Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 7 No. 2 Desember 2015 : 93-128 ISSN No.2085-580X
93
DESAIN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI BERBASIS KULIT DI KABUPATEN MAGETAN
WASTEWATERTREATMENT DESIGN OF LEATHER-BASED INDUSTRIAL ESTATE
PLAN IN MAGETAN DISTRICT
Broerie Pojoh Balai Riset dan Standardisasi Industri Manado
Jalan Diponegoro No. 21-23 Manado email: [email protected]
Diterima tgl 04-08-2015, Disetujui tgl 05-10-2015
ABSTRAK
Desain pengolahan limbah cair pada rencana kawasan industri berbasis kulit di Kabupaten Magetan dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi dokumen perencanaan pengembangan kawasan industri berbasis kulit.Desain IPAL dibangun dengan mempertimbangkan data lapangan, kontur rencana lahan kawasan industri, rencana kapasitas operasional kawasan industri, hasil wawancara dengan pemangku kepentingan, FGD, serta dipadukan dengan kajian empiris dan teoritis pengolahan air limbah industri. Permasalahan di lapangan saat dikaji adalah kapasitas pengolahan yang terbatas serta semakin meningkatnya pengusaha pengguna. Perkiraan volume dan kapasitas limbah cair yang dihasilkan oleh aktivitas industri berkisar antara 60-80% dari konsumsi air bersih sebesar ±2500 m
3/hari.Unit utama pengolahan pada IPAL kawasan industri
yang direncanakan meliputi unit ekualisasi, unit pemisahan padatan, unit biologis, dan unit pengolahan lumpur.Untuk menghemat lahan maka IPAL dirancang secara kompak. Aliran limbah cair diatur secara gravitasi dan atau menggunakan pompa dan bersifat kontinu. Total luas areal yang diperlukan untuk membangun IPAL adalah 9.147 m
2 (atau sekitar 5,20% dari total luas Kawasan Industri), terdiri atas
bangunan kantor dengan luas300m2, bangunan Lab IPAL dengan luas 144 m
2, bak/tangki pengolah IPAL
dengan luas3.500m2, incinerator dengan luas36 m2, dan RTH dengan luas5.167 m
2. Rancangan dimensi dari
tangki/bak-bak pengolahan didesain untuk dapat menampung limbah cair yang mengalir dengan waktu tinggal satu jam. Prediksi biaya yang relatif besar dari pembangunan IPAL dapat menjadi penghambat dibangunnya kawasan industri tersebut, tapi dilain pihak keberadaannya akan menjadi salah satu daya tarik investasi karena kecenderungan permintaan dunia terhadap produk kulit yang dihasilkan oleh pusat pengolahan yang berwawasan lingkungan.
Kata kunci: Kawasan Industri, IPAL, pengelolaan limbah cair
ABSTRACT
Design of leather-based industrial estate wastewater plant aims to fulfill the need for comphrehensive study of industrial estate development in Magetan District.Designing processes were considering several factors such as field data, land topography, plan capacity, stakeholders views, results of FGD, and empirical and theoritical studies. The exsisting problems in the field were over capacity of wastewater treatment, increasing of user, and environmental impact of the treatment facility. Treatment plant were designed based on wastewater produced on daily bases that was 2500 m3. The main units of the plant are equalization, solid separator, biological unit, and mud treatment. Instalation is designed to be compact to effectively use the available land while the flow of wastewater will use the gravity and will operate continually. Total area needed for the plant is 9.147 m2 comphrising of 300 m2 for office, 144 m2 for laboratory, 3500 m2 for tanks, 36 m2 for incinerator, and 5167 m2 for green open space. Big figures in the cost of development will prevented the development, however its existence will attract investors for considering the global demand to environmentally-sound leather products.
Keywords: Industrial estate, wastewater plant, wastewater management
PENDAHULUAN
Ternak sapi, kambing, dan domba di
Indonesia dikembangkan secara masif
karena merupakan sumber protein penting
bagi mayoritas penduduk yang berjumlah
sekitar 235 juta jiwa. Ketersediaannya
menjadi keharusan karena citarasa dan
kaitannya dengan budaya dan keagamaan
yang tidak dapat digantikan oleh sumber
lain.Pemotongan ternak untuk konsumsi
memberi hasil ikutan, yaitu kulit ternak
yangsetelah disamak menjadi bahan baku
industri yang sangat penting. Negara-negara
Desain Pengolahan Limbah Cair Pada Rencana Kawasan Industri Berbasis Kulit Di Kabupaten…. – Broerie Pojoh
118
eksporter kulit utama dunia saat ini adalah
China, Itali, India, dan Brazil. Sebagai
ilustrasi, pada tahun 2002 Brazil
mendapatkan devisa sebesar Rp 116,25 T
dari industri tersebut1.
