Pengaruh Penambahan Serasah Daun Muntingia calabura ….. (Ni’matul Murtafi’ah dkk)
49
Pengaruh Penambahan Serasah Daun Muntingia calabura
terhadap Aktivitas Konsorsium Bakteri Kotoran Kambing
dalam Bioremediasi Logam Mn pada Limbah Rumah Sakit
Effect of the Addition of Muntingia calabura Leaf Litter on the Activity of
Goat Wastes Bacteria Consortium of Mn Metals Bioremediation
in Hospital Waste
Ni’matul Murtafi’ah1, Fitri Rahmi Fadhilah
1, Liah Kodariah
2
1Program Studi DIV Teknologi Laboratorium Medik Institut Kesehatan Rajawali Bandung
2Program Studi DIII Analis Kesehatan Institut Kesehatan Rajawali Bandung
*Ez_mail: [email protected]
Diterima: 17 Oktober 2020 Direvisi: 3 Desember 2020 Disetujui: 17 April 2021
Abstract
Medical liquid waste can contain metals including heavy metals that have a negative impact on health, one of
which being Manganese (Mn). Heavy metal handling may utilize bioremediation using metal-reducing bacteria.
This research aimed to determine the optimal level of leaf litter on the activity of the consortium of Mn metal-
reducing bacteria with the addition of zeolites on a batch culture scale. The research was conducted on a batch
culture scale using Postgate B medium. The research method used a completely randomized design, the
treatment was adding zeolite of 20 g/L while the leaf litter levels were 0%; 0.25%; 0.5%; and 0.75%. Data
analysis using Anova and Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) at 5% level obtained F count > F table
value of F 46.8>2.79. The results of batch culture showed that leaf litter had a significant effect on changes in
pH. The addition of leaf litter increases the pH to 7. The optimal level of leaf litter in reducing Mn metal is
0.25% and the Mn reduction efficiency is 85.05%. The results of metal-reducing bacteria isolates of the genus
Desulfovibrio sp. showed that the addition of Muntingia calabura leaf litter increased Mn reduction activity.
Keywords: heavy metals, manganese (Mn), metal-reducing bacteria, zeolite addition, leaf litter
Abstrak
Limbah cair medis dapat mengandung logam berat yang berdampak negatif bagi kesehatan manusia, salah satu
logam berat yaitu Mangan (Mn). Penanganan logam berat dapat menggunakan bioremediasi melalui bakteri
pereduksi logam (BPL). Tujuan penelitian untuk mengetahui kadar optimal serasah daun terhadap aktivitas
konsorsium BPL Mn dengan penambahan zeolit pada skala batch culture. Penelitian dilakukan skala batch
culture menggunakan medium Postgate B. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap,
perlakuan yang diberikan yaitu pemberian zeolit sebesar 20 g/L sedangkan kadar serasah daun sebesar 0%;
0,25%; 0,5%; dan 0,75 %. Analisis data menggunakan Anova dan uji Duncan New Multiple Range Test
(DNMRT) pada taraf 5% diperoleh nilai F hitung > dari F tabel sebesar F 46,8>2,79. Hasil penelitian batch
culture menunjukkan serasah daun berpengaruh nyata terhadap perubahan pH. Pemberian serasah daun
meningkatkan pH menjadi 7. Kadar serasah daun optimal dalam mengurangi logam Mn sebesar 0,25% dan
effisiensi reduksi Mn sebesar 85,05%. Hasil penelitian isolat BPL genus Desulfovobrio sp. menunjukkan
penambahan serasah daun Muntingia calabura meningkatkan aktivitas reduksi Mn.
Kata kunci: logam berat, mangan (Mn), bakteri pereduksi logam (BPL), penambahan zeolit, serasah daun
50 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol 10 No 1 2021; Hal 49 - 64
Pendahuluan Indonesia merupakan negara kaya
akan sumber daya alam salah satunya yaitu
mineral logam Mangan (Mn). Keberadaan
mineral logam mangan yang melimpah
didukung dengan perkembangan teknologi
dapat meningkatkan aktivitas manusia
dalam memanfaatkan sumberdaya alam
dan lingkungan. Peningkatan aktivitas
manusia tercermin dari perkembangan di
bidang kesehatan salah satunya rumah
sakit. Rumah sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan dengan kegiatan
preventif, kuratif, rehabilitatif, dan
promotif. Kegiatan tersebut memberikan
dampak positif, yaitu meningkatnya
kesehatan masyarakat, tetapi juga
menimbulkan ancaman pencemaran
lingkungan akibat aktivitas rumah sakit
yaitu limbah medis maupun non medis.
Limbah cair rumah sakit menyebabkan
tidak stabilnya ekologi, kontaminasi air,
dan hilangnya keanekaragaman hayati.1
Penurunan pH mengakibatkan
meningkatnya kelarutan logam seperti Mn.
Limbah dengan kandungan logam berat
cukup tinggi mengakibatkan efek toksik
permanen. Mn merupakan elemen penting
untuk aktivasi banyak enzim seperti
mangan superoksida dismutase, kinase,
dekarboksilase dalam tubuh manusia,
namun konsentrasi logam mangan tinggi
dapat menyebabkan kerusakan otak, hati,
ginjal, dan sistem saraf. Tingkat keasaman
tinggi di lingkungan akan mempengaruhi
kualitas tanah, air, dan udara. Namun,
bioakumulasi logam berat merupakan
proses yang bergantung pada energi yang
lambat, aktif, dan metabolik terutama
melibatkan penyampaian logam melintasi
membran ke dalam sel. Proses akumulasi
logam berat intraseluler yang melibatkan
berbagai mekanisme fisik, kimiawi, dan
biologis, mencakup kombinasi reaksi
permukaan, presipitasi intra dan
ekstraseluler, serta reaksi kompleksasi
intra dan ekstraseluler.2
Logam berat dibutuhkan oleh setiap
organisme hidup, namun dalam jumlah
berlebih dapat menimbulkan efek racun
karena enzim-enzim dalam proses
metabolisme menjadi tidak aktif. Logam
berat sebagai unsur pokok kerak bumi
tidak dapat terdegradasi namun
terakumulasi pada organisme. Logam berat
mengakibatkan perubahan proses fisiologis
pada tingkat sel atau molekuler dengan
menonaktifkan enzim, menggantikan unsur
penting sehingga mengganggu integritas
membran. Tubuh makhluk hidup memiliki
kemampuan mentoleransi logam yang
bersifat racun melalui proses ekskresi.
