < 0,05).
18
Rata-rata laju transmisi uap air edible film yang dihasilkan adalah 2,7 – 3,96
g/m2/jam. Hasil ini lebih tinggi dibanding penelitian al-awwaly, et al. (2010)
menggunakan protein whey dan rasio gliserol antara 1 – 1,5% sekitar 0,010 –
0,014 g/m2/jam. Hasil ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Kusnadi dan
Budyanto (2013) edible film berbahan ekstrak daun jati dan penambahan
konsentrasi gliserol 20% yaitu 11,63 g/m2/jam. Hasil ini lebih rendah
dibandingkan standar laju transmisi uap air terbaik dari penelitian Huri dan Nisa
(2014) berbahan ekstrak ampas kulit apel dengan konsentrasi gliserol 10 – 30%
yaitu 16 – 18 g/m2/jam.
Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi
gliserol berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap laju transmisi uap air edible film.
Setelah pengujian Beda Nyata Terkecil antara perlakuan didapatkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata antara konsentrasi gliserol 10% dengan konsentrasi
40 dan 50%, demikian juga antara konsentrasi gliserol 20% dengan konsentrasi 40
dan 50% terhadap laju transmisi uap air. Perbedaan yang nyata terlihat juga antara
konsentrasi 30% dengan konsentrasi 40 dan 50%. Konsentrasi gliserol 40% tidak
berbeda dengan konsentrasi 50% terhadap laju transmisi uap air. Hal ini
menunjukkan bahwa tinggi perlakuan konsentrasi gliserol dapat meningkatkan
laju transmisi uap air. Hal ini disebabkan karena laju transmisi uap air
berhubungan dengan sifat hidrofilik dari bahan yang digunakan dalam pembuatan
edible film. Whey yang merupakan bahan dasar pembuatan edible film bersifat
hidrofilik. Mc Hugh et al., (1998) menyatakan bahwa edible film dengan
kandungan protein tinggi dapat menyerap uap air dari lingkungan lebih banyak.
19
Gliserol juga memiiki sifat hidrofilik yang menyebabkan peningkatan laju
transmisi uap air (Gambar 2). Hal ini sejalan dengan pernyataan Mc Hugh et al.,
(1994) bahwa gliserol memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengikat air
sehingga menghasilkan nilai laju transmisi uap air yang tinggi.
Plasticizer gliserol juga akan menyebabkan penurunan ikatan hidrogen
internal dan peningkatan jarak intermolekuler yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas edible film. Selain itu, penurunan interaksi intermolekul dan
peningkatan molekul akan memudahkan perpindahan molekul uap air. Lebih
lanjut McHugh dan Krochta, (1994) edible film dengan plasticizer gliserol
memiliki nilai permeabilitas/ketahanan uap air yang rendah. Hal ini disebabkan
karena gliserol memiliki ukuran molekul yang kecil maka memperkecil volume
bebas antar rantai polimer sehingga mempermudah transfer molekul air. Gliserol
dengan ukuran molekul yang kecil akan masuk ke dalam jaringan film lebih
banyak sehingga ruang dan kesempatan air teradsorpsi dan memperlambat transfer
air dalam film. Dari penjelasan ini maka plasticizer gliserol dapat menahan laju
uap air lebih efisien.
C. Kekuatan Tarik Edible film
Kekuatan tarik merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai
edible film tetap bertahan sebelum putus/sobek. Kuat tarik merupakan sifat
mekanis dari edible film. Kuat tarik menentukan kekuatan dari edible film.
Semakin besar kekuatan tarik maka edible film semakin baik dalam menahan
kerusakan mekanis. Rata-rata kekuatan tarik edible film dengan penambahan
konsentrasi gliserol yang berbeda terlihat pada Gambar 4.
20
10 20 30 40 500.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0 9,4a
7,7a7,2b
5,8bc4,9c
Konsentrasi Gliserol (%)
Kua
t Tar
ik (N
)
Gambar. 4 Rata-rata Kekuatan Tarik Edible Film dengan Menggunakan Konsentrasi Gliserol yang Berbeda.Keterangan: a, b, c Notasi yang Berbeda pada Kolom yang Sama Menunjukkan Perbedaan yang Nyata Antara Perlakuan (p < 0,01).
