+ All Categories
Home > Documents > ABSES HATI AMOEBIASIS.docx

ABSES HATI AMOEBIASIS.docx

Date post: 25-Nov-2015
Category:
Upload: mngyu
View: 220 times
Download: 8 times
Share this document with a friend
Popular Tags:
31
Blok 10 Gastroenterohepatologi Tutorial 4 Kelompok 1 Shereen Krisna 0710037 Denna Natasya L 0710141 Evelyn Irawan 0810018 Olivia Wirawan 0810035 Emilia Christina 0810058 Maximilian YM 0810077 Isept Setiawan 0810133 Ni Made Dwi 0810190 Stefi Berlian S 0810205 Allen Albert 0810225 Diany Natasha 0810230 Tutor : dr. Heddy herdiman
Transcript

Blok 10Gastroenterohepatologi

Tutorial 4

Kelompok 1Shereen Krisna0710037Denna Natasya L0710141Evelyn Irawan0810018Olivia Wirawan0810035Emilia Christina0810058Maximilian YM0810077Isept Setiawan0810133Ni Made Dwi0810190Stefi Berlian S0810205Allen Albert0810225Diany Natasha0810230

Tutor : dr. Heddy herdiman

Fakultas KedokteranUniversitas Kristen MaranathaBandung2009

Anatomi

Anatomi Sistem Hepatobilier

Abdomen dapat dibagi menjadi 4 bagian besar yang sederhana berupa right upper quadrant, left upper quadrant, right lower quadrant, dan left lower quadrant. Keempat bidang ini dibatasi oleh garis horizontal melewati umbilicus (sejajar discus intervertebralis antara L3 dan L4) yang disebut transumbilical plane serta garis vertical yang disebut median plane. Right upper quadrant terdiri dari organ organ berupa lobus kanan hepar, sedikit lobus kiri hepar, vesica fellea, colon ascenden bagian superior, flexura coli dextra, setengah proximal colon transversum, pylorus gaster, caput pancreas, ren kanan, dan glandula suprarenalis kanan.

Hepar

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh. Letaknya menempati hypochondrium kanan dan epigastrium dan meluas sampai ke hypochondrium kiri atau di RUQ meluas hingga ke LUQ, tepat di bawah diafragma. Permukaan luar hepar dilapisi suatu kapsula fibrosa yang disebut kapsula glissoni. Hepar memiliki dua facies, yaitu facies diaphragmatica (anterior, superior, posterior) dan facies visceralis ( inferior ) yang dibatasi oleh margo inferior hepar. Facies diaphragmatica diselubungi oleh peritoneum visceralis kecuali pada bagian nuda atau bare area. Bare area ini langsung berhubungan dengan diafragma. Bare area dibatasi oleh ligamentum coronarium anterior dan posterior yang akan saling bertemu di lateral membentuk ligamentum triangulare dextra dan sinistra. Pada bare area terdapat sulcus vena cava tempat berjalannya vena cava inferior. Di bagian anterior hepar juga terdapat ligamentum falciforme yang membagi hepar menjadi lobus kanan dan kiri secara anatomis.

Facies visceralis diselubungi oleh peritoneum visceralis kecuali pada bagian yang ditempati oleh vesica fellea yaitu fossa vesica fellea dan porta hepatis yang berupa celah yang dilalui vena porta, arteri hepatica, dan ductus hepaticus. Pada facies visceralis terdapat dua fissura sagitalis yaitu fissura sagitalis dextra yang dibentuk oleh fossa vesica fellea dan sulcus vena cava, serta fissura sagitalis sinistra yang dibentuk oleh fissura ligamentum teretis dan fissura ligamentum venosum. Kedua fissura ini dihubungkan oleh porta hepatis membentuk struktur huruf H. Fissura ligamentum teretis diisi oleh ligamentum teres hepatis sedangkan fissura ligamentum venosum diisi oleh ligamentum venosum (sisa ductus venosus) dan juga dilewati oleh ligamentum hepatogastricum. Sementara triad porta yang membentang dari porta hepatis sampai duodenum diliputi oleh ligamentum hepatoduodenale. Pada facies visceralis juga terdapat impressio impressio, yaitu : Impressio gastrica Impressio suprarenalis Impressio renalis Impressio duodenalis Impressio colica Fossa vesica fellea Omentum minus (dibentuk oleh lig. Hepatogastricum dan lig. Hepatoduodenale)

Pembagian lobus hepar

Secara anatomi, hepar dibagi menjadi 2 lobus utama yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme di bagian anterior hepar dan fissura sagitalis sinistra di bagian posterior, yaitu lobus kanan dan kiri. Selain itu juga terdapat 2 lobus accesorius, yaitu lobus quadratus dan lobus caudatus. Secara fungsional, hepar dibagi menjadi 2 pars utama yaitu pars hepatis dextra dan sinistra yang dipisahkan oleh fissura sagitalis dextra di posterior dan catlies line di bagian anterior. Secara fungsional, lobus caudatus tidak termasuk ke dalam lobus kanan atau kiri, karena menerima supply darah dari kedua cabang arteri hepatica dan vena porta (ramus dexter dan sinister). Selanjutnya hepar dapat dibagi lagi menjadi 8 segmentum yang masing masing segmennya diurus oleh sebuah cabang sekunder atau tersier dari portal triad.

