7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
1/173
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
2/173
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
3/173
SURAT DARI REDAKSI
Puji syukur dan terima kasih atas penyertaanNya, sehingga Jurnal Generasi
Kampus Volume 5 nomor 2 September tahun 2012 dapat terbit sesuaidengan harapan
yang diinginkan. Jurnal Generasi Kampus merupakan sebuah media ilmiah yang
menyuguhkan artikel hasil penelitian dan artikel non hasil penelitian (kajian teori) yang
menjelaskan berbagai fenomena bidang pendidikan.
Pada kesempatan yang baik inidisampaikan terima kasih kepada para penulis,
penyunting pelaksana, dan para penyunting ahliyang telah membantu dalam rangka
penyusunan artikel pada jurnal ilmiah ini. Dalam jurnal edisi ini akan ditampilkan
beberapa artikel yang berjudul: 1) Pendidikan dan Pembelajaran yang Demokratis dan
Humanitis, 2) Desain Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Pembelajaran
Menerapkan Dasar-Dasar Kelistrikan, 3) Pengaruh Pemberian Insentif dan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Guru SMP Negeri di Kota Pematang Siantar, 4) Model Pengendali
Implementasi Pendidikan Karakter Guru-Guru, 5) Pengaruh Komunikasi Interpersonal
dan Motivasi Berprestasi terhadap Kepuasan Kerja Guru SMA Parulian 2 Medan, 6)
Rancang Bangun Pembelajaran Berbasis Website Dari Materi Penggunaan
Motor Listrik Di Unimed, 7) Model Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok
dalam Menyanyikan Lagu Daerah Batak Toba (Sik-sik Sibatumanikam), 8) Application
of Vasiceks Rate Interest Model in Term Insurance Premiums Calculation, 9) Metode
Heuristik untuk Menyelesaikan Masalah Optimalisasi Portfolio Berbasis Mean-Variance-
Value at Risk, 10) Identifikasi Pencemaran Air Tanah di Tempat Pembuangan Akhir
sampah (TPAS) Marelan dengan Menggunakan Metode Geolistrik Resitivitas.
Kiranya Jurnal Generasi Kampus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan dalam rangka pemberdayaan dunia pendidikan
Medan, September 2012
Penanggungjawab Pembantu Rektor
Bidang Kemahasiswaan UNIMED,
Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd.
NIP. 19570515 198403 1 004
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
4/173
MAJALAH/JURNAL
GENERASI KAMPUS(CAMPUS GENERATION)V VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2008
IL 2008
VOLUME 5, NOMOR 2, SEPTEMBER 2012
Daftar Isi
Bornok Sinaga Pendidikan dan Pembelajaran yang
Demokratis dan Humanitis1-18
Hamonangan Tambunan Desain Pembelajaran Berbasis MultimediaInteraktif untuk Pembelajaran Menerapkan
Dasar-Dasar Kelistrikan
19-28
Sukarman Purba Pengaruh Pemberian Insentif dan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Guru SMP Negeri di
Kota Pematang Siantar
29-44
Wanapri Pangaribuan Model Pengendali Implementasi Pendidikan
Karakter Guru-Guru45-66
Paningkat Siburian Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan
Motivasi Berprestasi terhadap Kepuasan
Kerja Guru SMA Parulian 2 Medan
67-81
Maju Lumban Gaol Rancang Bangun Pembelajaran BerbasisWebsite Dari Materi Penggunaan Motor
Listrik Di Unimed
82-104
Lamhot Basani Sihombing Model Pembelajaran Kooperatif Investigasi
Kelompok dalam Menyanyikan Lagu Daerah
Batak Toba (Sik-sik Sibatumanikam)
105-119
Sudianto Manullang Application of Vasiceks Rate Interest Model
in Term Insurance Premiums Calculation120-130
Erlinawaty Simanjuntak Metode Heuristik untuk Menyelesaikan
Masalah Optimalisasi Portfolio Berbasis
Mean-Variance-Value at Risk
131-147
Rahmatsyah, Rita Juliani,
Nita Kartika Rini
Identifikasi Pencemaran Air Tanah di Tempat
Pembuangan Akhir sampah (TPAS) Marelandengan Menggunakan Metode Geolistrik
Resitivitas
147-167
ISSN 1978-869X
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
5/173
1
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
YANG DEMOKRATIS DAN HUMANISTIS
(Refleksi terhadap Paradigma, Proses, dan Produk Pendidikan Sebagai Dasar
Revitalisasi Prinsip dan Nilai Pendidikan di Indonesia)
Bornok Sinaga
Abstrak
Prinsip dasar pendidikan dan pembelajaran yang demokratis adalah memberi
kepercayaan dan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk mengembangkan
potensinya, karakternya, pengetahuannya, keterampilannya, dan kreativitasnya
untuk mencapai cita-cita bersama bangsa ini. Pendidikan yang demokratis dalam
pengertian luas hendaklah mampu memberdayakan semua kelompok (kelompok
budaya, agama, organisasi, anak cacat, kelompok suku terasing, kelompok profesi,
masyarakat desa tertinggal dan terpencil) tanpa batas-batas yang spesifik.
Pendidikan humanis sebagai pemikiran pendidikan telah berkembang denganmengadopsi prinsip-prinsip pendidikan dari dua aliran, yaitu progresivisme dan
eksistensialisme. Tetapi pendidikan humanis juga memperoleh dukungan dari para
ahli psikologi humanistik dan ahli pendidikan kritis.
Kata Kunci : demokratis,humanis
PENDAHULUAN
Sistem pendidikan dan
pembelajaran yang demokratis dan
humanistis adalah sistem pendidikan
yang memberikan ruang gerak yang
luas dan penghargaan yang tinggi
akan keunikan kelompok masyarakat
dan keunikan setiap individu peserta
didik. Setiap anak dilahirkan dalam
sebuah matriks sosial tertentu,
memiliki budaya yang berbeda-beda,
agama yang berbeda, kecerdasan dan
daya adaptasi yang berbeda-beda,
serta kondisi fisikologi dan psikologi
yang berbeda. Semua kelompok
masyarakat (umumnya) dan peserta
didik (khususnya) yang berbeda
tersebut perlu dikembangkan dan
diberdayakan karakternya,
pengetahuannya, keterampilanya,
dan kreatifitasnya. Dalam konsep
Inteligensi Multipel setiap individu
memiliki 8 (delapan) kecerdasan
mengolah informasi (kecerdasan
logical, linguistik, numerikal,
musikal, spasial, intra-personal,
inter-personal, dan bodily kinetic),
tetapi hanya ada tepat satu
kecerdasan yang dominan di dalam
diri setiap individu. Sedangkan
Hogan Garcia (2003)
memperkenalkan 2 (dua) jenis
kemampuan mengolah informasi
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
6/173
2
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
budaya atau cultural diversity skills,
yaitu yang meniru mekanisme
pengolahan informasi budaya dari
lingkungan atau yang diputuskan
sendiri oleh seseorang. Dalam sistem
pendidikan yang demokratis dan
humanistis, berbagai keunikan
individu diakomodasi secara
manusiawi.
Finlandia adalah salah satu
negara yang menerapkan sistem
pendidikan yang demokratis dan
humanis. Hasil survey internasional
PISA pada tahun 2007 yang
menempatkan prestasi peserta didik
asal Finlandia dengan peringkat
terbaik sedunia. Banyak kalangan
begitu ingin tahu mengapa negara
yang cenderung sangat longgar
perlakuannya terhadap peserta didik
ini dapat meraih peringkat lebih
tinggi dalam PISA daripada Korea
Selatan yang beban belajar bagi
masing-masing peserta didiknya
adalah 50 jam per minggu, sangat
padat bila dibandingkan dengan
Finlandia yang hanya 30 jam per
minggu. Terlebih lagi, sistem
pendidikan Finlandia tidaklah
mengenal Ujian Nasional (UN)
sebagaimana Indonesia yang telah
menjadikannya sebagai ritual
tahunan. Finlandia juga tidak
mengenal adanya sistem rangking,
maupun peserta didik yang tinggal
kelas, apalagi tidak lulus sekolah,
tidak seperti yang terjadi di
Indonesia. Jadi Finlandia tidak
mengkotak-kotakkan masyarakat
pendidikannya. Lebih lugas lagi,
tidak ada diskriminasi dalam
masyarakat pendidikan yang
didasarkan atas tingkat
intelektualitas, agama, budaya,
kelompok masyarakat, kelompok
organisasi, kelompok anak cacat,
kelompok suku terasing, dan lainnya.
Semua kelompok masyarakat dan
individu diberi kepercayaan dan
kesempatan yang sama tumbuh dan
berkembang demi kepentingan
bangsa dan negara.
Bila membandingkan
Indonesia dengan negara yang
ekonominya sangat maju seperti
Finlandia dianggap terlalu
berlebihan, maka mengetahui posisi
Indonesia dalam Indeks
Pembangunan Pendidikan
(Education Development Index) yang
terdapat pada laporan EFA
(Education For All) yang
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
7/173
3
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
dipublikasikan dalam Global
Monitoring Report (GMR) tahun
2011 oleh UNESCO, dan hasil
survey Human Development Report
(HDR) tahun 2011 versi UNDP. Dari
187 negara yang dinilai, Indonesia
berada pada rank 124 dengan Indeks
Pembangunan Pendidikan (IPP)
adalah 0,584, dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) adalah
0617. Kedua hasil survey ini
membuktikan bahwa peringkat
Indonesia memang rendah bahkan
bila dibandingkan dengan negara
tetangga sekalipun, seperti Malaysia
dan Filipina.
Dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia saat ini,
berbagai fenomena sosial terjadi,
seperti penindasan Hak Azasi
Manusia (HAM), produktivitas dan
kreatifitas Sumber Daya Manusia
Indonesia rendah, kemiskinan,
penganguran, ketimpangan sosial,
lemahnya layanan sektor publik,
korupsi, rendahnya kualitas ketaatan
terhadap hukum, lemahnya
nasionalisme anak bangsa dan
berbagai permasalahan sosial lainnya
semakin bermunculan dan
frekuensinya cukup tinggi. Sebagian
besar fenomena tersebut terjadi
akibat dari pola tindak kaum
terdidik. Produk pendidikan
melahirkan lulusan yang kehilangan
karakter (lost character)
kemanusiaannya. Peserta didik dan
lulusan mengalami anomali-anomali
dalam adaptasi terhadap perubahan
zaman dan tuntutan globalisasi
dunia.
