ABSTRACTIntroduction: Neovascular glaucoma (NVG) occurs when new vessels proliferate onto the iris surface and over the anterior chamber angle structures. This common, severe type of secondary glaucoma is caused by variety disorders characterized by retinal ischemia or ocular inflammation. The treatment of NVG varies depending on the stage of the disease and the clarity of the media. There is a high likelihood of profound visual loss once intraocular pressure (IOP) increases, making early diagnosis key to preserving ocular function.Purpose: To report one case of late stage NVG and its choices of management.Case report: A 31-year-old woman has been consulted from Vitreoretinal Subdivision to our Glaucoma Subdivision with chief complain of pain in the left eye (LE) along with headache since 1 week before admission. The patient had been diagnosed with bilateral proliferative diabetic retinopathy (PDR), attached retina of the right eye (RE), tractional retinal detachment of the LE, and uncontrolled type 1 diabetes mellitus (DM) with history of five retinal surgeries of the RE and series of bilateral panretinal photocoagulation (PRP). During one year follow-up at Vitreoretinal outpatient clinic, there were no abnormalities found in the anterior segment of both eyes but a progressive decrease of vision was found. Upon first examination at Glaucoma outpatient clinic, the visual acuity was hand movement bilaterally. The IOP was 18 mmHg on the RE and 30 mmHg on the LE. Anterior segment (AC) examination of the LE revealed ciliary injection, corneal mycrocystic edema, shallow AC, middilated pupil, posterior synechiae, neovascularization of the iris (NVI), and lens opacity. Gonioscopy and funduscopy of the LE cannot be assessed because of the hazy media. Patient was diagnosed with additional late stage NVG and complicated cataract of the LE and was managed by laser trans-scleral cyclophotocoagulation (TSCPC).Conclusion: There is a high likelihood of profound visual loss once IOP increases. Intravitreal bevacizumab (IVB) is well tolerated, effectively stabilized INV activity, and controlled IOP in patients with INV alone and early-stage NVG without angle closure but cannot control IOP in advanced NVG. Trans-scleral cyclophotocoagulation is effective in lowering IOP and controlling anterior segment neovascularization in NVG.
I. Pendahuluan
Glaukoma neovaskular (GNV) adalah suatu glaukoma sekunder yang
terjadi akibat neovaskularisasi iris dan sudut bilik mata depan (BMD). Berbagai
etiologi yang mendasari terjadinya neovaskularisasi pada GNV sebagian besar
memiliki dasar patofisiologi yang sama, yaitu terjadinya suatu iskemia retina atau
inflamasi okular. Kondisi iskemia retina akan merangsang jalur angiogenesis yang
kemudian akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang bersifat
rapuh dan mudah bocor di permukaan iris dan sudut BMD. Neovaskularisasi
sudut BMD akan melebar dan bersatu membentuk anyaman membran
fibrovaskular di trabecular meshwork (TM) yang dapat berkontraksi dan
menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup. 1-2
Modalitas-modalitas tatalaksana telah tersedia untuk menangani GNV
berdasarkan derajat penyakit dan kejernihan media refraksi. Tatalaksana GNV
tersebut di antaranya, yaitu: panretinal photocoagulation (PRP), medikamentosa,
injeksi agen anti-vascular endothelial growth factor (VEFG) intravitreus, bedah
1
filtrasi glaukoma, sampai tindakan siklodestruksi. Glaukoma neovaskular yang
tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan lesi glaucomatous optic
neuropathy (GON) tingkat lanjut yang ireversibel dan berakhir pada kebutaan. 1, 3
Kecenderungan GNV menyebabkan kebutaan meningkat saat tekanan
intraokular (TIO) meningkat. Penegakkan diagnosis dini dan tatalaksana secara
agresif sangat penting dalam mempertahankan fungsi visual. Laporan kasus ini
bertujuan untuk memaparkan suatu kasus GNV stadium akhir dan pilihan-pilihan
tatalaksana terbaiknya. 1, 3
II. Laporan Kasus
Seorang wanita berusia 31 tahun dikonsulkan oleh Unit Retina ke Unit
Glaukoma Rumah Sakit (RS) Mata Cicendo pada tanggal 18 Juni 2016 dengan
keluhan nyeri mata kiri disertai nyeri kepala sebelah kiri sejak kurang lebih 1
minggu sebelum masuk RS. Keluhan mual maupun muntah tidak ada.
