PEMANFAATAN MINYAK SAWIT MERAH DALAM PEMBUATAN
BISKUIT KACANG KAYA BETA KAROTEN
(Skripsi)
Oleh
ROBIYANSYAH
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
RED PALM OIL UTILIZATION IN MANUFACTURE OF NUTSBISCUITS WHICH ARE RICH OF BETA CAROTENE CONTENT
By
ROBIYANSYAH
The purpose of this research is to get formulation of red palm oil and cooking oil
that produced nuts biscuits with the best organoleptic properties. This study
begins with doing the process of making red palm oil and peanut biscuit product
manufacture. The first factor was the comparison between red palm oil and
cooking oil; (0:100), (20:80), (40:60), (60:40), (80:20) and (100:0). The data
were presented in tables and graphs which are then analyzed descriptively.
Observation which was done for this research is about the organoleptic properties
of the product, such as aroma, texture, taste and color to the nuts biscuits were
produced and proximate test for the best treatment (water content, fat content,
protein content, ash content), and also β-carotene content. The conclusion of this
research is the comparison of red palm oil and cooking oil (20:80) produced the
best of nuts biscuits product with the water content 1,42%, ash content 1,21%, fat
content 32,60%, protein content 12,59% and the total of beta carotene 347,15
ppm, with the less normal for aroma (4,55), less crunchy for the texture (4,40),
distinctive flavor beans for the taste (4,28), and yellowish for the color (4,50).
Keywords: Red palm oil, β-carotene, nuts biscuits
ABSTRAK
PEMANFAATAN MINYAK SAWIT MERAH DALAM PEMBUATANBISKUIT KACANG KAYA BETA KAROTEN
Oleh
ROBIYANSYAH
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi minyak sawit merah
dan minyak goreng yang menghasilkan biskuit kacang dengan sifat
organoleptik terbaik. Penelitian ini diawali dengan dilakukannya proses
pembuatan minyak sawit merah dan pembuatan produk biskuit kacang.
Percobaan yang dilakukan berupa perlakuan tunggal (4 kali ulangan) dengan
enam taraf yaitu perbandingan minyak sawit merah dan minyak goreng
(0:100), (20:80), (40:60), (60:40), (80:20) dan (100:0). Data yang diperoleh
selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang kemudian dianalisis
secara deskriptif. Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji
organoleptik produk yang meliputi aroma, tekstur, rasa, dan warna terhadap
biskuit kacang yang dihasilkan dan uji proksimat untuk perlakuan terbaik
(kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu), serta kadar β-karoten.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah perbandingan minyak sawit merah dan
minyak goreng (20:80) menghasilkan produk biskuit kacang terbaik yaitu
dengan kadar air 1,42%, kadar abu 1,21%, kadar lemak 32,60%, kadar protein
12,59% dan total beta karoten 347,15 ppm, beraroma agak normal (4,55),
Robiyansyahbertekstur agak renyah (4,40), memiliki rasa khas kacang (4,28), dan bewarna
kekuningan (4,50).
Kata kunci : Minyak sawit merah, β-karoten, biskuit kacang
PEMANFAATAN MINYAK SAWIT MERAH DALAM PEMBUATAN
BISKUIT KACANG KAYA BETA KAROTEN
Oleh
ROBIYANSYAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil PertanianFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
1
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 18 Januari 1991, sebagai anak
ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Muhlisin dan Ibu Dahlia Sari.
Pendidikan penulis diawali di Sekolah Dasar Negeri 1 Kampung Baru pada tahun
2003, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bandar
Lampung diselesaikan pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 5
Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009.
Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Organisasi yang pernah penulis ikuti
selama menjadi mahasiswa adalah Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian (HMJ THP) sebagai anggota Bidang Seminar dan Diskusi pada periode
2010/2011 dan sebagai Sekretaris Bidang Seminar dan Diskusi periode 2011/2012,
serta menjadi Ketua Umum pada periode 2012/2013. Pada pertengahan tahun 2012
penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Bobo Bakery Bandar Lampung. Pada
awal tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tambah
Subur Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur.
1
SANWACANA
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas nikmat, petunjuk serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas izin penelitian yang diberikan.
3. Bapak Ir. Ahmad Sapta Zuidar, M.P. selaku pembimbing satu dan selaku dosen
pembimbing akademik yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan
masukan dari awal menjadi mahasiswa sampai dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Sri Hidayati, S.T.P., M.P. selaku pembimbing dua yang telah banyak
memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Ir. Ribut Sugiharto, M.Sc. atas kesediaannya menjadi penguji, serta atas
nasihat dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Segenap Bapak dan Ibu dosen serta staff dan karyawan THP FP Unila yang telah
banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan dan bantuannya kepada penulis
selama menjadi mahasiswa di Jurusan THP FP Unila.
7. Bapak, ibu, titah, ayuk, adik dan Al serta semua keluarga besar yang telah
memberikan dukungan, motivasi dan kasih sayang ikhlasnya yang selalu
menyertai penulis dalam do’a dan pendampingannya.
8. Teman-teman THP 2009 dan seluruh kakak-kakak serta adik-adik yang tidak bisa
disebut satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, persahabatan dan
kekeluargaan yang terjalin hingga akhir waktu.
9. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini hingga terselesaikannya
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 27 Desember 2016
Robiyansyah
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ......................................................... 11.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 31.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1 Kelapa Sawit .................................................................................. 62.2 Minyak Sawit Merah ..................................................................... 82.3 Biskuit ............................................................................................. 122.4 Minyak Goreng ............................................................................... 14
III. BAHAN DAN METODE ................................................................... 16
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 163.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 163.3 Metode Penelitian .......................................................................... 163.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 17
3.4.1 Pembuatan Minyak Sawit Merah ........................................ 173.4.2 Pembuatan Biskuit Kacang .................................................. 18
3.5 Pengamatan ................................................................................... 203.5.1 Total Karotenoid .................................................................... 213.5.2 Uji Organoleptik .................................................................... 213.5.3 Kadar Air ............................................................................... 233.5.4 Kadar Abu .............................................................................. 233.5.5 Kadar Lemak .......................................................................... 243.5.6 Kadar Protein ......................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 27
4.1 Aroma ............................................................................................ 274.2 Tekstur ........................................................................................... 284.3 Rasa ................................................................................................4.4 Warna ............................................................................................