Industri penyamakan kulit adalah
industri tradisional yang menggunakan air,
energi, dan bahan kimia dalam jumlah besar
dan konsekuensinya menghasilkan limbah
dalam jumlah besar pula (Gambar 1)2.
Industri penyamakan kulit skala medium
menggunakan sekitar 350 jenis bahan kimia
organik maupun inorganik dalam proses
produksi3.Akibat dari aktivitas industri sangat
besar bagi kesehatan masyarakat4. Merujuk
pada PP No. 85 tahun 1989 tentang Limbah
Berbahaya dan Beracun (limbah B3)5, limbah
industri penyamakan kulit termasuk dalam
kategori sebagai limbah B3 yang harus
dikelola dengan baik sebelum dibuang ke
lingkungan.
Gambar 1. Keseimbangan masa selama proses penyamakan kulit (dikutip dari Rydin(3)).
Beberapa inisiatif dan aksi untuk
menstimulasi manajemen bahan kimia
secara efektif seperti legislasi lingkungan
dan permintaan konsumen sedang
dilakukan. Rao et al2 meneliti penggunaan
senyawa Cr-Fe sebagai pengganti Cr dan
pewarna garam Cr-Fe yang dikombinasi
dengan bahan pewarna alamiah seperti
myrobalan (Terminalia chebula) dan
quebracho Schinopsis
balansac)yangmenghasilkan kulit dengan
kekuatan dan stabilitas hidrothermal yang
sebanding dengan proses konvensional
serta menghasilkan limbah cair dalam jumlah
lebih kecil. Musa et al. 6meneliti penyamakan
kulit dengan bahan yang eco-friendlier
berupa kombinasi tanning berbasis henna
(ekstrak daun Lawsonia inermis) dan THPS
(tetrakis hydroxymethyl phosphonium
sulphate) yang menunjukan bahwakerusakan
pada temperatur tinggi serta karakteristik
fisik dan kimiawi dari produk kulit sebanding
dengan kontrol yang diproses secara
konvensional.
Di tingkat global, tuntutan penerapan
standar industri yang menitikberatkan pada
upaya efisiensi bahan baku,air dan energi,
diversifikasi energi, eco-design dan teknologi
Bahan mentah kulit ternak
yang digarami: 1000 kg
Air: 40 m3
Energi: 15-20 GJ
Emisi udara (VOC) 30 kg
Limbah padat 600 kg
Bahan kimia: 450-550 kg
Limbah cair 40 m3
Penyamakan
Kulit terolah 240 kg
Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 7 No. 2 Desember 2015 : 93-128 ISSN No.2085-580X
119
rendah karbon dengan sasaran peningkatan
produktivitas dan minimalisasi limbah
semakin tinggi. Isu lingkungan saat ini
dijadikan salah satu hambatan perdagangan
(barriers to trade) untuk penetrasi pasar ke
suatu negara.Hambatan tersebut
dilaksanakan dengan cara menerapkan
berbagai macam standar, baik itu standar
international (ISO, ekolabel) maupun
persyaratan pembeli (buyer requirement).
Oleh karena itu dunia usaha perlu
mengantisipasi hambatan yang diterapkan
oleh beberapa negara tujuan ekspor.
Potensi dampak lingkungan yang besar,
legislasi yang sangat ketat, serta hambatan
perdagangan menjadi penyebab mulai
dilakukannya relokasi industri pengolahan
kulit dari negara-negara maju ke negara-
negara berkembang sehingga pangsa
produksi di negara-negara berkembang saat
ini menjadi sekitar 64%3. Di negara-negara
berkembang, pengelolaan limbah juga
menunjukkan berbagai kendala seperti
pelanggaran oleh industri yang diakibatkan
antara lain oleh biaya yang mahal dari
pengolahan limbah. Sebagai ilustrasi, 50%
dari 37 industri yang diteliti di Mesir
melanggar peraturan lingkungan dan
membuang limbah ke jaringan limbah publik
yang menyebabkan permasalahan pada
sistem perpipaan, sistem biologi pengolahan
limbah, biota perairan, dan menyebabkan
peningkatan biaya dan risiko lingkungan dari
perlakuan dan pembuangan (khususnya
limbah yang bersifat toksik)7. Di Indonesia,
pengelolaan yang buruk terhadap limbah
industri tergambar antara lain pada buruknya
kualitas air tanah, sungai, danau, dan udara.
