Post on 03-Mar-2019
transcript
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG
FISKAL DI INDONESIA PERIODE (2001-2014)
(Skripsi)
Oleh
MUSTAKIM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
AN ANALYSIS OF FACTORS WHICH AFFECTING THE FISCAL
SPACE IN INDONESIA ON 2001-2014 PERIOD
By
Mustakim
This research was conducted to determine whether the, subsidized fuel oil (BBM)
crude oil prices and government's domestic debt have a significant effect on fiscal
space in Indonesia. The data used are time series data start from 2001 to 2014
year. The analysis model which used is a ECM Domowitz- El Badawi model. The
hypothesis of this research shows that individually or jointly have a significant
influence on the fuel subsidy the price of crude oil and government's domestic
debt variables toward the Indonesia’s fiscal space.
The results showed that in the short term and long term the variable fuel subsidies
(BBM) has a no effect and there is no significant effect on the acceptance of
Indonesia's fiscal space. While the price of crude oil and domestic debt of the
goverment in the short term and long term has a possitive effect and significant
influence toward Indonesia’s fiscal space.
Keywords: fiscal space, the fuel subsidy, the price of crude oil (ICP), the
government domestic debt, Error Correction Model (ECM).
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG
FISKAL DI INDONESIA PERIODE (2001-2014)
Oleh
MUSTAKIM
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah subsidi BBM, harga
minyak mentah Indonesia dan utang dalam negeri pemerintah mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap perubahan ruang fiskal di Indonesia. Data yang
digunakan adalah data runtun waktu tahun 2001-2014. Model analisis yang
digunakan yaitu model ECM Domowitz- El Badawi. Hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini bahwa secara individu maupun secara bersama-sama terdapat
pengaruh yang signifikan pada variabel subsidi BBM, harga minyak mentah
Indonesia dan utang dalam negeri pemerintah terhadap perubahan ruang fiskal
Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek dan jangka
panjang variabel subsidi BBM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perubahan ruang fiskal Indonesia. Sedangkan harga minyak mentah Indonesia dan
utang dalam negeri pemerintah dalam jangka pendek dan jangka panjang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal Indonesia.
Kata kunci: Ruang fiskal, subsidi BBM, harga minyak mentah Indonesia (ICP),
utang dalam negeri pemerintah (UDN), Error Correction Model
(ECM).
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG
FISKAL DI INDONESIAPERIODE (2001-2014)
Oleh
Mustakim
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Mustakim lahir pada tanggal 11 Mei 1992 di Tanjungsari,
Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Penulis lahir sebagai anak kedua
dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suparman dan Ibu Rasiyah.
Penulis memulai pendidikannya di TK AL-Mardiyah Natar pada tahun 1998 dan
tamat pada tahun 1999. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri
2 Tanjungsari dan selesai pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di MTS Muhammadiyah 1 Natar dan tamat pada tahun 2008. Pada
tahun yang sama penulis meneruskan pendidikannya di SMA Negeri 1 Natar dan
tamat pada tahun 2011.
Pada tahun 2011 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung
melalui jalur SNMPTN Undangan pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis. Pada semester enam, penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di pemangku Tenabang, pekon Sedampah Indah Kecamatan Balik
Bukit, Kabupaten Lampung Barat.
MOTTO
“ Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil, siapa yang bersabar pasti beruntung”
“ Ilmu tidak dapat diraih dengan mengistirahatkan badan (bermalas-malasan)”. (HR. Muslim)
“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang berilmu beberapa derajat”.(QS. AL-Mujadila :11)
“Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah
apa apa yang pada diri mereka " (QS . Arrad :11)
PERSEMBAHAN
Sujud syukurku kusembahkan kepadamu ya Allah Zat yang Maha Agung
nan Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah
kau jadikan hamba manusia yang senantiasa berpikir, berilmu, beriman dan
bersabar dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu
langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita besarku.
Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk bapak, Ibu dan keluargaku
tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa,
dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan
hingga anakmu ini selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada.,, Bapak,..
Ibu...terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua
pengorbananmu..
Terimakasih kuucapkan Kepada Para Dosen yang telah berjasa memberikan
bimbingan dan ilmu yang sangat berharga melalui ketulusan dan kesabarannya.
Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku.
Almamater tercinta Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Lampung.
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR-
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RUANG FISKAL DI INDONESIA
PERIODE (2001-2014)”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati sebagai
wujud rasa hormat dan penghargaan serta terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Nairobi, S.E.,M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.
3. Ibu Emi Maimunah, S.E, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
4. Bapak Dedy Yuliawan, S.E, M.Si., selaku Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, kesabaran,
semangat dan motivasi dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir
kepada penulis.
5. Ibu Asih Murwiati, S.E.,M.E., selaku Pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, semangat dan saran dalam
proses penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Dr. Yoke Moelgini, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik.
7. Bapak Dr. Ambya, S.E., M.Si., selaku penguji yang telah memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis.
8. Dosen-dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membekali penulis
dengan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan dan staff dan
karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah banyak
membantu kelancaran proses skripsi ini.
9. Kedua orang tuaku Bapak Suparman dan Ibu Rasiyah yang tidak pernah
lelah mendoakan, memberikan semangat, dukungan serta kesabaran yang
takterbatas untuk keberhasilan masa depanku. Semoga Allah senantiasa
meberikan kesehatan dan kemulian di dunia dan di akhirat kelak.
10. Kakak dan adiku tercinta, Mba Rohaningsih, Bang Toni, adikku Agus
Mulyadi. Terimakasih telah memberikan dukungan moril maupun materil
selama ini. Serta keponakanku tersayang Ahmadt Novrian S, Hany Nabila
Putri S. Sungguh kehadiran kalian menjadi penyemangat bagiku.
11. Terimakasih kepada seluruh keluarga besarku, Mbah, Pakde, Bibik, Paman,
dan sepupuku yang selalu mencurahkan doa dan dukungannya sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
12. Terimakasih kepada bapak dan ibu Guru yang telah memberikan ilmu
sebagai cahaya dalam kehidupanku, semoga Allah membalas semua
kebaikan bapak dan ibu.
13. Teman teman seperjuangan di Tim Kerja Sekolah SMAN 1 NATAR, Media
Komunikasi Alumni Rohis Natar, ROIS FEB Unila, KMB VII BEMU
KBMU Unila, HIMEPA, S.one Community, Karang Taruna BMM dan
RISMA Masjid Babussalam. Termakasih atas semua do’a, dukungan dan
kebersamaannya.
14. Saudaraku di Komunitas “GAUL” kak d_zkri, kak imam, kak iqbal, kak
latif, agus, daus, dody, nyoto.
15. Teman-teman seperjuangan Ekonomi Pembangunan 2011 yang tidak dapat
disebut satu persatu.
16. Sahabat terbaikku Sulton Habib, Hamid, Ade Septiano, Zul, Faris, Fadhil,
Syahid, Singgih, Rio Yusdian, Lek Anggi, Sunarmo, Anggi Arief, Abe
Septiabe, kak didik, Farhan, Antonius, wak Asdi, Adi, Royiv, Dito. Semoga
kebersamaan ini tidak putus.
