Post on 28-Mar-2023
transcript
NEGERI PEREMPUANKadek Sonia Piscayanti
Sebuah negeri telah dikutuk. Tak ada siapapun yang
bisa merubah kutukan itu selama berabad-abad. Seluruh
manusia di negeri itu percaya, tak ada hukum selain empat
pasal yang telah tercipta entah sejak kapan. Begini bunyi
pasal-pasal itu. Pasal satu: laki-laki selalu benar.
Pasal dua: perempuan harus melakukan perintah laki-laki.
Pasal tiga: pembangkang aturan akan dihukum mati tanpa
pembelaan. Pasal empat: bila laki-laki melakukan
kesalahan, peraturan kembali ke pasal satu. Begitu banyak
hal yang tak boleh dilakukan perempuan. Menaiki sepeda,
adalah sebuah cita-cita yang nyaris mustahil bisa
diwujudkan oleh seorang perempuan. Demikianlah negeri itu
beranjak dari waktu ke waktu tanpa sebuah perubahan
berarti. Hingga tibalah pada suatu masa ketika seorang
pelacur, untuk pertama kalinya, berani menendang seorang
laki-laki. Sungguh, perempuan-perempuan lain menjadi
terinspirasi oleh keberanian pelacur itu. Bibit-bibit
perlawananpun nampak. Apalagi kemudian Sang Pelacur, oleh
karena sebuah penghinaan, membunuh laki-laki. Pelacur itu
bukan tak tahu kalau hukuman mati tak terhindarkan
darinya. Memang, tak terhindarkan. Namun, di belakangnya,
perempuan-perempuan mulai merencanakan sebuah siasat
1
besar yang kelak membangun babak penting dalam sejarah
hidup mereka.
PelakuPELACUR : pemimpin pemberontakan perempuan
PEREMPUAN 1 : anggota pemberontakan perempuan
PEREMPUAN 2 : anggota pemberontakan perempuan
PEREMPUAN 3 : anggota pemberontakan perempuan
PEREMPUAN 4 : anggota pemberontakan perempuan
PEREMPUAN 5 : anggota pemberontakan perempuan
PEREMPUAN TUA : anggota pemberontakan perempuan
LAKI-LAKI 1 : pemimpin pemberontakan laki-laki
LAKI-LAKI 2 : anggota pemberontakan laki-laki
LAKI-LAKI 3 : anggota pemberontakan laki-laki
LAKI-LAKI 4 : anggota pemberontakan laki-laki
LAKI-LAKI 5 : anggota pemberontakan laki-laki
RAJA : penguasa negeri laki-laki
RATU : penguasa negeri perempuan
SUAMI : penindas istri
ISTRI : korban suami
PEREMPUAN BERGUNJING 1 : perempuan yang bergunjing
PEREMPUAN BERGUNJING 2 : perempuan yang bergunjing
PEREMPUAN BERGUNJING 3 : perempuan yang bergunjing
PEREMPUAN BERGUNJING 4 : perempuan yang bergunjing
PEREMPUAN BERGUNJING 5 : perempuan yang bergunjing
2
PETUGAS ISTANA : petugas istana yang menyiarkan
warta atau titah dari raja
PRAJURIT: petugas istana yang bersenjata
PEREMPUAN MUDA : perempuan yang ingin belajar
bermain gitar
BAPA : bapak PEREMPUAN MUDA
PEMBAWA SURAT 1 : pembawa surat
PEMBAWA SURAT 2 : pembawa surat
SATU
Pasar. Pagi hari. Cahaya matahari subuh. Orang ramai tapi seakan tak
bernyawa. Tak ada musik. Sunyi. Di pasar hanya perempuan. Beberapa
pedagang tampak gelisah merapikan sayur-sayurnya. Para pembeli keluar
masuk dengan langkah-langkah lemah, tampak mereka letih luar biasa. Tak
ada laki-laki. Semua perempuan murung. Seperti tak berdaya. Diam. Tak
3
saling menyapa dan tak saling berkeluh kesah seakan mengerti penderitaan
satu sama lain. Mereka bicara, tapi tak ada suara. Tangan bergerak, bibir
bergerak, kaki bergerak, badan bergerak, tapi tetap tak ada suara. Gerakan
mereka amat gontai, tak ada semangat. Begitu mencekam. Tiba-tiba
terdengar jeritan perempuan dari balik panggung. Masuk ke panggung
seorang laki-laki. Ia menyeret seorang perempuan muda. Perempuan muda
itu sungguh tak berdaya ketika si suami memukulinya bertubi-tubi dari
ujung rambut hingga ujung kepala. Rambutnya dijambak hingga tercerabut
nyaris setengah. Mukanya ditinju hingga lebam, tangannya dipelintir dan
kakinya ditendang. Beberapa detik setelahnya, kepalanya dibentur-
benturkan ke lantai. Si perempuan menyembah-nyembah agar si lelaki
menghentikan perbuatannya, tetapi si lelaki malah makin beringas.
Perempuan-perempuan di pasar mengerubuti mereka, berusaha
menyelamatkan perempuan itu, tapi aneh, mereka semua menundukkan
kepala dan memejamkan matanya, beberapa di antara mereka menitikkan
air mata. Tak lama kemudian muncul beberapa laki-laki lain dari balik
panggung juga, mulai mengerubuti, tak menolong, tapi ikut menyiksa
perempuan-perempuan itu. Perempuan-perempuan malang itu lalu diseret
ke luar panggung. Jeritan memanggil “Ibu…Ibu…” sayup-sayup terdengar.
Tawa laki-laki dan jerit perempuan itu makin lama makin lemah lalu hilang.
Saat lampu hampir padam, setitik kecil cahaya menyorot sosok seorang
perempuan di sudut kiri panggung. Ia tertatih-tatih berusaha mengendarai
sepeda.
4
01. ISTRI
(sesekali menengok ke belakang dengan waswas, lalu menuntun sepeda dan
mencoba menaikinya) Ah, tumben aku berhasil menyentuh benda
ini. Sudah limabelas tahun lebih aku cuma mengelapnya,
memandikannya, mengolesinya dengan minyak, sambil
berharap suatu waktu bisa menaikinya dan mengayuhnya
sampai jauh. Dan hari ini mimpiku terkabul. Aku ingin
jalan-jalan dengan mengayuh sepeda ini. (Mencoba
menuntunnya, tapi ia jatuh). Waduh, menuntun saja aku tak bisa,
apalagi menaikinya? (Sesaat kemudian ia bangun lagi, jatuh lagi dan
begitu seterusnya). Gawat, keburu ketahuan suamiku nanti!
02. SUAMI
(mengendap-endap dari belakang). He-eh! Mau kemana nih? Bawa-
bawa sepeda lagi. Masuk, cepat masuk! (merebut sepeda)
03. ISTRI
(gemetar dan gugup sambil berusaha menyembunyikan sepedanya, tapi tak
bisa) Eee, sudah pulang? Tiang nggak denger dan nggak sadar
kalau Beli sudah pulang.
04. SUAMI
We, Luh, masukkan sepeda itu, cepat!
5
05. ISTRI
Beli, tulung, tiang ingin bisa naik sepeda sekali saja dalam
hidup tiange.
06. SUAMI
Masukkan! Cepat! Kau tak dengar?
07. ISTRI
Beli, tiang sudah bisa menuntunnya. Tinggal menaiki saja,
mohon berikan kesempatan kepada tiang, Beli! Kapan lagi
tiang belajar kalau tidak sekarang? Kalau bisa naik
sepeda kan, tiang tak susah payah lagi jalan kemana-mana?
08. SUAMI
Wih, Aku kan sudah bilang kamu tinggal di rumah saja.
Tugasmu cuma mengelap dan mengolesinya dengan minyak biar
mengkilap. Sepeda ini untukku bukan untukmu! (tertawa, sinis).
Di jumah dogen urusang paone! Kamu ini cuma anak luh! Jangan
banyak tingkah, da lebihan gaya. Kalau kau macam-macam, bisa
dihukum nanti. Itu menentang aturan namanya. Yang boleh
dilakukan perempuan hanyalah melaksanakan apa yang
diperintahkan laki-laki. Pasal-pasal sudah jelas kok!
6
Pasal satu: laki-laki selalu benar. Kalau aku bilang kamu
nggak boleh naik sepeda, itulah yang benar. Tidak bisa
ditawar-tawar lagi!
09. ISTRI
Beli, dari dulu tiang ingin naik sepeda. Tak lebih dari
itu, kalau yang lain bolehlah Beli larang, tapi ini jangan,
beli, tolong! Tiang ingin naik sepeda. Tiang ingin melintasi
perbukitan itu dengan kayuhan kakiku ini.
10. SUAMI
Nggak boleh. Kalau kamu terus memaksa, berarti kamu
membantah laki-laki. Kamu melanggar pasal dua yang
bunyinya: perempuan harus melakukan perintah laki-laki.
Lagipula, kan ada aku? Kalau mau pergi ya aku yang
memboncengmu! Kau tinggal naik, duduk, pegang erat
pinggangku, itu saja. Lengeh! Kau kan tenang-tenang di
belakang. Aku yang mengayuhnya, aku yang keringetan, kamu
tinggal diem.
11. ISTRI
Tidak. Tiang tidak mau di belakang terus-terusan. Sekali-
sekali tiang pingin di depan.
12. SUAMI
7
Ya, kalau mau duduk di depan, duduk saja di depan. Itu
lebih bagus. Sambil mengayuh sepeda aku bisa menciummu
terus-terusan.
