Sedimentasi Biogenik Kimiawi dan Vulkanogenik
Penulis:
1) Naufal Farisy R (270110150096)2) Akram Dinul Akbar B (270110150098)3) Aldo Prayoga (270110150099)4) Mafira Yuwandari (270110150100)5) Bijak Syahpridama (270110150136)6) Luciana Maorine W (270110150137)7) Tri Bayu Pamungkas (270110150138)8) Vernon Pinandhito (270110150139)9) Qanita El Husna Ismail (270110150140)10) Eldias Bani Faza (270110150164)
Abstrak:
Pada daerah dimana tidak ada cadangan detritus klastik yang besar, proses lainnya juga penting pada akumulasi material sedimen. Bagian keras tumbuhan dan hewan dari alga yang berukuran mikroskopik hingga tulang vertebrata terdeposit pada beberapa lingkungan yang berbeda. Yang paling signifikan adalah organisme yang bercangkang dan struktur kalsium karbonat dalam kehidupan, dan meninggalkan bagian keras tersebut ketika mereka mati sebagai endapan kapur yang membentuk batugamping. Proses kimiawi juga punya andil dalam pembentukan batugamping tetapi yang terpenting dalam pembentukan evaporit yang terpresipitasi dari konsentrasi air dalam garam. Endapan vulkaniklastik adalah produk dari proses vulkanik primer yang paling besar. Pembentukannya berasal dari abu dan deposisinya oleh angin maupun dibawah air. Pada daerah vulkanisme aktif, deposit-deposit ini menimbun tipe sedimen yang lainnya. pada bab ini akan dibahas macam-macam deposit sedimen, diantaranya berupa asal-usul utama biogenic (deposit sedimen silika, fosfat dan karbonat) ketika batuan dengan kandungan besi berada dalam keadaan kimiawi.
Kata Kunci: Biogenik, Kimiawi, sedimen Volcano
Pendahuluan
1. LIMESTONE
1.1 DefinisiBatuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material karbonat lebih dari 50 % yang
tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan atau karbonat kristalin hasil
presipitasi langsung. Batuan karbonat didefinisikan sebagai batuan yang komponen
utamanya adalah mineral karbonat dengan berat keseluruhan lebih dari 50 %
1.2 Mineralogi Karbonat Batuan karbonat terdiri dari empat mineral utama, yaitu calcite, aragonite, dolomite dan
syderite.
Calcite
Calcite adalah mineral karbonat yang paling dikenal, tidak berwarna atau putih dan
biasanya di lapangan dapat disalah artikan sebagai kuarsa. Meskipun ada dua percobaan
sederhana yang dapat digunakan untuk membedakan calcite dan kuarsa. Calcite memiliki
kekerasan 3 skala Mohs, sehingga dapat dengan mudah digores dengan kuku atau ujung
bolpoin, sedangkan kuarsa memiliki kekerasan 7 skala Mohs sehingga lebih keras
daripada pisau dan akan dengan mudah memotong logam. Kedua, calcite bereaksi dengan
cairan (10%) asam klorida (HCl), dimana pada mineral silikat tidak akan terjadi hal yang
sama. Meskipun calcite proses terbentuknya sederhana, namun calcite memiliki asal
biogenik yaitu terbentuk dari tumbuhan atau hewan (fosil).
Gambar mineral Calcite
Aragonite
Aragonite dengan rumus kimia (CaCO3) merupakan mineral dengan kristal orthrombik,
dengan lingkungan pengendapan di marine dan hypersaline. Aragonite memiliki gravitai
spesifik sebesar 2,95 dan perubahan volume meningkat 8% dalam sistem tertutup.
Gambar mineral Aragonite
Dolomite
Dolomite atau (CaMg(CO3)2) merupakan mineral dengan kristal berbentuk hexagonal,
dapat dijumpai di lingkungan pengendapan hypersaline dengan gravitasi spesifiknya 2,85
dan akan meningkat volumenya 5-13% pada sistem tertutup.
Gambar mineral Dolomite
Syderite
Syderite merupakan mineral karbonat yang di dalamnya masih terdapat beberapa
magnesium atau manganese dari besi pada lattice (pola-pola geometris dari molekul-
molekulnya). Syderite terbentuk dalam sedimen sebagai mineral diagenetik.
Gambar mineral Siderite
1.3 Komponen PenyusunKomponen penyusun batugamping dibedakan atas non skeletal grain, skeletal grain,
matrix dan semen.
1. Non Skeletal grain, terdiri dari :
a. Ooid dan Pisoid. Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang
punya satu atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun
biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa. Ooid memiliki ukuran butir < 2 mm dan
apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut pisoid.
b. Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing yang
tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1 – 0,5 mm.
Kebanyakan peloid ini berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut pellet.
c. Agregat dan Intraklas.Agregat merupakan kumpulan dari beberapa macam butiran
karbonat yang tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung
akibat material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah
terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur pada daerah
pasang surut atau tidal flat.
2. Skeletal Grain.
Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari seluruh
mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro. Cangkang ini merupakan
allochem yang paling umum dijumpai dalam batugamping. Komponen cangkang pada
batugamping juga merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat
sepanjang waktu geologi.
3. Lumpur Karbonat atau Mikrit.
Mikrit merupakan matriks yang biasanya berwarna gelap. Pada batugamping hadir sebagai
butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4 mikrometer. Pada studi
mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak homogen dan menunjukkan adanya
ukuran kasar sampai halus dengan batas antara kristal yang berbentuk planar, melengkung,
bergerigi ataupun tidak teratur. Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh
mozaik mikrospar yang kasar.
4. Semen.
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi rongga
pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, oksida
besi ataupun sulfat.
1.4 Teknik Analisa Batuan Karbonat Petrografi, pengamatan yang didasarkan pada pengamatan sayatan tipis berdasarkan
mikroskopi terpolarisasi. Sangat membantu di dalam pengamatan mikroskopi : tekstur,
struktur, komposisi partikel dan sparit – mikrit (groundmass), tetapi kesulitan untuk
membedakan antara kalsit dan aragonit.
Metode noda-mikrokimia (staining) : didasarkan pada perbedaan sifat kelarutan dolomit
lebih rendah dari kalsit, sehingga akan mengalami perubahan warna.
Scanning Electron Microscopy (SEM)
Metode difraksi sinar x : menembakkan sinar x pada permukaan mineral untuk
menentukan besarnya sudut difraksinya (2).
Microprobe : analisis geokimia suatu mineral pada ukuran mikro.
1.5 Klasifikasi Batuan Karbonat 1. Klasifikasi Dunham (1962)
Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, karena menurut
Dunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap. Kriteria dasar
dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan Folk (1959). Kriteria
Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misal mud supported atau grain supported bila
bandingkan dengan komposisi batuan. Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada
perbandingan kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi
Dunham (1962). Nama-nama tersebut dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan
mineraloginya. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di dalam matriks
lumpur karbonat disebut mudstone dan bila mudstone tersebut mengandung butiran yang
tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya apabila antar butirannya saling
bersinggungan disebut packstone / grainstone. Packstone mempunyai tekstur grain supported
dan punya matriks mud. Dunham punya istilah Boundstone untuk batugamping dengan fabrik
yang mengindikasikan asal-usul komponen-komponennya yang direkatkan bersama selama
proses deposisi.
Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan.
Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi rendah karena
Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan berarus tenang.
Sebaliknya grain supported hanya terbentuk pada lingkungan dengan energi gelombang kuat
sehingga hanya komponen butiran yang dapat mengendap.30
3. Klasifikasi Embry dan Klovan (1971)
Embry dan Klovan membagi batugamping menjadi batugamping allocthonous dan
autocthonous. Batugamping allocthon dibagi menjadi Floatstone dengan komponen butir
>10% didukung oleh matrik dan Rudstone dengan komponen saling menyangga.
Batugamping autochton dibagi menjadi bafflestone dengan komponen organisme yang
menyerupai cabang, bindstone dengan komponen organisme yang berbentuk pipih dan
framestone dengan komponen organisme yang berbentuk masif.
2. CHERTSChert (atau bahasa geologis di Indonesia disebut Rijang) merupakan istilah umum
yang dipakai untuk nama batuan kelompok ini. Geologis tertarik mengenal chert karena
informasi yang disediakan oleh chert ini mengenai sejarah bumi seperti paleogeografi,
pola sirkulasi paleooseanografi, dan tektonik lempeng. (korelasinya wallahu’alam :D).
selain itu silikon yang sangat berharga buat bikin peranti semikundoktor (chip chip di
komputer, IC IC elektronik dan mesin mesin hitung), serta buat bikin gelas banyak
ditambang di batuan kaya silika seperti chert ini, meskipun jelas yang menyumbang
paling banyak untuk kebutuhan silika industri adalah pasir kuarsa L.
Bila berbicara teksturnya, tentu saja rumit sekali karena chert ini disusun oleh
mikrokristal kuarsa yang super imut (bahkan lebih kecil dari lempung barangkali). Chert
dapat dibagi dalam tiga tekstur (Folk 1974 dalam Boggs, 2006): granular microquartz
(mikrokuarsa granular) terdiri dari butiran ekidimensional (berukuran seragam) dengan
rata rata ukuran butir sekitar 8-10 mikron tapi ukuran butirannya dapat <1mikron hingga
50 mikron (kata Knauth, 1994), kedua tipe chalcedony (Fibrous silica atau kalsedon)
membentuk serat serat berumpuk dari radiasi kristal kristal yang sangat kecil sekitar 0.1
mm panjangnya (serat ini), dan jenis megaquartz (megakuarsa), terdiri dari butiran
memanjang dengan ukuran sama umumnya berukuran lebih dari 20 mikron.
Silika menjadi material pembentuk cangkang siliceous organisme tertentu berupa
amorf silika atau opal, umumnya opalnya berjenis Opal-A. Opal-A hadir di beberapa
chert, khususnya chert berumur tersier. Opal-A ini merupakan jenis opal yang metastabil
(tidak stabil) sehingga akan terubah menjadi Opal-CT. opal CT (ini terdiri dari kristalisasi
interlayer berupa bentuk kristal krstobalit-tridimit dari Silika).
Mernurut Raymond (2002) chert ini dapat hadir melalui berbagai cara: (1) sebagai
endapan permukaan di lingkungan laut dalam sampai dangkal, (2) sebagai jenis endapan
yang sama seperti yang hadir di lingkungan danau, (3) sebagai vein atau cavity filling
(pengisi rekahan or urat) yang terpresipitasi melallui laurtan hidrotermal di batuan
kontinental (darat) atau marine (laut), (4) sebagai endapan replacement hasil proses
diagenesis pada batuan yang sudah ada sebelumnya seperti batugamping contohnya.
Chert ini bisa mengalami presipitasi secara kimiawi, atau kristalisasi mienral silika
langsung dari larutan, dan dalam beberapa kasus chert ini hadir karena mengganti
(alterasi) mineral yang terbentuk sebelumnya. selain itu akumulasi chert klastik (allokem)
juga bisa terjadi melalui dua tahap pertama terjadi akumulasi dari material organik
(cangkang) kemudian terjadi transportasi dan pengendapan kembali oleh arus (Raymond,
2002). tipe kedua ini (alokem klastik) yang paling banyak (kata Boggs, 2006 meski kata
Raymond gak selalu demikian ini yang menarik).
Jenis jenis chert terdapat penamaan chert yang diberikan berdasarkan pada warna,
inklusi, dan teksturnya. Flint merupakan istilah untuk berbagai jenis nodul chert, yang
hadir pada createous chalk (Boggs, 2006). warnanya lebih item dari chert yang umum tapi
chert lebih pucat dan butirannya lebih halus (kata: si om ini ) . jasper mrupakan jenis
chert yang berwarna sedikit lebih merah kaerna adanya pengotor berupa hematit yang
tersebar di tubuh batuan. jasper ini merupakan bentuk dari kalsedon (disusun oleh
kalsedon) yang merupakan jenis batuan (mineral) opak tidak tembus cahaya hadir akibat
berbagai proses: abu vulkanik kaya silika, akumulasi sedimen kaya silika (silika halus),
dan sirkulasi hidrotermal yang membawa banyak silika (tempas si jasper ini kebentuk)
(kata: pak dhe wiki), ada lagi porcelanite yaitu istilah untuk batuan siliceous untuk
batuan siliceous memiliki tekstur berbutir halus dengan fracture mirip keramik lantai
rumah (hadeeh bingung jelasinnya pokoknya begitu dah :D), ada juga istilah siliceous
sinter yang lebih porous, densitas rendah (gak kompak beda ama jenis lain), lebih terang
or cerah dibandingin siliceous rock yang lain, terbentuk oleh hasil dari endapan mata air
atau air panas, dan geyser. meskipun banyak dari batuan siliceous adalah chert tapi ada
juga yang kena pengotor (impurities) yang banyak macam detritus lempung atau mikrit
(karbonat), maka chert ini akan berubah menjadi siliceous shlae atau siliceous limestone
dan segudang nama nama aneh lainnya. Kategori kedua menurut Boggs chert dibagi
berdasarkan kenampakan kenampakan morfologi yang mencolok dibagi berdasarakn dua
tipe utama:
1. Bedded chert dan nodular chert.
2. Bedded chert (chert yang berlapis)
juga disebut sebagai ribbon chert, terdiri dari layer layer yang hampir semuanya
(lapisannya) disusun oleh chert. biasanya berlapis dengan lamina siliceous shale atau
parting (bersisipan). beddingnya dapat seragam atau membentuk pola pinching (membaji
tajam) dan swelling (menebal lateral). banyak chert bed lack of sedimentary structure
(gak ada struktur sedimennya). tapi, graded bedding, cross bedding, rippple, dan sole
structure dilaporkan hadir dalam perlapisan chert. tipe struktur yang disebutin tadi
berkaitan dengan terjadinya transport mekanis saat pengendapan terjadi. bedded chert ini
secara dominan (kata boggs) disusun oleh (cangkang) siliceous organisme, yang
umumnya terlah teralterasi oleh pelarutan dan kristalisasi. bedded (or laminated) chert
dapat dibagi menjadi empat macam keberadaan dilapangan berdasarkan material
penysunnya: (1) diatomaceous deposits, (2) radiolarian deposits, (3) siliceous spicule
deposits, dan (4) bedded chert containing no siliceous skeletal remain. tipe pertama
sampai ketiga menurut boggs itu disusun oleh cangkan organisme yang terbuat dari silika,
sedangkan yang keempat lebih ke arah non biogenik.
