Post on 20-Feb-2023
transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Cahaya matahari merupakan sumber utama energi bagi
kehidupan, tanpa adanya cahaya matahari kehidupan
tidak akan ada. Bagi pertumbuhan tanaman ternyata
pengaruh cahaya selain ditentukan oleh kualitasnya
ternyata ditentukan intensitasnya. Intensitas cahaya
adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu
tanaman per satuan luas dan per satuan waktu
(kal/cm2/hari). Dengan demikian pengertian intensitas
yang dimaksud sudah termasuk lama penyinaran, yaitu
lama matahari bersinar dalam satu hari. Pada dasarnya
intensitas cahaya matahari akan berpengaruh nyata
terhadap sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan
intensitas cahaya matahari dibutuhkan untuk
berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk membentuk
karbohidrat. Tanaman yang mendapatkan cahaya matahari
dengan intensitas yang tinggi menyebabkan lilit batang
tumbuh lebih cepat, susunan pembuluh kayu lebih
sempurna, internodia menjadi lebih pendek, daun lebih
tebal tetapi ukurannya lebih kecil dibanding dengan
tanaman yang terlindung. Beberapa efek dari cahaya
matahari penuh yang melebihi kebutuhan optimum akan
dapat menyebabkan layu, fotosintesis lambat, laju
respirasi meningkat tetapi kondisi tersebut cenderung
mempertinggi daya tahan tanaman. Menurut Salisbury dan
Ross (1992) cahaya matahari mempunyai peranan besar
dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis,
respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, menutup dan
membukanya stomata, dan perkecambahan tanaman,
metabolisme tanaman hijau, sehingga ketersediaan
cahaya matahari menentukan tingkat produksi tanaman.
Tanaman hijau memanfaatkan cahaya matahari melalui
proses fotosintesis.
Pendapat di atas diperkuat oleh Baharsyah dkk, (1985)
bahwa cahaya matahari sangat besar peranannya dalam
proses fisiologis yaitu fotosintesis, respirasi,
pertumbuhan dan perkembangan, pembukaan dan penutupan
stomata, berbagai pergerakan tanaman dan
perkecambahan. Penyinaran matahari mempengaruhi
pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman melalui
proses fotosintesis. Hubungan antara penyinaran
matahari dengan hasil adalah kompleks. Energi cahaya
matahari yang digunakan oleh tanaman dalam proses
fotosintesis berkisar antar 0,5 – 2,0 % dari jumlah
total energi yang tersedia. Sehingga hasil
fotosintesis berkurang apabila intensitas cahaya
kurang dari batas optimum yang dibutuhkan oleh
tanaman, yang tergantung pada jenis tanaman (Leopold &
Kriedemann, 1975) hal ini juga berlaku terhadap jenis-
jenis anggrek. Bila cahaya matahari kurang, karena
tanaman anggrek berada dalam keadaan terlalu teduh,
maka proses assimilasi akan berkurang, sehingga
hidratarang sebagai hasil proses tersebut juga kurang
jumlahnya.
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah perbedaan intensitas cahaya matahari
berpengaruh terhadap jaringan tanaman
anggrek ?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya
matahari terhadap jaringan epidermis daun
tanaman anggrek ?
3. Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya
matahari terhadap jaringan parenkim batang
dan akar tanaman anggrek ?
4. Apa hubungan intensitas cahaya matahari
terhadap zat yang dihasilkan dalam proses
metabolisme tanaman anggrek ?
1.3 Pembatasan Masalah
1. Apakah perbedaan intensitas cahaya matahari
berpengaruh terhadap jaringan parenkim pada
akar dan batang serta jaringan epidermis pada
daun tanaman anggrek ?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya
matahari terhadap indeks stomata pada
epidermis daun tanaman Anggrek ?
3. Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya
matahari terhadap indeks butir pati, serta
proporsi zat ergastik pada jaringan parenkim
batang dan akar tanaman Anggrek ?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui adakah pengaruh perbedaan
intensitas cahaya matahari terhadap jaringan
tanaman anggrek.
2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan intensitas
cahaya matahari terhadap jaringan epidermis
daun tanaman anggrek.
3. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan intensitas
cahaya matahari terhadap jaringan parenkim
batang dan akar tanaman anggrek.
