CASE REPORT
PENYAKIT MENIERE
Dosen Pembimbing
Dr. Satria Nugraha W. Sp.THT-KL
Disusun Oleh :
Dieter Alyona
Sharly Ayu Puspita
Patrycia Anugerah
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
PERIODE 15 JUNI 2015 – 25 JULI 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Case Report
“Penyakit Meniere”
Telah diterima, disetujui, dan disahkan oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan (THT) di
RSUD Bekasi Periode 15 Juni – 25 Juli 2015
Bekasi, Juni 2015
Dr. Satria Nugraha W, Sp.THT-KL
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan Case Report Penyakit Meniere sebagai salah satu tugas kepaniteraan Ilmu
Penyakit THT, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Satria Nugraha,
Sp.THT-KL yang telah membimbing penulis dalam Kepaniteraan Ilmu Penyakit THT ,
khususnya dalam penyelesaian case report ini
Penulis menyadari bahwa case report ini ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan yang ada.
Akhir kata, kiranya case report ini berguna bagi penulis pada khususnya, dan para
pembaca pada umumnya. Sekian dan terimakasih.
Jakarta,Juni 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1861, dokter asal Prancis bernama Prosper Meniere menggambarkan
sebuah kondisi yang sekarang kondisi tersebut diabadikan dengan menggunakan namanya.
Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang menyebabkan timbulnya
episode vertigo (pusing berputar), tinnitus (telinga berdenging), perasaan penuh dalam
telinga, dan gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif. Adapun struktur anatomi telinga
yang terkena dampaknya adalah seluruh labirin yang meliputi kanalis semisirkularis dan
koklea.
Pendapat ini kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan
ditemukannya hidrops endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan
menderita penyakit Meniere.
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden
penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia(1).
Serangan khas penyakit Meniere didahului oleh rasa penuh di satu telinga. Gangguan
pendengaran yang bersifat fluktuatif dan dapat juga disertai tinitus. Sebuah episode penyakit
Meniere umumnya melibatkan vertigo (berputar), ketidakseimbangan, mual dan muntah.
Serangan rata-rata berlangsung selama dua sampai empat jam. Setelah serangan yang parah,
kebanyakan pasien mengeluhkan kelelahan dan harus tidur selama beberapa jam. Ada
beberapa variabilitas dalam durasi gejala. Beberapa pasien mengalami serangan singkat
sedangkan penderita lainnya dapat mengalami ketidakseimbangan yang konstan.
Beberapa penyakit memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Meniere. Dokter
biasanya menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga.
Beberapa pemeriksaan dilakukan seperti pemeriksaan audiometri, CT-Scan kepala atau MRI
dilakukan untuk menyingkirkan suatu tumor saraf kranial ke delapan (Vestibulocochlear)
serta penyakit lain dengan gejala serupa. Karena tidak adanya uji yang definitif untuk
penyakit Meniere, maka penyakit tersebut biasanya didiagnosis ketika semua penyebab lain
telah disingkirkan(1,2).
BAB II
CASE REPORT
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. R
Usia : 47 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Alamat : Babelan RT 06/01 , Babelan Kota
Pembiayaan : Umum
No RM : 03512625
Masuk Poli THT : 2 Juli 2015
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 2 Juli 2015 di poli THT RSUD
Bekasi.
2.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan telinga kiri berdenging sejak 1 tahun yang lalu
2.2.2 Keluhan tambahan
Pasien juga mengeluh penurunan pendengaran telinga kiri, telinga kiri terasa seperti
penuh, dan sering merasa pusing berputar
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan telinga sebelah kiri berdenging sejak ± 1 tahun yang lalu
sebelum datang ke rumah sakit. Menurut pasien, keluhan dirasakan seperti
mendengar suara “ngingg”. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba, dan dirasakan terus
menerus. Pasien mengeluh telinga kirinya sering terasa seperti penuh atau tersumbat.
Pasien juga mengeluh kadang - kadang merasa pusing berputar. Pusing berputar
dirasakan saat berubah posisi disangkal. Pasien sudah berobat ke klinik lain, dan
diberi obat tapi tidak mengurangi keluhan. Pasien menyangkal sedang batuk pilek.
Pasien juga menyangkal pernah keluar cairan dari telinganya sejak timbul keluhan
pendengarannya berkurang.
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi
disangkal, sering pilek disangkal, trauma disangkal.
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut pasien, di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat
tekanan darah tinggi, sakit jantung, kencing manis, alergi, dan asma dalam keluarga
disangkal.