Menurut Raymond secara struktural chert itu bisa hadir dalam bentuk bed maupun
laminasi, nodular, atau padioform (mirip vein alias urat). padioform ini hadir mencirikan
karakteristik batuan vulkanik, tidak begitu banyak volumenya dari rekaman geologi,
nodul ini terdiri dari bentuk yang elipse, bulet, sampai tidak beraturan. Adapun bedded
chert menurut Raymond dapat hadir dalam: (1) sikuen teratur dengan perselngannya
dengan shale, (2) sebagai perlapisan dalam sikeun evaporit dan salinite (garam), (3) di
fromasi kaya karbonat, (4) sebagai komponen major dalam formasi iroan banded
(endapan besi kita bahas nanti) dan (5) berlapis dengan phosprit (kita bahas nanti).
Smentara itu Ijima dan Utada (1983) menjelaskan lima jenis sikuen layer untuk formasi
chert yang ada dialam: termasuk tipe bed layer tunggal (single layered type) yang
homogen, biasanya terikat dibawah shale; kemudian tripple layered bed, dimana terdapat
clay-poor (sedikit laminasi lempung) di bagian tengah dengan pola gradasi ke atas dan
kebawah bed; laminar type, menunjukan pola paralel laminasi dari chert; tipe striped bed,
dicirikan oleh laminasi berukuran milimeter tapi lebih lebar (lebih tebal) dan suksesinya
bisa berubah menebal ketaas atau menipis dan kaya akan lempung; dan terakhir tipe
graded, yang berasosiasi dengan skala kecil cherty sikuen bouma (sikuen bouma
rijangan). ada juga breccia dan nodular bed (nodular sampai bed iregular dicirikan oleh
berbagai kehadiran pseudomorph, spherulite, dan ciri ciri diageetik lainnya yang
dihasilkan oleh mekanisme replacemen yang lebih rumit). anda pusing?? silahkan liat
ilustrasi dibawah untuk penjelasan paragraf ini.
Gambaran Appearance Struktur Perlapisan Chert Di Alam Oleh Ijima Dan Utada
Sesuai dengan penjelasan diatas (oleh Boggs) chert dibagi berdasarkan morfologi yang
tampak yaitu bedded chert dan nodular (diperjelas lagi karakteristiknya oleh Raymond
diparagraf bawahnya). bedded type ini dibagi lagi berdasarkan jenis material
penyusunnya: ada diatom, radiolarioan chert, spicule, dan chert yang non sekeletal.
Ribbon chert ini (menurut Raymond, 2002) dapat terbentuk oleh beberapa proses:
1. Ribbon chert y ang dihasilkan dari hasil alternasi lempung dan radiolarian di zona
upwelling, dimana produktivitas plankton cukup tinggi. Influx periodik dari sedimen
klasitk (misalnya karena aurs turbditi) atau peningkatan produksi radiolarian (karena
pengaruh iklim) menghasilkan alternasi layer sedimen.
2. Ribbon chert dihasilkan oleh alternasi pengendapan dari lempung dan sedimen kaya
radiolaria, dengan meningkatnya komponen biogenik dari radiolaria bloom
(perkembangan radiolaria) yang disebabkan oleh penambahan silika dari aktivitas
vulkanik dalam kolom air.
3. Ribbon chert dibentuk dari hasil redeposisi oleh turbidit pada sedimen kaya
radiolarian yang berselingan tipis (intervening) atau diganggu oleh pengendapan
hemipelagic mud.
4. Ribbon chert dihasilkan melalui proses transformasi diagenetik dari clay-brearing,
siliceous sediment membentuk sikeun interlayering dari chert dan siliceous shale.
2.1 Diatomaceous DepositDiatomaceous deposit termasuk diatomit dan diatomaceous chert. diatom adalah alga
uniseluler (satu sel) yang hdiup di air, diatomit ini merupakan batuan yang tersusun oleh
diatom cangkangnya berupa opal-A (atau opaline) diatomit ini berwarna cerah, luak, dan
friabel. diatomit marine umumnya berasosiasi dengan batupasir, tuff, mudstone atau
clayshale, batugamping lempungan (napal), dan sedikit gipsum. adapun diatomit lakustrin
hampir bervariasi jenis batuan yang hadir bersamanya (asosiasinya) dan biasanya
berasosiasi dengan batuan vulkanik. diatomaceous chert terdiri dari bed dan lensa dari
diatomit yang telah memiliki semen silia atau groundmass yang telah menkonversi
diatomit kompak menjadi chert yang padat. strata beds di diatomaceous marine dapat
mencapai ratusan meter tebalnya. ketika endapan diatomaceous diendapkan terubah
menjadi quartz chert selama diagenesis cangkang diatom secara umum akan rusak oleh
proses pelarutan dan rekristalisasi.
- Radiolarioan Deposit
Ini jenis chert yang komposisinya didominasi oleh radiolaria, dimana ia
merupakan protoza planktonik dengan frameworkd skeletal berbentuk kisi dari opal.
ednapan radiolaria dpat dibagi menjadi radiolarite dan radiolarian chert. Radiolarite
secara umum keras, berbutira halus, yaitu disusun oleh butiran radiolasrian ooze
(nama materialnya). Radiolarian chert merupkan tipe chert yang berlapis baik, tipe
mikroksristalin radilarit yang telah berkembang dan mengandng semen atau
graoundmass siliceous. umumnya berasosiasi dengan tuff, batuan vulkanik mafik
seperti pillow basalt, batugamping peolagik, dan batupasir turbidit yang
mengindikasikan deep-marine origin. bedded chert (chert berlapis) ini khsusunya
menunjukan pola teksutr lapisan yang ‘pinch dan swell’ (membaji dan mengembang),
maka jika struktur or tekstur ini hadir dinamakan ribbon chert. selain itu beberapa
radiolarian chert berasosiasi dengan batugamping mikritik dan batuan lainny ayang
menunjukan kedalaman 200 m (Ijima, Inagaki, dan Kakwa, 1979). radiolarian ini
cenderung dapat bertahan butirannya saat diagenesis terjadi jika dibandingkan dengan
diatom.
contoh singkapan ribbon chert (source: http://epod.usra.edu/blog/2005/10/ribbon-
chert.html)siliceous spicule deposit
ribbon chert itu istilah untuk chert radiolarian ooze yang berlapis
( source: http://www.virtual-geology.info/sedshots/sedshot006.html)
- Siliceous Spicule Desposite
Spicularite (spiculite) merupakn batuan siliceous yang disusun oleh organisme
bernama spiculae (sejenis spongea) dari filum porifera yaitu sejenis makhluk hidup
laut yang berpori pori dan membentuk cangkang berupa corong (spongea) dan bolong
blong (halah… apapun itu pokoknya bentuknya begitu paleon gue dapat E). sumber
lain (disini atau donlot disini) menyebutkan bahwa kelompok spongea salah satunya
dari kelas Demospongiae ataupun Hexactinellida dapat mensekresi silika dari
cangkangnnya. spicularite adalah jenis batuan siliceosu yang tidak tersemenkan
dengan baik (tidak kompak) sedangkan spicular chrt lebih kompak dan padat (Boggs,
2006). spicular chert ini originnya marine dan berasosiasi dengan batupasir
glaaukonit, black shale, dolomit, dan argillaceous (clayey) limestone (batugamping
lempungan), serta phosporite. tidak berhubungan (berasosisi) dengan batuan vulkanik
dan umumnya diendapkan pada lingkungan yang relatif dangkal sampai beberapa
ratus meter.
