+ All Categories
Home > Documents > Analisis Pendekatan Lima Aspek Pendukung penanganan sampah...

Analisis Pendekatan Lima Aspek Pendukung penanganan sampah...

Date post: 18-Feb-2021
Category:
Upload: others
View: 1 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
12
Transcript
  • Analisis Pendekatan Lima Aspek Pendukung penanganan sampah dalam

    penelitian pengelolaan sampah di Kabupaten Tabanan

    Kadek Diana Harmayani

    Teknik Sipil, Universitas Udayana

    Email: [email protected]

    Abstract

    One aspect of the successful handling of waste management in a region is the role of the community. Unfortunately, although in theory this has been widely known, but in practice local authorities are always difficult to make it happen. These weaknesses led to less optimal performance of relevant agencies in the handling of solid waste problems. Including the Government of Tabanan, had difficulty to implement it, so it requires an appropriate method of implementation.

    The method used to overcome this problem is to conduct in-depth study of the five aspects that determine the handling of solid waste problems which is from the institutional aspects, technical operations, finance, legal, and aspect of community participation. The review was carried out both by observation and in-depth interviews and by reviewing the existing references. So we get the right concept could be applied in Tabanan in dealing with this solid waste problem.

    Appropriate concepts used in Tabanan is the concept of Desa Adat-based waste management, with its emphasis on community capacity optimization to the success of handling this waste problem. Responsible for this institution is taken from the four components of the community which is important in society that is Perbekel, the Chairman of BPD, Bendesa Adat, and Pekaseh. To run this concept, the early implementation need assistance from local governments, especially in terms of financing and legislation. Thus, in the technical operations can get the optimum benefits both in terms of clean and sustainable environment and economic side.

    Key word: community aspect, solid waste management

    Abstrak

    Salah satu aspek dari keberhasilan penanganan pengelolaan sampah di suatu daerah adalah peran serta masyarakat. Sayangnya, walaupun secara teori hal ini telah diketahui secara luas, namun dalam pelaksanaannya pihak pemerintah daerah selalu kesulitan untuk mewujudkannya. Kelemahan inilah yang menyebabkan kurang optimalnya kinerja dari instansi terkait dalam penanganan permasalahan sampah. Termasuk Pemerintah Kabupaten Tabanan, mengalami kesulitan untuk menerapkannya, sehingga diperlukan metode yang tepat dalam pelaksanaannya.

    Metode yang digunakan dalam mengatasi masalah ini adalah dengan melakukan kajian yang mendalam dari kelima aspek yang menentukan dalam penanganan persampahan yaitu mulai dari aspek kelembagaan, teknis operasional, pembiayaan, paying hukum, dan aspek peran serta masyarakat. Kajian ini dilakukan baik dengan observasi dan wawancara yang mendalam maupun dengan mengkaji dari referensi yang ada. Sehingga didapatkan konsep yang tepat yang bisa diterapkan di Kabupaten Tabanan dalam menangani permasalahan persampahan ini.

    Konsep yang tepat digunakan di Kabupaten Tabanan adalah konsep pengelolaan sampah berbasis desa adat, yang menekankan pada pengoptimalan daya dukung masyarakat untuk keberhasilan dari penanganan permasalahan sampah ini. Penanggung jawab kelembagaan ini diambil dari empat komponen masyarakat yang sangat berperan dalam kehidupan keseharian masyarakat Tabanan yaitu Perbekel Desa, Ketua BPD, Bendesa adat, dan Pekaseh. Untuk menjalankan konsep ini, diawal pelaksanaannya perlu pendampingan dari pemerintah daerah Kabupaten Tabanan terutama dalam hal pembiayaan dan pembuatan peraturan sebagai paying hukumnya. Sehingga dalam teknis operasionalnya bisa berjalan lancar dan mendapatkan manfaat yang optimal baik dari sisi lingkungan yang bersih dan lestari maupun dari sisi ekonomi. Kata kunci: peran serta masyarakat, pengelolaan persampahan

    mailto:[email protected]

