ANALISIS PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, INTERNAL CASH FLOW,
INVESTMENT OPPORTUNITY, PROFITABILITY, RETAINED EARNING
DAN SALES TERHADAP CAPITAL EXPENDITURES
(Studi Empiris Perusahaan Manufaktur di BEI Periode 2005-2009)
ARUM AULIANIFA
DRS. H. MOHAMMAD KHOLIQ MAHFUD, MSI
The objectives of this study were to observe the effects of insider ownership,
internal cash flow, investment opportunity, profitability, retained earning and sales
on the capital expenditures in the company. Pecking order hypotheses and
managerial hypotheses have a different argument about capital expenditures.
Pecking order hypotheses say that managers choose the level of capital expenditures
that maximizes the wealth of current shareholders regardless of the insider
ownership in the firm. While the managerial hypotheses say that managers whose
ownership proportion are small choose the level of capital expenditures higher than
that which would maximize the wealth of other current shareholder.
This study uses secondary data are taken from the manufacturing companies
listed in Bursa Efek Indonesia. 49 companies as sample were taken using purposive
sampling from the period of 2005-2009. The analytical method for this study uses The
Ordinary Leas Square Regression with significance level of 5%.
The result of this study shows that the internal cash flow, investment
opportunity and sales have positive and significant impact on the capital
expenditures. However, the insider ownership, profitability and retained earning
haven’t significant impact on the capital expenditures. This study favour the pecking
order hypotheses on Indonesian manufacturing company.
Keywords : Insider ownership, internal cash flow, investment opportunity,
profitability, retained earning, sales, capital expenditures, pecking
order hypotheses, managerial hypotheses.
2
1. PENDAHULUAN
Perusahaan industri merupakan unit proses yang mengolah input berupa
sumber daya menjadi output dengan formasi tertentu melalui proses penambahan
nilai. Penentuan nilai perusahaan salah satunya dilakukan dengan melihat besarnya
investasi yang akan dikeluarkan perusahaan pada masa yang akan datang. Salah satu
komponen pengeluaran perusahaan yang dianggap penting dan berhubungan dengan
konsep ini adalah pengeluaran modal atau capital expenditures. Secara sederhana,
capital expenditures perusahaan adalah alokasi yang direncanakan (dalam budget)
untuk melakukan pembelian, perbaikan, atau penggantian segala sesuatu yang
dikategorikan sebagai aset perusahaan secara akuntansi.
Pentingnya peran capital expenditures perusahaan selain mempengaruhi
kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap kondisi makroekonomi.
Dornbusch dan Fisher (1987) dalam Griner dan Gordon (1995) menyebutkan bahwa
pada level makroekonomi, capital expenditure yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan merupakan salah satu bagian dominan yang membentuk permintaan
agregat untuk barang modal, komponen produk nasional bruto (GNP), variabel
pertumbuhan ekonomi dan siklus bisnis.
Beberapa motivasi manajer perusahaan untuk melakukan pengeluaran modal
menurut Gitman (2003) diantaranya untuk menambah aset tetap perusahaan,
mengganti aset yang dianggap sudah habis umur ekonomisnya dengan tujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Bagi perusahaan manufaktur, capital
expenditures merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan perusahaan.
Sebagian besar capital expenditures perusahaan manufaktur diwujudkan pada
peralatan, mesin atau pabrik karena perusahaan ini bergerak di bidang pembuatan
barang berwujud atau pengolahan bahan baku menjadi barang jadi yang siap
dikonsumsi oleh masyarakat.
Dua hipotesis mengenai keputusan manajemen keuangan yang termasuk
dalam teori keagenan (agency theory), yaitu pecking order hypotheses dan
managerial hypotheses mempunyai pandangan berbeda mengenai keputusan investasi
3
dan sumber pendanaan sebuah perusahaan. Pecking order hypotheses yang diajukan
oleh Myers (1984) serta Myers dan Majluf (1984) menyatakan bahwa para manajer
memilih tingkat pengeluaran modal yang memiliki kemampuan untuk
memaksimalkan kekayaan para pemegang saham saat ini. Sedangkan managerial
hypotheses berpendapat bila proporsi kepemilikan manajer atas saham suatu
perusahaan kurang dari seratus persen manajer akan cenderung bertindak untuk
mengejar kepentingan dirinya dengan mengabaikan kepentingan pemegang saham
lain.
Berbagai penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
capital expenditures perusahaan telah banyak dilakukan, misalnya oleh Myers (1984),
Griner dan Gordon (1995), Pagalung (2001), Sartono (2001), Hamidi (2003), serta
Yeannie dan Handayani (2007). Sedangkan permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh insider ownership, internal cash flow,
investment opportunity, profitability, retained earning, dan sales terhadap capital
expenditures.
4
2. TELAAH PUSTAKA
2.1 Pecking order Hypotheses
Pecking order hypotheses yang dikemukakan pertama kali oleh Donaldson
pada tahun 1961 mencoba menjelaskan tentang perilaku keuangan pada perusahaan.
selanjutnya teori ini dikembangkan dan dimodifikasi oleh penelitian Myers (1984)
serta penelitian Myers dan Majluf (1984), yang hasilnya menambahkan bahwa
asimetri informasi dan biaya kebangkrutan juga berpengaruh terhadap pilihan struktur
modal (capital structure) perusahaan. Pilihan struktur modal tersebut juga
menyangkut perilaku manajemen terhadap capital expenditures perusahaan yang
bersangkutan.
Pada intinya, teori ini mengungkapkan tingkat urutan preferensi manajer
dalam memilih sumber dana yang digunakan untuk mendanai kegiatan perusahaan
(Myers, 1984; Myers dan Majluf, 1984), dengan urutan sebagai berikut:
1. Penggunaan sumber internal untuk pendanaan karena biayanya lebih murah.
2. Bila dana ekternal dibutuhkan, perusahaan akan memilih hutang karena
dipandang lebih aman daripada menerbitkan ekuitas baru sebagai pilihan untuk
memenuhi kebutuhan investasi. Pilihan selanjutnya adalah penerbitan obligasi
konversi dan selanjutnya melakukan penerbitan ekuitas baru sebagai pilihan
terakhir.
