1
Kendadi, Akuntabilitas Peran Propam Dalam Pengawasan Terhadap Penyimpangan Polisi
Akuntabilitas Peran Propam Dalam Pengawasan Terhadap Penyimpangan
Polisi Kendadi Satria Utama1
Abstract
Study or this paper tries to describe how the implementation of democratic policing
Points Accountability conducted by police agencies in the Bidang Propam Deviations police
handle both the breach of discipline, ethical violation or violations of the law the police
personnel. This research was conducted with qualitative methods where data obtained from
in-depth interviews with four (4) informant. Once the data obtained from primary and
secondary research and conducted so as to be a discussion to see how far Role Bidang
Propam Polda Metro Jaya in the supervision of police deviance as points applying democratic
policing accountability and know the obstacles in the implementation of the implementation.
The study results showed that the implementation of democratic policing accountability
points in the Bidang Propam going well enough but still there are some specific points in the
implementation of which requires the implementation of improvements.
Keywords: Police Oversight, Accountability, Police Deviance
Kepolisian merupakan salah fungsi pemerintahan. Pada dasarnya fungsi polisi adalah
mengatur dan menjaga agar aturan-aturan yang telah ditetapkan tidak dilanggar oleh warga
masyarakat yang berada dalam wilayahnya. Untuk melakukan fungsi tersebut dibentuklah
lembaga atau badan yang disebut dengan Kepolisian pada negara tersebut. Di Indonesia
lembaga tersebut adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia atau biasa disingkat dengan
Polri (Maskat, 1993:18).
Polisi dalam perkembangan menuju ke arah yang lebih baik selalu membenahi diri
untuk mempermudah peran dan fungsi dalam masyarakat salah satunya adalah memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta menegakkan hukum
1 Alumni program Sarjana Reguler Departemen Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
2
Universitas Indonesia
secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak
azasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan yang merupakan
peran dan fungsi polisi yang sangat vital. Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh polisi
dapat disebut juga dengan reformasi polisi. Pada Masyarakat yang baru saja terbebas dari
pemerintah yang otoriter, biasanya hukum atau aturan yang berlaku tidaklah adil dan beradab.
Mengapa demikian karena hukum dalam pemerintahan otoriter digunakan oleh penguasa
untuk memenangkan penguasa sebagai pemerintah agar dapat berkuasa dengan sewenang-
wenangnya dan dilakukan dengan paksaan (Suparlan, 2008:19).
Jika kita lihat dalam realitas kehidupan sehari-hari citra polisi dengan respons dari
masyarakat terhadap kinerja polisi. Banyak hal-hal yang membuat citra polisi buruk di
masyarakat luas. Seperti “salam tempel” yang dilakukan Satuan Bhayangkara dengan
kendaraan-kendaraan angkutan yaitu menarik pungutan liar dari kendaraan-kendaraan
tertentu. Anggota Reserse yang ogah-ogahan dalam menuntaskan kasus (Meliala, 2001:139).
Bahkan berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh polisi telah biasa menjadi berita
dalam media cetak atau eletronik. Pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oleh
polisi. Pengaduan masyarakat terhadap polisi terkait tindakan atau dugaan pemerasan,
penyalahgunaan wewenang dan penggunaan narkoba. Ada juga beberapa tindakan polisi
yang melanggar pidana yang terlapor juga lewat pengaduan masyarakat seperti penganiayaan,
asusila, pencurian, perjudian, miras dan lain-lainnya.
Pengaduan masyarakat khususnya mengenai polisi yang brutal, dalam hal ini
masyarakat harus diberi wadah atau layanan dari Negara untuk melakukan pengaduan
terhadap kinerja polisi yang menyalahi aturan atau undang-undang dan merugikan
masyarakat (Adrianus, 2005:26). Maka dari itu polisi perlu melakukan identifikasi terhadap
faktor-faktor yang menyebabkan Polri tidak dipercaya oleh masyarakat (Soekanto, 1988).
Salah satu cara yang dapat diambil adalah dengan evaluasi dari masyarakat melalui surat
pengaduan masyarakat atas kinerja anggota Polri.
Pengaduan Masyarakat akan penyimpangan yang dilakukan oleh polisi dapat
disampaikan kepada lembaga-lembaga pengawasan baik internal maupun eksternal. Lembaga
pengawasan internal Polri yang termasuk dalam struktur organisasi Polri ada dua yaitu:
a. Inspektorat Pengawasan Umum dan Irwasda
b. Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam)
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
3
Universitas Indonesia
Mekanisme pengawasan eksternal Polri juga dilakukan oleh lembaga diluar struktur
organisasi Polri. Melalui Surat Keputusan Kapolri No.Pol : SKEP/723/IX/2004 tentang
pedoman administrasi penanganan pengaduan masyarakat, pengawasan eksternal anggota
Polri dapat dilakukan melalui Komisi Polisi Nasional (Kompolnas). Adapun pengawasan
eksternal lainnya dapat melalui Komisi Ombudsman yaitu Badan pengawasan
penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan lembaga Negara baik dalam
pemerintah pusat maupun daerah.
Untuk melakukan pengawasan terhadap cara kerja atau profesionalitas dari polisi di
Indonesia Polri telah membentuk Propam (Profesi dan Pengamanan) yaitu badan pengawasan
internal dari pihak Polri terhadap anggota Polri di seluruh Indonesia yang termasuk dalam
struktur organisasi Polri (Sumber : Web Divpropam Polri).
