ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DAN
KAITANNYA DENGAN KEMAJUAN EKONOMI PROVINSI JAMBI
1. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu
perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas
perusahaan tersebut. Mereka yang mempunyai kepentingan terhadap perkembangan
suatu perusahaan sangatlah perlu untuk mengetaui kondisi perusahaan tersebut, dan
kondisi keuangan suatu perusahaan akan dapat diketahui dari laporan keungan
perusahaan yang bersangkutan, yang terdiri dari Neraca, Laporan Perhitungan Rugi
Laba serta laporan-laporan keuangan lainnya. Dengan mengadakan analisa terhadap
pos-pos neraca akan dapat diketahui atau akan dapat diperoleh gambaran tentang posisi
keuangannya, sedangkan analisa terhadap laporan rugi labanya akan memberikan
gambaran tentang hasil atau perkembangan usaha perusahaan yang bersangkutan.
(Munawir S, 2004).
Sebuah perusahaan menjalankan berbagai aktivitas untuk menyediakan produk
atau jasa yang dapat dijual dan menghasilkan pengembalian investasi yang memuaskan.
Kegiatan-kegiatan perusahaan tercakup dalam lingkungan perusahaan , tujuan dan
strategi perusahaan, investasi dan pendanaan, serta operasi yang semua itu
membutuhkan manajemen keuangan. Manajemen keuangan yang dimaksud adalah
bagaimana cara menciptakan dan menjaga nilai ekonomis atau kesejahteraan.
Sedangkan tujuan utama manajemen keuangan adalah memaksimalkan kemakmuran
para pemilik perusahaan/para pemegang saham.
Tujuan analisa laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk
memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah
1
dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Data keuangan tersebut akan lebih berarti
bagi pihak-pihak yang berkepentingan apabila data tersebut diperbandingkan untuk dua
periode atau lebih, dan dianalisa lebih lanjut sehingga dapat diperoleh data yang akan
mendukung keputusan yang akan diambil. Dermawan (2006) menguraikan analisa rasio
adalah suatu metode perhitungan dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja
dan status suatu perusahaan. Ada 3 (tiga) jenis rasio perbandingan, yaitu : 1). Cross
Sectional Analysis (analisis perusahaan sejenis pada waktu yang sama), 2) Time Series
Analysis (analisis deret berkala), 3) Combined Analysis (analisis gabungan).
Hal seperti ini diharapkan dapat diterapkan di dalam organisasi pemerintah,
terutama pemerintah daerah sehingga tuntutan reformasi akan demokrasi dan
transparansi dapat tercapai.
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan
ketentuan umum di Undang-Undang Otonomi Daerah No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah yang telah menggantikan UU No. 22 tahun 1999. Pelaksanaan
kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, dimulai secara efektif pada
tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan
memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya. Desentralisasi sendiri mempunyai
tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat,
pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah (dalam Sidik et al,
2002).
Dalam UU No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan
Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri
2
dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari
Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana
perimbangan tersebut, pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri
berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan.
Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah daerah.
Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif
dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada
masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara
transparan dan akuntabel.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan yang mendukung pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sudah disebut
lengkap bahwa pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Diukur
Kinerjannya. Dengan kelengkapan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
diperlukan Analisis Kinerja Pemerintah dalam mengelola keuangan daerahnya dengan
melakukan analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya.
Pemerintah Daerah Provinsi Jambi yang dikepalai oleh Gubernur sebagai kepala
daerahnya, yang merupakan daerah yang pendapatan aslinya berupa hasil pertanian dan
perkebunan disamping pendapatan lain seperti sektor pajak dan non pajak. Pemerintah
Daerah Provinsi Jambi mempunyai anggaran pendapatan dan pengeluaran yang
ditetapkan secara berkala setiap tahunnya sesuai dengan perkembangan daerah.
Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran tersebut dikelola secara baik oleh Pemerintah
3
Daerah Provinsi Jambi, dalam Aspek Keuangan. Adannya perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara berkala tiap tahun diharapkan adanya
perbaikan terutama dalam pembangunan yang berkonstribusi pada kesejahteraan rakyat
(provinsi jambi). Besarnya anggaran daerah yang meningkat setiap tahun, tentunya juga
memerlukan evaluasi sejauh mana pencapaian dan penggunaan keuangan yakni evaluasi
manajemen keuangan daerah agar efektif dan efisien. Untuk itu perlu dibuatkan laporan
keuangan daerah yang menggambarkan hal tersebut.
Secara umum laporan keuangan bagi pemerintah daerah adalah memberikan
informasi keuangan kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Penyajian laporan
keuangan adalah salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas pengelolaan keungan
publik. Reformasi yang bergulir menutut semua aspek yang menyakut hajat hidup orang
banyak harus dilakukan secara transparan. Salah satunya adalah transparansi
pengelolaan keuangan daerah, dimana publik akan memperoleh informasi yang aktual
dan faktual. Mahmudi (2006) mengatakan, publik dengan adanya transparansi tersebut
dapat menggunakan informasi tersebut untuk :
1. membandingkan kinerja keuangan yang akan dicapai dengan yang direncanakan (realisasi v.s anggaran).
2. menilai ada tidaknya unsur korupsi dan manipulasi dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
3. menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait,4. mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak, yaitu antara pemerintah
dengan masyarakat dan dengan pihak lain yang terkait.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menjelaskan bahwa tujuan pelaporan
keuangan adalah untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna
dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik ekonomi, sosial maupun
politik. Selain itu, International Federation of Acconting Public Sector Committe (IFAC
PSC), pada tahun 2000 mengeluarkan IFAC PSC Study 1 tentang financial reporting by
national governments dalam Mahmudi (2006) juga menjelaskan tujuan laporan
4
keuangan organisasi pemerintah adalah untuk menunjukan akuntabilitas pemerintahan
atau unit kerja pemerintah terhadap pengelolaan keungan dan sumber daya yang
dipercaya, serta memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
dengan cara :
1. Mengindikasikan apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan anggaran.
2. Mengindikasikan apakah sumber daya yang diperoleh dan dimanfaatkan sesuai dengan peraturan hukum dan peraturan kontrak, termasuk batasan financial yang ditetapakan dengan persetujuan dewan legislatif.
3. Memberikan informasi mengenai sumber daya, alokasi dan penggunaan sumber daya financial.
4. Memberikan informasi mengenai bagaimanakah pemerintah atau unit organisasi membiayai aktivitas dan memenuhi kebutuhan kasnya.
5. Memberikan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah atau unit organisasi untuk membiayai aktivitasnya dan memenuhi kewajiban serta komitmennya.
6. Memberikan informasi mengenai kondisi financial pemerintah atau unit organisasi serta perubahan-perubahan yang terjadi.
7. Memberikan informasi angregat yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah atau unit organisasi dalam hal biaya layanan, efisiensi serta prestasinya.
Berdasarkan tujuan tersebut pemerintah daerah harus membuat laporan keuangan.
Disamping itu laporan keuangan memerlukan evaluasi yakni analisis laporan keuangan
daerah. Analisis yang dilakukan di fokuskan kepada laporan realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Neraca. Analisis laporan realisasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) difokuskan kepada kontribusi pos-
pos penerimaan terhadap total penerimaan, analisis kemampuan pembiayaan
pemerintah daerah, analisis kemampuan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam
pembiayaan rutin, analisis tabungan daerah. Analisis rasio kemandirian daerah, analisis
rasio efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah dan analisis tingkat pertumbuhan
Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan analisis Neraca sebagai laporan keuangan daerah
difokuskan kepada analisis pertumbuhan aset daerah, analisis likuiditas dan analisis
5
rasio utang (leverge). Analisis neraca ini dimaksudkan untuk melihat keadaan atau
posisi keuangan daerah dalam membelanjakan keuangan daerah.