2.2 Managerial Hypotheses
Managerial hypotheses dalam agency theory menitikberatkan pada pemisahan
fungsi kepemilikan dan fungsi kontrol antara pemegang saham (principals) dan
manajer perusahaan (agents). Menurut managerial hypotheses, seorang manajer yang
tidak memiliki saham pada perusahaan akan menggunakan internal cash flow untuk
membuat tingkat capital expenditures berada pada posisi yang melebihi tingkat yang
memaksimalkan kemakmuran pemegang saham lain (Griner dan Gordon, 1995).
Konsep yang disampaikan oleh managerial hypotheses sejalan dengan agency
theory, bahwa perusahaan harus menanggung agency cost yang muncul akibat konflik
5
kepentingan. Cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengurangi biaya
keagenan yang muncul adalah dengan mensejajarkan kepentingan pihak manajemen
sebagai agents dengan pihak pemegang saham sebagai principals dengan jalan
menjadikan manajer sebagai pemegang saham.
2.3 Insider Ownership dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures
Insider ownership menunjukkan seberapa besar tingkat kepemilikan saham
perusahaan oleh manajer dan direksi. Walaupun pecking order hypotheses yang
disampaikan oleh Myers (1984) serta Myers dan Majluf (1984) menyampaikan
bahwa tidak ada konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, namun
managerial hypotheses menyampaikan hal yang berbeda. Jensen dan Meckling
(1976) mengungkapkan bahwa manajer yang kepemilikan sahamnya pada perusahaan
(insider ownership) kurang dari seratus persen akan mendapatkan insentif dan
kesempatan untuk melakukan tindakan yang menguntungkan bagi kepentingan
dirinya serta mengesampingkan keuntungan pemilik lain.
Managerial hypotheses berpendapat bahwa keberadaan insider ownership
diharapkan mampu menekan over investment yang mungkin dilakukan perusahaan
karena mereka ikut menanggung setiap risiko yang muncul dari setiap keputusan
yang diambil oleh perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis alternatif yang
akan diuji adalah sebagai berikut:
H1: Insider Ownership memiliki pengaruh yang negatif terhadap capital expenditures.
2.4 Internal Cash Flow dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures
Internal cash flow merupakan aliran kas perusahaan pada periode tertentu
yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pendanaan internal perusahaan
dalam menjalankan kegiatannya. Pecking order hypotheses serta managerial
hypotheses memiliki pandangan yang sama mengenai pengaruh internal cash flow
terhadap capital expenditures perusahaan, walaupun pecking order hypotheses tidak
menjelaskan adanya konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.
6
Pecking order hypotheses menyatakan bahwa ketersediaan internal cash flow
menjadi salah satu pertimbangan untuk melakukan capital expenditures.
Bergantungnya manajer pada ketersediaan internal cash flow disebabkan oleh usaha
manajer untuk menghindari saham-saham bernilai rendah (under-value shares) yang
diberlakukan oleh pasar-pasar modal yang kurang sempurna. Managerial hypotheses
yang disampaikan oleh Griner dan Gordon (1995) berpendapat, manajer yang tidak
memiliki saham pada perusahaan (insider ownership) akan menggunakan internal
cash flow untuk berinvestasi pada capital expenditures sehingga jumlahnya melebihi
tingkat capital expenditures yang dapat memaksimalkan kepentingan para pemegang
saham. Selain penjelasan kedua teori tersebut, penelitian Griner dam Gordon (1995),
Sartono (2001) dan Hamidi (2003) juga memberikan penekanan bahwa internal cash
flow merupakan penentu bagi tingkat capital expenditures suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis alternatif yang akan diuji adalah sebagai
berikut:
H2: Internal cash flow memiliki pengaruh yang positif terhdap capital expenditures.
2.5 Investment Opportunity dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures
Investment opportunity adalah kombinasi antara aktiva riil (asset in place) dan
opsi investasi yang dimiliki perusahaan pada masa yang akan datang. Opsi investasi
ini salah satunya ditunjukkan dari kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan
investment opportunity dibanding dengan perusahaan yang setara dalam suatu suatu
kelompok industrinya (Gaver dan Gaver dalam Hamidi, 2003). Berdasarkan pecking
order hypotheses, jika investment opportunity dimasa yang akan datang lebih baik
maka manajer berusaha mengambil peluang tersebut demi memakmurkan
kepentingan pemegang saham, sehingga capital expenditures akan meningkat sesuai
dengan investment opportunity perusahaan. Di sisi lain, managerial hypotheses
berpendapat bahwa perusahaan akan mengalami over investment atau under
investment sebagai akibat dari investasi berlebihan yang dilakukan oleh manajer
karena mereka melakukan capital expenditures tanpa memperhitungkan
kesejahteraan pemegang saham dan investment opportunity yang ada. Meskipun
7
demikian, kedua teori ini sepakat bahwa investment opportunity berpengaruh positif
terhadap capital expenditures perusahaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, baik pecking order hypotheses maupun
managerial hypotheses sepakat bahwa investment opportunity berpengaruh positif
terhadap capital expenditures perusahaan. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Hamidi (2003), Yeannie dan handayani (2007) sepakat terhadap teori yang
diungkapkan oleh kedua teori di atas. Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesis
alternatif yang akan diuji adalah :
H3: Investment opportunity memiliki pengaruh yang positif terhadap capital
expenditures.
2.6 Profitability dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
dalam satu periode tertentu. Manajer keuangan berusaha mengambil keputusan
investasi, dalam hal ini capital expenditures, dengan mempertimbangkan tingkat
profitabilitas yang ingin dicapai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba
selanjutnya. Semakin tinggi profitabilitas yang akan didapat perusahaan atas investasi
aset tetap, semakin besar pula capital expenditures yang akan dikeluarkan oleh
perusahaan.
