Date post: | 21-Jan-2016 |
Category: |
Documents |
Upload: | zulfa-vinanta |
View: | 16 times |
Download: | 0 times |
Skenario E
Halim is a 25 year old boy, went to see a doctor about two weeks after returning from a job in
Bangka. According to his family, several days ago, he suffered from an abrupt onset of fever,
chills, rigors, and profuse sweating accompanied by headache and nausea.
Physical examination : Somnolence, BP : 100/60 mmHg, temperature : 39,50C, PR :
110x/min, piliformis. Icterus : + ; RR : 28x/min. COr/pulmonal norml, Spleen : just palpable,
liver : normal.
Laboratory finding : Hb : 9,5 g/dl, WBC : 10.500 mm3, diff count : 0/2/10/55/25/8. Urine :
Black in colour.
Klarifikasi Istilah
1. Rigor : dingin/kekakuan atau ketidakfleksibelan.
2. Chills : Perasaan dingin disertai menggigilnya tubuh
3. Nausea : Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada epigastrium
dan abdomen dengan kecenderungan untuk muntah
4. Somnolence : Perasaan mengantuk yang tidak normal
5. Icterus : Warna kekuningan pada kulit, sclera, membrane mukosa, dan ekskresi akibat
hiperbilirubinemia dan pengendapan pigmen empedu.
6. Piliformis : Denyut nadi cepat dan lemah
7. Headache : Nyeri di kepala
8. Abrupt onset of fever : Munculnya demam yang tiba-tiba
9. Profuse Sweating : Pengeluaran keringat yang berlebih
Identifikasi Masalah
1. Halim, 25 tahun beberapa hari yang lalu mengalami demam hilang timbul, menggigil,
dingin dan kaku, banyak berkeringat disertai sakit kepala dan mual setelah pulang dari
Bangka 2 minggu yang lalu.
2. Pemeriksaan fisik : Somnolence, BP : 100/60 mmHg, temperature : 39,50C, PR :
110x/min, piliformis. Icterus : + ; RR : 28x/min. Ja norml, Limpa : teraba, liver :
normal.
1
3. Pemeriksaan Laboratorium : Hb : 9,5 g/dl, WBC : 10.500 mm3, diff count :
0/2/10/55/25/8. Urine : Black in colour.
Analisis Masalah
1. A. Apakah ada hubungan jenis kelamin dan umur dengan gejala yang dialami Halim?
Jawab: Usia paling rentan adalah balita dan lansia. Pada orang dewasa, keluhan
malaria terjadi pada tubuh dengan daya tahan tubuh rendah dan umumnya dialami
pada orang yang baru pertama kali dating ke daerah endemic malaria
B. Apakah hubungan kepulangan dari Bangka 2 minggu yang lalu dengan gejala yang
dialami Halim?
Jawab: Bangka merupakan salah satu daerah endemik malaria, gejala yang dialami
Halim merupakan gejala malaria. Mungkin Halim mengalami gigitan nyamuk
Anopheles betina saat berada di lingkungan pedalaman Pulau Bangka tersebut.
C. Kenapa gejala baru muncul setelah 2 minggu kepulangan Halim dari Bangka?
Jawab: Halim menderita Malaria Tropica yang disebabkan parasit Plasmodium
Falciparum. Masa inkubasi Plasmodium Falciparum dalam tubuh manusia adalah 9-
14 hari. Masa inkubasi adalah rentang waktu dimulai dari suatu penyakit masuk
kedalam tubuh sampai saat timbulnya penyakit,itulah sebabnya mengapa gejala baru
muncul setelah 2 minggu kepulangan Halim dari Bangka.
D. Apa jenis demam dan mengapa demam yang dialami Halim ?
Jawab : Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan waktu
pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran
darah (sporulasi). Timbulnya demam juga bergantung pada jumlah parasit (cryogenic
level, fever treshold). Berat infeksi pada seseorang ditentukan dengan hitung parasit
(parasite count) pada sediaan darah. Pada infeksi Plasmodium Falciparum masa
sporulasi adalah 24 jam jadi demam yang dirasakan akan hilang timbul setiap 2 hari
sekali.
2
Demam yang dialami Halim adalah tipe : Intermittent (periodic) fevers: suhu tubuh
naik setiap 2 atau tiga hari yang hamper terjadi pada waktu yang sama. Suhu tubuh
naik sampai 40o C selama beberapa jam dan selanjutnya kembali ke suhu normal.
E. Apa kemungkinan dan bagaimana mekanisme gejala-gejala yang dialami Halim?
Jawab :
Mekanisme Demam:
Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang
pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan
asam arakidonat ↑↑ sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus ↑↑ set
point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan ↑↑ pembentukan
panas Suhu meningkat - Demam.
Mekanisme mengigil :
Jika terjadi perubahan Set-point pusat pengatur suhu hipotalamus yang tiba-tiba dari
nilai normal menjadi lebih tinggi dari normal ( akibat penghancuran jaringan, zat
pirogen, atau dehidrasi ), biasanya dibutuhkan waktu beberapa jam agar suhu tubuh
dapat mencapai set-point suhu yang baru. Pada saat ini suhu darah masih jauh lebih
rendah dari Set-point pengatur suhu hipotalamus, oleh karena itu akan terjadi reaksi
umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut
akan mengigil dan merasa sangat kedinginan, walaupun suhu tubuhnya mungkin telah
diatas normal. Mengigil dapat berlanjut sampai akhirnya suhu tubuh mncapai set-
point hipotalamus.
*pengeluaran panas lebih besar daripada pemasukan termostat menyeimbangkan
suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka untuk berkontraksi
(bergerak) guna menghasilkan panas tubuh menggigil
Mekanisme dingin dan kaku:
Pada saat awal demam terjadi peningkatan set point pada hipotalamus sedangkan suhu
tubuh pada daerah lain masih lebih rendah sehingga tubuh akan merasa kedinginan
dan kaku.
Mekanisme berkeringat :
3
Berkeringat pada dasarnya merupakan suatu proses untuk menurunkan suhu tubuh.
Ketika tersmostat hipotalamus merasa telah cukup penaikan suhu tubuh, maka suhu
inti akan dikembalikan pada sushu normal yaitu 370C, akan tetapi baru suhu pada
hipotalamus yang kembali normal, belum pada anggota tubuh yang lain. Oleh karena
itu, tubuh akan melakukan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga panas dapat
dikeluarkan dan suhu tubuh kembali normal.
Sakit Kepala
Sakit kepala dalam kasus ini disebabkan oleh sekresi mediator inflamasi seperti TNFά
yang berlebih akibat dari pengaktifan makrofag oleh pirogen eksogen - selanjutnya
akan membentuk prostaglandin - mempengaruhi pusat simpatis pada hipotalamus
posterior – vasokontriksi pembuluh darah pada lapisan otak – sakit kepala.
Selain itu juga karena anemia yang menyebabkan anoksia jaringan sehingga transport
oksigen ke otak menurun.
Mual
Infeksi plasmodium kompleks parasit-antibodi difagisitosis o/ makrofag dg
opsonisasi Ab m’aktivasi Th produksi limfokin & IFN γ m’aktivasi monosit
sekresi vasoaktifamin Histamin 2 ( H2) ↑sekresi asam lambung >> nausea
Splenomegalimenekan lambungrasa mualrasa tidak nyaman pada perut
2. A. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Jawab :
Pemeriksaan Hasil Nilai/Kondisi
Normal
Interpretasi
Tingkat
Kesadaran
Somnolen Compos Mentis Terjadi penurunan kesadaran,
penderita..
Tek.Darah 10/80
mmHg
120/80 mmHg
Suhu 39,5 0C 36,5 – 37,2 0 C Meningkat, febris
4
Denyut nadi 110x/min 60 – 100 x/min
piliformis
Meningkat,
Frek.Nafas 28x/min 16-24 x/min Meningkat
Cor/pulmonal Normal Normal Normal
Lien teraba Tidak teraba Splenomegali
Liver normal normal Normal
B. Apabila terdapat ketidaknormalan, apa penyebab dan mekanismenya?
Jawab : (nela)
Limpa : teraba Splenomegali : Limpa (organ RES) plasmodium
dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit penambahan sel-sel radang
limpa membesar.
Ikterus : eritrosit yang dirombak oleh hepar dan limpa semakin banyak Hb
difagositosis oleh makrofag limpa diredukasi menjadi globin dan heme
globin masuk ke dalam kumpulan asam amino Fe dibebaskan dari heme
diangkut oleh protein transferin ke sumsum tulang untuk produksi SDM
selanjutnya sisa bagian heme yaitu CO dan protoporfirin CO diangkut
dalam bentuk oksihemoglobin utnuk dikeluarkan protoporfirin diubah
menjadi pirol pirol diubah menjadi biliverdin biliverdin direduksi
menjadi bilirubin bebas ikterus
5
*normalnya, hati bisa mengekskresi bilirubin, namun karena terjadi
peningkatan dekstruksi sel darah merah yang menyebabkan pengaliran
bilirubin yang sangat cepat ke dalam darah menyebabkan hati yang sekalipun
fungsinya masih normal tidak mampu lagi mengekskresikan bilirubin secepat
proses pembentukannya. Sehingga biliriubin akan berada dalam sirkulasi dan
mengendap pada jaringan. Ketika biliriubin mengendap pada sclera
Hipotensi : Infeksi parasit – respon imun – memicu pelepasan amino
vasokatif : histamin – vasodilatasi pembuluh darah – tekanan darah menurun
Demam : Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen
Merangsang pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-
6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat ↑↑ sintesis prostaglandin E2
Mencapai hipotamalus ↑↑ set point pada termostat hipotalamus
Penyimpanan panas tubuh dan ↑↑ pembentukan panas Suhu meningkat –
Demam
Tachikardi :Tiap kenaikan suhu 1 derajat celcius disertai kenaikan frekuensi
nadi 8-12x . Kompensasi tubuh untuk meningkatkan tekanan darah.
Takipnea : Infeksi parasit – respon imun – memicu pelepasan amino vasokatif
: histamine – kontraksi otot polos – bronkospame (penyempitan saluran napas)
– menurunkan ventilasi - kompensasi tubuh meningkatkan laju pernapasan
3. A. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
Jawab :
Nilai Normal Hasan
Hemoglobin 13-16 g/dl 9,5 g/dl
Diff. Count
Basofil 0-1 0
Eosinofil 1-3 2
Neutrofil Batang 2-6 10
Neutrofil segmen 50-70 55
Limfosit 20-40 25
Monosit 2-8 8
6
Leukosit 5000-10000/ uL 10500 /uL
B. Apabila terdapat ketidaknormalan, apa penyebab dan mekanismenya? (aulia, lia)
Jawab :
Hemoglobin/Anemia : parasit malaria menginfeksi RBC eritrosit mudah
lisis selain itu terjadi juga fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan
yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia
jaringan.
Neutrofil Batang : menunjukkan adanya infeksi akut (shift to the left)
Leukosit : menunjukkan adanya infeksi.
