Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
1
Keragaan Lahan Sub-Optimal dan Perbaikan Potensi Ekonomi Sektor
Perikanan Daerah Gunung Kidul DIY
Sub - Optimal Performance of Land and Improvement of Regional
Economic Potential of the Fisheries Sector Gunung Kidul DIY
Arif Muazam 1*)
1*)Loka Penelitian Penyakit Tungro
Jln. Bulo 101 Lanrang Timoreng Panua Sidrap SulSel
Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +6281932633510/(0421) 93701
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Agricultural land owned Gunungkidul big majority of dry land is rainfed (± 90%) or
around 133,682.4 ha depending on the climate, especially precipitation cycle. Gunungkidul
area 1485.36 km2 region or approximately 46.63% Size Of The province of Yogyakarta,
has Diverse Economic Potential Start of agriculture, fisheries and livestock, forests, fauna
and flora, industrial, mining And Tourism Potential .. irrigated land is relatively narrow
and most of the big rainfed. Gunung Government's policies focused more Against Dry land
crops and crops. As for the review of dry land slope of the mountain for a review of the
Economic High-value trees like teak, mahogany, sengon, as well as cassava. The policy
program for the optimization of land rainfed review indicated Not optimal, Limited
BECAUSE THE provision of boreholes or narrow air pump your scale. Project area of rice
fields and freshwater fish held in the district's Largest Ponjong And Playen. Subscribe
Local Government Program accordance Potential demographic and regional situation are:
1. Data unification and target validation, poverty alleviation. Strategies to Overcome
initials conducted to review the data that is still the target, which still differ among SKPD,
or SKPD between the BPS. 2. Build As well as increasing partnerships with the private
sector, business WordPress page High universities, and schools Institutions 3.
.Pengembangan Rural industrialization. The growth of the tourist sector industrialization
gave new wind Against Economic growth in some villages. According with Vision and
Mission RPJMD Year 2010-2015, wilayah Gunungkidul hearts in prayer last year showed
encouraging developments AS The area is a tourist destination, which includes the districts
Karang Mojo (Pindul). Sentra Fisheries and Coastal Tourism include: District of Tanjung
sari, Tepus, Saptosari, Rongkop, Girisubo And Purwosari well as 14 villages coast.
Key words: fisheries, gunung kidul, sub-optimal land, rainfed.
ABSTRAK
Lahan Pertanian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul sebagian besar adalah lahan kering
tadah hujan (± 90 %) atau sekitar 133.682,4 ha yang tergantung pada daur iklim khususnya
curah hujan. Kabupaten Gunungkidul luas wilayah 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63% dari
luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, mempunyai beragam potensi
perekonomian mulai dari pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, flora dan fauna,
industri, tambang serta potensi pariwisata.. Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
2
sebagian besar sawah tadah hujan. Kebijakan pemda Gunungkidul terhadap lahan kering
lebih difokuskan pada tanaman pangan dan palawija. Sedangkan untuk lahan kering
dilereng gunung untuk pohon bernilai ekonomi tinggi seperti jati, mahoni, sengon, serta
ubi kayu. Program kebijakan untuk optimalisasi lahan tadah hujan terindikasi belum
optimal, karena terbatas pada penyediaan sumur Bor atau pompa air skala sempit. Lahan
proyek sawah dan ikan air tawar terbesar dilaksanakan di kecamatan Ponjong dan Playen.
Program pemda terkait demografi sesuai potensi dan situasi daerah : 1. Unifikasi dan
validasi data sasaran penanggulangan kemiskinan. Strategi ini dilakukan untuk mengatasi
masih adanya data sasaran yang masih berlainan antar SKPD, maupun antara SKPD
dengan BPS. 2. Membangun serta meningkatan kemitraan dengan pihak swasta, dunia
usaha perguruan tinggi, dan lembaga sekolah 3. .Pengembangan industrialisasi perdesaan.
Tumbuhnya industrialiasi sektor wisata memberikan angin baru terhadap tumbuhnya
perekonomian di beberapa desa. Sesuai dengan visi dan misi RPJMD tahun 2010-2015,
wilayah Kabupaten Gunungkidul dalam dua tahun terakhir menunjukkan perkembangan
yang menggembirakan sebagai daerah destinasi wisata, yang meliputi kecamatan Karang
Mojo (Gua Pindul). Sentra perikanan dan wisata pantai meliputi: Kecamatan Tanjung sari,
Tepus, Saptosari,Rongkop, Girisubo dan Purwosari serta 14 desa pesisir pantai.