Tabel 1 : Pengaduan Masyarakat Divpropam Polri 1 Januari – 11 Maret 2011
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
4
Universitas Indonesia
Kirim Jawab Kirim Jawab1 BARESKRIM POLRI 0 0 0 0 0 0 0.00%2 ITWASUM PORLI 0 0 0 0 0 0 0.00%3 BAG REHABILITASI 0 0 0 0 0 0 0.00%4 RO WABPROF POLRI 4 0 6 1 10 1 10.00%5 RO PAMINAL POLRI 12 0 3 0 15 0 0.00%6 RO PROVOS POLRI 3 0 15 1 18 1 5.56%7 POLDA ACEH 2 0 0 0 2 0 0.00%8 POLDA SUMUT 7 0 3 0 10 0 0.00%9 POLDA SUMBAR 3 0 0 0 3 0 0.00%10 POLDA RIAU 0 0 1 0 1 0 0.00%11 POLDA BENGKULU 1 0 0 0 1 0 0.00%12 POLDA JAMBI 3 1 1 0 4 1 25.00%13 POLDA SUMSEL 6 1 2 0 8 1 12.50%14 POLDA LAMPUNG 6 1 2 0 8 1 12.50%15 POLDA METRO 29 0 22 1 51 1 1.96%16 POLDA JABAR 21 0 9 0 30 0 0.00%17 POLDA JATENG 11 0 2 0 13 0 0.00%18 POLDA D.I.Y 3 0 1 0 4 0 0.00%19 POLDA JATIM 22 0 3 0 25 0 0.00%20 POLDA BALI 4 0 1 0 5 0 0.00%21 POLDA NTB 4 0 0 0 4 0 0.00%22 POLDA NTT 3 0 0 0 3 0 0.00%23 POLDA KALBAR 1 0 1 0 2 0 0.00%24 POLDA KALSEL 5 0 2 0 7 0 0.00%25 POLDA KALTENG 0 0 0 0 0 0 0.00%26 POLDA KALTIM 1 0 0 0 1 0 0.00%27 POLDA SULTRA 2 1 0 0 2 1 50.00%28 POLDA SULTENG 0 0 2 0 2 0 0.00%29 POLDA SULUT 4 0 2 1 6 1 16.67%30 POLDA MALUKU 2 1 0 0 2 1 50.00%31 POLDA PAPUA 3 0 2 0 5 0 0.00%32 POLDA BANTEN 6 0 2 0 8 0 0.00%33 POLDA GORONTALO 0 0 0 0 0 0 0.00%34 POLDA MALUT 0 0 1 0 1 0 0.00%35 POLDA BABEL 1 0 0 0 1 0 0.00%36 POLDA KEPRI 2 2 5 5 7 7 100.00%37 POLDA SULSEL 12 0 2 0 14 0 0.00%
183 7 90 9 273 16 5.86%
%
Jumlah
Jumlah PengaduanSurat Masuk Laporan Polisi
Jumlah PengaduanNo Satker
Kirim Jawab
(Sumber : Web Divpropam Polri).
Pengaduan masyarakat inilah yang nanti dapat membantu menciptakan profesionalitas
dan akuntabilitas Polri di masa yang akan datang. Setiap koreksi dari laporan pengaduan
masyarakat dapat menjadi gambaran bagaimana tingkat profesionalitas Polri di masyarakat
dan melihat kekurangan dalam kinerja Polri. Respon dari pangaduan masyarakat dan
penanganan yang benar dapat membentuk citra polisi yang transparan dan meningkatkan
akuntabilitas Polri sebagai lembaga atau instansi pemerintah.
Review Hasil Penelitian dan Jurnal Pengawasan Polisi
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
5
Universitas Indonesia
Awal berkembangnya surat pengaduan dimulai pada tahun 1990. Surat pengaduan
adalah salah satu mekanisme yang telah dikembangkan untuk mengontrol kinerja kepolisian
dan memberikan review yang independen dan netral serta fakta terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh polisi. Surat pengaduan dapat direkomendasikan untuk pemecatan bagi
petugas polisi yang terlibat pelanggaran. Lebih di 50 kota besar memiliki mekanisme surat
pengaduan (Walker & Bumphus, 1991). Sejak saat itu semakin berkembang kajian-kajian
surat pengaduan masyarakat.
Pada kajian surat pengaduan masyarakat di Oakland, mekanisme surat pengaduan
masayarakat mendapatkan respon yang baik dari masyarakat setempat. Namun respon
masyarakat saja ternyata tidak cukup karena perlu juga lebih banyak dana dan otoritas akan
diperlukan untuk mendukung berjalannya mekanisme pengaduan yang ada. Dalam banyak
kasus pengaduan, instansi penegak hukum setempat dan serikat polisi seakan kurang
kerjasama dengan mekanisme atau sistem pengaduan yang diterapkan (Skolnick & Bailey,
1986). Hal ini mengecewakan peneliti yang mengkaji tentang surat pengaduan di Oakland.