Urine black in colour : terjadi karena proses hemolisis intravaskuler
(pemecahan eritrosit di dalam pembuluh darah). Pemecahan eritrosit yang
berlebihan akan membuat jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi
seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan pembebasan
Hb kedalam plasma, menyebabkan hemoglobinuria dan membuat warna yang
abnormal pada urine dari merah, coklat sampai kehitaman
4. A. Bagaimana DD penyakit Halim?
Jawab :
1. Malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Demam tifoid
Demam dengue
ISPA
Laeptospirosis/anikterik
2. Malaria berat (malaria dengan komplikasi)
Radang otak
Stroke
Tifoid ensefelopati
Hepatitis
Leptospirosis berat
Glomerulonefritis
Sepsis
7
Demam berdarah dengue
demam Sakit
Kepala
Abdominal
Discomfort
Splenomegali Anemia Leukositosis
DHF + + + + + _
Demam Tifoid + + + + + +
Leptospirosis + + + + - +
Brucellosis + + + + _ +
Common
Cold
+ + _ _ _ _
Malaria + + + + + +
B. Bagaimana pemeriksaan penunjangnya?
Jawab :
1.Pemeriksaan darah tepi
-Hapusan darah tebal untuk menemukan adanya parasit malaria
-Hapusan darah tipis untuk menentukan jenis parasit yang menginfeksi
2. Tes Antigen
-HRP 2 (Histidin Rich Protein) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon,dan
gametosit muda P.Falciparum.
-Enzym parasit lactate dehydrogenase (p-LDH) yang diproduksi oleh parasit
bentuk aseksual atau seksual ( gametocyt).
3.Tes Serologi
Mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap parasit malaria dalam tubuh
4.PCR (Polymerase Chain Reaction)
C. Bagaimana diagnosis kerja penyakit Halim?
Jawab : Diagnosis malaria falsiparum dapat dibuat dengan menemukan parasit
stadium trofozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam
sediaan darah tepi. Sediaan darah tebal jauh lebih sensitif daripada sediaan darah tipis
pada infeksi dengan jumlah parasitemia rendah. Secara umum, semakin tinggi jumlah
parasit dalam darah tipis, semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya malaria berat.
Hal ini terutama ditemukan pada penderita non-imun. Malaria berat dapat juga terjadi
8
dengan parasit yang rendah dalam darah tepi. Walaupun sangat jarang, dapat juga
ditemukan penderita tanpa parasitemia dalam darah tepi, tetapi pada autopsi terbukti
adanya parasit dalam berbagai kapiler alat dalam.
D. Bagaimana etiologi, pathogenesis, daur hidup pada penyakit Halim?
Jawab :
Etiologi
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa.
Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax
menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum
menimbulkan malaria falsifarum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa
dan Blackwater faver. Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana,
dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale.
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan
membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang
terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang
terdapat di dalam sel parenkim hati.
Daur hidup
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia
dan nyamuk anopheles betina.
o Siklus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit
yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran
darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke
dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.
Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-
9
bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun,
akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh). Merozoit
yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit
tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit).
Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit
yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel
darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel
darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan
betina.
o Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luar dinding lambung
nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang
nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Patogenesis
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia.
Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya
kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat
adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain
yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi
terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta
pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit
dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi
maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari
retikulosit diserta peningkatan makrofag.
10
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk
mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,
diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
o Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan
kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak
terinfeksi sehingga terbentuk roset.
o Rosetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit
yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10
atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya rosetting adalah golongan
darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang
bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak
terinfeksi.
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan
anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat
dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan
gagal ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat
melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin,
ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit
malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan
sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
11
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit
yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga
skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi
menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung
kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan
E. Bagaimana tatalaksana penyakit Halim?
Jawab :
1. Tindakan suportif
Pemberian cairan yang adekuat pada kasus malaria berat,mempertahankan fungsi
organ vital dan monitoring pasien
2. Pengobatan simptomatik
Memberikan antipiretik untuk mencegah hipertermia : Parasetamol 15mg/kg bb setiap
4 jam dan dilakukan kompres
Bila pasien kejang berikan antikonvulsan : Diazepam 5-10mg IV
3. Pemberian obat antimalaria
Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria,maka obat malaria di
bedakan menjadi:
skizontosida jaringan primer: proguanil,pirimetamin dapat membasmi parasit
praeritrosit
skizontosida jaringan skunder : primakuin, dapat membasmi parasit daur
eksoeritrosit
skizontosida darah: kina, klorokuin,amodiakuin, untuk membasmi parasit
stadium eritrosit
gametositosida:primakuin, menghancurkan semua bnetuk seksual termasuk
stadium gametosit p.falcifarum
sporontosida : primakuin, proguanil, mencegah atau menghambat gametosit
dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozit dalam nyamuk anopheles
F. Bagaimana tindakan preventif penyakit Halim?
Jawab :
12
Pencegahan infeksi malaria:
1. Tidur dengan kelambu, sebaiknya kelambu sudah dicelup dalam peptisida
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk
3. Memproteksi tempat tinggal dengan kawat anti nyamuk.
4. Gunakan proteksi ( mis, baju lengan panjang atau lotion antinyamuk) bila berada
di alam bebas yang rentan akan gigitan nyamuk.
5. Kemoprofilaksis bila hendak mengunjungi daerah endemis malaria, dapat juga
digunakan untuk wanita hamil di daerah endemis atau orang dengan imunitas
rendah
6. Vaksin malaria sekarang masih dalam tahap pengembangan.
G. Bagaimana komplikasi penyakit Halim?
Jawab : P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya
digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi
P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
o Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
o Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit
>10.000/µl.
o Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12
ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg
%.
o Edema paru.
o Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
o Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau
perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
o Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
o Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
o Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
o Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat
antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
13
H. Bagaimana prognosis penyakit Halim?
Jawab :
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta
pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan
pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada
gangguan 2 atau lebih fungsi organ.
Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.
Pada kasus ini prognosisnya baik apabila diagnosis, pengobatan, dan penanganan
cepat dan tepat.
Hipotesis
Halim, 25 tahun menderita malaria berat akibat terinfeksi Plasmodium falciparum.
14
Kerangka Konsep
Learning Issue
Pokok BahasanWhat I
Know
What I don`t
Know
What I have to
prove
How I
will
Learn
a. Malaria Definisi,
macam-
macam
Patogenesis,
tatalaksana,
diagnosis
banding,
komplikasi
Halim menderita
malaria berat
Text
book
dan
jurnal
b. Plasmodium Macam-
macam
Daur hidup,
morfologi
c. Obat-obat
malaria
Macam-macam,
mekanisme
kerja
15
Pemeriksaan penunjang
Malaria
Penurunan kesadaran
Malaria berat
Ikterus Black water fever
Demam, menggigil, berkeringat
SplenomegaliSakit kepala Mual
Halim, 25 tahun Pergi ke Bangka
SINTESIS
1. Malaria
DEFENISI
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit
berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan
gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.
ETIOLOGI
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat
empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan malaria
vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria falsifarum
(malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae
menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale.
16
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan
membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam
darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel parenkim
hati.
EPIDEMOLOGI
Spesies yagn terbanyak dijumpai adalah plasmodium falsiparum dan vivax. Plasmodium
malariae dijumpai di Indonesia bagian timur, plasmodium ovale pernah ditemukan di irian
jaya dan NTT.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang yang
intermiten, anemia sekunder dan spenomegali. Penyakit ini cenderung untuk beralih dari
keadaan akut ke keadaan menahun. Selama stadium akut terdapat masa demam yang
intermiten. Selama stadium menahun berikutnya, terdapat masa laten yang diselingi oleh
relaps beberapa kali. Relaps ini sangat mirip dengan serangan pertama.
Masa tunas dapat berbeda – beda, antara 9 sampai 40 hari, dan ini menggambarkan waktu
antara gigitan nyamuk yang mengandung sporozoit dan permulaan gejala klinis. Selain itu,
masa tunas infeksi P. vivax dapat lebih panjang dari 6 sampai 12 bulan atau lebih. Infeksi P.
malariae dan P. ovale sampai bertahun – tahun. Karena itu di daerah beriklim dingin infeksi
P. vivax yang didapati pada musim panas atau musim gugur, mungkin tidak menimbulkan
penyakit akut sampai musim semi berikutnya. Malaria klinis dapat terjadi berbulan – bulan
setelah obat – obatan supresif dihentikan. Serangan pertama pada malaria akut terdiri atas
beberapa serangan dalam waktu 2 minggu atau lebih yang diikuti oleh masa laten yang
panjang, dan diselingi oleh relaps pada malaria menahun. Serangan demam ini berhubungan
dengan penghancuran sel darah merah yang progresif, badan menjadi lemah , dan limpa
membesar. Tipe jinak biasanya disebabkan oleh P. vivax, P. malariae atau P. ovale. Tipe
ganas terutama disebabkan oleh P. falcifarum.
Dalam periode prodromal yang berlangsung satu minggu atau lebih, yaitu bila jumlah parasit
di dalam darah sedang bertambah selama permulaan siklus aseksual, tidak tampak
manifestasi klinis yang dapat menentukan diagnosis. Gejala dapat berupa perasaan lemas,
tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi. Demam tiap hari atau tidak teratur, mungkin
sudah ada. Di daerah non-endemi diagnosis pertama seringkali ialah influenza. Serangan
17
permulaan atau pertama sangat khas oleh karena adanya serangan demam intermiten yang
berulang – ulang pada waktu berlainan : 48 jam untuk P. vivax, P. ovale, P falcifarum dan 72
jam untuk P. malariae. Waktu yang sebenarnya pada berbagai strain P. vivax berbeda – beda
dari 43,6 jam sampai 45,1 jam. Serangan mulai dengan stadium dingin atau rigor yang
berlangsung selama kurang lebih satu jam. Pada waktu itu penderita menggigil, walaupun
suhu badannya lebih tinggi dari normal. Kemudian menyusul stadium panas yang
berlangsung lebih lama dan kulit penderita manjadi kering serta panas, muka menjadi merah,
suhu mencapai 39o – 41oC, nadi cepat dan penuh, kepala pusing, mual, kadang – kadang
muntah, dan pada anak kecil timbul kejang – kejang. Kemudian penderita berkeringat
banyak, suhu badan turun, sakit kepala hilang, dan dalam waktu beberapa jam penderita
menjadi lelah. Serangan demam biasanya berlangsung 8 sampai 12 jam, dan pada infeksi P.
falcifarum berlangsung lebih lama.
Serangan ini sering dianggap disebabkan oleh hemolisis sel darah merah atau disebabkan
oleh syok karena adanya hemoglobin bebas atau adanya hasil metabolisme. Virulensi sering
berhubungan dengan intensitas parasitemia.
Periodisitas serangan berhubungan dengan berakhirnya skizogoni, bilamana skizon matang
kemudian pecah, merozoit bersama dengan pigmen dan benda residu keluar dari sel darah
merah memasuki aliran darah. Ini sebenarnya merupakan suatu infeksi protein asing. Pada
infeksi akut terdapat leukositosis sedang dangan granulositosis, tetapi dengan turunnya suhu
badan maka timbul leukopenia dengan monositosis relatif dan limfositosis. Jumlah sel darah
putih sebesar 3000 sampai 45.000 pernah dilaporkan. Pada permulaan infeksi dapat terjadi
trombositopenia jelas, tetapi hal ini bersifat sementara.
