PERAN NORWEGIA TERHADAP ISU DEFORESTASI DI INDONESIA
DALAM SKEMA REDUCING EMISSION FROM DEFORESTATION AND
DEGRADATION (REDD+) PERIODE 2014-2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Roby Hariyanto
11141130000089
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
PERAN NORWEGIA TERHADAP ISU DEFORESTASI DI INDONESIA
DALAM SKEMA REDUCING EMISSION FROM DEFORESTATION AND
DEGRADATION (REDD+) PERIODE 2014-2016
1. Merupakan Karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Januari 2019
Roby Hariyanto
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Roby Hariyanto
Nim : 1114113000089
Progran Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi, dengan judul:
PERAN NORWEGIA TERHADAP ISU DEFORESTASI DI INDONESIA
DALAM SKEMA REDUCING EMISSION FROM DEFORESTATION AND
DEGRADATION (REDD+) PERIODE 2014-2016
dan telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 9 Januari 2019
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Ahmad Alfajri, MA Teguh Santosa, MA
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
PERAN NORWEGIA TERHADAP ISU DEFORESTASI DI INDONESIA
DALAM SKEMA REDUCING EMISSION FROM DEFORESTATION AND
DEGRADATION (REDD+) PERIODE 2014-2016
Oleh:
Roby Hariyanto
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18
Januari 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua Sekretaris
Ahmad Alfajri, MA
Eva Mushoffa, MA
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 22 Januari 2019
Ketua Program StudiHubungan Internasional,
Ahmad Alfajri, MA
Penguji I Penguji II
Dr.Badrus Sholeh,MA
NIP. 197102111999031002
M.Adian Firnas,M.Si
iv
ABSTRAK
Peneliatian ini akan membahas peran Norwegia terhadap isu deforestasi di
Indonesia dalam skema Reducing emission from deforestation and degradation
(REDD+) periode 2014 sampai 2016. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
peran apa saja yang dilakukan Norwegia terhadap isu deforestasi hutan di wilayah
Indonesia dari tahun 2014 sampai 2016. Peran yang dilakukan oleh Pemerintah
Norwgia terhadap kondisi hutan Indonesia bertujuan untuk mengurangi kadar
emisi gas rumah kaca global. Berdasarkan keputusan COP-13 menegaskan bahwa
negara berkembang dan negara maju didorong untuk bekerjasama dalam upaya
pengurangan emisi dari deofestasi dan degradasi hutan di negara berkembang,
termasuk dukungan finansial, pengembangan kapasitas dan tranfer teknologi dari
negara maju. Norwegia sebagai negara industri yang fokus terhadap isu perubahan
iklim, telah memberikan dana hibah yang cukup besar dalam melakukan upaya
pengurangan emisi gas rumah kaca melalui kerjasama bilateral dengan Indonesia.
Kerjasama Indonesia denga Norwegia dalam skema REDD+ menjadi kerjasama
yang menarik karena memadukan kerjasama teknis dan keuangan. Kerjsama
teknis fokus pada pengembangan kapasitas tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten. Kerjasama keuangan mendukung kegiatan percontohan REDD+ di
beberapa wilayah hutan gambut seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Agar tujuan penelitian tersebut dapat tercapai, maka metode penelitian
yang digunakan, yaitu dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif bisa
membantu untuk mengobservasi fakta yang terjadi dan diikuti oleh beberapa
konsep dalam menganalisis fenomena tersebut. Teknik pengumpulan data yang
akan dipakai dengan mencari data-data riset perpustakaan. Adapun prespektif
yang diugunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah
teori Enviromentalism, konsep Interdepedensi, dan konsep Peran digunakan
sebagai landasan dan arah untuk menjawab penelitian terkait Bagaimana peran
Norwegia dalam skema Reducing Emission From Deforestation and Degradation
(REDD+) terkait isu deforestasi di Indonesia tahun 2014-2016.
Kata Kunci: Norwegia, REDD+, Kerusakan Hutan Indonesia, Enviromentalism,
Interdepedensi, Konsep Peran.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji syukur kehadirat Allah
Subhanahuwataala‟ yang telah memberikan segala kenikmatan, karunia, rahmat
dan bimbingan-Nya, serta kemudahan sehingga skripsi yang berjudul “Peran
Norwegia Terhadap Isu Deforestasi di Indonesia Dalam Skema Reducing
Emission from Degradation and Deforestation (REDD+) Periode 2014-2016”
bisa diselesaikan. Shalawat dan salam untuk Rasulullah Shalallahu Alaihi
Wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya yang sudah menjadi teladan bagi
seluruh manusia.
Penulisan skripsi ini mempunyai tujuan sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program S1 program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada proses penulisan skripsi ini telah mengalami beberapa kendala dan hambatan
sampai penulisan bisa diselesaikan. Penelitian ini memang belum sempurna
karena masih ada beberapa kekurangan baik dari segi teknik penulisannya
maupun dari segi kualitasnya. Penelitian ini juga mendapat dukungan dan
bantuan, serta mendapat motivasi dari pihak-pihak terdekat, sehingga skripsi ini
bisa terselesaikan. Rasa hormat dan terima kasih disampaikan kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang saya cintai dan hormati, terimakasih
banyak atas segala do‟a dan dukungan, serta materil yang selalu
diberikan untuk saya. Dukungan dari orang tua saya sebagai sumber
utama motivasi saya.
2. Bapak Teguh Santosa, MAselaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan dukungan, pikiran, waktu dan tenaga untuk
membimbing saya sehingga skripsi ini terselesaikan.
3. Bapak Ahmad Fajri, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Teman-teman seperjuangan. Terima kasih sudah memberikan
dukungan dan bantuan ketika penulis sedang kesulitan, serta tidak
vi
bersemangat. Terima kasih telah bersedia meluangkan waktu untuk
penulis.
5. Teman-teman KKN. Terima kasih telah berbagi pengalaman dan
bersedia meluangkan waktu, serta memberikan bantuan selama
kegiatan KKN.
6. Teman-teman HI angkatan 2014. Terima kasih telah belajar bersama
penulis dan berbagi pengetahuan, serta pengalaman. Terima kasih juga
telah mendukung penulis selama mengerjakan skripsi ini.
7. Teman-teman satu atap kontrakan tercinta sekaligus satu perjuangan.
Terima kasih telah mendukung secara penuh dan bersedia membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman Putera-Puteri Maritim. Terima kasih atas dorongan dan
dukungan kalian selama penulisan skripsi ini berlangsung
9. Mila Ratnasari. Terima kasih telah memberikan motivasi perjuangan,
do‟a, dan dukungan yang tak terputuskan dalam penyelesaian skripsi
ini.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah disebutkan, atas segala
dukungan dan bantuannya. Semoga skripsi ini bisa memberikan perkembangan di
bidang ilmu pengetahuan terutama ilmu hubungan internasional.
Jakarta, 16 Januari 2019
Roby Hariyanto
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN GRAFIK ............................................... ix
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Pernyataan Masalah ..................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ................................................................... 6
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian .................................................. 7
1.4 Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7
1.5 Kerangka Pemikiran .................................................................... 12
1.5.1 Konsep Enviromentalism ................................................... 12
1.5.2 Konsep Interdepedensi ....................................................... 13
1.5.3 Konsep Peran ...................................................................... 15
1.6 Metode Penelitian.......................................................................... 16
1.7 Sistematika Penulisan ................................................................... 19
BAB II ISU KERUSAKAN HUTAN DI WILAYAH INDONESIA ............. 22
2.1 Kondisi Umum Kerusakan Hutan Indonesia ............................. 23
2.1.1Kondisi Hutan Kalimantan Timur .................................. 24
2.1.2Kondisi Hutan Kalimantan Barat ................................... 27
2.1.3Kondisi Hutan Sumatera .................................................. 31
2.2 Penyebab Kerusakan Hutan Indonesia ...................................... 34
BAB III KERJASAMA NORWEGIA DALAM MENGATASI
DEFORESTASI DI INDONESIA ..................................................... 38
3.1 Kebijakan Pemerintah Norwegia dalam Bidang Lingkungan . 38
3.2 Keterlibatan Norwegia Dalam Skema REDD+ .......................... 41
3.3 Perkembangan Kerjasama Bilateral Norwegia-Indonesia
dalam REDD+ ................................................................................. 43
viii
BAB IV PERAN NORWEGIA DALAM SKEMA REDD+ DI INDONESIA
PERIODE 2014-2016 .......................................................................... 47
4.1 Pembentukan Perjanjian REDD+ Antara Pemerintah
Norwegia dan Pemerintah Indonesia ........................................... 47
4.2 Alasan Norwegia Bergabunng dengan REDD+ ......................... 51
4.3 Peran Norwegia dalam Mengatasi Kerusakan Hutan
Indonesia ........................................................................................ 55
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 64
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xi
ix
DAFTAR TABEL
Tabel I. Angka Deforestasi di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan per Provinsi
Periode 2014…………………………………....................................................29
Tabel II. Luas Kawasan Hutan Kalimantan
Barat.....................................................................................................................30
Tabel III Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan Berdasarkan
Penafsiran Cintra Satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2016………........................ 31
Tabel IV Angka Deforestasi di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan per Provinsi
Periode 2014………………………………………………………...…………. 33
Tabel V Perubahan Tutupan Hutan Pada Tiga Profinsi Selama Kurun Waktu
2000-2013…………………………………………………………………….. 35
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. Luas Konsesi Sawit dan Rencana Perluasan Sampai 2012……….. 37
Gambar II. Jumlah gas emisi yang berasal dari gas bumi pertahun……………47
Gambar III. Jumlah gas emisi yang berasal dari gas bumi pertahun…………...63
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Letter of Intent Between the Government of the Kingdom of
Norway and the Government of the Republic of Indonesia
Lampiran 2 Tabel Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan
Berdasarkan Penafsiran Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2016
Lampiran 3 Tabel Angka Deforestasi di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan per
Provinsi Periode 2014
Lampiran 4 Tabel Luas Kawasan Kalimantan Timur.
Lampiran 5 Tabel Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan
Berdasarkan Penafsiran Cintra Satelit Landsat 7 ETM+ Tahun
2016
Lampiran 6 Damayanti Rafananda, Ditjen Penegak Hukum KLHK, Wawancara
di Jakarta.
xii
DAFTAR SINGKATAN
APL Area Penggunaan Lain
COP Conference of the Parties
DNPI Dewan Nasional Perubahan Iklim
FREL Forest Reference Emission Level
GRK Gas Rumah Kaca
HI Hubungan Internasional
HL Hutan Lindung
HP Hutan Produksi
HPT Hutan Produksi Terbatas
IPCC Intergovermental Panle on Climate Change
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
KSA Kawasan Suaka Alam
LOI Letter of Intent
MRV Monitoring, Reporting and Verification
NEMS National Enviromental Monitoring System
NIFCI Norwey International Climate and Forest Initiative
PM Perdana Menteri
P2K2 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan
REDD Reducing Emission from Deforestation and forest Degradation
UNDP United Nation Development Programme
UNCED United Nations Comference on Enviroment and Development
UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah
Hubungan internasional merupakan dari cabang ilmu politik yang terbilang
cukup dinamis dan juga aktif dalam mengalami perkembangan dengan
berjalannya waktu. Salah satu perkembangannya ialah isu lingkungan hidup atau
biasa disebut dengan isu perubahan iklim yang pada saat ini telah menjadi isu
yang menarik untuk di bahas dalam kajian ilmu. Hal tersebut, terjadi karena
adanya kegiatan manusia yang tidak memperhitungkan dampak dari kegiatan
tersebut. Sehingga, terjadilah perubahan iklim yang salah satunya ialah
pemanasan global
Isu lingkungan hidup telah menjadi pembicaraan penting dalam beberapa
dekade terakhir. Permasalahan mengenai lingkungan hidup menarik perhatian
berbagai pihak baik di tingkat lokal, nasional, bahkan global. Pada tahun 1970-an
isu perububahan iklim mulai di angkat kedalam studi hubungan internasional,
samapai masa sekarang kepedulian terhadap lingkungan hidup semakin
berkembang dan menjadi isu global, disebabkan karena dampak dari degradasi
dan eksploitasi hutan yang berlebihan.1
1 John Baylis dan Steve Smith, The Globalization of World Politics: An Introduction to
International Relations fifth edition. (UK: Oxford University Press 2011), h 315
2
Isu lingkungan dapat dikatakan sebagai isu global karena jika terjadi
kerusakan lingkungan di suatu wilayah, bukan hanya wilayah yang bersangkutan
yang merasakan dampak negatif namun juga dapat dirasakan secara global.
Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD)
disepakati pada COP tentang perubahan iklim di Montreal, Kanada di tahun 2005.
REDD merupakan mekanisme global yang memberikan insentif kepada negara
berkembang pemilik hutan seperti Indonesia untuk melindungi hutannya. Skema
ini mulai hangat diperbincangkan dalam putaran perundingan perubahan
lingkungan.
Menurut Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) deforestasi dan
degradasi hutan menyumbang tingkat pemanasan global hingga 17% dari tingkat
emisi gas rumah kaca global. Jika dikolektifkan dari seluruh jumlah sektor
penyumbang emisi yang ada yang ada maka 26% dari tingkat energi global, dan
19% dari sektor-sektor industr, serta lebih dari 60% emisi karbon dari tingkat
kerusakan hutan atau deforestasi di Indonesia.2
Besarnya sumbangan deforestasi dan degradasi hutan teradap tingkatan
emisi gas rumah kaca dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Sehingga
negara-negara yang memiliki hutan tropis mempunyai potensi untuk mengurangi
tingkat emisi dengan melalui program pelestarian lahan gambut dan wilayah hutan
2www.ipcc-nggip.iges.or.jp akses pada 25 September 2017.
3
tropis yang dipercaya memiliki tingkat karbon tinggi.3 Salah satu negara yang
termasuk kedalam kriteria negara yang memiliki kawasan hutan yang luas dengan
tingakat kerusakan yang cukup tinggi ialah negara Indonesia.
Tingkat polusi karbon di negara Indonesia sudah terbilang cukup parah dan
dapat disetarakan dengan negara-negara maju seperti China dan Amerika. Salah
satu faktor utama yang mempengaruhi hal tersebut ialah penebangan hutan yang
dapat dikatakan cukup parah. Selain itu, Indonesia juga menyumbangkan
pelepasan karbon yang cukup mengkhwatirkan. Seperti Sumatera, Kalimantan,
dan Papua merupakan kawasan hutan lahan gambut menyimpan kandungan
karbon yang besar.4
Kondisi lahan gambut di Indonesia saat ini sudah mengalami degradasi
terutama disebabkan oleh kegiatan-kegiatan pertanian beserta jaringan-jaringan
salurannya misalnya di Sumatra lahan gambut rusak seluas 2,669 juta ha atau
sebesar 37% dari total lahan gambut, dan kalimantan tengah lahan gambut rusak
akibat proyek pengembangan lahan gambut 1 juta ha.5
Dengan demikian, negara Indonesia sebagai salah satu dari pemiliki hutan
dengan kandungan karbon yang cukup besar menyarankan skema untuk
3Dian Agung Wicakson dan Ananda Prima Yurista, Konservasi Hutan Partisipatif Melalui
REDD+ (Studi Kasus Kalimantan Tengah Sebagai Provinsi Percontohan REDD+). (2013) Vol. 1,
No. 2: 190 4Norwey, Values Priorities deforestation and climate change dari
,https://www.norway.no/en/indonesia/values-priorities/deforestation-and-climate-change/ diakses
pada 14 febuari 2018 5Menteri Lingkungan Hidup, Koordinasi kelembagaan pengelola lahan gambut di Indonesia.
dari http://www.menlh.go.id/koordinasi-kelembagaan-pengelolaan-lahan-gambut-di-indonesia/
diakses pada 25 September 2017.
4
mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan yakni dengan program Reducing
Emission from Deforestation and Degradation (REDD+). Skema ini mulai di
bentuk pada tahun 2005 pada Conference of the Parties (COP). Dengan negara
plopornya ialah negara-negara berkembang yang mengandung tingkat karbon
yang terbilang besar antara lain, Brazil, Gabon, Columbia, Republic Congo,
Cameroon Republik, Costa Rica, Mexico, Peru, dan Indonesia.6
REDD+ merupakan program yang di anggap suatu langkah yang paling
nyata, murah, cepat dan saling menguntungkan untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca. Nyata, karena seperlima dari emisi gas rumah kaca berasal dari
deforestasi dan degradasi hutan.
Murah, karena sebagian besar deforestasi dan degradasi hanya
menguntungkan secara marjinal sehingga pengurangan emisi gas rumah kaca dari
hutan akan lebih murah ketimbang alat atau instrumen mitigasi lainnya.
Cepat, karena pengurangan yang besar pada emisi gas rumah kaca dapat
dicapai dengan melakukan reformasi kebijakan dan tindakan-tindakan lain yang
tidak tergantung pada inovasi teknologi.
Saling menguntungkan, karena berpotensi untuk menghasilkan pendapatan
dalam jumlah besar dan perbaikan kepemerintahan dapat menguntungkan kaum
6 Iqbal Sani, Kepentingan Indonesia Bekerjasama Dengan Norwegia Dalam Kerangka
Reducting Emission From Deforestation And Degrada-Tion (Redd) Tahun 2010. (2016) Vol 3.
No. 1. 2-3.
5
miskin di negara-negara berkembang dan memberi manfaat lingkungan lain selain
yang berkaitan dengan iklim.7
Norwegia dikenal sebagai negara industri dan terkaya di dunia. Sumber
kekayaan Norwegia berasal dari sumber daya alam dan juga keikut sertaan
Norwegia dalam industri Eropa Barat. Sejak tahun 1970, industri minyak lepas
pantai telah memainkan peranan dominan dalam perekonomian Norwegia.
Dengan laju industri yang pesat, Norwegia memiliki kebijakan lingkungan hidup
untuk memastikan industrinya tidak bertentangan dengan lingkungan.
Maka dari itu upaya untuk menerapkan penangkapan dan penyimpanan gas
karbon (Capture and Storage of CO2 atau CCS) menjadi langkah yang penting.
Selain itu pemerintah Norwegia memberikan dukungan penuh terhadap
pencegahan perubahan iklim dengan melakukan pelestarian hutan seperti yang di
rencanakan dalam skema REDD+. Pemerintah Norwegia juga memiliki komitmen
untuk menurunkan emisi yang dilakukan dengan rencana penurunan emisi 30
persen pada tahun 2020, terhitung dari level emisi pada tahun 1990.
Dengan demikian Norwegia melakukan hubungan bilateral dengan beberapa
negara pemilik hutan hujan terbesar didunia seperti Brazil, Meksiko, Kongo,
Tanzania, Nepal, Mozambique, Guyana, dan Indonesia. Kerjasama bilateral ini
7 Nurtjahjawilasa, at, al, Modul: Kosep REDD+ dan Implementasinya, The Nature
Conservancy and Program Responsible Asia Forestry & Trade (RAFT), (2013) 6-7.
