+ All Categories
Home > Documents > Negeri Perempuan, sebuah Drama

Negeri Perempuan, sebuah Drama

Date post: 28-Mar-2023
Category:
Upload: independent
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
68
NEGERI PEREMPUAN Kadek Sonia Piscayanti Sebuah negeri telah dikutuk. Tak ada siapapun yang bisa merubah kutukan itu selama berabad-abad. Seluruh manusia di negeri itu percaya, tak ada hukum selain empat pasal yang telah tercipta entah sejak kapan. Begini bunyi pasal-pasal itu. Pasal satu: laki-laki selalu benar. Pasal dua: perempuan harus melakukan perintah laki-laki. Pasal tiga: pembangkang aturan akan dihukum mati tanpa pembelaan. Pasal empat: bila laki-laki melakukan kesalahan, peraturan kembali ke pasal satu. Begitu banyak hal yang tak boleh dilakukan perempuan. Menaiki sepeda, adalah sebuah cita-cita yang nyaris mustahil bisa diwujudkan oleh seorang perempuan. Demikianlah negeri itu beranjak dari waktu ke waktu tanpa sebuah perubahan berarti. Hingga tibalah pada suatu masa ketika seorang pelacur, untuk pertama kalinya, berani menendang seorang laki-laki. Sungguh, perempuan-perempuan lain menjadi terinspirasi oleh keberanian pelacur itu. Bibit-bibit perlawananpun nampak. Apalagi kemudian Sang Pelacur, oleh karena sebuah penghinaan, membunuh laki-laki. Pelacur itu bukan tak tahu kalau hukuman mati tak terhindarkan darinya. Memang, tak terhindarkan. Namun, di belakangnya, perempuan-perempuan mulai merencanakan sebuah siasat 1
Transcript

NEGERI PEREMPUANKadek Sonia Piscayanti

Sebuah negeri telah dikutuk. Tak ada siapapun yang

bisa merubah kutukan itu selama berabad-abad. Seluruh

manusia di negeri itu percaya, tak ada hukum selain empat

pasal yang telah tercipta entah sejak kapan. Begini bunyi

pasal-pasal itu. Pasal satu: laki-laki selalu benar.

Pasal dua: perempuan harus melakukan perintah laki-laki.

Pasal tiga: pembangkang aturan akan dihukum mati tanpa

pembelaan. Pasal empat: bila laki-laki melakukan

kesalahan, peraturan kembali ke pasal satu. Begitu banyak

hal yang tak boleh dilakukan perempuan. Menaiki sepeda,

adalah sebuah cita-cita yang nyaris mustahil bisa

diwujudkan oleh seorang perempuan. Demikianlah negeri itu

beranjak dari waktu ke waktu tanpa sebuah perubahan

berarti. Hingga tibalah pada suatu masa ketika seorang

pelacur, untuk pertama kalinya, berani menendang seorang

laki-laki. Sungguh, perempuan-perempuan lain menjadi

terinspirasi oleh keberanian pelacur itu. Bibit-bibit

perlawananpun nampak. Apalagi kemudian Sang Pelacur, oleh

karena sebuah penghinaan, membunuh laki-laki. Pelacur itu

bukan tak tahu kalau hukuman mati tak terhindarkan

darinya. Memang, tak terhindarkan. Namun, di belakangnya,

perempuan-perempuan mulai merencanakan sebuah siasat

1

besar yang kelak membangun babak penting dalam sejarah

hidup mereka.

PelakuPELACUR : pemimpin pemberontakan perempuan

PEREMPUAN 1 : anggota pemberontakan perempuan

PEREMPUAN 2 : anggota pemberontakan perempuan

PEREMPUAN 3 : anggota pemberontakan perempuan

PEREMPUAN 4 : anggota pemberontakan perempuan

PEREMPUAN 5 : anggota pemberontakan perempuan

PEREMPUAN TUA : anggota pemberontakan perempuan

LAKI-LAKI 1 : pemimpin pemberontakan laki-laki

LAKI-LAKI 2 : anggota pemberontakan laki-laki

LAKI-LAKI 3 : anggota pemberontakan laki-laki

LAKI-LAKI 4 : anggota pemberontakan laki-laki

LAKI-LAKI 5 : anggota pemberontakan laki-laki

RAJA : penguasa negeri laki-laki

RATU : penguasa negeri perempuan

SUAMI : penindas istri

ISTRI : korban suami

PEREMPUAN BERGUNJING 1 : perempuan yang bergunjing

PEREMPUAN BERGUNJING 2 : perempuan yang bergunjing

PEREMPUAN BERGUNJING 3 : perempuan yang bergunjing

PEREMPUAN BERGUNJING 4 : perempuan yang bergunjing

PEREMPUAN BERGUNJING 5 : perempuan yang bergunjing

2

PETUGAS ISTANA : petugas istana yang menyiarkan

warta atau titah dari raja

PRAJURIT: petugas istana yang bersenjata

PEREMPUAN MUDA : perempuan yang ingin belajar

bermain gitar

BAPA : bapak PEREMPUAN MUDA

PEMBAWA SURAT 1 : pembawa surat

PEMBAWA SURAT 2 : pembawa surat

SATU

Pasar. Pagi hari. Cahaya matahari subuh. Orang ramai tapi seakan tak

bernyawa. Tak ada musik. Sunyi. Di pasar hanya perempuan. Beberapa

pedagang tampak gelisah merapikan sayur-sayurnya. Para pembeli keluar

masuk dengan langkah-langkah lemah, tampak mereka letih luar biasa. Tak

ada laki-laki. Semua perempuan murung. Seperti tak berdaya. Diam. Tak

3

saling menyapa dan tak saling berkeluh kesah seakan mengerti penderitaan

satu sama lain. Mereka bicara, tapi tak ada suara. Tangan bergerak, bibir

bergerak, kaki bergerak, badan bergerak, tapi tetap tak ada suara. Gerakan

mereka amat gontai, tak ada semangat. Begitu mencekam. Tiba-tiba

terdengar jeritan perempuan dari balik panggung. Masuk ke panggung

seorang laki-laki. Ia menyeret seorang perempuan muda. Perempuan muda

itu sungguh tak berdaya ketika si suami memukulinya bertubi-tubi dari

ujung rambut hingga ujung kepala. Rambutnya dijambak hingga tercerabut

nyaris setengah. Mukanya ditinju hingga lebam, tangannya dipelintir dan

kakinya ditendang. Beberapa detik setelahnya, kepalanya dibentur-

benturkan ke lantai. Si perempuan menyembah-nyembah agar si lelaki

menghentikan perbuatannya, tetapi si lelaki malah makin beringas.

Perempuan-perempuan di pasar mengerubuti mereka, berusaha

menyelamatkan perempuan itu, tapi aneh, mereka semua menundukkan

kepala dan memejamkan matanya, beberapa di antara mereka menitikkan

air mata. Tak lama kemudian muncul beberapa laki-laki lain dari balik

panggung juga, mulai mengerubuti, tak menolong, tapi ikut menyiksa

perempuan-perempuan itu. Perempuan-perempuan malang itu lalu diseret

ke luar panggung. Jeritan memanggil “Ibu…Ibu…” sayup-sayup terdengar.

Tawa laki-laki dan jerit perempuan itu makin lama makin lemah lalu hilang.

Saat lampu hampir padam, setitik kecil cahaya menyorot sosok seorang

perempuan di sudut kiri panggung. Ia tertatih-tatih berusaha mengendarai

sepeda.

4

01. ISTRI

(sesekali menengok ke belakang dengan waswas, lalu menuntun sepeda dan

mencoba menaikinya) Ah, tumben aku berhasil menyentuh benda

ini. Sudah limabelas tahun lebih aku cuma mengelapnya,

memandikannya, mengolesinya dengan minyak, sambil

berharap suatu waktu bisa menaikinya dan mengayuhnya

sampai jauh. Dan hari ini mimpiku terkabul. Aku ingin

jalan-jalan dengan mengayuh sepeda ini. (Mencoba

menuntunnya, tapi ia jatuh). Waduh, menuntun saja aku tak bisa,

apalagi menaikinya? (Sesaat kemudian ia bangun lagi, jatuh lagi dan

begitu seterusnya). Gawat, keburu ketahuan suamiku nanti!

02. SUAMI

(mengendap-endap dari belakang). He-eh! Mau kemana nih? Bawa-

bawa sepeda lagi. Masuk, cepat masuk! (merebut sepeda)

03. ISTRI

(gemetar dan gugup sambil berusaha menyembunyikan sepedanya, tapi tak

bisa) Eee, sudah pulang? Tiang nggak denger dan nggak sadar

kalau Beli sudah pulang.

04. SUAMI

We, Luh, masukkan sepeda itu, cepat!

5

05. ISTRI

Beli, tulung, tiang ingin bisa naik sepeda sekali saja dalam

hidup tiange.

06. SUAMI

Masukkan! Cepat! Kau tak dengar?

07. ISTRI

Beli, tiang sudah bisa menuntunnya. Tinggal menaiki saja,

mohon berikan kesempatan kepada tiang, Beli! Kapan lagi

tiang belajar kalau tidak sekarang? Kalau bisa naik

sepeda kan, tiang tak susah payah lagi jalan kemana-mana?

08. SUAMI

Wih, Aku kan sudah bilang kamu tinggal di rumah saja.

Tugasmu cuma mengelap dan mengolesinya dengan minyak biar

mengkilap. Sepeda ini untukku bukan untukmu! (tertawa, sinis).

Di jumah dogen urusang paone! Kamu ini cuma anak luh! Jangan

banyak tingkah, da lebihan gaya. Kalau kau macam-macam, bisa

dihukum nanti. Itu menentang aturan namanya. Yang boleh

dilakukan perempuan hanyalah melaksanakan apa yang

diperintahkan laki-laki. Pasal-pasal sudah jelas kok!

