6
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Word-of-Mouth Communication
2.1.1.1 Pengertian Word of Mouth Communication
Word of mouth menurut Michael.R.Solomon (2010, hal.442) adalah
“product information individuals transmit to other individuals. Because we
get the word from people we know, wom tends to be more reliable and
trustworthy than messages from more formal marketing channels. And
unlike advertising, wom often comes with social pressure to conform to
these recommendations. Ironically, despite all of the money marketers
pump into lavish ads, wom is far more powerful: it influences two-thirds of
all consumer-good sales. In one recent survey, 69 percent of interviewees
said they relied on a personal referral at least once over the course of a
year to help them choose a restaurant, 36 percent reported they used
referrals to decide on computer hardware and software, and 22 percent
got help from friends and associates to decide where to travel.”
Word of mouth communication adalah komunikasi yang dilakukan
melalui pembicaraan dari mulut ke mulut dengan cara menceritakan
pengalaman atau keunggulan dari suatu produk. Awalnya istilah ini khusus
disebut dengan komunikasi lisan tetapi sekarang mencakup semua jenis
komunikasi manusia, seperti tatap muka, telepon, email, dan pesan teks.
Word of mouth telah dianggap sebagai salah satu kekuatan yang paling
kuat dipasar. Di dalam kenyataannya, pilihan konsumen biasanya
dipengaruhi oleh word of mouth (Luis V. Casalo´, Carlos Flavia´n and
7
Miguel Guinalı´u, 2008). Promosi melalui mulut ke mulut yang dilakukan
oleh teman atau kerabat ini kredibilitasnya tinggi, jadi lebih bersifat
persuasif atau mempengaruhi daripada promosi melalui iklan. Karena jelas
orang lebih mempercayai temannya yang lebih dulu mencoba suatu
produk daripada hanya janji-janji yang tersirat didalam sebuah iklan.
Word of mouth communication ini sangat berkaitan erat dengan
pengalaman penggunaan suatu produk atau jasa. Dalam pengalaman
penggunaan produk itu akan timbul rasa puas jika perusahaan dapat
menciptakan produk dan pelayanan yang diberikan mampu memenuhi
harapan konsumen, dan sebaliknya akan merasa tidak puas jika
penggunaan produk tidak sesuai dengan harapan sebelumnya.
Berdasarkan pendapat Sernovitz (2006, hal.6), word of mouth terdiri
dari 2 jenis, yaitu :
1. Organic word of mouth adalah pembicaraan yang bersemi secara
alami dari kualitas positif dari perusahaan Anda.
2. Amplified word of mouth adalah pembicaraan yang dimulai oleh
kampanye yang disengajakan untuk membuat orang-orang berbicara.
Menurut Silverman (2001, hal.26), word of mouth begitu kuat karena
hal-hal berikut :
1. Kepercayaan yang bersifat mandiri
Pengambil keputusan akan mendapatkan keseluruhan, kebenaran
yang tidak diubah dari pihak ketiga yang mandiri.
2. Penyampaian pengalaman
Penyampaian pengalaman adalah alasan kedua mengapa word of
mouth begitu kuat. Ketika seseorang ingin membeli suatu produk,
orang tersebut akan mencapai suatu titik dimana dia ingin mencoba
8
produk tersebut. Secara idealnya, dia ingin mendapat resiko yang
rendah, pengalaman dunia nyata dalam menggunakan produk.
Dengan kata lain, dia membutuhkan pengalaman.
2.1.1.2 Word of Mouth Marketing
Menurut Andy Sernovitz (2006, hal.9-12) definisi WOM Marketing adalah
tindakan yang dapat memberikan alasan supaya semua orang lebih mudah
dan lebih suka membicarakan produk Anda, ada 4 hal agar orang lain
membicara produk atau jasa dalam Word of Mouth Marketing yaitu :
1. Be Interesting, menciptakan suatu produk atau jasa yang menarik
yang mempunyai perbedaan, terkadang walaupun perusahaan
menciptakan poduk sejenis mereka akan mempunyai karakteristik
yang tersendiri atau berbeda agar menarik dibicarakan seperti
packagingnya, guarantee dari produk atau jasa tersebut.
2. Make People Happy, buat produk yang mengagumkan, ciptakan
pelayanan prima, perbaiki masalah yang terjadi, dan pastikan suatu
pekerjaan yang perusahaan lakukan dapat membuat mereka
bertenaga, bergairah dan menggemari untuk berbicara kepada teman
mereka. Ketika konsumen menyukai produk atau jasa yang kita
berikan ia akan membagi pengalaman kepada teman mereka. Mereka
akan membantu untuk perusahaan, men-support bisnis perusahaan
kita dan ia akan mengajak teman atau orang-orang terdekat mereka
untuk menikmati atau mencoba produk atau jasa yang ditawarkan.
Word of mouth akan mudah terjadi apabila perusahaan dapat
membuat konsumen tersebut merasa senang.