Struktur Internal Makhluk Spucule Spongea
Salah satu organ spicule ini om dia jenis makhluk bereronbong dan berlubang, trmasuk
ke filum porifera (berpori pori)
Hewan Ini Bisa Memiliki Cangkang Siliceous (Yang Menyumbangkan Silika Bagi
Laut Dalam) Bisa Juga Calcareous (Karbonatan)
Kata: Http://En.Wikipedia.Org/Wiki/Sponge_Spicule
Kehadiran Chert Dilapangan Dengan Origin Biogenik Hasil Spicule Spongea Tadi Bila
Dlapangan Kita Menemukan Keberadaan Fosil Cangkang Makhluk Itu Dalam Chert Bila
Tidak Rusak Katanya: Http://Www.Southampton.Ac.Uk/~Imw/Lulworth-Cove-
Introduction.Htm
- Nonfossiliferous Chert
Tipe ini berbeda dari tipe yang lain (disebutin diatas) bukan dari cangkang cangkan
hewan laut tapi lebih ke arah mekanisme non biogenik dan hasil presipitasi kimiawi,
genetinya masih diperdebatkan. Chert ini trmasuk ke dalam chert yang berasosiasi
dengan endapan formasi besi berumur prakambrian (Boggs, 2006).
- Nodular chert
Chert dalam bentuk nodul ini memiliki bentuk massa subspheroidal (bulet),
melensa, atau berupa layer atau tubuh batuan yang tidak beraturan berkisar antara
beberapa senti sampai puluhan sentimeter. Umumnya tidak ada struktur internalnya,
tapi nodular chdrt ini mengandung fosil (bukan fosil batuan maksudnya rekaman sisa
struktur sedimen) yang tersilisifikasi seperti sisa sisa struskur bedding dan lain
sebagainya. Warna cher tini mulai dari hijau sampai pucat dan hitam. Nodular cher t
secara khas hadir (bersama) batuan karbonat di shelf dimana chert ini cenderung
terkonsentrasi bersama paralel bedding karbonat yang ada. Mereka juga (chert chert
ini) hadir bersama batupasir, shale, lempung laut dalam, sedimen lakustrin, dan
evaporit. Nodular chert umumnya dihasilkan oleh replacement diaganetik. Proses
diagentik ini dicirikan oleh hadirnya nodul hasil silisifikasi sebagian sisa cangkang
fosil aau oiid (Boggs, 2006).
2.2 Origin (asal usul) ChertDua pertanyaan penitng untuk membahas asal usul chert: darimana sumber silikanya dan
mekanisme seperti apa yang mampu menyerap silika dari air, khususnya air laut untuk
membentuk chert ini
- Source (Sumber) Silika
Memahami bagaimana silika ini berasal sama dengan memahami bagaimana
silika ini bisa berada dalam air laut. Ok, silika juga bisa larut (dissolved) meski lebih
rendah dari karbonat (gamping) yang lebih mudah larut. menurut Boggs (2006)
konsentrasi silika yang dibawa dari land (source) ke laut dalam bentuk asam silisik
H5SiO4 adalah sekitar 13 ppm. selain hasil ‘pelarutan’ atau transport langsung dari
terrace yang ada di darat silika di laut juga bisa disuplai oleh aktivitas vulkanisme di
MOR dan melalui alterasi temperatur rendah dari oceanic basalt dan partikel dendritus
silika di dasar laut (prosesnya disebut harmirolisis dipostingan lain akan kita bahas
disini gak). beberapa silika kaya dalam air pori batuan karena plearutan di oleh air
pada sedimen pelagik (di oceanic floor).
Konsentrasi silika di laut berbeda di berbagai tempat ada yang kurang dari
0.01 ppm (tidak jenuh) ada yang sampai 11 ppm; tapi rata rata kandungan silika
dalam laut hanya 1 ppm (Heath, 1974). maka jelas sekali silika secara konstan akan
hilang (terpresipitasi) oleh berbagai proses (penurunan temperatur dan konserntrasi
yang kelewat jenuh, serta yang paling penting.. hasil dari ekstraksi organisme).
- Kelarutan Silika
Menurut beberapa penulis (Krauskopf, 1959; Morey, Fourier, dan Rowe,
1962; Iller, 1979) mengatakan bahwa kelarutan silika (SiO2) pada temperatur 25 deg
C dan pH normal (~7.8 sampai 8.3) memiliki konsentrasi ~6 sampai 10 ppm untuk
kuarsa tapi bisa mencapai ~60 sampai 130 ppm untuk amorf atau varietas silika
kristalin lainnya bangsa opal dan kawan kawan. Knauth (1994) beranggapan bahwa
batas bawah dari kelaurtan kuarsa adalah 4 ppm (selebihnya akan kelat jenuh dan
sukar larut). maka kata Boggs (2006) disimpulkan bahwa kelarutan rata rata silika
(konsentrasinya) hanya 1 ppm. pertanyaanya adalah silika ini kan beda kelarutannya
sama kalsum karbonat, lantas mekanisme seperti apa yang mampu menyedot
(membuat silika terpresipitasi or ter’remove’) dari larutan air laut dengan konsentrasi
silika yang begitu rendah ini? perhatikan ilustrasi mekanisme prespitasi silika dari
yang primer (oleh biogenik) sampai diagentik (konversi opal A sampai CT) dibawah.
Sumber silika terlarut di air laut. digambar ktia bisa lihat empat mekanisme
yang menymbangkan silika di laut (or batuan yang terendapkan di dasarnya) yaitu:
langsung dari transport mekanis dari slope darat, bila ada yang terlarut (karena
temperatur or kondisi pH meningkat) maka terjadi presipitasi (or ekstraksi) biognis
oleh diatom dan radiolaria, kemudian proses hidroteral dari aktivitas vulnaisme dasar
laut, terakhir lebih ke proses diagentik dimana saat burial terjadi opal A (jenis amorf
silika) akan terubah menjadi opal CT (opal dengan laminasi tridimit dan kristobalit).