Dalam rangka mengantisipasi
kecenderungan peningkatan permintaan dan
atau relokasi industri tersebut maka perlu
dibangun strategi yang tepat untuk
mendapatkan nilai positif secara ekonomi
tetapi sekaligus menghindari sisi negatifnya
terhadap lingkungan.Salah satu strategi
pemberdayaan yang akan dilakukan dalam
kerangka pengawasan, pembinaan dan
pengendalian terhadap produktivitas serta
kualitas produk maupun lingkungan oleh
industri kecil dan menengah pengolahan kulit
di Kabupaten Magetanadalah
pengembangan IKM secara terpadu melalui
pendekatan pengembangan kawasan
industri kecil-menengah berbasis kulit8.Solusi
tersebut dapat tercapai karena merujuk pada
PP No. 24 Tahun 2009 tentang Kawasan
Industri (KI)9, rencana pengembangan KI
dilakukan secara sistematis dengan
mempertimbangkan berbagai aspek seperti
tata ruang, daya dukung, sumberdaya alam,
teknologi, dan manajemen pengelolaan yang
modern. Artikel ini membahas desain
pengelolaan limbah cair pada rencana
pengembangan KI berbasis kulit di Magetan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan diKabupaten
Magetan, khususnya di LIK I Ringinagung
dan rencana LIK II Mojopurno, untuk
mengumpulkan data dan informasi terkait
dengan kondisi pengolahan limbah di lokasi
tersebut serta di Jakarta untuk
diskusi/FGD/pelaporan dan penulisan
laporan. Waktu penelitian bulan April s/d
September 2013.
Metode penelitian
- Pengumpulan data
Desain Pengolahan Limbah Cair Pada Rencana Kawasan Industri Berbasis Kulit Di Kabupaten…. – Broerie Pojoh
120
Data primer diperoleh dengan cara
melakukan wawancara dengan
pengelola LIK, pengusaha pengguna,
dan Pemerintah Daerah Kabupaten
Magetan. Data sekunder diperoleh dari
Kantor Pengelola LIK, Kabupaten Dalam
Angka, dan sumber lainnya.
- Metode analisis data
Data yang diperoleh dianalisis secara
tabelaris dan sebagai bahan referensi
pada FGD Tim pelaksana/Tim pakar
yang dilaksanakan di Jakarta.
Desain IPAL
Desain IPAL dibangun dengan
mempertimbangkan data lapangan, kontur
rencana lahan KI, hasil wawancara, FGD,
serta dipadukan dengan kajian empiris dan
teoritis pengolahan air limbah industri.
KONDISI EKSISTING INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI KABUPATEN
MAGETAN
Kelompok pengusaha
Hasil surveimenunjukkan bahwa
pengusaha penyamakan kulit di Kabupaten
Magetan berjumlah 3 kelompok, yaitu: (1)
kelompok APKI dengan jumlah 43
pengusaha menempati Lingkungan Industri
Kecil (LIK) I Ringinagung;(2) kelompok APEK
dengan jumlah 54 pengusaha (kelompok
pengusaha penempel) yang melakukan
penyamakan dengan menyewa peralatan
yang terdapat di LIK I, dan (3) kelompok
Paguyuban dengan jumlah 25 pengusaha
kulit merupakan kelompok pengusaha yang
melakukan penyamakan dirumah-rumah
atau tempat usaha yang tersebar di
lingkungan permukiman, sehinga hasil
limbahnya tidak diproses dan dibuang
langsung ke sungai-sungai dekat
permukiman10
.
Secara umum para pengusaha
penyamak kulit belum optimal memanfaatkan
limbah padat seperti sisa daging, lemak dan
bulu yang jumlahnya besar.Proses shaving
untuk kulit domba dan sisa serutan serbuk
shaving mengandung krom, sampai saat ini
belum dimanfaatkan sehingga langsung
dibuang ke TPA.
Gambaran LIK I Ringinagung
Hasil surveimenunjukkan bahwa
penggunaan IPAL di LIK I Ringinagung
sudah melebihi kapasitas, karena
pemanfaatan IPAL tidak hanya menampung
pengusaha yang ada di LIK I Ringinagung
melainkan juga pengusaha penempel
maupun pengusaha yang berada di luar
kawasan LIK I Ringinagung10
.Tempat
pembuangan air dari IPAL LIK I adalah
Sungai Gandong dimana pada saat musim
kemarau ketika aliran air berkurang drastis
bahkan kering menyebabkan polusi bau
sangat mengganggu.Proses pembuangan
limbah dari unit-unit usaha secara sistem
maupun prosedur harus dipisah antara
limbah basa (dari hasil pengapuran) dan
limbah asam (krom), akan tetapi karena
instalasi jaringan air limbah sudah tidak
memadai banyak pengusaha yang
membuang kedua limbah tersebut menjadi
satu sehingga lebih membahayakan
lingkungan.