Usaha-usaha untuk mengatasi pencemaran
logam berat umumnya secara fisik dengan
elektrolisa dan elektrodialisa, maupun
secara kimiawi dengan pengendapan.3
Salah satu alternatif penanganan
limbah mengandung logam berat
menggunakan metode biologis berupa
bioremediasi menggunakan bakteri
pereduksi logam (BPL). Akhir-akhir ini
mikrobia (yeast, jamur, dan mikroalga)
digunakan untuk mengatasi pencemaran
logam berat di Rumah Sakit. Strategi
bioremediasi berdasarkan kemampuan
mikroorganisme untuk meningkatkan
alkalinitas dan mengimobilisasi logam
berbahaya. Hasil penelitian Erriek dan
Supriyatin (2009)4 menunjukkan bahwa
jamur mempunyai kemampuan dalam
menyerap logam-logam berat seperti
halnya jamur Phanerochaete
chrysosporium dapat menyerap ion logam
berat seperti Cu2+
, Co2+
, dan Cr6+
.
Dinding sel bakteri memiliki
senyawa yang dapat mengikat ion-ion
logam berat. Bakteri menggunakan ion
sebagai aseptor elektron untuk
mendapatkan energi. Peningkatan
konsentrasi logam yang tinggi
mempengaruhi kemampuan bakteri
sebagai agensia pendetoksifikasi dalam
proses bioremediasi. Bakteri menggunakan
material penyangga dalam proses
bioremediasi berupa zeolit. BPL mampu
tumbuh pada lingkungan asam dan
kandungan logam Mn disertai penambahan
bahan organik lebih efektif dengan
membentuk lapisan film. Biofilm
diharapkan mampu meningkatkan
Pengaruh Penambahan Serasah Daun Muntingia calabura ….. (Ni’matul Murtafi’ah dkk)
51
efektivitas BPL dalam menaikkan pH dan
mengendapkan logam. Selain itu,
efektifitas dalam pengelolaan limbah
rumah sakit menggunakan bakteri
tergantung pada pemilihan sumber karbon.
Sumber karbon yang digunakan berupa
serasah daun. Serasah daun berfungsi
sebagai sumber elektron dan dimanfaatkan
sebagai medium pertumbuhan bagi bakteri
ataupun bioakumulator logam berat.4
Hasil penelitian Nwoko
menunjukkan bahwa melepaskan eskudat
ke rizosfer untuk kebutuhan sumber
karbon bagi mikroba. Eskudat yang
dikeluarkan berupa gula, pati, dan asam-
asam organik yang dapat dimanfaatkan
oleh mikroba sebagai sumber karbon.
Proses pengolahan air limbah
menggunakan serasah daun sangat efektif
diterapkan dikarenakan serasah memiliki
struktur berpori. Struktur berpori
digunakan untuk pertukaran ion-ion logam.
Oleh karena itu, pemanfaatan serasah daun
perlu diteliti dalam mereduksi logam Mn.
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan, penelitian tentang aktivitas
konsorsium BPL Mn diimobilisasi zeolit
pada limbah rumah sakit dengan
penambahan selulosa berupa serasah daun
Muntingia calabura sangat penting
dilakukan.5 Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui kadar optimal serasah daun
terhadap aktivitas konsorsium BPL Mn
dengan penambahan zeolit pada skala
batch culture.
Metode
Rancangan penelitian ini
menggunakan metode deskriptif. Variabel
yang digunakan pada penelitian ini adalah
aktivitas konsorsium BPL Mn pada
limbah Rumah Sakit.
Persiapan Serasah Daun
Sumber karbon berupa serasah
daun Muntingia calabura yang di peroleh
di di kota Bandung sebanyak 100 g.
Serasah daun Muntingia calabura yang
sudah kering kemudian dilakukan
pengukuran C/N rasio Penentuan
kandungan C organik menggunakan
metode Walkley dan Black, sedangkan
pengukuran N total dengan metode
Kjehdahl.
Persiapan BPL Kotoran Kambing
Kotoran kambing sebagai sumber
konsorsium bakteri diperoleh dari
peternakan warga di daerah Cihanjuang
Bandung Barat sebanyak 500 g.
Aktivasi Zeolit
Material penyangga berupa zeolit
alam sebanyak 100 g berasal dari
Yogyakarta. Zeolit alam diaktivasi dengan
cara merendam 100 g zeolit dalam
akuades selama 24 jam. Zeolit disaring
menggunakan penyaring dan dikeringkan
dengan oven pada temperatur 80oC
selama 24 jam. Zeolit disaring
menggunakan penyaring dan dikeringkan
dengan oven pada temperatur 80oC
selama 24 jam.
Persiapan Limbah Rumah Sakit
Sampel penelitian berupa limbah
cair rumah sakit yang mengandung logam
berat Mn. Sampel diambil di salah satu
rumah sakit kota Bandung sebanyak 5 L.
Uji Pendahuluan Fisik
Dilakukan pengamatan meliputi
warna, bau, kekeruhan, dan suhu air.
Kemudian dilakukan pengujian pH air
limbah dan pengukuran kadar logam Mn
menggunakan metode Atomic
Absorbance Spectrophotometry (AAS).
Sampel air limbah rumah sakit disaring
dengan menggunakan Whatman 42
kemudian kandungan Mn diukur
menggunakan metode AAS. Kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan medium.
Medium yang digunakan untuk
isolasi dan kultivasi adalah medium
Postgate B yang disederhanakan
sedangkan eksperimen menggunakan
limbah rumah sakit. Komposisi medium
Postgate B yang digunakan tanpa sumber
karbon dan glukosa. Medium yang
digunakan untuk mengisolasi bakteri
pengurai selulose dari konsorsium BPL
yaitu medium Carboxymethyl cellulose
(CMC) 1%.6 Komposisi medium Postgate
52 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol 10 No 1 2021; Hal 49 - 64
B dan Carboxymethyl cellulose (CMC)
1% (Tabel 1).
Setelah itu dilakukan aktivasi
Zeolit. Zeolit alam diaktivasi dengan cara
merendam 100 g zeolit dalam akuades
selama 24 jam. Zeolit disaring
menggunakan penyaring dan dikeringkan
dengan oven pada temperatur 80oC selama
24 jam. Untuk persiapan serasah daun,
dilakukan pengukuran perbandingan C/N.
Penentuan kandungan C organik
menggunakan metode Walkley dan Black,
sedangkan pengukuran N total dengan
metode Kjehdahl.5,7
Penetapan karbon
organik dengan menimbang sampel kering
seberat 0,5 g menggunakan neraca analitik.
Sampel yang telah ditimbang dimasukkan
dalam tabung reaksi ditambahkan 5 mL
larutan K2Cr2O7. Setelah itu, ditambahkan
7,5 mL larutan H2SO4 pekat didiamkan
selama 30 menit. Gelas beker berisi air
diletakkan di atas hot plate untuk
dipanaskan. Kemudian, masukkan tabung
reaksi yang telah berisi larutan ke dalam
gelas beker dipanaskan selama 90 menit.
Setelah 90 menit sampel didinginkan
selanjutnya dilakukan proses pengenceran
dengan cara ditambahkan akuades kedalam
labu ukur sampai batas 100 mL. setelah
homogen, didiamkan hingga terjadi
pengendapan, kemudian pisahkan cairan
dengan endapan.
