DAFTAR ISI
Liputan Utama ................................ 01
Cuap-cuap Marketing ................................ 05
MoneyTalks ................................ 07
Obrolan Underwriting ................................ 09
Bisik-bisik SDM ................................ 12
Nasional Re Tech ................................ 15
Pegawai Pilihan ................................ 16
Suz Reni & Humor ................................ 17
Snapshot (Berita Photo) ................................ 18
Dari Redaksi
Pembaca yang budiman,Kita berjumpa lagi dalam NasreView edisi ke 10, bulan Nopember 2013. Artikel mengenai internalisasi budaya perusahaan yang dilaksanakan tanggal 9 Nopember 2013 cukup mewarnai isi bulletin kali ini. Memang transformasi budaya sedang dilakukan saat ini, perusahaan secara intensif terus mensosialisasikan hal tersebut agar para insan Nasional Re bisa lebih memahami, menghayati dan akhirnya menjalankan corporate values yang telah dibangun bersama. Dengan penerapan nilai-nilai perusahaan secara baik akan berdampak positip juga bagi layanan perusahaan kepada para mitranya, karena salah satu butir corporatevalues adalah serviceexcellent.Pada edisi kali ini juga ada review tentang akad syariah, artikel ringan yang cukup menarik tentang bahaya menjepit telepon antara leher dan pundak, bagaimana mengatasi stress karena beban kerja, dan artikel lainnya.Dari Redaksi kami ucapkan selamat membaca.Salam hangat.
Susunan Redaksi & Daftar Isi
SUSUNAN REDAKSI
Penasehat : Direksi Dewan Redaksi : Aviantono Yudihariadi, Subagio Istiarno Pimpinan Redaksi : Adam Kurniawan Wakil Pimpinan : Andrie Prasetyo
Editor
Marketing : Christop Marhasak, Ratna Wijayanti, Dania Virjianti Actuary : Faried Susanto Underwriting : Djoko Slamet, Marlina Claim : Husnul Khuluq, Indra Permana Akuntansi & Keu : Heru Sukoco, Yohanes Hermawan IT : Dri Haskoro Human Capital : Bambang Setiawan Kreatif dan Design : Arie Wibowo
Bertempat di Menara 165 pada 9 Nopember 2013
PT Reasuransi Nasional Indonesia bekerjasama dengan
ACT Consulting dan ESQ Leadership Center mengadakan
training dan pendampingan dalam internalisasi budaya
perusahaan. Internalisasi budaya perusahaan tersebut
diadakan seteleh terlebih dahulu manajemen bersama ACT
Consulting memformulasikan Mission–Vision-Values dan Meaning
Perusahaan. Adapun tujuan dari internalisasi budaya
perusahaan adalah untuk menumbuhkan sikap kerja lebih
professional karena memiliki pemahaman yang comprehen-
sive tentang budaya, visi & misi organisasi sehingga diharapkan
karyawan dapat berpikir prestatif, inovatif, kreatif, produktif
dan continuous improvement (perbaikan secara terus menerus
ke arah yang lebih baik), baik secara pribadi maupun pada
pengembangan keharmonisan dalam organisasi.
Adapun hasil rumusan MVVM PT Reasuransi Nasional Indonesia
adalah :
MissionAdalah tujuan dan alasan keberadaan suatu organisasi
(the reason of being)
Misi PT Reasuransi Nasional Indonesia adalah ;
• Memberikan pelayanan dan solusi reasuransi umum dan
reasuransi jiwa, baik untuk produk konvensional maupun syariah
• Memberikan pelayanan pada pasar Nasional, Regional, mau-
pun Internasional
• Memberikan manfaat kepada mitra kerja dalam meningkatkan
kinerja perusahaan asuransi dan kapasitas asuransi nasional serta
manfaat kepada stakeholder lainnya.
VisionAdalah suatu pandangan jauh ke depan tentang organisasi atau
impian yang ingin dicapai (the dream)
Visi PT Reasuransi Nasional Indonesia adalah ;
“ Menjadi perusahaan reasuransi yang Terpercaya, Tangguh dan
Terus Tumbuh “
ValuesAdalah mencerminkan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh anggota organisasi dalam melaksanakan Misi
untuk mencapai Visi (the behavior guidance)
Value PT Reasuransi Nasional Indonesia adalah ;
• Integrity
Menjunjung tinggi kebenaran, mematuhi ketentuan yang berlaku,
dan terbuka terhadap kritik yang bersifat membangun.
• Profesionalism
Senantiasa meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam
menjalankan tugas, mempunyai pandangan yang luas serta
mengedepankan kepentingan Perusahaan diatas kepentingan
pribadi.
INTERNASLISASI BUDAYA PERUSAHAANPT REASURANSI NASIONAL INDONESIA
Nasreview November 2013 | 01
Liputan Utama
• Service Excellence
Kemampuan untuk memahami kebutuhan pelanggan dengan
layanan dan solusi terbaik demi terciptanya hubungan jangka
panjang.
• Team Work
Bekerja dengan mengutamakan kerjasama tim, mengembangkan
sikap saling membantu, dan saling menghargai untk mencapai
kinerja yang efektif.
• Fairness
Menghormati hak-hak orang lain serta bertindak adil memberi
peluang dan kesempatan yang sama.
MeaningMeaning PT Reasuransi Nasional Indonesia adalah ;
“Bangga melayani masyarakat untuk kenyamanan dan hidup lebih
bermakna”
Berikut sebuah ilustrasi untuk lebih membantu pemahaman
tentang arti penting semangat kerja dan budaya perusahan dalam
mencapai tujuan perusahaan.
Belajar Pada Ikan Salmon
Ada pelajaran berharga dari kehidupan ikan salmon. Ikan ini
terlahir di sungai dan pada tahun pertama pindah ke lautan.
Mereka lama berpetualang di lautan selama antara 4-7 tahun
dan pada masa itu merupakan tahap kritis dalam menghadapi
pemangsanya. Kemudian salmon bersama koloninya bermigrasi
kembali ke sungai. Perjalanan pulang tidaklah sebentar, memakan
waktu dengan hitungan bulan dan banyak rintangan.
Selama perjalanan pulang, salmon tidak makan karena
memiliki cadangan lemak yang ada di tubuhnya. Banyak ikan
salmon yang mati karena luka, keletihan, ataupun dimakan
pemangsa. Sesampainya di hulu sungai, dalam keadaan
lelah ikan salmon betina bertelur sebanyak 3.000-8.000 butir.
Mereka melahirkan generasi salmon baru. Itulah kisah ikan
salmon dalam mempertahankan generasinya dan ikan salmon itu
apabila dikonsumsi bergizI tinggi, enak dan mahal harganya.
Alam adalah guru yang terbaik dalam ilmu manajemen.