Rata-rata kekuatan tarik (tensile strenght) edible film yang dihasilkan
dengan perlakuan konsentrasi gliserol adalah antara 4,9 – 9,4 N. Hasil ini
sebanding pada hasil penelitian yang dilaporkan Damat (2008) dalam penelitian
Yulianti dan Ginting (2012) kekuatan tarik yang dihasilkan dari bahan pati garut
dan gliserol 1,5% yaitu 8,8 N. Hasil ini lebih tinggi kekuatan tarik yang dihasilkan
dibandingkan hasil penelitian Wirawan, et al. (2012) berbahan pektin dengan
penambahan gliserol 0 – 15% adalah 2,7 – 9,5 N. Hasil ini lebih lemah
dibandingkan standar kekuatan tarik terbaik hasil penelitian Huri dan Nisa (2014)
berbahan ekstrak ampas kulit apel dengan penambahan gliserol 10 – 30% adalah
2,0 – 12,0 N.
Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa konsentrasi gliserol
berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap kekuatan tarik edible film. Setelah
pengujian Beda Nyata Terkecil antara perlakuan maka didapatkan bahwa terdapat
21
perbedaan yang nyata antara perlakuan konsentrasi gliserol 10% dengan
konsentrasi 30, 40 dan 50% terhadap kekuatan tarik, demikian juga antara
konsentrasi gliserol 20% berbeda dengan konsentrasi 30, 40 dan 50%. Perbedaan
nyata juga terdapat antara konsentrasi gliserol 30% dengan 10, 20 dan 50%.
Konsentrasi gliserol 40% tidak berbeda dengan konsentrasi gliserol 50% terhadap
kekuatan tarik. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi gliserol yang
tinggi dari setiap perlakuan menurunkan kekuatan tarik. Hal ini disebabkan karena
gliserol memiliki berat molekul rendah yaitu 92,09 sehingga mudah masuk ke
dalam rantai polimer protein dan polisakarida dan meningkatkan fleksibilitas
edible film kemudian menurunkan gaya intermolekuler sepanjang rantai
polimernya yang menyebabkan peningkatan ruang molekul polimer. Rodriguez, et
al. (2006) mengemukakan bahwa penggunaan gliserol dapat meningkatkan
fleksibilitas dan menurunkan gaya intermolekuler sepanjang rantai polimernya.
Lebih lanjut penjelasan di atas, sifat polar (-OH) disekitar rantai gliserol
dapat menambah ikatan hidrogen polimer yang menggantikan ikatan polimer-
polimer pada edible film. Plasticizer merupakan substansi dengan berat molekul
rendah dapat masuk ke dalam matriks polimer protein dan polisakarida sehingga
meningkatkan fleksibilitas film dan kemampuan pembentukan film (Bergo dan
Sobral, 2007). Kemuluran Edible Film
Kemuluran atau elongation menunjukkan elastisitas edible film. Kemuluran
atau elongation merupakan perubahan panjang maksimum yang dialami film
sampai sobek. Rata-rata kemuluran edible film dengan penambahan konsentrasi
gliserol yang berbeda dapat terlihat pada Gambar 5.
22
10 20 30 40 500.00
15.00
30.00
45.00
60.00
33,33a
56,67b60,67bc 62,00bc
66,33c
Konsentrasi Gliserol (%)
Kem
ulur
an (%
)
Gambar. 5 Rata-rata Kemuluran Edible Film Menggunakan Konsentrasi Gliserol yang Berbeda.Keterangan: a, b, c Notasi yang Berbeda pada Kolom yang Sama Menunjukkan Perbedaan yang Nyata Antara Perlakuan (p < 0,01).
Rata-rata kemuluran (elongation) edible film yang dihasilkan dengan
perlakuan konsentrasi gliserol adalah 33,33 – 66,33%. Hasil ini sejalan dengan
hasil penelitian Kusnadi dan Budyanto (2013) menggunakan ekstrak daun jati
yang terbaik pada konsentrasi gliserol 20% yaitu 54,33%. Hasil ini lebih rendah
dibandingkan standar kemuluran terbaik hasil penelitian Huri dan Nisa (2014)
menggunakan ekstrak ampas kulit apel pada penambahan konsentrasi gliserol 10 –
30% yaitu 40 – 70%.
Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa konsentrasi gliserol
berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap kemuluran edible film. Setelah
pengujian Beda Nyata Terkecil antara perlakuan maka didapatkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata antara perlakuan konsentrasi gliserol 10% dengan
konsentrasi 20, 30, 40 dan 50% demikian juga antara konsentrasi gliserol 20%
berbeda dengan konsentrasi 10 dan 50% terhadap kemuluran. Perbedaan nyata
23
juga terdapat antara konsentrasi gliserol 30% dengan konsentrasi 10% terhadap
kemuluran. Konsentrasi gliserol 40% tidak berbeda dengan konsentrasi
konsentrasi gliserol 50% terhadap kemuluran. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
perlakuan konsentrasi gliserol mengalami kemuluran semakin meningkat. Hal ini
disebabkan karena perlakuan konsentrasi gliserol yang meningkat dapat
meningkatkan peregangan ruang intermolekul struktur matriks edible film dan
meningkatkan fleksibilitas, menurunkan jumlah ikatan hidrogen sehingga
mengurangi kerapuhan dan tidak mudah pecah. Huri dan Nisa (2014) menyatakan
bahwa perlakuan konsentrasi gliserol yang semakin meningkat mengakibatkan
kemuluran dari edible film semakin meningkat, selain itu penambahan plasticizer
sangat penting untuk mengatasi film yang rapuh dan meningkatkan fleksibilitas.