Penjelasan di atas konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Baskin
(1989) yang mengambil judul “An Empirical Investigation of the Peking Order
Hypothesis”. Dari penjelasan tersebut, hipotesis alternatif yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah :
H4: Profitability mempunyai pengaruh yang positif terhadap capital expenditures.
2.7 Retained Earning dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures
Retained earning (laba ditahan) merupakan bagian dari earning after tax (laba
bersih setelah pajak) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. Laba ditahan ini
nantinya menjadi sumber dana internal perusahaan untuk digunakan sebagai sumber
pendanaan perusahaan dalam melakukan pengeluaran modal atau investasi. Baik
8
buruknya kondisi perusahaan juga mempengaruhi besarnya proporsi laba ditahan
serta dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Apabila perusahaan
sedang ada pada kondisi yang baik, maka perusahaan lebih memilih untuk melakukan
investasi yang lebih menguntungkan dibandingkan harus membagikan
keuntungannya dalam bentuk dividen kepada pemegang saham.
Partington (1989) dalam Sudjono (2005) mengungkapkan bahwa terdapat
ketergantungan antara dividen dan investasi, dimana rasio dividen berbanding
terbalik dengan ketersediaan peluang investasi. Berdasarkan penjelasan tersebut,
hipotesis alternatif yang akan diuji adalah :
H5: Retained earning mempunyai pengaruh yang negatif terhadap capital
expenditures.
2.8 Sales dan Pengaruhnya Terhadap Capital Expenditures
Sales menunjukkan nilai penjualan yang dihasilkan oleh perusahaan pada
periode tertentu. Jumlah penjualan yang dicapai perusahaan merupakan salah satu
ukuran tingkat keberhasilan atau realisasi dari pertumbuhan dari investasi masa lalu
(Brigham dan Houston, 2001). Keberhasilan tersebut sering menjadi tolak ukur
investasi untuk pertumbuhan pada masa yang akan datang.
Perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi diharapkan akan
memperoleh arus kas masuk bagi perusahaan (berupa earning) yang tinggi. Besarnya
arus kas masuk akan berpengaruh positif terhadap alokasi pengeluaran perusahaan,
termasuk peluang untuk melakukan capital expenditures. Fama (1974) dalam
Wibowo dan Ekaningrum (2002) menemukan adanya hubungan positif antara
pertumbuhan penjualan dengan investasi di Amerika. Konsisten dengan penelitian
tersebut, Hamidi (2003) serta Griner dan Gordon (1995) juga mengungkapkan bahwa
sales mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap capital expenditures.
Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesiis alternatif yang akan diuji adalah :
H6: Sales mempunyai pengaruh yang positif terhadap capital expenditures.
9
CAPEX pt = Total fixed asset t – Total fixed asset t-1
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi satu variabel dependen
dan enam variabel independen. Penjelasan mengenai variabel-variabel tersebut adalah
sebagai berikut :
3.1.1 Variabel Dependen
Capital Expenditures
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Capital expenditures. Definisi
capital expenditures menurut Griner dan Gordon (1995) sebagai sejumlah
pengeluaran dana yang dilakukan oleh manajemen terhadap property, plant,
equipment. Bambang Riyanto (2001) menyebut capital expenditures dengan istilah
pembelanjaan perusahaan dan mendefinisikannya sebagai pengalokasian dana untuk
diinvestasikan dalam berbagai aset perusahaan. Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa capital expenditures merupakan alokasi yang direncanakan
(dalam budget) untuk melakukan pembelian, perbaikan, atau penggantian segala
sesuatu yang dikategorikan sebagai aset perusahaan secara akuntansi.
Nilai capital expenditures dalam penelitian ini diproksi dengan menghitung
selisih total fixed asset perusahaan pada tahun ini dengan total fixed asset perusahaan
pada tahun sebelumnya (Griner dan Gordon, 1995; Sartono, 2001; Hamidi, 2003)
3.1.2 Variabel Independen
Variabel-vaeiabel independen yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
3.1.2.1 Insider Ownership
Insider Ownership adalah persentase atas kepemilikan saham dan option yang
dimiliki oleh direksi dan komisaris perusahaan. Nilai insider ownership diperoleh
dari persentase saham yang dimiliki oleh manajer dan direksi pada perusahaan i pada
periode t untuk masing-masing periode pengamatan (Hamidi, 2001). Secara
matematis, variabel insider ownership diformulasikan sebagai berikut :
10
3.1.2.2 Internal Cash Flow
Internal cash flow merupakan aliran kas perusahaan pada periode tertentu
yang diproksi dengan menselisihkan net operating profit after taxes (NOPAT) dengan
net investment in operating capital (NIOC). Variabel NOPAT dan NIOC dipakai
dengan pertimbangan angka-angka tersebut mampu mewakili nilai aliran kas atau kas
aktual yang tersedia yang benar-benar dimilik perusahaan pada periode t (Hamidi,
2003). Secara matematis, nilai internal cash flow dirumuskan sebagai berikut :
NOPAT = EBIT (1- tax rate)
NIOC = TOCt – TOCt-1
TOC = NOWC + NFA
NOWC = (all current assets that do not pay interest) – (all current
liabilities that do not charge interest)
Dimana :
NOPATit = net operating profit after taxes perusahaan i pada tahun t
NIOCit = net investment in operating capital perusahan i pada tahun t
EBIT = earning before interest and taxes
TOC = total operating capital
NOWC = net operating working capital
NFA = net fixed assets
3.1.2.3 Investment opportunity
Kesempatan investasi (investment opportunity) adalah kombinasi antara aktiva
riil (asset in place) dan opsi investasi dimasa yang akan datang (Myers, 1984).