6

Pasal satu: laki-laki selalu benar. Kalau aku bilang kamu

nggak boleh naik sepeda, itulah yang benar. Tidak bisa

ditawar-tawar lagi!

09. ISTRI

Beli, dari dulu tiang ingin naik sepeda. Tak lebih dari

itu, kalau yang lain bolehlah Beli larang, tapi ini jangan,

beli, tolong! Tiang ingin naik sepeda. Tiang ingin melintasi

perbukitan itu dengan kayuhan kakiku ini.

10. SUAMI

Nggak boleh. Kalau kamu terus memaksa, berarti kamu

membantah laki-laki. Kamu melanggar pasal dua yang

bunyinya: perempuan harus melakukan perintah laki-laki.

Lagipula, kan ada aku? Kalau mau pergi ya aku yang

memboncengmu! Kau tinggal naik, duduk, pegang erat

pinggangku, itu saja. Lengeh! Kau kan tenang-tenang di

belakang. Aku yang mengayuhnya, aku yang keringetan, kamu

tinggal diem.

11. ISTRI

Tidak. Tiang tidak mau di belakang terus-terusan. Sekali-

sekali tiang pingin di depan.

12. SUAMI

7

Ya, kalau mau duduk di depan, duduk saja di depan. Itu

lebih bagus. Sambil mengayuh sepeda aku bisa menciummu

terus-terusan.

13. ISTRI

Tapi kan tetap Beli yang pegang stangnya? Meski tiang ada di

depan, tiang tetap merasa di belakang. tiang ingin tiang yang

pegang stang. Tiang ingin tiang yang pegang kendali. Tiang

ingin menentukan arah. Mau ke kanan, kiri, mau lewat

jalan berlubang, jalan becek, jalan lurus, berliku, mau

nabrak pagar, tiang yang tentukan! Tiang yang memutuskan!

14. SUAMI

Bengkung! Aku sudah bilang tidak. Tidak ya tidak. Kamu mau

melecehkan pasal-pasal itu? Kau mau mengubahnya seenak

perutmu? Itu hukum satu-satunya di negeri ini. Konstitusi

tertinggi yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Kau paham?

Kalau kamu membangkang, kamu kena pasal tiga yang

bunyinya: pembangkang aturan akan dihukum mati tanpa

pembelaan. Tanpa pembelaan, Luh! Langsung ditembak!

Ngerti? Masih bengkung juga?

15. ISTRI

8

Bagaimana kalau tiang bisa buktikan kalau tiang memang

benar, kalau perempuan memang boleh naik sepeda? Itu kan

hak asasi manusia.

16. SUAMI

Puih! Dueg! Siapa yang ngajarin kau ngomong begitu?

17. ISTRI

Bisa naik sepeda nggak boleh, bisa ngomong juga nggak

boleh. Sebenarnya tiang boleh ngapain saja ha?

18. SUAMI

Yang harus kau laksanakan adalah melakukan perintah laki-

laki. Letakkan sepeda itu!

19. ISTRI

Nggak. Beli salah. Beli melanggar hak asasi manusia!

20. SUAMI

Bengkung! Tak ada hak asasi manusia di negeri ini. Yang ada

hanya pasal-pasal. Dan, kamu jangan lancang menyebutku

salah, karena laki-laki tak pernah salah. Kalaupun ia

salah, ada pasal empat yang berbunyi: bila laki-laki

9

melakukan kesalahan, peraturan kembali ke pasal satu.

Laki-laki selalu benar.

(Istri bengong. Laki-laki merampas sepeda, masuk ke dalam)

21. ISTRI

Beli…Beli! (mengejar)

ISTRI dan SUAMI masuk. Sunyi. Lampu meredup. Panggung sunyi beberapa

saat. Kemudian muncul lagi ISTRI, mengendap-endap menuntun sepeda,

tertatih-tatih dan sesekali terjatuh. Perlahan-lahan ia masuk lagi. Lampu

meredup. Muncul perempuan muda membawa gitar.

22. PEREMPUAN MUDA

(tergopoh-gopoh masuk panggung). Ini namanya gitar, kata Bapa

tiange. Bapa tiange bisa memainkannya. Tiang juga bisa kalau

dikasi kesempatan! Dengar ya! (Ia memetik senar-senar gitar itu

dengan lancar, lalu mulai menyanyi. Lagunya sedih dan memilukan). Tiang

bisa! Tiang bisa! Ratu betara, terimakasih, akhirnya bisa

juga tiang bermain gitar. (menitikkan air mata)

23. BAPA

(masuk ke panggung sambil mengacungkan arit ke arah PEREMPUAN

MUDA). Luh, kenken-kenkenan ne? Berani sekali kau menyentuh

barang kesayangan Bapa! Eh, kau lihat ini? Ini arit, dan

10

aku tak akan takut menyabitkannya ke lehermu, kalau kau

tak mau meletakkan alat musik itu.

24. PEREMPUAN MUDA

Bapa, Iluh sedang belajar! Untuk apa Iluh punya bakat kalau

tidak disalurkan! Dengar, Iluh bisa menyanyi dan memetik

gitar ini dengan merdu. Bapa mau mendengar?

25. BAPA

Tusing! Bapa sing demen! Pokoknya, kamu jangan main-main lagi

dengan alat itu! Alat musik itu untuk anak muani! Anak luh

tidak boleh main gitar. Ia tidak boleh, tak pernah boleh.

Sudah kodratnya tidak boleh bermain musik. Anak luh

kerjanya di paon, nyakan, ngerti Luh?

26. PEREMPUAN MUDA

Bapa, tolong, sekali ini saja (berlutut dan mencium kaki Bapa)

tiang harus bisa main gitar! Tiang ingin menghibur diri

sendiri dengan gitar ini. Tiang sudah bosan mendengar

saja, padahal tiang bisa main sendiri. Apa salahnya kita

melakukan apa yang kita ingin lakukan?

27. BAPA

Bengkung! Karena kau anak luh. Anak luh tidak boleh berbuat di

luar kehendak laki-laki. Itu peraturannya. Kehendak dan

11

perkataan laki-laki selalu benar. Itu pasal pertama dalam

hukum kita. Itu hukum tertinggi, melebihi hukum lain yang

ada di dunia ini! Sedangkan perempuan, ia tak boleh

menentukan nasibnya sendiri karena ia memang dilahirkan

bukan untuk menentukan, tapi menjalankan ketentuan.

Paham, Luh?(menggores tangan anaknya dengan arit sehingga gitar itu

lepas dari tangannya, lalu ia segera berlalu sambil membawa gitar itu

masuk)

DUA

PELACUR duduk di atas level sambil menghisap rokok. Di sekitarnya

berserakan surat-surat.

28. PELACUR

Makin lama makin banyak saja surat-surat yang berdatangan

ke kamarku. Aku tak pernah tahu mengapa mereka

mengirimkannya padaku. Apa mereka pikir aku bisa merubah

nasib mereka? Ah, susah.

29. PEMBAWA SURAT

Ada surat!

30. PELACUR

12

Dari siapa? Perempuan lagi?

31. PEMBAWA SURAT 1

Ya, sepertinya nama perempuan.

32. PELACUR

Ah, perempuan lagi. Mana, sini! (menyambar surat itu, membuka

surat lalu membacanya sejenak).

(Pembawa surat hendak pergi, tapi dicegah oleh PELACUR).

33. PELACUR

Eh, jangan pergi dulu. Kamu duduk disini, dengar, dengar!

Ini keluhan perempuan! Aku mau baca. Dengar ya…

34. PEMBAWA SURAT 1

Aduh, besok saja ya! Aku tak ada waktu sekarang. Kau

lihat sendiri kan, surat yang harus kuantar sangat

banyak. Hari keburu siang nanti.

35. PELACUR

13

Sudah, tunggu disini dulu. Ini lebih penting ketimbang

urusan membawa surat itu! Kau harus dengar, ini keluhan

perempuan.

36. PEMBAWA SURAT 1

Ah, ya sudahlah. Asalkan, nanti malam… (Senyum-senyum penuh

arti sambil memandangi tubuh pleacur yang molek itu. Sesekali ia menelan

ludah dan mencolek dagu PELACUR dengan gemas).

37. PELACUR

(Menepis colekan di dagunya dengan kasar dan memilin tangan PEMBAWA

SURAT sampai ia kesakitan). Jangan macam-macamlah. Sebaiknya kau

diam dan simak. Aku baca. Kau dengar ya, Kepada

Pemimpinku, ah sejak kapan aku menjadi pemimpin? Aku

ingin naik sepeda sekali saja dalam seumur hidupku.

Setiap hari aku cuma mengelap, mengolesinya dengan

minyak, sambil bermimpi akan menaikinya. Tapi suamiku

malah beralasan, kalau pergi sendiri aku akan diganggu

laki-laki, diperkosa, dirampok, diculik atau terperosok

ke jurang. Dipikirnya aku bisa dibodohi dengan alasan

kekanakan itu. (sebelum melanjutkan, ia menoleh kepada PEMBAWA

SURAT I yang ternyata terkantuk-kantuk) Hei, bangun! Aku belum

selesai! Keinginanku naik sepeda tak pernah surut.

Kemarin aku ketahuan suamiku menuntun sepeda, dan ia

mengancamku dengan berkata perempuan tak boleh naik

14

sepeda. Toh kerjanya di dapur dan mengurus anak-anak.

Bisakah kau menolongku? Aku cuma ingin naik sepeda!

Tolonglah aku menghadapi suamiku…

(belum selesai ia membaca, datang lagi PEMBAWA SURAT 2)

38. PELACUR

Pembawa surat juga? (menghampiri PEMBAWA SURAT 2) Dari

siapa? (membuka surat lalu membaca) Ha? Perempuan lagi? Aku

dipukuli suamiku di pasar. Ia menjambak rambutku,

membentur-benturkan kepalaku ke lantai, memilin tanganku,

menendang perutku. Aku tak bisa menolong diriku sendiri.

