ANALISIS PERSEPSI WISATAWAN MANCANEGARATERHADAP DAYA DUKUNG (CARRYING CAPACITY) BALI
OlehNi Made Eka Mahadewi
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA NUSADUA [email protected]
ABSTRAK
This study is conducted to identify factors that influence the perception of tourists to carrying capacity Bali using factor analysis technique. Further, this study attempts to explore the perception of foreigner or tourits to carrying capacity Bali. Bali’s carrying capacity of tourism have three main attributes: physic, biology and social culture. Empirical results show that, overall, visitors are commented with as good as expected to Bali as tourism destination. However there has been a lack in water shortages. Therefore, some factors such as the quality of nature; preservation of historic buildings and monument; the quality of water; the quality of air are better than expexted.
Keywords : perception, carrying capacity, factor analysis.
1. PENDAHULUAN
Bali merupakan salah satu daerah yang menempatkan pariwisata sebagai lokomotif
ekonomi tiga warsa terakhir ini telah membawa perubahan struktur ekonomi dari dominasi
sektor primer ke sektor tersier. Pada 1970 kontribusi sektor primer sebesar 57,07% dan
tersier 33,36%. Namun pada 2006 terjadi perubahan yang sangat signifikan, di mana sektor
primer hanya menyumbang kontribusi 20,65% dan sektor tersier menyumbang 64,42%.
Berdasarkan data World Tourism Organization (WTO) memperkirakan jumlah
kunjungan wisatawan internasional pada tahun 2010 mencapai angka 1,048 miliar orang.
Pada 2020 jumlah ini akan meningkat menjadi 1,602 miliar orang. Dari jumlah tersebut 231
juta dan 438 juta akan berada di kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik. WTO juga
memperkirakan pendapatan dari sektor pariwisata tahun 2020 mencapai US$2 triliun atau
Rp12.000 triliun.
Bali adalah salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di dunia dan sampai saat ini
masih menjadi icon pariwisata nasional. Dengan berbagai daya tarik wisata budaya yang
unik maupun alamnya yang masih indah, serta pelayanan yang diberikan, Bali mampu
menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung. Hal tersebut ditunjukkan pada data
Perkembangan Pariwisata Bali periode tahun 2005-2009 sesuai Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Perkembangan Pariwisata Bali
Tahun 2005 – 2009
Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009
Kunjungan Wisman langsung (Orang)
1.386.449 1.260.317 1.664.854 1.968.892 2.229.945
Akomodasi/Jumlah Kamar
1.437/
37.371
2.017/
41.379
1.973/
42.334
2.079/
44.848
2.175/
46.014
BPW, CBPW, APW 492 522 560 572 635
MICE 8 11 11 15 18
Pramuwisata 7.039 7.039 7.039 5057 8.182
DTW 249 249 249 270 264
Wisata Tirta 162 167 172 180 188
Restaurant 954 1.264 1.364 1.655 1.693
Tingkat Hunian Kamar
46,45% 40,35% 54,58% 59,50% 56.51%
Sumber : Disparda Provinsi Bali, 2010
Bali telah dikenal sebagai destinasi pariwisata sejak tahun 1914, ketika pertama
kalinya kapal Belanda KPM membawa wisatawan ke Pulau Bali. Sejak itu kedatangan
wisatawan terus meningkat meskipun masih dalam jumlah yang terbatas. Sejak dibukanya
Hotel Bali Beach tahun 1966 dan dibukanya pelabuhan udara Internasional Ngurah Rai
pada tahun 1969 perkembangan pariwisata Bali terus meningkat, meskipun sering pula
mengalami fluktuasi sesuai dengan perkembangan yang terjadi di Dunia Pariwisata Nasional
dan Internasional. Keinginan Indonesia untuk menjadikan pariwisata sebagai salah satu
penghasil devisa andalan mendorong pula terjadinya akselerasi dalam pembangunan
Pariwisata Bali secara terus-menerus. Tampaknya, kemampuan lingkungan untuk
mengimbangi kecepatan pembangunan tersebut mulai terasa melelahkan, sehingga mulai
timbul berbagai ekses dan konflik yang semakin mengkhawatirkan dalam pemanfaatan
sumber daya alam dalam mendukung pembangunan pariwisata budaya yang berkelanjutan
di Bali.
Pengembangan pariwisata, peningkatan ekonomi, kesempatan kerja, perubahan
gaya hidup semuanya muncul bersamaan. Semuanya erat hubungannya dengan perubahan
lingkungan fisik yang akan terjadi. Semua itu akan berakibat eksploitasi berlebihan terhadap
keberadaan sumber daya fisik lingkungan. Sebagai sebuah pulau kecil, Bali memang
memiliki keterbatasan daya dukung, baik daya dukung fisik maupun daya dukung
lingkungan secara keseluruhan, karena itu pengembangan pariwisata Bali harus dikaji
secara seksama agar keberlanjutannya dapat dilaksanakan. Untuk itu, perlu dibahas
kemampuan fisik lingkungan Bali dalam mendukung pembangunan pariwisata budaya Bali
yang berkulitas, berkelanjutan melalui pendekatan sumber daya dan pendekatan berbagai
indikator lingkungan dan melihat berbagai kemungkinan untuk mengupayakan pemanfaatan
sumber daya lingkungan secara lestari agar mampu mendukung pembangunan secara
berkelanjutan.