Variabel ini diukur dengan proksi perbandingan antara book value fixed assets dengan
IO =Ʃ Ʃ
FLOWit= NOPATit - NIOCit
11
total assets perusahaan yang bersangkutan. Secara matematis, nilai investmnet
opportunity diperoleh dengan rumus :
3.1.2.4 Profitability
Tingkat profitabilitas (profitability) menunjukkan kemampuan aset
perusahaan untuk menghasilkan sejumlah keuntungan atau laba tertentu. Pada
penelitian ini, tingkat profitability perusahaan diproksikan dengan Return on Assets
(ROA), yang secara matematis dirumuskan dengan :
3.1.2.5 Retained Earning
Retained earning (laba ditahan) merupakan bagian dari earning after tax
(EAT) perusahaan yang tidak dibagikan kepada pemegang saham. Retained earning
ini dapat dijadikan salah satu pembiayaan investasi bagi perusahaan. Nilai retained
earning diketahui dengan proksi logaritma natural dari retained earning. Secara
matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
3.1.2.6 Sales
Tingkat penjualan (sales) menunjukkan nilai penjualan yang berhasil
dihasilkan oleh perusahaan pada periode tertentu. Nilainya dapat diukur dari hasil
logaritma natural sales. Secara matematis, rumus penghitungan sales adalah sebagai
berikut :
Investment Opportunity =
ROA =
Retained Earnings = Retained Earningst
Sales = net salest
12
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
sahamnya terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan manufaktur dipilih sebagai
obyek penelitian karena industri ini mendominasi perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga diharapkan adanya konsistensi hasil dan
dapat mewakili seluruh industri yang ada di Indonesia.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perusahaan selama 5
tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Sampel penelitian dipilih
dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pemilihan sampel yang didasarkan
pada kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria-kriteria yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Perusahaan–perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009.
2. Perusahaan-perusahaan yang memiliki kelengkapan data yang berkaitan dengan
insider ownership seperti direktur dan komisaris yang terdaftar sebagai
shareholders.
3. Perusahaan-perusahaan yang melaporkan laporan keuangan secara lengkap dan
dipublikasikan pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD) atau IDX.
Prosedur pemilihan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1Prosedur Pemilihan Sampel
Keterangan Jumlah PerusahaanPerusahaan manufaktur yang terdaftardi BEI dari tahun 2005-2009
146
Perusahaan manufaktur yang tidakmemiliki insider ownership selamaperiode penelitian
(97)
Perusahaan manufaktur yang memilikiinsider ownership selama periodepenelitian (sampel penelitian)
49
Jumlah Titik Amatan 49 perusahaan x 5 tahun = 245observasi
Sumber: Kumpulan penelitian terdahulu
13
3.4 Metode Analisis
Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
3.4.1 Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik terhadap model yang telah diformulasikan diperlukan untuk
menguji ada atau tidaknya masalah normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas. Metode regresi OLS Ordinary Least Square) atau metode kuadrat
terkecil akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi
persyaratan Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) (Ghozali, 2006).
3.4.2 Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Adapun model regresinya adalah :
Capext= α+β1IOt+β2ICFt+β3INVESTt+β4PROFITt+ β5REt +β6SALESt+e (1)
3.4.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun bersama-
sama dengan menggunakan regresi OLS (Ordinary Least Square). Berikut langkah-
langkah pengujian yang dilakukan:
3.4.3.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi R2 dilakukan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Begitu juga sebaliknya,
koefisien determinasi yang besar menunjukkan kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen lebih sempurna.
3.4.3.2 Uji Statistik F
Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Hipotesis nol (H0) yang akan diuji adalah apakah semua
parameter dalam model sama dengan nol. Sedangkan hipotesis alternatifnya (Ha)
tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol.
14
3.4.3.3 Uji Statistik t
Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui pengaruh satu variabel independen
secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hipotesis nol (H0)
yang akan diuji adalah apakah suatu parameter (βi) sama dengan nol, atau H0 : βi = 0,
yang artinya bahwa suatu variabel bebas bukan merupakan penjelasan yang
signifikan terhadap variabel terikat. Hipotesis alternatifnya (Ha), parameter suatu
variabel tidak sama dengan nol, atau Ha : βi ≠ 0, yang dapat diartikan bahwa variabel
tersebut merupakan variabel penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Asumsi Klasik
Hasil uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolinearitas,
autokorelasi, dan heteroskedastisitas adalah sebagai berikut :
4.1.1 Uji Normalitas
Uji statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji statistik non-
parametrik Kolmogorov-Smirnov (Uji K-S). Tabel 2 berikut menyajikan hasil uji
normalitas dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov
yang dilakukan dengan SPSS.
Tabel 2Uji Kolmogorov-Smirnov
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi Kolmogorov-
Smirnov sebesar 0,000 (<5%) yang berarti bahwa data belum terdistribusi secara
normal. Oleh karena itu model regresi dalam penelitian ini kemudian diperbaiki
dengan mengubahnya menjadi bentuk natural log baik variabel dependen maupun
independennya, sehingga berubah menjadi persamaan (2) berikut:
LnCapext= α + β1 LnIOt + β2 LnICFt + β3 LnINVESTt + β4 LnPROFITt + β5 LnREt +
β6 LnSALESt + e (2)
UnstandardizedResidual
N 245
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.38263905E4
Most ExtremeDifferences
Absolute .460
Positive .460
Negative -.402
Kolmogorov-Smirnov Z 7.207
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
16
Tabel 3Uji Kolmogorov-Smirnov
UnstandardizedResidual
N 108
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation 1.52928851
Most ExtremeDifferences
Absolute .121Positive .121Negative -.074
Kolmogorov-Smirnov Z 1.259Asymp. Sig. (2-tailed) .084
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,084
(> 5%) yang berarti bahwa data yang telah ditransformasi telah memenuhi kriteria
normalitas. Selain itu dilakukan juga analisis grafik histogram dan grafik normal plot
yang menunjukkan normalitas data. Hasil tersebut ditampilkan dalam Gambar 1 dan
Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 1Grafik Histogram
Gambar 2Grafik Normal Plot
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
17
4.1.2 Uji Multikolinearitas
Ada atau tidaknya Multikolinearitas dalam penelitian ini dilihat dari nilai
tolerance dan variance inflatiom factor (VIF) dari hasil uji statistik. Kriteria yang
harus dipenuhi sehingga suatu model dinyatakan tidak terjadi Multikolinearitas
adalah bila nilai tolerance berada di atas 0,10 dan VIF berada di bawah 10.
