BAB III
ANALISIS REPERTOAR
Pada bab ini, penulis akan memaparkan analisis repertoar dari karya skripsi “The
Wonder Five” yang berisi lima karya komposisi, antara lain “Baby Rhino’s Tune”,
“Just Another Day of an Elephant”, “The Furious Leopard”, “The Buffalos’
Journey”, dan “King of The Jungle”.
A. “Baby Rhino’s Tune”
Lagu ini dituliskan dalam tangga nada C Mayor dengan tujuan untuk
menonjolkan kesan besar, polos dan ceria.1 Dalam lagu ini digambarkan
seekor bayi badak yang sedang bergembira menikmati petualangannya untuk
menjelajahi hutan Afrika..
Tabel 3.1 Struktur Komposisi
Judul “Baby Rhino’s Tune”
Jenis Musik Program
Format Piano Empat Tangan
Durasi 2’01
Bagian Intro.
Bir. 1-
8
A1
Bir. 9-
16
A2
Bir. 17-
23
B
Bir. 24-
32
C
Bir. 33-
40
End.
Bir. 41-
50
Tonalitas C Mayor C Minor C Mayor
Teknik Pengolahan Motif dan Harmoni ���������������������������������������� ���������������������Schubart. C Major: Polos, sederhana, alami.�
1. Introduksi
Birama 1
yang sederhana dengan banyak menggunakan
part section
gembira dengan tonalitas mayor.
Gambar 3.1 Pola melodi bagian introduksi menggunakan
2. Bagian A1
Birama 9
dotted rhytm
ketukan yang stabil. Masih menggunakan tonalitas C Mayor pada bagian
ini dan dikembangkan dengan teknik sekuen.
3. Bagian A2
Masuk ke bagian A2, masih menggunakan pola melodi
namun dengan pola iringan yang berbeda.
Birama 1-8. Pada bagian awal lagu ini, penulis memilih pola melodi
yang sederhana dengan banyak menggunakan dotted rhytm
part section. Pada bagian ini digambarkan seekor badak kecil yang
gembira dengan tonalitas mayor.
Gambar 3.1 Pola melodi bagian introduksi menggunakan dotted rhytm
Birama 9-16. Pada bagian ini, penulis masih menggunakan pola
dotted rhytm pada melodi utamanya, sedangkan iringannya memainkan
ketukan yang stabil. Masih menggunakan tonalitas C Mayor pada bagian
ini dan dikembangkan dengan teknik sekuen.
Gambar 3.2 Pola tema utama
Masuk ke bagian A2, masih menggunakan pola melodi
namun dengan pola iringan yang berbeda.
8. Pada bagian awal lagu ini, penulis memilih pola melodi
dotted rhytm pada upper
digambarkan seekor badak kecil yang
dotted rhytm
16. Pada bagian ini, penulis masih menggunakan pola
pada melodi utamanya, sedangkan iringannya memainkan
ketukan yang stabil. Masih menggunakan tonalitas C Mayor pada bagian
Masuk ke bagian A2, masih menggunakan pola melodi yang sama
4. Bagian B
Birama 24
not 1/8 dengan ritme yang stabil, kemudian di bagian tengah tonalitasnya
berubah menjadi C Minor untuk mel
5. Ending
Birama 32 ketukan ketiga
dan diakhiri dengan dinamika
bermain-main.
B. “Just Another Day of an Elephant”
Karya komposisi ini menggunakan tangga nada G Mayor dalam
penulisannya. Karya ini merupakan penggambaran tentang suatu hari yang
dialami oleh gajah. Diawali dengan suasana pagi hari yang ceria di pinggir
����������������������������������������������������������2 Schubart. C Minor: pernyataan cinta namun juga ratapan kebahagiaan cinta di saat yang sama.
Gambar 3.3 Pola iringan
Birama 24-32. Pada bagian ini pola iringan berubah menggunakan
not 1/8 dengan ritme yang stabil, kemudian di bagian tengah tonalitasnya
berubah menjadi C Minor untuk melukiskan ratapan cinta yang bahagia.
Gambar 3.4 Pola iringan
Birama 32 ketukan ketiga- 50. Tonalitasnya kembali lagi ke C Mayor,
dan diakhiri dengan dinamika p agar terdengar kesan lucu seperti
main.