Cairan yang dipisahkan digunakan
untuk menghitung kadar karbon organik
dan diukur menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 561 nm.
Penetapan nitrogen total sampel ditimbang
sebanyak 0,5 g kemudian masukkan
sampel ke dalam tabung Kjehdahl. Sampel
ditambahkan 3 mL larutan H2SO4 pekat
dan ditambahkan 1 g Selenium Reagent.
Tabung Kjehdahl yang berisi larutan
tersebut diletakan pada alat destruksi
selama 4 jam sampai didapatkan uap
bening dengan cara suhu dinaikkan secara
bertahap hingga 350oC. Larutan
didinginkan, kemudian ditambahkan
aquades 50 mL dan didiamkan satu malam.
Proses destilasi dengan cara
ditambahkan 10 mL NaOH 40%. Wadah
destilasi menggunakan Erlenmeyer yang
telah ditambahkan larutan H3BO3 1%
sebanyak 10 mL. Proses destilasi
dilakukan sampai menghasilkan cairan
berwarna hijau muda sebanyak 50-75 mL
kemudian dititrasi sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah muda
dengan menggunakan larutan HCl. Setelah
terjadi perubahan warna, dicatat jumlah
larutan HCl yang terpakai selama proses
titrasi. Proses terakhir adalah menghitung
dan mengkalkulasi jumlah HCl.7
Serasah daun yang digunakan
sebagai sumber karbon dikeringkan
menggunakan oven supaya terbebas dari
mikroorganisme kemudian ditumbuk
menjadi halus agar mudah terdegradasi.
Selain itu, konsorsium BPL didapatkan
dari kotoran kambing. Kotoran kambing
yang diperoleh kemudian diayak dan
dipastikan tidak tumbuh jamur.
Perlakuan kultur bioreaktor
Sebanyak 16 g kotoran kambing
dimasukkan ke dalam botol 1 L. Botol
kaca berisi Postgate B, zeolit, serasah
daun, dan limbah rumah sakit yang
mengandung Mn, kemudian ditutup
menggunakan karet dan diinkubasi pada
kondisi gelap pada suhu 37⁰C selama 31
hari. Keberadaan BPL ditandai dengan
pembentukan endapan berwarna hitam
(ferrous iron).8,9
Penelitian secara batch culture
dilakukan menggunakan botol 1 L.
Konsorsium BPL yang diperoleh kemudian
disubkultur pada medium Postgate B baru
dengan perbandingan 50% konsorsium
BPL dan 50% medium. Zeolit sebanyak 20
g/L dimasukkan ke dalam medium
Postgate B.
Sampel konsorsium BPL
digunakan sebanyak 20 g/L yang akan
dimasukkan ke dalam botol berisi medium
Postgate B steril yang ditambahkan
sumber karbon serasah daun Muntingia
calabura dengan variasi massa 0 g/L; 2,5
g/L; 5 g/L; dan 7,5 g/L. Bakteri tumbuh
pada kondisi anaerob pada botol tertutup
dan tidak terdapat oksigen bebas
kemudian diinkubasi pada temperatur
Pengaruh Penambahan Serasah Daun Muntingia calabura ….. (Ni’matul Murtafi’ah dkk)
53
30⁰C. Percobaan dilakukan dengan tiga
kali ulangan setiap hari dilakukan
pengukuran parameter pengamatan selama
31 hari. Parameter tersebut berupa
pengukuran pH, dan kandungan Mn
dilakukan pada hari ke 0, 1, 7, 14, 21, dan
31.10,11,12
Pengukuran dilakukan dengan
cara sebagai berikut sebanyak 100 mL
sampel medium Postgate B diambil secara
aseptis, pH diukur dengan pH meter, dan
kandungan Mn diukur menggunakan
Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS).
Tabel 1. Komposisi Medium Postgate B
Nama senyawa Postgate B g/L Carboxymethyl Cellulose
(CMC) 1%
Magnesium sulfat 1,0 0,2
Asam klorida 0,5 -
Kalium dihidrogen fosfat 1,0 -
Besi fosfat 0,1 0,02
Glukosa - 1
Kalsium klorida 0,1 0,04
Natrium sulfat 0,5 -
Ekstrak yeast 0,1 2
Kalium nitrat - 0,75
Kalium hidrogen fosfat - 0,5
CMC - 10
Agar bakto - 15
Isolasi bakteri selulolitik dari
konsorsium BPL
Isolasi koloni tunggal bakteri
dilakukan dengan mengambil zeolit
sebanyak 0,2 g dimasukkan ke dalam
tabung yang berisi 9 mL NaCl 0,85%
kemudian dihomogenkan dan digoyang
dengan shaker agar bakteri yang
menempel pada zeolit terlepas. Selanjutnya
dari larutan tersebut dilakukan
pengenceran berseri sampai pengenceran
10-7
. Pengenceran dilakukan dengan
mengambil sebanyak 1 mL NaCl 0,85%
yang berisi koloni bakteri dari tabung
dengan konsentrasi bakteri tinggi dan
dimasukkan ke dalam tabung berisi 9 mL
NaCl 0,85% hingga konsentrasi 10-7
.
Sebanyak 1000 µL hasil
pengenceran ditumbuhkan dalam medium
agar Carboxymethyl cellulose (CMC) 1%
dengan metode pour plate. Biakan
diinkubasi selama 24-48 jam pada
temperatur 37oC. Seleksi bakteri pengurai
selulosa dilakukan berdasarkan
kemampuan bakteri membentuk zona
bening. Bakteri pembetuk zona bening
selanjutnya diwarnai dengan merah kongo
0,1% dan diinkubasi selama 15 menit dan
dicuci dengan NaCl 1% kemudian diamati
luas diameter zona bening yang terbentuk.
Identifikasi dilakukan pada isolat terpilih.
Kemudian isolat diidentifikasi dengan
pewarnaan Gram dan uji biokimia.13,14,15
Identifikasi bakteri
Identifikasi bakteri dilakukan
berdasarkan Bergey’s Manual of
Determinative Bacteriology, Karakteristik
biokimia yang diamati antara lain
pengujian uji methyl red (MR), uji Voges
proskauer (VP), reduksi nitrat, Triple
Sugar Iron Agar, Simmons citrate,
aerobisitas, produksi indol, motilitas, H2S,
pengaruh pH, pengaruh suhu, dan uji
karbohidrat.
Hasil
Perbandingan C/N serasah daun
Muntingia calabura
Penelitian ini melakukan pengujian
C/N serasah daun Muntinga calabura.
Penentuan kandungan C organik
menggunakan metode Walkley dan Black,
54 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol 10 No 1 2021; Hal 49 - 64
sedangkan pengukuran N total dengan
metode Kjehdahl. Perbandingan rasio C:N
serasah daun Muntingia calabura dapat
dilihat pada Tabel 2.