  • PENDAHULUAN Latar Belakang

    Perkembangan pertumbuhan penduduk Kabupaten Tabanan cukup besar sejalan dengan perkembangan industri pariwisata. Peningkatan aktivitas perekonomian berdampak pada munculnya permasalahan penurunan kualitas lingkungan, yang apabila tidak disikapi akan berpotensi menurunkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk mempertahankan dan lebih banyak menarik kunjungan wisatawan maka perhatian yang serius harus diberikan pada faktor-faktor yang akan mempengaruhi kunjungan wisatawan. Salah satu diantaranya adalah menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dengan menangani pengelolaan persampahan.

    Pengelolaan persampahan di Kabupaten Tabanan selama ini ditangani oleh Bidang Persampahan di bawah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Tabanan. Wilayah pelayanan dari Dinas ini baru meliputi 8 Desa yang ada di Kecamatan Kediri dan Kecamatan Tabanan, dengan memiliki 2 Tempat Pengelolaan Sampah Akhir (TPA) yaitu TPA Mandung dan TPA Pupuan. Selain 8 Desa tersebut, semua pasar yang ada di Kabupaten Tabanan kecuali pasar Pupuan dilayani oleh DKP. Volume sampah per hari yang terangkut ke TPA oleh DKP Kabupaten Tabanan adalah rata-rata 286 m3/hari dari jumlah total volume sampah 382 m3/hari di daerah pelayanan DKP (Analisis, 2009). Untuk kebersihan lingkungan pasar yang spesifik dengan volume sampah cukup tinggi DKP telah melakukan pelayanan pengangkutan dengan periode waktu 2-5 hari sekali, seperti pelayanan untuk Pasar Baturiti, Pasar Candikuning, dan Pasar Kediri dan untuk kesinambungannya petugas pasar dapat meminta sewaktu-waktu kepada para petugas angkut jika kondisi sampah sudah penuh dan dibutuhkan segera diangkut.

    Dilihat dari aspek teknis, DKP Tabanan sudah bekerja dengan optimal. Tetapi seperti daerah-daerah yang lain pada umumnya di Bali, semua kegiatan persampahan dikelola oleh pemerintah daerah, sehingga peran serta masyarakat yang sebenarnya menjadi salah satu aspek dari keberhasilan penanganan pengelolaan sampah menjadi terabaikan.

    Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah yang masih kurang ini dapat dilihat dari banyaknya Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar, yang menunjukan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan masih kurang. Peran serta masyarakat dalam pembayaran retribusi juga masih belum maksimal. Selain itu kesadaran dari masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampahnya secara mandiri, mulai dari pewadahan, pengumpulan dan pengangkutannya juga masih kurang. Hanya baru beberapa kecamatan/desa yang sudah melakukan pengelolaan sampah secara mandiri ataupun dengan bantuan dari pihak swasta, seperti Kecamatan Selemadeg, Desa Beraban dan Desa Pangkung Tibah.

    Gambar 1. Pembuangan sampah ke TPS liar di Desa Kaba-Kaba dan Pembungan sampah ke sungai di Kec. Selemadeg

    Permasalahan Dari uraian di atas, pengelolaan sampah di Kabupaten Tabanan belum bisa dikatakan

    optimal, karena kesadaran dan peran serta masyarakat yang masih kurang. Untuk itu permasalahan yang dihadapi sekarang adalah bagaimanakah konsep yang tepat yang bisa diterapkan di Kabupaten Tabanan untuk memaksimalkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah.

    Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsep pengelolaan sampah yang terpadu yang menekankan pada aspek peran serta masyarakat di Kabupaten Tabanan.

  • TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sampah

    Pada dasarnya definisi sampah secara umum yang kita ketahui adalah barang yang sudah tidak berguna. Pengertian sampah yang lain, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Standar Nasional Indonesia No. 19-3964-1994, 1994).