17. Teman-teman KKN di Pemangku Tenabang, Pekon Sedampah Indah,
Kecamatan Balik Bukit: Havif, sami, ucup, ijal, rh, mbah yoga, bang dimas,
yoga, intan, yumna, prisil, cupa, umi, ulil, novi, riska, anun yang telah
memberikan pengalaman serta kebersamaan yang luar biasa selama masa
KKN.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan syukur yang tak terhingga
kepada Robb semesta alam Allah S.W.T kepadaNyalah penulis sandarkan segala
urusan. Semoga skripsi yang jauh dari kesempurnaan ini bisa bermanfaat. Aamiin
Bandar Lampung, Mei 2016
Penulis
Mustakim
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 8
E. Kerangka Pemikiran ............................................................... 9
F. Hipotesis Penelitian ................................................................ 10
G. Sistematika Penulisan ............................................................ 11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Fiskal..................................................................... 12
1. Definisi Kebijakan Fiskal ................................................. 12
2. Tujuan Kebijakan Fiskal .................................................. 13
3. Fungsi Kebijakan Fiskal ................................................... 15
B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) .............. 16
1. Definisi APBN ................................................................. 16
2. Striktur APBN .................................................................. 17
C. Defisit Anggaran .................................................................... 21
1. Definisi Defisit Anggaran ................................................ 21
2. Sebab-sebab Defisit Anggaran ......................................... 22
3. Defisit Anggaran Akibat Subsidi BBM ........................... 24
iii
4. Pembiayaan Defisit Anggaran.......................................... 26
D. Ruang Fiskal .......................................................................... 30
1. Pengertian Ruang Fiskal .................................................. 30
2. Konsep Ruang Fiskal ....................................................... 31
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ruang Fiskal ........... 32
E. Penelitian Terdahulu .............................................................. 34
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data ........................................................... 36
B. Definisi Operasional Variabel ................................................ 37
C. Metode Analisis ..................................................................... 37
D. Prosedur Ananlisis Data ......................................................... 38
1. Uji Stasionaritas (Uji Root Test) ...................................... 39
2. Uji Kointegrasi ................................................................. 39
3. Metode Koreksi Kesalahan Error Correction Model (ECM) 41
E. Uji Hipotesis .......................................................................... 43
1. Uji Keberartian Parsial (Uji t) .......................................... 43
2. Uji Keberartian Keseluruhan (Uji F)................................ 44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...................................................................... 45
1. Uji Stasionaritas (Uji Root Test) ...................................... 45
2. Uji Kointegrasi ................................................................. 47
3. Estimasi Error Correction Model Domowitz El-Badawi 48
4. Uji Hipotesis .................................................................... 50
a. Uji t-statistik (Uji Parsial) .......................................... 50
b. Uji F-statistik .............................................................. 53
B. Pembahasan ............................................................................ 53
1. Pengaruh Utang Dalam Negeri Pemerintah Terhadap Ruang
Fiskal Indonesia ............................................................... 54
2. Pengaruh Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap
Ruang Fiskal Indonesia .................................................... 54
iii
3. Pengaruh Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) Terhadap
Ruang Fiskal Indonesia .................................................... 55
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan ............................................................................ 57
B. Saran .................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 59
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Ringkasan Penelitian Terdahulu .......................................................... 34
2. Deskripsi Variabel ............................................................................... 36
3. Hasil Uji Unit Root dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF)
pada Tingkat Level .............................................................................. 46
4. Hasil Uji Unit Root dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF)
pada Tingkat first Difference .............................................................. 47
5. Hasil Uji Kointegrasi .......................................................................... 47
6. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) ................................. 48
7. Hasil Uji t-statistik Jangka Pendek ..................................................... 51
8. Hasil Uji t-statistik Jangka Panjang ................................................... 52
9. Hasil Uji F-statistik .............................................................................. 53
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Perkembangan Belanja Wajib Pemerintah terhadap total belanja tahun 2001-
2014 (dalam Miliar Rupiah) ................................................................... 2
2. Perkembangan Belanja Subsidi BBM tahun 2001-2014 ......................... 3
3. Ruang Fiskal ........................................................................................... 5
4. Perkembangan Utang dalam negeri tahun 2001-2014 ........................... 7
5. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 10
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Penelitian ................................................................................................L.1
2. Hasil Uji Stasioner (Unit Root) Augmented Dickey Fuller (ADF) Pada Tingkat
Level ................................................................................................................L.2
3. Hasil Uji Stasioner (Unit Root) Augmented Dickey Fuller (ADF) Pada Tingkat
First Differnce .................................................................................................L.3
4. Hasil Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG) ....................................................L.4
5. Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) Domowitz El-Badawi ..........L.5
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen
kebijakan fiskal yang digunakan untuk mengarahkan perekonomian untuk
menjadi lebih baik dengan jalan merubah penerimaan dan pengeluaran (Rahayu,
2010). Krisis ekonomi tahun 1997 telah menyadarkan pemerintah akan
pentingnya landasan ekonomi yang lebih kokoh dalam upaya mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, untuk itu paska krisis 1997
berbagai langkah kebijakan ekonomi telah ditempuh pemerintah dalam rangka
menstabilkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.
Sejak tahun 2001 pemerintah telah menjalankan kebijakan fiskal ekspansif, yaitu
menetapkan belanja negara lebih besar dari pendapatannya. Menurut Keynesian
kenaikan belanja pemerintah sehingga anggaran mengalami defisit dapat
digunakan untuk merangsang daya beli masyarakat sehingga dengan
meningkatnya daya beli masyarakat produksi nasional akan meningkat dan
pengangguran akan berkurang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 belanja negara dari sisi
peruntukannya terbagi menjadi belanja wajib dan belanja tidak wajib. Belanja
wajib adalah belanja yang digunakan untuk belanja pegawai, pembayaran pokok
2
bunga hutang, subsidi dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah.
Sedangkan belanja tidak wajib adalah belanja yang dapat dialokasikan
pemerintah sebagai pendanaan program-program pembangunan yang ditetapkan
setelah pengalokasian belanja yang bersifat wajib (Nota Keuangan 2010). Berikut
disajikan perkembangan belanja wajib Pemerintah dari tahun 2001 hingga tahun
2014 :
Sumber : Departemen Keuangan
Gambar 1. Perkembangan Belanja Wajib Pemerintah Terhadap Belanja
Pemerintah 2001-2014.
Pada Gambar 1. terlihat bahwa belanja wajib pemerintah sejak tahun 2001 hingga
tahun 2014 terus mengalami kenaikan, pada tahun 2001 belanja wajib pemerintah
sebesar Rp 284.352 milyar. Kemudian pada tahun 2014 belanja wajib pemerintah
mencapai Rp 1.318,884 milyar. Dari beberapa belanja wajib pemerintah, belanja
subsidi adalah belanja yang memiliki porsi anggaran terbesar setelah belanja
daerah.
284 269 277 336
391 486
574
769 668
774
976
1,125 1,203
1,319
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Belanja Wajib Pemerintah (Rp Milyar)
3
Berdasarkan Undang-Undang APBN subsidi adalah alokasi anggaran yang
diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi, menjual,
mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa yang memenuhi hajat hidup orang
banyak sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh masyarakat, terutama
masyarakat penghasilan rendah. Sedangkan jenis-jenis subsidi yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat yaitu terdiri dari subsidi energi dan subsidi
nonenergi. Subsidi energi meliputi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan
subsidi listrik. Sedangkan subsidi non energi meliputi subsidi pangan, subsidi
pupuk, subsidi benih, subsidi bunga kredit program dan subsidi pajak.
Berdasarkan kedua jenis subsidi yang diberikan pemerintah, subsidi energi adalah
subsidi yang menyedot anggaran belanja yang paling besar, terlebih adalah
subsidi bahan bakar minyak (BBM). Berikut ini adalah perkembangan belanja
subsidi BBM dari tahun 2001 hingga tahun 2014.
Sumber : Departemen Keuangan
Gambar 2. Perkembangan Belanja Subsidi BBM 2001-2014.
68.381
31.162
30.038
69.025
95.599
64.212
83.792
139.107
45.039
82.351
165.161
211.896
210
246.5
0
50
100
150
200
250
300
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Subsidi BBM (Rp Milyar)
4
Pada Gambar 2. terlihat bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) mengalami
fluktuatif namun cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam
rentang waktu 2001-2014, realisasi belanja subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
secara nominal mengalami peningkatan sebesar 161.6 triliun, atau rata-rata
meningkat sebesar 2.12 persen pertahun. Peningkatan belanja Subsidi ini tidak
lepas dari kondisi perekonomian nasional dan global yang tidak setabil. Dari
dalam negeri salah satunya disebabkan karena lifting minyak yang terus menurun,
sedangkan kebutuhan minyak nasional terus meningkat. Selain faktor
ketersediaan BBM dalam negeri fluktuasi harga minyak dunia yang cenderung
meningkat juga menjadi salah satu terus membengkaknya subsidi yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat.
Menurut Listiyanto (2008), ada tiga penyebab kenaikan harga minyak dunia.
Pertama adalah faktor yang berasal dari permintaan. Peningkatan permintaan
minyak bumi oleh banyak negara terutama negara berkembang yang ingin
memacu pertumbuhan ekonominya membuat negara berkembang memerlukan
Bahan Bakar Minyak dalam jumlah yang besar untuk melakukan aktivitas
ekonominya terutama produksi dan distribusi. Kedua adalah faktor dari sisi
penawaran, yaitu berupa kondisi supply minyak bumi dari para pemasok minyak
dunia serta posisi kekuatan pasar Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak
(OPEC) dalam percaturan bisnis minyak. Ketiga adalah faktor-faktor lain di luar
faktor pemintaan dan penawaran yaitu kondisi geopolitik, melemahnya nilai tukar
dolar, kondisi cuaca yang tidak kondusif, serta ulah spekulan di pasar berjangka
minyak bumi (Waiqumandee, 2008)
5
Menurut Rita dkk (2013), apabila proporsi anggaran belanja wajib lebih besar dari
belanja tidak wajib maka ruang fiskal pemerintah akan semakin terbatas.
Pemerintah melalui nota keuangan APBN 2014 mendefinisikan Ruang fiskal
(Fiscal Space) sebagai ketersediaan sumberdaya keuangan bagi pemerintah untuk
membiayai kebijakan yang diinginkan melalui anggaran.
Secara umum ruang fiskal merupakan ketersediaan ruang dalam anggaran yang
memampukan pemerintah menyediakan dana untuk tujuan tertentu tanpa
menciptakan permasalahan dalam kesinambungan posisi keuangan pemerintah.
Dalam konteks APBN, ruang fiskal adalah total pengeluaran dikurangi dengan
belanja non diskresioner/terikat seperti belanja pegawai, pembayaran bunga,
subsidi, dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah (Biro Analisa Anggaran
dan Pelaksanaan APBN). Berikut disajikan rasio ruang fiskal Indonesia terhadap
total belanja pemerintah tahun 2001-2014.