Penelitian terhadap divisi pengawasan internal kepolisian di New York pada tahun
1957 oleh Cohen (1972) mendapatkan sebuah kesimpulan yang menunjukan bahwa terdapat
indikasi yang menuju pada “pemilihan kasus” oleh divisi terkait dalam memproses laporan-
laporan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota polisi. Setelah berbagai kajian tentang
pengawasan yang dilakukan untuk melihat dan menilai kinerja anggota polisi. Kajian
selanjutnya yaitu kajian tentang feedback yang dilakukan oleh masyarakat yaitu surat
pengaduan. Studi yang dilakukan Iris (1998), mengenai sistem evaluasi Civilian Review
petugas polisi di Denver, Houston, San Jose dan Boston menemukan adanya kekhawatiran
masyarakat akan pihak-pihak yang impunitas terhadap berbagai peraturan disiplin. Hal ini
mendukung dibentuknya lembaga pengawasan polisi eksternal yang juga bertugas melakukan
kajian terhadap keluhan atau pengaduan masyarakat. Pengaduan masyarakat tentang
penyimpangan polisi dinilai penting oleh Smith (2001:376) karena merupakan tahapan paling
awal dalam upaya pendisiplinan polisi.
Ada juga kajian yang dilakukan oleh Brenda A. Buren (2007), tentang pengawasan
masyarakat (Civil Oversight) terhadap polisi di Tempe, Arizona. Buren melakukan evaluasi
pada Tempe Citizens’ Panel for Review of Police Complaints and Use of Force yang
merupakan sistem pengawasan polisi oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian yang
menggunakan baik metode kualitatif dan kuantitatif tersebut adalah melihat keberhasilan
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
6
Universitas Indonesia
pengimplementasian sistem pengawasan yang telah berjalan di Arizona. Penelitian tersebut
mengkaji sistem pengawasan masyarakat terhadap polisi secara menyeluruh. Berbeda halnya
dengan penelitian ini yang fokus pada instrumen pengawasan yaitu pengaduan masyarakat.
Dalam upaya memperbaiki citra polisi dan hubungan dengan masyarakat terkait
dengan pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan anggota polisi. Bruce
merekomendasikan perlu adanya pengembangan prosedur penanganan surat pengaduan
masyarakat yang adil dan didesain untuk mewujudkan disiplin yang nyata dalam tubuh
organisasi dan anggota Kepolisian (Terrys, 1967:64). Perlunya pengoptimalan fungsi
pengawasan terhadap polisi saat bertugas dengan memberikan akses yang mudah dalam
memberikan surat pengaduan terkait pelanggaran yang dilakukan anggota polisi ketika
melakukan tugasnya saat berhadapan dengan masyarakat sehingga koreksi terhadap kinerja
dan pemolisian berjalan dengan baik (Thanos, 2008). Pengembangan prosedur atau
mekanisme surat pengaduan juga perlu diimbangi pula dengan respon cepat dan penanganan
yang baik dan jujur terhadap surat pengaduan masyarakat yang masuk agar dapat tercipta
kemajuan dalam hubungan antara polisi dan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Pengawasan eksternal polisi juga dinilai perlu dibentuk sebagai upaya pengawasan
dan pendisiplin polisi agar tidak melakukan penyimpangan seperti pada kajian penelitian
Smith. Pengawasan eksternal ini diharapkan mampu mengimbangi pengawasan internal yang
dilakukan oleh pihak kepolisian itu sendiri. Kerjasama dari kedua dalam mengkaji surat
pengaduan masyarakat terkait keluhan masyarakat atas pemolisian ataupun pelanggaran
anggota kepolisian ini bisa lebih efektif karena pengawasan rangkap dan lebih mampu
menjangkau ke masyarakat luas (Smith, 2001;376).
Reformasi polisi sebagai imbas dari reformasi pemerintahan di seluruh dunia karena
berkembangnya paham demokrasi. Kajian Hilyard (2000), di Irlandia Utara terjadi reformasi
pemolisian yaitu dengan membentuk Police Ombudsman. Pembentukan Police Ombudsman
ini adalah cermin dari pemolisian modern yang memiliki prinsip-prinsip salah satu yaitu
pemolisian harus bersifat demokratis dan akuntabel secara politik, hukum dan finansial.
Police Ombudsman ini memiliki kewenangan untuk menginvestigasi semua keluhan terhadap
polisi dan mengumpulkan pola atau tren dari keluhan masyarakat sebagai patokan untuk
rekomendasi terhadap kepolisian. Pembatasan wewenang dari Police Ombudsman ini terbatas
tidak melakukan campur-tangan terhadap masalah arah dan kendali dari kepolisian.
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
7
Universitas Indonesia
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012. Untuk melakukan penelitian
peran Bidang Propam dalam pengawasan terhadap penyimpangan anggota polisi untuk
mencapai akuntabilitas. penulis menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu dengan
melakukan analisa dokumen dan wawancara terstruktur. Wawancara dan Pengumpulan data
penelitian ini berlangsung selama lima (5) hari di Bidang Propam Polda Metro Jaya. Mulai
dari tanggal 3-7 Desember. Informan yang saya wawancarai ada 4 (empat orang) dari Bidang
Propam Polda Metro Jaya. Keempat personil itu adalah: yang pertama Ajun Komisaris Besar
Polisi Endang Yuliastuti yang menjabat sebagai Kepala Sub Bidang Pertanggung-jawaban
Profesi Bidang Propam Polda Metro Jaya. Wawancara dengan Bu Endang. Kedua, Inspektur
Dua Sungsang yang menjabat sebagai Pembantu Urusan Prodok Sub Bidang Paminal Bidang
Propam Polda Metro Jaya. Wawancara dengan Pak Sungsang. Ketiga, Komisaris Polisi
Triyono yang menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pelayanan Pengaduan Bidang Propam
Polda Metro Jaya. Keempat, Ajun Komisaris Polisi Effi M. Zulkifly yang menjabat sebagai
Kepala Penegakan Hukum Sub Bidang Provos Bidang Propam Polda Metro Jaya.