    Jenis Sampah Berdasarkan jenisnya, sampah khususnya sampah padat dapat digolongkan sebagai

    berikut: 1. Sampah organik merupakan jenis sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun

    tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dengan proses alami. Contohnya daun-daun kering, kayu, sayur-sayuran busuk, buah-buahan busuk, dan jenis lain yang mudah diuraikan dengan proses alami dan dapat dijadikan kompos.

    2. Sampah anorganik merupakan jenis sampah yang berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi atau dihasilkan dari proses industri. Beberapa bahan seperti ini tidak terdapat di alam, yaitu plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian yang lain hanya diuraikan secara lambat. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga berupa:botol, botol plastik, tas plastik, kaleng, dan kaca.

    Pengelolaan Sampah

    Pengelolaan persampahan didefinisikan sebagai kontrol terhadap timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, proses, dan pembuangan akhir sampah yang mana semua hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip terbaik untuk kesehatan, ekonomi, keteknikan/enginering, konservasi, estetika, lingkungan, dan juga terhadap sikap masyarakat.

    Dalam menentukan strategi pengelolaan sampah diperlukan informasi mengenai timbulan sampah, komposisi, karakteristik, dan laju penimbunan sampah. Misalnya, sampah yang didominasi oleh jenis sampah organik mudah membusuk memerlukan kegiatan pengumpulan dan pembuangan frekuensi yang lebih tinggi daripada sampah yang tidak mudah membusuk.

    Timbulan Sampah Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita, per hari, per luas bangunan atau per panjang jalan (SNI 19-2454-2002).

    Prakiraan jumlah timbulan sampah baik untuk masa sekarang maupun dimasa mendatang merupakan dasar dari perancangan pengelolaan persampahan. Besarnya timbulan sampah dapat diketahui dengan metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah.

    Contoh timbulan sampah adalah sampah yang diambil dari lokasi pengambilan terpilih, untuk diukur volumenya, ditimbang beratnya dan diukur komposisinya. Komponen komposisi sampah adalah komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan, kertas, kain tekstil, karet, kulit, plastik, logam, kaca dan lain-lain. Timbulan sampah biasanya dinyatakan dengan sistem volume atau satuan berat.

    Teknik Operasional Sebelum sampah diangkut menuju TPA, sampah-sampah tersebut melewati beberapa

    tahap sebagai berikut: 1. Tahap pewadahan sampah: pewadahan sampah adalah aktivitas menampung sampah

    sementara yang dilakukan oleh penghasil sampah (sumber sampah) dengan menggunakan tempat sampah yang besarnya disesuaikan dengan tingkat volume sampah yang dihasilkan masing-masing sumber sampah.

    2. Tahap pengumpulan sampah: pengumpulan sampah adalah aktivitas penanganan yang tidak hanya mengumpulkan sampah dari wadah individual dan atau dari wadah komunal (bersama) melainkan juga mengangkutnya ke tempat terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung maupun tidak langsung (SNI, 2002).

    3. Pemindahan sampah: pemindahan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir.

  • 4. Tahap pengangkutan sampah: pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju tempat pembuangan akhir.

    Pengolahan Sampah

    Pengolahan sampah adalah kegiatan untuk mengubah karakteristik, komposisi dan jumlah sampah agar dapat diproses lebih lanjut, dimanfaatkan atau dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Prinsip pengolahan sampah adalah mengedepankan pemanfaatan sampah sebagai sumber daya sehingga sampah yang dibuang ke TPA menjadi lebih sedikit walaupun terdapat kemungkinan mendapat nilai tambah dari hasil penjualan produk pengolahan atau daur ulang. Langkah utama adalah pemilahan sejak dari sumbernya. Upaya mereduksi sampah akan menimbulkan manfaat jangka panjang seperti: mengurangi biaya pengelolaan dan investasi, mengurangi potensi pencemaran air dan tanah, memperpanjang usia TPA, mengurangi kebutuhan sarana sistem kebersihan, dan menghemat pemakaian sumber daya alam.