Pendidikan dan pembelajaran
berbagai bidang ilmu di sekolah saat
ini terkesan gersang (kering) dari
keindahan hidup, dijejali dengan
hafalan teori dan sangat minim
praktek, terlalu abstrak, dan kurang
menyentuh value dan dimensi
kemanusiaan dari bidang ilmu yang
diajarkan. Seyogianya pendidikan
dan pembelajaran sebagai bagian
integral dari kebudayaan manusia
dan oleh karenanya mempunyai
karakteristik yang bersifat humanistis
(manusiawi). Pendidikan dan
pembelajaran yang demokrasi dan
humanistis adalah praktek
pendidikan dan pembelajaran yang
membawa peserta didik nyaman
dalam perbedaan (berbeda dalam
kecerdasan/potensi, budaya, suku,
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
8/173
4
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
dan agama), kebebasan berpikir dan
berkreasi, berkesempatan
mengonstruksi estetika keilmuan,
suasana akademik yang kolaboratif
dan adaptif terhadap perubahan
dengan orientasi pendidikan adalah
menghasilkan lulusan yang memiliki
character/soft skills, life skills, dan
survive dalam hidup.
Dalam tulisan ini akan
dipaparkan suatu ide yang masih
terbatas terkait pentingnya
mengimplementasikan pendidikan
yang demokratis dan humanistis di
Indonesia dengan berbagai
pertimbangan fenomena yang terjadi
ditengah-tengah bangsa yang besar
ini, dan kenyataannya telah
digariskan dalam UU Sisdiknas
tahun 2003 pada pasal 4 ayat 1
sampai 6.
PEMBAHASAN
Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Di Indonesia Menuntut Pendidikan
yang Demokratis dan Humanistis
Prinsip yang dianut dalam
penyelenggaraan sistem pendidikan
di Indonesia tertuang dalam UU
Sisdiknas Tahun 2003, pasal 4 ayat 1
sampai 6. Pada ayat 1 dinyatakan
pendidikan diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.
Namun pasal-pasal selanjutnya
dalam UU Sisdiknas sendiri ternyata
memperlakukan peserta didik dengan
cara yang sangat diskriminatif,
sebagaimana pasal 5 ayat 2 hingga 4,
yang menyatakan bahwa hanya
warga negara yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, sosial, atau tinggal di
daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, serta
warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa
berhak memperoleh pendidikan
khusus, yang mekanismenya tidak
dipaparkan dengan jelas bahkan
tidak tersedia peraturan pemerintahuntuk implementasinya. Landasan
hukum inilah yang akhirnya menjadi
dasar bagi sekolah-sekolah untuk
mengadakan kelas unggulan yang
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
9/173
5
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
berisi peserta didik yang dianggap
oleh sekolah memiliki tingkat
intelektual yang lebih tinggi
dibandingkan dengan peserta didik
lainnya. Peserta didik di kelas
unggulan biasanya mendapatkan
fasilitas lebih, berupa tambahan mata
pelajaran intensif dan juga tenaga
pendidik dengan kapasitas lebih.
Perlakuan khusus yang dapat
diterjemahkan sebagai pendidikan
khusus ini menimbulkan
kecemburuan sosial di antara peserta
didik karena persaingan tidak sehat
yang diciptakan oleh sekolah.
Terlebih lagi kemunculan label
sekolah favorit dan sekolah tidak
favorit, label SSN dan SBI, yang
telah mengkotak-kotakkan level
sekolah sehingga juga memunculkan
persaingan yang tidak sehat di antara
masing-masing sekolah yang tentu
saja akan berimplikasi negatif pada
peserta didik.
Sebagaimana tergambar
dalam prinsip-prinsip
penyelenggaraan sistem pendidikan
UU Sisdiknas, sebenarnya negara ini
memiliki niat menerapkan prinsip
pendidikan yang demokratis dan
humanistis, tetapi masih sebatas
retorika, belum diwujudkan dalam
praktek pendidikan dan pembelajaran
di sekolah. Hal ini dapat dicermati
dalam proses pembelajaran, guru
lebih cenderung menganut paham
behavioristik (dehumanis) dengan
prinsip teori tabularasa dari John
Locke. John Locke beranggapan
bahwa pendidikan adalah penentu
masa depan seseorang sebab manusia
dilahirkan bagaikan kertas putih
yang masih kosong. Tulisan di atas
kertas putih yang kosong itulah yang
menentukan baik buruknya manusia.
Hal ini bertentangan prinsip
pembelajaran yang humanis, yang
menekankan bahwa sejak lahir
manusia sudah membawa potensi
dan bakat yang menentukan masa
depannya sedangkan pendidikan dan
lingkungan hidup/belajar peserta
didik adalah pemicu potensi dan
bakat yang dimiliki peserta didik
menjadi lebih matang.
Pendidikan yang Demokratis dan
Humanis
Prinsip dasar pendidikan dan
pembelajaran yang demokratis
adalah memberi kepercayaan dan
kesempatan kepada seluruh
masyarakat untuk mengembangkan
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
10/173
6
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
potensinya, karakternya,
pengetahuannya, keterampilannya,
dan kreativitasnya untuk mencapai
cita-cita bersama bangsa ini.
Pendidikan yang demokratis dalam
pengertian luas hendaklah mampu
memberdayakan semua kelompok
(kelompok budaya, agama,
organisasi, anak cacat, kelompok
suku terasing, kelompok profesi,
masyarakat desa tertinggal dan
terpencil) tanpa batas-batas yang
spesifik.
Berdasarkan kelompok
sasaran tersebut, dapat digambarkan
bagaimana variasi pendidikan yang
perlu diupayakan. Semua jenis
kelompok ini harus dapat
diberdayakan dan tidak ada yang
disisihkan kalau ingin diciptakan
pendidikan yang benar-benar
demokratis. Dinamika program
pendidikan tidak lain adalah: (1)
pendidikan tersebut bersumber pada
dan dibangun atas landasan pola
kebenaran setempat (lokal, regional,
dan nasional), (2) visi dan misi
pendidikan disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik dan
kebutuhan masyarakat yang otonom.
Pihak permerintah, masyarakat, dan
organisasi bisa menyiapkan lembaga
pendidikan yang memberi
kesempatan pada setiap orang bebas
memilih secara adil sesuai
keinginannya untuk mengembangkan
jati dirinya. Kebebasan yang
dimaksud adalah kebebasan yang
lebih luas, yaitu tercapainya cita-cita
bersama, sehingga memungkinkan
anggotanya untuk lebih berkembang,
lebih makmur, dan lebih berbahagia.
Jadi dasar demokratisasi tidak lain
adalah kepercayaan, pengakuan atas
kebebasan manusia dan kesempatan
yang diberikan kepadanya untuk
berkembang dan keharusan untuk
bertanggungjawab bersama dan demi
kepentingan bersama (Tilaar,
2002:351).
Sebenarnya konsep
humanizing human through
education telah lama dikemukakan
oleh banyak pakar pendidikan
humanis sejak berabad-abad lalu.
Humanis berasal dari kata humanus
yang merupakan kata sifat dari homo
yang berarti manusia. Pendidikan
humanis tersebut didefinisikan
sebagai keseluruhan unsur dalam
pendidikan yang mencerminkan
keutuhan manusia dan membantu
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
11/173
7
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
agar manusia menjadi lebih
manusiawi dengan tiga prinsip yang
dikemukakan oleh Mardiatmaja
sebagaimana dikutip oleh T. Sarkim
(1998), sebagai berikut:
a. Dalam proses pendidikan,
pengembangan hati dan pikiran
harus berjalan secara bersama-
sama;
b. Peserta didik harus diberi
kesempatan untuk berkenalan
dengan nilai-nilai kemanusiaan
yang abadi dan universal;
c. Dalam pendidikan harus ada
kerjasama erat antara peserta
didik dan pendidik, juga antara
teori dan praktek.
Pembelajaran yang sejalan dengan
ketiga prinsip di atas lebih cenderung
menganut paham konstruktivisme
(khususnya aliran konstruktivis
sosial dari Vygotsky). Intinya,
pendidikan humanis dapat dipahami
sebagai model pendidikan yang
memuliakan manusia atas potensi-
potensi kemanusiaan yang sudah ada
dalam dirinya. Pada model
pendidikan ini, manusia dipandang
sebagai subyek yang otonom,
sehingga pendidikan harus berpusat
pada peserta didik dan bukan pada
pendidik. Selama tujuan pendidikan
adalah untuk mengenalkan peserta
didik terhadap realitas yang ada di
sekitarnya dan menyadarkan mereka
akan proses humanisasi yang terjadi
atasnya, maka peserta didik tidak
lagi dijejali dengan hapalan teori
melainkan dengan membawa mereka
pada realitas itu sendiri, melalui
integrasi antara teori dengan praktek.
Salah satu jalan untuk dapat
menciptakan pendidikan yang
demokratis dan humanis adalah
pendidikan kewargaan. Pendidikan
kewargaan yang paling penting
adalah yang menyangkut muatan
proses-proses demokrasi,
menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, partisipasi aktif, dan
keterlibatan warga negara dalam
masyarakat madani. Hal-hal yang
spesifik tercakup dalarn pendidikan
kewargaan adalah: (1) pernahaman
dasar tentang cara kerja demokrasi
dan lembaga-lembaga, (2)
pernahaman tentang HAM dan
pemerintahan berdasarkan hukum,
(3) penguatan keterampilan
partisipatif agar peserta didik
berdaya memecahkan berbagai
masalah masyarakat, (4)
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
12/173
8
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
pengembangan budaya demokrasi
dan perdamaian (Azra, 2002:168).
Implementasi pendidikan dan
pembelajaran yang demokratis dan
humanistis di sekolah, mudah-
mudahan dapat dipahami melalui
skema berikut
Gambar 1: Model Pendidikan yang Demokratis dan Humanis
Dalam pendidikan demokratis dan
humanis, tidak ada pengotak-kotakan
sekolah dan peserta didik. Peserta
didik hanya diklasifikasi atas dua
bagian, yaitu berkemampuan tinggi
dan rendah. Bagi peserta didik yang
lemah diberi waktu belajar yang
cukup melalui proses pembinaan
ENVIROMENT OTHER PEOPLE
CULTURE
Thinking ATTITUDE Acting
Feeling
Zone of Proximal Development
META-AWARENESSKelompok
Peserta Didikdengan
KecepatanBelajar yang
Tinggi(Adanya
Pembinaan
Khusus)
Kelompok
Peserta Didikdengan
KecepatanBelajar yang
Rendah(Adanya
Pembinaan
Khusus)
Masyarakat Majemuk dengan Berbagai Perbedaan (Budaya, Agama,
Kecerdasan, Organisasi, Cacat Fisik atau Mental)
Survive dalam Hidup
Memiliki Character
Soft Skills dan Hard Skills
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
13/173
9
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
khusus, sampai mereka dapat
dikembalikan belajar bersama
dengan temanya yang satu angkatan.