Sumber : Departemen Keuangan, diolah.
Gambar 3. Persentase ruang fiskal Indonesia (2001-2014).
16.75
17.637
26.369
21.297
23.638
27.059 24.278
21.988
28.725
25.738 24.658
24.538
29.152
27.404
0
5
10
15
20
25
30
35
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Ruang Fiskal
6
Gambar 3. Secara rasio ruang fiskal pemerintah dari tahun 2001-2014, cenderung
tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2001 rasio ruang
fiskal sebesar 16.75 persen, sedangkan pada tahun 2014 rasio ruang fiskal sebesar
27.4 persen atau meningkat sebesar 0.7 persen setiap tahunnya.
Menurut Sugema (2012), dengan terbatasnya ruang fiskal yang dimiliki
pemerintah maka akan mengakibatkan tiga hal. Pertama pembiayaan untuk
pembangunan relatif terbatas, artinya fungsi alokasi sulit untuk dipenuhi oleh
pemerintah. Kedua prioritas pembangunan tidak sepenuhnya dapat dibiayai oleh
pemerintah dan yang ketiga kebijakan fiskal akan menjadi kurang fleksibel
karena ruang geraknya menjadi sangat terbatas. Sedangkan menurut Heller
(2005), untuk menciptakan ruang fiskal, pemerintah dapat melakukannya dengan
peningkatan pendapatan melalui sektor pajak atau penguatan administrasi
perpajakan, memotong atau menghapus belanja-belanja negara yang tidak
prioritas dan melalaui pembiayan dalam dan atau luar negeri.
Sejak tahun 2001 pemerintah lebih mengutamakan utang dalam negeri
dibandingkan utang luar negeri sebagai pembiayaan defisit anggaran. Hal ini
dilakukan terutama untuk mengurangi risiko nilai tukar (currency risk) terutama
terhadap mata uang asing khususnya US Dollar. Pada Gambar 4. di bawah ini
terlihat perkembangan utang dalam negeri sejak tahun (2001- 2014).
7
Sumber : Kementrian Keuangan
Gambar 4. perkembangan utang dalam Negeri tahun 2001-2014.
Berdasarkan Gambar 4. terlihat bahwa realisasi utang dalam negeri selama empat
belas tahun terakhir (2001-2014) mengalami peningkatan yang cukup pesat. Pada
tahun 2001 utang dalam negeri hanya sebesar Rp 30.2 triliun, sedangkan pada
tahun 2014 utang dalam negeri mencapai Rp 264.9 triliun atau meningkat sebesar
11.4 persen.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik meneliti seberapa besar
pengaruh kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), harga minyak mentah
(ICP) dan utang dalam negeri mempengaruhi ruang fiskal.
Dengan judul penelitian ini “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ruang
Fiskal di Indonesia Periode (2001-2014)”.
30 17
35 49
19
56 66
102 113
92
131
175
243 265
0
50
100
150
200
250
300
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Utang Dalam Negeri
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dalam penulisan ini penulis
menyajikan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Pengaruh Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap ruang fiskal Indonesia
dalam jangka pendek dan jangka panjang selama periode tahun 2001-2014?
2. Pengaruh harga minyak mentah (ICP) terhadap ruang fiskal Indonesia dalam
jangka pendek dan jangka panjang selama periode tahun 2001-2014?
3. Pengaruh Utang Dalam Negeri Pemerintah terhadap ruang fiskal Indonesia
dalam jangka pendek dan jangka panjang selama periode tahun 2001-2014?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh subsidi bahan bakar minyak (BBM) terhadap ruang fiskal.
2. Pengaruh harga minyak mentah Indonesia (ICP) terhadap ruang fiskal.
3. Pengaruh utang dalam negeri pemerintah terhadap ruang fiskal.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti-
peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian yang berhubungan
dengan masalah serupa.
2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan Pemerintah
dalam pengambilan kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan ruang fiskal.
9
E. Kerangka Pemikiran
Tahun 2001 adalah awal dimulainya kebijakan defisit anggaran, dimana
pemerintah selalu memperbesar pengeluarannya dibandingkan dengan
pendapatannya, kebijakan ini dilakukan guna untuk meningkatkan daya beli
masyarakat. Hal ini sejalan dengan teori Keynessian, bahwa kenaikan belanja
pemerintah yang menyebabkan defisit pada APBN dapat meningkatkan daya beli
masyarakat, sehingga dengan meningkatnya daya beli masyarakat akan
meningkatkan produksi nasional dan pada akhirnya akan dapat mengurangi
tingkat pengangguran. Namun dengan terus meningkatnya belanja pemerintah,
belanja wajib memiliki porsi anggaran yang lebih besar jika dibandingkan dengan
belanja tidak wajibnya. Menurut Rita (2013), apabila proporsi anggaran belanja
wajib lebih besar dari belanja tidak wajib maka ruang fiskal yang dimiliki
pemerintah akan semakin terbatas.
Salah satu pos belanja wajib yang cukup besar penggunaannya adalah belanja
subsidi, terlebih adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan belanja
subsidi ini tidak lepas dari dengan terus meningkatnya harga minyak dunia,
sehingga beban subsidi yang ditanggung pemerintah semakin besar.
Sebagai konsekuensi dari kebijakan defisit anggaran maka pemerintah
memerlukan anggaran yang cukup besar yang harus disediakan untuk membiayai
defisit dalam APBN dan supaya terciptanya ruang fiskal yang luas. Menurut
Heller (2005), untuk menciptakan ruang fiskal pemerintah dapat melakukan utang
dalam negeri dan atau luar negeri.
10
Oleh karenanya untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh
subsidi Bahan Bakar Minyak, harga minyak mentah (ICP), utang dalam negeri
pemerintah mempengaruhi ruang fiskal.
Gambar 5. Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan suatu teori atau pendapat sementara dan pedoman serta
arah dalam penelitian yang disusun berdasarkan teori yang terkait. Hipotesis
adalah kesimpulan yang belum final dan harus dibuktikan atau di uji kebenaranya.
Bersarkan latar belakang dan perumusan masalah dengan mengacu pada kerangka
pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang berkaitan
dengan penelitian, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga subsidi Bahan Bakar Minyak berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.
2. Diduga harga minyak mentah Indonesia berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Subsidi BBM
ICP Ruang Fiskal
Utang Dalam Negeri
11
3. Diduga utang dalam negeri pemerintah berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ruang fiskal Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini disusun dalam 5 (lima) bab, yaitu :
Bab I Bab ini membahas pendahuluan yang berisikan latar belakang
masalah yang mendasari penelitian ini, perumusan masalah, tujuan
penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis, dan sistematika
penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka bab ini membahas literatur berupa tori-teori dan
kajian-kajian yang mendasari penelitian ini, terutama kajian
tentang ruang fiskal dan pengeluaran negara.
Bab III Metodologi Penelitian bab ini menjelaskan cara-cara pengolahan
data dan model data yang digunakan dalam penelitian ini,selain itu
juga pada bab ini menjelaskan model serta jenis dan sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab IV Pembahasan bab ini mengemukakan hasil pengolahan data yang
telah dilakukan dengan menggunakan model yang dijelaskan
dalam model yang dijelaskan dalam bagian metodologi.
Bab V Penutup bab ini berisi kesimpulan, saran, dan rekomendasi
kebijakan yang dapat diberikan dari penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Fiskal
1. Definisi Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang
otoritas utamanya berada di tangan pemerintah dan diwakili oleh
Kementerian Keuangan. Hal tersebut diatur dalam dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang
menyebutkan bahwa presiden memberikan kuasa pengelolaan keuangan
dan kekayaan negara kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal
dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan. Kebijakan fiskal umumnya merepresentasikan pilihan-
pilihan pemerintah dalam menentukan besarnya jumlah pengeluaran
atau belanja dan jumlah pendapatan, yang secara eksplisit digunakan
untuk mempengaruhi perekonomian. Berbagai pilihan tersebut, dalam
tataran praktisnya dimanifestasikan melalui anggaran pemerintah, yang
di Indonesia lebih dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Dalam perkembangannya, kebijakan fiskal dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu (Basri, 2003: 26) :
13
1. Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy) yaitu menaikkan
belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto. Kebijakan ini untuk
meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan ini dilakukan pada saat
perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi.
Kebijakan ekspansi fiskal yang diambil oleh berbagai negara di dunia dalam
mengatasi dampak krisis keuangan global antara lain melalui pemberian
stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Kebijakan fiskal kontraktif yaitu menurunkan belanja negara dan menaikkan
tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat
dan mengatasi inflasi.
Indonesia sebagai negara berkembang telah menerapkan kebijakan
fiskal yang ekspansif dengan menggunakan instrumen anggaran defisit.
Karena APBN merupakan alat dari kebijakan fiskal, maka pengelolaan
anggaran baik dari sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran menjadi hal
yang penting, agar kebijakan fiskal yang ekspansif dengan anggaran
yang defisit ini tidak akan menimbulkan masalah dalam jangka panjang.