Perdarahan hepar

Hepar diperdarahi oleh arteri hepatica communis yang merupakan cabang langsung dari truncus coeliacus. Arteri hepatica communis akan berlanjut menjadi arteri hepatica propria dan bercabang dua menjadi arteri hepatica dextra dan sinistra di daerah porta hepatis. Hepar juga diperdarahi oleh vena porta hepatis yang merupakan muara dari vena mesenterica superior, vena lienalis, vena gastrica dextra dan sinistra, vena cysticus, dan vena paraumbilicalis. Sementara darah dibawa keluar dari hepar oleh vena hepatica yang bermuara ke vena cava inferior.

Persarafan Hepar

Persarafan simpatis hepar diurus oleh nervus splanchnicus mayor sementara persarafan parasimpatis hepar diurus oleh nervus vagus.

VESICA FELLEA

Vesica fellea terletak pada fossa vesica fellea yang terdapat di facies visceralis hepar. Vesica fellea dapat dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum. Pada collum vesica fellea, terdapat saluran yang berbelok dan membentuk huruf S yang disebut sebagai infundibulum. Infundibulum akan menghubungkan collum dengan ductus cysticus. Mukosa pada collum berpilin membentuk plica spiralis yang berfungsi untuk mempertahankan ductus cysticus dalam keadaan terbuka.

Perdarahan Vesica Fellea

Vesica fellea dan ductus cysticus diperdarahi oleh arteri cystica yang merupakan cabang dari arteri hepatica dextra. Darah dialirkan dari collum vesica fellea dan ductus cysticus ke vena cystica yang dapat langsung masuk ke hepar atau melalui vena porta hepatis. Vena dari corpus dan fundus vesica fellea langsung bermuara ke dalam sinusoid hepar. Persarafan vesica fellea Persarafan parasimpatis vesica fellea dan ductus cysticus diurus oleh nervus vagus. Persarafan simpatis dan afferen visceral diurus oleh nervus splanchnicus mayor (T6-T8). Persarafan afferen somatic diurus oleh nervus phrenicus kanan. Saluran HepatobilierEmpedu yang dihasilkan hepatosit akan dialirkan ke canaliculi biliaris ductus biliferus collecting bile duct ductus hepaticus dexter dan sinister bergabung menjadi ductus hepaticus communis bergabung dengan ductus cysticus menjadi ductus choledocus bersatu dengan ductus pankreatikus membentuk ampula hepatopancreatico bermuara di papilla duodeni mayor / papilla vateri duodenum. Di sekeliling ujung distal ductus choledocus terdapat musculus sphincter ductus choledoci, sementara di sekeliling ampulla hepatopancreatica terdapat musculus sphincter ampullae.

Pada abses hati, rasa sakit yang menjalar ke bahu disebabkan karena distensi abses terhadap diafragma yang dipersarafi oleh nervus phrenicus. Iritasi pada nervus phrenicus akan disampaikan ke medulla oblongata oleh serabut afferent yang selanjutnya akan didistribusikan serabut efferent ke dermatomnya di sekitar vertebra C3 C5. Maka dari itu rasa sakit akan dirasakan di bahu. Hal yang sama juga dapat disebabkan karena iritasi nervus intercostales. Selain itu, walaupun abses tidak sampai mendistensi peritoneum, rasa sakit di bagian RUQ akan tetap terasa. Hal itu disebabkan karena bagian dalam hepar juga dipersarafi oleh cabang dari plexus nervosus hepaticus yang masuk bersama sama triad porta.

Abses Hati Amuba

Definisi

Konsep Dasar :Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004). Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996).Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.AmoebiasisMerupakan suatu infeksi yang ditimbulkan oleh protozoa intestinal, yaitu Entamoeba histolytica. Sekitar 90% asimptomatik, dan 10 % menujukkan gejala klinis dari disentri hingga abses pada lever. Abses amoeba hati infeksi hepar oleh Entamoeba histolytica, yang menghasilkan bentuk pusTransmisi-Air dan makanan yang terkontaminasi -Bahan makanan mentah yang tumbuh pada media tanah yang mengandung feses, menggunakan pupuk feses, atau air yang terkontaminasi

Etiologi

-spesies amoeba yang dapat hidup parasit pathogen dalam mulut dan usus: Entamoeba histolytica yang terbawa aliran vena porta. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.Hystolitica yang member I gejala amoebiasis invasive, sehingga ada 2 jenis E.hystolitica berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati yaitu : e.histolyticastrainpatogen e.histolytica strain non patogen berdasarkan bentuknya dibagi 3 : bentuk minuta,bentuk kista,dan bentuk aktif.