9
3. Earn Trust and Respect, perusahaan harus mendapatkan kepercayaan
dan rasa hormat dari pelanggan. Tanpa adanya kepercayaan, orang
enggan merekomendasikan produk atau jasa yang perusahaan berikan
karena ini akan membahayakan citra harga dirinya. Komitmen
terhadap informasi yang berikan, dan buat mereka juga yakin untuk
membicara tentang produk atau jasa yang telah kita berikan kepada
semua orang yang mereka kenal.
4. Make it Easy, perusahaan harus membuat hal itu mudah buat orang
lain untuk membicarakan produk yang ditawarkan, yaitu temukan cara
agar mereka menyampaikan perihal mengenai produk atau jasa
tersebut dengan singkat seperti pesan singkat agar semua orang
mudah mengingatnya.
Ada 3 alasan atau motivasi orang mau membicarakan produk atau
perusahaan Anda yaitu : (Andy Sernovitz, 2006, hal.13-40)
1. They Like You and Your Stuff, yaitu mereka berbicara karena
perusahaan melakukan atau menjual sesuatu yang mereka inginkan
untuk dibicarakan, mereka menyukai anda atau produk anda. Mereka
merasa senang dan bangga dapat merekomendasikan produk atau
jasa yang telah kita berikan kepada konsumen tersebut.
2. Taking Makes Them Feel Good, mereka merasa senang dan bangga
dapat merekomendasikan produk atau jasa yang telah perusahan
berikan kepada konsumen tersebut.
3. They Feel Connected to the Group yaitu setelah merekomendasikannya
mereka merasa menjadi satu bagian dari sebuah keluarga besar
pemakai produk yang sama.
10
Pelanggan tetap maupun baru yang berpengalaman tentang
pelayanan suatu perusahaan akan mulai berinteraksi dengan pelanggan
yang lain. Penilaian akan terjadi pada tahap penilaian dimana pelanggan
akan memutuskan untuk kembali atau tidak. Tanggapan positif atau
negatif akan mempengaruhi apakah pelanggan lain akan menggunakan
pelayanan yang diberikan. Komunikasi dari mulut ke mulut akan
menyebabkan efek ganda dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain
dan dari satu situasi ke situasi yang lain. Bagaimanapun juga tanggapan
yang negatif akan mengakibatkan efek yang lebih hebat daripada
tanggapan yang positif. Pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan
ketidakpuasannya dua kali daripada pelanggan yang puas. Efek negatif
dari ketidakpuasan pelanggan akan menentukan kelangsungan dari suatu
perusahaan, sementara efek positif dari kepuasan pelanggan berakibat
lebih kecil terhadap kelangsungan perusahaan.
Suatu perasaan yang sangat puas terjadi karena konsumen merasa
puas dengan apa yang ia harapkan, dimana orang yang merasa sangat
puas akan memberikan suatu effects seperti pembelian berulang dan
penyebaran positive word of mouth kepada konsumen lain nya.
Word of mouth telah terbukti sangat berpengaruh dalam arena jasa
pemasaran. Penelitian menunjukkan bahwa konsumen mengandalkan
word of mouth (WOM) untuk mengurangi resiko bahwa mereka dianggap
berasal dari ketidakpastian yang melekat dalam layanan keputusan
pembelian (Erin M. Steffes and Lawrence E. Burgee, 2008).
Word of mouth memiliki pengaruh yang kuat pada persepsi produk
dan jasa, yang menyebabkan perubahan penilaian, peringkat nilai, dan
kemungkinan pembelian. Penelitian menemukan bahwa WOM lebih
11
penting di tahap akhir proses pembelian seperti meyakinkan konsumen
dan mengurangi ketidakpastian pasca pembelian (Jillian C. Sweeney,
Geoffrey N. Soutar and Tim Mazzarol, 2007).
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 89% konsumen Indonesia lebih
mempercayai rekomendasi dari teman dan keluarga pada saat
memutuskan untuk membeli sebuah produk. Hal tersebut terungkap dalam
penelitian yang dilakukan Onbee Marketing Research (anak perusahaan
Octovate Consulting Group) bekerjasama dengan Majalah SWA kepada
2000 konsumen di lima kota besar Indonesia. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Onbee Marketing Research juga menunjukkan bahwa rata-
rata konsumen Indonesia akan menceritakan hal-hal positif tentang
sebuah merek kepada tujuh orang. Sementara hal-hal negatif diceritakan
kepada 11 orang. Selain itu, hasil riset juga menunjukkan bahwa sebuah
brand memerlukan enam rekomendasi positif untuk menetralisir hanya
satu pemberitaan negatif dari seorang konsumen. Sikap konsumen ini
menunjukkan bahwa program word of mouth marketing yang efektif di
Indonesia akan cepat membangun kredibilitas sebuah brand, yang
berhujung pada rekomendasi brand tersebut oleh satu konsumen ke
konsumen lainnya. (http://www.astaga.com/content/word-mouth-
marketing-efektif-bangun-kredibilitas-brand, 2009).