4. Untuk mengetahui hubungan intensitas cahaya
matahari terhadap zat yang dihasilkan dalam
proses metabolisme tanaman anggrek.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Indeks stomata pada epidermis daun
2. Indeks butir pati pada parenkim batang
3. Proporsi zat ergastik pada parenkim akar
1.6 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan, pengalaman dan
wawasan, serta bahan dalam penerapan ilmu
metode penelitian mini research anatomi
tumbuhan.
2. Manfaat Praktis
Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk
penelitian selanjutnya.
3. Manfaat bagi Penyusun
Mini research ini akan menambah
pengetahuan bagi penyusun, wawasan pengetahuan
penyusun dapat bertambah dengan adanya mini
reaserh ini, sehingga ini dapat memantapkan
pengetahuan penyusun tentang materi dan
praktikum anatomi tumbuhan yang telah
dilaksanaan sebelum-sebelumnya.
BAB II
Tinjaun Teoritis
2.1 Pengaruh Cahaya Terhadap Suhu
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat
penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem.
Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas bersih,
tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk
membentuk karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi
kehilangan sejumlah karbohidrat akibat respirasi. Apabila
semua faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju
fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan,
keseimbangan antara kedua proses tadi akan tercapai pada
sejumlah intensitas cahaya tertentu.
Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis
(pembentukan karbohidrat), dapat mengimbangi kehilangan
karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik
kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk
setiap jenis tumbuhan.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang
sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup,
termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik
secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai dkk
(1998) suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap
fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses
kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak
langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya
terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju
evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan
tetapi juga laju kehilangan air dari organisme.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara
mandiri pengaruh suhu sebagai faktor lingkungan. Misalnya
energi cahaya mungkin diubah menjadi energi panas ketika
cahaya diabsorpsi oleh suatu substansi. Suhu sering
berperan bersamaan dengan cahaya dan air untuk mengontrol
fungsi- fungsi dari organisme.
Jadi, ketika energi cahaya yang diterima oleh suatu
tumbuhan diubah menjadi energi panas, secara linier suhu
pun menjadi naik. Kenaikan suhu ini akan berpengaruh
terhadap berbagai proses kimia yang ada pada tumbuhan.
2.2 Pengaruh Suhu terhadap Proses Respirasi
Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare
yang artinya bernafas. Respirasi yaitu suatu proses
pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi
melalui proses kimia dengan menggunakan O2, proses
pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik
menjadi CO2, H2O dan energi. Dari respirasi akan
dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan kehidupan,
seperti sintesis (anabolisme), gerak, dan pertumbuhan.
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain yaitu ketersediaan substrat,
ketersediaan oksigen, suhu, umur tumbuhan, cahaya dan
luka. Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan
sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju
reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan
suhu sebesar 10°C, namun kenaikan ini tergantung pada
masing-masing spesies.
Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi
tersebut akan dipergunakan dalam proses metabolisme atau
energi kimia tersebut akan dipergunakan untuk
menggantikan energi yang dipergunakan dalam metabolisme.
Apabila banyak terjadi respirasi pada tanaman;
berarti banyak energi yang keluar dan banyak karbohidrat
yang terurai. Ini dapat mempengaruhi produksi tanaman
tersebut.
2.3 Proses Pembentukan Stomata
Stomata adalah struktur epidermis yang dibentuk oleh
dua sel penjaga atau guard cells yang terletak pada pori-
pori tanaman. Permukaan epidermis lainnya terdiri atas
lapisan lilin yang tidak dapat ditembus. Hal ini
menjadikan stomata memiliki peran yang penting dalam
mengatur keluar masuknya gas (seperti CO2 dan O2), hormon
(seperti ABA) dan air dari dan ke dalam tanaman. Peran
tersebut memiliki dampak pada produktivitas dan ketahanan
tanaman terhadap cekaman kekeringan atau banjir. Selain
itu, stomata juga merupakan pintu masuk bagi bakteri
patogen, sehingga mereka berpengaruh pada ketahanan
terhadap cekaman biotik.