Pravalensi-Pravalensi yang tinggi sangat eran hubungannya dengan sanitasi yang buruk,status ekonomi yang rendah,status gizi yang kurang baik,dan sanitasi yang buruk.-negara tropic dan subtropik dengan sanitasi yang buruk seperti India ,Pakistan,Indonesia-Hampir 10% penduduk dunia,di Indonesia 5-15% pasien pertahun.

Insidensi SexLaki laki > Wanita (4:1)Laki laki menderita 7-12 kali lebih sering daripada wanita AgeLaki-laki= Dewasa 18-50 tahun (paling sering pada dekade 4) Wanita = >> pada post menopause

Kenapa Wanita post menopause bisa menjadi factor resiko ? Karena pada wanita post menopause produksi hormon estrogen dan progesterone menurun Sebagai hormone wanita utama,estrogen dan progesterone berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh secara keseluruhan,oleh karena itu kedika kadarnya menurun makan akan terjadi gangguan keseimbangan tubuh yang lainya,salah satunya adalah sitokin yang berfungsi dalam pertahanan tubuh sehingga mulai terjadilah berbagai gejala penyakit. Pada wanita post menopause ,sitokinnya terganggu menyebabkan kadar IL-1 nya mengalami penurunan.Fungsi dari IL 1 adalah :Interleukin-1 (IL-1) mulanya dikenal sebagai polipeptida yang merupakan derivat dari fagosit mononuklear yang meningkatkan respons dari timosit terhadap aktivator poliklonal khususnya sebagai kostimulasi dari aktifasi sel T.Saat ini telah jelas bahwa fungsi IL-1 secara umum adalah sebagai mediator dari respons inflamasi imunitas natural yaitu mengaktifkan sel T, merangsang sel T untuk memproduksi limfokin, co-factor untuk haemoptik growth factor, menimbulkan panas, penglepasan ACTH, neutrophil dan respon akut sistemik lainnya, merangsang sintesis limfokin kolagen dan kolagenase, mengaktifkan sel endotel dan makrofag, perantara dalam inflamasi, proses katabolik dan resistensi non spesifik terhadap bakteri (http://digilib.unsri.ac.id/download/PERANAN%20INTERLEUKIN-1B.pdf)

Race Japan and Taiwan, HIV seropositivity adalah faktor resiko yangmenyebabkan extraintestinal amebiasis.

Faktor Resiko

-penduduk di daerah endemik-wisatawan yang datang ke daerah endemic-homoseksual (oral anal fekal)-usia (decade 4)-kehamilan -Diet rendah protein-Imunodepresi

Klasifikasi

Abses hati Piogenik:-dapat dikenal setelah otopsi,USG,CTscan,MRI. -insidensi: 8-15 kasus/100.000 penderita-etiologi: infeksi yang berasal dari vena porta. Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negative (E.Coli)-patologi:mengenai kedua lobus ,lobus kanan saja,lobus kiri saja.-gambaran klinisnya:manifestasi sistemik yang lebih berat dari abses hati amoeba.Demam ,nyeri,menggil,mual,muntah,berat badan berkurang,anoreksia,malaise.-Pemeriksaan fisik: hepatomegali,nyeritekan perut kanan ,ikterus,kelainan paruAmoebiasis hati-etiologi:entamoeba histolytica-patologi:besarnya abses bervariasi (5m),isinya berupa bahan nekrotik,jumlahnya dapt tunggal.multipel.Letak abses umumnya di lobus kanan-gambaran klinisnya:demam,nyeri perut kanan atas,hepatomegali

Life Cycle

E.hystolitica biasanya didapatkan melalui makan makanan, minum air, atau dari tangan (masuk ke mulut) yang telah terkontaminasi kista. Kista dapat melewati asam lambung karena memiliki dinding kista, yang didalam lumen usus yang suasananya netral atau alkali akan didigesti oleh enzim-enzim di usus(seperti tripsin), terbentuklah tropozoit. Tropozoit pada kebanyakan pasien hidup di usus besar. Tropozoit akan bermultifikasi menjadi dua atau membentuk kista, kista akan terbawa bersama feses, dan dapat bertahan hidup untuk beberapa minggu di lingkungan yang lembab. Kista yang telah matang (berinti 4) jika termakan oleh manusia akan menginfeksi manusia tersebut, kemudian daur terulang kembali.