Pasien pertama kali datang ke Unit Retina RS Mata Cicendo pada tanggal
2 Januari 2015. Keluhan awal pasien yaitu kedua mata buram perlahan sejak 1
bulan sebelum masuk RS. Riwayat pandangan seperti terhalang kabut, mata
merah berulang, maupun trauma disangkal. Pasien memakai kacamata minus
sejak 1 tahun sebelum masuk RS. Pasien diketahui memiliki kencing manis sejak
tahun 2007 tetapi pada awalnya hanya berobat ke pengobatan alternatif. Pasien
baru berobat ke dokter pada tahun 2008 dan hingga saat ini mendapat insulin
suntik yang didapat dari dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam (IPD) RS Immanuel
dengan riwayat kontrol tidak teratur.
Pemeriksaan oftalmalogis pada tanggal 2 Januari 2015 menunjukkan visus
dasar kedua mata yaitu 0,1 pinhole 0,2. Tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan
segmen anterior kedua mata. Pemeriksaan segmen posterior mata kanan
menunjukkan perdarahan vitreus di inferior dan tampak eksudat disertai dot-blot
hemorrhage. Pemeriksaan segmen posterior mata kiri menunjukkan eksudat
disertai dot-blot hemorrhage. Segmen posterior kedua mata lainnya dalam batas
normal.
2
Pasien saat itu didiagnosis dengan perdarahan vitreus mata kanan et causa
proliferative diabetic retinopathy (PDR) mata kanan, severe nonproliferative
diabetic retinopathy (NPDR) mata kiri, suspek kelainan refraksi, dan diabetes
mellitus (DM) tipe 1. Pasien direncanakan menjalani laser PRP kedua mata dan
dikonsulkan ke IPD untuk regulasi sistemik. Pasien telah menjalani PRP kedua
mata sebanyak 3 sesi pada Januari – Februari 2015.
Pasien datang kontrol pada 27 Februari 2015 tanpa keluhan. Visus dasar
kedua mata yaitu 0,1 pinhole 0,2. Visus terbaik dengan koreksi terbaik, yaitu:
mata kanan S -2,25 C -1,50 x 170 = 0,63 F2 dan mata kiri S -2,25 C -1,00 x 10 =
0,8 F2. Pemeriksaan segmen anterior kedua mata dalam batas normal. Tidak
didapatkan perdarahan vitreus pada pemeriksaan segmen posterior mata kanan.
Pasien didiagnosis dengan stable PDR mata kanan, severe NPDR mata kiri,
astigmatisme myopia kompositus bilateral, dan DM tipe 1. Pasien diberikan resep
kacamata, disarankan kontrol teratur setiap 3 bulan ke Unit Retina, dan kontrol
teratur ke IPD RS Immanuel.
Pasien tidak datang kontrol pada Mei 2016 karena dirawat di High Care
Unit (HCU) RS Immanuel selama 1 minggu sekitar awal Mei 2016 dengan
penurunan kesadaran. Kadar gula darah saat itu 1300 mg/dL. Pasien pulang
dengan perbaikan.
Selama kontrol dari November 2015 sampai Juni 2016, pasien mengalami
perdarahan vitreus mata kanan berulang. Pasien telah menjalani operasi retina
mata kanan sebanyak 5 kali, yaitu: vitrektomi pars plana (VPP), endolaser, dan
cairan (21 Desember 2015); fluid-air exchange, endolaser, dan SF6 (28 Februari
2016 dan 18 Maret 2016); fluid-air exchange, endolaser, dan udara steril (11 Mei
2016); serta fluid-air exchange dan SF6 (17 Juni 2016).