6
bertujuan untuk mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca melalui sektor
deforestasi.8
Indonesia memiliki peluang besar untuk menerapkan REDD+ karena
mempunyai hutan yang sangat luas dan mempunyai sejarah deforestasi yang
sangat tinggi. Selain itu, Indonesia termasuk kedalam negara yang rentan terhadap
dampak perubahan iklim karena dua per tiga wilayah terdiri dari laut, memiliki 17
ribu pulau, banyak diantaranya pulau-pulau kecil, 60% penduduk tinggal di
pesisir. BadanNasional Penanggulangan Bencana (2015), menyebutkan dalam
kurun waktu 1815-2015 kejadian bencana yang paling banyak terjadi di
Indonesia.9
Pada tahun 2007 Indonesia dan Norwegia menjalin kerjasama bilateral
dalam bidang lingkungan. Salah satu hutan yang menajadi hutan percontohan
untuk program REDD+ ialah hutan Kalimantan di tahun 2010. Sebagian besar
dari pelaksaan kerjasama lingkungan pemerintah Indonesia dengan pemerintah
Norwegiayang mencakup juga pembayaran donasi dari Norwegia seberasar 1
miliyar USD kepada Indonesia jika berhasil mengurangi emisi di sektor
kehutanan.10
8Aiman Azhar Mahardy, et.al Kerjasama Norwegia dan Indonesia Mengurangi Emisi Gas
Rumah Kaca Melalui Skema REDD. (2014). Vol. XII, No. 1, 2-3. 9 KLHK,“Mendorong kesiapan implementasi REDD+ di Indonesia, 2016, Vol 10 No.5”.
https://www.researchgate.net/publication/317615880_Mendorong_Kesiapan_Implementasi_RED
D_di_Indonesia diakses pada 6 okteber 2018 10
REDD monitor, Norwey and Indonesia sign US 1 billion forest deal. Dari http://www.redd-
monitor.org/2010/05/27/norway-and-indonesia-sign-us1-billion-forest-deal/ diaksaes pada 26
September 2017.
7
Berdasarkan dokumen Stranas REDD+ Indonesia memasuki fase
implementasi REDD+, namun sampai saat ini baru memasuki fase persiapan. Hal
tersebut dikarenakan adanya ketidaksesuaian antara pemerintah Norwegia dengan
pemerintah baru yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.
Pada tahun 2014, merupakan tahun pergantian pemerintahan dari Presiden
SBY kepada Presiden Joko Widodo mengakibatkan isu terkait REDD+ tidak lagi
menjadi isu utama dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Pemerintah Joko Widodo yang didasarkan pada ideologi Trisakti dan Nawacita
memfokuskan kebijakan pada isu kemaritiman.11
Sementara, isu lingkungan tidak
dicantumkan sama sekali dalam arah kebijakan yang dimiliki oleh Presiden Joko
Widodo.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden
Nomer 16 tahun 2015 terkait perubahan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)
dan Badan Pengelola REDD+ (BP-REDD+) dibubarkan. Sehingga wewenang
terhadap pengelolaan REDD+ berada dibawah tanggung jawab Kementrian
Lingkungan Hidup (KLH).12
Menurut Siti Nurbaya selaku Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Pengalihan fungsi ini memperkuat pelaksanaan program
REDD+ di Indonesia sekaligus mengurangi tumpang tindih pengelolaan
lingkungan.
11Visi misi Joko Widodo-JK, Jalan Perubahan Untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
Berkepribadian, 2014, 6-12, http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Joko Widodo-JK.pdf.
diases 8 Oktober 2018 12
Ichwan Susanto, “Presiden Joko Widodo Bubarkan BP-REDD dan DNPI,” Kompas (Jakarta),
28January,
2015,http://sains.kompas.com/read/2015/01/28/18352191/Presiden.JokoWidodo.Bubarkan.BP-
REDD.dan.DNPI. Diakses pada 8 Oktober 2018
8
Menanggapi kondisi ini pemerintah Norwegia menyatakan ketikapuasan
terhadap pelaksanaan kerjasama dengan Indonesia terkait REDD+.13
Namun pada
pertemuan yang dilakukan antara Presiden Joko Widodo dan PM Norwegia pada
tanggal 6 Maret 2015 terdapat perbedaan kebijakan yang diambil oleh Indonesia.
Kedua negara sepakat untuk melanjutkan komitmen kerjasama tekait REDD+
dengan berbagai penyeseuaian.14
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pemaparan pertanyaan masalah terkait pembahasan bagaimana
peran Norwgia dalam mengurangi terjadinya efek pemanasan global skema
Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+), maka penulis
merumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana
peran Norwegia dalam skema Reducing Emission From Deforestation and
Degradation (REDD+) terkait isu deforestasi di Indonesia tahun 2015-2016 ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan luar negeri Norwegia terkait kerjasama dengan
13Icha Rastika, “BP REDD Dibubarkan, Norwegia Pertanyakan Komitmen Kerja sama 1
Miliar
Dollar AS,” Kompas (Jakarta), 6 Maret 2015,
http://nasional.kompas.com/read/2015/03/06/14391051/Bp.REDD.Dibubarkan.Norwegia.Pertanya
kan.Komitmen.Kerjasama.1.Miliar.Dollar.AS. Diases pada 8 Oktober 2018 14
DPR-RI, Komitmen Indonesia Pada COP21-UNFCCC, Vol. VII,
No.23/I/P3DI/Desember/2015(Desember2015),h2.http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info.sing
kat/Info%20Singkat-VII-23-I-P3DI-Desember-2015-69.pdf diakses pada 8 Oktober 2018
9
Indonesia dalam skema Reducing Emission from Deforestation and Degradation
(REDD+) periode 2015-2016. Selain itu, seberapa besar peran Norwegia dalam
skema REDD+ tersebut. Hal tersebut dilakukan karena hutan alam Indonesia
memiliki peran yang sangat penting bagi kondisi dunia saat ini.
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu dapat memberikan pengetahuan
dan perkembangan yang terjadi antara kerjasama Norwegia dengan Indonesia
dalam menangani deforestasi dan degradasi yang terjadi di wilayah hutan
Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga dapat membantu memberikan informasi
kepada pihak-pihak tertentu menanggulangi terjadinya deforestasi dan degradasi
hutan.
1.4 Tinjauan Pustaka
Terdapat bebarapa tulisan yang menjelaskan kerjasama Indonesia dengan
Norwegia terkait isu degradasi, kerusakan hutan, penanggulangan yang telah
dilakukan REDD+ dan kepentingan yang di ambil Indonesia terkait kerjasama
dengan Norwegia. Selain itu ada juga beberapa tulisan yang meskipun tidak persis
menyinggung variabel peran Norwegia di Indonesia dalam skema REDD+, namun
pada sisi yang lain ikut membahas perubahan iklim yang di sebabkan oleh
degradasi hutan Indonesia. Dengan demikian, tulisan-tulisan dari para peneliti
pendahulu tersebut banyak membantu tambahan informasi dalam menyelesaikan
penelitian ini.
Salah satu di antaranya adalah skripsi yang ditulis oleh Iqbal Sani. Dia
merupakan mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial
10
dan Ilmu Poltik (FISIP) Universitas Riau. Dalam skripsinya secara spesifik
membahas kepentingan Indonesia bekerjasama dengan Norwegia dalam kerangka
Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+) tahun 2010.15
Secara komprehensif skripsi ini juga membahas mulai dari kesepakatan
bekerjasama dalam melindungi bersama hutan Indonesia, kondisi deforestasi dan
degradasi yang terjadi di hutan Indonesia. Selain itu, dalam skripsi ini juga
dilampirkan beberapa tabel yang menunjukan laju deforestasi hutan di Indonesia
periode 1950-2007.
Adapun perbedaan yang terdapat anatara peneltian terdahulu dengan
peneltian kali ini terletak pada periode waktu penelitian, di mana dalam penelitian
kali ini mengambil fokus pada periode 2015-2016 sedangkan penelitian
sebelumnya membatasi pembahasannya pada tahun 2010. Selain itu terdapat juga
perbedaan sudut pandang pada aktor masalah yang diteliti, di mana pada skripsi
terdahulu sudut pandang pembahasannya fokus kepada kepentingan yang di dapat
Indonesia dengan Norwegia dalam skema Reducing Emission from Deforstation
and Degradation (REDD+), sedangkan penelitian kali ini mengambil fokus
terhadap peran apa saja yang telah dilakukan Norwegia terhadap hutan Indonesia.
Dalam segi teori yang digunakan juga berbeda, di mana pada penelitian
sebelumnya menggunakan teori Liberalisme serta konsep rasional choice sebagai
15 Iqbal Sani, “Kepentingan Indonesia Bekerjasama Dengan Norwegia Dalam Kerangka
Reducing Emission From Deforestation and Degradation (REDD+) Tahun 2010” Program Studi
Hubungan Internasional, FISIP Universitas Riau (2016).
11
konsep untuk analisisnya. Sedangkan teori penelitian kali ini mengggunakan teori
neo-Liberalisme Instusional yang lebih menyoroti peran institusi dalam isu
deforestasi hutan Indonesi juga menggunakan konsep Interdepedensi dan
pendekatan Enviromentalisme.
Adapun persamaan antara peneltian terdahulu dengan penelitan kali ini ialah
sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif, namun hal yang
membedakan adalah penelitian ini hanya menggunakan satu sumber yaitu sumber
sekunder melalui studi kepustakaan (liberary research). Berbeda dengan
penelitian kali ini yang mengambil sumber data dari hasil kombinasi data primer
dan data sekunder.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Nur Haeda. Mahasiswi jurusan ilmu
Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Hasanudin. Dalam penelitiannya yang mengangkat judul “Kerjasama
Indonesia-Norwegia Dalam Konservasi Hutan Indonesia Melalui Kerangka
Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+)”. Isi dari
skripsi ini cukup komprehensif karena pembahasan didalamnya itu fokus terhadap
studi kasus Hutan Kalimantan Tengah serta membahas secara detail mengenai
fungsi dan peran REDD+.16
Adapun perbedaan penelitian ini dengan proposal penelitian kali ini terletak
pada fokus stadi kasus, yang mana pada pada penelitian ini fokus studinya
16 Nur Haeda,. “Kerjasama Indonesia-Norwegia Dalam Konservasi Hutan Indonesia Melalui
Kerangka Reducing Emission From Deforestation and Degradation (REDD+)”. Program Studi
Hubungan Internasional, FISIP Universitas Hasanudin (2017).
12
terhadap kerjasama Indonesia dengan Norwegia serta mengambil arah studi kasus
hutan Kalimantan Tengah. Berbeda dengan dengan proposal penelitian kali ini,
yakni membahas peran apa saja yang dilakukan Norwegia terhadap Indonesia,
serta tidak membatasi hutan yang ada di Indonesia, yang mana saya mengambil
kasus untuk seluruh hutan yang terkena dampak degradasi di Indonesia.
Perbedaan selanjutnya terletak pada penggunaan teori yang digunakan
penulis untuk menganalisis kasus ini yakni teori liberalisme dengan konesp
kerjasama bilateral sebagai konsep untuk menganilasanya, sedangkan dalam
proposal penelitian kali ini menggunakan teori Neo-Liberalis, Diplomasi Bilateral,
dan Pendekatan Enviromentalisme.
Sedangkan persamaannya terletak pada metode yang digunakan untuk yakni
Metode Kualitatif. Metode penelitian tersebut menggunakan teknik pengumpulan
data untuk memndapatkan data sekunder yang kemudian data tersebut dianalisis
secara deskriptif. Adapun kesamaan lainya, yaitu kedua bahasan berangkat dari
sekema yang sama yakni skema REDD+. Salah satu kelebihan dari skripsi ini
adalah fokus terdahap satu studi kasus yang didukung oleh berbagai macam data
baik yang berupak data sekunder ataupun data primer.
Ketiga, karya skripsi yang di tulis oleh Riza Aryani. Dia merupakan
mahasiswa Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) Universitas Indonesia. Dalam skripsinya yang berjudul “Analisa
Kegagalan Implementasi Redusing Emission from Deforestation and Degradation
(REDD+) Dalam Proyek Rimba Raya di Kalimantan Tengah (2008-2010)”.
13
Penelitian ini mengalisa secara komplek terkait kegagalan yang telah
diimplementasikan oleh REDD+ di hutan Kalimantan Tengah, dan menyajikan
deskripsi umum proyek Rimba Raya yang berada di Kalimantan Tengah. Tidak
hanya itu, Riza juga menjelasakan strategi dan aspek teknis terkait REDD+ di
Indonesia serta menganalisa penyebab kegagalan proyek REDD+ Rimba Raya
dari tingkat Nasional.17
Perbedaan antara penelitian kali ini dengan penelitian terdahulu terdapat
pada periode yang dilakukan oleh peneliti yakni, pada 2008-2010. Sedangkan
proposal peneltian kali ini memfokuskan pada periode 20155-2016. Selain itu, isi
dari pembahasa antara penelitian kali ini dengan peneltian terdahulu berbeda,
yakni pada penelitian terdahul membahas analisa kegagalan Implementasi REDD,
dengan studi kasusnya terletak pada kawasan Rimba Raya Kalimantan Tengah.
Sedangkan, isi pembahasan penelitian kali ini ialah membahas peran yang
dilakukan Norwegia terhadap hutan yang berada di Indonesia berdasarkan skema
REDD+.
Persamaannya, kedua penelitian menggunakan skema dan fokus penelitian
yang sama yaitu, skema REDD+ dan fokus terhadap isu lingkungan Indonesia.
Selain itu, metode yang digunakan dalam mengalisa sama-sama menggunakan
metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data, baik data sekunder ataupun
data primer.
17 Riza Aryani.”Analisa Kegagalan Implementasi Reducing Emission from Deforestation and
Degradation Plus (REDD+) Dalam Proyek Rimba Raya di Kalimantan Tengah (2008-2010).
Program Studi Hubungan Internasional, FISIP Universitas Indonesia (2012).
14
1.5 Kerangka Konseptual
1.5.1 Konsep Enviromentalisme
Pendekatan enviromentalisme merupakan salah satu pendekatan yang
berasal dari pemikiran Rachel Carson digunakan untuk mengkaji atau
menganalisa isu lingkungan dalam studi hubungan internasional. Pada saat
ini isu lingkungan mendapatkan sorortan dan dianggap penting oleh
masyarakat dunia. Pada tahun 1970-an, isu lingkungan telah menjadi
sorotan dunia. Namunpada tahun 1922, aspek lingkungan baru muncul pada
studi hubungan internasional yang ditandai dengan penyelenggaraan
konferensi PBB di Rio De Jeneiro dengan tema Global Warming.
Adapun asumsi dari pendekatan enviromentalisme bahwa pendekatan
ini mempercayai adanya kesinambungan antara manusia dengan alam,
dalam hal ini lingkungan sangatlah penting dan memberikan pengaruh yang
besar terhadap kehidupan manusia baik secara positif maupun negatif.
Selain itu, dalam sistem perekonomian, pandangan ini mencoba untuk
memberikan pemahaman lebih jelas terutama dalam hal eksploitasi sumber
daya yang dilakukan oleh manusia yang tidak memikirkan dampak bagi
lingkungan.18
Berdasarkan asumsi tersebut, skema REDD+ yang secara definisi
dapat dikatakan sebagai institusi yang mengikat antara Norwegia dengan
salah satu negara pemilik wilayah hutan terluas yaitu Indonesia juga
18 Scott Burchill dan Andrew Linklater. Theories of International Relation. (Palgrave
Macmillan, New York 2014) h 338
15
memiliki potensi yang besar dalam mengurangi tingkat emisi gas rumah
kaca.19
1.5.2 Konsep Interdepedensi
Konsep Interdepedensi merupakan konsep yang lahir dari pemikir
Robert Keohane yaitu Teori Neo-Liberalisme. Di mana, pada era modern
saat ini, kebijakan sebuah negara tidak dapat dipisahkan dengan
kesejahteraan ekonomi sebuah negara. Peningkatan perdagangan global,
hubungan finansial, dan kemajuan teknologi telah menjadikan negara saling
ketergantungan. Negara-negara melakukan kerjasama untuk mendapatkan
keuntungan dan cendrung untuk menciptakan rezim internasional untuk
meningkatkan keuntungan dari kerjasama tersebut.20
Menurut pendekatan neo-liberalisme kerjasama dianggap lebih baik
dibandingkan dengan konflik untuk mencapai kepentingan nasional sebuah
negara. Kerjasama yang dilakukan serta pembentukan institusi untuk
memfasilitasi kerjasama tersebut dapat mempermudah negara mencapai
tujuannya.
Interdepedensi berasumsi bahwa ketergantungan negara dapat
dipengaruhi dalam pembuatan kebijakan luar negaranya. Hal ini
dikarenakan adanya hubungan yang ada di antara satu negara dengan negara
lain. Jika satu negara lain dirugikan oleh negara satunya, maka dampak
kerugian tersebut dapat dirasakan oleh pihak negara lainnya. Beberapa
19 Nurtjahjawilasa, at, al, Konsep Redd+ Dan Implementasinya, (Jakarta. The Nature Cons
Ervancy Program Terestrial Indonesia,2013) h 5-6 20
Juliet Kaarbo, Jeffrey S. Lantis, Ryan K. Beasley, “The Analysis Foreign Policy in
Comparative Prespective” (SAGE Publications, London, United Kingdom, 2012) h 10-12.
16
negara cenderung lebih memilih bergantung dengan negara lain. Negara
yang memiliki kemampuan ekonomi yang besar dapat dipengaruhi oleh
negara lain, namun mereka dapat bertahan dengan mengejar tujuan lainnya.
Selain itu, kekayaan dan posisi dalam bidang ekonomi memberikan
kesempatan bagi negara untuk memilih untuk bekerjasama dan tidak
tergantung dengan negara lain untuk bantuan ekonomi. Sementara itu bagi
negara miskin kebijakan yang diambil dapat dipengaruhi oleh negara atau
aktor lain. Kebijakan yang diambil dapat memberikan keutungan bagi
negara atau aktor lain tersebut.21
1.5.3 Konsep peran
Peran merupakan suatu prilaku yang di harapkan oleh seseorang
ataupun struktur tertentu yang menduduki suatu posisi didalam suatu sistem.
Dengan kata lain, suatu organisasi memiliki struktur organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama. Jika struktur-
struktur tersebut telah menjalankan fungsi-fungsinya, maka organisasi itu
telah menjalankan peran tertentu. Sehingga peran dapat dianggap sebagai
fungsi dalam rencana percapaian tujuan-tujuan kemasyarakatan.22
Pada pendekatan ini menjelaskan bahwa perilaku politik tidak lepas dari
peranan yang dilakukan oleh aktor yang menjalankan politik tersebut.
Dengan kata lain, pendakatan ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku
21 Juliet Kaarbo, Jeffrey S. Lantis, Ryan K. Beasley, “The Analysis Foreign Policy in
Comparative Prespective”, (SAGE Publications, London, United Kingdom, 2012), h10-12. 22
Mochtar Masoed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi,
(Jakarta:LP3ES,1990), h, 46-47
17
politik merupakan akibat dari tuntutan dan harapan yang dipegang oleh
aktor politik.
Perananan lebih menunjuk pada fungsi penyesuaian diri dan sebagai
suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta
menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal yaitu:
1. Peranan mencakup norma-norma seseorang yang diterapkan di
masyarakat. Dalam artian lain ialah seperangkat aturan yang dapat
membimbing masyarakat dalam kehidupan masyarakat
2. Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang akan dilakukan oleh
individu dalam sebuah organisasi
3. Peran juga dapat dikatakan sebgai prilaku yang akan dilakukan oleh
individu terhadap organisasi.23
Peranan bisa dianggap sebagai definisi yang dikemukakan oleh para
pengambil keputusan terhadap bentuk-bentuk umum, keputusan, aturan dan
fungsi Negara dalam beberapa masalah internasional. Peranan juga
mereflesikan kecendrungan pokok, kekhawatiran, serta sikap terhadap
lingkungan eksternal dan variable sistematik geografi dan ekonomi.24
Selain itu, peran juga dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi
oleh struktur tertentu. Peran ini bergantung pada posisi dan kedudukan
struktur tersebut dan harapan lingkungan hidup sekitar terhadap struktur.