Kehidupan ikan salmon di atas bisa menginspirasi kita
tentang pentingnya penggabungan antara strategi yang hebat dan
karakter yang kuat dalam melaksanakan sebuah misi dan
mencapai tujuan. Untuk menjalankan misi mempertahankan
generasinya, ikan salmon menjalani sebuah proses yang panjang
dan melelahkan. Ia yang merupakan ikan yang lahir di sungai
harus pindah ke lautan selama beberapa tahun dan kemudian
kembali lagi untuk bertelur ke sungai dengan cara berpuasa.
Kita melihat nilai semangat dan nilai kegigihan di balik perilaku
ikan salmon selama berpetualang di lautan yang penuh dengan
rintangan. Kita juga melihat nilai kesabaran dan rela berkorban di
balik perjalanan kembali ikan salmon ke sungai dengan cara
berpuasa dan dalam incaran pemangsa. Nilai atau value inilah
kunci keberhasilan Salmon untuk mempertahankan generasinya.
Sedangkan strategi dan proses salmon adalah: pertama, mereka
harus hidup di sungai terlebih dahulu selama satu tahun. Kedua,
setelah cukup dewasa barulah berangkat ke lautan selama 4
hingga 7 tahun. Langkah ketiga, kembali ke sungai untuk bertelur.
Inilah tiga strategi dan proses salmon dalam mempertahankan
generasinya.
Apa yang kita bisa ambil pelajaran dari salmon yang hebat itu?
Bahwa keberhasilan Salmon mempertahankan generasinya
bukanlah terletak pada kekuatan strategi dan proses semata, akan
tetapi pada kekuatan nilai yang membuat strategi dan proses
berjalan sempurna.
Dalam kaitannya dengan SDM dalam organisasi, strategi yang
hebat hanya bisa berhasil apabila dieksekusi oleh orang-
orang yang memiliki nilai dan keyakinan yang menjadi fondasi
perilakunya. Aspek perilaku, menurut Daniel Goleman dalam
bukunya Working with Emotional Intellegence, berpengaruh
hingga 80%-90% dalam keberhasilan, sisanya 10%-20% adalah
keterampilan dan pengetahuan.
Meskipun IQ dan EQ dianggap sebagai syarat penting yang
harus dipenuhi dalam mencapai puncak kinerja,
namun itu saja tidak cukup. Terdapat kecerdasan ketiga yang
menggambarkan puncak kinerja sebagai sesuatu yang
beresiko, memberikan semangat, dan menghadapi tantangan.
Inilah kategori ketiga yang disebut sebagai Spiritual Quetiont (SQ)
dari suatu pekerjaan. Ketika SQ dari lingkungan kerja itu rendah,
para pekerja hanya menggunakan sebagian kecil energinya un-
tuk menyelesaikan pekerjaan dan menganggap itu semua hanya
“sekedar pekerjaan” yang memberi mereka tidak lebih dari gaji
setiap bulan. Opportunity cost dari hilangnya makna (meaning)ini
sangatlah besar.
Penggabungan inilah yang harus menjadi ruh didalam memben-
tuk 3 (tiga) pilar utama Transformasi Budaya : Keselarasan Visi,
Misi & Nilai Organisasi, Keselarasan Sistem Kerja, dan Pengem-
bangan Kepemimpinan.
Nasreview November 2013 | 02
Liputan Utama
Sebuah percepatan transformasi budaya layaknya sebuah
mekanisme roda gigi yang berputar dan bersinergi,
apabila satu roda tidak berfungsi dengan baik, maka sudah pasti
mekanisme tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Di dalam
membentuk percepatan transformasi budaya, roda gigi yang
harus terus berputar dan bersinergi, yaitu Visi, Misi & Nilai
Organisasi yang harus diselaraskan, System untuk menjaga Visi,
Misi & Nilai Organisasi dan Leadership yang mampu menjalankan
Visi, Misi & Nilai Organisasi dan menjaga System.
Tiga kunci keberhasilan leadership adalah: “right focus, right
execution, right people”. Artinya fokus yang benar, eksekusi
yang benar, dan memilih orang yang benar. Karena kebanyakan
kesalahan yang terjadi adalah akibat salah fokus, salah
pelaksanaan, dan salah memilih orang, bukan salah strategi. Ram
Charan mengatakan bahwa 70% kegagalan adalah akibat lemah
dalam eksekusi dan akibat terlalu fokus pada high level strategy.
Sebuah hasil global survey mengatakan 92% pemimpin
korporasi dunia mengatakan bahwa fokus mereka justru terletak
pada corporate culture dan pengembangan manusia.
Karena begitu pentingnya masalah SDM dan culture ini maka di
beberapa perusahaan hebat posisi Direktur SDM ini dirangkap
dan dipegang sendiri oleh seorang presiden direktur dan tidak
diserahkan kepada orang lain, karena ia sadar bahwa
sehebat apapun strategi yang dirancang olehnya maka hasilnya
sangat tergantung oleh eksekusi manusia di dalam organisasinya.
Inilah sebuah titik kesalahan yang seringkali para pemimpin tidak
fokuskan yaitu pembangunan kultur sebagai ruh sebuah
organisasi dan ruh sebuah bangsa.
Implementasi Nilai-Nilai Budaya Organisasi Melalui Sosialisasi Budaya Organisasi
Proses sosialisasi diperlukan anggota untuk menjadikan
mereka sebagai anggota organisasi yang baik, sehingga anggota
tidak merasa asing dengan situasi dan budaya yang telah dimiliki
organisasi. Biasanya, karyawan yang untuk pertama kalinya
bergabung dengan perusahaan akan merasa asing dan diliputi
ketidakmengertian yang mendalam tentang prosedur-prosedur
ataupun kebijakan-kebijakan serta nilai-nilai yang terdapat dalam
organisasi.
Salah satu tujuan sosialisasi adalah memperkenalkan nilai-
nilai budaya organisasi secara total sehingga diharapkan
karyawan akan berperilaku sesuai dengan budaya organisasi.
Proses sosialisasi budaya membutuhkan waktu lama di
samping juga memerlukan perhatian serius. Program sosialisasi
pada akhirnya diharapkan mampu memberikan gambaran yang
tepat kepada karyawan tentang lingkungan pekerjaan dan budaya
organisasi tempatnya bekerja.
Untuk menciptakan proses sosialisasi yang benar, diperlukan
keterlibatan karyawan, organisasi itu sendiri, dan pemimpin yang
dapat memberikan dukungan serta melakukaan koordinasi yang
tepat selama proses sosialisasi.
Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda
mengenai budaya organisasi. Menurut Robins (1999) budaya
organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu
organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.
Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai
yang memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke
dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi
harus memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana
mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Susanto, 1997).
Semua sumber daya manusia harus dapat memahami
dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini
sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan
yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan
taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan, dimana
setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya organisasi.