Hal tersebut berarti bahwa stomata merupakan salah
satu kontrol utama dalam peningkatan produktivitas
tanaman. Studi pembentukan stomata mengindikasikan bahwa
terbentuknya stomata dipengaruhi oleh Mitogen-Activated
Protein Kinase (MAPK) tertentu yang responsif terhadap
lingkungan. Penelitian dilakukan dengan melihat fungsi
dari protein kandidat melalui loss-of-function atau gain-
of-function melalui teknik mutasi. Loss-of-function
dilakukan melalui represi dari gen kandidat, sedangkan
gain-of-function dilakukan dengan cara
mengoverekspresikan gen-gen tersebut. Protein-protein
yang telah teridentifikasi antara lain MPK3, MPK6, MKK4,
MKK5 dan YODA.
MPK3 telah diketahui ekspresinya di sel penjaga.
Aktivitas MPK3 dipengaruhi oleh ABA dan H2O2 yang
menginduksi penutupan stomata. MPK6 dipengaruhi oleh
hormon ABA dan ekspresinya diinduksi oleh flagela
bakteri. Selain itu, MKK4/MKK5-MPK3/MPK6 modul
menunjukkan regulasi pada cekaman biotik dan abiotik.
YODA, protein MAPKKK yang mengaktifkan MKK4/MKK5,
memiliki ekspresi yang dipengaruhi oleh serangan bakteri.
Kesimpulan yang ada saat ini adalah bahwa cascade
YODA-MKK4/MKK5-MPK3/MPK6 mempengaruhi pembentukan
stomata. Ekspresi gen-gen yang mengkode protein-protein
tersebut dipengaruhi oleh cekaman biotik dan abiotik.
2.4 Hubungan antara Laju Respirasi dengan Pembentukan
Stomata
Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi
akan dipergunakan dalam proses metabolisme atau energi
kimia, akan dipergunakan untuk menggantikan energi yang
dipergunakan dalam metabolisme.
Apabila banyak terjadi respirasi pada tanaman;
berarti banyak energi yang keluar dan banyak karbohidrat
yang terurai. Ini dapat mempengaruhi produksi tanaman
tersebut.
Saat banyak energi yang keluar, ada juga energi yang
perlu digantikan, maka proses metabolisme akan
berlangsung terus menerus, untuk menjaga keberlangsungan
metabolisme ini, tumbuhan membentuk stomata. Mengingat
fungsi stomata sebagai tempat keluar masuknya gas yang
berperan dalam proses metabolisme, seperti karbon
dioksida dan oksigen. Maka dari itu kebutuhan akan
berlangsungnya proses metabolisme ini membuat tumbuhan
memperbanyak jumlah stomata yang dibentuk. Ketika jumlah
stomata yang dibentuk cukup banyak, laju respirasi akan
berjalan dengan cepat. Semakin cepat laju respirasi,
semakin cepat pula tumbuhan melakukan proses metabolisme.
2.5 Pengertian Zat Ergastik
Zat ergastik adalah benda-benda hasil proses
metabolisme protoplasma yang berupa butir-butir tepung,
gelembung minyak, kristal dan lain-lain, yang terdapat
dalam sitoplasma, vakuola, atau dinding sel (ergastic
matter).
Di dalam sel-sel makhluk hidup khususnya sel
tumbuhan selain banyak dijumpai adanya benda-benda
protoplasmik (hidup) juga terdapat benda-benda
nonprotoplasmik (tak hidup) atau disebut benda ergastik.
Benda-benda ini terdiri dari substansi yang bersifat cair
maupun padat dan merupakan hasil dari metabolism sel.
Adapun benda ergastik yang bersifat padat adalah amilum,
aleuron, kristal Ca-oksalat, kristal kersik, sistolit,
dll. Sedang benda ergastik yang bersifat cair atau lendir
dari hasil tambahan metabolisme yang bersifat
organik atau anorganik terdapat di dalam cairan sel
berupa zat-zat yang larut di dalamnya, antara lain asam
organik, karbohidrat, protein, lemak, gum, lateks tanin,
antosian alkaloid, minyak eteris atau minyak atsiri dan
hars, yang ditemukan dalam sitoplasma atau dalam vakuola
Zat yang terlarut di dalam cairan sel berbeda-beda untuk
setiap sel, bahkan dalam sebuah sel komposisi zat yang
terlarut di masing-masing vakuola mungkin berbeda satu
sama lain.