Hatiku makin perih melihat perempuan-perempuan di pasar

mencoba menolong namun akhirnya harus bernasib sama

denganku. Aku menangis. Aku pun tak tahu apa aku

menangisi nasibku atau nasib perempuan-perempuan yang tak

berdaya menyelamatkanku! Tolonglah aku. Aku ingin

bercerai, tapi tak ada hukum perceraian di negeri ini.

Apa kau bisa mencarikan aku jalan lain? Kalian dengar?

Ini keluhan perempuan. Dan, ini semua tidak main-main.

Ini masalah hidup dan kehidupan. Hidup perempuan terancam

dan kehidupan kalian juga. Surat-surat ini… Mana lagi?

Ada lagi yang lain? Coba kau periksa lagi!

39. PEMBAWA SURAT 2

15

Tak ada surat lagi. Tapi ini daun yang berisi tulisan,

mungkin maksudnya surat. Tadi ditipkan padaku. Perempuan

itu membawa gitar.

40. PELACUR

(membaca daun itu dan mulai menangis). Keterlaluan. Mereka tak

bisa berbuat apa-apa!

41. PEMBAWA SURAT 1

Sudah selesai? (Mengusap matanya sambil menguap) Ah, hampir

bermimpi aku tadi. Kau tahu mimpiku soal apa? Aku mimpi

menidurimu (berusaha memeluk PELACUR, tapi ditolak), ah…Ingin

rasanya tidur terus biar aku merasakan hangatnya

berlindung di bawah tetekmu!

42. PELACUR

Hei! Jaga mulutmu! (mendelik)

43. PEMBAWA SURAT 2

Ah, pura-pura saja marah, padahal…. Eh, aku juga mau

dong! Nanti malam ya, sungguh penat hari ini. Aku ingin

tidur denganmu.

16

44. PELACUR

Aku tak mau tidur dengan kalian. Pergi! Pergi!

45. PEMBAWA SURAT 1

Mau mengusir kami? (tertawa terbahak-bahak)

46. PEMBAWA SURAT 2

Kamu lupa pada pasal-pasal di negeri ini? Laki-laki

selalu benar. Mereka yang menolak laki-laki akan dijatuhi

hukuman mati tanpa pembelaan! Jadi, buat apa kau bunuh

diri? Lebih baik turuti saja kemauan kami.

47. PEMBAWA SURAT 1

Betul. Dan…(mendekati PELACUR) aku sungguh tak tahan harus

menunggu sampai nanti malam. Aku ingin sekarang.

Bagaimana kalau bertiga? Aku ingin menghisapmu sampai

habis.

48. PEMBAWA SURAT 2

Ini…(memperlihatkan uang segepok). Aku tergiur dengan dadamu

yang montok itu. Berilah aku kesempatan untuk meremas dan

melumatnya, cukup kan duit ini? Semuanya bisa kau

dapatkan (menganjurkan duit itu di muka PELACUR) Asal kau mau

memberikan pelayananmu yang paling dahsyat! (tertawa)

17

49. PELACUR

Minggat! Minggat!

(PEMBAWA SURAT 1 dan PEMBAWA SURAT 2 tak peduli. Mereka memperkosa

PELACUR dengan kasar. Namun tiba-tiba, kedua laki-laki itu berteriak. Darah

memancur dari perutnya. PELACUR membacoknya sampai mereka tewas.

Mayat-mayat itu disingkirkannya ke tempat yang agak gelap, lalu ia

merapikan pakaian dan mengelap tangannya yang penuh darah. Saat

itulah, masuk seorang perempuan tua tergopoh-gopoh membawa bakul.

Wajahnya ketakutan.)

50. PEREMPUAN TUA

Aku membawa surat! (menoleh-noleh ke belakang)

51. PELACUR

Dari perempuan?

52. PEREMPUAN TUA

Ya, dari perempuan. Sebakul surat ini semuanya datang

dari perempuan. Semuanya! Aku telah dikirim untuk

menyampaikannya padamu. Eh, tapi, tapi memang benar kau

si pelacur yang disebut-sebut orang itu?

18

53. PELACUR

Mana aku tahu? Begitu banyak pelacur yang ada di negeri

ini. Pergilah, kau mungkin salah alamat. Aku sedang sibuk

sekali (menyeret mayat-mayat yang berlumuran darah itu ke belakang

panggung).

54. PEREMPUAN TUA

Dewa Ratu Bhatara! Apa yang terjadi di sini? Kau… kau

membunuh mereka? Mereka, mereka adalah laki-laki! Dewa

Ratu, kau mau menyembunyikan mayat itu dimana? Laki-laki

akan membunuhmu tanpa ampun kalau mengetahuinya. Aduh,

kau mau bunuh diri? Kau tak sayang pada hidupmu?

55. PELACUR

Kau diamlah. Jangan cerewet. Bikin ruwet saja. Pergi!

56. PEREMPUAN TUA

Ya sudah, aku pergi saja. Nanti malah aku dikira ikut

membunuh. (Beranjak pergi)

57. PELACUR

19

Cerdas. Pergilah cepat sebelum mereka menemukanmu dan

ikut menghukummu juga. (Menyeret mayat-mayat itu ke belakang

panggung)

58. PEREMPUAN TUA

(Berbalik dan mendekati PELACUR) Tidak salah lagi. Ya, kaulah

pelacur yang diimpikan oleh seluruh perempuan di negeri

ini. Kau pelacur pemberani itu. Maafkan aku. Kami

memujamu sebagai dewi penolong, ketika suatu saat tersiar

kabar bahwa kau berani menendang laki-laki. Keajaiban itu

tersiar ke seluruh negeri, sampai ke kampungku. Kaulah

pelacur dambaan kami. Kami berharap besar padamu.

Tolonglah kami dari penindasan ini. Kumohon. Dan, sebakul

surat ini adalah bukti bahwa kami merindukanmu sebagai

seorang pemimpin. Keberanianmu menendang laki-laki begitu

mengagumkan. Kami bergairah, seolah-olah kami mungkin

menendang suami kami juga, walau kami tahu kami takkan

bisa melakukannya. Kami terlalu sayang pada hidup kami.

59. PELACUR

Malam ini aku telah membunuh laki-laki. Dua, malah. Besok

tunggu saja beritanya. (menyalakan rokok dan menghirupnya

dalam-dalam). Oya, kau bilang apa tadi? Menolong kalian

dari penindasan ini? Kalau itu artinya aku harus menolak

20

mereka, tak mungkin. Aku butuh laki-laki. Aku hidup dari

laki-laki. Kalau aku memerangi mereka, habis hidupku.

60. PEREMPUAN TUA

Tak mungkin bagaimana? Kau telah membunuh laki-laki, dulu

itu sangat tak mungkin. Tapi sekarang jadi mungkin. Kami

memerlukan pemimpin.

61. PELACUR

Kalau begitu, bunuh saja suamimu. Kau akan menjadi

pemimpin pujaan perempuan.

62. PEREMPUAN TUA

Jadi, kau bersikeras tak mau menolong kami? Terserahlah.

Aku pergi saja. Selamat berpisah!

63. PELACUR

Tunggu!

64. PEREMPUAN TUA

Jika kau berubah pikiran, bergeraklah cepat. Lakukan

sesuatu untuk menyelamatkan kami. Atau kami takkan pernah

bisa lolos dari siksaan ini, selamanya.

(Lampu padam)

21

TIGA

(Orang berkerumun. Di lantai tergeletak dua mayat laki-laki dengan luka

lebar bekas tusukan di perutnya).

65. LAKI-LAKI 1

Pasti pembunuhnya bukan laki-laki!

66. LAKI-LAKI 2

Maksudmu, perempuan yang membunuhnya?

67. LAKI-LAKI 1

Ya, perempuan!

68. LAKI-LAKI 2

Perempuan?

69. PEREMPUAN 1

Tidak mungkin perempuan. Kami tidak mungkin…

70. PEREMPUAN 2

Tidak mungkin, kami tak pernah berani melawan laki-laki.

Kami masih ingat pasal-pasal raja. Kami menaati junjungan

22

kami, Ida Anake Agung. Kalian salah sangka menuduh kami.

Laki-lakilah yang membunuhnya.

71. LAKI-LAKI 1

Tidak. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

72. PEREMPUAN 1

Mungkin saja ada yang dendam pada kedua laki-laki ini dan

ia melampiaskan dendam itu dengan membunuh mereka.

Tentunya ia laki-laki juga, tak mungkin perempuan.

73. PEREMPUAN TUA

Tak ada yang tak mungkin. Perempuan sangat mungkin

membunuh laki-laki. Itu sangat mudah.

74. LAKI-LAKI 2

Jadi kaulah yang membunuhnya?

75. LAKI-LAKI 1

Ya, pasti perempuan ini!

76. PEREMPUAN 2

23

Tidak, ia kan sudah tua? Tak mungkin.

77. LAKI-LAKI 2

Ah, sudah, tak salah lagi. Pasti dia!

78. PEREMPUAN 1

Jangan!

Laki-laki menyeret PEREMPUAN TUA dengan kasar. Perempuan-perempuan

menariknya.

79. PEREMPUAN TUA

Hentikan! Jangan siksa aku! Pelacur itu yang membunuh

mereka. Mereka meremehkan sang pelacur. Mungkin kedua

laki-laki ini ingin membayarnya dengan harga murah.

Padahal, tahu sendiri kan, mana ada pelacur yang mau

dibayar murah. Apalagi sekelas pelacur primadona di

negeri ini. Berapa sih pembawa surat punya uang? Mana

mungkin ia bisa membayar? Ini bisa dianggap penghinaan

kepada sang pelacur! Ya, mereka langsung dibunuh saja.