    Teknik-teknik pengolahan dan pemanfaatan sampah antara lain menerapkan prinsip 3R yang terdiri dari :

    1. Reduce; merupakan prinsip pengelolaan sampah dengan cara mengurangi. jumlah sampah dan menghemat pemakaian barang. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diterapkan dengan memilih pruduk ramah lingkungan, membawa tas belanja saat ke pasar sehingga dapat mengurangi sampah plastik dan mencegah pemakaian styrofoam.

    2. Reuse; merupakan usaha dalam mencegah terjadinya sampah dengan cara menggunakan kembali satu jenis produk secara berulang. Barang yang masih dapat digunakan jangan langsung dibuang, tetapi sebisa mungkin untuk dapat digunakan kembali. Misalnya menulis pada kedua sisi kertas dan menggunakan botol isi ulang (refil). Menggunakan barang yang sudah tidak sesuai fungsinya untuk fungsi yang lain merupakan cara memperpanjang umur produk dan mencegahnya menjadi sampah.

    3. Recycle; merupakan prinsip pengelolaan sampah dengan cara melakukan daur ulang sampah, misalnya sampah kertas, sampah kemasan plastik mie instan, sabun, minyak, dan lain-lain dapat dibuat hasta karya. Sampah organik dapat dibuat kompos dan digunakan sebagai penyubur tanaman maupun penghijauan.

    Manajemen Pengelolaan Persampahan Manajemen pengelolaan sampah merupakan faktor yang penting sebagai pedoman dalam mengatasi masalah persampahan. Dengan manajemen pengelolaan yang tepat permasalahan sampah dapat diatasi. Manajemen persampahan adalah pengelolaan persampahan yang mempunyai lingkup daerah yang disebut sistem, yaitu terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi membentuk kesatuan dan mempunyai tujuan. Bentuk interaksi mempunyai ketentuan dan keteraturan tertentu. Komponen yang mempunyai bentuk tersebut di atas disebut sub sistem sedangkan komponen yang mempunyai tujuan sama tetapi bentuk interaksi tidak mematuhi aturan yang berlaku disebut lingkungan internal. Dalam sistem pengelolaan persampahan dapat dikategorikan menjadi 5 subsistem yaitu: sub sistem organisasi, sub sistem teknik operasional, sub sistem pembiayaan/retribusi, sub sistem pengaturan/payung hukum, dan sub sistem peran serta masyarakat yang merupakan komponen lingkungan internal.

  • METODELOGI PENELITIAN Secara keseluruhan kegiatan ini dilakukan dengan metodologi mengikuti tahapan seperti

    terlihat pada Gambar 2.

    ANALISIS DAN HASIL Konsep Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Desa Adat di Kabupaten Tabanan

    Konsep penanganan sampah yang baik adalah penanganan sampah yang dimulai dari sumber. Semakin dekat dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki dan rasa

    Gambar 2. Bagan Alir Perencanaan

    Mulai

    Kondisi Eksisting Persampahan di

    Kabupaten Tabanan

    Tinjauan Pustaka

    Beberapa Konsep Penanganan Persampahan

    Analisis Data:

    Konsep Penanganan Sampah Tabanan

    Hasil

    Selesai

    Data Sekunder: - Kependudukan - Sarana Pengumpulan dan

    Pengangkutan - Data Institusi pengelola,tupoksi - Data pembiayaan operasional

    pengelolaan sampah - RTRW Kab. Tabanan - Peta Wilayah Studi

    Data Primer: - Observasi - Interview

    Pengumpulan Data

    Masalah

  • tanggung jawab orang untuk mengelola sampahnya. Pengelolaan Sampah Terpadu (LaSahDu) berbasis desa adat adalah suatu pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan krama desa adat. Direncanakan, dilaksanakan, dikontrol dan dievaluasi bersama krama desa adat. Dalam pengertian ini pemeran serta kekuatan utama dalam pengelolaan sampah adalah krama desa adat, bukan pemerintah atau lembaga lainnya seperti LSM dan lain–lain. Pemerintah dan lembaga lainnya hanyalah sebagai motivator dan fasilitator. Lima Aspek Pendukung