Tabel 4Uji Multikolinearitas
Variabel Collinearity StatisticsTolerance VIF
1 (Constant)LnIO .840 1.190LnICF .240 4.171LnINVEST .877 1.140LnPROFIT .875 1.143LnRE .236 4.235LnSALES .175 5.716
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Tabel 5Koefisien Korelasi
LnSALES LnPROFIT LnINVEST LnIO LnICF LnRECorrelations LnSALES 1.000 .233 .282 .032 -.548 -.569
LnPROFIT .233 1.000 .160 .043 -.055 -.295LnINVEST .282 .160 1.000 .069 -.261 -.038LnIO .032 .043 .069 1.000 .185 -.013LnICF -.548 -.055 -.261 .185 1.000 -.216LnRE -.569 -.295 -.038 -.013 -.216 1.000
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Tabel 4 di atas menunjukkan nilai tolerance dan VIF masing-masing variabel
sesuai dengan persyaratan asumsi bebas nilai Multikolinearitas. Analisis matrik
korelasi variabel-variabel independen yang disajikan pada tabel 5 menunjukkan
bahwa tingkat korelasi masing-masing variabel independen berada di bawah 90% dan
nilai tolerance serta VIF memenuhi persyaratan, maka dinyatakan bahwa model
regresi yang digunakan dalam penelitian ini bebas dari asumsi Multikolinearitas.
18
4.1.3 Uji Autokorelasi
Deteksi uji autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Durbin-
Watson (DW test). Agar lolos dari uji autokorelasi dengan DW test maka nilai DW
berada di antara batas atas (dU) dan (4-dU).
Tabel 6Uji Autokorelasi Model Durbin-Watson
Model R R SquareAdjusted R
Square
Std. Errorof the
EstimateDurbin-Watson
1 .802a .643 .622 1.56645 1.866
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Berdasarkan Tabel 6 di atas diketahui bahwa nilai DW adalah 1,866. Jumlah
variabel independen dalam penelitian ini adalah 6 (k=6) dan jumlah n=108, sehingga
diketahui nilai Tabel untuk dL=1,5711 dan dU=1,805 (dilihat dari Tabel Durbin-
Watson dengan signifikansi 5%). Dari hasil analisis diketahui bahwa tidak terdapat
autokorelasi positif maupun negatif karena nilai DW sebesar 1,866 berada diantara
batas atas (dU)=1,805 dan (4-dU)=2,195.
4.1.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji park dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dalam model regresi. Output hasil uji heteroskedastisitas
menggunakan uji park pada Tabel 7 menunjukkan bahwa koefisien parameter beta
dari persamaan regresi tidak signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 5%.
Signifikansi masing-masing variabel berada di atas 0,05. Sedangkan grafik plot pada
Gambar 3 menunjukkan bahwa titik-titik yang terdapat pada grafik scaterplot
menyebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
19
Tabel 7Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Park
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
T Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) .635 1.175 .540 .590
LnIO .045 .099 .047 .458 .648LnICF .340 .212 .310 1.603 .112LnINVEST -.294 .194 -.153 -1.514 .133LnPROFIT -.096 .154 -.063 -.624 .534LnRE -.261 .215 -.236 -1.213 .228LnSALES -.325 .298 -.247 -1.091 .278
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Gambar 3Grafik Scatterplot Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.
Asumsi homoskedastisitas pada model regresi yang digunakan dalam penelitian ini
tidak dapat ditolak.
20
4.2 Pengujian Hipotesis
4.2.1 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 8Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error ofthe Estimate
1 .802a .643 .622 1.56645
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Tabel 8 di atas menunjukkan nilai adjusted R2 adalah sebesar 0,622. Hal ini
menunjukkan 62,2% dari variasi variabel dependen yaitu capital expenditures dapat
dijelaskan oleh varisi dari keenam variabel independennya yaitu insider ownership,
internal cash flow, investment opportunity, profitability, retained earning dan sales.
Sedangkan 37,8% variasi capital expenditures dijelaskan oleh sebab-sebab diluar
model regresi ini.
4.2.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)
Tabel 9Hasil Uji-FANOVAb
ModelSum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
1 Regression 450.336 6 75.056 30.588 .000a
Residual 250.283 102 2.454Total 700.619 108
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Berdasarkan hasil analisis Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa nilai Fhitung
sebesar 30,588 dan nilai FTabel sebesar 2,31. Nilai Fhitung yang lebih besar apabila
dibandingkan dengan FTabel serta nilai signifikansi yang berada di bawah 0,05
menunjukkan bahwa variabel independen dalam penelitian ini berpengaruh secara
simultan terhadap variabel dependen yaitu capital expenditures.
21
4.2.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)
Tabel 10Hasil Uji-t
Coefficientsa
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.B Std. Error Beta1 (Constant) -3.236 .842 -3.843 .000
LnIO -.075 .071 -.068 -1.059 .292LnICF .340 .152 .270 2.238 .027LnINVEST .507 .139 .231 3.650 .000LnPROFIT -.115 .111 -.066 -1.038 .302LnRE -.147 .154 -.116 -.954 .343LnSALES .928 .213 .616 4.353 .000
Sumber: Output SPSS 17.0, data sekunder yang diolah.
Berdasarkan Tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa variabel insider
ownership, profitability dan retained earning memiliki koefisien dengan arah negatif,
sementara variabel internal cash flow, investment opportunity dan sales memiliki
koefisien dengan arah positif.
Berdasarkan model regresi pada penelitian ini insider ownership dinotasikan
dengan IO. Hasil output SPSS menunjukkan pengaruh negatif insider ownership
terhadap capital expendiitures perusahaan dengan nilai thitung sebesar (-0,159) lebih
kecil dari ttabel, (-1,660). Pengaruh negatif insider ownership tersebut tidak bernilai
signifikan terhadap variabel dependen karena nilai signifikansinya sebesar 0,292, jauh
di atas 0,05. Oleh karena itu, hipotesis pertama yang menyatakan bahwa insider
ownership berpengaruh negatif terhadap capital expenditures tidak dapat diterima.