Lagipula, mereka toh tak berguna.

Orang-orang tersentak. Beberapa laki-laki saling berpandangan sesaat dan

keluar mencari PELACUR. Perempuan-perempuan yang berkerumun itu

24

memandang PEREMPUAN TUA dengan pandangan menghakimi. Mereka

menjauhi PEREMPUAN TUA. Mereka berbisik-bisik di pojok yang jauh, sambil

memandang PEREMPUAN TUA, sementara PEREMPUAN TUA tetap tenang-

tenang saja. Sesaat kemudian masuk beberapa laki-laki menyeret PELACUR.

80. LAKI-LAKI 1

Kau menghina laki-laki. Kau pelacur menjijikkan!

(menghempaskan PELACUR)..

81. PELACUR

Apa kau tak menjijikkan? Hidupmu sungguh tak berarti

karena kau meremehkan perempuan.

82. LAKI-LAKI 2

Eh, kasar benar mulutmu! Sekarang cepat mengaku, kau yang

membunuh dua laki-laki ini? (ketika tak ada jawaban untuk

beberapa saat, mereka memaksa lagi). Ayo, mengaku saja. Perempuan

tua ini yang mengatakannya. Benar kan kau yang

membunuhnya?

PELACUR menoleh PEREMPUAN TUA lalu mengangguk pasti.

83. LAKI-LAKI 3

25

Tak usah diragukan lagi, dia memang mesin pembunuh. Dasar

pelacur tak punya hati! Ayo kita lapor ke istana! Oya,

bagaimana dengan mayat-mayat ini?

84. LAKI-LAKI 4

Ya disingkirkan saja, ayo tunggu apalagi?

Orang-orang menyeret kedua mayat itu dan sebagian menarik PELACUR

keluar panggung. Beberapa perempuan berkumpul.

85. PEREMPUAN 1

Itukah pelacur yang kita idam-idamkan? Dia benar-benar

perkasa. Aku ingin mengenalnya. Kupikir dialah yang

paling pantas menjadi pemimpin kita. Kita harus

membelanya! Kalau tidak, kita tak akan pernah sempat

memperbaiki nasib kita. Di saat kita perlu pemimpin,

datang perempuan tua ini dengan mulut berbisanya. Ah,

kenapa tak tutup mulut saja?

86. PEREMPUAN 2

Ya, dasar tua bangka! Pemimpin mutlak kita perlukan.

Tanpa pemimpin kita tak tahu harus berbuat apa. Pelacur

itu sangat mempesona. Aku suka keberaniannya. Tapi kita

26

tak mungkin memiliki keberanian seperti dia. Bagaimana

caranya?

87. PEREMPUAN 3

Ya, kita kehilangan dia saat kita baru saja menemukannya.

Dia pasti dihukum mati. Kita akan kehilangan dia untuk

selama-lamanya. Perempuan tua tak berguna! Apa kau pikir

bisa menjadi pemimpin kami? Cis, kami tak mau! Mulutmu

berbisa! Ah, tak mungkin kita berharap lebih banyak lagi.

Apalagi berharap nasib kita akan berubah, tak mungkin!

88. PEREMPUAN 1

He, sudah. Jangan saling menyalahkan. Cepat rencanakan

sesuatu!

89. PEREMPUAN 3

Kita racun satu-satu, bagaimana?

90. PEREMPUAN 4

(terkejut) Meracun satu-satu? Puih (meludah) Berapa lama kita

akan bekerja? Itu tidak hemat waktu dan beresiko tinggi.

Ah, sebaiknya… raja saja yang kita bunuh? Selama ini

dialah orang yang paling bertanggung jawab atas nasib

kita yang teraniaya seperti ini. Bagaimana?

27

91. PEREMPUAN 1

Bukan. Dia bukan orang yang tepat. Dia hanya orang bodoh

yang dimahkotai. Selama ini dia kan cuma menjalankan

bualan menteri-menterinya itu. Padahal, dia sendiri tidak

tahu bahwa semua menteri itu tinggal menunggu waktu yang

tepat untuk mengambil alih kekuasaan. Bodoh betul.

Menurutku, sebaiknya, kita singkirkan menteri-menteri

itu, lalu kita bereskan raja.

92. PEREMPUAN 4

Membereskan menteri-menteri? Menteri saja lebih dari

puluhan jumlahnya. Lagipula tak mudah membunuh puluhan

laki-laki itu dengan kekuatan kita sendiri yang cuma

berlima ini saja. Kalau pun harus melibatkan perempuan-

perempuan lain, terlalu besar resikonya. Kita bisa

dibantai duluan. Lagipula, apa ada yang berhasrat melawan

jika tahu harus berhadapan kematian. Akupun tak yakin

dengan diriku.

Dengan takut-takut, PEREMPUAN TUA angkat bicara.

93. PEREMPUAN TUA

Boleh aku mengajukan usul?

(Perempuan-perempuan itu saling berpandangan sejenak. Mula-mula

mereka tampak keberatan, tapi akhirnya mereka mulai mendengarkan).

28

Bagaimana kalau kita mogok kerja, mogok bicara, mogok

melakukan apa saja? Dengan begitu, laki-laki akan

bertambah marah dan menghukum kita semua. Tapi kita akan

mati, itu konsekuensi yang paling buruk. Bagaimana?

94. PEREMPUAN 4

Apa tak ada cara lain?

95. PEREMPUAN TUA

Kau gentar? Inilah satu-satunya cara kita melawan. Besok,

pelacur itu akan dihukum. Pasti dihukum karena tak ada

pembelaan bagi dia. Tak ada cara lain untuk menolong dia

selain mogok.

96. PEREMPUAN 5

Kita bunuh diri?

97. PEREMPUAN TUA

Belum tentu kita mati. Tapi baiknya kita mencoba saja,

daripada kita tak melakukan apa-apa. Besok pagi aksi

mogok akan kita mulai. Cepat kabarkan kepada seluruh

perempuan di negeri ini.

Lampu padam

29

EMPAT

Cahaya subuh. Suasana pasar lengang. Ada empat laki-laki yang berdiskusi

tentang anehnya hari itu. Mereka tak mendengar suara perempuan. Tak

seorangpun menampakkan batang hidungnya. Laki-laki itu merasa sangat

aneh.

98. LAKI-LAKI I

Eh, sepi gati, o? Beneh ne umah ragane? Pih, adi sepi? Aku merasa

asing! Tak terdengar suara perempuan. Pasar ini, kenapa

menjadi suwung gedamblung kene? Aku hampir-hampir tak

percaya. Ini benar-benar keajaiban! Apa aku bermimpi?

Atau, ada kekuatan gaib yang menyapu habis semua

perempuan itu?

99. LAKI-LAKI II

Ah masa tak ada sama sekali? Sing mungkin. Ngae-ngae dogen.

Kau pasti main-main. Coba periksa lebih teliti lagi.

30

100. LAKI-LAKI I

Lihat saja sampai ke balik tikungan itu, apa ada

kelebatan betis perempuan?

101. LAKI-LAKI II

Benar, serius. Tak ada perempuan. Baunya pun tak ada!

Biasanya di sini aku bertemu dengan gadis muda penjual

jamu. Dia berjualan di sini. Tak mungkin aku lupa. Apa

dia sakit?

102. LAKI-LAKI III

Sakit? Sungguh tak masuk akal jika semua perempuan sakit

bersamaan. Kemarin tak terlihat ada apa-apa.

103. LAKI-LAKI I

Pasti ada yang tak beres dengan sesuatu. Atau, kita masih

belum benar-benar terjaga? Ini pasti mimpi. Tapi, jika

benar ini adalah sebuah mimpi, aku berani bertaruh bahwa

ini bukanlah mimpi yang baik. Ini mimpi buruk. Tak

mungkin sesiang ini perempuan-perempuan bodoh itu tak

keluar. Mereka bisa dihukum! Oh, ngeri sekali aku

membayangkannya. Sesuatu yang besar dan mengerikan akan

terjadi disini! Aku bersumpah, bau darah telah mendekat.

31

Mungkin besok, darah itu telah menggenang di tempat

berpijak kita ini!

104. LAKI-LAKI II

Ya, ini aneh, sangat aneh dan tak mungkin terjadi. Kita

bahkan tak mencium aroma perempuan. Apa yang mereka

lakukan? Mereka sesungguhnya bertaruh dengan nyawa

masing-masing.

105. LAKI-LAKI III

Jika raja tahu, perempuan akan hancur! Mereka bunuh diri

secara massal. Darimana datangnya kekuatan untuk berani

melawan? Padahal aku yakin sekali negeri ini telah

dikutuk untuk terus memperbudak perempuan. Perempuan

memang ditakdirkan untuk jadi budak di negeri ini.

Demikian kutukan itu kudengar dari kakekku dulu. Kutukan

itu tak kenal batas. Ia akan terus berjalan begitu. Tak

seorang dewapun bisa mengubahnya. Apalagi sekedar

perempuan-perempuan bodoh yang dimiliki negeri ini!

Jangankan keberanian melawan, menantang pandangan laki-

laki saja mereka takkan mampu. Negeri ini sudah dikutuk!

Perempuan akan jadi budak, selamanya. Titik!

106. LAKI-LAKI II

32

Benar! Tak bisa diragukan lagi. Kutukan adalah sesuatu

yang tak terbantahkan. Mereka bukanlah dewa yang bisa

menghancurkan kutukan itu dalam sekejap. Aku yakin ini

cuma mimpi buruk saja. Dan sebentar lagi perempuan itu

akan sadar dari lamunannya. Mengalahkan laki-laki hanya

berada dalam lamunan mereka saja kan! (tertawa)

107. LAKI-LAKI III

Ih, tapi bagaimana kalau ini benar-benar terjadi? Kutukan

berbalik mengarah pada kita? Aku cemas, keadaan berubah…

108. LAKI-LAKI I

Tak mungkin! Tak akan berani mereka menggulingkan raja.