Kata kunci: gunungkidul, lahan sub-optimal, tadah hujan, perikanan.
PENDAHULUAN
Kabupaten Gunungkidul memiliki peluang cukup besar untuk meningkatkan
produksi pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan sub-optimal seperti lahan
sawah tadah hujan yang merupakan Lahan sub-optimal yang paling luas di Kabupaten
tersebut. Sawah tadah hujan juga dikategorikan sebagai lahan sub-optimal karena
tanahnya yang kurang subur dan kurangnya ketersediaan air (Prihasto, 2013). Menurut
Balitbangtan (2013) produktivitas padi di sawah tadah hujan relative rendah yakni kisaran
3 – 3,5 ton/ha dan masih sangat berpeluang ditingkatkan. Agroekosistem lahan sub-optimal
lainnya adalah lahan pasir pantai, lahan kering lereng perbukitan, lahan karst kapur.
Luas wilayah perairan laut (0-4 mil dari garis pantai) yang dimiliki Gunungkidul
adalah 518,56 km2, dengan panjang pantai 70 km. Sedangkan jumlah kecamatan pesisir
sebanyak 5 kecamatan, yaitu kecamatan Purwosari, Saptosari, Tanjungsari, Tepus,
Rongkop dan Girisubo, dengan 17 desa pesisir. Adapun tempat pendaratan ikan sebanyak 8
unit, pelabuhan pelelangan ikan 1 unit, dan tempat pelelangan ikan (TPI dan sub TPI)
sebanyak 8 unit. Luas kolam air tawar 3.100 ha, perairan umum (telaga, cekdam, sungai,
dan genangan air) seluas 904 ha, dan luas tambaknya 20 ha (Anonim, 2015b).
Lahan sub-optimal, karst, pariwisata, dan perikanan merupakan bagian yang tak
terpisahkan. Asset karst Gunungkidul sendiri merupakan asset yang bertaraf dunia yang
terdapat di zona inti karst kelas I yang merupakan kawasan karst tropik yang berkembang
pada batuan yang tebal dan perlu di teliti untuk di tetapkan sebagai warisan alam nasional
dan mungkin internasional. Pengembangan asset ini perlu di lengkapi adanya monument
alam karst, museum dan pusat informasi lingkungan karst tropik (PILKAT) Gunungsewu.
Pengelolaan kawasan ini memiliki prospek untuk mendukung kepariwisatan, pendidikan,
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
3
kehutanan, perkebunan, perikanan, lingkungan dan sumber alam, industri jasa yang
merupakan inti pendorong pembangunan wilayah di Kabupaten Gunungkidul.
(Worosuprojo, 2014). Makalah ini merupakan hasil kajian dengan tujuan mempelajari
sebaran dan luasan dari lahan sub-optimal dan kebijakan pemerintahan daerah dalam
perbaikan produktivitas lahan terkait potensi ekonomi sektor perikanan..
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September 2015. Penelitian ini
menggunakan metode studi pustaka dan wawancara. Hal yang dipelajari dalam studi
pustaka adalah sebaran dan luasan lahan sub-optimal yang dimanfaatkan untuk
pengembangan komoditas. Sumber data dalam studi pustaka adalah data dasar yang
tersedia di Dinas Perkebunan dan Hortikultura, Budaya dan Pariwisata, Dinas Kelautan
dan Perikanan Wonosari Gunungkidul Dalam Angka (BPS Gunungkidul, 2014), dan.
Wawancara dengan narasumber kepala dinas dan atau kepala bidang di Dinas Pertanian,
dan Dinas Perkebunan di tingkat kabupaten, penyuluh pertanian dan pengguna lahan
(petani anggota kelompok tani),pedagang ikan, dilakukan untuk validasi data hasil studi
pustaka dan pengumpulan informasi terkait program kebijakan Pemda yang diaplikasikan
untuk perbaikan produktivitas lahan sub-optimal dan potensi ekonomi pada sector
perikanan. Terkait dengan agro-ekosistem sawah tadah hujan, pantai, daerah karst, serta
obyek wisata pantai, perikanan, daerah yang dikunjungi untuk wawancara adalah
Kabupaten GunungKidul, Kecamatan Playen, Desa Logandeng, Ngrenehan, Kukup,
Krakal, Ngobaran, Tanjungsari, Semanu, Karang Mojo dan Mulo. Data hasil studi pustaka
dan wawancara dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lahan Sawah Tadah Hujan
Sawah tadah hujan memiliki luas 5510 Ha (Tabel 1). Tanah ini tidak subur, tetapi
masih dapat ditanami padi. Pada tahun 2013, sebagian besar produksi padi di Kabupaten
GunungKidul dihasilkan dari jenis padi tadah hujan. Jenis ini menyumbang sebesar
67,50% dari seluruh produksi padi yang tercatat sebesar 289.563 ton sedangkan sisanya
dari padi sawah (BPS, 2015).