Kelarutan dari silika dipengaruhi oleh pH dan temperatur kelarutan silika perubahan
kelarutan silika oleh pH akan meningkat cepat pada nilai pH kritis mendekati pH
sektiar 8-10 atau sekitar 9 lah :p (untuk amorf dan kuarsa) silahkan lihat ilustrasi
dibawah. kemudian nainya temperatur juga akan membentuk pola kelarutan tertentu
(agak beda dengan pH) tapi pada prinsipnya tempratur naik maka kelaurtan bertambah
(silahkan lihat ilustrasi dibawah. diketahui bahwa kelaurtan pada temperatur 100 deg
C akan meingkat 4 kali lebih cepat dibandingkan dengan tempratur 25 deg C
(sihlahkan lihat gambar dimana kelarutan bisa mencapai 100 ppm pada suhu kuarsa
100 deg utuk amorf bisa mencapai 400 deg C). selain itu kelarutan juga bisa
dpengaruhi tekanan (ingat CCD pak dhe untuk karbonat.. alhamdulillah kalo
ingat.. :D) hal ini juga berlaku untuk silika meski tidak sesignifkan karbonat. kata
Boggs silahkan baca Dove dan Rimstidt (1994) untuk pemahaman lebih luas, lebih
detil, dan diskusi lebih dalam lagi tentang kelaruatn silika.
kelarutan silika dipengaruhi oleh pH (A) dan kelarutan silika dipengaruhi oleh
temperatur (B) berlaku untuk kuarsa da amorf (opal). pola kelarutan pada temperatur
vs kelarutan leibh liniear dibandingin kurva pH vs kelarutan.
- Ekstraksi silika dari air laut
Ekstraksi (presipitasi) silika ini dapat terjadi melalui dua mekanisme: 1. secara
kimiawi dan 2. secara biogenik. Menurut Raymond (2002) chert dapat terbentuk
melalui proses proses berikut ini: (1) presiitasi biokimia (seperti dijelasin diatas), (2)
presipitasi hidrogenus (langsung oleh air), (3) presipitasi hidrotermal, (4) replacement,
(5) erosi, transportasi, dan pengendapan dari material siliceous sebelumnya (udah
dijelasin diatas), dan proses diagensis, dimana silika dapat terkonsetnrasi membentuk
chert bed. proses 5 merupakan jenis chert yang klastik (berupa alokem kayak karbonat
entah materialnya bisa biogenik origin, or berupa kerangka hasil kimia dll), proses 1
sampai 4 mencyangkut mekanisme presipitasi langsung dari larutan, dan prses 6
berhubungan dengan proses setelah pengendapan (diagentik). Dalam Boggs (2006 hal
212) dijelaskan ekstraksi kimia dapat terjadi pada air laut dengan suhu 20 deg C
dengan kandungan batas kelarutan 4.4 ppm hal ini pernah dilakukan uji laboratorium
(eksperimen maksudnya) oleh Mackenziee dan Gees (1971) dimana silika dapat
ternukleasi (mengendap membentuk permukaan tempat terendpakannya ion lainnya
biasanya membentuk kisi struktur kristal) membentuk kuarsa. tapi, silika dalam
larutan pada kondisi alami dengan tempratur dan pH air laut tidak terkristalisasi
secara langsung, meskipun dari larutan dengan konsentrasi silika yang melebihi
kelarutan kuarsa (jenuh) (Boggs, 2006). maka, yang dimaksud dengan terpresipitasi
disini adalah kuarsa mikroksitalin yang akan membentuk (menyusun) chert. sejalan
dengan pernyataan raymond diatas presipitasi non biogenik (proses 2, 3, 4, dan 5)
terjadi pada lingkungan laut yang jenuh akan silika. pada presipitasi hidrogenus,
temperatur rendah, larutan basa, menurut Raymond prespitasi hidrogenus dapat terjadi
pada saat larutan kelewat jenuh (supersaturated) oleh silika. sebagai contoh pada
danau saline (danau meromictic alias air dalam tubuh danaunya membentuk layer
layer dengan suhu yang berbeda fenomena sekali ya sob). pada pH dibawah 9 silika
mulai terpresipitasi (lihat diagram kelarutan silikca vs pH diatas gambar B silika larut
pada pH segitu or kondisi basa diatas 9 sedangkan pada pH dibawah itu silika mulai
ngendap artinya kondisi asam membentu hal ini). Presipitasi hidrotermal juga
termasuk kategori ini (non biogenik) (proses 3 menurut raymond). pada proses ini
(pada thermal water) kelarutan silika meningkat, maka larutan jadi kaya (jenuh)
dengan silika sebagai hasil dari disolusi ini, seiring dengan menurunnya tempartur
silikapun mengendap membentuk silka sinter oleh mata air panas dan geyser di sistem
glasial. aktivitas hidrotermal bawah laut disepanajng MOR juga dapat menyuplai
silika yang akan menjadi source dari chert. Mekanisme non biogenik (kimiawi)
lainnya pada formasi pembentuk chert adalah proses replacement, dimana pada proses
ini terjadi reaksi pertukaran silika terhadap kompojnen batuan sedimen yang sudah
ada sebelumnya khususnya batugamping. bukti dari proses ini diketahui dari fosil
calcareous terubah menjadi nodul chert. pada daerah dengan presipitasi batugamping
(laut dangkal) proses memerlukan kondisi pertukaran ini perlu saturasi (supersaturasi)
dari silika, tapi kondisinya harus undersaturasi (tidak jenuh) dalam kalsitnya (Knauth,
1979). kondisi seperti ini dapat hadir pada daerah pantai (coastal region) dimana air
tanah dari daerah daratan (landward) bergerak ke laut melewati batuan yang
mengandung silika, melarutkannya dan membawanya ke laut (perhatikan ilustrasi
dibawah dari Knauth, 1979). mengingat bahwa air (yang datand dari darat) akan
mungkin mengandung banyak silika terlarut (dalam kondisi ekilibrium) dibandingkan
dengan air laut (yang kaya karbonat), maka dapat dikatakan air laut ini menjadi
kelewat jenuh (supersaturated) dengan silika, tapi undersaturated (tidak jenuh) oleh
kalsit, jika tekanan parsial (partial pressure) dari CO2, tempaatur, atau pH dari dua
jenis air ini berbeda. pada kondisi ini, silika akan terpresipitasi, sementara kalsit akan
tetap larut.
Proses pencampuran air laut dan ground water dan meteoric water inflow yang
membentuk formasi opal (chert material) di daerah coastal
Proses diagenesis, diketahui mampu menkonversi siika opalin menjadi kuarsa
(Erns dan Calvert, 1969). di sedimen kaya silika, migerasi ion dari silika selama
diagenesis dapat menghasilkan konsentrasi silika dalam beberapa beds dalam
konsentrasi silika dari beberapa beds dan kehilangan (depletion) silika pada bed
lainnya. melalui proses ini silika akan kaya di beberapa layer chert dan, dimana clay
bearing, silica depleted, intervening beds (berlapis tipis) bersama shale (Davis, 1918).
hasil dari layer chert atau perlapisan ritmik ini merupakan bagian dari diagenetic origin.
contoh diagentic origin adlaah magadi-type chert, dalam bentuk sikuen evaporit (dalam
bed evaporit) (Eugster, 1967). Magadi-type di Kenya ini terbentuk mellaui dua tahap
(two stage process). pertama tama terbentuk magadite (NaSiO7O13.3H2O) atau
mineral presipitat yang lain pada pH yang tinggi, silica-rich brine (konsentrasi silika or
salinitias silika yang tinggi), dimana reduksi pH dari air brine ini (silica rich) ketika pH
berkungan (karena hasil pencampuran air asin dengan air tawar, selama flooding
terjadi). presipitasi magaddiite ini kemudian (tahap kedua) akan terkonversi melalui
proses diaganetik membentuk chert yang menghilangkan ion ion dalam air. tipe chert
magadiite ini dapat berstruktur nodular maupun bedded.