13. ISTRI
Tapi kan tetap Beli yang pegang stangnya? Meski tiang ada di
depan, tiang tetap merasa di belakang. tiang ingin tiang yang
pegang stang. Tiang ingin tiang yang pegang kendali. Tiang
ingin menentukan arah. Mau ke kanan, kiri, mau lewat
jalan berlubang, jalan becek, jalan lurus, berliku, mau
nabrak pagar, tiang yang tentukan! Tiang yang memutuskan!
14. SUAMI
Bengkung! Aku sudah bilang tidak. Tidak ya tidak. Kamu mau
melecehkan pasal-pasal itu? Kau mau mengubahnya seenak
perutmu? Itu hukum satu-satunya di negeri ini. Konstitusi
tertinggi yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Kau paham?
Kalau kamu membangkang, kamu kena pasal tiga yang
bunyinya: pembangkang aturan akan dihukum mati tanpa
pembelaan. Tanpa pembelaan, Luh! Langsung ditembak!
Ngerti? Masih bengkung juga?
15. ISTRI
8
Bagaimana kalau tiang bisa buktikan kalau tiang memang
benar, kalau perempuan memang boleh naik sepeda? Itu kan
hak asasi manusia.
16. SUAMI
Puih! Dueg! Siapa yang ngajarin kau ngomong begitu?
17. ISTRI
Bisa naik sepeda nggak boleh, bisa ngomong juga nggak
boleh. Sebenarnya tiang boleh ngapain saja ha?
18. SUAMI
Yang harus kau laksanakan adalah melakukan perintah laki-
laki. Letakkan sepeda itu!
19. ISTRI
Nggak. Beli salah. Beli melanggar hak asasi manusia!
20. SUAMI
Bengkung! Tak ada hak asasi manusia di negeri ini. Yang ada
hanya pasal-pasal. Dan, kamu jangan lancang menyebutku
salah, karena laki-laki tak pernah salah. Kalaupun ia
salah, ada pasal empat yang berbunyi: bila laki-laki
9
melakukan kesalahan, peraturan kembali ke pasal satu.
Laki-laki selalu benar.
(Istri bengong. Laki-laki merampas sepeda, masuk ke dalam)
21. ISTRI
Beli…Beli! (mengejar)
ISTRI dan SUAMI masuk. Sunyi. Lampu meredup. Panggung sunyi beberapa
saat. Kemudian muncul lagi ISTRI, mengendap-endap menuntun sepeda,
tertatih-tatih dan sesekali terjatuh. Perlahan-lahan ia masuk lagi. Lampu
meredup. Muncul perempuan muda membawa gitar.
22. PEREMPUAN MUDA
(tergopoh-gopoh masuk panggung). Ini namanya gitar, kata Bapa
tiange. Bapa tiange bisa memainkannya. Tiang juga bisa kalau
dikasi kesempatan! Dengar ya! (Ia memetik senar-senar gitar itu
dengan lancar, lalu mulai menyanyi. Lagunya sedih dan memilukan). Tiang
bisa! Tiang bisa! Ratu betara, terimakasih, akhirnya bisa
juga tiang bermain gitar. (menitikkan air mata)
23. BAPA
(masuk ke panggung sambil mengacungkan arit ke arah PEREMPUAN
MUDA). Luh, kenken-kenkenan ne? Berani sekali kau menyentuh
barang kesayangan Bapa! Eh, kau lihat ini? Ini arit, dan
10
aku tak akan takut menyabitkannya ke lehermu, kalau kau
tak mau meletakkan alat musik itu.
24. PEREMPUAN MUDA
Bapa, Iluh sedang belajar! Untuk apa Iluh punya bakat kalau
tidak disalurkan! Dengar, Iluh bisa menyanyi dan memetik
gitar ini dengan merdu. Bapa mau mendengar?
25. BAPA
Tusing! Bapa sing demen! Pokoknya, kamu jangan main-main lagi
dengan alat itu! Alat musik itu untuk anak muani! Anak luh
tidak boleh main gitar. Ia tidak boleh, tak pernah boleh.
Sudah kodratnya tidak boleh bermain musik. Anak luh
kerjanya di paon, nyakan, ngerti Luh?
26. PEREMPUAN MUDA
Bapa, tolong, sekali ini saja (berlutut dan mencium kaki Bapa)
tiang harus bisa main gitar! Tiang ingin menghibur diri
sendiri dengan gitar ini. Tiang sudah bosan mendengar
saja, padahal tiang bisa main sendiri. Apa salahnya kita
melakukan apa yang kita ingin lakukan?
27. BAPA
Bengkung! Karena kau anak luh. Anak luh tidak boleh berbuat di
luar kehendak laki-laki. Itu peraturannya. Kehendak dan
11
perkataan laki-laki selalu benar. Itu pasal pertama dalam
hukum kita. Itu hukum tertinggi, melebihi hukum lain yang
ada di dunia ini! Sedangkan perempuan, ia tak boleh
menentukan nasibnya sendiri karena ia memang dilahirkan
bukan untuk menentukan, tapi menjalankan ketentuan.
Paham, Luh?(menggores tangan anaknya dengan arit sehingga gitar itu
lepas dari tangannya, lalu ia segera berlalu sambil membawa gitar itu
masuk)
DUA
PELACUR duduk di atas level sambil menghisap rokok. Di sekitarnya
berserakan surat-surat.
28. PELACUR
Makin lama makin banyak saja surat-surat yang berdatangan
ke kamarku. Aku tak pernah tahu mengapa mereka
mengirimkannya padaku. Apa mereka pikir aku bisa merubah
nasib mereka? Ah, susah.
29. PEMBAWA SURAT
Ada surat!
30. PELACUR
12
Dari siapa? Perempuan lagi?
31. PEMBAWA SURAT 1
Ya, sepertinya nama perempuan.
32. PELACUR
Ah, perempuan lagi. Mana, sini! (menyambar surat itu, membuka
surat lalu membacanya sejenak).
(Pembawa surat hendak pergi, tapi dicegah oleh PELACUR).
33. PELACUR
Eh, jangan pergi dulu. Kamu duduk disini, dengar, dengar!
Ini keluhan perempuan! Aku mau baca. Dengar ya…
34. PEMBAWA SURAT 1
Aduh, besok saja ya! Aku tak ada waktu sekarang. Kau
lihat sendiri kan, surat yang harus kuantar sangat
banyak. Hari keburu siang nanti.
35. PELACUR
13
Sudah, tunggu disini dulu. Ini lebih penting ketimbang
urusan membawa surat itu! Kau harus dengar, ini keluhan
perempuan.
36. PEMBAWA SURAT 1
Ah, ya sudahlah. Asalkan, nanti malam… (Senyum-senyum penuh
arti sambil memandangi tubuh pleacur yang molek itu. Sesekali ia menelan
ludah dan mencolek dagu PELACUR dengan gemas).
37. PELACUR
(Menepis colekan di dagunya dengan kasar dan memilin tangan PEMBAWA
SURAT sampai ia kesakitan). Jangan macam-macamlah. Sebaiknya kau
diam dan simak. Aku baca. Kau dengar ya, Kepada
Pemimpinku, ah sejak kapan aku menjadi pemimpin? Aku
ingin naik sepeda sekali saja dalam seumur hidupku.
Setiap hari aku cuma mengelap, mengolesinya dengan
minyak, sambil bermimpi akan menaikinya. Tapi suamiku
malah beralasan, kalau pergi sendiri aku akan diganggu
laki-laki, diperkosa, dirampok, diculik atau terperosok
ke jurang. Dipikirnya aku bisa dibodohi dengan alasan
kekanakan itu. (sebelum melanjutkan, ia menoleh kepada PEMBAWA
SURAT I yang ternyata terkantuk-kantuk) Hei, bangun! Aku belum
selesai! Keinginanku naik sepeda tak pernah surut.
Kemarin aku ketahuan suamiku menuntun sepeda, dan ia
mengancamku dengan berkata perempuan tak boleh naik
14
sepeda. Toh kerjanya di dapur dan mengurus anak-anak.
Bisakah kau menolongku? Aku cuma ingin naik sepeda!
Tolonglah aku menghadapi suamiku…
(belum selesai ia membaca, datang lagi PEMBAWA SURAT 2)
38. PELACUR
Pembawa surat juga? (menghampiri PEMBAWA SURAT 2) Dari
siapa? (membuka surat lalu membaca) Ha? Perempuan lagi? Aku
dipukuli suamiku di pasar. Ia menjambak rambutku,
membentur-benturkan kepalaku ke lantai, memilin tanganku,
menendang perutku. Aku tak bisa menolong diriku sendiri.
Hatiku makin perih melihat perempuan-perempuan di pasar
mencoba menolong namun akhirnya harus bernasib sama
denganku. Aku menangis. Aku pun tak tahu apa aku
menangisi nasibku atau nasib perempuan-perempuan yang tak
berdaya menyelamatkanku! Tolonglah aku. Aku ingin
bercerai, tapi tak ada hukum perceraian di negeri ini.
Apa kau bisa mencarikan aku jalan lain? Kalian dengar?
Ini keluhan perempuan. Dan, ini semua tidak main-main.
Ini masalah hidup dan kehidupan. Hidup perempuan terancam
dan kehidupan kalian juga. Surat-surat ini… Mana lagi?
Ada lagi yang lain? Coba kau periksa lagi!
39. PEMBAWA SURAT 2
15
Tak ada surat lagi. Tapi ini daun yang berisi tulisan,
mungkin maksudnya surat. Tadi ditipkan padaku. Perempuan
itu membawa gitar.
40. PELACUR
(membaca daun itu dan mulai menangis). Keterlaluan. Mereka tak
bisa berbuat apa-apa!
