P
PE
TESIS
OTENSI SUSPENSI TEH FERMENTASI KOMBUCHA (STK) DALAM MENGONTROL INFEKSI Salmonella sp DAN
NGARUHNYA TERHADAP PERFORMANS AYAM BROILER
OLEH : M. NASIR ROFIQ
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2003
ABSTRAK M. Nasir Rofiq. Potensi Suspensi Teh Fermentasi Kombucha (STK) dalam Mengontrol Infeksi Salmonella sp dan Pengaruhnya terhadap Performans Ayam Broiler. Dibimbing oleh Nahrowi, Bambang Pontjo Priosoeryanto dan Novik Nurhidayat. Pemberian pakan berkualitas tinggi dan penggunaan antibiotik pada ayam broiler menimbulkan beberapa masalah yaitu tingginya kandungan lemak pada karkas ayam broiler dan adanya resistensi bakteri pada manusia. Disisi lain penyakit Salmonellosis pada peternakan ayam broiler harus dihilangkan sehingga tidak menimbulkan penyakit Salmonellosis yang bersifat menular (zoonosis). Oleh karena itu diperlukan alternatif pakan buatan sendiri dengan bahan baku lokal dan alternatif pengganti antibiotik yang juga dapat mengurangi kolonisasi Salmonella sp yaitu Suspensi Teh Fermentasi Kombucha (STK). Suspensi Teh Fermentasi Kombucha (STK) merupakan teh fermentasi yang mengandung beberapa hasil metabolit dan mempunyai keasaman yang rendah (pH 2). Uji in vitro inhibisi STK membuktikan bahwa STK dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen yaitu E.coli, Salmonella sp dan Pseudomonas. STK yang digunakan tersebut merupakan STK yang mengandung teh hijau LIPTON(R) dan tanpa pengenceran. Oleh karena itu uji inhibisi tersebut dilanjutkan kembali pada penelitian ini melalui pengujian STK yang diencerkan sebanyak 1%, 5% dan 10% menggunakan teh hitam dan teh hijau. Kemudian uji inhibisi tersebut dilakukan pula secara in vivo pada ayam broiler. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji komposisi kimia dan mikrobe STK, inhibisi in vitro STK terhadap Salmonella sp, inhibisi in vivo STK terhadap Salmonella sp dan pengaruhnya terhadap performans ayam broiler. Metode uji inhibisi in vitro STK terhadap Salmonella sp dilakukan dengan menggunakan metode sumur pada medium agar dengan parameter zona bening yang terbentuk. Hasil dari uji inhibisi in vitro akan memilih jenis dan dosis STk yang optimum dan akan digunakan pada uji in vivo-nya. Uji inhibisi in vivo STK terhadap Salmonella sp dilakukan dengan metode pngenceran seri pada contoh padat untuk menghitung pengurangan jumlah kolonisasi Salmonella sp pada usus dan hati, kemudian diamati pula gambaran histopatologinya. Pengaruh STK terhadap performans dilakukan melalui beberapa analisis yaitu analisis performans vili usus halus, analisis retensi nitrogen dan analisis energi metabolis. Performans ayam broiler akan diamati melalui parameter pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan. Uji in vitro dirancang dalam Rancangan acak lengkap 2 faktor (4x4x3) yaitu faktor jenis STK (teh hijau 10g, 70 g dan teh hitam 10g, 70g) dan faktor dosis pengenceran (kontrol (100%), 1%, 5% dan 10%). Uji in vivo STK terhadap Salmonella dirancang dengan rancangan acak lengkap 1 faktor (4x3) yaitu perlakuan kontrol (K), perlakuan infeksi Salmonella sp (S), perlakuan pencegahan (P1) dan perlakuan pengobatan (T1). Sedangkan analisis performans vili, kecernaan dan performans ayam Broiler dirancang dengan rancangan acak lengkap 1 faktor (3x4) dengan perlakuan pakan buatan sendiri dengan STK (LK), pakan buatan sendiri tanpa STK (L) dan pakan komersial (K). Data dianalisis secara statistik dan jika berbeda akan diuji dengan uji beda kontras.
Hasil analisis pendahuluan menunjukkan bahwa jenis STK teh hijau 70g dengan dosis 1% optimum untuk digunakan pada analisis selanjutnya karena memiliki komposisi kimia (asam amino, gula, protein dan asam organik), komposisi mikrob dan inhibisi in vitro yang lebih baik dibandingkan dengan jenis STK lainnya. Uji in vivo STK terhadap Salmonella sp nyata (p<0,05) mengurangi jumlah kolonisasi Salmonella sp pada usus dan hati ayam broiler yang diinfeksi, baik pada perlakuan pencegahan P1 ( 90,2% dan 92,42%) maupun pada perlakuan pengobatan T1 (87,56% dan 84,21%). Hal ini dibuktikan pula dengan gambaran histopatologinya yang nyata (p<0,01 dan p<0,05) dapat mengurangi kejadian kerusakan vili usus halus, jumlah sel radang vili usus halus dan jumlah sel piknotik hati pada perlakuan pencegahan (P1) dan pengobatan (T1). Gambaran histopatologi juga menampakkan adanya efek pencegahan kolonisasi Salmonella sp pada permukaan vili melalui rantai oligosaccharida hasil metabolit Mikrobe STK. Disisi lain pengaruh STK tidak nyata terlihat pada analisis retensi nitrogen, energi metabolis dan performans ayam broiler. Tetapi pemberian STK pada ayam broiler tidak merusak performans vili dan organ dalam ayam broiler. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa STK teh hijau 70g 1% sudah mampu menghambat kolonisasi Salmonella sp pada usus halus dan hati melalui kondisi asam dan pencegahan reseptor penempelan Salmonella sp pada permukaan vili oleh Oligsacharida, tetapi dosis tersebut belum mampu menyamai peran antibiotik sebagai feed aditif pada pakan komersial yang tidak hanya dapat membunuh mikrobe patogen, tetapi juga dapat meningkatkan performans ayam broiler. Analisis lanjutan diperlukan untuk membuktikan adanya mekanisme Oligosacharida dalam menghambat bakteri Salmonella sp dan mengetahui dosis yang optimum secara in vivo.
SURAT PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
Potensi Suspensi Teh Fermentasi Kombucha (STK) dalam Mengontrol InfeksiI Salmonella sp dan Pengaruhnya terhadap Performans Ayam Broiler
adalah benar-benar hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua
sumber data dan informasi yang digunakan telah jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Bogor, 12 Maret 2003
M. Nasir Rofiq NRP. P04500015
Judul Tesis : Potensi Suspensi Teh Fermentasi Kombucha (STK) dalam Mengontrol Infeksi Salmonella sp dan Pengaruhnya terhadap Performans Ayam Broiler
Nama : M. Nasir Rofiq
NRP : P.04500015
Program Studi : Ilmu Ternak
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nahrowi, MSc.Ketua
Dr. drh Bambang Pontjo P, MS Dr. Novik Nurhidayat, MSc.
Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ternak 3. Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. drh. Adi Sudono, MSc. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc. Tanggal Lulus : 25 Februari 2003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1974 dari pasangan Abdul Hamid K dan Siti Maemunah. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB, lulus pada tahun 1996. Kesempatan untuk melanjutkan ke program master pada Program Studi Ilmu Ternak, program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2000. Beasiswa pendidikan Pasacasarjana diperoleh dari Proyek PPKP, BPPT, Jakarta. Penulis bekerja sebagai salah satu staf peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi (BPPT) dari tahun 1996. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah Teknologi Budidaya Peternakan, khususnya pada Teknologi Pakan. Selama mengikuti program studi pasacasarjana di IPB, penulis menjadi anggota Ikatan Sarjana Ilmu-ilmu Peternakan (ISPI) dan Asosiasi Ilmu Nutrisi Indonesia (AINI) di Bogor.
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tesis sebagai syarat untuk memperoleh gelar master pada Ilmu Ternak Fakultas Pascasarjana IPB, dapat Saya selesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2002 ini ialah pakan ternak dan feed aditifnya, dengan judul Potensi Suspensi Teh Fermentasi Kombucha (STK) dalam Mengontrol Infeksi Salmonella sp dan Pengaruhnya terhadap Performans Ayam Broiler. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir Nahrowi, MSc., Bapak Dr.drh.Bambang Pontjo P, MS. dan Bapak Dr. Novik Nurhidayat, MSc., selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran dan ilmunya kepada Saya. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sindu Akhadiarto dari P3TBP BPPT; Bapak Kasnadi dari Laboratorium Patologi FKH IPB; Ibu Heti dan Ibu Dini dari Balitbio Deptan; Bapak dan Ibu dari Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet IPB; Bapak, Ibu dan teman-teman yang ada di Laboratorium Mikrobiologi LIPI di Bogor serta teman-teman program Studi Ilmu Ternak , Pascasarjana IPB angkatan 2000. Ungkapan Terimakasih juga disampaikan kepada keluarga yang terkasih dan tersayang, atas segala doa dan dukungannya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembacanya.
Bogor, 12 Maret 2003
M. Nasir Rofiq
DAFTAR ISI
DAFTAR
TABEL………………………………………………………………………….
ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN
……………………………………………………………………
xi
PENDAHULUAN………………………………………………………………………
…
1
TINJAUAN
PUSTAKA……………………………………………………………………
3
Teh Fermentasi Kombucha
..........................................................................
4
Proses-proses Biokimia dalam Teh Fermentasi
Kombucha.........................
8
Salmonellosis dan Serotip Salmonella di
Indonesia......................................
10
Salmonella pada
Unggas..............................................................................
12
Bahan Pakan Tambahan (feed Additive) untuk Mengontrol Bakteri Salmonella sp...............................................................................................
13
Fisiologi Pencernaan Unggas
......................................................................
14
MATERI DAN METODE 16
Waktu Penelitian
..........................................................................................
16
Materi
Penelitian...........................................................................................
16
Metode........................................................................................................
...
17
Pembuatan Teh Fermentasi
Kombucha...............................................
18
Analisis Komposisi Kimia dalam
STK...................................................
19
Analisis Komposisi Mikrobe dalam
STK...............................................
22
Uji In vitro Pengaruh STK terhadap Kolonisasi Bakteri Salmonella sp..........................................................................................................
22
Uji In vivo Pengaruh STK terhadap Kolonisasi Bakteri Salmonella sp..........................................................................................................
23
Metode Identifikasi Adanya Bakteri Salmonella sp dalam Usus dan Hati........................................................................................................
23
Metode Analisis Kerusakan Jaringan
(Histopatologi)...........................
24
Feeding
Trial.........................................................................................
25
Metode Analisis Performans Villi Usus
Halus.......................................
26
Metode Penelitian Kecernaan Nitrogen dan Energi
Metabolis.............
27
Rancangan
Percobaan..................................................................................
28
HASIL DAN
PEMBAHASAN....................................................................................
31
Komposisi Kimia STK
...................................................................................
31
Komposisi Mikrob
STK..................................................................................
36
Potensi STK dalam Mengontrol Salmonella 3
sp............................................. 9
Inhibisi STK terhadap Salmonella sp In
Vitro.......................................
39
Inhibisi STK Teh Hijau 70g 1% terhadap Salmonella sp In
Vivo..........
42
Gambaran Histopatologi Pengaruh STK dalam Menghambat Bakteri Salmonella sp.......................................................................................
46
Pengaruh STK terhadap Performans Ayam
Broiler.......................................
49
Pengaruh STK terhadap Performans Vili Usus
Halus..........................
49
Pengaruh STK terhadap Retensi Nitrogen dan Energi
Metabolis........
52
Pengaruh STK terhadap Bobot Badan, Persentase Karkas dan Organ Dalam........................................................................................
54
KESIMPULAN......................................................................................................
...
58
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................
59
LAMPIRAN...........................................................................................................
....
62
DAFTAR TABEL
1. Kandungan gula total dan protein total beberapa jenis STK pada hari ke-0 dan hari ke-10 fermentasi…………………………………………………………
32
2. Kandungan asam amino beberapa jenis suspensi teh fermentasi
Kombuca pada hari ke-0 dan hari ke-10 fermentasi (ppm)
………………………………
33
3. Kandungan asam organik beberapa jenis STK (ppm)
………………………...
34
4. Komposisi kimia Kombucha PowerProduct(R)…………………………………..
35
5. Jumlah koloni mikrobe yang teridentifikasi dalam beberapa STK pada hari ke
10
fermentasi………………………………………………………………………..
37
6. Rataan diameter zona bening daya hambat STK terhadap bakteri Salmonella sp pada beberapa pengenceran (mm)………………………………
40
7. Rataan jumlah koloni Salmonella sp organ ayam broiler umur 9 hari pada beberapa perlakuan (cfu/g) .............................................................................
43
8. Rataan jumlah vili rusak (%),jumlah sel radang per vili (sel) dan jumlah sel
piknotik hati (sel), dan jumlah fokal limpa (fokal)…………………………….
47
9. Pengaruh pakan berbeda dan pemberian STK teh hijau 70 g 1% terhadap
performans villi
50
duodenum………………………………………………………….
10. Pengaruh pakan berbeda dan pemberian STK teh hijau 70 g 1% terhadap
performans villi jejunum…………………………………………………………….
50
11. Pengaruh pakan berbeda dan pemberian STK teh hijau 70 g 1% terhadap
performans villi Ilium………………………………………………………………..
51
12. Rataan konsumsi, eksresi dan retensi nitrogen (dalam %BK) ransum per-
lakuan pada ayam broiler umur 23 hari…………………………………………...
52
13. Rataan peubah-peubah energi metabolis ransum perlakuan pada ayam
broiler umur 23 hari………………………………………………………………….
53
14. Pengaruh STK teh hijau 70 g 1% terhadap bobot akhir, konsumsi dan kon-
versi pakan…………………………………………………………………………..
54
15. Rataan persentase karkas, lemak tubuh dan organ dalam terhadap bobot
hidup pada beberapa perlakuan................................................................
56
DAFTAR GAMBAR
1. Peningkatan konsentrasi glukosa dalam fermentasi jamur teh (Reiss, 1987) ( __ . glukosa, -.-.-.etanol,----pH, .....asetat, laktat)…………………………
5
2. Peningkatan Konsentrasi protein dalam fermentasi jamur teh
(Reiss, 1987)...
6
3. Jalur metabolisme asam glukoronat (Hoffmann,
2000).....................................
10
4. Rataan pH, dengan simpangan minimum dan maksimumnya pada 1
beberapa daerah saluran pencernaan Unggas (Hill, 1971) .............................................
5
5. Ruang lingkup tahapan penelitian STK pada ayam
broiler…………………….
17
6. Diagram proses pembuatan teh fermentasi kombucha (Frank, 1999a)………..
18
7. Diagram metode analisis gula total Somogy-nelson (Apriyantono, 1989).........
19
8. Diagram metode analisis nitrogen total (metode semi mikro Kjeldahl, AOAC, 1990)…………………………………………………………………………………..
20
9. Diagram metode analisis asam amino pada teh fermentasi kombucha dengan HPLC ( sumber : AOAC, 1990)…………………………………………..
21
10 Diagram pembuatan sediaan histopatologi.......................................................
24
11.
Mofometrik pengukuran villi : (a) tinggi vili, (b) kedalaman kripta, (c) Lebar basal vili dan (d) lebar apikal vili…………………………………………………...
26
12.
Proses penguraian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa……………………..
31
13.
Siklus asam glukoronat dalam proses fermentasi STK (Hoffman, 2000)……...
35
14.
(1) Bakteri Acetobacteria bersama dengan sel Sacharomyces Cereviseae, (2) Kumpulan Acetobacteria membentuk nata dan sedikit Sacharomyces, (3) Zsgosacahromyces, (4), Bakteri bacillus………………………………………….
37
15.
Peranan mikrobe Acetobacter dan Yeast dalam fermentasi STK……………….
39
16.
Biosintesis selulosa oleh bakteri Acetobacter…………………………………….