3. EVAPORITE
Evaporite ini adalah jenis endapan senyawa garam padat yang terbentuk akibat evaporasi (penguapan oleh sinar matahari). artinya dia terbentuk di permukaan pada kondisi tekanan rendah. karena evaporit ini begitu mudah terdisintegrasi karena lunak dan mudah larut.
Evaporit ini secara umum (meski gak semua) didominasi oleh halite (batugaram), anhidrit, dan gipsum. FYI yang tiga itu dominan karena ada delapan puluh jenis mineral yang merupakan jenis endapan evaporit ini (Stewart, 1963) (bayangin aja di itu garam sama kayak senyawa senyawa padat (solid) yang ngendap hasil reaksi kimia pas di lab lab kimia hasil reaksi asam basa dan sejenisnya.
Untuk evaporit nonmarine dicirikan oleh mienral mienral yang tidak umum di lingkungan evaporit marine karena alasan unsur kimia campuran dalam air di nonmarine beda dengan lingkungan marine yang punya salinitas yang tinggi (misalnya di non marine itu bikarbonatnya lebih banyak krn banyak CO2, magnesiumnya juga lumayan, tapi sedikit atau hampir gak ada klorin gak kayak dilaut banyak klorin buat membentuk halit). karena keberagaman jenis unsur yang terlarut dalam air membuat komposisi garam garam evaporit di nonmarine ini cukup beragam dan komplek maka hadir bangsa bangsa mineral evaporit sekunder kayak bloedite (Na2SO4.7H2O), boraks (Na2B4O5(OH)4.8H2O), epsomite (MgSO4.7H2O), gaylussite (Na2CO3.CaCO3.5H2O), glauberite (Na2Ca(SO4)), magadiite (NaSi7O13(OH)3), mirabilite (Na2SO4.10H2O), thernadite (NaSO4), dan trona (Na2H(CO3)2.2H2O). meski demikian endapan evaporit non marine juga kaya akan anhidrit, gipsum, dan halit bahkan jenis jenis ‘aneh’ diatas kalah kelimpahannya di darat dibandingin tiga nama yang disebutin tadi (gipsum, anhidrit, dan halit).
Kelompok Kelompok Yang Umum Untuk Mineral Evaporit (Boggs, Jr 2006)
Batuan yang dominan disusun gipsum atau anhidrit nama batuannya sama kayak nama minerallnya yaitu gipsum atau anhidrit saja. tapi ada beberapa geologis yang make istilah rock gypsum atau rock anhydrite. tapi ada juga yang memadankan kata salt diakhir daripada memaakai ‘rock’ diawal kayak istilah potash salt (atau garam potas yaitu garam kaya potasium or K bangsa sylvite, carnalite, langbeinit, polihalit, kainit liat tabel diatas).
Meski dia genetiknya kimiawi bukan berarti dia gak punya tekstur dan struktur batuan yang khas (karena dia batuan sedimen maka struktur sedimen bisa hadir yang menjelaskan proses pengendapan kimiawi yang dialaminya tentunya khas sedimen presipitasi) hadirlah berbagai tekstur dan struktur internal meski sulit diamati kayak crystal settling, bottom nucleatinon (kayak di batuan beku kristalin). meski begitu ada juga struktur sedimen yang menunjukan adanya kerja arus traksi kayak cross bed, graded bedding, dan ripple mark juga bisa hadir. banyak evaporit purba (di subsurface) telah mengalami modifikasi diagensis fisika dan kmia yang merusak tekstur aslinya dan terbentuklah tekstur sekunder macam nodul dan pseudomorph crystal (kristal mirip gipsum or anhidrit tapi setelah dianalisis senyawa unsur unsur penyusunnya udah beda).
White sand (di new mexico AS) yaitu garam garam gipsum berukuran pasir yang berada dipermukaan daerah kering dapat membentuk struktur bedform seperti gambar ripple
yang terlihat diatas.
White sand. Butiran butiran kristal gipsum (atau anhidrit) yang ada dipermukaan scale
Karena keterbentukannya dominan proses kimia dibandingkan transport mekanis maka struktur struktur khas batuan kristalin bisa saja muncul sebangsa spherulitic, mosaic, comb texture, phorpyroblastic, poikilotopic, allotriomporphic-granular, dan ada juga ‘hopper’ texture dan chevron texture.
tekstur khas pada kristal evaporit ‘hopper’ dan chevron texture
3.1 Gipsum dan Anhidrit
Kalsium sulfat diendapkan secara dominan dalam bentuk gipsum (CaSO4.2H2O). gipsum ini akanteralterasi menjadi bentuk pseudomorfnya yaitu anhidrit (CaSO4). ketika burial terjadi gipsum dapat mengalami dehidrasi, hilangnya air ini bisa mencapai 34% dari total air pada yang terikat dalam gipsum (Boggs Jr, 2006) dan akan terubah menjadi anhidrit. ketika terjadi uplift anhidrit yang terbentuk tadi dapat terubah kembali menjadi gipsum (terhidrasi kembali). perubahan volume karena proses dehidrasi dan hidrasi ini dapat mengganggu (merubah) struktur dan tekstur penendapan yang telah terbentuk sebelumnya, dan banyak dari endapan kalsium sulfat dicirikan oleh kemas yang terdistorsi ini. tiga kelompok strkuktur yang umum dijumpai pada anhidrit berdasarkan fabrik, perlapisan dan kehadiran atau ketidakhadiran dari distorsi ini: nodular anhydrite, laminated anhidrite, dan massive anhydrite.
Anhidrit nodular, merupakan bentuk tidak beraturan dari suatu gumpalan (batuan) anhidrit yang secara sebagian atau keseluruhan terpisah dari garam lain atau dalam matrik karbonat. maka dikenal istilah strukur chickenwire untuk jenis anhidrit nodular yang menandung massa anhidrit terpisah membentuk komponen agak memanjang, poligon tak beraturan yang terpisah oleh mineral lain (sebagai matrik) berupa karbonat atau lempung.
Formasi anhidrit nodular, dimulai oleh pertumbuhan displasif dari gipsum dalam sedimen karbonat atau sedimen lempungan. kristal gipsum kemudian akan teralterasi menjadi pseudomorph anhidrit, dengan berlanjut bertambah besar (ukuran kristalnya) dengan bertambahnya jumlah ion Ca2+ dan SO42- kedalam struktur kristal yang sudah terbentuk dari luar. struktur chickenwire anhidrit ini terbentuk ketika ukuran kristal bertambah besar, dan nodul nodul ini bergabung dan terganggu (mengkerut karena kehilangan air dan bertambah besar karena ion dari luar dan terikat oleh matrik yang berasal dari semen atau material kimia insitu). banyak sedimen berada disitu (tempat terbentuknya anhidrit chickenwire) menjadi tertekan (karena pertumbuhan nodul anhidrit ini) dan akhirnya terikat (atau mengikat) struktur chickenwire ini hingga akhirnya kompak dengan sendirinya karena proses diagenesis. jadi struktur chickenwire itu adalah kumpulan kumpulan nodul anhidrit yang tumbuh di dalam sana karena proses diagenetik (hilangnya struktur air pada gipsum or terdehidrasi dan membentuk nodul kemudian nodul ini bertambah besar karena keberadaan ion Ca2+ dan SO42- yang disuplai dari lingkungan sekitar).