Film yang dibuat tanpa penambahan plasticizer akan menjadi sangat rapuh dan
mudah pecah selama penanganan.
Lebih lanjut dari penjelasan di atas, Oses, et al., (2009) menyatakan bahwa
gliserol dapat berinteraksi dengan polisakarida dengan cara membentuk ikatan
polisakarida–gliserol dimana ikatan ini akan mengakibatkan peningkatan
elastisitas dari suspensi keduanya. Gugus hidroksil di sepanjang rantai gliserol
merupakan penyebab terbentuknya ikatan hidrogen antara polimer polisakarida
dengan gliserol yang menggantikan ikatan hidrogen antara polimer polisakarida
selama pembentukan edible film. Poliol seperti gliserol berfungsi secara efektif
sebagai plasticizer berdasarkan kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen
internal dengan meningkatkan ruang kosong antar molekul, sehingga menurunkan
kekakuan dan meningkatkan fleksibilitas film.
24
D. Warna Edible film
Warna edible film sangat berpengaruh terhadap kenampakan dan
penampilan produk yang di kemas. Semakin cerah edible film maka semakin
bagus kualitas edible film. Rata-rata warna edible film dengan menggunakan
konsentrasi gliserol yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel. 3 Rata-rata Warna Edible Film dengan Menggunakan Konsentrasi Gliserol yang Berbeda.
Warna Konsentrasi Gliserol (%)10 20 30 40 50
L* 87,894 87,431 87,383 87,442 87,227a* -0,431 -0,323 -0,235 -0,215 -0,326b* 3,474 3,546 3,522 3,464 3,625
Keterangan : L* (Nilai kecerahan) = 0 (hitam) hingga 100 (putih), a* = -60 (hijau) hingga +60 (merah), b* = -60 (biru) hingga +60 (kuning).
Rata-rata warna edible film yang dihasilkan dengan perlakuan konsentrasi
gliserol adalah nilai warna L* (87,23 – 88,89), warna a* (-0,215 – (-0,431) dan
warna b* (3,464 – 3,474). Hasil penelitian ini tidak sebanding dengan hasil
penelitian Huri dan Nisa (2014) menggunakan edible film dengan konsentrasi
gliserol dan ekstrak kulit ampas apel memiliki nilai warna L adalah (60,21 –
62,43). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Setiani, et al. (2013)
menunjukkan bahwa edible film dari poliblend pati sukun-kitosan yang memiliki
tingkat kecerahan nilai L = 80,49, a = 2,29, b = -12,7, dengan warna pati abu-abu
pucat yang menunjukkan karakteristik warna cerah dan warna merah kebiruan jika
dilihat dari nilai a dan b nya.
Analisis ragam (Lampiran 5a, 5b, dan 5c) menunjukkan bahwa konsentrasi
gliserol tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap nilai warna L, a dan b edible
25
film. Semakin banyak penambahan konsentrasi gliserol maka nilai L (kecerahan)
semakin menurun. Warna edible film bergantung pada warna jenis bahan dasar
yang digunakan. Kecerahan warna edible film dipengaruhi oleh lemak susu yang
melarutkan pigmen karoten penyebab warna kuning (Buckle et al,, 1987). Lebih
lanjut Pagella, et al., (2002) mengemukakan bahwa salah satu sifat plasticizer
gliserol yaitu tidak berwarna.
Nilai warna a* menunjukkan mendekati warna hijau. Warna b*
menunjukkan mendekati warna kuning. Hal ini di pengaruhi oleh warna dari whey
dangke yang memiliki warna putih kekuningan. Intensitas warna ditentukan oleh
kandungan karotenoid dalam susu. Karotenoid ini merupakan pigmen yang
menghasilkan warna kekuningan sampai kemerahan. Pigmen karotenoid yang
terdapat dalam susu sapi akan memberikan warna kekuningan pada koagulum
yang terbentuk (Fardiaz dan Radiati, 1991). Ditambahkan oleh Britton, et al.