Merumuskan strategi pembiayaan anggaran yang tepat dan terkendali
menjadi perlu dilaksanakan agar anggaran tetap sehat, dapat dipercaya
(credible) dan berkesinambungan (sustainable).
2. Tujuan Kebijakan Fiskal
Setelah krisis 1997, kebijakan fiskal yang ditempuh oleh pemerintah
diarahkan pada dua sasaran utama, yaitu untuk mendukung konsolidasi fiskal
guna mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dan
14
untuk menciptakan ruang gerak fiskal (fiscal space) yang memadai guna
memperkuat stimulus fiskal, sehingga mampu menggerakkan perekonomian
domestik. Kedua sasaran tersebut masih tetap menjadi prioritas kebijakan dalam
tahun-tahun selanjutnya. Dalam periode 2000 – 2009, upaya pencapaian sasaran
kebijakan fiskal tersebut dibagi menjadi fase konsolidasi (penyehatan) APBN
dalam periode 2000 – 2005 dan fase stimulus fiskal dalam periode 2006 – 2009.
Secara operasional, konsolidasi fiskal (penyehatan APBN) diupayakan melalui
pengendalian defisit anggaran dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama,
peningkatan pendapatan negara yang dititikberatkan pada peningkatan penerimaan
perpajakan dan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kedua,
pengendalian dan penajaman prioritas alokasi belanja negara dengan tetap
menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar dan alokasi belanja minimum. Ketiga,
pengelolaan utang negara yang sehat dalam rangka menutupi kesenjangan
pembiayaan anggaran yang dihadapi pemerintah. Keempat, perbaikan struktur
penerimaan dan alokasi belanja negara, dengan memperbesar peranan sektor pajak
nonmigas, dan pengalihan subsidi secara bertahap kepada bahan-bahan kebutuhan
pokok bagi masyarakat yang kurang mampu agar lebih tepat sasaran. Kelima
pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif, efisien, dan berkesinambungan,
yang dilakukan antara lain melalui perbaikan manajemen pengeluaran negara.
Sementara itu, penguatan stimulus fiskal terutama diupayakan melalui optimalisasi
belanja negara untuk sarana dan prasarana pembangunan, alokasi belanja negara
untuk kegiatan-kegiatan dan sektor-sektor yang mampu menggerakkan
perekonomian, serta pemberian insentif fiskal (Nizar, 2010).
15
Sedangkan menurut Due dalam Rahayu (2010), mengatakan
terdapat tiga tujuan dari kebijakan fiskal, yaitu :
a. Untuk meningkatkan produksi nasional (PDB) dan pertumbuhan ekonomi atau
memperbaiki keadaan ekonomi.
b. Untuk memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran atau
mengusahakan kesempatan kerja (mengurangi pengangguran), dan menjaga
kestabilan harga – harga secara umum.
c. Untuk menstabilkan harga-harga secara umum, khususnya mengatasi inflasi.
3. Fungsi Kebijakan Fiskal
Menurut Dumairy (1999), fungsi spesifik dari kebijakan fiskal itu adalah
fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Dalam penjelasan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan bahwa :
1. Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi alokasi
berkaitan dengan intervensi Pemerintah terhadap perekonomian dalam
mengalokasikan sumber daya ekonominya.
2. Fungsi Distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Fungsi distribusi juga
16
berkaitan dengan pendistribusian barang-barang yang diproduksi oleh
masyarakat. Peran penting kebijakan fiskal dalam redistribusi dan alokasi
anggaran pemerintah antara lain adalah penanggulangan kemiskinan, dan
peningkatan kesejahteraan rakyat.
3. Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
ekonomi. Fungsi stabilisasi berkaitan dengan upaya menjaga stabilitas dan
akselerasi kinerja ekonomi, sehingga perekonomian tetap pada kesempatan
kerja penuh (full employment) dengan harga yang stabil.
B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 1. Definisi APBN
Di Indonesia pada awalnya secara resmi digunakan istilah begrooting untuk
menyatakan pengertian anggaran. Namun sejak Proklamasi Kemerdekaan,
digunakan istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja sebagaimana terdapat
dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan dalam perkembangannya
ditambahkan kata Negara menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Sedangkan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan
negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
17
2. Struktur APBN dan Asumsi Makro
Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account.
Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN. Secara
garis besar struktur APBN terdiri dari :
a) Pendapatan Negara dan Hibah
b) Belanja Negara
c) Keseimbangan Primer
d) Surplus/Defisit Anggaran
e) Pembiayaan
Sejak tahun 2000, Indonesia mulai menggunakan format I-account untuk
menggantikan format sebelumnya, yaitu T-account. Pada format T-account,
pencantuman untuk penerimaan berada di sebelah kiri dan belanja di sebelah
kanan serta menggunakan prinsip berimbang dan dinamis. Sedangkan pada format
I-account, pencantuman pendapatan dan belanja berada pada satu kolom, sehingga
dapat terlihat besaran surplus/ defisit yang didapat dari besaran pendapatan negara
dikurangi besaran belanja negara. Lebih jauh lagi, jika terdapat defisit maka
besaran pembiayaan untuk menutupinya pun dapat dilihat dalam format I-account.
Menurut Punnomo (2013), beberapa faktor penentu postur APBN antara lain
sebagai berikut:
1) Pendapatan Negara
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih, adapun besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh
18
beberapa faktor, antara lain:
a) Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar
makro ekonomi
b) Kebijakan pendapatan negara
c) Kebijakan pembangunan ekonomi
d) Perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum dan
e) Kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh
besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar.
Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan
pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak
kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak dan
lainnya.
2) Belanja Negara
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih, besaran belanja negara dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
a) Asumsi dasar makro ekonomi
b) Kebutuhan penyelenggaraan negara
c) Kebijakan pembangunan
d) Resiko (bencana alam, dampak kirisis global) dan
e) Kondisi dan kebijakan lainnya.
19
Berdasarkan pasal 11 ayat (5) UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
belanja negara dapat dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Menurut organisasi belanja negara disesuaikan dengan susunan
kementerian Negara atau lembaga pemerintah pusat. Sedangkan rincian
belanja negara menurut fungsi terdiri dari:
a) Pelayanan umum
b) Pertahanan
c) Ketertiban dan keamanan
d) Ekonomi
e) Lingkungan hidup
f) Perumahan dan fasilitas umum
g) Kesehatan
h) Pariwisata dan budaya
i) Agama
j) Pendidikan dan
k) Perlindungan sosial
Sementara itu belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi), terdiri
dari:
a) Belanja pegawai
b) Belanja barang
c) Belanja modal
d) Pembayaran bunga utang
e) Subsidi
20
f) Belanja hibah
g) Bantuan sosial, dan
h) Belanja lain-lain.
Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, sebagai komponen dari
belanja negara, merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal yang sangat
strategis di antara berbagai pilar kebijakan fiskal lainnya dalam mencapai
sasaran-sasaran pokok pembangunan nasional, kerena melalui kebijakan dan
alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, pemerintah dapat secara
langsung melakukan intervensi anggaran (direct budget intervention) untuk
mencapai sasaran-sasaran program pembangunan yang ditetapkan
pemerintah.
3) Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Besaran pembiayaan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Asumsi dasar makro ekonomi
b) Kebijakan pembiayaan dan
c) Kondisi dan kebijakan lainnya
21
C. Defisit Anggaran
1. Definisi Defisit Anggaran
Menurut Rahardja dan Manurung (2004), defisit anggaran adalah anggaran yang
memang direncanakan untuk defisit, sebab pengeluaran pemerintah direncanakan
lebih besar dari penerimaan pemerintah. Anggaran yang defisit ini biasanya
ditempuh bila pemerintah ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Hal ini
umumnya dilakukan bila perekonomian berada dalam kondisi resesi. Sedangkan
menurut Samuelson dan Nordhaus (2001), defisit adalah suatu anggaran dimana
terjadi pengeluaran lebih besar dari pajak.
Para ahli ekonomi cenderung menghitung defisit anggaran negara itu bukan dari
angka absolut, tetapi mengukur dari rasio defisit anggaran negara terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB). Apabila kita menghitung defisit anggaran negara sebagai
persentase dari PDB, maka akan mendapat gambaran berapa persen suatu negara
dapat menghimpun dana untuk menutup defisit tersebut. Besarnya persentase
defisit nggaran negara terhadap PDB juga menggambarkan berapa tingkat defisit
itu sudah membahayakan keadaan perekonomian (Kunarjo, 2000).
Menurut Rahayu (2010) untuk menghitung defisit anggaran terdapat empat
pilihan :
a) Defisit Konvensional , yaitu defisit yang dihitung berdasarkan selisih antara
total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.
22
b) Defisit Moneter, merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar
pembayaran pokok hutang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan
hutang).
c) Defisit operasional, merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan
bukan nilai nominal.
d) Defisit Primer, merupakan selisih antara belanja (di luar pembayaran pokok
dan bunga hutang) dengan total pendapatan.