Pasien pertama kali dikonsulkan ke Unit Glaukoma pada tanggal 17 Juni
2016 (pascaoperasi fluid-air exchange dan SF6 mata kanan) dengan keluhan nyeri
mata kiri sejak kurang-lebih 1 minggu sebelum masuk RS disertai penurunan
visus mata kiri, mual, tetapi tanpa disertai muntah. Pemeriksaan oftalmologis
menunjukkan visus kedua mata 1/300. Tekanan intraokular mata kanan 18 mmHg
dan mata kiri 30 mmHg dengan tonometer aplanasi Goldmann. Lensa mata kanan
3
agak keruh dan segmen anterior mata kanan lain dalam batas normal. Pemeriksaan
segmen anterior mata kiri menunjukkan adanya blefarospasme, injeksi siliar,
edema kornea mikrokistik, BMD Van Herrick derajat II, flare/sel -/-, pupil
middilatasi, sinekia posterior arah jam 3-9, neovaskularisasi iris, dan kekeruhan
lensa disertai pigmen iris. Pasien didiagnosis dengan glaukoma neovaskular mata
kiri, katarak komplikata bilateral, PDR bilateral, ablasio retina traksi mata kiri,
attached retina mata kanan, fibrosis vitreus mata kanan, dan DM tipe 1. Pasien
ditatalaksana dengan pemberian timolol maleat 0,5% topikal 2 x mata kiri,
brinzolamid topikal 3 x mata kiri, diperbolehkan rawat jalan, dan kontrol 1
minggu yang akan datang. Terapi pascaoperasi mata kanan sesuai Unit Retina,
yaitu levofloksasin topikal 6 x mata kanan, prednisolon asetat 1% topikal 6 x mata
kanan, dan siklopentolat 1% topikal 3 x mata kanan.
Pasien kontrol kembali pada tanggal 24 Juni 2016 masih dengan keluhan
yang sama. Visus mata kanan 1/60 dan mata kiri 1/300. Tekanan intraokular mata
kanan 11 mmHg dan mata kiri 30 mmHg. Pemeriksaan gonioskopi mata kanan
menunjukkan sudut yang terbuka tanpa adanya neovaskularisasi sudut BMD
sedangkan gonioskopi mata kiri sulit dinilai karena edema kornea. Segmen
anterior mata kanan menunjukkan kekeruhan lensa dan lainnya dalam batas
normal. Segmen posterior mata kanan menunjukkan hasil media refraksi agak
keruh, attached retina, fibrosis vitreus, dan skar laser. Segmen anterior mata kiri
menunjukkan hasil serupa dengan pemeriksaan 1 minggu yang lalu ditambah
dengan adanya hifema 1,5 mm disertai koagulum dan flare/sel +4/+4. Segmen
posterior mata kiri menunjukkan adanya neovaskularisasi diskus optikus (NVD).
Cup/disc ratio (CDR) kedua mata sulit dinilai karena terhalang fibrosis vitreus
mata kanan dan NVD mata kiri. Diagnosis hifema dan koagulum mata kiri kini
ditambahkan. Pasien diberikan terapi prednisolon asetat 1% topikal 6 x mata kiri,
siklopentolat 1% topikal 3 x mata kiri, timolol maleat topikal 0,5% 2 x mata kiri,
brinzolamid topikal 3 x mata kiri, dianjurkan untuk istirahat, dan kontrol 1-2
minggu yang akan datang.
Tekanan intraokular mata kiri naik menjadi 60 mmHg pada pemeriksaan
tanggal 12 Juli 2016 disertai dengan nyeri kepala yang semakin hebat (Gambar 1).
4
Unit Retina merencanakan terapi konservatif mata kiri sedangkan Unit Glaukoma
merencanakan laser transceral cyclophotocoagulation (TSCPC) mata kiri.
Gambar 1. Foto klinis praoperasi (12 Juli 2016). Kanan: mata kanan. Kiri: mata kiri.
Sumber: RS Mata Cicendo
Pasien telah menjalani laser TSCPC mata kiri pada tanggal 20 Juli 2016.
Pemeriksaan oftalmologis mata kiri pada tanggal 21 Juli 2016 menunjukkan hasil
TIO 54 mmHg, hifema 1,3 mm dan koagulum, flare/sel +3/+3, dan segmen
anterior lainnya serupa dengan pemeriksaan praoperasi. Pasien diperbolehkan
rawat jalan dengan terapi levofloksasin topikal 6 x mata kiri, prednisolon asetat
1% topikal 6 x mata kiri, natrium diklofenak tablet 2 x 50 mg, dianjurkan istirahat
dengan posisi kepala naik 30 derajat, dan disarankan kontrol minggu depan.
Pasien kembali kontrol pada tanggal 27 Juli 2016 tanpa keluhan nyeri.