39
17.
Zona bening hambatan STK terhadap Salmonella sp (1).hit 70 (2) Hij 70 (3) Hij 70 (4) Hij 10..................................................................................................
40
18.
Pengaruh pH pada beberapa mikrob (sumber : BroilerNL MasterTrade, 1999)
42
19.
Grafik pengurangan jumlah koloni Salmonella sp pada usus dan Hati………..
43
20.
Gambaran histopatologi kerusakan jaringan usus halus melalui pemaparan vili-vilinya. (1) Permukaan vili normal pada perlakuan K (2)
46
kolonisasi bakteri pada permukaan vili (a) pada perlakuan S (3) penampakan vili rusak perlakuan S, deskuamasi sel epitel (b) (4) Perlakuan P1 menujukkan vili Normal, ada kolonisasi bakteri tapi tidak menempel pada epitel vili melainkan terhambat oleh benang tipis yang diduga selulosa (c)(Pewarnaan HE, 1500x)
21.
Gambaran histopatologi hati pada bebera perlakuan : 1. Kontrol, 2. P-1, 3. S dan 4. T-1 (Pewarnaan HE, Pembesaran 60x)..................................................
49
22.
Grafik pertumbuhan bobot badan per minggu dan pertambahannya................
55
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Komposisi nutrisi dan bahan pakan ransum penelitian………………………….
62
2.
Beberapa larutan yang digunakan dalam analisis asam
amino………………...
63
3.
Kondisi alat HPLC (hight performance liquid chromathographi)
analisis asam
amino………………………………………………………………………………
….
63
4.
Pembuatan beberapa media agar untuk analisis microbe………………………
64
5 Beberapa gambar foto pelaksanaan
penelitian…………………………………
65
6 Uji-Uji biokimia terhadap Salmonella sp............................................................
67
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemakaian bahan baku pakan dan feed additive yang berkualitas tinggi
merupakan faktor yang dapat menentukan efisiensi pemeliharaan ayam broiler. Saat
ini bahan-bahan tersebut diperoleh dari impor dengan harga dan permintaan yang
semakin meningkat karena produksi dan konsumsinya juga meningkat. Data dari
United State Grain Council/American Soybean Association (ASA) Singapore (2001)
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi pakan sebesar 10,87% yaitu dari
4.600.000 ton pada tahun 2000 menjadi 5.100.000 ton pada tahun 2001. Produksi
pakan broiler di Indonesia juga meningkat pesat sebesar 84% pertahun yaitu dari
tahun 1998 (643.000 ton) sampai tahun 2002 (2.804.000 ton). Penggunaan bahan
baku impor dapat dikurangi melalui alternatif bahan baku pakan lokal yang saat ini
masih memiliki kendala pada rendahnya kualitas nutrisi, kandungan antinutrisi dan
fluktuasi produksi.
Beberapa masalah akan muncul dengan pemberian pakan berkualitas tinggi
dan penggunaan feed additive khususnya antibiotik pada ayam broiler. Kandungan
lemak yang tinggi dan adanya residu antibiotik dalam karkas ayam broiler
merupakan dua masalah utama yang perlu ditanggulangi. Di sisi lain, keberadaan
bakteri patogen seperti Salmonella sp pada semua bagian budidaya perunggasan
(pakan, peralatan dan produknya) harus dihilangkan sehingga tidak menimbulkan
penyakit salmonellosis yang bersifat menular (Zoonosis). Salmonellosis di Indonesia
menurut Arjoso (1997) terjadi sepanjang tahun dengan angka morbiditas untuk
daerah semi pedesaan adalah 157/100.000 penduduk dan meningkat 400% menjadi
810/100.000 penduduk di daerah perkotaan dengan angka kematian kasus 1,6%
sampai dengan 3% pada tahun 1990 – 1992. Beberapa penyebab salmonellosis
diantaranya ternyata menunjukkan resistensi sedang dan tinggi terhadap ampisilin,
kloramfenikol, kotrimoksasol, dan tetrasiklin.
Feed additive (pakan imbuhan) dalam unggas seperti antibiotik, kontrabiotik,
dan faktor lain seperti hormon pertumbuhan digunakan untuk meningkatkan
performan unggas. Beberapa antibiotik saperti Virginimycin, Spiramycin, Tylosin dan
Zinc bacitracin telah dilarang penggunaannya. Pelarangannya karena terkait dengan
isu global peternakan unggas saat ini yaitu keamanan pangan hewani dari adanya
cemaran dan residu yang berbahaya bagi konsumen, resistensi bakteri tertentu dan
isu lingkungan.
Beberapa bahan alami berpotensi dijadikan sebagai bahan feed additive
untuk menekan bakteri patogen. Salah satunya adalah teh fermentasi kombucha
yang telah lama dikenal sebagai biofarmasi untuk manusia di beberapa negara.
Hasil fermentasinya berupa suspensi yang dapat menghasilkan asam glukoronat,
asam laktat, vitamin, bahan antibiotik, dan produk lainnya (Frank, 1999), yang
bermanfaat dalam membantu pengaturan kerja usus halus, mengurangi atau
menstabilkan tekanan darah, menambah energi, dan menambah jumlah sel T untuk
kekebalan tubuh (Estelle, 1996). Greenwalt et al. (2000) melaporkan adanya
aktivitas antimikroba dari teh fermentasi kombucha, pada kandungan 33 g/L total
acid (7 g/L acetic acid) terhadap bakteri gram negatif dan posistif yaitu
Agrobacterium tumafaciens, Bacillus cereus, Salmonella cholerasuis serotip
typhimurium, Staphylococcus aureus dan Escheria coli. Berdasarkan hal tersebut
maka penggunaan supensi teh fermentasi kombucha sebagai bahan feed aditive
dalam pakan unggas diharapkan dapat meningkatkan kecernaan bahan pakan serta
mengurangi bakteri patogen terutama jenis Salmonella.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menguji komposisi kimia dan mikrobe suspensi teh fermentasi kombucha
(STK).
2. Menguji Potensi STK dalam mengontrol Salmonella sp in vitro dan in vivo
melalui pengamatan jumlah diameter zona bening hambatan, kolonisasi
Salmonella sp dalam organ dan gambaran histopatologinya.
3. Menguji Potensi STK dalam mempengaruhi performans ayam broiler melalui
pengamatan pertambahan bobot badan, persentase karkas, bobot organ
dalam, nilai retensi nitrogen, energi metabolis dan performans villi usus
halus.
Hipotesis
Suspensi teh fermentasi kombucha (STK) berpotensi sebagai feed aditive
pada pakan ayam broiler dalam mengontrol infeksi Salmonella sp sehingga
mempengaruhi struktur vili usus halus, kecernaan dan metabolisme pakan dan
akhirnya dapat meningkatkan performans ayam broiler.
TINJAUAN PUSTAKA
Teh Fermentasi Kombucha
Teh fermentasi kombucha merupakan obat tradisional kuno yang aslinya
berasal dari beberapa tempat di daerah Timur Asia. Merupakan simbiosis antara
kultur ragi dan beberapa strain bakteri yang tumbuh pada teh hijau atau hitam yang
manis (Frank, 1999). Beberapa peneliti mikrobiologi dari Jerman menemukan
adanya bakteri-bakteri kecil yang bergerak didalam sel ragi dan bersimbiosis
dengannya. Kultur simbosis tersebut menurut Hesseltine (1965) terdiri paling sedikit
3 mikroorganisme yaitu : bakteri asetat Acetobacter xylinium dan dua jenis yeast
Zygosaccharomyces rouxii dan Candida sp. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa teh
mengalami fermentasi 7 – 10 hari dengan menghasilkan metabolit dalam
suspensinya yang terdiri atas asam glukoronat, asam laktat, asam asetat, asam
usnik, vitamin dan komponen lainnya. Di beberapa negara, teh fermentasi ini dikenal
dengan nama Kombucha, Fungus japonicus, Picha fermentans, Cembuya orientalis,
Combuchu, Tschambikco, Volga spring, Mo Gu, Champignon de lounge vi,
Kwassan, atau teh kargasok.
Estelle (1996) melaporkan hasil surveinya terhadap manfaat teh fermentasi
kombucha pada 650 orang dengan hasil yaitu 10% beralasan karena masalah
pencernaan, 27% karena untuk menjaga kesehatan, 10% gejala kelelahan, dan
manfaatnya 44% merasakan dapat menambah energi serta 3% meningkatkan sel T
(sel kekebalan) serta beberapa alasan dan manfaat lainnya.
Susunan nutrisi dan fakor tumbuh teh fermentasi kombucha ini menurut
Hoffmann (1999) terdiri dari empat unsur utama yaitu oksigen (65%), karbon (18,5%)
hidrogen (9,5%) dan nitrogen (3,5%); beberapa unsur lain seperti sulfur, posfor,
potasium, magnesium, kalsium dan besi merupakan unsur yang diperlukan sebagai
kofaktor enzim-enzim esensial, disamping itu tersusun pula atas vitamin, asam
amino, purin dan pirimidin. Energi yang dibutuhkan berasal dari proses fermentasi
atau respirasi dengan adanya pemecahan ikatan-ikatan gula menjadi energi (ATP)
yang digunakan untuk bakteri. Beberapa komponen didalamnya dapat memberikan
nutrisi dan faktor tumbuh bagi ragi dan beberapa bakteri yaitu berasal dari gula, air,
oksigen dan teh hitam atau teh hijau.
Hoffmann (1999) menjelaskan pula bahwa gula dapat mensuplai energi yang
dibutuhkan agar kultur teh fermentasi tetap hidup, gula terpecah menjadi gula
sederhana dan masuk kedalam sel ragi. Kenyataan ini mendukung pendugaan
adanya enzim yang membantu pemecahan gula tersebut. Pernyataan ini didukung
pula oleh Reiss (1987) yang menjelaskan adanya peningkatan konsentrasi glukosa
setalah 4 – 9 hari fermentasi dan juga terjadi peningkatan konsentrasi protein yang
dianalisa melalui spektrofotometer (Gambar 1dan 2).
6
5
4
3
4.0
3.0
2.0
1.0
10 20 Incubation Period(days)
pH
Con
cent
ratio
n (g
/l)
Gambar 1. Peningkatan konsentrasi glukosa dalam fermentasi jamur teh (Reiss, 1987)( . glukosa, -.-.-.etanol,----pH, .....asetat, laktat).
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Optical Density at Various Protein Concentr
OD
at 3
15 n
m
mg/ml
Gambar 2. Peningkatan konsentrasi protein dalam fermentasi jamur teh (Reiss, 1987)
Hoffmann (1999a) telah berhasil mendeterminasi lokasi dari pertumbuhan
zooglea pada teh fermentasi kombucha dengan menggunakan tiga kultur pada
lingkungan oksigen yang berbeda yaitu tanpa oksigen, dengan udara normal dan
dengan tambahan udara. Ternyata dari penelitian tersebut diperoleh hasil kultur
dengan udara normal yang terbaik yang ditunjukan dengan pH cukup rendah yaitu
3,3 dan pertumbuhan zooglea yang lebih tebal (11 mm). Selanjutnya dilaporkan
juga mengenai determinasi kandungan protein jamur teh yang dibandingkan dengan
susu skim dan sop ayam yaitu teh fermentasi kombucha ternyata mengandung
protein setengah dari kandungan protein pada susu skim dan sop ayam, hal ini
cukup membuktikan bahwa jamur teh mengandung enzim-enzim yang disekresikan
oleh ragi dan bakteri untuk memecah molekul-molekul besar dari kandungan nutrisi
jamur teh yang biasanya tidak dapat masuk ke dalam sel secara langsung, seperti
sukrosa dan kafein.
Frank (1999) menyatakan teori tentang simbiosis pada teh fermentasi
kombucha yang mengandung ragi dan beberapa bakteri. Ragi mampu melakukan
metabolisme glukosa dengan atau tanpa oksigen, dengan cara mensekresikan
enzim masuk kedalam teh untuk memecah sukrosa menjadi gula sederhana dan
sukrosa. Jika oksigen tersedia, semua gula diubah menjadi energi, CO2 dan air serta
tidak ada alkohol yang diproduksi. Hal ini nyata lebih efisien untuk mendapatkan
kebutuhan energi sendiri untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. Jika tidak ada
oksigen ragi hanya memfermentasi kira- kira 5 % dari energi yang dikandung oleh
glukosa. Hal tersebut berlangsung beberapa tahap dengan produksi etanol sebagai
produk akhir yang masih mengandung bagian energi yang besar (686 k cal per 180
g = 1 mol glukosa). Proses glikolisis pada sel ragi harus lebih besar dan
memanfaatkan lebih banyak gula untuk mendapatkan jumlah energi yang sama jika
oksigen tersedia. Hal ini yang menjadi alasan mengapa produk fermentasi komersial
dilakukan secara anaerobik yang menghasilkan alkohol dalam jumlah maksimum.
Fermentasi dengan kontainer terbuka masih dapat menghasilkan alkohol ,
prosesnya terjadi lebih lambat dari fermentasi dengan kontainer tertutup. Akan tetapi
ragi pada fermentasi kontainer terbuka dapat melakukan fermentasi aerobik maupun
anaerobik. Bakteri Acetobacter xylinum, salah satu bakteri yang menghasilkan cuka
mendapatkan energinya dengan cara mengubah alkohol menjadi asetat. Jika ragi
berfungsi pada aerobik sempurna, alkohol tidak dapat disuplai kepada bakteri.
Tetapi dengan produksi zooglea pada bagian atas larutan jamur teh dengan maksud
yaitu bakteri mempunyai permukaan yang solid untuk memberikan akses yang
mudah pada oksigen yang dihasilkan, suplai oksigen untuk ragi dalam larutan
dibawahnya berkurang karena simbiosisnya untuk menghasilkan alkohol yang
dibutuhkan. Dapat diduga bahwa bakteri juga dapat melakukan metabolisme
sukrosa dalam jamur teh secara langsung setelah memecahnya menjadi molekul-
molekul sederhana.
Proses-proses Biokimia dalam Teh Fermentasi Kombucha
Beberapa jalur metabolisme dalam kombucha meruapakan proses
fermentasi dan respirasi karena disamping adanya perpindahan elektron antara satu
senyawa ke senyawa lain juga dihasilkan energi. Beberapa proses tersebut secara
berurutan dapat dijelaskan yaitu ;
1. Invertasi sukrosa (gula tebu) menjadi sukrosa dan fruktosa oleh enzim
invertase yang dihasilkan Sacharomyces (Madigan et al., 2000)
n Sukrosa (Glukosa)n + n fruktosaInvertase
2. Disimilasi glukosa dan fruktosa menjadi asam piruvat melalui jalur Embden
Meyerhoff. Jalur Embden meyerhoff , yang mengubah molekul glukosa
menjadi asam piruvat, merupakan fermentasi heterofermentatif karena
menghasilkan etanol oleh yeast. Asam piruvat yang terbentuk juga diubah
menjadi asam oksaloasetat dan AsetilKoa, yang memungkinkan proses
metabolisme berlanjut pada siklus asam sitrat dan menghasilkan energi
dalam bentuk ATP.
3. Dalam proses Heterofermentatif terjadi pula proses jalur pentosa posfat yang
menghasilkan NADPH yang terkait pula dengan jalur asam glukoronat.
4. Fermentasi beralkohol oleh Yeast
Asam Piruvat
CO2
Asetaldehide Etil alkohol(Etanol)
NADH NAD
hal ini terjadi karena yeast merupakan bakteri fakultatif anaerobs yang
menghasilkan etanol alkohol jika tidak ada oksigen. Ketersediaan oksigen untuk
yeast dihambat oleh adanya zooglea yang melapisi bagaian atas permukaan,
dan selanjutnya zooglea ini memudahkan bakteri Acetobacter untuk
mendapatkan oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi asam
asetat.
