1
Abstract
The entry of chromium in the waters can have an impact on aquatic
organisms, including periphytic algae. Periphytic algae is a group of an alga
which lives attachted on the substrate and has a role as a primary producers,
oxygen producers, and as bio-indicators in aquatic ecosystems. The aims of this
study is to determine the effect of chromium (VI) to freshwater periphytic algal
communities, base on the amount of chlorophyll a, density, species richness,
index of species diversity, evenness index, and index of dominance. Aquarium
was filled with a liter of water from Rawa Pening lake and which was enriched
by foliar fertilizer (0,6 mg/l). The solution of chromium (VI) with concentrations
of 0, 0.05, 0.1, 0.2, 0.4, 0.8 mg/l was added into the aquariums and illuminated
with 1,522 lux. Object glasses were used as artificial substrates placed in the
bottom of the aquarium. The object glasses were taken on the 7th and 14th day
after treatment. Measured parameters were the amount of chlorophyll-a,
density, species richness, index of species diversity, evenness index, and index
of dominance. The data obtained were analyzed using Two Way ANOVA with α
5% and followed by Tukey posterior test to determine the effect of chromium
(VI) on the parameters measured. The results of this study indicated that there
is an interaction effect of concentrationchromium (VI) and the length of time
exposure to the amount of chlorophyll a, density, species richness, evenness
index, and dominance index of periphytic algae, but this interaction does not
affect on the value of index diversity periphytic algae. Toxicity of chromium (VI)
and the length of time exposure affect to the decrease of chlorophyll number,
density, and species richness.
Keywords: chlorophyll a, density,dominance index, evenness index, index of
species diversity, species richness
Pendahuluan
Kromium heksavalen merupakan kromium yang paling toksik jika
dibandingkan dengan kromium lainnya dan mudah larut dalam air (Marchese
dkk, 2008). Menurut Hart (2012), alga, tumbuhan akuatik, invertebrata, dan
ikandalam ekosistem akuatik diketahui merupakan bioakumulator kromium.
2
Akumulasi kromium yang berlebih dapat menurunkan laju pertumbuhan dan
fotosintesis pada alga dan tumbuhan akuatik, serta memengaruhi reproduksi
dan kemampuan hidup invertebrata (Hart, 2012).
Keberadaan kromium (VI) di perairan tidak dapat dihindarkan dan dapat
berdampak pada berbagai organisme akuatik, salah satunya adalah alga
perifiton. Alga perifiton merupakan kelompok alga yang hidup di wilayah
perairan yang menempel pada substrat dan merupakan produsen primer yang
dominan di wilayah perairan sebagai penghasil oksigen (Rashid dkk, 2013).
Selain itu, alga perifiton dapat digunakan sebagai bioindikator yang baik bagi
kondisi lingkungan karena distribusinya yang luas dan tidak dapat berpindah
tempat (França dkk, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hörcsik dan Balogh
(2002), nilai EC50 kromium (VI) terhadap pertumbuhan alga Chlorella
pyrenoidosa adalah 1,6 mg/l, dan konsentrasi kromium (VI) yang mematikan C.
pyrenoidosa yaitu 20 mg/l. Kenaikan konsentrasi kromium (VI) yang diberikan
pada C. pyrenoidosa akan menyebabkan kepadatan sel dan jumlah sel menjadi
berkurang. Bassi dkk (1990) menunjukkan bahwa 10 mg/l kromium (VI) dapat
menghambat proses perkecambahan spora pada alga Coccomyxa minor,
Scenedemus armatus, S. dimorphus, dan Haematococcus lacustris dan seluruh
alga terlihat mengalami kehilangan pigmen dan klorofilnya. Sejauh ini penelitian
mengenai efek kromium (VI) terhadap beberapa spesies alga tertentu telah
banyak dilakukan (Hörcsik dan Balogh, 2002, Bassi dkk, 1990) tetapi masih
jarang studi tentang efek kromium (VI) ke komunitas alga. Komunitas alga
perifiton memiliki manfaat yang besar bagi ekosistem akuatik, antara lain
sebagai penghasil oksigen, salah satu produsen primer, dan bioindikator di
ekosistem perairan. Oleh karena itu, uji toksisitas kromium (VI) terhadap
komunitas alga perifiton di ekosistem perairan air tawar perlu dikaji lebih lanjut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kromium (VI) terhadap
karakteristik komunitas alga perifiton air tawar yang meliputi jumlah klorofil a,
indeks kepadatan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks
dominasi komunitas alga perifiton di perairan air tawar.