Demikian juga bagi peserta didik
yang berkemampuan tinggi diberi
program pengayaan pada tingkat
yang lebih tinggi.
Pendidikan humanis sebagai
pemikiran pendidikan telah
berkembang dengan mengadopsi
prinsip-prinsip pendidikan dari dua
aliran, yaitu progresivisme dan
eksistensialisme. Tetapi pendidikan
humanis juga memperoleh dukungan
dari para ahli psikologi humanistik
dan ahli pendidikan kritis. Prinsip-
prinsip pendidik humanis yang
diambil dari prinsip progresivisme
adalah prinsip pendidikan yang
berpusat pada anak (child centered),
peran guru yang tidak otoriter, fokus
pada keterlibatan dan aktivitas
peserta didik, dan aspek pendidikan
yang demokratis dan kooperatif.
Prinsip-prinsip pendidikan ini adalah
sebagai reaksi terhadap pendidikan
tradisional yang menekankan pada
metode pengajaran formal yang
kurang memberi kebebasan pada
peserta didik sehingga peserta didik
menjadi tidak kreatif yang sekadar
mengikuti program pendidikan yang
ditetapkan oleh orang dewasa.
Nenek moyang kita
mewariskan nilai kebudayaan yang
tinggi, namun proses pewarisan dan
implementasi nilai kebudayaan
tersebut terasa kering dalam proses
pendidikan dan pembelajaran di
sekolah. Sebagai contoh, Nenek
moyang berpesan putihnya tepung
bukan karena besarnya alu tetapi
karena adanya gesekan antar butiran
beras. Nilai yang terkandung dari
ungkapan tersebut, maksimalnya
kemampuan peserta didik, tidaklah
semata-mata karena kemampuan
guru tetapi dengan adanya interaksi
sosial di antara peserta didik. Hal ini
sejalan dengan apa yang dinyatakan
Vygotsky (Taylor, 1993) bahwa
higher (uniquely human) mental
functioning has social origins and
quasi-social nature. Higher
mental functioning is mediated by
socio-culturally evolved tools and
signs. The signs and symbols of
culture influences individual
development. Kutipan ini menuntut
para pendidik mengenali
karakteristik dan budaya peserta
didik. Berdasarkan pengenalan
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
14/173
10
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
karakteristik peserta didik, para guru
merancang berbagai masalah dari
lingkungan budaya peserta didik dan
diupayakan berada pada zone of
proximal development. Pemecahan
masalah menjadi bermanfaat bagi
peserta didik untuk membawa
mereka dari tarap perkembangan
aktual menuju perkembangan
potensial. Namun kenyataannya
dalam proses pembelajaran di
sekolah saat ini, para guru terlalu
mendominasi peserta didik dalam
pembelajaran, peserta didik kurang
dilibatkan dalam berpartisipasi aktif
mengonstruksi pengetahuan,
berkolaborasi dalam pemecahan
masalah, dan guru belum melatih
peserta didik secara proaktif dan
kreatif untuk mengubah masalah
menjadi peluang.
Prinsip-prinsip pendidikan
tradisional yang ditolak humanis
adalah (1) guru yang otoriter, (2)
metode pengajaran yang
menekankan pada buku teks semata,
(3) belajar pasif yang menekankan
mengingat data atau informasi yang
diberikan guru, (4) pendidikan yang
Subkelompok
2 orang siswa
Subkelompok
2 orang siswa
Subkelompok
2 orang siswa
Ma
sa
lah
Subkelompok
(orang dewasa)Subkelompok
2 orang siswa
Subkelompok
2 orang siswa
Subkelompok
2 orang siswa
Ma
sa
lah
Kelompok III
Kelompok I
Gambar-2: Pola Interaksi Sosial
Dalam Pemecahan Masalah
Subkelompok
2 orang siswa
Subkelompok
2 orang siswa
Subkelompok
2 orang siswa
Masa
lah
Kelompok II
Komunikasi Transaksional
Komunikasi Transaksional
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
15/173
11
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
membatasi pada ruang kelas
sehingga terasing dari realita
kehidupan sosial, (5) penggunaan
hukuman fisik atau rasa takut sebagai
bentuk pembangun disiplin. Jadi
motivasi yang ditanamkan adalah
motivasi ekternal, bukan
membangun motivasi internal dalam
diri peserta didik.
Sekolah demokratis dengan
sistem pendidikan yang demokratis
itu diharapkan dapat memecahkan
masalah-masalah nasional dan lokal
dewasa ini. Dalam pembelajaran
perlu dilibatkan nilai-nilai budaya
luhur, pola interaksi sosial yang
dipahami peserta didik di lingkungan
budayanya, merancang masalah
autentik yang dipecahkan bersama.
Hal ini mencerminkan kehidupan
keselarasan hubungan-hubungan
orang per orang dalam masyarakat,
yang dilandasi dengan
prinsip-prinsip keadilan dan
menghargai etika dan estetika
keilmuan. Artikulasi keselarasan dan
kerukunan itu akan dapat
diwujudkan melalui kerjasama
(gotong-royong), sopan santun,
norma dan moral, kasih sayang,
kekeluargaan, rasa berbakti, dan
lain-lain (Sumjati, 2001:12). Mulal
dari sekolah dapat dibentuk
pendidikan kewargaan yang berbasis
budaya lokal, nasional, bahkan
global. Kegiatan strategis yang,
dapat dikembangkan oleh guru
adalah kondisi yang menyebabkan
peserta didik betah di sekolah
sehingga mereka mau berada di
sekolah, senang dan suka bergaul
dengan teman, berdiskusi,
menyelesaikan tugas-tugas
kelompok, membaca, bermain peran,
membuat majalah dinding, membuat
jurnal metakognisi di sekolah, latihan
memecahkan kerumitan bersama,
dan lain-lain (Delors, 1999:45;
Rosyada, 2002:20).
Dalam ide sekolah
demokratis dikemukakan kondisi
atau persyaratan yang dikembangkan
oleh James A. Beane dan Michael
W. Apple sebagai berikut (Rosyada,
2004:16):
a. Keterbukaan saluran ide dan
gagasan, sehingga semua orang
bisa menerima informasi
seoptimal mungkin.
b. Memberikan kepercayaan
kepada individu-individu dan
kelompok dengan kapasitas yang
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
16/173
12
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
mereka miliki untuk
menyelesaikan berbagai
persoalan sekolah.
c. Menyampiakan kritik sebagai
hasil analisis dalam proses
penyampaian evaluasi terhadap
ide-ide, problem-problem dan
berbagai kebijakan yang
dikeluarkan sekolah.
d. Memperlihatkan kepedulian
terhadap kesejahteraan orang lain
dan terhadap persoalan-persoalan
publik.
e. Mengembangkan kondisi
demokratis dalam kehidupan
manusia yang dimulai dari
anak-anak sekolah dan praktek
desain pembelajaran.
f. Kepedulian terhadap martabat,
harga diri, hak-hak individu, dan
hak-hak minoritas.
g. Secara institusional sekolah
sebagai wadah penerapan dan
mempromosikan serta
mengembangkan cara-cara hidup
demokratis.
Sejalan dengan prinsip-
prinsip pendidikan yang telah
disebutkan di atas maka para
pendidik humanis memiliki
pandangan tentang pendidikan
sebagai berikut:
1). Tujuan pendidikan dan proses
pendidikan berasal dari anak
(peserta didik). Oleh karenanya,
kurikulum dan tujuan pendidikan
menyesuaikan dengan kebutuhan,
minat, dan prakarsa anak.
2). Peserta didik adalah aktif bukan
pasif. Anak memiliki keinginan
belajar dan akan melakukan
aktivitas belajar apabila mereka
tidak difrustasikan belajarnya
oleh orang dewasa atau penguasa
yang memaksakan keinginannya.
3). Peran guru adalah sebagai
fasilitator, motivator, penasihat,
pembimbing, mitra belajar bagi
peserta didik, bukan penguasa
kelas. Tugas guru ialah
membelajarkan peserta didik
sehingga peserta didik memiliki
kemandirian dalam belajar. Guru
berperan sebagai pembimbing
dan melakukan kegiatan
menggali, mengonstruksi dan
menemukan pengetahuan
bersama peserta didik. Tidak
boleh ada pengajaran yang
bersifat otoriter, di mana guru
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
17/173
13
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
sebagai penguasa dan murid
menyesuaikan.
4). Sekolah sebagai bentuk kecil dari
masyarakat luas. Pendidikan dan
pembelajaran seharusnya
fleksibel, dalam arti dapat
dilakukan di dalam dan luar
kelas, di perpustakaan, di
laboratorium, bahkan di tempat
sumber masalah yang akan
dipecahkan. Pendidikan yang
bermakna adalah pendidikn
yang berguna bagi peserta didik
dan dapat dimanfaatkan dalam
kehidupan masyarakat.
5). Aktivitas belajar harus berfokus
pada pemecahan masalah
autentik, bukan sekadar
memindahkan ilmu pengetahuan.
Pemecahan masalah adalah
bagian dari kegiatan kehidupan.
Oleh karenanya, pendidikan
harus membangun kemajuan
peserta didik untuk memecahkan
masalah. Kegiatan pendidikan
bukan sebagai pemberian
informasi dari guru kepada
peserta didik, yang terbatas
sebagai aktivitas mengumpulkan
dan mengingat kembali
pengetahuan statis.
6). Iklim sekolah harus demokratis
dan kooperatif karena kehidupan
di masyarakat selalu hidup
bersama orang lain, maka setiap
orang harus mampu
berkolaborasi dengan orang lain.