2.1.1.3 Indikator Word of Mouth
Berdasarkan pendapat Rangkuti (2009, hal.96), pesan yang disampaikan
melalui word of mouth dapat diukur dengan menggunakan indikator-
indikator, yaitu dengan melihat hubungan antara lawan bicara anda
12
mengenai produk X dan tindakan anda setelah melakukan pembicaraan
mengenai produk X tersebut.
Indikator lawan bicara anda meliputi :
• keahlian lawan bicara
• kepercayaan terhadap lawan bicara
• daya tarik lawan bicara
• kejujuran lawan bicara
• objektivitas lawan bicara
• niat lawan bicara
tindakan anda setelah melakukan pembicaraan meliputi :
• konsumsi pesan
• pencarian informasi
• konversi
• penyampaian kembali
• penciptaan ulang pesan
2.1.2 Brand Trust
2.1.2.1 Pengertian Brand (Merek)
Merek atau brand menurut Kottler dan Keller (2007, hal.332) adalah
“nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari
semuanya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa
penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari
barang atau jasa pesaing.” Brand dapat disebut “pelabelan”. Brand dapat
membantu penjualan. Brand berkaitan dengan kepercayaan konsumen
terhadap suatu produk atau layanan, yang diyakini tidak saja dapat
memenuhi kebutuhan mereka, tetapi dengan memberikan kepuasan yang
13
lebih baik dan terjamin. Istilah brand muncul ketika persaingan produk
semakin tajam dan menyebabkan perlunya penguatan peran label untuk
mengelompokkan produk dan layanan yang dimiliki dalam satu kesatuan
guna membedakan produk itu dengan produk pesaing.
Salah satu upaya perusahaan untuk melakukan penetrasi pasar dan
memperkuat produk dan layanan adalah melakukan branding. Istilah ini
cukup popular di kalangan pemasaran karena memberikan efek besar
terhadap peningkatan penjualan. Bahkan demi mempertahankan pangsa
pasarnya beberapa perusahaan bahkan rela mengeluarkan dana yang
tidak sedikit hanya demi menanamkan brand yang kuat di mata
masyarakat.
2.1.2.2 Brand Trust (Kepercayaaan Merek)
Delgado (2005) menjelaskan bahwa kepercayaan merek (brand trust)
adalah “perasaan aman yang di miliki konsumen akibat dari interaksinya
dengan sebuah merek, yang berdasarkan persepsi bahwa merek tersebut
dapat diandalkan dan bertanggung jawab atas kepentingan dan
keselamatan dari konsumen”. Selain itu Delgado juga menjelaskan bahwa
brand trust adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek.
Kepercayaan terbangun karena adanya harapan bahwa pihak lain akan
bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Ketika
seseorang telah mempercayai pihak lain maka mereka yakin bahwa
harapan akan terpenuhi dan tak ada lagi kekecewaan.
Brand trust juga dapat diartikan sebagai adanya sebuah harapan yang
tinggi bahwa suatu merek tertentu akan membawa hasil yang positif bagi
para pelanggan. Brand trust dimulai dari pengalaman yang lalu dan
14
interaksi karena perkembangannya di pengaruhi oleh proses pengalaman
individual dari waktu ke waktu. Ini merangkum pengetahuan dan
pengalaman para pelanggan dengan merek tersebut. Sebagai sebuah
atribut pengalaman, brand trust dipengaruhi oleh evaluasi pelanggan dari
kontak langsung (percobaan, pemakaian) atau kontak tidak langsung
(periklanan, word of mouth) dengan merek tertentu. Dari semua kontak
tersebut, sumber brand trust yang paling relevan dan penting adalah
pengalaman menggunakan barang tersebut.
Pengukuran Brand Trust
Dari sudut pandang konsumen, kepercayaan merek merupakan
variabel psikologis yang mencerminkan sejumlah akumulasi asumsi awal
yang melibatkan kredibilitas, integritas, dan benevolence, yang dilekatkan
pada merek tertentu.
Menurut Delgado (2005) brand trust terbentuk oleh dua faktor yaitu
brand reliability dan brand intention.
1. Brand reliability dipahami sebagai keyakinan konsumen bahwa produk
tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan atau dengan kata lain
persepsi bahwa merek tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan
memberikan kepuasan. Contohnya, jika mobil, brand reliability itu bisa
dinilai dari aspek kecepatan, daya tahan, dan keiritannya.
2. Brand intention dipahami sebagai keyakinan konsumen bahwa merek
tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah
dalam konsumsi produk muncul secara tidak terduga. Dan terjadi
kepuasan pelanggan yang mengakibatkan pelanggan semakin yakin
15
kepada suatu merek sehingga pelanggan akan cenderung memilih merek
tersebut dan tidak beralih kepada merek lain.