Selanjutnya data yang diperoleh dari wawancara dan dokumen-dokumen yang
diberikan dijadikan bahan untuk analisa peran Bidang Propam dalam pengawasan terhadap
penyimpangan polisi untuk mencapai akuntabilitas. Data temuan lapangan dikelompokan
sesuai pembahasan yang akan dibuat. Temuan data lapangan ini berupa field note, verbatim
wawancara dan dokumen.
Temuan Data Lapangan
Tugas Propam yaitu membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggung jawaban
profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan disiplin dan ketertiban di lingkungan
Polri dan pelayanan pengaduan masyarakat tentang adanya penyimpangan tindakan
anggota/PNS Polri. Pengawasan dan pelayanan Bidang Propam Polda Metro Jaya memiliki
Hirarki secara struktural seperti halnya tingkatan kantor kepolisian. Hirarki Pengawasan
Propam itu berjenjang mulai dari Divisi Propam di tingkat Pusat yaitu Mabes Polri. Divisi
Propam ini membawahi Bidang Propam di tingkat Provinsi atau Polda seperti halnya Polda
Metro Jaya. Bidang Propam Polda ini selanjutnya memiliki kewenangan untuk membawahi
Seksi Propam di Polres-Polres di daerah cakupan wilayahnya. Adanya hirarki ini digunakan
untuk memberikan kewenangan dari tingkat Divisi Propam kepada tingkat Bidang Propam
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
8
Universitas Indonesia
hingga tingkat Seksi Propam sesuai kebijakan yang diambil untuk mempermudah
pelaksananaan pengawasan dan pelayanan Propam. Hirarki ini juga mengharuskan kewajiban
kepada tingkat Seksi Propam di masing-masing Polres untuk memberikan laporan terkait
pelaksanaan tugas dan fungsi propam yang diemban di tingkat Polres kepada Bidang Propam
di Polda. Dan nantinya masing-masing Bidang Propam di Polda seluruh Indonesia
melaporkan pelaksanaan tugas dan fungsi Propam yang telah dilakukan kepada Divisi
Propam Mabes Polri.
Untuk mekanisme atau prosedur surat pengaduan masyarakat baik itu untuk
pelanggaran disiplin, kode etik maupun Pidana. Semua surat yang masuk melalui Bagian
Pelayanan Pengaduan (Bagyanduan) baik itu surat pengaduan langsung, surat pengaduan
tidak langsung ataupun limpahan dari Kompolnas maupun LSM (Police Watch, Imparsial,
Komnas Ham, dan lain-lainnya).
Propam untuk menjamin efektifitas dan efisiensi serta akuntabilitasnya pengawasan
maka Propam tidak hanya dibentuk pada tingkat Mabes Polri, tetapi Propam juga dibentuk
pada tingkat Polda dan Polres. Pada tingkat Polres ada Seksie Propam, di tingkat Polda ada
Bidang Propam, dan di tingkat Polri ada Divisi Propam. Laporan kasus yang masuk
dilaporkan sesuai hierarki dari Polres kemudian diteruskan pada Polda setempat, dan laporan
dilanjutkan ke Divisi Propam di tingkat Polri. Laporan kasus diteruskan hingga ke tingkat
Polri demi tercapainya integrasi laporan ditingkat Polri sementara untuk penanganan kasus
tetap dilakukan di tingkat Polda. Propam akan melakukan penindakan berdasarkan catatan
kasus yang masuk. Berdasarkan hasil wawancara dan data yang diperoleh penulis
mengklasifikasikan sumber catatan kasus, sebagai berikut:
(1) Hasil pengawasan internal oleh Propam
(2) Surat aduan dari masyarakat secara langsung
(3) Surat limpahan dari institusi lain, seperti Divisi Propam Komnas HAM, Police
Watch, Kompolnas, dsb.
(4) Aduan dari masyarakat yang tidak langsung atau melalui surat
Propam dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk melakukan tindakan Proaktif.
Tindakan proaktif Propam diwujudkan dalam aktifnya sosialisasi terkait berbagai peraturan
yang berlaku di lingkungan Polri, serta penegakan ketertiban dan disiplin atau Gaktibplin
yang biasa dilakukan melalui apel dan razia, misalnya saja apel untuk mengontrol sikap dan
penampilan anggota polisi, mengontrol identitas diri anggota Polri, hingga razia ke tempat-
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
9
Universitas Indonesia
tempat hiburan untuk mencegah tindakan indispliner dari petugas yang pergi ke tempat-
tempat hiburan tanpa surat tugas. Untuk mencakup semua akuntabilitas dari pertanggung-
jawaban profesi dan disiplin anggota kepolisian Polri. Pengawasan internal yang dilakukan
oleh Propam dalam hal ini meliputi tiga komponen, yakni:
(1) Pengawasan terhadap personil, meliputi semua tindakan anggota polisi sebagai
penegakan hukum ketika menjalankan tugas ataupun sudah tidak dalam tugas lagi,
yang dimaksud disini anggota Polri harus menjaga sikapnya baik dalam tugas ataupun
di luar tugas untuk selalu memenuhi kewajiban dan meninggalkan larangan baik itu
disiplin maupun kode etik sebagai ketentuan anggota Polri.