1. Amilum
Amilum (pati) merupakan butir-butir tepung yang
dapat disimpan sebagai cadangan makanan. Pada setiap
jenis tumbuhan, butir amilum mempunyai bentuk dan susunan
tertentu, namun pada umumnya berbentuk bundar atau
lonjong. Adanya perbedaan bentuk dan susunan butir amilum
ini karena adanya hilus (titik permulaan terbentuknya
butir tepung) di setiap butir tepung. Berdasarkan letak
hilus, butir amilum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
(a) amilum yang konsentris (hilus terletak di tengah);
(b) eksentris (hilus terletak di tepi). Sedang
berdasarkan jumlah hilus dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu: (a) monoadelph (hilus hanya satu); (b) diadelph
atau setengah majemuk (hilus berjumlah dua yang masing-
masing dikelilingi oleh lamela); dan (c)
poliadelph/majemuk (hilus berjumlah banyak dan tiap hilus
dikelilingi oleh lamela). Bila jumlahnya sampai
berdesakan dalam sel, maka sisi-sisinya membentuk sudut.
Pada beberapa tumbuhan seperti jagung dan padi, butir
amilum majemuk. Ukuran butir amilum bervariasi. Pada pati
kentang misalnya garis tengahnya antara 70-100 mm, pada
jagung 12-18 mm. Dalam amilum terdapat lamela-lamela yang
mengelilingi hilus.
Adanya lamela-lamela ini disebabkan karena waktu
pembentukan amilum, tiap lapisan berbeda kadar airnya
sehingga indeks pembiasannya berbeda. Lamela-lamela ini
akan hilang apabila dibubuhi alkohol keras, sebab air
akan diserap oleh alkohol sehingga indeks pembiasannya
menjadi sama. Dibagian tengah amilum kadang-kadang tampak
seperti terkerat, peristiwa ini disebut korosi. Hal ini
biasa terjadi pada butir-butir amilum dalam biji yang
sedang berkecambah. Sedang peristiwa retak di bagian
tengah butir amilum dikarenakan kepekatan di bagian
tengah butir amilum berkurang.
2. Aleuron dan kristal protein
Di tempat penyimpanan makanan cadangan (misalnya
biji) selain amilum terdapat juga protein. Pada waktu
biji masih muda, terdapat vakuola berukuran kecil dan
berjumlah banyak. Menjelang biji menjadi tua, vakuola
menjadi dan besar. Setelah biji mengering, air dalam
vakuola menjadi semakin sedikit sehingga konsentrasi zat-
zat terlarut di dalamnya (protein, garam dan lemak)
semakin besar. Karena peristiwa pengeringan ini maka
vakuola pecah menjadi beberapa vakuola kecil-kecil yang
berisi protein, garam dan lemak. Kemudian zat-zat
tersebut akan mengkristal. Vakuola yang berisi kristal
ini disebut aleuron.
Sebuah aleuron berisi sebuah atau lebih kristaloid
putih telur dan sebuah atau beberapa globoid yaitu
bulatan kecil yang tersusun oleh zat fitin (garam Ca- dan
Mg- dari asam meseinesit hexafosfor). Butir aleuron dalam
endosperm biji jarak (Ricinus communis) mengandung
globoid yang terdiri atas garam magnesium dan kalsium
dari asam inositol fosfat serta kristaloid. Disamping itu
masih terdapat zat putih telur yang amorf (yang bila
ditetesi larutan Jodium berwarna kuning coklat).
Pada biji padi dan jagung, butir-butir aleuron
terdapat di dalam sel-sel jaringan endosperm yang
letaknya paling luar. Lapisan ini disebut lapisan
aleuron. Lapisan ini biasanya akan terbuang bila mencuci
beras terlalu bersih sebelum dimasak. Pada biji jarak,
butir aleuron letaknya tersebar dan berukuran besar.