(1995) yang menyatakan bahwa warna kuning pada keju berasal dari pigmen
karotenoid yang ada pada susu. Pigmen karotenoid yang sering terdapat pada
bahan pangan adalah β-karoten yang merupakan molekul simetrik dengan cincin
tertutup sehingga dapat memberikan warna kekuningan pada bahan pangan.
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
Formula dalam pembuatan edible film yang terbaik adalah konsentrasi
gliserol 30% menghasilkan karakteristik yaitu laju transmisi uap air (2,78
g/m2/jam), kekuatan tarik (7,2 N) dan kemuluran (60,67%).
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan edible film dari
bahan dasar yang lain dengan membahas mengenai uji SEM, uji antimikrobial dan
uji lainnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Almeida, K, E,, Tamime, A,Y, and Oliveira, M,N. 2008. Acidification rates of probiotic in Minas Frescal cheese whey, LWT, 41, 311-316.
Anonim. 2004. Glycerol, related: Organic Chemistry, www, encylopedia, com.
Anker, M,, Mats, S,, and Anne-Marie, H,. 2000. Relationship between the Microstructure and the Mechanical and Barrier Properties of Whey Protein Films, J, Agric, Food.
Al-Awwaly, K,U, A, Manab dan E, Wahyuni. 2010. Pembuatan edible film protein whey: kajian rasio protein dan gliserol terhadap sifat fisik dan kimia, Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 5(1): 45-56.
Bae, H, J,, Dong, S, C,, Williams, S, W,, Hyun, J, P. 2008. Film and pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean, waterchestnut, and sweet potato starches, Food Chemistry, 106: 96 – 105.
Bergo, P,, and Sobral, P, J, A. 2006. Effect of plasticizer of phsycal properties of pigskin gelatin films, 21: 1285-1289.
Bourtoom, T, Chinnan, M, S, Jantawat, P and Romanee, S. 2006. Effect of Select Parameters of edible from water-soluble fish proteins in surimi wash-water, 39: 405-418.
Bourtoom, T. 2008. Plasticizer effect on the properties of biodegradable blend film from rice starch-chitosan, Songklanakarin J, Sci, Technol, Vol 30 (Suppl,1), 149-165.
Brandenberg, A, H,, C, L, Weller, dan R, S, Testin. 1993. Edible film and coating from soy protein, J, Food Sci, 5: 5.
Britton, G,, S, L Jensen and H,Pfander. 1995. Carotenoids, Volume 1A, Birkhauser verlag, Berlin.
Buckle, K,A,, R,A,, R,G, Fleet and M, Wootton. 1987. Ilmu pangan, Diterjemahkan oleh H, Purnomo dan adiono, Universitas Indonesia press, Jakarta.
Cao, N, Y, Fu, J, He. 2007. Preparation and physical properties of soy protein isolate and gelatin composite films, Food Hydrocolloids, Vol 21: 1153 – 1162.
Cho, S, Y, Song, K, B, Rhee, C. 2007. Mechanical properties and water vapor permeability of edible films made from fractionated soy proteins with ultrafiltration, Vol,37, 0023-6438.
28
Damat. 2008. Efek jenis dan konsentrasi plasticizer terhadap karakteristik edible film dari pati garut butirat, Agritek 16(3): 333-339.
Dangaran, L,K,, Renner-Nantz and J,M Krochta. 2004. Crystallization Inhibitor Effect On Rate of Gloss Fade of Whey Protein Coating, Department of Food Science and Technology, University of California.
Dinas Peternakan. 2010. Buku Statistik Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Fardiaz, D dan L,E, Radiati. 1991. Produksi Renin Mucor Pusillus Pada Substrat Limbah Minyak Jagung, PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Galietta, Di Gioia, Guilbert and Cuq. 1998. Mechanical and thermomechanical properties of films based on whey proteins as affects by plasticizer and crosslinking agents, Journal of Dairy Science, 81, 3123 – 3130.
Garcia, M, A,, Martino, M, N,, and Zaritzky, N, E. 2000. Lipid addition to improve barrier propertiesof edible starch-based films and coatings, Journal of food Science, 65 (6),94-947.
Gaspersz, V, 1991, Metode Rancangan Percobaan, Arminco, Bandung.
Gaudin, S,, Lourdin, D,, Le Botlan, D,, Ilari, J,L,, and Colonna, P. 1999. Plasticization and mobility in starch-sorbitol films, Jurnal of cereal Science, 29(3), 273-284.
Handayani. 2004. Pemanfaatan Whey untuk Produk Nata de Whey (Kajian Konsentrasi Starter dan Lama Inkubasi), http:// digilib, umm , ac , id/files/disk1/7/dijtummpp-gdl-s1- (Diakses 20 September 2014).