Bahan dan Metode
1. Media Pertumbuhan dan Kondisi Percobaan
Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 sampai Februari 2014,
di Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga. Media yang digunakan untuk pertumbuhan alga perifiton diambil dari
3
air Rawa Pening pada habitat terbuka. Akuarium dan seluruh peralatan yang
terbuat dari kaca dibersihkan dengan direndam dengan asam klorida 10%
selama 24 jam, lalu dibilas sampai bersih dengan menggunakan air PDAM.
Percobaan dilakukan di akuarium ukuran 25x16x18 cm yang berisi 1 liter media
pertumbuhan alga perifiton dan diperkaya dengan 0,6 mg pupuk daun Gandasil
D yang mengandung unsur hara makro dan mikro. Seluruh unit percobaan
diletakkan dibawah lampu dengan intensitas cahaya 1522 lux (Stein, 1973).
Lama penyinaran 10 jam setiap hari yang disesuaikan dengan kondisi di alam.
2. Perlakuan dan Pengambilan Sampel
Larutan kromium (VI) yang berasal dari K2Cr2O7 dengan konsentrasi 0,
0,05, 0,1, 0,2, 0,4, 0,8 mg/l ditambahkan ke dalam masing-masing akuarium
dengan 3 ulangan untuk setiap perlakuan. Seluruh perlakuan dengan kromium
(VI) ditambahkan pupuk 0,6 mg.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap karakteristik
alga perifiton, penelitian ini juga menggunakan kontrol berupa 1 liter air Rawa
Pening yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf (Hirayama
881191749), tanpa ditambah dengan pupuk daun 0,6 mg, dan 1 liter air Rawa
Pening steril ditambah dengan 0,6 mg pupuk daun. Kontrol kedua juga
digunakan sebagai blanko dalam pengukuran klorofil a.
Gelas benda dengan ukuran 5x2,5cm diletakkan di dasar masing-masing
akuarium dengan kemiringan gelas benda 45° untuk mempermudah
pengambilan gelas benda dan dapat diperoleh sampel alga perifiton yang
tumbuh di kelima sisi gelas benda. Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke-
7 dan hari ke-14 setelah perlakuan sebab hari ke-7 merupakan fase
pertumbuhan awal diatom perifiton dan jumlah sel akan konstan mulai pada
hari ke-13 atau hari ke-14 (Morin dkk, 2008, Musa dkk, 2013). Parameter yang
diukur dalam penelitian ini meliputi jumlah klorofil alga perifiton per area
sampel, kepadatan alga perifiton, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman,
indeks dominansi, dan kekayaan spesies.
3. Pengukuran klorofil a
Pengukuran kandungan klorofil a dilakukan dengan metode Schwoerbel
(1972) yang telah dimodifikasi jumlah pengambilan sampel dan volume aseton
yang digunakan. Sampel diambil dari 5 sisi gelas benda. Setelah 7 dan 14 hari,
sampel diuapkan pada waterbath suhu 80°C selama 45 detik untuk merusak
klorofilasenya, dikeringudarakan dan ditambah 25 ml aseton 90% untuk
4
melarutkan klorofilnya. Sampel diletakkan dalam tempat yang tertutup dan
disimpan pada suhu 4°C selama 20 jam. Kandungan klorofil dalam aseton diukur
dengan dengan spektrofotometer (SHIMADZU UV-Vis spektofotometer 1201)
pada panjang gelombang (λ) 664 nm, 647 nm, dan 630 nm. Estimasi kandungan
klorofil dilakukan mengikuti rumus Price dkk (1998):
y = 11,85(OD664) – 1,54(OD647) – 0,08(OD630)
Keterangan :
y : Kandungan klorofil (mg/l)
OD664 : Nilai absorbansi pada λ 664 nm
OD647 : Nilai absorbansi pada λ 647 nm
OD630 : Nilai absorbansi pada λ 630 nm
Kandungan klorofil per area contoh dihitung mengikuti persamaan Price dkk
(1998):
Keterangan:
Z : kandungan klorofil per area contoh
Y : kandungan klorofil (mg/l)
V : volume aseton (L)
L : luas area contoh (m2)
4. Identifikasi Alga Perifiton
Tiga buah gelas benda masing-masing ulangan dari setiap perlakuan
ditetesi larutan FAA pada salah satu sisi 5cmx2,5cm, kemudian ditutup dengan
gelas penutup dan diusahakan tidak terdapat gelembung udara di dalamnya
(Nicholls dan Wujek, 2003). Preparat alga perifiton diamati di bawah mikroskop
dimulai dengan perbesaran 100x hingga perbesaran 400x. Identifikasi hingga
takson spesies dilakukan dengan menggunakan buku acuan identifikasi
karangan van Heurck (1984), Streble dan Krauter (1974), dan Timotius dkk
(1979).