Gambaran Rencana LIK II Mojopurno
Wilayah rencana LIK II Mojopurno
berada pada lahan tidak produktif dan
lokasinya cukup strategis karena berdekatan
dengan jalan Gorang-Gareng10
. Selain itu
rencana LIK II Mojopurno berdekatan
Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 7 No. 2 Desember 2015 : 93-128 ISSN No.2085-580X
121
dengan sungai yang keberadaannya dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan industri, baik
sebagai tempat pembuangan limbah yang
telah diolah maupun sumber air pada waktu
musim penghujan.
Berdasarkan data dan informasi yang
ada, pengusaha penyamak kulit yang belum
tertampung di LIK I Ringinagung sebanyak
79 pengusaha penyamak kulit, yaitu yang
tergabung dalam APEK (Penempel)
sebanyak 54 pengusaha dan 25 pengusaha
yang berusaha pada rumah tempat tinggal.
Pembuangan limbah dari para pengusaha
tersebut belum terkontrol, kurang higenis dan
belum dikelola secara baik, sehingga
memiliki potensi pencemaran lingkungan
yang sangat besar.
Rencana pembangunan LIK II
Mojopurno merupakan pengembangan LIK I
Ringinagung bertujuan untuk menampung
pengusaha penyamakan kulit yang belum
tertampung pada LIK I Ringinagung.Secara
garis besar, tujuannya adalah untuk
mengurangi pengguna IPAL LIK I
Ringinagung dengan cara menampung
pengusaha penempel dan pengusaha
penyamakan kulit di luar Kawasan LIK I
Ringinagung agar pengelolaan IPAL dapat
terkontrol. Rencana pengembangan LIK II
Mojopurno akan dilakukan menggunakan
konsep pengembangan Kawasan Industri
Berbasis Kulit Kabupaten Magetan8.
Proses penyamakan kulit yang diterapkan
Proses penyamakan kulit yang
dilakukan oleh pengusaha penyamak kulit di
Kabupaten Magetan dapat dikelompokkan
menjadi 2 (dua), yaitu:10
- Penyamakan dengan bahan nabati:
proses penyamakan kulit seperti kulit
kayu akasia, pada prinsipnya sama
dengan proses penyamakan secara
umum. Hanya saja pada proses asam
digunakan bahan-bahan alamiyaitu kulit
kayu akasia. Proses penyamakan kulit ini
hanya sampai pada tahap pementangan
(kulit sudah kering). Pada kondisi kulit
telah kering langsung dieksport ke luar
negeri (negara tujuan adalah
Jepang.Proses penyamakan kulit
dengan bahan nabati ini banyak
dilakukan oleh pengusaha di Desa
Mojopurno (pengusaha yang tersebar di
permukiman).
- Penyamakan dengan bahan kimia(krom):
proses penyamakan kulit dengan bahan
kimia krom. Dengan demikian diperlukan
proses pengolahan limbah terpisah
sesuai dengan dampak potensi
limbahnya.Adapun pengusaha yang
melakukan proses asamnya dengan
bahan kimia juga melakukan proses
emboshing, pengukuran dan kulit boks
yang selanjutnya dikirimkan ke pengrajin
kulit.
PERANCANGAN IPAL DI DALAM KI
nstalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) kawasan industri didesain
sebagai unit yang mengolah air limbah
industri secara terpadu (perancangan
merujuk antara lain pada 2, 3, 6, 7, 11, 12
). IPAL
dirancang dengan mempertimbangkan
tahapan penyamakan kulit, yaitu: (1) tahap
pra-penyamakan (pre-tanning) atau proses
pembersihan konvensional (beamhouse
operation) yang meliputi: tahap perendaman,
pembuangan lemak, pengapuran,
pembuangan bulu, pembuangan daging,
pengapuran ulang, pembuangan kapur,
Desain Pengolahan Limbah Cair Pada Rencana Kawasan Industri Berbasis Kulit Di Kabupaten…. – Broerie Pojoh
122
pengikisan protein dan pengasaman; (2)
tahap penyamakan (tanning); dan (3) tahap
pasca penyamakan (post tanning) dan
penyempurnaan (finishing) yang meliputi:
pemeraman, pemerahan, pengetaman,
penetralan, pengecatan dasar, peminyakan,
fiksasi, pengurangan kadar air, perataan
rajah, pengeringan, pembasahan kembali,
pelemasan, pementangan, pengampelasan,
pengecatan tutup dan pengkilapan.