Dengan memahami dan menyadari arti penting budaya organisasi
bagi setiap individu, akan mendorong para manajer menciptakan
kultur yang menekankan pada interpersonal relationship (yang
lebih menarik bagi karyawan) dibandingkan dengan kultur yang
menekankan pada work task.
Nasreview November 2013 | 03
Liputan Utama
Kesinambungan organisasi sangat tergantung pada budaya yang
dimiliki. Budaya perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai daya
saing andalan organisasi dalam menjawab tantangan dan
perubahan. Budaya organisasi pun dapat berfungsi sebagai rantai
pengikat dalam proses menyamakan persepsi atau arah pandang
anggota terhadap suatu permasalahan, sehingga akan menjadi
satu kekuatan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Sosialisasi mencakup kegiatan di mana anggota mempelajari
seluk beluk organisasi serta bagaimana mereka harus berinteraksi
dan berkomunikasi antaranggota organisasi untuk menjalankan
seluruh aktivitas organisasi. Umumnya, sosialisasi menyangkut
dua masalah yaitu masalah makro dan masalah mikro. Masalah
makro berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi karyawan,
sedangkan masalah mikro lebih menyangkut pada kebijakan,
struktur dan budaya organisasi.
Keberhasilan proses sosialisasi budaya tergantung pada dua hal
utama (Susanto, 1997), yakni:
1) derajat keberhasilan mencapai kesesuaian nilai-nilai yang
dimiliki karyawan baru dengan organisasi,
2) metode sosialisasi yang dipilih manajemen puncak dalam
mengimplementasikan budayanya. Oleh sebab itu organisasi
harus mampu mengajak anggotanya, terutama anggota baru,
untuk menyesuaikan dengan budaya organisasi yang menjadi pe-
doman pencapaian kinerja yang baik.
Di samping itu, organisasi (dibantu oleh manajemen puncak)
juga harus mampu melaksanakan kegiatan sosialisasi budaya
pada sumber daya manusianya, agar hasil proses sosialisasi
memberi dampak positif pada produktivitas, komitmen, serta
turnover sumber daya manusia tersebut. Pada akhirnya
implemetasi sosialisasi budaya organisasi akan mendukung dan
mendorong sumber daya manusia untuk mencapai sasaran yang
diinginkan.
Tujuan sosialisasi budaya organisasi adalah:
1) Membentuk suatu sikap dasar, kebiasaan dan nilai-nilai yang
dapat memupuk kerja sama, integritas, dan komunikasi dalam
organisasi,
2) Memperkenalkan budaya organisasi pada anggota,
3) Meningkatkan komitmen dan daya inovasi anggota.
Sosialisasi budaya selain bermanfaat bagi anggota tentu saja
juga membawa manfaat pada organisasi. Bagi anggota sosialisasi
budaya memberikan gambaran yang jelas mengenai
organisasi yang dimasukinya, sehingga anggota baru terbantu
dalam membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan
situasi yang dihadapi. Selain itu, sosialisasi budaya juga
memudahkan anggota dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan, pekerjaan, dan anggota lain intraorganisasi.
sehingga menumbuhkan komitmen karyawan yang pada akhirnya
diharapkan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Bagi organisasi, sosialisasi budaya bermanfaat sebagai alat
komunikasi untuk semua hal yang berhubungan dengan
aktivitas dan budaya organisasi sehingga hasilnya dapat
dimanfaatkan anggota untuk memahami segala sesuatu
mengenai organisasi. Proses sosialisasi dapat dilakukan dalam
proses perekrutan karyawan yang sesuai dengan organisasi
dan yang mempunyai potensi besar untuk lebih berkembang.
Pemilihan karyawan yang sesuai dengan budaya organisasi akan
memperkuat budaya organisasi yang telah ada.
Nasreview November 2013 | 04
Liputan Utama
Model penelitian servicequality menurut Zeithaml,
Parasuraman, & Berry (1990) menunjukan bahwa
suatu jasa yang ditawarkan berawal dari persepsi
manajemen atas ekspektasi pelanggannya. Kemudian persep-
si manajemen tersebut didesain menjadi spesifikasi kualitas
tertentu dan disampaikan kepada pelanggan melalui layan-
an maupun komunikasi eksternal. Interaksi antara penyedia
jasa dan pelanggan akan menghasilkan persepsi pelanggan
terhadap jasa yang diterimanya. Pelanggan kemudian akan
membandingkan persepsi ini dengan ekspektasinya terhadap
layanan jasa tersebut yang kemudian disebut dengan kualitas
jasa. Model kualitas layanan jasa ini diwujudkan dalam lima jenis
kesenjangan (gap).
• Gap 1 : Gap antara Persepsi Manajemen atas Ekspektasi
Pelanggan
Gap 1 ini merupakan gap antara persepsi manajemen
terhadap ekspektasi pelanggan, dimana gap yang tinggi
menunjukan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang
diharapkan/diekspektasikan oleh pelanggan. Mengetahui apa
yang diharapkan oleh pelanggan merupakan langkah awal
dan merupakan langkah paling kritis dalam menyampaikan
kualitas pelayanan. Ketika perusahaan tidak memiliki pengetahuan
mengenai ekspektasi pelanggan dan salah dalam menentukan
apa yang pelanggan harapkan, sehingga cenderung membuat
keputusan dan alokasi sumber daya yang kurang tepat,
perusahaan akan kehilangan pelanggan ketika perusahaan
lain lebih dapat menyediakan apa yang pelanggan harapkan
dengan tepat. Hal ini juga dapat menyebabkan perusahaan
kalah bersaing dalam kompetisi pasar. Beberapa faktor utama yang
menyebabkan gap ini dapat terjadi, antara lain :
1. Kurangnya orientasi pada riset pasar, yaitu kurangnya
kegiatan riset pasar, kurangnya penggunaan hasil riset pasar, dan
kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan.
2. Kurangnya komunikasi ke manajemen atas, yaitu kurangnya
interaksi langsung (upward information) antara karyawan
perusahaan yang berhubungan langsung dengan pelanggan dan
pihak manajemen.
3. Terlalu banyak level manajemen, yaitu jenjang manajerial yang
terlalu banyak, sehingga menyebabkan peningkatan kesenjangan
komunikasi antara karyawan pada level paling bawah dengan top
manajemen.
• Gap 2 : Gap antara Persepsi Manajemen atas Ekspektasi
Pelanggan dan Spesifikasi Kualitas Jasa
Gap yang besar menunjukan bahwa spesifikasi kualitas jasa
tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap harapan
pelanggan.
Persepsi, Ekspektasi dan Kesenjangan dalam Pencapaian Kualitas Pelayanan
Nasreview November 2013 | 05
Cuap cuap Marketing
Gap 2 ini merupakan gap yang banyak ditemukan di perusahaan.