“Just Another Day of an Elephant”
Karya komposisi ini menggunakan tangga nada G Mayor dalam
penulisannya. Karya ini merupakan penggambaran tentang suatu hari yang
dialami oleh gajah. Diawali dengan suasana pagi hari yang ceria di pinggir
�������������������
Schubart. C Minor: pernyataan cinta namun juga ratapan kebahagiaan cinta di saat yang sama.
Pada bagian ini pola iringan berubah menggunakan
not 1/8 dengan ritme yang stabil, kemudian di bagian tengah tonalitasnya
ukiskan ratapan cinta yang bahagia.2
50. Tonalitasnya kembali lagi ke C Mayor,
agar terdengar kesan lucu seperti
Karya komposisi ini menggunakan tangga nada G Mayor dalam
penulisannya. Karya ini merupakan penggambaran tentang suatu hari yang
dialami oleh gajah. Diawali dengan suasana pagi hari yang ceria di pinggir
Schubart. C Minor: pernyataan cinta namun juga ratapan kebahagiaan cinta di saat yang sama.
sungai yang mengalir dengan tenang, gajah kecil berdialog dengan induk gajah
meminta ijin untuk pergi bermain-main, namun ia lupa waktu sehingga saat hari
menjadi gelap, ia tersesat di dalam hutan, namun pada akhirnya ia dapat
menemukan jalan pulang, karena keleahan akhirnya gajah kecil tertidur pulas.
Tabel 3.2 Struktur Komposisi
Judul “Just Another Day of An Elephant”
Jenis Musik Program
Format Piano empat tangan
Durasi 1’55
Bagian Intro.
Bir.
1-4
A
Bir.
5-12
B
Bir. 13-
20
A’
Bir. 21-
28
C
Bir. 29-
44
D
Bir. 45-
57
Ending
Bir. 58-
63
Tonalitas D Mayor
Teknik Pengolahan Motif dan Harmoni
1) Introduksi
Bagian ini dimulai dari birama 1 hingga birama 4. Pada bagian ini
primo memiliki karakter yang tenang dan mengalir, untuk
menggambarkan suatu hari yang cerah dan damai dalam kehidupan
seekor gajah. Untuk memunculkan karakter tersebut, penulis
menggunakan banyak melodi dengan jarak nada yang berdekatan serta
bergerak turun kemudian naik lagi (untuk memberikan efek seperti suara
aliran air sungai yang mengalir tenang).
2) Bagian A
Mulai dari birama 5
masing-masing memiliki motif pendek yang mengganbarkan seekor gajah
dengan suasana hati yang ceria serta not akhir yang lebih panjang dengan
ornament acciac
seperti terumpet. Sedangkan pola iringan dengan jarak oktaf, memberikan
efek kuat dan besar untuk merepresentasikan ukuran gajah yang besar.
Birama 5 dan 6 merupakan frase
adalah frase konsekuen. Suara yang lebih rendah mengibaratkan induk
gajah, sedangkan suara yang lebih tinggi pada birama 7 dan 8
menggambarkan anak gajah.
Gambar 3.5 Motif aliran air sungai
Mulai dari birama 5-12. Pada bagian ini terdapat 2 kalimat yang
masing memiliki motif pendek yang mengganbarkan seekor gajah
dengan suasana hati yang ceria serta not akhir yang lebih panjang dengan
acciacatura sebagai visualisasi suara gajah yang mengemprit
seperti terumpet. Sedangkan pola iringan dengan jarak oktaf, memberikan
efek kuat dan besar untuk merepresentasikan ukuran gajah yang besar.
Gambar 3.6 Visualisasi suara Elephant atau Gajah
Birama 5 dan 6 merupakan frase anteseden, sedangkan birama 7 dan 8
adalah frase konsekuen. Suara yang lebih rendah mengibaratkan induk
gajah, sedangkan suara yang lebih tinggi pada birama 7 dan 8
menggambarkan anak gajah.
12. Pada bagian ini terdapat 2 kalimat yang
masing memiliki motif pendek yang mengganbarkan seekor gajah
dengan suasana hati yang ceria serta not akhir yang lebih panjang dengan
uara gajah yang mengemprit
seperti terumpet. Sedangkan pola iringan dengan jarak oktaf, memberikan
efek kuat dan besar untuk merepresentasikan ukuran gajah yang besar.
atau Gajah
anteseden, sedangkan birama 7 dan 8
adalah frase konsekuen. Suara yang lebih rendah mengibaratkan induk
gajah, sedangkan suara yang lebih tinggi pada birama 7 dan 8
Birama 9
induk gajah dan anaknya.