Pemerintah Daerah Provinsi Jambi telah mulai memperbaiki kinerjanya dengan
cara melakukan analisis laporan realisasi APBD dan Neraca, sehingga transparansi yang
sesuai tuntutan reformasi dapat dicapai.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil judul ”ANALISIS
KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DAN KAITANNYA
DENGAN KEMAJUAN EKONOMI PROVINSI JAMBI”
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian tentang
bagaimanakah bentuk analisis yang dapat dilakukan pada laporan keuangan pada APBD
dan Neraca Keuangan daerah Pemerintah Provinsi Jambi dari tahun 2004 s/d 2006,
yaitu sebagai berikut ;
1. Bagaimana analisis realisasi anggaran pada APBD terhadap Pendapatan dan
Pembiayaan Daerah ?
2. Bagaimana analisis rasio kemandirian keuangan daerah terhadap dana
perimbangan ?
3. Bagaimana analisis rasio efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) ?
4. Bagaimana analisis rasio aktivitas terhadap belanja rutin dan kemajuan ekonomi
5. Bagaimana analisis rasio pertumbuhan APBD ?
6. Bagaimana analisis rasio likuiditas ?
7. Bagaimana analisis rasio solvabilitas ?
6
8. Bagaimana analisis rasio utang terhadap ekuitas dana dan aset modal ?
9. bagimana analisis sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) ?
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian adalah :
3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris pada;
1. Untuk mengetahui analisis realisasi anggaran pada APBD terhadap Pendapatan
dan Pembiayaan Daerah ?
2. Untuk mengetahui analisis rasio kemandirian keuangan daerah terhadap dana
perimbangan ?
3. Untuk mengetahui analisis rasio efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) ?
4. Untuk mengetahui analisis rasio aktivitas terhadap belanja rutin dan kemajuan
ekonomi
5. Untuk mengetahui analisis rasio pertumbuhan APBD ?
6. Untuk mengetahui analisis rasio likuiditas ?
7. Untuk mengetahui analisis rasio solvabilitas ?
8. Untuk mengetahui analisis rasio utang terhadap ekuitas dana dan aset modal ?
9. Untuk mengetahui analisis sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) ?
3.2. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah ;
6. Bagi Pemerintah Daerah Provinsi Jambi
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi kontribusi informasi tambahan
dalam menganalisis laporan keuangan sehingga efektivitas dan efisiensi
penggunaan keuangan daerah menjadi baik pada periode selanjutnya.
7
6. Bagi Universitas
Hasil Penelitian ini dapat memberi masukan bagi pihak-pihak yang ingin
memperdalam pengetahuan tentang Keuangan Daerah.
6. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini dapat memberi tambahan wawasan, pengalaman dan
pengetahuan dalam mempraktek ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah di
Pasca Sarjana ini.
8
4. LANDASAN TEORITIS, TINJAUAN KAJIAN TERDAHULU DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
4.1. Landasan Teoritis.
4.1.1. Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan adalah manajemen yang membahas kegiatan-
kegiatan berdasarkan fungsinya, pada intinya manajemen keuangan berusaha untuk
memastikan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan harus mampu mencapai
tujuannya secara ekonomis yaitu diukur berdasarkan profit. Fungsi Keuangan
tersebut meliputi bagaimana memperoleh dana (raising of fund) dan bagaimana
menggunakan dana tersebut (allocation of fund). Tugas manajemen keuangan di
antaranya merencanakan dari mana pembiayaan diperoleh, dan dengan cara
bagaimana modal yang telah diperoleh dialokasikan secara tepat dalam kegiatan
bisnis yang dijalankan.
Dalam mengelola keuangan dituntut peran manager yang mampu
memaksimalkan nilai saham perusahaan, di mana nilai ini didasarkan aliran laba
dan arus kas di masa depan. Hal ini dimaksudkan agar investor dapat mengestimasi
laba dan arus kas perusahaan di masa depan, jika manager dapat memutuskan
tindakan yang harus diambil untuk meningkatkan laba di masa depan. Jika manajer
perusahaan tidak mengetahui hal ini maka mereka tidak dapat menentukan tindakan
apa yang harus dilakukan (Brigham & J Fred weston, 2001). Tugas pokok
manajemen keuangan adalah berupa keputusan tentang investasi, pembiayaan
kegiatan usaha dan pembagian dividen. Keputusan investasi akan tercermin dari
pada sisi aktiva perusahaan akan mempengaruhi struktur kekayaan perusahaan,
keputusan pendanaan dan kebijakan deviden akan tercermin pada sisi pasiva
9
perusahaan, akan mempengaruhi struktur modal (Husnan, 2000). Suatu kombinasi
yang optimal atas ketiganya akan memaksimumkan nilai perusahaan yang
selanjutnya meningkatkan kemakmuran kekayaan pemegang saham. Keputusan-
keputusan tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya, sehingga kita harus
memperhatikan dampak bersama dari ketiganya.
Investasi modal merupakan salah satu aspek utama dalam keputusan
investasi. Keputusan pengalokasian modal ke dalam investasi harus
dipertimbangkan dengan cermat, dievaluasi dan dihubungkan dengan resiko dan
hasil yang diharapkan. Investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada
berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang sering kali sulit diprediksi oleh
para investor.
Keputusan pendanaan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Apabila
pendanaan didanai melalui hutang peningkatan tersebut terjadi dari effect tax
deductible. Artinya, perusahaan yang memiliki hutang akan membayar bunga
pinjaman yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak, yang dapat memberikan
manfaat bagi pemegang saham. Sedangkan apabila peningkatan pendanaan
perusahaan didanai melalui laba ditahan atau penerbitan saham baru, maka resiko
keuangan perusahaan semakin kecil. Menurut Brigham et all (1999), peningkatan
hutang dapat diartikan pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajibannya di masa yang akan datang atau resiko bisnis yang rendah.
4.1.2. Analisis Keuangan Perusahaan
Analisis atau atas prospek perusahaan dimasa depan merupakan salah satu
tujuan terpenting analisis bisnis. Analisis ini merupakan pekerjaan yang subjektif dan
kompleks. Agar dapat menjalankannya dengan efektif harus digunakan perspektif lintas
10
disiplin. Hal ini meliputi perhatian pada analisis lingkungan dan strategis bisnis. Tujuan
analisis lingkungan bisnis adalah mengidentifikasi dan menilai kekuatan dan kelemahan
kompotitif perusahaan beserta peluang dan ancamannya.
Analisis lingkungan bisnis dan strategi terdiri atas dua bagian analisis industri
dan analisis strategi. Analisis industri biasanya merupakan langkah pertama, mengingat
prospek dan struktur industri sangat menentukan profitbilitas perusahaan. Analisis
industri (industry analysis) seringkali dikerjakan dengan menggunakan kerangka yang
diajukan oleh Porter (1980,1985) atau analisis rantai nilai (value cahain analysis).
Berdasarkan kerangka ini sebuah industri dipadang sebagai kumpulan pesaing yang
bertanding untuk memenangkan kekuatan posisi tawar pelanggan dan pemasok, serta
aktif bersaing di antara mereka sendiri dalam menghadapi ancaman pendatang baru dan
produk substitusi.
Analisis industri harus menilai prospek industri dan tingkat kompetisi, baik yang
aktual maupun potensial, yang dihadapi perusahaan. Analisis strategi merupakan
evaluasi atas keputusan bisnis perusahaan dan keberhasilan perusahaan membangun
keungulan kompetitifnya.