Struktur Chickenwire (Nodul Nodul Anhidrit) Yang Tertanam Dalam Matrik
Laminated anhydrite, merupakan laminasi anhidrit y ang berwarna putih, laminasi anhidrit atau gipsum ini dapat berselingan (alternatesi) dengan lamina berwarna abu abu glelap sampai hitam yang kaya akan dolomite atau material organik. laminasi hadir dalam beberapa mlimeter hingga 1 cm (jarang). banyak laminae tipis umumnya seragam, dengan otank planar yang tegas. bahkan banyak laminae ini dapat dilacak secara lateral dan panjangny abisa mencapai 100 km! (Boggs, 2006, Dean dan Anderson 1978). dan suksesi vertikalnya bisa mencapai ratusan meter. Laminasi evaporit yang dapat tersebar presisten secara lateral karena hal ini mengindikasikan kondisi pegnendapan di area yang luas, laminasi ini hadi melalui presipitasi evaporit di air tenang (below wave base. dpat terbentuk di lingkunga shallow water area yang terlindung dari bottom current dan agitation wave yang kuat (laut tertutup kali yah) atau di lingkungan laut dalam. laminasi anhidrit ini contohnya ada di formasi Castile Amrik berumur permian.
Nodul Anhidrit Dalam Layer Gipsum (Kanan) Nodul Gipsum Dalam Layer Anhidrit Dipermukaan (Kiri)
Beberapa laminasi anhidrit ini terbentuk atau hadir bersama nodul anhidrit, yang menunjukan proses diagentik dimana nodul ini hadir dari hasil alterasi gipsum yang sudah ada sebelumnya (lamina gipsum). anhidritpun bisa terbentuk dipermukaan ketika
gipsum tersingkap dan terjadi evaporasi lanjut hingga gipsum kehilangan air (GRECO (CNRS) volume 52 1994 dalam Evaporite Sequences in Petroleum Exploration: Geological Methods, Volume 1) melalui mekanisme terbentuknya dessication crack pada gipsum yang tersingkap dan terjadi pergantian (alterasi) oleh anhidrit, tapi paling umum terbentuk pada zona vadose (vadose zone) yaitu area dangkal di bumi yang berada dekat dengan permukaan diatas water table (muka air) dari air tanah (ground water) karena dibawah zona vadose (atau disebut juga zona freatik) dimana air tanah hadir disitu (dibawah water table atau saturation zone) maka disitu gipsum yang terbentuk karena ada air atau dengan analogi sederhana anhidrit terbentuk jika ion ion sulfat dan kalsium kaya disitu dan tidak ada air sebaliknya jika ada air maka gipsum yang terbentuk. tapi proses ini (presipitasi langsung) jarang (umum di daerah sabkha yang kering dan water table or muka air dari air tanah sangat dalam) proses terbentuknya anhidrit umumnya hadir secara sekunder (diagensis) hasil alterasi dari gipsum. bahkan Rosen dan Warren (1990) pernah melaporkan bahwa ada aktivitas bakteri yang bisa mereduksi sulfat hingga merubah gipsum menjadi anhidrit.
Massive anhydrite (anhidrit masif), merupakan anhidrit yang tidak memiliki struktur internal. tidak sebanyak dua struktur lainnya (laminasi dan nodular), struktur ini hadir akibat poroses presipitasi yang kontinu dan seragam dalam waktu yang lama. Haney dan Briggs (1964 dalam Boggs) menyebutkan bahwa anhidrit masif terbentuk melalui evaporasi dari salinitas air asin tinggi dengan kisaran 200 sampai 275 permil (%0) (se per seribu), dibawah salinitas ini yang terbentuk adalah halit (jenis evaporit yang lain) air laut sendiri memilki salinitas rata rata 35 %0.
3.2 Halit
Halit ini terbentuk di laut dangkal dan dapt juga terbentuk pada lingkungan laut (bila ada struktur laminasinya) dan ketebalannya bisa mencapai 1000 m. laminasi endapan halit umumnya berlaminasi bersama lamina karbonat dan anhidrit. anhidrit bersama mineral seperti dolomit, kalsit, kuarsa, dan lempung dapat hadir sebagai inklusi. lamina yang mengandung banyak inklusi berwarna hitam dapat beralternasi (berselingan) dengna lamina yang miskin inklusi (sehingga ada kesan alternasi (laminasi) halit terang gelap. halit juga bisa membentuk struktur dan tekstur internal yang sama dengan mineral evaporit lainnya semacam bedform (ripple) cross bed dan lain sebagainya.
Akumulasi Halit Yang Membentuk Struktur Ripple
Butiran Klas Halite Di Laut Mati (Dead Sea Yaitu ‘Danau’ Tertutup Antara Yordan Dan Israel)
(NaCl)
3.3 Asal Usul Endapan Evaporit (Origin Of Evaporit Deposits)
Banyak model yang menjelaskan bagaimana terbentuknya endapan evaporit ini, bukan hanya karena keterdapatannya dekat dengan permukaan sehingga memudahkan para ahli untuk menelitinya tapi juga variasi keberagaman lingkungan pengendapan dan
setting geologi yang mengontrol keterbentukan formasi evaporit ini sehingga mengundang para sedimentologis untuk mengkaji bagaimana keterbentukan endapan evaporit ini. sehingga satu model belum tentu bisa digunakan pada model lain karena tiap model menjelaskan setting geologi tersendiri.
Lingkungan Pengendapan Evaporit Modern
Dalam Boggs Jr (2006) disebutkan ada tiga model (hipotesis) yang umum dipakai dalam hal ini (deep vs shallow water): deep-water deep-basin model, shallow-water shallow-basin model, dan shallow water deep basin model. (ilustrasinya bisa diliat dibawah).
Ilustrasi 3 Model Pendapan Evaporit (Kendall 1979 Dalam Boggs, 2006)
Bila memperhatikan model diatas semuanya berada pada lingkungan transisi, istilah dalam dan dangkalnya adalah dalam dan dangkalnya lingkungan ‘laut’ transisi bukan deep basin di ocean. Pada model pertama dijelaskan kondisi air penuh mengisi basin yang dibatasi oleh suatu barier (penghalang) berupa sedimen hasil akumulasi yang dibawa dari laut atau darat oleh Boggs dan Kendall diistilahkan sebagai sill (sill ini bisa saja diis oleh gamping transisi Dari mode pertama struktur evaporit yang terbentuk kemungkinan akan berstruktur laminasi karena kondisi arus yang tenang dibagian dasar seirirng dengan evaporasi berjalan yang meninggalkan presipitasi garam evaporit. karena kedalaman kolom air (dan tingginya salinitas yo’i karena do’i laut tertutup gak ada suplai air dari luar hingga ketika air nguap garam yang tersisa di dalamnya kelewat jenuh) ditambah lagi dengan subsidence (jika terjadi) akan semakin menambah tebal sikuen yang terbentuk.