Dari kedua unsur pembentuk brand trust, brand intention lebih besar
pengaruhnya dalam pembentukan loyalitas sebuah merek daripada brand
reliability, khususnya terhadap produk-produk yang customer involvement
rendah seperti fast moving consumer goods. Pasalnya pelanggan akan
memandang sama untuk prestasi atau kinerja yang muncul dari tiap
tersebut. Pandangan ini dapat menjadi acuan bagi para product manager
maupun brand manager untuk lebih menonjolkan intensi pelanggan pada
sebuah produk fast moving consumer goods.
Menurut Ferrinadewi (2008), kedua komponen kepercayaan merek
bersandar kepada penilaian konsumen yang subjektif atau didasarkan
pada beberapa persepsi yaitu :
1. Persepi konsumen terhadap manfaat yang dapat diberikan produk
atau merek (Delgado, 2005)
2. Persepi konsumen akan reputasi merek, persepsi konsumen akan
kesamaan kepentingan dirinya dengan penjual, dan persepsi mereka
pada sejauh mana konsumen dapat mengendalikan penjual dan
persepsi.
Maka pemasar perlu memperhatikan stimuli-stimuli apa saja yang harus
disediakan agar persepsi yang terbentuk sesuai dengan yang diharapkan
merek. Stimulus tersebut harus disesuaikan dengan demografi
konsumennya karena pembentukan impresi konsumen dtentukan oleh
demografi pemakainya, dalam hal ini status peggunanya.
Beberapa contoh stimuli yang dapat digunakan pemasar untuk
membangun kepercayaan konsumen adalah :
16
1. Dengan menampilkan nomor telepon suara pelanggan pada kemasan
dan menyelenggarakan program advokasi,
2. Pada kemasan tersedia cara pemakaian dan manfaat produk karena
informasi seperti ini menggambarkan kepedulian perusahaan kepada
konsumen, kemudian menyediakan informasi tentang efek samping
yang mungkin akan di alami oleh konsumen. Stimuli seperti ini akan
memberikan kesan bahwa merek tidak menutup-nutupi efek atau
dampak negatif dari penggunaan produk.
3. Menyediakan saluran komunikasi khusus bagi konsumen yang ingin
menyampaikan keluhan atau saran. Sehingga tercipta kesan bahwa
merek sangat memperhatikan dan ingin memenuhi kebutuhan
konsumen yang belum terpenuhi.
4. Menyediakan sales counter atau advisor yang dapat memberikan
penjelasan secara langsung kepada konsumen, khususnya untuk
merek produk yang sifatnya jasa. Sales counter atau advisor sebaiknya
adalah orang-orang yang dapat memposisikan diri sebagai teman atau
keluarga konsumen karena informasi yang disampaikan oleh teman
atau keluarga akan lebih dipercaya.
Semua bentuk stimuli tersebut haruslah menggambarkan sikap
keterbukaan, kejujuran, dan ketulusan dari merek. Sikap-sikap semacam
ini akan menciptakan kepercayaan konsumen secara alamiah.
17
2.1.3 Keputusan Pembelian
2.1.3.1 Definisi Keputusan Pembelian
Proses pengambilan keputusan merupakan serangkaian aktivitas
mental dan fisik yang dilakukan oleh konsumen sebelum terjadi pembelian
aktual (Ferrinadewi dan Dermawan, 2004, hal.13).
Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang
pencarian, pembelian, penggunaan beragam produk, dan merek pada
setiap periode tertentu. Berbagai macam keputusan mengenai aktivitas
kebutuhan seringkali harus dilakukan oleh konsumen pada setiap hari.
Konsumen melakukan keputusan setiap hari tanpa menyadari bahwa
mereka telah mengambil keputusan. Disiplin perilaku konsumen berusaha
mempelajari bagaimana konsumen mengambil keputusan dan memahami
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan yang terlibat dalam
pengambilan keputusan tersebut.
Schiffman dan Kanuk (2004, hal.491) mendefinisikan suatu keputusan
sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif.
Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka ia harus
memilliki pilihan alternatif.
2.1.3.2 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Proses pengambilan yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut :
pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Dengan gambar
sebagai berikut :
18
Gambar 2.1 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Sumber : (Kotler dan Keller, 2007, hal.235)
Secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan
internal atau eksternal. Pengenalan masalah ini ditujukan terutama
untuk mengetahui adanya kebutuhan dan keinginan yang belum
terpenuhi atau terpuaskan.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang
lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini, orang
hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level
selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi : mencari
bahan bacaan, menelepon teman, mengunjungi toko untuk
mempelajari produk tertentu.
3. Evaluasi Alternatif
Evaluasi sering mencerminkan keyakinan dan sikap. Melalui belajar
dan bertindak, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya
kemudian mempengaruhi perilaku pembelian.
Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Membeli
Perilaku Pasca Pembelian
19
4. Keputusan Membeli
Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas
merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga
dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian
karena memperhatikan fitur-fitur tertentu yang menganggu atau
mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan
selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya.
2.1.3.3 Tingkat Pengambilan Keputusan Konsumen
Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima atau
membutuhkan tingkat pencarian yang sama. Dalam rangkaian usaha yang
berkisar paling tinggi sampai paling rendah, kita dapat membedakan tiga
tingkat pengambilan keputusan konsumen spesifik : pemecahan masalah
ekstensif, pemecahan masalah terbatas, perilaku respon rutin.
• Pemecahan Masalah Ekstensif (Extensive Problem Solving)
Dalam tipe keputusan ini, konsumen tidak memiliki pengalaman
sebelumnya dalam pembelian suatu produk/jasa dan merasakan
adanya tingkat resiko yang tinggi dalam pembelian. Situasi pembelian
yang sering dijumpai antara lain, pembelian pertama kali, pembelian
produk yang harganya mahal, jarang dibeli dan keputusannya tidak
dapat dikoreksi, pembelian produk baru yang kompleks, pembelian
yang nilai psikologisnya penting dan sejenisnya. Selain itu, konsumen
cenderung bersedia mencurahkan waktu, tenaga dan usaha guna
20
mengidentifikasi kriteria atau atribut yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi berbagai alternatif merek atau produk.
• Pemecahan Masalah Terbatas (Limited Problem Solving)
Konsumen memiliki sejumlah pengetahuan tentang kategori produk
dan kriteria pilihan yang relevan, namun menjumpai adanya merek
yang baru. Waktu yang dicurahkan untuk proses pembuatan
keputusan memang lebih sedikit dibandingkan pemecahan masalah
ekstensif namun relatif cukup lama. Konsumen bukan saja
mengevaluasi merek baru namun juga membandingkan berbagai
merek yang ada untuk membentuk evaluasi atas preferensinya.
• Perilaku Respon Rutin (Routinized Response Behavior atau Habitual
Problem Solving)
Pengambilan keputusan dalam tipe ini relatif cepat dan tidak terlalu
membutuhkan banyak informasi tambahan. Konsumen telah
berpengalaman dan menentukan pilihan dalam kelas produk dan
karenanya tidak terlalu membutuhkan informasi untuk pengambilan
keputusan.
Tipe seperti ini dibagi 2 macam :
Brand Loyal Decisions, yakni keputusan yang dibuat oleh
konsumen yang memiliki tingkat keterlibatan produk yang tinggi
dan ketertarikan emosional tinggi pada merek spesifik.
Repeat Purchase Decisions, yakni pola perilaku konsumen yang
mencakup pembelian produk atau jasa yang sama sepanjang
waktu dengan atau tanpa loyalitas terhadap produk atau jasa
yang bersangkutan.
21
2.1.3.4 Model Pengambilan Keputusan Konsumen
• Economic Models, pengambilan keputusan diambil berdasarkan atas
ekonomis dan bersifat lebih rasional.
• Psychological Models, diambil lebih banyak karena alasan psikologis
dan sejumlah faktor sosiologis seperti pengaruh keluarga dan budaya.
• Consumer Behavior Models, model yang umumnya diambil kebanyakan
konsumen, dilandasi oleh faktor ekonomis rasional dan psikologis.
2.1.3.5 Tiga Tahap Proses Pengambilan Keputusan
Dalam proses pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap
yaitu :
1. Masukan
Yang utama diantara berbagai faktor masukan ini adalah :
• Masukan pemasaran mencakup berbagai kegiatan bauran
pemasaran perusahaan yang berusaha menyampaikan manfaat
produk dan jasa mereka kepada para konsumen potensial yang
akan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Strategi
bauran pemasaran tersebut terdiri dari : produk, iklan dan
berbagai usaha promosi lainnya, kebijakan harga, dan pemilihan
saluran distribusi.
• Masukan sosiobudaya mencakup pengaruh keluarga, teman-
teman dan para tetangga dan aturan perilaku masyarakat yang
ada semuanya merupakan masukan yang mungkin
mempengaruhi apa yang dibeli para konsumen dan bagaimana
mereka menggunakan apa yang mereka beli.
22
2. Proses
Komponen proses dalam model tersebut berhubungan dengan cara
konsumen mengambil keputusan. Bidang psikologis mewakili pengaruh
dalam diri (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap)
yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Proses
pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap yaitu :
1. Pengenalan Kebutuhan : tahap pertama proses keputusan
pembelian dimana konsumen mengenali permasalahan atau
kebutuhan.
2. Penelitian Sebelum Pembelian : tahap ini berkaitan dengan
pencarian informasi oleh konsumen mengenai suatu produk
yang diingininya.
3. Penilaian Berbagai Alternatif : tahap proses keputusan pembeli
dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi
berbagai alternatif dalam serangkaian pilihan.