Analisis akuntansi (accounting analysis) merupakan proses evaluasi sejauh
mana akuntansi perusahaan mencerminkan realitas ekonomi. Hal ini dilakukan dengan
mempelajari transaksi dan peristiwa perusahaan, menilai dampak kebijakan akuntansi
terhadap laporan keuangan, menyesuaikan keuangan tersebut agar lebih mencerminkan
keadaan ekonomi yang mendasarinya dan membuatnya lebih sesuai untuk analisis.
Laporan keuangan merupakan sumber informasi utama untuk analisis keuangan.
Dengan demikian kualitas analisis keuangan tergantung pada kehandalan laporan
keuangan yang selanjutnya tergantung pada kualitas analisis akuntansi.
11
Analisis keuangan (financial analysis) merupakan penggunaan laporan
keuangan untuk menganalisis posisi dan kinerja keuangan perusahaan dimasa yang akan
datang. Analisis keuangan terdiri atas tiga bagian besar, yaitu analisis profitabilitas,
analisis resiko serta analisis penggunaan dana dan sumber dana. Analisis profitabilitas
(profitabilitas analysis) merupakan evaluasi atas tingkat pengembalian investasi
perusahaan. Analisis ini berfokus pada sumber daya perusahaan dan tingkat
profitabilitasnya dan melibatkan identifikasi serta pengukuran dampak berbagai pemicu
profitabilitas. Analisis resiko (risk analysis) merupakan evaluasi atas kemampuan
perusahaan untuk memenuhi komitmennya. Analisis resiko melibatkan penilaian atas
solvabilitas dan likwiiditas perusahaan sejalan dengan variasi laba.sedangkan analisis
sumber dan penggunaan dana (analysis of sources and uses of funds) merupakan
evaluasi bagaimana perusahaan memperoleh dan menggunakan dananya. Analisis ini
memberikan pandangan tentang impliksi pendanaan perusahaan dimasa depan.
Disisi lain mamduh (2003: 49) menjelaskan analisis keuangan sangat
bergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan keuangan perusahaan. Laporan
keuangan perusahaan merupakan salah satu sumber informasi yang penting disamping
informasi lain seperti informasi industri, kondisi perekonomian, pangsa pasar
perusahaan, kualitas manajemen dana lainnya. Ada tiga macam laporan keuangan
pokok yang dihasilkan: (1) Neraca, (2) Laporan Rugi Laba, dan (3) Laporan arus kas.
4.1.2.1. Neraca
Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, utang serta modal dari
suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Jadi tujuan neraca adalah menunjukan
posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu
dimana pembukuan ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun fiscal
12
atau tahun kalender, sehingga neraca sering disebut dengan Balance Sheet
(Munawir,2004:13).
Dengan demikian neraca terdiri dari tiga bagian utama yaitu aktiva , utang dan
modal.
a. Aktiva
Dalam pengertian tidak terbatas pada kekayaan perusahaan yang
berwujud saja, tetapi juga termasuk pengeluaran-pengeluaran yang belum
dialokasikan (deffered charges) atau biaya yang masih harus dialokasikan pada
penghasilan yang akan datang, serta aktiva yang tidak berwujud lainnya
(intangible assets) misalnya goodwill, hak patent, hak menerbitkan dan
sebagainya. Pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian
utama yaitu aktiva lancar dan aktiva tidak lancar.
1) Aktiva lancar (likwid) adalah uang kas dan uang kas lainnya yang dapat
diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau
dikonsumsi dalam periode berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam
perputaran kegiatan perusahaan yang normal). Yang termasuk kelompok
aktiva lancar adalah ;
a) Kas atau uang tunai
b) Investasi jangka pendek
c) Piutang wesel
d) Piutang dagang
e) Persediaan (bahan mentah, barang dalam proses dan barang jadi)
f) Piutang penghasilan atau penghasilan yang masih harus diterima
g) Persekot atau biaya yang dibayar dimuka.
13
2) Aktiva tidak lancar adalah aktiva yang mempunyai umur kegunaan relatif
permanen atau jangka panjang (mempunyai umur ekonomis lebih dari satu
tahun atau tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan).
Yang termasuk dalam aktiva tidak lancar adalah :
a) Investasi jangka panjang
b) Aktiva tetap
c) Aktiva tetap tidak berwujud (intangible fixed assets)
d) Beban yang ditangguhkan (deffered charges)
e) Aktiva lain-lain.
b. Utang
Utang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain
yang belum terpenuhi, dimana utang merupakan sumber dana atau modal
perusahaan yang berasal dari kreditor. Utang atau kewajiban perusahaan dapat
dibedakan kedalam utang lancar (utang jangka pendek) dan utang jangka
panjang.
1) Utang lancar atau utang jangka pendek adalah kewajiban keuangan perusahaan
yang pelunasannya atau pembayaran akan dilakukan dalam jangka pendek (satu
tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki
perusahaan.
2) Utang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu
pembayarannya masih jangka panjang (lebih dari satu tahun sejak tanggal
neraca) yang meliputi utang obligasi, utang hipotik serta pinjaman jangka
panjang lainnya.
14
c. Modal
Modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik
perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus atau laba
yang ditahan atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap
seluruh utang-utangnya.
Menurut Zaki (1997:25) mengatakan modal dalam perusahaan
perorangan ditunjukkan dalam satu rekening yang diberi nama modal. Rekening
modal terdiri atas beberapa elemen, yaitu (1) modal disetor, dibagi atas modal
saham dan agio/disagio saham, (2) Laba tidak dibagi, (3) Modal penilaian
kembali, (4) Modal sumbangan, (5) Modal lain-lain.
4.1.2.2. Laporan Rugi Laba
Laporan rugi laba merupakan suatu laporan yang sistematis tentang
penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama
periode tertentu. Adapun bentuk laporan rugi laba yang biasa digunakan adalah
(1) bentuk single step (mengelompokan semua penghasilan dan biaya dalam
kelompoknya masing-masing), dan (2) bentuk multiple step (melakukan
pengelompokan yang lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara
umum). Walaupun belum ada keseragaman tentang susunan laporan rugi laba
bagi tiap-tiap perusahaan, namun prinsip-prinsip yang umumnya diterapkan
adalah sebagai berikut:
1. Bagian yang pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh dari
usaha pokok perusahaan (penjualan barang dagangan atau memberikan
service) diikuti dengan harga pokok dari barang/service yang dijual
sehingga diperoleh laba kotor.
15
2. Bagian kedua menunjukkan biaya-biaya operasional yang terdiri dari
biaya penjualan dan biaya umum/administrasi (operating expenses).
3. Bagian ketiga menunjukkan hasil-hasil yang diperoleh diluar operasi
pokok perusahaan, yang diikuti dengan biaya-biaya yang terjadi diluar
usaha pokok perusahaan (non operating/financial income dan expenses).
4. Bagian keempat menunjukan laba atau rugi yang insidentil (extra
ordinary gain or loss) sehingga akhirnya diperoleh laba bersih sebelum
pajak pendapatan.
4.1.3. Manajemen Keuangan Daerah
Manajemen Keuangan Daerah dilakukan dengan melihat sistem pengelolaan
keuangan berupa pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD), yang merupakan program kerja dalam bentuk angka-angka (Halim, 2004).
Manajemen keuangan Daerah ditujukan guna merencanakan perolehan dana
melalui pendapatan daerah dan menggunakan dana tersebut melalui pembiayaan
daerah. Sedangkan sistem keuangan daerah tidak berorientasi kepada keuntungan
(profit oriented) akan tetapi lebih dititikberatkan kepada unsur pelayanan
masyarakat (social oriented).