23 Soejono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada 1990),
h 269 24
K.J. Holsti. “National Role Conceptions in the Study of Foreign Policy, International Studies
Quarterly vol. 14 no. 3 h,233
18
Peran juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi, serta kemampuan dari aktro
pemegang peran. Dalam hal ini, Norwegia sebagai pemegang peran dalam
membantu Indonesia terhadap pengurangan emisi GRK melalui skema
REDD+.
1.6 Metode Penelitian
Pada penelitian ini motode yang diguanakan ialah penelitian kualitatif
dengan pendekatan analisis deskriptif. Pendekatan berdasarkan kualitatif
merupakan sebuah proses menggabungkan seperangkat prinsip-prinsip,
pandangan ide-ide dengan praktek sosial yang kolektif melalui serangkaian teknik
dan strategi untuk menghasilkan pengetahuan. Selain itu, diharuskan untuk
mempunya integritas personal, serta mampu berinteraksi dengan pihak lain.25
Pada dasarnya, penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang
mengandalkan data dari pengumpulan, analisis dan interpretasi data yang
berbentuk non-statistk. Selain itu juga terdapat tiga teknik pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif yakni observasi, wawancara, dan dokumen.26
Sehingga
peneliti dapat dengan mudah mendapatkan sumber baik sumber data primer
ataupun sumber data skunder
Selain itu juga, penelitian ini bersifat deskriptif di mana bentuk penelitian
yang ditunjukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-
fenomena yang terjadi, baik pada fenomena alamiah ataupun fenomena hasil
25 LV Neuman. Basic of Social Research: Quantitative and Qualitative Approaches, (Pearson:
University of Wisconsin-White Water 2012), h 3. 26
JW Creswell. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches, SAGE
(Publications Inc, Thousand Oaks 1994) 149.
19
rekayasa manusia.27
Penelitian kualitataf dapat disebut juga sebagai salah satu
penelitian interpretatif di mana, para peneliti dapat membuat suatu interpretasi
yang terjadi dan terlihat, dan dipahami terhadap suatu isu.
Interpretasi-intrepretasi yang di dapat mungkin berbeda sesuai yang
dipahami oleh peneliti. Sehingga, salah satu alasan dalam menggunakan metode
penelitian kualitatif adalah karena pada pada dasarnya memang penelitian
kualitatif dapat menawarkan pandangan-pandangan yang beragam dan mendalam
terhadap suatu permasalahan yang dapat dikaji.
Dalam menjawab pertanyaan penelitian ini, didapat dari informasi-informasi
yang bersumber dari data dan skunder. Data sekunder yang digunakan yakni
berbentuk skripsi, tesis, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, jurnal
ilmiah, berita, dan berbagai artikel ataupun media elektronik dari internet. Selain
itu, melakukan studi Kepustakaan dengan mencari informasi dari berbagai
perpustakaan. Seperti, di Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
Kawasan (P2K2), Perpustakaan Nasional RI, Kementerian Luar Negeri RI,
Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pepustakaan FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Perpustaakn Universitas Indonesia.
Setelah melakukan pengumpulan data langkah selanjutnya ialah, melakukan
relevansi data tersebut untuk kemudian direduksi. Pada tahapan ini, hanya
menggunakan data-data yang dibutuhkan untuk penelitian. Data yang tidak
27 Sukmadinata. Metode Penelitian Kualitatif. (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung 2006), h 72.
20
dibutuhkan dalam penelitian ini digunakan sebagai data pelengkap untuk
menambah pengetahuan penulis.
Proses penelitian kualitatif bersifat dinamis, semua tahap dalam proses
penelitian ini mungkin saja berubah setelah masuk ke tahap lapangan dan mulai
melakukan pengumpulan data. Misalnya ada kemungkinan bahwa teori penelitian
yang berubah, dan strategi pengumpulan data juga bisa berganti, karena pada
umumnya tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk memperoleh informasi
mengenai topik yang dibahas secara detail dan mendalam.
1.7 Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, menggunakan sistematika penulisan dengan
pembahasan yang terbagi menjadi Lima bagian utama. Bab Pertama dalam
penelitian ini berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah.
Di mana, dalam latar belakang masalah penulis memberikan penjelasan secara
singkat mengenai kondisi hutan Indonesia dan kerjasama yang dilakukan oleh
Norwegia dengan Indonesia dalam upayamengurangi tingkat deforestasi di
wilayah hutan Indonesia. Selain latar belakang Bab ini juga terdapat pertanyaan
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemkiran yang berguna untuk
menganasilas masalah berdasarkan teori yang dugunakan, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Adapun dalam Bab II, Bab III, dan Bab IV pada penelitian ini meliputi
tentang pembahasan yang akan menjadi isi dari proposal ini dimana, pada Bab II
menyangkut penjelasan mengenai isu kerusakan hutan di wilayah Indonesia.
21
Secara umum isi dari Bab ini terbagi menjadi beberapa poin yaitu kondisi umum
kerusakan hutan yang ada di Indonesia yang salah satunya hutan Kalimantan
Timur dan Kalimantan Barat, hutan Sumatera.Tidak hanya itu, bab ini juga
terdapat pembahasan mengenai penyebab kerusakan hutan indonesia.
Bab III dalam penelitian ini berisi pembahasan mengenai peran Norwegia
dalam menangani deforestasi yang terjadi di wilayah hutan Indonesia. Secara
umum pada Bab ini menyajikan pembahasan mengenai kebijakan pemerintah
Norwegia dalam bidang lingkungan, keterlibatan Norwegia dalam skema REDD+.
Bab IV dari prosposal ini berisi tentang peran Norwegia dalam skema
REDD+ di Indonesia periode 2015-2016. Secara umum, isi dari pembahasan bab
ini mengenai pembentukan perjanjian REDD+ antara pemerintah Norwegia dan
Pemerintah Indonesia, alasan Norwegia bergabung dengan REDD+, dan Peran
Norwegia dalam mengatasi kerusakan hutan Indonesia
Bab V dari skripsi ini membahas tentang penutup dan kesimpulan yang
merupakan jawaban dari masalah yang telah dipaparkan terlebih dahulu, pada Bab
ini juga terdapat saran terkait penelitian yang telah di lakukan. Selain itu, pada
halama terakhir penulis menampilkan Daftar Pustaka yang bertujuan untuk
memberikan petunjuk dan informasi kepada para pembaca bahwa penelitian ini
telah diteliti berdasarkan rujukan sumber-sumber bacaan yang ada.
22
BAB II
ISU KERUSAKAN HUTAN DI WILAYAH INDONESIA
Bab ini memaparkan isu penerbangan liar yang terjadi di Indonesia
khsusnya kondisi wilayah hutan gambut Indonesia yakni Kalimantan, Sulawesi,
dan Papua. Alasan utama memilih kawasan tersebut ialah, besarnya lahan gambut
yang mendukung laju deforestasi terbesar selama periode 2009-2013 berdasarkan
urutan provisnsi yaitu, provinsi Sulawesi kehilangan 690 ribu ha, Kalimantan
Timur kehilangan 448 ribu ha, dan Kalimantan Barat kehilangan 426 ribu ha, dan
Papua kehilangan 490 ribu ha28
. Sehingga deforestasi Indonesia pada tahun 2013
tidak hanya terkonsentrasi di Kalimantan dan Sumatera saja tapi, wilayah Papua
juga sudah memasuki tahap deforestasi yang cukup parah.
Bab ini selanjutnya dibagi menjadi tiga sub-bab, diawali dengan
pembahasan mengenai kondisi umum kerusakan hutan Indonesia. Dilanjutkan,
mengenai penyebab kerusakan hutan di Indonesia yang mancakup faktor
geografis dan faktor ekonomi. Terakhir, mengenai respon pemerintah terhadap
kerusakan hutan Indonesia.
2.1 Kondisi Umum Kerusakan Hutan Indonesia
Kawasan hutan Indonesia dapat terbilang kawasaan dengan salah satu hutan
tropis terluas dan juga memiliki keanekaragaman hayati di dunia. Selain itu, hutan
Indonesia memberikan manfaat kehidupan yang berlimpah bagi manusia, baik
28 Forest Wact Indonesia (2014), Potret keadaan Hutan Indonesia periode 2009-2013, xiv
23
secara langsung ataupun tidak langsung masyarakat Indonesia mengandalkan
hidup dan matapencahariannya dari hutan.
Namun demikian, pada tahun 1980-1990 Iaju pertumbuhan sektor
kehutanan yang sangat pesat dan juga Indoesia menjadikan hutan sebagai faktor
pendorong ekonomi. Sehingga, hal tersebut telah mengakibatkan deforestasiatau
terjadinya kerusakan hutan.
Pada dekade beberapa tahun terakhir laju deforestasi dalam setahunnya
mencapai rata-rata 1,13juta hektar. Dengan kata lain, laju deforestasiyang
terbilang cukup tinggiini akan berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca
serta menjadi pemicu utama dalam hal kerawanan bencana, dan hilangnya satwa
liar.29
Laju deforestasi yang cendrung tinggi juga merupakan dari dampak tata
kelola kehutanan yang kurang baik. Seperti perencanaan tata ruang yang tidak
efektif, pengelolaan hutan yang tidak efisien dan efektif, penegak hukum yang
kurang dipatuhi, serta maraknya erupsi pada sektor kehutanan yang merupakan
penyebab tidak langsung dari kerusakan hutan yang berada di Indonesia.30
Berdasarkan laporan United Nation Development Programme (UNDP).
Pada tahun 2008 tercatat bahwa negara Indonesia menempati peringkat ke-14
negara penghasil emisi karbon gas rumah kaca tertinggi di dunia. Selain itu,
UNDP juga menjelaskan bahwa sektor kehutanan merupakan salah satu faktor
pendorong utama penghasil karbon, dengan kandungan emisi karbon yang
29WRI, Indonesia. “Keadaan Hutan”. Dari http://www.wri-
indonesia.org/sites/default/files/keadaan_hutan.pdf akses pada 23 febuari 2018 30
UNDP, Indeks Tata Kelola Hutan, Lahan, dan REDD+ di Indonesia tahun 2013
24
mencapai 80 persen akibat deforestasi dan 20 persen sisanya diakibatkan oleh
degradasi hutan.31
Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia yang berdasarkan laporan bagian
akhir dari WWF Living Forest Report, menyatakan bahwa lebih dari 170 juta
hektar hutan Indonesia yang diperkirakan akan hilang sepanjang tahun 2010-2030,
hal tersebut akan terjadi jika laju deforestasi tidak dihentikan. Selain itu, hutan
Kalimantan dan Sumatera merupakan hutan yang termasuk wilayah yang
berkontribusi terhadap lebih dari 80% deforestasi secara global hingga 10 tahun
kedepan.32
2.1.1 Kondisi Hutan Kalimantan Timur
Wilayah Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia
yang berada di pulau Kalimantan dengan tingkat penduduk sekitar 3.4 juta jiwa.
Dengan luas wilayahnya kurang lebih mencapai 13.0 juta hektar dengan
pembagian terhadap luas wilayah hutan mencapai 9.5 juta hektar ,dan 0,3 juta
hektar merpakan lahan gambut.33
Pada tahun 2002 wilayah hutan Kalimantan timur mencapai luas 9.54 juta
hektar yang terbagi menjadi beberapa jenis hutan yaitu, hutan lindung, hutan
suaka alam, hutan wisata, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan
produksi yang dapat di konversi, dan hutan pendidikan atau penelitian.
31Badan litbang pertanian, Ameliorasi Tanah Gambut, tahun 2012 edisi 6-12 No.3400
32BBC News. “Hutan Sumatera dan Kalimantan Sumbang deforestasi global”, dari
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/04/150428_sains_hutan di akses pada 28
February 2018 33
Worlddometers. “World population Indonesia”, dari “http://www.worldometers.info/world-
population/indonesia-population/ di akses pada 1 March 2018
25
Hutan tetap memiliki luas wilayah 4.597.809 hektar dan hutan produksi
terbatas mencapai 5.181.422 hektar kedua macam hutan ini terbilang cukup luas
di banding hutan-hutan yang lain. Meskipun, wilayah atau daerah yang memiliki
kawasan hutan terluas di Kalimantan Timur ialah kabupaten Kutai Timur dengan
luas area hutan mencapai 3.58 juta ha atau 18.32 persen.34
Perubahan kawasan hutan yang terjadi di wilayah Indonesia khusunya
Kalimantan Timur tahun 2016, telah ditetapkan bahwa Kawasan Suaka Alam
(KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) memiliki luas 1,704.7 ha, Hutan
Lindung (HL) memiliki luas 2,848.2 ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) memiliki
wilayah seluas 5,045.9 ha, Hutan Produksi (HP) memiliki luas 4,077.3 ha, dan
Area Penggunaan Lain (APL) memiliki luas wilayah 5,009.0 ha.
Sehingga, berdasarkan data statistik yang didapat dari kementerian
kehutanan Indonesia dapat di simpulkan bahwa Hutan Produksi Terbatas (HPT)
memiliki kawasan yang lebih luas dibandingkan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan
Kawasan Pelestarian Alam (KPA).
Luas kawasan hutan Kalimantan Timur juga tidak terlepas dari tingginya
tingkat deforestasi yang ada. Menurut World Wildlife Fund memprediksikan
bahwa Kalimantan akan kehilangan 75% luas wilayah hutannya pada 2020, hal
tersebut disebabkan karena tingginya laju deforestasi yang terjadi di wilayah
hutan tersebut.35
Salah satu penyebab deforestasi yang terjadi di wilayah
34 Redaksi Ensiklopedi Indonesia. Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi “Indonesia”. 1990,
h.175 35
WWF. “Program Reduksi Dapak Lingkungan Kehutanan”, dari
https://www.wwf.or.id/program/reduksi_dampak_lingkungan/kehutanan/ di akses pada 28 Febuary
2018
26
Kalimantan Timur ialah penebangan liar dan pembakaran hutan yang akan
dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit.
Berdasarkan data dari kementerian lingkungan hidup dan kehutanan tahun
2014. Deforestasi atau kerusakan hutan yang terjadi di Kalimantan Timur di tahun
2014. Dimana pada Kawasaan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarain
Alam (KPA) mencapai seluas 466,0 m, Hutan Lindung (HL) seluas 361,9 m,
Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 2.126,1 m, dan Hutan Produksi(HP) seluas
-4.462,6 m. Sehingga dapat dikatakan bahwa luas kawasan Hutan Produksi (HPT)
berkurang sangat tinggi dibandingkan dengan kawasan hutan lainnya.36
Pada tahun 2011, luas wilayah Kalimantan Timur mencapai 14.651.553
hektar, di periode 2014 hingga 2015 wilayah ini mengalami penurunan yang
menjadi 13.855.833 hektar. Hal tersebut diakibatkan karena adanya penurunan
luas kawasan hutan sebesar 96.935 hektar. Namun, tahun 2016 luas kawasan
hutan di Kalimantan Timur tidak terlalu berkurang banyak seperti tahun-tahun
sebelumnya. Yakni, mencapai 13.722.444 hektar. Berkurangnya luas wilayah
yang terjadi di Kalimantan Timur tidak lain disebabkan oleh kerusakan hutan atau
biasa dibesbut dengan deforestasi hutan.37
WWF juga menegaskan bahwa Kalimantan memiliki luas hutan sekitar 74
juta hektar, tahun 2005 berkurang menjadi 71%, sepuluh tahun kemudian yakni
pada tahun 2015 hutan kalimantan menyusut menjadi 55%. Jika laju penebangan
hutan tidak berubah maka di tahun 2020 hutan Kalimantan akan lebih menyusut
36 Statistik kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2014 h. 90
37 Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016 h 13, 89
27
menjadi 6 juta hektar, yang dimana hanya kurang dari sepertiga luas hutan yang
tersisa. 38
Sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan yang terjadi pada hutan
Indonesia terjadi sangat pesat dengan berkurangnya luas kawasan hutan tetap
Indonesia, yang mana pada saat ini jumlah kawasan Indonesia berkurang setiap
tahunnya hingga menjadi 13.855,833 ha.
2.1.2 Kondisi Hutan Kalimantan Barat
Wilayah Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
berada di pulau Kalimantan dengan jumlah penduduk sekitar 5,3 juta jiwa.
Sedangkan, luas wilayah Kalimantan Barat kurang lebih 14 juta ha, dengan luas
mencapai 9.178.760 hektar di antaranya merupakan kawasan suaka alam dan
pelestarian alam seluas 1.645.580 hektar, hutan lindung seluas 2.445.985 hektar,
hutan produksi biasa seluas 2.265.800 hektar, dan hutan produksi konversi seluas
514.350 hektar.39
Kekayaan alam dan keaneka ragaman hayati yang terkandung didalamnya,
serta daya tarik kondisi dan ketersediaan sumber dayamanusia merupakan potensi
yang harus diberdayakan secara maksimal guna mewujudkan pengelolaan sumber
daya hutan di Kalimantan Bara.Namun disisi lain, Kalimantan Barat merupakan
provinsi Indonesia yang memiliki tingkat deforestasi yang cukup besar, dimana
pada wilayah ini Deforestasi disebabkan oleh pembakaran hutan yang dij adikan
38WWF. ”Kalimatan bakal kehilangan 75% hutan pada tahun 2020”, dari
http://www.dw.com/id/wwf-kalimantan-bakal-kehilangan-75-persen-hutan-pada-2020/a-39124270
di akses pada 28 February 2018 39
Pemprov Kalimantan Barat Dinas Kehutanan, “Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat
Daerah Dinas Kehutanan provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013-2018, Pontianak 2013, h. 2
28
oleh pemerintah sebagai pengalihan fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa
Sawit.
Perubahan hutan yang terjadi di wilayah Kalimantan Barat pada tahun 2014,
telah ditetapkan berdasarkan data statistik menteri kehutanan bahwa KSA dan
KPA memiliki luas wilayah 1,430.1 ha, HL memiliki luas 2,310.9 ha, HPT
memiliki luas 2,132.4 ha, dan HP memiliki luas 2,127,4 ha. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Area Penggunaan lain memiliki kawasan yang lebih luas
dibandingkan kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan hutan
lainnya.
Luas hutan Kalimantan Barat juga tidak terlepas dari deforestasi yang
cukup tinggi. Dimana, hal tersebut terjadi karena adanya penembangan liar dan
pembakaran hutan yang nantinya akan dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa
sawit.
Pada saat ini Kalimantan Barat sudah menjadi provinsi perluasan
perkebunan kelapa sawit terbesar dimana, perkebunan kelapa sawit tersebut sudah
mencapai 5,02 juta ha di tahun 2013. Hal tersebut sengaja dilakukan oleh
pemerintah kehutanan untuk mengalihkan hutan menjadi bukan kawasan hutan
seluas kurang lebih 554.137 ha.40
40Berita satu, prospek Indusri Kelapa Sawit 2014 Makin Cerah, dari
http://www.beritasatu.com/ekonomi/168340-prospek-industri-kelapa-sawit-2014-makin-
cerah.html , diakses pada 14 febuari 2018
29
Tabel I. Angka Deforestasi di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan per
Provinsi Periode 2014
Sumber :Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016
Berdasarkan tabel I deforestasi yang terjadi di wilayah Kalimantan Barat,
pada KSA dan KPA seluas 11.872,9 m, HL seluas 21.114,7 m, HPT seluas
39.126,8 m, dan HP seluas 37.248,3 m. sehingga dapat disimpulkan bahwa luas
Hutan Produksi Terbatas (HPT) berkurang sangat tinggi dibanding dengan
kawasan hutan lainnya.