5. Oksidasi Etanol menjadi asam asetat oleh bakteri Acetobacter xylinum
CH3COH + O2Etanol
CH3COOH + H2OAsam Asetat
Acetobacterxylinum
6. Jalur metabolisme asam glukoronat.
Dalam jalur metabolisme ini dihasilkan beberapa metabolit yaitu :
- Saccharic acid 1,4 lactone yang disebut d-Glucaro-1,4-lactone atau
saccharolactone. Zat ini adalah bagian penting dalam jalur asam
glukoronat yang merupakan turunan dari Glucorono-γ-lactone yang
dibentuk dari UDP-Glucoronic Acid.
- Zat detoksifikasi UDP-Glucoronic acid merupakan turunan posporilasi
dari nukleotida uridin yang ditemukan didalam RNA dan disintesis dari
UDP Glukosa sebagai bentuk aktif dari glukosa. Oleh karena itu UDP-
Glucoronic acid juga disebut Co-Enzym
- Sintesis asam askorbat juga terdapat dalam asam glukoronat.
Gambar 3. Jalur metabolisme asam glukoronat (Hoffmann, 2000)
Salmonellosis dan Serotip Salmonella di Indonesia
Salmonella merupakan bakteri berbentuk rod, bersifat motile dan nonmotil
pada bakteri S.gallinarum and S. pullorum--, tidak membentuk spora dan bersifat
gram negatif pada pewarnaan. Salmonella secara normal ada di serat daging
unggas dan ruminansia, dengan jumlah yang bervariasi tergantung pada spesies,
lokasi geografi, kondisi sebelum pemotongan, dan kondisi saat prosesing, serta
faktor lainnya. Salmonella patogenik untuk manusia dan hewan, data epidemiologi
membuktikan bahwa daging unggas dan hewan lain merupakan perantara yang
bertanggung jawab untuk hampir semua penularannya.
Silliker (1972) menentukan sifat biokimia dan fisiologi dari genus Salmonella,
yaitu terkomposisi dari bakteri motil yang merupakan bagian dari keluarga bakteri
entrobacteriaceae dan thribe Salmonellae. Beberapa sifat tersebut yaitu tidak
menghasilkan urease, tidak menggunakan sodium malonate , tidak dapat
melarutkan gelatin dan tidak tumbuh pada medium potassium sianid. Lisin, arginin
serta dapat melakukan dekarboksilasi ornitin. Sifat lainnya adalah menghasilkan
asam dalam medium jordan’s tartat, memfermentasi bahan dulcitol, sedangkan
sukrosa, salisin, rafinosa dan laktosa tidak dapat difermentasi. Salmonella juga
menggunakan inositol pada hampir semua strainnya.
Kemudian Silliker (1972) juga menjelaskan bahwa Salmonella dapat
dikelompokkan sesuai inangnya. Pertama spesies yang lebih atau sedikit terbatas
beradaptasi pada manusia seperti S. typhi, S. paratyphi, tipe A, B, C dan S. sendai.
Karakter serotip terbatas yang beradaptasi dengan manusia adalah : membutuhkan
dosis kecil untuk menghasilkan penyakit, masa inkubasi panjang (10-20 hari atau
lebih), menghasilkan penyakit perut melalui invasi pembuluh darah dan bertendensi
menghasilkan carier permanen dan bias menjadi endemik. Infeksinya biasanya
melalui makanan dan air, sedangkan kontak antar orang tidak banyak menginfeksi.
Kedua, adalah serotipe yang beradaptasi pada hewan, seperti S. pullorum
pada unggas, S. abortus equi pada kuda, S. abortus ovis (domba), S. cholerasuis
dan S. typhisuis (babi). Serotipe ini dapat juga menimbulkan penyakit pada manusia.
Group ketiga adalah salmonella yang dapat menginfeksi manusia dan hewan
dengan karakter seperti menimbulkan penyakit perut, infeksi lokal pada usus,
inkubasi singkat (kadang-kadang lebih dari 48 jam).
Salmonellosis di Indonesia menurut Arjoso (1997) terjadi sepanjang tahun
dengan angka mordibitas untuk daerah semi pedesaan adalah 157/100.000
penduduk dan meningkat mencapai 810/100.000 penduduk di daerah perkotaan
dengan angka kematian kasus 1,6% sampai dengan 3% pada tahun 1990 – 1992.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa penyebab salmonellosis yang ditemukan terdiri
atas beberapa serotipe dan diantaranya ternyata menunjukkan resistensi sedang
dan tinggi terhadap ampisilin, kloramfenikol, kotrimoksasol, dan tetrasiklin.
Purnomo (1997) melaporkan beberapa isolat serotipe yang ditemukan di
Indonesia yang bersumber dari manusia, ayam, itik, sapi, pakan, babi, feses
binatang, air dan sumber lainnya. Sepuluh jenis serotipe salmonella yang paling
sering ditemukan adalah : S. hadar (13,6%), S. typhimurium (10,01%), S. ouakam
(7,65%), S. blockley (6,55%), S. amsterdam (4,91%), S. virchow (4,09%), S.
enteritidis (3,96%), S. seftenberg (3,5%), S. livingstone (3,41%), S. derby (3,32%),
dan 24,4% serovar lainnya. Jenis-jenis serotipe tersebut ditemukan diberbagai
wilayah indonesia selama periode april 1989 sampai dengan maret 1996. Hal
tersebut tentunya akan menjadi isu utama keamanan pangan di Indonesia.
Jenis Salmonella pullorum yang sebelumnya sering ditemukan pada ayam
ras dan mengakibatkan penyakit pullorum, ternyata tidak ditemukan pada periode
tersebut karena adanya uji tes salmonella pullorum secara reguler dan menjadi
salah satu peraturan pencegahan di breeding farms. Pada pakan ayam ras
ditemukan salmonella terutama pada pakan yang mengandung bahan tepung tulang
dan tepung ikan yang berpengaruh pula pada kandungan Salmonella di litter yang
digunakannya.
Salmonella pada Unggas Beberapa Salmonella pada unggas mengakibatkan penyakit unggas seperti
Pullorum atau diare putih basiller, Typhoid unggas dan Paratyphoid unggas (Shane
et al., 1998). Ketiga jenis penyakit tersebut penularannya sama yaitu secara vertikal
dan lateral. Penyakit pullorum secara klinis mengakibatkan morbiditas pada anak
ayam lebih dari 40%, mengalami depresi, tidak nafsu makan dan menunjukkan diare
putih pada bulu disekitar pantatnya. Sedangkan pada umur setelah 14 hari, secara
klinis menunjukkan kekerdilan, bulunya jarang dan sering lumpuh karena artritis.
Kemudian secara patologis, pada kasus akut menunjukkan pembesaran hati dan
limpa, dan kadang ditemui pula omfalitis, pada kasus kronis dijumpai abses pada
organ dalam (jantung, lapisan, serosa internal, paru-paru dan hati). Perotinitis,
enteritis dan ofalitis juga ditemukan pada analisis patologi kasus kronis penyakit
typhoid dan paratyphoid unggas.
Bahan Pakan Tambahan (Feed Aditive) untuk Mengontrol Bakteri Salmonella
Hadi et al. (2001) melaporkan bahwa probiotik pada unggas dapat memicu
kekebalan yang terbentuk melalui peningkatan jumlah dan aktifitas makrofag,
meningkatkan immunoglobulin G dan M serta interferon. Demikian pula dengan
immunoglobulin A yang diproduksi oleh dawn payer lapisan mukosa usus juga
meningkat. Mikroorganisme yang ada dalam probitik seperti L. acidophilus dan L
casei berfungsi sebagai stimulator dan modulator sistem kekebalan. Pemberian
probiotik akan memberikan keuntungan apabila diberikan tujuh hari sebelum periode
kritis pada siklus produksi dimana biasanya ayam broiler terserang penyakit.
Pada prinsipnya mikroorganisme yang digunakan untuk probiotik haruslah
non patogen, gram positif, tahan asam, berasal dari strain tertentu, anti E coli, tahan
cairan empedu, bersifat stabil dan paling tidak terdiri dari 109 CFU (colony forming
unit) pergramnya.
Asam laktat memiliki efek merangsang limfosit, memproduksi empat kali lebih
banyak sel-sel inferno, meningkatkan limfosit B, sel-sel fagosit dan meningkatkan
immunoglobulin G.
Selain bakteri, fungi juga berfungsi sebagai probiotik yaitu Sacharomyces
yang mampu membentuk mannanoligosakarida pada usus yang berfungsi
menghalangi masuknya bakteri patogen pada usus sehingga bakteri patogen gagal
membentuk koloni pada dinding usus. Pemberian probiotik disarankan melalui
minum dan diberikan jangan dibarengi dengan antibiotik.
Nisbet (1998) melaporkan penggunaan probiotik dari kultur larutan mikroba
yang berasal dari sekum ayam broiler dewasa. Kultur tersebut didefinisikan terdiri
dari 29 bakteri fakultatif dan anaerobic terbatas yang diisolasi dengan cara invitro
continous flow (CF3). Pemberiannya pada ayam broiler mempengaruhi jumlah
salmonella pada sekum dengan mengurangi jumlahnya menjadi 0 s/d 0.89 log 10
salmonella/gram cecal content. Selanjutnya dijelaskan bahwa beberapa bahan
pakan tambahan (feed additive) yang mengandung asam organik rantai pendek
(asam format dan asam propionat) dapat digunakan untuk dekontaminasi sebaik
untuk mencegah rekontaminasi pakan. Sedang feed additive lainnya seperti
karbohidrat (laktosa, manosa, galaktotosa dan sakarosa) mampu mempengaruhi
lingkungan caecum dengan cara menambah jumlah asam yang dihasilkan dari
fermentasi bakteri, sehingga mengakibatkan penurunan pH dan mengurangi
kolonisasi Salmonella. Feed additive tersebut harus dipertimbangkan sebagai suatu
usaha untuk memberi bantuan penting dalam menciptakan higienis yang baik pada
semua rantai produksi.
Fisiologi Pencernaan Unggas Perubahan produktivitas unggas sudah secara intensif diamati melalui
manipulasi genetik, pakan dan lingkungan, terutama pada unggas modern untuk
petelur dan pedaging (broiler). Disamping hal itu perubahan tersebut dimungkinkan
pula melalui modifikasi aktivitas kecernaan dalam sistem pencernaannya. Cara
tersebut didukung oleh sifat fisiologi dan biokimia dalam sistem pencernaan unggas.
Hill (1971) menjelaskan bahwa aktivitas fisiologi pada unggas dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang saling berhubungan yaitu enzim pencernaan, keasaman (pH),
nutrisi, dan sekres-sekresi kelenjar pencernaan. Sekresi gastric juice dihasilkan
dalam proventriculus dengan keasaman yang rendah ( rata-rata pH 2 ) yang terdiri
atas enzim pepsin, asam klorida, dan mucin. Pankreas menghasilkan sekresi dalam
keadaan basa (pH 6.6 – 6.8) yang terdiri atas beberapa enzim seperti enzim lipase.
Usus halus juga menghasilkan sekresinya yang terdiri atas enzim lain seperti
amilase, protease, sukrose dan cairan mukus.
Proventrikulus dan gizard merupakan tempat pertama yang penting untuk
aktivitas enzim dengan kondisi asam yang sangat rendah untuk membantu proses
metabolisme pakan yang masuk sebelum diserap oleh usus halus. Selanjutnya
kondisi keasaman akan semakin berkurang (semakin alkali) pada bagian
pencernaan setelah proventikulus dan gizard (Gambar 4).
9
8
7
6
5
4
3
2
1
pH
Gambar 4. Rataan pH, dengan simpangan minimum dan maksimumnya pada beberapa daerah saluran pencernaan unggas (Hill, 1971)
MATERI DAN METODE
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan dari bulan Mei sampai November
2002, di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Laboratorium
Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium
Mikrobiologi LIPI dan Laboratorium Lapangan Peternakan Dit P3TBP-TAB, BPPT di
Rancamaya Bogor .
Materi Penelitian
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Teh hitam dan teh hijau.
- Pakan untuk ayam broiler fase starter dua jenis yaitu pakan komersial 511
dari P.T. Charoen Phokphand dan Pakan buatan sendiri dengan komposisi
seperti pada lampiran.
- Ayam broiler umur 1 hari (Day Old Chick) strain avian CP 707 yang dibagi
dalam beberapa perlakuan. Penelitian untuk uji performans menggunakan 60
ekor DOC, penelitian untuk uji kecernaan nitrogen dan energi metabolisme
menggunakan 9 ekor ayam umur 23 hari. Sedangkan penelitian untuk
menguji inhibisi kombucha terhadap Salmonella sp in vivo menggunakan
DOC sebanyak 32 ekor.
- Bahan dan peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini secara garis besar
meliputi peralatan dan bahan-bahan untuk kultur jamur teh, analisis
mikrobilogis, patologis, dan nutrisi pakan.
- Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual (25
x 40 x 40 cm) sebanyak 24 buah dan kandang kelompok ukuran 1 m2
sebanyak 12 buah.
- Bakteri Salmonella sp yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi FKH,
IPB, Bogor.
Metode
Penelitian ini dilakukan secara bertahap dengan ruang lingkup penelitian
seperti pada diagram Gambar 5. Penelitian diawali dengan pembuatan beberapa
jenis suspensi teh Kombucha (STK) dengan menggunakan teh hijau 10 dan 70g,
serta teh hitam 10 dan 70g yang diikuti dengan analisis komposisi kimia dan mikrobe
STK tersebut. Penelitian selanjutnya adalah uji in vitro STK terhadap bakteri
Salmonella sp untuk memilih jenis dan dosis STK yang digunakan pada penelitian
selanjutnya. Setelah itu dilakukan Uji In vivo, analisis struktur vili, analisis kecernaan
dan efek STK terhadap performans ayam broiler melalui feeding trial.
Uji Invitro STK terhadap Salmonella sp
Uji Invivo STK terhadap Salmonella sp
Kolonisasi Salmonella sppada usus halus dan hati
Gambaan histopatologi usushalus dan hati
Analisis Struktur villi usus ayam broiler
Analisis Kecernaan Bahan Pakan padaAyam Broiler
Efek Performan
Memilih jenis dan dosis STK
Retensi Nitrogen dan Energimetabolis
Luas permukaan dankerapatan villi
Bobo akhir, PBB, Konversipakan dan karkas
Gambar 5. Ruang lingkup tahapan penelitian STK pada ayam Broiler
Pembuatan Teh Fermentasi Kombucha
Teh fermentasi kombucha dibuat sesuai dengan metode menurut Frank
(1999a) dengan modifikasi. Kultur jamur teh dibuat dengan cara mencampurkan
beberapa bahan yaitu Nata teh fermentasi kombucha yang mengandung kombinasi
mikrob Acetobacter-Saccharomyces, 100 g gula putih per 1 liter, 10 dan 70 gram teh
hijau atau teh hitam per 1 liter air. Fermentasi dilakukan dalam kondisi suhu kamar
selama 10 hari dengan udara normal. Peralatan yang digunakan yaitu tempat
memasak air, toples dan kain penutup toples. Prosedurnya dilakukan seperti pada
diagram pada Gambar 6.
teh diseduh dalam 1 literair yang baru mendidih
Biarkan 15 menit
Saring
Larutan tehAmpas teh
Aduk sampai suhu 20 - 25 C dalam wadah kaca,
atau Plastik
70 - 100 g Gula putih
Fermentasi 10 hari sampaipH 2 -3
Kultur Acetobacter-Saccharomyces
Koloni teh fermentasikombucha dengan selulosa
microbial (zooglea)
Suspensi teh fermensikombucha (STK)
10% nyauntuk fermentasi
ke 2
Gambar 6. Diagram proses pembuatan teh fermentasi kombucha (Frank, 1999a).
Wadah yang digunakan terdiri atas kotak plastik, botol aqua galon dan toples
kaca. Pengamatan yang dilakukan selama fermentasi adalah : keasaman (pH) yang
diukur setiap hari, kontaminasi fermentasi dan pertumbuhan zoogleanya.