3) Bagian B
Birama 13
bermain-main. Penulis menggunakan pola yang berulang
teknik sekuen serta menggunakan tonalitas mayor untuk menimbulkan
perasaan sukacita.
4) Bagian A’
Birama 21
namun dengan bentuk ritme yang berbeda. Induk gajah kembali berdialog
dengan anaknya.
5) Bagian C
Gambar 3.7 Melodi induk Elephant atau Gajah
Gambar 3.8 Melodi Little Elephant
Birama 9-10, dan birama 11-12 masih menggambarkan dialog antara
induk gajah dan anaknya.
Birama 13-20. Pada bagian ini, digambarkan Sang gajah pergi
main. Penulis menggunakan pola yang berulang-
en serta menggunakan tonalitas mayor untuk menimbulkan
perasaan sukacita.
Birama 21-28. Bagian ini merupakan pengulangan dari bagian A
namun dengan bentuk ritme yang berbeda. Induk gajah kembali berdialog
dengan anaknya.
atau Gajah
12 masih menggambarkan dialog antara
20. Pada bagian ini, digambarkan Sang gajah pergi
-ulang dengan
en serta menggunakan tonalitas mayor untuk menimbulkan
28. Bagian ini merupakan pengulangan dari bagian A
namun dengan bentuk ritme yang berbeda. Induk gajah kembali berdialog
Birama 29
akor sehingga terdengar lebih penuh
berbeda. Sang gajah yang bermain
menjadi gelap mulai gusar karena tidak dapat menemukan jalan untuk
pulang ke rumah.
6) Bagian D
Birama 45
ritme yang rapat. Bagian ini menceritakan perjuangan Sang Gajah dalam
menemukan jalan untuk pulang kembali ke rumah.
7) Ending
Pada bagian ini Sang gajah yang kelelahan akhirnya tertidur pulas.
Digambarkan dengan motif nada
semakin melambat.
Birama 29-44. Pada bagian ini pola iringan berubah menjadi bentuk
sehingga terdengar lebih penuh untuk menimbulkan suasana yang
berbeda. Sang gajah yang bermain-main sendirian hingga langit berubah
menjadi gelap mulai gusar karena tidak dapat menemukan jalan untuk
pulang ke rumah.
Birama 45-57. Pada bagian ini terdapat banyak motif berulang dengan
ritme yang rapat. Bagian ini menceritakan perjuangan Sang Gajah dalam
menemukan jalan untuk pulang kembali ke rumah.
Gambar 3.9 Pola nada berulang-ulang
Pada bagian ini Sang gajah yang kelelahan akhirnya tertidur pulas.
Digambarkan dengan motif nada-nada panjang yang ditahan lama dan
semakin melambat.
Gambar 3.10 Nada panjang dan semakin melambat
pola iringan berubah menjadi bentuk
untuk menimbulkan suasana yang
main sendirian hingga langit berubah
menjadi gelap mulai gusar karena tidak dapat menemukan jalan untuk
57. Pada bagian ini terdapat banyak motif berulang dengan
ritme yang rapat. Bagian ini menceritakan perjuangan Sang Gajah dalam
Pada bagian ini Sang gajah yang kelelahan akhirnya tertidur pulas.
nada panjang yang ditahan lama dan
Gambar 3.10 Nada panjang dan semakin melambat
C. “The Furious Leopard”
Leopard, merupakan hewan pemakan daging. Pada saat Ia selesai
berburu, Leopard memanjat pohon dan memakan hasil buruannya di atas pohon.
Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari para pencuri makanan, terutama
Hyena. Lagu ini menggunakan tempo cepat, dengan
tema utama di dalamnya. Tonalitas Gis Minor dipilih untuk menyesuaikan
karakter dari Leopard yang diangkat penulis, yakni perjuangan yang sulit.
Judul
Jenis
Format
Durasi
Bagian
Bir. 1
Tonalitas
Teknik Pengolahan Motif dan Harmoni
1) Bagian A
Birama 1
pola iringan sederhana dengan ritme mengikuti ketukannya. Ritme yang
stabil membuka lagu ini dengan suasana yang tidak tenang.