Harris, H. 2001. Kemungkinan penggunaan edible film dari tapioka untuk pengemas lempuk, Jurnal Pertanian Indonesia, 3(2): 99–106.
Huri, D dan F.C. Nisa. 2014. Pengaruh konsentrasi gliserol dan ekstrak ampas kulit apel terhadap karakteristik fisik dan kimia edible film. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No.4p p. 29-40.
Jangchud dan Chinnan, 1999, Peanut protein film as affected by drying temperature and pH of film forming solution, Journal of food Science, 64, 153-157.
Krochta, J, M,, E, A, Baldwin, and M, O, Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating and Film Food Quality, Technomic Public, Co, Inc,, Lancaster, Pennsylvania.
Kusnadi, J P, Budyanto. 2013. Formulasi edible film antibacterial active packaging dengan penambahan ekstrak antibakteri daun jati, Skripsi Sarjana, Universitas Brawijaya, Malang.
29
Mazza. 1998. Functional Food, Biochemical and Processing Aspects Technomic Publishing Company,Inc, USA.
McHugh, T,H,, Aujard, J,F, and Krochta,J, M. 1994. Plasticized whey protein edible films: water vapor permeability properties, journal of food science 59;416 – 419.
McHugh, T,R, and Krochta, J,M. 1994. Dispersed phase particle size effects on water vapor permeability of whey protein-beeswax edible emulsion films, J, Food Process, Pres,, 18, pp, 173-188.
McHugh, T.H., C.C. Huxsoll and J.M. Krochta. 1998. Permeability properties of fruit puree edible films. Journal of Food Science, 61 (1): 88-91.
Nugroho, A. A., Basito dan R. B. Katri. 2013. Kajian Pembuatan Edible Film Tapioka dengan Pengaruh Penambahan Pektin Beberapa Jenis Kulit Pisang Terhadap Karakteristik Fisik dan Mekanik. Jurnal Teknosains Pangan. 2(1):73-79.
Oses, J, F, Vazquez, M, P, Islas, R, Tomas, S,A Cruz-Orea, and A, Mate. 2009. Development and characterization of composite edible films based on whey protein isolate and mesquite gum, Journal of Food Engineering, 92(1): 56-62.
Pagella, C,, G, Spigno, and D,M, DeFaveri. 2002. Characterization of starch based edible coatings, Food and Bioproducts Processing 80:193-198.
Panesar, P,S,, J,F, Kennedy, D,N, Gandhi, and K,Bunko. 2007. Bioutilisation of whey for lactacid production, Food Chemestry, 105, 1-14.
Prihatiningsih, N. 2000. Pengaruh penambahan sorbitol dan asam palmitat terhadap ketebalan film dan sifat mekanik edible film dari zein, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Skripsi.
Reed, T., A. H Barret., J. Briggs and M. Richardson. 1998. Texture and storage stability of processed beefstick as affected by glycerol and moisture levels. J. Food Sci. 63 : 84-87.
Ridwan, M. 2004. Analisis kinerja kualitas industri kecil makanan khas tradisional dangke di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan, Tesis, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rodriguez, M, J, Oses, K, Ziani, and J,I, Mate. 2006. Combined effect of plasticizers and surfactants on the physical properties of starch based edible films. Food Res. Int. 39: 840-846.
Safitri. A.N. 2006. Pengaruh Konsentrasi Suspensi Pati Ubijalar (Ipomoea batatas L) dan Proporsi Penambahan Sorbitol Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia
30
Edible film. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Skripsi.
Setiani. W. Sudiarti. T. Rahmidar. L. 2013. Preparasi dan karakterisasi edible film dari poliblend pati sukun-kitosan. Jurnal teknosains pangan. 3(2): 100-109.
Sorbal. P. J. A.. Menegalli. F. C.. Hubinger. M. D.. and Roques. M. A. 2001. Mechanical. water vapor barrier and thermal properties of gelatin based edible film. J. Food Hydrocolloids. 15: 423-432.
Sukkunta. S. 2005. Physical and Mechanical Properties of Chitosan-Gelatin Based Film. Thesis. Department Technology of Environmental Management. Faculty of Graduate Studies. Mahidol University. Thailand.
Susanto. T. dan Saneto. 1994. Teknologi pengemasan bahan makanan. Family. Blitar.
Vinderola. C. G.. P. M. Guemoide. T. Delgado. J.A. Reinheimer and C.G. de los Reyes-Gavilan. 2000. Characteristics of carbonated fermented milk and survival of probiotik bacteria. International Dairy Journal. 10. 213-220.