Sebelum masuk istana, mereka kena garap prajurit istana.

O, malangnya. Mau berjuang kok malah, diperkosa, (tertawa)

Mana mungkin mereka berani. Aku jamin itu.

109. LAKI-LAKI II

Ya, takkan mudah menghapus trauma berabad-abad ini.

Perempuan tak punya kekuatan lagi. Mereka telah

kehilangan roh pemberontak. Mereka telah berevolusi

menjadi manusia-manusia patung. Menyedihkan sekali.

Manusia tapi patung. Patung tapi manusia. Ah ya,

begitulah kondisi mereka.

33

Tiba-tiba dari balik panggung muncul suara keributan, lama-lama kecil

kemudian membesar dan memenuhi seluruh ruangan. Suara yang tak nyata

itu menjadi nyata, ketika mereka mulai memasuki panggung satu persatu.

Suami-suami marah luar biasa karena ini untuk pertama kalinya selama

berabad-abad, perempuan menolak mereka. Lampu menyala merah. Para

suami makin beringas. Ada yang menyeret istrinya, mencambukinya,

menarik-narik rambutnya, ada juga yang berusaha menelanjangi istrinya di

depan umum. Tapi tak terdengar lengkingan mengaduh dari suara

perempuan di balik gaduhnya suasana itu. Semuanya suara laki-laki. Anak-

anak mulai menangis dan meraung-raung menyesali kejadian itu.

110. LAKI-LAKI 1

(naik ke level yang lebih tinggi, bicara pada dirinya sendiri dengan suara

lantang).

Beginilah jadinya kalau menjadi pembangkang! Pura-pura

saja berani mati, tapi menangis juga. Kalian takkan bisa

menghancurkan kutukan dewa. Sudah kubilang negeri ini

dikutuk! Kalian membangkang juga.

111. LAKI-LAKI 2

Hajar terusss!!! Yak, lebih keras lagi (melompat-lompat).

Yak, teruss, biar tahu rasa! Jangan besar kepala bisa

menentang kami, bodoh! Babi tak berguna, sudah dipelihara

masih ada maunya. Sikat, yakk, begitu, bagus!!

34

112. LAKI-LAKI 3

Mampus sekalian! Haiiiiiii laki-laki perkasa, semuanya,

sebelum lupa, ayo kita perkosa para perawan kita. Hari

ini hari istimewa. Hari penolakan perempuan. Bila mereka

menolak kita, langsung kita perkosa saat ini juga! (tertawa

sambil jingkrak-jingkrak kegirangan) Bukankah ideku ini sangat

brilian?

113. SEMUA LAKI-LAKI

Huraaaiiiiiiii!!!

Laki-laki itu buyar dan mencari perempuan di luar panggung. Mereka

mendapatkan perempuan dan berusaha memperkosanya bergiliran dari

tangan satu laki-laki ke laki-laki lain. Pakaian mereka dicabik-cabik dengan

beringas. Perempuan-perempuan itu menitikkan air mata dan meronta-

ronta tapi tak ada yang bersuara. Kejadian itu berlangsung beberapa detik.

Di tengah-tengah keributan itu muncul laki-laki kurus ceking bertampang

ganjil. Alisnya tak sama panjang, mulutnya panjang, dan mulutnya turun

seperti ditarik. Ia adalah PETUGAS ISTANA. Ia membawa alat musik pukul

yang mengeluarkan suara nyaring. Ketika ia datang, semua diam. Mereka

menampakkan wajah gugup. Semua berlutut dan meletakkan tangan di atas

kepala masing-masing. PETUGAS ISTANA tampak angkuh dengan

pakaiannya yang berkilauan. Ia terus memukul-mukul alat yang

dipegangnya itu. Sampai semua hening, ia bersuara lantang.

35

114. PETUGAS ISTANA

Dengar! Ini titah, tabik pekulun, Ida Anake Agung. Hari ini

seorang pelacur akan menjalani hukuman mati. Sayangnya,

hal bodoh yang dilakukannya diikuti dengan aksi mogok

seluruh perempuan di negeri ini. Sesuai peraturan,

perempuan yang membangkang pada aturan akan dihukum mati

tanpa pembelaan. Semua perempuan, kecuali anak-anak akan

menjalani hukuman sesuai dengan peraturan yang ada. Aku

bacakan lagi peraturan yang sudah kita kenal dan

laksanakan selama berabad-abad. Pasal satu: laki-laki

selalu benar. Pasal dua: perempuan harus melakukan

perintah laki-laki. Pasal tiga: pembangkang aturan akan

dihukum mati tanpa pembelaan. Pasal empat: bila laki-laki

melakukan kesalahan, peraturan kembali ke pasal satu.

Hari ini Ida Anake Agung telah melihat langsung bahwa telah

terjadi kekeliruan terhadap pelaksanaan aturan-aturan

yang selama ini kita pegang. Ida telah mencium adanya

pergerakan untuk menggulingkan kekuasaan beliau. Hari ini

pula, untuk pertama kali selama sejarah, perempuan

melakukan aksi mogok kerja. Hal ini merupakan dosa besar

yang tak dapat dimaafkan. Seperti peraturan yang aku

bacakan tadi, semua pembangkang aturan harus dihukum

mati. (Ia menghela nafas sejenak). Dan kali ini, mau tak mau,

laki-laki harus kehilangan perempuan-perempuannya. Mereka

36

harus menjalani hukum tembak, dua jam lagi dari sekarang.

Ya, pukul sebelas, semua sudah berkumpul. Sejak detik

ini, seluruh pelosok negeri akan dijaga ketat oleh ribuan

prajurit. Jangan berharap kalian bisa meloloskan diri.

Tak seujung rambut kalianpun akan bisa lolos dari

kepungan kami. Puaskanlah kalian bercinta, mumpung masih

tersisa dua jam lagi. Semua akan berakhir di alun-alun.

Demikianlah perintah Ida Anake Agung! Silakan bersenang-

senang sebagai yang penghabisan. Tak ada kesempatan lain

lagi. (ia tertawa dan pergi sambil memukul-mukul alat musik yang

dipegangnya, lama-kelamaan suara itu hilang).

LIMA

Alun-alun dipenuhi perempuan yang akan dijatuhi hukuman. Panggung

tampak sesak oleh wajah-wajah perempuan yang letih dan pasrah. Petugas

tembak tampak di sisi kanan panggung siap dengan senjata pembunuh.

PELACUR berdiri di depan tiang gantungan. Para perempuan berdiri di

bawah, menanti hukuman. Ida Ratu Agung, berdiri jumawa di tengah-tengah

panggung, di atas level yang paling tinggi. Suasana begitu mencekam.

Terdengar jerit tangis anak-anak meratapi ibu mereka. Perempuan-

perempuan itu bergeming. Mereka tak menangis, mata mereka mantap

menatap moncong senapan.

37

115. RAJA

Habisi mereka semua!

Ajaib. Tak terdengar bunyi tembakan. Prajurit itu tak mampu melakukannya.

Mereka membuang senjata mereka, dan malah menghambur memeluk para

perempuan itu.Raja-termangu-mangu.

116. PRAJURIT 1

Ibuuuuuuuuuuu….

117. PRAJURIT 2

Kekasihhhhhhhhhhhhh….

118. PRAJURIT 3

Anakkuuuuuuuu….

119. PRAJURIT 4

Nenek……..

120. PRAJURIT 5

Istrikuuuuu……….

121. RAJA

Hentikan kekonyolan ini. Prajurit, sejak kapan kalian

membantahku? Kalian tak tahu akibatnya?

38

122. PRAJURIT 1

Nunas ampura banget Ratu Anake Agung. Kami tak bisa

melakukannya. Kami insaf. Kami cinta mereka. Mereka anak-

anak kami, istri kami, dan ibu kami. Sungguh kami tak

bisa.

123. RAJA

Persetannnnnnn! Sejak kapan kalian menjadi syahdu dan sok

mencintai mereka! Tak usah bersandiwara di depanku. Aku

harus membunuh mereka yang melanggar aturan. Ini

perintahku! Apa kalian mau mati juga?

124. PRAJURIT 1

Nunas lugra Ratu Anake Agung, lebih baik demikian. Kami dibunuh

satu keluarga saja. Agar tak ada kenangan yang tersisa.

125. RAJA

(merebut salah satu senjata yang dipegang prajurit). Baiklah kalau

kalian mau itu. Aku tak akan memaksa. Demi tegaknya

hukum, aku akan melakukannya sendiri. Nah, tutuplah mata

kalian sekarang dan untuk selamanya. (mengarahkan moncong

senapan, siap-siap menarik pelatuk). Habis kalian semua….

39

Senjata meletus. Tetapi letusan itu tak datang dari senjata raja. Letusan itu

berasal dari senjata seorang perempuan yang berpakaian hitam dan

penutup kepala hitam. Raja roboh bersimbah darah. Pembunuh raja muncul

ke atas panggung dan membuka penutup kepalanya. Ternyata ia adalah

PEREMPUAN TUA. Dengan kasar ia membalikkan tubuh raja dengan kakinya,

dan mengambil mahkotanya.

126. PEREMPUAN TUA

Nah, kutukan sudah berakhir!

127. SEMUA PEREMPUAN

Hidup perempuan! Hidup perempuan! Hidup perempuan!

128. PEREMPUAN TUA

Kutukan ini telah berbalik. Atas nama negeri ini, aku

akan mempersembahkan mahkota ini kepada seorang pelacur

yang telah memberi kami inspirasi tentang sebuah

keberanian untuk melawan.

129. SEMUA PEREMPUAN

Hidup perempuan! Hidup perempuan! Hidup perempuan!

130. PELACUR

Kunamai negeri ini negeri perempuan. Kumpul-kumpul sini,

cepatt!