Dalam realita pendidikan
tradisional sering peserta didik
dilarang untuk berbicara, berpindah
tempat, atau kerja sama dengan
peserta didik lain. Iklim demokratis
dalam kelas dibutuhkan agar peserta
didik dapat hidup secara demokratis
di masyarakat. Prinsip-prinsip
pendidikan yang humanis diambil
dari pandangan progresivisme, yang
lebih menekankan bahwa individu
sebagai satuan sosial (anggota
masyarakat). Sedangkan prinsip
pendidikan humanis yang diambil
dari pandangan eksistensialisme
adalah menekankan pada keunikan
peserta didik sebagai individu. Setiap
peserta didik dipandang sebagai
individu yang memiliki keunikan
yang berbeda dengan peserta didik
lain. Perbedaan keunikan individu
peserta didik dalam kegiatan
pendidikan dan pembelajaran harus
dapat tampak dan dihargai oleh
pendidik atau guru. Pandangan
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
18/173
14
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
eksistensialis yang diambil oleh
pendidik humanis adalah adanya
kemerdekaan atau kebebasan dalam
diri individu untuk memilih apa yang
dianggap benar bagi dirinya untuk
dapat membangun dirinya menjadi
(to become) seperti apa yang
diinginkan. Kelahiran sebagai wujud
keberadaan (eksistensi) individu di
dunia adalah titik awal bagi individu
untuk mengembangkan esensi
dirinya. Esensi diri manusia
dibangun melalui proses kehidupan
di mana individu memiliki
kebebasan untuk memilih dan dia
harus bertanggung jawab terhadap
apa yang telah dipilih. Individu akan
terbentuk menjadi apa adalah sesuai
dengan pilihan bebas yang diambil,
yang selanjutnya terbentuk menjadi
siapa dirinya, sebagai dokter,
insinyur, atau guru adalah sebagai
akibat dan pilihan bebas yang dia
lakukan. Nilai-nilai keagamaan
berada dalam diri individu yang
memperoleh pemaknaan oleh
individu masing-masing, tidak ada
otoritas di luar diri individu yang
dapat memberikan makna. Apabila
individu melakukan perubahan
makna akan pengetahuan, nilai-nilai,
atau keagamaan maka hal itu
dilakukan oleh dirinya dengan rasa
sukarela dan bukan karena paksaan
dan otoritas di luar dirinya. Oleh
karenanya, komunikasi atau dialog
menjadi instrumen penting bagi
perubahan pemaknaan akan
pengetahuan, nilai-nilai, maupun
keagamaan.
Dalam model pendidikan
tradisional, komunikasi atau dialog
yang bersifat interaksi dua arah dari
guru pada peserta didik, dan peserta
didik pada guru, telah diubah
menjadi bentuk perintah atau
penyampaian informasi yang satu
arah. Dalam hal ini, hak-hak peserta
didik sebagai individu yang memiliki
kebebasan atau otoritas atas dirinya
telah dirampas oleh guru.
Pengetahuan dan nilai yang
ditangkap peserta didik menjadi
tidak orisinal atau tidak otentik,
tetapi sekadar pengetahuan yang
tidak memiliki makna bagi individu
dan kehidupannya. Hanya dengan
metode dialog maka pengetahuan
dan nilai-nilai yang dijadikan materi
(isi) dialog tersebut dapat membantu
mengubah pengetahuan subjektif
menjadi pengetahuan objektif.
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
19/173
15
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
Dalam metode dialog terjadi proses
komunikasi yang setara antara
individu satu dengan individu lain,
tidak ada unsur pemaksaan sehingga
memberi kebebasan bagi setiap
individu untuk mengambil atau tidak
mengambil pengetahuan dan nilai-
nilai. Hal ini juga sesuai dengan
prinsip belajar yang disampaikan
Carl Rogers, yaitu situasi belajar
yang paling efektif meningkatkan
belajar yang bermakna adalah
apabila (1) situasi yang mengancam
diri peserta didik dikurangi
seminimal mungkin, (2) perbedaan
persepsi terhadap objek pemahaman
diizinkan atau difasilitasi.
Paulo Freire menjelaskan dialog
adalah sebagai cara yang menusiawi
untuk memaknai dunia, dalam arti
juga untuk memahami dan
memaknai pengetahuan dan nilai-
nilai. Dia mengatakan dialog adalah
pertemuan antarorang (manusia),
diperantarai oleh dunia, agar
memahami (memaknai) dunia.
Apabila ini diterapkan pada situasi
belajar maka dialog adalah
perjumpaan antara guru dan peserta
didik, diperantarai oleh materi (isi)
pelajaran, agar dapat memahami
(memaknai) materi pelajaran. Dialog
tidak akan terjadi di antara mereka,
di mana yang satu merampas hak
orang lain (penindas) dan yang lain
dirampas haknya (tertindas). Atau
dengan bahasa lain bahwa dialog
tidak akan terjadi antara guru yang
telah merampas hak kebebasan
peserta didik dengan peserta didik
yang telah dirampas hak
kebebasannya oleh guru. Terakhir,
Friere mengatakan dialog tidak
mungkin terjadi apabila tidak
melibatkan berpikir kritis. Manusia
dan dunianya sebagai unsur yang
tidak terpisahkan, sebagaimana guru
dan murid dengan materi pelajaran
sebagai unsur yang tidak terpisahkan.
Pemahaman atau pemaknaan
terhadap dunia atau materi pelajaran
dengan tujuan untuk melakukan
perubahan kehidupan tidak dapat
dilakukan tanpa berpikir kritis.
Dalam proses pendidikan atau
belajar dengan tujuan untuk
perubahan kehidupan maka guru dan
peserta didik harus melakukan
pemahaman atau pemaknaan dengan
menggunakan pemikiran kritis.
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
20/173
16
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
PENUTUP
Indonesia telah menggariskan
prinsip penyelenggaraan
pendidikannya yang demokratis dan
humanistis, namun masih sekedar
selogan (bersifat retorik) dalam UU
Sisdiknas. Prinsip pendidikan dan
pembelajaran yang demokratis dan
humanis belum tampak diwujudkan
praktek pengelolaan pendidikan dan
pembelajaran di sekolah.
Pengelolaan pendidikan kita masih
membeda-bedakan kelompok
masyarakat, organisasi, budaya,
agama, dan pembelajarannya masih
menganut prinsip behavioristik yang
sangat dehumanis dalam sistem
pendidikannya. Namun bila
penyelenggaraan sistem pendidikan
di Indonesia mau lebih banyak
belajar dari sistem pendidikan
negara-negara yang telah
menerapkan pendidikan dan
pembelajaran yang demokratis dan
humanis, bukannya tidak mungkin
lambat laun Indonesia yang kaya
dengan potensi SDM, budaya dan
SDA ini dapat segera bangkit dari
krisis yang sedang melanda negeri
ini.
Untuk mewujudkan sistem
pendidikan yang demokratis dan
humanistis, pemerintah dan sekolah
mengharuskan tenaga edukatif hijrah
dari paradigma guru mengajar
(behavioristik) menuju paradigma
siswa belajar (konstruktivistik).
Pembinaaan dan pelatihan guru-guru
perlu dilakukan dalam implementasi
paradigma baru pembelajaran yang
mengapresiasikan nilai estetika
keilmuan. Seluruh sistem pendukung
pendidikan dan pembelajaran harus
dibenahi, seperti implementasi
berbagai model pembelajaran
inovatif yang berbasis pada
pendidikan kewargaan, pembelajaran
multikultural, muatan laboratorium
yang memadai, pembelajaran yang
fleksibel (tidak harus di kelas),
Implementasi desentralisasi
pendidikan dalam konteks sistem
pendidikan yang demokratis dan
humanis, otonomi pengelolaan
pendidikan melalui pengelolaan
berbasis komptensi akan dapat
berjalan dengan baik jika perangkat-
perangkat pendukungnya seperti
dewan pendidikan daerah dan komite
sekolah dapat menjalankan fungsinya
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
21/173
17
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
dengan baik. Dalam arti membantu
pengembangan pendidikan umumnya
dan sekolah khususnya. Melalui
dewan pendidikan dan komite
sekolah, partisipasi masyarakat di
bidang pendidikan dapat
diwujudkan. Namun sebaliknya
sekolah harus pula membuka diri dan
bekerjasama dengan institusi-
institusi masyarakat di lingkungan
dalam upaya memberdayakan dan
bekerjasama dengan masyarakat
termasuk dalam penyelenggaraan
pendidikan berbasis masyarakat.
Diharapkan dengan itu akan
terbentuk komunitas yang belajar,
organisasi sekolah yang juga belajar
dan akhirnya akan terbentuk
masyarakat madani yang berbasis
pengetahuan (knowledge-based
society).
DAFTAR PUSTAKA
Daniel Mohammad Rosyi. 2008.
Keaduhan Nasional. Diakses
dari
http://jawabali.com/blog/keadu
han-nasional-790/trackback
pada tanggal 25 April 2008.
Delors, J. 1996. Four Pillars of
Learning.
http://www.unesco.org/delors/d
elors November 25, 2007.
Gardner, H. 1993. Frames of Mind:
The theory of multiple
intelligences. N.Y.: Basic
Books.
Gardner, H. 2004. Changing Minds.
Boston, MA: Harvard Business
School Press.
Gardner, H. 2006.Five Minds for the
Future. Boston, MA: Harvard
Business School Press.
Hogan-Garcia, M. 2003. The Four
Skills of Cultural Diversity
Competence: a Process for
Understanding and Practice.
Pacific Grove, CA.:
Brooks/Cole.
Joyce, Bruce R., Weill. 1992. Model
of Teaching (fourth Edition).
Boston-London-Toronto-
Sydney-Singapore: Allyn and
Bacon Publishers.
Pai, Young. 1990. Cultural
Foundations of Education.
New York: Macmillan
Publishing Company.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma
Penddikan Demokratis.
Jakarta: Prenada Media.
Raka Joni, T. 2008a. Changing
Parenting Styles: NurturingCultural Diversity Competence
in Indonesia. Makalah
disajikan dalam Konggres ke-5
Asosiasi Psikoterapis se-Asia
Pasifik, tanggal 5 - 7 April
2008, di Jakarta.
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
22/173
18
Bornok Sinaga adalah Guru Besar Pendidikan Matematika dan Dosen Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri medan
Salla Korpela. 2005. Free Schooling
for All: The Finnish School
System Supports Life Long
Learning. Diakses darihttp://virtual.finland.fi/netcom
m/news/
showarticle.asp?intNWSAID=2
5819 pada tanggal 16 Maret
2008.