(2) Pengawasan terhadap materi logistik, meliputi pengawasan barang bergerak
maupun tidak bergerak yang digunakan oleh anggota Polri agar tidak disalahgunakan
yang dapat merugikan Polri sendiri atau malah membahayakan masyarakat luas.
(3) Pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kepolisian, dilakukan
untuk melihat suatu kegiatan yang dilakukan oleh anggota Polri sudah memenuhi
Standar Opersional Prosedur yang berlaku atau belum seperti penanganan unjuk rasa,
pengaturan lalu lintas dan lain-lainnya.
Terkait dengan kerjasama, Propam sering dikaitkan dengan Kompolnas karena tugas
dan fungsi yang hampir sama yakni melakukan pengawasan pada institusi Kepolisian.
Namun, hubungan keduanya ini bersifat sinergi. Kompolnas hanya mengawasi pelaksanaan
tugas Polri secara umum juga melakukan analisa kebijakan untuk polisi di periode yang akan
dating, bukan sebagai partner kerjasama. Terkait dengan pengaduan Kompolnas hanya
melimpahkan surat pengaduan dan mengawasi perkembangan kasus yang dilimpahkan. Jadi,
kerjasama dengan Kompolnas dengan Propam adalah kerjasama tidak langsung. Sedangkan
kerjasama lain dengan Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Police Watch, Imparsial,
Komnas Ham dan lain-lain juga hampir sama dengan kerjasama Propam-Kompolnas.
UNDP menjelaskan ada beberapa prinsip akuntabilitas yaitu ada empat bentuk
akuntabilitas: akuntabilitas politik, akuntabilitas administratif, akuntabilitas profesional dan
akuntabilitas demokratis. Akuntabilitas politik membutuhkan suatu organisasi untuk
bertindak sesuai dengan ketentuan politik dan programatik diadopsi oleh organisasi
organisasi mempertanggung-jawabkan (akuntabel) semua kegiatan yang dilakukan oleh
organisasi kepada pejabat politik. Akuntabilitas politik melibatkan akuntabilitas vertikal
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
10
Universitas Indonesia
dimana pejabat diawasi dan dikendalikan oleh kantor yang lebih tinggi sesuai dengan hirarki
institusi; dan akuntabilitas horizontal yang merupakan akuntabilitas eksekutif kepada
legislatif dalam kasus pemerintah. Demikian pula, akuntabilitas administratif melibatkan
akuntabilitas vertikal dimana posisi administrasi rendah hingga posisi superior melalui
serangkaian luas mekanisme internal pengendalian dan pengawasan termasuk inspektorat, dll
audit, dan akuntabilitas horizontal di mana posisi administratif bertanggung jawab kepada
warga negara dan badan pengawas, termasuk ombudsman. Selain itu, akuntabilitas
administratif melibatkan subjek penuh pejabat publik dan unit administratif untuk satu set
aturan konstitusional yang luas, hukum dan administratif dan prosedur yang mengatur erat
kinerja mereka. Akuntabilitas profesional mengacu pada keberadaan seperangkat norma dan
praktik yang bersifat teknis dan profesional yang mengatur perilaku dan kinerja anggota
profesi tertentu. Akuntabilitas demokratis adalah hubungan langsung antara pemerintah dan
masyarakat sipil di mana masyarakat sipil mengambil peran aktif dalam menjamin
akuntabilitas melalui partisipasi populer, evaluasi proyek pemerintah dan kegiatan (UNDP,
2001).
Propam Polda Metro Jaya sudah melakukan akuntabilitas politik Akuntabilitas politik
yaitu organisasi mempertanggung-jawabkan (akuntabel) semua kegiatan yang dilakukan oleh
organisasi kepada pejabat politik yang membidangi keamanan umum juga kepada berbagai
lembaga politik seperti DPRD. Akuntabilitas politik yang dilakukan erat dengan akuntabilitas
vertikal yang mengawasi kinerja mereka sebagai hirarki institusi yaitu di level Mabes Polri
Divisi Propam. Urutan hirarki Propam Polri terbagi menjadi 3 level yaitu Seksi Propam di
level Polres, Bidang Propam di level Polda, dan terakhir Divisi Propam di level Mabes.
Akuntabilitas administratif juga telah dilakukan oleh Bidang Propam Polda Metro
Jaya dengan membagi struktur organisasi sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.
Sub Bidang Pengamanan Internal dengan Fungsi Pengamanan di lingkungan internal
organisasi Polri. Sub Bidang pertanggung-jawaban Profesi sebagai fungsi pertanggung-
jawaban profesi. Provos sebagai fungsi Provos dalam penegakan disiplin dan ketertiban
dilingkungan Polri. Ada juga fungsi Bagian Pelayanan Pengaduan, Perencanaan dan
Administrasi Serta Rehabilitasi Personil.
Bidang Propam Polda Metro Jaya juga melakukan akuntabilitas horizontal secara
administrasi dengan Komisi Ombudsman dan Kompolnas. Kerjasama yang dilakukan oleh
Propam dan Kompolnas, Ombudsman dan lain-lain kurang bersinergi secara maksimal
karena hanya terbatas pengawasan ditangani atau tidak suatu kasus, lancar atau tidaknya
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
11
Universitas Indonesia
kasus tersebut, selesai atau tidak kasus-kasus yang masuk ke Propam. Nanti hal itu dianalisis
menjadi tren untuk mewujudkan kebijakan untuk mengurangi penyimpangan polisi.