40

Proklamasi atau apa namanya? The Declare of Independence?

Oke, apalah namanya. Proklamasi

Kami atas nama bangsa perempuan menyatakan dengan ini

menyatakan kemerdekaan perempuan, hal-hal yang berkaitan

dengan pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan

diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang

sesingkat-singkatnya. Aku merubah kata laki-laki dalam

pasal peraturan itu menjadi perempuan. Ini berarti; Pasal

satu: perempuan selalu benar. Pasal dua: laki-laki harus

melakukan perintah perempuan. Pasal tiga: pembangkang

aturan akan dihukum mati tanpa pembelaan. Pasal empat:

bila perempuan melakukan kesalahan, peraturan kembali ke

pasal satu.

131. SEMUA PEREMPUAN

Hidup perempuan! Hidup perempuan! Hidup perempuan!

Perempuan berlari-larian membawa panji-panji kemenangan. Panggung

hiruk pikuk dengan tarian dan minuman.

132. PELACUR

Nah kita tak akan menunggu besok lagi untuk menerapkan

aturan-aturan ini. Mulailah dengan menyingkirkan bangkai

41

ini, dan membersihkan istanaku yang baru. Para perempuan,

mari kita berpesta!

(Tari-tarian berlangsung di tengah panggung, makin lama makin cepat,

nakin cepat, makin cepat. Pada titik tertentu, tarian makin pelan. Lampu

padam perlahan.)

ENAM

Pasar. Pagi hari. Cahaya matahari subuh. Orang ramai tapi seakan tak

bernyawa. Tak ada musik. Sunyi. Di pasar hanya laki-laki. Beberapa

pedagang tampak gelisah merapikan sayur-sayurnya. Para pembeli keluar

masuk dengan langkah-langkah lemah, tampak mereka letih luar biasa. Tak

ada perempuan. Semua laki-laki murung. Seperti tak berdaya. Diam. Tak

saling menyapa dan tak saling berkeluh kesah seakan mengerti penderitaan

satu sama lain. Mereka bicara, tapi tak ada suara. Tangan bergerak, bibir

bergerak, kaki bergerak, badan bergerak, tapi tetap tak ada suara. Gerakan

mereka amat gontai, tak ada semangat. Begitu mencekam.

Tiba-tiba terdengar jeritan seoramg laki-laki dari balik panggung. Masuk ke

panggung dua orang perempuan. Mereka menyeret seorang laki-laki dan

mencabik-cabik bajunya. Si lelaki menyembah-nyembah agar perempuan itu

menghentikan perbuatannya, tetapi si perempuan malah makin beringas. Si

laki-laki ditelanjangi di tengah pasar.

133. PEREMPUAN 1

42

Tahu rasa kau sekarang? Masih bermimpi bisa memperkosa

kami seenak udelmu? Pasal-pasal telah berganti. Tak

ingatkah kau raja sudah tewas di tangan ratu kami?

Cobalah lagi untuk memperkosa, kau akan dibunuh dengan

cara yang paling menyakitkan dan paling memalukan. Sampai

kau menyesal pernah dilahirkan sebagai manusia.

134. PEREMPUAN 2

Dulu, kami memang tak berkuasa atas hidup kami. Diperkosa

atau dibunuh sekalian, kami tak berdaya. Jadi

bersyukurlah, kami tak memperkosa atau membunuhmu. Dan

pikirlah seribu kali sebelum melakukan kejahatan di

negeri kami ini, negeri perempuan. Terutama terhadap kaum

perempuan! (tertawa)

Perempuan-perempuan itu meludahinya lalu meninggalkannya. Laki-laki di

pasar menundukkan kepalanya, beberapa menitikkan air mata. Tampak

beberapa perempuan lain muncul dari balik panggung juga, mulai

mengerubuti, tak menolong, tapi ikut meludahi tubuh si laki-laki. Ia lalu

diseret ke luar panggung. Terdengar tawa perempuan yang tak selesai-

selesai. Lampu meredup. Tiba-tiba dari balik panggung muncul seorang laki-

laki tertatih-tatih menuntun sepeda.

135. SUAMI

43

(sesekali menengok ke belakang dengan waswas, lalu menuntun sepeda dan

mencoba menaikinya) Ah, tumben aku menyentuh benda ini.

Sudah limabelas tahun lebih aku tidak menyentuhnya. Aku

sangat merindukan bisa jalan-jalan dengan sepeda seperti

dulu lagi. Dan hari ini mimpiku terkabul. Aku ingin

jalan-jalan dengan sepeda ini. (Mencoba menuntunnya, tapi ia

jatuh). Waduh, aku sudah lupa bagaimana cara menaikinya.

Sudah lama sekali. Menuntun saja aku tak bisa, apalagi

menaikinya? (Sesaat kemudian ia bangun lagi, jatuh lagi dan begitu

seterusnya). Gawat, keburu ketahuan istriku nanti!

136. ISTRI

(mengendap-endap dari belakang). He-eh! Mau kemana nih? Bawa-

bawa sepeda lagi. Masuk, cepat masuk! (merebut sepeda)

137. SUAMI

(gemetar dan gugup sambil berusaha menyembunyikan sepedanya, tapi tak

bisa) Yee, Iluh, sudah pulang? Tiang nggak denger Iluh pulang.

138. ISTRI

Eh, Beli, masukkan sepeda itu, cepat!

139. SUAMI

Iluh, tulung, tiang ingin bisa naik sepeda sekali saja dalam

hidup tiange.

44

140. ISTRI

Masukkan! Cepat! Kau tak dengar?

141. SUAMI

Iluh, tiang sudah bisa menuntunnya. Tinggal menaiki saja,

mohon berikan kesempatan kepada tiang, Luh! Kalau bisa naik

sepeda kan, tiang bisa mengantar Iluh jalan-jalan? Seperti

dulu, Luh. Kau masih ingat?

142. ISTRI

Wih, Beli, mau kemana? Jalan-jalan? Aku kan sudah bilang,

Beli tinggal di rumah saja. Tugas Beli cuma mengelap dan

memberinya minyak biar mengkilap. Sepeda ini untukku

bukan untukmu! (tertawa, sinis). Apa kamu lupa, pasal satu di

negeri ini berbunyi: perempuan selalu benar. Kalau aku

bilang tidak boleh, itulah yang benar. Beli jangan

menentang!

143. SUAMI

Iluh, dari dulu tiang rindu sekali naik sepeda lagi. Tak

lebih dari itu, kalau yang lain bolehlah Iluh larang, tapi

ini jangan, Luh, tolong! Tiang ingin naik sepeda. Tiang

ingin melintasi perbukitan itu dengan kayuhan kakiku ini.

45

144. SUAMI

Bengkung, itu berarti kamu melanggar pasal satu! Dan

ingat, ada pasal dua yang berbunyi: laki-laki harus

melakukan perintah perempuan. Lagipula, kalau mau pergi

ya aku yang memboncengmu! Lengeh! Kau kan tenang-tenang

aja di belakang. Aku yang mengayuhnya, aku yang

keringetan, kamu tinggal diem.

145. SUAMI

Tidak. Tiang tidak mau di belakang terus-terusan. Sekali-

sekali tiang pingin di depan.

146. ISTRI

Ya, kalau mau duduk di depan, duduk saja di depan. Itu

lebih bagus. Sambil mengayuh sepeda aku bisa menciummu

terus-terusan.

147. SUAMI

Tapi kan tetap Iluh yang pegang stangnya? Tiang tetap merasa

di belakang. Tiang ingin tiang yang pegang stang. Tiang

ingin tiang yang pegang kendali. Tiang ingin menentukan

arah. Mau ke kanan, kiri, mau lewat jalan berlubang,

jalan becek, jalan lurus, berliku, mau nabrak pagar, tiang

yang tentukan! Tiang yang memutuskan!

46

148. ISTRI

Bengkung! Ini artinya Beli melanggar pasal-pasal di negeri

ini. Pasal-pasal ini hukum paling tinggi, konstitusi yang

tak ada duanya di negeri ini. Kalau Beli tetap

membangkang, Beli kena pasal tiga, pembangkang aturang

akan dijatuhi hukuman mati tanpa pembelaan, Beli! Sudahlah,

semuanya tak mungkin bagi laki-laki. Laki-laki tak boleh

keluar tanpa ijin perempuan. Kau bisa ditangkap di

perbatasan. Pengawal istana akan menangkapmu. Atau, kau

bisa dirampok, bisa diculik, atau yang paling parah, kau

bisa terperosok ke jurang. Tak ada yang menemukanmu.

Beberapa hari kemudian baru aku temukan kau dalam keadaan

sudah menjadi bangkai.

149. SUAMI

Alasan. Kau mencari-cari alasan hanya untuk menyudutkan

laki-laki. Pasal-pasal, bahaya-bahaya dan sebagainya cuma

lelucon untuk menakut-nakuti anak kecil. Jangankan

bersepeda, ke kamar mandi saja berbahaya kalau tak hati-

hati Iluh bisa terpeleset lalu mati. Sama kan? Itu semua

kan cuma alasan Iluh? Katakan saja terus terang Iluh tak

ingin tiang berbuat seperti kemauan tiange!

150. ISTRI

47

Puih! Dueg! Siapa ngajarin kau ngomong begitu?

151. SUAMI

Bisa naik sepeda nggak boleh, bisa ngomong juga nggak

boleh. Sebenarnya aku boleh ngapain saja ha?

152. ISTRI

Melaksanakan perintahku. Itulah. Jelas kan?

153. SUAMI

Nggak bisa. Aku tetap harus bisa naik sepeda. Kumohon,

katakanlah bahwa Iluh mengijinkanku, katakanlah, agar itu

menjadi kebenaran.

154. ISTRI

Bengkung! Ne katagih ha? (ISTRI merampas sepedanya dan masuk ke

dalam).