Sarkim, T. 1998. Humaniora Dalam
Pendidikan Sains. Dalam
Pendidikan Sains yang
Humanistis: Persembahan 72
Tahun Pater JIGM. Drost, SJ.
Yogyakarta: Universitas SanataDharma dan Penerbit Kanisius.
Halaman 128-129.
Sumjati, As. 2001. Manus dan
Dinamika Budaya. Yogyakarta:
BIGRAF.
Taylor, Lyn. 1993. Vygotskyan
Scientific Concepts:
Implications for Mathematics
Education. Focus on learning
problems in mathematics
Vol. 15, 2-3.
Tilaar, H. A. R. 2000 Paradigma
Baru Pendidkan Nasional.
Jakarta:PT Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan NasionalRepublik Indonesia. (2003).
Undang-undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta:
Kemendiknas.
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
23/173
19
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF
UNTUK PEMBELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR
KELISTRIKAN
Hamonangan Tambunan
Abstrak
Tujuan pembelajaran kelistrikan akan dapat dicapai dengan efektif apabila
didukung oleh sarana yang memungkinkan siswa dapat membangun
kompetensinya. Dengan keterbatasan peralatan yang dibutukan di
laboratorium kelistrikan untuk melakukan percobaan-percobaan menjadi
kesulitan dalam pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Penelitian ini
dilakukan untuk mengembangkan salah satu media pembelajaran yang
menggunakan sarana computer untuk melakukan beberapa simulasi yang
dapat dilakukan oleh pebelajar sendiri sehingga dapat membangunkompetensi yang diharapkan pada lingkup kelistrikan. Penelitian ini
dilakukan untuk merancang pembelajaran menerapkan dasar-dasar
kelistrikan yang berbasis multimedia interaktip dengan metode penelitian
pengembangan.
Kata kunci:Pembelajaran,Multimedia interaktif
PENDAHULUAN
Mutu lulusan suatu lembaga
pendidikan ditentukan oleh kondisi
sekolah-sekolah yang ada. Semua
sekolah yang sejenis menggunakan
kurikulum yang sama, namun
masing-masing sekolah memiliki
prestasi yang berbeda pula. Beberapa
hal yang membedakan kualitas setiap
sekolah itu adalah media
pembelajaran yang digunakan serta
kondisi alat dan bahan yang ada. Hal
ini menimbulkan adanya perbedaan
kualitas lulusan disetiap sekolah.
Sekolah favorite maupun sekolah
swasta bergengsi dapat menghasilkan
lulusan yang sangat kompeten, lalu
bagaimana dengan sekolah yang
cenderung biasa-biasa saja? Sekolah
favorite maupun sekolah swasta
bergengsi mampu mengunakan
media pembelajaran yang up to date
serta dapat menyediakan alat dan
bahan yang dibutuhkan dalam proses
pembelajaran sebab didukung
dengan kondisi finansial yang
memadai. Sementara itu banyak
sekolah lain yang hanya
menggunakan fasilitas seadanya.
Pemerintah membuat rencana
melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan menjadikan SMA
menjadi SMK dengan tujuan ingin
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
24/173
20
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
mengatasi banyaknya lulusan SMA
yang mengalami penganguran akibat
tidak memiliki biaya untuk melanjut
ke tingkat universitas ditambah lagi
mereka kurang memiliki kemampuan
untuk terjun ke dunia kerja.
Pemerintah berusaha membuat
perbandingan antara SMK dan SMA
menjadi 50:50. Pada dasarnya
pemerintah merancang program ini
adalah untuk memberikan solusi
kepada anak bangsa yang kurang
mampu untuk melanjutkan studi ke
perguruan tinggi kerena dengan ini
sekolah dapat menghasilkan lulusan-
lulusan yang memiliki skill untuk
terjun ke dunia kerja.
Kondisi keterbatasan alat dan
bahan di SMK sangat mempengaruhi
tingkat pencapaian hasil belajar
siswa, dimana siswa tidak hanya
belajar berdasarkan teori melainkan
juga harus dengan praktek langsung
guna membentuk pengalaman kerja
yang sesungguhnya. Jika siswa SMK
juga hanya dibekali dengan teori saja
maka tidak ada ubahnya dengan
siswa SMA. Memilih SMK sebagai
tempat mereka belajar, berarti
mereka ingin memiliki kompetensi
yang memampukan mereka bekerja.
Oleh karena itu, maka mereka harus
dibekali dengan keahlian untuk
hidup bersaing di dunia usaha
apabila mereka tidak dapat
melanjutkan studi ke perguruan
tinggi. Namun, apakah mereka dapat
belajar jika peralatan dan bahan yang
dibutuhkan tidak ada? Mengatasi hal
itu maka diperlukanlah media belajar
alternatif yang dapat dijangkau
sekolah yang dapat mengatasi
kondisi alat dan bahan tersebut.
Mengatasi permasalahan diatas
maka penelitian ini merancang media
pembelajaran berbasis multimedia
dalam bentuk CD interaktif untuk
dapat meningkatkan hasil belajar
siswa tanpa dibebani oleh dukungan
alat dan bahan yang kurang memadai
di sekolah, sebab mereka akan dapat
belajar dimana saja dan kapan saja
menggunakan fasilitas yang ada
diluar sekolah. Pembelajaran adalah
suatu kombinasi yang terdiri dari
unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi untuk
mencapai tujuan pembelajaran
melalui proses komunikasi
(penyampaian pesan/informasi)
antara pengajar dengan pembelajar,
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
25/173
21
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
dimana pesan/informasi tersebut
adalah bahan ajar (Hamalik, 2010;
Sadiman, 2011).
Penelitian ini mengembangkan
media pembelajaran didasarkan
ketertarikan terhadap hasil dari
penelitian (Kristiningrum,2007;
Faizin, 2009) tentang multimedia
interaktif yang menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis multimedia
dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Bedasarkan hal tersebut
ditetapkan topik penelitian ini yaitu
desain pembelajaran berbasis
multimedia untuk mempermudah
proses pembelajaran di SMK
khususnya jurusan Teknik Audio
Video (TAV) untuk standar
kompetensi Menerapkan Dasar-
Dasar Kelistrikan yang dikemas
dalam bentuk CD Interaktif. Media
adalah sebuah alat yang mempunyai
fungsi menyampaikan pesan dan
merupakan alat bantu dalam proses
belajar mengajar baik dalam
pendidikan formal maupun informal
(Widada,2010; Sanaky,2011).
Multimedia Interaktif kombinasi
dari beberapa jenis media; teks, grafi
k, suara, animasi, dan video dalam sa
tu aplikasi (program) komputer, yang
memiliki 3 level , yaitu level teknis
yang berkaitan dengan alat-alat
teknik, level semiotik yang berkaitan
dengan bentuk representasi (yaitu
teks, gambar/grafik); bentuk
representasi ini dapat dianggap
sebagai jenis tanda (types of sign)
dan level sensorik, berkaitan dengan
saluran sensorik level
yang berfungsi menerima tanda
(Mayer, 2009; DAloisio,1998).
METODOLOGI PENELITIAN
Perancangan produk dilakukan
dengan menggunakan model desain
pembelajaran ADDIE (Analisys,
Design, Development,
Implementation, Evaluation), seperti
gambar 1. berikut.
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
26/173
22
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
Gambar 1 Diagram Prosedur Penelitian
Pada tahap analisis dilakukan
identifikasi kebutuhan pembelajaran
dan menyusun tujuan pembelajaran.
Mengacu pada kurikulum yang
berlaku di SMK, mengidentifikasi
perilaku dan karakteristik siswa. Hal
ini dilakukan untuk mengetahui
kondisi dari pada siswa atau sasaran
produk yang dikembangkan agar
produk yang di kembangkan dapat
diterima. Berdasarkan ini maka
ditentukan spesifikasi produk yang
dikembangkan berkaitan dengan
kemenarikan tampilan, kemudahan
penggunaan, kemudahan akses
computer, software pendukung,
materi sesuai dengan kebutuhan
belajar dan mudah di mengerti
(dilengkapi dengan simulasi,
animasi, audio dan video serta
gambar).
Pada tahap desain dilakukan
penyiapan software Adobe Flash
CS3, Autoplay Media Studio 6.4.0
untuk membuat desain menjadi
produk. Tahapan yang dilakukan
adalah pertama, merancang desain
tampilan pembuka saat cd interaktif
dijalankan; kedua, merancang
desain tampilan penyajian materi;
ketiga, menyusun materi, keempat,
menyusun tes.
Pada tahap pengembangan
dilakukan pembuatan tampilan awal
cd saat di jalankan di computer;
Membuat halaman penyajian materi;
Membuat tombol-tombol menu;
Mempersiapkan gambar, teks,
animasi dan simulasi yang
diperlukan sebagai bagian dari
materi.
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
27/173
23
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
Pada tahap implementasi
dilakukan untuk melihat kondisi
media interaktif (cd interaktif) saat di
jalankan di komputer. Jika media
interaktif yang di buat sudah dapat
dijalankan sesuai dengan yang
direncanakan.
Pada tahap evaluasi ini menguji
produk dilakukan dalam rangka
memvalidasi produk dengan
melibatkan 3 orang reviewer ahli
media dan 1 orang reviewer ahli
materi dimana berdarkan masukan
reviewer dilakukan revisi, Aspek-
aspek yang menjadi focus perhatian
para reviewer adalah Penyajian
Informasi, Kegunaan Media,
Kemudahan Penggunaan,
Kemanfaatan.
Pada tahap validasi produk
dilakukan dengan tahapan desiminasi
(penyebaran) untuk melihat respon
kelayakan produk dari pengguna
(siswa), meliputi aspek daya Tarik,
tingkat kesulitan, manfaat.
Selanjutnya efektivitas dan efisiensi
produk terhadap proses dan hasil
belajar siswa dilihat dari hasil tes
yang tersedia pada produk.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penilaian dari para
ahli dan pengguna produk yang
dikembangkan berikut digambarkan
tanggapan para ahli terkait dengan
tata letak, huruf, bahasa dan warna.