Hanya pada beberapa penderita malaria tampak ada ikterus; hemoglobinuria hanya tampak
bila kadar hemoglobin dalam plasma melampaui ambang ginjal. Pembesaran limpa akut
terdapat pada kurang lebih seperempat jumlah penderita dengan malaria akut. Nyeri di
kuadran kiri atas dan epigastrium mungkin disebabkan oleh meregangnya simpai limpa, atau
infark kecil yang pecah, atau perdarahan dibawah simpai. Fungsi ginjal biasanya tidak
terganggu pada penderita malaria biasa. Sebaliknya nefritis dengan oliguria, albuminuria
hebat, torak noktah, sembab pada seluruh tubuh, protein darah berkurang, hipertensi sedang,
hematuria yang dapat dilihat dengan mata biasa atau dengan mikroskop dapat terjadi dan
dapat menyulitkan diagnosis malaria. Albumin terdapat pada dalam urin pada kurang lebih 2
persen penderita malaria akut. Kelainan pada mata yang hebat jarang ditemukan pada infeksi
18
malaria, tetapi pada serangan akut komplikasi yang sering terjadi ialah sakit kepala dan sakit
di sekitar mata, keratitis dendritika atau herpetika dengan gangguan berupa fotofobia dan
lakrimasi. Pada infeksi P. falcifarum terdapat perdarahan, uveitis alergik dan sering terjadi
herpes labialis.
PATOGENESIS
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua
cara yaitu :
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya
melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang
terinfeksi (congenital).
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
-Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
-Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
2. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator
endotoksin.
3. Pelepasan TNF
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung
jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
4. Sekuetrasi eritrosit
19
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung
antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan
menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi
bendungan.
1. Siklus Sporogoni (Di Dalam Tubuh Nyamuk)
Siklus pertama adalah siklus seksual atau yang disebut juga dengan sporogoniterjadi dalam
tubuh nyamuk.Siklus seksual dimulai dengan bersatunya gamet jantan dan betina untuk
membentuk ookinet dalam perut nyamuk.Ookinetakan menembus dinding lambung nyamuk
untuk membentuk kista (semacam gumpalan) di selaput luar lambung nyamuk. Waktu yang
diperlukan sampai pada proses ini adalah 8-35 hari, tergantung dari situasi lingkungan dan
jenis parasitnya. Pada tempat inilah kista akan membentuk ribuan sporozoit yang terlepas dan
kemudian tersebar ke seluruh organ nyamuk termasuk kelenjar ludah nyamuk. Pada kelenjar
ludah nyamuk inilah sporozoit menjadi matang dan siap ditularkan nyamuk menggigit
manusia.
2. Siklus Skizogoni (Di Dalam Tubuh Manusia)
Siklus aseksual atau yang disebut juga dengan skizogoni terjadi pada tubuh manusia. Manusia
yang tergigit nyamuk yang telah berlangsung siklus pertama atau siklus sporogoniakan
mengalami gejala sesuai dengan jumlah sporozoit, kualitas Plasmodium, dan daya tahan
tubuhnya. Selanjutnya Sporozoitakanmasuk ke sel hati, di hati sporozoit yang telah matang
menjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan jaringanmerozoit. Merozoitakan memasuki
aliran darah dan menginfeksi eritrosit (sel darah merah) untuk memulai siklus
eritrositer(siklus melalui aliran sel darah merah). Merozoit dalam sel darah merahakan
mengalami perubahan morfologi (bentuk fisik) yaitu merozoit berubah ke dalam bentuk
cincin menjadi trofozoit. Proses perubahan ini memerlukan waktu 2-3 hari.
Di antara merozoit-merozoit tersebut akan ada yang berkembang membentuk gametosit untuk
kembali memulai siklus seksual (perkembangbiakan kawin) menjadi mikrogamet jantan dan
mikrogamet betina. Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah dan menimbulkan pada gejala
pada tubuh. Jika ada nyamuk yang menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit
yang ada pada darah manusia akan terhisap oleh nyamuk. Dengan demikian, siklus seksual
pada nyamuk dimulai, demikian seterusnya penularan malaria.
20
Masa inkubasi (fase berkembangnya parasit dalam tubuh manusia) malaria berkisar antara 7-
30 hari tergantung spesiesnya.P. falciparum memerlukan waktu 7-14 hari, P. vivax dan P.
ovale 8-14 hari, sedangkan P. malariae memerlukan waktu 7-30 hari. Masa inkubasi ini dapat
memanjang karena berbagai faktor seperti pengobatan yang diberikan.
Selain ditularkan melalui gigitan nyamuk, malaria dapat menjangkiti orang lain melalui
berbagai hal berikut diantaranya :
1. Bawaan lahir dari ibu ke anak karena infeksi pada sawar plasenta.
2. Melalui jarum suntik, yang banyak terjadi pada pengguna narkoba suntik yang sering
bertukar jarum secara tidak steril.
Melalui transfusi darah. Dari berbagai sumber disebutkan bahwa melalui metode ini, hanya
akan terjadi siklus eritrositer. Siklus hati tidak terjadi karena tidak melalui sporozoit yang
memerlukan siklus hati.
LABORATORIUM
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronik, pada keadan akut terjadi penurunan
yang cepat dari Hb. Penyebab anemia pada malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit,
penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses imunologis.
Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila
parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan
hyperplasia dari normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis,
polikromasia dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisioasa. Juga dapat
dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi.
Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan
peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler.
Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi
hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar
glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walupun
globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan
juga karena meningkatkan fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria.
Glukosa penting untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah dijumpai pada
21
malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium
dalam plasma meningkat pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah
merah. LED meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan.
Diagnosis Banding Penyakit dengan Gejala Demam
Bila tubuh mengalami gangguan fisik atau psikis, seringkali dikeluhkan gejala demam yang
di identikkan dengan istilah panas badan. Dalam dunia medis  demam disebut juga fever
atau febris. Demam merupakan reaksi awal tubuh terhadap rangsangan mikroorganisme
penyakit yang masuk kedalam tubuh, sehingga suhu badan akan meningkat diatas 37,5
derajat Celsius. Kondisi ini bisa diukur dengan termometer di daerah oral ( mulut ), axilla
( ketiak ) Â atau dubur ( rectal ).
Setiap penyakit yang disebabkan oleh invasi bakteri atau virus pada  umumnya
menimbulkan gejala demam pada tubuh kita. Dalam kondisi iklim pancaroba dan perubahan
kualitas lingkungan pemukiman ada beberapa jenis penyakit yang mempunyai gejala demam
yang hampir mirip sehingga perlu ditegakkan diagnosis pasti dengan bantuan pemeriksaan
penujang laboratorium.
Berikut ini 5 diagnosis banding  penyakit dengan gejala  demam :
1. Demam Berdara h. Demam terus menerus 2-7 hari, disertai tanda perdarahan seperti:
petekie (bintik merah pada kulit), epistaksis (mimisan), atau berak darah (melena).
Hasil pemeriksaan laboratorium: jumlah trombosit menurun (trombositopenia), kadar
hematokrit meningkat (hemokonsentrasi), hasil tes serologis positif antigen virus
 dengue.
2. Demam Chikungunya . Demam dirasakan 3-5 hari, dengan keluhan nyeri otot, sakit
kepala seperti rasa tegang, Dengan pemeriksaan serologis (tes darah) akan diketahui
antigen penyebabnya dari strain golongan virus chikungunya
3. Demam Influenza. Biasanya diawali keluhan pilek, batuk, demam 1-2 hari, sakit
kepala,dan gangguan saluran pernafasan lainnya seperti sesak nafas, hidung
tersumbat, sakit menelan. Dari hasil pemeriksaan darah hanya ada sedikit peningkatan
jumlah leukosit (sel darah putih), kriteris darah lengkap lainnya umumnya dalam
batas normal.
22
4. Demam Malaria . Perasaan demam dialami 2-7 hari berturut-turut, disertai keluhan
nyeri
kepala, otot-otot, seluruh badan, menggigil dan berkeringat dingin. Pemeriksaan darah
lengkap khususnya tes darah tepi menunjukkan hasil positif terhadap salah satu
parasit plasmodium  yang menginfeksi.
5. Demam Tifoid. Panas badan bisa lebih dari 7 hari, mual, muntah, diare, dan
gangguan pencernaan lainnya. Melalui tes darah Widal, diketahui titer antigen
penyebab yakni Salmonella typhosa atau paratyphosa akan menunjukkan tanda
peningkatan postitif.
DIAGNOSIS
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal
penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat
pengobatan kuratip maupun preventip.
a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting
untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak
mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative
maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat
dilakukan melalui :
a. Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria
karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat
khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk
memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit
(diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative
bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak
ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah
parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit
dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.
b. Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila
dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung
23
parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit
per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang
berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan
dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky.
Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan
pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat
hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan
alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT.
Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat
mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum
atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi
HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).
c. Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect
fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai
alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes
serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer >
1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes
serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA
test, radio-immunoassay.
d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai
cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun
jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai
sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
KOMPLIKASI
24
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious
manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi
pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi
terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan
kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut :
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30
menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan
keadaan klinis soporous.
2. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus
dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg
BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.
5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemi : gula darah <>
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <> 10C:8).
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti
malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh
kapiler pada jaringan otak.
PENGOBATAN
25
Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu :
1.kuinin (kina)
2.mepakrin
3.klorokuin, amodiakuin
4.proguanil, klorproguanil
5.Primakuin
6.pirimetamin
7.sulfon dan sulfonamide
8.kuinolin methanol
9.antibiotic
Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat
antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu :
o Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium praeritrositik
dalam hati sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit, jadi digunakan sebagai
obat profilaksis kausal. Obatnya adalah proguanil, pirimetamin.
o Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksoeritrositik P. vivax
dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps,
obatnya adala primakuin.
o Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang berhubungan
dengan penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan untuk pengobatan
supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat membunuh stadium
gametosit P. vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak efektif untuk gametosit P.
falcifarum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau amodiakuin; atau proguanil dan
pirimetamin yang mempunyai efek terbatas.
o Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit P.
falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida untuk keempat spesies
26
dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai gametositosida untuk P. vivax, P.
malariae dan P. ovale.
o Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk
membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat – obat yang
termasuk golongan ini adalah primakuin dan proguanil.
Tindakan Umum pada penderita malaria berat (tindakan perawatan di ICU).
1. Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi.
2. Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur.
3. Hati-hati kompikasi : kateterisasi, defekasi, edema paru karena over hidrasi.
4. Monitoring : temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap ½ jam. Perhatikan timbulnya ikterus
dan perdarahan.