155. SUAMI

Iluh…Iluh… (mengejar)

ISTRI dan SUAMI masuk. Sunyi. Lampu meredup. Panggung sunyi beberapa

saat. Kemudian muncul lagi ISTRI, mengendap-endap menuntun sepeda,

48

tertatih-tatih dan sesekali terjatuh. Perlahan-lahan ia masuk lagi. Lampu

meredup. Muncul BAPA memainkan gitar.

156. BAPA

(menoleh-noleh ke belakang dengan rasa takut ). Ini gitar Bapa.

Sudah sepuluh tahun Bapa tak dikasi kesempatan

memainkannya. Sejak negeri ini berubah menjadi negeri

perempuan, Bapa cuma menjadi penonton Iluh bermain gitar.

Ah, rindunya memainkan gitar ini lagi. Jari-jariku sudah

kaku semua. Kunci-kuncipun aku hampir lupa. Tapi tak

apalah, akan kucoba. Dengar ya! (Ia memetik senar-senar gitar itu

dengan ragu-ragu, makin lama makin lancar lalu mulai menyanyi. Lagunya

sedih dan memilukan). Tiang bisa! Tiang bisa! Ratu betara,

terimakasih, akhirnya bisa juga tiang bermain gitar lagi.

(menitikkan air mata)

157. PEREMPUAN MUDA

Bapa, kenken-kenkenan ne? Berani sekali Bapa menyentuh barang

kesayangan Iluh tanpa ijin! Letakkan Bapa, cepat! Tiang

tidak ingin berbuat kasar kepada Bapa, asal Bapa mau

menyerahkan gitar itu kepada tiang! Ini perintah tiang, Pa.

Tiang tidak main-main.

158. BAPA

49

Iluh, Bapa rindu sekali masa-masa ketika Bapa menjadi

penyanyi dulu! Untuk apa Bapa punya gitar, kalau tidak

dimainkan! Dengar, Bapa sudah mulai mengingat kunci-

kuncinya. Bapa bisa memainkan gitar ini dengan merdu. Iluh

mau mendengar?

159. PEREMPUAN MUDA

Tusing! Iluh sing nyak! Pokoknya, Bapa jangan main-main lagi

dengan alat itu! Alat musik itu milik Iluh! Memang dulu

milik Bapa, duluuuuu sekali. Tapi Bapa jangan bermimpi

bisa memainkannya di luar ijin tiang.

160. BAPA

Iluh, tolong, sekali ini saja. Tiang rindu bermain gitar!

Tiang ingin menghibur diri sendiri dengan gitar ini. Tiang

sudah bosan mendengar saja, padahal tiang bisa main

sendiri. Apa salahnya kita melakukan apa yang kita ingin

lakukan?

161. PEREMPUAN MUDA

Bengkung! Karena Bapa laki-laki. Itu artinya, Bapa tidak

boleh berbuat di luar kehendak perempuan. Itu

peraturannya. Kalaupun ada yang harus disalahkan, Bapa

tanya saja pada diri sendiri. Masih ingat pada hukum

50

Karmaphala? Sekarang perempuan yang menentukan semuanya.

Malang bagi laki-laki. Ia tak boleh menentukan nasibnya

sendiri karena ia memang dilahirkan bukan untuk

menentukan, tapi menjalankan ketentuan. Paham, Bapa?

Lampu padam. Saat lampu menyala, di panggung ada lima orang laki-laki

yang bercakap-cakap.

162. LAKI-LAKI 1

Kita tak ubahnya seorang budak di negeri ini.

163. LAKI-LAKI 2

Aku juga merasakannya. Bagaimana mungkin kita bisa hidup

seperti ini? Ini bukan hidup, ini penjara! Sedikit saja

melawan, nyawa taruhannya. Salah membuatkan kopi saja,

kepala jadi sasaran. Ini penindasan!

164. LAKI-LAKI 4

Makanya jangan cengeng! Sedikit-sedikit menangis,

sedikit-sedikit takut, sedikit-sedikit menyerah, sedikit-

sedikit …

165. LAKI-LAKI 1

51

….Putus asa, sedikit-sedikit minta perlindungan, sedikit-

sedikit minta maaf, ah! Bosan! Ganti suasana sekali-

sekali, kita yang perintah mereka!

Hening sejenak. Lalu, tiba-tiba kelima laki-laki tersebut tertawa keras-keras

hampir berbarengan. Saat tawa mereka mereda, laki-laki keempat ikut

angkat bicara.

166. LAKI-LAKI 5

Setelah itu kita akan mati konyol? Enak betul mereka.

Kita belum sempat melakukan apapun!

Hening lagi. Lantas, laki-laki ke lima, yang sedari tadi hanya mendengar dan

manggut-manggut, akhirnya ikut dalam pembicaraan.

167. LAKI-LAKI 2

Kalian ini sudah gila apa? Jangankan memerintah, untuk

membantah perintah mereka saja kita tak punya nyali.

Ingat, kita akan dihukum berat! Itu juga yang sebenarnya

membuat aku enggan berbuat apapun. Seolah-olah, berpikir

tentang itu saja aku tak sanggup!

168. LAKI-LAKI 3

52

(berapi-api, tangannya yang kekar mengepalkan tinju dan mukanya merah

menahan amarah). Hah! Kalau setiap hari cuma berkeluh

kesah, seribu tahun lamanya, kita tetap akan begini-

begini saja. Kita haruslah berbuat, berbuat, berbuat!

Tiba-tiba masuk lima orang perempuan, tampaknya pekerja istana, tanpa

basa-basi langsung meringkus laki-laki kedua dan keempat. Teman-

temannya mencoba menolong, tapi dihempaskan dengan kasar oleh

perempuan-perempuan itu. Ketika mereka akan bangkit, salah seorang

perempuan memberi isyarat tertentu dengan pedangnya. Laki-laki itupun

diam dan pasrah ketika temannya dibawa pergi.

169. LAKI-LAKI 1

Beginilah nasib laki-laki di negerinya sendiri.

170. LAKI-LAKI 2

Tak lebih berharga dari seekor kecoak!

171. LAKI-LAKI 5

Bahkan untuk sebuah mimpi ia tak punya lagi. Ia tak

berhak punya mimpi. Hidup macam apakah ini?

172. LAKI-LAKI 1

Ini sudah tak bisa ditolerir lagi. Makin hari kita makin

terpuruk saja. Dengar, kita sendiri yang akan merubah

53

nasib kita, bukan orang lain. Aku tidak tahan lagi untuk

tidak berbuat. Cepat rencanakan sesuatu!

173. LAKI-LAKI 3

Kita racun satu-satu, bagaimana?

174. LAKI-LAKI 5

(terkejut) Meracun satu-satu? Berapa lama kita akan bekerja?

Itu tidak hemat waktu dan beresiko tinggi. Ah, sebaiknya…

Ratu saja yang kita bunuh? Selama ini dialah orang yang

paling bertanggung jawab atas nasib kita yang teraniaya

seperti ini. Bagaimana?

175. LAKI-LAKI 1

Bukan. Dia bukan orang yang tepat. Dia hanya orang bodoh

yang dimahkotai. Selama ini dia cuma menjalankan bualan

menteri-menterinya itu. Padahal, dia sendiri tidak tahu

bahwa semua menteri itu tinggal menunggu waktu yang tepat

untuk mengambil alih kekuasaan. Bodoh betul. Sebaiknya,

kita singkirkan menteri-menteri itu, lalu kita bereskan

ratu.

176. LAKI-LAKI 5

Membereskan menteri-menteri? Menteri saja lebih dari

puluhan jumlahnya. Lagipula tak mudah membunuh puluhan

54

perempuan itu dengan kekuatan kita sendiri yang cuma

berlima ini saja. Kalau pun harus melibatkan laki-laki

lain, terlalu besar resikonya. Kita bisa dibantai duluan.

Lagipula, apa ada yang berhasrat melawan jika tahu harus

berhadapan dengan kematian. Akupun tak yakin dengan

diriku.

177. LAKI-LAKI 3

Benar juga. Kita harus memikirkan akibat-akibat yang

mungkin terjadi. Tak boleh gegabah. Karena musuh kita

bukan kelas kecoa. Meski ya, tingkahnya sama saja dengan

kecoa. Menjijikkan. Tapi aku yakin sekali ini akan

berakhir. Tinggal menunggu waktu saja. Cepat atau lambat.

Laki-laki harus mendapatkan kembali kebebasannya. Kalau

tidak, kita akan mati pelan-pelan.

178. LAKI-LAKI 1

Sudahlah. Sudah kukatakan sejak awal kalau berkeluh

kesah, seabadpun tak akan pernah cukup untuk menjelaskan

sebuah penderitaan. Ini tak bisa diterima secara logika.

Ini tak perlu diuraikan lagi. Kau tahu, ini sudah

menjelang pagi, mari kita kembali pada hidup kita masing-

masing. Mari kita kembali menjadi budak. Aku harus cepat

ke kali mencari batu-batu yang kokoh untuk pondasi istana

ratu yang baru di utara.

55

178. LAKI-LAKI 3

Ah ya. Aku harus cepat-cepat ke sawah.

179. LAKI-LAKI 5

Dan aku harus mendapatkan ikan-ikan tersegar pagi ini

untuk kujual. Kalau tidak, istriku akan mencambukku.

180. LAKI-LAKI 1

Ayo kita tinggalkan tempat ini.

Berbarengan dengan ajakan itu, beberapa perempuan menyeret mayat laki-

laki II dan IV. Kondisi mereka mengerikan. Mereka berdarah-darah. Sudah

dapat ditebak, mereka pasti membikin kesalahan. Mayat-mayat itu

dihempaskan tepat di depan teman-teman mereka.

181. PEREMPUAN I

56

Teman-teman yang baik, kau tahu apa kesalahan mereka?