����������������������������������������������������������3 Schubart. Gis Minor: perjuangan yang sulit
“The Furious Leopard”
, merupakan hewan pemakan daging. Pada saat Ia selesai
berburu, Leopard memanjat pohon dan memakan hasil buruannya di atas pohon.
Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari para pencuri makanan, terutama
. Lagu ini menggunakan tempo cepat, dengan banyak permainan variasi
tema utama di dalamnya. Tonalitas Gis Minor dipilih untuk menyesuaikan
karakter dari Leopard yang diangkat penulis, yakni perjuangan yang sulit.
Tabel 3.3 Struktur Komposisi
“The Furious Leopard”
Musik Program
Piano empat tangan
1’52
A
Bir. 1-6
B
Bir. 7-18
C
Bir. 19-34
D
Bir. 35-48
Gis Minor D Minor Gis Minor
Teknik Pengolahan Motif dan Harmoni
Birama 1-6. Bagian ini adalah pembukaan. Bagian ini
pola iringan sederhana dengan ritme mengikuti ketukannya. Ritme yang
stabil membuka lagu ini dengan suasana yang tidak tenang.
�������������������
Schubart. Gis Minor: perjuangan yang sulit
, merupakan hewan pemakan daging. Pada saat Ia selesai
berburu, Leopard memanjat pohon dan memakan hasil buruannya di atas pohon.
Hal ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari para pencuri makanan, terutama
banyak permainan variasi
tema utama di dalamnya. Tonalitas Gis Minor dipilih untuk menyesuaikan
karakter dari Leopard yang diangkat penulis, yakni perjuangan yang sulit.3
48
E Bir. 49-56
Gis Minor
6. Bagian ini adalah pembukaan. Bagian ini menggunakan
pola iringan sederhana dengan ritme mengikuti ketukannya. Ritme yang
2) Bagian B
Birama 7
sekuen turun
seperti bagian A. Sang Leopard memperhatikan lingkungan sekitar dari
atas pohon dengan selalu siaga. Pada birama 15, melodi yang melompat
lompat mewakili Sang Leopard yang mulai bergerak melompat dan
berlari bersiap untuk mengejar mangsanya.
3) Bagian C
Birama 19
mengejar mangsanya, penulis menggunakan pola staccato dengan ritme
yang berjalan rata dan pola melodi yang
Pada bagian akhir di bagian ini, tonalitas berubah menjadi Gis Minor
untuk lebih meningkatkan ketegangannya.
Gambar 3.11 Pola iringan
Birama 7-18. Pada bagian ini, penulis banyak menggunakan teknik
sekuen turun satu laras namun masih dengan pola iringan yang sama
seperti bagian A. Sang Leopard memperhatikan lingkungan sekitar dari
atas pohon dengan selalu siaga. Pada birama 15, melodi yang melompat
lompat mewakili Sang Leopard yang mulai bergerak melompat dan
lari bersiap untuk mengejar mangsanya.
Gambar 3.12 Melodi yang melompat
Birama 19-34. Masuk pada bagian ini, Sang leopard mulai berlari
mengejar mangsanya, penulis menggunakan pola staccato dengan ritme
yang berjalan rata dan pola melodi yang turun kemudian naik dan turun.
Pada bagian akhir di bagian ini, tonalitas berubah menjadi Gis Minor
untuk lebih meningkatkan ketegangannya.
Gambar 3.13 Pola ritme yang turun kemudian naik
18. Pada bagian ini, penulis banyak menggunakan teknik
satu laras namun masih dengan pola iringan yang sama
seperti bagian A. Sang Leopard memperhatikan lingkungan sekitar dari
atas pohon dengan selalu siaga. Pada birama 15, melodi yang melompat-
lompat mewakili Sang Leopard yang mulai bergerak melompat dan
34. Masuk pada bagian ini, Sang leopard mulai berlari
mengejar mangsanya, penulis menggunakan pola staccato dengan ritme
turun kemudian naik dan turun.
Pada bagian akhir di bagian ini, tonalitas berubah menjadi Gis Minor
Gambar 3.13 Pola ritme yang turun kemudian naik
4) Bagian D
Birama 35
khas di bagian ini, motif ini menggambarkan seekor leopard sedang
berlari dan melompat menerkam mangsanya.