41. PEMBAWA SURAT 1
Sudah selesai? (Mengusap matanya sambil menguap) Ah, hampir
bermimpi aku tadi. Kau tahu mimpiku soal apa? Aku mimpi
menidurimu (berusaha memeluk PELACUR, tapi ditolak), ah…Ingin
rasanya tidur terus biar aku merasakan hangatnya
berlindung di bawah tetekmu!
42. PELACUR
Hei! Jaga mulutmu! (mendelik)
43. PEMBAWA SURAT 2
Ah, pura-pura saja marah, padahal…. Eh, aku juga mau
dong! Nanti malam ya, sungguh penat hari ini. Aku ingin
tidur denganmu.
16
44. PELACUR
Aku tak mau tidur dengan kalian. Pergi! Pergi!
45. PEMBAWA SURAT 1
Mau mengusir kami? (tertawa terbahak-bahak)
46. PEMBAWA SURAT 2
Kamu lupa pada pasal-pasal di negeri ini? Laki-laki
selalu benar. Mereka yang menolak laki-laki akan dijatuhi
hukuman mati tanpa pembelaan! Jadi, buat apa kau bunuh
diri? Lebih baik turuti saja kemauan kami.
47. PEMBAWA SURAT 1
Betul. Dan…(mendekati PELACUR) aku sungguh tak tahan harus
menunggu sampai nanti malam. Aku ingin sekarang.
Bagaimana kalau bertiga? Aku ingin menghisapmu sampai
habis.
48. PEMBAWA SURAT 2
Ini…(memperlihatkan uang segepok). Aku tergiur dengan dadamu
yang montok itu. Berilah aku kesempatan untuk meremas dan
melumatnya, cukup kan duit ini? Semuanya bisa kau
dapatkan (menganjurkan duit itu di muka PELACUR) Asal kau mau
memberikan pelayananmu yang paling dahsyat! (tertawa)
17
49. PELACUR
Minggat! Minggat!
(PEMBAWA SURAT 1 dan PEMBAWA SURAT 2 tak peduli. Mereka memperkosa
PELACUR dengan kasar. Namun tiba-tiba, kedua laki-laki itu berteriak. Darah
memancur dari perutnya. PELACUR membacoknya sampai mereka tewas.
Mayat-mayat itu disingkirkannya ke tempat yang agak gelap, lalu ia
merapikan pakaian dan mengelap tangannya yang penuh darah. Saat
itulah, masuk seorang perempuan tua tergopoh-gopoh membawa bakul.
Wajahnya ketakutan.)
50. PEREMPUAN TUA
Aku membawa surat! (menoleh-noleh ke belakang)
51. PELACUR
Dari perempuan?
52. PEREMPUAN TUA
Ya, dari perempuan. Sebakul surat ini semuanya datang
dari perempuan. Semuanya! Aku telah dikirim untuk
menyampaikannya padamu. Eh, tapi, tapi memang benar kau
si pelacur yang disebut-sebut orang itu?
18
53. PELACUR
Mana aku tahu? Begitu banyak pelacur yang ada di negeri
ini. Pergilah, kau mungkin salah alamat. Aku sedang sibuk
sekali (menyeret mayat-mayat yang berlumuran darah itu ke belakang
panggung).
54. PEREMPUAN TUA
Dewa Ratu Bhatara! Apa yang terjadi di sini? Kau… kau
membunuh mereka? Mereka, mereka adalah laki-laki! Dewa
Ratu, kau mau menyembunyikan mayat itu dimana? Laki-laki
akan membunuhmu tanpa ampun kalau mengetahuinya. Aduh,
kau mau bunuh diri? Kau tak sayang pada hidupmu?
55. PELACUR
Kau diamlah. Jangan cerewet. Bikin ruwet saja. Pergi!
56. PEREMPUAN TUA
Ya sudah, aku pergi saja. Nanti malah aku dikira ikut
membunuh. (Beranjak pergi)
57. PELACUR
19
Cerdas. Pergilah cepat sebelum mereka menemukanmu dan
ikut menghukummu juga. (Menyeret mayat-mayat itu ke belakang
panggung)
58. PEREMPUAN TUA
(Berbalik dan mendekati PELACUR) Tidak salah lagi. Ya, kaulah
pelacur yang diimpikan oleh seluruh perempuan di negeri
ini. Kau pelacur pemberani itu. Maafkan aku. Kami
memujamu sebagai dewi penolong, ketika suatu saat tersiar
kabar bahwa kau berani menendang laki-laki. Keajaiban itu
tersiar ke seluruh negeri, sampai ke kampungku. Kaulah
pelacur dambaan kami. Kami berharap besar padamu.
Tolonglah kami dari penindasan ini. Kumohon. Dan, sebakul
surat ini adalah bukti bahwa kami merindukanmu sebagai
seorang pemimpin. Keberanianmu menendang laki-laki begitu
mengagumkan. Kami bergairah, seolah-olah kami mungkin
menendang suami kami juga, walau kami tahu kami takkan
bisa melakukannya. Kami terlalu sayang pada hidup kami.
59. PELACUR
Malam ini aku telah membunuh laki-laki. Dua, malah. Besok
tunggu saja beritanya. (menyalakan rokok dan menghirupnya
dalam-dalam). Oya, kau bilang apa tadi? Menolong kalian
dari penindasan ini? Kalau itu artinya aku harus menolak
20
mereka, tak mungkin. Aku butuh laki-laki. Aku hidup dari
laki-laki. Kalau aku memerangi mereka, habis hidupku.
60. PEREMPUAN TUA
Tak mungkin bagaimana? Kau telah membunuh laki-laki, dulu
itu sangat tak mungkin. Tapi sekarang jadi mungkin. Kami
memerlukan pemimpin.
61. PELACUR
Kalau begitu, bunuh saja suamimu. Kau akan menjadi
pemimpin pujaan perempuan.
62. PEREMPUAN TUA
Jadi, kau bersikeras tak mau menolong kami? Terserahlah.
Aku pergi saja. Selamat berpisah!
63. PELACUR
Tunggu!
64. PEREMPUAN TUA
Jika kau berubah pikiran, bergeraklah cepat. Lakukan
sesuatu untuk menyelamatkan kami. Atau kami takkan pernah
bisa lolos dari siksaan ini, selamanya.
(Lampu padam)
21
TIGA
(Orang berkerumun. Di lantai tergeletak dua mayat laki-laki dengan luka
lebar bekas tusukan di perutnya).
65. LAKI-LAKI 1
Pasti pembunuhnya bukan laki-laki!
66. LAKI-LAKI 2
Maksudmu, perempuan yang membunuhnya?
67. LAKI-LAKI 1
Ya, perempuan!
68. LAKI-LAKI 2
Perempuan?
69. PEREMPUAN 1
Tidak mungkin perempuan. Kami tidak mungkin…
70. PEREMPUAN 2
Tidak mungkin, kami tak pernah berani melawan laki-laki.
Kami masih ingat pasal-pasal raja. Kami menaati junjungan
22
kami, Ida Anake Agung. Kalian salah sangka menuduh kami.
Laki-lakilah yang membunuhnya.
71. LAKI-LAKI 1
Tidak. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
72. PEREMPUAN 1
Mungkin saja ada yang dendam pada kedua laki-laki ini dan
ia melampiaskan dendam itu dengan membunuh mereka.
Tentunya ia laki-laki juga, tak mungkin perempuan.
73. PEREMPUAN TUA
Tak ada yang tak mungkin. Perempuan sangat mungkin
membunuh laki-laki. Itu sangat mudah.
74. LAKI-LAKI 2
Jadi kaulah yang membunuhnya?
75. LAKI-LAKI 1
Ya, pasti perempuan ini!
76. PEREMPUAN 2
23
Tidak, ia kan sudah tua? Tak mungkin.
77. LAKI-LAKI 2
Ah, sudah, tak salah lagi. Pasti dia!
78. PEREMPUAN 1
Jangan!
Laki-laki menyeret PEREMPUAN TUA dengan kasar. Perempuan-perempuan
menariknya.
79. PEREMPUAN TUA
Hentikan! Jangan siksa aku! Pelacur itu yang membunuh
mereka. Mereka meremehkan sang pelacur. Mungkin kedua
laki-laki ini ingin membayarnya dengan harga murah.
Padahal, tahu sendiri kan, mana ada pelacur yang mau
dibayar murah. Apalagi sekelas pelacur primadona di
negeri ini. Berapa sih pembawa surat punya uang? Mana
mungkin ia bisa membayar? Ini bisa dianggap penghinaan
kepada sang pelacur! Ya, mereka langsung dibunuh saja.
Lagipula, mereka toh tak berguna.
Orang-orang tersentak. Beberapa laki-laki saling berpandangan sesaat dan
keluar mencari PELACUR. Perempuan-perempuan yang berkerumun itu
24
memandang PEREMPUAN TUA dengan pandangan menghakimi. Mereka
menjauhi PEREMPUAN TUA. Mereka berbisik-bisik di pojok yang jauh, sambil
memandang PEREMPUAN TUA, sementara PEREMPUAN TUA tetap tenang-
tenang saja. Sesaat kemudian masuk beberapa laki-laki menyeret PELACUR.
80. LAKI-LAKI 1
Kau menghina laki-laki. Kau pelacur menjijikkan!
(menghempaskan PELACUR)..
81. PELACUR
Apa kau tak menjijikkan? Hidupmu sungguh tak berarti
karena kau meremehkan perempuan.