3032
4.5 Pemilihan Perlakuan Terbaik ......................................................... 344.6 Analisis Proksimat ......................................................................... 354.7 Kadar β karoten .............................................................................. 35
V. KESIMPULAN .................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan titik cairnya ............... 7
2. Komponen minor pada CPO .............................................……… 8
3. Kandungan karotenoid beberapa pangan nabati…………….….... 9
4. Standar mutu minyak goreng dalam SNI 3741-1995 .....………... 15
5 Formulasi pembuatan biscuit kacang ............................................. 19
6. Rekapitulasi hasil uji organoleptik biskuit kacang berbagaiformulasi ....................................................................................… 34
7. Hasil analisis proksimat biskuit kacang formulasi minyak sawitmerah dan minyak goreng dengan perbandingan 20:80 (F2) ........ 35
8. Hasil analisis kadar β-karoten biskuit kacang formulasi minyaksawit merah dan minyak goreng dengan perbandingan 20:80 (F2). 36
9. Warna biskuit kacang yang disubtitusi dengan minyak sawitmerah.............................................................................................. 44
10. Aroma biskuit kacang yang disubtitusi dengan minyak sawitmerah............................................................................................... 44
11. Rasa biskuit kacang yang disubtitusi dengan minyak sawitmerah............................................................................................... 44
12. Tekstur biskuit kacang yang disubtitusi dengan minyak sawitmerah............................................................................................... 45
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Diagram alir pembuatan minyak sawit merah (MSM) .................. 18
2. Diagram alir pembuatan biskuit kacang ..........……………….…. 20
3. Pengaruh perbandingan minyak sawit merah dan minyak sawitgoreng terhadap uji organoleptik aroma biskuit kacang ................ 27
4. Pengaruh perbandingan minyak sawit merah dan minyak sawitgoreng terhadap uji organoleptik tekstur biskuit kacang ............... 29
5. Pengaruh perbandingan minyak sawit merah dan minyak sawitgoreng terhadap uji organoleptik rasa biskuit kacang .................... 31
6. Pengaruh perbandingan minyak sawit merah dan minyak sawitgoreng terhadap uji organoleptik warna biskuit kacang ................. 32
7. Pembuatan minyak sawit merah ..................................................... 52
8. Adonan biskuit kacang ................................................................... 52
9. Biskuit kacang yang sudah dicetak ................................................ 53
10. Uji organoleptik oleh panelis ......................................................... 53
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah
Berdasarkan data Direktorat Jendral Perkebunan (2012), Indonesia merupakan
penghasil Crude Palm Oil (CPO) nomor 1 dunia sejak tahun 2008 dengan jumlah
produksi mencapai 17,5 juta ton dan 19,3 juta ton (2009), 21,9 juta ton (2010), 23,0
juta ton (2011), 26,0 juta ton (2012). CPO mempunyai karakter yang belum layak
makan, karena masih mengandung air, asam lemak bebas, fosfolipid dan senyawa
fosfatida lainnya, logam, dan juga berbagai macam produk hasil oksidasi. Bau dari
senyawa volatil, warna merah pekat, dan banyaknya komponen padatan serta
senyawa lain yang terlarut menyebabkan perlunya dilakukan langkah pemurnian
(Ketaren, 2005).
Olein hasil fraksinasi CPO umumnya digunakan sebagai minyak goreng sedangkan
stearin pada umumnya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan shortening,
margarine dan pasta (Ketaren, 2005). Proses pemurnian minyak bertujuan untuk
menghilangkan warna, rasa serta bau yang tidak enak, dan memperpanjang masa
simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam
industri (refined, bleached dan deodorized process) tetapi, β-karoten yang terdapat
2pada CPO belum dimanfaatkan, bahkan ikut terbuang pada waktu proses dekolorisasi
(Mangoensoekarjo et al., 1991).
Minyak sawit merah merupakan minyak sawit asli kaya karotenoid yang diproses
secara minimal sehingga secara alami mengandung tokoferol, tokotrienol dan
karotenoid yang memberikan warna merah pada minyak. Karotenoid pada minyak
sawit antara lain berfungsi untuk menanggulangi kebutaan karena xeroftalmia,
mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, meningkatkan
imunitas tubuh dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif (Berger, 1988).
Menurut Basiron dan Weng (2004), manfaat dari minyak sawit merah yang tidak
dihilangkan kandungan karotennya selama pengolahan dapat digunakan sebagai
pangan fungsional, karena minyak sawit merah berperan sebagai carrier provitamin A
dan vitamin E untuk konsumen. Minyak sawit merah dapat juga digunakan sebagai
pewarna alami. Minyak sawit merah tidak dianjurkan digunakan sebagai minyak
goreng, karena karotenoid yang terkandung didalamnya rusak pada suhu tinggi.
Minyak ini lebih dianjurkan sebagai minyak makan sebagai menumis sayur, daging
dan bumbu. Minyak sawit merah juga baik digunakan dalam pembuatan salad oil
(minyak salad), serta dapat digunakan sebagai bahan fortifikan makanan untuk
produk pangan berbasis minyak atau lemak, seperti margarin dan selai kacang
(Andarwulan et al. 2003). Secara umum, proses produksi MSM prinsipnya sama
dengan proses produksi minyak sawit asli komersial (minyak goreng) yaitu
pemisahan gum (degumming), netralisasi (deasidifikasi), pemucatan (bleaching) dan
deodorisasi. Satu hal yang membedakan adalah pada proses produksi MSM tidak ada
3tahapan bleaching (pemucatan) sehingga minyak masih tetap berwarna merah.
Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, MSM memiliki aktivitas provitamin A
dan vitamin E yang jauh lebih tinggi (Jatmika dan Guritno, 1997).
MSM sangat potensial digunakan sebagai bahan fungsional dalam produk pangan.
Salah satu pemanfaatannya adalah campuran dalam bahan pembuatan biskuit kacang.