Faktor lingkungan dalam kepariwisataan, dapat dilihat dari jumlah pertumbuhan
pembangunan sarana akomodasi yang ada di Bali, tenaga pemandu dan sumber daya
lingkungan yang berupa daya tarik wisata (yang terdahulu sebelum UU 10/2009 disebut
sebagai Obyek Wisata). Perlu disadari bahwa sarana akomodasi, tenaga pemandu dan
daya tarik wisata mempunyai hubungan yang erat dalam kepariwisataan Bali. Dengan
memberlakukan lingkungan kepariwisataan dengan bijaksana, hal-hal yang dianggap dapat
menimbulkan dampak negatif dapat diminimalisasi. Pengaturan dan pengendalian terhadap
lingkungan kepariwisataaan dapat menghindari stress lingkungan, sehingga daya
dukungnya dapat dipertahankan. Oleh karena itu, kebutuhan sarana akomodasi, jumlah
tenaga pemandu yang perlu disiapkan dan daya tarik wisata yang perlu mendapat perhatian,
merupakan hal yang sangat potensial untuk diteliti guna kepentingan pariwisata Bali yang
berkualitas.
Dalam hal daya tarik wisata, telah terjadi kasus penambahan daya tarik wisata
dengan mendatangkan komodo ataupun gajah, serta unta untuk menarik wisatawan di Bali.
Kasus pemindahan komodo (Varanus Komodoensis) misalnya, Rencana pemindahan
sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan bernomor SK.384/Menhut-II/2009 tanggal 13
Mei 2009 tentang ijin menangkap 5 pasang atau 10 ekor komodo dari habitat aslinya di Wae
Wuul, Desa Macantanggar, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat.
Untuk pengembangan kepariwisataan Bali, yang dilihat dari sumber daya, tulisan
Kompas 1 Februari 2010, disebutkan Daya tarik Pulau Bali selain keindahan Pantainya, juga
didukung oleh Agama, Adat dan Kebudayaan Masyarakatnya. Banyaknya Pura
peninggalan jaman Kerajaan tempo dulu serta Masyarakatnya yang masih tekun
menjalankan ritual Agama, adalah daya tarik yang paling utama dari Pulau Bali.
Pembangunan Hotel dan Kondotel (apartment) giat dilaksanakan, Kawasan kesucian Pura
direduksi sehingga makin banyak tempat/lahan yang meningkat nilai ekonomisnya.
Pemerintah Daerah, terutama Kabupaten sangat giat mengundang Investor atas nama
memelihara daya tarik Bali sebagai Destinasi Pariwisata. Pemda dianggap lupa akan daya
tarik Pulau Bali yang hakiki bagi Wisatawan Mancanegara, dibutakan oleh potensi
Pendapatan (Resmi dan Tidak Resmi tentunya). Pembangunan yang sedemikian pesatnya
tentu saja akan menarik para pencari kerja dari daerah lain, yang tentu saja membawa
Agama, Adat dan Kebudayaan yg berbeda. Tidak sedikit diantara mereka yg memutuskan
untuk menetap dan berusaha di Bali. Bali ini adalah Pulau kecil dengan daya dukung yang
juga terbatas. Di suatu saat kelak ketika jumlah pendatang sudah menyamai penduduk asli,
dan penduduk asli pun telah terpengaruh oleh kemudahan-kemudahan yang dibawa para
pendatang, masihkah Bali menarik bagi para Wisatawan Mancanegara? Dapatkah Hotel-
hotel dan Kondotel-Kondotel mewah tersebut menjadi daya tarik bagi Wisatawan
Mancanegara? Kesalahan paling mendasar yang terjadi di Negeri ini sejak dahulu adalah
fokus pada pembangunan fisik tanpa memperhatikan pembangunan non fisik, sehingga
ukuran-ukuran yg banyak digunakan adalah ukuran materi (Komang Bali, 2010).
a. Rumusan Masalah
1) Faktor daya dukung apa saja yang menjadi penilaian wisatawan yang berkunjung di
Bali?
2) Faktor apa sajakah yang menjadi persepsi wisatawan dalam kaitannya dengan
daya dukung pariwisata Bali?
b. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui Faktor daya dukung apa saja yang menjadi penilaian wisatawan
yang berkunjung di Bali
2) Untuk mengetahui persepsi wisatawan dalam kaitannya dengan daya dukung
pariwisata Bali
c. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bali, dengan mengambil sampel wisatawan mancanegara
yang berkunjung dan para ekspatriat (tenaga kerja asing) yang sudah lama tinggal di
Bali. Para ekspatriat diharapkan telah mengetahui kondisi Bali yang sesungguhnya,
sehingga hasil penelitian dapat mewakili persepsi wisatawan terhadap kondisi Bali,
dengan pendekatan daya dukung (carrying capacity) Bali.
d. Metodologi Penelitian
1) Jenis data : Penelitian ini menggunakan data primer dengan bentuk kuesioner yang
diberikan kepada wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali dan para
ekspatriat (tenaga kerja asing) yang sudah lama menetap di Bali.