82. LAKI-LAKI 2
Eh, kasar benar mulutmu! Sekarang cepat mengaku, kau yang
membunuh dua laki-laki ini? (ketika tak ada jawaban untuk
beberapa saat, mereka memaksa lagi). Ayo, mengaku saja. Perempuan
tua ini yang mengatakannya. Benar kan kau yang
membunuhnya?
PELACUR menoleh PEREMPUAN TUA lalu mengangguk pasti.
83. LAKI-LAKI 3
25
Tak usah diragukan lagi, dia memang mesin pembunuh. Dasar
pelacur tak punya hati! Ayo kita lapor ke istana! Oya,
bagaimana dengan mayat-mayat ini?
84. LAKI-LAKI 4
Ya disingkirkan saja, ayo tunggu apalagi?
Orang-orang menyeret kedua mayat itu dan sebagian menarik PELACUR
keluar panggung. Beberapa perempuan berkumpul.
85. PEREMPUAN 1
Itukah pelacur yang kita idam-idamkan? Dia benar-benar
perkasa. Aku ingin mengenalnya. Kupikir dialah yang
paling pantas menjadi pemimpin kita. Kita harus
membelanya! Kalau tidak, kita tak akan pernah sempat
memperbaiki nasib kita. Di saat kita perlu pemimpin,
datang perempuan tua ini dengan mulut berbisanya. Ah,
kenapa tak tutup mulut saja?
86. PEREMPUAN 2
Ya, dasar tua bangka! Pemimpin mutlak kita perlukan.
Tanpa pemimpin kita tak tahu harus berbuat apa. Pelacur
itu sangat mempesona. Aku suka keberaniannya. Tapi kita
26
tak mungkin memiliki keberanian seperti dia. Bagaimana
caranya?
87. PEREMPUAN 3
Ya, kita kehilangan dia saat kita baru saja menemukannya.
Dia pasti dihukum mati. Kita akan kehilangan dia untuk
selama-lamanya. Perempuan tua tak berguna! Apa kau pikir
bisa menjadi pemimpin kami? Cis, kami tak mau! Mulutmu
berbisa! Ah, tak mungkin kita berharap lebih banyak lagi.
Apalagi berharap nasib kita akan berubah, tak mungkin!
88. PEREMPUAN 1
He, sudah. Jangan saling menyalahkan. Cepat rencanakan
sesuatu!
89. PEREMPUAN 3
Kita racun satu-satu, bagaimana?
90. PEREMPUAN 4
(terkejut) Meracun satu-satu? Puih (meludah) Berapa lama kita
akan bekerja? Itu tidak hemat waktu dan beresiko tinggi.
Ah, sebaiknya… raja saja yang kita bunuh? Selama ini
dialah orang yang paling bertanggung jawab atas nasib
kita yang teraniaya seperti ini. Bagaimana?
27
91. PEREMPUAN 1
Bukan. Dia bukan orang yang tepat. Dia hanya orang bodoh
yang dimahkotai. Selama ini dia kan cuma menjalankan
bualan menteri-menterinya itu. Padahal, dia sendiri tidak
tahu bahwa semua menteri itu tinggal menunggu waktu yang
tepat untuk mengambil alih kekuasaan. Bodoh betul.
Menurutku, sebaiknya, kita singkirkan menteri-menteri
itu, lalu kita bereskan raja.
92. PEREMPUAN 4
Membereskan menteri-menteri? Menteri saja lebih dari
puluhan jumlahnya. Lagipula tak mudah membunuh puluhan
laki-laki itu dengan kekuatan kita sendiri yang cuma
berlima ini saja. Kalau pun harus melibatkan perempuan-
perempuan lain, terlalu besar resikonya. Kita bisa
dibantai duluan. Lagipula, apa ada yang berhasrat melawan
jika tahu harus berhadapan kematian. Akupun tak yakin
dengan diriku.
Dengan takut-takut, PEREMPUAN TUA angkat bicara.
93. PEREMPUAN TUA
Boleh aku mengajukan usul?
(Perempuan-perempuan itu saling berpandangan sejenak. Mula-mula
mereka tampak keberatan, tapi akhirnya mereka mulai mendengarkan).
28
Bagaimana kalau kita mogok kerja, mogok bicara, mogok
melakukan apa saja? Dengan begitu, laki-laki akan
bertambah marah dan menghukum kita semua. Tapi kita akan
mati, itu konsekuensi yang paling buruk. Bagaimana?
94. PEREMPUAN 4
Apa tak ada cara lain?
95. PEREMPUAN TUA
Kau gentar? Inilah satu-satunya cara kita melawan. Besok,
pelacur itu akan dihukum. Pasti dihukum karena tak ada
pembelaan bagi dia. Tak ada cara lain untuk menolong dia
selain mogok.
96. PEREMPUAN 5
Kita bunuh diri?
97. PEREMPUAN TUA
Belum tentu kita mati. Tapi baiknya kita mencoba saja,
daripada kita tak melakukan apa-apa. Besok pagi aksi
mogok akan kita mulai. Cepat kabarkan kepada seluruh
perempuan di negeri ini.
Lampu padam
29
EMPAT
Cahaya subuh. Suasana pasar lengang. Ada empat laki-laki yang berdiskusi
tentang anehnya hari itu. Mereka tak mendengar suara perempuan. Tak
seorangpun menampakkan batang hidungnya. Laki-laki itu merasa sangat
aneh.
98. LAKI-LAKI I
Eh, sepi gati, o? Beneh ne umah ragane? Pih, adi sepi? Aku merasa
asing! Tak terdengar suara perempuan. Pasar ini, kenapa
menjadi suwung gedamblung kene? Aku hampir-hampir tak
percaya. Ini benar-benar keajaiban! Apa aku bermimpi?
Atau, ada kekuatan gaib yang menyapu habis semua
perempuan itu?
99. LAKI-LAKI II
Ah masa tak ada sama sekali? Sing mungkin. Ngae-ngae dogen.
Kau pasti main-main. Coba periksa lebih teliti lagi.
30
100. LAKI-LAKI I
Lihat saja sampai ke balik tikungan itu, apa ada
kelebatan betis perempuan?
101. LAKI-LAKI II
Benar, serius. Tak ada perempuan. Baunya pun tak ada!
Biasanya di sini aku bertemu dengan gadis muda penjual
jamu. Dia berjualan di sini. Tak mungkin aku lupa. Apa
dia sakit?
102. LAKI-LAKI III
Sakit? Sungguh tak masuk akal jika semua perempuan sakit
bersamaan. Kemarin tak terlihat ada apa-apa.
103. LAKI-LAKI I
Pasti ada yang tak beres dengan sesuatu. Atau, kita masih
belum benar-benar terjaga? Ini pasti mimpi. Tapi, jika
benar ini adalah sebuah mimpi, aku berani bertaruh bahwa
ini bukanlah mimpi yang baik. Ini mimpi buruk. Tak
mungkin sesiang ini perempuan-perempuan bodoh itu tak
keluar. Mereka bisa dihukum! Oh, ngeri sekali aku
membayangkannya. Sesuatu yang besar dan mengerikan akan
terjadi disini! Aku bersumpah, bau darah telah mendekat.
31
Mungkin besok, darah itu telah menggenang di tempat
berpijak kita ini!
104. LAKI-LAKI II
Ya, ini aneh, sangat aneh dan tak mungkin terjadi. Kita
bahkan tak mencium aroma perempuan. Apa yang mereka
lakukan? Mereka sesungguhnya bertaruh dengan nyawa
masing-masing.
105. LAKI-LAKI III
Jika raja tahu, perempuan akan hancur! Mereka bunuh diri
secara massal. Darimana datangnya kekuatan untuk berani
melawan? Padahal aku yakin sekali negeri ini telah
dikutuk untuk terus memperbudak perempuan. Perempuan
memang ditakdirkan untuk jadi budak di negeri ini.
Demikian kutukan itu kudengar dari kakekku dulu. Kutukan
itu tak kenal batas. Ia akan terus berjalan begitu. Tak
seorang dewapun bisa mengubahnya. Apalagi sekedar
perempuan-perempuan bodoh yang dimiliki negeri ini!
Jangankan keberanian melawan, menantang pandangan laki-
laki saja mereka takkan mampu. Negeri ini sudah dikutuk!
Perempuan akan jadi budak, selamanya. Titik!
106. LAKI-LAKI II
32
Benar! Tak bisa diragukan lagi. Kutukan adalah sesuatu
yang tak terbantahkan. Mereka bukanlah dewa yang bisa
menghancurkan kutukan itu dalam sekejap. Aku yakin ini
cuma mimpi buruk saja. Dan sebentar lagi perempuan itu
akan sadar dari lamunannya. Mengalahkan laki-laki hanya
berada dalam lamunan mereka saja kan! (tertawa)
107. LAKI-LAKI III
Ih, tapi bagaimana kalau ini benar-benar terjadi? Kutukan
berbalik mengarah pada kita? Aku cemas, keadaan berubah…
108. LAKI-LAKI I
Tak mungkin! Tak akan berani mereka menggulingkan raja.
Sebelum masuk istana, mereka kena garap prajurit istana.
O, malangnya. Mau berjuang kok malah, diperkosa, (tertawa)
Mana mungkin mereka berani. Aku jamin itu.
109. LAKI-LAKI II
Ya, takkan mudah menghapus trauma berabad-abad ini.
Perempuan tak punya kekuatan lagi. Mereka telah
kehilangan roh pemberontak. Mereka telah berevolusi
menjadi manusia-manusia patung. Menyedihkan sekali.
Manusia tapi patung. Patung tapi manusia. Ah ya,
begitulah kondisi mereka.