PPROVINSI
KALIMANTAN
BARAT
KAWASAN HUTAN
HPK Jumlah APL TOTAL
HUTAN TETAP
KSA,K
PA
HL HPT HP Jumlah
Hutan primer 1.823,1 3.251,9 3.025,5 1.078,7 9.179,3 42,9 9.222,2 4.132,6 13.354,8
Hutan
Sekunder
10.049,
8
17.862,
8
36.101,
3
43.381,
4
107.395,
4
3.634,
7
111.030,
1
156.658,
3
267.688,
4
Hutan lainnya - - -
-
7.211,8
-7.211,8 - -7.211,8 -476,3 -7.688,2
Total
11.872,
9
21.114,
7
39.126,
8
37.248,
3
109.362,
8
3.677,
6
113.040,
4
160.314,
6
273.355,
0
30
Tabel II. Luas Kawasan Hutan Kalimantan Barat
Kalimantan Timur Luas (ha) Deforestasi
Tahun 2011 9,178,760 ha 94,548 ha
Tahun 2014-2015 8.389.601 ha 29,919 ha
Tahun 2016 8,359,682 ha -
Sumber :Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016
Berdasarkan tabel II dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2011, luas kawasan
Hutan Kalimantan Barat mencapai 9,178,760 ha, namun pada tahun-tahun
selanjutnya menurun hingga menjadi 8.389.601 ha pada tahun 2014 hingga tahun
2015. Penurunan luas wilayah hutan ini disebabkan adanya deforestasi di tahun
2011 yang mencapai 94,548 ha. Namun, di tahun 2016 penurunan luas kawasan
yang terjadi di Kalimantan Barat tidak terlalu berkurang banyak di banding tahun
sebelumnya yakni, mencapai 8,39,682 ha. Berkurangnya luas kawsan yang terjadi
di wilayah Kalimantan Barat disebabkan oleh adanya deforestasi atau kerusakan
hutan sebesar 29,919 ha.
2.1.3 Kondisi Hutan Sumatera
Sumatera merupakan pulau terbesar kedua di Indonesia setelah Kalimantan.
Pulau ini memiliki hutan dengan keanekaragaman hayati dimana, Sumatera
memiliki beberapa jenis tanaman yang tidak dapat ditemui di temapat lain. Selain
itu, hutan Sumatera juga memiliki peran penting untuk melindungi lahan gambut
tebal yang terbentang dibawahnya, terutama di daerah pantai timur pulau
Sumatera.
31
Walaupun demikian, Sumatera menempati tempat tertinggi dalam hal
kerusakan hutan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di tingkat internasional.
Dimana hal tersebut disebabakan oleh transmigasi, produk kertas dan kelapa
sawit, dan pembangunan lainnya. Antara 1985 sampai 2001, pulau ini kehilangan
12 juta ha hutan alam atau kehilangan 48% dalam 22 tahun terakhir.
Pada tahun 2007, pulau Sumatera hanya mempunyai 30% tutupan huta (13
juta hertar). Selain itu, dataran rendah di sebelah timur pegunungan Sumatera
berada dalam resiko kepunahan. Yang mana, beberapa wilayah yang berada
disana telah kehilangan 70% tutupan hutan alamnya dan hampir hilang.41
41WWF Indonesia., Fakta Singkat Tentang Sumatera,
http://assets.wwfid.panda.org/downloads/factsheet_sumatra.pdf diakses pada 19 Maret 2018
32
Tabel III. Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan
Berdasarkan Penafsiran Cintra Satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2016.
Sumber : Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
Perubahan kawasan hutan Indonesia pada wilayah Smatera Selatan pada
tahun 2014, telah ditetapkan bahwa KSA dan KPA memiliki luas 739.8 ha, HL
memiliki luas 585.6 ha, HPT memiliki luas 214.2 ha, dan HP memiliki luas
1.711,1 ha, terakhir APL memiliki luas 5.188,1 ha. Sehingga, berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa luas wilayah hutan produksi memiliki luas yang
lebih banyak dibandingkan dengan kawasan alam dan kawasan pelestarian alam.
PROVINSI
SUMATERA
SELATAN
KAWASAN HUTAN
HPK Jumla
h APL
TOTAL
HUTAN TETAP
Jumla
h %
KSA-
KPA
HL HPT HP Jumla
h
A. Hutan 481,0 282,1 76,9 569,7 1.346,
6 0,1
1.346,
8 142,7 1.489,4 17,3
Hutan Primer 282,6 81,9 9,9 4,8 379,2 0,0 379,2 1,9 381,1 4,4
Hutan
Sekunder 127,0 183,9 53,9 123,6 488,4 0,1 488,5 64,3 552,7 6,4
Hutan
tanaman 8,4 16,2 13,1 441,3 479,1 0,1 479,1 76,4 555,6 6,5
B. Non
Hutan 321,8 303,6 137,4 1.141,4
1.904,
1 172,0
2.076,
2
5.045,
4 7.121,6 82,7
TOTAL 739,8 585,6 214,2 1.711,1 3.250,
8 172,2
3.422,
9
5.188,
1 8.611,0
100,
0
33
Provinsi Sumatera khsususnya Sumatera bagian Selatan merupakan salah
satu provinsi yang telah mengalami deforestasi atau kerusakan hutan yang cukup
tinggi. Areal hutan yang berada di Sumatera Selatan rata-rata telah di kinversi
menjadi pembangunan lain seperti hutan tanaman dan perkebunan. Bisa
diperkirakan luas kawasan hutan yang berada di Sumatera Selatan sebesar 41%
yang berada di 4 kabupaten yakni, Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi Rawas, dan
Musi Rawas Utara, sedangkan kawasan hutan yang berada di 12 Kabupaten
lainnya sudah di alih fungsikan atau sudah mengalami deforestasi.42
42Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan “Tingkat Emisi Acuan (Forest Reference
Emission Level) Provinsi Sumatera Selatan”. Tahun 2017 h 1
34
Tabel IV. Angka Deforestasi di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan per
Provinsi Periode 2014.43
PPROVINSI
SUMATERA
SELATAN
KAWASAN HUTAN
HPK Jumlah APL TOTAL HUTAN TETAP
KSA,KPA HL HPT HP Jumlah
A. Hutan
primer
927,2 106,9 735,3 1.008,2 2.777,5 4,5 2.781,7 - 2.781,7
B. Hutan
Sekunder
1.334,5 1.775,1 2.730,1 33.349,6 39.189,4 106.4 39.295,8 8.311,6 47.607,5
C. Hutan
lainnya
-
-
11.184,9
4,3
-
29.346,7
-
40.527,3
-
-
40.527,3
-
2.498,5
-
43.025,8
Total 2.261,7 -9.302,8 3.469,7 5.011,1 1.439,7 110,6 1.550,3 5.813,1 7.363,4
Berdasarkan tabel IV menjelaskan bahwa defroestasi atau kerusakan hutan
yang terjadi di wilayah Sumatera Selatan tahun 2014 ialah, KSA dan KPA seluas
2.261,7, HL seluas -9.302,8, HPT seluas 3.469,7, dan HP seluas 5.011,1.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa luas HPT mengalami penurunan yang sangat
tinggi dibandingkan dengan luas wilayah hutan lainnya.
43 Statistik kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2014 h. 90
35
2.2 Penyebab Kerusakan Hutan Indonesia
Kerusakan dan degradasi hutan yang terjadi di kawasan perhutanan
Indonesia terjadi dari tahun ke tahun, dimana hal tersebut terjadi karena aktifitas
manusia berupa kebakaran hutan, penebangan liar, perembahan kawasan, dan
konversi kawasan hutan menjadi pemukiman dan perkebunan.
Adapun aktifitas pembangunan yang dilakukan pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat mencakup segala aspek bidang
kehidupan termasuk pembangunan di bidang kehutanan. Dimana, penggunaan
lahan dalam rangka pembangunan di bidang kehutanan tidak hanya di lakukan
pada kawasan hutan yang telah di tetapkan tapi juga di luar kawasan hutan.
Sehingga, pemanfaatan, penggunaan dan perubahan hutan merupakan dinamika
yang terjadi di kawasan hutan. Selain itu, perubahan fungsi kawasan hutan dan
rehabilitasi lahan hutan merupakan salah satu dinamika pembangunan dibidang
kehutanan.
Sedangkan tata kelola hutan yang baik ditandai oleh adanya partisipasi
masyarakat yang subtansial dan signifikan dalam proses perencanaan sampai
pengawasan, akuntabilitas yang tinggidan bisa dipertanggungjawabkan, serta
koordinasi yang berjalan efektif dan efisien dalam setiap pengambilan
keputusan.44
44 Jaringan Tata Kelola Hutan Indoensia:Potret Pelaksanaan Tata Kelola Hutan, Studi
Mendalam di ProvinsiKalimantan Tengah dan NTB, 2013; ICEL dan SEKNAS FITRA: Indeks
Kelola Hutan dan Lahan Daerah, Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Hutan dan
Lahan di Indonesia (Studi Kasus pada 9 kabupaten), 2013
36
Namun pada faktanya tidaklah demikian, kebijakan pemanfaatan sumber
daya hutan dan lahan belum dilakukan secara transparansi dan partisif.
Akuntabilitas penyelenggaraan kehutanan masih rendah dan koordinasi juga
lemah
Tabel V. Perubahan Tutupan Hutan Pada Tiga Profinsi Selama Kurun
Waktu 2000-2013
Provinsi Total Lahan
Tutupan Hutan (X 1.000 ha)
Deforestasi
Peroide 2000 Periode 2009 Periode 2013
Sumatera Selatan 8.633 1.122 982 863 119
Kalimantan Timur 19.522 14.417 12.764 12.321 443
Kalimantan Barat 14.485 7.364 6.166 5.739 427
Total 987
Sumber: Potret Hutan Indonesia 2001; Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode
200-2003; Data olahan FWI berdasarkan hasil interpretasi Citra Satelit
ETM+7 peridode perekaman 2012-2013
Tata kelola hutan yang lemah menyebabkan penyediaan ruang yang
menghasilkan praktik korupsi. Dengan kata lain, ketiadaan transparansi dan
partisipasi, korupsi, dan cara pandang bahwa sumber daya alam khususnya
37
sumberdaya hutan hanyalah sumber pendapatan dan keuntungan semata sehinga
hal tersebut menjadi kontributor terbesar kerusakan hutan Indonesia.45
Salah satu perilaku masyarakat yang menjadikan luas hutan semakin sedikit
ialah, pengalihan fungsi hutan yang merupakan kondisi hutan yang dijadikan oleh
pemerintah sebagai perkebunan kelapa sawit. Salah satu pulau yang menjadi
sasaran utama ialah pulau Sumatera dan Kalimantan. Dimana, perluasan areal
tanaman ini dimulai sejak invasi asing dibuka kembali pada tahun 1967. Pada
tahun 2003, dari 5.25 juta ha lahan yang dialokasikan untuk perkebunan kelapa
sawit, sekitar 19%nya berada di Kalimantan dan 72% di Sumatera.46
Gambar I. Luas Konsesi Sawit dan Rencana Perluasan Sampai 2012
Sumber: Forest Watch Indonesia, (2013) “Deforestasi Potret Buruk Tata Kelola
Hutan Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Kalimantan
Timur”, The Asia Foundation.
45 FWI; Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 200-2003, 2011
46 Fadzilah Majid Cooke. Recent Development and Conservation Interventions in Borneo
38
Namun, pada tahun 2012, luas perkebunan kelapa sawit telah mencapai
angka 12.3 juta ha, termasuk didalamnya 1.5 juta ha di Sumatera Selatan, 880 ribu
ha di Kalimantan Barat dan sekitaar 700 ribu ha di Kalimantan Timur. Ekspasi
perkebunan kelapa sawit masih terus dilakukan dan yang rencana pembukaan
kebun baru yang paling luas adalah Kalimantan Barat, yaitu 5 juta ha.47
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hal-hal yang menyebabkan
terjadinya kerusakan di Indonesia ialah tata kelola hutan yang memang belum
cukup baik. Dimana, para pemegang kepentingan hanya mementingkan
kepentingan sendiri. Seperti, pemerintah dan juga beberapa perusahaan industri
kayu yang merauk keuntungan dari sumber daya hutan. Salah satunya ialah
dengan mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan
penebangan liar dengan langkah yang ilegal.
47 Forest Watch Indonesia, “Deforestasi Potret Buruk Tata Kelola Hutan Sumatera
Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur”, (The Asia Foundation,
2013) h 4
39
BAB III
KERJASAMA NORWEGIA DALAM MENGATASI DEFORESTASI DI
INDONESIA
Pada bab ini memaparkan tenatang kebijakan Norwegia dalam mengatasi
deforestasi di Indonesia dari periode 2014-2016. Bab ini di bagi atas tiga bagian,
pada bagian pertama, menjelaskan kerjasama Norwegia di bidang lingkungan
hidup internasional. Kedua, keterlibatan Norwegia dalam REDD. Dan yang
terakhir, memaparkan kerjasama REDD+ Norwegia dan Indonesia.
3.1 Kebijakan Pemerintah Norwegia dalam Bidang Lingkungan
Norwegia merupakan salah satu negara yang sangat memperhatikan kondisi
lingkungan internasional, beberapa dari kebijakan luar negeri Norwegia meliputi
isu perubahan iklim. Selain itu, Norwegia memiliki level kabinet yang bertugas
dan bertanggung jawab terhadap isu permasalahan perubahan iklim.
Sehingga, kebijakan dari pemerintah Norwegia khususnya pada
perekmbangan perekonomian dipengaruhi oleh isu lingkungan. Dengan kebijakan
ekonomi yang mengaitkan isu perubahan iklim menjadikan Norwegia sebagai
negara yang peduli terhadap isu perubahan lingkungan.48
Tahun 1996 merupakan masa pemerintahan perdana menteri T.Jagland
dengan latar belakang partai buruh.Di masa pemerinahan Jegland menegaskan
48Enviroment, (2014). Norwey, http://www.environment.no/Topics/Norway/ diakses pada 16
April 2018
40
bahwa prespektif mengenai ekolog harus diutamakan. Kebijakan tersebut diakui
setelah kabinet Jagland menerbitkan laporan resmi mengenai the National
enviromental Monitoring System (NEMS).
Tahun 1997, pemerintahan Norwegia di pimpim oleh Perdana Menteri K.M
Bondevik berasal dari partai Demokrat Kristen. Pada masa pemerintahannya
Bondevik mengajukan kebijakan terkait permasalahan lingkungan hidup. Dimana
Bondevik menegaskan bahwa disamping prekonomian dan kekuatan militer
negara Norwegia, isu perubahan iklim juga merupakan tantangan besar bagi
keamanan dan keberlangsungan hidup manusia. Sehingga dalam kebijakan di
masa Bondevik lebih menekankan pada kebijakan lingkungan dengan tujuan
emisi gas rumah kaca dapat dikurangi dan di reduksi.
Selanjutnya di tahun 2000, pemerintahanan Norwegia di pimpin oleh PM
Jens Stolenberg yang berasal dari partai buruh. Pada kebijakan Stolen tidak jauh
dari pemerintah-pemerintah sebeulumnya yang lebih menegaskan isu lingkungan
dibanding aspek lain. Hal ini terlihat pada langkah pemerintahannya yang
membangun prinsip peubahan iklim secara berkelanjutan baik bagi domestik
ataupun internasional.49
Berdasarkan kebijakan dari pemerintan Norwegia yang menegaskan
pentingnya menjaga lingkungan hidup, maka dapat dikatan Norweia merupaka
negara dengan kebijakan lingkungan terbaik di dunia. Hal tersebut di dapat
49Folk, The SusNordic Gateway: Governance for Sustanaible Development in the Nordic
Region http://folk.uio.no/kristori/prosus/susnordic/norway/policies/index.html diaskes pada 16
April 2018
41
karena adanya perhatian yang bersifat sensitif bagi masyarakat pemerintah sendiri
ataupun masyarakat internasional.
Oleh karena, pemerintah Norwegia menjamin kualitas lingkungan yang baik
bagi negaranya, seperti udara dan air yang sangat dibutuhkan bagi
keberlangsungan hidup manusia. Demi tercapainnya hal tersebut maka pemerintah
dalam negeri harus memilih regulasi yang baik dan kepadatan penduduk yang
rendah serta penggunaan peralatan hydroelectronic yang kuat maka akan
tercapainyalingkungan dengan kualitas yang baik.50
Selain itu, Norwegia juga merupakan negara yang aktif dalam upaya
menangani masalah Combating Deforestations. Hal ini terlihat dari peraturan
hukum yang dianggap efisien mengenai hutan di Norwegia kemuadian diadopsi
oleh United Nations Conference on Enviroment and Development (UNCED).
Tidak hanya itu, Combating Deforestations juga menjadi bagian integral
dari strategi nasional Norwegia terhadap pembangunan berkelanjutan. Dimana
hasil dari program yng diberlakukan didalam negeri kemudian diadopsi dalam
Konferensi Tingkat Menteri terhadap perlindungan hutan di Eropa. Pada tingkat
hungan internasional, Norwegia juga mempromosikan pemahaman mengenai
segala hal terkait pentingnya menjaga hutan.51
50SGI, (2014), Norwey, http://www.sgi-network.org/2014/Norway/Environmental_Policies.
Diakses pada 16 April 2018 51
UN. (2002), Johannesburg Summit 2002: Norwey Country Profile, www.un.org diakses pada
17 April 2018
42
3.2 Keterlibatan Norwegia Dalam Skema REDD+
Norwegia merupakan negara yang memiliki peran penting terhadap
dukungan untuk negara-negara yang memilikiwilayah hutan hujan tropis salah
satunya ialah Indonesia, dan Brazil. Norwegia juga merupakan negara yang
termasuk kedalam negara industri dengan komitmen yang paling nyata untuk
penurunan emisi 30% dari tahun 1990.
Komitmen pemerintah Norwegai berperan aktif dalam forum internasional
yang terkait perubahan iklim. Salah satu forum terkait perubahan iklim yang telah
diratifikasi pemerintah Norwegia ialah Protokol Kyoto yang merupakan rezim
lingkungan internasional yang berfokus pada isu penurunan emis gas dunia.
Selain itu, dapat dikatakan juga bahwa komitmen Norwegia tidak hanya berfokus
pada penerapan di tingkat nasionalnnya saja tapi juga pada tingkat internasional.52
Pemerintah Norwegia juga menanmkan investasi dalam upaya
pengembangan langkah baru yang bertujuan untuk menjadikan negara bebas
karbon di tahun 2050.Selain upaya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca
yang di hasilkan oleh Negaranya, pemerintah Norwegia menerima penawaran
kerjasama REDD+ tahun 2010, berupaya untuk mengurangi tingkat emisi
global.53
52http://www.chem-is-try.org/kategori/artikel_kimia di akses pada 15 April 2018
53 Frances Seymour, Nancy Birdsall, dan William Savedoff. ”The Indonesia_Norwey REDD+
Agreement: A Glass Half-Full.” CGD Policy Paper 56. (Washington DC; Center for Global
Development 2015), h 1
43
Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional Norwegia
yakni Erik Solheim menegaskan bahwa wilayah hutan tropis di anggap aspek
terpenting untuk keberlangsungan hidup manusia. Dengan adanya pernyataan
tersebut dapat dikatanbahwa pemerintahan Norwegia telah menerapkan identitas
negara hijau, dimana dalam setiap kebijakan pemerintahnya selalu menekankan
pada aspek perubahan iklim dan pengurangan emisi gas rumah kaca.
Dengan adanya kesadaran terhadap pentingnya hutan hujan tropis bagi
keberlangsungan makhluk hidup hinga generasi penerus, Norwgeia telah
menegaskan terhadap kebijakannya dalam memberikan pertolongan bagi negara
yang mengalami kerusakan lingkungan atau pengalingah fungsi hutan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa Norwegia merupaka negara dengan tingkat pendonor
bantuan terbesar terhadap negara yang memiliki wilayah hutan tropis dunia salah
satunya ialah negara Indonesia54
Adapun alasan Norwegia memilih negara Indonesia untuk dijadikan mitra
kerjasama dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dalam skema REDD terdapat
dua alasan. Pertama, Indonesia merupakan negara pemilik hutan dengan terbesar
ketiga di dunia dengan didalamnya terdapat berbagai aneka kekayaan hayati dan
berperan sebagai paru-paru dunia yang dianggap mampu memberikan kebutuhan
strategis udara bersih dunia.