Untuk penyajian informasi secara
keseluruhan ahli media menyatakan
sudah sangat baik terlihat pada table
1 Berikut:
Tabel 1. Hasil validasi ahli terhadap aspek penyajian informasi
Aspek yang
dinilai
AhliRata-rata Kategori
I II III IV
Tata Letak 5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Baik
Huruf 5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Baik
Bahasa 4 5 5 5 19/4 = 4,75 Sangat Baik
Warna 4 4 4 5 17/4 = 4,25 Baik
Penilaian secara keseluruhan 19/4 = 4,75 Sangat Baik
Adapun kategori yang diberikan
untuk setiap penilaian adalah Sangat
Baik (SS) dengan skor 5, Baik (B)
dengan skor 4, Cukup (C) dengan
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
28/173
24
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
skor 3, Kurang Baik (KB) dengan
skor 2 dan Tidak Baik (TB) dengan
skor 1. Dari tabel terlihat bahwa hasil
rata-rata penilaian dari para ahli
adalah 4,75 dan nilai ini cenderung
kepada skor 5 sehingga penilaian
ahli media terhadap penyajian
informasi adalah sangat baik. Dalam
bentuk grafik tampak sebagai
berikut. Untuk aspek kegunaan
media secara keseluruhan para ahli
menyatakan sudah sangat baik
terlihat pada tabel 2. Berikut:
Tabel 2. Hasil validasi ahli terhadap aspek kegunaan media
Aspek yang dinilaiAhli
Rata-rata Kategori
I II III IV1. Materi penyajian dapat
membantu untuk
memahami lebih baik
5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju
2. Penyajian materi dapat
mendorong untuk
belajar
5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju
3. Dengan menggunakan
format simulasi dari
materi dapat
membantu memahami
konsep
4 5 5 4 18/4 = 4,5 Sangat Setuju
Penilaian secara keseluruhan 14,5/3 = 4,83 Sangat Setuju
Adapun kategori yang diberikan
untuk setiap penilaian adalah Sangat
Setuju (SS) dengan skor 5, Setuju (S)
dengan skor 4, Cukup (C) dengan
skor 3, Kurang Setuju (KS) dengan
skor 2 dan Tidak Setuju (TS) dengan
skor 1. Dari tabel terlihat bahwa hasil
rata-rata penilaian dari para ahli
adalah 4,83 dan nilai ini cenderung
kepada skor 5 sehingga penilaian
ahli media terhadap penyajian
informasi adalah dianggap sangat
setuju.
Untuk aspek kegunaan media
secara keseluruhan para ahli
menyatakan sudah sangat baik
terlihat pada table 3. Berikut:
Tabel 3 Hasil validasi ahli terhadap aspek kemudahan penggunaan.
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
29/173
25
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
Aspek yang dinilaiAhli Rata-rata KategoriI II III IV
1. Media mudah
digunakan 5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju
2. Dengan adanya media
ini pemahaman materi
jauh lebih baik
5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju
3. Dengan media ini
diperoleh materi ajar
yang lebih banyak
5 4 5 4 18/4 = 4,5 Sangat Setuju
Penilaian secara keseluruhan 14,5/3 = 4,83 Sangat Setuju
Adapun kategori yang diberikan
untuk setiap penilaian adalah Sangat
Setuju (SS) dengan skor 5, Setuju (S)
dengan skor 4, Cukup (C) dengan
skor 3, Kurang Setuju (KS) dengan
skor 2 dan Tidak Setuju (TS) dengan
skor 1. Dari tabel terlihat bahwa hasil
rata-rata penilaian dari para ahli
adalah 4,83 dan nilai ini cenderung
kepada skor 5 sehingga penilaian
ahli media terhadap penyajian
informasi adalah dianggap sangat
setuju.
Tabel 4 Hasil validasi ahli terhadap aspek kemanfaatan media
Aspek yang dinilaiAhli
Rata-rata KategoriI II III IV
1. Dengan media ini dapat
digunakan untuk
mempelajari materi yang ada
hubungannya dengan konsep
lain
5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju
2. Dengan menggunakan
media ini dapat mendorongsaya untuk memahami ICT
lebih baik
5 5 5 5 20/4 = 5 Sangat Setuju
Penilaian secara keseluruhan 10/2 = 5 Sangat Setuju
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
30/173
26
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
Adapun kategori yang diberikan
untuk setiap penilaian adalah Sangat
Setuju (SS) dengan skor 5, Setuju (S)
dengan skor 4, Cukup (C) dengan
skor 3, Kurang Setuju (KS) dengan
skor 2 dan Tidak Setuju (TS) dengan
skor 1. Dari tabel terlihat bahwa hasil
rata-rata penilaian dari para ahli
adalah 5 sehingga penilaian ahli
media terhadap penyajian informasi
adalah dianggap sangat setuju.
Dari deseminasi produk yang
dilakukan diperoleh pad engujian
tahap I yang dilakukan terhadap 10
orang siswa TAV kelas X. Uji coba
dilakukan untuk mendapatkan
informasi penggunaan cd interaktif
dalam proses pembelajaran respon
siswa. Setiap siswa diberikan cd
interaktif, kemudian siswa
menggunakan cd interaktif secara
mandiri. Setelah menggunakan cd
interaktif ini, siswa memberikan
komentar pada angket yang
disediakan dan mengerjakan tes.
Adapun aspek-aspek penilaian
yang dikomentari oleh siswa adalah
sebagai berikut:
Tabel. 5 Hasil angket cd interaktif terhadap siswa pada pengujian I
Daya tarik Tinggkat
Kesulitan
Manfaat
a b A B A BJumlah siswa yang
menyatakan
Ya
10 10 9 2 10 10
Jumlah siswa yang
menyatakan
Tidak
- - 1 8 - -
Pada tabel 5 setiap komponen
dibagi menjadi 2 bagian lagi yaitu a
dan b yang merupakan aspek-aspekyang dinilai setiap komponen.
Respon yang diberikan siswa yang
tertera pada tabel 5 menunjukkan
bahwa tingkat kesulitan merupakan
kendala siswa dalam menggunakan
cd interaktif tersebut. Hasil tes yang
dikerjakan oleh siswa juga
menunjukkan hasil yang belummaksimal. Hasil tes siswa terlihat
pada tabel 4.9 berikut.
Pegujian pada tahap berikutnya
setelah dilakukan revisi dengan
melibatkan jumlah siswa sebagai
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
31/173
27
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
responden, yaitu 30 orang siswa
TAV. Dengan langkah yang sama
setiap siswa diberikan cd interaktif
namun sebelum digunakan, siswa
terlebih dahulu diberikan penjelasan
menggunakan cd interaktif dengan
bantuan LCD proyektor. Setelah
penggarahan diberikan kemudian
siswa dipersilahkan menggunakan cd
interaktif secara mandiri. Setelah
menggunakan cd interaktif ini, siswa
memberikan komentar pada angket
yang disediakan dan melakukan tes.
Komentar siswa pada pengujian
tahap II dapat dilihat pada tabel 6
berikut:
Tabel 6 Hasil angket cd interaktif pada pengujian tahap II
Daya tarik TinggkatKesulitan
Manfaat
a B a B A B
Jumlah siswa yang
menyatakan Ya 30 30 30 30 30 30
Jumlah siswa yang
menyatakan
Tidak- - - - - -
Pada tabel 6 dapat dilihat respon
yang diberikan siswa menunjukkan
cd interaktif sangat disukai siswa
sebagai media dalam proses
pembelajaran. Hal tersebut sangat
berpengaruh pada hasil tes yang
dikerjakan oleh siswa yang
menunjukkan hasil yang maksimal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Media pembelajaran interaktif
yang dikemas dalam bentuk cd
interaktif pada penelitian ini
berdasarkan pengujian oleh para ahli
telah dinyatakan layak digunakan
dalam proses pembelajaran dan
ternyata sangat menarik minat
belajar siswa terlihat dari respon
yang diberikan siswa melalui angket
dan hasil belajar siswa yang naik
secara siknifikan. Media
pembelajaran interaktif ternyata
sangat efektif digunakan dalam
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
32/173
28
Hamonangan Tambunan adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
proses pembelajaran ditinjau dari
hasil belajar siswa dengan nilai
terendah adalah 8,0 (delapan koma
nol) yaitu lebih tinggi 1 angka dari
nilai KKM yang ditetapkan hanya
dalam 1 kali penerapan tanpa harus
melakukan remedial.
Saran
Beberapa hal yang dapat
disarankan dari hasil penelitian ini
adalah bahwa guru yang mengajar
dikelas hendaknya memiliki
kemauan untuk membuat media
pembelajaran yang belum ada
maupun mengembangkan media
pembelajaran yang sudah ada untuk
mengatasi keterbatasan dalam
penyampaian informasi dalam proses
pembelajaran di kelasnya. Penelitian
yang lebih mendalam perlu
dilakukan oleh peneliti beriktnya
untuk dapat mengembangkan produk
yang lebih mutakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Faizin, Noor. 2009. Penggunaan
Model Pembelajaran
Multimedia Interaktif (MMI)
Pada Konsep Listrik Dinamis
Untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep Dan
Memperbaiki Sikap Belajar
Siswa (online)
Hamalik, Oemar.2010. Kurikulum
dan
Pembelajaran.Jakarta;Bumi
Aksara
HR, Widada. 2011. Multimedia
Interaktif untuk Guru &
Profesional.Yogyakarta;
Pustaka Widyatama.
Kristiningrum, 2007.Pengembangan
Multimedia Pembelajaran
Interaktif dengan
Macromedia Authorware 7.0pada Materi Fisika Sekolah
Menengah Atas (SMA) Pokok
Bahasan Kinematika Gerak
Lurus (online)
Sanaky, Hujair. 2011. Media
Pembelajaran. Yogyakarta:
Kaukaba
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
33/173
29
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF DAN MOTIVASI KERJA
TERHADAP KINERJA GURU SMP NEGERI
DI KOTA PEMATANG SIANTAR
Sukarman Purba
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung pemberian
insentif dan motivasi kerja terhadap kinerja guru. Populasi dalam penelitian
ini adalah guru-guru SMP Negeri di Kota Pematang Siantar, dengan jumlah
sampel 140 orang guru. Metode penelitian adalah penelitian survey dengan
pendekatan analisi jalur. Pengumpulan data dilakukan menggunakan angket,
yang telah diujicobakan.Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh
langsung positif dan signifikan pemberian insentif, dan motivasi kerja
terhadap kinerja guru. Untuk itu, diperlukan kebijakan untuk meningkatkan
kinerja guru, maka perlu peningkatan pemberian insentif dan motivasi kerja.