    1. Aspek Teknis/Operasional 2. Aspek Organisasi/Kelembagaan 3. Aspek Pembiayaan 4. Aspek Peraturan 5. Aspek Peran Serta Krama Desa Adat

    1. Aspek Teknis/Operasional

    Teknik Operasional merupakan komponen yang paling dekat dengan obyek pengelolaan sampah terpadu. Teknik operasional pengelolaan LaSahDu terdiri dari kegiatan pewadahan sampah sampai dengan pembuangan sampah dimana pelaksanaannya bersifat terpadu dengan melakukan pemilahan sampah sejak dari sumbernya. Melihat dari latar belakang potensi dari Kabupaten Tabanan yang merupakan daerah agraris (terkenal dengan nama daerah Lumbung Beras) maka potensi untuk dapat mengelola sampahnya secara mandiri sangatlah besar, maka pola operasional pengelolaan sampah yang cocok untuk diterapkan di Kabupaten Tabanan adalah pengelolaan sampah terpadu (LaSahDu) yang berbasis desa adat.

    Sebagai sampel diambil satu desa adat yang bisa mewakili penerapan konsep LaSahDu di Kabupaten Tabanan yaitu Desa Adat Beraban.

    Timbulan sampah di Desa Beraban

    Hal pertama yang perlu diketahui dalam pengelolaan sampah di Desa Beraban adalah volume sampah per hari yang akan masuk ke tempat pengelolaan sampah. Volume sampah ini akan menentukan kajian teknis selanjutnya baik dari pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan sampah di lokasi pengelolaan sampah terpadu. Berikut hasil analisis timbulan sampah di Desa Beraban pada tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 1.

    Tabel 1. Volume sampah per hari tahun 2009 di Desa Beraban

    No Desa Jmlh

    Penduduk

    Vol. Sampah Organik (m3/hr)

    Th 2009

    Vol. Sampah Anorganik (m3/hr)

    Th 2009

    Vol. Sampah (m3/hari)

    Th 2009

    1 Beraban 5650 15,82 6,78 22,6

    Sumber: Analisis, 2009

    Pewadahan Sampah

    Pewadahan individual harus dimiliki setiap rumah tangga, karena sistem pewadahan yang dikelola dengan baik akan menunjang keberhasilan operasi pengumpulan sampah. Masing-masing keluarga harus memiliki minimal 2 buah wadah yaitu satu wadah untuk sampah organik dan satunya lagi untuk sampah anorganik, hal ini bertujuan agar pemilahan sampah sudah dimulai dari sumber sampah dan mempermudah proses lebih lanjut di tempat pengolahan sampah. Pengangkutan

    Pelaksanaan pengangkutan sampah di Desa Beraban menggunakan dump truck dengan kapasitas 8 m3. Volume sampah per hari di Desa Beraban yang relatif kecil sehingga cukup diperlukan satu unit dump truck dengan memaksimalkan pengangkutan sampah dan ritasi yang ditempuh kendaraan yaitu sebanyak 3 kali ritasi per hari.

    Pola yang digunakan dalam pengangkutan sampah adalah pola komunal langsung. Pola komunal langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing titik komunal dan diangkut langsung ke tempat pengelolaan sampah terpadu (LaSahDu) tanpa melalui kegiatan pemindahan. Sedangkan untuk waktu pengangkutan sampah terdapat dua pilihan alternatif

  • pengangkutan sampah terutama untuk pengangkutan sampah anorganik yaitu alternatif pertama karena timbulan sampah organik yang relatif kecil maka pengangkutan dilakukan setiap dua hari sekali dan alternatif ke dua pengangkutan sampah anorganik diangkut setiap hari sekali setelah pengangkutan sampah organik selesai diangkut.