54 Doyle, Alister and Janet Lawrence. (2015). Norwey to Complete $1 billion payment for
protecting Amazon, http://www.reuters.com/article/us-climate-change-amazon-norway-
idUSKCN0RF1P520150915 diakses pada 18 April 2018
44
Kedua, kesejalanan pemerintah Norwegia dengan skema dan mekanisme
pembiayaan dalam REDD yang diajukan Indonesia. Dimana hal tersebut sesuai
dengan pemerintah Norwegia yang harus membayar hutang karbon terhadap
dunia. Sehingga, pemerintah Indonesia dengan pemerintah Norwegia menjalin
hubungan kerjasama bilateral yang di tandai dengan pembuatan LOILetter of
IntentREDD+. Perjanjian tersebut disepkati pada tahun 2010.Adapun ujuan dari
kerjasama dari kedua negara ini ialah untuk mengurangi efek rumah kaca secara
bertahap.Dengan langkah mencegah terjadinya deforestasi, degradasi hutan, dan
konversi lahan gambut seperti yang terjadi di wilayah hutan Indonesia.55
Adapun kontribusi anatara pemeritah Norwegia dan Pemerinah Indonesia
dilakukan berdasarkan kolaborasi dalam mendukung penerapan dan
perkembangan strategi REDD di Indonesia, dimana hal terbut dilakukan melalui
dialog internasional terkait isu perubahan iklim.56
3.3 Perkembangan Kerjasama Bilateral Norwegia – Indonesia dalam
REDD+
Perkebangan pogram REDD+ berawal pada tahun 2010 dengan dibentuknya
Letter of Intent Norwegia-Indonesia. Dimana pada isi dari Letter of Intent ini
mencakup tentang kesiapan kedua negara membangun kesepakatan bilateral
55Norwey-Indonesia, (2012). REDD+ Partnership –Frequently asked questions
http://www.norway.or.id/Norway_in_Indonesia/Environment/-FAQ-Norway-Indonesia-REDD-
Partnership-/#.VYz2SFL5k2U diakses pada 15 April 2018 56
Norwey in Indonesia, “Delegation from the Norwegian Parliament visiting Indonesia”.
https://www.norway.no/en/indonesia/norway-indonesia/news-events/news2/delegation-from-the-
norwegian-parliament-visiting-indonesia/ diakses pada 15 April 2018
45
dalam mengurangi emisi gas. Salah satu langkah yang paling nyata yang
dilakukan oleh Norwegia ialah meyediakan donasi 1 miliyar dolar AS.
Penandatanganan LOI (Letter of Intent) antara Norwegia dan Indonesia di
tahun 2010 merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah Indonesia
terhadap perlaksanaan skema REDD+. Skema REDD+ yang diterapkan di
Indonesia tidak hanya terkait pada isu deforestasi dan degradasi hutan saja, namun
juga pada aspek lain yaitu sustainable forest management (SFM), carbon stock
enhancement, dan forest restoration, rehabiltitation. Berdasarkan lapran dari
Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) terdapat tahapan kerjasama bilateral
antara Norwegia dan Indonesia, yaitu:
1. Fase Pertama: Tahap Persiapan
Pada fase pertama ini, langkah-langkah untuk implementasi strategi REDD+
Indonesia yaitu penyesuaian strategi REDD+ nasional termasuk menangani semua
pemicu utama emisi hutan dan lahan gambut, pembentukan lembaga khusus yang
bertanggung jawab langsung kepada presiden untuk mengkoordinasikan usaha-
usaha pengembangan dan implementasi REDD, merancang dan menetapkan
intrusmen pemberian dana hibah, serta memilih kegiatan uji coba REDD yang
bersekala provinsi.
a. Strategi Nasional REDD+ di Indonesia
Langkah pertama yang dilakukan dalam rangka LoI yakni
membentuk suatu rencana aksi nasional yang di dalamnya terapat strategi
nasional REDD+ di Indonesia. Penyusunan dokumen Strategi Nasional
46
REDD+ yang tekah dikonsultasikan secara luas dengan berbagai
pemangku kepentingan.
Dalam krangka Strategi Nasional REDD di atas, beberapa poin dari
5 pilar yang dijabarkan telah atau sedang dilakukan di Indonesia.dalam
pilar kelembagaan dan proses telah sepenuhnya dilakukan. Pilar kedua
yakni Kerangka Hukum dan Peraturan, sebagian dalam poin yang ada
dalam pilar ini telah dilakukan meskipun hasilnya belum maksimal.
Pemerintah telah mengeluarkan penangguhan izin baru untuk hutan dan
lahan gambut (moratorium). Sementara pilar-pilar lainnya sedang atau
akan segera diberlakukan di Indonesia dalam upaya penyelamatan hutan
Indonesia.57
57Badan Pengelola REDD+, (2014). ”Strategi Nasional REDD+”. http://badan-
staging.reddplusid.org/program/strategi-nasional-redd diakese pada 8 Oktober 2018
47
Gambar II. Lima pilar Strategi Nasional REDD di Indonesia.
Sumber: Badan Pengelola REDD Republik Indonesia58
b. Pembentukan Satuan Tugas REDD+
Dalam menangani pengelolaan dan pelaksanaan inisiatif dalam
strategi nasional REDD+ di Indonesia, maka pada tanggal 1 Juni 2010,
dilaksanakan rapat koordinasi di kantor Kementrian Koordinator Bidang
Prekonomian, untuk mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan
dalam rangka implementasi LoI.
58 Badan Pengelola REDD+, (2014). ”Strategi Nasional REDD+”. http://badan-
staging.reddplusid.org/program/strategi-nasional-redd diakese pada 8 Oktober 2018
48
Dengan demikian, Presiden melalui keputusan presiden Nomor 19
tahun 2010 tanggal 20 September 2010 memutuskan pembentukan Satuan
Tugas Persiapan Pembentukan Kelembagaan REDD (satgas REDD+).
Dengan terbentuknya Satgas REDD+ maka pembagian tugas sesuai
keputusan Rapat Koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian,
selanjutnya dikoordinasikan oleh Satgas REDD+. Proses kerja sementara
yang pada saat itu masih berada di masing-masing kementerian/lembaga
terkait, kemudian diserahkan untuk dilanjutkan di bawah koordinasi
Satgas REDD+.
c. Provinsi Percontohan
Porvinsi percontohan meurupakan provinsi yang dipilih sebagai
lokasi untuk menguji coba dan memantau kemajuan menuju kesiapan
REDD+ nasional. Pembentukan provinsi percontohan ini tindak lanut dari
Konferensi Para Pihak ke-13 (COP 13) Konvensi Kerangka Kerja
Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim yang
diselenggarakan di Bali pada tahun 2007.
Pada kegiatannya, aktivitas percontohan untuk REDD+ dibentuk di
berbagai wilayah dan provinsi sebagai fungsi pembelajaran selama fase
persiapan. Pada pembangunan DA juga sebagai pembelajaran untuk
membangun komitmen dan sinergitas antar pihak.
2. Fase kedua: Tahap Tranformasi
Fase kedua dimulai pada bulan Januari 2011 hingga akhir tahun 2013.
Tujuan utama dari fase ini adalah untuk menjadikan Indonesia siap untuk
49
fase selanjutnya (fase Ketiga). Pada fase transformasi ini, upaya Indonesia
dan dukungan Norwegia berfokus pada:
1. Pengembangan kapasitas nasional, pengembangan dan
implementasi kebijakanserta reformasi dan penegakan hukum.
2. Satu atau lebih kegiata uji coba REDD+ berskala penuh di tingkat
provinsi.
3. Fase Ketiga: Tahap Pengurangan Emisi berdasarkan Kontribusi yang
diverifikasi
Pada fase ketiga merupakan pelaksanaan dari mekanisme
pengurangan emisi berdasarkan kontribusi yang diverifikasi. Jika berhasil
dijalankan, Norwegia akan memberikan bantuan kepada Indonesia sebesar
800 juta USD. Sehingga total insentif yang diterima Indoensia mencapai 1
miliar USD dalam jangka waktu 7-8 tahun sejak tahun 2010.59
Dalam memperkuat keberadaan REDD+ di Indonesia, pemerintah
mengeluarkan kebijakan nasional yang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon
pada sektor kehutanan. Kebiajakan pemerintah ini menjadi faktor penting yang
dapat mendorong implementasi REDD+ yang di anggap dapat berjalan sesuai
rencana.60
59Letter of Intent (LoI) between the Government of the Kingdom of Norway and the
Government of the Republic of Indonesia on “Cooperation on Reducing Greenhouse Gas
Emissions from Deforestation and Forest Degradation.” http://www.redd-
monitor.org/wordpress/wrp-content/uploads/2010/05/Norway-Indonesia-LoI.pdf . Diunduh pada 5
Oktober 2018 60
BP-REDD. “Strategi Nasional REDD+”http://badan-staging.reddplusid.org/program/strategi-
nasional-redd akses pada 7 Oktober 2018
50
Namun pada tahun 2015 terjadi perubahan kebijakan pemerintahan
Indonesia. Presiden Joko Widodo membubarkan dua lembaga Negara Badan
Pengelola Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (BP-REDD+)
dan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Sehingga tugas kedua Negara ini
diberikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Meskipun pada tahun 2015 kinerja yang telah dilakukan oleh BP-REDD
terbilang cukup efektif, dimana BP-REDD telah melibatkan masyarakat kedalam
kegiatan terkait REDD+ dengan melakuklan berbagai komunikasi dan menjalin
hubungan masyarakat dengan BP-REDD yang baikyang mana hal-hal positif yang
dilakukan masyarakat harus diterima dan diapresiasi.Dengan begitu setiap
keputusan pemerintah yang didasarkan pada pemahaman masyarakat tentu akan
diterima baik oleh masyarakat.61
Menurut William Sabandar, mantan Deputi Operasional BP REDD+
mengakatan bahwa, sampai sejauh ini BP REDD telah melakukan berbagai
kegiatan berdasarkan tiga tahap, yaitu:
Pertama, kerja sama dengan pemerintah daerah baik provinsi maupun
kabupaten dengan menandatangani kesepakatan bersama untuk dilaksanakannya
program. Ini dipimpin langsung oleh kepala daerah masing-masing. Peran BP
REDD+ di sini adalah melakukan pendampingan teknis.
61 Rahmadi Rahmad, (2015). “Terkait Peleburan BP REDD+. Birokrasi, Jangan Sampai
Menghalangi Agenda Perubahan Lingkungan”.http://www.mongabay.co.id/2015/02/04/terkait-
peleburan-bp-redd-birokrasi-jangan-sampai-menghalangi-agenda-perubahan-lingkungan/ dikses
pada 12 Oktober 2018
51
Kedua, kerja sama dengan jejaring lembaga kemasyarakatan untuk
mendorong berbagai agenda perubahan.
Ketiga, bekerja sama dengan masyarakat melalui citizen journalism atau
jurnalisme warga yaitu mengajak peran aktif masyarakat untuk terlibat dalam
berbagai inisiatif program serta memberikan masukan kepada pengambil
keputusan baik di daerah maupun pusat.
Siti Nurbaya selaku Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan
mengatakan bahwa setiap tugas dan fungsi BP-REDD+ dan DNPI kami sebar
dibeberapa dirjen terkait. Dengan demikian, isu ini semakin diperkuat untuk
menangani isu perubahan iklim di Indonesia.62
Adapun peluang yang akan didapat oleh Menteri Lingkungan Hidup dan
kehutanan jika tugas BP-REDD+ dan DNPI ialah, pembiayaan dan koordinasi
denganMenteri LHK dapat bekerjasama dengan meteri-meteri lain secara lebih
baik dan mudah, seperti Menteri Agraria dan Pertanian, dan Menteri Luas Negeri
untuk urusan hubungan luar negeri.63
62 Ichwan Suswanto, (2015). Presiden Jokowi Bubarkan BP-REDD dan DNPI.
https://sains.kompas.com/read/2015/01/28/18352191/Presiden.JokoWidodo.Bubarkan.BP-
REDD.dan.DNPI. diakses pada 10 Oktober 2018 63
Indra Nugraha, (2015). “Berikut Peluang dan Tantangan Peleburan BP REDD+ dan
DNPI”. http://www.mongabay.co.id/2015/03/24/berikut-peluang-dan-tantangan-peleburan-bp-
redd-dan-dnpi/ Diakses pada 12 Oktober 2018
52
BAB IV
PERAN NORWEGIA DALAM SKEMA REDD+ DI INDONESIA
PERIODE 2014-2016
Pada Bab 4 ini menganalisis kerjasama yang dimainkan oleh Norwegia
dan Indonesia secara khusus untuk mengurangi laju deforestasi hutan yang ada di
Indonesia periode 2014-2016 dengan melalui program REDD+. Bab 4 ini
menjelaskan bagaimana pembentukan pejanjian internasional Indonesia dan
Norwegia terjadi, dan alasan Norwegia bergabung kedalam REDD+, serta peran
yang mainkan oleh Norwegia dalam upaya penanggulangan deforestasi yang
terjadi di hutan Indonesia.
4.1 Pembentukan Perjanjian REDD+ Antara Pemerintah Norwegia dan
Pemerintah Indonesia
Mengingat fenomena perubahan iklim menagancam keamanan manusia dan
lingkungan, maka mendorong upaya tingkat global melakukan kerjasama. Upaya
tersbut dimulai dengan negosiasi perubahan lingkungan hidup di Stocholm,
Swedia, yang disebut Stockholm Conferencetahun 1972.64
Dalam konferensi
menggambarkan semakin meningkatnya perhatian dunia akan dampak yang
ditimbulkan dari kerusakan lingkungan.
Kemudian, pada tahun 1992 diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Bumi PBB di Rio Jeneiro, Brasil. Konferensi tersebut menghasilkan kerangka
64 Teguh Budi N. Harjanto, Memajukan Demokrasi Mencegah Disentegrasi, Sebuah Wacana
Pembangunan Politik, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988), hal. 85.
53
kelembagaan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate
Change).65
UNFCCC merupakan konferensi yang disepakati negara-negara
anggota dalam mengatasi perubahan iklim. UNFCCC resmi berlaku sejak 21
Mare 1994. UNFCCC hingga saat ini memiliki 192 negara anggota dan satu
organisasi ekonomi regional yang menjadi anggota konvensi UNFCCC.66
Kemuidian UNFCCC menyepakati untuk membagi negara-negara yang
meratifikasi menjadi beberapa kelompok yakni Negara Annex I, Negara Annex II
dan Negara Non-Annex I. Negara Annex I adalah negara-negara Industri maju
yang telah lebih dulu mengkontribusi gas rumah kaca melalui kegiatan industrinya
sejak berlangsungnya revolusi industri tahun 1850-an.67
Sedangkan negara AnnexII adalah negara maju yang membantu kerentanan
negara-negara berkembang terhadap perubahan iklim. Sementara negara-negara
Non-Annex I adalah negara berkembang yang mempunyai tingkat perekonomian
lebih rendah dan menghasilkan emisi gas rumah kaca jauh lebih sedikit
dibandingkan negara Annex I.68
Norwegia merupakan salah satu negara Annex 1. Dimana yang dimaksud
dengan negara Annex 1 ialah negara maju yang dianggap bertanggung jawab
terhadap emisi gas. Negara Annex 1 memiliki tugas untuk menurunkan emsis gas
65 Departemen Pertanian, United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC) dari http://www.deptan.go.id/kln/pdf/unfccc.pdf diakses pada 8 july 2018 66
UNFCCC, ”Status of Ratification of the Convention”
http://unfccc.int/essential_background/convention/status_of_ratification/items/2631.php diakses
pada 5 Oktober 2018 67
UNFCC. “Parties and Observers”, http://unfccc.int/parties_and_observers/items/2704.php
diakses pada 5 Oktober 2018 68
UNFCCC. “Parties and Observers”, http://unfccc.int/parties_and_observers/items/2704.php.
diakes pada 5 Oktober 2018
54
rumah kaca dan harus melaporkan emisi gasnya setiap tahun. Negara Annex 1 ini
terdiri dari 38 negara industri maju Eropa, Amerika Utara, Australia, dan Jepang.
Sehingga pada tahun 1990, setiap negara yang termasuk kedalam Annex I
salah satunya ialah Norwegia memiliki tugas untuk mengurangi tingkat emisi.
Sedangkan total yang berasal dari faktor industri, penggunaan energi fosil, dan
transportasi negara Norwegia menacapai tingkat yang cukup tinggi di tahun 2003
sekitar 54.8 juta ton. Dengan kata lain kandungan emisi ini meningkat sebar 9%
pada periode 1990 sampai 2003.69
Dengan besarnya sumbangan emisi gas rumah
kaca dari Norwegia terhadap dunia maka pemeritah Norwegia memberikan donasi
terhadap negara berkembang yang salah satunya Indonesia sebesar I miliar USD.
Jika dilihat berdasarkan pendekatan enviromentalism yang dimana
pendekatan ini didasari oleh adanya kesadaran manusia terhadap perkembangan
peradabannya yang dapat merugikan manusia dan lingkungan. Dengan kata lain,
pemikiran ini berasal dari fakta yang ada di masyarakat, yaitu banyaknya krisis
lingkungan seperti pemanasan global, deforestasi, dan degradasi hutan. Selain itu,
para penganut pendekatan enviromentalism menolak adanya nilai-nilai
antropocentrism atau pemikiran manusia yang hanya berpusat pada kepentingan
manusia saja. Mereka ingin mengubah mainstream antropocentrims
menjadiecocentrims atau pemikiran yang menempatkan pentingnya menjaga
ekosistem dan semua makhluk hidup.70
69 The World Bank, CO2 emissions (kt),Carbon dioxide information analysis Center,
https://data.worldbank.org/indicator/EN.ATM.CO2E.KT?view=chart di akses pada 8 July 2018 70
Matthew Petterson, in Burchill 2001 et al, Theories of International Relations, Palgrav, h.
277-309
55
Begitu juga dengan apa yang telah dilakukan negara Norwegia. Dimana
pada tahun 2008-2012 Norwegia berkomitmen untuk menjaga emisi Gas Rumah
Kacanya. Namun, pemerintah Norwegia merasa kesulitan untuk melakukan upaya
menurunkan emisi Gas Rumah Kaca. Dimana, pemerintah Norwegia diharuskan
untuk mengurangi emisi 6 jenis Gas Rumah Kaca, salah satunya CO yang berarti
mereka harus mengurangi aktivitas industrial di dalam negara mereka masing-
masing.
Dengan demikian, munculah Protokol Kyoto yang berencana untuk
membantu Annex 1 yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi. Protokol
Kyoto sendiri menetapkan berbagai mekanisme fleksibel (fleksble mechanisms)
serta perdagangan emisi (emission trading), mekanisme pembangunan bersih
(clean development mechanisms), dan implementasi bersama (joint
implementation). Dimana,Mekanisme tersebut meningkatkan negara idustri untuk
memperoleh kredit dengan langkah membiayai proyek pengurangann emisi di
negara di luar negara Annex 1.71
Namun, hingga masa berakhirnya Protokol Kyoto, masih tidak adanya
komitmen yang ditunjukan lewat konvensi legal oleh negara-negara maju untuk
menekan tingkat emisi, sehingga emisi karbon malah meningkat 2,6% di tahun
2012 atau sekitar 58% sehingga dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan emisi
71 Kemetrian Lingkungan Hidup RI, Antara lima ngera diusulkan masuk annex -1 protokol
kyoto, http://www.menlh.go.id/antara-lima-negara-diusulkan-masuk-annex-1-protokol-kyoto/ di
akses pada 8 July 2018
56
karbon dunia tahun 1990.72
Dengan demikian, pelaksanaan Protok Kyoto
kemudian dilanjutkan dengan skema penurunan emisi baru yang dikenal
denganReducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD)
yang diharapkan dapat menjadi mekanisme penurunan emisi yang lebih baik
dibandingkan Protokol Kyoto.