Manajemen keuangan daerah bertujuan agar pemanfaatan dan
pendayagunaan keuangan daerah tepat sasaran, dan digunakan secara maksimal
bagi pembangunan daerah. Manajemen keuangan daerah dimaksudkan agar
Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan keuangan daerah untuk mendukung
program - program pembangunan. Dengan adanya pengelolaan keuangan yang baik
diharapkan akan memberikan dampak kepada keberhasilan daerah dalam
menjalankan otonomi.
16
Berbicara tentang pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, oleh sebab itu pembahasan manajemen
keuangan daerah bertitik tolak dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dinyatakan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari :
- Pendapatan Daerah, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas
umum daerah yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu
tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
- Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah
yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak akan diperoleh pembayaran kembali oleh daerah.
- Pembiayaan Daerah, meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit
atau untuk memanfaatkan surplus. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
menjelaskan bahwa manajemen keuangan daerah pada dasarnya dimaksudkan
untuk meningkatkan akuntabitas dan transfaransi keuangan daerah. Pengelolaan
keuangan daerah bertujuan agar penggunaan keuangan daerah dapat
dipertanggung jawabkan dan untuk menjamin bahwa keuangan daerah betul -
betul dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan.
Selain itu, manajemen keuangan daerah dimaksudkan untuk memperjelas
pembagian wewenang dengan berbagai level tanggung jawab pengelolaan
keuangan daerah ( distribution of authority dan level of respobsibiliiy). Hal ini
dimaksudkan agar pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah
menjadi lebih efektif dan efisien.
Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan
seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu pemerintah berupaya untuk mewujudkan
17
keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan keuangan negara yang
bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi
keinginan masyarakat.
Salah satu ciri yang penting dalam mewujudkan keseimbangan tersebut
adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan berbagai kepentingan
yang ada di masyarakat. Perubahan sistem politik, sosial dan kemasyarakatan serta
ekonomi yang dibawa oleh arus reformasi telah menimbulkan tuntutan yang
beragam terhadap pengelolaan pemerintah yang baik (good government
governance). Tuntutan ini perlu dipenuhi dan disadari langsung oleh para manajer
pemerintahan daerah. Seiring dengan Peraturan Pemerintah nomor 105/2000 yang
diganti menjadi Peraturan Pemerintah nomor 58/2005 mensyaratkan
diperlakukannya pertanggungjawaban (akuntabililas) dalam bentuk laporan
keuangan (neraca daerah, arus kas, dan realisasi anggaran) oleh kepala daerah.
Reformasi yang diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat membawa
perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah satu agenda
reformasi tersebut adalah adanya desentralisasi keuangan dan otonomi daerah.
Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah telah
mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat
dan Daerah yang direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 menjadi tonggak awal
dari otonomi daerah. Terjadi perubahan signifikan mengenai hubungan legislatif
dan eksekutif di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki
power. Dalam pasal 14 ayat (1) dinyatakan bahwa dibentuk Dewan Perwakitan
18
Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah
sebagai Badan Eksekutif Daerah.
Sementara itu yang dimaksudkan dengan Pemerintah Daerah adalah Kepala
Daerah beserta perangkat daerah lainnya dan DPRD. Dan yang penting dari itu
adalah kedudukan di antara kedua lembaga tersebut bersifat sejajar dan menjadi
mitra. Implikasi positif dari berlakunya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah
yang berkaitan dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, diharapkan DPRD
yang selanjutnya disebut dewan akan lebih aktif di dalam menangkap aspirasi yang
berkembang di masyarakat, yang kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk
kebijakan publik di daerah bersama-sama Kepala Daerah (Bupati dan Walikota).
Dampak lain yang kemudian muncul dalam rangka otonomi daerah adalah
tuntutan terhadap pemerintah untuk menciptakan good governance sebagai
prasyarat penyelenggaraan pemerintah dengan mengedepankan akuntabilitas dan
transparansi. Sedangkan untuk mendukung akuntabilitas dan transparansi
diperlukan internal control dan eksternal control yang baik serta dapat
dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran dari dewan
sebagai wakil rakyat dan pemegang kekuasaan tertinggi menjadi semakin
meningkat dalam mengontrol kebijaksanaan pemerintah. Menurut Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: (1) Pengawasan atas anggaran
dilakukan oleh dewan, (2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal
di daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran.
Secara umum, lembaga legislatif mempunyai tiga fungsi yaitu : (1) fungsi
legislasi (fungsi membuat peraturan perundang-undangan), (2) fungsi anggaran
(fungsi untuk menyusun anggaran), dan (3) fungsi pengawasan (fungsi untuk
19
mengawasi kinerja eksekutif). Pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal (Pramono, 2002). Faktor
internal adalah faktor yang dimiliki oleh dewan yang berpengaruh secara langsung
terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, salah satunya adalah
pengetahuan tentang anggaran. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh dari
luar terhadap fungsi pengawasan oleh dewan yang berpengaruh secara tidak
langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan, di antaranya adalah
adanya partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
Di sisi lain, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang
kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, secara tersirat telah memisahkan dengan tegas antara fungsi
Pemerintahan Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Legislatif). Berdasarkan perbedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa antara
legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan (Halim, 2001; Halim &
Abdullah, 2006). Pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara
implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, dan publik.
4.1.4. Anggaran Daerah Sektor Publik
Proses perumusan anggaran dimaksudkan untuk menterjemahkan
perencanaan ekonomi pemerintah berupa perencanaan input dan output dalam
satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran tersebut harus dapat
menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik. Proses pembuatan satu
tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah penganggaran.
Anggaran daerah merupakan salah satu alat yang memegang peranan
penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan di dalamnya tercermin
20
kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber
kekayaan daerah. APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah negara
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (UU Keuangan Negara, 2002).
Berbicara tentang pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, oleh sebab itu pembahasan manajemen
keuangan daerah bertitik tolak dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam Permendagri Nomor 29 Tahun 2003 dinyatakan bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari :
Pendapatan Daerah, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas
umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu
tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) :
- Pajak Daerah
- Retribusi Daerah
- Hasil Perusahaan Milik Daerah
2. Dana Perimbangan :
- Dana Bagi Hasil ; bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.
- Dana Alokasi Umum (DAU)
- Dana Alokasi Khusus (DAK)
3. Lain-lain pendapatan daerah yang syah :
Diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua
yaitu pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator
dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.
Di samping itu besarnya dana dari pusat yang secara fisik implementainya itu
berada di daerah. Sehingga ada beberapa proyek pemerintah pusat melalui
21
APBN tetapi dana itu juga masuk di dalam anggaran pemerintah daerah
(APBD). Apapun pembiayaan pemerintah dalam hubungannya dengan
pembiayaan pemerintah pusat diatur sebagai berikut :
Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam rangka
dekonsentrasi dibiayai atas beban APBN.
Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah dalam rangka
desentralisasi dibayar dari dan atas beban APBD
Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah
atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan, dibiayai oleh
pemerintah pusat atas beban APBN atau pemerintah daerah diatasnya
atas beban APBD pihak yang menugaskan.
Sepanjang potensi sumber keuangan daerah belum mencukupi pemerintah
pusat memberikan sejumlah sumbangan kepada pemerintah daerah. Dengan demikian
bagi pemerintah kabupaten/kota disamping mendapat bantuan dari pemerintah pusat
juga mendapat limpahan dari Pemerintah Provinsi. Meskipun bisa jadi limpahan, dana
provinsi tersebut berasal dari pemerintah pusat lewat APBN. Berbagai penelitian
empiris yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa daeri ketiga sumber pendapatan
daerah seperti tersebut diatas peranan dari pendapatan yang berasal dari pusat sangat
dominan.