Mereka menggoda PEREMPUAN TUA kemarin. Mereka mengejek

PEREMPUAN TUA dan berkata-kata kasar padanya. Dan yang

lebih penting lagi, mereka tak membungkukkan badan ketika

ratu lewat di depan mereka di pasar, kemarin. Jadi,

teman-teman, pikirlah lagi sebelum kalian bernasib sama

dengan mereka.

Perempuan-perempuan itu masuk. Beberapa laki-laki membawa

mayat itu keluar panggung.

182. LAKI-LAKI 1

Bagaimana?

183. LAKI-LAKI 2

Bagaimana apanya? Kita harus berbuat, itu sudah jelas!

Mogok saja, kita mogok saja! Cepat, tunggu apalagi?

184. LAKI-LAKI 1

Tunggu. Aku akan bagi tugas. Kau (menunjuk laki-laki 3),

sebarkan rencana mogok ini kepada laki-laki di utara.

Jangan sampai ketahuan, kau ketuk pintu pelan-pelan, lalu

kau bilang apa yang menjadi rencana kita, sampai dia

mengerti betul. Lalu sebarkan secara berantai. Mereka

57

pasti bertemu sore hari kan, untuk mandi di sungai? Nah,

kau suruh mereka diam-diam menyebarkan berita ini. Jangan

sampai mencurigakan perempuan. Kau paham?

184. LAKI-LAKI 3

(mengangguk) Aku paham. Apa aku pergi sekarang?

185. LAKI-LAKI 1

Ya itu lebih baik lagi. Sebelum terlambat, kita harus

bekerja ekstra keras. Selamat berjuang! Dan…Kau (menatap

laki-laki 5), ke barat. Aku akan menyelesaikan yang lainnya.

186. LAKI-LAKI 5

Baiklah, semoga berhasil. Sampai jumpa di tiang hukuman

besok pagi.

TUJUH

Perempuan-perempuan bergunjing tentang keanehan pada hari itu.

187. PEREMPUAN BERGUNJING 1

Kenapa ya hari ini aku tak menemukan seorang laki-laki

pun? Kau sadar tidak?

58

188. PEREMPUAN BERGUNJING 2

Sadar apa? Aku tak lihat perbedaan.

189. PEREMPUAN BERGUNJING 1

Tak ada satu laki-laki pun! Ajaib! Fantastis!

190. PEREMPUAN BERGUNJING 3

Ya benar, tak seorang pun terlihat. Apa mereka semua

mogok ya?

191. PEREMPUAN BERGUNJING 4

Mogok? Seperti orang bodoh saja. Mau bunuh diri mereka?

Gila, tak waras. Mereka cepat putus asa ternyata.

192. PEREMPUAN BERGUNJING 1

Tak mungkin ah! Mereka kan laki-laki pengecut. Mana

mungkin masih punya nyali? Kita sudah buat bertahun-tahun

agar jiwa pemberontak mereka hilang. Dan kau lihat

sendiri kan, mereka tak berani menentang kita? Payah,

kalau mereka benar-benar mogok, negeri ini akan habis

sudah.

193. PEREMPUAN BERGUNJING 2

Eh, jangan dihabiskan dong. Sisakan barang satu atau dua

saja. Untuk membuahi kita.

59

194. PEREMPUAN BERGUNJING 3

Wah rebutan dong! Satu laki-laki berbanding seribu?

Konyol, tapi seru juga.

195. PEREMPUAN BERGUNJING 5

Pokoknya kalau benar mereka mogok, aku yakin tempat ini

akan banjir darah laki-laki. Kita tak pernah tahu apa

dosa mereka.

196. PEREMPUAN BERGUNJING 1

Sudah-sudah. Kenapa kita yang repot? Biarkan saja mereka

mogok kek, mati kek, jungkir balik kek, aku nggak ambil

pusing! Kita happy-happy sajalah, setuju?

197. PEREMPUAN BERGUNJING SEMUA

Setujuuuuuuuuuuu!

Tiba-tiba dari balik panggung muncul suara keributan, lama-lama

kecil kemudian membesar dan memenuhi seluruh ruangan. Suara yang tak

nyata itu menjadi nyata, ketika mereka mulai memasuki panggung satu

persatu. Istri-istri marah luar biasa karena ini untuk pertama kalinya selama

berabad-abad, laki-laki menolak mereka. Lampu merah. Para istri makin

beringas. Ada yang menyeret suaminya, mencambukinya, menarik-narik

rambutnya, ada juga yang berusaha menelanjangi suaminya di depan

60

umum. Tapi tak terdengar lengkingan mengaduh dari suara laki-laki di balik

gaduhnya suasana itu. Semuanya suara laki-laki. Anak-anak mulai menangis

dan meraung-raung menyesali kejadian itu.

Di tengah-tengah kegaduhan itu, muncul rombongan ratu dan

puluhan penembak sejatinya. Pasukan bersenjata itu mengambil tempat.

Orang-orang terdiam.

198. RATU

Pemberontakan khas kanak-kanak. (tersenyum sinis). Aku telah

menciumnya sejak lama. Memang, untuk sebuah perubahan,

diperlukan keberanian. Ah, tapi sayang, keberanian itu

terlalu mahal. Prajurit, tangkap mereka semua!

Laki-laki dari seluruh negeri dikumpulkan. Seluruhnya, kecuali anak-anak.

Tangan mereka diikat dan matanya ditutup dengan kain hitam. Sunyi. Tak

terdengar suara apapun. Semua seperti patung, menunggu titah Ratu yang

berikutnya.

199. RATU

Tembak mereka semuaaaaa….

61

Ajaib. Tak terdengar bunyi tembakan. Prajurit itu tak mampu melakukannya.

Mereka membuang senjata mereka, dan malah menghambur memeluk para

laki-laki itu. Ratu termangu-mangu.

200. PRAJURIT 1

Ayahhhh……

201. PRAJURIT 2

Kekasihhhhhhhhhhhhh….

202. PRAJURIT 3

Anakkuuuuuuuu….

203. PRAJURIT 4

Kakeeekkkkkk….

204. PRAJURIT 5

Suamikuuuuu……….

205. RATU

Hentikan kekonyolan ini. Prajurit, sejak kapan kalian

membantahku? Kalian tak tahu akibatnya?

62

206. PRAJURIT 1

Ampura banget Ratu Anake Agung. Kami tak bisa melakukannya.

Kami insaf. Kami cinta mereka. Mereka anak-anak kami,

suami kami, dan ayah kami. Sungguh kami tak bisa.

207. RATU

Persetannnnnnn! Sejak kapan kalian menjadi syahdu dan sok

mencintai mereka! Tak usah bersandiwara di depanku. Aku

harus membunuh mereka yang melanggar aturan. Ini

peritahku! Apa kalian mau mati juga?

208. PRAJURIT 1

Nunas lugra Ratu Anake Agung, lebih baik demikian. Kami

dibunuh satu keluarga saja. Agar tak ada kenangan yang

tersisa.

209. RATU

(merebut salah satu senjata yang dipegang prajurit). Baiklah kalau

kalian mau itu. Aku tak akan memaksa. Demi tegaknya

hukum, aku akan melakukannya sendiri. Nah, tutuplah mata

kalian sekarang dan untuk selamanya. (mengarahkan moncong

senapan, siap-siap menarik pelatuk). Habis kalian semua….

(Anak-anak meraung-raung memanggil Ayah dan ibunya, mereka

berteriak tak rela. Namun tiba-tiba secepat kilat Ratu berbalik ke

63

belakang, menembak layar yang merupakan siluet seorang laki-laki

membawa senapan. Senjata meletup. Bayangan laki-laki dalam siluet

itu roboh. Terdengar erangan keras. Hening beberapa detik. Seorang

laki-laki terjerembab dan sebagian tubuhnya terbujur di atas panggung.

Ia sekarat).

Aku tahu kalian akan membunuhku. Aku tahu kalian akan

membalas dendam. Kalian akan meminta kekuasaan itu lagi.

Kalian merindukan menjajah perempuan lagi. Sejarah yang

sama memang terus berulang. Drama yang sama memang terus

berulang. Selama dendam itu masih ada, drama ini tak akan

pernah berakhir. Selama laki-laki masih memelihara nafsu

untuk menguasai perempuan, drama ini tak akan pernah

berakhir. Selama perempuan ingin membalas dendam, drama

ini juga tak akan pernah berakhir. Drama ini tak akan

pernah berakhir, drama ini tak akan pernah berakhir,

drama ini tak akan pernah berakhir!

(Lampu padam.)

CATATAN

Beli : sebutan untuk kakak laki-laki (dalam Bahasa Bali)

Tiang : saya (Bahasa Bali halus)

64

Luh : panggilan untuk anak perempuan

beli, tulung : Kakak, tolong

di jumah dogen urusang paone! : di rumah saja urus dapurmu!

anak luh : anak perempuan

Bengkung : keras kepala

Ne katagih ha : ini yang kau minta?

kenken-kenkenan ne : apa-apaan ini?

Bapa sing demen : Bapak tidak suka

anak muani : anak laki-laki

Nggih : ya (Bahasa Bali halus)

Mbok : panggilan kakak untuk perempuan

Bapa: Bapak

Arit : sabit

Eh, sepi gati, o : eh, sepi sekali ya?

Beneh ne umah ragane : benarkah ini rumah kita?

Pih, adi sepi : Lho kok sepi?

suwung gedamblung kene : sunyi senyap begini

Ngae-ngae dogen : membual saja

tabik pekulun : permisi (untuk menyebut sesuatu yang sakral)

Ida Anake Agung : Yang Mulia

Dewa Ratu Bhatara : Ya Tuhan

Karmaphala : Hukum sebab akibat dalam agama Hindu

Tusing: tidak

65

Singaraja, Desember 2004

66

67

68


Recommended