Produk biskuit merupakan produk yang cukup digemari masyarakat karena biskuit
enak untuk camilan, bentuknya menarik dan rasanya bervariasi. Biskuit kacang
adalah makanan ringan yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang bahan
dasarnya terdiri dari kacang tanah, tepung terigu, gula, garam dan minyak goreng
dengan atau tanpa penambahan bahan lain. Untuk menambah nilai gizi terutama
kandungan β-karoten pada produk biskuit kacang diperlukan penambahan MSM
sebagai pengganti minyak goreng biasa dengan formulasi yang memenuhi sifat
organoleptik disukai panelis dan memiliki kandungan β-karoten yang tinggi.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi minyak sawit merah dan
minyak goreng yang menghasilkan biskuit kacang dengan sifat organoleptik terbaik.
1.3. Kerangka Pemikiran
Minyak Sawit Merah (MSM) mengandung karotenoid total 600–1000 ppm dengan
persentase α-karoten 36,2%, β-karoten 54,4%. Menurut Basiron dan Weng (2004),
manfaat dari minyak sawit merah yang mengandungan karoten dapat digunakan
4sebagai pangan fungsional, karena MSM berperan sebagai carrier provitamin A dan
vitamin E untuk konsumen. Mengkonsumsi β-karoten (provitamin A) jauh lebih
aman dari pada mengkonsumsi vitamin A yang dibuat secara sintetis dan
difortifikasikan ke dalam makanan, sebab dalam tubuh β-karoten alami diserap oleh
usus dari micelle secara difusi pasif, kemudian digabungkan dengan kilomikron dan
diserap melalui saluran limfatik, kemudian bergabung dengan saluran darah dan
ditransportasikan ke hati. Di hati, vitamin A digabungkan dengan asam palmitat dan
disimpan dalam bentuk retinil-palmitat. Bila diperlukan oleh sel-sel tubuh, retinil
palmitat diikat oleh protein pengikat retinol (PPR) atau retinol-binding
protein (RBP), yang disintesis dalam hati. Selanjutnya ditransfer ke protein lain,
yaitu “transthyretin” untuk diangkut ke sel-sel jaringan. Separuh dari β-karoten yang
diabsorbsi akan diubah menjadi retinol (vitamin A) dalam mukosa usus dengan
bantuan enzim 15,15β-karotenoid oksigenase (Packer, 1989).
Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan
memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan
dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Biskuit
adalah kue kering yang tipis, renyah, dan keras yang dibuat tanpa peragian dengan
kandungan air yang rendah kurang dari 5%. Biasanya formula biskuit diperkaya
dengan bahan-bahan seperti lemak, gula, garam, serta bahan pengembang (Rena,
2003).
Pada penelitian Butt et al. (2004) disebutkan bahwa penggunaan shorthening yang
diperkaya dengan MSM, dimana digunakan MSM sebanyak 40% adalah yang paling
5disukai. Pada cookies yang dibuat menggunakan shorthening ini tidak merniliki
karakteristik kimia yang berbeda. Penggunaan MSM 40% dapat menyediakan
344.15-312.86 ug /10 gr cookies. Penelitian yang dilakukan oleh Najamuddin et al.
(2012) mengenai pemanfaatan MSM dalam pembuatan butter biscuit menyatakan
bahwa formulasi yang mengandung β-karoten cukup tinggi yakni sekitar 406,66 ppm
atau 406,66 mg/kg dan yang paling disukai berdasarkan uji organoleptik adalah
biskuit beta karoten yang menggunakan formula 25% MSM dan 75% margarine,
sedangkan pada penambahan MSM 100% menyebabkan penurunan sifat organoleptik
terutama dari bau. Hal ini disebabkan oleh kandungan senyawa–senyawa β ionone
dan asam-asam lemak berantai pendek.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit terdiri dari 80% bagian perikarp (epikarp dan mesokarp) dan 20 % biji
(endocarp dan endosperm). Dari kelapa sawit, dapat diperoleh dua jenis minyak
yang berbeda sifatnya, yaitu minyak dari inti (endosperm) sawit disebut dengan
minyak inti atau PKO (Palm Kernel Oil) dan minyak dari sabut (mesokarp) sawit
disebut minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) (Ketaren, 2005).
Perbedaan antara minyak sawit dan minyak inti sawit adalah adanya pigmen
karotenoid pada minyak sawit sehingga berwarna kuning merah. Komposisi
karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari α-, β-, γ-, karoten dan
xantofil, sedangkan minyak inti sawit tidak mengandung karotenoid. Perbedaan lain
adalah pada kandungan asam lemaknya. Pada minyak inti sawit terdapat asam lemak
kaproat, asam lemak kaprilat, dan asam lemak laurat, sedangkan pada minyak sawit
tidak mengandung ketiga asam lemak tersebut (Murdiati 1992). Pada suhu di atas
600C minyak sawit mencair, sebaliknya minyak inti sawit bersifat cair pada suhu
kamar. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah rantai asam
lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak tersebut.
7Minyak sawit mentah (CPO) terdiri dari komponen gliserida dan non-gliserida.
Trigliserida dalam minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh.
Asam lemak jenuh meliputi asam miristat (C14:0), asam palmitat (C16:0), dan asam
stearat (C18:0), sedangkan asam lemak tidak jenuhnya meliputi asam oleat (C18:1),
asam linoleat (C18:2), dan asam linolenat (C18:3). Dari asam-asam lemak tersebut
yang dominan adalah asam palmitat dan asam oleat dengan konsentrasi masing-
masing mencapai 50,46% dan 40,35%. Asam-asam lemak dalam minyak sawit dapat
juga dibedakan menjadi asam lemak esensial dan asam lemak non-esensial. Asam
lemak esensial adalah asam lemak yang tidak dapat disintesis dalam tubuh, yakni
linoleat (LA) dan linolenat (LNA), sedangkan asam lemak yang dapat disintesis oleh
tubuh disebut asam lemak non-esensial. Dengan demikian, minyak sawit didominasi
oleh asam lemak non-esensial dan hanya mengandung asam lemak esesnsial dalam
jumlah kecil (6-9 % LA dan 0,21 % LNA) (Winarno, 1999). Komposisi asam lemak
minyak kelapa sawit dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi asam lemak minyak sawit dan titik cairnya
Jenis Asam Lemak Komposisi (%) Titik Cair (C)Asam Kaprat (C 10:0)Asam Laurat (C 12:0)Asam Miristat (C 14:0)Asam Palmitat (C 16:0)Asam Stearat (C 18:0)Asam Oleat (C 18:1)Asam Linoleat (C 18:2)Asam Linolenat (C 18:3)
1-30-1
0,9-1,539,2-45,8
3,7-5,137,4-44,18,7-12,5
0-0,6
31,54458647014-11-9
Sumber : Ketaren (2005)
Selain mengandung asam-asam lemak, minyak sawit juga mengandung lebih kurang
1% komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol,
8fosfolipid, dan glikokipid, terpen, dan gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa
lainnya (Ong et al., 1990). Di antara komponen-komponen minor tersebut,
kandungan karotenoid dan tokoferol yang tinggi merupakan keunggulan minyak
sawit dibandingkan minyak nabati lainnya. Kandungan karotenoid di dalam minyak
sawit berkisar antara 600-1000 μg/g (Choo et al., 1994). Asam lemak merupakan
komponen mayor yang dominan menyusun CPO. β-karoten dan tokoferol merupakan
komponen minor yang terkandung di dalam CPO yang mempunyai nilai kesehatan.