Tabel 1. Luas sawah tadah hujan di Kabupaten Gunungkidul
No Kecamatan Luas Sawah Tadah Hujan (Ha)
1 Panggang 22
2 Purwosari 100
3 Paliyan 31
4 Saptosari -
5 Tepus -
6 Tanjungsari -
7 Rongkop -
8 Girisubo -
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
4
9 Semanu -
10 Ponjong 324
11 Karangmojo 36
12 Wonosari -
13 Playen 151
14 Patuk 827
15 Gedangsari 1247
16 Nglipar 100
17 Ngawen 1080
18 Semin 1592
Total Gunungkidul 5510 (Ha)
Sumber: BPS dalam angka 2014.
Tabel 2. Produksi padi sawah dan ladang (ton)
No. Tahun Produksi Padi
Sawah(Ton)
Produksi Padi Ladang
(Ton)
1 2009 87694.05 172668.97
2 2010 85481.24 173011.02
3 2011 91666.61 186145.99
4 2012 87006.20 204689.36
5 2013 93957.43 195563.18
Total 445 805.53 932 078.52
Sumber: BPS dalam angka 2014.
Dari data tabel 2. dapat kita ketahui, produksi padi ladng / tadah hujan mengalami
rerata mengalami peningkatan dari tahun ketahun begitu pula dengan hasil padi sawah.
Meskipun begitu karena optimaliasi lahan sawah tadah hujan dilakukan dengan sumur Bor
dan hanya lingkup kecil atau beberapa kecamatan saja sehingga kebijakan pemerintah
daerah kurang maksimal, hal ini disebabkan topografi dan kedalaman sumber air yang
berbeda. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3.
Tabel 3. Rerata Produksi Sawah dan Ladang (Kw/Ha)
No. Tahun Rerata Produksi Padi Ladang
(Kw/Ha)
Rerata produksi sawah
(Kw/Ha)
1 2009 44.46 62.05
2 2010 44.12 58.60
3 2011 44.59 58.65
4 2012 48.44 61.43
5 2013 45.1 60.37
Sumber: BPS dalam angka 2014.
Karena luas lahan tadah hujan 90% dan belum optimal sehingga panen yang terlihat
besar (ton) data tabel 1. Setelah direrata dibagi luas lahannya ternyata lebih sedikit dari
hasil produksi sawah irigasi Tabel 3.
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
5
Lahan Kering Lereng Perbukitan
Di Gunungkidul hampir semua lahan kering dilereng kalau musim
penghujan dimanfaatkan untuk tanaman pangan misalnya: padi gogo terutama Varietas
Slegreng (Oryza sativa var. Sylvatica), ubi kayu, jagung, kacang-kacangan, dan beberapa
jenis umbi-umbian. Sebagaimana dilaporkan BPS Gunungkidul (2014),tanaman jagung
merupakan tanaman lahan kering yang ditanam paling luas yaitu mencapai 57867 (Ha),
diikuti kacang hijau 56189 (Ha), dan ubi kayu seluas 55231 (Ha). Untuk kebijakan Pemda
dalam pememanfaatkan lahan kering lereng bagi pencapaian swasembada pangan sudah
terlihat yaitu: program hutan rakyat, kebun bibit desa, pembuatan teras, saluran
pembuangan air, dan pengendali jurang. Menurut Abbas et al, (2003) lahan lereng kering
curam dengan tingkat bahaya erosi rendah terdapat pada bagian punggung dan lereng
bawah yang mempunyai kemiring- an < 15%, bahaya erosi sedang pada lereng bagian atas
dan bawah dengan kemiringan 15−45%, dan tingkat bahaya erosi berat sampai sangat berat
terdapat pada lereng bagian atas, tengah, dan bawah dengan kemiringan 30 sampai > 45%.
Pada lahan yang berlereng >15%, intensitas hujan yang relatif besar dan berlangsung
singkat selama 4−5 bulan (November-Februari/Maret) memacu terjadinya erosi tanah.
Nilai erodibilitas yang tinggi dan lereng yang panjang pada tanah bersolum dangkal akan
memperbesar laju erosi tanah.