5. Indeks Kepadatan Alga Perifiton
Kepadatan alga perifiton diestimasi dengan menggunakan rumus Smith
(1950):
5
JI =
Keterangan
JI : jumlah individu per mm2
Pi : jumlah total individu yang telah diidentifikasi
5 : jumlah bidang pandang mikroskop
A : luas bidang pandang mikroskop (0,786 mm2)
6. Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman diestimasi dengan menggunakan rumus
Shannon index of general diversity (Odum, 1971):
Keterangan :
H’ : indeks keanekaragaman
ni : jumlah individu jenis ke-i
N : jumlah total individu
7. Indeks Keseragaman
Indeks keseragaman diestimasi dengan rumus Pielou (E) menurut Pielou
(1966) dalam Odum (1983):
Keterangan:
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman
S : Jumlah jenis
Menurut Rappe (2010), jika nilai indeks keseragaman semakin tinggi, maka
menunjukkan kelimpahan yang hampir seragam dan merata antar jenis.
6
8. Indeks dominansi
Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan persamaan Simpson
(1949) dalam Odum (1971):
Keterangan :
C : indeks dominansi
Pi : ni/N
ni : jumlah individu jenis ke-i
N : jumlah total individu
9. Kekayaan spesies
Kekayaan spesies dilihat dari banyaknya jumlah total spesies dalam
suatu komunitas (Brown dkk, 2007).
10. Analisis data
Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dua arah (Two
Way ANOVA) dengan α 5% untuk mengetahui pengaruh kromium (VI) terhadap
parameter yang diukur dan diikuti dengan uji posterior Tukey. Jika data tidak
memenuhi asumsi analisis sidik ragam meskipun telah ditransformasi, data diuji
dengan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney U.
Hasil dan Pembahasan
a. Efek kromium (VI)terhadap klorofil a dan kepadatan alga perifiton
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alga perifiton tidak terdeteksi
berdasarkan parameter pengukuran jumlah klorofil dalam air Rawa Pening yang
telah disterilkan yang ditambah dengan pupuk. Dengan demikian, alga perifiton
yang tumbuh dalam percobaan ini berasal dari air Rawa Pening, bukan dari
pupuk daun.
Hasil analisis menunjukkan adanya efek interaksi konsentrasi kromium
(VI) dan lamanya paparan terhadap jumlah klorofil a (p<0,05). Semakin tinggi
konsentrasi kromium (VI) maka jumlah klorofil a semakin berkurang (Gambar 1).
7
Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa kepadatan alga perifiton memiliki pola
yang sama dengan pola jumlah klorofil a.
Gambar 1.Efek kromium (VI) terhadap jumlah klorofil a alga perifiton
Kepadatan alga perifiton semakin berkurang dengan meningkatnya
konsentrasi kromium (VI). Interaksi konsentrasi kromium (VI) dan lamanya
paparan berpengaruh signifikan terhadap kepadatan alga perifiton (p<0,05)
(Gambar 2).