Ketergantungan yang tinggi dari keungan daerah terhadap pusat tersebut tidak
lepas dari makna otonomi dalam UU No.5 Tahun 1974 tentang ”Pokok-pokok
Pemerintah di Daerah”. Undang-Undang tersebut lebih tepat disebut sebagai
penyelenggaraan pemerintah yang sentralistik daripada desentralistik. Unsur sentralistik
ini sangat nyata dalam pelaksanaan dekonsentrasi. Dalam implementasinya
22
dekonsentrasi merupakan sarana bagi perangkat birokrasi pusat untuk menjalankan
praktek sentralisasi yang terselubung sehingga kemandirian daerah menjadi terhambat.
Dengan semakin kuatnya tuntutan desentralisasi pemerintah mengeluarkan satu
paket Undang-Undang Otonomi Daerah, yaitu UU No. 22 Tahun 1999 yang telah
diubah menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang “Pemerintah Daerah”, dan
UU No.25 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang
“Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah”. Pelimpahan
wewenang dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah derah yang diatur dalam Undang-
Undang No.22 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No.32 tahun
2004, perlu dibarengi dengan pelimpahan keungan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah yang diatur dalam UU No.25 tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-
Undang No.33 tahun 2004 tanpa adanya otonomi keuangan daerah tidak akan pernah
ada otonomi bagi pemerintah daerah. Jadi kedua Undang-Undang tersebut saling
melengkapi.
Dasar hukum dari sumber-sumber PAD masih mengacu pada UU No. 8 tahun
1997 tentang “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”. Sebenernya undang-undang ini
sangat membatasi kreativitas daerah dalam menggali sember penerimaan aslinya karena
hanya menetapkan enam jenis pajak yang boleh dipungut oleh kabupaten atau kota.
Dalam sistem pemerintahan sentralistis UU tidak terlalu menjadi masalah, tetapi dalam
sistem desentralisasi fiskal seperti dalam UU No.25 tahun1999, undang-undang tahun
1997 tersebut menjadi tidak relevan lagi, karena salah satu syarat terselenggaranya
desentralisasi fiskal adalah ada kewenangan pemerintah daerah yang cukup longgar
dalam memungut pajak lokal. Oleh karena itu tanpa ada revisi terhadap undang-undang
ini, peranan PAD di masa mendatang akan tetap menjadi marginal seperti masa orde
baru mengingat pajak-pajak potensial bagi daerah tetap menjadi wewenang pemerintah
23
pusat. Pemerintah kabupaten/kota hanya memiliki enam sumber PAD dimana sebagian
besar dari padanya dari pengalaman masa lalu sudah terbukti hanya memiliki peranan
yang relatif kecil bagi kemandirian daerah (http://www.ideasrespec.org).
Dana alokasi umum berfungsi pemerataan antar Daerah dengan tujuan semua
Daerah memiliki kemampuan yang relatif sama untuk membiayai pengeluarannya
dalam pelaksanaan azas desentralisasi. Dana alokasi umum dialokasikan
berdasarkan suatu rumus yang memasukkan unsur potensi penerimaan Daerah dan
kebutuhan obyektif pengeluaran Daerah, dan dengan memperhatikan ketersediaan
dana APBN.
Jumlah dana alokasi umum ditetapkan minimal 25 persen dari penerimaan
dalam negeri yang ditetapkan APBN dengan ketentuan 90 persen untuk
kabupaten/kota dan 10 persen untuk propinsi. Penghitungan dana alokasi
dilakukan oleh Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah.
Dalam memperhitungkan dana alokasi umum untuk propinsi dan
kabupaten/kota, akan digunakan kriteria potensi daerah dan kebutuhan obyektif
daerah. Kriteria daerah dicerminkan oleh: Pendapatan Asli Daerah dan Bagian
Daerah dari PBB, BPHTB, dan penerimaan sumber daya alam, atau tingkat
pendapatan masyarakat. Kebutuhan obyektif pengeluaran daerah dicerminkan oleh:
luas daerah, keadaan geografi dan jumlah penduduk.
Dana perimbangan yang berasal dari dana alokasi khusus berasal dari dana
APBN kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus dengan
memperhatikan ketersediaan dana APBN. Pembiayaan kebutuhan khusus
disyaratkan dana pendamping dari APBD. Kebutuhan khusus yang dimaksud di
sini adalah:
24
- Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan rumus, antara lain
kebutuhan yang bersifat khusus yang tidak sama dengan kebutuhan daerah lain,
misalnya kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis
investasi/prasarana baru, misalnya pembangunan jalan di kawasan terpencil,
saluran irigasi primer; dan atau
- Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Di samping dana
PAD dan Perimbangan Keuangan, Daerah dapat melakukan pinjaman dari
sumber dalam negeri atau luar negeri melalui Pusat untuk membiayai sebagian
anggarannya yang pengaturannya dilakukan lebih lanjut melalui Peraturan
Pemerintah. Daerah dapat juga memperoleh Dana Darurat, yaitu dana yang
dialokasikan dari APBN kepada Daerah tertentu untuk keperluan mendesak,
misalnya jika terjadi bencana alam, dan sebagainya. Pengaturan lebih lanjut dari
Dana Darurat ini dilakukan melalui Peraturan Pemerintah.
4.1.5. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda
pemerintahan, pembangunan, dan layanan sosial masyarakat wajib menyampaikan
Laporan Pertanggunganjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah
daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.
Dalam instansi pemerintahan pengukuran kinerja tidak dapat diukur dengan
rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan dalam suatu perusahaan
seperti, Retun Of Investment. Hal ini disebabkan karena sebenarnya dalam kinerja
pemerintah tidak ada “Net Profit”. Kewajiban pemerintah untuk mempetanggung
jawabkan kinerjanya dengan sendirinya dipenuhi dengan menyampaikan informasi yang
25
relevan sehubungan dengan hasil program yang dilaksanakan kepada wakil rakyat dan
juga kelompok-kelompok masyarakat yang memang ingin kinerja pemerintah.
Pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya hanya menekankan pada
pertanggung jawaban apakah sumber yang diperoleh sudah digunakan sesuai dengan
anggaran atau perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian pelaporan
keuangan yang ada hanya memaparkan informasi yang berkaitan dengan sumber
pendapatan pemeritah, bagaimana penggunaannya dan posisi pemerintah saat itu.
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerahnya adalah dengan melaksanakan analisis rasio terhadap APBD yang
telah ditetapkan dan dilaksanakanya (http://www.feuhamka.com/artikel22.htm). Hasil
analisis rasio keuangan ini selanjutnya digunakan untuk tolok ukur dalam : mengukur
Pengaruh in Efisiensi dan In Efektivitas Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus
dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Di Provinsi
Jambi.
Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum
banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai
nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif,efisien dan akuntabel,
analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian
dalam APBD berbeda dengan kuangan yang dimiliki oleh perusahaan swasta.
Analisa rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil
yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui
bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan cara
membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki pemerintah daerah tertentu
dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun yang potensi daerahnya relatif
26
sama untuk melihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah taersebut
terhadap pemerintah daerah lainnya. (Halim, 2007:231-232)
Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil
yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat
diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan
dengan cara membandingkan dengan rasio keungan pemerintah daerah tertentu dengan
rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun potensi daerahnya relatif sama untuk
dilihat bagaimana posisi keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah
daerah lainnya.
Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan APBD ini adalah :
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD adalah badan yang memberikan otorisasi kepada pemerintah daerah
untuk mengelola laporan keuangan daerah.
2. Badan Eksekutif
Badan Eksekutif merupakan badan penyelenggara pemerintahan yang menerima
otorisasi pengelolaan keuangan daerah dari DPRD, seperti Gebernur, Bupati,
Walikota, serta Pimpinan unit Pemerintah Daerah lainnya.