Visus mata kanan naik menjadi 2/60 dan mata kiri tetap 1/300. Tekanan
intraokular mata kanan 14 mmHg dan mata kiri 30 mmHg. Pemeriksaan
gonioskopi mata kanan menunjukkan sudut yang terbuka tanpa adanya NVA
sedangkan gonioskopi mata kiri menunjukkan hasil sudut tertutup. Segmen
anterior mata kiri menunjukkan kornea kembali jernih, Van Herrick derajat II,
flare/sel +2/+2, hifema turun menjadi 1,2 mm tanpa adanya koagulum, pupil
ireguler dan sebagian tertutup membran fibrovaskular, sinekia posterior, NVI, dan
kekeruhan lensa disertai pigmen iris (Gambar 2). Dosis prednisolon asetat 1%
topikal diturunkan perlahan dan obat lainnya dilanjutkan.
5
Gambar 2. Foto klinis pascaoperasi mata kiri (27 Juli 2016). Sumber: RS Mata Cicendo
III. Diskusi
Glaukoma neovaskular adalah suatu glaukoma sekunder yang terjadi
akibat neovaskularisasi iris dan sudut BMD. Prevalensi GNV mencapai 3,9%.
Berbagai etiologi yang mendasari terjadinya neovaskularisasi pada GNV sebagian
besar memiliki dasar patofisiologi yang sama, yaitu terjadinya suatu iskemia
retina (97%) atau inflamasi okular (Tabel 1). Tiga puluh enam persen kejadian
GNV disebabkan oleh oklusi vena retina sentral (OVRS), sedangkan sisanya
disebabkan oleh retinopati diabetikum (32%), oklusi arteri karotis (13%), dan
penyebab lainnya (19%). 3-5
Tabel 1. Etiologi Glaukoma NeovaskularIskemia Retina retinopati diabetikum, oklusi vena retina cabang, coats’
exudative retinopathy, sickle cell retinopathy, oklusi vena retina sentral, oklusi arteri retina cabang, penyakit Eales, vaskulitis retina, oklusi arteri retina sentral, ablasio retina, retinopati prematuritas, persistent hyperplastic primary vitreous
Inflamasi penyakit Behcet, oftalmia simpatetik, iridosiklitis kronis, sarkoidosis, sindroma Vogt-Koyanagi-Harada, penyakit Crohn
Tumor melanoma iris, retinoblastoma, melanoma korpus siliaris, metastasis, melanoma koroid, medulloepitelioma
Kelaian ekstraokular fistula karotis-kavernosa, sindroma Takayasu, sindroma Wyburn-Manson, oklusi arteri karotis, arteritis temporal
Radiasi/operasi Radiasi, ekstraksi katarak, vitrektomi/lensektomi pars plana, bakel sklera
Dikutip dari: Palma C, Kim D, Singh AD, Singh A. 3
6
Pasien ini mengalami PDR bilateral akibat DM Tipe 1 yang tidak
terkontrol. Pasien diketahui menderita DM sejak tahun 2007 dengan kadar gula
darah yang diakui pasien naik-turun. The Diabetes Control and Complications
Trial (DCCT) mengatakan bahwa kontrol gula darah yang baik dapat
memperlambat awitan DR dan memperlambat progresivitas PDR. Prevalensi
GNV pada pasien DM yaitu sebesar 2% tetapi meningkat menjadi 21% pada
PDR, di mana frekuensi rubeosis iridis dapat mencapai 65%. Risiko mata
sebelahnya mengalami GNV akan meningkat bila penderita GNV unilateral tidak
menjalani terapi laser PRP profilaksis. Pasien ini telah menjalani laser PRP
bilateral sebanyak 3 sesi pada Januari - Februari 2015, yaitu sebelum pasien
mengalami GNV mata kiri. Sampai saat ini pasien tidak mengalami GNV mata
kanan. 3
Pasien dengan ablasio retina akibat retinopati diabetikum yang telah
menjalani vitrektomi pars plana dengan hasil redetached retina akan mengalami
risiko GNV sebesar 80%. Risiko ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan
pasien dengan hasil attached retina yang hanya memiliki risiko GNV sebesar 4%.
Hal ini sesuai dengan pasien ini yang sampai saat ini tidak mengalami GNV mata
kanan. 3
Pasien pertama kali dikonsulkan ke Unit Glaukoma sudah dalam kondisi
GNV stadium 3, yaitu glaukoma sudut tertutup. Glaukoma neovaskular terdiri dari
3 stadium, yaitu rubeosis iridis, glaukoma sudut terbuka, dan glaukoma sudut
tertutup. Ketiga stadium ini menunjukkan suatu progresivitas (Tabel 2). 1, 3
Stadium rubeosis iridis menunjukkan adanya neovaskularisasi iris (NVI)
dan/atau neovaskularisasi sudut BMD/neovascularization of the angle (NVA).