Air limbah yang diolah dalam IPAL
kawasan mencakup air limbah yang berasal
dari proses produksi industri, kegiatan rumah
tangga (domestik) industri, perkantoran, dan
perumahan. Perkiraan volume dan kapasitas
limbah cair yang dihasilkan oleh aktivitas
industri berkisar antara 60-80% dari
konsumsi air bersih sebesar ±2500 m3/hari
(merujuk pada perhitungan seperti pada
2).Unit utama pengolahan pada IPAL
kawasan industri yang direncanakan meliputi
unit ekualisasi, unit pemisahan padatan, unit
biologis, dan unit pengolahan lumpur.
Desain pengolahan air limbah
penyamakan kulit pada rencana Kawasan
Industri Berbasis Kulit di Kabupaten Magetan
adalah seperti pada Gambar 2 (hasil FGD)
13. Instalasi dirancang untuk dapat mengolah
influen dengan dua jalur, yaitu (Jalur 1) dari
limbah cair soaking, liming, batting, pickling,
nabati tanning sebesar 1500 m3/hari, dan
(Jalur 2) dari limbah krom-tanning, samying,
netralisasi dan dyeingsebesar 500
m3/hari
14.Pengolahan limbah cair Jalur 1
dengan tingkat pH 10-12 dilakukan dengan
sistem biologi.Limbah cair pada Jalur 2
dengan tingkat pH 4-6 menggunakan cara
pengolahan kimia terlebih dahulu. Hasil
pengolahan dari IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah) di proses lagi dengan beberapa
tahapan filter yang berisi zeolite,
manganese greensand dan karbon aktif
untuk dijadikan air proses lagi.
Untuk menghemat lahan maka IPAL
dirancang secara kompak. Aliran limbah cair
diatur secara gravitasi dan atau
menggunakan pompa dan bersifat
kontinu.Pada tingkat operasi penuh, influen
memasuki sistem pengolahan Jalur 1
dengan kecepatan 35 L/detik, dan sistem
pengolahan Jalur 2 dengan kecepatan 11,60
L/detik.
Total luas areal yang diperlukan untuk
membangun IPAL adalah 9.147 m2(atau
sekitar 5,20% dari total luas Kawasan
Industri), terdiri atas bangunan kantor
dengan luas300m2, bangunan Lab IPAL
dengan luas 144 m2, bak/tangki pengolah
IPAL dengan luas3.500m2, incinerator
dengan luas36 m2, dan RTH dengan
luas5.167 m2 14
.Rancangan dimensi dari
tangki/bak-bak pengolahan didesain untuk
dapat menampung limbah cair yang mengalir
dengan waktu tinggal satu jam. Dimensi dari
bak/tangki pengolahan adalah seperti pada
Tabel 1 14
.
Desain Pengolahan Limbah Cair Pada Rencana Kawasan Industri Berbasis Kulit Di Kabupaten…. – Broerie Pojoh
118
Tabel 1. Rancangan dimensi bak/tangki
Nomor Bak/Tangki
(Jalur) Nama Bak/Tangki
Dimensi, luas, dan volume
Panjang (m)
Lebar (m) Tinggi/Dalam
(m) Jumlah
bak/kolam
Luas (pxlxjlh bak, m
2)
Volume (m
3)
1 (Jalur 1) Bak pengolah limbah
pickling, krom tanning, dan saying
5,25 8 3 1 42 126
2 (Jalur 2) Bak pengolah limbah
soaking, liming, batting (selain No. 1)
4,5 4 3 1 18 54
3 (Jalur 1) Bak pengendap lemak
3,5 3 3 4 42 126
(Jalur 2) 4,25 4 3 1 17 51
4 Bar screen 2 1 6 1 2 12
5 (Jalur 1) Sumur pengumpul
3 2,75 4 4 33 132
(Jalur 2) 4,25 3 4 1 12,75 51
6 (Jalur 1) Bak ekualisasi
3 2,75 4 4 33 132
(Jalur 2) 4,25 3 4 1 12,75 51
7 Grit chamber 2 2 1 2 8 8
8 (Jalur 1) Bak pengendap I
5,25 8 3 2 84 252
(Jalur 2) 4,5 4 3 1 18 54
9 (jalur 1) Pengolah biologis 6 8 3 6 288 864
10 (jalur 1) Bak pengendap II 7 8 3 8 448 1344
11 (Jalur 1) (Jalur 2)