2.2.6 Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku terkadang suka mengorek telinga dengan jari maupun dengan
cotton bud.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Dalam batas normal
Kepala : Normocephali, tidak ada deformitas
Mata : konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thorax : tidak dilakukan
Abdomen : tidak dilakukan
Ekstremitas : edema -/-
2.3.2 Status Lokalis (THT)
a. Telinga
Kanan Telinga Luar Kiri
Normotia Daun Telinga Normotia
Hiperemis (-)
Abses (-)
Retroaurikular Hiperemis (-)
Abses (-)
(-) Nyeri tarik (-)
(-) Nyeri tekan tragus (-)
Kanan Liang Telinga Kiri
Lapang Lapang/Sempit Lapang
Hiperemis (-) Warna epidermis Hiperemis (-)
(-) Edema (-)
(-) Sekret (-)
(-) Serumen (-)
Intak Membran Timpani Perforasi di sentral
(+) Refleks cahaya (+)
(-) Bulging (-)
Pemeriksaan Fungsi
Pendengaran /Tes Garpu Tala
(512 Hz)
(+) Rinne (+)
Lateralisasi (+) Weber Lateralisasi (-)
Sama dengan pemeriksa Swabach memendek
Tidak dilakukan Audiogram Tidak dilakukan
b. Hidung
Kanan Kiri
Pemeriksaan Luar
Normal Bentuk hidung Normal
(-) Deformitas (-)
(-) Nyeri Tekan (-)
Tidak ada kelainan Dahi Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Pipi Tidak ada kelainan
(-) Krepitasi (-)
Nyeri tekan (-) Sinus paranasal Nyeri tekan(-)
Rinoskopi Anterior
Lapang Cavum Nasi Lapang
Eutrofi, hiperemis (-) Konka Inferior Eutrofi, hiperemis (-)
Eutrofi, hiperemis (-) Konka Media Eutrofi, hiperemis (-)
Eutrofi, hiperemis (-) Konka Superior Eutrofi, hiperemis (-)
Tenang Mukosa Tenang
Deviasi (-) Septum Deviasi (-)
(-) Sekret (-)
Tidak Dilakukan Rhinoskopi Posterior Tidak Dilakukan
Tidak dilakukan Transiluminasi Tidak dilakukan
c. Tenggorokan
Palatum mole & Arkus
faring
Kanan Kiri
Uvula Simetris
Warna Merah muda Merah muda
Edema (-) (-)
Permukaan Faring
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Tonsil
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin
Kripta - -
Detritus - -
Eksudat - -
Perlengketan dengan pilar - -
Pemeriksaan Keseimbangan
Tes Romberg dan Romberg
Dipertajam
Negatif
Tes Fukuda Tidak dilakukan
Finger to Nose baik
2.4 Resume
Pasien Ny. R, perempuan, 47 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan telinga kiri
berdenging sejak ± 1 tahun yang lalu. Terjadi secara tiba – tiba dan dirasakan terus
menerus Pasien juga mengeluh pendengaran berkurang disebelah kiri. Pasien mengeluh
telinga kirinya sering terasa seperti penuh atau tersumbat. Pasien mengeluh kadang-
kadang merasa pusing berputar. Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini
sebelumnya
Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik status
lokalis THT , pada telinga kiri didapatkan perforasi sentral membran timpani, dan pada
telinga kanan dalam batas normal Pada pemeriksaan garpu tala 512 Hz didapatkan
tes Rinne (+) telinga kanan dan kiri,tes Weber lateralisasi ke telinga sehat (telinga kanan),
dan tes Swabach memendek pada telinga kiri.
2.5 Diagnosis Kerja
Penyakit Meniere
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) tipe benigna tenang AS
2.6 Diagnosa Banding
BPPV
2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa :
vasodilator perifer
anti histamin
antikolinergik
steroid
diuretik
neurotonik
Non Medikamentosa
Canalit Reposition Treatment (CRT) / Epley manouver
Brand-Darroff exercise.
Diet rendah natrium
Pemakaian rokok, alkohol, coklat dihentikan
Olahraga rutin
Menghindari obat-obatan yang bersifat ototoksik
2.8 Rencana Pemeriksaan Lanjutan
Audiometri
Tes Gliserin
2.9 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Telinga
Gambar 1. Struktur anatomi telinga(3)
3.1.1 Telinga Luar
Telinga luar meliputi daun telinga ( pinna ) dan liang telinga sampai membrana
timpani. Daun telinga terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin. Bentuk rawan ini unik dan
dalam merawat trauma telinga luar harus diusahakan untuk mempertahankan struktur ini.
Kulit dapat terlepas dari rawan di bawahnya oleh hematoma atau pus dan rawan yang
nekrosis dapat menimbulkan deformitas kosmetik pada pinna ( cauliflower ear ).