Kandungan komponen minor pada CPO ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Komponen minor pada CPO
Komponen minor Konsentrasi (ppm)KarotenoidTokoferol dan tokotrienolSterolTriterpen alcoholMetil sterolSqualenAlkohol alifatikHidrokarbon alifatik
500-700600-1000326-527
5-13040-8040-80
200-50050
Sumber : (Choo et al.,. 1994)
2.2. Minyak Sawit Merah
Minyak sawit merah merupakan hasil ekstraksi serabut daging (mesokrap) buah
tanaman kelapa sawit dengan melakukan pengendalian pada beberapa parameter
proses, seperti tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dan tanpa melalui suhu
tinggi, sehingga saat pemurnian masih diperoleh minyak sawit yang berwarna merah.
Karotenoid pada minyak sawit merah jumlahnya equivalen dengan 15 kali karotenoid
9pada wortel dan 300 kali karotenoid pada tomat (Nagendran et al., 2000). Minyak
Sawit Merah (MSM) diproses secara minimal sehingga secara alami mengandung
tokoferol, tokotrienol dan karotenoid yang memberikan warna merah pada minyak.
MSM mengandung 15-300 kali retinol ekuivalen dibandingkan dengan wortel,
sayuran daun dan tomat (Canfield et al., 2001). Kandungan karotenoid beberapa
pangan nabati dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan karotenoid beberapa pangan nabati
Jenis tanaman Kandungan karotenoidRE/100gr
Minyak sawit merahWortelDaun sayur-sayuranAprikotTomatPisangAir Jeruk
30.0002.000685250100308
Sumber: (Choo et al., 1994)
Karotenoid yang terkandung didalam MSM 91,18% diantaranya merupakan β-
karoten dan α-karoten yang mempunyai aktivitas provitamin A yang tinggi (Naibaho,
1990). Kadar karoten MSM 60 kali lebih besar dibandingkan dengan minyak goreng
(Jatmika dan Guritno 1997). Menurut Naibaho (1990) MSM mengandung karotenoid
total 600-1000 ppm dengan persentase α-karoten 36,2%, β-karoten 54,4%, dan γ-
karoten 3,3%, likopen 3,8%, dan xantofil 2,2%. Kandungan karotenoid yang tinggi
menyebabkan MSM berwarna kemerahan.
10Tahapan proses pengolahan MSM adalah fraksinasi, netralisasi, pemisahan sabun dan
kotoran. CPO terdiri dari 2 fraksi yait stearin dan olein, kedua fraksi ini mempunyai
sifat dan komposisi yang berbeda. Untuk mendapatkan produk yang homogen, dan
penampakan yang menarik, maka dalam proses pengolahan MSM dilakukan
fraksinasi stearin dan olein. Proses fraksinasi dilakukan pada suhu ruang, pada suhu
ruang CPO membentuk dua lapisan. Lapisan bagian bawah yang berwujud padat
adalah stearin sedangkan lapisan bagian atas berwujud cair adalah olein. Namun,
pemisahan pada suhu ruang tidak optimal karena masih ada stearin yang terbawa
disaat pengambilan olein dan stearin yang tersisa masih mengandung olein.
Komposisi minyak ini tergolong sehat, karena minyak yang sehat bagi tubuh adalah
campuran yang seimbang antara lemak jenuh, monounsaturated dan polyunsaturated
dalam rasio 1:1:1 (Winarno, 1999).
Dalam pengolahan CPO menjadi MSM faktor yang paling krusial adalah asam lemak
bebas dan kotoran yang terkandung didalamnya. Agar minyak ini mempunyai umur
simpan yang panjang dan tidak berbahaya bagi kesehatan perlu dilakukan netralisasi.
Sebelum melakukan netralisasi, hasil fraksinasi dipanaskan hingga 60°C sambil
diaduk agar distribusi panas merata sehingga meminimalkan kerusakan β-karoten
(Mas’ud, 2007). Netralisasi dilakukan dengan penambahan basa yaitu NaOH dengan
konsentrasi 11,1% (Mas’ud, 2007), sedangkan pada skala yang lebih besar faktor lain
yang perlu diperhatikan adalah kecepatan pengadukan pada reaktor. Hal ini
disebabkan proses netralisasi dengan NaOH menggunakan prinsip-prinsip
pencampuran agar distribusi larutan NaOH homogen dengan minyak sawit. Oleh
karena itu, kecepatan dan waktu pengadukan menjadi faktor penentu keberhasilan
11proses netralisasi. Pengaduk yang digunakan adalah impeller pedal, karena impeller
merupakan jenis pengaduk yang cocok digunakan pada pencampuran cairan yang
cukup kental. Impeller pedal digunakan pada kecepatan rendah 20-150 rpm
(Wirakartakusumah et al., 1991), kecepatan pengadukan yang tinggi pada netralisasi
akan menurunkan rendemen/ meningkatkan fase tersabunkan.
Perlakuan lebih lanjut dari hasil netralisasi adalah pengendapan dan sentrifus.
Pengendapan akan memisahkan sabun dengan fase yang tidak tersabunkan.