REDD+ merupakan Instansi yang menyediakan kerangka kerja antar negara,
termasuk pelibatan negara bekembang untuk mendapatkan bayaran (lewat
sejumlah komitmen pembayaran berbasisi kinerja, yang tergantung pada
kesepakatan antar negara) bertujuan untuk mengurangi laju deforestasi.dan
pembayran ini berasal dari anggaran bantuan luar negeri dari negara-negara
seperti Norwegia.
Perjanjian bilateral REDD+ Norwegia dan Indonesia dimulai pada tahun
2010 dengan simbol penandatanganan. Berdasarkan perjanjian ini, Indonesia
berjanji untuk mengurangi emisi karbon melalui penciptaan lembaga pemantauan
dan pembatasan penggunaan lahan baru, serta penegakan ketat dari UU tentang
kehutanan.73
Permbentukan kerjasama REDD+ antara indonesia dan Norwegia yang di
mulai pada tahun 2010 pada era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
dengan dua tahap pelaksanaan dalam kurun waktu tiga setengah tahun. Tahapan
72
Pelita Online, Nergara nodai komitmen protokol kyoto,
http://politik.pelitaonline.com/news/2012/12/11/negara-nodai-komitmen-
protokolkyoto#.UgyvtkwdYY di akses pada tanggal 23 mei 2018 73
Letter of Intent between the Government of the kingdom of Norwey and the Government of
Republic of Indonesia on „Cooperation on Reducing Greenhaous Gas Emissions from Degradation
and Forest Degradation,” Government of Kingdonm of Norwey and Government of The Republic
of Indonesia, 26 May 2012.
57
pertama yaitu tahap persiapan yang merupakan langkah awal yang harus
diselesaikan hingga akhir tahun 2010, lalu tahap kedua adalah transformasi yang
dilaksanakan selama 1 tahun mulai dari tahun 2011-2012. Selama tahapan
tersebut, Norwegia sebagai pihak pendukung atas berjalannya langkah-langkah
upaya pengurangan aktivitas deforestasi dan degradasi hutan secara bertahap
membantu dalam penyerahan insentif dan juga memberikan asistensi atas
pembuatan keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan program REDD+ di
Indonesia.
Pada tahu 2015 tepatnya pada era kepemimpinan Joko Widodo dijalankan
kembali dengan melakukan langkah-langkah pembaharuan terhadap penerapan
program REDD+ di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
pada era penerapan REDD+ tahap 1 jalan prosesnya berjalan lambat dan bahkan
pada tahun 2014 jumlah aktivitas dari deforestasi di Indonesia pun meningkat.
Melihat hal ini pemerintah Joko Widodo menegaskan kembali hubungan
kerjasama bilateral antara dua Negara Indonesia dengan Norwegia. Pertemuan
yang dilaksanakan di Istana Merdeka pada 14 April 2015 ini dari pihak Norwegia
yang di hadiri oleh Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg, menghasilkan
kesepakatan yang salah satunya adalah bidang lingkungan hidup. Pada bidang ini
disepakati kembali jalannya program REDD+ yang telah dilaksanakan sejak tahun
2010.
Berdasarkan pengakuan dari presiden Joko Widodo yang menyatakan
bahwa Norwegia telah menghargai Indonesia untuk penurunan emisi gas rumah
kaca sebesar 26%-41% pada tahun 2020, serta beberapa kebijakan affirmative
58
lainnya. Presiden RI menegaskan bahwa hubungan kedua Negara dilanjutkan
dengan melaksanakan beberapa perubahan dalam percepatan pelaksanaa REDD+
di Indonesia.
Langkah percepatan ini dilakukan pertama kali dengan adanya pembubaran
dua badan lembaga ad hoc Negara berdasarkan pada Perpes 16 tahun 2015,
bertepatan pada 21 Januari 2015 yang mana dua badan ini adalah Badan Pengelola
Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (BP-REDD+) dan Dewan
Nasional Perubahan Iklim (DNPI). Kedua badan tersebut dibubarkan dan
dijadikan satu dengan tugas dan fungsi dari Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
4.2 Interdepedensi Antara Pemerintah Norewegia dengan Indonesia
Tatanan dunia Internasional saat ini lebih didominas dengan adanya
hubungan yang saling ketergantungan antar satu negara satu sama lain. Negara
sebagai sebuah entitas tertinggi tidak lagi berdiri sendiri dalam menjalankan
kebijakan ataupun mencapai kepentingan negara, namun lebih kepada berjalannya
sebuah kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral.74
Hal ini menjadi
faktor penyebab meningkatknya interdependensi diantara negara-negara.
Interdepedensi merupakan kondisi timbal balik atau hubungan saling
ketergantungan satu sama lain dalam hubungan internasional. Dalam pendekatan
interdependensi dikemukakan bahwa Negara secara utuh tidak akan dapat
74 Keohane dan Joseph Nye, Power and Interdependence: world Politics in Transition,
(Boston: Little Brown 1977), h 22
59
memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga dibutuhkan peranan negara lain untuk
mencapainya.75
Kondisi saling ketergantungan ini terjadi pada hubungan bilateral Norwegia
dan Indonesia. Dimana kedua negara ini merupakan negara yang telah melakukan
hubungan kerja sama sejak lama.Kedua kerasama yang berlangsung antara kedua
negara mencakup berbagai bidang diantaranya adalah bidang perdagangan,
perubahan iklim dan energi, demokrasi dan hak asasi manusia serta dibidang
politik.
Dalam bidang perdangan, Indonesia dan Norwegia mengeluarkan
kesepakatan dalam bidang energi, perikana dan kelautan. Hibingan dibidang ini
diwujudkan kedalam perjanjian forum konsultasi energi bilateral pada tahun 1995
dengan dana hibah yang diberikan mencapai 5,2 juta NOK.76
Selain itu, total
perdangan diantara kedua negara mengalami peningkatan sejak tahun ke tahun,
dimana pada tahun 2015 total perdangan Indonesia dan Norwegia mencapai 291,9
juta dollar Amerika. Tidak hanya itu, Norwegia juga menjadi negara pengimpor
produk-produk Indonesia baik migas dan non-migas dengan angka mencapai 65,6
juta dollar Amerika.77
Norwegia juga berkontribusi terhadap arus investasi asing
di Indonesia. Pada tahun 2015 total investasi minyak yang dimiliki oleh Norwegia
75 Robert O Keohane dan Joseph S. Nye, Power and Interdependence, 3
rd Edition (New York:
Longman Pub. Grup,2000), h 5 76
Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Norwegia, “Indonesia-Norway,”
http://indonesiaoslo.no/indonesia-norway/ ( diaskes pada 8 Oktober 2018 ) 77
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, “Neraca Perdagangan Indonesia dan
Norwegia periode 2011-2016”, http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-
exportimport/balance-of-trade-with-trade-partner-country?negara=522 (diaskses pada 8 Oktober
2018).
60
di Indonesia mencapai 3 miliar dollar Amerika, sementara total investasi non-
migas mencapai 300 ribu dollar Amerika.78
Hubungan kerjasama anatara Norwegia dan Indonesia juga terjalin dalam
lingkungan hidup. Kondisi ini dikarenakan pemerintah Norwegia mendukung
secara aktif berbagai kebijkan Indonesia di bidang energi dan lingkungan hidup.
Dukungan aktif yang diberikan oleh Norwegia dalam hal enegi dan lingkungan
hidup ditunjukan dengan ditandatanganinya Joint Declaration on Climate Change
and Energy Issues oleh kedua kepala negaa pada tahun 2007.79
Jika dilihat mengapa pemerintah Norwegia ingin melakukan kerjasama
dibidang lingkungan dengan Indonesia. Kondisi tersebut dikarenakan Norwegia
merupakan negara yang memiliki kepedulian penuh terhadap permasalahan
internasional dalam menangani perubahan iklim atau isu lingkungan. Dimana
Norwegia melibatkan negara dengan meratifikasi lembaga seperti REDD+
terhadap beberapa negara terkait. Walaupun pada dasarnya keterlibatannya itu
dijalankan melalui kepentingan negara yang ada.
Maka dapat dikatakan bahwa pemerintah Norwegia menjadikan
kepentingan sebagai dasar pertimbangan kebijakan dan langkah yang akan di
ambil untuk menyelesaikan permasalahan domestik ataupun internasional.
78 Badan Koordinasi Penanaman Modal, “Perkembangan Realisasi Investasi Pma Berdasarkan
Laporan Kegiatan Penanaman Modal (Lkpm) Menurut Negara, Q3 – 2015”,
Http://Www.Bkpm.Go.Id/Id/Investasi-Di-Indonesia/Statistik( diakses pada 8 Oktober 2018 ) 79
Utgitt av Utenriksdepartementet, “Norway and Indonesia: a strategic partnership” hal
19http://www.norway.or.id/PageFiles/444921/Norway_and_Indonesia._A_strategic_partnership.p
df(diakses pada 8 Oktober 2018)
61
Norwegia merupakan negara industri yang banyak memberikan tingkat
emisi gas rumah kaca yang cukup banyak. Seperti pengeboran minyak yang
terjadi di negara Norwegia menyumbang tingkat emisi GRK paling besar yang
dihasilkan setiap tahunnya.
Gambar III. Jumlah gas emisi yang berasal dari gas bumi pertahun
Sumber: Emissios Air Norwegia Petroleum
80
Dapat dilihat pada perkembangan dari tingkat emisi pada tahun yang
disebabkan oleh pengeboran minyak setiap tahunnya meingkat dan hanya
mengalami penurunan sedikit. Dimana pada tahun 1997 emisi yang di keluarkan
oleh aktivitas pengeboran minyak hingga mencapai 14% di tahun 2007. Walaupun
80Norskpetroleum, Enviroment and technology emissions to air, dari
https://www.norskpetroleum.no/en/environment-and-technology/emissions-to-air/ di akses pada 7
July 2018
62
terjadi penurunan di tahun 2009 hingga 12,5% di tahun 2012. Namun peningkatan
kembali terjadi di tahun 2015 sebesar 14%.
Namun demikian, meskipun aktivitas pengeboran yang terjadi di negra
Norwegia memberikan emisi yang sangat tinggi. Norwegia tetap menjalankan dan
mempertahankan aktivitasnya. Hal tersebut dikareanakan akitivitas pengeboran
minyak bagi Norwegia memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan dan pembangunan Norwegia sebagai negara yang sejahtera.
Dengan kata lain, perkembangan pesat dari adanya industri pengeboran
minyak yang terjadi di Norwegia secara langsung memberikan dampak
perkembangan yang sangat menguntungkan bagi perkembangan ekonomi
Norwegia.
Selain itu, dengan adanya kontribusi terhadap perekonomian Norwegia yang
merupakan dasar dari setiap bentuk pendapatan negara. Sehingga, kekayaan
minyak bumi yang dimiliki oleh negara Norwegia menjadi salah satu faktor
terpenting bagi perekonomian pemerintah Norwegia.Adapun upaya untuk
menangi permasalahan ini ialah, pemerintah Norwegia mengeluarkan kebijakan-
kebijakan mitigasi terhadap perubahan iklim yang di dasari pada pencapaian
kesepakatan dari para elit dan juga partai politik Norwegia tahun 2008 hingga
2012.
Berdasarkan kesepakatan tersebut mencipakan sebuah kesepahaman
bersama terhadap isu perubahan iklim. Dimana Norwegia di haruskan aktif dan
63
terlibat secara langsung dalam upaya pengurangan emsi gas rumah kaca dengan
tujuan pengurangan emisi hingga tahun 2020 dapat berkurang.81
Keterlibatan Norwegia kedalam salah satu kerjasama internasional
UNFCCC di tahun 2008merupaka rasa tanggugjawab dan juga merupakan
langkah awal bagi pemerintah Norwegia. Dengan melalui UNFCCC kemudian
protokol kyoto yang meliputi misi untuk mengurangi emisi di bumi dan mencegah
peningkatan suhu iklim global.82
Kerjasama di bidang lingkungan diperkuat degan ditandatanganinya
kerjasama pengurangan emisi GRK melalui deforestasi dan degradasi hutan pada
tahun 2010. Melalui kerja sama ini, pemerintah Norwegia memberikan komitmen
sebesara 1 miliar dollar Amerika kedapa Indonesia untuk usaha pelaksanaan
program REDD+. Perjanjian ini merupakan kesepakatan penting bagi hubungan
kerja sama diantara kedua negara.
Hali ini mengingat posisi kedua negara dalam upaya mengurangi emisi
GRK. Norwegia sebagai negara Annex-1 diwajibkan untukberperan aktif dalam
upaya mengurangi emisi GRK. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah
Norwegia adalah dengan melakukan kerja sama dengannegara lain yang memiliki
hutan yang luas. Sehingga Norwegia memerlukan Indonesia untuk mencapai
tujuannya dalam mengurangi emisi GRK.
81 Regjerigen, Climate and enviroment, dari https://www.regjeringen.no/en/topics/climate-and-
environment/id925/ di akses pada 8 July2018 82
Mentri Lingkungan Hidup, Lima negara Diusulkan masuk Annex -1 Protokol Kyoto, dari
http://www.menlh.go.id/antara-lima-negara-diusulkan-masuk-annex-1-protokol-kyoto/ diakses
pada 22 July 2018
64
Sementara itu, posisi Indonesia sebagai negara berkembang tidak
mengharuskan Indonesia terlibat dalam upaya pengurangan emisi GRK.
Namunterdapat beberapa hal yang menjadikan Indonesia tetap melanjutkan
hubungandengan Norwegia. Pertama adalah untuk mencapai komitmen
pengurangan emisi
GRK yang dicanangkan oleh pemerintah yang mencapai 41% dengan
bantuanInternasional. Kedua, kerja sama yang dijalin dengan Norwegia akan
memberikankeuntungan berupa dana bagi Indonesia yang dapat digunakan untuk
proyekpembangunan. Alasan ketiga adalah posisi Norwegia yang sangat penting
bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki kerja sama yang baik dalam
berbagai bidang. Sehingga jika Indonesia tidak melanjutkan kerja sama REDD+
dengan Norwegia, maka akan mengganggu hubungan baik yang telah ada selama
ini. Mengingat mekanisme REDD+ merupakan hal yang penting bagi Norwegia
sebagai negara Annex-1.
Menurut keohane dalam pandangan neoliberalis konsep interdepedensinya
menyatakan bahwa kerjasama dapat mendorong negara untuk memperluas konsep
atas kepentingan nasional yang dimilikinya.83
Masuknya Norwegia kedalam lembaga seperti UNFCCC juga merupakan
bentuk dari perwujudan atas upaya pencapaian tujuan tersebut. Dimana, dalam
kasus Norwegia, kenaikan emisi yang semakin bertambah di atmosfer yang
disebabkan oleh tindakan manusia terhadap hutan dan juga penggunaan energi
83 Robert O Keohane, “After Hegemony Cooperation and Discord in the World Political
Economy”. (Princeton University Press: United Kingdom, 1984) h 51
65
yang besar dalam aktivitas pengeboran minyak lepas pantai milik pemerintah
Norwegia, menjadi bentuk kepentingan dari keterlibatan atas rezim lingkungan
intenasional.
4.3 Peran Norwegia dalam Mengatasi Kerusakan Hutan di Indonesia
James E. Hansen selaku ilmuan iklim terkenal mengatakan bahwa efek
utama dari pendaan yang diberikan oleh Norwegia bagi perlindungan hutan adalah
lahirnya hati nurani yang jernih bagi negara-negara berkembang produksi minyak.
Namun Erik Solheim selaku Menteri Lingkungan Hidup Norwegia menyatakan
bahwa Norwegia mendukung upaya mencegah deforestasi karena ini merupakan
langkah tercepat dan paling efisien dari segi biaya untuk mencapai pengurangan
emisi gas rumah kaca secara mendasar.84
Selain itu, berdasarkan pernyataan dari menteri lingkungan Hidup Norwegia
dapat terlihat bahwa Norwegia telah menunjukan kepemimpinan internasional
dengan inisiatifnya di bidang iklim dan kehutanan sehingga membuat negara-
negara lain untuk mendukung gerakan peting ini.
Negara Indonesia merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca
terbesar di tingkat global, dimana Indonesia terbilang telah mengeluarkan sekitar
1 miliar ton karbondioksida ke udara. Hal tersebut terjadi karena tingginya
deforestasi dan degradasi yang terjadi di wilayah kawasan hutan Indonesia.85
84 Angelsen, A, Brockhaus, M,Sunderlin,W.D dan Verchot,LV.(ed.) “Menganalisis REDD+
Sejumlah tantangan dan Pilihan”.( CIFOR, Bogor, Indoneisa 2013) h 97 85
www.fwi.or.id di akses pada 8 July 2018
66
Salah satu penyebab munculnya degradasi dan deforestasi hutan di
Indonesia ialah kebakaran lahan gambut yang terjadi pada wilayah yang memilik
hutan tropis seperti wilayah Sumatera dan Kalimantan yang telah melepaskan
CO2 yang merupakan penyebab utama pemanasan global. Dengan demikan
peristiwa tersebut telah menjadi penyebab utama Indonesia menjadi salah satu
aktor negera yang mempengaruhi sistem iklim global.86
Dengan demikian pemerintah Indonesia berkomitemen untuk berkontribusi
dalam mencegah serta mengurangi perubahan iklim. Sejak di adakannya
UNFCCCCOP-13 yang dilaksanakan di Bali pada tahun 2007, pemerintah
Indonesia telah menprioritaskan rencana dan aksi terhadap isu lingkungan yakni
pemanasan global.87
Selain itu, menurut pemerintah Norwegia. Prilaku penting yang harus
dilakukan untuk menjaga kelestarian hutan ialah dengan langkah mengahambat
laju deforestasi. Dikarenakan pentingnya fungsi hutan bagi kesejahteraan mahluk
hidup serta deforestasi dapat menyebabkan bencana bagi keberlangsungan hidup
manusia.88
Menurut Nita Irawati selaku Advisor bidang Climate Change and Forestry
kedutaan Besar Norwegia menyatakan, komitmen Indonesia untuk mengurangi
emisi sebesar 26% dengan bussines as usual dan 41% dengan bantuan
86 Deny Armandhanu, 2015, Indonesia akan jadi pnyumbang polusi terbesar ketiga dunia, dari
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20151019115101-106-85766/indonesia-akan-jadi-
penyumbang-polusi-terbesar-ketiga-dunia/ di akses pada 8 July 2018 87
United Nations Climate Change https://unfccc.int/process-and-meetings/conferences/past-
conferences/bali-climate-change-conference-december-2007/cop-13 di akses pada 8 November
2018 88
www.regjeringen.no di akses pada 21 July 2018
67
internasional pada tahun 2020 membuat Norwegia berkeinginan untuk
mendukung Indonesia dalam komitennya dengan menjaga hutan melaluin
kerjasama REDD+.89
Dalam kegiatan dan kebijakan Pemerintah Norwegia selalu berusaha
mengedepandan isu perubahan iklim. Dimana pemerintah Norwgia melakukan
konservasi hutan, karena mengaggap hutan terutama hutan hutan tropis perlu
untuk dilestarikan mengingat hutan sangatlah penting untuk kehidupan di muka
bumi.