33
Tiba-tiba dari balik panggung muncul suara keributan, lama-lama kecil
kemudian membesar dan memenuhi seluruh ruangan. Suara yang tak nyata
itu menjadi nyata, ketika mereka mulai memasuki panggung satu persatu.
Suami-suami marah luar biasa karena ini untuk pertama kalinya selama
berabad-abad, perempuan menolak mereka. Lampu menyala merah. Para
suami makin beringas. Ada yang menyeret istrinya, mencambukinya,
menarik-narik rambutnya, ada juga yang berusaha menelanjangi istrinya di
depan umum. Tapi tak terdengar lengkingan mengaduh dari suara
perempuan di balik gaduhnya suasana itu. Semuanya suara laki-laki. Anak-
anak mulai menangis dan meraung-raung menyesali kejadian itu.
110. LAKI-LAKI 1
(naik ke level yang lebih tinggi, bicara pada dirinya sendiri dengan suara
lantang).
Beginilah jadinya kalau menjadi pembangkang! Pura-pura
saja berani mati, tapi menangis juga. Kalian takkan bisa
menghancurkan kutukan dewa. Sudah kubilang negeri ini
dikutuk! Kalian membangkang juga.
111. LAKI-LAKI 2
Hajar terusss!!! Yak, lebih keras lagi (melompat-lompat).
Yak, teruss, biar tahu rasa! Jangan besar kepala bisa
menentang kami, bodoh! Babi tak berguna, sudah dipelihara
masih ada maunya. Sikat, yakk, begitu, bagus!!
34
112. LAKI-LAKI 3
Mampus sekalian! Haiiiiiii laki-laki perkasa, semuanya,
sebelum lupa, ayo kita perkosa para perawan kita. Hari
ini hari istimewa. Hari penolakan perempuan. Bila mereka
menolak kita, langsung kita perkosa saat ini juga! (tertawa
sambil jingkrak-jingkrak kegirangan) Bukankah ideku ini sangat
brilian?
113. SEMUA LAKI-LAKI
Huraaaiiiiiiii!!!
Laki-laki itu buyar dan mencari perempuan di luar panggung. Mereka
mendapatkan perempuan dan berusaha memperkosanya bergiliran dari
tangan satu laki-laki ke laki-laki lain. Pakaian mereka dicabik-cabik dengan
beringas. Perempuan-perempuan itu menitikkan air mata dan meronta-
ronta tapi tak ada yang bersuara. Kejadian itu berlangsung beberapa detik.
Di tengah-tengah keributan itu muncul laki-laki kurus ceking bertampang
ganjil. Alisnya tak sama panjang, mulutnya panjang, dan mulutnya turun
seperti ditarik. Ia adalah PETUGAS ISTANA. Ia membawa alat musik pukul
yang mengeluarkan suara nyaring. Ketika ia datang, semua diam. Mereka
menampakkan wajah gugup. Semua berlutut dan meletakkan tangan di atas
kepala masing-masing. PETUGAS ISTANA tampak angkuh dengan
pakaiannya yang berkilauan. Ia terus memukul-mukul alat yang
dipegangnya itu. Sampai semua hening, ia bersuara lantang.
35
114. PETUGAS ISTANA
Dengar! Ini titah, tabik pekulun, Ida Anake Agung. Hari ini
seorang pelacur akan menjalani hukuman mati. Sayangnya,
hal bodoh yang dilakukannya diikuti dengan aksi mogok
seluruh perempuan di negeri ini. Sesuai peraturan,
perempuan yang membangkang pada aturan akan dihukum mati
tanpa pembelaan. Semua perempuan, kecuali anak-anak akan
menjalani hukuman sesuai dengan peraturan yang ada. Aku
bacakan lagi peraturan yang sudah kita kenal dan
laksanakan selama berabad-abad. Pasal satu: laki-laki
selalu benar. Pasal dua: perempuan harus melakukan
perintah laki-laki. Pasal tiga: pembangkang aturan akan
dihukum mati tanpa pembelaan. Pasal empat: bila laki-laki
melakukan kesalahan, peraturan kembali ke pasal satu.
Hari ini Ida Anake Agung telah melihat langsung bahwa telah
terjadi kekeliruan terhadap pelaksanaan aturan-aturan
yang selama ini kita pegang. Ida telah mencium adanya
pergerakan untuk menggulingkan kekuasaan beliau. Hari ini
pula, untuk pertama kali selama sejarah, perempuan
melakukan aksi mogok kerja. Hal ini merupakan dosa besar
yang tak dapat dimaafkan. Seperti peraturan yang aku
bacakan tadi, semua pembangkang aturan harus dihukum
mati. (Ia menghela nafas sejenak). Dan kali ini, mau tak mau,
laki-laki harus kehilangan perempuan-perempuannya. Mereka
36
harus menjalani hukum tembak, dua jam lagi dari sekarang.
Ya, pukul sebelas, semua sudah berkumpul. Sejak detik
ini, seluruh pelosok negeri akan dijaga ketat oleh ribuan
prajurit. Jangan berharap kalian bisa meloloskan diri.
Tak seujung rambut kalianpun akan bisa lolos dari
kepungan kami. Puaskanlah kalian bercinta, mumpung masih
tersisa dua jam lagi. Semua akan berakhir di alun-alun.
Demikianlah perintah Ida Anake Agung! Silakan bersenang-
senang sebagai yang penghabisan. Tak ada kesempatan lain
lagi. (ia tertawa dan pergi sambil memukul-mukul alat musik yang
dipegangnya, lama-kelamaan suara itu hilang).
LIMA
Alun-alun dipenuhi perempuan yang akan dijatuhi hukuman. Panggung
tampak sesak oleh wajah-wajah perempuan yang letih dan pasrah. Petugas
tembak tampak di sisi kanan panggung siap dengan senjata pembunuh.
PELACUR berdiri di depan tiang gantungan. Para perempuan berdiri di
bawah, menanti hukuman. Ida Ratu Agung, berdiri jumawa di tengah-tengah
panggung, di atas level yang paling tinggi. Suasana begitu mencekam.
Terdengar jerit tangis anak-anak meratapi ibu mereka. Perempuan-
perempuan itu bergeming. Mereka tak menangis, mata mereka mantap
menatap moncong senapan.
37
115. RAJA
Habisi mereka semua!
Ajaib. Tak terdengar bunyi tembakan. Prajurit itu tak mampu melakukannya.
Mereka membuang senjata mereka, dan malah menghambur memeluk para
perempuan itu.Raja-termangu-mangu.
116. PRAJURIT 1
Ibuuuuuuuuuuu….
117. PRAJURIT 2
Kekasihhhhhhhhhhhhh….
118. PRAJURIT 3
Anakkuuuuuuuu….
119. PRAJURIT 4
Nenek……..
120. PRAJURIT 5
Istrikuuuuu……….
121. RAJA
Hentikan kekonyolan ini. Prajurit, sejak kapan kalian
membantahku? Kalian tak tahu akibatnya?
38
122. PRAJURIT 1
Nunas ampura banget Ratu Anake Agung. Kami tak bisa
melakukannya. Kami insaf. Kami cinta mereka. Mereka anak-
anak kami, istri kami, dan ibu kami. Sungguh kami tak
bisa.
123. RAJA
Persetannnnnnn! Sejak kapan kalian menjadi syahdu dan sok
mencintai mereka! Tak usah bersandiwara di depanku. Aku
harus membunuh mereka yang melanggar aturan. Ini
perintahku! Apa kalian mau mati juga?
124. PRAJURIT 1
Nunas lugra Ratu Anake Agung, lebih baik demikian. Kami dibunuh
satu keluarga saja. Agar tak ada kenangan yang tersisa.
125. RAJA
(merebut salah satu senjata yang dipegang prajurit). Baiklah kalau
kalian mau itu. Aku tak akan memaksa. Demi tegaknya
hukum, aku akan melakukannya sendiri. Nah, tutuplah mata
kalian sekarang dan untuk selamanya. (mengarahkan moncong
senapan, siap-siap menarik pelatuk). Habis kalian semua….
39
Senjata meletus. Tetapi letusan itu tak datang dari senjata raja. Letusan itu
berasal dari senjata seorang perempuan yang berpakaian hitam dan
penutup kepala hitam. Raja roboh bersimbah darah. Pembunuh raja muncul
ke atas panggung dan membuka penutup kepalanya. Ternyata ia adalah
PEREMPUAN TUA. Dengan kasar ia membalikkan tubuh raja dengan kakinya,
dan mengambil mahkotanya.
126. PEREMPUAN TUA
Nah, kutukan sudah berakhir!
127. SEMUA PEREMPUAN
Hidup perempuan! Hidup perempuan! Hidup perempuan!
128. PEREMPUAN TUA
Kutukan ini telah berbalik. Atas nama negeri ini, aku
akan mempersembahkan mahkota ini kepada seorang pelacur
yang telah memberi kami inspirasi tentang sebuah
keberanian untuk melawan.
129. SEMUA PEREMPUAN
Hidup perempuan! Hidup perempuan! Hidup perempuan!
130. PELACUR
Kunamai negeri ini negeri perempuan. Kumpul-kumpul sini,
cepatt!
40
Proklamasi atau apa namanya? The Declare of Independence?
Oke, apalah namanya. Proklamasi
Kami atas nama bangsa perempuan menyatakan dengan ini
menyatakan kemerdekaan perempuan, hal-hal yang berkaitan
dengan pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan
diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Aku merubah kata laki-laki dalam
pasal peraturan itu menjadi perempuan. Ini berarti; Pasal
satu: perempuan selalu benar. Pasal dua: laki-laki harus
melakukan perintah perempuan. Pasal tiga: pembangkang
aturan akan dihukum mati tanpa pembelaan. Pasal empat:
bila perempuan melakukan kesalahan, peraturan kembali ke
pasal satu.