Patogenesis

Tropozoit dan kista ditemukan di dalam lumen usus, tapi hanya tropozoit E.hystolitica yang menginvasi jaringan. Tropozoit menempel ke mucus colon (biasanya sekum, sigmoid colon, rectosigmoid karena aliran darah disini lambat) dan epitelial sel dengan Gal/GalNAc. Pada awalnya hanya menyebabkan microulcer di sekum, sigmoid colon, atau rectum yang mengeluarkan eritrosit, inflamatory cells, dan sel epitelial, lama-kelamaan akan menimbulkan flask-shaped ulcer (ulkus bergaung). Pada manusia intestinal infeksi ditandai dengan adanya paucity of inflamatory cells, mungkin karena neutrofil yang dihancurkan oleh tropozoit.Sejumlah faktor-faktor virulensi telah dihubungkan dengan kemampuan E.hystolitica untuk menginvasi interglandular epitelium. Karena memiliki extracellular cystine proteinase yang mendegradasi colagen, elastin, IgA, IgC, dan anafilaktoksin C3a dan C5a. Amubopore yang dimiliki E histolytica berfungsi membuat lubang pada sel inang, lectin berfungsi untuk berikatan dengan sel epitel dan sel darah merah, dan protein cysteine untuk menghancurkan matriks interseluler Enzim-enzim lain bisa mengganggu ikatan-ikatan glycoprotein antara epitel mucosa di dalam usus. Amoeba bisa meng-lysis kan neutrofil, monosit, limposit, dan sel dari colonic dan hepatic lines. Sistolitik efek dari amoeba memerlukan kontak langsung dengan target sel dan berhubungan dengan pelepasan fosfolipase A dan pore-forming peptida. Tropozoit E.hystolitica juga menyebabkan apoptosis dari sel manusia.Abses liver biasanya dapat juga asimtomatis. Pada pembuluh-pembuluh darah terdapat kehancuran dinding dan terbentuk trombus. Tropozoit menginvasi vena untuk mencapai hati lewat sistem vena porta. E.hystolitica resistan terhadap complement mediated lysis, sedangkan E. Dispar tidak. Adanya amoeba dalam sistem porta menyebabkan acute cellular infiltrate yang sebagian besar terdiri dari neutrofil. Setelah itu neutrofil lisis karena berkontakan dengan amoeba, dan melepaskan toksin neutrofil yang menyebabkan sel hepar menjadi nekrosis. Parenkim hepar digantikan oleh benda nekrotik yang dikelilingi oleh jaringan hati kongesti yang tipis. Abses hati yang berisi benda nekrotik digambarkan sebagai anchovy paste.

Patofisiologi

Entamoeba histolytica mempunyai faktor virulensi yaitu GaI/GaiNAC lectin, yang berperan besar dalam proses sitolisis, invasi dan resisten terhadap faktor komplemen manusia. GaI/GaiNAC lectin menyebabkan terjadinya sitolisis pada epitel colon, netrofil, dan eritrosit. Lisis pada eritrosit menyebabkan terjadinya anemia dan berakibat pada turunnya Hb selain itu pada Entamoeba histolytica juga terdapat protein cysteine dan enzim hidrolitic yang juga berperan pada invasi. Invasi bisa terjadi di pembuluh darah dan juga jaringan. Jika terjadi invasi pada pembuluh darah maka eritrosit akan lisis oleh kandungan sitolisis pada GaI/GaiNAC lectin, sedangkan invasi pada mukosa colon akan menyebabkan terbentuknya ulkus bergaung, ulkus bergaung ini menyebabkan terjadinya inflamasi dan eritrosit, eritrosit yang dihasilkan pada saat ulkus tersebut menyebabkan BAB penderita disertai darah.

Deplesi dari sel goblet telah terjadi sebelum invasi dari Entamoba histolytica, mekanisme dari deplesi tersebut belum diketahui, tapi diperkirakan Entamoba histolytica bertanggung jawab dalam proses ini. Deplesi dari Entamoeba histolytica menyebabkan dikeluarkannya mucus dalam jumlah banyak dan menyebabkan feses berlendir.

Tropozoit yang terdapat pada submukosa colon dapat ikut peredaran darah sampai ke vena porta dan sampai di hepar, dan membentuk microulcer di hepar dan mengakibatkan keluarnya mediator inflamasi sehingga terasa nyeri RUQ, jika invasi Entamoeba histolytica ke arah lateral, maka nyeri menjalar ke lateral. Selain itu terjadi pula nekrosis dari hepatosit. Nekrosis hepatosit ini merangsang dibentuknya hepatosit baru, dan dengan penambahan hepatosit baru maka hepar pun menjadi membesar (hepatomegali), nekrosis hepatosit juga merangsang dikeluarkannya mediator inflamasi dan menimbulkan rasa nyeri pada RUQ, nekrosis hepatosit juga meningkatkan SGOT dan SGPT jika Entamoeba histolytica menginvasi ke daerah lateral, maka nyeri akan menjalar ke arah lateral.