3. Badan Pengawas Keuangan
Badan Pengawas Keuangan adalah Badan yang dilakukan pengawasan atas
pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Yang
termasuk dalam badan ini adalah Inspektorat Jendral, Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan.
4. Investor, Kreditor dan Donatur
27
Badan atau Organisasi baik pemerintah, lembaga keuangan, maupun lainnya
baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang menyediakan sumber keuangan
bagi pemerintah daerah.
5. Analisis Ekonomi dan Pemerhati Pemerintah Daerah
Yaitu pihak-pihak yang menaruh perhatian atas aktivitas yang dilakukan
pemerintah Daerah, seperti lembaga pendidikan, ilmuwan, peneliti dan lain-lain
6. Rakyat
Rakyat disini adalah kelompok masyarakat yang menaruh perhatian kepada
aktivitas pemerintah khususnya yang menerima pelayanan pemerintah daerah
atau yang menerima produk dan jasa dari pemerintah daerah.
7. Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat memerlukan laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk
menilai pertanggungjawaban Gubernur sebagai wakil pemerintah (pasal 2 PP
No. 108/2008).
4.1.6. Analisis Laporan Keuangan Pada APBD
Widodo dalam penelitiannya (Abdul Halim, 2004:281) menjelaskan bahwa
analisis laporan keuangan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah terdiri dari :
rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas dan efisiensi PAD, rasio aktivitas ,
Debt service coverage ratio (DSCR) serta rasio pertumbuhan. Berdasarkan penelitian
tersebut, penulis tertarik meneliti tentang keuangan daerah provinsi jambi, dimana
analisis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya juga akan dilakukan pada
penelitian ini. Berikut akan diuraikan beberapa variabel yang diteliti, yaitu sebagai
berikut:
28
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukan kemampuan
pemda dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat. Mahmudi (2006) menjelaskan kemandirian keuangan
daerah ditujukan oleh besarnya PAD dibandingkan dengan pendapatan daerah yang
berasal dari sumber-sumber lainnya misalnya bantuan pemrintah pusat ataupun dari
pinjaman.
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber
ekstern. Semakin tinggi rasa kemandirian mengandung arti bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat
dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian
juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi
daerah akan meningkatkan PAD.
Rasio Kemandirian = ----------------------------------------------
2. Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD
Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan dengan
target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
Rasio Efektivitas = ---------------------------------------------------------------------------------
29
PAD
Bantuan Pusat + Provinsi + Pinjaman
Realisasi Penerimaan PADTarget Penerimaan PAD yang Ditetapkan berdasarkan Potensi Riil Daerah
Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila
rasio yang dicapai minimal sebasar satu atau 100 persen. Namun demikian ,
semakin tinggi rasio efektivitas, maka kemampuan daerah pun semakin baik. Guna
memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektivitas tersebut perlu dipersandingkan
dengan rasio efisiensi yand dicapai pemerintah daerah.
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi
pendapatan yang diterima. Kinerja Pemerintah Daerah dalam melakukan
pemungutan pendapatan dikategori efisien, apabila rasio yang dicapai kurang dari
1(satu) atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio efisien berarti kinerja
pemerintah semakin baik. Untuk itu, pemerintah daerah perlu menghitung secara
cermat berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh
pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan
pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal tersebut perlu dilakukan karena
meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan penerimaan pendapatan sesuai
dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan tersebut kurang memiliki arti
apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target penerimaan
pendapatannya lebih besar daripada realisasi Pendapatan yang diterimanya.
Rasio Efisiensi = -----------------------------------------------------------------
3. Rasio Aktivitas terhadap APBD
a) Rasio Keserasian
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan
alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal.
30
Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD
Realisasi Penerimaan PAD
Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin dan
belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk
menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin
kecil. Rumus rasio keserasian adalah :
Rasio belanja rutin = -------------------------------------
Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD = ----------------------------------
b) Penyerapan dana triwulan
Penyerapan dana per triwulan menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah dalam melaksanakan dan mempertanggung jawabkan secara periodik
atas kegiatan yang direncanakan pada masing-masing triwulan. Hal ini sesuai
dengan pasal 37 Peraturan Pemerintah No.105 tentang pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang menegaskan bahwa pemerintah
daerah menyampaikan triwulanan pelaksanaan APBD kepada DPRD. Apabila
realisasi penerimaan pendapatan per triwulanan dikurangi realisasi pengeluaran
per triwulan terjadi surplus dan sementara penyerapan dana untuk pengeluaran
terbesar terjadi pada triwulan terakhir berarti beban kerja pelaksanaan
pembangunan terpusat pada triwulan terakhir.
4. Debt Service Coverage Ratio (DSR)
Dalam rangka melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana di daerah,
selain menggunakan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah dapat
menggunakan alternativ sumber dana lain yaitu dengan melakukan pinjaman,
sepanjang prosedur dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ketentuan itu adalah:
31
Total belanja RutinTotal APBD
Total belanja PembangunanTotal APBD
a. Ketentuan yang menyangkut persyaratan
1) Jumlah kumulatif pinjaman daerah yang wajib dibayarkan maksimal 75
% dari penerimaan APBD tahun sebelumnya.
2) DSCR minimal 2,5
DSCR merupakan perbandingan antara penjumlahan pendapatan asli
daerah (PAD), bagian daerah (BD) dari pajak bumi dan bangunan, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunanan (BPHTB), penerimaan sumber
daya alam dan bagian daerah lainnya serta dana alokasi umum setelah
dikurangi belanja wajib (BW), dengan penjumlahan angsuran pokok,
bunga dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.
DSCR = ------------------------------------------------------------
b. Ketentuan yang menyangkut penggunaan pinjaman
1) Pinjaman jangka panjang digunakan membiayai pembangunan yang
dapat menghasilkan penerimaan kembali untuk pembayaran
pinjaman dan pelayanan masyarakat.
2) Pinjaman Jangka Pendek untuk pengaturan arus kas
c. Ketentuan yang menyakut prosedur
1) Mendapat persetujuan
2) DPRD
3) Dituangkan dalam kontrak
5. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemda
dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai pada
32
(PAD+BD+DAU)-BWTotal (pokok angsuran +bunga+biaya pinjaman)
periode selanjutnya. Analisis rasio ini bermanfaat untuk mengetahui
pertumbuhan masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran.
Hasil analisis ini nantinya dapat digunakan sebagai bahan dalam mengevaluasi
potensi yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah.
4.1.7. Analisis Rasio pada Neraca Keuangan Daerah
Mahmudi (2007:101) menjelaskan “ utang bagi pemerintah daerah memiliki
beberapa manfaat tetapi juga memiliki resiko yang merugikan”. Manfaat utang antara
lain dapat digunakan untuk memperbaiki struktur neraca, meningkatkan struktur fiskal,
menjaga kesinambungan fiskal, serta untuk membiayai investasi pembangunan yang
membutuhkan dana besar sehingga akselerasi pembangunan bisa dicapai. Namun
disamping memiliki manfaat, utang juga memiliki resiko,yakni utang besar, justru dapat
melemahkan struktur fiskal dan rentan terhadap krisis keuangan. Kegagalan dalam
membayar utang dapat menyebabkan implikasi yang luas bagi pemerintah. Analisis
rasio pada neraca laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari :
1. Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas menunjukan kemampuan pemerintah daerah untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Walaupun pemerintah daerah sudah menyusun anggaran
kas, tetapi analisis likuiditas akan lebih bermanfaat bagi manajemen dibandingkan jika
hanya mendasarkan pada anggaran kas saja. Untuk itu, perlu dilakukan analisis
likuiditas yang terdiri atas beberapa rasio yang bisa dipelajari yaitu:
a) Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar merupakan perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan utang
lancar. Rasio ini mengukur kemampuan sesungguhnya perusahaan atau instansi
untuk melunasi hutang tepat pada saatnya, serta menunjukan besarnya kas yang
dipunyai ditambah aset-aset yang bisa berubah menjadi kas dalam jangka waktu
33
satu tahun, relative terhadap besarnya utang-utang yang jatuh tempo dalam jangka
waktu dekat.