5. Monitoring : ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot.
6. Baringkan/posisi tidur sesuai dengan kebutuhan.
7. Sirkulasi : hipotensi posisi Trendenlenburg’s, perhatikan warna dan temperatur kulit.
8. Cegah hiperpireksi :
o Tidak pernah memakai botol panas/selimut listrik
o Kompres air/air es/akohol
o Kipas dengan kipas angin/kertas
o Baju yang tipis/terbuka
o Cairan cukup
9. Pemberian cairan : oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml.
Cairan masuk diukur jumlah per 24 jam
Cairan keluar diukur per 24 jam
Kurang cairan akan memperberat fungsi ginjal
27
Kelebihan cairan menyebabkan edema paru
10. Diet : porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat, dan garam.
11. Perhatikan kebersihan mulut
12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi
13. Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan
14. Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan kain/gas lembab.
15. Perawatan anak :
Hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin
Letakkan posisi kepala sedikit rendah
Posisi dirubah cukup sering
Pemberian cairan dan obat harus hati-hati
2. Plasmodium
Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus
ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini senantiasa mempunyai dua inang dalam siklus
hidupnya: vektor nyamuk dan inang vertebra. Sekurang-kurangnya sepuluh spesies
menjangkiti manusia. Spesies lain menjangkiti hewan lain, termasuk burung, reptilia dan
hewan pengerat.
TAKSONOMI
Kerajaan : Protista
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Famili : Plasmodidae
Genus : Plasmodium
28
SPESIES
1. Plasmodium vivax
2. Plasmodium malariae
3. Plasmodium ovale
4. Plasmodium falciparum
SIKLUS HIDUP PARASIT
Daur Hidup Parasit Malaria Hospes Vertebrata (Hospes Perantara)
Fase jaringan.
29
Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung parasit malaria dalam
kelenjar liurnya menusuk hospes, sporozoit yang berada dalam air liurnya masuk
melalui mulut penusuk yang ditusukkan ke dalam kulit. Sporozoit segera masuk
dalam peredaran darah dan setelah ½ jam sampai 1 jam masuk dalam sel hati. Banyak
yang dihancurkan oleh fagosit, tetapi sebagian masuk dalam sel hati dan
berkembangbiak. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit. Inti parasit membelah diri
berulang-ulang dan skizon jaringan (skizon hati) berbentuk bulat atau lonjong,
menjadi besar sampai berukuran 45 mikron. Pembelahan inti disertai oleh pembelahan
sitoplasma yang mengelilingi setiap inti sehingga terbentuk beribu-ribu merozoit
berinti satu dengan ukuran 1,0 sampai 1,8 mikron. Inti sel hati terdorong ke tepi tetapi
tidak ada reaksi di sekitar jaringan hati. Fase ini berlangsung beberapa waktu,
tergantung dari spesies parasit malaria.
Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk di
peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di aliran darah hati
tetapi beberapa difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian sporozoit menjadi
hipnozozit setelah beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5 tahun) menjadi aktif
kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini dianggap
sebagai penyebab timbulnya relaps jangka panjang (long term relapse) atau rekurens
(recurrence). P. falciparum dan P. malariae tidak mempunyai fase eritrositik;
relapsnya disebabkan oleh poliferasi stadium eritrositik dan dikenal sebagai
rekrudensi (short term relapse). Rekrudensi yang panjang kadang-kadang dijumpai
pada P. malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang menetap dalam
sirkulasi mikrokapiler jaringan. Kenyataan berikut ini menunjang bahwa rekurens
(long term relapse) tidak ada pada infeksi P. malariae: 1) infeksi P.malariae dapat
disembuhkan dengan obat skizontosida darah saja; 2) tidak pernah ditemukan skizon
eksoeritrosit dalam hati manusia atau simpanse setelah siklus praeritrositik; dan 3)
parasit menetap dalam darah untuk jangka waktu panjang yang dapat dibuktikan pada
beberapa kasus malaria transfusi.
TABEL SKIZOGONI JARINGAN PADA MALARIA
Spesies Fase praeritrosit Besar skizon Jumlah merozoit
P. vivax 6-8 hari 45 mikron 10.000
30
P. falciparum 5 ½ - 7 hari 60 mikron 40.000
P.malariae 12- 16 hari 45 mikron 2.000
P. ovale 9 hari 70 mikron 15.000
Fase aseksual dalam darah
Waktu antara permulaan infeksi sampai parasit malaria ditemukan dalam
darah tepi disebut masa pra-paten. Masa ini dapat dibedakan dengan masa
tunas/inkubasi yang berhubungan dengan timbulnya gejala klinis penyakit malaria.
Merozoit yang dilepaskan oleh skizon jaringan mulai menyerang eritrosit. Invasi
merozoit tergantung pada interaksi reseptor pada eritrosit, glikoforin (suatu antigen
glikoprotein) dan merozoit sendiri. Sisi anterior merozoit melekat pada membran
eritrosit, kemudian membran merozoit menebal dan bergabung dengan membran
plasma eritrosit, lalu melakukan invaginasi (penyerangan ke dalam suatu sel),
membentuk vakuol dengan parasit berada di dalamnya. Pada saat merozoit masuk,
selaput permukaan dijepit sehingga lepas. Seluruh proses ini berlangsung selama
kurang lebih 30 detik. Stadium termuda dalam darah berbentuk bulat, kecil; beberapa
diantaranya mengandung vakuol sehingga sitoplasma terdorong ke tepi dan inti
berada di kutubnya. Oleh karena sitoplasma mempunyai bentuk lingkaran, maka
parasit muda disebut bentuk cincin. Selama pertumbuhan, bentuknya berubah menjadi
tidak teratur. Stadium muda ini disebut trofozoit. Parasit mencerna hemoglobin dalam
eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen malaria (hemozoin dan hematin).
Pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir
berwarna kuning tengguli hingga tengguli hitam yang makin jelas pada stadium
lanjut. Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual melalui
proses pembelahan yang disebut skizogoni. Inti parasit membelah diri menjadi
sejumlah inti yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan pembelahan sitoplasma
untuk membentuk skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil,
terdiri dari inti dan sitoplasma yang disebut merozoit. Setelah proses skizogoni
selesai, eritrosit pecah dan merozoit dilepaskan dalam aliran darah (sporulasi).
Kemudian merozoit memasuki eritrosit baru dan generasi lain dibentuk dengan cara
yang sama. Pada daur eritrosit, skizogoni berlangsung secara berulang-ulang selama
31
infeksi dan menimbulkan parasitemia (parasit yang dapat dideteksi di dalam darah)
yang meningkat dengan cepat sampai proses dihambat oleh respon imun hospes.
Perkembangan parasit dalam eritrosit menyebabkan perubahan pada eritrosit,
yaitu menjadi lebih besar, pucat dan bertitik-titik pada P. vivax. Perubahan ini khas
untuk spesies parasit. Periodisitas skizogoni berbeda-beda, tergantung dari spesiesnya.
Daur skizogoni (fase eritrosit) berlangsung 48 jam pada P. vivax dan P. ovale, kurang
dari 48 jam pada P. falciparum dan 72 jam pada P. malariae. Pada stadium permulaan
infeksi dapat ditemukan beberapa kelompok (broods) parasit yang tumbuh pada saat
yang berbeda-beda sehingga gejala demam tidak menunjukkan periodisitas yang khas.
Kemudian periodisitasnya menjadi lebih sinkron dan gejala demam memberi
gambaran tersian atau kuartan.
Fase seksual dalam darah.
Setelah 2 atau 3 generasi (3 – 15 hari) merozoit dibentuk, sebagian merozoit
tumbuh menjadi bentuk seksual. Proses ini disebut gametogoni (gametositogenesis).
Bentuk seksual tumbuh tetapi intinya tidak membelah. Gametosit mempunyai bentuk
yang berbeda pada berbagai spesies: pada P. falciparum bentuknya seperti
sabit/pisang bila sudah matang; pada spesies lain bentuknya bulat. Pada semua spesies
Plasmodium dengan pulasan khusus, gametosit betina (makrogametosit) mempunyai
sitoplasma berwarna biru dengan inti kecil padat dan pada gametosit jantan
(mikrogametosit) sitoplasma berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar
dan difus. Kedua macam gametosit mengandung banyak butir-butir pigmen.
Parasit dalam Hospes Invertebrata (Hospes Definitif)
a. Eksflagelasi.
Bila nyamuk Anopheles betina mengisap darah hospes manusia yang
mengandung parasit malaria, parasitaseksual dicernakan bersama dengan eritrosit,
tetapi gametosit dapat tumbuh terus. Inti pada mikrogametosit membelah menjadi 4
sampai 8 yang masing-masing menjadi bentuk panjang seperti benang (flagel) dengan
ukuran 20-25 mikron, menonjol keluar dari sel induk, bergerak-gerak sebentar dan
kemudian melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya berlangsung beberapa
menit pada suhu yang sesuai dan dapat dilihat dengan mikroskop pada sediaan darah
basah yang masih segar tanpa diwarnai. Flagel atau gamet jantan disebut mikrogamet;
makrogametosit mengalami proses pematangan (maturasi) dan menjadi gamet betina
32
atau makrogamet. Dalam lambung nyamuk mikrogamet tertarik oleh makrogamet
yang membentuk tonjolan kecil tempat masuk mikrogamet sehingga pembuahan
dapat berlangsung. Hasil pembuahan disebut zigot.
b. Sporogoni.
Pada permulaan, zigot merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak, tetapi
dalam waktu 18-24 jam menjadi bentuk panjang dan dapat bergerak; stadium seperti
cacing ini berukuran 8-24 mikron dan disebut ookinet. Ookinet kemudian menembus
dinding lambung sel epitel ke permukaan lambung Anopheles berkisar antara
beberapa buah sampai beberapa ratus buah. Ookista makin lama makin besar sehingga
merupakan bulatan-bulatan semitransparan, berukuran 40-80 mikron dan mengandung
butir-butir pigmen. Letak dan besar butir pigmen dan warnanya adalah khas untuk
tiap spesies Plasmodium. Bila ookista makin membesar sehingga berdiameter 500
mikron dan intinya membelah-belah, pigmen tidak tampak lagi. Inti yang sudah
membelah dikelilingi oleh protoplasma yang merupakan bentuk-bentuk memanjang
pada bagian tepi sehingga tampak sejumlah besar bentuk-bentuk yang kedua ujungnya
runcing dengan inti ditengahnya (sporozoit) dan panjangnya 10-15 mikron. Kemudian
ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan bergerak dalam rongga badan nyamuk
untuk mencapai kelenjar liur. Nyamuk betina sekarang menjadi infektif. Bila nyamuk
ini menghisap darah setelah menusuk kulit manusia, sporozoit dimasukkan ke dalam
luka tusuk dan mencapai aliran darah hospes perantara. Sporogoni yang dimulai dari
pematangan gametosit sampai menjadi sporozoit infektif, berlangsung selama 8
sampai 2,5 hari, bergantung pada suhu luar dan spesies parasit.