Entamoeba histolytica merupakan parasit bagi tubuh manusia, karena itu tubuh merespon dengan mengeluarkan mediator inflamasi, diantaranya PGE2 yang akan berikatan dengan reseptor hipotalamus , lalu set point akan meningkat, dan hipotalamus meresponnya dengan cara menggigil dan vasokontriksi yang mengakibatkan suhu tubuh meningkat, dan terjadi demam, selain itu keluarnya PGE2 menyebabkan rasa nyeri. IL-1 juga dihasilkan dan menyebabkan terjadinya leukositosis, sedangkan meningkatnya LED karena banyaknya sel-sel radang di dalam darah.

Enzim hidrolitic yang dihasilkan Entamoeba histolytica mendegradasi IgG dan IgA pada kolon dan mempermudah proses colonisasi di colon. Colonisasi Entamoeba histolytica di colon menyebabkan inflamasi pada kolon atau kolitis, kolitis menyebabkan hiperperistaltik, dan menyebabkan penderita merasa mulas.

Dasar diagnosis

Anamnesis : Tn A (45 tahun)- Keluhan utama : sejak 1 minggu nyeri kontinu di RUQ agak ke lateral yang menjalar ke bahu kanan disertai febris-RPD : 6 bulan yang lalu penderita pernah mengalami gangguan berupa mules, tenesmus ad ani, mencret sedikit sedikit disertai lendir dengan darah selama 5 hari (6x/hari)-Riwayat pengobatan : diberi obat untuk 3 minggu tapi hanya diminum 2 hari saja.-Riwayat penyakit keluarga : saat ini dalam keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang samaPemeriksaan fisik : Kesadaran : compos mentis Keadaan umum : penderita yang tampak kesakitan (letak paksa +) Tanda vital: tensi 110/70(N), nadi 100/menit(N), reguler ekual isi cukup, suhu 390C(meningkat) Kepala: sklera tidak ikterik, conjunctiva sedikit anemik Toraks: tak ada kelainan Abdomen: pada palpasi di daerah abdomen RUQ, hepar teraba 3 4 cm di bawah arcus costalis, nyeri tekan (+), Fist percussion test (+) dan Ludwigs sign (+) Ekstremitas: oedem -/-Pemeriksaan lab : Hb :11,5 gr/dL (menurun) Leukosit :13.500/mm3 (meningkat) LED : 50 mm/jam (meningkat) SADT : 1/1/7/80/9/2 SGPT: 40 IU/L (meningkat) SGOT: 50 IU/L (meningkat) Bilirubin total: 1 mg/dL (N) Urine : dalam batas normal Faeces : dalam batas normal

Keluhan utama : sejak 1 minggu nyeri kontinu di RUQ agak ke lateral yang menjalar ke bahu kanan disertai febris , suhu 390C(meningkat)

RPD : 6 bulan yang lalu penderita pernah mengalami gangguan berupa mules, tenesmus ad ani, mencret sedikit sedikit disertai lendir dengan darah selama 5 hari (6x/hari)

Abdomen: pada palpasi di daerah abdomen RUQ, hepar teraba 3 4 cm di bawah arcus costalis, nyeri tekan (+), Fist percussion test (+) dan Ludwigs sign (+)(nyeri di intercostae (khas pada abses hepar))Bacillary dysentery - shigellosisAmebiasis

demam, disentri, malaise, and anorexia. Signs and symptoms may range from mild abdominal discomfort to severe cramps, diarrhea, fever, vomiting, and tenesmus.febris, nyeri pada RUQ , dull atau pleuritic dan bisa menyebar ke bahu. Point tenderness pada liver dan biasanya right-sided pleural effusion.

The manifestations are usually exacerbated in children, dengan suhu sampai 4041C.Munkin terdapat diare (1/3 pasien dengan abses hepar) pasien yang lebih tua dari area endemis lebih sering subakut bertahan selama 6 bulan, dengan penurunan berat badan dan hepatomegaly.

Shigella memproduksi kolitis akut yang meliputi distal colon dan rectum.clinical diagnosis dari amebic liver abscess sulit ditegakkan karena gejala gejalanya nonspesifik

Dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan dalam 1 minggu.

Pemeriksaan lab : Hb :11,5 gr/dL (normal : laki laki 12- 14) Leukosit :13.500/mm3 (normal : 10.000) LED : 50 mm/jam ( normal : 10 -15) SADT : 1/1/7/80/9/2 ( 0-1/1-6/2-6/40-75/20-45/2-10) SGPT: 40 IU/L (N:8-40 IU/L), SGOT: 50 IU/L (N:3-60 IU/L) Bilirubin total: 1 mg/dL (Normal : 10cm harus dilakukan aspirasi untuk menghindari risiko ruptur ke daerah sekitarnya. Jika diameter Wanita, usia mudaPria > Wanita, usia lanjut5FLelaki mudaPria > Wanita, Dewasa

EtiologiEntamoeba histolyticaBakteri Inf. Sal. Cerna yang kumannya multipleKalkulosa : BatuAkalkulosa : IdiopatikInfeksi bakteri anaerobBatuHepatitis B,Calkoholisme