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang pada
sebelah medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan antara tulang
dan rawan ini. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap
liang telinga sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Liang telinga berbentuk
menyerupai huruf S dengan panjang sekitar 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang
telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut sedangkan pada duapertiga dalamnya
hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Peradangan pada bagian telinga ini disebut otitis eksterna. Hal ini terjadi akibat
infeksi bakteri, virus maupun jamur disertai faktor predisposisi berupa kebiasaan mengorek
telinga, kondisi udara dan keadaan klinis tertentu yang menyebabkan penurunan dari sistem
imunitas seperti HIV/AIDS, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, radioterapi dan
diabetes mellitus(3,4).
3.1.2 Telinga Tengah
Gambar 2. Struktur anatomi detail telinga luar, tengah dan dalam(3)
Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan enam sisi.
Dinding posteriornya jauh lebih luas daripada dinding anteriornya sehingga kotak tersebut
berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke arah lateral ke arah umbo dari
membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- Batas lateral : membrana timpani
- Batas anterior : tuba eustachius
- Batas inferior : bulbus jugularis
- Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas superior : lantai fossa kranii media
- Batas medial : kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis fasialis, fenestra ovale,
fenestra rotundum dan promontorium
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan
bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida berlapis dua yaitu bagian luar merupakan
lanjutan epitel liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti mukosa
saluran pernafasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi ditengah yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan elastin yang berjalan secara radier di luar dan sirkuler di dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo
bermula suatu refleks cahaya ( cone of light ) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untruk
membrana timpani kiri dan pukul 5 untuk membrana timpani kanan. Serabut sirkuler dan
radier pada membran timpani pars tensa inilah yang menyebabkan refeks cahaya yang berupa
kerucut ini yang kita nilai.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan
stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak pada fenestra ovale yang berhubungan dengan kokhlea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran adalah persendian.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini terdapat aditus
ad antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid. Tuba eustachius termasuk telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah. Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan
udara dalam cavum tymphani. Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu terbuka,
sedangkan di dinding medial tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup kecuali bila
menelan, mengunyah atau menguap(3,4,5).
3.1.3 Telinga dalam
Gambar 3. Struktur anatomi telinga dalam(3)
Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga
dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang dibentuk
oleh utrikulus, sakulus dan kanalis semisirkularis. Labirin (telinga dalam) mengandung organ
pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os temporal. Labirin terdiri dari :
• Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea.
• Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari:
kanalis
semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin
bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan
diresorbsi pada sakkus endolimfatikus.
Ujung atau puncak kokhlea disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfa skala
timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak skala vestibuli di
sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media ( duktus kokhlearis )
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan sekala media berisi
endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran Reissner sedangkan dasar skala
media adalah membrana basalis yang terletak organ korti di dalamnya. Pada skala media
terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran
basalis melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis korti. Membran basilaris sempit
pada basisnya ( nada tinggi ) dan melebar pada apeksnya ( nada rendah ). Terletak diatas
membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti yang mengandung organel-organel
penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ korti terdiri dari satu baris sel
rambut dalam ( 3.000 ) dan tiga baris sel rambut luar ( 12.000 ). Ujung saraf aferen dan
eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.
Gambar 4. Struktur anatomi kokhlea(3)
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut.
Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada
lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih
besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit akan
membengkokkan silia sel rambut dan akan menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus
berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang merupakan saluran menuju
sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus dengan makula
sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis
memiliki satu ujung yang melebar yang membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut
krista dan diselubungi oleh lapisan gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe
dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan
membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor(3,5).
Gambar 5. Anatomi sistem vestibuler(3)
3.1.4 Pendarahan ( Vaskularisasi ) telinga
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan
suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki
meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
a. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari
utrikulus dan sakulus.
b. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
c. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis.
d. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna
mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi
putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus
inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai
utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke sinus sigmoid(3).
3.1.5 Persarafan ( innervasi ) telinga
N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus
dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus
internus terletak ganglion vestibulare dan pada mediolus terletak ganglion spirale(3,4).