Kata kunci :Pemberian Insentif, Motivasi Kerja dan Kinerja Guru
PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu bangsa
tidak terlepas dari kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) yang
dimilikinya. Pemerintah berupaya
agar kualitas SDM semakinditingkatkan dengan cara
peningkatan kesejahteraan,
peningkatan kemampuan dan
pengetahuan, melakukan sertifikasi.
Guru sebagai suatu asset sumber
daya manusia memiliki peranan yang
sangat penting dalam proses
pendidikan, dan merupakan ujung
tombak dalam memajukan kualitas
pendidikan. Sebagaimana dinyatakan
Tilaar (1999:104) bahwa
peningkatan kualitas pendidikan
tergantung banyak hal, terutama
mutu gurunya. Ini menunjukkan
bahwa tugas guru tidaklah mudah.
Guru harus memiliki kemampuan
dan ketrampilan yang bersifatprofessional. Peranan guru dalam
proses pembelajaran meliputi sebagai
pengajar, pemimpin kelas,
pembimbing, perencana, supervisor,
motivator, dan konselor. Sebagai
tulang punggung pendidikan, guru
diharapkan mampu melaksanakan
tugas-tugas dan fungsinya demi
tercapainya tujuan pendidikan.
Untuk menjadikan guru sebagai
tenaga yang profesional maka perlu
dilakukan pembinaan secara terus
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
34/173
30
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
menerus dan berkesinambungan,
dihargai dan diakui
keprofesionalannya. Pekerjaan guru
bukan semata-mata pekerjaan
pengabdian namun guru adalah
pekerja professional. Usaha-usaha
untuk membuat mereka menjadi
profesional tidak semata-mata hanya
meningkatkan kompetensinya, baik
melalui pemberian penataran,
pelatihan maupun kesempatan untuk
belajar, namun perlu juga
memperhatikan guru dari segi yang
lain, seperti peningkatan disiplin,
peningkatan motivasi kerja,
pemberian bimbingan melalui
supervisi, pemberian insentif, gaji
yang layak dengan keprofesionalnya
demi mewujudkan kinerja yang
tinggi dalam mencapai tujuan
pendidikan yang diharapkan.
Namun dalam kenyataannya,
bahwa pendidikan di Indonesia
masih belum menunjukkan
perubahan ke arah yang lebih baik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Balitbang PDIP pada tahun 2007
menemukan bahwa presentasi guru
yang layak sesuai dengan profesinya
adalah sebagai berikut: guru SMA
67,1%, guru SMP 64,1%, dan guru
SD sebesar 50,7%. Temuan ini
menunjukkan rata-rata keseluruhan
guru, mulai dari guru SD, SMP, dan
SMA rata-rata 60,6% yang layak dan
39,4% belum profesional atau belum
layak menjadi guru. Data ini
menunjukkan masih belum
profesionalnya guru akan
mengakibatkan kinerja guru rendah.
Bila dilihat dari hasil Ujian akhir
nasional juga belum menunjukan
nilai yang memuaskan dan jumlah
siswa yang yang tidak lulus masih
cukup banyak apalagi siswa dari
sekolah swasta. Ini menunjukan
bahwa kinerja guru dalam mendidik
anak masih belum maksimal. Bila
diamati beberapa fenomena yang
terjadi saat ini di Pematang Siantar,
masih banyak ditemukan motivasi
untuk mengembangkan materi
pelajaran masih kurang, kemampuan
guru untuk menghimpun materi
pelajaran dari berbagai buku sumber
masih rendah, sebagian guru masih
menggunakan silabus dan rencana
pelaksanaan pembeiajaran (RPP)
milik orang lain, mengajar tidak
sesuai dengan program yang telah
disusun, tidak mengajar sesuai
dengan bidang keahliannya akibat
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
35/173
31
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
kurangnya guru sesuai dengan
bidang yang dibutuhkan. Masih
banyaknya guru mencari kerja
tambahan di luar tugasnya sebagai
guru, sehingga para guru tidak fokus
dalam melakukan tugas dan
tanggungjawabnya. Hal ini akan
memberi dampak pada kinerja guru.
Untuk itu, perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui kinerja guru
Sekolah Menengah Pertama dan
faktor-faktor yang diprediksi
mempengaruhinya yaitu, Pemberian
Insentif dan Motivasi kerja guru.
Kinerja Guru
Kinerja dapat dinyatakan segala
sesuatu yang dilakukan dalam
menyelesaikan suatu tugas dengan
menggunakan sumberdaya yang
dimiliki guna mencapai tujuan yang
diharapkan. Robbins (1997:231)
menyatakan kinerja mengarah pada
suatu upaya pencapaian prestasi
kerja yang lebih baik. Keberhasilan
dalam melakukan sesuatu pekerjaan
sangat ditentukan oleh kinerja.
Pengertian ini menyatakan bahwa
kinerja merujuk pada hasil dalam
penyelesaian pekerjan, penanganan
atau pelaksanaan suatu tugas. Bates
dan Hoeton seperti yang dikutip oleh
Amstrong dan Baron (1998: 15)
menyatakan kinerja sebagai suatu
hasil kerja.
Robbins dalam Purba (2009:11-
12) menyatakan pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan merupakan
satu tolok ukur kinerja individu. Ada
tiga kriteria dalam melakukan
penilaian kinerja individu, yakni: (a)
hasil kerja individu (individual task
outcomes), perilaku (behaviors), dan
ciri (traits). Untuk mengukur hasil
kerja individual maka yang
dievaluasi adalah hasil tugas dari
seseorang atau produk apa yang
dihasilkan. Adapun pengertian
perilaku disini adalah perilaku ring
dilakukan dan berkaitan dengan
tugas yang harus ia lakukan dalam
melaksanakan pekerjaannya. Untuk
mengukur kinerja berdasarkan
perilaku kerja dapat dilakukan
dengan mengevaluasi aktivitas atau
kegiatan yang dilakukan oleh
pegawai dalam kaitannya dengan
pekerjaannya. Hodgetts dan Kuratko
(1988:438) menyatakan kinerja
berkaitan dengan seberapa baik
seseorang melakukan pekerjaannya.
Hugh and Feldman (1986: 24), bila
dikaitkan dengan peran individu
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
36/173
32
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
dalam organisasi, kinerja adalah
serangkaian perilaku atau kegiatan
individu yang sesuai dengan harapan
atau keinginan organisasi tempat ia
bekerja. Purba (2008: 29)
menyatakan bahwa penekanan
kinerja adalah untuk mendapatkan
hasil yang berorientasi pada
efektifitas dan efisiensi untuk
mencapai suatu tujuan. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa
kinerja adalah hasil, baik kuantitas
maupun kualitas, yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugasnya sesuai dengan standar
atau kriteria yang telah ditentukan
sehingga tercapai tujuan yang
diharapkan secara efektif dan efisien.
Menurut Gomes (1995: 135)
bahwa penilaian terhadap kinerja
mempunyai tujuan untuk men-
reward kinerja sebelumnya (to
reward past performance) dan untuk
memotivasi demi perbaikan kinerja
pada waktu yang akan datang (to
motivate fulture performance
improvement). Hayness (1984: 131),
yang menyatakan kriteria penilaian
kinerja yang efektif berfokus pada
serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang dalam melaksanakan
tugas yang menjadi kewajibannya
serta hasil yang diperolehnya dalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Hodgett dan Kuratko (1988: 439)
menyatakan bahwa sistem penilaian
kinerja yang didesain dengan baik
mempunyai lima karakteristik dasar,
yaitu: (1) berkaitan langsung dengan
tugas orang tersebut dan mengukur
kemampuannya dalam melaksanakan
tugas; (2) lengkap, karena mengukur
semua aspek penting; (3) bersifat
objektif, karena benar-benar
mengukur kinerja tugasnya; (4)
berdasarkan pada standar kinerja
yang diinginkan; dan (5) didesain
untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan seseorang dan selanjutnya
menjelaskan mengapa hal tersebut
terjadi dan bagaimana mengatasinya.
Dalam penelitian ini penilaian
terhadap kinerja guru dilakukan
berdasarkan perilaku. Penilaian
terhadap kinerja guru dilakukan
secara rater oleh kepala sekolah dan
pembantu kepala sekolah.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan pengertian kinerja guru
dalam penelitian ini adalah unjuk
kerja guru dalam melakukan tugas-
tugas dan tanggungjawabnya untuk
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
37/173
33
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
mencapai tujuan organisasi, dengan
indikator: melakukan tugas dengan
baik, hasil kerja sesuai dengan
tujuan, melakukan kerjasama, pola
komunikasi, dan tanggungjawab
terhadap tugas.
Pemberian Insentif
Dalam Kamus Bahasa Indonesi
Insentif diartikan sebagai tambahan
penghasilan (uang, barang dan
sebagainya) untuk menambah dan
meningkatkan gairah kerja. Kata
Insentif berasal dari bahasa Inggris
"incentive" artinya something that
encourage to do (sesuatu yang dapat
mendorong untuk melakukan
sesuatu). Pemberian insentif dapat
merangsang seseorang untuk dapat
bekerja lebih baik. Seperti
dikemukan oleh Monday dan Noe
(1996:124) bhwa The basic purpose
of all incentive plans is to improve
employei productivity in order to gain
a competitive advantage. Pernyataan
ini menunjukkan bahwa pemberian
insentif adalah sesuatu hal yang dapat
mendorong peningkatan produktivitas
seseorang meningkat. Pemberian
Insentif yang dimaksud dapat berupa
seperti kenaikan gaji, pemberian
tunjangan profesi, pertambahan
tanggung jawab, pujian, pemberian
jabatan pindah kepekerjaan yang lebih
bagus, dan memberikan tugas khusus.
Pemberian insentif juga terpaut
dengan waktu, seperti dinyatakan
Nawawi (2000:34) bahwa semakin
cepat insentif dibayarkan kepada
pegawai, semakin besar motivasinya
terhadap pekerjaan yang diberikan dan
nilai insentif yang diberikan akan
berkurang apabila pemberiannya
ditunda untuk jangka waktu yang terlalu
lama. Pemberian Insentif merupakan
suatu usaha dari Sekolah untuk
memberikan tambahan di luar gaji,
yang dapat merangsang atau
mendorong guru agar bekerja
lebih giat dan bersemangat guna
meningkatkan kinerjanya.