Tabel Beberapa Sifat Perbandingan dan Diagnosis pada Empat
Spesies Plasmodium pada Manusia
P. falciparum P. vivax P. ovale P. malariae
Daur praeritrosit 5 1/2 hari 8 hari 9 hari 10-15 hari
Hipnozoit - + + -
Jumlah merozoit hati 40.000 10.000 15.000 15.000
Skizon hati 60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikron
Daur eritrosit 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam
33
Eritrosit yang dihinggapiMuda &
normosit
Retikulosit &
Normosit
Retikulosit &
Normosit mudaNormosit
Titik-titik eritrosit Maurer SchuffnerSchuffner
(James)Ziemann
Pigmen HitamKuning
tengguliTengguli
Tengguli
hitam
Jumlah merozoit eritrosit 8024 12-18 8-10 8
Daur dalam nyamuk pada
27 °C10 hari 8-9 hari 12-14 hari 20-28 hari
Pembesaran eritrosit - ++ + -
1. Plasmodium vivax
Hospes dan Nama Penyakit
34
Manusia merupakan hospes perantara parasit ini, sedangkan hospes definitifnya
adalah nyamuk Anopheles betina. Plasmodium vivax menyebabkan penyakit malaria vivax
yang juga disebut malaria tersiana.
Distribusi Geografik
P.vivax ditemukan di daerah subtropik, seperti Korea Selatan, Cina, Mediterania
Timur, Turki, beberapa Negara Eropa pada waktu musim panas, Amerika Selatan dan Utara.
Didaerah tropik dapat ditemukan di Asia Timur (Cina, daerah Mekong) dan Selatan (Srilanka
dan India), Indonesia, Filipina serta di wilayah Pasifik seperti Papua Nuigini, kepulauan
Solomon dan Vanuatu. Di Afrika terutama Afrika Barat dan Utara, spesies ini jarang
ditemukan. Di Indonesia P.vivax diseluruh kepulauan dan pada musim kering umumnya di
daerah endemi mempunyai frekuensi tertinggi di antara spesies yang lain.
Morfologi dan Daur Hidup
Dengan tusukan nyamuk Anopheles betina sporozoit masuk melalui kulit ke
peredaran darah perifer manusia, setelah kurang lebih ½ jam sporozoit masuk dalam sel hati
dan tumbuh menjadi skizon hati dan sebagian menjadi hipnozoit. Skizon hati berukuran 45
mikron dan membentuk ±10.000 merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit atau
daur eksoeritrosit primer yang berkembang secara aseksual dan prosesnya disebut skizogoni
hati.
Hipnozoit tetap beristirahat dalam sel hati selama beberapa waktu sampai aktif
kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder. Merozoit dari skizon hati masuk ke
peredaran dan menginfeksi eritrosit untuk mulai dengan daur eritrosit (skizogoni darah).
Merozoit hati pada eritrosit tumbuh menjadi trozoit muda yang berbentuk cincin, besarnya
± 1/3 eritrosit. Sitoplasmanya berwarna biru, inti merah, mempunyai vakuola yang besar.
Eritrosit muda atau retikulosit yang dihinggapi parasit P.vivax ukurannya lebih besar dari
eritrosit lainnya, berwarna pucat, tampak titik halus berwarna merah, yang bentuk dan
besarnya sama disebut titik Schuffner. Kemudian trofozoit muda menjadi trofozoit stadium
lanjut (trofozoit tua) yang sangat aktif sehingga sitoplasmanya tampak berbentuk ameboid.
Pigmen parasit menjadi makin nyata dan berwarna kuning tengguli. Skizon matang dari
daur eritrosit mengandung 12-16 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan pigmen
berkumpul di bagian tengah atau pinggir. Daur eritrosit pada P.vivax berlangsung 48 jam dan
terjadi secara sinkron. Walaupun demikian, dalam darah tepi dapat ditemukan semua stadium
parasit, sehingga gambaran dalam sediaan darah tidak uniform.
35
Sebagian merozoit tumbuh menjadi trofozoit yang dapat membentuk sel kelamin,
yaitu makrogametosit dan mikrogametosit (gametogoni) yang bentuknya bulat atau lonjong,
mengisi hampir seluruh eritrosit dan masih tampak titik Schuffner disekitarnya.
Makrogametosit (betina) mempunyai sitoplasma yang berwarna biru dengan inti kecil, padat
dan berwarna merah. Mikrogametosit (jantan) biasanya bulat, sitoplasma berwarna pucat,
biru kelabu dengan inti yang besar, pucat dan difus. Inti biasanya terletak ditengah. Butir-
butir pigmen, baik pada makrogametosit maupun mikrogametosit, jelas dan tersebar pada
sitoplasma.
Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16 hari
pada suhu 200C dan 8-9 hari pada suhu 270C. Dibawah ini 150 perkembangbiakan secara
seksual tidak mungkin berlangsung.
Ookista muda dalam nyamuk mempunyai 30-40 butir pigmen berwarna kuning
tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas.
Patologi dan Gejala Klinis
Masa tunas intrinsik biasanya berlangsung 12-17 hari, tetapi pada beberapa strain
P.vivax dapat sampai 6-9 bulan atau mungkin lebih lama. Serangan pertama dimulai dengan
sindrom prodromal: sakit kepala, nyeri punggung, mual dan malaise umum. Pada relaps
sindrom prodomal ringan atau tidak ada. Demam tidak teratur pada 2-4 hari pertama,
kemudian menjadi intermiten dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, suhu
meninggi kemudian turun menjadi normal. Kurva demam pada permulaan penyakit tidak
teratur, disebabkan beberapa kelompok parasit yang masing-masing mempunyai sporulasi
tersendiri, hingga demam tidak teratur. Kemudian kurva demam menjadi teratur, yaitu
dengan periodisitas 48 jam. Serangan demam terjadi pada siang atau sore hari dan mulai
jelas dengan stadium menggigil, panas dan berkeringat yang klasik. Suhu badan dapat
mencapai 40,60 (1050) atau lebih. Mual dan muntah ,pusing, mengantuk atau gejala lain
akibat iritasi serebral dapat terjadi tetapi hanya berlangsung sementara. Anemia pada
serangan pertama biasanya belum jelas atau tidak berat, tetapi pada malaria menahun menjadi
lebih jelas . Trombositopenia sering ditemukan dan jumlah trombosit meningkat setelah
pemberian obat antimalaria.
Malaria vivax yang berat pernah dilaporkan di Uni Soviet, India, Pakistan, Turki,
Afganistan dan Irak. Komplikasi dapat berupa gangguan pernafasan sampai acute respiratory
distress syndrome, gagal ginjal, ikterus, anemia berat, rupture limpa, kejang yang disertai
gangguan kesadaran. Pada penderita ini, P.vivax sebagai penyebab dibuktikan dengan teknik
36
PCR. P. falciparum tidak ditemukan baik dengan pemeriksaan konvensional, rapid test
ataupun PCR. Walaupun jarang terjadi, komplikasi umumnya ditemukan pada orang
nonimun, sehingga pada kelompok tertentu malaria vivax dapat membahayakan jiwa
penderitanya, selain kelemahan yang disebabkan oleh relapsnya.
Limpa pada serangan pertama mulai membesar, dengan konsistensi lembek dan mulai
teraba pada minggu kedua. Pada malaria menahun limpa menjadi sangat besar, keras dan
kenyal. kecil (misalnya pada suatu kecelakaan) dapat menyebabkan rupture limpa, tetapi hal
ini jarang terjadi.
Pada permulaan serangan pertama, jumlah parasit P. vivax sedikit dalam peredaran
darah tepi, tetapi bila demam tersian telah berlangsung, jumlahnya bertambah banyak. Suatu
serangan tunggal yang tidak diberi pengobatan, dapat berlangsung beberapa minggu dengan
serangan demam yang berulang. Demam lama kelamaan berkurang dan dapat menghilang
sendiri tanpa pengobatan karena sistem imun penderita.
Selanjutnya, setelah periode tertentu (beberapa minggu-beberapa bulan), dapat terjadi
relaps yang disebabkan oleh hipnozoit yang menjadi aktif kembali. Berdasarkan periode
terjadinya relaps, P.vivax dibagi atas tropical strain dan temperate strain. Plasmodium vivax
tropical strain akan relaps dalam jangka waktu yang pendek (setelah 35 hari) dan frekuensi
terjadinya relaps lebih sering dibandingkan temperate strain. Hal ini dapat ditemukan pada
infeksi P vivax di Indonesia yang tidak diobati secara radikal. Sebaliknya pada temperate
strain yang ditemukan di Korea Selatan, Madagaskar, Eropa dan Rusia, relaps terjadi 6-10
bulan setelah permulaan infeksi.
Diagnosis
Diagnosis malaria vivax ditetapkan dengan menemukan parasit P.vivax pada sediaan
darah yang dipulas dengan Giemsa. Dengan rapid test dapat terlihat garis positif baik sebagai
pan-LDH dan atau Pv-LDH. Rapid test sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
mikroskopik untuk menghindari false negative.
Prognosis.
Prognosis malaria vivax biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi
pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria
vivax tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung
lebih lama, terutama karena relapsnya.
37
2. Plasmodium malariae
Nama Penyakit
P.malariae adalah penyebab malaria malariae atau malaria kuartana, karena serangan
demam berulang pada tiap hari keempat.
Distribusi Geografik
Penyakit malaria kuartana dapat ditemukan di daerah tropik, tetapi frekuensinya
cenderung rendah. Di Afrika terutama ditemukan di bagian barat dan utara, sedangkan di
Indonesia dilaporkan di Papua Barat, Nusa Tenggara Timur (termasuk Timor Leste) dan
Sumatra Selatan.
Morfologi dan Daur Hidup
Daur praeritrosit pada manusia belum pernah ditemukan. Inokulasi sporozoit
P.malariae manusia pada simpanse dengan tusukan nyamuk Anopheles membuktikan
stadium praeritrosit P. malariae. Parasit ini dapat hidup pada simpanse yang merupakan
hospes reservoar yang potensial.
Skizon praeritrosit menjadi matang 13 hari setelah infeksi. Bila skizon matang,
merozoit dilepaskan ke aliran darah tepi. Plasmodium malariae hanya akan menginfeksi sel
38
darah merah tua dan siklus eritrosit aseksual dimulai dengan periodisitas 72 jam. Stadium
trofozoit muda dalam darah tepi tidak berbeda banyak dengan P.vivax, meskipun
sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan Giemsa tampak lebih gelap. Sel darah merah
yang dihinggapi P.malariae tidak membesar. Dengan pulasan khusus, pada sel darah merah
dapat tampak titik-titik yang disebut titik Ziemann. Trofozoit yang lebih tua bila membulat
besarnya kira-kira setengah eritrosit. Pada sediaan darah tipis, stadium trofozoit dapat
melintang sepanjang sel darah merah, merupakan bentuk pita, yaitu bentuk yang khas pada
P.malariae. Butir-butir pigmen jumlahnya besar,kasar dan berwarna gelap. Skizon muda
membagi intinya dan akhirnya terbentuk skizon matang yang mengandung raat-rata 6 buah
merozoit. Skizon matang mengisi hampir seluruh eritrosit dan merozoit biasanya mempunyai
susunan yang teratur sehingga merupakan bentuk bunga daisy atau disebut juga rosette.
Derajat parasitemia pada malaria kurtan lebih rendah daripada malaria yang disebabkan
oleh spesies lain dan hitung parasitnya (parasite count) jarang melampaui 10.000 parasit per
µl darah. Siklus aseksual dengan periodisitas 72 jam biasanya berlangsung sinkron dengan
stadium parasit di dalam darah. Gametosit P.malariae dibentuk di darah perifer.