    Pengelolaan sampah di lokasi LaSahDu Sampah basah/sisa makanan yang diambil dari restaurant dan masyarakat

    disortir/dipilah, untuk dimanfaatkan kembali sebagai makanan ternak (babi, dll). Sampah kebun (organik) yang diambil dari masyarakat dan telah terpilah dari sumber sampah, dibawa kedalam fasilitas pengolahan sampah. Selanjutnya bahan organik yang sudah disortir/dipilah kemudian dicacah dengan mesin pencacah, sebelum diproses menjadi pupuk kompos.

    Selain di dalam fasilitas LaSahDu, dirumah tangga/warga juga disarankan melakukan pengomposan dengan metoda takakura atau metode pengomposasan lainnya untuk skala rumah tangga dan ini memerlukan pembinaan dan perangsang lebih lanjut misalnya pihak pengelola LaSahDu membeli kompos yang dihasilkan oleh masyarakat. Selain itu diperlukan adanya mekanisme atau kesepakatan dengan masyarakat yang telah mau memilah dan melakukan pengomposan di masing-masing rumah tangga.

    Hasil kompos yang dihasilkan dari pengelolaan sampah terpadu akan didistribusikan ke masyarakat dan pendistribusiannya diutamakan ke pertanian organik mengingat Kabupaten Tabanan terkenal dengan daerah agrarisnya.

    Sampah anorganik yang diambil dari masyarakat dibawa kedalam fasilitas LaSahDu untuk kemudian dipilah/sortir sesuai dengan jenisnya (kardus, kaleng, plastik,dll). Untuk sampah plastik akan dilakukan pencacahan terlebih dulu di lokasi LaSahDu untuk meningkatkan nilai jualnya. Barang-barang tersebut akan dikirim ke pabrik lapak di daerah Jawa untuk didaur ulang. Untuk lebih jelasnya mengenai mekanisme pengelolaan sampah terpadu (LaSahDu) di Kabupaten Tabanan dapat dilihat pada gambar 3. dibawah ini.

    Dari gambar 3. terlihat hanya residu dan bahan berbahaya beracun yang masuk ke TPA. Sehingga penerapan konsep LaSahDu ini sangat membantu mengurangi beban di TPA. Bangunan LaSahDu yang direncanakan mampu menampung sampah per harinya sekitar 20 m3 sampai 30 m3/hari dengan luas lahan 5 are dan luas bangunan 200 m2.

  • Gambar 3. Teknis Operasional Program LaSahDu

  • 2. Aspek Organisasi/Kelembagaan Usulan Kelembagaan Program

    Gambar 4. Usulan Bagan Kelembagaan LaSahDu

    3. Aspek Pembiayaan Dalam aspek pembiayaan, pembuatan bangunan LaSahDu diusulkan menjadi anggaran pemerintah daerah Kabupaten Tabanan, sementara lahan disiapkan oleh Desa Adat setempat. Kemudian, diawal operasional LaSahDu perlu pendampingan dan subsidi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan hingga LaSahDu benar-benar bisa berdiri sendiri.

    Pendapatan pengelolaan sampah terpadu bersumber dari dua pendapatan yaitu pendapatan dari penerimaan retribusi atas jasa pengangkutan sampah dan pendapatan dari hasil penjualan produk pengelolaan sampah baik itu berupa kompos maupun lapak.

    4. Aspek Peraturan Aspek peraturan hukum yang mengatur tentang penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah sangat penting untuk menjamin kepastian dan kedisiplinan pelaksanaan teknis operasional, pembiayaan, kelembagaan dan peran serta krama desa adat. Rancangan kriteria peraturan hukum meliputi :

    a. Peraturan hukum yang menetapkan bentuk lembaga dan organisasi pengelola LaSahDu b. Peraturan hukum yang mengatur tata cara penyelenggaraan pengelolaan LaSahDu yang

    mencakup seluruh lokasi sumber timbulan sampah c. Peraturan hukum yang mengatur tarif jasa pelayanan kebersihan dengan besaran yang

    memadai dan fleksibel terhadap perubahan kondisi finansial. d. Peraturan hukum yang mengatur ketertiban umum, kewajiban melaksanakan

    pemenuhan sistem pengelolaan LaSahDu dan larangan memperlakukan sampah yang mengakibatkan gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan dan keselamat umum ditujukan kepada setiap krama desa adat