3. Keluaran
Keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen menyangkut
dua kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat yaitu :
1. Perilaku Pembelian
Para konsumen melakukan tiga tipe pembelian : pembelian
percobaan, pembelian ulangan, dan pembelian komitmen jangka
panjang. Percobaan merupakan tahap perilaku pembelian yang
bersifat penjajakan dimana konsumen berusaha menilai suatu
produk melalui pemakaian langsung. Apabila produk dirasakan
lebih memuaskan atau lebih baik mungkin konsumen akan
melakukan pembelian ulang.
23
2. Penilaian Pasca Pembelian
Konsumen melakukan tindakan lebih lanjut setelah pembelian
berdasarkan pada kepuasan dan ketidakpuasan mereka.
2.1.4 Private Brand
“Brand do not neseccarily have to be manufacturer brands. They can also be
store brands”. (Kumar, 2007). Private label merupakan strategi private branding
yang merujuk pada deskripsi terhadap jenis-jenis produk yang disediakan oleh
para pemasok kepada industi pengecer (ritel) yang menyandang nama merek gerai
pengecer masing-masing (Duane Knapp, 2000, hal.247). Private label adalah
segala jenis merek yang dijual di retail atau distributor dan hanya tersedia di outlet
peritel saja. Produk tersebut mempunyai spesifikasi khusus yang telah ditentukan
oleh peritel. Private label juga dikenal sebagai store brands, private label branding,
private–label goods, own-label, house-brands. Private label merupakan produk dari
perusahaan pemasok yang telah terikat kontrak dengan peritel.
Pengenalan dan pengembangan private brand dapat dilihat sebagai strategi
untuk meningkatkan citra toko dan profitabilitas, strategi private brand digunakan
karena berpotensi meningkatkan loyalitas terhadap toko, kontrol terhadap ruangan
pemajangan produk, menghasilkan marjin yang lebih tinggi, dan meningkatkan
kekuatan penawaran terhadap perusahaan manufaktur. Peritel dapat bernegosiasi
dengan perusahaan manufaktur untuk mendapatkan harga grosir sehingga dapat
menghasilkan marjin yang lebih besar (Eyal Gamliel and Ram Herstein, 2007).
Private brand sering di posisikan sebagai alternatif biaya yang lebih rendah
untuk national brand. Pada beberapa peritel besar yang memiliki banyak jaringan,
program private label dapat dijadikan pilihan hubungan dengan pemasok. Private
label adalah program dimana peritel dapat mencantumkan mereknya sendiri pada
24
barang-barang tertentu dari pemasok tertentu. Pada program ini, peritel yang
telah mempunyai hubungan baik dengan pemasok, sehingga barang yang akan
dikenakan merek diberikan jatah khusus. Dengan cara ini ada beberapa
keuntungan yang didapat oleh peritel. Pertama, pembeli dengan sendirinya
memiliki beberapa alternatif pembelian. Selain dapat memilih merek dari pemasok
yang langsung, dengan beberapa pertimbangan, seperti harga yang lebih murah,
pembeli dapat memilih merek peritel. Sementara dari sisi pemasok pun, program
ini memiliki kelebihan.
Paling tidak, ada potensi untuk dapat meningkatkan volume penjualannya
karena yang terjual adalah mereknya sendiri dan merek dari peritel. Tentu saja
pemasok tidak sembarangan dalam memilih peritel yang dibenarkan menjual
private label ini. Hanya mereka yang memiliki kapabilitas (dalam arti telah teruji
kemampuan menjual dan mendistribusikan barang) yang dipilih. Di Indonesia,
peritel-peritel besar banyak membuat private label untuk produk air minum dalam
kemasan, deterjen, beras, roti, dll. Pada beberapa kasus, program ini dapat
menghasilkan penjualan yang lebih banyak daripada merk aslinya.
Di Indonesia, tren memproduksi dan memasarkan private brand mulai menjadi
semacam tren di kalangan peritel. Berikut ini adalah tabel produk private brand
peritel di Indonesia :
Tabel 2.1 Produk Private Brand di Indonesia
Tipe Gerai Merek Gerai Perusahaan Ritel Merek Produk Private
Label
Hipermarket Carrefour PT. Carrefour Indonesia Carrefour, Harmonie,
Blue Sky, Paling
Murah, First Line
25
Hipermarket Hypermart PT. Matahari Putra
Prima
Value Plus
Hipermarket &
Supermarket
Giant PT. Hero Supermarket
Tbk
Giant, First Choice
Supermarket SuperIndo PT. Lion Superindo 365
Supermaket Hero PT. Hero Supermarket
Tbk
Hero Save, Nature
Choice, Relliance
Minimarket Alfamart PT. Sumber Alfaria
Trijaya
Pasti, Scorlines,
Paroti
Minimarket Indomaret PT. Indomarco
Prismatama
Indomaret
Pusat Grosir Makro PT. Makro Indonesia Aro, Save Pack
Sumber : Rangkuman Dari Berbagai Sumber
Strategi Merek Produk Private Label
5 macam penamaan merek pada produk private brand :
1. Menggunakan Nama Perusahaan (Store Brands)
Nama retailer terpampang jelas pada kemasan produk. Seperti “First
Choice” yang di jual khusus di gerai Giant.