Mikrogameosit mempunyai sitoplasma yang berwarna biru tua berinti kecil dan padat,
mikrogametosit, sitoplasmanya berwarna biru pucat, berinti difus dan lebih besar. Pigmen
tersebar pada sitoplasma.
Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 26-28 hari. Pigmen di
dalam ookista berbentuk granula kasar, berwarna tengguli tua dan tersebar di tepi.
Patologi dan Gejala Klinis
Masa inkubasi pada infeksi P malariae berlangsung 18 hari dan kadang-kadang sampai
30-40 hari. Gambaran klinis pada serangan pertama mirip malaria vivax. Serangan demam
lebih teratur dan terjadi pada sore hari. Parasit P.malariae cenderung menghinggapi eritrosit
yang lebih tua yang jumlahnya hanya 1% dari total eritrosit.
Akibatnya, anemia kurang jelas di bandingkan malaria vivax dan penyulit lain agak
jarang. Splenomegali dapat mencapai ukuran yang besar. Parasitemia asimtomatik tidak
jarang dan nenjadi masalah pada donor darah untuk tranfusi.
P.malariae merupakan salah satu P. plasmodium yang dapat menyebabkan kelainan
ginjal, selain P. falciparum. Kelainan ginjal yang disebabkan oleh P. malariae biasanya
bersifat menahun dan progresif dengan gejala lebih berat dan prognosisnya buruk. Nefrosis
pada malaria kuartana sering terdapat pada anak di Afrika dan sangat jarang terjadi pada
orang non-imun yang terinfeksi P. malariae. Gejala klinis bersifat non spesifik, biasanya
39
ditemukan pada anak berumur ± 5 tahun. Proteinuria dapat ditemukan pada 46% penderita.
Mikrohematuria hanya kadang-kadang ditemukan pada kelompok anak dengan usia yang
lebih tua. Sindrom nefrotik dapat berkembang menjadi berat dengan hipertensi sebagai gejala
akhir. Kadar kolesterol tidak meningkat karena penderita biasanya kurang gizi. Penyakit ini
bersifat progresif, walaupun infeksi malarianya dapat diatasi. Sindrom nefrotik ini setelah 3-5
tahun akan berakhir menjadi gagal ginjal kronik. Pemberian steroid tidak dianjurkan pada
penderita sindroma nefrotik yang disebabkan P. malariae. Pada uji imunofluoresensi dapat
ditemukan IgG (terutama IgC3), IgM,C3 dan antigen malaria pada 25%-35% penderita di
endotel kapiler glomerulus. Pemeriksaan biopsy terlihat lesi mula-mula bersifat fokal yang
dapat berakhir dengan sklerosis glomerulus yang fokal atau segmental. Pada sebagian besar
kasus, kelainan ini dalam waktu singkat menjadi difus dan progresif sehingga menyebabkan
sklerosis yang menyeluruh pada glomerulus ginjal.
Semua stadium parasit aseksual terdapat dalam peredaran darah tepi pada waktu yang
bersamaan, tetapi parasitemia tidak tinggi, kira-kira 1% sel darah merah yang diinfeksi.
Mekanisme rekurens pada malaria malariae oleh parasit dari daur eritrosit yang menjadi
banyak, stadium aseksual daur eritrosit dapat bertahan di dalam badan. Parasit ini dilindungi
oleh sistem pertahanan kekebalan selular dan humoral manusia. Faktor evasi yaitu parasit
dapat menghindarkan diri dari pengaruh zat anti dan fagositosis, di samping itu bertahannya
parasit ini tergantung pada variasi antigen yang terus menerus berubah dan menyebabkan
rekurens.
Diagnosis
Diagnosis P .malariae dapat dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang
dipulas dengan Giemsa.
Hitung parasit pada P. malariae rendah, hingga memerlukan ketelitian untuk
menemukan parasit ini. Seringkali parasit P.malariae ditemukan dalam sediaan darah tipis
secara tidak sengaja,pada penderita tanpa gejala.
Pemeriksaan dengan rapid test tidak selalu memperlihatkan hubungan antara pemeriksaan
mikroskopik dengan enzim pan-LDH, mungkin disebabkan rendahnya P .malariae dalam
darah.
Prognosis
40
Tanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens
pernah tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi.
Epidemiologi
Frekuensi malaria malariae di Indonesia sangat rendah hingga tidak merupakan
masalah kesehatan masyarakat.
3. Plasmodium ovale
Nama Penyakit
Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut malaria ovale.
Distribusi Geografik
P. ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian Barat, Pasifik Barat dan di
beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah Selatan
Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Morfologi dan Daur Hidup
Morfologi P. ovale mempunyai persamaan dengan P.malariae tetapi perubahan pada
eritrosit yang dihinggapi parasit mirip P. vivax . Trofozoit muda berukuran kira-kira 2 mikron
41
(1/3 eritrosit). Titik Schuffner (disebut juga titik James) terbentuk sangat dini dan tampak
jelas. Stadium trofozoit berbentuk bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar
tetapi tidak sekasar pigmen P. malariae . Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan
sebagian besar berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergerigi pada salah satu
ujungnya dengan titik Schuffner yang menjadi lebih banyak.
Stadium Praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari, skizon hati besarnya 70
mikron dan mengandung 15. 000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual pada P.
ovale hampir sama dengan P. vivax dan berlangsung 50 jam. Stadium skizon berbentuk bulat
dan bila matang, mengandung 8-10 merozoit yang letaknya teratur di tepi mengelilingi
granula pigmen yang berkelompok di tengah.
Stadium gametosit betina (makrogametosit) bentuknya bulat mempunyai inti kecil,
kompak dan sitoplasma berwarna biru. Gametosit jantan (mikrogametosi) mempunyai inti
difus, sitoplasma berwarna pucat kemerah-merahan, berbentuk bulat. Pigmen dalam ookista
berwarna coklat/tengguli tua dan granulanya mirip dengan yang tampak pada P.malariae.
Siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 12-14 hari pada suhu 27 °C
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinis malaria ovale mirip malaria vivax. Serangannya sama hebat tetapi
penyembuhannya sering secara spontan dan relapnya jarang. Parasit sering tetap berada
dalam darah (periode laten) dan mudah ditekan oleh spesies lain yang lebih virulen. P.ovale
baru tampak lagi setelah spesies yang lain lenyap. Infeksi campur P. ovale sering terdapat
pada orang yang tinggal di daerah tropik Afrika yang endemic malaria.
Diagnosis
Diagnosis malaria ovale dilakukan dengan menemukan parasit P.ovale dalam sediaan
darah yang dipulas dengan Giemsa.
Prognosis
Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Epidemiologi
Malaria ovale di Indonesia tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat, karena
frekuensinya sangat rendah dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Di Pulau Owi, Irian
Jaya, Flores dan Timor, parasit ini secara kebetulan ditemukan pada waktu di daerah tersebut
dilakukan survei malaria.
42
4. Plasmodium falciparum
Nama penyakit
P. falciparum menyebabkan malaria falciparum atau malaria tropika.
Distribusi geografik
P.falciparum ditemukan di daerah tropik, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di
Indonesia parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.
Morfologi dan daur hidup
P. falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut
fase praeritrosit saja; tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada
infeksi P.vivax dan P.ovale yang mempunyai hipnozoit dalam sel hati.
Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran + 30
mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang (matur) kira-
kira 40.000 buah. Dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P.falciparum sangat
kecil dan halus dengan ukuran kira-kira seperenam diameter eritrosit. Pada bentuk cincin
dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering
ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multiple).
Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat
43
juga ditemukan dalam eritrosit yang terinfeksi spesies Plasmodium lain tetapi sifat ini lebih
sering ditemukan pada P.falciparum. Hal ini penting untuk membantu diagnosis spesies.
Bentuk cincin P.falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan
kadang-kadang hampir setengah diameter eritrosit dan mungkin dapat disangka P.malariae.
Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan dasar
aseksual berikut pada umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat
(pernisiosa). Adanya skizon muda dan skizon matang P.falciparum dalam sediaan darah tepi
berarti keadaan infeksi berat, sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.
Stadium skizon muda P.falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua
butir pigmen yang menggumpal. Pada spesies parasit lain terdapat 20 atau lebih butir pigmen
pada stadium skizon yang lebih tua.
Bentuk cincin dan trofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan
tertahan di kapiler alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang, di
tempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler
berkembang biak secara skizogoni. Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira dua
pertiga eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit, dengan jumlah rata-rata 16 buah
merozoit. Skizon matang P.falciparum lebih kecil daripada skizon matang parasit matang
yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari spesies lainnya, kadang-
kadang melebihi 500.000/µL darah. Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata di
kapiler alat dalam sehingga gejala klinis malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian
besar kasus berat dan fatal disebabkan eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan
menyumbat kapiler.
Eritrosit yang mengandung trofosoit tua dan skizon mempunyai titik-titik kasar yang
tampak jelas (titik Maurer) tersebar pada dua pertiga bagian eritrosit.
Pembentukan gametosit juga berlangsung di kapiler alat-alat dalam, tetapi kadang-
kadang stadium muda dapat ditemukan di daerah tepi. Gametosit muda mempunyai bentuk
agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai
bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagi gametosit matang. Gametosit untuk pertama kali
tampak di daerah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni; biasanya 10 hari
setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosit betina atau makrogametosit
biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan atau mikrogametosit dan
sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsa. Intinya lebih kecil dan padat,
berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametosit berbentuk
44
lebih lebar seperti sosis. Sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya
berwarna merah muda, besar dan tidak padat; butir-butir pigmen tersebar di sitoplasma
sekitar inti. Jumlah gametosit pada infeksi P.falciparum berbeda-beda, kadang-kadang
sampai 50.000-150.000 /L darah; jumlah ini tidak pernah dicapai oleh spesies Plasmodium
lain pada manusia.
Walaupun skizogoni eritrosit pada P.falciparum selesai dalam kurun waktu 48 jam
dan periodisitasnya khas tersiana, sering kali terdapat dua atau lebih kelompok parasit,
dengan sporulasi yang tidak sinkron, sehingga periodisitas gejala menjadi tidak teratur,
terutama pada permulaan serangan malaria. Siklus seksual P.falciparum dalam nyamuk
umumya sama seperti Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 200 C; 15
sampai 17 hari pada suhu 250C dan 10 sampai 11 hari pada suhu 250-28 0C. Pigmen pada
ookista berwarna agak hitam dan butir-butirnya relatif besar, membentuk pola pada kista
sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil di pusat
atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari kedelapan pigmen tidak tampak, kecuali beberapa
butir masih dapat dilihat.
Patologi dan Gejala Klinis
Masa tunas intrinsik malaria falsiparum berlangsung 9-14 hari. Penyakitnya mulai
dengan nyeri kepala, punggung, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam
mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini
tergantung dari anamnesis riwayat bepergian ke daerah endemic malaria.
Penyakit berlangsung terus, nyeri kepala, punggung lebih hebat dan keadaan umum
memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mental confusion).
Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan periodisitas yang jelas. Keringat keluar banyak
walaupun demamnya tidak tinggi. Nadi dan napas menjadi cepat. Mual, muntah dan diare
menjadi lebih hebat, kadang-kadang batuk oleh karena kelainan paru. Limpa membesar dan
lembek pada perabaan. Hati membesar dan tampak ikterus ringan. Kadang-kadang dalam urin
ditemukan albumin dan torak hialin atau torak granular. Ada anemia ringan dan leukopenia
dengan monositosis serta trombositopenia. Bila stadium dini penyakit dapat didiagnosis dan
diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Sebaliknya bila tidak segera ditangani,
penderita dapat jatuh ke malaria berat.
45
Penderita malaria falciparum berat biasanya datang dalam keadaan kebingungan atau
mengantuk dalam keadaannya sangat lemah (tidak dapat duduk atau berdiri). Pada
pemeriksaan darah ditemukan P.falciparum stadium aseksual (trofozoit dan/atau skizon)dan
penyebab yang lain (infeksi bakteri atau virus) disingkirkan. Selain itu, dapat ditemukan satu
atau lebih keadaan di bawah ini:
Malaria otak dengan koma
Anemia normositik berat
Gagal ginjal akut
Asidosis metabolic dengan gangguan pernapasan
Hipoglikemia
Edema paru akut
Syok dan sepsis
Perdarahan abnormal
Kejang umum yang berulang
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Haemoglobinuria
Demam tinggi
Hiperparasitemia
Mortalitas malaria berat masih cukup tinggi, yaitu 20-50% dan hal ini tergantung
umur penderita, status imun, asal infeksi, fasilitas kesehatan serta kecepatan menegakkan
diagnosis dan pengobatan. Prognosis penderita malaria falsiparum berat akan jauh lebih baik
bila penderita sudah ditangani dalam 48 jam sejak masuk ke stadium malaria berat.
Diagnosis
Diagnosis malaria falsiparum dapat dibuat dengan menemukan parasit stadium
trofozoit muda (bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah
tepi. Sediaan darah tebal jauh lebih sensitif daripada sediaan darah tipis pada infeksi dengan
jumlah parasitemia rendah. Secara umum, semakin tinggi jumlah parasit dalam darah tipis,
semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya malaria berat. Hal ini terutama ditemukan pada
penderita non-imun. Malaria berat dapat juga terjadi dengan parasit yang rendah dalam darah
tepi. Walaupun sangat jarang, dapat juga ditemukan penderita tanpa parasitemia dalam darah
tepi, tetapi pada autopsi terbukti adanya parasit dalam berbagai kapiler alat dalam.
46
Data Epidemiologi
Sekitar 49,7 % populasi atau 107.785.000 dari 217.328.000 penduduk Indonesia
hidup di daerah yang beresiko menjadi tempat penyebaran penyakit malaria. Malaria masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, semua provinsi di Indonesia punya area
yang beresiko tinggi menjadi daerah jangkitan penyakit malaria. Usai menerima bantuan obat
antimalaria dari pemerintah Republik Rakyat China (RRC), hampir 70 % atau 309 dari 441
kabupaten/kota di Indonesia punya area yang beresiko menjadi daerah penularan malaria.
Masih ditemukan 300 ribu hingga 400 ribu kasus positif malaria setiap tahun.
Data Departemen Kesehatan menunjukkan tahun 2007 jumlah populasi beresiko
terjangkit malaria diperkirakan sebanyak 116 juta orang sementara jumlah kasus malaria
klinis yang dilaporkan 1.775.845 kasus (Annual Malaria Incidence/AMI=15,3/1000
penduduk). Dari jumlah kasus malaria klinis yang dilaporkan sebanyak 930 ribu diantaranya
terjangkau pemeriksaan darah (cakupan pemeriksaan darah 52,4 %) dan jumlah kasus positif
malaria sebanyak 311.790 kasus (Annual Parasite Incidence/API=2,6 per mil). Sementara
angka temuan kasus positif malaria selama 2006 dilaporkan sebanyak 340.400 kasus.
Untuk mengendalikan vektor penular penyakit malaria, pemerintah melakukan
manajemen vektor terpadu yang meliputi upaya pemberantasan nyamuk penular dengan
berbagai metode dan memberikan bantuan kelambu berpestisida kepada masyarakat yang
tinggal di daerah endemis malaria. Penyuluhan mengenai cara penularan malaria serta upaya
pencegahan dan penanggulangannya, juga dilakukan secara berlanjut untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit malaria. Penanggulangan
malaria selanjutnya juga dilakukan dengan menyediakan obat anti-malaria, kelambu dan obat
penyucihama di fasilitas kesehatan yang berada di daerah endemis malaria. Berbagai upaya
juga dilakukan untuk meningkatkan akses masyarakat di daerah endemis terhadap sarana
kesehatan dan tenaga kesehatan.
Salah satu daerah epidemis yang diperoleh adalah Provinsi Jambi. 11 Kabupaten/Kota
di Provinsi Jambi daerah endemisitas malaria dari 424 Kabupaten/Kota indemik malaria di
Indonesia. Daerah ini terbagi dalam tiga kategori, yaitu endemis tinggi (Kabupaten
Batanghari), edemisitas menengah (Kabupaten Muaro Jambi, Tebo, Bungo, Merangin dan
Kabupaten Sarolangun), sedangkan yang endemisitasnya rendah (Kabupaten Tanjungjabung
Barat, Tanjungjabung Timur, Kerinci, Kota Sungai Penuh dan Kota Jambi). Kasus malaria di
47
Jambi dalam kurun waktu tahun 2002-2008 jumlah penderita malaria di Jambi selalu
berpluktuasi, dan dalam tiga terakhir dimana pada tahun 2006 ada 56.137 penderita atau
(21,07 %), tahun 2007 menurun menjadi 47.510 penderita atau (17,02%, kemudian pada
tahun 2008 kembali naik menjadi 52.927 penderita atau (18,63 %), dari data ini kemungkinan
besar di lapangan bisa lebih tinggi lagi, karena yang terdata ini adalah yang mendapatkan
pelayanan kesehatan di sarana-sarana kesehatan pemerintah.
Kemudian pemerintah Provinsi Jambi juga berupaya untuk menemukan aktif
penderita di daerah-daerah yang sulit dijangkau pelayanan kesehatan, mensurvei masyarakat
di desa daerah indemis tinggi untuk melihat dan mengobati pada penderita yang dinyakan
positif, pemenegakkan diagnosis malaria melalui pemeriksaan mikroskopis yang bertujuan
untuk memastikan penderita benar-benar menderita malaria, sehingga pengobatannya bisa
cepat dan tepat, karena selama ini setiap orang yang mengalami demam tinggi, menggigil,
yang berulang lantas diberikan obat malaria dan diberikan obat malaria, ternyata yang
bersangkutan tidak menderita malaria tetapi menderita demam berdarah atau yang lainnya.
3. Obat-obat Malaria
OBAT-OBAT MALARIA
SEJARAH
Obat tertua untuk mengobati demam malaria adalah kulit pohon kina dan alkaloida
yang dikandungnya. Baru pada tahun 1932 ditemukan obat yang sama khasiatnya, yaitu
mepakrin, yang terutama banyak digunakan selama Perang Dunia ke-II sewaktu tentara
Sekutu tidak menerima kinin lagi dari Indonesia.
Pada tahun 1944, klorokuin yang leih ringan efek sampingnya, menggantikan
mepakrin yang agak toksis, juga lebih cepat efek kuratifnya. Pada tahun 1946 diintroduksi
proguanil sebagai obat yang tidak hanya aktif terhadap bentuk darah (trofozoit) sebagaimana
ketiga obat yang terdahulu, melainkan juga terhadap bentuk hati, khusunya untuk bentuk EE
primer dari Plasmodium falciparum. Primakuin yang ditemukan pada tahun 1948 terutama
berkhasiat kuat terhadap bentuk EE dari Plasmodium vivax atau ovale.
Dengan demikian proguanil dan primakuin sangat ampuh sebagai obat pencegah
malaria. Kemudian dipasarkan pula derivat klorokuin yaitu amodiakuin (1950), pirimetamin
(1952), meflokuin (1981) dan halofantrin (1985). Pada tahun 1990, WHO telah mengeluarkan
amodiakuin dari obat-obatan terapi malaria, karena dilaporkan timbulnya efek samping serius
pada penggunaan profilaksis.
48
Artemeter (1991) adalah suatu derivat semisintesis dari artemisin yang terdapat dalam
tumbuhan Cina qinghaosu (nama Latin Artemisia annua). Obat tradisional ini sudah sejak
tahun 1970-an banyak digunakan dengan sukses di Cina Selatan (Hainan) dan Thailand
terhadap Plasmodium falciparum (malaria otak) yang multiresisten. Efeknya lebih cepat
daripada kinin dan obat-obatan lain dengan efek samping ringan.
Pyronaridin adalah obat eksperimentil terbaru yang sangat efektif terhadap
Plasmodium falciparum multiresisten. Derivat akridin ini berasal dari Cina dan telah
dibuktikan efektivitasnya pada malaria, begitu pula di Kamerun. Harganya juga lebih murah
daripada halofantrin hingga layak digunakan di negara-negara miskin, walaupun sering
menimbulkan gangguan lambung.
MEKANISME KERJA
Klorokuin mencegah “dimakannya” hemoglobin (zat warna darah merah) oleh parasit,
sehingga timbul kekurangan asam amino esensial untuk sintesa DNA dari parasit.
Meflokuin diperkirakan sama mekanisme kerjanya dengan klorokuin.
Kinin dan artemeter menghambat sintesa protein dengan jalam membentuk kompleks
dengan DNA parasit, disamping merintangi banyak system enzimnya.
Proguanil dan Pirimethamin adalah antagonis folat yang merintangi enzim yang
mengubah asam folat menjadi asam folinat sehingga sintesis DNA/RNA terganggu.
Trimetropim adalah derivat pirimethamin yang berkhasiat lebih kuat terhadap enzim
bakteri daripada enzim Plasmodium. Oleh karenanya senyawa ini tidak digunakan pada
malaria, tetapi sebagai obat antibakteri. Contohnya: Kotrimoksazol.
Primakuin juga dapat mengikat DNA dan diperkirakan dalam tubuh nyamuk dirombak
menjadi metabolit yang bersifat oksidan dan lebih aktif terhadap parasit.
PENGGOLONGAN
Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh (eritrosit atau hati), obat malaria dapat
dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Obat Schizontizid Darah.
Kinin, klorokuin, halofantrin, meflokuin, pirimetamin+sulfadoxin, atovaquon+proguanil,
dan artemeter.
Obat-obat diatas berkhasiat mematikan bentuk darah (schizont) dan digunakan pada
serangan demam, juga untuk pencegahan (kecuali halofantrin). Senyawa ini tidak
49
menghalangi infeksi eritrosit, namun menekan timbulnya gejala klinis (profilaksis
supresif).
b. Obat Schizontizid Hati.
Proguanil, primakuin, dan doksisiklin.