Desinfeksi Desinfeksi
5 3 1 1 15 15
5 3 1 1 15 15
12 (jalur 1) (Jalur 2)
Sludge thickener
5 4 1 1 20 20
5 4 1 1 20 20
13 (Jalur 1) Sludge digester 5 3 1 1 15 15
(Jalur 2)
5 3 1 1 15 15
14 (Jalur 2) Filter press 5 2 1 1 10 10
15 (jalur 1) (Jalur 2)
Drying bed
12 4 0,5 1 48 24
6 3 0,5 1 18 9
16 (Jalur 1) Bak netralisasi dan
aerasi I 7 5 3 1 35 105
17 (Jalur 1) Bak netralisasi dan
aerasi II 7 5 3 1 35 105
18 (Jalur 1) Kolam enceng gondok 27,5 40 1 1 1100 1100
19 (Jalur 1) Kolam ikan 27,5 40 1 1 1100 1100
Jumlah
3504,5 5810
Pengolahan limbah cair terdiri atas
tahapan pre-treatment, primary treatment,
dan secondary treatment15
.Pre-treatment
dilakukan dengan maksud untuk
meminimalkan jenis,volume,konsentrasi dan
toksisitas limbah.Untuk itu maka unit pre-
treatment,termasuk di dalamnya unit daur
ulang krom, dibangun pada masing-
masingunit produksi. Tahapan kegiatannya
adalah (a) pemisahan padatan kasar yang
bertujuan untuk memisahkan padatan kasar
dari limbah berupa bulu, kotoran maupun
sisa-sisa kulit. Limbah padatan kasar
tersebut diambil untuk dikeringkan (bisa
untuk pakan ternak, pupuk atau dibakar di
incinerator) agar tidak terdegradasi oleh
Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 7 No. 2 Desember 2015 : 93-128 ISSN No.2085-580X
125
bakteri sehingga tidak menimbulkan bau
yang menyengat dan tidak menyumbat
saluran-saluran2. Pada proses ini diharapkan
30% padatan tersuspensi total dalam cairan
air limbah dapat dihilangkan sehingga beban
kerja IPAL dapat dikurangi, (b) daur
ulangkrom(Gambar 2).
Gambar 2. Daur ulang krom
Agar pengolahan dapat dilakukan secara
efektif maka dibuat dua saluran menuju
IPAL, yaitu:
a. Jalur 1: cairan limbah krom, samying, dan
penetralan
b. Jalur 2: cairan limbah proses soaking,
liming
Cairan limbah ini banyak mengandung
sulfida dari Na2S atau NaHS sisa dari proses
buang bulu sebagai agen perontok
bulu/rambut. Air limbah berwarna putih
kehijauan dan kotor dengan konsentrasi pH
10-12,5 dan padatan solid 16.000-45.000
mg/liter. Pengolahan bisa dilakukan dengan
dua tahap, yaitu:
- Oksidasi katalitik sulfida, yaitu dengan
aerasi dan pemberian mangan (Mn)
sebagai katalisator. Harus dilakukan
setiap hari untuk menghindari bau
busuk (H2S) dari air limbah tampungan.
Tangki yang memanjang ke atas (tinggi)
dan udara dihembuskan dari bagian
dasar melalui difuser (buble). Bisa
ditambah dengan kincir angin sebagai
pengganti aerator.
- Pengendapanlangsung, yaitu
penambahan fero sulfat dan feri klorida
untuk menghilangkan sulfida dari
larutan denganpengendapan.
Pengolahan ini akan menurunkan pH
karena hidroksidanya mengendap.
- Menghilangkan bau amoniak (NH3),
limbah dilewatkan udara bebas yang
berlawanan arah dengan aliran
pembuangan limbahnya yang
ditampung dalam wadah.
- Menghilangkan sisa bulu, sisa daging
dengan cara pada air limbah diberi
bakteri pengurai.
Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 7 No. 2 Desember 2015 : 93-128 ISSN No.2085-580X
125
Tahapprimary treatment, sebagian
besar merupakan pengolahan fisika. Limbah
disaring, disalurkan ke bak khusus untuk
memisahkan partikel padat, seperti serpihan
daging, bulu dan material lainnya.