Pemberian insentif sebagai bagian
dari keuntungan diberikan kepada
pekerja yang bekerja secara baik atau
berprestasi, misalnya dalam bentuk
pemberian bonus dan dapat pula
diberikan dalam bentuk barang
sehingga dapat meningkatkan
kinerjanya. Ranupanjodo dan Husnan
dalam
Nawawi(2000:45)mengklassifik
asikan jenis-jenis insentif yang
diberikan, yaitu, (1) Uang,
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
38/173
34
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
seseorang ingin bekerja karena
ingin memperoleh uang, dengan
uang seseorang dapat memuaskan
kebutuhannya, dan merupakan
daya rangsang yang sangat kuat, (2)
Keamanan, merupakan sebuah
kebutuhan manusia yang fundamental
bagi sebagian tenaga kerja kadang-
kadang pekerjaan yang aman lebih
penting dari pada uang atau upah, (3)
Persahabatan, manusia bekerja
memerlukan manusia lainnya,
adanya persahabatan akan akan
menyatukan mereka secara
kelompok yang bekerja sama dan
saling memiliki, (4) Pengakuan yang
adil, merupakan salah satu kebutuhan
sosial yang dapat diperoleh dari
hubungan antara atasan dan bawahan.
Perlakuan yang adil ini dimaksudkan
tidak pandang bulu dalam pemberian
tugas, insentif dan penghargaan
serta lainnya yang dapat
mengganggu kosentrasi guru dalam
bekerja, (5) Otonomi, merupakan
salah satu bentuk insentif dalam
memenuhi egoistik guru untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dalam
batas-batas tertentu akan
meningkatkan kreatifitas dan
spontanitas, (6) Prestasi, pemberian
kesempatan pada guru untuk
berprestasi merupakan salah satu
kebutuhan egoistik dalam hubungan
dengan pemberian insentif.
Sedangkan, Manulang (2004:4)
pada dasarnya bentuk insentif dapat
digolongkan menjadi dua bagian
yaitu: 1) Insentif Finansial, yang
terdiri atas: (a).Bonus, adalah uang
yang diberikan sebagai balas jasa
yang diberikan secara ikatan
dimasa datang dan diberikan
kepada guru yang berhak
menerimanya, (b). Komisi, adalah
jenis komisi yang diberikan kepada
guru yang berprestasi; 2) Insentif
non finasial, yang terdiri atas: (a)
Pembelian pujian secara lisan
maupun tertulis, (b) Pemberian
promosi jabatan, (c) Ucapan
terima kasih secara formal maupun
tidak formal, (d) Pemberian
perlengkapan khusus pada ruang
kerja, dan (e) Pemberian
penghargaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka
pengertian pemberian insentif dalam
penelitian ini adalah imbalan dalam
bentuk uang dan barang serta jasa
yang diberikan kepada seseorang untuk
dapat mendorong semangat dan
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
39/173
35
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
prestasi kerjanya dengan indikator
pemberian penghargaan, pemberian
pujian, merasa dihargai dan dihormati,
penyediaan sarana dan prasarana
penunjang, pemberian bonus, dan
kesesuaian antara tugas dengan
tanggung jawab.
Motivasi Kerja
Motivasi adalah dorongan atau
keinginan individu untuk melakukan
kegiatan tertentu dalam mencapai
tujuan. Robbins (2007:208)
menyebutkan bahwa motivasi
sebagai suatu proses yang
menghasilkan intensitas, arah dan
ketekunan individual dalam usaha
untuk mencapai satu tujuan.
Berdasarkan pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah suatu kondisi yang
menggerakkan seseorang agar
mampu mencapai tujuan dari motif.
Gibson, et al(2006:103) menyatakan
bahwa motivation has to do with 1)
the direct of behavior, 2) the strength
of the response (i.e., effort) once an
employee chooses to follow a course
of action, and 3) the persistence of
the behavior. Sedangkan, Siagian
(1995: 137-138) menyatakan
motivasi adalah daya pendorong
yang mengakibatkan seorang
anggota organisasi mau dan rela
untuk mengerahkan kemampuannya,
tenaga dan waktunya untuk
melakukan berbagai kewajiban yang
menjadi tanggung jawabnya, dalam
rangka pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi. Luthans
(2005:141) mengatakan motivasi
adalah suatu proses di dalam diri
seseorang karena memiliki
kebutuhan psikologis dan fisiologis
sehingga mengerakkan perilaku atau
dorongan untuk mencapai suatu
tujuan. Menurut Maslow ada 5 (lima)
kebutuhan pegawai dalam organisasi
yang disusun secara hirarkhis
(bertingkat) yaitu : (1) Kebutuhan
yang bersifat biologis dan fisiologis
(Biological and physiological needs),
seperti sandang, pangan, papan,
kepuasan seksual dan kebutuhan
fisik lainnya, (2) Kebutuhan
keamanan (safety needs), seperti
kebutuhan akan keamanan dan
perlindungan dari gangguan fisik dan
emosi, (3) Kebutuhan perhatian dan
kasih sayang (Belongingness and
Love needs), seperti kebutuhan akan
kasih sayang, perasaan diterima oleh
orang lain, perasaan dihormati,
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
40/173
36
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
perasaan maju dan tidak gagal dan
kebutuhan ikut serta dalam
organisasi, (4) Kebutuhan akan
penghargaan (Esteem needs), yaitu
kebutuhan akan status yang diduduki
seseorang (prestasi), penghargaan
diri, (5) Kebutuhan aktualitas diri
(Self actualization needs), yaitu
kebutuhan untuk mengembangkan
kapasitas mental dan karyanya
melalui on the job training, seminar,
lokakarya dan sebagainya,
pencapaian potensi seseorang dan
pemenuhan diri sendiri.
Selanjutnya, teori Frederick
Herzberg tentang motivasi, yaitu
teori dua faktor, yang disebut
Hygiene Motivators atau disebut
juga Disatisfactiers-satisfers atau
disebut juga Extrinsic-Intrinsic
Factors. Dalam teori tersebut ada
seperangkat kondisi ekstrinsik dan
intrinsik yang akan mempengaruhi
prestasi kerja. Faktor ekstrinsik yang
disebut hygiene terdiri dari gaji,
keamanan kerja, kondisi kerja, status,
prosedur perusahaan, supervisor, dan
hubungan antar personal.
Kesemuanya merupakan faktor yang
berasal dari luar individu. Faktor
intrinsik yang menjadi motivators
mencakup prestasi, pengakuan,
pertumbuhan, tanggung jawab,
peningkatan kerja, ketertarikan
dalam kerja (pekerjaan itu sendiri),
dan peluang untuk bertumbuh.
Luthans (2005:108) menyatakan
pengertian motivasi kerja adalah
Work motivation is defined as
conditions which influence the
causal, direction and maintenance of
behavior relevant in work settings
Pernyataan ini menunjukkan
motivasi kerja didefinisikan sebagai
kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perlakuan yang
berhubungan dengan lingkungan
kerja. Dengan demikian, motivasi
kerja dapat diartikan sebagai daya
dorong yang mengakibatkan seorang
anggota organisasi mau dan rela
mengerahkan kemampuan-nya dalam
bentuk keahliannya atau
keterampilan, tenaga dan waktu
untuk menggerakkan berbagai
kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya dan menunaikan
kewajiban dalam rangka pencapaian
tujuan dan berbagai sasaran yang
telah ditentukan sebelumnya.
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
41/173
37
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
Dengan demikian pengertian
motivasi kerja dalam penelitian ini
adalah dorongan yang dari dalam diri
guru untuk mau bekerja dengan
sunguh-sungguh dan dapat
memberikan pelayanan yang
bermutu kepada siswa-siswanya
untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, dengan indikator:
berusaha memenuhi kebutuhan
hidup, berusaha menyelesaikan tugas
dengan baik, peduli terhadap
pekerjaan, keinginan meningkatkan
kemampuan, senang berkompetisi,
keinginan meraih prestasi, dan berani
mengambil resiko.
HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kerangka berfikir
yang telah diuraikan di atas, maka
dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut : 1) Pemberian
Insentif (X1) berpengaruh langsung
terhadap Motivasi Kerja (X2); 2)
Pemberian Insentif (X1) berpengaruh
langsung terhadap Kinerja Guru
(X3); 3) Motivasi Kerja (X2)
berpengaruh langsung terhadap
Kinerja Guru (X3)
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang
digunakan adalah metode survei
dengan pendekatan analisis jalur
(path analysis). Populasi target pada
penelitian ini adalah guru SMP
Negeri di Kota Pematang Siantar
dengan jumlah populasi berjumlah
305 orang guru. Untuk menentukan
jumlah sampel penelitian, ditentukan
dengan menggunakan tabel Kreijcie,
sehingga diperoleh sebanyak 140
orang. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan Proporsional
Random Sampling. Pengumpulan
data dilakukan dengan kuesioner.
Teknik Analisis data yang
digunakan adalah analisis deskriptif
dan analisis inferensial. Analisis
deskriptif digunakan untuk melihat
gambaran tentang data dari masing-
masing variabel penelitian yang
ditunjukkan melalui mean, median,
modus, daftar distribusi frekuensi
dan histogram. Analisis inferensial
digunakan untuk menguji hipotesis
memakai analisis jalur (path
7/25/2019 Jurnal Vol 5 No 2
42/173
38
Sukarman Purba adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
Analysis) yang didahului dengan uji
normalitas, homogenitas varians dan
uji linieritas.
DESKRIPSI DATA HASIL PENELITIAN
Pada tabel disajikan data dari
setiap variabel penelitian, yang
meliputi data variabel Kinerja Guru
(X3), Pemberian Insentif (X1), dan
Motiuvasi Kerja (X2).
Tabel 1. Deskripsi Hasil Perhitungan Analisis Deskriptif
Keterangan Pemberian
Insentif (X1)
Motivasi
Kerja (X2)
Kinerja
Guru (X3)
Jumlah Sampel (n) 140 140 139
Mean 130,67 127,61 136,68Median 130 128 137,66
Mode 130 128 137,33
Std. Deviation 8,25 7,63 8,28
Variance 67,83 58,28 68,49
Range 37 37 37,67
Minimum 111 107 113,33
Maximum 148 145 151,00
Sum 18109 17738 18998,13
Sebelum dilakukan pengujianhipotesis, maka terlebih dahulu
dilakukan pengujian persyaratan
analisis jalur (Path Analysis), yaitu
Uji normalitas, Uji homogenitas
varians untuk setiap variabel bebasterhadap variabel terikat dan Uji
linieritas, yaitu mengetahui
hubungan antara variabel dalam
model harus linier.
Tabel 2. Rangk