Obat-obat diatas khusus digunakan sebagai profilaksis kausal karena memusnahkan
bentuk EE (merozoit dan hipnozoit) dalam sel parenkim hati. Obat ini menghindari
penetrasi ke dalam eritrosit dan demikian menghalangi serangan.
Penggolongan lain bertolak dari titik kerja obat pada siklus hidup parasit serta tujuan
terapi yang dikehendaki, terdiri dari empat kelompok berikut:
a. Obat Pencegah (profilaktika kausal).
Proguanil dan pirimetamin.
Berkhasiat terhadap bentuk EE primer dalam hati dari Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax sedangkan Plasmodium malariae hanya peka untuk sebagian.
Primakuin juga aktif terhadap bentuk ini, tetapi terlalu toksis untu digunakan dalam jangka
waktu lama sebagai obat pencegah.
b. Obat Penyembuh atau Pencegah Demam (Kurativa atau Supressiva).
Berkhasiat terhadap siklus darah, mematikan tropozoit serta schizont (schizontisid) dan
dengan demikian menghentikan atau pencegah gejala klinis. Kinin bekerja lambat,
artemeter dan klorokuin cepat dan kuat, maka banyak digunakan sebagai obat pencegah.
Tetapi, berhubung meningkatnya resistensi terhadap klorokuin, obat ini telah terdesak oleh
meflokuin yang di Amerika Serikat dianggap sebagai obat malaria paling unggul dan
aman. Lagipula meflokuin ampuh terhadap malaria tropika tanpa komplikasi. Namun pada
tahun-tahun terakhir dilaporkan efek samping seperti depresi, sukar tidur, mimpi buruk,
dan hilangnya konsentrasi. Selain itu wanita hamil tidak boleh meminumnya selama
trimester pertama. Inilah sebabnya mengapa meflokuin mulai terdesak oleh dominasi dari
obat baru atovakuon dengan proguanil yang di negeri Belanda merupakan obat profilaksis
yang paling banyak digunakan. Proguanil dan pirimetamin juga sangat aktif, tetapi jauh
lebih lambat kerjanya dan lebih sering menimbulkan resistensi. Obat-obat ini tidak
menyembuhkan secara radikal berhubung masih adanya bentuk EE sekunder (hipnozoit)
yang tidak peka untuknya. Pada malaria tropika tidak terdapat bentuk ini, maka
penyembuhan radikal dapat dicapai dengan obat tersebut bila digunakan terus-menerus
50
selama 4-6 minggu setelah meninggalkan daerah malaria. Dengan demikian bentuk hati
yang masa hidupnya singkat, tidak dapat berkembang lagi dan akan mati dengan
sendirinya.
c. Obat Pencegah Kambuh atau Penyembuh Radikal.
Primakuin
Obat ini mematikan bentuk EE sekunder dari malaria tertian dan kuartana. Primakuin
adalah satu-satunya obat yang sangat efektif untuk terapi jangka singkat. Tetapi untuk
rakyat setempat tidak cocok karena kemungkinan besar akan reinfeksi.
d. Obat Gametosit atau Pencegah Tersebarnya Peyakit.
Mematikan gametosit dalam darah penderita yang mengakibatkan penularan dari manusia
ke nyamuk. Maka obat-obat ini meghindarkan disebarluaskannya parasit setelah semua
bentuk lainnya dimusnahkan. Primakuin dalam dosis kecil efektif dalam 3 hari, proguanil
dan pirimetamin tidak mematikan gametosit tetapi merintangi perkembangannya di dalam
tubuh nyamuk. Klorokuin bekerja gametosit terhadap Plasmodium vivax, ovale, dan
malariae tetapi tidak terhadap Plasmodium falciparum. Kinin aktif terhadap gametosit
Plasmodium vivax dan malariae.
KEMOPROFILAKSIS
Dengan semakin meningkatnya kepariwisataan internasional, semakin bertambah pula
pentingnya profilaksis malaria, terutama bagi mereka yang belum pernah menderita infeksi
Plasmodium. Untuk menentukan pilihan obat mana yang harus digunakan, masalah resistensi
merupakan faktor penting. Juga perlu diketahui bahwa pola resistensi dari suatu daerah dapat
berubah.
Profilaktika seperti meflokuin, doksisiklin dan klorokuin bekerja terhadap siklus darah
dan tidak dapat menghindari serangan kambuhan, sedangkan atovaquone-proguanil dan
primakuin bekerja terhadap siklus hati dan dapat menghindari kambuhnya penyakit.
Profilaksis dapat dilakukan dengan empat jenis obat, tergantung dari tujuan perjalanan,
yakni:
a. Proguanil
51
Dosisnya 2 dd 100 mg p.c untuk daerah dengan hanya Plasmodium vivax dan atau tanpa
resistensi terhadap Plasmodium falciparum, berhubung terdapatnya lebih sedikit laporan
mengenai resistensi dibandingkan pirimetamin.
b. Klorokuin
1x seminggu 250 mg p.c untuk daerah dengan terutama resistensi dengan proguanil.
Klorokuin dimulai dengan dosis 300 mg/hari pada 2 hari pertama atau juga kombinasi
antara klorokuin dengan proguanil.
c. Meflokuin
1x seminggu 250 mg p.c untuk daerah dengan terutama resistensi Plasmodium falciparum
terhadap proguanil dan klorokuin (misalnya Irian Jaya, Afrika di selatan Sahara dan daerah
Amazone). Meflokuin sebagai obat pencegah sebaiknya sudah harus mulai diminum 3
minggu sebelum tiba didaerah yang sangat rawan malaria.
d. Pirimetamin
Obat ini juga efektif sebagai obat pencegah, tetapi karena meluasnya resistensi dan kurang
aktif terhadap Plasmodium vivax, maka sekarang tidak dianjurkan lagi sebagai obat
pencegahan, begitu pula dengan kombinasinya dengan sulfadoksin (Fansidar) yang
digunakan sebagai obat penyembuh. Di Australia masih dianjurkan sediaan kombinasi
yaitu Maloprim (Pirimetamin 12,5 mg + dapson 100 mg) 1x seminggu dan dimulai
sebelum berangkat ke pulau-pulau Pasifik Barat dan Papua New Guinea. Minum obat
pencegahan harus dimulai sehari sebelum atau selambat-lambatnya pada hari
keberangkatan ke daerah yang rawan malaria dan dilanjutkan selama minimal 4 minggu
setelah meninggalkan daerah tersebut. Malaria tropika dapat timbul sampai beberapa bulan
setelah kembali, malaria tersiana bahkan sampai beberapa tahun kemudian.
Perkembangan Vaksin Malaria
Pembiakan P. falciparum secara in vitro sebagai pembuka jalam dan kemajuan dalam
bidang rekayasa genetik serta teknologi antibodi monoklonal, dapat meningkatkan
kemampuan para peneliti untuk mengembangkan vaksin malaria. Penelitian vaksin sekarang
ditujukan kepada 4 stadium perkembangan parasit, yaitu sporozoit, stadium di hati, stadium
aseksual dan stadium seksual darah. Vaksin malaria pertama yang diuji di Kolombia,
Venezuela, Gambia dan Thailand adalah vaksin merozoit sintetik yang diberi nama SPf 66.
Hasilnya sedang dalam tahap evaluasi. Akhir-akhir ini sedang dilakukan penelitian untuk
membuat suatu polivaksin yang terdiri dari empat stadium perkembangan parasit malaria.
52
PENGOBATAN
Pada umumnya penderita diberi analgetik dan antipiretika seperti asetosal dan
parasetamol. Untuk menanggulangi dehidrasi dan shock dapat diberikan cairan dalam
bentuk infus atau per oral. Terapi tergantung pada keadaan, yakni pada serangan akut dari
berbagai bentuk malaria, sebagai berikut:
a. Malaria tersiana/kuartana
Biasanya ditanggulangi dengan klorokuin yang kerjanya cepat selama 2-4 hari.
Plasmodium vivax yang resisten terhadap klorokuin perlu ditangani dengan meflokuin
single dose 500 mg p.c atau kinin maksimal 3 dd 600 mg selama 4-7 hari.Terapi harus
selalu disusul oleh primakuin (15 mg/hari selama 14 hari) untuk mematikan bentuk EE
(hipnozoit dalam hati) dan menghindari kambuhnya penyakit. Bila terdapat mual dan
muntah perlu diberikan kinin secara intravena.
b. Malaria ovale
Ditangani dengan klorokuin, bila infeksi terjadi di Amerika Tengah, Afrika Utara dan
Asia kecil (Asia minor). Di negara-negara lain dimana terdapat multiresistensi antara
lain untuk bentuk klorokuin perlu diberikan obat lain, yakni kinin + doksisiklin (hari
pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari) atau meflokuin (2 dosis dari masing-
masing 15 dan 10 mg/kg dengan interval 4-6 jam). Kemungkinan lain adalah
halofantrin (hanya bila ECG normal) 3 dd 500 mg a.c/ hari, diulang setelah 1 minggu.
Begitu pula pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet) yang biasanya
dikombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c. Malaria tropika parah atau berkomplikasi
Harus dimulai dengan kinin parenteral kemudian disusul dengan pemberian oral seperti
di atas. Pada malaria tropika terapi akan menghasilkan penyembuhan tuntas karena
tidak terdapat stadium EE (Eksoeritrositer) maka terapi tidak perlu disusul dengan
primakuin.
KEHAMILAN
Klorokuin dan proguanil boleh digunakan. Klorokuin merupakan pilihan pertama
terhadap serangan dan profilaksis. Pada malaria tropika yang resisten terhadap klorokuin
dapat digunakan kinin (hanya pada dosis tinggi sekali kinin bekerja teratogen dan abortif).
Meflokuin dan sediaan kombinasi pirimethamine + sulfadoksin tidak dapat diberikan
53
selama triwulan pertama, pada triwulan kedua dan ketiga (sampai minggu ke-34) umumnya
dianggap aman. Halofantrin, primakuin dan doksisiklin tidak dianjurkan untuk wanita
hamil. Mengenai artemeter belum terdapat cukup data, tetapi pada kasus darurat
(multiresistensi) mungkin aman pada triwulan ke-2 dan ke-3. Untuk triwulan pertama lebih
disukai kinin.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/10/
malariadefinisietiologipatofisiologiman.html
2. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi
Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
3. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi
Keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
4. Tjay, Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Elex Media Komputindo.
Jakarta.
5. Farmakologi Dasar Dan Klinik.Bertram G. Katzung.FK Universitas
Airlangga.Salemba Medika Edisi 2004.
6. Farmakologi Dan Terapi. FK UI. Edisi 4. tahun 2004.
7. www.medicastore.com
8. Adam, Sry Amsunir, 1992, mikrobiologi dan parasitologi untuk perawat, Jakarta;
EGC.
9. Indan Entjan, 2001, mikrobiologi dan parasit untuk perawat, Bandung; Citra Aditya
Bakri.
10. Margono, Sri, 1998, parasitologi kodekteran, Jakarta; FKUI
11. J.M.Gibson,MD, 1996. Mikrobiologi dan patologi modern untuk perawat, Jakarta,
EGC
12. Harold W Brown, 1983, Dasar-dasar parasitologi klinik, Jakarta, PT. Gramedia.
55