Birama 39 menunjukkan Sang Leopard gagal mendapatkan
mangsanya. Hal ini ditunjukkan dengan pola yang kembali
A. Namun meskipun dia gagal, Sang Leopard belum menye
ia mencoba lagi untuk menyerang mangsanya.
5) Bagian E
Birama 49
lompat, yang menggambarkan Sang Leopard kembali bersemangat
memburu mangsanya dan kali ini usahanya tidak sia
mendapatkan mangsa, Leopard kemudian membawa hasil buruannya ke
atas pohon dan menikmatinya tanpa gangguan. Akhir yang kuat dengan
aksen mewakili ketangguhan dan kekuatan dari Sang Leo
Birama 35-48. Pola melompat-lompat merupakan salah satu m
khas di bagian ini, motif ini menggambarkan seekor leopard sedang
berlari dan melompat menerkam mangsanya.
Gambar 3.14 Pola melompat
Birama 39 menunjukkan Sang Leopard gagal mendapatkan
mangsanya. Hal ini ditunjukkan dengan pola yang kembali seperti Bagian
A. Namun meskipun dia gagal, Sang Leopard belum menyerah, kemudian
lagi untuk menyerang mangsanya.
Birama 49-56. Pada birama 49 kembali muncul pola melompat
lompat, yang menggambarkan Sang Leopard kembali bersemangat
memburu mangsanya dan kali ini usahanya tidak sia-sia. Setelah berhasil
mendapatkan mangsa, Leopard kemudian membawa hasil buruannya ke
atas pohon dan menikmatinya tanpa gangguan. Akhir yang kuat dengan
aksen mewakili ketangguhan dan kekuatan dari Sang Leopard.
ompat merupakan salah satu motif
khas di bagian ini, motif ini menggambarkan seekor leopard sedang
Birama 39 menunjukkan Sang Leopard gagal mendapatkan
seperti Bagian
rah, kemudian
56. Pada birama 49 kembali muncul pola melompat-
lompat, yang menggambarkan Sang Leopard kembali bersemangat
sia. Setelah berhasil
mendapatkan mangsa, Leopard kemudian membawa hasil buruannya ke
atas pohon dan menikmatinya tanpa gangguan. Akhir yang kuat dengan
pard.
D. “The Buffalos’ Journey”
Karya ini menggunakan nada dasar Dis Minor
menguatkan perasaan berjuang
halnya dengan kerbau Afrika yang mela
mencari daerah tempat tinggal baru. Migrasi besar
bulan Juli hingga Agustus di Afrika. Di dalam perjalanan tersebut para kerbau ini
melewati hutan Afrika yang lebat, kemudian sungai yang b
terdapat banyak buaya
di padang rumput yang baru dan tenang dan menunggu untuk migrasi berikutnya
tahun depan.
Judul
Jenis
Format
Durasi
Bagian
Bir. 1
Tonalitas
Gambar 3.15 Ending dengan aksen dan dinamika
“The Buffalos’ Journey”
rya ini menggunakan nada dasar Dis Minor dalam sukat 4/4 untuk
menguatkan perasaan berjuang menghadapi segala kesulitan. Demikian pula
halnya dengan kerbau Afrika yang melakukan perjalanan migrasi tahunan untuk
mencari daerah tempat tinggal baru. Migrasi besar-besaran ini terjadi diantara
bulan Juli hingga Agustus di Afrika. Di dalam perjalanan tersebut para kerbau ini
melewati hutan Afrika yang lebat, kemudian sungai yang besar dan lebar dimana
terdapat banyak buaya-buaya yang kelaparan, baru kemudian sampailah mereka
di padang rumput yang baru dan tenang dan menunggu untuk migrasi berikutnya
Tabel 3.4 Struktur Komposisi
“The Buffalo’s Journey”
Musik Program
Piano empat tangan
1’29
A
Bir. 1-10
B
Bir. 11-18
C
Bir. 19-26
D
Bir. 27-33
Dis Minor
Gambar 3.15 Ending dengan aksen dan dinamika ff
dalam sukat 4/4 untuk
menghadapi segala kesulitan. Demikian pula
kukan perjalanan migrasi tahunan untuk
besaran ini terjadi diantara
bulan Juli hingga Agustus di Afrika. Di dalam perjalanan tersebut para kerbau ini
esar dan lebar dimana
buaya yang kelaparan, baru kemudian sampailah mereka
di padang rumput yang baru dan tenang dan menunggu untuk migrasi berikutnya
33
E
Bir. 34-46
Teknik Pengolahan Motif dan Harmoni
1.) Bagian A
Di bagian pembukaan penulis memasukkan pola chord untuk
membuat efek suara yang lebih penuh dengan harmoninya ditahan di akor
A# minor untuk menimbulkan suasana yang menegang karena para
kerbau akan memulai migrasi tahunan mereka secara besar
2.) Bagian B
Pada bagian
progress akor vi
mulai berjalan mencari daerah tempat tinggal yang baru melewati hutan yang
lebat. Pola arpeggio mewakili tinggi rendahnya tana
Afrika yang lebat.