3.2 FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN
3.2.1 Fisiologi Pendengaran
Gambar 6. Fisiologi pendengaran
Sampai tingkat tertentu daun telinga adalah suatu pengumpul suara sementara liang
telinga karena bentuk dan dimensinya dapat sangat memperbesar suara dalam rentang 2
sampai 4 KHz. Gelombang ini akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan
membran timpani. Getaran ini akan diteruskan melalui rangkaian tulang-tulang pendengaran
(maleus, inkus dan stapes) yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Tulang-
tulang pendengaran akan meningkatkan efisiensi dari getaran sebanyak 1,3 kali dan
perbandingan luas permukaan membran timpani dan foramen ovale akan mengamplifikasi
pendengaran sebanyak 20 kali. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan foramen ovale sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe
sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia
sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion-ion bermuatan listrik dari
badan sel. Untuk suara dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan defleksi dominan pada
bagian basis dari membrana basilaris sedangkan untuk frekuensi sedang di tengah dan
frekuensi rendah di apeks. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-sel rambut
sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditoris, kemudian dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran di lobus temporalis ( area Broadmann 41 )(5,6).
3.2.2 Fisiologi keseimbangan
Gambar 7. Skema fisiologi keseimbangan
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan sekitarnya
tergantung dari input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ pengelihatan dan
organ proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di
sistem saraf pusat sehingga akan menimbulkan gambaran mengenai keadaan posisi tubuh
pada suatu saat dan bagaimana mengatur posisi tubuh seperti yang dikehendaki. Organ
pengelihatan menerima rangsangan melalui reseptor di retina yaitu di makula lutea. Rangsang
tersebut diteruskan melalui n. optikus ( N.II ) sampai ke korteks visual di lobus oksipitalis.
Fungsi pengelihatan memberikan informasi tentang posisi dan gerak tubuh serta lingkungan
sekitar. Organ proprioseptif menerima rangsang gerak melalui reseptor muskuloskeletal
terutama di daerah leher yang di salurkan melalui saraf spinal kemudian medula spinalis,
medula oblongata, thalamus dan berakhir di korteks sensoris ( post sentralis ). Organ
vestibuler menerima rangsangan gerak dari reseptor di labirin yaitu pada utrikulus, sakulus
( makula ) dan kanalis semisirkularis ( krista ampularis ). Sel-sel pada organ otolit peka
terhadap gerak linear sedangkan sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi
khususnya terhadap percepatan sudut ( perubahan dalam kecepatan sudut ). Kemudian
rangsang tersebut disalurkan melalui n. vestibularis ( N. VIII ) ke medula oblongata dan
berakhir di korteks serebri gyrus temporalis superior dekat pusat pendengaran. Sebagian
rangsangan disalurkan langsung ke serebelum dan sebagian lagi ke medula spinalis melalui
traktus vestibulospinal menuju ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal,
kumparan otot leher dan otot punggung ( postural ). Sistem ini berjalan dengan sangat cepat
sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh.
Rangsang yang diterima oleh reseptor ketiga sistem tersebut disalurkan melalui saraf
perifernya ke sistem saraf pusat sebagai pusat integrasi. Koordinasi antara ketiganya dan
beberapa pusat di otak seperti serebelum, ganglia basalis dan formatio retikularis akan
mempertahankan fungsi keseimbangan tubuh. Mekanisme kerjasama ketiga organ sensorik
dan susunan saraf pust tersebut berlangsung secara involunter. Mekanisme tersebut dapat
berjalan sadar apabila dalam keadaan tertentu misalnya berjalan di permukaan yang tidak
rata, berlari dan bermain ski. Dalam kehidupan sehari-hari, mekanisme tersebut berjalan
secara terus menerus untuk mempertahankan tonus otot-otot tubuh dan ekstremitas agar
tubuh tetap dalam posisi tegak atau mengubah posisi agar tidak jatuh pada keadaan tertentu.
Susunan saraf pusat yang selalu memberi perintah melalui jaras vestibulospinal untuk
mengatur kontraksi otot dan ekstremitas inferior untuk mempertahankan keseimbangan
tubuh(6,7,8).
3.3 PENYAKIT MENIERE
3.3.1 Definisi
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinitus,
berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh di telinga. Penyakit
ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan manusia tidak mampu
mempertahankan posisi dalam berdiri tegak. Hal ini disebabkan oleh adanya hidrops
( pembengkakan ) rongga endolimfa pada kokhlea dan vestibulum. Penyakit ini ditemukan
oleh Meniere pada tahun 1861 dan dia yakin bahwa penyakit itu berada di dalam telinga.
Namun para ahli saat itu menduga bahwa penyakit itu berada di otak. Pendapat Meniere
kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops
endolimfa setelah memerika tulang temporal pasien dengan dugaan menderita penyakit
Meniere(1).
Gambar 8. Labirin pada telinga normal(1) Gambar 9. Labirin yang berdilatasi (hidrops endolimfa)
pada penyakit Meniere(1)
Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Pengertian vertigo adalah
sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar dapat disertai gejala lain,
terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo
mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau
sindrom yang terdiri dari gejala somatik ( nistagmus, unstable ), gejala otonom seperti pucat,
keringat dingin, mual, muntah dan pusing.
Tinitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi
namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh
penderita itu sendiri ( impuls sendiri ). Namun tinitus hanya merupakan gejala, bukan
penyakit, sehingga harus di cari penyebabnya.
Gangguan pendengaran biasanya berfluktuasi dan progresif dengan pendengaran yang
semakin memburuk dalam beberapa hari. Gangguan pendengaran pada penyakit Meniere
yang parah dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen(1,2,8).
3.3.2 Epidemiologi
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden
penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia.
Penyakit Meniere jarang ditemukan pada anak-anak. Pada sebagian besar kasus
timbul pada laki-laki atau perempuan usia dewasia. Paling banyak ditemukan pada usia 20 -
50 tahun. Kemungkinan ada komponen genetik yang berperan dalam penyakit Meniere
karena ada riwayat keluarga yang positif sekitar 21 % pada pasien dengan penyakit Meniere.
Pasien yang dengan resiko besar terkena penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki
riwayat alergi, merokok, stres, kelelahan alkoholisme dan pasien yang rutin mengkonsumsi
Aspirin.
Pada tabel di bawah ini akan menggambarkan tentang insidensi penyakit Meniere di
beberapa negara.
Insiden penyakit Meniere
Tahun Negara Kasus
(per juta penduduk)
1973 Swedia 114
1977 Jepang 160
1979 India 200
1985 Italia 85
1990 Amerika Serikat 153
Tabel 1. Insiden penyakit Meniere di beberapa negara(1)
Grafik 1. Grafik distribusi penyakit Meniere berdasarkan usia dan jenis kelamin(1)
3.3.3 Etiologi
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Namun terdapat berbagai teori
termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju
labirin dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan autoimun.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan
cairan telinga dalam yang abnormal dan diduga disebabkan oleh terjadinya malabsoprsi
dalam sakus endolimfatikus. Selain itu para ahli juga mengatakan terjadinya suatu robekan
pada membran di labirin kokhlea sehingga menyebabkan endolimfa dan perilimfa bercampur.
Hal ini menurut para ahli dapat menimbulkan gejala dari penyakit Meniere. Para peneliti juga
sedang melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap kemungkinan lain penyebab
penyakit Meniere dan masing-masing memiliki keyakinan tersendiri terhadap penyebab dari
20-40 40-50 50-60 60+0
5
10
15
20
Distribusi pasien dengan penyakit Meniere berdasarkan usia dan jenis
kelamin di Amerika serikat pada tahun 1990
PriaWanita
Usia dan jenis kelamin
% d
ari t
otal
penyakit ini, termasuk faktor lingkungan seperti suara bising, infeksi virus HSV, penekanan
pembuluh darah terhadap syaraf (microvascular compression syndrome). Selain itu gejala
penyakit Meniere dapat ditimbulkan oleh trauma kepala, infeksi saluran pernafasan atas,
aspirin, merokok, alkohol atau konsumsi garam berlebihan. Namun pada dasarnya adalah
belum ada yang tahu secara pasti apa penyebab penyakit Meniere(9).
3.3.4 Patofisiologi
Patofisiologi Penyakit Meniere(9,10)
Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa
(peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada kokhlea
dan vestibulum. Hidrops yang terjadi dan hilang timbul diduga disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, menurunnya tekanan osmotik dalam
kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, jalan keluar sakulus
endolimfatikus tersumbat ( akibat jaringan parut atau karena defek dari sejak lahir )
Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila mencapai
dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa akan bercampur dengan
perilimfa. Percampuran ini menyebabkan potensial aksi di telinga dalam sehingga
menimbulkan gejala vertigo, tinitus dan gangguan pendengaran serta rasa penuh di telinga.
Ketika tekanan sudah sama, maka membran akan sembuh dengan sendirinya dan cairan
perilimfe dan endolimfe tidak bercampur kembali namun penyembuhan ini tidak selalu
sempurna.
Penyakit Meniere dapat menimbulkan :
Tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
Tekanan hidrostatik ujung arteri
Tekanan osmotik dalam kapiler
Sumbatan sakus endolimfatikus
Keseimbangan cairan perilimfe dan endolimfe terganggu
Tekanan endolimfa meninggi
HIDROPS ENDOLIMFA
Labirin membran menegang
Membran ruptur dan cairan kaya Na dan K bercampur
VERTIGO
Pelebaran apeks kokhlea
Meluas ke tengah dan basal kokhlea
Tuli saraf nada rendah + tinitus
Mual
Muntah
1. Kematian sel rambut pada organ kori di telinga dalam
Serangan berulang penyakit meniere menyebabkan kematian sel rambut organ korti.