Pembuluh darah ini lebih sulit terlihat di iris dengan warna gelap dibandingkan
dengan iris dengan warna lebih terang. Hipoksia akibat iskemia retina akan
merangsang keluarnya VEGF dan merangsang sel endotel kapiler untuk
menghasilkan pembuluh darah baru (Gambar 3). Pembuluh darah baru yang
terbentuk bersifat rapuh, sangat halus, dan mudah berdarah. Vascular endothelial
growth factor akan berdifusi ke iris posterior sehingga neovaskularisasi akan
7
berjalan dari iris posterior menuju ke iris anterior dan sudut BMD melalui pupil. 1,
3-4
Tabel 2. Stadium Glaukoma NeovaskularStadium 1Rubeosis Iridis
TIO normalNVI dan/atau NVA ringanNV halus di tepi pupil
Stadium 2Glaukoma Sudut Terbuka
TIO tinggiNVI dan/atau NVA ringan-sedangNVA melebar membentuk membran fibrovaskular di TMBelum ada sinekia sudut tertutupInflamasi dan hifema dapat terjadi
Stadium 3Glaukoma Sudut Tertutup
TIO tinggi (dapat mencapai 60-70 mmHg)Visus turunNVI dan NVA sedang-beratProliferasi dan kontraksi membran fibrovaskular sinekia sudut tertutup dan ektropion uveaInflamasi dan hifema sering terjadi
Dikutip dari: Palma C, Kim D, Singh AD, Singh A. 3
Gambar 3. Skema molekuler angiogenesis Dikutip dari: Tsai JC, Wand M. 5
Sebagian besar kasus GNV menunjukkan NVI yang mendahului NVA.
Namun, NVA bisa saja terjadi tanpa adanya NVI sehingga gonioskopi sebaiknya
dilakukan pada semua kasus dengan kecurigaan ke arah GNV. Pasien biasanya
tidak mengalami peningkatan TIO dan juga tidak menunjukkan gejala
Singkatan: VEGF, vascular endothelial growth factor; bFGF, basic fibroblast growth factor, PAF, platelet-activating factor; MMP, matrix metalloproteinase.Singkatan: VEGF, vascular endothelial growth factor; bFGF, basic fibroblast growth factor, PAF, platelet-activating factor; MMP, matrix metalloproteinase.Singkatan: VEGF, vascular endothelial growth factor; bFGF, basic fibroblast growth factor, PAF, platelet-activating factor; MMP, matrix metalloproteinase.Singkatan: VEGF, vascular endothelial growth factor; bFGF, basic fibroblast growth factor, PAF, platelet-activating factor; MMP, matrix metalloproteinase.Singkatan: VEGF, vascular endothelial growth factor; bFGF, basic fibroblast growth factor, PAF, platelet-activating factor; MMP, matrix metalloproteinase.Singkatan: VEGF, vascular endothelial growth factor; bFGF, basic fibroblast growth factor, PAF, platelet-activating factor; MMP, matrix metalloproteinase.Singkatan: VEGF, vascular endothelial growth factor; bFGF, basic fibroblast growth factor, PAF, platelet-activating factor; MMP, matrix metalloproteinase.Singkatan: VEGF, vascular endothelial growth factor; bFGF, basic fibroblast growth factor, PAF, platelet-activating factor; MMP, matrix metalloproteinase.