Pengaruh serasah daun Muntingia
calabura terhadap aktivitas konsorsium
BPL Mn skala batch culture
A. Pengaruh kadar selulosa terhadap
perubahan pH medium
Pengukuran pH dilakukan untuk
mengetahui kenaikan derajat keasaman
medium setelah inkubasi 21 hari. Hasil
pengukuran pH medium selama 31 hari
masa inkubasi mengalami peningkatan. pH
yang semula asam menjadi netral.
Pada Batch A (kontrol) pH medium
mengalami peningkatan dari 6,09 pada
hari ke-0, naik menjadi 6,12 pada hari 1,
dan menjadi 6,27, serta 6,77 pada hari ke-
7 dan ke-14. Pada hari ke-21 pH mencapai
netral 7,19. Pada Batch B dengan
penambahan selulosa 0,25% mengalami
peningkatan pH dari hari ke 0 sebesar 5,58
bersifat asam, mengalami kenaikan. Pada
hari ke 1 menjadi 5,96. Pada hari ke-7, dan
ke-14 mengalami peningkatan dari 6,32
dan 6,81. Pada hari ke 31 Batch B
mengalami peningkatan menjadi 7,2. Pada
Batch C (selulosa 0,5%) pH awal sebesar
5,71 mengalami peningkatan hari 1, 7, 14,
21, dan 31 berturut-turut 5,98; 6,05; 6,62;
7,01; dan 7,1. Batch D (selulosa 0,75%)
pada hari ke-0 memiliki nilai pH sebesar
5,65, lalu pH hari 1 sebesar 5,7, hari 7
sebesar 6,07, dan terjadi peningkatan pada
hari ke-14, ke-21 berturut-turut menjadi
6,58 dan 6,97. Pada hari 31 pH Batch D
menjadi 7 (Gambar 1).
Tabel 2. Perbandingan C/N serasah daun Muntinga calabura
Parameter uji Kadar (%) Metode
Nitrogen total 39,38 Kjeldahl
C-organik 1,90 Walkley-Black
Gambar 1. Perubahan pH medium Postgate B selama 21 hari
Keterangan :
Batch A: Medium Postgate B dengan penambahan selulosa 0%
Batch B: Medium Postgate B dengan penambahan selulosa 0,25%
Batch C: Medium Postgate B dengan penambahan selulosa 0,5%
Batch D: Medium Postgate B dengan penambahan selulosa 0,75%
Pengaruh Penambahan Serasah Daun Muntingia calabura ….. (Ni’matul Murtafi’ah dkk)
55
B. Reduksi logam Mn pada limbah
Rumah Sakit
Aktivitas BPL Mn pada limbah
rumah sakit dapat diamati dengan
perubahan pada Medium Postgate B
(Gambar 2). Sedangkan hasil
pengujian konsentrasi logam Mn dapat
dilihat pada grafik hubungan
konsentrasi reduksi logam Mn dan
waktu pengujian skala batch culture
selama 31 hari (Gambar 3).
Penambahan serasah daun Muntingia
calabura 0,25% dapat meningkatkan
effisiensi reduksi Mn sebesar 82,05%
lebih tinggi bila dibandingkan dengan
perlakuan yang lain (Gambar 4).
Gambar 2. Perubahan medium Postgate B selama inkubasi 31 hari
Keterangan: A. Batch A (0%), B. Batch B (0,25%), C. Batch C (0,5%), D. Batch D (0,75%)
Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi logam Mn dan waktu inkubasi selama 31 hari
B D C A
56 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol 10 No 1 2021; Hal 49 - 64
Gambar 4. Efisiensi Reduksi
Gambar 5. Kemampuan bakteri pengurai selulosa dari 2 koloni isolat I pada medium agar
CMC setelah inkubasi 24 jam. Keterangan: A dan B isolat I yang memiliki zona bening terbesar.
(tanda panah menunjukkan zona bening)
Gambar 6. Hasil pewarnaan Gram isolat. Keterangan: A. KS1 I 10-3
; B. KS1 I 10
-5 ; dan
C. KS1 I 10-7
, tanda panah menunjukkan bakteri gram negatif (perbesaran 100x)
Karakterisasi bakteri pengurai selulosa
dari konsorsium BPL Mn
Hasil uji inokulasi BPL pada medium
padat CMC menunjukkan adanya zona
bening di sekitar koloni (Gambar 5).
Sementara itu, diameter zona bening yang
terbentuk oleh aktivitas BPL yang
ditumbuhkan dalam medium mengandung
serasah daun Muntingia calabura
menunjukkan diameter zona bening
terbesar adalah pada isolat I. Diameter
koloni terbesar adalah pada isolat I dengan
diameter zona bening sebesar 1,9 mm.
(Tabel 3).
A
B A C
Pengaruh Penambahan Serasah Daun Muntingia calabura ….. (Ni’matul Murtafi’ah dkk)
57
Tabel 3. Diameter zona bening yang terbentuk oleh bakteri selulolitik
Tabel 4. Karakterisasi makroskopis BPL Mn
Karakteristik Morfologi Koloni
Kode Isolat
KS1 I 10-3
KS1 I 10-5
KS1 I 10-7
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Diameter koloni
Titik
Kecil
Sedang
Besar
Warna
Putih
Kuning
Merah
Hitam
Elevasi
Flat
Raised
Convex
Pulvinate
Umbonate
General Surface Form
Punctiform
Circular
Filament
Irregular
Rhizoid
Margin
Entire
Undulate
Labate
Erase
Filametas
Curied
Surface Texture
Smooth
Contoured
Radiate
Concentric
Rugose
Perlakuan Pengenceran Kode isolat Diameter zona
bening (mm)
Diameter koloni
(mm)
Uji selulolitik
Batch B
(KS1)
10-3
C 0,8 0,3
E 1,4 0,5
I 1,9 0.9
10-5
- - -
10-7
J 0,9 0,1
K 0,5 0,1
M 0,3 0,1
58 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol 10 No 1 2021; Hal 49 - 64
Tabel 5. Hasil uji biokimia BPL
Uji Biokimia Isolat
I1 I2
Katalase
Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Simon Citrate (SC)
Voges Proskauer (VP)
Methyl Red (MR)
Motilitas
Indol
Keberadaan H2S (Sulfida)
+
+/-
-
-
+
+
-
+
+
+/-
-
-
+
+
-
+
pH
3 -
-
+
-
-
-
+
-
4
6
8
Glukosa
Sukrosa
Laktosa
Maltosa
Reduksi Nitrat
Morbilitas
+/-
-/-
-/-
-/-
-
Anaerob fakultatif
+/-
-/-
-/-
-/-
-
Anaerob fakultatif
Medium
Nutrient Agar
(NA)
0˚C -
+
-
-
-
+
-
-
25 ˚C
37 ˚C
80 ˚C
Medium
Nutrient Broth
(NB)
0˚C -
+
-
-
-
+
-
-
25˚C
37˚C
80˚C
Keterangan :
+ : Hasil Uji Positif
- : Hasil Uji Negatif
TSIA
+/- : Slant kuning/Butt merah
Suhu (Medium NA)
+ : Tumbuh
- : tidak tumbuh
Suhu (Medium NB)
+ : keruh/ agak keruh
- : tidak keruh/ bening
Karakterisasi makroskopis dan
mikroskopis BPL Mn
Karakterisasi makroskopis koloni
bakteri BPL terlihat secara umum
morfologi koloni adalah berdiameter kecil,
berwarna putih, elevasi ketinggian nyata
terlihat, namun rata pada seluruh
permukaan, permukaannya circular (Tabel
4).