    5. Aspek Peran Serta Krama Desa Adat Dalam pengelolaan LaSahDu, peran serta dari krama desa adat merupakan komponen penting yang harus diperhatikan. Peran aktif krama dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan diperlukan sejak dari perencanaan sampai dengan operasi dan pemeliharaan. Prinsipnya permasalahan persampahan diawali dari perubahan pola hidup dan prilaku krama desa adat. Sehingga jika sejak dini telah ditanamkan bagaimana mengelola dan menangani sampah dengan benar maka permasalahn sampah dapat teratasi dengan baik.

    Peran serta krama desa adat berkaitan dengan penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan dapat berupa usulan, saran, pertimbangan, keberatan serta bantuan lainnya atau pelaksanaan program LaSahDu. Peningkatan peran serta krama desa adat dapat dilakukan

    Penanggung Jawab - Perbekel Desa - Ketua BPD - Bendesa Adat

    - Pekaseh

    -

    Ketua dan Pemasaran

    Bagian Pengolahan di LaSahDu

    Badan Pengawas

    Bagian Administrasi

    / Bendahara Bagian

    Pengangkutan

  • melalui pendidikan formal sejak dini, penyuluhan yang intensif, terpadu dan terus menerus serta diterapkannya sistem insentif dan disinsentif bagi krama desa adat dalam keikutsertaannya dalam LaSahDu.

    Salah satu contoh peranserta krama desa adat adalah turut memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar dan saluran drainase/sungai, turut terlibat aktif dalam kegiatan LaSahDu seperti melaksanakan konsep 3R dalam pengelolaan sampahnya, mengikuti prosedur atau tata cara pengelolaan sampah yang baik dan benar, membayar retribusi secara aktif dan tepat waktu, memasyarakatkan pengertian sampah dan pengelolaannya pada masyarakat lain melalui ceramah maupun penyuluhan-penyuluhan dan masih banyak lagi potensi krama desa adat yang dapat digali untuk dapat ikut berperan aktif dalam program LaSahDu.

    Strategi Pengelolaan LaSahDu Tahapan Pelaksanaan Program LaSahDu

    1. Mengadakan training untuk menyiapkan fasilitator-fasilitator yang terdiri dari perwakilan-perwakilan Desa Adat.

    2. Membuat daerah percontohan (pilot project) LaSahDu di salah satu Desa Adat di Kabupaten Tabanan (bisa diambil contoh Desa Adat Beraban yang telah mengelola sampah dengan menerapkan pola 3R) Kegiatan yang dilakukan (perlu pendampingan): a. Melatih krama desa adat untuk memilah sampah, organic, anorganik, dan sampah

    B3 b. Melatih Pembuatan Kompos dan daur ulang c. Pemanfaatan hasil pengomposan untuk tanaman/pertanian organik

    3. Membuat beberapa duplikasi Desa Adat yang melakukan konsep LaSahDu 4. Seluruh Desa Adat di Kabupaten Tabanan telah melaksanakan konsep LaSahDu.

    Penentuan Lokasi Program LaSahDu Dalam penentuan lokasi program LaSahDu yang akan dilakukan di Kabupaten Tabanan

    ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan antara lain: kawasan hulu dan hilir, pesebaran dan kepadatan penduduk, budaya, sikap dan prilaku masyarakat dan ketersediaan prasarana(akses jalan), serta ketersediaan biaya dan retribusi.

    Beberapa kelebihan dan kekurangan alternatif pemilihan lokasi awal pelaksanaan program LaSahDu di Kabupaten Tabanan, yaitu: 1. Alternatif pertama yaitu penerapan program LaSahDu di mulai dari daerah hulu. Alternatif ini

    memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan antara lain: Kelebihannya:

    - Melindungi sumber mata air yang ada di hulu terhadap pencemaran air tanah. - Untuk menghindari terjadinya banjir di hilir dan melindungi hasil pertanian karena

    pembuangan sampah liar yang dilakukan di hulu seperti di sungai, selokan dan lain-lain. - Sebagai contoh bagi daerah hilir mengenai pengelolaan sampah terpadu. Kelemahannya:

    - Jarak antara satu rumah penduduk ke rumah penduduk lainnya relatif jauh (Persebaran penduduk kurang). Sehingga terdapat beberapa kendala dalam pengelolaannya seperti penempatan TPS dan pengangkutan sampah yang ada di TPS.