8
(asimtomatik) kecuali terdapat komplikasi dari penyakit yang mendasari
terjadinya GNV, misalnya perdarahan vitreus pada retinopati diabetikum. 1, 3
Tekanan intraokular mulai meningkat pada stadium glaukoma sudut
terbuka dan sewaktu-waktu dapat semakin meningkat secara tiba-tiba
menimbulkan serangan akut. Hifema dan inflamasi BMD derajat ringan-sedang
dapat terjadi pada stadium ini. Gonioskopi masih menunjukkan sudut yang
terbuka tetapi NVA terlihat signifikan dan melebar membentuk membran
fibrovaskular, bahkan dapat menyatu dengan NVI. 1, 3
Kontraksi membran fibrovaskular menyebabkan tertutupnya sudut BMD
secara progresif, ektropion uvea, dan sinekia anterior perifer pada stadium
glaukoma sudut tertutup. Pasien biasanya mengeluh silau, penurunan visus, nyeri
akut hebat, nyeri kepala, mual dan/atau muntah. Stadium ini ditandai dengan
rubeosis iris yang semakin hebat, hifema, inflamasi derajat sedang-berat, dan
peningkatan TIO hingga 60-70 mmHg. Injeksi konjungtiva dan edema kornea
juga dapat terjadi pada stadium ini. Kerusakan nervus optikus pada stadium ini
sudah sangat hebat dan biasanya memerlukan tindakan pembedahan. 1, 3
Pasien datang dalam kondisi stadium akhir, yaitu stadium sudut tertutup
dengan visus 1/300, TIO 30 mmHg, serta NVI hebat yang disertai hifema, NVA,
dan NVD. Diagnosis dini merupakan kunci keberhasilan dalam penatalaksanaan
GNV. Deteksi dini NVI memegang peranan penting untuk memulai terapi
preventif sebelum stadium sudut tertutup terjadi sehingga kebutaan dapat
dihindari. Evaluasi etiologi yang mendasari terjadinya suatu GNV sekunder juga
harus diperhatikan. 3
Terapi profilaksis GNV sampai saat ini masih belum ditemukan karena
penyebab GNV mungkin saja multifaktorial. Namun, kontrol terhadap kondisi
sistemik (hipertensi, kadar gula darah, kadar kolesterol darah, dan kecurigaan
terhadap oklusi arteri karotis tersembunyi) merupakan upaya pencegahan terbaik. 3, 5
Laser PRP merupakan lini pertama dalam tatalaksana sebagian besar kasus
GNV. Tindakan laser PRP dini dapat dapat merangsang regresi neovaskularisasi
segmen anterior dan posterior yang sudah terjadi dan dapat mengurangi risiko
9
terjadinya NVI pada mata yang sebelumnya telah mengalami penyakit vaskular
retina. Laser PRP juga dapat menurunkan TIO jika dilakukan pada GNV stadium
sudut terbuka dan sudut tertutup awal. Jika telah terjadi sudut tertutup lanjut tetapi
fungsi visual masih relatif baik, laser PRP dapat menghilangkan stimulus
neovaskularisasi sehingga pasien dapat dengan aman dipersiapkan untuk tindakan
bedah filtrasi glaukoma yang dapat mencegah penurunan fungsi visual lebih
lanjut. Alur tatalaksana GNV sangat ditentukan dari potensi fungsi visual
(Gambar 4). Visus serendah 0,05 monokular pun amat sangat berharga untuk
dipertahankan. 5-6
Gambar 4. Algoritma Tatalaksana GNV Dikutip dari: Tsai JC, Wand M. 5
Modulasi jalur angiogenesis merupakan harapan tatalaksana GNV di masa
yang akan datang. Vascular endothelial growth factor merupakan faktor
proangiogenesis yang saat ini paling banyak diteliti dalam patogenesis GNV.
Peningkatan kadar VEGF ditemukan dalam humor akueous penderita GNV.
10
Penelitian eksperimental dengan injeksi VEGF intravitreus pada hewan primata
terbukti merangsang terjadinya NVI dan NVG. Namun, target terapi VEGF ini
masih menghadapi banyak hambatan karena keanekaragaman ekspresi gen sel
endotel. Keanekaragaman ini meliputi variasi dalam ekspresi jaringan gen yang
mengkode VEGF dan kompleksitas dari isoform dan reseptor VEGF. Terapi
VEGF tunggal juga tidak sepenuhnya menetralkan jalur angiogenesis. Faktor
proangiogenesis lain selain VEGF (misal, insulin-like growth factor I and II,
insulin-like growth factor binding proteins 2 and 3, bFGF, TNF-alpha,
interleukin-6, and platelet-derived growth factor) ternyata juga memegang
peranan tak kalah penting. 7-8
Injeksi bevacizumab intravitreus (BIV) dapat menstabilkan NVI secara
efektif pada pasien dengan NVI dan NVG stadium sudut terbuka. Injeksi BIV
tidak dapat mengontrol TIO pada NVG stadium sudut tertutup tetapi dapat
digunakan sebagai terapi ajuvan untuk mempersiapkan tindakan operasi
selanjutnya. 9-10
Studi yang dilakukan oleh Fong dkk menunjukkan bahwa tindakan
TSCPC tunggal dapat menurunkan TIO secara efektif pada pasien NVG.