2. Menggunakan Subbrand (Store Sub-brands)
Produk private label dimana nama retailer ditempatkan dibagian yang
tidak terlalu mencolok pada kemasan atau merek yang berisikan 2
nama, nama peritel dan nama produk.
26
3. Umbrella Brands
Produk private label yang diberi merek independen : tidak ada kaitan
dengan nama perusahaan ritelnya. Umbrella brand digunakan untuk
produk dengan kategori yang berbeda dan sifatnya umum.
4. Individual Brands
Nama merek yang digunakan hanya untuk satu kategori produk.
5. Exclusive Brands
Nama merek yang digunakan untuk satu kategori yang sama. Namun
produk ini mempromosikan value added. Merek-merek ini tidak
menunjukkan kaitan dengan nama peritel walau dijual hanya
digerainya saja.
2.1.4.2 Keuntungan dan Kerugian Private Brand
Keuntungan dan kerugian private brand antara lain :
Tabel 2.2 Keuntungan dan Kerugian Private Brand
Pihak Keuntungan Kerugian
Peritel • Mengurangi dominasi
merek nasional
dalam pasar
• Menciptakan
ketergantungan
konsumen kepada
peritel
• Meningkatkan
penjualan
• Peritel dapat
dipersepsikan
sebagai less
powerful in the
marketplace karena
tidak
mempromosikan
merek-merek yang
sudah ternama
27
• Sebuah kesempatan
untuk strategi
diferensiasi dan
menyediakan pilihan
yang beragam bagi
konsumen
• Membangun loyalitas
konsumen terhadap
peritel dengan
menghindari
perbandingan
diantara merek-
merek lain
• Membangun image
peritel yang positif
• Kebebasan dalam
mengatur pricing
strategy
• Pengendalian
persediaan yang
lebih mudah
• Fokus yang
berlebihan pada
private brand
• Harga yang rendah
dipersepsikan
dengan kualitas
yang rendah
• Kurangnya
dukungan finansial
dari pemasok
• Jika produk private
brand tersebut
gagal atau tidak
berhasil memuaskan
konsumen, kecil
kemungkinan
mereka akan
membeli produk
private brand yang
lain
Pemasok • Menutup peluang
pesaing
• Pemasok dapat
memasuki pasar
• Hubungan dengan
peritel dapat
terganggu jika
produk tidak
28
dengan biaya yang
rendah
• Sebagai secondary
product yang
menambah portofolio
produk perusahaan
• Memproduksi produk
pesaing untuk
melawan market
leader
• Kesempatan bagi
usaha kecil yang
tidak memiliki modal
besar untuk
memasuki pasar yang
lebih luas
• Memperoleh lebih
banyak ruang dalam
rak gerai
• Pembangunan
strategic partnership
dengan peritel
berkualitas
• Menciptakan
kompetitor yang
mengancam produk
yang mereka
pasarkan
• Pemasok lain
mungkin
menawarkan harga
private brand yang
lebih rendah
sehingga
memaksakan
keuntungan yang
lebih rendah
• Biaya penyimpanan
yang tinggi dan
margin keuntungan
yang rendah
Konsumen • Harga yang lebih
rendah untuk kualitas
yang setara dengan
• Persepsi harga
murah = kualitas
rendah
29
produk lain
• Pilihan yang lebih
banyak
• Nama peritel yang
terpercaya =
kepercayaan
terhadap produk
• Sebagai pengganti
produk lain yang
habis persediaannya
• Anggapan kualitas
yang seragam pada
produk private
brand yang lain jika
ada produk yang
tidak dapat
berfungsi dengan
baik
Sumber : http://retailindustry.about.com/library/uc/02/uc_stanley3.htm
Konsumen-konsumen private brand telah di profil kan untuk kategori
kalangan menengah ke bawah atau secara finansial terbatas, tidak sadar
harga dan kualitas (Kyoung-Nan Kwon, Mi-Hee Lee, Yoo Jin Kwon, 2008).
Persepsi konsumen mengenai kualitas dari private brand telah meningkat
dan sekarang lebih mendekat kepada orang-orang yang mengkonsumsi
national brand, stigma yang melekat bahwa private brand berkualitas
buruk semakin menghilang.
2.1.5 Pengaruh Word of Mouth Communication Terhadap Pembelian Private
Brand
Word of mouth diakui sebagai alat atau perantara yang kuat dalam
mempengaruhi pilihan konsumen untuk melakukan pembelian (Ho Lai Ying, Cindy
M.Y. Chung, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa word of mouth yang
menguntungkan merupakan faktor utama keberhasilan produk. Ini menjelaskan
30
karena sumber pribadi (personal sources) dipandang sebagai yang lebih dapat
dipercaya (L.Jean Harrison-Walker, 2001).