Gambar 2.Efek kromium (VI) terhadap kepadatan alga perifiton
Jika dibandingkan dengan hari ke-7, maka pada hari ke-14 jumlah
klorofil a dan kepadatan alga perifiton mengalami peningkatan. Akan tetapi,
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,014
0,016
0,018
0,02
0,00 0,05 0,10 0,20 0,40 0,80
Klorofil a (mg/m2)
Konsentrasi Cr(VI) (mg/l)
Hari ke-7
Hari ke-14
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
1 2 3 4 5 6
Kepadatan alga perifiton (mm2)
Konsentrasi Cr(VI) (mg/l)
Harike-7
Hari ke-14
0 0,05 0,1 0,2 0,4 0,8
8
peningkatan yang terjadi pada media yang mengandung kromium (VI) tidak
sebesar peningkatan yang terjadi pada perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan
adanya hambatan kromium (VI) terhadap alga perifiton. Walaupun demikian,
alga perifiton dapat bertumbuh di konsentrasi kromium (VI) tertinggi, tetapi
membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih lama karena jumlah spesies yang
bertambah dan karena munculnya beberapa spesies baru. Misalnya pada
konsentrasi 0,8 mg/l kromium (VI), Vorticella campanula, Surriella angustata,
dan Vampyrella laterilla tidak ditemukan pada hari ke-7, tetapi ditemukan pada
hari ke-14 (Lampiran 1).
Jumlah klorofil a tergantung pada jumlah kepadatan alga perifiton,
sebab setiap individu akan membawa klorofil a. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang telah dilakukan Octhreeani dkk (2014) yang meneliti mengenai pengaruh
jenis pupuk terhadap pertumbuhan Nannochloropsis sp. dan memperoleh hasil
bahwa semakin tinggi kepadatan Nannochloropsis sp. maka jumlah klorofil a
juga semakin tinggi. Kepadatan perifiton berkolerasi dengan klorofi a, biomasa
perifiton, dan total karbon organik (Mieczan, 2010). Hörcsik dan Balogh (2002)
juga menyebutkan bahwa kenaikan konsentrasi kromium (VI) dapat
menyebabkan pengurangan yang signifikan terhadap kepadatan dan jumlah sel
dari Chlorella pyrenoidosa. Dengan meningkatnya konsentrasi kromium (VI)
yang dipaparkan terhadap alga perifiton, hanya beberapa spesies saja yang
diduga dapat bertahan hidup dan menyebabkan berkurangnya jumlah
kepadatan dan jumlah kekayaan spesies alga perifiton (Gambar 2 dan 3). Hörcsik
dan Balogh (2002) menyatakan bahwa penurunan jumlah klorofil pada alga
disebabkan oleh tingginya konsentrasi kromium (VI) pada sel alga meningkat,
dan tingginya konsentrasi kromium (VI) pada sel alga tersebut menyebabkan
konsentrasi kalsium (Ca) lebih tinggi dari magnesium (Mg) dan besi (Fe),
sehingga terjadipertukaran ion. Pertukaran ion tersebut dapat berdampak besar
bagi magnesium yang merupakan komponen utama klorofil. Efek kromium (VI)
terhadap penurunan jumlah klorofil a pada alga perifitondisebabkan karena
toksisitas kromium (VI) berasal dari aksinya sebagai agen oksidasi maupun
formasi radikal bebas selama proses reduksi dari kromium (VI) menjadi kromium
(III) yang terjadi di dalam sel sehingga menyebabkan terjadinya stres oksidatif
(Hörcsik dkk, 2006). Jika kromium (VI) sampai pada kloroplas, maka dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan ulfastruktur pada kloroplas, selain itu
proses transport elektron yang terjadi pada fotosistem II pada membran tilakoid
menjadi terhambat, sehingga menyebabkan jumlah klorofil alga berkurang
(Volland dkk, 2012, Hörcsik dkk, 2007).
9
b. Efek kromium (VI) terhadap kekayaan spesies, indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi alga
perifiton
Kekayaan spesies diestimasi berdasarkan jumlah total spesies yang ada
dalam komunitas alga perifiton dari masing-masing perlakuan kromium (VI).
Gambar 3 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi kromium (VI)
dan lamanya waktu paparan kekayaan spesies alga perifiton mengalami
penurunan (p<0,05).
Gambar 3. Efek kromium (VI) terhadap kekayaan spesies alga perifiton
Menurut Indriani (2009), salah satu faktor yang menyebabkan
penurunan kekayaan spesies adalah adanya gangguan dari faktor kimia. Pada
penelitian ini, kromium (VI) merupakan gangguan faktor kimia bagi komunitas
alga perifiton. Jika tingkat gangguan tinggi maka dapat mengakibatkan jumlah
jenis yang dapat beradaptasi sedikit dan kekayaan jenisnya menjadi rendah.