Banyak eksekutif perusahaan tidak dapat mengubah sistem pe-
nyampaian layanan jasa perusahaan untuk meningkatkan persep-
si konsumen. Beberapa faktor yang menyebabkan gap ini dapat
terjadi, antara lain :
1. Kurangnya komitmen pihak manajemen terhadap kualitas
pelayanan, yaitu kurangnya komitmen karyawan perusahaan
dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan kurangnya program
internal untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada pelanggan.
2. Lack of perception of feasibility, yaitu kapasitas perusahaan
yang tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan, ketidak-
sesuaian sistem operasi perusahaan yang ada dengan ekspektasi
pelanggan, dan kurangnya kemampuan karyawan dalam me-
nyampaikan layanan yang diinginkan pelanggan.
3. Kurangnya standardisasi kerja, yaitu kurangnya konsistensi
dalam melayani pelanggan
4. Tidak adanya penetapan tujuan akhir, yaitu penetapan tujuan
akhir yang tidak jelas, salah satunya disebabkan tidak adanya
proses formal untuk menetapkan tujuan akhir tersebut.
• Gap 3 : Gap antara Spesifikasi Kualitas Jasa dan
Penyampaian Jasa
Gap yang besar menunjukan bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak
terpenuhi oleh kinerja dalam penyampaian jasa. Beberapa faktor
yang menyebabkan gap ini dapat terjadi, antara lain :
1. Ambiguitas peran (role ambiguity), yang ditunjukan dengan
sejauh mana karyawan melakukan tugas mereka sesuai dengan
harapan manajer juga memuaskan konsumen.
2. Konflik peran (role conflict), yang ditunjukan dengan sejauh
mana karyawan yakin bahwa mereka tidak dapat memuaskan
semua pihak yang harus dilayaninya.
3. Kapabilitas karyawan yang rendah (poor employee), yaitu ber-
hubungan dengan ketidaksesuaian karyawan dengan pekerjaan
yang mereka lakukan.
4. Kapabilitas teknologi yang rendah (poor technology), yaitu
berhubungan dengan ketidaksesuaian teknologi yang digunakan
karyawan.
5. Inappropriate supervisory control system, yaitu ditunjukan
dengan sistem pengendali dari atas berupa sistem penilaian dan
sistem imbalan karayawan yang tidak memadai.
6. Lack of perceived control, ditunjukan dengan kurangnya
fleksibilitas karyawan dalam menyediakan cara-cara pelayanan,
karena karyawan cenderung untuk mempelajari situasi perma-
salah dari pelayanan yang disediakan.
7. Lack of teamwork, ditunjukkan dengan kurangnya kebersa-
maan dan keterpaduan antara karyawan dan manajemen dalam
merumuskan tujuan bersama untuk memuaskan pelanggan.
• Gap 4 : Gap antara Persepsi Penyampaian Jasa dan
Komunikasi Eksternal
Gap yang besar menunjukan bahwa janji-janji perusahaan yang
disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak kon-
sisten dengan layanan jasa yang disampaikan kepada pelanggan.
Beberapa faktor yang menyebabkan gap ini dapat terjadi, antara
lain :
1. Kurangnya komunikasi horisontal (inadequate horizontal com-
munication), yaitu komunikasi dalam satu departemen dan antar
departemen yang ada dalam perusahaan, misalnya kurangnya ko-
munikasi antara bagian iklan atau promosi dengan bagian produk-
si, kurangnya komunikasi antara bagian penjualan dengan bagian
operasi, kurangnya komunikasi bagian SDM, pemasaran, operasi,
dan sebagainya.
2. Kecenderungan perusahaan untuk mengumbar janji (pro-
pensity to overpromise), dimana perusahaan mengumbar janji
yang berlebihan pada pelanggan, padahal tidak mendapatkan
pelayanan yang sesuai dengan janji-janji tersebut.
• Gap 5 : Gap antara Ekspektasi dan Persepsi Pelanggan
Gap yang besar menunjukkan adanya perbedaan antara
persepsi mengenai layanan jasa yang diterima pelanggan dengan
ekspektasi atau harapan pelanggan terhadap layanan jasa
tersebut. Gap 5 ini merupakan model gap perluasan dari gap
1 sampai dengan gap 4. Kesenjangan antara persepsi dan
ekspektasi pelanggan merupakan akibat dari adanya kesenjangan
keempat gap yang telah diungkapkan sebelumnya dalam
organisasi perusahaan.
Disadur : Christop Marhasak, ST, AMII, AAAIK, ICPU.
Sumber : Beragam (Nasional Re).
Nasreview November 2013 | 06
Cuap cuap Marketing
Sering sekali kita mendengar kata-kata inflasi, dan
dampaknya yang langsung berpengaruh terhadap
masyarakat. Berikut kami sampaikan definisi serta
pengenalan mengenai inflasi. Secara sederhana inflasi
diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan
dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi
adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu
ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang
dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei
Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor
perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara
bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern
terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.
Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice
antara lain:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan
Besar dari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi
antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/peda-
gang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama
atas suatu komoditas.
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan
pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang
diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasil-
kan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB
atas dasar harga konstan.
Pengelompokan Inflasi
Inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia dikelompokan ke
dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of
individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP
tersebut, BPS saat ini juga mempublikasikan inflasi berdasarkan
pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi.
Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu
indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor
yang bersifat fundamental.
Di Indonesia, disagegasi inflasi IHK tersebut dikelompokan
menjadi:
1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap
atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi
dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:
o Interaksi permintaan-penawaran
o Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi interna-
sional, inflasi mitra dagang
o Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi
volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental.
Komponen inflasi non inti terdiri dari :
o Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food) : Inflasi yang
dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok
bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor
perkembangan harga komodi tas pangan domestik maupun
perkembangan harga komoditas pangan internasional.
o Inflasi Komponen Harga yang diatur Pemerintah (Adminis-
tered Prices) :
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan)
berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM
bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
sebagai contoh, Tingkat inflasi tahun kalender (Januari−
September) 2013 sebesar 7,57% dan tingkat inflasi YoY sebesar
8,40%. Adapun komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,57%
MoM atau 4,72% YoY.
PENGENALAN INFLASI
Nasreview November 2013 | 07
Money Talks
Berikut grafik inflasi dan inflasi inti dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2013.
Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push
inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari
ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation
dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar
negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan
harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered
price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam
dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya
permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya.
Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh
output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan
total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas
perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi
dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi
dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan
kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah
lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini
tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen
dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar
keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan
upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang
secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan
permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat
hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari komdisi
supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat
penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga
barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam
mendorong peningkatan permintaan.
Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan
manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya
pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi
yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan
riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari
masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang,
terutama orang miskin, bertambah miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian
(uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak
stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan
konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan
menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan
tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga
domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan
tekanan pada nilai rupiah.