Minimnya jumlah perusahaan manufaktur yang mempunyai data insider
ownership dimungkinan menjadi penyebab tidak signifikannya hasil statistik pada
variabel ini. Selain itu, tingkat insider ownership pada tiap perusahaan sampel masih
tergolong rendah. Kemungkinan lain, seperti yang diungkapkan dalam penelitian
Sartono (2001) adalah keputusan untuk melakukan capital expenditures dipegang
22
oleh manajer pada tingkat divisi (tidak termasuk dalam insider ownership), bukan
oleh direktur atau komisaris yang masuk dalam jajaran top management.
Hasil ini menunjukkan bahwa managerial hypotheses tidak berlaku pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Managerial hypotheses menyatakan
bahwa tingkat capital expenditures dipengaruhi oleh pertimbangan atau
kebijaksanaan yang dilakukan oleh pihak manajemen dan rencana kompensasi
berdasarkan insentif yang digunakan untuk menngupayakan keselarasan kepentingan
manajer dan pemegang saham. Hasil pengujian yang menunjukkan tidak adanya
pengaruh yang signifikan antara variabel insider ownership terhadap capital
expenditures malah mendukung berlakunya pecking order hypotheses. Hipotesis ini
menyatakan bahwa insider ownership tidak memberikan pengaruh terhadap
keputusan capital expenditures perusahaan karena perusahaan telah melakukan
pembelanjaan modal sesuai dengan yang seharusnya dilakukan tanpa mengorbankan
kepentingan pihak manapun. Hasil pengujian empiris pada variabel ini sejalan dengan
hasil penelitian Hamidi (2003) serta Yeannie dan Handayani (2007) yang
menyatakan bahwa insider ownership memiliki hubungan yang tidak signifikan
terhadap keputusan capital expenditures perusahaan. tetapi hasil ini bertentangan
dengan penelitian Ayu R (2004).
Variabel internal cash flow yang dinotasikan dengan ICF menunjukkan
pengaruh positif terhadap capital expenditures dengan koefisien regresi sebesar
0,340. Nilai thitung variabel internal cash flow sebesar 2,238 lebih besar dari nilai ttabel
sebesar 1,660. Selain itu tingkat signifikansi untuk variabel ini adalah sebesar 0,027
lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa internal cash flow berpengaruh
secara signifikan terhadap capital expenditures. Dengan demikian hipotesi kedua
pada penelitian ini yang menyatakan bahwa variabel internal cash flow berpengaruh
positif terhadap capital expenditures dapat diterima.
Hasil ini mendukung teori yang diungkapkan oleh pecking order hypotheses
maupun managerial hypotheses yang menyatakan bahwa internal cash flow
berpengaruh positif terhadap capital expenditures. Meskipun kedua teori tersebut
memiliki pendapat yang berbeda tentang pengaruh internal cash flow terhadap capital
23
expenditures, penelitian ini tidak melakukan pembahasan tentang teori manakah
diantara kedua hipotesis tersebut yang berlaku pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI. Hasil penelitian yang menyatakan bahwa internal cash flow
berpengaruh secara positif dan signifikan tehadap capital expenditures ini sejalan
dengan hasil penelitian Griner dan Gordon (1995), Pagalung (2001), Sartono (2001),
Hamidi (2003), serta Yeannie dan handayani (2007).
Variabel investment opportunity dinotasikan sebagai INVEST dalam model
regresi penelitian ini. Berdasarkan hasil uji-t, menunjukkan bahwa variabel ini
mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependennya yang ditunjukkan oleh
koefisien regresi sebesar 0,507. Nilai thitung (2,238) yang lebih besar daripada nilai
ttabel (1,660) serta nilai signifikansinya sebesar 0,000 (>0,05) menunjukkan bahwa
hipotesis ketiga dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa investment opportunity
berpengaruh secara signifikan terhadap capital expenditures dapat diterima.
Hubungan variabel investment opportunity terhadap capital expenditures ini
mendukung keberadaan pecking order hypotheses yang menyatakan bahwa naiknya
tingkat investment opportunity suatu perusahaan akan mendorong manajer untuk
mengambil peluang tersebut guna memakmurkan pemegang saham, salah satunya
berinvestasi dengan meningkatkan capital expenditures perusahaannya. Dengan kata
lain bahwa perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI menjadikan kesempatan
investasi yang dimilikinya sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan capital
expenditures. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh
Hamidi (2003).
Penelitian ini menotasikan variabel profitability sebagai PROFIT. Hasil uji-t
menunjukkan bahwa profitability mempunyai pengaruh negatif terhadap capital
expenditures dengan koefisien regresi sebesar -0,115. Nilai thitung yang dihasilkan oleh
variabel ini adalah -1,038 lebih kecil dibandingkan dengan nilai tTabel (-1,660). Nilai
signifikansinya sebesar 0,302 (>0,05) menunjukkan bahwa pengaruh variabel ini
tidak signifikan. Dari uji empiris tersebut dapat dinyatakan hipotesis ketiga dalam
penelitian ini yang menyatakan bahwa profitability mempunyai pengaruh yang positif
terhadap capital expenditures tidak dapat diterima.
24
Terdapat beberapa hal yang diduga menjadi latar belakang dari hubungan
profitability dengan capital expenditures yang ditunjukkan oleh penelitian ini.
Pertama, perusahaan menganut pecking order hypotheses. Ketika sumber dana
internal yang dimiliki perusahaan ada pada jumlah minimal atau perusahaan
mengalami kekurangan dana untuk melakukan aktivitasnya, maka perusahaan akan
memiliki kecenderungan untuk menggunakan dana eksternal dengan urutan risiko
terendah. Jadi meskipun profitabilitas perusahaan sedang mengalami penurunan,
perusahaan memiliki sumber dana lain untuk tetap melakukan capital expenditures.