Dalam setahun dapat menimbulkam tuli sensorineural unilateral. Sel rambut vestibuler masih
dapat berfungsi, namun dengan tes kalori menunjukkan kemunduran fungsi.
2. Perubahan mekanisme telinga
Dimana disebabkan periode pembesaran kemudian penyusutan utrikulus dan sakulus
kronik. Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan perubahan morfologi
pada membrana Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli terutama di daerah
apeks kokhlea ( Helikotrema ). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapar menekan
utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks kokhlea kemudian dapat
meluas mengenai bagian tengah dan basal kokhlea. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya tuli
saraf nada rendah pada penyakit ini(9,10).
3.3.5 Gejala Klinis
Penyakit Meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala lain
bertambah. Gejala-gejala klinis dari penyakit Meniere yang khas sering disebut Trias Meniere
yaitu vertigo, tinitus dan tuli sensorineural fluktuatif terutama di nada rendah. Serangan
pertama dirasakan sangat berat, yaitu vertigo disertai mual dan muntah. Setiap kali berusaha
untuk berdiri pasien akan merasa berputar, mual terus muntah lagi. Hal ini berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu, kemudian keadaan akan berangsur membaik. Peyakit
ini bisa sembuh tanpa obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua
dan selanjutnya dirasakan lebih ringan tidak seperti serangan pertama kali. Pada penyakit
Meniere, vertigonya periodik dan makin mereda pada serangan-serangan selanjutnya.
Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan dalam keadaan
tidak ada serangan pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala lain yang menyertai serangan
adalah tinitus yang kadang menetap walaupun di luar serangan. Gejala yang lain menjadi
tanda khusus adalah perasaan penuh dalam telinga.
Vertigo periodik biasanya dirasakan dalam 20 menit hingga 2 jam atau lebih dalam
periode serangan seminggu atau sebulan yang diselingi periode remisi. Vertigo menyebabkan
nistagmus, mual, muntah. Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan
keseimbangan sehingga tidak dapat beraktivitas dan dalam keadaan tidak ada serangan
pendengaran akan pulih kembali. Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan
dengan penyakit yang lainnya yang juga memiliki gejala vertigo seperti tumor N.VIII,
sklerosis multipel, neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama
makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap
serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama
menghilang. Pada VPPJ keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi kepala dan keluhan
yang dirasakan sangat berat kadang disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung
lama.
Tinitus kadang menetap ( periode detik hingga menit ), meskipun diluar serangan.
Tinitus sering memburuk sebelum terjadi serangan vertigo. Tinitus sering dideskripsikan
pasien sebagai suara motor, mesin, bergemuruh, berdering, dengung, dan denging dalam
telinga.
Gangguan pendengaran mungkin terasa hanya berkurang sedikit pada saat awal
serangan, namun seiring berjalannya waktu dapat terjadi kehilangan pendengaran yang tetap.
Penyakit Meniere mungkin melibatkan semua kerusakan saraf di semua frekuensi suara
pendengaran namun paling umum terjadi pada frekuensi yang rendah. Suara yang keras
mungkin menjadi tidak nyaman dan sangat mengganggu pada telinga yang terpengaruh.
Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita mengalami perubahan tekanan
udara (menaiki dan menuruni bukit, pesawat terbang, dan sebagainya) namun perbedaannya
rasa penuh ini tidak hilang dengan perasat Valsava dan Toynbee. (1,8,11)
3.3.6 Diagnosis
Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit
Meniere, dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam rangka
untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang
sangat hati-hati.