    - Volume sampah yang relatif kecil. - Keterlibatan masyarakat, karena di hulu rata-rata tiap keluarga masih memiliki tegalan. - Pengenaan retribusi sampah kemungkinan akan kecil.

    2. Alterantif kedua yaitu penerapan program LaSahDu di mulai dari daerah hilir. Alternatif ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan antara lain: Kelebihannya: - Volume sampah relatif besar. - Lahan untuk pengelolaan sampah di masing-masing rumah sangat terbatas sehingga

    memerlukan tempat khusus untuk pengelolaan sampah. - Pemukiman yang relatif padat, sehingga jarak antara sumber sampah ke TPS dan jarak

    antara satu TPS ke TPS lainnya tidak terlalu jauh (pesebaran penduduk besar). - Prasarana jalan yang relatif bagus sehingga memudahkan dalam proses pengangkutan

    sampah. - Masyarakat sudah terbiasa membayar retribusi sampah. Kelemahannya: - Sering mendapat sampah kiriman dari hulu.

  • Berdasarkan kelebihan dan kelemahan dari masing-masing alternatif di atas maka penerapan awal program LaSahDu sebaiknya dilakukan di desa adat yang berlokasi di hulu tetapi pesebaran penduduk besar, akses jalan baik, dan partisipasi masyarakat tinggi baik dalam hal pembayaran retribusi dan dalam menjalankan program LaSahDu. SIMPULAN

    Konsep pengelolaan sampah terpadu yang menekankan pada aspek peran serta masyarakat di Kabupaten Tabanan adalah pengelolaan sampah terpadu (LaSahDu) berbasis desa adat. Penanggung jawab dari LaSahDu ini adalah pimpinan dari empat komponen masyarakat yaitu: Perbekel Desa, Ketua BPD, Bendesa Adat, dan Pekaseh. Dari aspek teknis hasil akhir berupa kompos yang dihasilkan dari pengelolaan sampah terpadu akan didistribusikan ke masyarakat dan pendistribusiannya diutamakan ke pertanian organik mengingat Kabupaten Tabanan terkenal dengan daerah agrarisnya. Pendapatan LaSahDu bersumber dari dua pendapatan yaitu pendapatan dari penerimaan retribusi atas jasa pengangkutan sampah dan pendapatan dari hasil penjualan produk pengelolaan sampah baik itu berupa kompos maupun lapak. Pendampingan dalam hal pembiayaan, dan hukum perlu diberikan oleh pemerintah daerah diawal operasional LaSahDu hingga bisa mandiri.

    DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1991. Standar Nasional Indonesia Nomor T-12-1991-03 Tentang Tata Cara pengelolaan

    Sampah Di Pemukiman. Anonim, 1994. Standar Nasional Indonesia Nomor 19-3964-1994 Tentang Metode Pengambilan

    dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Anonim. 2002. Standar Nasional Indonesia Nomor 19-2454-2002 Tentang Tata Cara Teknik

    Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tabanan. 2008, Dinas Kebersihan dan

    Pertamanan Dalam Data dan Informasi, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tabanan, Tabanan.

    Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah, Yayasan Idayu, Jakarta. Penyusunan Masterplan Persampahan Kabupaten Tabanan. 2009, Badan Perencana

    Pembangunan Daerah Kabupaten Tabanan, Tabanan. Yulianingrat, M., 2004, Analisis Manajemen Pengangkutan Sampah (Studi Kasus: Kec. Denpasar

    Barat), Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas

    Udayana, Denpasar, Bali


Recommended