Pengolahan stearin dan olein pada dasarnya sama, yang membedakan adalah sifat
stearin yang mempunyai titik cair lebih tinggi dari olein (Bernadini, 1983), sehingga
proses pemanasan untuk mencapai suhu netralisasi lebih lama. Setelah proses
netralisasi untuk olein didiamkan selama 24 jam untuk mempermudah pemisahan
sabun. Untuk stearin setelah pengendapan selama 24 jam, dilanjutkan dengan
penyaringan. Perlakuan ini mampu memisahkan sabun dan menurunkan bilangan
penyabunan (Puspitasari, 2008).
Pemisahan sabun pada olein dilakukan melalui proses sentrifus. Sentrifus
menggunakan kecepatan tinggi sehingga terkena pengaruh gaya sentrifugal. Gaya
sentrifugal akan menyatukan senyawa-senyawa yang mempunyai densitas sama,
senyawa yang mempunyai densitas tinggi akan berada dibagian bawah tabung
sentrifus akibat pengaruh gaya gravitasi bumi. Kecepatan sentrifus yang digunakan
pada pemisahan sabun dari fase tidak tersabunkan adalah 1000 rpm selama 15 menit
(Sanjaya, 1996). Hasil sentrifus membentuk dua lapisan, lapisan bawah adalah sabun
dan padatan lainnya, sedangkan lapisan atas adalah fase tak tersabunkan.
122.3. Biskuit
Menurut Masye Manaffe (1999) biskuit merupakan sejenis makanan yang terbuat dari
tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dengan proses pencetakan dan
pemanasan. Berdasarkan SNI. 01.2973.1992 biskuit adalah produk makanan kering
yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu,
lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan
tambahan lain yang di ijinkan. Biskuit dapat dikelompokkan menjadi :
a. Biskuit Keras
Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk
pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat
berkadar lemak tinggi atau rendah.
b. Biskuit Crackers
Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui proses
fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke asin
dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
c. Cookies
Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak
tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.
d. Wafer
Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.
13Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing),
pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran bertujuan
meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh
adonan dengan konsistensi yang halus. Bahan yang digunakan dalam pembuatan
biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding material) dan bahan pelembut
(tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih
telur, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening),
bahan pengembang, dan kuning telur (Faridah, 2008). Untuk menghasilkan biskuit
yang bermutu tinggi, yang sangat ideal atau cocok digunakan adalah tepung terigu.
Tepung terigu mempunyai kadar protein 11%-13%, dihasilkan dari penggilingan
100% gandum. Jenis tepung ini digolongkan sebagai tepung terigu yang
mengandung protein tinggi, mudah dicampur dan diragikan, dapat menyesuaikan
dengan suhu yang diperlukan, berkemampuan menahan udara/gas dan mempunyai
daya serap tinggi (Aliem,1995).
Dalam pembuatan biskuit, bahan lemak yang biasanya digunakan adalah margarin,
mentega atau minyak. Lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit harus
memiliki daya stabilitas yang tinggi agar tahan lama dan tidak mudah tengik. Garam
berfungsi memberi rasa dan aroma, memperkuat gluten dan memberi warna lebih
putih pada remahan (Aliem,1995). Gula yang digunakan dalam pembuatan biskuit
adalah gula halus agar mudah larut dan hancur dalam adonan. Gula harus benar-
benar kering dan tidak menggumpal. Gula yang tidak kering akan mempengaruhi
adonan karena adonan akan menggumpal, sedangkan adonan yang menggumpal tidak
bisa bercampur rata dengan bahan lainnya sehingga rasanya tidak merata dan
14kemungkinan besar hasil pembakaran tidak merata. Pemakaian kadar gula yang
tinggi apabila tidak diimbangi dengan kadar lemak yang dengan komposisi tepat akan
menghasilkan biskuit keras. Bahan tambahan pangan lain yang sering digunakan
adalah soda kue, air, susu, dan perasa (flavor) (Astawan, 2008).
2.4. Minyak Goreng
Minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia. Selain itu minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif
dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak dapat menghasilkan 9 kkal,
sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak,
khususnya minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam
linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah penyempitan pembuluh
darah akibat penumpukan kolesterol. Minyak juga berfungsi sebagai sumber dan
pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E dan K (Ketaren, 2008).
Minyak goreng sebagian berasal dari minyak kelapa sawit yang telah dimurnikan dan
jernih tidak berwarna. Tidak semua minyak nabati dapat digunakan sebagai minyak
goreng. Menurut Ketaren (1986) minyak yang termasuk golongan minyak setengah
mengering (semi drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak biji matahari,
minyak kedelai, tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan
karena jika minyak kontak dengan udara pada suhu tinggi, maka minyak akan cepat
teroksidasi sehingga menjadi berbau tengik. Menurut Winarno (1991) minyak yang
dapat digunakan untuk menggoreng adalah minyak yang tergolong ke dalam
kelompok minyak tidak mengering (non dring oil) yaitu minyak yang tidak akan
15membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara. Termasuk golongan ini
adalah minyak kelapa sawit.
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan
penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik
asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Winarno, 2004).
Minyak goreng bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi juga
sebagai bahan makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan terabsorbsi
dan masuk ke bagian luar bahan goreng dan mengisi ruang kosong yang semula diisi
oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40% minyak. Komposisi
minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak
dalam pembuluh darah (artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak (Wijana, et
al., 2005). Adapun standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 3741-
1995 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Standar mutu minyak goreng dalam SNI 3741-1995
Kriteria uji PersyaratanBauRasaWarnaCita rasaKadar airBerat jenisAsam lemak bebasBilangan peroksidaBilangan iodiumBilangan penyabunan
NormalNormalMudah jernihHambarMax 0,3%0,900 g/LMax 0,3%Max 2 meg/kg45-46196-206
Sumber: Wijana et al., (2005).
16
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Lampung pada bulan April sampai Agustus 2014.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sawit merah, larutan NaOH, aquades,
kacang tanah, tepung terigu, gula pasir, garam, minyak goreng, dan bahan-bahan lain
untuk keperluan analisis.