Hasil pewarnaan Gram terlihat BPL
menunjukkan gram negatif berwarna ungu
dan berbentuk basil (Gambar 6). Hasil
pengujian TSIA dan Sulfide Indole Motility
(SIM) terlihat uji TSIA lereng berwarna
merah dan dasar berwarna kuning serta uji
SIM menunjukkan tidak adanya cincin
warna merah dan bakteri bersifat motil
(Gambar 7).
Pengaruh Penambahan Serasah Daun Muntingia calabura ….. (Ni’matul Murtafi’ah dkk)
59
Gambar 7. Hasil pengujian biokimia. Keterangan: A. medium Triple Sugar Iron Agar (TSIA),
B. medium Sulfide Indole Motility (SIM). Tanda panah menunjukkan lereng berwarna merah.
Uji biokimia BPL Mn
Uji biokimia BPL pengurai selulosa
menunjukkan bahwa secara umum, BPL
positif terhadap uji katalase, TSIA, methyl
red, motilitas, H2S, pH 6, medium NA
(25˚C), medium NB (25˚C), dan negatif
terhadap uji Simon Citrate, Voges
Proskauer, indol, sukrosa, laktosa,
maltosa, dan reduksi nitrat (Tabel 5).
Pembahasan
Perbandingan C/N serasah daun
Muntingia calabura
Pengukuran rasio C:N pada serasah
daun kering bertujuan untuk mengetahui
lama proses dekomposisi bahan organik
berdasarkan perbandingan karbon dan
nitrogen yang terkandung dalam serasah
daun Muntingia calabura. Dekomposisi
serasah merupakan proses perombakan
serasah sebagai sumber bahan organik oleh
mikroba menjadi senyawa sederhana.
Mikroorganisme menggunakan karbon
sebagai sumber energi untuk aktivitasnya
dalam mereduksi logam berat Mn.
Nitrogen sebagai penyusun senyawa-
senyawa di dalam sel yang menentukan
aktivitas pertumbuhan mikroorganisme.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa
kandungan nitrogen total serasah daun
Muntingia calabura sebesar 39,38
sedangkan C-organik sebesar 1,90.
Kandungan C:N rasio keseluruhan sebesar
20,72.
Serasah daun Muntingia carabura
memiliki kadar nitrogen yang tinggi
mengakibatkan nilai C/N menjadi rendah
sehingga mikroba akan kelebihan N untuk
sintesis protein dan proses dekomposisi
berjalan lambat. Ketika rasio C:N rasio
terlalu rendah, akibat dari terlalu banyak
kandungan nitrogen, nitrogen akan hilang
ke atmosfer dalam bentuk gas NH3
sehingga menyebabkan bau. Semakin lama
waktu dekomposisi, maka kandungan rasio
C:N menjadi semakin rendah. Penurunan
nilai rasio C:N menunjukkan bahwa
kandungan C-organik pada serasah daun
Muntingia carabura semakin habis karena
digunakan sebagai bahan makanan
mikroba sedangkan kandungan nitrogen
meningkat dan proses mineralisasi berjalan
terus.5
Pengaruh serasah daun Muntingia
calabura terhadap aktivitas konsorsium
BPL Mn skala batch culture
Pada Gambar 1, pH yang signifikan
dari pH awal 5 menjadi netral untuk
perlakuan sumber karbon serasah daun.
Pada kontrol kenaikan pH tidak terlalu
signifikan bila dibandingkan dengan Batch
B penambahan selulosa 0,25%. Analisis
statistik menunjukkan bahwa pemberian
selulosa 0%, 0,25%, 0,5%, dan 0,75%
berpengaruh sangat nyata terhadap
kenaikan pH. Uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa pemberian selulosa
0,25%; 0,5%; dan 0,75% berbeda nyata
terhadap kontrol.
Perlakuan dengan dosis 0,25%
menunjukkan berbeda nyata terhadap
A B
60 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol.10.2021. Hal 49 - 64
perlakuan selulosa 0,5% dan 0,75%. Batch
B memiliki pH awal sebesar 5,58 bila
dibandingkan dengan pH awal Batch A.
Terjadinya kenaikan pH menunjukan
bahwa serasah daun digunakan sebagai
sumber organik bagi pertumbuhan BPL
dalam proses metabolisme. Terjadinya
kenaikan pH dapat disebabkan karena
pelepasan basa-basa yang dikandung oleh
bahan organik. Kation-kation basa sumber
organik dapat mengikat konsentrasi OH-
yang diikuti penurunan konsentrasi dari
ion H+. Sumber organik membentuk suatu
senyawa kompleks dari reaksi antara
logam dan ligan organik membentuk
oksida logam bersifat basa sehingga
berpengaruh terhadap kenaikan pH.
Kenaikan pH juga disebabkan karena
aktivitas konsorsium BPL yang tumbuh
pada lingkungan anaerob menghasilkan
senyawa bikarbonat (HCO3-).
7
Reduksi logam Mn pada limbah Rumah
Sakit
Gambar 2 menunjukkan aktivitas
pertumbuhan konsorsium BPL dapat
diamati dari hari ke-0 hingga hari ke-31.
Kemampuan BPL dalam mengakumulasi
logam berat dapat diketahui dengan
paparan H2S yang tumbuh pada medium
Postgate B. Medium Postgate B yang
awalnya jernih menjadi keruh dan
menghitam serta mengeluarkan bau sulfat.
Penurunan konsentrasi Mn pada medium
disebabkan interaksi antara sulfida yang
dihasilkan pada proses reduksi sulfat
dengan logam Mn2+
membentuk metal
sulfida yang tidak larut sehingga terjadi
penurunan konsentrasi Mn. Pada Gambar 2
terlihat bahwa Batch A tanpa penambahan
sumber karbon terlihat warna medium
yang jernih daripada Batch B, Batch C,
dan Batch D. Kenaikan pH berakibat pada
penurunan kadar logam Mn.
Gambar 3 menunjukan bahwa semua
perlakuan penambahan selulosa
mengalami penurunan konsentrasi logam
Mn. Batch A (selulosa 0%) mengalami
peningkatan dari hari ke 0 sebesar 80,45
ppm hingga hari ke 31 sebesar 95,15 ppm.