Selain itu masing-masing spesies memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam merespon kontaminasi logam berat (Indriani, 2009). Dari hasil penelitian
ini diperoleh beberapa spesies alga perifiton yang diduga sensitif maupun yang
toleran terhadap kromium (VI). Spesies alga perifiton yang diduga toleran
karena mampu bertahan hidup atau memiliki kemampuan beradaptasi di
konsentrasi kromium (VI) terendah hingga tertinggi antara lain Ankistrodesmus
angustus, Botrydiopsis arriza, Chlorella vulgaris, Chrysosphaerella longispina,
Crucigenia quardata, Crucigenia tetrapedia, Cyclotella kϋtzingiana, Euastrum
denticulatum, Flagilaria crotonensis, Kirchneriella obesa, Melosira crenulata,
Pediastrum simplex, Planktosphaeria gelatinosa, Pleurococcus vulgaris,
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6
Kekayaan spesies
Konsentrasi Cr (VI) (mg/l)
Hari ke-7
Hari ke-14
0 0,05 0,1 0,2 0,4 0,8
10
Scenedesmus quadricauda, Scenedesmus dimorphus, Straurastrum tetracerum,
Synedra aflinis, Synedra pulchella, Synedra ulna, Campylodiscus clypeus,
Campylodiscus limbatus, dan Vorticella campanula. Hasil penelitian juga
menunjukkan beberapa spesies alga perifiton yang diduga sensitif karena hanya
ditemukan pada kontrol yaitu Euastrum binale, Navicula oblonga, Tribonema
vulgare, Acanthoscytis mimetica,Coenocystis planctonica, Pediastrum
gracilimum, Gloeocystis ampia, Scenedesmus acustus, Tribonema monochlorn,
Coleastrum microsporum, Nitzchia logisima, Navicula amphisbaena, Chodatella
quadriseta, Crucigenia rectangularis. Hasil penelitian ini diperoleh spesies S.
dimorphus yang di duga toleran. Namun, berdasarkan penelitian Bassi dkk
(1990) menyebutkan bahwa S. dimorphus kurang toleran jika dibandingkan
dengan Scenedesmus armatus, Haematococcus lacustris, dan Coccomyxa minor.
Selain itu, adanya spesies yang mampu hidup di lingkungan tercemar
disebabkan karena setiap spesies memiliki mekanisme perlindungan diri untuk
bertahan hidup di lingkungan tercemar. Misalnya, salah satu spesies yang
ditemukan dalam penelitian ini yaitu Planktosphaeria gelatinosa memiliki
selubung gelatin yang berfungsi untuk melekatkan diri dengan substrat,
sehingga dapat bertahan hidup sampai konsentrasi 0,8 mg/l (Smith, 1918).
Konsentrasi kromium (VI) dan lamanya paparan memberikan efek
interaksi terhadap indeks keseragaman dan indeks dominansi alga perifiton
(p<0,05), tetapi interaksi ini tidak mempengaruhi nilai indeks keanekaragaman
alga perifiton (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks Dominansi
Alga Perifiton
Kromium (VI) (mg/l)
Indeks Keanekaragaman (H')
Indeks Keseragaman (E)
Indeks Dominansi (C)
Hari ke-7* Hari ke-14
* Hari ke-7
* Hari ke-14
* Hari ke-7
* Hari ke-14
*
0,00 2,51 1,77 0,72 0,47a 0,16
a 0,48
a
0,05 2,36 1,64 0,72 0,48a 0,19
a 0,38
a
0,10 2,35 2,08 0,73 0,62ab
0,16b 0,19
ab
0,20 2,49 1,88 0,80 0,60b 0,12
c 0,26
b
0,40 2,44 1,78 0,89 0,68b 0,11
c 0,30
b
0,80 2,48 2,15 0,92 0,74c 0,10
c 0,18
c
Catatan: *menunjukkan ada beda signifikan antar waktu (p<0,05)
a, b, dan c menunjukkan ada beda signifikan antar konsentrasi kromium (VI) (p<0,05)
11
Menurut Insafitri (2010), semakin kecil nilai indeks keanekaragaman (H’)
maka indeks keseragaman (E) juga akan semakin kecil dan mengindikasikan
adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies lain. Indeks dominansi pada
hari ke-7 lebih kecil jika dibandingkan dengan indeks dominansi hari ke-14, yang
berarti pada hari ke-14 ada spesies yang mendominasi komunitas alga perifiton.