Upaya memasyarakatkan teknologi usaha tani konservasi di lahan kering
dengan tanaman pohon-pohonan bernilai ekonomi tinggi, dikombinasikan dengan
pengembangan usaha ternak ruminansia sebagai komponen pendukung usaha tani,
dihadapkan kepada masalah rendahnya produktivitas lahan dan kondisi sosial ekonomi
petani. Usaha tani yang berorientasi subsisten juga menghambat pengembangan sistem
usaha tani lahan kering yang berwawasan konservasi tanah dan air. Untuk mempercepat
tercapainya tujuan konservasi tanah dan memacu integrasi antara teknologi konservasi dan
perbaikan lahan, diperlukan strategi pendekatan untuk setiap zona agro- ekosistem. Strategi
tersebut kemudian dibahas bersama petani untuk mempertajam prioritas konservasi
(tanaman penguat teras, tanaman penstabil lereng, fasilitas embung, ternak ruminansia,
sarana produksi pertanian), mengatasi berbagai hambatan, dan meningkatkan kesadaran
masyarakat tani di sekitar lahan kering perbukitan.
Lahan Pasir Pantai
Gunung Kidul memiliki bibir pantai yang luas sepanjang kurang lebih 65 Km
membentang dari kecamatan Purwosari sampai Girisubo. Lahan pasir pantai merupakan
lahan marginal yang tandus, kering, miskin usur hara, dan mustahil untuk bisa dijadikan
lahan pertanian produktif, menghampar luas dibiarkan begitu saja dan jarang untuk
dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, siapa
sangka saat ini lahan pasir pantai bisa dijadikan sebagai media untuk tanaman. Bahkan
lahan pasir pantai yang tandus dan gersang dijadikan media alternatif tanaman. Di tempat
yang tidak terbayangkan bisa jadi lahan pertanian, kini menjadi salah satu lahan pertanian
yang subur.
Menurut Anonim, (2015) bahwa PT Indmira mencoba untuk menciptakan inovasi-
inovasi baru di bidang pertanian. Penelitian ini telah dilakukan sejak tahun 1999 yang
berlokasi di lahan pasir pantai Kowaru Bantul, Yogyakarta. Dari tepi pantai lahan tersebut
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
6
hanya berjarak kurang lebih 50 m. Lahan tersebut dilengkapi dengan sarana bangunan dan
peralatan pendukung budi daya. Fungsi utama lahan pasir pantai adalah untuk
mengembangkan teknologi budi daya tanaman baik pangan, hortikultura maupun tahunan
di lahan pasir. Keberhasilan pertanian di lahan pasir pantai tentunya tidak diraih begitu
saja, banyak kendala yang harus dihadapi untuk mencapai keberhasilan. Adanya iklim
yang sangat panas, sering terjadi badai garam, minim unsur hara, porositas lahan yang
tinggi, dan pasir pantai yang telah terendam air garam selama jutaan tahun. Namun, pada
akhirnya kendala-kendala tersebut mampu diatasi oleh PT Indmira. Di balik kendala ada
juga keuntungannya, yaitu biaya sewa lahan yang murah, pengolahan dan penyiangan
lahan yang murah, sinar matahari melimpah, dapat digunakan sepanjang tahun karena
sistem irigasi dapat diatur, dan hama/penyakit yang relatif rendah. Implementasi
pengembangkan teknologi pertanian lahan pantai dimulai dengan rekayasa iklim mikro
serta perbaikan struktur fisika dan kimia tanah. Kemudian setelah kondisi lahan kondusif,
dilakukan budi daya berbagai komoditas pertanian. Terakhir, teknologi ini diduplikasi pada
lahan-lahan sekitar milik masyarakat. Beraneka ragam tanaman berhasil dibudidayakann di
lahan pasir pantai, mulai dari tanaman hortikultura, tanaman buah tahunan, tanaman
perkebunan, dan wind barrier. Hasil dari pertanian tersebut cukup mencengangkan.