Nyeri RUQ+++++

Menjalar ke bahu kanan+++ malam/pagi++

Febris+++++/-

Hati membesar+++/-+/-+

Diare+/-+ ada darah--Kadang konstipasi

Ikterus+/--+++

Batuk++/----

Nausea+/-+++/-+/-

Vomit+/-+/-++/-+/-

Anoreksia & BB +/--++/-+

SignFist percussion test (+)Ludwig sign (+)Letak paksa (+)Fist percussion test (+)Letak paksa (+)Ludwig sign (+)Fist percussion test (+)Murphy sign (+)

Pem. LabPada tinja jarang ada amoeba, leukosit Leukosit , SGOT/SGPT sedikit, alkali fosfatase , CT-scan lesi< 1 cmLeukosit SGPT USG : Double rimLeukosit Amilase Serum Urobilinogen Alfa-feloprotein PIVKA-2 USG< 2cm punya gambaran cincin yg khas

Differential Diagnosis

Penatalaksanaan Farmakologis

Pengobatan amubiasis

Jenis infeksiObat terpilihObat pilihan lain

Pembawa kista (asimtomatis)iodokuinolParomomisisn atau diloksanid furoat

Infeksi usus ringan s/d sedangMetronidazole diikuti yodokuinolMetronidazole diikuti paramomisin

Infeksi usus beratMetronidazole diikuti yodokuinolDehidroemetin atau emetin diikuti iodokuinol

Abses jaringan (biasanya hati)Metronidazol diikuti iodokuinolDehidroemetin atau emetin diikuti iodokuinol, dengan atau tanpa klorokuin

1. Metronidazole

Derivat dari nitromidazole, obat yang di pilih untuk mengobati semua infeksi jaringan terhadap E. histolytica. Untuk menjamin eradikasi infeksi, harus digunakan bersama amebisida lumen usus. Digunakan Amebisid lumen usus karena metronidazole tidak efektif untuk membunuh E. histolytica dalam bentuk kista, melainkan dalam bentuk trofozoit, sehingga di butuhkan Amebisid lumen usus seperti Paramomycin.

Mekanisme kerja : Gugus nitro metronidazole secara kimiawi tereduksi dalam bakteri anaerobic dan protozoa yang sensitive. Produk-produk reduksi yang reaktif, tampaknya bertanggung jawab atas aktivitas antimikrobanya. Metronidazole membunuh trofozoit E. histolytica, tetapi tidak terhadap kistanya.

Kontra Indikasi : Wanita hamil trimester I dan wanita menyusui

Dosis : 750 mg 3x sehari (atau 500 mg IV setiap 6 jam) selama 10 hari

2. TinidazoleHampir sama aktivitasnya dengan Metronidazole dantoksisitasnya lebih baik dibandingkan dengan Metronidazole, namun obat ini tidak tersedia di Amerika Serikat.

3. Iodiquinol (Diiodohydroxyquin)

Merupakan halogenated hydroxyquinolon. Merupakan amebisida lumen usus yang efektif digunakan bersama metronidazole untuk mengobati infeksi-infeksi amoeba. Mekanisme kerja iodoquinol melawan trofozoit tidak diketahui. Obat ini efektif melawan organisme pada lumen usus besar, tetapi tidak efektif terhadap trofozoit pada dinding usus atau jaringan ekstraintestinal.

Dosis : 650 mg 3x sehari selama 21 hari

4. Emetine dan Dehydroemetin

Emetine dan dehydroemetin adalah suatu analog sintetis yang efektif terhadap trofozoit jaringan dari E. histolytica, tetapi karena toksisitasnya besar, maka obat ini telah di gantikan dengan metronidazole. Penggunaan emetine dan dehydroemetine terbatas pada keadaan yang luar biasa dimana amebiasis berat menuntut terapi efektif dan metronidazole tidak dapat digunakan. Dehydroemetine lebih disukai karena emetine mempunyai toksisitas yang lebih baik. Obat ini cepat meredakan gejala intestinal berat, tetapi toksisitasnya meningkat dengan perpanjangan terapi. Karena sifatnya yang sangat toksis terhadap sel otot, pemberian jangka panjang di kawatirkan akan berpengaruh buruk terhadap otot jantung. Jadi pemakaian obat ini sebaiknya diawasi dengan pemeriksaan EKG.Dosis : 1mg/kg subkutan atau IM selama 3-5 hari

5. Chloroquine

Suatu senyawa aktif dari 4 quinolon. Obat ini digunakan hanya untuk kasus-kasus yang tidak biasa,yang gagal dengan terapi metronidazole. Walaupun efeknya kurang bila dibandingkan dengan emetin.

Mekanisme kerjanya masih menimbulkan kontroversi. Mungkin bekerja dengan menumpuk dalam vakuola makanan parasit, dengan demikian menimbulkan toksisitas pada parasit.

Penggunaan Chloroquin juga dapat mereduksi diameter abses.