Analisis Komposisi Kimia dalam STK
Komposisi kimia dalam STK yang diukur adalah kandungan gula total,
protein total, asam organik dan asam amino pada hari ke-0 dan hari ke-10
fermentasi.
Metode untuk analisis gula total dilakukan sesuai dengan metode analisis gula Somogy-Nelson (Apriyantono, 1989)
0.2 g contoh dalam tabung reaksi
Hidrolisis dengan Alkohol 80% 20 ml dalam waterbath 100 OC 15 menit
Diamkan atau sentrifuse dan ambil laruatnnya
Saring kedalam labu ukur dan bilas dengan aquadest 50-60 ml
Larutan dalam pinggan datar diuapkan diatas waterbath hingga volume 2-3 ml
Tambahkan ZnSO4 5% 5 ml dan Ba(OH)2 5% 5 ml sampai terbentuk endapan protein
Tambahkan aquadest sampai dengan 100 ml, saring dan pipet 5 ml untuk contoh
Hidrolisis dengan H2SO4 1.4N 5 ml 15 menit diatas waterbath
Tambahkan 2 tetes indikator fenol red
Netralisir dengan NaOH 1N sampai warna merah jambu
Tambahkan aquadest sampai dengan 25 ml dan pipet 2 ml ke dalamtabung 25 ml
Panaskan diatas waterbath 10 menit
Didinginkan dan ditambah perekasi nelson 2 ml sampai warna hijau
Diamkan 25 menit dan ditambah aquadest sampai dengan 20 ml
Diamkan 30 menit dan diukur dengan spektrofotometer panjanggelombang 500 nm
Gambar 7. Diagram metode analisis gula total Somogy-Nelson (Apriyantono, 1989).
Perhitungan hasil analisis gula total dibandingkan dengan deret standar baku
yang diukur absorbansinya pada panjang gelombang 500 nm. Kemudian nilai gula
total contoh didapat dari rumus di bawah ini.
Abs. Contoh x 100
Rata-rata 1 ppm bobot contoh
1.000.000
x FP
x 100% Kadar gula Total =
Metode analisis Protein total pada teh fermentasi kombucha dilakukan
dengan menggunakan metode analisis nitrogen Kjeldahl (AOAC, 1990).
0.2 g contoh dalam tabung reaksi
Tambahkan 3 ml H 2SO4 + 0.2 g campuran selen (K 2SO4 : CUSO4 : Se 5:2:1)
Panaskan dalam alat destruksi sampai jernih
Larutan 5 ml H3BO3 4% sebagai penampung dalam elemeyer
Dinginkan dan ditambah 20 ml H 2O masukkan kedalam alat destilasi
Teteskan campuran indikator (0.2% metil erah dan 0.2% metil biru) didihkan 15 menit
Tambah NaOH 40% 8-10 ml dalam alat destilasi sampai warna coklat
Destilasi 5 menit hingga volume 250 ml
Titrasi dengan HCl 0.1 N sampai abu-abu
Kerjakan blanko dengan air suling sebagai contoh
Gambar 8. Diagram metode analisis nitrogen total (Metode semi mikro- Kjeldahl, AOAC, 1990)
Perhitungan jumlah nitrogen totalnya didapat dengan menggunakan rumus di
bawah ini
(ml HCl contoh blanko) x N HCl x 14
mg contoh x 100% Perhitungan % N =
Analisis asam amino pada teh fermentasi kombucha dilakukan dengan
menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Metodenya
seperti pada Gambar 9.
0.2 g contoh dalam tabung reaksi tertutup
Hidolisis dengan 5 ml HCl dalam oven 100 OC 18-24 jam
Saring cairan contoh dengan kertas saring whatman 40
Keringkan dengan pompa vakum 50 torr tiga kali
Pipet 10 ul kedalam tabung dan ditambahkan 30 ul larutan pengering
Tambahkan larutan derivat 30 ul dan dibiarkan 20 menit
Pengenceran dengan 200 ul natrium asetat 1 M
Hidrolisis dengan H2SO4 1.4N 5 ml 15 menit diatas waterbath
Injeksikan ke HPLC sebanyak 10 ul
Gambar 9. Diagram metode analisis asam amino pada teh fermentasi kombucha dengan HPLC ( sumber : AOAC, 1990)
Analisis asam organik pada suspensi teh fermentasi kombucha juga dilakukan dengan menggunakan HPLC. Beberapa asam organik yang dianalisis adalah asam glukoronat, asam gukonat, asam laktat, asam asetat, asam propionat, butirat, oksalat, sitrat,dan tanat.
Analisis Komposisi Mikrobe dalam STK
Komposisi mikrobe dalam STK dianalisis pada hari ke-10 fermentasi.
Identifikasi dan penghitungan jumlah koloninya dilakukan dengan metode
pengenceran seri yang kemudian ditanam pada beberapa medium agar yaitu
medium luria berthani, medium acetobacteria dan medium yeast ekstrak (Lampiran
3). Identifikasi jenis dianalisis melalui pewarnaan gram dan pengamatan secara
mikroskopis. Penghitungan jumlah koloni mikrobe dalam suspensi teh fermentasi
kombucha (STK) dilakukan dengan metode hitungan cawan (Hadioetomo, 1990).
Hasil analisis ini menentukan komposisi mikrobe dari STK dan akan
menentukan statusnya sebagai probiotik.
Uji In vitro STK terhadap Kolonisasi Bakteri Salmonella sp. Metode yang dilakukan adalah metode Antibacterial susceptibility
(Gerhardt et al., 1994). Beberapa jenis STK (teh hijau 10g, teh hijau 70g, teh hitam
10g dan teh hitam 70g) diperoleh melalui proses pembuatan teh fermentasi
kombucha menurut Frank (1999a) dengan modifikasi. Penelitian dirancang dengan
rancangan acak lengkap 2 faktor (4x4x3) dengan faktor pertama jenis STK dan
faktor kedua dosis pengenceran (1,% 5%,10% dan 100%). Bakteri Salmonella sp
ditanam sebanyak 1x105 cfu/ml pada medium agar Luria Berthani sebelum padat.
Kemudian setelah padat, agar tersebut dilubangi secara steril untuk tempat STK
yang diuji. STK ditempatkan pada lubang tersebut sebanyak 0,2 ml. Pengamatan
dilakukan setiap hari pada pembentukan zona bening disekitarnya. Hasil analisis
akan menentukan jenis dan dosis STK yang akan digunakan dalam penelitian
selanjutnya.
Uji In vivo STK terhadap Kolonisasi Bakteri Salmonella sp.
Uji in vivo untuk mengetahui potensi STK teh hijau dengan dosis 1% dalam
air minum untuk menghambat kolonisasi Salmonella sp dilakukan dengan
menempatkan 36 ekor DOC pada 8 buah kandang kawat berukuran 25 x 40 x 40 cm
(4 ekor/kandang) yang dibagi dalam empat perlakuan. Perlakuan tersebut adalah
perlakuan Kontrol tanpa penambahan STK dan tanpa infeksi Salmonella sp (K),
perlakuan kontol negatif dengan infeksi Salmonella sp (S), perlakuan penambahan
STK untuk pencegahan (P-1) dan perlakuan penambahan STK untuk pengobatan
(T-1). Infeksi Salmonella sp dilakukan pada perlakuan S, P-1 dan T-1 sebanyak 0.2
ml dari biakan cair ~ 1 x 105 cfu/ml pada umur ayam 4 hari. Pemberian STK pada
perlakuan P-1 dilakukan mulai umur ayam 30 jam sampai dengan umur ayam 9 hari,
sedangkan pada perlakuan T-1, STK diberikan mulai umur ayam 5 hari sampai
dengan umur ayam 9 hari. Contoh organ usus halus, hati dan limpa diambil pada
umur ayam 9 hari, selanjutnya diidentifikasi dan dihitung jumlah kolonisasi
Salmonella sp serta dilakukan pengamatan gambaran histopatologinya.
Metode Identifikasi Adanya Bakteri Salmonella sp dalam Usus Halus dan Hati
Contoh segar usus halus dan hati dihomogenasi dalam 10 ml akuades steril
sambil diputar dan diukur pHnya. Satu gram dari larutan tersebut kemudian
dilarutkan kembali dengan 10 ml air akuades steril, dan dipindahkan 1 ml ke dalam
akuades steril 9 ml. Dengan cara ini contoh larutan tersebut mengalami
pengenceran dari 10-1 sampai 10 –7. Satu persepuluhnya dari setiap larutan
diteteskan pada medium agar Salmonella-shigela dengan kondisi kultur 28 OC pada
permukaan selama 24 jam. Koloni yang terbentuk dalam satuan unit adalah (cFu)
log10.
Metode Analisis Kerusakan Jaringan (Histopatologi)
Analisis histopatologi diawali dengan melakukan nekropsi, kemudian organ-
organ yang akan diamati jaringannnya diambil. Tahapan-tahapannya adalah sebagai
berikut : 1. Pembuatan Sediaan Histopatologi
Organ-organ yang diambil untuk pemeriksaan histopatologi adalah hati,
limpa dan usus halus. Prosedurnya seperti diagram di bawah ini.
Fiksasi organ dengan Buffer Normal Formalin
10% selama 4-7 hari
Organ dipotong setebal 2-3 mm dan dimaukkan kedalam cassette tissue
Dehidrasi dengan alkohol 70,75,80,85,90,95 dan 100%selama 2 jam dengan alat autotechnicon
Pembuatan blok parafin dan pemotongan dengan mikrotome
Dehidrasi dengan Xylol selama 2 jam
Perekatan hasil potongan pada gelas objek dengan perekat Ewit(campuran albumin dengan gliserin 1:1)
Pengeringan dalam inkubator 54-60 OC selama 2 jam
Deparafinasi
Pewarnaan Haemotoxylin dan Eosin (HE)
Preparat ditutup dengan cover glass dan perekatPermount
Gambar 10. Diagram pembuatan sediaan histopatologi
2. Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan sediaan histopatologi diamati menggunakan mikroskop cahaya
pembesaran 10 x, 25x, dan 40x. Parameter yang digunakan dalam
mengamati perubahan histologis adalah keberadaan sel radang (netrofil,
leukosit, limfosit dan sel radang lainnya), pendarahan, hiperemia,
keberadaan bakteri, nekrosa jaringan dan perubahan-perubahan lainnya
yang dapat terlihat.
Peubah yang diukur dalam pengamatan histopatologi ini adalah jumlah sel
radang pada vili usus halus, jumlah vili rusak pada usus halus, jumlah sel
piknotik hati dan jumlah fokal pada limfa.
Feeding Trial
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis struktur vili usus halus,
kecernaan bahan pakan dan performans dengan menempatkan DOC sebanyak 60
ekor pada 12 buah kandang kelompok (5 ekor/kandang) yang dibagi dalam 3
perlakuan yaitu pemberian pakan komersial (K), pakan buatan sendiri tanpa STK (L)
dan pakan buatan sendiri dengan STK dalam air minum (LK). Pakan buatan sendiri
dan pakan komersial diberikan sejak DOC sampai akhir penelitian. Pada saat umur
ayam 23 hari, setiap ulangan diambil per ekor untuk pengamatan kecernaan
nitrogen dan energi metabolisme dengan menempatkan ayam-ayam tersebut
didalam kandang individu dengan metode modifikasi Lee (1999).
Pakan diberikan ad libitum dengan vaksinasi ND dan gumboro sesuai
jadwalnya. Dalam penelitian ini telah diukur jumlah konsumsi pakan, konsumsi
minum, bobot badan per minggu untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan
konversi pakan selama pemeliharaan. Pada akhir penelitian (35 hari) dilakukan
pengukuran bobot akhir, persentase karkas, bobot organ dalam dan pengambilan
contoh organ usus halus untuk mengetahui performan villi (Iji, 2000).
Metode Analisis Performans Vili Usus Halus
Analisis performans vili usus halus bertujuan untuk mengetahui struktur villi
yang terdiri dari tinggi vili, kedalaman kripta, lebar basal vili, lebar basal apikal, luas
permukaan vili, kerapatan villi dan tebal dinding usus. Pengukuran dilakukan secara
mikroskopis dengan menggunakan lensa okuler berskala. Penggunaan lensa okuler
berskala sebelumnya distandarisasi dengan spesimen skala bersatuan µm,
kemudian ditentukan konversi garis berhimpit antara satuan okuler dengan satuan
µm. Metode pengukuran struktur vili dan perhitungan luas permukaan vili sesuai
dengan yang dilakukan oleh Iji et al., (2000). Metode pengukuran terangkum dalam
gambar di bawah ini.
b
c
a
d
Gambar 11. Mofometrik pengukuran villi : (a) tinggi vili, (b) kedalaman kripta, (c) lebar basal vili dan (d) lebar apikal vili.
Luas permukaan vili dapat dihitung dengan rumus : Luas = (c + d) / d x a
Metode Penentuan Kecernaan Nitrogen dan Energi Metabolis
Kecernaan bahan pakan dilakukan dengan melakukan percobaan metabolis
pada kandang individu seperti yang dilakukan oleh Lee (1999). Metodenya diawali
dengan proses adaptasi pakan selama 4 hari, setelah itu dilakukan pengumpulan
eksreta setiap hari selama 2 hari berurutan. Eksreta dikumpulkan dan dimasukkan
ke dalam plastik tertutup dari jam 9 pagi sampai jam 6 pagi dengan interval setiap 30
menit sekali pada hari pertama pengumpulan. Selanjutnya ekskreta segar
dikumpulkan jam 8 pagi pada hari berikutnya. Contoh ekskreta dicampur dengan
H2SO4 20% untuk mengikat nitrogennya, kemudian dikeringkan dengan oven 60 OC
sampai bobotnya konstan. Contoh ekskreta kering selanjutnya digiling dan ditimbang
untuk analisis kandungan nitrogen (AOAC, 1994) dan pengukuran energi bruto
dengan bom kalorimeter 1563, parr.
Peubah yang dapat diukur dalam penelitian ini adalah : retensi nitrogen yang
dihitung menggunakan rumus-rumus menurut Sibbald dan Wolyntez (1984), sebagai
berikut :
Retensi Nitrogen (g) = Konsumsi N – (Ekskresi N – N Endogenous) Retensi Nitrogen (%) = Konsumsi N – (Ekskresi N- N endogenous) x 100% Konsumsi N
Nitrogen endogenous merupakan kandungan nitrogen yang nilainya diukur
dari pengumpulan eksreta pada ayam yang dipuasakan selama 24 jam. Peubah
energi metabolis meliputi nilai energi bruto eksreta, konsumsi energi, ekskresi
energi, energi metabolis semu, enegi metabolis semu terkoreksi nitrogen, energi
metabolis murni dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen.