2) Metode Pengumpulan data : Pengumpulan data dilakukan dengan angket/kuesioner.
Kuesioner diberikan kepada wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali dan
para ekspatriat (tenaga kerja asing) yang sudah lama menetap di Bali.
3) Sampel : Populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan dan ekspatriat, dengan
pemberian kuesioner yang dilakukan secara acak (random sampling) di seluruh
kabupaten kota di Bali. Semua wisatawan dan ekspatriat diberikan kesempatan
untuk menilai Bali, sesuai daftar pertanyaan dalam kuesioner. Terkumpul 305
kuesioner dalam penelitian ini.
4) Teknik analisa data : data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis
faktor. Menurut Darma (2009), analisis faktor bermanfaat untuk mengurangi jumlah
data dalam rangka untuk mengidentifikasi sebagian kecil faktor yang dapat
menerangkan varians yang sedang diteliti secara lebih jelas dalam suatu kelompok
variabel yang jumlahnya lebih besar.
Mengacu pada pemaparan pendahuluan diatas, kondisi Bali perlu untuk diperhatikan dari
pendekatan daya dukung (carrying capacity) nya. Dengan demikian dapat dijabarkan bahwa
terdapat 13 variabel penelitian ini sebagai berikut :
Tabel 2Variabel Penelitian
VARIABEL PENELITIAN1. Quality of nature2. Quality of water3. Quality of air4. Preservation of historic buildings and monuments5. Protection of natural environment or prevention of further ecological decline6. Improvement of the area’s appearance (visula and aesthetic)7. Loss of natural lanscape and agricultural lands to tourism dxevelopment8. Loss of open space9. Destruction of flora and fauna (including collection of plants, animals, rocks,
coral, or artefact by or for tourists)10. Degradation of lanscape, historic sites and monuments11. Water shortages12. Displacement of residents for tourism development13. Exclusion of locals from natural resources
2. LANDASAN TEORI
Penelitian ini menekankan pada kondisi Bali saat ini menurut persepsi wisatawan.
Kajian pustaka yang digunakan adalah beberapa konsep dan teori tentang daya dukung
(carrying capacity) dan perencanaan pariwisata.
a. Carrying Capacity
Seperti yang ditulis Pitana (2010); teknik yang sering digunakan dalam
pengembangan destinasi pariwisata adalah carrying capacity (daya dukung kawasan).
Menurut Inskeep (1991 dalam Liu, 1994) carrying capacity didefinisikan sebagai berikut.
“The maximum number of people who can use a site without an unacceptable alteration in the physical environment, without an unacceptable decline in the quality of experience gained by visitors, and without an unacceptable adverse impact on the society, economy, and culture of the tourism area” (Inskeep, 1991 dalam Liu, 1994).
Sedangkan menurut O’Reilly (1986, dalam William dan Gill, 2005: 195) carrying
capacity didefinisikan sebagai berikut.
“…the maximum number of tourists or tourist use that can be accommodated within a specified geographic destination” (O’Reilly, 1986 dalam William dan Gill, 2005: 195).
Dalam kaitannya dengan perspektif lingkungan, Mathieson dan Wall (1982 dalam
William dan Gill, 2005: 195) mendefinisikan carrying capacity sebagai berikut.
“…the maximum number of people who can use a site without an unacceptable alteration in the physical environment and without an unacceptable decline in the quality of the experience gained by visitors” (Mathieson dan Wall, 1982 dalam William dan Gill, 2005: 195).
Dari perspektif sosial, carrying capacity didefinisikan sebagai berikut (Ap dan
Crompton, 1998 dalam William dan Gill, 2005: 196).
“…a destination’s ability to absorb tourism without unacceptable negative effects being felt by local residents….Levels at which inappropriate impacts occur are dependent on values determined by the community as opposed to the visitor” (Ap dan Crompton, 1998 dalam William dan Gill, 2005: 196).
Richardson dan Fluker (2004: 305) mendefinisikan carrying capacity sebagai:
“The level of human activity an area can accommodate without it deteriorating, the resident community being adversely affected or the quality of visitor experience declining” (Richardson dan Fluker, 2004: 305).