Akuntabilitas profesional Bidang Propam Polda Metro Jaya juga telah diatur yaitu
melalui SKEP No. 659 Tahun 2003 tentang Konsep “Patuh Hukum”. Perkap 14 Tahun 2011
Tentang Kode Etik Profesi POLRI atau PPRI 1 tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota
Kepolisian Negara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 tentang
Peraturan Disiplin Polisi Negara Republik Indonesia. Dalam Bab II tentang Kewajiban,
Larangan dan Sanksi ini dijelaskan Poin-poin mengenai Kewajiban, Larangan dan Sanksi
bagi Anggota Polri. Standar Opersional Prosedur tentang Penerimaan Surat Pengaduan
Masyarakat kepada Bagian Pelayanan dan Pengaduan Propam ini berdasarkan TR Kapolri
No.Pol : TR/30/1/2009 dan Keputusan Kapolri No.Pol : Kep/53/1/2010 tentang Kebijakan
dan Strategi Polri. Dasar Tata cara penanganan pengaduan masyarakat juga diatur dengan
Peraturan Kapolri No 2 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penanganan Pengaduan Masyarakat
di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ada juga Pedoman Adminitrasi
Penanganan Surat Pengaduan Masyarakat. Pedoman ini didasari oleh Keputusan Kapolri
No.Pol : Skep/723/IX/2004.
Sedangkan Akuntabilitas demokratis antara Bidang Propam Polda Metro Jaya dengan
masyarakat juga telah dilakukan yaitu dengan memberikan partisipasi masyarakat yang
terkait pelanggaran polisi untuk menjadi saksi dalam persidangan dan dimintai bukti-bukti
untuk proses persidangan. Masyarakat umum juga bebas untuk menghadiri sidang
pelanggaran yang dilakukan polisi bebas tanpa ada kaitan apapun dengan kasus yang sedang
disidangkan. Publikasi data yang dilakukan hanya berdasarkan melalui hirarki vertikal ke
atas. data hasil penyelidikan dan keputusan sidang bisa saja dipublikasi melalui Bagian
Hubungan Masyarakat, di web Propam juga ada data kasus pelanggaran dan keputusan
sidang anggota polisi tetapi sudah tidak dikelola lagi dan berhenti di tahun 2011. Sidang
adalah sarana publikasi secara umum dan tidak menutup pintu bagi siapapun untuk hadir
dalam persidangan. Publikasi atau laporan kepada pelapor berbentuk Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) akan diberikan setelah keputusan sidang atau
hasil akhir sudah didapatkan.
Salah satu pengawasan eksternal adalah melalui Organisasi Masyarakat Sipil.
Pengawasan yang dilakukan bersama Organisasi Masyarakat Sipil dirasa perlu untuk
dilakukan sebagai perwujudan dari pemolisian demokratis. Pengawasan berlapis pada
kepolisian melalui pengawasan internal dari Propam dan pengawasan eksternal dari
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
12
Universitas Indonesia
Organisasi Masyarakat Sipil / Lembaga Swadaya Masyarakat (Imparsial, Police Watch,
Kontras, Komnas Ham dan lain-lain) maupun Organisasi pengawasan bentukan pemerintah
(Komisi Ombudsman, Kompolnas). Tidak hanya pemolisiannya saja yang perlu diberikan
pengawasan oleh pengawasan eksternal tetapi juga pengawasan internal dari Propam perlu
diberikan pengawasan melalui pengawasan eksternal karena hanya Propam yang memiliki
kewenangan dalam penetapan hukuman pelanggaran yang dilakukan oleh personil polisi
(etika dan disiplin) pelanggaran hukum baru pengadilan yang menetapkan hukumannya,
itupun juga melalui mekanisme penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan polisi.
Pengawasan eksternal yang dilakukan oleh lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat
terkait pelanggaran polisi dan pengawasan internal yang dilakukan Propam terlihat kurangnya
kerjasama yang dilakukan oleh Organisasi Masyarakat Sipil yang ada dengan polisi.
Kerjasama yang dilakukan kedua belah pihak hanya terkait penerusan surat pengaduan yang
diberikan masyarakat.
Data dari 43 kasus yang ditangani Kontras sepanjang Juli 2011-Juni 2012 tampak
bahwa kasus-kasus yang mengemuka berkenaan dengan rekayasa kasus, penyiksaan serta
penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan mekanisme internal Polri. Sebanyak 18 kasus
diadukan secara langsung melalui mekanisme internal Polri, yaitu melaporkan langsung ke
Divisi Propam baik di Mabes Polri maupun di Polda Metro Jaya. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 13 kasus yang diadukan telah direspon oleh pihak kepolisian. Meski demikian,
respon yang diberikan lambat. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan
(SP2HP) tidak secara berkala disampaikan kepada pelapor atau korban dan umumnya baru
diberikan ketika Kontras menanyakan perkembangan perkara yang ditangani. Sementara itu,
mengacu pada mekanisme internal Polri dalam Perkap tentang Keterbukaan Informasi Publik,
respon penanganan kasus yang diterima Kontras dari Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi umumnya tidak menyentuh pokok persoalan. Respon cukup efektif ketika
Kontras mengajukan keberatan terhadap persoalan tersebut.
Kontras mencatat dari mekanisme internal tersebut, hanya terdapat 4 kasus yang
menjatuhkan hukuman kode etik dan profesi terhadap oknum anggotanya berupa kurungan
selama 21 hari, sementara hanya 1 kasus aparat anggotanya dijatuhkan tindak pidana. Sidang
etik dan profesi ini sulit dipantau karena seringkali bersifat tertutup (Data Kontras dalam
“Kemandirian dan Profesionalitas Polisi Adalah Syarat Mutlak Bagi Keberlanjutan
Demokrasi” Jakarta, 1 Juli 2012).