Pada hari ke-14, Fragilaria crotonensis memiliki jumlah yang paling tinggi
dibandingkan dengan spesies lain sehingga menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan atau ketidakmerataan jumlah antar spesies dalam
komunitas alga perifiton. Akibatnya, nilai indeks keanekaragaman dan
keseragaman menjadi rendah. F. crotonensis merupakan spesies yang
mendominasi sebagian besar perlakuan, terutama pada konsentrasi kromium
(VI) 0 sampai 0,1 mg/l (Lampiran 1). Morin dkk (2012) menyatakan bahwa F.
crotonensis merupakan spesies yang memiliki kemampuan hidup di lingkungan
yang terkontaminasi logam. Dengan demikian, dominansi F. crotonensis pada
sebagian besar perlakuan dapat menyebabkan komunitas alga perifiton masuk
dalam kondisi tertekan hingga keadaan labil. Kondisi tersebut disebabkan
karena ruangyang sempit dan adanya dominansi satu spesies. Ruang yang
sempit menyebabkan kompetisi yang kuat dan dapat menyebabkan spesies
yang tidak dapat bersaing menjadi punah atau tereliminasi (Campbell dkk,
2004).
Pada konsentrasi kromium (VI) 0,2 sampai 0,8 mg/l jumlah F.
crotonensis mulai menurun dan pada konsentrasi tersebut didominasi oleh
Pleurosigma intermedium (Lampiran 1). Jumlah dari P. intermedium pada
konsentrasi tersebut lebih tinggi daripada spesies lainnya. Namun, jumlah dari
P.intermedium tidak sebanyak dengan F. crotonensis, sehingga kondisi
komunitas alga perifiton masih dalam keadaan tertekan (indeks keseragaman
0,00<C≤0,50). Menurut Hartati dan Awwaludin (2007), jika dalam suatu perairan
ditemukan spesies yang dominan, maka perairan tersebut terdapat tekanan
ekologis yang cukup tinggi. Tekanan ekologis yang tinggi karena dominansi salah
satu spesies menyebabkan spesies lain sulit untuk berkembang.
Kesimpulan
Terdapat efek interaksi konsentrasi kromium (VI) dan lamanya waktu
paparan terhadap jumlah klorofil a, kepadatan, kekayaan spesies, indeks
keseragaman, dan indeks dominansi alga perifiton (p<0,05), tetapi interaksi ini
tidak mempengaruhi nilai indeks keanekaragaman alga perifiton. Toksisitas
kromium (VI) dan lama waktu paparan berpengaruh terhadap penurunan
12
jumlah klorofil a, kepadatan, dan kekayaan spesies. Indeks dominansi
merupakan parameter yang paling sensitif jika dibandingkan dengan parameter
lainnya.
Daftar pustaka
Bassi M, Corradi MG,Favali MA. 1990. Effects of chromium in freshwater alga
and macrophytes. Dalam: Wang W, Gorsuch JW, Lower WR (eds), Plants
for toxicity assessment.Philadelphia: American Sosiety for Testing and
Material. p 204-224.
Brown RL, Jacobs LA, Peet RK. 2007. Species richness: small scale. Dalam: Wiley J
(ed), Encyclopedia of life sciences. Canada: John Willey and Sons Ltd. p
1-8.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004.Biologi Jilid III. Jakarta: Erlangga.
França RCS, Lopes MRM, Ferragut C.2011.Structural and successional variability
of periphytic algal community in a amazonian lake during the dry and
rainy season. Acta Amazonica 41:257-266.
Hart R. 2012. Potential Toxic Effects of Chromium, Chromite Mining and
Ferrochrome Production: A Literature Review. Ottawa: MiningWatch
Canada.
Hartati ST, Awwaluddin. 2007. Struktur komunitas makrozoobentos di perairan
Teluk Jakarta.Perikanan Indonesia 13:105–124.
Hörcsik ZT, Balogh Á. 2002.Intracellular distribution of chromium and toxicity on
growth Chlorella pyrenoidosa. Dalam: Proceedings of the 7th Hungarian
Congress on Plant Physiology. Hungarian.p 57-58.