Teknik Pengolahan Motif dan Harmoni
Di bagian pembukaan penulis memasukkan pola chord untuk
membuat efek suara yang lebih penuh dengan harmoninya ditahan di akor
A# minor untuk menimbulkan suasana yang menegang karena para
kerbau akan memulai migrasi tahunan mereka secara besar-besaran.
Gambar 3.16 Pola akor pada bagian A
Pada bagian ini, pola iringan yang digunakan adalah arpeggio dengan
progress akor vi-IV-I-V di semua bagiannya. Pada bagian ini, para kerbau
mulai berjalan mencari daerah tempat tinggal yang baru melewati hutan yang
lebat. Pola arpeggio mewakili tinggi rendahnya tanaman di dalam hutan
Afrika yang lebat.
Gambar 3.17 Pola iringan lagu
Di bagian pembukaan penulis memasukkan pola chord untuk
membuat efek suara yang lebih penuh dengan harmoninya ditahan di akor
A# minor untuk menimbulkan suasana yang menegang karena para
besaran.
ini, pola iringan yang digunakan adalah arpeggio dengan
V di semua bagiannya. Pada bagian ini, para kerbau
mulai berjalan mencari daerah tempat tinggal yang baru melewati hutan yang
man di dalam hutan
3.) Bagian C
Masuk di bagian ini bagian primo memainkan pola arpeggio
sedangkan pada secondo memainkan not
menerus. Pada bagian ini, pola arpeggio terdengar le
sebelumnya, di bagian ini para kerbau melewati sungai yang lebar,
dimana terdapat banyak buaya kelaparan sehingga mereka harus bergerak
cepat dan berhati
4.) Bagian D
Memasuki bagian ini, para kerbau sampai pada daerah yang
padang rumput yang tenang. Hal ini ditunjukkan pada pola pemain
yang menggunakan not dengan nilai seperdelapan
5.) Bagian E
Di bagian terakhir ini digambarkan para kerbau kembali
bersemangat karena mereka telah sampai pada tempat yang dituju,
kemudian tinggal menetap dan beristirahat di daerah yang baru. Hal ini
diwakilkan dalam bentuk nada yang semakin lama semakin melambat.
Masuk di bagian ini bagian primo memainkan pola arpeggio
sedangkan pada secondo memainkan not-not semiquaver
menerus. Pada bagian ini, pola arpeggio terdengar lebih tinggi daripada
sebelumnya, di bagian ini para kerbau melewati sungai yang lebar,
dimana terdapat banyak buaya kelaparan sehingga mereka harus bergerak
cepat dan berhati-hati saat menyeberangi sungai.
Gambar 3.18 Pola arpeggio pada pemain primo
Memasuki bagian ini, para kerbau sampai pada daerah yang
padang rumput yang tenang. Hal ini ditunjukkan pada pola pemain
yang menggunakan not dengan nilai seperdelapan.
Di bagian terakhir ini digambarkan para kerbau kembali
bersemangat karena mereka telah sampai pada tempat yang dituju,
kemudian tinggal menetap dan beristirahat di daerah yang baru. Hal ini
diwakilkan dalam bentuk nada yang semakin lama semakin melambat.