Penambahan injeksi BIV pada tindakan TSCPC tidak memberikan penambahan
manfaat penurunan TIO yang signifikan. Neovaskularisasi mengalami regresi
pada kedua grup, baik grup TSCPC saja maupun grup TSCPC dan BIV. 11-12
Iskemia retina merupakan etiologi yang mendasari terjadinya GNV pasien
ini. Pasien datang dalam kondisi stadium sudut tertutup dengan fungsi visual yang
buruk disertai dengan peningkatan TIO. Sesuai algoritma GNV menurut Tsai JC
et al, maka pemberian injeksi anti-VEGF sebenarnya dapat dipertimbangkan.
Injeksi anti-VEGF tidak dilakukan pada pasien ini mengingat fungsi visual yang
sudah tidak baik. Keputusan ini sesuai dengan studi Wakabayashi dkk yang
menyatakan bahwa injeksi BIV tidak dapat mengontrol TIO pada NVG stadium
sudut tertutup. Pilihan tindakan operasi selanjutnya pada pasien dengan GNV
stadium sudut tertutup di antaranya, yaitu: trabekulektomi dengan antimetabolit,
implan drainase glaukoma, dan laser TSCPC. 5, 9-12
11
Bedah filtrasi glaukoma dan implan drainase glaukoma lebih dipilih oleh
sebagian ahli glaukoma dibandingkan dengan tindakan siklodestruksi pada mata
dengan visus lebih dari 20/400. Apapun jenis operasinya, diperlukan laser PRP
praoperasi yang adekuat, bila memungkinkan, untuk meningkatkan keberhasilan
operasi. Kebaradaan neovaskularisasi akan meningkatkan risiko perdarahan
intraoperasi dan pascaoperasi. Trabekulektomi akan menurunkan TIO lebih
banyak daripada implan drainase glaukoma tetapi memiliki risiko kegagalan yang
lebih besar akibat conjunctival scarring yang dapat terjadi bila neovaskularisasi
yang terjadi sebelumnya belum mengalami resolusi yang adekuat. Implan drainase
glaukoma memiliki risiko perdarahan intraoperasi yang lebih rendah daripada
trabekulektomi karena prosedur ini tidak memerlukan tindakan iridektomi perifer.
Prosedur siklodestruktif lebih dipilih pada pasien dengan prognosis visual yang
buruk (kurang dari 20/400) atau pada pasien dengan kontraindikasi tindakan
invasif. 13
Laser TSCPC merupakan salah satu bentuk prosedur siklodestruktif yang
bertujuan untuk menurunkan TIO dengan cara merusak sel epitel sekretorius
prosesus siliaris sehingga sekresi humor akueous berkurang. Indikasi prosedur
siklodestruktif dapat secara lengkap dilihat di Tabel 3. Mata tanpa potensi fungsi
visual disertai nyeri merupakan indikasi laser TSCPC pada kasus ini. Laser
TSCPC dikatakan dapat menurunkan nyeri bila terjadi penurunan TIO > 30% dari
TIO awal. Komplikasi yang dapat terjadi pascatindakan TSCPC, yaitu: nyeri,
inflamasi, hifema, luka bakar konjungtiva, katarak, hipotoni kronis, pressure
spikes, penurunan visus, oftalmia simpatetik, dan glaukoma maligna.. 14-15
Pasien pada akhirnya ditatalaksana dengan tindakan laser TSCPC dan
telah menjalaninya pada tanggal 20 Juli 2016. Pasien datang kontrol 1 minggu
kemudian tanpa keluhan nyeri. Tekanan intraokular mata kiri turun menjadi 30
mmHG, hal ini berarti TIO telah turun >30% dari TIO awal (60 mmHg), hifema
berkurang, dan sudah tidak didapatkan koagulum. Prognosis visual pasien ini
yaitu ad malam. Pasien kemudian direncanakan untuk dikonsulkan ke Unit Low
Vision.