Konsep ini secara implisit mengandung makna batasan (limit), batas atas (ceiling),
atau tingkatan/level (threshold) yang tidak boleh dilewati dalam pembangunan atau
pengembangan destinasi pariwisata. Batasan ‘daya dukung’ dipengaruhi oleh dua grup
faktor yaitu sebagai berikut.
a. Faktor dari grup pertama yang mempunyai implikasi pemasaran melibatkan atau
berkatan dengan wisatawan. Hal ini menyangkut karakteristik wisatawan seperti
usia, jenis kelamin, pendapatan; motivasi, attitude, dan harapan; latar belakang ras
dan etnik dan pola perilaku. Faktor lainnya berupa level pemakaian dari fasilitas,
kepadatan wisatawan, lamanya menginap wisatawan, tipe/jenis aktifitas wisatawan,
dan level kepuasan wiasatawan.
b. Faktor dari grup kedua berkaitan dengan atribut destinasi seperti kondisi lingkungan
dan alam, struktur ekonomi dan pembangunan, struktur sosial dan organisasi,
organisasi politik, dan level pengembangan pariwisata (O’Reilly, 1991 dalam
Ricahrdson dan Fluker, 2004: 306).
Menurut Liu (1994), terdapat tiga tipe carrying capacity yang dapat diaplikasikan
pada pengembangan destinasi pariwisata yaitu:
a. Physical carrying capacity
Merupakan kemampuan suatu kawasan alam atau destinasi wisata untuk menampung
pengunjung/wisatawan, penduduk asli, aktifitas/kegiatan wisata, dan fasilitas penunjang
ekowisata. Konsep ini sangat penting mengingat sumber daya alam dan infrastruktur
yang sangat terbatas sehingga sering mengalami overused. Pemanfaatan kawasan
yang melebihi daya dukung fisiknya dapat menyebabkan degradasi sumber daya alam,
penurunan kualitas hidup komunitas di sekitarnya, overcrowding, dan sebagainya yang
mengakibatkan pengalaman dan kesan buruk bagi wisatawan. Pemakaian standar daya
dukung fisik bagi destinasi wisata mampu menghindarkan pembangunan kawasan yang
terlalu cepat dan tidak terkendali yang justru akan merugikan pengembangan ekowisata
tersebut.
b. Biological carrying capacity
Konsep ini merefleksikan interaksi destinasi pariwisata dengan ekosistem flora dan
fauna. Adakalanya wisatawan pergi ke destinasi wisata untuk menikmati pengalaman
interaksinya ekosistem flora dan fauna tersebut (misal dalam ekowisata).
Konsekuensinya, sangat penting untuk melindungi dan menjaga ekosistemnya agar
sejauh mungkin tetap seperti kehidupan di habitat aslinya. Diperlukan peran pemerintah
untuk membuat kawasan lindung dan konservasi serta pemberlakuan peraturan yang
melarang perilaku destruktif seperti perburuan, penebangan hutan, pengeboman ikan,
peracunan biota laut, dan sejenisnya. Tetapi, sejauh mungkin diusahakan agar peraturan
ini tidak mengintervensi way of life penduduk asli. Jika pun ini harus terjadi, harus
diusahakan resolusi dengan cara melakukan kolaborasi dan pendidikan.
c. Social/cultural carrying capacity
Merefleksikan dampak pengunjung/wisatawan pada lifestyle komunitas lokal.
Kemampuan sebuah komunitas untuk mengakomodasi keberadaan wisatawan beserta
gaya hidupnya di komunitas tertentu sangat bervariasi dari suatu budaya dengan budaya
lain, dan dari suatu wilayah dengan wilayah lain. Wisatawan umumnya mempunyai
tingkat pendidikan lebih baik dan ingin mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan
penduduk lokal dengan adat atau kebiasaan uniknya. Sebaiknya, jumlah wisatawan
dibatasi jumlahnya dalam suatu kawasan agar konsep untuk menghormati norma, nilai,
dan budaya asli komunitas lokal dapat berjalan baik. Oleh karenanya kemungkinan
kegiatan pariwisata melewati daya dukung sosial/budaya dapat dikendalikan.
Contohnya, pengunjung ingin menginap dan tinggal dalam akomodasi bergaya lokal
yang dikelola oleh orang lokal, makan berbagai variasi makanan lokal, dan terlibat dalam
cara hidup orang lokal. Namun, penilaian yang proaktif diperlukan untuk memastikan
terjadinya interaksi positif dan meminimalisasi gangguan sosial. Materi pembelajaran
dan pendidikan harus disediakan untuk mengajari wisatawan bagaimana berperilaku
yang menghormati adat dan budaya lokal.
Konsep daya dukung (carrying capacity) lebih mudah mendefinisikannya
dibandingkan dengan mengukurnya. Salah satu cara terbaik untuk memecahkan masalah
tersebut adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam pengukurannya
menggunakan kuesioner.
a. Recreational Carrying Capacity (RCC)
RCC diakui sebagai model utama untuk memanej (mengelola) dampak akibat
kunjungan wisatawan (Richardson dan Fluker, 2004: 310) yang didefinisikan sebagai
berikut.
“A management method besed on the level of recreational use that an area can sustain without an unacceptable degree of deterioration of the resource or of the recreation experience” (Richardson dan Fluker, 2004: 310).