Diagnosis penyakit ini dapat dipermudah dengan kriteria diagnosis :
1. Vertigo yang hilang timbul disertai tinitus dan rasa penuh pada telinga
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural
3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII
Beberapa diagnosis banding untuk penyakit Meniere adalah tumor N.VIII, sklerosis multipel,
neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Pada tumor N.VIII
serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin kuat. Pada sklerosis
multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap serangan. Pada neuritis vestibuler
serangan vertigo tidak periodik dan makin lama menghilang. Pada VPPJ keluhan vertigo
datang akibat perubahan posisi kepala dan keluhan yang dirasakan sangat berat kadang
disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung lama
Kriteria Diagnosis Menurut AAO-HNS (1995)
Sangat Pasti
o Diagnosa pasti + histopatologi
Pasti
o ≥2 episode vertigo ≥20 menit setiap serangan
o Audiometri: kehilangan pendengaran
o Tinitus dan rasa penuh pada telinga
Kemungkinan besar
o 1 episode vertigo
o Audiometri: kehilangan pendengaran
o Tinitus dan rasa penuh pada telinga
Kemungkinan kecil
o Episodik vertigo tanpa kehilangan pendengaran
o Tuli sensorineural, fluktuatif atau menetap, dengan disertai gangguan
keseimbangan tapi tanpa episode yang jelas
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menguatkan diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan fisik
telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat disingkirkan dan dipastikan
kelainan berasal dari telinga dalam misalnya dalam anamnesis didapatkan keluhan tuli saraf
fluktuatif dan ternyata dikuatkan dengan hasil pemeriksaan maka kita sudah dapat
mendiagnosis penyakit meniere, sebab tidak ada tuli saraf yang membaik kecuali pada
penyakit Meniere.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit Meniere adalah :
- Pemeriksaan audiometri, menunjukan tuli sensorineural. Kemampuan pendengaran
dalam membedakan kata-kata yang mirip pengucapannya sering menghilang. Selain itu
ditemukan gambaran penurunan kemampuan pendengaran pada frekuensi rendah
Gambar 10. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium awal(1)
Gambar 11. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium menengah(1)
Gambar 12. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium akhir(1)
- Elektronistagmografi ( ENG ) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui secara objektif
kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar pasien dengan
penyakit Meniere mengalami penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi dengan
air panas dan air dingin yang digunakan pada tes ini.
- Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan cara
merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan dekat
dengan kokhlea. Pada pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan
peningkatan tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebih pada telinga dalam yang
ditunjukkan dengan adanya pelebaran bentuk gelombang dengan puncak yang multipel
- Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA ), biasanya normal pada pasien
dengan penyakit Meniere, walaupun kadang terdapat penurunan pendengaran ringan
pada pasien dengan kelainan pada sistem saraf pusat
- Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) dengan kontras yang disebut gadolinium spesifik
memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi kontras
menunjukkan adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat
memvisualisasikan kokhlea dan kanalis semisirkularis(1,9,11).
3.3.7 Penatalaksanaan
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan
pengobatan yang bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu diberikan anti emetik.
Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya
a. Diet dan perubahan gaya hidup
Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium pada
plasma, karena tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk mempertahankan
level sodium dalam plasma. Untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi sodium,
ginjal menyesuaikan kapasitas untuk kemampuan transport ion berdasarkan intake sodium.
Penyesuaian ini diperankan oleh hormon aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah
transport ion di ginjal sehingga akan mempengaruhi regulasi sodium di endolimfe sehingga
mengurangi serangan penyakit Meniere.
Banyak pasien dapat mengontrol gejala hanya dengan mematuhi diet rendah garam
(2000 mg/hari). Jumlah sodium merupakan salah satu faktor yang mengatur keseimbangan
cairan dalamm tubuh. Retensi natrium dan cairan dalam tubuh dapat merusak keseimbangan
antara endolimfe dan perilimfe di dalam telinga.
Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya berupa ikatan natrium
chlorida atau garam dapur, monosodium glutamat (vetsin), natrium bikarbonat (soda kue),
natrium benzoat (daging kornet).
Pemakaian rokok, alkohol, coklat harus dihentikan. Kafein dan nikotin juga
merupakan stimulan vasoaktif dan dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
penurunan aliran darah arteri kecil yang memberi nutrisi saraf dari telinga tengah. Dengan
menghindari kedua zat tersebut dapat mengurangi gejala.
Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu untuk
dianjurkan ke pasien. Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-obatan yang bersifat
ototoksik seperti aspirin karena dapat memperberat tinitus.
Selama serangan akut dianjurkan untuk berbaring di tempat yang keras, berusaha
untuk tidak bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu objek tidak bergerak, jangan
mencoba minum walaupun ada perasaan mau muntah, setelah vertigo menghilang pasien
diminta untuk bangun secara perlahan karena biasanya setelah serangan akan terjadi
kelelahan dan sebaiknya pasien mencari tempat yang nyaman untuk tidur selama beberapa
jam untuk memulihkan keseimbangan.
b. Farmakologi
Untuk penyakit ini diberikan obat-obatan vasodilator perifer, anti histamin,
antikolinergik, steroid dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada endolimfe. Obat-obat
antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik untuk menguatkan
sarafnya selain itu jika terdapat infeksi virus dapat diberikan antivirus seperti acyclovir.