Energi bruto eksreta (kkal/g) diperoleh dari analisis energi terhadap eksreta,
konsumsi energi diperoleh dari mengalikan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan
nilai energi bruto pakan. Sedangkan eksresi energi diperoleh dari mengalikan jumlah
eksreta dengan nilai energi bruto ekrsreta. Energi metabolis merupakan selisih
antara kandungan energi bruto pakan dengan energi bruto yang hilang melalui
eksreta. Menurut Sibbald (1980), Woliynetz dan Sibbald (1984), energi metabolis
dinyatakan dengan rumus-rumus sebagai berikut :
Energi metabolisme semu (EMS) (kkal/kg) = (EB x X) – (Ebe x Y) x 1000 X Energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen (EMSn) (kkal/kg) = (EB x X) – [(Ebe x Y) ± (8,22 x RN)] x 1000 X Energi metabolisme murni (EMM) (kkal/kg) = (EB x X) – [(Ebe x Y) – (Ebk x Z)] x 1000 X Energi metabolisme murni terkoreksi nitrogen (EMMn) (kkal/kg) = (EB x X) – [(Ebe x Y) – (Ebk x Z) ± (8,22 x RN)] x 1000 X Keterangan : EB : Energi bruto ransum (kkal/kg) EBe : Energi bruto eksreta (kkal/kg) Ebk : Energi bruto endogenous (kkal/kg) X : Konsumsi ransum (g) Y : Berat eksreta ayam yang diberi ransum perlakuan (g) Z : Berat eksreta ayam yang dipuasakan (g) RN : retensi nitrogen (g) 8,22 : nilai setara bnitrogen sama dengan nol (kkal/kg) dalam sibbald (1981)
Rancangan Percobaan
Penelitian untuk uji inhibisi STK in vitro dirancang dengan percobaan acak
lengkap 2 faktor yaitu faktor pertama jenis STK yaitu STK teh hijau10g, teh hijau
70g, teh hitam 10g dan teh hitam 70g. Faktor kedua adalah dosis pengenceran yaitu
1%, 5%, 10% dan kontrol (100%). Penelitian dilakukan dengan tiga ulangan (4 x 4 x
3). Dengan model matematika sebagai berikut :
Model matematika dari rancangan ini adalah :
Yijk = µ + τi + γj + (τ γ)ij + εijk Keterangan :
Yijk = respon pada faktor I taraf ke-i , faktor II taraf ke j ulangan ke-k τI = efek utama faktor kelompok ayam taraf ke i γj = efek utama faktor jensi pakan taraf ke j
(τ γ)ij = pengaruh interaksi antara faktor I taraf ke-I dan faktor II taraf ke-j εijk = error pada faktor I taraf ke-I faktor ke II taraf ke-j ulangan ke-k
µ = nilai rataan umum.
Perlakuan-perlakuan dalam penelitian uji In vitro ini adalah :
- Faktor pertama : 1. STK teh hijau 10g 2. STK teh hijau 70g 1. STK teh hitam 10g 2. STK teh hitam 70g
- Faktor kedua : 1. Dosis 1% 2. Dosis 5% 3. Dosis 10% 4. Kontrol (100%)
Penelitian uji in vivo inhibisi STK terhadap Salmonella sp dirancang dengan
rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 2 ulangan (4x2). Perlakuannya
adalah :
1. Perlakuan kontrol (tanpa STK dan tanpa infeksi Salmonella sp) (K). 2. Perlakuan kontrol negatif (infeksi Salmonella sp) (S) 3. Perlakuan pemberian STK teh hijau 70g 1% untuk pencegahan (P-1) 4. Perlakuan pemberian STK teh hijau 70g 1% untuk pengobatan (T-1)
Penelitian feeding trial dilakukan dengan menggunakan pakan buatan sendiri
dan pakan komersial. Penelitian untuk uji performans dirancang dengan rancangan
acak lengkap tiga perlakuan dan empat ulangan (3x4) sedangkan penelitian untuk uji
retensi nitrogen dan energi metabolis dirancang dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan
(3x3). Perlakuan-perlakuannya adalah :
1. Perlakuan pakan buatan sendiri + STK teh hijau 70g 1% (LK) 2. Perlakuan pakan buatan sendiri tanpa STK (L) 3. Perlakuan pakan Komersial tanpa STK (K)
Model matematika dari rancangan ini adalah :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan : Yij = pengamatan pada perlakuan ke i dan ulangan ke j τI = pengaruh perlakuan ke i εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = nilai rataan umum.
Selanjutnya jika berbeda nyata dilakukan uji kontras (Steel dan Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia STK
Hasil analisis gula total pada semua jenis STK menunjukkan pengurangan
jumlahnya pada saat fermentasi 10 hari (Tabel 1). Hal ini disebabkan oleh terurainya
gula dalam proses fermentasi yang dimanfaatkan oleh mikrobe untuk menghasilkan
energi dan pertumbuhannya. Sebaliknya terjadi peningkatan protein setelah 10 hari
fermentasi (Tabel 1), hal ini menjelaskan bahwa dalam proses fermentasi tebentuk
zat-zat metabolit mengandung N, adanya enzim atau peningkatan jumlah bakteri
yang teranalisis kandungan nitrogennya.
Gula yang digunakan dalam pembuatan kombucha merupakan gula tebu
yang sebagian besar merupakan gula sukrosa. Saat proses fermentasi, sukrosa
terurai menjadi fruktosa dan glukosa oleh enzim invertase yang dihasilkan
Saccharomyces. Glukosa yang terbentuk dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter
dalam membentuk selulosa mikrob dan sebagian diubah menjadi energi untuk
pertumbuhannya. Fermentasi glukosa menjadi energi melalui proses glikolisis jalur
embden-mayerhoff. Proses biokimia yang terjadi dalam fermentasi tersebut juga
melibatkan beberapa nutrisi dan menghasilkan metabolit-metabolit. Pengurangan
gula total pada semua jenis STK di hari ke-10 fermentasi, jumlahnya hampir sama
yaitu 41,4 - % sampai dengan 43,9%.
n Sukrosa (Glukosa)n + n fruktosaInvertase
Gambar 12. Proses penguraian sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
Penambahan jumlah protein total setelah fermentasi 10 hari, disebabkan
oleh aktifitas fungsi Saccharomyces untuk melakukan biosisntesisi asam amino dari
kandungan nutrisi teh STK. Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya kandungan
asam-asam amino setelah fermentasi 10 hari (Tabel 2).
Tabel 1. Kandungan gula total dan protein total beberapa jenis STK pada
hari ke-0 dan hari ke-10 fermentasi.
Uraian Teh Hijau 10 g Teh Hijau 70 g Teh Hitam 10 g Teh Hitam 70 g 0-hari 10-Hari 0-hari 10-Hari 0-hari 10-Hari 0-hari 10-HariGula Total (%) 10,8 6,27 12,24 7,17 10,98 6,35 12,78 7,17 Perubahan (%) (41,9) (41,4) (42,2) (43,9)Protein (%) 2,22 3,01 3,6 3,81 2,31 3,03 3,44 3,6 Perubahan (%) 35,5 5,8 31,2 4,65Analisis lab Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Deptan, Bogor Kualitas STK berdasarkan asam amino dapat dilihat dari nilai skor kimia dan
faktor pembatasnya. Hasil perhitungan skor kimia dan faktor pembatasnya
menunjukkan bahwa jenis STK teh hijau 10 g mempunyai faktor pembatas pada
asam amino Lisina dengan skor kimia 26,39. Sedangkan jenis STK lainnya
mempunyai faktor pembatas pada asam amino Glisina dengan skor kimia 20,28
(STK teh hijau 70 g); 25,3 (STK teh hitam 10 g) dan 27,09 (STK teh hitam 70 g).
Kandungan jenis asam amino penting yang mengandung Sulfur yaitu asam
amino metionina dan sisteina jumlahnya cukup besar pada semua jenis STK. Jenis
asam amino tersebut dapat memberikan suplementasi Sulfur pada rantai karbon
yang tidak bisa ditambahkan oleh sel-sel hewan. Kombinasi kedua asam amino
tersebut bersifat satu jalur yaitu sisteina merupakan bagian dari metionina karena
gugus Sulfur pada asam amino sisteinina dapat diperoleh dari asam amino
metionina, tetapi tidak sebaliknya.
Tabel 2. Kandungan asam amino beberapa jenis suspensi teh fermentasi kombucha pada hari ke-0 dan hari ke-10 fermentasi (ppm)
Jenis Teh Hijau 10 gram Teh Hijau 70 gram Teh Hitam 10 gram Teh Hitam 70 gramAsam Amino 0-hari 10-Hari 0-hari 10-Hari 0-hari 10-Hari 0-hari 10-Hari Asam aspartat 382 606 496 588 402 676 528 606Asam glutamat 386 674 778 604 394 634 286 700Serina 256 336 560 316 264 316 410 440Glisina 258 280 534 252 236 250 266 318Histidina 456 562 334 336 426 354 258 548Arginina 554 648 620 740 512 626 690 8540Alanina 214 298 216 296 230 250 230 328Prolina 202 772 644 812 254 522 738 872Tirosina 522 532 534 816 492 556 668 874Valina 390 510 502 540 254 328 370 670Metionina 600 746 790 1196 528 764 388 902Sisteina 408 542 498 828 396 520 230 1006Isoleusina 372 480 538 712 326 462 448 948Leusina 656 732 740 916 620 634 604 1998
Lisina 386 414 426 584 364 438 512 822Analisis lab Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Deptan, Bogor Komposisi kimia lain yang diamati adalah asam organik yang terbentuk dari
proses fermentasi teh kombucha. Sesuai dengan sifat mikrobe yang terlibat dalam
fermentasi ini maka beberapa asam organik yang dominan terbentuk menunjukkan
kondisi biokimia yang sedang berlangsung dengan produk-produknya. Kandungan
asam organik pada beberapa jenis STK seperti pada Tabel 3.
Asam organik oksalat mempunyai nilai yang besar terkandung pada semua
jenis STK. Hal ini menunjukkan proses fermentasi masih berlangsung pada
metabolisme sekunder dalam menghasilkan energi dari siklus kreb bersama dengan
asam piruvat. Asam tanat sebagai antinutrisi yang terkandung banyak didalam teh,
jumlahnya lebih sedikit pada STK teh hijau 70 g dibandingkan dengan STK teh hijau
10 g, hal ini menunjukkan bahwa jumlah teh yang lebih banyak pada STK teh hijau
tidak menghasilkan jumlah asam tanat dalam jumlah besar pula setelah fermentasi
10 hari.
Tabel 3. Kandungan asam organik beberapa jenis STK (ppm)
Komposisi Teh Hijau 10 gram Teh Hijau 70 gram Teh Hitam 10 gram Teh Hitam 70 gram
Glukonat 1,02 0,95 0,82 1,15 Gukoronat 5,61 5,84 5,27 8,43 Oksalat 8,61 12,40 7,13 14,50 Tartarat 0,20 0,20 0,18 0,29 Malat 0,10 0,19 0,09 0,02 Asetat 2,60 4,00 2,40 2,50 Tanat 4,90 2,40 2,11 4,80 Fenolat 4,67 3,51 3,15 4,92 Folat 0,10 0,10 0,05 0,10 Vanilat 0,02 0,02 0,01 0,19 Analisis lab Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Deptan, Bogor
Proses berkurangnya beberapa kandungan asam organik setelah fermentasi merupakan
fungsi dari mikrobe dalam STK yang memanfaatkan asam organik sebagai substrat untuk pertumbuhannya. Adanya asam organik glukoronat merupakan indikator terbentuknya beberapa produk metabolit lain dari jalur metabolis asam glukoronat yaitu selulosa mikrobe, Sacharolacton dan vitamin C (Gambar 13). Asam asetat yang ada dalam STK merupakan hasil oksidasi etanol oleh Acetobacter.
Hasil analisis Laboratorium Kappa (1996) komposisi kimia pada salah satu produk yaitu Kombucha PowerProduct(R), menunjukkan hasil yang berbeda dengan jenis STK yang digunakan dalam penelitian ini. Perbedaan dipengaruhi oleh lama fermentasi, kultur mikrob dan jenis teh yang digunakan. Sedangkan konsentrasi dan jenis gula yang digunakan sama. Produk kombucha tersebut dihasilkan dari fermentasi selama 15 hari sehingga jumlah konsentrasi gula totalnya lebih rendah dan tidak terdeteksi adanya kandungan protein. Lama fermentasi juga mempengaruhi tingginya kandungan asam asetat, asam glukoronat, asam folat dan asam glukonat dalam produk tersebut.
Gambar 13. Siklus asam glukoronat dalam proses fermentasi STK (Hoffman, 2000)
Tabel 4. Komposisi kimia kombucha PowerProduct(R)
Komposisi Kimia Jumlah
Lemak Total 0,0 Kalsium 0,0 Karbohidrat Total 4,0 % Gula Total 5,6 % Protein Total 0,0 Vitamin C 3,9 ppm Niacinamid 21,7 ppm Asam Folat 9,4 ppm Asam Glukoronat 0,2 % Asam Glukonat 3,0 % Asam Asetat 0,5 % Asam Laktat 0,1 %
Hasil Analisis Lab. Kappa, Miami Florida (1996). Komposisi Mikrobe pada STK
Analisis jenis dan jumlah mikrobe yang tumbuh dalam suspensi teh fermentasi kombucha bertujuan untuk mengemukakan potensinya sebagai probiotik. Hasil identifikasi mikrobe dengan menggunakan pewarnaan gram dan pengamatan mikroskopis pada STK adalah :
1. Bakteri Acetobacter : teridentifikasi memiliki koloni berbentuk elips sampai
batang, berwarna putih terang dan menempel kuat pada medium. Merupakan
gram negatif (Gambar 14.1). Koloninya setelah diamati secara mikroskopis
tampak beberapa selnya bersama dengan sel Saccharomyces (Gambar 14.1).
Bakteri ini juga mampu membentuk selulosa dan dalam pengamatan
mikroskopis nampak terkumpul dengan serat-seratnya. (Gambar 14.2).
2. Saccharomyces cereviseae: Mikroorganisme lain yang ada pada teh fermentasi
kombucha. Bentuk koloni dan selnya lebih besar dibanding dengan bakteri
(Gambar 14.1). Jumlahnya terbesar pada STK teh hitam 10 g ( 1.96 x 107). STK
teh hijau 70 g yang digunakan dalam penelitian selanjutnya memiliki jumlah
koloni Saccharomyces yang cukup besar yaitu 5.1 x 106.
3. Saccharomyces lain : melalui pengamatan mikroskopis mempunyai bentuk yang
lebih besar dari Saccharomyces cereviseae, tidak berfilamen dan berbentuk
batang sampai dengan sedikit elips. Melalui bentuk sel ini mikroorganisme
tersebut diidentifikasi sebagai Zygosaccharomyces (Gambar 14.3).
4. Bakteri Sarcina : Pada medium Luria berthani tumbuh beberapa koloni bundar
berwarna kuning dan melalui pengamatan mikroskopis teridentifikasi sebagai
baketri Sarcina. Bakteri ini sebenarnya tidak diharapkan tumbuh pada teh
fermentasi kombucha. Tetapi pada STK teh hijau 70 g tidak tumbuh bakteri ini.
5. Bakteri Bacillus : bentuk selnya batang-batang dan lebih kecil dibandingkan
dengan Zygsaccharomyces (Gambar 14.4). Bakteri ini hanya teridentifikai pada
STK teh hjau 10 g.
Tabel 5. Jumlah koloni mikrobe yang teridentifikasi dalam beberapa STK pada
hari ke-10 fermentasi.
Jenis Kombucha Jumlah (cfu)
Aceto
Saccharomyces
Zygosaccharomyces
Sarcina
Bacillus
Teh Hitam 10 3,2 x 1,96 x 107 0,0 0,0 0,0
g 105
Teh Hitam 70 g
3,6 x 106 6,0 x 106 (3,0) x 103
(1,0) x 104 0,0
Teh Hijau 10 g
3,3 x 106 4,0 x 106 2,0 x 102
4,03 x 106
(2,05) x 105
Teh Hijau 70 g
1,5 x 107 5,1 x 106 5.1 x 102 0,0 0,0
Medium : Luria berthani, Acetobacteia dan Yeast master
1 2
3
4 Gambar 14. (1) Bakteri Acetobacteria bersama dengan sel Sacharomyces cereviseae, (2) Kumpulan Acetobacteria membentuk nata dan sedikit Sacharomyces, (3) Zsgosacahromyces, (4), Bakteri bacillus.
Komposisi mikrobe pada jenis STK yang digunakan dalam penelitian ini
mengandung beberapa mikrobe utama yang sama dengan hasil analisis Hesseltine
(1965) yaitu bakteri Acetobacter dan Saccharomyces. Komposisi mikrobe menurut
Hesseltine (1965) terdiri paling sedikit 3 mikroorganisme yaitu : bakteri Acetobacter
xylinum dan dua jenis yeast Zygosaccharomyces rouxii dan Candida sp. Mikrobe
lainnya yang berbeda dan tumbuh pada STK yaitu bakteri jenis Bacillus dan Sarcina.