Dampak dari pembangunan dan pengembangan destinasi wisata (baik tipe, lokasi,
dan kualitasnya) pada lingkungan diteliti dan diidentifikasi tingkat kritisnya. Contohnya,
tingkat kritis suatu destinasi wisata mengacu pada jumlah orang yang mengunjungi kawasan
tersebut per tahun atau per harinya atau per sekali kunjungan. Umumnya, nilai optimum
kunjungan berkisar 10 sampai 20 persen di bawah jumlah maksimumnya. Perhitungan ini
bisa dijadikan patokan untuk menentukan RCC. Namun, perlu dicatat penentuan RCC
bersifat subjektif sebab sebuah destinasi memiliki kapasitas potensial yang berbeda (fisik,
ekologi, sosial, psikologi, dan ekonomi) (Richardson dan Fluker, 2004: 310).
d. Perencanaan Pariwisata
Beberapa ahli (Mathieson & Wall, 1982; Murphy, 1985; Getz, 1986 dalam Dowling &
Fennel, 2003: 7, dalam Pitana, 2010) menekankan pentingnya integrasi aspek ekonomi,
lingkungan, dan sosial dalam pengelolaan pariwisata. Menurut Mathieson & Wall (1982
dalam Dowling & Fennel, 2003: 7) “planning for tourist development is a complex process
which should involve a consideration of diverse economic, environmental and social
structures.” Murphy (1985 dalam Dowling & Fennel, 2003: 7) menyimpulkan hal sama,
bahwa “…tourism planning needs to be restructured so that environmental and social factors
may be placed alongside economic consideration.” Pendekatan perencaaan pariwisata
menurut Getz (1986 dalam Dowling & Fennel, 2003: 7) mempunyai nuansa senada, bahwa
“…tourism planning models reference to theoretical models will remind tourism planners not
to act in isolation from other social, economic and environmental planning.” Namun
demikian, Dowling dan Fennel (2003: 7) menyimpulkan:
“…tourism planning cannot be carried out in isolation but must be integrated into the
total resource analysis and development of the area with possible land and water
conflicts resolved at any early stage. [R]ecently prepared tourism plans gave much
emphasis to socio-economic and environmental factors and to concept of controlled
development”.
Petunjuk pengembangan (guidelines) sangat penting dalam memberikan arah
perencanaan dan manajemen pengelolaan pariwisata. Salah satu petunjuk pengembangan
yang bisa dipakai adalah Code for Environmentally Responsible Tourism yang dikeluarkan
oleh Pacific Asia Travel Association (PATA), yang menyebutkan sebagai berikut.
”Recognize the necessity to ensure a sustainable future, meets the needs of the
tourism industry today, and does not compromise the ability of this and future
generations to conserve the environment” (PATA dalam Liu, 1994: 14).
Berdasarkan guidelines PATA ini, dapat ditarik tiga substansi pokok mengenai etika
pengelolaan pariwisata yang bertanggung jawab yaitu: (1) keuntungan dan kemanfaatan
jangka panjang (long term profitability); (2) keberlanjutan produk pariwisata (product
sustainability); dan (3) keadilan antar generasi (equity from one generation to the next).
Secara lebih detail, Liu (1994: 6) dan Western (1993: 9) menyatakan bahwa
pengelolaan pariwisata dapat berperan strategis untuk fungsi-fungsi berikut.
a. Perlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan.
Umumnya pengembangan kawasan wisata akan diikuti oleh degradasi sumber daya
yang diakibatkan oleh pertumbuhan dan pengembangan industri pariwisata yang
ekstensif dan tidak terkendali, serta cepatnya pertumbuhan penduduk di kawasan
tersebut sebagai konsekuensi logis dari kesempatan berusaha yang ditimbulkannya.
Pariwisata jika dikelola dengan baik menyediakan solusi ekonomi untuk proteksi sumber
daya alam dan lingkungan.
b. Keberlanjutan ekonomi.
Kecenderungan industrialisasi dan perkembangan ekonomi global akan mengarah
kepada kesalingtergantungan pada produk impor yang menguras devisa negara.
Pengembangan pariwisata menjadi salah satu solusi masalah tersebut dengan
menyediakan ‘produk ekspor yang tidak lari kemana-mana’ sebagai sumber devisa.
Pengembangan pariwisata juga menyediakan keuntungan ekonomi bagi lapisan
masyararakat bawah yang umumnya berada di kawasan pedesaan sehingga diharapkan
mampu menciptakan pendistribusian pendapatan dan sumber daya ekonomi menjadi
lebih baik.
c. Peningkatan integritas budaya.
Aspek ekologi dalam pariwisata menyiratkan sebuah hubungan timbal balik antara
wisatawan dan komunitas lokal yang melibatkan dialog budaya yang berdasarkan
penghormatan terhadap eksistensi dan integritas masing-masing. Jika elemen integritas
budaya ini hilang dapat dipastikan sebaik apapun kawasan wisata yang dibangun lambat
laun akan ditinggalkan.
d. Nilai pendidikan dan pembelajaran.
Keberlanjutan dan kelestarian sebuah kawasan wisata tergantung kepada bagaimana
membangkitkan pemahaman dan kepedulian semua pemangku kepentingan terhadap
pentingnya kontribusi, eksistensi, dan perlindungan terhadap sumber daya pendukung
pariwisata. Pemahaman dan kepedulian ini hanya bisa dicapai melalui proses
penanaman tata nilai (value) dan norma (norm) melalui proses pendidikan dan
pembelajaran.