Tanaman memiliki pertumbuhan yang baik, mampu berbuah, dan dapat tumbuh subur
seperti tanaman-tanaman yang ditanam di lahan pertanian pada umumnya. Untuk jenis
tanaman hortikultura sendiri dalam setiap panennya mampu menghasilkan padi rojolele
mencapai 6-8 ton/ha, Melon 46 ton/ha, kedelai 2,16 ton/ha, dan bawang merah 10-15
ton/ha. Untuk jenis tanaman buah tahunan, seperti kelengkeng, sawo, jeruk lemon, jeruk
sunkist, bisa tumbuh dengan baik dan mampu berbuah lebat. Bahkan, untuk sawo-sawo
yang tumbuh setinggi satu sampai dua meter sudah mampu berbuah. Untuk jenis tanaman
perkebunan seperti jati, kelapa sawit, kurma, dan jambu mete dapat berkembang dengan
baik pula. Dan yang terakhir, jenis tanaman wind barrier, yang meliputi cemara laut, akar
wangi, akasia, dan kleresede. Saat ini tanaman wind barrier telah mampu menghijaukan
pantai dan membuat pantai menjadi lebih asri. Selain itu, tanaman wind barrier berfungsi
agar angin laut yang membawa uap air yang mengandung garam tidak sepenuhnya
mengenai tanaman budidaya dan turut pula membawa dampak positif bagi pembentukan
ekosistem baru di kawasan pantai. adanya hewan penyubur lahan seperti kutu dan ulat, dan
aneka ragam satwa lainnya, seperti berbagai jenis burung juga menjadi penghuni ekosistem
baru di kawasan pantai ini. Prototipe lahan marginal tersebut kini telah menjadi kebun
berbagai komoditas pertanian dan hutan cemara laut. Karena keberhasilannya, berbagai
instansi pemerintah maupun swasta mulai menduplikasi dan mengadaptasi konsep ini pada
lahan-lahan di tempat lain (Anonim, 2015).
Lahan pertanian pasir di Pantai Kowaru ini diharapkan mampu menjadi inspirasi
bagi daerah lain seperti Gunungkidul untuk mengembangkan potensi pertanian yang bisa
digarap di lahan pasir pantai, sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat pesisir pantai yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan.
Lahan Karst
Lahan kritis di Yogyakarta mempunyai areal seluas 318.560 ha dan sebagian besar
berupa lahan pertanian. Areal sawah berpengairan sekitar 20% dan sisanya merupakan
lahan kering yang sumber pengairannya ter- gantung pada curah hujan. Menurut Abbas et
al, (2003), kabupaten Gunung Kidul seluas 70.130 ha termasuk Zona agroekosistem II
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
7
berupa perbukitan kapur Pegunungan Seribu. Tanah ini tidak subur namun masih dapat
ditanami pohon, seperti daerah hutan jati, ciri-ciri daerah kapur sangat tandus walaupun
curah hujan di daerah kapur tergolong tinggi. Ini dikarenakan tanah kapur sangat gampang
menyerap air dan kemampuan menahan airnya sangat buruk sehingga di bagian permukaan
tanah kapur sangat tandus / kering dan panas. Selain itu tanah kapur yang berwarna terang
mengakibatkan cahaya matahari dipantulkan ke permukaan sehingga daerahnya panas.
Sehingga permukaan tanah kapur bersuhu panas dan tanah kapur dibagian dalam sendiri
suhunya tidak begitu tinggi (sedang) karena cahaya yang membawa panas matahari
dipantulkan ke permukaan. Komoditas yang dapat ditanam pada musim hujan yaitu padi,
jagung, singkong, kacang di lahan mereka karena adanya pasokan air dari air hujan, tetapi
pada musim kering/kemarau kegiatan pertanian hanya menunggu masa panen dari ketela,
menanam tembakau serta di akhir musim kemarau menuju musim hujan para petani
melakukan pembersihan lahan. Sistem drainase/tata air di kawasan tersebut merupakan
sistem tata air di daerah karst yang didominasi oleh drainase di bawah permukaan, dimana
air permukaan sebagian besar masuk ke jaringan sungai bawah tanah melalui ponor
ataupun inlet. Dengan kondisi tersebut pada musim penghujan, air hujan yang jatuh ke
daerah karst tidak dapat tertahan di permukaan tanah tetapi akan langsung masuk ke
jaringan sungai bawah tanah melalui ponor tersebut, hal ini sesuai dengan teori yang
dipaparkan oleh Suryatmojo, (2002). Penduduk juga menanam tanaman keras seperti Jati
(Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), dan Sengon (Albizia chinensis) untuk
mempertahankan tanah di daerah mereka, menurut Suryatmojo (2002) masyarakat juga
melakukan penanaman tanaman keras di tepi lahan pertanian untuk menahan tanah melalui
sistem perakaran tanamannya. Tanaman keras yang banyak di pilih oleh masyarakat adalah
jenis Jati (Tectona grandis) karena memiliki perakaran dangkal yang sesuai dengan
ketebalan tanah, juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dari kayu yang dihasilkan.