Penulis : Yohanes Hermawan, SE Suber : - www.bi.go.id
Nasreview November 2013 | 08
Money Talks
Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi jika dilihat secara syariah pada hakikatnya adalah
suatu bentuk kegiatan saling memikul risiko di antara
sesama peserta. Saling pikul risiko itu dilakukan atas dasar
saling tolong menolong dalam kebaikan, dengan cara masing-
masing mengeluarkan dana ibadah (tabarru) yang ditunjukkan
untuk menanggung risiko tersebut, dengan kata lain asuransi
syariah adalah sistem dimana para peserta menghibahkan
sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk
membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialarni oleh sebagian
peserta.
Sebagaimana firman Allah Swt., dalam surah Al-Maidah ayat 2
yang artinya:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam menger-jakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesung-guhnya Allah amat berat siksa-Nya.”Asuransi syari’ah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang
artinya tolong menolong atau saling membantu, atas dasar prin-
sip syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami
peserta.
Menurut Fatwa DSN. No.21/DSN-MUI/X/2001. Asuransi Syariah
(Ta’min, Takafiul atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi
dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui in-
vestasi dalam bentuk aset dan/ atau tabarru’ yang memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Pengertian Akad atau PerjanjianKata akad berasal dari bahasa arab al’aqd yang mengandung
arti perikatan atau perjanjian. Menurut terminology fiqih, kata
akad diartikan sebagai pertalian ijab yaitu pernyataan melakukan
ikatan dan qobul yang berarti pernyataan penerima ikatan yang
sesuai dengan kehendak syariah.
Bentuk akad dapat berupa surat permintaan asuransi yang disam-
paikan oleh calon peserta dan surat penerimaan peserta dalam
bentuk lembaran polis yang dikeluarkan oleh perusahaan yang
berisi tentang perjanjian kedua belah pihak.
Ijab dan Qobul
Ungkapan atau suatu ucapan sighat merupakan pernyataan
penawaran dan penerimaan (ijab dan qabul) yang harus diucap-
kan oleh kedua belah pihak untuk menunjukan kemauan mereka
guna menyempurnakan kontrak.
Calon peserta asuransi syariah melakukan ijab berupa per-
nyataan kepesertaan dengan mengerahkan sejumlah dana dan
perusahaan melakukan qabul berupa penerimaan sejumlah uang
kontribusi dari peserta. Adapun persyaratannya adalah sebagai
berikut:
• Tujuan Kontrak harus tergambarkan dengan jelas baik secara
explicit dan implicit.
• Jika masih ada persyaratan yang memberatkan salah satu pihak
atau salah satu pihak menolak syarat-syarat yang diajukan dan
atau meninggalkan tempat berlangsungnya negosiasi maka shigat
menjadi tidak syah (batal).
S Y A R I A H
AKAD ATAU PERJANJIAN DALAM ASURANSI SYARIAH
Nasreview November 2013 | 09
Obrolan Underwriting
• Kontrak boleh dilakukan secara lisan atau verbal/secara ter-
tulis yang ditandatangani. Atau dapat dilakukan dengan cara
korenspondensi dengan cara komunikasi modern menggunakan
fax, internet dan lain-lain.
Ijab berarti pernyataan atau ucapan ungkapan niatan pertama
yang dikemukakan oleh salah satu pihak, yang berisi niatan
secara pasti dan jelas untuk mengikat diri. Pihak yang melakukan
Ijab disebut Mujib biasa dilakukan oleh peserta. Pihak kedua yang
menyatakan Qabul (menerima) untuk mengadakan perikatan
disebut sebagai Qabil biasanya pihak perusahaan.
Kedudukan shight al-‘aqad sangat penting karena merupakan
rukun akad, Dengan pernyataan shigat al’aqad maka diketahui
maksud masing-masing pihak yang melakukan perikatan yaitu
melalui ijab dan qabul, dengan beberapa persyaratan:
• Tujuan harus jelas
• Antara ijab dan qabul terdapat kesesuian
• Pernyataan ijab dan qabul mengacu kepada suatu kehendak
masing-masing pihak secara pasti, tidak ragu-ragu.
Pelaksanaan bentuk ijab dan qabul dapat berupa bentuk perkata-
an seperti sebuah perjanjian yang dibuat antara peserta dengan
perusahaan, bentuk tulisan seperti bentuk sebuah polis, perbua-
tan ataupun berupa isyarat.
Bentuk Akad Asuransi Syariah
Menurut Doktor Jafril Khalil dalam kaitan Fatwa DSN-MUI
Beberapa akad yang terdapat dalam asuransi syariah tidak
hanya sebatas pada akad Tabarru dan Mudharabah. tetapi ada
jenis akad tijarah lainnya seperti AI-Musyarakah (pathership),
Al-Wakalah (pengangkatan wakil/agen), Al-Wadiah (akad titipan),
Asy-syirkah (berserikat), AI-Musa-hanmah (kontribusi) dan yang
lainnya yang diakui dan dibenarkan secara syar’i untuk digunakan
dalam asuransi syariah.
Dalam asuransi syariah biasanya akad yang melandasinya
adalah akad tijarah dan atau akad tabarru. Di mana akad tijarah
merupakan semua bentuk akad yang dilakukan untuk
tujuan komersial, misalnya Mudharabah, Wadiah, dan Wakalah.
Sedangkan akad tabarru merupakan semua bentuk akad yang
dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong tidak
ditujukan untuk komersial.
Akad yang diterapkan dalam asuransi jiwa syariah pada awal
penerimaan premi menerapkan dua bentuk akad yaitu akad
tabungan investasi dan akad kontribusi. Untuk akad tabungan
investasi berdasarkan prinsip al-Mudharabah dan untuk akad
kontribusi menerapkan prinsip hibah,
Beberapa bentuk akad yang diterapkan dalam Asuransi Syariah
selain akad Mudharabah, adalah bentuk akad sebagai berikut:
• Akad Wakalah
• Akad Wadiah
• Akad Musyarakah
Bentuk-bentuk akad tersebut di atas diterapkan berdasarkan
situasi dan kondisi dari kegiatan bisnis yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan, Karena masing-masing akad
mempunyai ciri-ciri atau ketentuan yang berbeda-beda didalam
penerapannya. Berikut akan diterangkan secara garis besar dari
pengertian akad-akad tersebut di atas.
1. Akad Wakalah
Wakalah/Wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat, yang berarti bahwa wakalah adalah
pelimpahan, pendelegasian wewenang atau kuasa dari pihak
pertama kepada pihak kedua untuk melaksanakan sesuatu atas
nama pihak pertama. Sistem pemasaran dengan menggunakan
agen merupakan salah satu penerapan dari system Al-Wakalah.
Nasreview November 2013 | 10
Obrolan Underwriting
2. Akad Al-Wadiah
Al-wadi’ah diartikan sebagai meninggalkan atau meletakan,
yaitu meletakan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara/dijaga.