131. SEMUA PEREMPUAN
Hidup perempuan! Hidup perempuan! Hidup perempuan!
Perempuan berlari-larian membawa panji-panji kemenangan. Panggung
hiruk pikuk dengan tarian dan minuman.
132. PELACUR
Nah kita tak akan menunggu besok lagi untuk menerapkan
aturan-aturan ini. Mulailah dengan menyingkirkan bangkai
41
ini, dan membersihkan istanaku yang baru. Para perempuan,
mari kita berpesta!
(Tari-tarian berlangsung di tengah panggung, makin lama makin cepat,
nakin cepat, makin cepat. Pada titik tertentu, tarian makin pelan. Lampu
padam perlahan.)
ENAM
Pasar. Pagi hari. Cahaya matahari subuh. Orang ramai tapi seakan tak
bernyawa. Tak ada musik. Sunyi. Di pasar hanya laki-laki. Beberapa
pedagang tampak gelisah merapikan sayur-sayurnya. Para pembeli keluar
masuk dengan langkah-langkah lemah, tampak mereka letih luar biasa. Tak
ada perempuan. Semua laki-laki murung. Seperti tak berdaya. Diam. Tak
saling menyapa dan tak saling berkeluh kesah seakan mengerti penderitaan
satu sama lain. Mereka bicara, tapi tak ada suara. Tangan bergerak, bibir
bergerak, kaki bergerak, badan bergerak, tapi tetap tak ada suara. Gerakan
mereka amat gontai, tak ada semangat. Begitu mencekam.
Tiba-tiba terdengar jeritan seoramg laki-laki dari balik panggung. Masuk ke
panggung dua orang perempuan. Mereka menyeret seorang laki-laki dan
mencabik-cabik bajunya. Si lelaki menyembah-nyembah agar perempuan itu
menghentikan perbuatannya, tetapi si perempuan malah makin beringas. Si
laki-laki ditelanjangi di tengah pasar.
133. PEREMPUAN 1
42
Tahu rasa kau sekarang? Masih bermimpi bisa memperkosa
kami seenak udelmu? Pasal-pasal telah berganti. Tak
ingatkah kau raja sudah tewas di tangan ratu kami?
Cobalah lagi untuk memperkosa, kau akan dibunuh dengan
cara yang paling menyakitkan dan paling memalukan. Sampai
kau menyesal pernah dilahirkan sebagai manusia.
134. PEREMPUAN 2
Dulu, kami memang tak berkuasa atas hidup kami. Diperkosa
atau dibunuh sekalian, kami tak berdaya. Jadi
bersyukurlah, kami tak memperkosa atau membunuhmu. Dan
pikirlah seribu kali sebelum melakukan kejahatan di
negeri kami ini, negeri perempuan. Terutama terhadap kaum
perempuan! (tertawa)
Perempuan-perempuan itu meludahinya lalu meninggalkannya. Laki-laki di
pasar menundukkan kepalanya, beberapa menitikkan air mata. Tampak
beberapa perempuan lain muncul dari balik panggung juga, mulai
mengerubuti, tak menolong, tapi ikut meludahi tubuh si laki-laki. Ia lalu
diseret ke luar panggung. Terdengar tawa perempuan yang tak selesai-
selesai. Lampu meredup. Tiba-tiba dari balik panggung muncul seorang laki-
laki tertatih-tatih menuntun sepeda.
135. SUAMI
43
(sesekali menengok ke belakang dengan waswas, lalu menuntun sepeda dan
mencoba menaikinya) Ah, tumben aku menyentuh benda ini.
Sudah limabelas tahun lebih aku tidak menyentuhnya. Aku
sangat merindukan bisa jalan-jalan dengan sepeda seperti
dulu lagi. Dan hari ini mimpiku terkabul. Aku ingin
jalan-jalan dengan sepeda ini. (Mencoba menuntunnya, tapi ia
jatuh). Waduh, aku sudah lupa bagaimana cara menaikinya.
Sudah lama sekali. Menuntun saja aku tak bisa, apalagi
menaikinya? (Sesaat kemudian ia bangun lagi, jatuh lagi dan begitu
seterusnya). Gawat, keburu ketahuan istriku nanti!
136. ISTRI
(mengendap-endap dari belakang). He-eh! Mau kemana nih? Bawa-
bawa sepeda lagi. Masuk, cepat masuk! (merebut sepeda)
137. SUAMI
(gemetar dan gugup sambil berusaha menyembunyikan sepedanya, tapi tak
bisa) Yee, Iluh, sudah pulang? Tiang nggak denger Iluh pulang.
138. ISTRI
Eh, Beli, masukkan sepeda itu, cepat!
139. SUAMI
Iluh, tulung, tiang ingin bisa naik sepeda sekali saja dalam
hidup tiange.
44
140. ISTRI
Masukkan! Cepat! Kau tak dengar?
141. SUAMI
Iluh, tiang sudah bisa menuntunnya. Tinggal menaiki saja,
mohon berikan kesempatan kepada tiang, Luh! Kalau bisa naik
sepeda kan, tiang bisa mengantar Iluh jalan-jalan? Seperti
dulu, Luh. Kau masih ingat?
142. ISTRI
Wih, Beli, mau kemana? Jalan-jalan? Aku kan sudah bilang,
Beli tinggal di rumah saja. Tugas Beli cuma mengelap dan
memberinya minyak biar mengkilap. Sepeda ini untukku
bukan untukmu! (tertawa, sinis). Apa kamu lupa, pasal satu di
negeri ini berbunyi: perempuan selalu benar. Kalau aku
bilang tidak boleh, itulah yang benar. Beli jangan
menentang!
143. SUAMI
Iluh, dari dulu tiang rindu sekali naik sepeda lagi. Tak
lebih dari itu, kalau yang lain bolehlah Iluh larang, tapi
ini jangan, Luh, tolong! Tiang ingin naik sepeda. Tiang
ingin melintasi perbukitan itu dengan kayuhan kakiku ini.
45
144. SUAMI
Bengkung, itu berarti kamu melanggar pasal satu! Dan
ingat, ada pasal dua yang berbunyi: laki-laki harus
melakukan perintah perempuan. Lagipula, kalau mau pergi
ya aku yang memboncengmu! Lengeh! Kau kan tenang-tenang
aja di belakang. Aku yang mengayuhnya, aku yang
keringetan, kamu tinggal diem.
145. SUAMI
Tidak. Tiang tidak mau di belakang terus-terusan. Sekali-
sekali tiang pingin di depan.
146. ISTRI
Ya, kalau mau duduk di depan, duduk saja di depan. Itu
lebih bagus. Sambil mengayuh sepeda aku bisa menciummu
terus-terusan.
147. SUAMI
Tapi kan tetap Iluh yang pegang stangnya? Tiang tetap merasa
di belakang. Tiang ingin tiang yang pegang stang. Tiang
ingin tiang yang pegang kendali. Tiang ingin menentukan
arah. Mau ke kanan, kiri, mau lewat jalan berlubang,
jalan becek, jalan lurus, berliku, mau nabrak pagar, tiang
yang tentukan! Tiang yang memutuskan!
46
148. ISTRI
Bengkung! Ini artinya Beli melanggar pasal-pasal di negeri
ini. Pasal-pasal ini hukum paling tinggi, konstitusi yang
tak ada duanya di negeri ini. Kalau Beli tetap
membangkang, Beli kena pasal tiga, pembangkang aturang
akan dijatuhi hukuman mati tanpa pembelaan, Beli! Sudahlah,
semuanya tak mungkin bagi laki-laki. Laki-laki tak boleh
keluar tanpa ijin perempuan. Kau bisa ditangkap di
perbatasan. Pengawal istana akan menangkapmu. Atau, kau
bisa dirampok, bisa diculik, atau yang paling parah, kau
bisa terperosok ke jurang. Tak ada yang menemukanmu.
Beberapa hari kemudian baru aku temukan kau dalam keadaan
sudah menjadi bangkai.
149. SUAMI
Alasan. Kau mencari-cari alasan hanya untuk menyudutkan
laki-laki. Pasal-pasal, bahaya-bahaya dan sebagainya cuma
lelucon untuk menakut-nakuti anak kecil. Jangankan
bersepeda, ke kamar mandi saja berbahaya kalau tak hati-
hati Iluh bisa terpeleset lalu mati. Sama kan? Itu semua
kan cuma alasan Iluh? Katakan saja terus terang Iluh tak
ingin tiang berbuat seperti kemauan tiange!
150. ISTRI
47
Puih! Dueg! Siapa ngajarin kau ngomong begitu?
151. SUAMI
Bisa naik sepeda nggak boleh, bisa ngomong juga nggak
boleh. Sebenarnya aku boleh ngapain saja ha?
152. ISTRI
Melaksanakan perintahku. Itulah. Jelas kan?
153. SUAMI
Nggak bisa. Aku tetap harus bisa naik sepeda. Kumohon,
katakanlah bahwa Iluh mengijinkanku, katakanlah, agar itu
menjadi kebenaran.
154. ISTRI
Bengkung! Ne katagih ha? (ISTRI merampas sepedanya dan masuk ke
dalam).
155. SUAMI
Iluh…Iluh… (mengejar)
ISTRI dan SUAMI masuk. Sunyi. Lampu meredup. Panggung sunyi beberapa
saat. Kemudian muncul lagi ISTRI, mengendap-endap menuntun sepeda,
48
tertatih-tatih dan sesekali terjatuh. Perlahan-lahan ia masuk lagi. Lampu
meredup. Muncul BAPA memainkan gitar.