Adapun rumusnya sebagai berikut:
Rasio Lancar = ---------------------
b) Rasio Cepat (Acid-Test Ratio)
Rasio cepat merupakan ukuran kemampuan perusahaan atau instansi dalam
memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan.
Rasio ini merupakan perbandingan antara aktiva lancar dikurangi dengan persediaan
utang lancar. Rasio quick dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
Rasio Cepat= --------------------------------------
c) Rasio Kas (Cash Rasio)
Rasio tunai merupakan perbandingan antara total penerimaan dan total
pengeluaran terhadap utang lancar. Rasio ini digunakan untuk melengkapai rasio
lancar dan rasio cepat. Rasio tunai dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Kas = ---------------------
d) Working Capital To Total Asset (WCTA)
Merupakan rasio keuangan untuk mengukur likwiditas dari total aktiva dengan
posisi modal kerja netto dengan rumus sebagai berikut :
WCTA = --------------------------------------
34
Aktiva lancarUtang lancar
Aktiva Lancar - PersediaanUtang Lancar
Kas + EfekUtang
Aktiva lancar – utang lancarTotal Aktiva
2. Rasio Solvabilitas
Rasio ini dapat digunakan untuk melihat kemampuan pemerintah daerah dalam
memenuhi seluruh kewajtibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka
panjang. Rasio solvabilitas diperoleh dengan membandingkan total aktiva dengan
total utang.
Rasio = --------------------------
3. Rasio Utang (leverage Ratio)
Rasio utang sangat penting bagi kreditor dan calon kreditor potensial pemerintah
daerah dalam membuat keputusan kredit. Rasio akan digunakan oleh kreditor untuk
mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar utangnya.
Terdapat beberapa jenis rasio utang yang perlu diketahui, yakni :
a) Rasio utang terhadap ekuitas (total debt to equity ratio)
Rasio utang terhadap ekuitas adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui bagian
dari setiap ekuitas dana yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Rasio ini
dapat dilihat dengan rumus :
Rasio utang terhadap ekuitas = --------------------------------
b) Rasio utang terhadap asset modal (total debt to total capital asset)
Rasio utang terhadap modal adalah rasio untuk mengetahui besarnya jaminan
keuntungan untuk membayar bunga utang jangka panjang. Rasio utang terhadap
asset modal sebenarnya lebih cocok untuk sektor bisnis, sedangkan untuk sektor
publik tidak begitu relevan, karena asumsinya jika terjadi likuidasi kreditor bisa
35
Total AktivaTotal Utang
Total Utang
Jumlah ekuitas dana
mengklaim asset modal perusahaan. Sementara itu, pemerintah daerah tidak
diasumsikan akan dilikuidasi, kreditor pun tidak dapat mengklaim aset modal
pemerintah daerah jika terjadi kegagalan dalam membayar utang, kreditor tidak
dapat mempailitkan pemerintah daerah. Rasio ini dapat dirumuskan :
Rasio utang terhadap aset modal = ----------------------------------
c) Rasio bunga utang terhadap pendapatan (times interest earned ratio)
Adalah rasio untuk mengetahui besarnya jaminan keuntungan untuk membayar
bunga utang jangka panjang. Rasio ini tidak dapat diterapkan pada pemerintah
daerah, karena tidak adanya konsep laba dalam laporan keuangan pemerintah
daerah. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
TIER = ----------------------------------------------------
4.1.8. Analisis Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
Sistem anggaran tradisional yang bersifat incrementalism dan line-item dengan
pendekatan anggaran berimbang (balanced budget), sebagimana diimplementasikan
selama era orde baru, menilai kinerja anggaran berdasarkan habis tidaknya anggaran.
Jika unit kerja berhasil menghabiskan anggaran maka unit kerja tersebut akan dinilai
berhasil, sebaliknya jika tidak dapat menyerap seluruh anggaran akan dinilai kurang
berhasil. Oleh arena itu, tidak mengherankan jika kemudian unit kerja berusah untuk
menghabiskan anggaran dengan cara membuat program dadakan yang sifatnya sekedar
untuk menghabiskan anggaran (Mahmudi, 2007:159).
36
Total aset modalTotal utang
Laba sebelum bunga dan pajak
bunga utang jangka panjang
Pada era reformasi dan demokrasi saat ini, tidak bisa lagai diterapkan sistem
anggaran tradisional karena era reformasi dituntut bekerja secara efektif dan efisien.
Untuk itu dengan sistem panganggaran kinerja (performance budgeting), kinerja
anggaran tidak lagi didasarkan habis tidaknya anggaran, tetapi diukur dari tercapai
tidaknya target kinerja dengan anggaran yang disediakan. Sehingga diperoleh sisa yang
nantinya bisa digunakan pada periode selanjutnya.
Analisa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) dirumuskan :
SILPA = Realisasi Penerimaan Daerah – Realisasi Pengeluaran Daerah
37
4.2. Kerangka Pemikiran
Analisa keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan
keuangan perusahaan, baik dalam bentuk neraca, laporan rugi laba serta laporan arus
kas. Neraca bertujuan memberikan informasi nilai perusahaan, akan tetapi tidak secara
keseluruhan. Untuk itu perlu mempelajari neraca dan laporan keungan secara
bersamaan. Disamping itu, didalam menyusun neraca perlu pengakuan dalam konteks
neraca. Hal ini dimaksudkan membantu pihak eksternal menganalisis :
1) Likwidiatas Perusahaan
2) Fleksibilitas Perusahaan
3) Kemampuan Operasional
4) Kemampuan Menghasilkan Pendapatan dalam Periode Tertentu
Untuk itu, supaya neraca diakui harus :
a) Memenuhi definisi elemen
b) Bisa diukur
c) Relevan
d) Reliable
Abdul Halim (2001) menjelaskan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintah daerah diberikan
kewenangan yang lebih luas untuk mengelola kegiatan pemerintahan, pembangunan,
dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam kerangka otonomi, pemerintah daerah
dituntut memiliki kemampuan dalam pembiayai pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan publik kepada masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, peranan
pendapatan asli daerah sangat vital sekali sebagai pendukung atau penyangga
keberhasilan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pembangunan. Keberadaan
PAD sebagai salah satu komponen utama APBD diperkuat oleh Undang-Undang
38
Nomor 33 tahun 2004 yang menjelaskan bahwa daerah tidak bisa bergantung
sepenuhnya kepada pemerintah pusat, tapi dituntut lebih aktif dan produktif dalam
meningkatkan PAD untuk membiayai pembangunan daerah.
Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 dijelaskan pengelolaan keuangan
daerah tidak terlepas dari APBD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disahkan
sebagai keranka dasar pemerintah daerah dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya di daerah. Sebagai perangkat daerah bersama dengan DPRD, pemerintah
daerah bertanggung jawab untuk menyusun, melaksanakan, mengevaluasi, dan
mempertanggung jawabkan APBD yang telah ditetapkan. Pemerintah daerah
mengelola keuangan daerah dengan memperhatikan prinsip-prinsip, seperti
efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.