Jumlah bakteri Acetobacter pada STK teh hijau 70 g lebih banyak dibandingkan
dengan jenis STK lainnya, hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut dapat tumbuh
lebih baik pada jenis teh hijau dengan konsentrasi 70g karena didukung oleh
komposisi nutrisi yang juga lebih baik pada jenis STK tersebut.
Mikrobe golongan yeast dalam STK merupakan mikrob fakultatif anaerob
yang menghasilkan etanol saat oksigen tidak tersedia (fermentasi beralkohol).
Ketersediaan oksigen dalam STK dihambat oleh terbentuknya bagian zooglea pada
permukaan STK sehingga terjadi fermentasi beralkohol menghasilkan etanol
(Gambar 15). Etanol yang dihasilkan teroksidasi menjadi asam asetat oleh bakteri
Acetobacter. Bakteri Acetobacter dalam STK teh hijau 70 g jumlahnya lebih banyak
dibandingkan dengan jenis STK lainnya. Hal ini menghasilkan jumlah asam asetat
yang terbentuk dalam STK teh hijau 70 g juga lebih banyak dibanding dengan jenis
STK lainnya. Bakteri Acetobacter merupakan bakteri aerob terbatas sehingga untuk
memenuhi kebutuhannya terhadap oksigen, bakteri tersebut tumbuh dibagian
permukaan dan membentuk jalinan selulosa. Jalinan selulosa tersebut disebut
sebagai bagian zooglea dari teh fermentasi kombucha. Jalinan selulosa yang
dibentuk oleh Acetobacter dibentuk dengan memanfaatkan glukosa masuk kedalam
selnya dan diubah menjadi UDP-Glukosa sebagai substrat untuk enzim Cellulase
syntetase yang dihasilkan oleh Acetobacter (Gambar 16).
Asam Piruvat
CO2
Asetaldehide Etil alkohol(Etanol)
NADH NAD
CH3COH + O2Etanol
CH3COOH + H2OAsam Asetat
Acetobacterxylinum
Gambar 15. Peranan mikrobe Acetobacter dan Yeast dalam fermentasi STK
Gambar 16. Biosintesis selulosa oleh bakteri Acetobacter
Potensi STK dalam Mengontrol Salmonella sp
Inhibisi STK terhadap Salmonella sp In vitro
Uji inhibisi STK terhadap bakteri Patogen yaitu Salmonella sp nyata terlihat
melalui zona bening yang terbentuk (Gambar 17). Diamater zona beningnya
menunjukkan besarnya penghambatan dengan menggunakan 0,2 ml teh fermentasi
kombucha. Nilai penghambatan terbesar pada STK teh hijau 70 g (Tabel 6). Hal ini
juga yang menjadi dasar penggunaan kombucha pada penelitian selanjutnya.
Dalam waktu inkubasi 3 hari setelah pengamatan zona bening nampak masih
bersih, tetapi setelah itu zona tersebut mulai ditumbuhi kembali oleh koloni-koloni
yang teramati secara mikroskopis sebagai bakteri Salmonella sp. Dari pengamatan
ini diketahui bahwa STK dapat menghambat pertumbuhan Salmonella sp secara
invitro tetapi resistensinya tidak lama sehingga membunuhnya tidak secara
permanen.
Pada beberapa pengenceran STK jenis teh teh hijau 10 g, teh hitam 10 g dan
teh hitam 70 g (1%, 5%, dan 10%) juga terlihat berbeda sangat nyata (p<0.01) daya
inhibisinya. Sedangkan pengaruh pengenceran tidak nyata pada jenis STK teh hijau
70 g (tabel 6). Zona bening yang lebih besar pada jenis STK teh hijau 70 g dibanding
dengan yang lain menunjukkan bahwa STK teh hijau 70 g lebih optimum sebagai
STK dengan dosis 1% digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya.
Tabel 6 . Rataan diameter zona bening (mm) daya hambat STK terhadap
bakteri Salmonella sp pada beberapa pengenceran.
Dosis Teh hijau-10 Teh hijau-70 Teh hitam-10 Teh hitam-70
1% 6,72 ± 0,78b 9,19 ± 0,04b 5,97 ± 0,36a 5,97 ± 0,1a
5% 7,79 ± 0,35b 9,04± 0,27b 5,87 ± 0,22a 5,27 ± 0,01a
10% 7,46 ± 0,25b 9,57 ± 0,52b 5,43 ± 0,45a 8,21 ± 0,89b
Kontrol (100%) 13,00 ± 0,0c 17,00 ± 1,73d 10,00 ± 1,0bc 14,00 ± 1,0c
Keterangan : Huruf superscript yang beda dalam baris dan kolom yang sama menunjukkan beda sangat nyata (p<0.01)
Gambar 17. Zona bening hambatan STK terhadap Salmonella sp (1).hit 70 (2) Hij 70 (3) Hij 70 (4) Hij 10.
Daya inhibisi teh fermentasi kombucha tersebut secara invitro disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu kondisi asam dan zat antimikrobe yang ada dalam STK
yaitu asam organik glukoronat. Cara kerja asam organik dalam menghambat
pertumbuhan mikroorganisme adalah menurunkan nilai pH lingkungannya, yang
selanjutnya berpengaruh pada peningkatan kecernaan bahan, keseimbangan
mikroflora, dan meningkatkan metabolisme. Beberapa asam organik selektif
terhadap mikroorganisme tertentu dengan mengeluarkan antimikrobe tertentu pula.
Efek antimikrobe dari asam organik disebabkan oleh adanya proton dan anion
dalam asam organik yang terpisah setelah melalui dinding sel bakteri dan
mempengaruhi serta merusak sintesis protein bakteri, sehingga sel-sel bakteri dalam
keadaan stress dan tidak dapat memperbanyak diri. Asam organik juga
menghancurkan sintesis DNA, metabolis asam amino dan metabolis energi pada
mikroorganisme. Asam merendahkan pH dari intraseluler mikrob dan mengakibatkan
peningkatan permeabilitas membran sel, asam lipopilik lemah seperti laktat, asetat
atau propionat mampu melewati sel membran serta memberikan kondisi asam
dibagain dalam sel. Keadaan asam dalam sel tersebut dinetralkan oleh mikrob
dengan cara memindahkan proton, sehingga energi sel semakin berkurang dan
pertumbuhan pun terhambat.
Pulyalto (2000) menjelaskan bahwa ketika derajat keasaman pH lebih rendah
dari pK (pemisahan asam kontan) terjadi peningkatan HA (asam nondissociated)
dan meningkatkan lajunya melalui sel membran sehingga menimbulkan efek
baktericidal. Sedangkan ketika pH lebih tinggi dari pK maka proton terpisah akan
ditempatkan pada lingkungan sekitarnya sehingga efeknya hanya pada
bakteriostatik.
Beberapa jenis mikrobe memiliki lingkungan pH-nya masing-masing (Gambar
18). Sebagai lingkungan optimum yang dapat membantu pertumbuhannya, tetapi
sebaliknya jika kondisi tersebut tidak sesuai dengan mikrobenya maka
pertumbuhannnya akan terhambat.
Yeast- CO2/alkohol
Salmonella E.Coli/Camphilobacter/cl
ostridium
Bakteri asam
Gambar 18. Pengaruh pH pada beberapa mikrobe (sumber : BroilerNLMaster- Trade, 1999).
Inhibisi STK Teh Hijau 70 g 1% terhadap Salmonella sp In vivo
Hasil analisis pengamatan jumlah koloni Salmonella sp pada usus halus dan
hati seperti pada Tabel 7 dan Gambar 19. Adanya inhibisi STK terhadap Salmonella
sp in vitro dibuktikan pula dengan hasil uji inhibisi In vivo. Inhibisi in vivo terlihat dari
jumlah kolonisasi Salmonella sp yang berkurang setelah diberikan STK 1%. Jumlah
koloni Salmonella sp pada organ usus halus dan hati berkurang pada perlakuan
pemberian STK 1% sebelum (P1) dan sesudah infeksi bakteri tersebut (T1). Secara
alami tanpa diinfeksi bakteri Salmonella sp, ditemui pada organ usus halus dan hati
(perlakuan kontrol K) yang jumlahnya lebih rendah dari perlakuan yang diinfeksi
Salmonella sp (kontrol negatif S) sebanyak ~1 x 105 cfu.
Pada organ usus halus jumlah koloni Salmonella sp sangat nyata (p<0,01)
berkurang setelah diberi STK dengan metode pencegahan maupun pengobatan
pada semua dosis. Pemberian STK untuk pencegahan mempunyai pengaruh yang
sama dengan pemberian STK untuk pengobatan. Demikian pula pada organ hati,
pemberian STK sebelum dan setelah infeksi Salmonella sp sama pengaruhnya
dalam menghambat bakteri Salmonella sp.
Tabel 7. Rataan jumlah koloni Salmonella sp pada usus halus dan hati ayam
broiler umur 9 hari pada beberapa perlakuan (cfu/g)
Jumlah Koloni Salmonella sp (cfu/g) Perlakuan
Usus Hati Kontrol (K) 4.30 x 105 a 1.18 x 104 a
Kontrol negatif (Salmonella ,S) 4.30 x 106 b 4.55 x 105 a
Pencegahan 1% (P1) 4.20 x 105 a 3.45 x 104 a
Pengobatan 1% 5.35 x 105 a 2.47 x 105 a
Keterangan : Huruf superscript yang beda dalam kolom yang sama menunjukkan beda nyata (p<0.05)
90.23
87.56
92.42
84.21
8082848688909294
S-P1 S-T1
Pengurangan terhadap S
Pers
enta
se p
engu
rang
an
(%) Usus Halus
Hati
Gambar 19. Grafik Pengurangan jumlah koloni Salmonella sp pada usus dan hati
Berkurangnya jumlah koloni Salmonella sp pada perlakuan pemberian STK
menunjukkan adanya mekanisme inhibisi STK terhadap pertumbuhan bakteri
Salmonella sp pada usus halus. Seperti halnya pada hasil penelitian pendahuluan
mengenai efek inhibisi teh fermentasi kombucha in vitro, mekanisme inhibisi dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi asam yang dihasilkan oleh asam
organik dan zat nutrisi yang ada pada STK. Mekanisme inhibisi in vivo tersebut
menjadi lebih komplek disebabkan tidak hanya oleh kondisi asam dan adanya zat
antimikroba pada kombucha, tetapi juga oleh faktor fisiologis tubuh ayam broiler
seperti berfungsinya asam glukoronat sebagai zat detoksifikasi.
Salmonella sp mempunyai beberapa macam toksin, yaitu enterotoksin, endotoksin dan Cytotoksin serta fimbria tipe 1 untuk pelekatan pada permukaan selnya (Madigan et al., 2000). Zat-zat tersebut fungsinya dihambat oleh asam glukoronat melalui mekanisme konjugasi (Hoffman, 1999). Selanjutnya dijelaskan bahwa biosintesis dari konjugasi sederhana dari asam glukoronat dapat terjadi oleh transfer glukoronyl dari bentuk aktif UDP (uridine difosfat)-asam glukoronat yang merupakan turunan senyawa dari glukosa melalui UDP-Glukosa. Bentuk aktif dari UDP-Asam-Glukoronat dibentuk didalam hati dari semua hewan termasuk primata dan konjugasinya (kombinasi dengan) bahan beracun membuat zat tersebut lebih bersifat larut dalam air yang selanjutnya dapat diikuti dengan pengurangan racun tersebut melalui eksresi, Ikatan dengan racun ini dikatalis oleh enzim UDP-Glucoronyltrasferase yang ditemukan disemua bagian organ tubuh, jantung, hati, ginjal, kelenjar adrenal, limpa, tymus dsb.
Enzim lain yaitu Glucoronidase bekerja sebaliknya yaitu memecah bahan-
bahan konjugasi (glucoronida-glucoronida) terpisah lagi untuk membebaskan
hormon hormon dan bahan kimia lain yang dibutuhkan. Hal tersebut dikendalikan
oleh zat yang disebut Sacharolactone yang dapat menghambat aksi tersebut.
Saccharolactone merupakan zat metabolit intermediate yang juga dihasilkan dalam
proses fermentasi kombucha (Gambar 13). Secara alami bakteri dalam usus dapat
menggunakan enzim ini untuk memecah glucoronida-glukoronida menjadi
komponen-komponennya yang diikuti oleh penyerapan kembali asam glukoronat
dan bahan konjugasinya (racun atau obata-obatan) pada kondisi yang larut dalam
lemak melalui dinding usus halus. Racun dengan molekul yang lebh kecil secara
normal dieksresi melalui urin selanjutnya terjadi biontransformasi pembebasan oleh
enzim enzim bakteri (Levine 1978).
Inhibisi Salmonella sp oleh kombucha diduga juga terjadi melalui kompetisi
antara Salmonella sp dengan STK terhadap reseptor pada permukaan epitel vili
usus halus. Faktor fimbria tipe1 yang khusus pada Salmonella sp dan memiliki
reseptor pada usus, tergantikan oleh STK sehingga Salmonella sp tidak dapat
melekat pada permukaan vili usus halus. Hal ini terlihat pada gambaran histopatologi
perlakuan pencegahan (P1) (Gambar 20.4).
Gambaran histopatologi perlakuan pencegahan (P1) menunjukkan adanya
beberapa mikrobe yang tidak langsung melekat pada epitel vili usus halus, tetapi
terhalang oleh serabut diatas vili usus halus. Serabut tersebut diduga merupakan
selulosa bakteri yang dihasilkan dari STK, dan mikroba yang melekat pada serabut
tersebut teramati sebagian merupakan bakteri Salmonella sp. Seperti yang
dilaporkan oleh Cotter (1997) bahwa penggunaan salah satu jenis oligosacaharida
yaitu Mannan Oligosacaharida (MOS) pada pakan unggas dapat meningkatkan
respon kekebalan dan menjadi salah satu satu alternatif antibiotik pemacu
pertumbuhan. Mekanismenya dijelaskan bahwa MOS memiliki reseptor yang sama
dengan reseptor Salmonella sp sehingga dapat mencegah Salmonella melekat pada
sel permukaan untuk masuk kedalam enterocytes melalui penjerapan nutrien
pertumbuhan, enzim pencernaan, dan racun racun. Spring (1997) juga melaporkan
bahwa penggunaan MOS dapat mengurangi konsentrasi Salmonella typhimurium
pada sekum ayam melalui mekanisme yang sama.
1 2
c
a
b
3 4 Gambar 20. Gambaran histopatologi kerusakan jaringan usus halus melalui pemaparan vili-vilinya. (1) Permukaan vili normal pada perlakuan K (2) kolonisasi bakteri pada permukaan vili (a) pada perlakuan S (3) penampakan vili rusak perlakuan S, deskuamasi sel epitel (b) (4) Perlakuan P1 menujukkan vili normal, ada kolonisasi bakteri tapi tidak menempel pada epitel vili melainkan terhambat oleh benang tipis yang diduga selulosa (c).(Pewarnaan HE, 1500x)
Gambaran Histopatologi Pengaruh STK dalam Menghambat Bakteri Salmonella sp. Hasil pengamatan mikroskopis histopatologi pada organ usus halus dan hati
menunjukkan adanya pengaruh STK dalam mengatasi kerusakan jaringan akibat
infeksi Salmonella sp. Beberapa parameter yang diamati adalah, jumlah vili rusak
pada usus vili (%), jumlah sel radang (per vili), jumlah sel piknotik hati, dan jumlah
fokal pada limpa.
Hasil pengamatannya pada Tabel 8 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata (p<0.05) pada pengamatan jumlah vili rusak dan jumlah sel piknotik pada
hati. Hasil analisis staitistik juga menghasilkan perbedaan yang sangat nyata
(p<0.01) antar perlakuan pada pengamatan jumlah sel radang pada vili usus halus.