156. BAPA
(menoleh-noleh ke belakang dengan rasa takut ). Ini gitar Bapa.
Sudah sepuluh tahun Bapa tak dikasi kesempatan
memainkannya. Sejak negeri ini berubah menjadi negeri
perempuan, Bapa cuma menjadi penonton Iluh bermain gitar.
Ah, rindunya memainkan gitar ini lagi. Jari-jariku sudah
kaku semua. Kunci-kuncipun aku hampir lupa. Tapi tak
apalah, akan kucoba. Dengar ya! (Ia memetik senar-senar gitar itu
dengan ragu-ragu, makin lama makin lancar lalu mulai menyanyi. Lagunya
sedih dan memilukan). Tiang bisa! Tiang bisa! Ratu betara,
terimakasih, akhirnya bisa juga tiang bermain gitar lagi.
(menitikkan air mata)
157. PEREMPUAN MUDA
Bapa, kenken-kenkenan ne? Berani sekali Bapa menyentuh barang
kesayangan Iluh tanpa ijin! Letakkan Bapa, cepat! Tiang
tidak ingin berbuat kasar kepada Bapa, asal Bapa mau
menyerahkan gitar itu kepada tiang! Ini perintah tiang, Pa.
Tiang tidak main-main.
158. BAPA
49
Iluh, Bapa rindu sekali masa-masa ketika Bapa menjadi
penyanyi dulu! Untuk apa Bapa punya gitar, kalau tidak
dimainkan! Dengar, Bapa sudah mulai mengingat kunci-
kuncinya. Bapa bisa memainkan gitar ini dengan merdu. Iluh
mau mendengar?
159. PEREMPUAN MUDA
Tusing! Iluh sing nyak! Pokoknya, Bapa jangan main-main lagi
dengan alat itu! Alat musik itu milik Iluh! Memang dulu
milik Bapa, duluuuuu sekali. Tapi Bapa jangan bermimpi
bisa memainkannya di luar ijin tiang.
160. BAPA
Iluh, tolong, sekali ini saja. Tiang rindu bermain gitar!
Tiang ingin menghibur diri sendiri dengan gitar ini. Tiang
sudah bosan mendengar saja, padahal tiang bisa main
sendiri. Apa salahnya kita melakukan apa yang kita ingin
lakukan?
161. PEREMPUAN MUDA
Bengkung! Karena Bapa laki-laki. Itu artinya, Bapa tidak
boleh berbuat di luar kehendak perempuan. Itu
peraturannya. Kalaupun ada yang harus disalahkan, Bapa
tanya saja pada diri sendiri. Masih ingat pada hukum
50
Karmaphala? Sekarang perempuan yang menentukan semuanya.
Malang bagi laki-laki. Ia tak boleh menentukan nasibnya
sendiri karena ia memang dilahirkan bukan untuk
menentukan, tapi menjalankan ketentuan. Paham, Bapa?
Lampu padam. Saat lampu menyala, di panggung ada lima orang laki-laki
yang bercakap-cakap.
162. LAKI-LAKI 1
Kita tak ubahnya seorang budak di negeri ini.
163. LAKI-LAKI 2
Aku juga merasakannya. Bagaimana mungkin kita bisa hidup
seperti ini? Ini bukan hidup, ini penjara! Sedikit saja
melawan, nyawa taruhannya. Salah membuatkan kopi saja,
kepala jadi sasaran. Ini penindasan!
164. LAKI-LAKI 4
Makanya jangan cengeng! Sedikit-sedikit menangis,
sedikit-sedikit takut, sedikit-sedikit menyerah, sedikit-
sedikit …
165. LAKI-LAKI 1
51
….Putus asa, sedikit-sedikit minta perlindungan, sedikit-
sedikit minta maaf, ah! Bosan! Ganti suasana sekali-
sekali, kita yang perintah mereka!
Hening sejenak. Lalu, tiba-tiba kelima laki-laki tersebut tertawa keras-keras
hampir berbarengan. Saat tawa mereka mereda, laki-laki keempat ikut
angkat bicara.
166. LAKI-LAKI 5
Setelah itu kita akan mati konyol? Enak betul mereka.
Kita belum sempat melakukan apapun!
Hening lagi. Lantas, laki-laki ke lima, yang sedari tadi hanya mendengar dan
manggut-manggut, akhirnya ikut dalam pembicaraan.
167. LAKI-LAKI 2
Kalian ini sudah gila apa? Jangankan memerintah, untuk
membantah perintah mereka saja kita tak punya nyali.
Ingat, kita akan dihukum berat! Itu juga yang sebenarnya
membuat aku enggan berbuat apapun. Seolah-olah, berpikir
tentang itu saja aku tak sanggup!
168. LAKI-LAKI 3
52
(berapi-api, tangannya yang kekar mengepalkan tinju dan mukanya merah
menahan amarah). Hah! Kalau setiap hari cuma berkeluh
kesah, seribu tahun lamanya, kita tetap akan begini-
begini saja. Kita haruslah berbuat, berbuat, berbuat!
Tiba-tiba masuk lima orang perempuan, tampaknya pekerja istana, tanpa
basa-basi langsung meringkus laki-laki kedua dan keempat. Teman-
temannya mencoba menolong, tapi dihempaskan dengan kasar oleh
perempuan-perempuan itu. Ketika mereka akan bangkit, salah seorang
perempuan memberi isyarat tertentu dengan pedangnya. Laki-laki itupun
diam dan pasrah ketika temannya dibawa pergi.
169. LAKI-LAKI 1
Beginilah nasib laki-laki di negerinya sendiri.
170. LAKI-LAKI 2
Tak lebih berharga dari seekor kecoak!
171. LAKI-LAKI 5
Bahkan untuk sebuah mimpi ia tak punya lagi. Ia tak
berhak punya mimpi. Hidup macam apakah ini?
172. LAKI-LAKI 1
Ini sudah tak bisa ditolerir lagi. Makin hari kita makin
terpuruk saja. Dengar, kita sendiri yang akan merubah
53
nasib kita, bukan orang lain. Aku tidak tahan lagi untuk
tidak berbuat. Cepat rencanakan sesuatu!
173. LAKI-LAKI 3
Kita racun satu-satu, bagaimana?
174. LAKI-LAKI 5
(terkejut) Meracun satu-satu? Berapa lama kita akan bekerja?
Itu tidak hemat waktu dan beresiko tinggi. Ah, sebaiknya…
Ratu saja yang kita bunuh? Selama ini dialah orang yang
paling bertanggung jawab atas nasib kita yang teraniaya
seperti ini. Bagaimana?
175. LAKI-LAKI 1
Bukan. Dia bukan orang yang tepat. Dia hanya orang bodoh
yang dimahkotai. Selama ini dia cuma menjalankan bualan
menteri-menterinya itu. Padahal, dia sendiri tidak tahu
bahwa semua menteri itu tinggal menunggu waktu yang tepat
untuk mengambil alih kekuasaan. Bodoh betul. Sebaiknya,
kita singkirkan menteri-menteri itu, lalu kita bereskan
ratu.
176. LAKI-LAKI 5
Membereskan menteri-menteri? Menteri saja lebih dari
puluhan jumlahnya. Lagipula tak mudah membunuh puluhan
54
perempuan itu dengan kekuatan kita sendiri yang cuma
berlima ini saja. Kalau pun harus melibatkan laki-laki
lain, terlalu besar resikonya. Kita bisa dibantai duluan.
Lagipula, apa ada yang berhasrat melawan jika tahu harus
berhadapan dengan kematian. Akupun tak yakin dengan
diriku.
177. LAKI-LAKI 3
Benar juga. Kita harus memikirkan akibat-akibat yang
mungkin terjadi. Tak boleh gegabah. Karena musuh kita
bukan kelas kecoa. Meski ya, tingkahnya sama saja dengan
kecoa. Menjijikkan. Tapi aku yakin sekali ini akan
berakhir. Tinggal menunggu waktu saja. Cepat atau lambat.
Laki-laki harus mendapatkan kembali kebebasannya. Kalau
tidak, kita akan mati pelan-pelan.
178. LAKI-LAKI 1
Sudahlah. Sudah kukatakan sejak awal kalau berkeluh
kesah, seabadpun tak akan pernah cukup untuk menjelaskan
sebuah penderitaan. Ini tak bisa diterima secara logika.
Ini tak perlu diuraikan lagi. Kau tahu, ini sudah
menjelang pagi, mari kita kembali pada hidup kita masing-
masing. Mari kita kembali menjadi budak. Aku harus cepat
ke kali mencari batu-batu yang kokoh untuk pondasi istana
ratu yang baru di utara.
55
178. LAKI-LAKI 3
Ah ya. Aku harus cepat-cepat ke sawah.
179. LAKI-LAKI 5
Dan aku harus mendapatkan ikan-ikan tersegar pagi ini
untuk kujual. Kalau tidak, istriku akan mencambukku.
180. LAKI-LAKI 1
Ayo kita tinggalkan tempat ini.
Berbarengan dengan ajakan itu, beberapa perempuan menyeret mayat laki-
laki II dan IV. Kondisi mereka mengerikan. Mereka berdarah-darah. Sudah
dapat ditebak, mereka pasti membikin kesalahan. Mayat-mayat itu
dihempaskan tepat di depan teman-teman mereka.
181. PEREMPUAN I
56
Teman-teman yang baik, kau tahu apa kesalahan mereka?