3. HASIL DAN ANALISIS DATA
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini adalah untuk mengetahui
persepsi wisatawan mancanegara termasuk para ekspatriat (tenaga kerja asing) yang ada di
Bali. Penyebaran angket/kuesioner dilakukan secara acak (random sampling), dan setiap
wisatawandiberikan kesempatan yang sama untuk menilai kondisi Bali sesuai dengan daftar
pertanyaan yang disiapkan. Pertanyaan disusun sesuai dengan variabel yang diteliti. Data
yang diperoleh diolah dengan menggunakan SPSS 17. Terdapat 13 variabel yang diteliti
dengan disertai pilihan 1= much worst than expected; 2=worse than expexted; 3=as good as
expected; 4=better than expected; 5=much better than expected. Hasil penelitian dapat
dijabarkan sebagai berikut :
a. Profil Responden
Responden penelitian ini terdiri dari 305 orang wisatawan dan ekspatriat yang
bekerja disektor pariwisata. Responden terbanyak dari kawasan Eropa (59,7%), disusul dari
Asia (15,1%) , Australia (10,8%), America (9,8%) dan Africa (4,6%). Umur responden
terbanyak berkisar antara umur 41-50 tahun (42,3%), 31-40 tahun (23,6%), 19-30 tahun
(22,3%) dan umur lebih dari 51 tahun sebanyak 11,8%.
Jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki (61,6%), sedangkan wanita
hanya 38,4%. Status responden kebanyak telah menikah (63,3%), dan yang belum menikah
(single) sebanyak 36,7%. Pekerjaan responden terbanyak adalah mereka yang bekerja di
sektor terkait pariwisata sebanyak 52,1%, pelajar (23,6%), lainnya sebanyak 22,3%, dan
para pebisnis sebanyak 2%. Lama tinggal wisatawan dan ekspatriat yang menjadi
responden penelitian ini terbanyak adalah mereka yang tinggal antara 1-4tahun (25,2%), 2-4
minggu (16,7%), lebih dari 11 tahun (15,1%), kurang dari 1 minggu sebanyak 13,8%, selama
5-8 minggu sebanyak 13,1%, dan antara 5-10 tahun hanya sekitar 15,1%.
Rata-rata kunjungan mereka bertujuan untuk liburan sebanyak 54,8%, dengan
tujuan bisnis 23,6%, tujuan lainnya sebanyak 11,8% dan bertujuan mengunjungi teman
hanya 9,8%.
Kajian mengenai daya dukung pariwisata Bali mutlak dilakukan untuk mengetahui
sejauhmana aktivitas sektor pariwisata telah memberikan tekanan bagi lingkungan yang
mempengaruhi kepariwisataan Bali. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik dan
lingkungan non fisik. Lingkungan fisik mencakup daya dukung fisik Bali seperti kualitas air,
udara dan lasekap. Sedangkan lingkungan non fisik mencakup lingkungan budaya,
peraturan hukum dan sosial.
Hasil persepsi wisatawan terhadap daya dukung pariwisata Bali dipaparkan dengan
perhitungan seperti tabel berikut :
Tabel 3Persepsi Wisman terhadap Daya Dukung Pariwisata
(Score Average)
No. Variabel Score Average
1 Quality of nature 3,41
2 Quality of water 3,22
3 Quality of air 3,22
4 Preservation of historic buildings and monuments 3,27
5 Protection of natural environment or prevention of further ecological decline
2,67
6 Improvement of the area’s appearance (visula and aesthetic) 3,00
7 Loss of natural lanscape and agricultural lands to tourism development
2,77
8 Loss of open space 2,65
9 Destruction of flora and fauna (including collection of plants, animals, rocks, coral, or artefact by or for tourists)
2,67
10 Degradation of landscape, historic sites and monuments 2,80
11 Water shortages 2,62
12 Displacement of residents for tourism development 2,79
13 Exclusion of locals from natural resources 2,94
Dari hasil rata-rata penilaian yang diberikan oleh responden, menunjukkan bahwa kualitas
air, alam, udara dan pelestarian bangunan bersejarah dipersepsikan masih baik. Yang
dipersepsikan semakin berkurang adalah terjadinya kekurangan air. Tempat-tempat terbuka
dirasakan makin berkurang, termasuk belum adanya perlindungan terhadap lingkungan
alam, terjadi pengrusakan flora dan fauna.
b. Hasil Analisis Faktor
Dari ketigabelas variabel yang digunakan, hasil analisis Barlett’s Test of Sphericity dan
nilai Kaiser-Meyer Olkin (KMO) menunjukkan 0,812 yang artinya ukuran populasi baik dan
dengan approx. Chi-square 209.317 yang artinya terdapat korelasi yang signifikan antar
variabel.