Sedangkan Alat-alat yang digunakan adalah mixer, loyang, baskom, oven, timbangan,
hotplate, agitator, sentrifuse, alat uji organoleptik, dan alat-alat penunjang analisis.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini diawali dengan dilakukannya proses pembuatan minyak sawit merah
dan pembuatan produk biskuit kacang. Percobaan yang dilakukan berupa perlakuan
tunggal (4 kali ulangan) dengan enam taraf yaitu perbandingan minyak sawit merah
dan minyak goreng (0:100), (20:80), (40:60), (60:40), (80:20) dan (100:0). Data yang
17diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang kemudian
dianalisis secara deskriptif.
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yang meliputi pembuatan
minyak sawit merah dan pembuatan produk biskuit kacang yang kemudian dilakukan
uji organoleptik.
3.4.1. Pembuatan Minyak Sawit Merah
Minyak sawit merah dibuat dengan metode Puspitasari (2008) dengan beberapa
tahapan yang dimulai dengan menimbang minyak sawit kasar (CPO) sebanyak 5 liter
kemudian di fraksinasi pada suhu ruang sebanyak 500 ml olein minyak sawit.
Kemudian CPO dipanaskan hingga suhu mencapai 60°C. Setelah selesai pemanasan,
minyak kemudian ditambahkan NaOH 11,1% dengan jumlah 378mL/5L, pengadukan
dilakukan dengan menggunakan agitator dengan kecepatan 50 rpm selama 15 menit
(Mas’ud, 2007). Selanjutnya, CPO didiamkan dalam wadah yang berbeda selama 24
jam pada suhu ruang (±25oC). Setelah proses netralisasi selesai, CPO didiamkan
untuk menyempurnakan reaksi penyabunan. Sabun yang terbentuk selanjutnya
dipisahkan dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
menit, kapasitas sentrifus yang digunakan adalah 15 ml. Setelah itu didapatkan hasil
akhir minyak sawit merah (MSM) (Puspitasari, 2008). Diagram alir pembuatan
MSM dapat dilihat pada Gambar 1.
18
Gambar 1. Diagram alir pembuatan Minyak Sawit Merah (MSM)Sumber : Puspitasari, 2008
3.4.2. Pembuatan Biskuit Kacang
Biskuit kacang dibuat dengan menggunakan campuran minyak sawit merah dengan
minyak goreng pada perbandingan (0:100), (20:80), (40:60), (60:40), (80:20), dan
(100:0). Adapun formulasi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit
kacang dapat dilihat pada Tabel 5.
CPO 5 liter
Diaduk/distirer selama 15 menitNaOH (37,8mL) 11,1%
Pengendapan selama 24 jam pada suhuruang (±25oC)
Endapan
Minyak
Fraksinasi secara konvensional pada suhu ruang
Dipanaskan hingga mencapai suhu 60oC selama ± 30 menit
Lapisanbawah
Sentifius 3000 rpm selama 15 menit
Minyak Sawit Merah(MSM)
CPO 500 ml
19Tabel 5. Formulasi pembuatan biskuit kacang
Formulasi F1(0:100)
F2(20:80)
F3(40:60)
F4(60:40)
F5(80:20)
F6(100:0)
Minyak sawit merahMinyak gorengKacang tanahTepung teriguGula pasirGaram
-100 ml125 g200 g75 g½ sdt
20 ml80 ml125 g200 g75 g½ sdt
40 ml60 ml125 g200 g75 g½ sdt
60 ml40 ml125 g200 g75 g½ sdt
80 ml20 ml125 g200 g75 g½ sdt
100 ml-
125 g200 g75 g½ sdt
Sumber: Modifikasi formula Yuswanti, 2013
Setelah didapatkan formulasi yang akan digunakan untuk setiap perlakuan,
selanjutnya dilakukan pembuatan biskuit kacang. Diagram alir pembuatan biskuit
kacang dapat dilihat pada Gambar 2. Kacang tanah ditumbuk/ blender sampai halus
selama 10 menit, dicampurkan semua bahan (tepung terigu, minyak goreng, kacang
tanah, gula pasir dan garam) kemudian simpan adonan didalam kulkas selama 1 jam
ditutup dengan plastik. Dikeluarkan dari kulkas dan diamkan sebentar dalam suhu
ruangan (± 25°C), kemudian cetak adonan. Adonan dituangkan di dalam loyang
selanjutnya dipanggang di oven dengan suhu 150°C selama ± 25 menit. Diagram alir
pembuatan biskuit kacang dapat dilihat pada Gambar 2.
20
Gambar 2. Diagram alir pembuatan biskuit kacangSumber: Modifikasi formula Yuswanti, 2013
3.5. Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu kadar air, kadar lemak, kadar
protein, kadar abu, kadar β-karoten dan uji organoleptik produk yang meliputi warna,
125 g kacang tanah halus, 200 g tepung terigu,75 g gula pasir, ½ sdt garam dan minyak 100 g
Pengadukan adonan dengan blender selama ± 5-10 menit
PerbandinganMSM : minyakgoreng (0:100,20:80, 40:60,60:40, 80:20dan 100:0)
Adonan disimpan di dalam kulkas selama 1 jam, ditutup dengan plastik
Dikeluarkan dari kulkas dan diamkan dalam suhu ruangan (±25oC)
Penuangan ke dalam loyang
Adonan dipanggang dalam oven dengan suhu 150°C selama ± 25 menit
Biskuit Kacang
21rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan panelis terhadap biskuit kacang
yang dihasilkan.
3.5.1. Total Karotenoid
Total karotenoid diukur dengan menggunakan metode UV-Vis spektrofotometri
sebagai β-karoten dengan menggunakan pelarut heksan dimana absorbansi
maksimum terjadi pada panjang gelombang 446nm (Choo, 1994). Fennema (1996)
juga menjelaskan bahwa pada panjang gelombang antara 430-480nm diperkirakan
terjadinya deteksi panjang gelombang karoten. Pengujian total karotenoid dilakukan
dengan tahapan pertama yaitu menimbang sampel sebanyak 1gram, kemudian
dimasukan kedalam labu ukur. Tambahkan heksan kedalam labu ukur sampai tanda
tera, kemudian diaduk sampai tercampur. Setelah sampel dan heksan tercampur
kemudian sampel diuji total karotenoidnya dengan menggunakan alat
spektrofotometer (Abdul Rohman dan Sumantri, 2007).