2. Sebab-Sebab Defisit Anggaran
Menurut Barro (1989), ada beberapa sebab terjadinya defisit anggaran, yaitu:
a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi
Untuk mempercepat pembangunan diperlukan investasi yang besar dan dana yang
besar pula. Apabila dana dalam negeri tidak mencukupi, biasanya Negara
melakukan pilihan dengan meminjam ke luar negeri untuk menghindari
pembebanan warga negara apabila kekurangan itu ditutup melalui penarikan
pajak. Negara memang di bebani tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan
kesejahteraan warga negaranya.
b. Pemerataan pendapatan masyarakat
Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan
diseluruh wilayah, sehingga pemerintah mengeluarkan biaya yang besar untuk
pemerataan pendapatan tersebut. Misalnya pengeluaran subsidi transportasi ke
wilayah yang miskin dan terpencil, agar masyarakat di wilayah itu dapat
23
menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh berbeda dengan wilayah yang
lebih maju.
c. Melemahnya nilai tukar
Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan
mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini
disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan
pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara
peminjam tersebut. Misalnya apabila nilai tukar rupiah depresiasi terhadap mata
uang dollar AS, maka pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman yang akan
dibayarkan juga membengkak. Sehingga pembayaran cicilan pokok dan bunga
pinjaman yang diambil dari APBN bertambah, lebih dari apa yang dianggarkan
semula.
d. Pengeluaran akibat krisis ekonomi
Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sedangkan
penerimaan pajak akan menurun akibat menurunnya sector-sektor ekonomi
sebagai dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk
menaikkan daya beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini Negara
terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan
pemberdayaan masyarakat terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu.
e. Realisasi yang menyimpang dari rencana
Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah
direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat
24
mencapaisasaran seperti apa yang direncanakan, maka berarti beberapa kegiatan
proyek atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak mudah, karena
untuk mencapai kinerja pembangunan suatu proyek tidak bisa berdiri sendiri,
tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi, Negara harus
menutup kekurangan agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai dengan
rencana semula.
f. Pengeluran karena inflasi
Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga
yang telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun
anggaran tidak dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan
tahun anggaran standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun.
3. Defisit Anggaran Akibat Subsidi BBM
Anggaran ialah suatu daftar atau pernyataan terperinci tentang penerimaan
dan pengeluaran Negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yang
biasanya dalam satutahun. Dalam anggaran ada dua sisi yaitu sisi penerimaan dan
pengeluaran. Pada sisi penerimaan terdapat sumber penerimaan rutin atau dalam
negeri dan sumber penerimaan pembangunan. Penerimaan rutin terdiri dari
penerimaan pajak langsung, pajak tak langsung dan penerimaan bukan pajak.
Pada sisi pengeluaran, pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, subsidi,
pembayaran bunga dan cicilan utang. Pengeluaran pembangunan diperinci
menjadi pengeluaran program pembangunan dan bantuan proyek
(Suparmoko,2000).
25
Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Dalam
Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003, Pasal 12 ayat 3 dan PP Nomor 23 Tahun
2003 dijelaskan bahwa defisit anggaran pemerintah hanya boleh menyentuh angka
maksimal 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jika pemerintah tidak
melakukan pengendalian terhadap konsumsi BBM bersubsidi, maka diperkirakan
defisit akan meningkat dan apabila melewati angka 3 persen dari PDB artinya
pemerintah telah melanggar Undang- Undang tersebut, sehingga akan
menimbulkan konsekuensi hukum.
Departemen Keuangan (2009), menyampaikan bahwa harga minyak mentah dunia
merupakan faktor utama besaran subsidi BBM. Perubahan harga minyak mentah
ICP (Indonesian Crude oil Price) akan berpengaruh terhadap penerimaan negara,
baik penerimaan sumber daya alam minyak dan Pajak Penghasilan Minyak,
maupun penerimaan negara bukan pajak lainnya.
Minyak mentah (crude oil) merupakan satu jenis minyak terpenting yang diolah
menjadi berbagai produk kilang, akan tetapi beberapa bahan baku minyak lainnya
juga dipakai untuk menghasilkan berbagai produk kilang minyak. Terdapat
berbagai macam produk kilang yang dihasilkan dari minyak mentah, banyak
diantaranya untuk keperluan khusus, misalnya bensin kendaraan bermotor atau
pelumas; yang lainnya dipakai untuk menghasilkan panas, seperti
solar/minyak diesel (gas oil) atau minyak bakar (fuel oil).
Kilang minyak (Refinery Oil) adalah pabrik/fasilitas industri yang mengolah
minyak mentah menjadi produk petroleum yang bisa langsung digunakan maupun
26
produk- produk lain yang menjadi bahan baku bagi industri petrokimia. Produk-
produk utama yang dihasilkan dari kilang minyak antara lain : minyak bensin
(gasoline), minyak disel, minyak tanah (kerosene). Kilang merupakan fasilitas
industri yang sangat kompleks dengan berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas
pendukungnya. Minyak mentah yang baru dipompakan ke luar dari tanah dan
belum diproses umumnya tidak begitu bermanfaat. Agar dapat dimanfaatkan
secara optimal, minyak mentah tersebut harus diproses terlebih dahulu di dalam
kilang minyak.
4. Pembiayaan Defisit Anggaran
a. Sisi Penerimaan
1) Meminjam dari perbankan dalam negeri
Dengan meminjam dari perbankan dalam negeri berarti terjadi penciptaan uang,
sehingga uang yang beredar dalam masyarakat (money supply) meningkat.
Dampak terhadap pertambahnya penawaran uang yang tidak diimbangi dengan
jumlah barang yang diproduksi, akan mengakibatkan kenaikan harga-harga umum
atau inflasi.
2) Menerbitkan obligasi
Di satu pihak penjualan obligasi pemerintah akan menyerap uang masyarakat dan
menambah penerimaan negara. Penyerapan uang dari masyarakat berakibat
mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, yang akibatnya berdampak
pada penurunan harga. Akan tetapi dengan penjualan obligasi kepada masyarakat
27
dapat juga berakibat disamping menambah pemasukan negara, juga mengurangi
tabungan masyarakat yang sebenarnya dapat dipergunakan untuk investasi
masyarakat.
3) Meminjam dari luar negeri
Komponen pembiayaan utang luar negeri terdiri dari penerbitan SBN valas, baik
surat berharga konvensional maupun surat berharga berbasis syariah, dan
penarikan pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri meliputi penarikan pinjaman
program, yaitu pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang dapat dikonversikan
ke rupiah dan digunakan untuk membiayai kegiatan umum atau belanja
pemerintah, dan pinjaman proyek yaitu pinjaman luar negeri yang penggunaannya
sudah melekat pada (earmark) dengan kegiatan tertentu Pemerintah yang
dilaksanakan oleh kementerian negara atau lembaga. Pinjaman proyek selain
digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tertentu pada kementerian
negara/lembaga, juga akan digunakan untuk penerusan pinjaman kepada BUMN
atau Pemerintah Daerah. Pada masing-masing kelompok tersebut diperhitungkan
juga jumlah pembayaran pokok yang jatuh tempo, baik sebagai cicilan bagi
pinjaman luar negeri maupun pelunasan (redemption) bagi SBN di pasar dalam
negeri.
4) Meningkatkan penerimaan pajak
Dengan meningkatkan penerimaan pajak, baik pajak langsung maupun pajak tidak
langsung.
28
5) Mencetak uang
Alternatif ini tidak populer karena pengalaman tahun-tahun sebelumnya,
penambahan anggaran dari mencetak uang berarti akan menambah uang yang
beredar di masyarakat dan itu akan berdampak pada inflasi. Apalagi apabila
pengeluaran masyarakat dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak
produktif atau tidak efisien. Pengeluaran yang tidak efisien ini dapat dilihat dari
empat aspek, yaitu :
a. Kegiatan yang saling bertentangan antara sektor negara dan swasta.
b. Kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan pembangunan.
c. Kegiatan yang dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar daripada
manfaat yang akan diperoleh.
d. Pengeluaran yang bertentangan dengan tujuan makro ekonomi, misalnya
penciptaan kesempatan kerja, penciptaan devisa.
b. Sisi Pengeluaran
1. Mengurangi subsidi, yaitu bantuan yang diambil dari anggaran negara untuk
pengeluaran yang sifatnya membantu konsumen untuk mengatasi tingginya
harga yang tidak terjangkau oleh mereka agar tercipta kestabilan politik dan
sosial lainnya, misalnya subsidi pupuk, subsidi bahan bakar minyak (BBM),
subsidi listrik, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya negara memberikan
subsidi terhadap suatu barang, karena barang itu dianggap harganya terlalu
tinggi dibanding dengan kemampuan daya beli masyarakat. Agar tidak terjadi
29
gejolak di masyarakat, maka negara mengeluarkan dana untuk mensubsidi
barang tersebut. Subsidi itu dilakukan dengan beberapa cara, misalnya :
a. Memberikan subsidi kepada konsumen dengan cara memberikan subsidi
harga barangbarang yang dikonsumsi.
b. Memberikan subsidi kepada produsen, yaitu memberikan subsidi pada
bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Kalau
pengeluaran subsidi itu dikurangi akan berakibat pada kenaikan harga
barang yang diberi subsidi itu.