Wang. J.. J. Sang. and F.Ren. 2010. Study of the physical properties of whey protein : sericin protein-blended edible films. Eur Food Res Technology. 231. 109-116.
Widyastuti. S. 2009. Pengolahan agar-agar dari alga coklat strain lokal Lombok menggunakan dua metode ekstraksi. Agroteksos 19(1-2): 29-35.
Wirawan. S. K A. Prasetya. Ernie. 2012. Pengaruh plasticizer pada karakteristik edible film dari pektin. Journal Food Science. Vol. 14 No. 1; 61-67.
Wittaya. T. 2013. Influence of type and concentration of plasticizer on the properties of edible film from mung bean proteins. vol 13: 51-58.
Yulianti. R dan E. Ginting. 2012. Perbedaan karakteristik fisik edible film dari umbi-umbian yang dibuat dengan penambahan plasticizer. Balai penelitian tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31( 2): 131-136.
Yoshida. M. P and Antunes. A. J. 2004. Characterization of whey protein emulsion films. Brazilian Journal Of Chemical Engineering. 21. 247 – 252.
Zavala. D. L. Villagómez. C. G. Corona. 2008. Comparative study of the mechanical properties of edible films made from single and blended hydrophilic biopolymer matrices. 7(3): 263-273.
31
Lampiran 1. Ketebalan Edible film
Descriptive StatisticsDependent Variable:ketebalan
Perlakuan MeanStd.
Deviation N
A1 .0320 .00187 5A2 .0324 .00182 5A3 .0324 .00182 5A4 .0324 .00167 5A5 .0356 .00167 5Total .0330 .00211 25
ANOVADependent Variable:ketebalan
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.Corrected
Model 4.416E-5a 4 1.104E-5 3.516 .025
Intercept .027 1 .027 8.649E3 .000Perlakuan 4.416E-5 4 1.104E-5 3.516 .025
Error 6.280E-5 20 3.140E-6Total .027 25
Corrected Total .000 24a. R Squared = .413 (Adjusted R Squared = .295)
32
LSDDependent Variable:ketebalan
(I) perlakuan
(J) perlakuan
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence IntervalLower Bound Upper Bound
LSD A1 A2 -.0004 .00112 .725 -.0027 .0019A3 -.0004 .00112 .725 -.0027 .0019A4 -.0004 .00112 .725 -.0027 .0019A5 -.0036* .00112 .004 -.0059 -.0013
A2 A1 .0004 .00112 .725 -.0019 .0027A3 .0000 .00112 1.000 -.0023 .0023A4 .0000 .00112 1.000 -.0023 .0023A5 -.0032* .00112 .010 -.0055 -.0009
A3 A1 .0004 .00112 .725 -.0019 .0027A2 .0000 .00112 1.000 -.0023 .0023A4 .0000 .00112 1.000 -.0023 .0023A5 -.0032* .00112 .010 -.0055 -.0009
A4 A1 .0004 .00112 .725 -.0019 .0027A2 .0000 .00112 1.000 -.0023 .0023A3 .0000 .00112 1.000 -.0023 .0023A5 -.0032* .00112 .010 -.0055 -.0009
A5 A1 .0036* .00112 .004 .0013 .0059A2 .0032* .00112 .010 .0009 .0055A3 .0032* .00112 .010 .0009 .0055A4 .0032* .00112 .010 .0009 .0055
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 3.14E-006.*. The mean difference is significant at the .05 level.
33
Lampiran 2. Laju Transmisi Uap Air (Water Vapour Transmision Rate/WVTR)
Descriptive StatisticsDependent Variable:WVTR
Perlakuan Mean
Std. Deviation N
A1 2.7378 1.14853 5A2 2.9776 .44022 5A3 2.7824 .46846 5A4 3.8104 .69395 5A5 3.9686 .58322 5Total 3.2554 .84518 25
ANOVADependent Variable:WVTR
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.Corrected Model 6.927a 4 1.732 3.390 .028
Intercept 264.934 1 264.934 518.650 .000Perlakuan 6.927 4 1.732 3.390 .028Error 10.216 20 .511Total 282.078 25Corrected Total 17.144 24a. R Squared = .404 (Adjusted R Squared = .285)
34
LSDDependent Variable:WVTR
(I) perlakuan
(J) perlakuan
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence IntervalLower Bound Upper Bound
LSD A1 A2 -.2398 .45202 .602 -1.1827 .7031A3 -.0446 .45202 .922 -.9875 .8983A4 -1.0726* .45202 .028 -2.0155 -.1297A5 -1.2308* .45202 .013 -2.1737 -.2879
A2 A1 .2398 .45202 .602 -.7031 1.1827A3 .1952 .45202 .670 -.7477 1.1381A4 -.8328 .45202 .080 -1.7757 .1101A5 -.9910* .45202 .040 -1.9339 -.0481
A3 A1 .0446 .45202 .922 -.8983 .9875A2 -.1952 .45202 .670 -1.1381 .7477A4 -1.0280* .45202 .034 -1.9709 -.0851A5 -1.1862* .45202 .016 -2.1291 -.2433
A4 A1 1.0726* .45202 .028 .1297 2.0155A2 .8328 .45202 .080 -.1101 1.7757A3 1.0280* .45202 .034 .0851 1.9709A5 -.1582 .45202 .730 -1.1011 .7847
A5 A1 1.2308* .45202 .013 .2879 2.1737A2 .9910* .45202 .040 .0481 1.9339A3 1.1862* .45202 .016 .2433 2.1291A4 .1582 .45202 .730 -.7847 1.1011
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .511.*. The mean difference is significant at the .05 level.