Kesadaran terhadap pentingnya hutan hujan tropis yang berguna untuk
keberlangsungan makshluk hidup dari masa ke mas. Norwegia telah
mengukuhkan diri untuk memberikna bantuan bagi negara yang mengalami
deforestasi dan degradasi hutan. Sehingga Norwegia dapat dikatakan sebgai
negara pendonor terbesar dalam perlingdungan hutan hujan tropis dunia. Dengan
tujuan menghambat laju kerusakan dan mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca
dunia.90
Salah satu peran penting yang dilakukan Pemerintah Norwegia dalam upaya
pengurangan emisi gas rumah kaca ialah, pada tahun 2007 selama negosiasi iklim
internasional yang dilakukan di Bali, Norwegia menjanjikan 15 miliar NOK (AS
89 KBRI Oslo, Norwegia, RI-Norwegia terus perkuat kemitraan dalam perlidungan hutan (II),
http://indonesia-oslo.no/ri-norwegia-terus-perkuat-kemitraan-dalam-perlindungan-hutan-ii/ diakses
pada 22 July 2018 90
Doyle and Janet (2015), US Climate change amazon norway,dari
http://www.reuters.com/article/usclimatechange-amazon-norwayidUSKCN0RF1P520150915di
akses pada 21 July 2018
68
$2,6 miliar) untuk mendanai upaya mengurangi emisi akibat deforestasi dan
degradasi hutan di negara-negara berkembang.
Inisiatif Hutan dan Iklim Internasional Norwegia didirikan pada tahun 2008
untuk melaksanakan janji itu. Inisiatif itu mendatangkan dukungan politik yang
luas sehingga menurut para ilmuan iklim Norwegia dapat menjadi negara netral
karbon di tingkat Internaional.91
Dengan adanya inisiatif dana dari pemerintah
Norwegia terhadap pemerintah Indonesia yang dianggap sebagai partener
kerjasama bilateralnya. Pada tahun 2010 hingga tahun 2013 dana yang
dialokasikan oleh pemerintah Norwegia tercatat sebesar US$ 1 milyar. Besar
kecilnya donasi yang diberikan tersebut tergantung pada tingkat keefektifan dari
target pengurangan emisi yang di capai oleh negara penerima yaitu Indonesia.92
Jika di pandang dengan menggunakan konsep Peran K.J Holsti yang
memandang bahwa Konsep Peran bisa dianggap sebagai definisi yang
dikemukakan oleh para pengambil keputusan terhadap bentuk-bentuk umum,
keputusan, aturan dan fungsi negara dalam beberapa masalah internasional.
Peranan juga mereflesikan kecendrungan pokok, kekhawatiran, serta sikap
terhadap lingkungan eksternal dan variable sistematik geografi dan ekonomi.93
Peranan Norwegia sebagai negara industri maju yang sangat konsisten
dalam mengatasi kerusakan lingkungan dan perubahan iklim merupakan langkah
91Angelsen, A Brockhaus, M Sunderlin W.D dan Verchot LV, (ed.) 2013 “Menganalisis
REDD+ Sejumlah tantangan dan Pilihan”. CIFOR, Bogor, Indoneisa, h.97 92
Norad, “Facts about Indonesia” https://norad.no/en/front/countries/asia-and-
oceania/indonesia/ di akses pada 21 july 2018 93
K.J. Holsti. “National Role Conceptions in the Study of Foreign Policy, International Studies
Quarterly vol. 14 no. 3 h,233
69
keputusan negara untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. Norwegia juga
memiliki banyak pengalaman dan langkah yang banyak untuk mengurangi emisi
GRK dengan melakukan kerjasama bersama Indonesia pada skema REDD+.
Sebagai sebuah bentuk operasional dari skema REDD+, Norwegia memliki
komitmen dalam membantu Indonesia untuk mengurangi tingkat emisi GRK
melalui skema REDD+ selama periode tahun 2014-2016. Meskipun pada tahun
2015 pemerintah Norwegia sempat menyatakan atas ketidak puasan terhadap
pelaksanaan kerjasama dengan Indonesia terkait REDD+.94
Dimana 2015
Presiden JokoWidodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomer 16 thaun 2015
terkait perubahan Badan Pengelola REDD+ (BP-REDD+) dan Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI) telah dibubarkan sehingga wewenang terhadapa REDD+
berada pada tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK).95
Menurut Damayanti Rafananda, Ditjen Penegak Hukum KLHK. BP-REDD
belum mempunyai aparat untuk medukung program-program yang ada dimana
BP-REDD terbilang hanya sebatas badan pengelola. Sehingga kerjasama dengan
kemitraan Norwegia akan terhambat dan sulit untuk koordinasinya. Selain itu,
pada masa BP-REDD tidak adanya bentukan penegakan hukum di daerah
94 Icha Rastika, “BP REDD Dibubarkan, Norwegia Pertanyakan Komitmen Kerja sama 1
Miliar Dollar AS”, Kompas (Jakarta), 6 Maret 2015,
http://nasional.kompas.com/read/2015/03/06/14391051/Bp.REDD.Dibubarkan.Norwegia.Pertanya
kan.Komitmen.Kerjasama.1.Miliar.Dollar.AS. Diakses pada 8 Oktober 2018 95
Ichwan Susanto, “Presiden Joko Widodo Bubarkan BP-REDD dan DNPI”, Kompas (Jakarta),
,2015http://sains.kompas.com/read/2015/01/28/18352191/Presiden.JokoWidodo.Bubarkan.BP-
REDD.dan.DNPI. Diakses pada 8 Oktober 2018
70
kawasan hutan dan struktur organisasi kemasyarakatan daerah. Dengan demikian
Badan Pengelola REDD tidak dapat dipercayai oleh pemerintah Indonesia.96
Namun upaya yang dilakukan kedua Negara ini kembali membaik setelah
pertemuan yang dilakukan antara Presiden Joko Widodo dan PM Norwegia pada
tanggal 6 Maret 2015 terdapat perbedaan kebijakan yang diambil oleh Indonesia.
Kedua negara sepakat untuk melanjutkan komitmen kerjasama tekait REDD+
dengan berbagai penyeseuaian. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kerjasama yang
dilakukan oleh kedua negara97
.
Pada tahun 2015 Indonesia ikut serta berkomitment dalam upaya penurunan
emisi GRK melalui Pengajuan Rencana kontribusi Penurunan Emisi/ Intented
nationally determined contribution (INDC) untuk Cop 21 di Paris, dalam
usahanya Norwegia menjadi pihak ketiga yang mendukung Indonesia melalui
penyaluran bantuan internasional sekaligus memberikan arahan umum untuk
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim termasuk mendukung persiapan INDC dan
kementerian untuk isu-isu perubahan iklim
Penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi salah satu agenda
kunjungan Parlemen Norwegia ke Indonesia. Keberhasilan penanganan karhutla
selama kurun waktu dua tahun terakhir menjadi sebuah prestasi bagi Indonesia.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 menjadi momentum
96 Hasil wawancara bersama Damayanti Rafananda, Ditjen Penegak Hukum KLHK,
(1November 2018) 97
Ichwan Susanto, “Presiden Joko Widodo Bubarkan BP-REDD dan DNPI,” Kompas
(Jakarta), 28January,
2015,http://sains.kompas.com/read/2015/01/28/18352191/Presiden.JokoWidodo.Bubarkan.BP-
REDD.dan.DNPI. Diakses pada 8 Oktober 2018
71
penting untuk menyusun strategi dan regulasi dalam pengendalian karhutla di
Indonesia dengan mengedepankan pencegahan.
Salah satu upaya dukungan dalam kerjasama Norwegia-Indonesia pada
operasional REDD+ tahun 2016 adalah melalui kunjungan yang dilakukan oleh
Parlemen Norwegia ke Markas Manggala Agni Daerah Operasi (Daops)
Pontianak di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dimana pada kunjungan tersebut
di utus 15orang anggota Parlemen Norwegia yang juga didampingi oleh Kedutaan
Besar Norwegia untuk melakukan observasi langsung kondisi dan aktivitas di
Daops Manggala Agni Pontianak. 98
Selain observasi lapangan, Norwegia-Indonesia juga melakukan koordinasi
dalam melakukan implementasi proyek hibah kerjasama kedalam kerangka
REDD+ yang dibawahi oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam
dan Ekosistem (KSDAE). Koordinasi ini bertujuan untuk melindungi kawasan
konservasi sehingga kedepanya dapat melakukan pencegahan Karhutla.
Koordinasi ini juga berupaya dalam memperkuat Early Warning System dengan
dibangun kerjasama bersama masyarakat; memperhatikan pertanggungjawaban
atas kerja sama hibah dan memperhatikan keberlangsungan sustainability kawasan
dari program ini.99
98KLHK, “Parlemen Norwegia Apresiasi Penanganan Karhutla di
Indonesia”,http://www.menlhk.go.id/berita-11275-parlemen-norwegia-apresiasi-penanganan-
karhutla-di-indonesia.html (diakses pada 11 Oktober 2018) 99
KLHK, “Ditjen KSDAE Gelar Rapat Koordinasi Implementasi Proyek Hibah Kerjasama
RI - Norwegia dalam Kerangka REDD+”, http://www.menlhk.go.id/berita-370-ditjen-ksdae-gelar-
rapat-koordinasi-implementasi-proyek-hibah-kerjasama-ri--norwegia-dalam-kerangka-
.html(diakses pada 1 Oktober 2018)
72
Adapun upaya yang dilakukan dalam melakukan implementasi proyek hibah
ialah, selama priode 2011 hingga 2016 di kawasan Kawasan Taman Nasional
Tanjung Puting (TNTP) Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. didominasi
oleh hutan rawa (rawa air tawar dan rawa gambut) yang rawan kebakaan di
musim kemarau. Sejak tahun 2011 sampai tahun 2016 di kawasan TNTP rutin
terjadi kebakaran hutan, dimana kejadian kebakaran paling besar pada tahun 2015.
Kebakaran hutan merupakan ancaman terbesar kelestarian TNTP, hal ini harus
menjadi fokus perhatian karena status TNTP sebagai cagar biosfer, kemudian
sebagai salah satu habitat alami bagi Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)
dan Bekantan (Nasalis larvatus), dan juga TNTP telah ditetapkan sebagai salah
satu Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dan Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional (KSPN).
Dalam rangka pencegahan kebakaran hutan di kawasan TNTP, tahun 2016
hingga sekarang kemitraan Norwegia dan Indonesia melakukan tiga pencegahan
kebakaran hutan, yaitu: Sosialisasi dan Pembinaan masyarakat dan MPA di Desa
Sekonyer (15-17 Februari 2016) dan Desa Sungai Cabang (19-21 Februari 2016),
serta kegiatan Pemutaran Film dan dialog interaktif dengan masyarakat dalam
upaya pencegahan kebakaran hutan di Desa Sungai Perlu (19-21 Februari
2016).100
Pencegahan yang dilakukan oleh kemitraan Indonesia dan juga Norwegia
dipandang baik oleh masyarakat TNPT sehingga masyarakatpun terdorong untuk
100 KSDAE-KLHK. “Hibah Kerjasama RI-Norwegia Untuk Pencegahan Kebakaran Hutan
di Taman Nasional Tanjung Putting”, http://ksdae.menlhk.go.id/berita/2908/hibah-kerjasama-ri-
norwegia-untuk-pencegahan-kebakaran-hutan--di-taman-nasional-tanjung-puting.html diakses
pada 12 Oktober 2018
73
mencegah terjadinya kekaran hutan di masa yang akan datang. Adapun respon
masyarakat dalam penecegahan kebarakan hutan ialah, masyarakat TNPT
melakukan simulasi simlasi penanganan bencana kebaran hutan dan lahan
(karhutla), dan melakukan penanaman bibit pohon. Kegiatan ini dilakukan oleh
sekumpulan masyarakat yang membentuk komunitas relawan care for Tanjung
Puting (CPT). Semenjak buklan Mei 2016 komunitas relawan ini sudah me
ngadakan persiapan. Selain itu komunitas ini juga terbilang sangat aktif saat
terjadi bencana karhutla tahun 2015, yang menimpa kawasan konservasi di
pinggiran hutan inti Taman Nasional Tanjung Putting (TNPT).101
Komitmen lain yang dilakukan oleh Norwegia sebagai sebuah bentuk
dukungan adalah usaha edukasi dan sosialisasi Kebakaran Hutan dan Lahan yang
bekerjasama dengan Balai Besar TN Betung Kerihun dan Danau Sentarum,
Kalimantan Barat tahun 2016. Dimana upaya ini juga selaras dengan Instruksi
Presiden No. 11 tahun 2015 tentang pengendalian kebakaran hutan. Sosialisasi ini
dilakukan mengingat bahwa kawasan TNDS sebagian besar adalah hamparan
gambut yang mudah terbakar. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Seksi
Pengelolaan TN Wilayah 5 Selimbau bahwa kebakaran hutan seringkali melanda
kawasan tersebut pada musim kemarau dan pada saat penyusutan volume air
danau. Gejala ini juga memberikan dampak lanjut terhadap sektor produksi madu
101 Wahyu Krida, BorneoNews (2016). “Komunitas Care For Tanjung Puting Gelar Simulasi
penanganan Karhutla”. https://www.borneonews.co.id/berita/33392-komunitas-care-for-tanjung-
puting-gelar-simulasi-penanganan-karhutla diakses pada 27 Oktober 2018
74
hutan alami yang banyak dibudiyakan oleh masyarakat dan menjadi produk
unggulan Danau Sentarum.102
Adapun upaya dan respon masyarakat sekitar dalam usaha dan edukasi yang
dilakukan oleh Norwegia merupakan suatu hal yang paling penting. Sehingga
KLHK melaksanakan kegiatan patrol terpadu dengan membentuk 300 posko pada
provinsi-provinsi rawan keakaran hutan dan lahan. Selain itu, pembentukan dan
pembinaan Masyarakat Peduli Api(MPA) akan dibentuk untuk mencegah dan
mengurangi tejadinya bencana kebakran hutan.103
Norwegia juga melakukan kerjasama dengan Konservasi Sumber Daya
Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup untuk
Pengendalian Karhutla di Desa Rantau Rasau sebagai sebuah bentuk upaya
mencegah kebakaran hutan dan lahan di sekitar kawasan Taman Nasional berbak
Sembilang (TNBS). Kerjasama ini diadakan dalam bentuk pembinaan dan
pemberitahuan pengendalian kebakaran hutan dan lahan kepada masyarakat yang
berada di sekitar Taman Nasional berbak dan Sembilang. Pertemuan ini
meghasilkan sebuah komitmen bersama dalam bentuk berupa Berita Acara
Kegiatan Pembinaan dan Penyadartahuan Masyarakat tentang pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan di Sekitar Kawasan Taman Nasional Berbak dan
Sembilang di Desa Rantau Rasau Kecamatan Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur. Secara umum kesepakatan ini menegaskan keberperanan setiap lapisan
102 KLHK, “Balai Besar TaNa Bentarum Ajak Masyarakat Vega Cegah Kebakaran
Hutan”,http://www.menlhk.go.id/berita-10073-balai-besar-tana-bentarum-ajak-masyarakat-vega-
cegah-kebakaran-hutan.html diakses pada 11 Oktober 2018 103
KLHK, “Tingkatkan Partisipasi Masyarakat untuk Cegah Karhutla”,
http://www.menlhk.go.id/berita-262-tingkatkan-partisipasi-masyarakat-untuk-cegah-karhutla.html
diakses pada 27 Oktober 2018
75
masyarakat dalam mencegah kebakaran hutan dan dampak lanjut yang akan
ditimbulkan seperti emisi GRK.104
Adapun hasil kerja penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah
KLHK bersama dengan parlemen Norwegia dari tahun 2015 hingga sekarang
mendapatkan hampir 550 kasus kejahatan hutan dibawa kepengadilan baik
melalui penegakan hukum pidana atapun perdata. Selain itu terdapat 500
perusahaan yang berada di htan Kalimantan Barat dan Sumatera dikenakan sanksi
administrative terkait pelanggaran yang dilakukan, bahkan ada yang dicabut izin
perusahaan untuk mengelola hutan.105
Dalam pengamanan kawasan hutan dan sumberdaya kehutanan terdapat
lebih dari 713 operasi pengaman dilakukan oleh KLHK, kepolisian dan TNI
dengan tujuan untuk penyelamatan lingkungan dan sumberdaya alam. Dimana,
komitmen untuk penyelamatan hutan dan lingkungan itu sudah menjadi komitmen
bersama kementerian dan lembaga.
Tidak hanya KLHK, kepolisian dan TNI saja yang berperan katif dalam
melakukan pengamanan lingkungan dan hutan. Masyarakat juga mempunyai
peranan yang sangat penting. Dimana, pemerintah KLKH membentuk Tim Patroli
Terpadu yang dibentuk antar desa-desa yang memiliki kawasan perhutanan seperti
Kalimantan. Dalam membentu tim patrol ini, Norwegia berperan aktif dalam
104 KSDAE-KLHK, “Dukungan Norwegia Untuk Pengendalian Karhutla di Desa Rantau
Rasau”. http://ksdae.menlhk.go.id/berita/2846/dukungan-norwegia-untuk-pengendalian-karhutla-
di-desa-rantau-rasau.html diakses pada 11 Oktober 2018 105
Hasil wawancara bersama Damayanti Rafananda, Ditjen Penegak Hukum KLHK. (
1November 2018)
76
memberikan biaya, sosialiasi atau pelatihan untuk menjaga hutan dan menangani
kebaran hutan dan lahan.106
Untuk pengamanan kawasan hutan dan sumberdayakehutanan lebih dari 713
operasi pengamanan dilakukandengan melibatkan KLHK, Kepolisian dan TNI.
Langkah bersama yang dilakukan menunjukkan bahwa komitmenpenyelamatan
lingkunan dan sumberdaya alam telah menjadikomitmen bersama kementerian
dan Lembaga.
Dari berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah Norwegia terhadap
Indonesia terbilang telah mengalami perkembangan yang sangat baik dengan
adanya koordinasi dari kementerian lain, masyarakat, dan sektor swasta. Hal ini
juga dipertegas oleh Duta Besar Norwegia, Vegard Kalee menegaskan bahwa
kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Kemitraan ini akan menyediakan
dukungan penuh demi tercapainya program-program penting seperti memperkuat
penegakkan hukum, meningkatkan pengawasan izin konsesi hutan, dan juga
pengembangan mekanisme pengukuran emisi dari lahan gambut dan resorasi
gambut.107
Namun demikian, penegkan hukum yang diterapkan oleh pemerintah
Indonesia masih belum dapat dipatuhi oleh seluruh masyakat ataupun peruhaaan
perhutanan. Menurut Nur Hidayani selaku Direktur Ekskutif Nasional Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, bahwa kemitraan antara
106 Hasil wawancara bersama Damayanti Rafananda, Ditjen Penegak Hukum KLHK. (
1November 2018) 107
PPID, KLHK, “Indonesia-Norwegia Perkuat Kerjasama Program
REDD+”.http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/854 diakses pada 10 Oktober 2018
77
Pemerintah Indonesia dengan Norwegia tidak tegas dalam aspek penegakan
hukum sehingga dapat dikatakan masih lemah.108
Hal demikian terlihat dari upaya pemerintah Indonesia yang masih
minimnya kegiatan-kegiatan terkait penanggulangan dan pencegahan deforestasi
dan degradasi hutan yang berada di wilayah Indonesia. Pemerintah Indonesia
masih tidak tegas dalam mengatur kebijakan terkait pengalih fungsian hutan
menjadi perkebunan kelapa sawit, atau pemanfaatan sumber daya hutan untuk
kebutuhan pangan manusia.