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
13
Universitas Indonesia
Data yang diberikan kontras ini terkait pengawasan internal polisi disini melalui
Propam dirasa cukup lambat dan tidak memberikan respon yang seharusnya dilakukan.
Respon cepat dari Propam dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan secara
berkala dari kasus yang bergulir sudah seharusnya diberikan kepada pihak pelapor dan
Lembaga Swadaya Masyarakat yang mendampinginya. Pemberian respon penanganan kasus
juga harus tepat dan menyentuh pokok persoalan dari kasus yang ada.
Kesimpulan
Peran Propam secara umum Propam berfungsi melakukan pengawasan internal di
tubuh Polri, artinya melakukan pengawasan pada seluruh satuan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Implementasi yang telah dilakukan juga sudah memberikan poin
akuntabilitas yang tercermin dari pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai pengawasan. Propam
Polda Metro Jaya sudah melakukan Akuntabilitas politik, akuntabilitas politik secara vertikal,
akuntabilitas administrative, akuntabilitas administrasi secara horizontal, akuntabilitas
professional, akuntabilitas demokratis.
Akuntabilitas demokratis inilah yang paling banyak mendapatkan sorotan dalam
masyarakat karena sudah seharusnya organisasi pemerintahan bertangggung jawab pada
masyarakat. Sebuah bentuk dari akuntabilitas demokratis adalah dengan memberikan
masyarakat sipil partisipasi dalam pengawasan hal ini bisa direpresentasikan melalui
Organisasi Masyarakat Sipil harusnya lebih mengambil peran dalam meninjau pengawasan
internal yang dilakukan oleh polisi.
Akuntabilitas untuk lembaga penegak hukum yaitu adanya tanggung-jawab dengan
apa yang dilakukan personil polisi saat bertugas maupun berbaur di masyarakat. Untuk
Bidang Propam Polda Metro Jaya melakukan pengawasan personil, materi logistik dan
kegiatan. Tindakan koersif yang dapat muncul saat bertugas dan menghadapi masyarakat
mendapatkan pengawasan kegiatan seperti halnya saat pengamanan demontrasi dan kegiatan-
kegiatan semacamnya. Mekanisme akuntabilitas sebagai awal munculnya lembaga
pengawasan. Pelanggaran dan penyimpangan yang dilakukan oleh polisi membuat
masyarakat menekankan agar terbentuk lembaga pengawasan bagi polisi. Lembaga
pengawasan internal yang ada dalam kepolisian adalah Irwasda serta Irwasum dan Propam.
Untuk merancang sebuah lembaga pengawasan yang efektif tidaklah hanya bertumpu
pada pengawasan internal kepolisian saja, harus ada pengawasan eksternal yang memberikan
masukan dan checks and balances dalam pengawasan terhadap polisi, pengawasan sipil
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
14
Universitas Indonesia
menjadi salah satu caranya sebagai pengawasan eksternal selain pengawasan eksternal oleh
negara. Pengawasan sipil melalui Organisasi Masyarakat Sipil (Kontras, Komnas HAM,
Imparsial, Police Watch) sebagai pengawas eksternal Polri tidak memiliki otoritas dalam
penyelidikan hingga penetapan hukuman. Organisasi Masyarakat Sipil (Kontras, Komnas
HAM, Imparsial, Police Watch) hanya mampu memberikan tekanan jika respon dan kasus
yang bergulir lambat. Keberatan dari Organisasi Masyarakat Sipil ini terkadang ditanggapi
oleh polisi namun kurang menyentuh atau masuk pada pokok persoalan yang ada. Hal ini
perlu menjadi fokus perhatian dalam pengawasan internal polisi agar tercipta akuntabilitas.
Untuk menuju pada proses akuntabilitas yang memberikan checks and balances pada
organisasi Polri juga telah mulai berkembang. Adanya akuntabilitas politik yang dilakukan
Bidang Propam Polda Metro Jaya juga memberikan laporan kepada Kapolda dan diteruskan
ke DPRD.
Tindakan pro-aktif dari lembaga pengawasan internal untuk mengadakan penelitian
tentang tendensi terjadi penyimpangan oleh personil polisi pada tren-tren tertentu yang sering
terjadi dalam pemolisian yang dilakukan oleh polisi. Ekplorasi masalah atau penelitian
terhadap penyimpangan yang sering dilakukan oleh personil polisi dapat dilakukan melalui
kerjasama dengan pengawasan eksternal. Penelitian ini berguna untuk melihat perubahan apa
yang harus ada pada sistem atau kebijakan apa yang akan diterapkan.
Untuk konteks Indonesia, Bidang Propam Polda Metro Jaya haruslah diawasi oleh
pengawasan eksternal (Kompolnas, Ombudsman, Organisasi Masyarakat Sipil) dalam
tindakan pengawasan internalnya terhadap pelanggaran polisi. Pengukuran kinerja dilakukan
dengan pengaturan garis waktu standar untuk menyelesaikan penyelidikan pengaduan.
Penyelidikan pengaduan tidak memiliki masa kadaluarsa atau tenggang waktu penyelidikan.