35
Lampiran 3. Kekuatan Tarik (Tensile Strenght) Edible film
Descriptive StatisticsDependent Variable: kuat tarik
Perlakuan MeanStd.
Deviation N
A1 9.4400 1.68908 5A2 9.8500 3.01455 5A3 7.2400 .51284 5A4 5.7800 .21679 5A5 4.8600 .59833 5Total 7.4340 2.47263 25
ANOVADependent Variable:kuat tarik
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.Corrected Model 96.300a 4 24.075 9.547 .000
Intercept 1381.609 1 1381.609 547.888 .000Perlakuan 96.300 4 24.075 9.547 .000Error 50.434 20 2.522Total 1528.342 25Corrected Total 146.734 24a. R Squared = .656 (Adjusted R Squared = .588)
36
LSDDependent Variable:kuat_tarik
(I) perlakuan
(J) perlakuan
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence IntervalLower Bound Upper Bound
LSD A1 A2 -.4100 1.00433 .687 -2.5050 1.6850A3 2.2000* 1.00433 .041 .1050 4.2950A4 3.6600* 1.00433 .002 1.5650 5.7550A5 4.5800* 1.00433 .000 2.4850 6.6750
A2 A1 .4100 1.00433 .687 -1.6850 2.5050A3 2.6100* 1.00433 .017 .5150 4.7050A4 4.0700* 1.00433 .001 1.9750 6.1650A5 4.9900* 1.00433 .000 2.8950 7.0850
A3 A1 -2.2000* 1.00433 .041 -4.2950 -.1050A2 -2.6100* 1.00433 .017 -4.7050 -.5150A4 1.4600 1.00433 .162 -.6350 3.5550A5 2.3800* 1.00433 .028 .2850 4.4750
A4 A1 -3.6600* 1.00433 .002 -5.7550 -1.5650A2 -4.0700* 1.00433 .001 -6.1650 -1.9750A3 -1.4600 1.00433 .162 -3.5550 .6350A5 .9200 1.00433 .371 -1.1750 3.0150
A5 A1 -4.5800* 1.00433 .000 -6.6750 -2.4850A2 -4.9900* 1.00433 .000 -7.0850 -2.8950A3 -2.3800* 1.00433 .028 -4.4750 -.2850A4 -.9200 1.00433 .371 -3.0150 1.1750
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2.522.*. The mean difference is significant at the .05 level.
37
Lampiran 4. Kemuluran (Elongation of Break) edible film
Descriptive StatisticsDependent Variable:kemuluran
perlakuan MeanStd.