Namun menurut istilah al-wadi’ah adalah memberikan
kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya/
barangnya dengan secara terang-terangan atau isyarat yang
semakna dengan itu. Konsep al-wadi’ah yang diterapkan
adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk
rekening giro. Sementara wadi’ah amanah menyatakan bahwa
harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedang-
kan dalam wadi’ah dhamanah pihak yang dititipi (bank/asuransi)
bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga boleh
memanfaatkan harta titipan tersebut.
3. Akad Musyarakah
Sistem Musyarakah/Syirkah adalah keikutsertaan dua orang atau
lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang
telah ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama
menjalankan suatu dan pembagian keuntungan dan kerugian
dalam bagian yang ditentukan.
Pada hakikatnya bentuk kerja sama dalam asuransi adalah
bentuk kerja sama yang dilandasi oleh prinsip al-musyarakah,
dimana ada pihak yang punya dana dan modal, dan ada pihak
lain yang hanya memiliki tenaga dan skill serta profesionalisme.
Al-Musahamah ‘kontribusi’ merupakan bagian dari al-Musyarakah.
Al-Muhasamnah oleh beberapa ahli asuransi syariah digunakan
sebagai pengganti istilah tabarru.
Dalam investasi produk asuransi jiwa syariah yang
mengandung unsur tabungan. Ada dua akad yang
digunakan yaitu akad mudharabah untuk transaksi investasi
modal perusahaan, dana peserta dan dana tabarru yang biasa
diinvestasikan pada bank syariah, obligasi dan pasar modal yang
sesuai syariah. Sedangkan investasi menggunakan fund manager
menggunakan akad wakalah dengan mengeluarkan iuran (fee)
untuk pengelola perusahaan.
Disadur : David Nurvanida. S.Si, ACII, AMII, AAIK Sumber : Abdullah Amrin, SE. MM, “Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2011
Nasreview November 2013 | 11
Obrolan Underwriting
Stres di tempat kerja merupakan hal yang hampir setiap
hari dialami oleh para pekerja di kota besar. Masyarakat
pekerja di kota-kota besar seperti Jakarta sebagian besar
merupakan urbanis dan industrialis yang selalu disibukkan
dengan deadline penyelesaian tugas, tuntutan peran di
tempat kerja yang semakin beragam dan kadang bertentangan
satu dengan yang lain, masalah keluarga, beban kerja yang
berlebihan, dan masih banyak tantangan lainnya yang membuat
stres menjadi suatu faktor yang hampir tidak mungkin untuk
dihindari.
Stres di tempat kerja menjadi suatu persoalan yang serius bagi
perusahaan karena dapat menurunkan kinerja karyawan dan
perusahaan. Sebuah lembaga penelitian terhadap stres di
Amerika memperkirakan bahwa stres di tempat kerja
menyebabkan para pengusaha di Amerika terpaksa merugi
sekitar 300 juta dollar Amerika setiap tahunnya akibat
menurunnya produktivitas, serta meningkatnya ketidak
hadiran, turnover, konsumsi minuman keras dan biaya
pengobatan karyawan. Di Jepang, pemerintah secara berkala
memantau tingkat stres yang terjadi di tempat kerja dan
menemukan bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat
stres tinggi dalam menjalani pekerjaan sehari-hari mengalami
peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi hampir dua pertiga
dari total populasi pekerja yang ada di tahun 2000. Pada tahun
yang hampir sama yaitu sekitar tahun 2000an, lebih dari 6000
perusahaan di Inggris mengeluarkan rata-rata lebih dari 80 ribu
dollar Amerika untuk membayar kerusakan yang ditimbulkan
akibat stres pada karyawan. Di Indonesia sendiri, salah satu
penelitian yang pernah dilakukan oleh sebuah lembaga
manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa
krisis ekonomi yang berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan
keterpaksaan untuk bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai
dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada
saat itu.
Definisi stress
Stres merupakan reaksi tubuh manusia terhadap stressor. Reaksi
tersebut merupakan upaya untuk menyesuaikan diri terhadap
gangguan keseimbangan diri, yang mengakibatkan terjadinya
proses homeostasis, yakni proses agar manusia tetap sehat.
Usaha tersebut dilakukan agar tubuh dan jiwa bisa menghadapi
bahaya.
Hasil penelitian dari Hans Seyle, menunjukkan bahwa penyesuaian
pada tubuh menyebabkan cortex cerebri (bagian otak untuk
berpikir) memberi tanda bahaya kepada hipotalamus (otak
tengah). Saat itu, terjadilah rangsangan pada system saraf
simpatis yang menyebabkan perubahan pada system tubuh,
diantaranya: denyut jantung bertambah cepat, tekanan darah
meningkat serta tubuh mudah mengeluarkan keringat. Bila stress
tidak lagi terkontrol, maka kelenjar adrenal akan mengeluarkan
kortikoid yang menyebabkan hambatan pada system pencernaan,
reproduksi bahkan respon kekebalan.
Upaya untuk terhindar dari stress akan mustahil selama kita
masih hidup. Dalam setiap aktivitas kehidupan kita sehari-
hari, terutama dalam menghadapi pekerjaan di kantor, pasti
acap kali ada saja kendala atau hambatan yang harus kita lalui dan
selesaikan. Tinggal sekarang bagaimana kita menyiasati stress
tersebut agar tidak menimbulkan dampak yang negatif dalam
kehidupan dan tentu saja dalam pekerjaan kita.
MANAJEMEN STRES DI TEMPAT KERJA
Bisik Bisik SDM
Nasreview November 2013 | 12
Konsekuensi Yang Ditimbulkan Stres di Tempat Kerja Pada
Individu Pekerja dan Organisasi.
Stres di tempat kerja dapat menimbulkan berbagai konsekuensi
pada individu pekerja. Secara fisiologis, pekerja dengan tingkat
stres kerja yang tinggi dapat mengalami gangguan fisik seperti:
sulit tidur, perubahan pada metabolisme, hilang selera makan,
perut mual, tekanan darah dan detak jantung meningkat,
gangguan pernapasan, sakit kepala, telapak tangan yang
berkeringat, dan gatal-gatal. Secara psikologis, timbul
ketidakpuasan kerja yang diikuti dengan adanya tekanan pada
emosi seperti cemas, mudah tersinggung atau mudah marah, bad
mood, muram, bosan dan sikap kasar. Stres juga bisa berakibat
pada perubahan perilaku pekerja, seperti: menurunnya produk-
tivitas, tingkat kehadiran dan komitmen terhadap organisasi. Se-
lain itu juga menghasilkan perilaku seperti merokok atau meng-
konsumsi minuman keras secara berlebihan, agresivitas dalam
berbicara atau bertindak, melakukan hal-hal yang mengganggu
di tempat kerja, atau sering ditemukan tidur tempat kerja. Stres
yang dialami secara terus-menerus dan tidak terkendali, bisa me-
nyebabkan terjadinya burn-out yaitu kombinasi kelelahan secara
fisik, psikis dan emosi.