Peningkatan konsentrasi Batch A sebesar
14,7 ppm. Efisiensi reduksi logam Mn
pada perlakuan kontrol sebesar -18,272%.
Batch B dengan penambahan selulosa
0,25% mengalami penurunan pada hari ke
0 sebesar 40,95 ppm hingga hari ke-31
sebesar 7,4 ppm mengalami penurunan
sebesar 33,55 ppm dibandingkan dengan
Batch C dan D.
Efisiensi reduksi logam pada Batch B
sebesar 82,05%. Batch C dengan dosis
0,5% konsentrasi logam Mn pada hari ke-0
sebesar 15,65 ppm, hari ke-1 mengalami
peningkatan sebesar 15,7 ppm dan hari ke-
7 mengalami peningkatan yang cukup
signifikan menjadi 85 ppm. Namun, pada
saat hari ke-14 Batch C mengalami
penurunan konsentrasi logam sebesar
57,92 ppm, pada hari ke-21 mengalami
penurunan konsentrasi menjadi 55 ppm
dan pada hari ke-31 mengalami penurunan
menjadi 21,8. Efisiensi reduksi batch C
sebesar -39,29%. Batch D dengan
penambahan selulosa 0,75% hari ke 0
konsentrasi logam Mn sebesar 26,5 ppm.
Batch D mengalami peningkatan pada hari
ke-7 sebesar 106,5 ppm, namun hari ke-21
Batch D mengalami penurunan konsentrasi
logam menjadi 66,33 ppm, hari ke-31
mengalami penurunan sebesar 27,85%.
Efisiensi reduksi Batch D sebesar -5,09%.
Analisis statistik menunjukkan bahwa
penambahan selulosa berpengaruh nyata
terhadap penurunan logam Mn dengan
Fhitung > Ftabel sebesar 46,8 > 2,79.
Proses penurunan konsentrasi logam
Mn diduga adanya interaksi antara sulfida
yang dihasilkan pada proses reduksi sulfat
dengan logam Mn2+
yang membentuk
suatu endapan berupa metal sulfida,
sehingga kandungan Mn terlarut pada
medium berkurang. Berikut ini reaksi
senyawa MnS dalam medium.
MnS(s)Mn2+
+ S2-
Kondisi homogen pada suatu
medium MnS akan mengendap lebih cepat.
Selain itu, adanya transport massa dan
61
reaksi pengikatan oleh bahan organik
serasah daun dapat mempengaruhi proses
pengendapan bagian bawah serta
terjadinya perubahan warna medium
menjadi hitam. Bahan organik tersebut
akan membentuk kompleks dengan
mineral logam menyebabkan logam sukar
larut dan menurunkan toksisitas logam
Mn.16,17,18
Penurunan logam Mn juga ditandai
dengan perubahan warna medium semakin
lama waktu inkubasi akan berubah menjadi
hitam. Namun, pada Batch A tanpa
penambahan selulosa medium terlihat
jernih daripada perlakuan penambahan
selulosa 0,25%, 0,5%, dan 0,75%. Batch A
pada hari ke-31 mengalami kenaikan
logam Mn yang ditandai dengan tidak
terjadi perubahan warna yang signifikan
pada medium. Hal ini dapat terjadi karena
pada konsentrasi penambahan selulosa 0%,
bakteri tidak memiliki sumber karbon
berupa serasah daun Muntingia carabura
yang mampu mengabsorbsi logam Mn.19
Proses reduksi akan dapat lebih efektif
dengan adanya perlakuan pH dan
kehadiran ion-ion lainnya pada medium
yang mampu mengendapkan logam berat
sebagai garam yang tidak terlarut.20
Serasah daun Muntingia carabura
memiliki karakteristik bahan organik
digunakan sebagai sumber karbon untuk
meningkatkan aktivitas BPL dalam
mereduksi logam berat Mn. Selain itu,
peran zeolit sebagai material penyangga
untuk BPL. Menurut Cabrera, et al. (2006)
percobaan biologis dari air limbah yang
mengandung logam menggunakan BPL
dan sulfat genus Desulvovibrio sp. skala
batch mampu mereduksi Mn (II) sebesar
60%.8 Meskipun, penurunan konsentrasi
Mn Batch B sebesar 14,25 ppm masih
menjauhi target yang diharapkan
kemungkinan disebabkan oleh proses
dekomposisi bahan organik memerlukan
waktu lama, sehingga bakteri yang tumbuh
hanya bakteri yang mampu memanfaatkan
selulase dalam kondisi lingkungan asam.
Serasah daun memiliki keuntungan
keberadaan yang melimpah, harga murah
dan hasil dekomposisi berupa glukosa
dimanfaatkan BPL sebagai bahan organik
untuk meningkatkan aktivitas untuk
mereduksi logam Mn. Umumnya,
penambahan mikroorganisme eksogen
memainkan peran penting dalam mencapai
efisiensi penurunan logam yang tinggi
selama proses reduksi. Selain itu,
komunitas mikroba alam yang diperkaya,
menunjukkan stabilitas struktur
konsorsium yang lebih baik dan efisiensi
pelarutan logam yang lebih baik.21
Isolasi
dan aplikasi populasi mikroba untuk
remediasi ion logam berat dari lingkungan
skala laboratorium memberikan hasil yang
optimal.22
Selain itu, BPL juga memiliki
material penyangga berupa zeolit alam
yang memiliki karakteristik sangat baik
sebagai substrat perlekatan bakteri dalam
teknologi immobilisasi.9
Partikel zeolit
memiliki keunggulan kemampuan ion
exchange membantu mengikat logam Mn
sehingga Mn menjadi tidak larut dan
mengurangi toksisitas logam berat
terhadap sel.8,9
Karakterisasi bakteri pengurai selulosa
dari konsorsium BPL Mn
Konsorsium BPL dengan penambahan
serasah daun Muntingia calabura
memiliki kemampuan menghidrolisis
kompleks selulosa menjadi oligosakarida
lebih sederhana menjadi glukosa.5,7
Berdasarkan Tabel 3 terdapat beberapa
isolat yang mampu menggunakan CMC
sebagai sumber karbon yang ditunjukkan
dengan adanya zona bening. Masing-
masing isolat memiliki diameter zona
bening berbeda-beda. Kode isolat I
memiliki diameter zona bening yang
paling besar. Ukuran diameter koloni
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
seperti pH, suhu, periode inkubasi, sumber
karbon, dan sumber nitrogen
mempengaruhi aktivitas bakteri, produksi
maksimal selulase, dan aktivias
enzim.11,23,24
Hasil penelitian yang didapatkan
menyerupai penelitian yang dilakukan
62 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol.10.2021. Hal 49 - 64
Murtiyaningsih & Hazmi (2017) yang
mengisolasi bakteri pendegradasi selulosa
menyatakan bahwa zona bening
menunjukkan adanya aktivitas hidrolitik
oleh enzim ekstraseluler selulase yang
diekskresikan oleh isolat-isolat bakteri
dengan diameter zona bening tertentu.