Masuk di bagian ini bagian primo memainkan pola arpeggio
secara terus-
bih tinggi daripada
sebelumnya, di bagian ini para kerbau melewati sungai yang lebar,
dimana terdapat banyak buaya kelaparan sehingga mereka harus bergerak
primo
Memasuki bagian ini, para kerbau sampai pada daerah yang
padang rumput yang tenang. Hal ini ditunjukkan pada pola pemain primo
Di bagian terakhir ini digambarkan para kerbau kembali
bersemangat karena mereka telah sampai pada tempat yang dituju,
kemudian tinggal menetap dan beristirahat di daerah yang baru. Hal ini
diwakilkan dalam bentuk nada yang semakin lama semakin melambat.
E. “King of The Jungle”
Karya komposisi ini ditulis dalam tangga nada B Minor yang mempunyai
karakter sabar. Di dalamnya bercerita tentang seekor Singa jantan yang memiliki
kecepatan berlari hingga 64 km perjam dengan segala keanggunan serta
keagungannya sebagai Raja Hutan bersabar
memburu mangsanya.
Judul
Jenis
Format
Durasi
Bagian
Intro
Bir.
1
Tonalitas
������������������������������������������������������������Schubart. B Minor: kunci ini menggambarkan kesabaran, sabar menunggu nasib seseorag.
Gambar 3.19 Pola sinkopasi
“King of The Jungle”
ya komposisi ini ditulis dalam tangga nada B Minor yang mempunyai
karakter sabar. Di dalamnya bercerita tentang seekor Singa jantan yang memiliki
kecepatan berlari hingga 64 km perjam dengan segala keanggunan serta
keagungannya sebagai Raja Hutan bersabar dan menggunakan strategi dalam
memburu mangsanya.4
Tabel 3.2 Struktus Komposisi
“King of The Jungle”
Musik Program
Piano empat tangan
1’36
Bagian I Bagian II
Intro
Bir.
1-6
A
Bir.
7-14
B
Bir.
15-20
C
Bir.
21-26
D
Bir.
27-34
E
Bir.
35-40 41
B Minor
�������������������
Schubart. B Minor: kunci ini menggambarkan kesabaran, sabar menunggu nasib seseorag.
ya komposisi ini ditulis dalam tangga nada B Minor yang mempunyai
karakter sabar. Di dalamnya bercerita tentang seekor Singa jantan yang memiliki
kecepatan berlari hingga 64 km perjam dengan segala keanggunan serta
dan menggunakan strategi dalam
Bagian II
F
Bir.
41-50
Ending
Bir.
51-57
Schubart. B Minor: kunci ini menggambarkan kesabaran, sabar menunggu nasib seseorag.�
Teknik Pengolahan Motif dan H
1. Bagian I
a) Introduksi
Pada bagian ini terdapat pola yang diibaratkan sebagai suara
auman singa jantan yang berat dan besar. Pola ini menggunakan not
semibreve
range melodi yang rendah.
b) Bagian A
Birama 7
repetisi atau teknik pengulangan. Melodi pada bagian ini diulang
ulang hingga beberapa kali.
c) Bagian B
Birama 15
mengintai mangsa buruannya dan berkeliling di sekitar area
berburunya.
d) Bagian C
Teknik Pengolahan Motif dan Harmoni
Introduksi
Pada bagian ini terdapat pola yang diibaratkan sebagai suara
auman singa jantan yang berat dan besar. Pola ini menggunakan not
semibreve dengan cara memainkan seperti arpeggio serta pemilihan
range melodi yang rendah.
Gambar 3.20 Nada panjang sebagai visualisasi auman singa
jantan
Bagian A
Birama 7-14. Pada bagian ini penulis menggunakan teknik
repetisi atau teknik pengulangan. Melodi pada bagian ini diulang
ulang hingga beberapa kali.
Bagian B
Birama 15-20. Masuk di bagian B, Sang Singa sudah mulai
mengintai mangsa buruannya dan berkeliling di sekitar area
berburunya.
Bagian C
Pada bagian ini terdapat pola yang diibaratkan sebagai suara
auman singa jantan yang berat dan besar. Pola ini menggunakan not
serta pemilihan
visualisasi auman singa
14. Pada bagian ini penulis menggunakan teknik
repetisi atau teknik pengulangan. Melodi pada bagian ini diulang-
20. Masuk di bagian B, Sang Singa sudah mulai
mengintai mangsa buruannya dan berkeliling di sekitar area
Birama 21
mangsanya. Bagian ini menggunakan teknik kromatik dan diakhiri
dengan akor panjang.