Tranzquilizer seperti diazepam ( valium ) dapat digunakan pada kasus akut untuk
membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai
pengobatan jangka panjang. Anti emetik seperti prometazin tidak hanya mengurangi mual
dan muntah tapi juga vertigonya. Diuretik seperti thiazide dapat membantu mengurangi
gejala penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe. Pasien harus
diingatkan untuk makan makanan yang mengandung kalium seperti pisang, tomat dan jeruk
ketika menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.
c. Latihan
Rehabilitasi penting dilakukan sebab dengan melakukan latihan sistem vestibuler ini
sangat menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan yang teratur
dan baik. Orang-orang yang karena profesinya menderita vertigo dapat diatasi dengan
latihan yang intensif sehingga gejala yang timbul tidak lagi mengganggu pekerjaan sehari-
hari(1,9,12).
Ada beberapa latihan yaitu : Canalit Reposition Treatment (CRT) / Epley manouver
dan Brand-Darroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan seseorang untuk
membantunya tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri.
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT jika masih terasa ada
sisa baru dilakukan Brand-Darroff exercise.
Latihan CRT / Epley manouver :
Gambar 13. CRT/Epley Manuver(13)
Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan keseimbangan / vertigo
telinga kiri ) (1), kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat
tidur (2), tunggu jika terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah
kanan perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa
vertigo, kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan kemudian ke
arah lantai (4), masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang 30 – 60 detik. Dapat dilakukan
juga untuk sisi yang lain berulang kali sampai terasa vertigo hilang.
Latihan Brand-Darroff :
6
Gambar 14. Latihan Brand-Darroff(13)
Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan,
kemudian balik posisi duduk, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri,
masing-masing gerakan ditunggu kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama
cukup 1-2 kali kiri kanan, besoknya makin bertambah. Sebaiknya juga harus diperiksakan
terlebih dahulu untuk memastikan penyebab vertigo / gangguan keseimbangannya(13).
d. Penatalaksanaan bedah
Operasi yang direkomendasikan bila serangan vertigo tidak terkontrol antara lain :
- Dekompresi sakus endolimfatikus
Gambar 15. Dekompresi sakus endolimfe(14)
Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan menyebabkan
kembali normalnya tekanan terhadap ujung saraf vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di
belakang telinga yang terinfeksi dan air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga
dalam. Insisi kecil dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk mengalirkan cairan ke rongga
mastoid.
Secara keseluruhan sekitar 60 % pasien serangan vertigo menjadi terkontrol, 20 %
tidak memperoleh penurunan gejala, 20 % mengalami serangan yang lebih buruk. Fungsi
pendengaran tetap stabil namun jarang yang membaik dan tinitus tetap ada, 2 % mengalami
tuli total dan vertigo tetap ada.
- Labirinektomi
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf vestibulokokhlear. Dilakukan
dengan insisi di telinga belakang dan air cell mastoid diangkat, bila telinga dalam sudah
terlihat, keseluruhan labirin tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari pasca operasi, tidak
jarang terjadi vertigo berat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan. Setelah
seminggu, pasien mengalami periode ketidakseimbangan tingkat sedang tanpa vertigo,
sesudahnya telinga yang normal mengambil alih seluruh fungsi keseimbangan. Operasi ini
menghilangkan fungsi pendengaran telinga.
- Neurektomi vestibuler
Gambar 14. Neurektomi vestibuler(14)
Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler merupakan pilihan untuk
menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang tersisa. Dilakukan insisi di belakang telinga
dan air cell mastoid di angkat, dilakukan pembukaan pada fossa duramater dan n.VIII dan
dilakukan pemotongan terhadap saraf keseimbangan. Pemilihan operasi ini mirip dengan
labirinektomi. Namun karena operasi ini melibatkan daerah intrakranial, sehingga harus
dilakukan pengawasan ketat pasca operasi. Operasi ini diindikasikan pada pasien di bawah
60 tahun yang sehat.
Sekitar 5 % mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi, paralisis wajah
sementara dapat terjadi selama beberapa hari hingga bulan, sekitar 85 % vertigo dapat
terkontrol.
- Labirinektomi dengan zat kimia
Merupakan operasi dimana menggunakan antibiotik (strepomisin atau gentamisin
dosis kecil) yang dimasukkan ke telinga dalam. Operasi ini bertujuan mengurangi proses
penghancuran saraf keseimbangan dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. Pada
kasus penyakit Meniere, diberikan streptomisin intramuskular dapat menyembuhkan
serangan vertigo dan pendengaran dapat dipertahankan.
- Endolymphe shunt
Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang menganggap operasi ini
merupakan plasebo.
Ada dua tipe dari operasi ini yaitu :
a. Endolymphe subarakhnoid shunt : dengan menempatkan tuba diantara endolymphe dan
kranium
b. Endolymphe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba antara sakus endolimfatikus
dan rongga mastoid(14,15).