Dosis yang dianjurkan ialah 2 x 500 mg/hari selama 2 hari pertama, kemudian dilanjutkan 1 x 500 mg atau 2 x 250 mg/hari selama 3 minggu. Walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, obat ini tidak menunjukan tanda-tanda toksis. Sebaiknya pemberian chloroquin diberikan bersama-sama dengan D.H.E atau emetin, berdasarkan pengalaman ternyata memberikan hasil yang sangat baik.

6. Tetrasiklin Mekanisme kerja : golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini. Golongan ini termasuk antibiotic yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Dosis : dewasa, oral 4 kali 250-500 mg/hr; parenteral 300 mg IM sehari dibagi dalam 2-3 dosis atau 250-500 mg IV diulang 2-4 kali sehari. Anak, oral 25-50 mg/kgBB/hr dibagi 4 dosis; parenteral 15-25 mg/kgBB/hari IM sebagaii dosis tungga atau dibagi dalam 2-3 dosis, 20-30 mg/kgBB/hr IV dibagi dalam 2-3 dosis.

7. ParomomisinMekanisme kerja : obat ini bekerja langsung terhadap amuba, tapi juga bersifat antibakteri terhadap organism normal maupun pathogen dalam usus. Obat ini cukup efektif untuk pengobatan amubiasis intestinal akut maupun kronik, tapi tidak efektif untuk pengobatan amubiasis ekstraintestinal.Dosis : 25-35 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam tiga dosis dan diberikan pada waktu makan, selama 5-10 hari.

8. Diloksanid furoatMekanisme kerja : In vitro, diloksanid memperlihatkan efek amubisid langsung dengan mekanisme yang belum diketahui. Pada percobaan klinik, obat ini efektif untuk mengobati penderita dengan kista, tapi relative tidak efktif untuk pengobatan amubiasis intestinal akut karena rendahnya kadar obat di tempat infeksi.Dosis : obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan diberikan secara oral dengan dosis 3 kali sehar selama 10 hari. Jika diperlukan, rangkaian terapi kedua diberikan segera sesudah rangkaian pertama selesai. Untuk anak, 20 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selam 10 hari.

Obat Pilihan dan dosis dewasaMetronidazole, 750 mg 3x sehari atau 500mg IV setiap 6 jam selama sepuluh hari dan Paramomycin 10mg/kg 3x sehari selama 7 hariObat Alternatif lain dan dosis dewasaMehydroemetine atau emetine, 1 mg/kg SK atau IM selama 8-10 hari diikuti dengan Chloroquine, 500mg 2xsehari selama 2 hari, kemudian 500mg sehari selama 21hari.Obat pilihan untuk wanita hamilMehydroemetine atau emetine, 1 mg/kg SK atau IM selama 8-10 hari diikuti dengan Chloroquine, 500mg 2xsehari selama 2 hari, kemudian 500mg sehari selama 21hari.

Penatalaksanaan Non Farmakologi

Aspirasi Ada beberapa ketentuan untuk melakukan aspirasi dari abses hati, diantaranya ialah : Apabila pengobatan dengan medikamentosa dengan berbagai cara tidak berhasil, dalam arti kata masih membesar dan keluhan-keluhan masih ada yaitu masih terdapat peninggian suhu badan, nyeri RUQ, Ludwigs sign (+), dan gejala lainnya. Pada pemeriksaan USG ditemukan abses hati dengan diameter > 5 cm. Bila ditemukan abses ganda. Aspirasi dilakukan pada ancaman ruptur. Respon kemoterapi kurang Infeksi campuran, letak abses dekat permukaan kulit.Aspirasi sebaiknya dilakukan di ruangan khusus, dalam keadaan aseptik untuk mencegah kontaminasi. Pada abses ganda, dilakukan aspirasi di tempat abses paling besar. Bila tersedia alat USG, lebih baik dilakukan biopsi secara terpimpin, agar dapat lebih terarah dan dapat dikeluarkan semua cairan abses. Bila tidak tersedia alat USG dapat dilakukan aspirasi secara membuta. Lokalisasinya adalah tempat yang paling lembek dan paling nyeri. Jarum yang dipakai adalah jarum panjang dengan diameter 1-22 cm, dan didahului dengan anastesi lokal di tempat inersi jarum. Cairan abses berwarna coklat susu harus dikeluarkan sampai habis, dan dihentikan bila penderita merasa kesakitan karena tertusuknya jaringan parenkim hati. Setelah aspirasi harus diberikan pengobatan medikamentosa. Aspirasi sirurgis dianjurkan terhadap abses ganda yang sulit dilakukan aspirasi biasa, atau bila secara USG ditemukan diameter abses > 15 cm, atau bila letak abses dikhawatirkan akan terjadi perforasi.

Drainase secara operasiTindakan ini sekarang jarang dilakukan kecuali pada abses dengan ancaman ruptur atau secara teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Jika terjadi piotorak atau efusi pleura dengan fistel bronkopleura perlu dilakukan tindakan WSD (water sealed drainage).