Selulosa memiliki gugus fungsi yang dapat
melakukan pengikatan dengan ion logam.
Gugus fungsi tersebut terutama gugus
karboksil dan hidroksil. Produk hidrolisis
tersebut berupa gula sederhana
monosakarida dan tidak terjadi ikatan
kompleks dengan merah kongo. Zona
bening menunjukkan zona tempat
terputusnya ikatan β-1,4-glikosidik yang
menghubungkan monomer D-glukosa pada
CMC. Menurut Aguiar (2001) jenis
substrat menentukan jumlah dan
komponen selulase yang dihasilkan. Besar
kecilnya zona bening yang dihasilkan di
pengaruhi oleh aktivitas enzim di daerah
amorf pada substrat menyebabkan CMC
terhidrolisis secara efisien.11,12
Bakteri
yang memiliki ukuran diameter terbesar
sekitar 1,9 mm.25,26
Karakterisasi makroskopis dan
mikroskopis BPL Mn
Isolat BPL pengurai selulosa
menghasilkan zona bening dan memiliki
kemampuan reduksi logam Mn yang tinggi
pada skala batch culture, yaitu kode isolat
I dengan diameter koloni sebesar 0,9 mm
dan diameter zona bening sebesar 1,9 mm.
Hasil Karakterisasi pewarnaan gram
menunjukkan semua isolat BPL dengan
kode isolat KS1 I 10-3
, KS1 I 10
-5, dan KS1 I
10-7
bersifat Gram negatif.
Uji biokimia BPL Mn
Uji biokimia dilakukan untuk
mengidentifikasi bakteri berdasarkan
kemampuan metabolisme kimianya. Uji
indol dilakukan untuk mengetahui
kemampuan bakteri memecah triptofan
asam amino membentuk senyawa indol.
Hasil uji indol menunjukkan hasil negatif
karena tidak terbentuk cincin warna merah
di permukaan medium. Uji methyl red
(MR) digunakan untuk mengetahui
kemampuan mikroba dalam
memfermentasikan asam campuran ketika
disuplai glukosa. Hasil uji methyl red
menunjukkan hasil positif karena terjadi
perubahan warna merah. Uji Voges-
Proskauer (VP) digunakan untuk
mengetahui kemampuan mikroorganisme
menghasilkan asetoin sebagai produk akhir
metabolisme glukosa dan membentuk
jumlah yang lebih kecil dari asam
campuran. Hasil uji ini menunjukkan
bahwa hasil negatif karena tidak terbentuk
warna merah kehitaman.17,18,19
Uji TSIA bertujuan untuk melihat
kemampuan bakteri dalam
memfermentasikan glukosa, sukrosa, dan
laktosa. Pada Gambar 7 menunjukkan hasil
uji isolat I dapat diketahui bahwa pada
bagian slant berwarna kuning sedangkan
pada bagian butt berwarna merah yang
menandakan bahwa isolat I dapat
memfermentasikan glukosa. Proses
fermentasi glukosa dilakukan BPL untuk
membentuk laktat dan etanol yang
berfungsi sebagai senyawa pendonor
hidrogen. Terdapat indikator fenol red dan
FeSO4 untuk memperlihatkan
pembentukan H2S ditunjukkan dengan
endapan hitam. Pada pengujian SIM isolat
I bersifat motil, karena terdapat serabut
berwarna keruh disekitar tusukan medium
SIM. Isolat I menunjukkan reaksi negatif
terhadap pembentukan indol karena tidak
terbentuk cincin merah pada permukaan.
Selain itu, medium SIM tidak berwarna
hitam yang menandakan isolat bakteri
tidak menghasilkan H2S. H2S tidak
terbentuk disebabkan sedikitnya kadar
sulfat yang tersedia pada medium SIM.20,21
Hasil pengujian katalase isolat I
menunjukkan reaksi positif yang ditandai
adanya gelembung. Terbentuknya
gelembung menandakan bahwa isolat BPL
dapat menghasilkan enzim katalase
berfungsi untuk memecah hidrogen
peroksida menjadi oksigen dan air.
Aktivitas BPL Mn meningkat ketika
lingkungan medium mencapai pH
63
optimum 6 namun pada saat pH asam
aktivitasnya kurang yang ditandai pada uji
pengaruh PH BPL mampu tumbuh pada
medium NB. Selain itu, BPL Mn mampu
tumbuh pada suhu 25oC.
20,21,27,28
Berdasarkan hasil pewarnaan gram,
morfologi koloni, morfologi mikroskopik
bakteri, uji fermentasi karbohidrat, dan uji
biokimia hasil identifikasi bakteri
menunjukan bahwa bakteri termasuk ke
dalam genus Desulfovobrio sp.
Desulfovibrio sp. merupakan bakteri yang
dapat mereduksi logam Mn.29,30
Informasi
genus sedang dalam pengajuan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI).
Kesimpulan
Pemberian selulosa serasah daun
Muntingia calabura sebesar 0,25% dapat
menurunkan kadar Mn dalam medium.
Berdasarkan hasil pewarnaan gram,
morfologi koloni, morfologi mikroskopik
bakteri, uji fermentasi karbohidrat, dan uji
biokimia hasil identifikasi bakteri
menunjukkan bahwa bakteri termasuk
kedalam genus Desulfovobrio sp.
Saran
Tahapan penelitian pada tahun
berikutnya akan dilakukan identifikasi
BPL Mn secara molekuler menggunakan
gen 16srRNA.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih
kepada Kemenristekdikti atas pendanaan
hibah Penelitian Dosen Pemula (PDP)
tahun 2019 dan Ibu Diani Aliansy, S.ST.,
M.Kes. selaku Kepala Unit Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Institut
Kesehatan Rajawali yang berperan banyak
dalam membantu suksesnya kegiatan
penelitian ini.
Daftar Pustaka 1. Fomina M, Gadd G. Biosorption: current
perspectives on concept, definition and
application. BioresourTechnol. 2014;160:3-
14.
2. Dhankhar R HA. Fungal biosorption–an
alternative to meet the challengesof heavy
metal pollution in aqueous solutions Title.
EnvironTechnol. 2011;32:467-491.
3. Rascio, N and Izzo H. Heavy Metal Hyper-
accumulating Plants: How and Why do they
do it? and what makes them so
interestingHeavy Metal Hyper-
accumulating Plants: How and Why do they
do it? and what makes them so interesting.
Plant Sci. 2011;180(2):169-181.
4. Erriek A S. Biosorpsi Logam Cu(Ii) Dan Cr
(Vi ) Pada Limbah Elektroplating Dengan
Menggunakan Bimassa Phanerochaete
Chrysosporium. J Tek Kim. 2009;4(1):250-
254.