Equalisasibertujuan untuk meningkatkan
efisiensi pengolahan dan dilakukan sistem
pengaturan laju aliran dan pencampuran
seluruh air limbah. Kegiatan proses
pencampuran ini memberi kesempatan
terjadinya proses netralisasi dan
pengendapan. Oleh karena itu air limbah
dicampur dengan baik dan
intensif.Penggunaan mixer dan blower
merupakan keharusan mengingat dalam bak
ini padatan tersuspensi dijaga jangan sampai
mengendap sedangkan kondisi air limbahnya
harus aerobik.Kondisi ini dapat dicapai
dengan menghembuskan udara dari dasar
bak melalui beberapa diffuser untuk
memasok oksigen secara intensif.Tenaga
yang yang diperlukan untuk mengaduk kira-
kira 30 watt/m2.Sebaiknya dilakukan injeksi
udara pada bak sedalam 4 m, aliran udara
optimalnya adalah 4 m3/jam untuk setiap m
2
permukaan bak. Dalam bak equalisasi dapat
dilakukan pergantian garam-garam
aluminium, oleh karena itu penghilangan
nitrogen melalui proses nitrifikasi/denitrifikasi
perlu dilakukan. Pada tahapan ini untuk
meningkatkan efisiensi pengolahan dan
untuk menghindari rancangan balik yang
diantisipasi untuk aliran puncak (peak flow)
maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran
dan pencampuran seluruh air limbah.Dari
bak equalisasi ini dilakukan pengaturan pH-
nya. Untuk selanjutnya dilakukan proses
koagulasi dan flokulasi.
Secondary treatmenttmerupakan proses
biologis dengan melibatkan mikroorganisme
pengurai (bakteri aerob). Proses tersebut
meliputi metode penyaringan lumpur aktif,
dan metode kolam ganggang.Pada metode
lumpur aktif, limbah cair langsung disalurkan
ke dalam bak berisi lumpur yang telah diberi
bakteri aerob dalam jumlah besar. Limbah
dibiarkan selama beberapa jam dengan
penambahan gelembung udara (oksigen)
dengan memakai blower/komposer untuk
proses degradasi dan membutuhkan tenaga
10-30 w/m3. Selanjutnya limbah menjalani
proses pengendapan.Dalam bak
pengendapan tersebut, dilangsungkan
proses pemisahan partikel padat tersuspensi
dengan air limbah dengan penambahan
koagulan dan flokulan.Pada tahapan ini
dilakukan perlakuan fisika-kimia untuk
menghilangkan 70% BOD dan 95%
padatantersuspensi.Penggumpalan dapat
diperoleh dengan penambahan larutan
pengendap yang berupa larutan polielektrolit
anionik rantai panjang dengan konsentrasi 1-
10 mg/liter.Partikel padat selanjutnya akan
diolah di sludge thickener.
Pada metode kolam ganggang limbah
cair ditampung dalam kolam air terbuka yang
ditumbuhi ganggang. Ganggang tersebut
menghasilkan oksigen yang kemudian
digunakan oleh bakteri aerob untuk
mendegradasi limbah. Di dalam kolam
tersebut sekaligus terjadi proses
pengendapan.
Desain Pengolahan Limbah Cair Pada Rencana Kawasan Industri Berbasis Kulit Di Kabupaten…. – Broerie Pojoh
126
Gambar 3. Desain IPAL
REKOMENDASI
Langkah-langkah yang perlu diambil
guna pengawasan pengendalian
pencemaran lingkungan antara lain adalah
sebagai berikut13
:
a) Kabupaten Magetan harus menerapkan
peraturan mengenai pengelolaan
limbah, yaitu:
- kadar limbah cair harus sudah netral
saat keluar menuju saluran drainage
umum.
- untuk mengurangi beban
pencemaran udara maka ketentuan
mengenai dimensi, ketinggian dan
arah cerobong asap perlu diatur
Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 7 No. 2 Desember 2015 : 93-128 ISSN No.2085-580X
127
dengan memperhatikan faktor iklim
khususnya kecepatan arah angin di
kawasan industri tersebut.
- untuk limbah padat yang tidak
berbahaya, diperlukan sama seperti
buangan pada umumnya yaitu
diambil dari sumber sampah dengan
menggunakan kontainer, kemudian
diangkut menuju TPA Kabupaten
Magetan, sedangkan khusus untuk
limbah padat berbahaya (B3)
menyediakan pressing dan
incinerator untuk limbahnya yang
kemudian diangkut ke TPA khusus.
b) Sebagai langkah preventif terhadap
adanya keteledoran atau karenatidak
disiplinnya pengusaha/investor
perusahaan terhadap pengelolaan
limbahnya maka perlu dibangunfish
ponds sebagai parameter kontrol
terakhir sebelum limbah cair keluar dari
kawasan industri tersebut.Karena
diharapkan didalam fish pond air sudah
bersih dari pencemaran, maka selain
sebagai parameter kontrol akhir limbah
cair industri, fish ponds dapat
difungsikan sebagai persediaan air
untuk keperluan pemadam kebakaran
atau untuk budidaya ikan.