Keadaan Perekonomian Kabupaten Gunugkidul
Tolak ukur keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah yaitu dengan
melihat perkembangan perekonomian wilayah tersebut. Sebab, bidang ekonomi
mempengaruhi bidang-bidang lain sehingga sering digunakan sebagai bahan evaluasi dan
perencanaan makro oleh pemerintah daerah (Isnaeni, 2014). Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) merupakan salah satu pencerminan kemajuan perekonomian suatu daerah,
yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan
dalam waktu satu tahun di wilayah tersebut. PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar
harga berlaku tahun 2013 sebesar 8.902.405 juta rupiah dengan kontribusi terbesar
diberikan oleh sektor pertanian yakni sebesar 33,29 persen kemudian disusul oleh sektor
jasa dengan sumbangan sebesar 17,95 persen. PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar
harga konstan 2000 pada tahun 2013 sebesar 3.830.400 juta rupiah atau naik sekitar
187.838 juta rupiah dibandingkan tahun 2012. Angka lainnya yang dapat diturunkan dari
angka PDRB adalah angka PDRB per kapita. Indikator ini biasanya digunakan untuk
mengukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah. PDRB per kapita atas dasar
harga konstan 2000 penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2013 sebesar 5.590.911
rupiah. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku penduduk Kabupaten
Gunungkidul pada tahun 2013 sebesar 12.994.087 rupiah (BPS,2015).
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
8
Dari kurun waktu 2000-2013 perekonomian Kabupaten Gunungkidul mengalami
kenaikan yang cukup berarti berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku maupun harga
konstan. Hal ini menunjukkan perekonomian kondisi stabil.
Perkembangan Pariwisata Kabupaten GunungKidul
Pembangunan bidang kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan minat
pengunjung baik dari dalam maupun luar daerah Gunungkidul dengan meningkatkan
pengelolaan obyek daya tarik wisata, sarana, an prasarana serta penyedia jasa dn pelaku
pariwisata. Hasil pembangunan tersebut dapat dilihat dari indicator meningkatnya jumlah
wisatawan, pengelolaan obyek wisata yang semakin baik, dan meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pariwisata (Isnaini, 2014).
Lahan Sup-Optimal Kabupaten Gunung Kidul pada lahan karst merupakan
fenomena yang sangat khas, jarang ditemui ditempat lain akan memiliki daya tarik
tersendiri seperti ornament stalagmitdan stalagtit, dilihat dari sisi lain, gua sungai baah
tanah, telaga, luweng, dan sungai purba sehingga sektor pariwisata memiliki potensi
ekonomi yang tinggi (Guntarto,2003).
Gb.1. Stalagmit, stalagtit GK DIY
Hal ini didukung dari jumlah obyek wisaya yang tersebar di seluruh kecamatan
terdata sebanyak 24 Obyek Wiata Pantai dan Goa, sebagai hasil dari manifestasi hasil
lahan karst/kapur pegunungan seribu yang membentang di sebelah selatan kabupaten yang
berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Berdasarkan data BPS Gunungkidul dalam
angka 2014, jumlah wisatawan asing tercatat 2124 orang, sedang wisatawan domestic
sebanyak 1.553.098 orang. Pendaptan sector wisata yang melalui Pos Baron pada tahun
2012 sebesar Rp. 1.688.581.034 sedangkan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp.
2.393.622.800 (Tabel 4).
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
9
Tabel 4. Jumlah Wisatawan dan Pendapatan Pos Obyek Wisata (2012-2013)
No. Nama 2012 2013
Pos Jumlah
Pengunjung
Pendapatan
(Rp)
Jumlah
Pengunjung Pendapatan(Rp)
1 Baron 442832 1688581034 545385 2393622800
2 Tepus 113377 660913116 229987 1032421200
3 Pulegundes 109020 415134240 148996 668299400
4 Ngrenehan 36586 146289312 41268 115900000
5 Sadeng 24362 92867943 23020 64461200
6 Wediombo 36095 137594140 44611 124910800
7 Siung 34183 130305596 52319 146501600
8 JJLS 0 0 248480 1130897100
9 Cerme 0 0 3000 8400000
Total 796 455 3 271 685 381 1 337 066 5 685 414 100
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunungkidul.