2. Bagian II
a) Bagian D
Birama 27
dalam lagu ini. Bagian yang baru menggambarkan Sang Singa yang
kembali bangkit. Bagian ini mengandung tema dari Bagian A, dengan
pemain primo memainkan pola kromatik berulang pada oktaf
pengembangan melodi yang berbeda.
Birama 21-26. Sang Singa mulai berlari dan menerkam
mangsanya. Bagian ini menggunakan teknik kromatik dan diakhiri
dengan akor panjang.
Gambar 3.21 Pola kromatik
Bagian D
Birama 27-34. Bagian ini merupakan awal dari bagian kedua
dalam lagu ini. Bagian yang baru menggambarkan Sang Singa yang
kembali bangkit. Bagian ini mengandung tema dari Bagian A, dengan
pemain primo memainkan pola kromatik berulang pada oktaf
pengembangan melodi yang berbeda.
26. Sang Singa mulai berlari dan menerkam
mangsanya. Bagian ini menggunakan teknik kromatik dan diakhiri
34. Bagian ini merupakan awal dari bagian kedua
dalam lagu ini. Bagian yang baru menggambarkan Sang Singa yang
kembali bangkit. Bagian ini mengandung tema dari Bagian A, dengan
pemain primo memainkan pola kromatik berulang pada oktaf atas
Pada birama 31 hingga 34 Sang Singa mengetahui ada Singa lain
yang memasuki daerah kekuasaannya, kemudian mulai menjadi gusar.
Hal ini dap
menimbulkan emosi yang semakin meninggi.
b) Bagian E
Birama 35
untuk mempertahankan daerah kekuasaannya. Bagian ini ditunjukkan
dengan adanya pola kromatik
dengan nada panjang.
Gambar 3.22 Primo memainkan pola kromatik, Secondo
memainkan tema bagian A
Pada birama 31 hingga 34 Sang Singa mengetahui ada Singa lain
yang memasuki daerah kekuasaannya, kemudian mulai menjadi gusar.
Hal ini dapat dirasakan melalui pergerakan melodi yang semakin naik
menimbulkan emosi yang semakin meninggi.
Bagian E
Birama 35-40. Sang Singa mulai menantang Singa lainnya
untuk mempertahankan daerah kekuasaannya. Bagian ini ditunjukkan
dengan adanya pola kromatik yang semakin tinggi kemudian diakhiri
dengan nada panjang.
Gambar 3.22 Primo memainkan pola kromatik, Secondo
Pada birama 31 hingga 34 Sang Singa mengetahui ada Singa lain
yang memasuki daerah kekuasaannya, kemudian mulai menjadi gusar.
at dirasakan melalui pergerakan melodi yang semakin naik
40. Sang Singa mulai menantang Singa lainnya
untuk mempertahankan daerah kekuasaannya. Bagian ini ditunjukkan
yang semakin tinggi kemudian diakhiri
Pada birama 37 hingga 40 terjadi perkelahian antara kedua
Singa jantan tersebut. Bagian ini digambarkan dengan pola nada yang
bergerak melompat
memenangkan pertarungan dan mengakhirinya dengan auman
panjang.
.
Gambar 3.23 Motif pola kromatik
Pada birama 37 hingga 40 terjadi perkelahian antara kedua
Singa jantan tersebut. Bagian ini digambarkan dengan pola nada yang
bergerak melompat-lompat hingga akhirnya salah satu Singa
memenangkan pertarungan dan mengakhirinya dengan auman
Gambar 3.24 Pola nada melompat-lompat
Pada birama 37 hingga 40 terjadi perkelahian antara kedua
Singa jantan tersebut. Bagian ini digambarkan dengan pola nada yang
irnya salah satu Singa
memenangkan pertarungan dan mengakhirinya dengan auman-auman
lompat
c) Bagian F
Birama 41-50. Setelah mengumumkan kemenangannya Sang
Singa kembali berkuasa di daerahnya seperti sedia kala. Adegan ini
digambarkan dengan suasana yang sama pada Bagian A.
d) Ending
Birama 51-57. Sang Singa yang telah kembali berkuasa,
dengan penuh keanggunan kembali melindungi daerah
kekuasaannnya serta memperluas daerahnya. Motif kromatik kembali
digunakan oleh penulis untuk menggambarkan pergerakan singa yang
tidak berhenti, melainkan selalu lebih waspada daripada sebelumnya.