3. Kristal Ca-oksalat
Kristal merupakan hasil tambahan yang terjadi pada
berbagai proses metabolisme. Yang paling sering ditemukan
adalah kristal garam kalsium, terutama Ca-oksalat
(kalsium oksalat). Kristal Ca-oksalat merupakan hasil
akhir atau hasil sekresi dari suatu pertukaran zat yang
terjadi di dalam sitoplasma. Ada yang menduga bahwa asam
oksalat bebas merupakan racun bagi tumbuhan karenanya
diendapkan berupa garam Ca-oksalat. Kristal ini terdapat
di dalam plasma atau vakuola sel dan larut dalam asam
kuat (HCl dan H2SO4). Bentuk dari kristal Ca-oksalat
bermacam-macam, ada yang berupa kristal panjang, jika
padat serta ditemukan sendiri-sendiri disebut stiloid;
kristal tunggal besar (daun Citrus sp); kecil berbebntuk
prisma kecil seperti pasir (tangkai daun Amaranthus);
jarum/rafida (daun Ananas commosus, daun Mirabilis
jalapa, batang dan akar Alöe sp); bintang/roset (=
majemuk) terdapat pada daun Datura metel, sisik,
pyramid;Kristal majemuk dan terhimpun dalam kelompok
bulat disebut drus; dan sebagainya dapat ditemukan dalam
sel yang sama rupanya dengan sel sekelilingnya, atau
terdapat dalam sel yang khusus, berbeda dari sel lainnya
dan disebut idioblas.
4. Lainnya
Minyak dan lemak termasuk lipida serta senyawa lain
yang bersifat lemak seperti malam, suberin dan kutin juga
merupakan zat ergastik. Zat-zat itu langsung dibentuk
oleh sitoplasma dan elaioplas. Pada biji, embrio dan sel
meristematik umum terdapat bahan cadangan seperti minyak
dan lemak.
Garam silika sering ditemukan pada dinding sel
seperti pada rumput-rumputan, namun dapat ditemukan pula
di dalam sel. Sistolit bentuk lain dari ergastik yang
merupakan tonjolan dinding sel ke arah lumen yang
mengandung kalsium karbonat. Sel yang berisi sistolit
disebut litosist. Tanin merupakan kelompok turunan fenol
yang heterogen. Dalam sayatan mikroskopis tannin dikenal
sebagai zat berwarna kuning, merah atau coklat. Tanin
dapat ditemukan pada berbagai bagian tumbuhan terutama
pada bagian daun, periderm dan dalam sel yang berhubungan
dengan ikatan pembuluh. Dalam sel, tannin ditemukan
vakuola atau sebagai tetes dalam sitoplasma dan kadang-
kadang menembus dinding sel seperti pada jaringan gabus.
Diperkirakan bahwa tannin berfungsi melindungi tumbuhan
terhadap kekeringan dan kerusakan yang disebabkan oleh
hewan.
tempat : Laboratorium Struktur Tumbuhan, Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Pendidikan Indonesia.
3.2 Alat dan Bahan
a. Alat:
No
.
Nama Alat Jumlah
1. Mikroskop tiga buah
2. Kamera tiga buah
3. Object glass lima buah
4. Cover glass >10 buah
5. Silet lima buah
6. Pipet Satu buah
7. Tusuk gigi lima buah
8. Lensa objektif Satu buah
9. Lensa Okuler Satu buah
Tabel 3.1 Alat
b. Bahan:
Tabel 3.2 Bahan
No. Nama Bahan Jumlah
1 Sayatan melintang akar
Eichornia crassipesSatu buah
2Sayatan radial batang
Eichornia crassipesSatu buah
3Sayatan paradermal daun
Eichornia crassipesSatu buah
4 Reagen anilin sulfat Satu tetes
5 Aquades Satu tetes
3.3 Variabel Penelitian
a. Variabel bebas :
Cahaya matahari
b. Variabel terikat
Stomata, butir pati, dan ergastik.
3.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif.
3.5 Pelaksanaan Penelitian
Gambar 3.1 Bagan alir pelaksaan penelitian
Laporan dibuat
Identifikasi, pengukuran, dan pengambilan gambar
Pengamatan dilanjutkan-batang
Pengamatan awal akar dan daun dilakukan
Spesimen segar diambil, Alat dan bahan disiapkan
Parameter umum dan parameter spesifik ditentukan
Fiksasi sampel
Topik dan spesimen ditentukan, dan dilakukan konsultasi melalui viocenote
10 147 1010+147 =
10157 =
0.0636 ≈ 0.064
Daun AGambar Aspek Kuantitatif Aspek Kualitatif
Perbesaran Mikroskop : 100×
Reagen : Aquades
Sel Penutup
Stomata
Sel Penjaga
Sel
Dokumen Pribadi, 2014
Indeks stomata 0.046.