Total Karotenoid (ppm)=25x absorbansi x 383
100 x berat sampel (g)
3.5.2. Uji organoleptik
Penilaian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan
penerimaan keseluruhan. Untuk warna, rasa, aroma, tekstur dan penilaian
keseluruhan dilakukan menggunakan uji scoring. Uji organoleptik dilakukan oleh 20
orang panelis. Format kuesioner penilaian panelis dibuat sebagai berikut:
22Lembar kuesioner
Nama :Tanggal :
Dihadapan Anda disajikan 6 sampel biskuit kacang. Anda diminta untuk memberikannilai terhadap rasa, aroma, warna, dan tekstur berupa skor 1, 3 dan 5. Berikanpenilaian Anda pada tabel penilaian berikut :
PenilaianKode
286 157 243 361 220 593Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keterangan untuk penilaian :
Warna AromaKuning kecoklatan : 5 Normal : 5Kuning : 3 Agak langu : 3Kuning pucat/keputihan : 1 Langu : 1
Rasa TeksturNormal : 5 Renyah : 5Agak menyimpang : 3 Agak renyah : 3Menyimpang : 1 Keras : 1
Sumber : Rikafilanti, 2013 dengan modifikasi
233.5.3. Kadar air
Kadar air ditentukan dengan metode cawan kering (AOAC, 2005), yaitu analisis
dengan menggunakan oven langsung pada suhu 105°C. Prinsipnya adalah
menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel. Kemudian sampel
ditimbang sampai didapat bobot konstan yang diasumsikan semua air yang
terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih bobot sebelum dan sesudah
pengeringan merupakan banyaknya air yang diuapkan. Cawan dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 100-105°C selama 30 menit, kemudian didinginkan
dalam desikator selama 15 menit untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
ditimbang sampel sebanyak 5 gram dalam cawan yang sudah dikeringkan (B),
kemudian dioven pada suhu 100-105ºC dinginkan dalam desikator selama 30 menit
dan dilakukan penimbangan (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang
konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar air (%)=B - C
B - Ax 100%
Keterangan :
A : berat cawan kosong dinyatakan dalam gram
B : berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram
C : berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram
3.5.4. Kadar abu
Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven (AOAC, 2005), yaitu
pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi air (H2O)
24dan karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik ini
disebut abu. Prosedur analisis kadar abu sebagai berikut: cawan yang akan digunakan
dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100 sampai 105ºC, kemudian
didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 5g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian
dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan
pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600ºC selama 6 jam atau sampai terbentuk
abu berwarna putih. Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan
ditimbang (C), lakukan hingga diperoleh berat konstan. Kadar abu dihitung dengan
rumus:
kadar abu (%) = ×100 %
Keterangan :
A: berat cawan kosong dinyatakan dalam gram
B: berat cawan + sampel awal dinyatakan dalam gram
C: berat cawan + sampel kering dinyatakan dalam gram
3.5.5. Kadar lemak
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet (AOAC, 2005), yaitu lemak
yang terdapat dalam sampel diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak non polar.
Prosedur analisis kadar lemak sebagai berikut: labu lemak yang akan digunakan
dioven selama 15 menit pada suhu 105ºC, kemudian didinginkan dalam desikator
untuk menghilangkan uap air selama 15 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang
25sebanyak 5 gram (B) lalu dibungkus dengan kertas timbel, ditutup dengan kapas
bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet yang telah dihubungkan
dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya. Pelarut heksan
dituangkan sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau ektraksi lemak
selama 5-6 jam atau sampai palarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih.
Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak
yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105ºC selama 10
menit, lalu labu lemak didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang
(C). Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan.
Kadar lemak dihitung dengan rumus:
% lemak total = × 100%
Keterangan :
A: berat labu alas bulat kosong dinyatakan dalam gram
B: berat sampel dinyatakan dalam gram
C: berat labu alas bulat dan lemak hasil ekstraksi dalam gram
3.5.6. Kadar protein
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl (AOAC, 2005), yaitu
oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia oleh asam
sulfat, selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium
sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan larutan dijadikan basa dengan
NaOH. Amonia yang diuapkan akan diikat dengan asam borat. Nitrogen yang
26terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan larutan
baku asam.
Prosedur analisis kadar protein sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 0,1
sampai 0,5 g, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, kemudian didekstruksi
(pemanasan dalam keadaan mendidih) sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO2
hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu 50 mL dan diencerkan
dengan akuades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan
dengan 5-10 mL NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam
larutan 10 ml asam borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan bromcresol green
0,1% dan 29 larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah dan
dicampurkan antara 10 mL bromcresol green dengan 2 mL metil merah) kemudian
dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah warnanya menjadi merah
muda. Kadar protein dihitung dengan rumus:
%=( ) × × , ×
Keterangan :
VA : mL HCl untuk titrasi sampel
VB : mL HCl untuk titrasi blangko
N : normalitas HCl standar yang digunakan
14,007 : berat atom Nitrogen
W : berat sampel dalam gram
Kadar protein dinyatakan dalam satuan g/100 g sampel (%).
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Biskuit kacang formulasi 20:80 (F2) ditetapkan sebagai perlakuan terbaik
berdasarkan nilai organoleptik yang dihasilkan dengan karakteristik beraroma agak
normal, bertekstur agak renyah, memiliki rasa khas kacang dan bewarna
kekuningan.
2. Hasil analisis proksimat biskuit kacang 20:80 (F2) adalah kadar air 1,42%, kadar
abu 1,21%, kadar lemak 32,60%, kadar protein 12,59% dan total beta karoten
347,15 ppm.
39
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, R. Dan Sumantri. 2007. Analisis Makanan. UGM Press. Yogyakarta. 269hlm.
Andarwulan N, Dede R A, Wulandari N, dan Purwiyatno H. 2014. AplikasiMargarin Minyak Sawit Merah Pada Produk Pound Cake dan Roti Manis.Prosiding Seminar Hasil PPPM IPB ISBN: 978-602-8853-22-4. Bogor.