12
Tabel 3. Indikasi Prosedur SiklodestruktifMata yang dengan tindakan trabekulektomi dan/atau implan drainase mengalami kegagalan dan/atau memiliki kemungkinan kegagalan yang tinggi: Glaukoma primer sudut terbuka Glaukoma sudut tertutup Glaukoma neovaskular Glaukoma pada pseudofakia dan afakia Glaukoma pascatrauma Glaukoma pediatri Glaukoma pascaoperasi penetrating keratoplasty Glaukoma uveitis Glaukoma setelah trauma kimia dan termal hebatSilicon oil-filled eyeMata dengan fungsi visual minimal dan TIO sangat tinggiMata tanpa potensi fungsi visual dengan nyeriMata tanpa potensi fungsi visual dan TIO sangat tinggi walaupun dengan pemberian medikamentosa di mana TIO tinggi tersebut dapat menimbulkan dekompensasi korneaPasien dengan kontraindikasi operasi invasifPasien menolak operasi invasif
Dikutip dari: Bloom PA, Negi AK, Kersey TL, Crawley L. 14
IV. Kesimpulan
Kecenderungan GNV menyebabkan kebutaan meningkat saat TIO
meningkat. Injeksi BIV dapat menstabilkan NVI secara efektif pada pasien
dengan NVI dan NVG stadium sudut terbuka tetapi tidak dapat mengontrol TIO
pada NVG stadium sudut tertutup. Tindakan TSCPC dapat menurunkan TIO
secara efektif pada pasien NVG. Penegakkan diagnosis dini dan tatalaksana secara
agresif sangat penting dalam mempertahankan fungsi visual. 1, 9-12
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Kahook MY. Neovascular glaucoma. Dalam: Yanoff M, Duker JS, editor. Ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier; 2014. hlm. 1076-9.
2. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. AAO Basic and Clinical Science Course Section 10 Glaucoma. San Fransisco: AAO; 2014. hlm. 124-7.
3. Palma C, Kim D, Singh AD, Singh A. Neovascular glaucoma. Dalam: Shaarawy TM, Sherwood MB, Hitchings RA, editor. Glaucoma medical diagnosis and treatment. Edisi Ke-2. Philadelphia: Elsevier; 2015. hlm. 425-31.
4. Kim M, Lee C, Payne RP, Yue BYTJ, Chang JH, Ying H. Angiogenesis in glaucoma filtration surgery and neovascular glaucoma: a review. Surv Ophthal. 2015; 60 (2015): 524-35.
5. Tsai JC, Wand M. Neovascular glaucoma. Dalam: Albert DM et al, editor. Albert & jacobiec’s principles and practice of ophthalmology. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier; 2008. hlm. 2689-707.
6. Tsai JC, Shields MB. Neovascular glaucoma current concepts and management. Glaucoma today. 2006: 36-41.
7. Tolentino M, Miller JW, Gragoudas ES,et al. Vascular endothelial growth factor is sufficient to produce iris neovascularization and neovascular glaucoma in a nonhuman primate. Arch Ophthalmol. 1996; 114: 964.
8. Robinson CJ, Stringer SE. The splice variants of vascular endothelial growth factors (VEGF) and their receptors. J Cell Sci. 2001; 114: 853-65.
9. Wakabayashi T, Oshima Y, Sakaguchi H, Ikuno Y, Miki A, Gomi F, et al. Intravitreal bevacizumab to treat iris neovascularization and neovascular glaucoma secondary to ischemic retinal disease in 41 consecutive cases. AAO. 2008; 115(9): 1571-9.
10. Harasymowycz P. Anti-vegf therapy and neovascular glaucoma. Glaucoma Today. 2012: 15-6.
11. Fong AW, Lee GA, O’Rourke P, Thomas R. Management of neovascular glaucoma with transscleral cyclophotocoagulation with diode laser alone versus combination transscleral cyclophotocoagulation with diode laser and intravitreal bevacizumab. Clinical and Experimental Ophthalmology. 2011; 39: 318-23.
12. Ghosh S, Singh D, Ruddle J, Shiu M, Coote MA, Crowston JG. Combined diode laser cyclophotocoagulation and intravitreal bevacizumab (avastin) in neovascular glaucoma. 2010; 38: 353-7.
13. Shen C, Salim S. Neovascular glaucoma. Eyewiki AAO. 2014 (diunduh 10 Agustus 2016). Tersedia dari: eyewiki.aao.org.
14. Bloom PA, Negi AK, Kersey TL, Crawley L. Cyclodestructive techniques. Dalam: Shaarawy TM, Sherwood MB, Hitchings RA, editor. Glaucoma medical diagnosis and treatment. Edisi Ke-2. Philadelphia: Elsevier; 2015. hlm. 1150-55.
15. Kahook MY, Schuman JS. Complication of cyclodestructive procedures. Dalam: Shaarawy TM, Sherwood MB, Hitchings RA, editor. Glaucoma
14
medical diagnosis and treatment. Edisi Ke-2. Philadelphia: Elsevier; 2015. hlm. 1167-68
15