Bagi organisasi, stres di tempat kerja dapat berakibat pada
rendahnya kepuasan kerja, kurangnya komitmen terhadap
organisasi, terhambatnya pembentukan emosi positif,
pengambilan keputusan yang buruk, rendahnya kinerja, dan
tingginya turnover. Sebagaimana telah dikemukakan di awal
tulisan, stres di tempat kerja pada akhirnya bisa menyebabkan
terjadinya kerugian finansial pada organisasi yang tidak sedikit
jumlahnya.
Faktor Pemicu Terjadinya Stres di Tempat Kerja.
Ada tiga kelompok utama pemicu stres (biasa disebut stressor) di
tempat kerja.
1. Kelompok pertama adalah faktor pribadi, seperti:
keluarga, ekonomi rumahtangga, dan karakteristik kepribadian.
Adanya persoalan pada kehidupan pernikahan, perceraian serta
anak-anak yang tidak disiplin dan sulit diatur; penghasilan yang
kurang mencukupi pemenuhan kebutuhan rumahtangga dan
gaya hidup; serta kepribadian yang tertutup, mudah tersinggung,
perfeksionis, sangat berorientasi pada waktu dan hasil,
merupakan beberapa contoh faktor pribadi yang dapat menjadi
pemicu terjadinya stres di tempat kerja.
2. Kelompok kedua adalah faktor organisasi, seperti: pekerjaan,
peran, dan dinamika hubungan atau interaksi antar karyawan.
Pekerjaan yang bersifat rutin, monoton, membutuhkan kecepatan
dalam pengerjaan, dengan ruang atau lokasi kerja yang bising dan
panas; tuntutan peran yang tidak jelas atau bertentangan dengan
sistem nilai yang dianut; serta hubungan kerja antar rekan yang
tidak cocok, apalagi bila diwarnai dengan adanya konflik mental
maupun fisik, merupakan beberapa contoh faktor organisasi yang
dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja. Selain itu
juga budaya perusahaan yang sangat menekankan individualisme
dan persaingan, struktur organisasi dengan kontrol dan komando
yang ketat, kurangnya penguasaan terhadap teknologi yang digu-
nakan, serta perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di
dalam perusahaan.
3. Sedangkan kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, seperti:
ekonomi, politik, dan teknologi. Ketidakpastian kondisi politik,
krisis ekonomi negara yang berkepanjangan, serta
perkembangan teknologi yang mengancam kelangsungan
kerja merupakan beberapa contoh faktor lingkungan yang dapat
menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.
Nasreview November 2013 | 13
Bisik Bisik SDM
Strategi Menangani Stres di Tempat Kerja
Kemampuan individu dalam menangani stres di tempat
kerja berbeda-beda. Dalam menghadapi stressor yang sama,
misalnya deadline waktu penyelesaian suatu tugas, tingkat atau
konsekuensi stres yang dialami bisa berbeda. Karyawan yang
satu bereaksi terhadap stressor tersebut dengan tetap rileks
dan fokus. Sedangkan rekannya terlihat panik dan tegang dalam
penyelesaian tugas, serta menjadi mudah marah.
Secara individu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan
karyawan untuk mengendalikan stres di tempat kerja. Cara
tersebut diantaranya adalah dengan menerapkan manajemen
waktu, secara rutin melakukan latihan fisik dan mental seperti
olahraga dan relaksasi, serta membina jejaring sosial yang luas.
Sedangkan secara organisasi, ada lima strategi yang bisa
dilakukan perusahaan untuk membantu karyawan menangani
stres di tempat kerja. Kelima strategi adalah: menghilangkan
stressor atau pemicu stres, menjauhkan karyawan dari stressor,
mengubah persepsi karyawan terhadap stressor, mengendalikan
konsekuensi dari stres, dan menyediakan dukungan sosial bagi
karyawan yang menghadapi stres.
Contoh praktek manajemen stres yang dilakukan perusahaan
terkait dengan kelima strategi di atas adalah: konseling klinis
dan personal, uraian pekerjaan yang jelas, jaminan kerja seperti
asuransi dan tunjangan kesehatan, jam kerja yang fleksibel,
tempat atau sarana bagi karyawan melakukan meditasi,
berolahraga atau berkesenian, keterlibatan karyawan dalam
proses pengambilan keputusan dan perubahan di perusahaan,
serta program-program yang terkait dengan perbaikan kesehatan
karyawan.
Berikut adalah tips dari Bill Delano, pengasuh konsultasi di
Internet untuk mengatasi stres di tempat kerja :
Tenang
Ambil nafas panjang dan cobalah untuk sedikit santai dan.
Tenangkan diri Anda.
Kenali Permasalahan
Cobalah untuk mengenali akar permasalahan, apa yang
membuat Anda resah. Dengan begitu Anda akan dapat mencari
cara penyelesaiannya.
Terapi
Ikutlah kelompok sosial sehingga Anda dapat melupakan sejenak
tekanan yang menghimpit Anda. Ini akan menjadi terapi yang
murah untuk Anda.
Hadapilah
Daripada Anda menghindar dari permasalahan yang ada,
sebaiknya hadapi dan selesaikan agar tidak mengganggu lagi.
Atur jadwal
Buatlah jadwal mana yang harus diprioritaskan lebih dulu dan
mana yang dapat ditunda. Perkecil peluang untuk mengalami
stres dengan mempersibuk diri sendiri.
Diskusi
Diskusikan masalah yang menyebabkan stres dengan atasan,
teman atau psikolog
Curhat
Ceritakan masalah yang Anda hadapi peda keluarga atau
pasangan. Mereka pasti akan membantu mencari jalan keluar
untuk memecahkan masalah Anda.
Buat keseimbangan
Stres muncul karena Anda terlalu fokus pada pekerjaan,
bagilah waktu antara pekerjaan dan keluarga. Melakukan hal-hal
bersama keluarga akan membuat Anda segar kembali.
Pahami tugas dan kewajiban Anda
Mungkin inilah yang jelas-jelas akan mengurangi stres yang Anda
alami ditempat kerja. Dengan mengetahui kewajiban, Anda akan
mampu mengatur waktu dan rutinitas sehingga peluang stres
akan makin kecil.
Kesimpulannya, minimal ada dua pilihan yang dapat
diambil dalam menghadapi stres: to fight or flight. Melawan atau
menghindar.
Pekerja pemenang adalah mereka yang tidak hanya mampu
melawan, tetapi juga mampu mengelola stres di tempat kerja dan
menjadikannya sebagai suatu tantangan untuk hasilkan kinerja
yang lebih tinggi.