Maka, perbandingan antara
sel stomata
4 : 100.
Bentuk sel epidermis
heksagonal, hampir
membentuk persegi
panjang. Dengan tipe
stomata diasitik. Stomata
yang dimiliki tidak
tersebar secara merata.
Memiliki sedikit
kloroplas.Daun B
Gambar Aspek Kuantitatif Aspek Kualitatif
Indeks stomata 0.064.
Maka, perbandingan antara
sel stomata dengan sel
epidermis berkisar
Bentuk sel epidermis
heksagonal, hampir
membentuk persegi
panjang. Dengan tipe
Dokumen Pribadi, 2014
6 : 100. stomata diasitik. Stomata
yang dimiliki tidak
tersebar merata. Memiliki
banyak kloroplas.
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Batang A
GambarJumlah Sel yangMengandung Zat
Ergastik
JumlahSel Indeks
17 25 1725 = 0.68
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Batang B
GambarJumlah Sel yangMengandung Zat
Ergastik
JumlahSel Indeks
Ruangantar Sel
SelParenkim
ZatErgastik
Perbesaran Mikroskop : 400×
Reagen : Anilin Sulfat
Tabel 4.5 Perbandingan Batang A dan Batang B
Batang AGambar Aspek Kuantitatif Aspek Kualitatif
Dokumen Pribadi, 2014
Memiliki indeks 0.68,
perbandingan sel yang
mengandung zat ergastik
dengan seluruh sel,
mencapai 68:100
Bentuk sel parenkim
polihedral, zat ergastik
yang terkandung dalam
setiap sel parenkim
sedikit.
Batang BGambar Aspek Kuantitatif Aspek Kualitatif
Dokumen Pribadi, 2014
Memiliki indeks 0.71,
perbandingan sel yang
mengandung zat ergastik
dengan seluruh sel,
mencapai 71:100
Bentuk sel parenkim
polyhedral, zat ergastik
yang terkandung dalam
setiap sel parenkim
banyak.
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Akar A
GambarJumlah Sel yangMengandung Zat
Ergastik
JumlahSel Indeks
6 50 650 = 0.12
Perbesaran Mikroskop : 400×
Reagen : Anilin Sulfat
ZatErgastik
SelParenkim
Ruang antarsel
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Akar B
GambarJumlah Sel yangMengandung Zat
Ergastik
JumlahSel Indeks
15 70 1570 = 0.21
Perbesaran Mikroskop : 400×
Reagen : Anilin Sulfat
ZatErgastik
ZatErgastik
Tabel 4.8 Perbandingan Akar A dan Akar B
Akar AGambar Aspek Kuantitatif Aspek Kualitatif
Dokumen Pribadi, 2014
Memiliki indeks 0.12,
perbandingan sel yang
mengandung zat ergastik
dengan seluruh sel,
mencapai 12 : 100.
Zat ergastik yang
terkandung dalam setiap
sel parenkim lebih sedikit
dari sayatan akar B.
Akar BAspek Kuantitatif
Memiliki indeks 0.21,perbandingan sel yangmengandung zat ergastik
Aspek Kualitatif
Zat ergastik yangterkandung dalam setiapsel parenkim lebih banyak
SelParenkim
Tabel 4.9 Sayatan daun, akar, dan batang yang tidak
terkena cahaya matahari secara langsung
Akar AGambar Aspek
KuantitatifAspek
Kualitatif
Sayatan melintang daun,dokumen pribadi 2014
Indeks stomata
0.046. Maka,
perbandingan
antara sel
stomata dengan
sel epidermis
berkisar 4 :
100.
Bentuk sel
epidermis
heksagonal,
hampir
membentuk
persegi
panjang. Dengan
tipe stomata
diasitik.
Stomata yang
dimiliki tidak
tersebar secara
merata.
Memiliki
sedikit
kloroplas.
Sayatan radial batang,dokumen pribadi 2014
Memiliki indeks
0.71,
perbandingan sel
yang mengandung
zat ergastik
dengan seluruh
sel, mencapai
71:100
Bentuk sel
parenkim
polyhedral, zat
ergastik yang
terkandung
dalam setiap
sel parenkim
banyak.