Dengan pengalaman konsumen yang sudah melakukan pembelian produk
private brand dan menggunakan produk tersebut, mereka akan menceritakan
pengalaman nya itu kepada teman/kerabat atau saudara nya mengenai kelebihan
dan kekurangan produk tersebut. Sehingga akan mempengaruhi keputusan
pembelian seseorang.
2.1.6 Pengaruh Brand Trust Terhadap Pembelian Private Brand
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lau dan Lee (1999) menyatakan
bahwa indikator utama eksistensi perusahaan adalah menjadikan konsumen bisa
percaya pada merek/jasa yang kita tawarkan, melakukan pembelian, konsumen
merasa puas, membeli kembali, dan kemudian membuat mereka loyal pada
tingkatan loyalitas penuh.
Brand trust yaitu menyiratkan konsumen yang memiliki harapan positif dan
percaya pada keyakinan dalam merek, atas dasar dimana konsumen memutuskan
apakah akan menyelesaikan transaksi. Hal ini menunjukkan bahwa brand trust
memainkan peran fasilitator dalam proses pengambilan keputusan konsumen
(Sherriff T.K. Luk, Leslie S.C. Yip, 2008). Pada konsep diatas ditemukan pengertian
bahwa brand trust mempengaruhi seseorang untuk melakukan keputusan
pembelian.
2.1.7 Pengaruh Word of Mouth Communication dan Brand Trust Secara
Simultan Terhadap Pembelian Private Brand
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 89% konsumen Indonesia lebih
mempercayai rekomendasi dari teman dan keluarga pada saat memutuskan untuk
31
membeli sebuah produk. Sikap konsumen ini menunjukkan bahwa komunikasi
word of mouth yang efektif di Indonesia akan cepat membangun kredibilitas
sebuah brand, yang berhujung pada rekomendasi brand tersebut oleh satu
konsumen ke konsumen lainnya. (http://www.astaga.com/content/word-mouth-
marketing-efektif-bangun-kredibilitas-brand, 2009). Sebagai sebuah atribut
pengalaman, brand trust dipengaruhi oleh evaluasi pelanggan dari kontak
langsung (percobaan, pemakaian) atau kontak tidak langsung (periklanan, word of
mouth) dengan merek tertentu yang pada akhirnya meningkatkan dampak pada
pengambilan keputusan konsumen dan loyalitas terhadap merek (Delgado
Ballester dan Munuera Aleman, 2005). Berdasarkan pernyataan tersebut, word of
mouth dan brand trust mempengaruhi konsumen untuk melakukan keputusan
pembelian.
32
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber : Peneliti, 2010
1. Hubungan yang terjadi antara word of mouth dengan pembelian private brand
• Semakin dikenal baik orang yang melakukan word of mouth, dan terjadi
komunikasi word of mouth maka akan mendorong seseorang untuk melakukan
pembelian private brand.
Pembelian Private Brand (Y)
• Melakukan
pembelian private brand atau tidak melakukan pembelian private brand
Word of Mouth (X 1 )
• Keahlian lawan bicara
• Kepercayaan terhadap lawan bicara
• Daya tarik lawan bicara
• Objektivitas lawan bicara
• Niat lawan bicara
• Pencarian informasi
• Penyampaian kembali
Brand Trust (X 2 )
• Brand reliability
• Brand intention
T3
T1
T2
33
2. Hubungan yang terjadi antara brand trust dengan pembelian private brand
• Kepercayaan konsumen pada merek (brand trust) mendorong seseorang untuk
melakukan pembelian private brand.
3. Hubungan yang terjadi antara word of mouth, brand trust dan pembelian private
brand
• Komunikasi word of mouth yang berjalan dengan baik dan menciptakan
kepercayaan merek di konsumen maka akan mendorong seseorang untuk
melakukan pembelian private brand.
2.3 Hipotesis
• Untuk T-1
Hipotesis pengujian secara individu antara X1 terhadap Y :
Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan antara word of mouth terhadap pembelian
private brand Giant
Ha : ada pengaruh yang signifikan antara word of mouth terhadap pembelian private
brand Giant
• Untuk T-2
Hipotesis pengujian secara individu antara X 2 terhadap Y :
Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan antara brand trust terhadap pembelian
private brand Giant
Ha : ada pengaruh yang signifikan antara brand trust terhadap pembelian private
brand Giant
• Untuk T-3
Hipotesis pengujian secara bersama-sama (simultan) antara X 1 dan X 2 terhadap Y :
34
Ho : tidak ada pengaruh antara word of mouth dan brand trust secara simultan dan
signifikan terhadap pembelian private brand Giant
Ha : ada pengaruh antara word of mouth dan brand trust secara simultan dan
signifikan terhadap pembelian private brand Giant