2. Penghematan pada setiap pengeluaran baik pengeluaran rutin maupun
pembangunan. Penghematan pada pengeluaran rutin dilakukan oleh
departemen teknis, misalnya untuk pengeluaran listrik, telepon, alat tulis,
perjalanan dinas, rapat-rapat, seminar, dan sebagainya tanpa mengurangi
kinerja dari departemen teknis yang bersangkutan.
3. Menseleksi sebagian pengeluaran-pengeluaran pembangunan. Pengeluaran
pembangunan yang berupa proyek-proyek pembangunan diseleksi menurut
prioritasnya, misalnya proyek-proyek yang cepat menghasilkan. Proyek-proyek
yang menyerap biaya besar dan penyelesaiannya dalam jangka waktu yang
lama, sementara ditunda pelaksanaannya.
4. Mengurangi pengeluaran program-program yang tidak produktif dan tidak
efisien. Program-program yang tidak produktif dan tidak efisien adalah
program-program yang tidak mendukung pertumbuhan sektor riil, tidak
mendukung kenaikan penerimaan pajak, dan tidak mendukung kenaikan
30
penerimaan devisa. Pemotongan program-program ini harus dilakukan dengan
hati-hati. Pemotongan pengeluaran tanpa memperbaiki produktivitas program,
berarti akan ada kecenderungan akan menurunnya kualitas dan kuantitas output
(Kunarjo, 2000).
D. Ruang Fiskal
1. Pengertian Ruang Fiskal
Menurut (Heller, 2005) dalam jurnalnya Understanding Fiscal Space
mengemukakan bahwa ruang fiskal merupakan ketersedian ruang yang
memungkinkan pemerintah untuk dapat menyediakan sumber daya tertentu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu tanpa mengancam kesinambungan posisi keuangan
pemerintah. Sementara itu (Schick, 2009) dalam jurnalnya Budgeting for Fiscal
Space, menyatakan bahwa ruang fiskal merujuk pada ketersedian sumber daya
keuangan pemerintah bagi inisiatif kebijakan melalui anggaran dan keputusan
yang terikat dengan anggaran. Sedangkan menurut Karel Jansen dan Choedchai
Khannabha meyatakan bahwa ruang fiskal yaitu total kegiatan pemerintah dan
pembiayaannya. Sehingga fokus pada pendapatan pemerintah dan defisit
pembiayaan.
Kemudian Bank Dunia (2006), menyatakan bahwa ruang gerak fiskal ada ketika
pemerintah dapat meningkatkan anggaran pengeluarannya tanpa menyebabkan
pengaruh buruk terhadap solvabilitas fiskal. Sebagai konsep yang melihat
kedepan, konsep ruang gerak fiskal dapat bermanfaat dalam mengetahui
kemampuan dari APBN dalam mendukung pembangunan nasional.
31
Sedangkan Pemerintah Indonesia, melalui Nota Keuangan dan APBN (2010),
mendefinisikan ruang fiskal atau fiscal space sebagai pengeluaran diskresioner
atau pengeluaran tidak terikat (antara lain pengeluaran negara untuk pembangunan
proyek-proyek infrastruktur) yang dapat dilakukan oleh pemerintah tanpa
menyebabkan terjadinya insolvency fiscal. Dengan demikian ruang fiskal adalah
total pengeluaran dikurangi belanja terikat yaitu, belanja pegawai, pembiayaan
bunga, subsidi dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah.
Berdasarkan Nota Keuangan (2010), ruang fiskal dapat dirumuskan :
Keterangan :
RF : Ruang fiskal
TB : Total belanja pemerintah pusat
Bp : Belanja pegawai
PPBH : Pembayaran Pokok dan Bunga Hutang
S : Subsidi
TD : Transfer daerah
2. Konsep Ruang Fiskal
Konsep ruang fiskal berkaitan dengan kesinambungan fiskal, yaitu berhubungan
dengan kemampuan pemerintah di masa yang akan datang untuk membiayai
program-program yang di ingikan. Kaitan ruang fiskal dengan kesinambungan
fiskal memberi implikasi berikut :
RF = (TB) – (Bp + PPBH + S + TD)
32
a) Untuk memperluas ruang fiskal pemerintah membutuhkan penilaian bahwa
belanja yang lebih tinggi dalam jangka pendek dan belanja tambahan di masa
depan dapat dibiayai dari pendapatan tahun berjalan maupun tahun berikutnya.
b) Kesinambungan jangka menengah dari pengeluaran program-program dapat
menciptakan ruang fiskal.
c) Untuk menjaga kesinambungan fiskal ruang fiskal harus dibuat minimal dalam
jangka waktu menengah terhadap prioritas belanja pemerintah.
Menurut Heller (2005), dalam menciptakan ruang fiskal Pemerintah memiliki
beberapa cara sebagai berikut :
a) Peningkatan pendapatan melalui peningkatan sektor pajak atau penguatan
administrasi perpajakan.
b) Memotong atau menghapus belanja-belanja negara yang tidak prioritas.
c) Pinjaman dalam negeri dan atau pinjaman luar negeri.
d) Pencetakan uang oleh bank sentral untuk dipinjamkan kepada pemerintah.
e) Penerimaan hibah.
3. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Ruang Fiskal
Menurut Schick (2009), besaran ruang fiskal tergantung pada empat variabel
berikut :
a) Pengeluaran Pemerintah
Keputusan pemerintah untuk membelanjakan sejumlah dana pada suatu tahun
anggaran berarti juga keputusan untuk mengalokasikan hal yang sama pada tahun-
tahun berikutnya.
33
Saat suatu pemerintah menggulirkan sebuah program baru itu berarti mendorong
munculnya tekanan politik dan birokrasi untuk melanjutkan atau memperluas
program tersebut pada tahun berikutnya. Hal ini akan mendorong peningkatan
pengeluaran pemerintah yang bersifat wajib. Pengeluaran pengeluaran belanja
wajib ini akan memperkkecil ruang fiskal.
b) Kecendrungan terhadap Pajak
Ketika ruang fiskal yang tersedia tidak cukup untuk membiayai program-program
baru dan komitmen-komitmen pada tahun anggaran sebelumnya, pemerintah akan
menaikan tarif pajak dan memperluas basis perpajakan selama periode ekspansi.
Pada saat ini pemerintah meningkatkan pendapatan perpajakan pada waktu yang
tepat karena para pemilih menginginkan pelayanan dan saat ruang fiskal tidak
memadai karena sudah terkavling menurut pos-posnya.
c) Kecenderungun terhadap Pinjaman
Ruang fiskal dapat ditingkatkan dengan menambahkan pinjaman kepada sumber-
sumber yang dihasilkan oleh pendapatan saat ini. Namun akumulasi hutang publik
harus di pertimbangkan dengan hati-hati karena pemerintah harus membayar
kembali berupa deviden.
d) Kinerja Ekonomi
Faktor terakhir yang mempengaruhi ruang fiskal adalah kinerja ekonomi.
Pertumbuhan yang tinggi memberikan peningkatan pendapatan bagi pemerintah
yang secara umum kenaikannya lebih cepat dari PDB. Sebaliknya saat
34
perekonomian melemah, maka pendapatan pemerintah akan menurun.
Pengeluaran juga berfluktuasi sesuai dengan kondisi perekonomian, meskipun
dengan tingkat yang berbeda. Dengan pendapatan dan pengeluaran yang bergerak
berlawanan anggaran secara otomatis menyesuaikan, yaitu memperbesar ruang
fiskal saat perekonomian baik dan memperkecilnya saat ekonomi memburuk.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kumpulan penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, di mana penelitian ini memiliki keterkaitan
variabel dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
1. Judul Pengaruh Ruang Fiskal Pemerintah Pusat Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi.
Penulis Ahmad Irsan A.Moeis (2012)
Variabel Pertumbuhan ekonomi, Ruang Fiskal, Rasio Modal Tenaga
Kerja, Produktivitas Tenaga Kerja.
Metode Analisi Regresi Linear Berganda
Hasil Produktivitas tenaga kerja (+), Ruang fiskal (+), rasio
modal (+) terhadap PDB Riil.
2. Judul Pengaruh Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak
(BBM), Kenaikan Harga Minyak (ICP) Dan Inflasi
Terhadap PDB Rill.
Penulis Ali Marsum (2014)
Variabel Subsidi Bahan Bakar Minyak, Harga Minyak (ICP), Inflasi
dan PDB.
Metode Regresi Linier Berganda
Hasil Pengurangan Subsidi BBM (+), Kenaikan Harga Minyak
(+), Inflasi (-) Terhadap PDB Riil.