Sayatan melintang akar,dokumen pribadi 2014
Memiliki indeks
0.12,
perbandingan sel
yang mengandung
zat ergastik
dengan seluruh
sel, mencapai 12
: 100.
Zat ergastik
yang terkandung
dalam setiap
sel parenkim
lebih sedikit
dari sayatan
akar B.
Tabel 4.10 Sayatan daun, akar, dan batang yang terkena
cahaya matahari secara langsung
Akar AGambar Aspek
KuantitatifAspek
Kualitatif
Sayatan melintang daun,dokumen pribadi 2014
Indeks stomata
0.064. Maka,
perbandingan
antara sel
stomata dengan
sel epidermis
berkisar 6 :
100.
Bentuk sel
epidermis
heksagonal,
hampir
membentuk
persegi
panjang. Dengan
tipe stomata
diasitik.
Stomata yang
dimiliki tidak
tersebar
merata.
Memiliki banyak
kloroplas.
Sayatan radial batang,dokumen pribadi 2014
Memiliki indeks
0.71,
perbandingan sel
yang mengandung
zat ergastik
dengan seluruh
sel, mencapai
71:100
Bentuk sel
parenkim
polyhedral, zat
ergastik yang
terkandung
dalam setiap
sel parenkim
banyak.
Sayatan melintang akar,dokumen pribadi 2014
AspekKuantitatif
Memiliki indeks0.21,perbandingan selyang mengandungzat ergastikdengan seluruhsel, mencapai 21: 100.
AspekKualitatif
Zat ergastikyang terkandungdalam setiapsel parenkimlebih banyakdari sayatn A.
4.2 Pembahasan
Pada sayatan melintang anggrek yang terpapar cahaya
matahari secara langsung dan anggrek yang tidak terpapar
cahaya secara lagsung memiliki bentuk sel yang sama,
dengan tipe stomata diasitik. Namun kedua preparat
tersebut memiliki perbedaan pada indeks stomata, anggrek
yang mendapatkan perlakuan langsung terkena cahaya
matahari (Anggrek B) memiliki indeks stomata sebesar
0.064. Lebih besar dari indeks stomata pada anggrek yang
tidak langsung terkena cahaya yaitu hanya sebesar 0.046.
Hal ini mengindikasikan bahwa cahaya matahari memiliki
pengaruh pada indek stomata. Indeks stomata sendiri
menunjukan perbandingan jumlah stomata terhadap jumlah
keseluruhan sel.
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tumbuhan. Energi
cahaya matahari diubah menjadi energi panas, energi
panas ini yang kemudian mendorong kelangsungan reaksi
kimia pada metabolisme menjadi lebih cepat. Semakin cepat
reaksi metabolisme ini semakin banyak energi yang
dihasilkan. Untuk menyesuaikan reaksi kimia yang
berlangsung cepat ini, tumbuhan membentuk stomata karena
fungsi stomata sebagai tempat pertukaran gas. Untuk
melakukan metabolisme, dibutuhkan beberapa bahan yang
berupa gas. Indeks stomata yang lebih besar pada daun
anggrek yang langsung terkena cahaya menunjukkan bahwa
anggrek tersebut melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya yang berupa cahaya matahari.
Sedangkan pada sayatan melintang kedua batang
anggrek ditemukan bentuk sel parenkim yang sama, sel
parenkim tersebut mengandung zat ergastik. Namun,
perbedaannya terletak pada jumlah zat ergastik yang
dikandung setiap sel. Pada preparat anggrek A zat
ergastiknya sedikit berkisar satu hingga lima, namun pada
preparat anggrek B (anggrek yang langsung terkena cahaya
matahari) zat ergastiknya memenuhi sel tersebut. Dapat
disimpulkan bahwa zat ergastik yang terkandung dalam satu
sel dipengaruhi oleh cahaya. Cahaya memengaruhi reaksi
metabolism, karena reaksi metabolisme semakin cepat,
semakin banyak hasil metabolisme yang dihasilkan. Zat
ergastik sendiri merupakan hasil metabolisme. Jadi
semakin cepat proses metabolism berlangsung semakin
banyakzat ergastik yang dihasilkan. Oleh sebab itu, zat
ergastik pada batang yang langsung terkena cahaya (Batang
B) lebih banyak daripada zat ergastik yang terkandung
pada satu sel parenkim batang yang tidak langsung terkena
cahaya.