5. Aprianis Y. Produksi dan Laju
Dekomposisi Serasah Acacia crassicarpa A.
Cunn Di PT.Arara Abadi. J Tekno Hutan
Tanam. 2011;4(1):41-47.
6. Utgikar, VP, Harmon, SM, Chaudhary, N,
Tabak, HH., Govind, R, and Haines J.
Inhibition of sulfate-reducing bacteria by
metal sulfide formation in bioremediation
of acid mine drainage. Enviromental
Toxicol. 2002;17(1):40-48.
7. Marquez-Rezes, J.M., Lopez-Chuken, U.,
Valdez-Gonzales, A., and Luna Overa HA.
Removal of chromium and lead by a
sulfate-reducing consortium using peat
moss as carbon source. Bioresour Technol.
2013;144:128-134.
8. Cabrera, G, Perez, R., Gomez, J.=M.,
Abalos, ., and Cantero D. Toxic effects of
dissolved heavy metals on Desulfovibrio
vulgaris and Desulfovibrio sp. Strains. J
Hazard Mater. 2006;135:40-46.
9. Montalvo, S, Guerrero, L, Borja, R,
Sánchez, E., Milán, Z, Cortés, I, and Rubia
M. Application of Natural Zeolites In
Anaerobic Digestion Processes: A review.
Appl Clay Sci. 2012;58:125-133.
10. Muryatiningsih, HMu., Hazmi M. Isolasi
dan Uji Aktivitas Enzim Selulase Pada
Bakteri Selulolitik Asal Tanah Sampah.
Agritop. 2017;15(2):293-308.
11. Ibbet, R, Kaenthong, S, Philips, D, &
Wilding M. Characterisatim of Porosity of
Regenerated Cellulosil Fibres Using
Classical Dye Adsorbtian Techniques.
Lenzinger Berichte. 2006;88:77-86.
12. Aguiar C. Biodegradation of The cellulose
from sugarcane bagasse by fungal cellulase.
Sci Technol Aliment. 2001;3:117-1.
13. Suflita, JM., Londry, KL, and Ulrich G.
Determination of Anaerobic
Biodegradation Activity In Manual of
Environmental Microbiology. Hurst, C.J.
(ed).1997. Washington: ASM Press
14. Colleran, E., Finnegan, S., and O’Kefee
RB. Anaerobic digestion of high sulphate
64 Jurnal Biotek Medisiana Indonesia Vol.10.2021. Hal 49 - 64
containing waste water from the industrial
production of citric acid. Water Sci
Technol. 1994;30(12):263-273.
15. Sheoran, A.S.,Sheoran,V.,and Choudhary
R. Bioremediation of acidrock drainage by
sulphate-reducing prokaryotes: A review.
Miner Eng. 2010;23:1073-1100.
16. Glombitza F. Treatment of acid lignite
mine flooding water by means ofmicrobial
sulphate reduction. Waste Manag.
2001;21:197-203.
17. WeiB S.,Zankel, A.,Lebuhn, M, Petrak
S.,Somitsch, W., and Guebitz GM.
Investigation of Microorganisms
Colonising Activated Zeolits During
Anaerobic Biogas Production From Grass
Silage. Bioresour Technol. 2011;102:4353-
4359.
18. Zaluski, MH, Trudnowski, JM, Harrington-
Baker, MA, and Bless D. Postmortem
findings on the performance of engineered
SRB fieldbioreactors for acid mine
drainage control. In: In: Proceedings of the
6th International Conference on Acid Rock
Drainage, Cairns. QLD; 2003:845-885.
19. Zotti, M, Di Piazza, S., Roccotiello, E,
Lucchetti, G., Mariotti, MG, Marescotti P.
Microfungi in highly copper-contaminated
soils from an abandoned Fe–Cu
sulphidemine: growth responses, tolerance
and bioaccumulation. Chemosphere.
2014;117:471-476.
20. Lapik C. Biosorpsi Logam Berat Cr(VI)
Dengan Menggunakan Biomassa
Saccharonyces Cerevisiae. Gowa:
Departemen Teknik Lingkungan
Universitas Hasanuddin; 2017.
21. Wei, X., Liu, D., Liao, L., Wang, Z., Li, W.
and HW. Bioleaching ofheavy metals from
pig manurewith indigenous sulfur-oxidizing
bacteria: effects ofsulfur
concentration.Heliyon 4. 2018.
doi:e00778.doi:
10.1016/j.heliyon.2018.e00778
22. Zhu F, Qu L, Hong X SX. Isolation and
characterization of a phosphate-solubilizing
halophilic bacteriumKushneriasp. ycwa18
from daqiao saltern onthe coast of yellow
sea of China. Evid Based Complement
Altern Med. 2011:1-6.
23. Fotidis IA, Karakashev D AI. The dominant
acetate degradation pathway/methanogenic
composition in full-scale anaerobic
digesters operating under different
ammonia levels. Int J Env Sci Technol.
2014;11:2087–2094.
24. Westerholm M, Dolfing J, Sherry A, Gray
ND, Head IM SA. Quantification of
syntrophic acetate-oxidizing microbial
communities in biogas processes. Env
Microbiol Rep. 2011;3:500-505.
25. Ougias PG, Fotidis IA, Zaganas ID,
Kotsopoulos TA MG. Zeolite and swine
inoculum effect on poultry manure
biomethanation. Int Agrophys.
2013;27:169-173.
26. Bacenetti J, Negri M, Fiala M G-GS.
Anaerobic digestion of different feedstocks:
impact on energetic and environmental
balances of biogas process. Sci Total Env.
2013;464:541-551.
27. Rajesh Singh, Anil Kumar, Anita Kirrolia,
Rajender Kumar, Neeru Yadav, Narsi R
Bishnoi RKL. Removal of sulphate, COD
and Cr(VI) in simulated and real
wastewater by sulphate reducing bacteria
enrichment in small bioreactor and FTIR
study. Bioresour Techno. 2011;102(2):677-
682.
28. A S Vijayaraj, C Mohandass , Devika Joshi
NR. Effective bioremediation and toxicity
assessment of tannery wastewaters treated
with indigenous bacteria. 3 Biotech.
2018;8(428):1-11.
29. Meryandini, A., Widosari, W., Maranatha,
B., Sunarti, T.C., Rachmania, N., dan Satria
H. Isolasi bakteri selulolitik dan
karakterisasi enzimnya. J Makara Sains.
2009;13:33-38.
30. Muñoz, AJ, Ruiz, E, Abriouel, H, Gálvez,
A, Ezzouhri, L, Lairini, K, Espínola F.
Heavy metal tolerance of microorganisms
isolated from wastewaters:
identificationand evaluation of its potential
for biosorption. ChemEngJ. 2012;210:325-
333.