Fasilitas penunjang yang tersedia diantaranya Hotel sebanyak 32 (Dis Bud
Par,2014). Berdasarkan jumlah pengunjung dan hasil pendapatan obyek wisata tahun 2009-
2013 fluktuasi pengunjung relative meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan pos
obyek wisata. Ditunjang dengan fasilita memadai serta, diresmikannya Gunungkidul
sebagai World Geo Park,maka pariwisata Gunungkidul akan dipandang obyek wisata
berkelas internasional.
Gb. 2 Sun Set di Puncak Gunung Api Purba Nglanggeran
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
10
Gb. 3. Pantai Drini.
Potensi Perikanan
Ikan sebagai salah satu bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani
merupakan salah satu komoditas perikanan dari Kabupaten Gunungkidul. Produksi
perikanan pada tahun 2013 sebesar 8.909 ton, terdiri dari 2400 ton produksi perikanan laut
dan 6509 ton produksi perikanan darat (BPS, 2015).
Menurut Sumarno, (2013) nelayan Gunungkidul masih tradisional karena
rendahnya SDM, padahal tiap tahun selalu mendapatkan bantuan dari Dinas Kelautan Dan
Perikanan bahkan akan diadakan kapal berukuran besar yang dilengkapi GPS. Untuk
meningkatkan kinerja maka nelayan Gunung Kidul menjalin kemitraan dengan Nelayan
Sendang Biru Malang (Jawa Timur) dan kelompok nelayan Pekalongan (Jawa Tengah)
yang siap memberikan pelatihan kepada nelayan cara mengoperasikan kapal besar dan
manajemen operasinal melaut. Selain itu, DKP menjalin kerja sama dengan lembaga
pendidikan Tegal (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat) dan Muara Angke.
Produksi benih ikan mengalami fluktuatif, yang paling besar pada tahun 2012
mencapai 12.589.784(Tabel 5)dan relative meningkat. Produksi benih dengan produksi
ikan air tawar (Gb. 5) maka dapat kita ketahui bahwa produksi benih yang ada semakin
cenderung meningkat diikuti dengan meningkatnya produksi ikan air tawar.
Tabel 5. Produksi Benih Ikan menurut Sumber Budidaya di Kabupaten GunungKidul
2009-2013
Tahun BBI KPI/UPR Total
2013 935915 5701300 6637215
2012 2460000 10129784 12589784
2011 1565200 8513200 10078400
2010 1621300 10490000 12111300
2009 1621300 6868700 8490000
Total 8 203 715 41 702 984 49 906 699
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gunungkidul
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
11
Gb. 4 Diagram Produksi Benih Ikan 2009 - 2013
Gb. 5 Grafik Peningkatan Produksi Ikan Air Tawar
Produksi ikan tahun 2013 mencapai 6 509 440 Kg dengan rincian ikan yang
dibudidayakan meliputi : Terbesar ikan lele sebanyak 5 709 782 Kg, Nila 622 422 Kg,
Gurami 48 202 Kg, Bawal 39 382 Kg, Mas 35 689 Kg, dan Tawes 30 111 Kg (BPS,
2014).
Gb. 6 Grafik Produksi Ikan dan Rumput Laut (Kg)
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
12
Produksi ikan laut dari tahun 2009 sampai tahun 2013 (data terbaru) trend
cenderung meningkat, meski mengalami penurunan pada tahun 2011. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh Iklim yang tidak mendukung, multi pekerjaan nelayan tradisional, sedang
cenderung naik tahun 2012- 2013 dapat disebabkan adopsi teknologi kapal besar, pelatihan
atau kerjasama dengan nelayan professional sudah mulai terbangaun.
Baik produsi benih dan ikan konsumsi air tawar, ikan air laut (termasuk udang,
lombster) dan rumput laut mengalami trend kenaikan dari 5 atau 10 tahun terakhir, dan
potensi berkembang semakin besar. Hal ini merupakan angin positif bahwa lahan sub-
obtimal kabupaten Gunungkidul DIY, dari segi potensi ekonomi sector perikanan
didukung sector pariwisata yang semakin naik daun, akan membawa peningkatan
pendapatan masyarakat pada umumnya dan pendapatan daerah pada khususnya.
KESIMPULAN
1. Lahan Sub-Optimal di Kabupaten GunungKidul adalah lahan kering tanah hujan (90%)
yaitu sebanyak 5.510 Ha yang direkomendasikan untuk tanaman pangan.
2. PDRB Kabupaten Gunungkidul atas dasar harga berlaku tahun 2013 sebesar 8.902.405 juta
rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor pertanian yakni sebesar 33,29
persen kemudian disusul oleh sektor jasa dengan sumbangan sebesar 17,95 persen.