Pemerintah daerah berkewajiban menyelengarakan menyelenggarkan sistem
pengelolaan keuangn daerah yang sederhana, mudah dipahami, relevan dan dapat
diketahui oleh semua pihak. Dalam kurun waktu tertentu pemerintah daerah
melakukan analisis rasio laporan keuangan untuk mengetahui tingkat kemandirian
daerah dalam membiayai pembangunan., efektivitas dan efisiensi penggunaan
pendapatan dan pengeluaran, kontribusi masing-masing pendapatan dan pengeluaran
selama periode tertentu. Dengan adanya analisis tersebut, diharapkan menjadi bahan
pedoman bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan pembangunan daerah
dimasa yang akan datang. Analisis tersebut dilakukan agar pemerintah daerah dapat
meningkatkan peran dan fungsinya dalam rangka merealisasikan pencapaian tujuan
otonomi daerah. Secara skematis analisa rasio laporan keuangan ini dapat dilihat pada
gambar berikut ini;
39
g
40
APBD + NERACALAPORAN KEUANGAN
RASIO LAPORAN KEUANGAN APBD
1. Analisis Realisasi APBD2. Rasio Kemandirian3. Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD4. Rasio Aktivitas5. Rasio Pertumbuhan6. Rasio Likuiditas7. Rasio Solvabilitas8. Rasio Utang9. Analisa SILPA
Otonomi Daerah
Pemerintah Daerah
Kemajuan ekonomi daerah
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisa Rasio Keuangan Pada APBD Pemerintah Daerah Provinsi Jambi
5. METODE PENELITIAN
5.1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah di Biro Keuangan Kantor Gubernur Jambi,
sedangkan lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Pemerintahan Provinsi
Jambi. Lama Penelitian ± 3 Bulan, Tanggal 9 Juni sampai dengan 9 Agustus
2008.
5.2. Jenis Penelitian dan Sumber Data
5.2.1. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, penelitian ini termasuk penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan mendeskrpsikan atau
menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya (Prasetya, 1999 :60). Sedangkan
menurut sugiono (1998) penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa membandingkan atau
menghubungkan dengan variabel lainnya. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis, ditafsir dan disimpulkan.
5.2.2. Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder, diperoleh dari Biro
Keuangan di Kantor Gubernur Jambi, data berupa Laporan Keuangan Tahun
2004-2006
41
5.3. Metode Pengumpulan Data
Menurut Masngudi (2003) untuk mengumpulkan data dalam penelitian
studi kasus ini dapat digunakan beberapa pendekatan seperti field research dan
Library research. Field research merupakan penelitian yang dilakukan
langsung ke tempat objek penelitian dengan memperhatikan kondisi dan
lingkungan. Sedangkan Library research suatu penelitian yang dilakukan
berdasarkan atas data dan informasi bahan-bahan bacaan atau tulisan tanpa
melakukan peninjauan lapangan. Penelitian ini menggabungkan kedua
penelitian tersebut, yakni field research dan library research.
Secara umum teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
adalah sebagai berikut:
5.3.1. Dokumentasi
Penelusuran dokumentasi dilakukan terhadap literatur atau sumber-sumber
tertulis yang antara lain memuat tentang laporan Keuangan Daerah, APBD,
dan Realisasi Pencapaian Target PAD. Pengumpulan data melalui
dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan naskah-naskah APBD, Laporan
Keuangan, dan Realisasi Pencapaian Target PAD Pemerintah Daerah
Provinsi Jambi secara keseluruhan untuk keperluan analisis.
5.3.2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan diperlukan untuk melengkapi kajian dan atau
mempertajam analisis dari berbagai sumber bacaan yang relevan.
5.4. Metode Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Namawi (1983) menjelaskan
metode deskriptif adalah sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
42
dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan objek atau objek penelitian
pada waktu sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.
Selain itu, Bogdan & Biklen dalam Prasetya (1999:100), menjelaskan analisis
data kualitatif adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip
interiview, catatan dilapangan dan bahan-bahan lain yang didapatkan, yang
kesemuannya itu dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman anda (terhadap
suatu fenomena) dan membantu untuk mempresentasikan penemuan anda
kepada orang lain.
Selain itu, untuk menganalisis rasio keuangan Pemerintah Daerah
Provinsi Jambi maka dalam Penelitian ini digunakan beberapa analisis sebagai
berikut :
A. Analisis Laporan Keuangan Pada APBD
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rumus :
Rasio Kemandirian = ---------------------------------------------- (Abdul H,2007)
2. Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD
Rumus :
Rasio Efektivitas = ------------------------------------------------ (Abdul H,2007)
Rasio Efisiensi = ----------------------------------------------- (Abdul
H,2007)
3. Rasio Aktivitas terhadap APBD
Rumus adalah :
43
PAD
Bantuan Pusat + Provinsi + Pinjaman
Realisasi Penerimaan PADTarget Penerimaan PAD
Biaya yang dikeluarkan untuk memungut PADRealisasi Penerimaan PAD
Total belanja Rutin
Rasio belanja rutin = ------------------------------------- (Abdul H, 2007)
Rasio B. Pembangunan = ------------------------------------- (Abdul H, 2007)
4. Debt Service Coverage Ratio (DSR)
Rumus :
DSCR = ------------------------------------------------------------
B. Analisis Rasio pada Neraca Kuangan Daerah
1. Rasio Likuiditas
Rasio Likuiditas terdiri dari :
a) Rasio Lancar
Rumus :
Rasio Lancar = --------------------- ( Mahmudi, 2007)
b) Rasio Kas
Rumus :
Rasio Kas = --------------------- ( Mahmudi, 2007)
c) Rasio Cepat
Rumus :
Rasio Kas = ------------------------------------- ( Mahmudi, 2007)
d) Working Capital To Total Asset (WCTA)
Rumus :
WCTA = ------------------------------------------ ( Mahmudi, 2007)
44
Total APBD
Total APBDTotal belanja pembangunan
(PAD+BD+DAU)-BWTotal (pokok angsuran +bunga+biaya pinjaman)
Aktiva lancarUtang lancar
Utang lancarKas + Efek
Total AktivaAktiva lancar – Utang Lancar
Utang lancarAktiva lancar + Persediaan
2. Rasio Solvabilitas
Rumus :
Rasio Solvabilitas= ------------------------------- ( Mahmudi, 2007)
3. Rasio Utang
a. Rasio Utang Terhadap Ekuitas
Rumus :
Rasio Terhadap Ekuitas = ---------------------------------- (Mahmudi, 2007)
b. Rasio Utang Terhadap Modal
Rumus :
Rasio utang terhadap modal = -----------------------------
C. Analisis Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
Rumus :
SILPA = Realisasi Penerimaan Daerah – Realisasi Pengeluaran Daerah
45
Total aset modalTotal utang
Total AktivaTotal Utang
Total Utang
Jumalah Ekuitas Dana
6. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I. Merupakan Pendahuluan yang terdiri dari Latar belakang masalah,
Perumusan masalah, Tujuan penelitian, Ruang lingkup pembahasan, dan
Sistematika pembahasan.
BAB II. Merupakan Landasan Teori yang menjelaskan tentang Manajemen
Keuangan, Manajemen Keuangan Daerah, Anggaran Sektor Publik,
Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia dan Analisis Rasio Keuangan
Pada APBD. Kemudian juga membahas tentang Tinjauan Kajian
Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis serta Kerangka Pemikiran.
BAB III. Merupakan Objek Penelitian, Jenis Penelitian, Sumber Data, Metode
Pengumpulan Data dan Metode Analisis Data.
BAB IV. Merupakan Analisis Data dan Pembahasan Hasil Penelitian yang
membahas tentang Gambaran Umum Propinsi Jambi, Analisis Deskripsi,
dan Pembahasan Hasil Penelitian.
BAB V. Merupakan Penutup yang berisikan kesimpulan dan Saran dari hasil
penelitian.
46