PENUTUP
Rancangan instalasi pengolahan limbah
cair KI Berbasis Kulit di Kabupaten Magetan
diharapkan dapat menunjang program
pembangunan industri yang berkelanjutan.
Biaya yang relatif besar dari pembangunan
instalasi pengolahan air limbah dapat
menjadi penghambat dibangunnya kawasan
industri tersebut, tapi dilain pihak
keberadaannya akan menjadi salah satu
daya tarik investasi karena kecenderungan
permintaan dunia terhadap produk kulit yang
dihasilkan oleh pusat pengolahan kulit yang
berwawasan lingkungan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Disampaikan terima kasih kepada
Direktorat PFI Wilayah II, Ditjen
Pengembangan Perwilayahan Industri,
Kementerian Perindustrian yang telah
mendukung kegiatan ini melalui alokasi
pendanaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Neto, M.M., Vendrametto, O., Fusco
JPA. Automated System for Leather
Inspections: the Machine Vision.
Emerging Solutions for Future
Manufacturing Systems. 2002.
2. Rao, J.R., P. Thanikaivelan BUN. An
eco-friendly option for less-chrome and
dye-free leather processing: in situ
generation of natural colours in leathers
tanned with Cr–Fe complex. Clean
Technol Environ Policy. 2002;4:115–21.
3. Rydin S. Risk management of chemicals
in the leather sector: a case study from
Sweden. In: Bilitewski B et al., editor.
Global risk-based management of
chemical additives I: Production, usage
and environmental occurrence The
handbook of environmental chemistry,
vol 18. 2012. p. pp 207–24.
4. Islam, G.M.R, F.E. Khan, Md. M. Hoque
YNJ. Consumption of unsafe food in the
adjacent area of Hazaribag tannery
campus and Buriganga River
embankments of Bangladesh: heavy
Desain Pengolahan Limbah Cair Pada Rencana Kawasan Industri Berbasis Kulit Di Kabupaten…. – Broerie Pojoh
128
metal contamination. Environ Monit
Assess. 2014;186:7233–44.
5. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun
1999 tentang Limbah Berbahaya dan
Beracun. Jakarta: Kementerian
Sekretaris Negara RI.; 1999.
6. Musa, A.E., B. Madhan, S. V. Kanth, J.
R. Rao, B. Chandrasekaran GAG.
Cleaner tanning process for the
manufacture of upper leathers. Clean
Technol Environ Policy. 2010;12:381–8.
7. El Monayeri, D.S., El Monayeri, O.D., El
Gohary, E.H., and Aboul-fotoh AM.
Industrial Wastewater Treatment
Systems in Egypt: Difficulties and
Proposed Solutions. In: A.T. Atimtay and.
Sikdar S., editor. Security of Industrial
Water Supply and Management 209
NATO Science for Peace and Security
Series C: Environmental Security, DOI
101007/978-94-007-1805-0_14. Springer
Science+Business Media B.V.; 2012.
8. Bappeda Kabupaten Magetan. Peraturan
Daerah Kabupaten Magetan No. 8 tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Kabupaten
Magetan Tahun 2005-2025. 2009.
9. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
2009 tentang Kawasan Industri. Jakarta:
Kementerian Sekretaris Negara RI.;
2009.
10. Laporan survei lapangan pada Kelompok
LIK I dan LIK II Ringinagung, Kab.
Magetan. Magetan; 2013.
11. Rivela, B., M. T. Moreira, C. Bornhardt,
R. Mendez GF. Life cycle assessment as
a tool for the environmental improvement
of the tannery industry in developing
countries. Environ Sci Technol.
2004;38:1901–9.
12. Mahrikova I. Sludge Tanks Operation in
Small and Middle-sized Wastewater
Treatment Plants. Advanced Water
Supply and Wastewater Treatment: A
Road to Safer Society and Environmnet.
DOI 10.1007/978-94-007-0280-6_14, ©
Springer Science+Business Media B.V.;
2011.
13. Focus Group Discussion KI Berbasis
Kulit di Kabupaten Magetan. Jakarta;
2013.
14. Direktorat PFI Wilayah II, Ditjen PPI KP.
Penyusunan Master Plan Kawasan
Industri Magetan. Jakarta; 2013.
15. Kiely G. Environmental Engineering.
Boston: McGraw-Hill International; 1998.