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tidak dilakukan secara
berkala dan teratur.. Penekanan pun dilakukan oleh Organisasi Masyarakat Sipil terhadap
pengawasan internal yang dilakukan. Namun terkadang feedback atau umpan balik yang
diberikan tidak mengena pokok permasalahan. Di Indonesia atau di Divisi, Bidang Propam
belum bisa dilakukan karena keterlibatan organisasi independen hanya sampai pada
pelimpahan surat pengaduan masyarakat. Mulai dari penyelidikan hingga penetapan
hukuman, review, kepuasan pengadu dan pencegahan yang dilakukan hampir sebagian besar
otoritas dipegang oleh pengawasan internal.
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
15
Universitas Indonesia
Saran
Penelitian yang dilakukan memang jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan yang harus dibenahi. Saran yang dapat diberikan peneliti berkaitan implementasi
Propam dalam melakukan pengawasan internal untuk menindaklanjuti penyimpangan polisi
serta untuk mencapai akuntabilitasnya dapat dirasakan jelas bagi masyarakat sebaiknya
semakin sering sosialisasi Propam kepada masyarakat perlu dilakukan agar masyarakat tahu
jelas tugas dan fungsi Propam. Hal ini perlu dilakukan karena kadang pelapor tidak
bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus mendapatkan fakta-fakta
untuk proses pengambilan keputusan hukuman yang pantas nantinya bagi polisi pelanggar.
Penambahan Staf Propam juga perlu dilakukan karena adanya sistem piket dan minim jumlah
staf atau petugas Propam. Jumlah antara Pengawas dengan objek yang diawasi tidak
proporsional. Hal ini juga banyak dikeluhkan orang para petugas Propam. Penetapan
hukuman yang lebih sesuai dan adil. Hukuman untuk pelanggar disiplin seharusnya lebih
dipertegas lagi jangan terlalu banyak diskresi dari atasan hukum seperti halnya pelanggaran
disiplin ringan yang hanya dihukum teguran atau tilang dari atasan hukum dari pelanggar.
Citra polisi sebagai penegak hukum harusnya lebih ditonjolkan dengan sebisa mungkin
meminimalisir pelanggar disiplin maupun kode etik. Pengawasan Eksternal dari Kompolnas,
Ombudsman dan lain-lain sebaiknya tidak sebatas dalam hasil akhir atau hanya memantau
proses penyelesaian kasus. Jika ada kemungkinan bisa diikut-sertakan dalam proses
penyelesaian kasus seperti waktu penyidikan dan penyelidikan. Adanya pembekalan tertentu
untuk personil Kompolnas atau Ombudsman untuk bisa mengawasi tiap prosesnya dalam
penyelesaian kasus pelanggaran polisi. Kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil lebih
terbuka dan akuntabel. Partisipasi Organisasi Masyarakat Sipil harus direspon dengan baik
agar kepercayaan masyarakat meningkat terhadap polisi. Lembaga Independen seperti
Kompolnas, Ombudsman dan KPK dapat memiliki peran dan kewenangan dalam mendeteksi
dan mengivestigasi kasus pelanggaran polisi. Propam melakukan analisis tentang tendensi
pelanggaran yang dilakukan oleh personil polri untuk memperkecil dan mempersulit peluang
penyimpangan oleh anggota polisi.
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.
16
Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
Buren, Brenda A. 2007. Evaluating Citizen Oversight of Police. United States: LFB Scholarly
Publishing LLC.
Cohen, Bernard. 1972, The Police Internal System of Justice In the New York City. The
Journal of The Criminal Law, Criminology, And Police Science, Vol. 63, No. 1, pp 54-67,
http://www.jstor.org/stable/1142271
Hilyard, Paddy & Mike Tomlinson. 2000, Patterns of Policing and Policing Pattern. Journal
of Law and Society, Vol. 27, No. 3, pp 394-415. http://www.jstor.org/stable/1410382
Iris, Mark. 1998. Police Discipline in Chicago: Arbitration or Arbitrary? The Journal of
Criminal Law and Criminology (1973-), Vol. 89, No. 1, pp. 215-244.
http://www.jstor.org/stable/1144221
Maskat, Djunaidi H. 1993. Manajemen Kepolisian Teori dan Praktek Jilid 1. Sukabumi :
Secapa Kepolisian Republik Indonesia.
Meliala, Adrianus. 2005. Mungkinkah Mewujudkan Polisi yang Bersih, Jakarta: Kemitraan
Partnership.
Meliala, Adrianus. 2011. Mengkritisi Polisi, Yogyakarta: Kanisius.
Skolnick, J. H., & Bailey, D. H. 1986. The New Blue Line. New York, NY7 Free Press
Smith, Graham. 2001. Police Complaints and Criminal Prosecutions. The Modern Law
Review, Vol. 64, No.3, pp 372-392. http://www.jstor.org/stable/1097006
Soekanto, Soerjono. 1988. Kamus Kriminologi, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Suparlan, Parsudi. 2008. Ilmu Kepolisian. Jakarta: YPKIK.
Terris, Bruce J. 1967. The Role of The Police, Annals of The American Academy of Political
and Social Review, Vol. 374, pp. 58-69. http://www.jstor.org/stable/1037193
Thanos, Indradi. 2008. Penegakan Hukum di Indonesia: Sebuah Analisa Deskriptif. Jakarta:
Win Communication.
Walker, S. and Kreisel, B. W. (1996), ‘Varieties of Citizen Review’ American Journal of
Police, 15:3, 65-88.
Akuntabilitas peran..., Kendadi Satria Utama, FISIP UI, 2013.