Sedangkan pengamatan jumlah fokal limpa juga menunjukkan perbedaan yang
nyata antara perlakuan.
Tabel 8. Rataan jumlah vili rusak (%), jumlah sel radang per vili (sel) dan
jumlah sel piknotik hati (sel), dan jumlah fokal limpa (fokal)
Perlakuan Jumlah vili Rataan Jumlah sel Jumlah
rusak usus halus
Jumlah Sel radang vili usus halus
piknotik hati Fokal Limpa
% Sel Sel Fokal Kontrol (K) 22 ± 2,83b 9,8 ± 0,71c 17,7 ± 6,93b 175 ± 5,66b
Kontrol negatif (Salmonella ,S) 62 ± 8,49c 18,2 ± 1,7d 25,9 ± 0,42b 150 ± 2,83a
Pencegahan 1% (P1) 6 ± 8,49a 1,25 ± 0,64a 12,7 ± 10,61a 195 ± 8,48c
Pengobatan 1% 10 ± 2,83a 5,65 ± 1,77b 12,9 ± 0,42a 180 ± 4,24c
Ket : huruf superscript yang beda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata dan sangat nyata (p< 0,01 dan p<0,05)
Pemberian STK 1% untuk pencegahan (P-1) dan pengobatan (T-1) nyata
mengurangi jumlah kerusakan villi. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya koloni
Salmonella sp pada villi (Gambar 19). Keberadaan bakteri Salmonella sp pada villi
dapat menyebabkan terganggunya proses absorpsi pasif air, keseimbangan asam
basa, dan ketidakseimbangan pertumbuhan vili. Oleh karena itu kerusakan villi
berkurang pada perlakuan pemberian STK.
Kerusakan vili juga ditandai dengan adanya deskuamasi atau pengelupasan
sel-sel epitel vili. Perlakuan kontrol negatif (S) yang hanya diinfeksi Salmonella sp
mempunyai kerusakan vili nyata lebih besar dari semua perlakuan. Hal ini
disebabkan oleh kolonisasi bakteri pada vili mengakibatkan dekonjugasi asam
empedu, prisipitasi pH pada saluran pencernaan dan hilangnya sirkulasi
penyimpanan hasil-hasil metabolis. Beberapa serapan usus halus tejadi secara
pasif, tetapi dihidroksi sekunder garam-garam ampedu menyebabkan kerusakan
enterocytes. Pertumbuhan koloni bakteri juga menyebabkan penekanan alkalin
posfat di sekitar enterocytes.
Kerusakan vili dan jumlah sel radang menunjukkan suatu gangguan pada
pertumbuhan vili atau menyebabkan kerusakan struktur vili. Sel radang
menunjukkan adanya peradangan usus yang ditandai dengan banyaknya sel-sel
berinti polimorf terutama sel sel leukosit yang bermigrasi dan tertimbun didalam
mukosa dan mukosa lamina pria. Perlakuan P-1 dan T-1 juga nyata (p<0.01)
mengurangi jumlah sel radang pada vili usus halus. Jumlah sel radang pada
perlakuan salmonella sp lebih besar dari perlakuan lainnya, hal ini disebabkan oleh
adanya koloni Salmonella sp yang banyak tumbuh diatas permukaan vili usus halus
sehingga terjadi peradangan.
Pengamatan histopatologi jaringan hati menunjukkan bahwa jumlah sel
piknotik terlihat lebih besar pada perlakuan Salmonella (S) dibandingan dengan
perlakuan pemberian kombucha. Sel piknotik menunjukkan adanya pemadatan,
pengecilan dan perubahan degeneratif sehingga inti sel memadat dan menggumpal
menjadi massa padat. Sel piknotik terkumpul membentuk suatu sarang radang yang
terjadi akibat proses metabolisme terganggu. Keadaan histopatologi hati yang lain
adalah terjadinya degenerasi lemak yang ditandai dengan vakuolisasi yaitu lubang-
lubang kecil dan besar pada sitoplasma hepatosit (Gambar 21). Hal ini menunjukkan
bahwa infeksi Salmonella sp juga mempengaruhi kerusakan hati meskipun tidak
terlihat adanya sarang radang pada hati.
Jumlah sel piknotik hati nyata (p<0,05) berkurang pada perlakuan pemberian
STK (P1 dan T1). Perjalanan Salmonella sp menuju organ hati lebih banyak dicegah
pada perlakuan pemberian STK 1% sebelum infeksi Salmonella sp (P1). Hal ini
ditunjukkan pada pengurangan jumlah kolonisasi Salmonella sp pada perlakuan P1,
lebih besar pada organ hati dibanding dengan organ usus halus.
1
2
3
4 . Gambar 21. Gambaran histopatologi hati pada beberapa perlakuan : 1. Kontrol, 2. P-1, 3. S dan 4. T-1 (pewarnaan HE, pembesaran 60x)
Pengaruh STK terhadap Performans Ayam Broiler Pengaruh STK terhadap Performans Vili Usus Halus
Pengamatan pada duodenum tidak terlihat perbedaan yang nyata pada
beberapa performan vili, kecuali kerapatan vili (Tabel 9). Sama halnya dengan
pengamatan pada bagian jejunum (Tabel 10). Perbedaan kerapatan villi
mempengaruhi struktur vili dan luas permukaannya. Pada luas permukaan vili
meskipun secara statistik sama, tetapi nilainya lebih besar pada perlakuan pakan
buatan sendiri yang ditambah STK 1% (LK). Disamping itu, dengan nilai kerapatan
yang lebih kecil atau jumlah vili yang lebih sedikit per satuan panjang pada
perlakuan LK menunjukkan bahwa struktur vilinya mempunyai lebar vili yang besar
dibanding dengan perlakuan K dan L.
Tabel 9. Pengaruh pakan berbeda dan pemberian STK teh hijau 70 g 1%
terhadap performans villi duodenum
Parameter Perlakuan K L LK
Kedalaman kripta (µm) 424,44 ± 54,97 380,00 ± 36,56 397,78 ± 20,81
Tinggi Villi (µm) 1277,78 ± 12,23 1108,33 ± 15,18 1413,33 ± 23,11
Luas Permukaan villi (mm2) 1,73 ± 0,27 1,82 ± 0,17 2,63 ± 0,47
kerapatan villi (per mm) 8,08 ± 0,38 ab 9,83 ± 0,52 a 7,06 ± 0,35 b
Tebal dinding Usus (mm) 0,40 ± 0,00 0,43 ± 0,06 0,27 ± 0,03 Keterangan : Huruf superscript yang beda dalam baris yang sama menunjukkan beda nyata dan sangat nyata (p<0.01 dan p<0.05)
Tabel 10. Pengaruh pakan berbeda dan pemberian STK teh hijau 70 g 1%
terhadap performans villi jejunum.
Parameter Perlakuan K L LK
Kedalaman kripta (µm) 513,33 ± 30,51 440,00 ± 25,43 483,33 ± 20,55
Tinggi Villi (µm) 1010,00 ± 64,52 988,33 ± 96,36 970,83 ± 45,48
Luas Permukaan villi (mm2) 2,50 ± 0,49 2,73 ± 0,63 3,09 ± 0,55
Kerapatan villi (per mm) 7,33 ± 0,76 ab 8,17 ± 0,38 a 6,83 ± 0,58 b
Tebal dinding Usus (mm) 0,35 ± 0,1 0,38 ± 0,07 0,35 ± 0,05 Keterangan : Huruf superscript yang beda dalam baris yang sama menunjukkan beda nyata dan sangat nyata (p<0.01 dan p<0.05)
Luas permukaan vili usus halus bagian Ilium nyata (p<0,05) lebih tinggi pada
perlakuan pakan buatan sendiri yang ditambah dengan STK 1% (Tabel 11). Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh pemberian STK 1% terhadap pertumbuhan vili yang
baik terlihat pada bagian Ilium. Gambaran histopatologi pada usus halus yang
diberikan STK 1% teh hijau 70 g tampak normal dan tidak berbeda dengan
perlakuan tanpa pemberian STK.
Tabel 11. Pengaruh pakan berbeda dan pemberian STK teh hijau 70 g 1%
terhadap performans villi Ilium.
Parameter Perlakuan
K L LK Kedalaman kripta (µm) 225,00 ± 15, 49 323,33 ± 11,69 268,33 ± 14,19
Tinggi Villi (µm) 713,33 ± 46,71 758,33 ± 49,35 670,00 ± 20,51
Luas Permukaan villi (mm2) 3,21 ± 0,44 a 2,75 ± 0,52 a 5,68 ± 0,69 b
Kerapatan villi (per mm) 7,50 ± 0,66 6,50 ± 1 6,29 ± 1,3
Tebal dinding Usus (mm) 0,26 ± 0 ab 0,35 ± 0,08 a 0,25 ± 0,04 b Keterangan : Huruf superscript yang beda dalam baris yang sama menunjukkan beda nyata dan sangat nyata (p<0.01 dan p<0.05)
Hasil analisis tersebut menjelaskan tidak adanya pengaruh peningkatan
kecernaan nitrogen dan energi metabolis pada perlakuan penambahan STK1% (LK).
Penambahan STK 1% tidak berpengaruh meningkatkan luas permukaan villi pada
duodenum dan jejunum sehingga tidak mampu untuk meningkatkan daya serap
nitrogen dan energi dari pakan yang dikonsumsinya. Daya serap nutrisi pada usus
halus dipengaruhi oleh nilai permeabilitas, luas permukaan bagian dalam usus halus
(lipatan, vili dan mikrovili), maturitas enterocytes dan lamanya transit digesta dalam
usus. Struktur vili juga dipengaruhi oleh keberadaan bakteri patogen yang
mengganggu keseimbangan migrasi sel-sel proliferasi dari kripta menuju ujung
bagian vili.
Pengaruh STK terhadap Retensi Nitrogen dan Energi Metabolis
Nilai retensi nitrogen antara perlakuan pakan komersial nyata lebih besar
(P<0.01) dari perlakuan pakan buatan sendiri (Tabel 12). Nilainya yang positif
menunjukkan nilai eksresi nitrogennya lebih rendah dibandingkan dengan nilai
konsumsi nitrogen dan adanya nitrogen yang tertinggal didalam tubuh ayam yang
diserap. Tingginya nilai retensi nitrogen pada pakan komersial disebabkan oleh
kualitas protein kasar ransum komersial lebih baik dari pakan buatan sendiri.
Kualitas tersebut tergantung dari komposisi asam amino yang dibutuhkan dan
tergantung pula terhadap penggunaannya oleh ternak yang dapat diiilustrasikan
melalui nilai rasio efisiensi penggunaan protein (PER) (Anggorodi, 1995). Tillman
(1998) menambahkan pula bahwa jenis dan kebutuhan asam amino yang digunakan
oleh ternak dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan normalnya. Semakin
tinggi nilai retensi nitrogen maka semakin banyak nitrogen yang dapat diserap untuk
dimanfaatkan oleh unggas (NRC,1994).
Tabel 12. Rataan konsumsi, eksresi dan retensi nitrogen (dalam %BK)
ransum perlakuan pada ayam broiler umur 23 hari
Perlakuan Konsumsi N Ekskresi N Retensi N G g % G %
LK 3,44 1,87 ± 0,09 54,43 ± 2,69 b 1,75 ± 0,09 50,91 ± 2,69 b
L 3,44 1,90 ± 0,16 55,18 ± 4,76 b 1,73 ± 0,16 50,16 ± 4,76 b
Klien 3,55 1,52 ± 0,05 42,84 ± 1,39 a 2,21 ± 0,05 62,33 ± 1,39 aKeterangan : Huruf superscript yang beda dalam kolom yang sama menunjukkan beda sangat nyata (p<0.01)
Hasil analisis retensi nitrogen juga menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh
yang nyata dari penambahan STK 1% terhadap nilai retensi nitrogen. Hal tersebut
ditunjukkan berdasarkan uji beda nyata kontras antara perlakuan pakan buatan
sendiri dengan perlakuan pakan buatan sendiri yang ditambah STK 1% mempunyai
nilai retensi nitrogen yang sama. Beberapa faktor yang menyebabkannya adalah
jumlah konsentrasi penambahan STK 1% merupakan dosis yang terlalu rendah (1%)
sehingga nutrisi dan zat lain yang terkandung didalam suspensi kombucha tidak
mempunyai efek meningkatkan retensi nitrogen.
Nilai energi metabolisme tidak berbeda nyata pada semua perlakuan (Tabel
13), meskipun kandungan energi bruto pada pakan komersial lebih besar dari pakan
buatan sendiri. Hal ini disebabkan oleh tingginya konsumsi energi disertai pula
dengan tingginya eksresi energi pada pakan komersial. Oleh karena kualitas
kandungan energi pakan buatan sendiri mampu menyamai kualitasnya dengan
pakan komersial. Sedangkan tidak adanya pengaruh STK 1% terhadap energi
metabolis disebabkan oleh kandungan energi yang terkandung dalam STK
digunakan oleh ternak untuk bergerak lebih aktif. Disamping itu STK 1% terlalu
rendah sehingga tidak ada pengaruh memberikan sumbangan energi tambahan.
Tabel 13. Rataan peubah-peubah energi metabolis ransum perlakuan pada
ayam broiler umur 23 hari
Perlakuan Parameter LK L K
Konsumsi Energi (kkal) 349,71 ± 0.00 349,71 ± 0,00 354,71 ± 0,00
Eksresi Energi (kkal) 101,38 ± 2,88 98,27 ± 4,04 102,58 ± 0,56
EMS (kkal/Kg) 2843,26 ± 37,66 2878,82 ± 40,08 2867,37 ± 51,74
EMM (kkal/Kg) 2957,32 ±25,16 2992,89 ± 28,11 2980,67 ± 25,24
EMSn (kkal/Kg) 3008,08 ± 35,1 3041,22 ± 40,59 3074,43 ± 49,19
EMMn (kkal/Kg) 3122,14 ± 37,14 3155,29 ± 14,28 3187,72 ± 19,14
Pengaruh STK terhadap Bobot Badan, Persentase Karkas dan Organ Dalam
Pengaruh penambahan STK teh hijau 70 g 1% tidak nyata mempengaruhi
nilai retensi nitrogen, energi metabolis dan performan villi usus halus. Nilai retensi
nitrogen yang sama antar perlakuan L dan LK juga berpengaruh pada kondisi yang
sama pada bobot badan akhir, pertambahan bobot badan dan persentase karkas
ayam broiler (Tabel 14 dan Tabel 15). Faktor pertumbuhan dipengaruhi oleh
masukan nitrogen untuk membentuk otot dan kecepatannya dibantu oleh energi
metabolis.
Bobot badan akhir pada perlakuan penggunaan pakan yang berbeda, sangat
nyata lebih besar (p<0.01) pada perlakuan menggunakan pakan komersial (K)
dibanding dengan pakan buatan sendiri (LK). Hal ini disebabkan oleh beberapa hal
yaitu : tingkat konsumsinya lebih rendah, kualitas bahan yang hampir semuanya
lokal tidak sebaik pakan komersial terutama kualitas proteinnya, tidak menggunakan
zat tambahan lain (feed additive) untuk mempercepat pertumbuhan. Tingkat
konsumsi pakan yang lebih tinggi pada pakan komersial menghasilkan pertambahan
bobot yang besar sehingga konversinya juga besar.
Tabel 14. Pengaruh STK teh hijau 70 g 1% terhadap bobot akhir, konsumsi
dan Konversi pakan. Rataan ± Std
Perlakuan Konsumsi Pakan Total (g)
Bobot Akhir (g) Konversi pakan kumulatif
LK 1723.01 ± 57.36 b 960.79 ± 44.6 b 1.78 ± 0.08 b
L 1820.25 ± 76.08 b 979.26 ± 22.12 b 1.81 ± 0.06 b
K 1993.24 ± 68.68 a 1343.44 ± 19.09 a 1.42 ± 0.11a
Keterangan : Huruf superscript yang beda dalam kolom yang sama menunjukkan beda sangat nyata (p<0.01)
Beberapa pakan tambahan (feed additive) yang sering digunakan dalam
pakan komersial menunjang percepatan pertumbuhan secara langsung ataupun
tidak langsung, seperti suplementasi asam amino,mineral, vitamin, antibiotik dan
hormon pertumbuhan yang beberapa jenisnya ada yang sudah dilarang untuk
digunakan.