Komplikasi

Komplikasi dari abses hepar terjadi jika timbul perforasi dari abses. Perforasi abses tersebut akan dapat ke rongga dada (intratorakal), ke rongga perut (intraperitoneal), tergantung dari letak abses). Perforasi intratorakal dapat kearah rongga pleura yaitu berupa perforasi intrapleural dan perforasi kearah rongga jantung (perforasi intrakardial).Perforasi intrapleural terjadi karena letak abses yang besar di lobus kanan atas dekat diafragma. Biasanya perforasi dari abses ini terjadi melalui tendo sentral dari diafragma kanan yang menyebabkan timbulnya efusi pleura atau empiema. Keluhan yang sering diajukan penderita ialah timbulnya mendadak sesak nafas, batuk-batuk dengan nyeri di dada kanan bawah disertai dengan panas badan. Untuk mengurangi perasaan/keluhan tersebut biasanya tampak penderita dyspnie. Dada kanan tampak lebih cembung dengan pergerakan pernafasan yang berkurang. Kadang-kadang teraba nyeri tekan di dada kanan bawah. Pada perkusi terdengar pekak, dan pada auskultasi tidak terdengar suara pernafasan.Bila letak abses hati di lobus kiri dekat diafragma kiri, maka akan dapat menyebabkan timbulnya perforasi intraperikardial, sehingga timbul efusi perikardial. Keluhan yang diajukan, yaitu merasa mendadak sesak nafas, badan panas, nyeri di dada kiri. Penderita lebih enak tidur dengan bantal tinggi. Tanda-tanda tamponade kardiak makin jelas. Sebagai akibat timbulnya kompresi miokardial. Umumnya penderita menjadi gelisah, karena sesak nafas dan nyeri dada. Seseorang penderita abses hati amubik dengan komplikasi efusi perikardial biasnaya mempunyai prognosis yang jelek, karena sering dapat berakibat fatal. Oleh karena itu perlu segera dilakukan aspirasi cairan efusi perikardial atau dilakukan tindakan pembedahan.Perforasi:1. Ke diafragma abses sub diafragmatis2. Ke paru-paru Timbul abses paru-paru atau fistula bronkhohepatik dan empiema5. Ke rongga perut peritonitis6. Ke Jantung abses perikardium7. Secara hematogen ke otak abses otak , ke kulit dermatitis

Pencegahan

Untuk mencegah adanya abses hepar perlu dicegah etiologinya sendiri, yaitu amebiasis. Untuk mencegah terjadi amebiasis kita harus dapat menjaga kebersihan lingkungan, misalnya dengan cara : Sayur-sayuran harus dibersihkan, kalau perlu direndam dalam asam asetat atau vinegar selama 15 menit untuk membasmi stadium kista. Merebus air sebelum dikonsumsi Untuk perantau yang ada di daerah dengan sanitasi suboptimal sebaiknya makan makanan yang dimasak matang atau makan buah tanpa kulit. Hindari juga minum air lokal, termasuk es batu yang biasanya digunakan untuk cocktail. Mencuci tangan sebelum makan.

Prognosis

Quo ad vitam : ad bonamQuo ad functionam : ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

Putz,R. dan Pabst,R. 2007. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 2, Edisi 22. Jakarta: EGC

Drake,Richard L. dkk. 2005. Grays Anatomy For Students. Philadelphia: Elsevier

http:/www.emedicine.com/MED/topic116.htm#section~introduction.

Kasper,D.L.,Zalenznik,D.F.,Intraabdominal infections and Abscesses,Harrisons`s Pronciples of Internal Medicine 16 th ed..New York:Mc Graw Hill,2005

Buku Gastroenterologi karangan dr. Sujono Hadi

Katzung, B. G. Farmakologi dasar dan klinik buku III edisi 8

Cook, Goordon. Mansons Tropical Disease 21st Edition

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2649828/

Robbins. Buku ajar patologi.edisi 7 volume 2 tahun 2007. hal 684, 701-704

Ilmu penyakit dalam.edisi 6 jilid 1 tahun 2007.hal 455, 457,460, 477

Cook, Goordon. Mansons Tropical Disease 21st Edition

http://digilib.unsri.ac.id/download/PERANAN%20INTERLEUKIN-1B.pdf

Schmitz Gery, Lepper Hans, Heidrich Michael. Farmakologi dan toksikologi. EGC. Jakarta. 2002

Farmakologi dan Terapi. Bagian farmakologi fakultas kedokteran Universitas Indonesia. 1995

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=367

Thieme - Color Atlas Of Pathophysiology (Silbernagl 2000)

Robbins. Buku ajar patologi.edisi 7 volume 2 tahun 2007. hal 684, 701-704

Ilmu penyakit dalam.edisi 6 jilid 1 tahun 2007.hal 455, 457,460, 477


Recommended