Kedua, rendahnya profitabilitas menunjukkan bahwa pendapatan yang dihasilkan
perusahaan rendah dan tingginya beban yang harus ditanggung oleh perusahaan. Hal
tersebut mengindikasikan rendahnya produktifitas perusahaan yang disebabkan oleh
rendahnya skala produksi dan kondisi aset tetap yang sudah tidak mendukung. Peran
industri manufaktur terhadap kondisi perekonomian akan semakin terlihat dari
keberhasilannya untuk mengoptimalkan kinerja pabrik dan mesin industri yang
digunakan sehingga perusahaan perlu untuk melakukan penggantian terhadap aset
tetap lama yang sudah hampir habis nilai ekonomisnya dengan yang baru demi
memperbaiki kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, perusahaan akan tetap
melakukan capital expenditures tanpa memperhatikan tingkat profitability yang
didapatnya walupun perusahaan sedang mengalami penurunan profitabilitas.
Variabel retained earning dinotasikan sebagai RE dalam model regresi
penelitian ini. Dari output SPSS didapat hasil koefisien regresi variabel ini sebesar -
0,147. Hal tersebut menunjukkan bahwa retained earning mempunyai hubungan
yang negatif terhadap capital expenditures. Nilai thitung yang dihasilkan adalah
sebesar -0,954 lebih kecil dari nilai ttabel (-1,660). Nilai signifikansi dari hasil uji-t
menunjukkan bahwa variabel ini mempunyai pengaruh yang tidak signifikan karena
signifikansinya sebesar 0,343 yang berarti bahwa nilai tersebut ada di atas tingkat alfa
5%. Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa hipotesis kelima yang yang
menyatakan bahwa retained earning mempunyai pengaruh positif terhadap capital
expenditures tidak dapat diterima.
25
Ada beberapa hal yang dimungkinkan menjadi penyebab perusahaan tidak
mempertimbangkan retained earning yang dimilikinya untuk melakukan capital
expenditures. Pertama, keyakinan perusahaan bahwa dengan meningkatkan capital
expenditures maka secara bersamaan nilai perusahaan juga akan mengalami
peningkatan. Manajer yakin bahwa investasi yang dilakukan mempunyai net present
value yang positif, sehingga investasi tetap dilakukan meskipun sumber dana internal
perusahaan ada dalam jumlah minimum. Kedua, manajer memanfaatkan adanya
assymetric information antara manajemen dengan calon investor baru. Dengan
menggunakan sumber dana eksternal, perusahaan tetap melakukan investasi agar
perusahaan dipandang sedang dalam kondisi baik. Padahal yang terjadi adalah
perusahaan sedang mengalami penurunan earning power yang mengarah pada
kebangkrutan akibat penurunan retained earning yang dialaminya. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Kaaro (2003),
yang menyatakan bahwa perusahaan sedang mengalami kendala keuangan yang
tinggi, sehingga ketika perusahaan kekurangan dana internal maka perusahaan
mencari dana eksternal sebagai sumber dana untuk berinvestasi (dalam hal ini
melakukan capital expenditures).
Variabel sales dalam model regresi pada penelitian ini dinotasikan dengan
SALES. Koefisien regresi yang dihasilkan oleh variabel ini bernilai positif, yaitu
sebesar 0,928. Nilai thitung yang dihasilkan adalah sebesar 4,353 lebih besar dari nilai
ttabel (1,660). Dengan nilai signifikansi 0,000 dan menggunakan tingkat alfa sebesar
5% dapat dinyatakan bahwa hipoteaia keenam yang menyatakan bahwa sales
mempunyai pengaruh yang positif terhadap capital expenditures dapat diterima.
Sales diartikan sebagai nilai penjualan yang berhasil dicapai oleh perusahaan
pada periode tertentu. Dapat diartikan bahwa perusahaan dengan tingkat penjualan
yang tinggi akan cenderung menggunakan pendapatan yang didapatnya untuk
melakukan investasi kembali (dalam hal ini capital expenditures). Hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Pagalung (2001),
Hamidi (2001) yang menyatakan bahwa sales mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap capital expenditures.
26
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Masing-masing variabel independen mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
variabel dependen.Variabel insider ownership tidak berpengaruh terhadap capital
expenditures perusahaan yang mengindikasikan bahwa managerial hypotheses tidak
berlaku pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Sedangkan hipotesis yang
berlaku sesuai dengan hasil pengujian ini adalah pecking order hypotheses. Variabel
internal cash flow flow menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap capital
expenditures perusahaan sehingga mendukung teori yang diungkapkan oleh pecking
order hypotheses maupun managerial hypothese.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI menjadikan kesempatan
investasi yang dimilikinya sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan capital
expenditures. Variabel profitability tidak berpengaruh terhadap capital expenditures
sehingga mendukung berlakunya pecking order hypotheses karena perusahaan ketika
mengalami penurunan profitabilitas tidak hanya mengandalkan sumber dana internal
dalam melakukan capital expenditures. Hasil uji-t selanjutnya menunjukkan bahwa
variabel retained earning tidak berpengaruh terhadap capital expenditures. Retained
earning bukan merupakan faktor pertimbangan utama yang digunakan oleh
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk melakukan capital expenditures.
Berbeda dengan hasil tersebut, analisis terhadap sales menunjukkan bahwa variabel
variabel berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap capital expenditures.
Rata-rata perusahan manufaktur yang terdatar di BEI menggunakan pendapatan yang
diperolehnya untuk melakukan investasi kembali, salah satunya dengan melakukan
capital expenditures.