Pada model kedua dimana basin dari ‘laut tertutup’ yang terbetnuk lebih dangkal karena sillnya pendek dan lingkungan morfologi ke arah landward (darat) yang landai juga maka terbentuklah lingkungan ‘laut tertutup’ yang dangkal disini arusnya kuat dan pengaruh dari overflow (limpahan) air laut ke dalam cekungan ini bisa terjadi sehingga akan mempengaruhi salinitas dari air asin yang ada didalamnya, tipikal daerah ini arusnya kuat dan endapan evaporitnya berasosiasi dengan endapan arus tidal (pasang) ketika air laut naik pada periode tertentu. dan meski lautnya dan cekungannya dangkal bisa juga menghadirkan endapan evaporit yang tebal akibat subsidence
Model ketiga adalah shallow water-deep basin model, lebih jelasnya silahkan liat ilustrasi diatas, cekungannya tebal tapi disi oleh air yang sedikit. (teuing kumaha kok bisa begitu hahaha) pokoknya pada lingkungan ini tentu saja terjadi evaporasi (karena laut tertutup pokoknya syaratnya laut ketutup aja). proses level air di basin jadi turun drastis ini akibat proses yang disebut oleh boggs (2006) sebagai evaporative drawdown (evaporasi yang sangat tinggi dan tidak sering terjadi arus pasang (tidal) akibatnya tinggal menyisakan garam garam evaporit di dasar cekungan karena airnya udah habis nguap, tapi air bisa aja ngisi basinnya melalui air ujan (kalo sukur sukur ada ujan) dan melalui periodic overflow (pasang) serta seepage inflow (rembesan air laut yang nerobos sill).
Itu adalah gambaran cross section untuk lingkungan laut epeiric oleh Kendal (1979, dalam Boggs, 2006), evaporit kan endapannya bukan cuma di laut loh (seperti penjelasan penjelasan paragraf paragraf sebelumnya) kata Om Raymond (2002) evaporit ini juga bisa di lingkungan danau daerah kering (playa lake), diteluk yang tertutup dengan inflow dari air laut yang masuk lewat celah pada barier yang kecil, serta pada lingkunga sabkha dan isolated barier (epheiric) seperti yang dijelasin boggs diatas.
Ilustrasi Settting Lingkungan Pengendapan Evaporit (Dalam Raymond 2002 Dari Berbagai Sumber)
(Raymond) salinitas dan densitias meningkat, air akan mulai mengendapkan mineral evaporit dan ketika air laut (yang belum) tertutup ini masih menyatu dengan laut lepas (ilustrasi gambar b diatas) maka dengan tingkat evaporasi yang tinggi lama kelamaan keduanya akan berpisah dan terbentuklah setting laut tertutup seperti kata Boggs dan kawan kawan diatas.
Air laut menurut Raymond menyuplai MgSO4 yang akan membentuk gipsum dan anhidrit nantinya. untuk model lingkungan sabkha seperti pada model diatas (pesisir laut di daerah kering macam pantai di gurun gitu sob gambar d) gak perlu penghalang buat ngendapin evaporit karena saking keringnya dan gilanya tingkat evaporasi disana.
Menurut boggs (2006) bukan hanya faktor kimia yang bekerja pada pengendapan evaporit. aspek psika juga berpengaruh pada pengendapan evapoirt seeprti pada mekanisme transport hingga pengendapan pada sedimen silisiklastik. maka proses proses macam: normal fluid flow, mass transport macam slump, or gravity kayak turbidity current jugqa bisa terjadi dan menghasilkan endapan evaporit (di deep water), maka struktur struktur di batuan klastik macam grading cross bedding, or ripple mark juga bisa hadir (lihat gambar-gambar sebelumnya dan penjelasan diatas).
4. VOLCANOCLASTIC SEDIMENTARY ROCKSelain batuan karbonat, batuan yang tergolong dalam jenis batuan sedimen non-
klastik adalah batuan sedimen gunung api (volcanoclastic sedimentary rock). Batuan
sedimen gunung api adalah batuan sedimen yang terbentuk dari material-material yang dikeluarkan saat terjadi letusan gunung api (volcanoes eruption). Material-material yang dikeluarkan saat gunung api meletus antara lain tufe (abu vulkanik), magma, lava serta lahar. Tiap material yang dikeluatkan oleh gunung api ini akan tersedimentasi dan membentuk suatu jenis batuan sedimen yang karakteristiknya unik.
Keberadaan suatu gunung api pada suatu daerah tidak terlepas dari pengaruh lempeng tektonik. Gunung api biasanya terbentuk pada daerah kontak antara dua lempeng yang berbeda yaitu lempeng benua dan lempeng samudra. Pada daerah ini terjadi penunjaman lempeng samudra ke dalam lempeng benua yang menyebabkan terjadinya aliran magma kepermukaan dan muncullah gunung api. Zona penunjaman ini disebut juga dengan istilah zona subduksi. Dengan mengetahui lokasi gunung api maka dapat ditentukan pola penyebaran endapan material dari gunung api tersebut. Lava biasanya dapat ditemukan didaerah dekat dengan gunung api, sedangkan abu vulkanik akan menyebar keseluruh penjuru arah. Dengan mengetahui jenis dari material endapan gunung api maka dapat ditentukan umur dari lapisan tersebut dengan metode radiometri.
4.1 Tipe Batuan VulkanikKomposisi dari magma mempengaruhi tipe dari letusan gunung api. Magma bertipe
Basaltic berasal dari gunung api yang menghasilkan banyak magma tapi sedikit menghasilkan debu vulkanik. Gunung tipe ini biasanya bertipe hawaian. Gunung api dengan dengan magma yang kaya silika akan lebih explosif dengan banyak material gunung api yang dikeluarkan. Maateial yang di keluarkan oleh gunung api yang meletus disebut dengan material piroklastik. Kumpulan dari material piroklastik biasa disebut dengan tepra.
4.2 Penamaan batuan volkanoklastikPenamaan batuan volcanoklastik adalah berdasarkan besar dari butiran material.
Material yang bentuknya kasar (lebih dari 64mm) dibagi menjadi dua yaitu bomb vulkanik dan block vulkanik. Block vulkanik adalah material yang berbentuk solid saat dikeluarkan, sedangkan bomb vulkanik merupakan material yang belum solid sepenuhnya saat dikeluarkan oleh gunung api yang meletus.
Klasifikasi batuan volcanoklastic berdasarkan ukuran.
4.3 Menentukan Material VolcanoklastikUkuran butir dari batuan volcanoklastik relatif mudah untuk ditentukan jika litologi
dari area yang luas bisa dikenali sebagai batuan beku seperti basalt. Material dari gunung api biasanya berwarna hitam jika banyak mengandung material basalt. Metode penentuan dilapangan secara langsung sebenarnya sangat sulit. Untuk menentukan jenis dari batuan volcanoklastik biasanya dilakukan percobaan dengan radiometri dan penentuan dengan unsur radioaktif.