3. Judul Analisis Determinan Keseimbangan Primer sebagai
Indikator Kesinambungan Fiskal Indonesia (Periode 1998-
2014).
Penulis Irma Yunita (2014)
35
Variabel Penerimaan Negara, Pengeluaran Pemerintah, Utang
Pemerintah, Inflasi, nilai tukar, dan harga minyak dunia.
Metode ECM (Error Corection Model) dan OLS (Ordinary Last
Square).
Hasil Dalam jangka pendek variabel penerimaan negara,
pengeluaran pemerintah dan harga minyak dunia
berpengaruh signifikan terhadap keseimbangan primer
sedangkan utang pemerintah, inflasi, dan nilai tukar tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap keseimbangan
primer. Dalam jangka panjang penerimaan negara,
pengeluaran pemerintah, utang pemerintah, inflasi, nilai
tukar dan harga minyak dunia berpengaruh signifikan
terhadap keseimbangan primer.
4. Judul Budgeting For Fiscal Space
Penulis Allen Schick (2009)
Variabel Pengeluaran pemerintah,Pajak, Pinjaman dalam dan luar
negeri dan kinerja ekonomi.
Kesimpulan Artikel ini meninjau faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap penyusutan ruang fiskal, dan mencerminkan
bagaimana penganggaran dapat menyusun kembali ruang
fiskal yang langka.
5. Judul Understanding Fiscal Space
Penulis Peter S. Heller (2005)
Variabel Pendapatan, Belanja negara, pinjaman dalam dan luar
negeri, pencetakan uang, dan penerimaan hibah.
Kesimpulan Makalah ini menekankan bahwa masalah yang timbul dalam
meniptakan ruang fiskal tidak baru, tetapi dihadapkan pada
besarnya belanja pemerintah.
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber
dari Publikasi Badan Pusat Statistik, Data publikasi Departemen Keuangan
Republik Indonesia dan Direktorat Jendral Keuangan yang disusun dalam Buku
Dasar-dasar penyusunan APBN di Indonesia, dan buku-buku pendukung lainnya
yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan
data kurun waktu tahun 2000-2014. Data yang digunakan dan dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah:
1. Ruang Fiskal Indonesia tahun 2001-2014.
2. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
3. Harga minyak mentah Indonesia (ICP).
4. Utang dalam negeri Pemerintah.
Tabel 2. Deskripsi Variabel
Nama Variabel Variabel Satuan Pengukuran Sumber Data
Ruang Fiskal Y Milyar Rp Departemen
Keuangan
Subsidi BBM X1 Milyar Rp Departemen
Keuangan
Harga Minyak Mentah
Indonesia (ICP) X2 US Dollar (per Barrel)
Departemen
Keuangan
Utang Dalam Negeri X3 Milyar Rp Departemen
Keuangan
37
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi opeasinal variabel untuk masing-masing variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ruang Fiskal, merupakan ruang yang memungkinkan pemerintah untuk dapat
menyediakan sumber daya tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu tanpa
mengancam kesinambungan posisi keuangan pemerintah (Nota Keuangan,
2010).
2. Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), adalah pembayaran yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia kepada PERTAMINA dalam situasi dimana pendapatan
yang diperoleh PERTAMINA lebih rendah dibandingkan yang dikeluarkan
untuk menyediakan BBM tersebut (Nugroho, 2005).
3. ICP (Indonesian Crude Oil Price) adalah harga jual minyak mentah dunia di
Indonesia.
4. Utang Dalam Negeri, adalah setiap pinjaman oleh Pemerintahan yang diperoleh
dari pemberi pinjaman dalam negeri yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya (Undang-Undang Nomor
47 Tahun 2009 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2010).
C. Metode Analisis
Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model
ekonometrika, sedangkan metode yang digunakakan adalah metode Error
38
Correction Model (ECM) dalam bentuk logaritma natural (double log) yang
merupakan transformasi dari fungsi produksi Cobb Douglass sebagai berikut :
Y = Akα
L1-α
Bentuk umum fungsi produksi Cobb Douglass adalah :
Y = AX1b1
X2b2
X3b3
Dengan spesifikasi model sebagai berikut :
LnY= Ln 0 + lnX1 + lnX2 + 3 lnX3 + t
Dimana :
Y = Ruang Fiskal
= Intercept/konstanta
3 = Koefisien regresi
X1 = Subsidi BBM
X2 = Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP)
X3 = Utang Dalam Negeri Pemerintah
= error term
Ln = logaritma natutal
D. Prosedur Analisis Data
Adapun langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam analisis data ini
adalah sebagai berikut :
39
1. Uji Stasionaritas (Unit Root Test)
Uji stasioneritas bertujuan untuk mengetahui apakah data stasioner dapat langsung
diestimasi ataukah tidak stasioner karena mengandung unsur trend (Random
Walk) yang dilakukan penanganan tertentu yaitu dengan jalan mendefferencing.
Jika sebagaimana umumnya data tidak stasioner, maka proses defferencing harus
dilakukan beberapa kali sehingga tercapai data yang stasioner.
Berdasarkan Widarjono (2009), suatu data hasil proses random dikatakan
stasioner jika memenuhi tiga kriteria yaitu jika rata-rata dan varian konstan
sepanjang waktu, serta covarian antara dua data runtut waktu hanya tergantung
dari kelambanan antara dua periode waktu tersebut. Metode yang digunakan
untuk menguji masalah stasioner data adalah uji akar-akat unit (unit roots test).
Salah satu uji akar unit adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) yang pertama
kali dikembangkan oleh Dickey-Fuller dan dikenal dengan uji akar unit Dickey-
Fuller (ADF). Data stasioner dapat diketahui atau tidak, dilihat dengan
membandingkan antara nilai statistik DF atau ADF dengan kritisnya. Jika nilai
absolut statistik DF atau ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data
menunjukkan stasioneritas dan jika sebaliknya maka data tidak stasioner.
2. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dapat dinyatakan sebagai uji terhadap hubungan keseimbangan
atau hubungan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti yang
dikehendaki dalam teori ekonometrika (Insukindro, 1999). Pendekatan ini dapat
pula dipandang sebagai uji teori dan merupakan bagian penting dalam perumusan
40
dan pendugaan suatu model dinamis seperti Error Correction Model (ECM). Uji
kointegrasi hanya bisa dilakukan ketika data yang digunakan dalam penelitian
berintegrasi pada derajat yang sama (Widarjono, 2009).
Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi
terkointegrasi stationary atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka terdapat
hubungan yang stabil dalam jangka panjang.dan sebaliknya, jika tidak terdapat
kointegrasi antar variabel maka implikasitidak adanya keterkaitan hubungan
dalam jangka panjang.
Istilah kointegrasi juga sering disebut dengan istilah error. Hal ini karena deviasi
terhadap ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara betahap melalui series
parsial penyesuaian jangka pendek. Ada beberapa macam uji kointegrasi, antara
lain :
a. Uji Kointegrasi Johansen
Uji kointegrasi ini dikembangkan oleh Johansen. Uji Johansen dapat digunakan
untuk beberapa uji vektor. Uji Kointegrasi ini mendasarkan diri pada
cointegration system equations. Uji ini tdak menuntut adanya sebaran data
normal. Untuk uji kointegrasi Johansen digunakan hipotesis berikut :
H0 = Tidak terdapat kointegrasi
Ha = Terdapat kointegrasi
Kriteria pengujiannya adalah :
- H0 ditolak dan Ha diterima, jika nilai trace statistic > nilai kritis trace
- H0 diterima dan Ha ditolak, jika nilai trace statistic < nilai kritis trace
41
b. Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG)
Uji kointegrasi Engel-Granger (EG) berhubungan dengan uji akar unit yang
dikembangkan oleh Dickey-Fuller melalui uji DF atau ADF. Untuk melakukan
uji kointegrasi dengan EG, maka kita harus melakukan regresi persamaan dan
kemudian mendapatkan residualnya, kemudian, residual ini kita uji menggunakan
DF maupun ADF. Dari hasil estimasi nilai statistik Df dan ADF kemudian
dibandingkan dengan nilai kritisnya. Nilai statistik DF dan ADF diperoleh dari
koefisien βt. Jika nilai stastistiknya lebih besar dari nilai kritisnya, maka variabel-
variabel yang diambil saling berkointegrasi atau mempunyai hubungan jangka
panjang begitupun sebaliknya.
3. Model Koreksi Kesalahan Error Correction Model (ECM)
Error Correction Model (ECM) merupakan model ekonometrika dinamis.