Hasil analisis data secara parsial mendukung berlakunya pecking order
hypotheses yang salah satunya dibuktikan dengan ditolaknya hipotesis pertama,
bahwa insider ownership tidak berpengaruh terhadap capital expenditures
perusahaan. Keputusan capital expenditures dibuat berdasarkan kebutuhan
perusahaan serta upaya untuk mensejahterakan pemegang saham, bukan berdasarkan
27
keinginan pihak manajemen untuk memaksimalkan keuntungan bagi pihaknya
sendiri.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhaadap capital
expenditures ini hanya menggunakan variabel-variabel independen yang telah diteliti
sebelumnya. Selain itu sampel yang digunakan hanya terbatas pada kelompok
industri manufaktur dan metode purposive sampling yang digunakan menyebabkan
keterbatasan jumlah sampel sehingga hasil penelitian sulit untuk digeneralisasikan
pada kelompok industri yang lain. Hal tersebut dimungkinkan menjadi penyebab dari
tidak sempurnanya hasil penelitian sehingga tsemua hipotesis yang diajukan dapat
dibuktikan oleh hasil analisis data yang dilakukan.
5.3 Saran
Didukungnya pecking order hypothese secara parsial dalam penelitian ini
menjadikan insider ownership tidak terlalu berpengaruh terhadap setiap keputusan
yang diambil perusahaan. Pihak investor tidak perlu memikirkan pemberian insider
ownership pada pihak manajemen untuk menekan agency conflict yang mungkin
muncul. Sejalan dengan hal ini, pihak manajemen disarankan untuk
mempertimbangkan variabel internal cash flow, investment opportunity serta sales
dalam setiap keputusan capital expenditures yang diambil agar memberikan hasil
yang maksimal.
Bagi peneliti selanjutnya perlu menambahkan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi capital expenditures yang belum dibahas dalam penelitian,
diantaranya ukuran perusahaan, hutang jangka panjang, leverage, likuditas, serta
faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap capital expenditures.
28
DAFTAR PUSTAKA
Adejadi, Abimbola. 1998. Does the pecking Order Hypothesis Explain the DividendPayout Ratios in the UK?. Journal of Business Finance & Accounting, V ol.25, Issue 9-10, pp. 1127-1155.
Ayu R., Stephana Dyah. 2004. Pengaruh Aliran Kas Internal, Kepemilikan Manajer,Ukuran perusahaan dan Intensitas modal Terhadap pembelanjaan Modal(Studi Empiris terjadinya Pecking Order Hypotheses atau manajerialHypotheses pada Perusahaan-Perusahaan manufaktur di Bursa Efekjakarta, Tesis, Program Studi Magister Akuntansi, Universitas Diponegoro.
Baskin, J. B. 1989. An Empirical Investigation of the Pecking Order Hypothesis.Financial. Management. Vol.18, pp. 26-35.
Brigham, Eugene F. dan Joe F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta:Erlangga.
Eklund, Johan E. 2009. Q-Theory of Investment and earnings Retention- Evidencefrom Scandinavia. http://www.ratio.se/pdf/wp/je_Q_theory.pdf.. Diaksestanggal 21 Februari 2011.
Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: Balai PenerbitUniversitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2006. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”.Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro.
Gitman, Lawrence J. (2003). Principles of Managerial Finance. 10 th ed. San.Fransisco: Addison Wesley
29
Griner, Emmet H dan Lawrence A. Gordon. 1995. Internal Cash Flow, InsiderOwnership and Capital expenditures: A Test of The Pecking Order andManagerial Hypotheses. Journal of Bussiness Finance and Accounting,22(2), March 1995, pp. 179-199.
Gujarati, D. N. 1995. Basic Econometric. 3rd ed. Mc. Graw Hill, Inc.
Horne, James C. Van dan John M. Wachowicz, JR. 2009. Prinsip-PrinsipManajemen Keuangan. 1st ed. Jakarta: Salemba Empat.
Hamidi, Masyhuri. 2003. Internal Cash Flows, Insider Ownership, InvestmentOpportunity, dan Capital expenditures: Suatu Pengujian Terhadap HipotesisPecking Order dan Managerial. Jurnal ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.18, No. 3, Hal. 271-287.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2004. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. ed 4.Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Inriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untukAkuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Jensen, M. C. dan W. H. Meckling. 1976. Theory of Firm: Managerial Behavior,Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics,October, 1976, V. 3, No. 4, pp. 305-360.
Kaaro, H. Dan Hartono, J. 2002. Perilaku Keputusan Inveestasi Berbasis peluangInvestasi dan Ketersediaan Keuangan Internal. Simposium nasionalAkuntansi 5, Sesi 2/B.
Keown, et al. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. 2001. Jakarta: Salemba Empat.
Kuncoro, Mudrajad. 2001. Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi untuk Bisnis danEkonomi. Yogyakarta: AMP YKPN.
30
Myers, Stewart C. 1984. The Capital Structuire Puzzle. Journal of Finance, Vol. 39(July), pp. 575-592.
Myers, S. C dan N. S Majluf (1984). Corporate Financing and Investment DecisionsWhen Firms Have Information That Investors Do Not Have. Journal ofFinancial Economics 13, p:187-221.
Pagalung, Gagaring. Pengaruh Pengeluaran Modal Terhadap Aliran Kas InternalPerusahaan Industri: Suatu Pengujian Bentuk Fungsional Model Regresi.Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 3, No. 2, Mei 2110, pp. 145-158.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta:Yayasan Badan Penerbit UGM.
Sartono, Agus. Pengaruh Aliran kas Internal dan Kepemilikan Manajer dalamPerusahaan terhadap Pembelanjaan Modal: Managerial Hypotheses atauPecking Order Hypotheses?. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16,No. 1, 2001, pp. 54-63.
Santoso, Singgih. 2003. Statistik Deskriptif – Konsep dan Aplikasi dengan MicrosoftExcel dan SPSS. Yogyakarta: ANDI.
Tong, Guanqun dan J. Green. 2004. Pecking Order or Trade-off Hypothesis?Evidence on the Capital Structure of Chinese Companies.http://www.citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.127.2401.Diakses tanggal 21 Februari 2011.
Yeannie dan Ratih Handayani. 2007. Analisis Pengaruh Kesempatan Investasi,Internal Cash Flow, Insider Ownership Terhadap Capital expenditures:Perspective Pecking Order Theory. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 9, No.2, Agustus, Hal. 153-164.