Mereka menggoda PEREMPUAN TUA kemarin. Mereka mengejek
PEREMPUAN TUA dan berkata-kata kasar padanya. Dan yang
lebih penting lagi, mereka tak membungkukkan badan ketika
ratu lewat di depan mereka di pasar, kemarin. Jadi,
teman-teman, pikirlah lagi sebelum kalian bernasib sama
dengan mereka.
Perempuan-perempuan itu masuk. Beberapa laki-laki membawa
mayat itu keluar panggung.
182. LAKI-LAKI 1
Bagaimana?
183. LAKI-LAKI 2
Bagaimana apanya? Kita harus berbuat, itu sudah jelas!
Mogok saja, kita mogok saja! Cepat, tunggu apalagi?
184. LAKI-LAKI 1
Tunggu. Aku akan bagi tugas. Kau (menunjuk laki-laki 3),
sebarkan rencana mogok ini kepada laki-laki di utara.
Jangan sampai ketahuan, kau ketuk pintu pelan-pelan, lalu
kau bilang apa yang menjadi rencana kita, sampai dia
mengerti betul. Lalu sebarkan secara berantai. Mereka
57
pasti bertemu sore hari kan, untuk mandi di sungai? Nah,
kau suruh mereka diam-diam menyebarkan berita ini. Jangan
sampai mencurigakan perempuan. Kau paham?
184. LAKI-LAKI 3
(mengangguk) Aku paham. Apa aku pergi sekarang?
185. LAKI-LAKI 1
Ya itu lebih baik lagi. Sebelum terlambat, kita harus
bekerja ekstra keras. Selamat berjuang! Dan…Kau (menatap
laki-laki 5), ke barat. Aku akan menyelesaikan yang lainnya.
186. LAKI-LAKI 5
Baiklah, semoga berhasil. Sampai jumpa di tiang hukuman
besok pagi.
TUJUH
Perempuan-perempuan bergunjing tentang keanehan pada hari itu.
187. PEREMPUAN BERGUNJING 1
Kenapa ya hari ini aku tak menemukan seorang laki-laki
pun? Kau sadar tidak?
58
188. PEREMPUAN BERGUNJING 2
Sadar apa? Aku tak lihat perbedaan.
189. PEREMPUAN BERGUNJING 1
Tak ada satu laki-laki pun! Ajaib! Fantastis!
190. PEREMPUAN BERGUNJING 3
Ya benar, tak seorang pun terlihat. Apa mereka semua
mogok ya?
191. PEREMPUAN BERGUNJING 4
Mogok? Seperti orang bodoh saja. Mau bunuh diri mereka?
Gila, tak waras. Mereka cepat putus asa ternyata.
192. PEREMPUAN BERGUNJING 1
Tak mungkin ah! Mereka kan laki-laki pengecut. Mana
mungkin masih punya nyali? Kita sudah buat bertahun-tahun
agar jiwa pemberontak mereka hilang. Dan kau lihat
sendiri kan, mereka tak berani menentang kita? Payah,
kalau mereka benar-benar mogok, negeri ini akan habis
sudah.
193. PEREMPUAN BERGUNJING 2
Eh, jangan dihabiskan dong. Sisakan barang satu atau dua
saja. Untuk membuahi kita.
59
194. PEREMPUAN BERGUNJING 3
Wah rebutan dong! Satu laki-laki berbanding seribu?
Konyol, tapi seru juga.
195. PEREMPUAN BERGUNJING 5
Pokoknya kalau benar mereka mogok, aku yakin tempat ini
akan banjir darah laki-laki. Kita tak pernah tahu apa
dosa mereka.
196. PEREMPUAN BERGUNJING 1
Sudah-sudah. Kenapa kita yang repot? Biarkan saja mereka
mogok kek, mati kek, jungkir balik kek, aku nggak ambil
pusing! Kita happy-happy sajalah, setuju?
197. PEREMPUAN BERGUNJING SEMUA
Setujuuuuuuuuuuu!
Tiba-tiba dari balik panggung muncul suara keributan, lama-lama
kecil kemudian membesar dan memenuhi seluruh ruangan. Suara yang tak
nyata itu menjadi nyata, ketika mereka mulai memasuki panggung satu
persatu. Istri-istri marah luar biasa karena ini untuk pertama kalinya selama
berabad-abad, laki-laki menolak mereka. Lampu merah. Para istri makin
beringas. Ada yang menyeret suaminya, mencambukinya, menarik-narik
rambutnya, ada juga yang berusaha menelanjangi suaminya di depan
60
umum. Tapi tak terdengar lengkingan mengaduh dari suara laki-laki di balik
gaduhnya suasana itu. Semuanya suara laki-laki. Anak-anak mulai menangis
dan meraung-raung menyesali kejadian itu.
Di tengah-tengah kegaduhan itu, muncul rombongan ratu dan
puluhan penembak sejatinya. Pasukan bersenjata itu mengambil tempat.
Orang-orang terdiam.
198. RATU
Pemberontakan khas kanak-kanak. (tersenyum sinis). Aku telah
menciumnya sejak lama. Memang, untuk sebuah perubahan,
diperlukan keberanian. Ah, tapi sayang, keberanian itu
terlalu mahal. Prajurit, tangkap mereka semua!
Laki-laki dari seluruh negeri dikumpulkan. Seluruhnya, kecuali anak-anak.
Tangan mereka diikat dan matanya ditutup dengan kain hitam. Sunyi. Tak
terdengar suara apapun. Semua seperti patung, menunggu titah Ratu yang
berikutnya.
199. RATU
Tembak mereka semuaaaaa….
61
Ajaib. Tak terdengar bunyi tembakan. Prajurit itu tak mampu melakukannya.
Mereka membuang senjata mereka, dan malah menghambur memeluk para
laki-laki itu. Ratu termangu-mangu.
200. PRAJURIT 1
Ayahhhh……
201. PRAJURIT 2
Kekasihhhhhhhhhhhhh….
202. PRAJURIT 3
Anakkuuuuuuuu….
203. PRAJURIT 4
Kakeeekkkkkk….
204. PRAJURIT 5
Suamikuuuuu……….
205. RATU
Hentikan kekonyolan ini. Prajurit, sejak kapan kalian
membantahku? Kalian tak tahu akibatnya?
62
206. PRAJURIT 1
Ampura banget Ratu Anake Agung. Kami tak bisa melakukannya.
Kami insaf. Kami cinta mereka. Mereka anak-anak kami,
suami kami, dan ayah kami. Sungguh kami tak bisa.
207. RATU
Persetannnnnnn! Sejak kapan kalian menjadi syahdu dan sok
mencintai mereka! Tak usah bersandiwara di depanku. Aku
harus membunuh mereka yang melanggar aturan. Ini
peritahku! Apa kalian mau mati juga?
208. PRAJURIT 1
Nunas lugra Ratu Anake Agung, lebih baik demikian. Kami
dibunuh satu keluarga saja. Agar tak ada kenangan yang
tersisa.
209. RATU
(merebut salah satu senjata yang dipegang prajurit). Baiklah kalau
kalian mau itu. Aku tak akan memaksa. Demi tegaknya
hukum, aku akan melakukannya sendiri. Nah, tutuplah mata
kalian sekarang dan untuk selamanya. (mengarahkan moncong
senapan, siap-siap menarik pelatuk). Habis kalian semua….
(Anak-anak meraung-raung memanggil Ayah dan ibunya, mereka
berteriak tak rela. Namun tiba-tiba secepat kilat Ratu berbalik ke
63
belakang, menembak layar yang merupakan siluet seorang laki-laki
membawa senapan. Senjata meletup. Bayangan laki-laki dalam siluet
itu roboh. Terdengar erangan keras. Hening beberapa detik. Seorang
laki-laki terjerembab dan sebagian tubuhnya terbujur di atas panggung.
Ia sekarat).
Aku tahu kalian akan membunuhku. Aku tahu kalian akan
membalas dendam. Kalian akan meminta kekuasaan itu lagi.
Kalian merindukan menjajah perempuan lagi. Sejarah yang
sama memang terus berulang. Drama yang sama memang terus
berulang. Selama dendam itu masih ada, drama ini tak akan
pernah berakhir. Selama laki-laki masih memelihara nafsu
untuk menguasai perempuan, drama ini tak akan pernah
berakhir. Selama perempuan ingin membalas dendam, drama
ini juga tak akan pernah berakhir. Drama ini tak akan
pernah berakhir, drama ini tak akan pernah berakhir,
drama ini tak akan pernah berakhir!
(Lampu padam.)
CATATAN
Beli : sebutan untuk kakak laki-laki (dalam Bahasa Bali)
Tiang : saya (Bahasa Bali halus)
64
Luh : panggilan untuk anak perempuan
beli, tulung : Kakak, tolong
di jumah dogen urusang paone! : di rumah saja urus dapurmu!
anak luh : anak perempuan
Bengkung : keras kepala
Ne katagih ha : ini yang kau minta?
kenken-kenkenan ne : apa-apaan ini?
Bapa sing demen : Bapak tidak suka
anak muani : anak laki-laki
Nggih : ya (Bahasa Bali halus)
Mbok : panggilan kakak untuk perempuan
Bapa: Bapak
Arit : sabit
Eh, sepi gati, o : eh, sepi sekali ya?
Beneh ne umah ragane : benarkah ini rumah kita?
Pih, adi sepi : Lho kok sepi?
suwung gedamblung kene : sunyi senyap begini
Ngae-ngae dogen : membual saja
tabik pekulun : permisi (untuk menyebut sesuatu yang sakral)
Ida Anake Agung : Yang Mulia
Dewa Ratu Bhatara : Ya Tuhan
Karmaphala : Hukum sebab akibat dalam agama Hindu
Tusing: tidak
65