Kemampuan ECM yang meliputi lebih banyak peubah untuk menganalisis
fenomena ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang dan menguji
kekonsistenan model empirik dengan teori ekonometrika. Selain itu ECM juga
bermanfaat dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan peubah time
series yang tidak stasioner (non stationary) dan regresi lancung (spurious
regression) (Insukindro, 1997).
a. Error Correction Model Engle Granger
Model umum Error Correction Model Engle Granger adalah sebagai berikut :
42
Nilai perbedaan ECt disebut sebagai kesalah ketidak seimbangan (disequilibrium
error). Koefisien adalah konstanta dan adalah koefisien jangka pendek
sedangkan β1 adalah koefisien jangka panjang. Koefisen koreksi
ketidakseimbangan dalam bentuk nilai absolut menjelaskan seberapa cepat
waktu diperlukan untuk mendapatkan nilai keseimbangan (Widarjono, 2009).
b. Error Correction Model Domowitz El-badawi
Setelah model ECM Engle-Granger muncul, banyak model ECM telah
dikembangkan oleh para ahli ekonometrika, salah satunya adalah model dari
Domowitz dan Elbadawi. Model ECM yang dikembangkan oleh Domowitz dan
Elbadawi didasarkan pada kenyataan bahwa perekonomian berada dalam kondisi
ketidakseimbangan. Menurut model ini, model koreksi kesalahan valid jika tanda
koefisien koreksi kesalahan bertanda positif dan secara statistik signifikan. Nilai
koefisien koreksi kesalahan ini besarnya adalah 0 < g3 < 1.
Model Umum Error Correction Model Domowitz El-badawi sebagai berikut :
∆Yt = + ∆X1t + ∆X2t-1 + 3 (Xt-1 – Y t-1) + t
Atau dapat ditulis menjadi :
∆Yt = + ∆X1t + ∆X2t-1 + 3 ECt-1 + t
Model koreksi kesalahan Domowitz El-badawi dalam bentuk logaritma natural
(Double Log) penelitian ini adalah :
43
∆LnRFt = + ∆LnSBBMt + ∆LnICPt + 3 ∆LnUDNt + LnSBBMt-1
+ 5 LnICPt-1 + 6 LnUDNt-1 + 7 ECt
Dimana :
LnRFt = Logaritma natural Ruang Fiskal
LnSBBM = Logaritma natural Subsidi Bahan Bakar Minyak
LnICP = Logaritma natural Harga minyak mentah Indonesia
LnUDN = Logaritma natural Utang dalam Negeri Pemerintah
= Intercept/konstanta
3 = Koefisien
ECt = Error Corection Term
Model koreksi kesalahan jangka pendek Domowitz El-badawi dalam bentuk
logaritma natural (Double Log) penelitian ini adalah :
∆LnRFt = + ∆LnSBBMt + ∆LnICPt + 3 ∆LnUDNt
Sedangkan Model koreksi kesalahan jangka panjang Domowitz El-badawi dalam
bentuk logaritma natural (Double Log) penelitian ini adalah :
LnRFt = + LnSBBMt-1 + LnICPt-1 + 6 LnUDNt-1
Besaran koofesien regresi jangka panjang dicari dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Konstanta (c) = / 7
Ln (SBBM) = + 7/ 7
Ln (ICP) = 5 + 7/ 7
Ln (UDN) = 6 + 7/ 7
44
E. Uji Hipotesis
1. Uji t-statistik
Pengujian koefisien secara parsial atau individual (uji t), yaitu untuk mengetahui
apakah variabel bebas secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel terikat. Variabel bebas berpengaruh tidak nyata apabila nilai
koefisienya sama dengan nol, sedangkan variabel bebas akan berpengaruh nyata
apabila nilai koefisiennya tidak sama dengan nol. Tahapan pengujian hipotesis
adalah sebagai berikut :
Hipotesis positif, maka :
H0 : β1 ≤ 0
H1 : β1 > 0
Jika hipotesis negatif, maka :
H0 : β1 ≥ 0
H1 : β1 < 0
Selanjutnya nilai t-hitung dibandingkan nilai t-tabel dengan keputusan :
1. Jika nilai t-hitung ≥ t-tabel , maka H0 ditolak. Artinya variabel independen ke-i
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
2. Jika nilai t-hitung < t-tabel maka H0 diterima. Artinya variabel independen ke-i
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
45
2. Uji F statistik
Untuk mengetahui peranan variabel bebas secara keseluruhan dilakukan dengan
uji F. Kesimpulan uji F dapat diperoleh dengan membandingkan antara F statistik
dengan F tabel pada tingkat tertentu dan derajat bebas tertentu (gujarati, 1997).
Pengujian dilakukan dengan hipotesis :
= 0, maka variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi
variabel terikat.
≠ 0, maka variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel
terikat.
Kriteria pengujiannya :
( ) diterima jika , artinya, variabel bebas berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat.
( ) ditolak jika , artinya, variabel bebas tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal:
1. Berdasarkan hasil uji F-statistik diperoleh hasil bahwa secara bersama-sama
subsidi BBM, harga minyak mentah Indonesia dan hutang dalam negeri
pemerintah berpengaruh dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal.
2. Dalam jangka pendek dan jangka panjang subsidi BBM tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perubahan ruang fiskal dan hasil ini tidak didukung
dengan hipotesis yang diajukan.
3. Dalam jangka pendek dan jangka panjang harga minyak mentah Indonesia
(ICP) berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal, dan
didukung dengan hipotesis yang diajukan.
4. Dalam jangka pendek dan jangka panjang hutang dalam negeri pemerintah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal, dan
didukung dengan hipotesis yang diajukan.
58
B. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa subsidi BBM tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perubahan ruang fiskal sehingga kebijakan subsidi BBM
dapat terus dilanjutkan, namun kebijakan subsidi harus memperhatikan kondisi
keuangan negara. Sehingga negara tidak mengalami defisit anggaran yang
berlebihan.
2. Berdasarkan hasil penelitian bahwa harga minyak mentah Indonesia
berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan ruang fiskal Indonesia.
Untuk itu pemerintah dapat meningkatkan produksi minyak mentah dengan
cara membuka sumur minyak baru.
3. Berdasarkan hasil penelitian bahwa utang dalam negeri berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perubahan ruang fiskal. Untuk itu pemerintah sebagai
pemangku kebijakan dapat mengefektifkan utang dalam negeri sebagai sumber
pembiayaan dan memanfaatkannya untuk membiayai program-program
pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu Anggito, Megantara Andie. Pemikiran Konsep dan Implementasi
Kebijakan Fiskal. Kompas.
Admaja Surya. 2008. Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia : Perkembangan
dan Dampaknya. Jurnal Akutansi dan Keuangan, Vol.2, 83-94.
Afdi Muhammad. 2012. Dampak Fluktuasi Harga Minyak Dunia Terhadap
Perekonomian Indonesia. Badan Kebijakan Fiskal. Jakarta
Aprianti, Kusdarwati dkk. Penggunaan Error Correction Model Engle-Granger
dan Domowitz El-Badawi pada data analisis deret waktu non stasioner.
Jurnal sains dan matematika. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya
Basri dan Sabri. 2003. Keuangan Negara dan Analisis Kebijakan Utang Luar
Negeri. Rajawali. Jakarta
Listitanto Eko. 2008. Kenaikan Harga Minyak Dunia : Penyebab dan dampaknya
terhadap subsidi energi di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Politik, Vol.9
Heller S, Petter. 2005. Understanding Fiscal Space. IMF Policy Discussion Paper.
Hidayat, imam. 2010. Analisis Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Eceran dan
Industri terhadap Indeks Harga Konsumen di Indonesia. FE, Univesrsitas
Indonesia. Jakarta
Moeis Irsan A. Ahmad. 2012. Tesis : Pengaruh Besaran Ruang Fiskal
Pemerintah Pusat Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode
1984-2010. Jakarta. 103 hlm.
M suparmoko, 1996. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. BPFE UGM.
Yogyakarta
Pemerintah Indonesia. 2003. UU No 17/2003 . Keunagan Negara.
Purnomo Herry. 2013. Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di Indonesia.
Jakarta.
Rahayu Sri Ani. 2010. Pengantar kebijakan Fiskal. Jakarta. Bumi Aksara.
Shick, Allen.2009. Budgeting For Fiscal Space. OECD.
Suryani Trisani, Tarmudji Tarsis. 2012. Pajak Di Indonesia. Yogyakarta. Graha
Ilmu.
Suharyadi, Purwanto. 2011. Statistika : Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern,
Edisi 2, Buku 2. Salemba Empat. Jakarta. Halaman 207-238.
Umar Husein . 2001. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. PT.Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Wayan. I. 2011. Kebijakan Fiskal dan Moneter Teori dan Empirikal. Kencana.
Jakarta.
Widarjono Agus. 2013. Ekonometrika : Pengantar dan Aplikasi, Edisi kempat.
UPP STIM YKPN. Yogyakarta
Referensi Website :
http://www.anggaran.depkeu.go.id, Realisasi APBN Tahun 2000, diakses 3
febuari 2015.
http://www.bps.go.id/pdb.php, Produk Domestik Bruto Menurut Jenis
Pengeluaran 2000-2012, diakses 3 feb 2015.
http://www.bps.go.id/pdb.php, Realisasi Pengeluaran Negara (Milyar Rupiah)
2007-2014, diakses 3 feb 2015.
http://www.bps.go.id/pdb.php, Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah)
2007-2014, diakses 3 feb 2015.
http:// www.digilib.unila.ac.id, diakses 13 maret 2015.