Perbandingan antara perlakuan pakan buatan sendiri dan pakan buatan
sendiri yang ditambah STK 1% dalam air minum, mempunyai bobot badan akhir
yang tidak berbeda nyata, pertambahan bobot badannya dari awal sampai dengan
akhir relatif sama (Gambar 22). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan STK 1%
kedalam air minum belum mampu menyamai kemampuannya dengan zat tambahan
yang ada pada pakan komersial. Disamping itu, tidak ada zat yang ada dalam
suspensi teh fermentasi kombucha yang secara langsung memacu
pertumbuhannya.
Gambar 22. Grafik pertumbuhan bobot badan perminggu dan pertambahannya
Tabel 15. Rataan persentase karkas, lemak tubuh dan organ dalam terhadap bobot hidup pada beberapa perlakuan
Parameter Perlakuan (% BBhidup) LK L K
Karkas 68,09 ± 1,1b 66,50 ± 1,1b 70,82 ± 1,3a
Lemak Abdomen 0,79 ± 0,01b 0,69 ± 0,06b 1,38 ± 0,01a
Lemak organ dalam 0,73 ± 0,07b 0,66 ± 0,04b 1,29 ± 0,03a
Limpa 0,28 ± 0,06b 0,22 ± 0,02b 0,13 ± 0,02a
Bursa Fabrisius 0,24 ± 0,02a 0,26 ± 0,03a 0,21 ± 0,04a
Jantung 0,52 ± 0,01b 0,57 ± 0,02b 0,43 ± 0,0a
Rempela 2,06 ± 0,01b 2,13 ± 0,04b 1,87 ± 0,04a
Sekum 1,01 ± 0,06b 0,95 ± 0,04b 0,66 ± 0,02a
Keterangan : Huruf superscript yang beda dalam baris yang sama menunjukkan beda nyata dan sangat nyata (p<0.01 dan p<0.05) Rataan persentase karkas, lemak abdomen, lemak organ dalam dan organ
dalam kecuali bursa menunjukkan beda sangat nyata (p<0.01) antara perlakuan
pakan komersial dengan pakan buatan sendiri (L dan LK). Persentase karkas, lemak
organ dalam dan lemak abdomen lebih besar pada perlakuan Komersial
dibandingkan dengan perlakuan pakan buatan sendiri. Hal ini bisa disebabkan oleh
kualitas pakan komersial yang tinggi dan perbedaan bahan pakan sumber lemak
yang digunakan pada pakan komersial dan pakan lokal. Kualitas pakan komersial
yang mempengaruhi besarnya persentase karkas adalah kandungan proteinnya
yang lebih tinggi (22.21%) dibandingkan dengan pakan buatan sendiri (21.5%),
disamping kandungan asam amino esensial juga mempengaruhinya.
Pengaruh penggunaan pakan buatan sendiri juga nyata lebih besar (p<0.01)
mempengaruhi persentase organ dalam kecuali bursa fabrisius. Persentase organ
dalam yang lebih besar menunjukkan tingkat aktivitas yang lebih besar dalam
metabolisme tubuh karena tidak terlihat adanya dioagnosa klinis penyakit yang
menyebabkan pembesaran organ dalam.
Perlakuan pemberian STK 1% tidak mempunyai pengaruh terhadap
persentase karkas, lemak abdomen, lemak organ dalam dan organ dalamnya. Hal
ini menunjukkan bahwa pemberian STK 1% tidak mengurangi nilai konversi bahan
pakan menjadi otot dalam karkas. Disamping itu kondisi organ dalam yang sama
antara diberi dan tidak diberi STK menunjukkan bahwa STK tidak mempunyai efek
merugikan terhadap pertumbuhan organ dalam.
KESIMPULAN
Kesimpulan
Hasil seluruh analisis yang dilakukan pada penelitian ini memberikan
beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Suspensi teh fermentasi kombucha (STK) teh hijau 70 g dengan dosis 1%
adalah jenis STK yang optimum untuk mengontrol Salmonella sp.
2. Daya inhibisi STK teh hijau 70g 1% terhadap Salmonella sp juga terlihat
secara in vivo melalui pengurangan kolonisasi Salmonella sp dalam usus
halus dan hati.
3. Gambaran histopatologi juga menunjukkan adanya mekanisme
panghambatan secara invivo melalui pencegahan penempelan pada
permukaan vili usus halus.
4. STK teh 70 g 1% belum mampu untuk meningkatkan struktur vili menjadi
lebih baik, tetapi penambahannya juga tidak berpengaruh negatif merusak
struktur villi
5. Efek STK teh hijau 70g 1% juga belum mampu untuk meningkatkan nilai
kecernaan bahan pakan dan performans.
Saran
Dari hasil tersebut maka, saran dalam penelitian lanjut adalah perlu
dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui dosis yang optimum secara in vivo
untuk meningkatkan performans ayam broiler, disamping itu secara mendalam
dilakukan penelitian terhadap zat-zat khusus yang berperan dalam proses tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
[ASA] American Soybean Association Singapore. 2001. Data bank estimasi produksi pakan dan impor bahan baku pakan negara ASEAN. Majalah Infovet ed..084 Juli. Jakarta
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. Puspitasari, S. Sedarnawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis
Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15th ed. Washington, DC : Association Official
Analytic Chemist. Arjoso, S. and C.H. Simanjuntak. 1997. Typhoid fever and salmonellosis in Indonesia. in :
Proceeding of The Third Asia-Pacific Symposium on Typhoid Fever and Other Salmonellosis; Denpasar 8-10 December 1997. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Broiler NL. 1999. Efektif Mengontrol Problem saluran Pencernaan. Holland : Master TradeTM. Chaplin, M. F. and J. F. Kennedy. 1986. Carbohidrat Analysis a Practical Approach. Oxford –
Washington DC : IRL Press.
Cotter, P. F. 1997. Modulation of immune response : Current perception and future prospects with an example from poultry and BIOMOS. Di dalam : Biotechnology in the Feed Industry. Proceedings of Alltech’s 13 th Annual Symposium. Nottingham : Nottingham University Press. Hlm 195 – 203.
Estelle, A. 1996. Benefits of Kombucha, Statitics from a Kombucha quetionaire. The
Kombucha Journal. www.kombu.de/benefits.htm [12 Desember 2001] FDA. 1995. The Jamur Kombucha. Lembaran informasi. Jakarta : Warta AIDS 10.2 Frank, G. W. 1995. Kombucha : Healthy beverage amd natural remedy from the far east. Steyr
: Ennsthaler.
Frank, G. W. 1999a. Kombucha-sekilas cara membuat minuman kombucha tea. The Kombucha Journal. www.kombu.de/indones.htm. [12 Desember 2001]
Frank, G. W. 1999. My own theory for the kombucha symbiosis, or more reasons to live
together cooperative. The Kombucha Journal. www.kombu.de. [12 Desember 2002] Gerhardt, P., R.G.E. Murray, W. A. Wood and N.R. Krieg. 1994. Method for General and
Moleculer Microbiology. Washington DC : American Society for Microbiology.. Greenwalt, C. J., R.A. Ledford and K. H. Steinkraus. 1999. Determination and
Characterization of the Anti-microbial Activity of the Fermented Tea Kombucha. New York : Dept of. Food Science, Cornell University.
Hadioetomo, R. S. 1990. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Teknik dan Prosedur darl
Laboratorium. Jakarta : Gramedia. Hadi, S. L., Rezita, dan R. Loventa., 2001. Memicu kekebalan dengan probiotik, artikel ilmiah
popular dalam Poultry Indonesia. Jakarta : Ed. Jun no. 253. GAPPI.
Hartadi, H., Soedomo, R. dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Kompoisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Hesseltine, C. W. 1965. A Millenium of Fungi, food and fermentation. Mycologia. 57,2 : 149 -
197 Hill, K. J. 1971. The Physiology of Digestion. In : Bell. D. J. and B. M. Freeman, Editor.
Physiology and Biochemistry of the Domestic Fowl. New York : Academic press. 26-49. Hoffmann, N. 1998. Determination of protein content in Kombucha tea and two other
compounds. The Kombucha Journal. www. kombu.de [30 Desember 2001]
Hoffmann, N. 1999 a. Determination of zooglea growth. The Kombucha Journal. www. Kombu.de. [12 Desember 2001]
Hoffmann, N. 1999. Basic building blocks, nutrients and growth factors and how the
Kombucha culture obtains all these nutrients and factors. The Kombucha Journal. www. Kombu.de [12 Desember 2001]
Hoffmann, N. 2000. The Ubiquitous Co-Enzyme UDPGlucuronic Acid Detoxifying Agent in
Kombucha Tea. Iji, P.A., R. J. Hughes, M. Choct and D. R. Tivey. 2000. Intestinal Structure and Function of
Broiler Chicken on Wheat-Based Diets Supplemented With a Microbial Enzyme. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14(1) : 54-60.
Lee, K. 1999. Effect of Aspergillus oryzae on fecal microflora, egg qualities, and Nutrients
metabolizabilities in Layers. A thesis for the Degree of Master Science. Thailand : Dept. of Anim.Sci., Graduate School. Chungnam National University.
Levine, R. 1978. Pharmacology : Drug actions and reactions. Boston : little,Brown and Co. Madigan, M. T., J. M. Marthinko, and J. Parker. 2000. Brock Biology of Microorganisms. 9 ed.
Upper saddle River : Prentice Hall. N.R.C. 1984. Nutrient Requirement of Poultry. 8th Ed. Washington : National
Reseach Counsil, National Academic of Science. Nisbet, D. J., D. E. Corrier and J. R. DeLoach. 1998. Probiotics for contol of Salmonellae. 2MS
Bioscience Dundee III. USDA/ARS Food Animal Protection Reseach Lab. College Station TX. Piffer, A. and R. F. Ross. 1984. Effect of Age on suspectibility of pigs to mycoplasma
hyopneumoniae pneumonia. Amer. J. Vet. Reseach. 45 (3) : 478 – 481 Pulyalto, M. and J. Mesia. 2000. Fighting gut pathogens. Article. Feed International Magazine.
April 2002. vol 23. no. 4. Wesley Avenue. Mount morris.
Purnomo, S. and S. Bahri. 1997. Salmonella serotyping conducted at the Bogor Reseach
Institut for Veterinary Science during April1989 – March 1996. Proceeding of the third Asia-Pacific Symposium on Typhoid Fever and Other Salmonellosis; Denpasar 8-10 December 1997. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Reiss J. 1987. Der Teepilz und seine stoffwechelselprodukte. Deutsche
labensmittelrundschau 9 : 286 – 290. Shane, S. M. 1997. Buku Pedoman Penyakit Unggas. Terjemahan oleh Tangendjaya, B., et
al., American Soybean Association-Indonesia. Sibbald, I. R. 1977. The effect of the age of the assay bird on the true metabolizable energy
values of feedingstuff. J.Poultry Sci. 5 (2) : 234 – 245. Sibbald, I.R. 1980. A new technique for estimating the metabolizable energy content of feed
for poultry, in standardization of analytical methodology for feed. Canada ; International Development Reseach.
Sibbald, I.R. and M.S. Wolynetz. 1985. Estemates of retained nitrogen used to correct
estimates of bioavailable energy. J. Poultry Sci. 64: 1506-1513. Silliker J. H. and D. A. Gabis. 1972. Salmonella. Advanced in Meat Reseach. Michigan :
MacMillan Publ.1986. Spring, P. 1997. Understanding the development of the Avian gastrointestinal
micro flora : An essential key for developing competitive exclusion products. Di dalam : Biotechnology in the Feed Industry. Proceedings of Alltech’s 13 th Annual Symposium. Nottingham : Nottingham University Press. Hlm 313 – 324.
Steel, RGD and Torrie. 1981 “Principle and Procedures of Statistics”. , New
York : McGraw Hill McGraw Hill. Tillman, A. D. H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S.
LebdoSoekotjo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta : Gadjah Mada Univ. Press.
Wibowomoekti, P. S. 1997. Kandungan Salmonella spp. dari limbah cair rumah pemotongan
hewan (studi kasus RPH Cakung, Jakarta). [tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Ternak.
Wolynezt, M. S. and I. R. Sibbald. 1984. Relationship between apparent and true
metabolizable energy and the effect of a nitrogen correlation. J. Poultry Sci. 63: 1386 - 1399
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi Nutrisi dan Bahan Pakan Ransum Penelitian Pakan Buatan Pakan Komersial Sendiri Br 511 CP Komposisi Nutrisi Bahan Kering 87.34 87.93 Abu 5.08 5.18 Protein Kasar 21.5 22.21 Serat Kasar 6.01 6.74 Lemak 6.13 5.64 BETN 48.62 48.16 Kalsium (Ca) 0.61 1.24 Posfor (P) 0.86 1.1 NaCl 0.24 0.29 Energi Bruto ((kal/g) 4004 4034 Komposisi Bahan Baku Dedak Padi 17.5 Jagung Lokal 40 Tepung Ikan Lokal 10 Bungkil kedelai 30 Grit 1 DCP 1 Premix 0.5
Lampiran 2. Beberapa larutan yang digunakan dalam analisis asam
amino.
- Larutan pengering : 200 µl methanol p.a. ditambahakn dengan 200 µl natrium
asetat 1 M dan 100 µl TEA p.a.
- Larutan derivat : 350 µl methanol p.a. ditambah dengan 50 µl HPLC grade
water, 50 µl PITC p.a. dan 50 µl TEA p.a.
- Larutan Buffer natrium asetat 1 M pH 5.75 (Pelarut A) : 19 g natrium asetat
trihidrat ditambah dengan 1000 ml HPLC grade water kemudian disaring
dengan penyaring pelarut encer. Tambahkan 0.5 ml trietilamina saat
pembilasan dan atur pH 5.75 dengan asetat glacial.
- Larutan Asetonitril 60% (Pelarut B) : saring 650 ml HPLC grade asetonitril
dengan penyaring organic, juga saring 450 ml HPLC grade water dengan
penyaring encer kemudian campurkan 600 ml asetonitril dan 400 ml air
(langkah pemisahan) dan dihilangkan gas didalam vakum penangas sonic
selama 15 detik.
Lampiran 3. Kondisi alat HPLC (hight performance liquid chromathographi) analisis asam amino.
- Temperatur kolom 38 OC - Kolom pico tag 3.9 x 150 nm coulomb - Kecepatan air 3000 psi - Program gradien - Fase gerak Asetonitril 60% dan Buffer Natrium Asetat 1 M pH 5.75 Detektor UV dengan panjang gelombang 254 nm
Lampiran 4. Pembuatan beberapa media agar untuk analisis mikrob - Medium agar Luria bertani terdiri dari :
Trypthone 10 g, Yeast ekstrak 5g, NaCl 5 g, bacto agar 3 g di tambahakn
dengan Aquades sampai dengan 1 liter. Campuran tersebut dimasak dan
kemudian disterilkan dengan menggunakan autoclave.
- Medium agar Acetobacteri :
Yeast ekstrak 5 g, pepton 3 g, mannitol 25 g dan agar 15 g yang dicampur
dengan aquades sampai dengan 1 liter. Campuran dimasak dan disterilkan
dengan autoclave.
- Medium agar Yeast-extract-Malt extract (ISP-2)
Yeast extract (Difco) 4 g, Malt extract (Difco) 10 g, glukosa 4 g, Bacto agar
(difco) 20 ga yang dicampur dengan aquades sampai dengan 1 liter. PH 7.3
yang dimasak dan disterilkan dengan menggunakan autoclave.