Deviation N
A1 33.3300 .00000 5A2 56.6680 7.45393 5A3 60.6000 5.12835 5A4 62.0000 2.98236 5A5 66.3320 5.05432 5Total 55.7860 12.67459 25
ANOVADependent Variable:kemuluran
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.Corrected Model 3390.282a 4 847.570 36.438 .000
Intercept 77801.945 1 77801.945 3.345E3 .000Perlakuan 3390.282 4 847.570 36.438 .000Error 465.207 20 23.260Total 81657.434 25Corrected Total 3855.489 24a. R Squared = .879 (Adjusted R Squared = .855)
38
LSDDependent Variable:kemuluran
(I) perlakuan
(J) perlakuan
Mean Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence IntervalLower Bound Upper Bound
LSD A1 A2 -23.3380* 3.05027 .000 -29.7007 -16.9753A3 -27.2700* 3.05027 .000 -33.6327 -20.9073A4 -28.6700* 3.05027 .000 -35.0327 -22.3073A5 -33.0020* 3.05027 .000 -39.3647 -26.6393
A2 A1 23.3380* 3.05027 .000 16.9753 29.7007A3 -3.9320 3.05027 .212 -10.2947 2.4307A4 -5.3320 3.05027 .096 -11.6947 1.0307A5 -9.6640* 3.05027 .005 -16.0267 -3.3013
A3 A1 27.2700* 3.05027 .000 20.9073 33.6327A2 3.9320 3.05027 .212 -2.4307 10.2947A4 -1.4000 3.05027 .651 -7.7627 4.9627A5 -5.7320 3.05027 .075 -12.0947 .6307
A4 A1 28.6700* 3.05027 .000 22.3073 35.0327A2 5.3320 3.05027 .096 -1.0307 11.6947A3 1.4000 3.05027 .651 -4.9627 7.7627A5 -4.3320 3.05027 .171 -10.6947 2.0307
A5 A1 33.0020* 3.05027 .000 26.6393 39.3647A2 9.6640* 3.05027 .005 3.3013 16.0267A3 5.7320 3.05027 .075 -.6307 12.0947A4 4.3320 3.05027 .171 -2.0307 10.6947
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 23.260.*. The mean difference is significant at the .05 level.
39
Lampiran 5a. Tingkat Kecerahan Warna (L*) Edible film
Descriptive Statistics
Dependent Variable:warna_L
perlakuan Mean Std. Deviation N
A1 87.8942 .64751 5
A2 87.4308 2.34100 5
A3 87.3834 .89654 5
A4 87.9652 .80467 5
A5 87.2264 1.09445 5
Total 87.5800 1.23085 25
ANOVADependent Variable:warna_L
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.245a 4 .311 .190 .941Intercept 191298.465 1 191298.465 1.166E5 .000Perlakuan 1.245 4 .311 .190 .941Error 32.824 20 1.641Total 191332.534 25Corrected Total 34.069 24
a. R Squared = .037 (Adjusted R Squared = -.156)
Lampiran 5b. Tingkat Warna Kehijauan (a*) Edible film
Descriptive Statistics
Dependent Variable:warna_a
Perlakuan Mean Std. Deviation N
A1 -.4308 1.95955 5
A2 -.3236 1.41916 5
A3 -.2354 .82092 5
A4 -.2154 1.81482 5
A5 -.3264 3.82699 5
Total -.3063 2.02089 25
40
ANOVADependent Variable:warna_a
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model .147a 4 .037 .008 1.000Intercept 2.346 1 2.346 .479 .497Perlakuan .147 4 .037 .008 1.000Error 97.869 20 4.893Total 100.362 25Corrected Total 98.016 24
Lampiran 5c. Tingkat Warna Kekuningan (b*) Edible film
Descriptive Statistics
Dependent Variable:warna_b
Perlakuan Mean Std. Deviation N
A1 3.4742 1.70881 5
A2 3.5458 1.81807 5
A3 3.5222 .52526 5
A4 3.4638 1.21790 5
A5 3.6248 .91276 5
Total 3.5262 1.21371 25
ANOVADependent Variable:warna_b
SourceType III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model .084a 4 .021 .012 1.000Intercept 310.845 1 310.845 176.262 .000Perlakuan .084 4 .021 .012 1.000Error 35.271 20 1.764Total 346.199 25Corrected Total 35.354 24
a. R Squared = .002 (Adjusted R Squared = -.197)
41
DOKUMENTASI
42
Freeze DryerPemanasan Aquades Whey Bubuk
Proses Pemanasan di Magnetik Stirrer suhu 900C
Proses Liofilisasi
Proses menuang ke dalam cetakan
Meratakan Edible film menggunakan waterpass
43
Uji Ketebalan Uji Kekuatan tarik dan Kemuluran
Uji Laju Transmisi Uap Air
Edible film dengan Plasticizer Gliserol
Uji Warna
Proses pencabutan Edible film dari cetakan
RIWAYAT HIDUP
Sri Hastuti Ningsih (I111 11 002). lahir di Ujung
Pandang pada tanggal 07 November 1992 sebagai
anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan
Juraerah Kadir dan Hj. Naimah Hakim.
Awal sekolah pada tahun 1999 di SDN Bawakaraeng II Makassar dan
melanjutkan pendidikan di SMP IRNAS Makassar pada tahun 2005. kemudian
pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan di SMAN 7 Makassar dan tamat pada
tahun 2011. Setelah menyelesaikan sekolah di SMAN 7 Makassar. Penulis
diterima di Perguruan Tinggi melalui Jalur Undangan dengan Program Studi
Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
44