Disadur oleh : Bambang Setiawan, SE, MM
Dikutipdari : 1. ppm-manajemen.ac.id 2. www.experd.com 3. www.kapanlagi.com
Nasreview November 2013 | 14
Bisik Bisik SDM
Tonjolan tulang dapat memutuskan saluran pembuluh da-
rah dan memicu stroke. Peringatan berikut ini mungkin
perlu diperhatikan benar oleh para sekretaris, operator,
konsultan, dokter dan para karyawan yang sering menggunakan
telepon.
Ingat, janganlah terlampau sering melepaskan gagang telepon
dari tangan Anda dan meletakkannya di antara pundak dan
telinga, sementara tangan melakukan aktivitas lain.
Konon, perilaku semacam itu bisa menyebabkan stroke.
Demikian dikemukakan seorang ahli syaraf asal Perancis pada
Jurnal Kesehatan beberapa waktu lalu.Seorang psikiater yang
biasa berbicara lewat telepon yang terjepit di
telinga kiri dan pundaknya lebih dari
satu jam, dilaporkan menderita
stroke ringan. Kejadian naas itu
terjadi akibat adanya
tonjolan tulang yang
memutuskan saluran
pembuluh nadi.
Menurut tim
dokter yang meneliti
kasus tersebut, pria
berusia 43 tahun yang
terbiasa berbicara
dengan pasien-
pasiennya pada mulanya
sehat-sehat saja.
Namun seusai memberikan konsultasi
kepada pasiennya, si psikiater ini mengeluhkan kebutaan
sementara pada mata kirinya, telinga kirinya pun seperti
merasakan sebuah dengung. Tak hanya itu, dia pun mengaku
kesulitan untuk berbicara. Kondisi ini menunjukkan bahwa dirinya
menderita stroke ringan.
Dari hasil pemindaian tampaklah adanya sobekan pada dinding
arteri bagian dalam dari organ tubuh si pria tadi. Sobekan tadi
jelas mempengaruhi saluran pengiriman darah yang menuju ke
otak.
Seperti diketahui, pada tubuh manusia terdapat dua kelenjar
arteri yang bertugas menyalurkan darah yang mengandung
oksigen dari jantung menuju kepala dan leher. Kedua saluran
arteri tersebut naik di kedua sisi leher, dari jantung menuju otak.
Pada gambar scanning tampaklah adanya sebuah peruncingan
tulang yang lazim di sebut sebagai proses stiloid, yang
menyebabkan adanya kontak antara tulang (pada bagian leher)
dengan arteri.
Sebenarnya, setiap orang memiliki dua tulang stiloid ini.
Keduanya menonjol dari dua sisi tulang tengkorak, tepat di bawah
telinga dan di belakang tulang rahang. Namun, tulang yang
dimiliki psikiater tadi lebih panjang dari biasanya.
Mathieu Zuber, ahli syaraf dari rumah sakit Saint Anne,
Paris mengatakan “Untungnya pasien ini hanya mengalami serangan insemik berkala atau terjadi penghentian suplai darah menuju otak yang kurang dari 24 jam”.Dengan begitu, hanya stroke ringanlah yang menyerang psikiater
yang biasa bertelepon dengan pasiennya tadi.
“Namun, kejadian ini menunjukkan
kepada kita bahwa aktivitas
setiap hari yang melibatkan
penyimpangan agak
lama di bagian leher,
seperti menggu-
nakan telepon dengan
menghimpit antara telinga dan
pundak, bisa menimbulkan masalah yang
tidak terduga bagi sebagian orang,”
tambahnya.
Ia menambahkan, psikiater
tersebut tidak mengalami
gejala stroke terlalu lama. Namun,
sejak kejadian itu, ia tidak mau
lagi melakukan pembicaraan
dengan cara menghimpit telepon
di antara telinga dan pundaknya saat melayani keluhan pasien-
pasiennya. oleh sebab itu mulai dari sekarang hilangkan kebiasaan
tersebut.
“Lebih baik mencegah sebelum hal itu terjadi pada kita semua”.
Disadur oleh : Bambang Setiawan, SE. MM Dikutip dari : 1. www.techcoding.wordpress.com 2. www.indonesiasafetycenter.org
JANGAN MEMBIASAKAN MENJEPIT GAGANG TELEPON
Nasreview November 2013 | 15
Nasional Re Tech
Pegawai Pilihan
Nama : David Nurvanida, S.Si, AMII, AAIK , ACII Tempat/Tanggal Lahir : Kuningan, 02 Juni 1982 Alamat : Bekasi Timur Regensi 3 , Cluster Garnet, Blok G1 / No.31,Kel.Pedurenan,Kec.MustikaJaya,KotaBekasi Hobi : Olahraga Pengalaman Kerja :
-2006–2011:StaffUnderwritingFacultative -2011–2013:StaffUnderwritingTreaty&Retrocession -2013–Sekarang:KasieUnderwrittingFacultativeUmumDivisiSyariah
Nasreview November 2013 | 16
Sebagailapisanterdepanyangberhubungandengancedingcompany,kamikhususnyadidivisisyariah
berusahauntukmeningkatkanpengetahuankamimengenaiasuransisyariahsebagaisalahsatubisnis
asuransiyangpotensialdanberusahauntukmemberikanpelayananterbaik,gunaterciptahubungan
yangharmonissehinggamenghasilkankerjasamayangbaikdansalingmenguntungkan.
Suz Reni & Humor
Budaya perusahaan merupakan “Suatu nilai-nilai yang
menjadi pedoman sumber daya manusia untuk
menghadapi permasalahan eksternal dan penyesuaian
integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-
masing anggota organisasi harus memahami nilai-
nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak
atau berperilaku.” Nasional Re juga memiliki budaya
perusahaan yang tercermin dalam nilai nilai perusahaan
yaitu Integrity, Professionalism, Service Excellence, Team
Work dan Fairness. Untuk llebih mensosialisasikan budaya
perusahaan maka pada tanggal 9 November 2013 diadakan
“Internalisasi Budaya Perusahaan” di Menara 165. Dengan
diadakan nya kegiatan ini Semoga semua komponen perusahaan
dapat menyerap nilai nilai perusahaan dan dapat membawa nilai
nilai perusahaan dalam kegiatan sehari hari.... PAGI...
Komplain ke Customer Service Bank
Lung yang merupakan nasabah bank di sebuah desa datang komplain, dengan muka marah dan memukul meja costumer service (CS) dengan keras.
CS : “Silahkan duduk, Pak... tenang... ada masalah apa, Pak?”
Lung : “Ini ATM ku tidak bisa tarik uang, sedangkan saya butuh uang sekarang.”
CS : “Bisa saya liat kartunya pak?”
Kemudian Lung mengambil kartu ATM-nya dan memberikannya ke CS.
CS : “Aduh pak! Kenapa kartunya dilaminating?”
Dengan marah Lung berkata...
“Wah dik, jangan ajari saya yah... sedangkan KTP saja saya laminating, apalagi ini ATM! Isinya uang tauuu..!!!”
Nasreview November 2013 | 17