Aliem, I. M. 1995. Teori Pastry. Akademi Kesejahteraan Sosial TarakanitaYogyakarta. Yogyakarta. 65 hlm.
[AOAC] Association of Official Analytical of Chemist. 2000. Official Method ofAnalysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,Virginia, USA : Published by The Association of Official Analytical ofChemist, Inc.
Astawan, M. 2008. Biskuit. http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 27februari 2014.
Basiron Y, Weng CK. 2004. The oil palm and its sustainability. Journal of OilPalm Research Vol.16(1):1-10.
Berger, K.G. 1988. A Layman’s Glossary of Oils and Fats. No: 9. Kuala Lumpur:Institut Penyelidikan Minyak dan Kelapa Sawit Malaysia. 58 hlm.
Bernadini E. 1983. Fats and Oils. Publishing House, Rome. 53-275.
Butt MS, SharifK, HumaN, MukhtarT, Rasool J. 2004. Storage studies of redpalm oil fortified cookies. Nut & Food Sci. 34 (6): 272-276
Candield L.M., R.G. Kaminsky, D. I. Taren, E. Shaw, J.K. Sender. 2001. Redpalm oil in the maternal diet increase provitamin a carotenoid in breastmilk and serum of the mother infant dyad. Eur J Nutr. 40:30-38.
Choo, Y.M. 1994. Palm Oil Carotenoids.http://unu.edu/unupress/food/8F152e/8F152E05.htm#Palm%20oil%20carotenoids. [10 Januari 2014)
40Direktorat jendral perkebunan. 2012. Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi di
Indonesia. http://www.pertanian.go.id/infoeksekutif/bun/BUN-asem2012/Produksi-KelapaSawit.pdf.
Driyani, Y. 2007. Biscuit cracker Subsitusi Tepung Tempe Kedelai SebagaiAlternatif Makanan Kecil Bergizi Tinggi. Skripsi Universitas NegeriSemarang. Semarang.
Faridah A. 2008. Patiseri Jilid 1. Bahan Ajar Sekolah Menengah Kejuruan
Fennema. 2008. Food Chemistry. Fourth edition. New York and Basel. Inc. 1160hlm.
Jatmika, A. dan P. Guritno. 1997. Sifat fisikokimiawi minyak goreng sawitmerah dan minyak goreng sawit biasa. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit5(2): 127 – 138.
Jatmika A, Guritno P dan Nuryanto E. 1996. Ketahanan Simpan Minyak SawitMerah. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 4(3) :147-161.
Ketaren, S. 2008. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta: UI Press.
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 315 hlm.
Ketaren S. 1986. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta: UIPress. 315 hlm.
Leo DA. 1983. Effect of Packaging on Oil Product Quality. Di dalam Jatmika A,Guritno P dan Nuryanto E. Ketahanan Simpan Minyak Sawit Merah. JurnalPenelitian Kelapa Sawit 4(3) :147-161
Mangoensoekarjo S, Muhilal, dan Subagyo T. 1991. Prosiding seminar nilai tambahminyak kelapa sawit untuk peningkatan derajat kesehatan. Jakarta
Mas’ud F. 2007. Optimasi Proses Deasidifikasi untuk Meminimalkan KerusakanKarotenoid dalam Pemurnian Minyak Sawit [Disertasi]. FakultasTeknologi Pertanian IPB. Bogor.
Murdiati, A. 1992. Pengolahan Kelapa Sawit. Yogyakarta: Pusat AntarUniversitas. Universitas Gajah Mada.
Nagendran, B, U.R. Unnithan, Y.M. Choo, and K. Sundram. 2000.Characteristics of red palm oil alpha-carotene and vitamin e- richrefined oil for food uses. Food and Nutrition Buletin 21: 2.
41Naibaho. 1990. Pemisahan Karoten (Provitamin A) dari Minyak Sawit dengan
Metode Adsorpsi [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor.Najamuddin, U. 2012. Pemanfaatan Minyak Sawit Merah Dalam
Pembuatan Biskuit Kaya Beta Karoten. Jurnal Media GiziMasyarakat Indonesia, Vol.1,No.2, Februari 2012 :117-121. ProgramStudi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,Makassar.
Ong, A.S.H., Y.M. Choo, and C.K. Ooi. 1990. Development in Palm Oil. In:Hamilton RJ. (Ed.). Development in Oil and Fats. Blackie AcademicProfesional.
Osahu FC and Arowolo TA. 1990. Effect of Packaging Materials on Storage Stabilityof Crude Palm Oil. Di dalam Jatmika A, Guritno P dan Nuryanto E.Ketahanan Simpan Minyak Sawit Merah. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit 4(3):147-161
Parker RS. 1989. Caratenoids in human blood and tissues. In SymposiumBiological Action of Caratenoids. J Nutr 119:101-104.
Puspitasari, D.A. 2008. Optimasi Proses Produksi dan Karakteristik Produk sertaPendugaan Umur Simpan Minyak Sawit Kaya Karotenoid [Skripsi].Bogor.
Rena, L. A, 2003. Pengarug Jenis Tepung Terigu dan Substitusi Tepung KacangHijau (Vigna radiata L.) Terhadap Kualitas Biskuit.http://www.wikipedia.co.id
Rikafilanti N. 2013. Efek Fortifikasi Minyak Ikan Terhadap Kadar Omega 3 danSifat Sensori Roti Tawar [Skripsi]. Lampung. Teknologi Hasil PertanianUnila.
Sanjaya B. 1996 Kajian Peningkatan Skala, Proses Pencampuran padaPemekatan Karotenoid Minyak Sawit Kasar Secara Kimia [Skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Standar Nasional Indonesia. 1992. Syarat Mutu Biskuit SNI 01-2973-1992.Depratemen Perindustrian RI
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Bogor: PusatPengembangan Teknologi Pangan IPB. 202 hlm.
Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia. 253 hlm.
42Wirakartakusumah MA, Priyanto G, Arpah M dan Nurtama B. 1991. Teknik
Pangan Lanjut. Bogor: Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PusatAntar Universitas (PAU).
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. 215 hlm.
Yuswanti. 2013. Pembuatan biskuit kacang.http://resep4.blogspot.com/2013/07/resep-kue-kering-kacang-tanah.html.Diakses pada taggal 18 Januari 2014.