Hörcsik Z, Oláh, Balogh Á, Mèzáros I, Simon L, Lakatos G. 2006. Effect of
chromium (VI) on growth, element and photosiynthetic pigmen
composition of Chlorella pyrenoidosa. Acta Biologia Szegediensis 50:19-
23.
Hörcsik ZT, Kovács L, Láposi R, Mèzáros I,Lakatos G, Garab G. 2007. Effect of
chromium on photosystem 2 in the unicellular green alga, Chlorella
pyrenoidosa.Photosynthetica 45:65-69.
Indriani R. 2009. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Area Bantaran Kali
Pembuangan di Kecamatan Karangtengan Kabupaten Demak. Semarang:
IKIP PGRI Press.
Insafitri. 2010. Keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi Bivalvia di area
buangan lumpur lapindo muara sungai porong. Kelautan 3:54-59.
13
Marchese M, Gagneten AM, Parma MJ, Pave PJ. 2008. Accumulation and
elimination of chromium by freshwater species exposed to spiked
sediments. Spinger 55:603-609.
Mieczan T. 2010. Periphytic ciliates in three shallow lakes in eastern poland: a
comparative study between a phytoplankton-dominated lake, a
phytoplankton-macrophyte lake and a macrophyte-dominated lake.
Zoological Studies 49:589-600.
Morin S, Coste M, Delmas F. 2008. A comparison of specific growth rates of
periphytic diatoms of varying cell size under laboratory and field
conditions. Hydrobiologia 614:285-297.
Morin S, Cordonier A, Lavoie I, Arini A, Blanco A, Duong TT, Tornѐs, Bonet B,
Corcoll N, Faggiano L, Laviale M, Pérès F, Becares E, Coste M, Feurtet-
Mazel A, Fortin C, Guasch H, Sabater S. 2012. Consistency in diatom
response to metal-contaminated environments. Dalam: Guasch H,
Ginebreda A, Geiszinger A (eds), Emergering and Priority Pollutants in
River. New York: Springer.
Musa B, Indah R, Seniwati. 2013. Pengaruh penambahan ion cu2+ terhadap laju
pertumbuhan fitoplankton Chlorella vulgaris. Unhas 1:1-9.
Nicholls KH, Wujek DE. 2003. Chrysosphycean algae. Dalam: Wehr JD, Sheath RG
(eds), Freshwaters algae of North America: Ecology and classification.
London: Academic Press. p 471-503.
Octhreeani AM, Supriharyono, Prijadi S. 2014. Pengaruh perbedaan jenis pupuk
terhadap pertumbuhan Nannochloropsis sp. dilihat dari kepadatan sel
dan jumlah klorofil a pada skala semi missal. Diponegoro Journal of
Maquares 3:102-108.
Odum EP. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
_______. 1983. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Price DJ, Birge WJ, Kercher MD. 1998. Periphyton Monitoring in the Bayou
System. Lexington: KRECC.
Rappe R. 2010. Struktur komunitas ikan pada padang lamun yang berbeda di
pulau barrang lompo. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 2: 62-73.
Rashid R, Bhat RA, Pandit A, Bhat S. 2013. Ecological study of periphytic algal
community of doodh ganga and khansha-mansha strams of yusmarg
forest: a healt resort of kasmir valley india. Ecologia Balkanica 5:9-19.
Schwoerbel J.1972. Methods of Hydrobiology. Oxford: Pergamon Press.
14
Smith GM. 1918. A second list of algae found in wisconsin lakes.Transactions of
the Wisconsin Acadademy of Science Arts and Letters 19: 614-654.
________. 1950. Freshwater alga of the United States of America. 2nded. New
York: McGraw-Hill.
Stein J.1973. Phycologycal Method. New York: Cambridge University Press.
Streble H, Krauter D. 1974.Das Leben im Wasser-tropfen. Frankh’sche Verlags-
handlvng: Kosmos Naturführer.
Timotius, KH, Kristianto, Widhiasmara.1979. Species Composition and Diversity
of Phytoplankton in Rawa Pening Lake.Salatiga: UKSW Press.
van Heurck H. 1984. A treatise on the Diatomaceae.London: William Wesley and
Son.
Volland S, Lütz C, Michalke B, Lütz-Meindl U. 2012.Intracellular chromium
localization and cell physiological response in the unicellular alga
Micrasterias.Aquat Toxicol 109: 59-69.