Tabel 4
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .812
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 2771.201
Df 78
Sig. .000
Untuk menentukan faktor yang merupakan gabunagn antar variabel yang saling
berhubungan yang dipersepsikan oleh responden dalam menilai daya dukung Bali, didasari
oleh nilai eigenvalue lebih besar 1. Eigenvalue merupakan penjumlahan variasi nilai-nilai
korelasi setiap faktor terhadap tidap-tiap variabel yang membentuk faktor bersangkutan.
Semakin besar nilai eigenvalue satu faktor, semakin representatif faktor tresebut sebagai
wakil dari kelompok variabel. Nilai faktor dengan eigenvalue lebihbesar 1 dapat dilihat pada
tabel 5 berikut :Tabel 5
Faktor dengan Eigenvalue 1
Faktor Eigenvalue % of variance Cumulative %
1 5.949 45.764 45.764
2 2.353 18.100 63.864
3 1.010 7.772 71.636
Dari tabel 5 terlihat eigenvalue 1 sebanyak 3, hal ini berarti terdapt 3 faktor. Dan dari
variabel yang termasuk kedalam faktor yang mana, dapat diihat dari factor loading (korelasi)
satu variabel terhadap faktornya. Nilai atau batasan factor loading minimal 0,5 sehingga
variabel dengan factor loading dibawah 0,5 dihapus. Ketiga faktor dengan variabel-variabel
yang tergabung kedalamnya dapat dilihat pada tabel 6 berikut :
Tabel 6Identifikasi Faktor yang Dominan menjadi Persepsi Wisatawan
Terhadap Daya Dukung Bali
No. Faktor No. Variabel Variabel yang masuk dalam Faktor Factor Loading
1 X1 Quality of nature 0.859
X2 Quality of water 0.800
X3 Quality of air 0.723
X4 Preservation of historic buildings and monuments
0.775
X5 Protection of natural environment or prevention of further ecological decline
0.740
X6 Improvement of the area’s appearance (visula and aesthetic)
0.727
2 X7 Loss of natural lanscape and agricultural lands to tourism development
0.663
X9 Destruction of flora and fauna (including collection of plants, animals, rocks, coral, or artefact by or for tourists)
0.636
X12 Displacement of residents for tourism development
0.816
X13 Exclusion of locals from natural resources 0.913
3 X8 Loss of open space 0.710
X10 Degradation of landscape, historic sites and monuments
0.811
X11 Water shortages 0.690
Dari hasil yang dituangkan pada tabel 6, menunjukkan bahwa pada faktor 1, variabel X1
yang berupa kualitas air, masih dipersepsikan baik oleh responden; sedangkan untuk faktor
2 dengan variabel X13 (terpinggirkannya masyarakat lokal dari lingkungannya) mendapat
penilaian persepsi yang tinggi, yang artinya masyarakat lokal dipersepsikan mulai tersisih
dari habitatnya. Untuk faktor 3, dengan variabel X10 yang berupa terjadinya degradasi
terhadap lahan penduduk mendapat persepsi penilaian tinggi, yang artinya responden
menilai bahwa telah terjadi degradasi terhadap lansekap, situs sejarah dan monumen.
4. SIMPULAN
Berdasarkan paparan yang telah disampaikan diatas, terdapat 3 faktor yang menjadi
persepsi responden terhadap keberadaan daya dukung Bali sebagai daerah pariwisata.
Pengelompokan faktor tersebut adalah :
1) Faktor kesesuaian persepsi terhadap kualitas alam, kualitas air, kualitas udara,
pelestarian bangunan bersejarah, perlindungan lingkungan alam, dan peningkatan
tampilan wilayah.
2) Faktor kerugian lansekap yang asli, pengrusakan flora fauna, perpindahan
penduduk, dan mulai terpinggirkannya penduduk lokal dari daerahnya.
3) Faktor kehilangan ruang bebas (alam terbuka), terjadinya degradasi lahan dan
kekurangan air,
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Cetakan keduabelas. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta
Cooper.C.et.al. 1993. Tourism Principles and Practice. Edinburgh Gate. Harlow.Essex CM20 2JE, England: Addison Wesley Longman Limited
Gunn,C. A., 1988, Tourism Planning. Second Edition. Revised. New York NY 10017, USA: Taylor & Francis
Inskeep.E.,1991. Tourism Planning, An Integrated and Sustainable Development Approach. Van Nostrand Reinhold. New York : VNR Tourism and Commercial Recreation Series.