3. Kebijakan Pemda untuk perbaikan produktivitas lahan kering lebih banyak difokuskan
kepeningkatan produktivitas tanaman perkebunan dan hortikultura. Sementara kebijakan
untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya padi lebih difokuskan ke
lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah irigasi.
4. Kebijakan Pemda untuk memanfaatkan lahan kering lereng bagi pencapaian swasembada
pangan sudah terlihat diantaranya: program hutan rakyat,kebun bibit desa, pembuatan
teras, saluran pembuangan air, dan pengendali jurang.
5. Program kebijakan untuk optimalisasi produktivitas lahan sawah tadah hujan terindikasi
belum optimal karena baru dilakukan pada lahan skala sempit seperti penyediaan pompa
air, sumur BOR dan perbaikan saluran drainase di daerah kecamatan Playen, Wonosari,
Karang Mojo, dan Ponjong.
6. Pantai yang membentang luas sepanjang 65 Km dari kecamatan Girisubo serta Gunung
Sewu Kabupaten Gunungkidul yang menjadi Geo Park Dunia, menjadikan potensi
ekonomi sektor wisata sangat besar dan terbuka luas untuk dikembangkan.
7. Perikanan memiliki potensi ekonomi tinggi sebagai sumber pendapatan masyarakat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan pada pihak yang memberikan dukungan dalam
penelitian atau penulisan makalah, Bapak Kepala Loka DR.Ir. Ahmad Muliadi, MP; Bapak
H. Amiruddin, S.Ag yang selalu mendoakan, keluarga, anak dan istri yang selalu
menemani, serta berbagai pihak sebagai mitra konsultasi dan/atau penyandang dana.
Proseding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN 979-587-580-9
13
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Abdullah Id., Y. Soelaeman, dan A. Abdurachman. 2003. Keragaan dan dampak
Penerapan Sistem Usaha Tani Konservasi Terhadap Tingkat Produktivitas Lahan
Perbukitan Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian. 22(2): 49.
Anonim. 2015. Siapa Sangka Lahan Pasir pantai Bisa Menjadi Lahan Pertanian Subur.
http://www.kompasiana.com/charismarahma/siapa-sangka-lahan-pasir-pantai-bisa-
dijadikan-lahan-pertanian-subur_54f84e45a33311d45d8b49ea [Diakses 26
September 2015].
Anonim. 2015. Potensi Perikanan dan Kelautan. http://www.gunungkidulkab.go.id/
home.php?mode=content&id=210. [Diakses 1 Oktober 2015]
BPS.2015. Gunungkidul dalam angka 2014. http://gunungkidulkab.bps.go.id/
beta/websitegunkid/pdf_publikasi/Gunungkidul-dalam-Angka-2014.pdf.[Diakses 27
September 2015].
Balitbangtan. 2013. Sawah Tadah Hujan Sangat Menjanjikan. http:
www.litbang.deptan.go.id/berita/one/585.[Diakses 25 September 2015].
DisBud Par. Daftar Hotel Di GunungKidul. . [Diakses 28 september 2016].
Guntarto. 2003. Arahan Geologi Lingkungan Untuk Tata Guna Lahan Kawasan Karst
Gunungkidul DIY. Buletin Geologi Tata Lingkungan. 13(2): 101-109.
Isnaini, Arif Wahyu. 2014. Studi Ekonomi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan AAsli
Daerah Kabupaten Tulungagung. Jurnal Ilmiah Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Prihasto, A. 2013 Model Pertanian Ramah Lingkungan pada Sawah dan Lahan Sawah
Tadah hujan. Raker Balai Besar Litbang umber Daya Lahan Pertanian 3-6 April
2013.
Suryatmojo, H. 2002. Konservasi Tanah di Kawasan Karst Gunung Kidul. Program Studi
Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Sutarmi. 2015. Disbudpar Gunung Kidul revisi target retribusi pariwisata.
http://jogja.antaranews.com/berita/333448/disbudpar-gunung-kidul-revisi-target-
retribusi-pariwisata.[Diakses 29 September 2015]
Suwarno. 2013. http://www.antaranews.com/berita/352158/nelayan-gunung-kidul-tak-
maksimal-keruk-potensi-samudera-hindia. [Diakses 1 Oktober].
Worosuprojo, Suratman. 2014. Karst Sebagai Asset Daerah Gunung Kidul. Fakultas
Geografi UGM.