Hal di atas terjadi juga pada akar. Akar anggrek
yang langsung terkena cahaya (akar B) memiliki zat
ergastik yag lebih banyak disbanding zat ergastik yang
terkandung pada akar yang tidak langsung terkena cahaya
(akar A).
Setiap organ pada tumbuhan anggrek dipengaruhi oleh
faKtor cahaya. Ketika cahaya memengaruhi indeks stomata,
indeks stomata menjadi lebih banyak. Dengan banyaknya
indeks stomata ini, semakin banyak gas yang didapatkan
oleh tumbuhan anggrek tersebut, karena gas tersebut
didapatkan melalui stomata. Gas yang didapatkan merupakan
bahan untuk metabolisme, semakin banyak bahan metabolisme
semakin banyak pula hasil metabolisme yang dihasilkan,
baik itu dalam bentuk energi atau dalam bentuk zat
ergastik. Zat ergastik ini yang kemudian disimpan dalam
sel parenkimpada akar dan batang anggrek.
BAB V
KESIMPULAN
Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Adanya perbedaan intensitas cahaya matahari diduga
berpengaruh terhadap jaringan tanaman anggrek.
Perbedaan intensitas cahaya matahari tersebut yang
secara kuantitatif berpengaruh terhadap perhitungan
indeks stomata, indeks butir pati, dan proporsi zat
ergastik, yang nantinya akan berhubungan dengan
aspek kualitatifnya.
2. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari
terhadap jaringan epidermis tanaman Anggrek adalah
adanya perbedaan jumlah stomata, dimana daun yang
terkena sinar matahari secara langsung memiliki
indeks stomata yang lebih besar dibanding dengan
daun yang tidak terkena cahaya matahari secara
langsung.
3. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari
terhadap jaringan parenkim batang dan akar tanaman
anggrek adalah diduga berpengaruh terhadap proses
metabolisme sehinnga mempengaruhi jumlah zat yang
dihasilkan dari proses metabolism tersebut. Zat yang
dimaksud adalah zat ergastik.
4. Saat intensitas cahaya matahari yang diterima besar,
maka proses metabolisme akan berlangsung cepat,
sehingga zat yang di hasilkan dari zat metabolisme
pun banyak.
Daftar Pustaka
Balai Besar Litbang Bioteknologi & Sumber Daya Genetik
Pertanian. 2010. Pengatur Stomata. [Online] Tersedia
di:
http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2010/0
1/pengatur-stomata/. Diakses 25 Mei 2014.
Fisiologi Pohon. 2013. Proses Respirasi. [Online] Tersedia
di:
http://www.fisiologi-pohon.com/respirasi/. Diakses
25 Mei 2014.
Juliantara, K. 2009. Ekologi Tumbuhan (Cahaya, Suhu dan Air).
[Online] Tersedia di:
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/17/ekologi-
tumbuhan-cahaya-suhu-dan-air-39116.html. Diakses 25
Mei 2014.
Megawati, et al. 2009. Fisiologi Tumbuhan. [Online] Tersedia di:
http://purigavilagarden.blogspot.com/2009/07/respir
asi-tumbuhan.html. Diakses 25 Mei 2014.
Adalah Arti. 2012 Benda Ergastik Adalah . [Online] Tersedia
di: http://glosarium.org/arti/?k=benda%20ergastik.
Diakses 25 Mei 2014.
Purnobasuki, H. 2011. Inklusi Sel. [Online] Tersedia di:
http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/Ink
lusiSel_HeryPurnobasuki_242.pdf. Diakses 25 Mei
2014.
PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI TERHADAPJARINGAN PARENKIM AKAR DAN BATANG, SERTA JARINGAN
EPIDERMIS TANAMAN ANGGREK
LAPORAN MINI RISETANATOMI TUMBUHANdiajukan untuk memenuhi tugas praktikum pendidikan biologi yang dibina
oleh Eni Nuraeni,M.Pd
KELAS : BIOLOGI C 2013
Kelompok : 1 (satu)
Ilham Yasir Akbar 1301527
Anisa Suci Sugiharti 1300904
Iin Asrinah 1305385
Indah Helma Pratiwi 1301968
Rahmawati 1307003
Shabrina Ulfa 1300473
Fitra Ramadhani 1301411
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014