Komang Bali, 2009, Villa di Bali, Antara News
Laws. E. 1995. Tourist Destination Management, Issues, Analysis and Policies. Routledge. 11 New Fetter Lane. London EC4P 4EE. p.124-134 : British Library
Mahadewi,N.M.E, 2004, Faktor-faktor yang Menentukan Kepuasan Wisatawan Konvensi terhadap Bali sebagai Destinasi MICE, Tesis Universitas Udayana
Mc Intosh.R., 1972. Tourism; Principles, Practices, Philosophies. 4666 Indianola Columbus. Ohio 43214 : Grid Inc
Mill, R.C., Morrison. A.M. 1985.The Tourism System: An Introductory System. Englewood Cliffs, New Jersey 07632 : Prentice-Hall International Editions
Parasuraman, A, et al. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and Its Implication for Future Research. dalam Fandy Tjiptono.1996. Manajemen Jasa. Cetakan Pertama,hal.69-70 : Penerbit Andi Jogjakarta
Pitana, IG, 2010, Pengantar Ilmu Pariwisata, PT. Andi Jogjakarta
Sebastian Vengesayi and Felix T Mavondo, 2007, Aspects of Reputation and Human Factors as Determinants of Tourist Destination Attractiveness, Monash University, Australia
Tejada, G.C. Malvárez and F. Navas, Journal of Coastal Research SI 56 1159-1163 ICS2009 (Proceedings) Portugal ISSN 0749-0258, Indicators for the Assessment of Physical Carrying Capacity in Coastal Tourist Destinations, Area of Physical Geography University Pablo de Olavide, Sevilla. Spain, [email protected]
Yong K. Suh, Hong J. Hyun and Gwang H. Koh, 2007, Development of Evaluation Index for Competitiveness of Island Tourism Destination, Dept. of Tourism Management, Cheju National University, Korea, email: [email protected]
LAMPIRAN
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation Analysis N
Quality_of_nature 3.41 1.070 305
Quality_of_water 3.22 1.113 305
Quality_of_air 3.27 .907 305
Preservation_historic_buildin
g
3.27 1.089 305
Protection_natural_environm
ent
2.67 1.100 305
Improvement_area_appeara
nce
3.00 1.024 305
Loss_natural_lanscape 2.77 1.101 305
Loss_open_space 2.65 .976 305
Destruction_of_florafauna 2.70 1.041 305
Degradation_of_landscape 2.80 .961 305
Water_shortages 2.62 1.118 305
Displacement_of_resident 2.79 .960 305
Exclusion_of_localfromnatura
lresources
2.94 .860 305
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .812
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 2771.201
Df 78
Sig. .000
Communalities
Initial Extraction
Quality_of_nature 1.000 .739
Quality_of_water 1.000 .768
Quality_of_air 1.000 .730
Preservation_historic_buildin
g
1.000 .673
Protection_natural_environm
ent
1.000 .664
Improvement_area_appeara
nce
1.000 .649
Loss_natural_lanscape 1.000 .713
Loss_open_space 1.000 .624
Destruction_of_florafauna 1.000 .649
Degradation_of_landscape 1.000 .751
Water_shortages 1.000 .740
Displacement_of_resident 1.000 .757
Exclusion_of_localfromnatura
lresources
1.000 .856
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component Matrixa
Component
1 2 3
Quality_of_nature .593 -.606 .140
Quality_of_water .726 -.473 -.129
Quality_of_air .592 -.313 .530
Preservation_historic_buildin
g
.653 -.491 -.071
Protection_natural_environm
ent
.744 -.301 .136
Improvement_area_appeara
nce
.703 -.383 -.090
Loss_natural_lanscape .774 .326 .086
Loss_open_space .669 .155 -.390
Destruction_of_florafauna .735 .321 .081
Degradation_of_landscape .645 .337 -.470
Water_shortages .776 .268 -.257
Displacement_of_resident .621 .563 .233
Exclusion_of_localfromnatura
lresources
.502 .670 .393
Extraction Method: Principal Component Analysis.
a. 3 components extracted.
Rotated Component Matrixa
Component
1 2 3
Quality_of_nature .859 .004 .036
Quality_of_water .800 .007 .358
Quality_of_air .723 .410 -.198
Preservation_historic_buildin
g
.775 -.010 .268
Protection_natural_environm
ent
.740 .275 .202
Improvement_area_appeara
nce
.727 .074 .339
Loss_natural_lanscape .298 .663 .430
Loss_open_space .259 .231 .710
Destruction_of_florafauna .274 .636 .412
Degradation_of_landscape .096 .289 .811
Water_shortages .275 .434 .690
Displacement_of_resident .054 .816 .296
Exclusion_of_localfromnatura
lresources
-.072 .913 .133
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 5 iterations.
Component Transformation Matrix
Compo
nent 1 2 3
1 .666 .525 .529
2 -.720 .638 .274
3 .194 .563 -.803
Extraction Method: Principal Component
Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser
Normalization.
Component Score Coefficient Matrix
Component
1 2 3
Quality_of_nature .279 -.034 -.129
Quality_of_water .201 -.136 .112
Quality_of_air .264 .263 -.405
Preservation_historic_buildin
g
.210 -.115 .057
Protection_natural_environm
ent
.202 .060 -.077
Improvement_area_appeara
nce
.179 -.092 .089
Loss_natural_lanscape .004 .205 .038
Loss_open_space -.047 -.116 .387
Destruction_of_florafauna .000 .197 .038
Degradation_of_landscape -.121 -.114 .470
Water_shortages -.044 -.002 .304
Displacement_of_resident -.058 .337 -.065
Exclusion_of_localfromnatura
lresources
-.073 .445 -.190
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
Component Scores.