Salah satu contoh ketidaktegasan pemerintah dalam penegakan hukum
terjadi pada Provinsi Jambi, dimana terdapat 46 perusahaan yang lahannya
terbakar di tahun 2015, dan 16 perusahaan di antaranya berada di kawasan
gambut. Namun hanya lima perusahaan yang diproses secara hukum.109
Penegakan hukum sebagian besar justru diarahkan kepada masyarakat adat,
masyarakat lokal dan petani yang selama puluhan tahun di stigma sebagai
pembakar hutan dan lahan. Dimana, mereka lebih mampu untuk mengelola hutan
secara adil dan lestari dengan kearifan dari masyarakat adat maupun masyarakat
lokal.110
108 Bangun Santoso, WALHI, “Walhi: Penegakan Hukum Restorasi Gambut Masih Lemah”.
https://www.suara.com/news/2018/08/15/160535/walhi-penegakan-hukum-restorasi-gambut-
masih-lemah diaskes pada 10 Oktober 2018 109
Jerome Wirawan. BBC, 2016. ” Sepanjang 2016, tiada perusahaan jadi tersangka
pembakar hutan dan lahan di Riau”,
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/07/160703_indonesia_riau_karhutla_huku
m di akses pada 26 Oktober 2018 110
Bangun Santoso. WALHI. “Walhi: Penegakan Hukum Restorasi Gambut Masih Lemah”.
https://www.suara.com/news/2018/08/15/160535/walhi-penegakan-hukum-restorasi-gambut-
masih-lemah diaskes pada 10 Oktober 2018
78
Sehingga dapat dikatakan, meskipun kerjasama teknis antara pemerintah
Norwegia dan pemerintah Indonesia dibawah kendali kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan terkait penurunan emisi karbon hutan Indonesia terbilang
cukup sukses dan efektif. Namun dalam penegakan hukum untuk mencegah
terjadinya deforestasi masih belum dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia
dan kemitraan secara maksimal.
79
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perubahan iklim yang sudah menjadi anacama kehidupan makhuk hidup di
dunia mendorong negara-negara untuk mencegah dan memeranginya. Dampak
yang ditimbulkan dari perubahan iklim dapat merugikanbagi semua pihak dan
diperlukan soluso untuk menghadapina. UNFCCC merupakan kerangka kerja
PBB yang konsentarasi terhadap isu perubahan iklim. Pembentukan kerangka
kerja PBB ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi pelaksanaan dan penanganan
perubahan iklim.
Protokol Kyoto merupakan perjanjian internasional di bawah kerangka
UNFCCC yang mengikat negara yang telah meratifikasinya. Norwegia sebagai
negara maju yang telah meratifikasi perjanjian protokol kyoto telah menjalankan
kewajibannya dalam mengurangi perubahan iklim dunia. Hal initerlihat dari
kebijkan dalam negeri Norwegia dan juga kebijakan luar negerinya. Sebagai
negara maju yang memiliki konsistensi yang tinggi terhadap isu lingkungan,
khususnya dalam penelitian ini masalah perubahan iklim.
Norwegia tidak hanya aktif dalam mengimplementasikan kebijakan dalam
negeri dengan ramah lingkungan, tetapi juga aktif di dalam membantu negara
berkembang dalam mengatasi perubahan iklim yang salah satunya ialah negara
Indonesia. Kedua negara ini terlibat dalam mekanisme REDD+, negara Norwegia
sebagai negara maju membantu Indonesia dalam rangka reduksi emisi GRK dari
deforestasi dan degradasi hutan.
80
Norwegia menerima proposal Indonesia melalui krangka REDD yang di
anggap paling sesuai bagi Norwegia. Kerjasama ini disepakati dalam bentuk
Letter of Intent yang ditandatangani pada 26 Mei 2010 yang terdiri dari tiga fase
dengan waktu pelaksanaan 7-8 tahun setelah ratifikasi.
Hingga saat ini kerjasama tersebut telah memasuki fase kedua dan ketiga.
Sampai sejauh ini, kerjsama yang dilakukan Indonesia-Norwegia terbilang cukup
sukses, skema REDD cukup berperan dalam upaya penyelamatan hutan Indonesia
terbukti dari hasil moratorium pertama yang telah menyumbang 16,57 atau setara
dengan terlestarikannya hutan Indonesia hingga 489.000 juta ton CO2.
Peran Norwegia dalam membantu Indonesia menghadapi perubahan iklim
ini, membantu Indonesia terlibat dalam REDD+ yang dimana hal ini merupakan
sebuah aksi upaya pengurangan emisi GRK Indonesia dari deforestasi dan
degradasi hutan. Selain itu, membantu Indonesia dalam pengelolaan hutan lestari,
mendukung konvensi keanekaragaman hayati di kawasan hutan Sumatera dan
Kalimantan, dan membantu masyarakat sekitar hutan meningkatkan mata
pencahariannya tanpa merusak hutan.
Sehingga kerjasama bilateral dalam upaya pengurangan ini akan berhasil
dalam skema REDD+ dengan bertambahnya stok karbon yang terkadung di hutan
Indonesia, untuk mengurangi emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan.
Serta penerapan kebijakan yang di ambil dari kedua negara ini terhadap skema
REDD+ dapat dijadikan contoh untuk pengimplementasian penuh REDD+ di
Indonesia, atau di negara lain yang memiliki hutan.
81
Meskipun pada implementasinya, kemitraan antara pemerintah Indonesia
dengan Norwegia tidak dapat dikatakan berjalan lancar, dimana dalam
penerapannya masih terdapat hambatan yang terjadi seperti pergantian
pemeritahan yang lama dengan yang baru yang tentu dapat mempengaruhi
kebijakan luar negeri termasuk kebijakan perubahan iklim selain itu tidak
tegasnya pemerintah dalam menegakan hukum terhadap para pemangku
kepentingan
Namun demikian, kerjasama Teknis dan kerjasama Finansial masih
berjalan dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Norwegia terhadap
wilayah hutan Indonesia. Kedua kerjasama tersebut berjalan bersamaan dengan
jangka waktu dan modul yang berbeda dan saling melengkapi. Tujuan utamanya
ialah untuk tetap menjaga dan melindungi hutan dari deforestasi dan degradasi.
Program ini sepenuhnya sejalan dan telah sukses mendukung strategi kehutanan
nasional dan kebijakan terkait REDD+.
Adapun peran Norwegia yang telah dilakukan selama periode 2014-2016
ialah. Penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi salah satu
agenda kunjungan Parlemen Norwegia ke Indonesia,dalam kerjasama Norwegia-
Indonesia pada operasional REDD+ adalah melalui kunjungan yang dilakukan
oleh Parlemen Norwegia ke Markas Manggala Agni Daerah Operasi (Daops)
Pontianak di Kota Pontianak.
Norwegia-Indonesia juga melakukan koordinasi dalam melakukan
implementasi proyek hibah kerjasama kedalam kerangka REDD+ yang dibawahi
oleh Direktorat Jenderal KSDAE. Norwegia juga melakukan usaha edukasi dan
82
sosialisasi Kebakaran Hutan dan Lahan yang bekerjasama dengan Balai Besar TN
Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TN Bentarum).
Kemudian Norwegia melakukan kerjasama dengan KSDAE Kementerian
Lingkungan Hidup untuk Pengendalian Karhutla di Desa Rantau Rasau sebagai
sebuah bentuk upaya mencegah kebakaran hutan dan lahan di sekitar kawasan
Taman Nasional berbak dan Sembilang (TNBS).
Namun demikian, meskipun kerjasama teknis antara pemerintah Norwegia
dan pemerintah Indonesia dibawah kendali kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan terkait penurunan emisi karbon hutan Indonesia terbilang cukup sukses
dan efektif. Namun dalam penegakan hukum untuk mencegah terjadinya
deforestasi masih belum dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan
kemitraan secara maksimal.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Angelsen, A, Brockhaus, M,Sunderlin,W.D dan Verchot,LV.(ed.) 2013
“Menganalisis REDD+ Sejumlah tantangan dan Pilihan”. CIFOR,
Bogor, Indoneisa.
Baylis, Jhon dan Steve Smith. 2011. The Globalization of World Politics: An
Introduction to International Relations fifth edition. UK: Oxford
University.
Burchill, Scott. 2005. The National Interest in International Relations Theory.
United States: PALGRAVE MACMILLAN.
Creswell, JW (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches,
SAGE Publications Inc, Thousand Oaks
Kaarbo, Juliet. Jeffrey S. Lantis, Ryan K. Beasley,(2012). “The Analysis Foreign
Policy in Comparative Prespective”, SAGE Publications, London,
United Kingdom.
Keohane, Nye, J.S, 1977, Power and Interdependence: world Politics in
Transition, Boston: L ittle Brown.
Keohane, Robert O, 1984. After Hegemony Cooperation and Discord in the
World Political Economy. Princeton University Press: United
Kingdom.
Neuman, LV (2012). Basic of Social Research: Quantitative and Qualitative
Approaches, Pearson: University of Wisconsin-White Water.
Sukmadinata, (2006). Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Teguh Budi N. Harjanto.1988. Memajukan Demokrasi Mencegah Disentegrasi,
Sebuah Wacana Pembangunan Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Jurnal:
Badan litbang pertanian, (2012), Ameliorasi Tanah Gambut, edisi 6-12 No.3400
Mahardy, Aiman Azhar. et.al Kerjasama Norwegia dan Indonesia Mengurangi
Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Skema REDD. 2014. Vol. XII, No.
1, 2-3.
Nurtjahjawilasa, at, al (2013), Modul: Kosep REDD+ dan Implementasinya, The
Nature Conservancy and Program Responsible Asia Forestry & Trade
(RAFT),No.6-7.
xiv
Pemprov Kalimantan Barat Dinas Kehutanan (2013), “Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangkat Daerah Dinas Kehutanan provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2013-2018, Pontianak.
Sani, Iqbal. 2016. Kepenttingan Indonesia Bekerjasama Dengan Norwegia Dalam
Kerangka Reducting Emission From Deforestation And Degrada-Tion
(Redd) Tahun 2010. Vol 3. No. 1. 2-3.
Holsti K.J. 1970 “National Role Conceptions in the Study of Foreign Policy,
International Studies Quarterly vol. 14 no. 3
Wicakson, Dian Agung & Ananda Prima Yurista, 2013. Konservasi Hutan
Partisipatif Melalui REDD+ (Studi Kasus Kalimantan Tengah
Sebagai Provinsi Percontohan REDD+). Vol. 1, No. 2: 190.
Skripsi:
Aryani, Riza (2012).”Analisa Kegagalan Implementasi Reducing Emission from
Deforestation and Degradation Plus (REDD+) Dalam Proyek Rimba
Raya di Kalimantan Tengah (2008-2010). Program Studi Hubungan
Internasional, FISIP Universitas Indonesia.
Haeda, Nur. (2017). “Kerjasama Indonesia-Norwegia Dalam Konservasi Hutan
Indonesia Melalui Kerangka Reducing Emission From Deforestation
and Degradation (REDD+)”. Program Studi Hubungan Internasional,
FISIP Universitas Hasanudin
Paper:
Frances Seymour, Nancy Birdsall, dan William Savedoff. 2015.” The
Indonesia_Norwey REDD+ Agreement: A Glass Half-Full.” CGD
Policy Paper 56. Washington DC; Center for Global Development.
Masoed, Mochtar Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi,
(Jakarta:LP3ES,1990),
Matthew Petterson, in Burchill 2001 et al, Theories of International Relations,
Palgrav.
Bellfield, Helen dan Matt Leggett, et al. Pembelajaran dari REDD+ Untuk
Mencapai Ketahanan Air, Energi Dan Pangan DI Indonesia" 2016.
Forest Watch Indonesia, (2013) “Deforestasi Potret Buruk Tata Kelola Hutan
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, dan
Kalimantan Timur”, The Asia Foundation,
xv
Proceding:
Jaringan Tata Kelola Hutan Indoensia:Potret Pelaksanaan Tata Kelola Hutan,
Studi Mendalam di ProvinsiKalimantan Tengah dan NTB, 2013;
ICEL dan SEKNAS FITRA: Indeks Kelola Hutan dan Lahan Daerah,
Kinerja Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Hutan dan Lahan di
Indonesia (Studi Kasus pada 9 kabupaten), 2013
Letter of Intent between the Government of the kingdom of Norwey and the
Government of Republic of Indonesia on „Cooperation on Reducing
Greenhaous Gas Emissions from Degradation and Forest
Degradation,” Government of Kingdonm of Norwey and Government
of The Republic of Indonesia, 26 May 2012.
Dokumen Elektronik:
BBC News. “Hutan Sumatera dan Kalimantan Sumbang deforestasi global”, dari
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/04/150428_sain
s_hutan di akses pada 28 February 2018
Berita satu, prospek Indusri Kelapa Sawit 2014 Makin Cerah, dari
http://www.beritasatu.com/ekonomi/168340-prospek-industri-kelapa-
sawit-2014-makin-cerah.html , diakses pada 14 febuari 2018
Badan Pengelola REDD+ ,2014. ”Strategi Nasional REDD+”. http://badan-
staging.reddplusid.org/program/strategi-nasional-redd diakese pada 8
Oktober 2018
Bangun Santoso. WALHI. “Walhi: Penegakan Hukum Restorasi Gambut Masih
Lemah”. https://www.suara.com/news/2018/08/15/160535/walhi-
penegakan-hukum-restorasi-gambut-masih-lemah diaskes pada 10
Oktober 2018
Deny Armandhanu, 2015, Indonesia akan jadi pnyumbang polusi terbesar ketiga
dunia, dari
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20151019115101-106-
85766/indonesia-akan-jadi-penyumbang-polusi-terbesar-ketiga-dunia/
di akses pada 8 July 2018
Departemen Pertanian, United Nations Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC) dari http://www.deptan.go.id/kln/pdf/unfccc.pdf
diakses pada 8 juli 2018
xvi
Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan ,(2017). “ Tingkat Emisi Acuan
(Forest Reference Emission Level) Provinsi Sumatera Selatan”. Dari
http://assets.wwfid.panda.org/downloads/factsheet.sumatra.pdf
Doyle and Janet (2015), US Climate change amazon norway,dari
http://www.reuters.com/article/usclimatechange-amazon-
norwayidUSKCN0RF1P520150915di akses pada 21 July 2018
Enviroment. 2014, Norwey, http://www.environment.no/Topics/Norway/ diakses
pada 16 April 2018
Forest Watch Indonesia, 2014. “Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2009-
2013” dari http://fwi.or.id/wp-content/uploads/2014/12/PKHI-2009-
2013_update.pdf
WRI Indonesia. “Keadaan Hutan”. dari http://www.wri-
indonesia.org/sites/default/files/keadaan_hutan.pdf akses pada 23
febuari 2018
Ichwan Susanto, “Presiden Joko Widodo Bubarkan BP-REDD dan DNPI,”
Kompas(Jakarta),January28,2015,http://sains.kompas.com/read/2015/
01/28/18352191/Presiden.JokoWidodo.Bubarkan.BP-
REDD.dan.DNP.Diakses pada 8 Oktober 2018
Kemetrian Lingkungan Hidup RI, Antara lima ngera diusulkan masuk annex -1
protokol kyoto, dari http://www.menlh.go.id/antara-lima-negara-
diusulkan-masuk-annex-1-protokol-kyoto/ di akses pada 8 July 2018
KLHK, “Parlemen Norwegia Apresiasi Penanganan Karhutla di Indonesia”,
http://www.menlhk.go.id/berita-11275-parlemen-norwegia-apresiasi-
penanganan-karhutla-di-indonesia.html diakses pada 11 Oktober 2018
KLHK, “Ditjen KSDAE Gelar Rapat Koordinasi Implementasi Proyek Hibah
Kerjasama RI - Norwegia dalam Kerangka REDD+”,
http://www.menlhk.go.id/berita-370-ditjen-ksdae-gelar-rapat-
koordinasi-implementasi-proyek-hibah-kerjasama-ri--norwegia-
dalam-kerangka-.html diakses pada 1 Oktober 2018
KLHK, “Balai Besar TaNa Bentarum Ajak Masyarakat Vega Cegah Kebakaran
Hutan”, http://www.menlhk.go.id/berita-10073-balai-besar-tana-
bentarum-ajak-masyarakat-vega-cegah-kebakaran-hutan.html diakses
pada 11 Oktober 2018
KSDAE-KLHK. ”Hibah Kerjasama RI-Norwegia Untuk Pencegahan Kebakaran
Hutan di Taman Nasional Tanjung Putting”
http://ksdae.menlhk.go.id/berita/2908/hibah-kerjasama-ri-norwegia-
xvii
untuk-pencegahan-kebakaran-hutan--di-taman-nasional-tanjung-
puting.html diakses pada 12 Oktober 2018
KSDAE-KLHK, “Dukungan Norwegia Untuk Pengendalian Karhutla di Desa
Rantau Rasau”. http://ksdae.menlhk.go.id/berita/2846/dukungan-
norwegia-untuk-pengendalian-karhutla-di-desa-rantau-rasau.html
diakses pada 11 Oktober 2018
KBRI Oslo, Norwegia, RI-Norwegia terus perkuat kemitraan dalam perlidungan
hutan (II), dari http://indonesia-oslo.no/ri-norwegia-terus-perkuat-
kemitraan-dalam-perlindungan-hutan-ii/ diakses pada 22 July 2018
Letter of Intent (LoI) between the Government of the Kingdom of Norway and the
Government of the Republic of Indonesia on “Cooperation on
Reducing Greenhouse Gas Emissions from Deforestation and Forest
Degradation.” http://www.redd-monitor.org/wordpress/wrp-
content/uploads/2010/05/Norway-Indonesia-LoI.pdf . Diunduh pada 5
Oktober 2018
Menteri Lingkungan Hidup. Koordinasi kelembagaan pengelola lahan gambut di
Indonesia. Darihttp://www.menlh.go.id/koordinasi-kelembagaan-
pengelolaan-lahan-gambut-di-indonesia/ diakses pada 25 September
2017
Menteri Lingkungan Hidup, Lima negara Diusulkan masuk Annex -1 Protokol
Kyoto, dari http://www.menlh.go.id/antara-lima-negara-diusulkan-
masuk-annex-1-protokol-kyoto/ diakses pada 22 July 2018
National Kompas 2012,.”Norwegia sediakan Tenaga Ahli bagi Indonesia”
http://natioanal.kompas.com/read/2012/03/14/0402271/norwegia.sedia
kan.tenaga.ahli.bagi.indonesia di akses pada 12 agustus 2018
Norskpetroleum, Enviroment and technology emissions to air, dari
https://www.norskpetroleum.no/en/environment-and-
technology/emissions-to-air/ di akses pada 7 July 2018
Norwey. Values Priorities deforestation and climate change dari
,https://www.norway.no/en/indonesia/values-priorities/deforestation-
and-climate-change/ diakses pada 14 febuari 2018
Norwey-Indonesia.2012. REDD+ Partnership –Frequently asked questions
http://www.norway.or.id/Norway_in_Indonesia/Environment/-FAQ-
Norway-Indonesia-REDD-Partnership-/#.VYz2SFL5k2U diakses
pada 15 April 2018
Pelita Online, Nergara nodai komitmen protokol kyoto, dari
http://politik.pelitaonline.com/news/2012/12/11/negara-nodai-
xviii
komitmen-protokolkyoto#.UgyvtkwdYY di akses pada tanggal 23
mei 2018
PPID. KLHK. “Indonesia-Norwegia Perkuat Kerjasama Program REDD+”.
http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/854 diakses pada 10
Oktober 2018
Royal Norwegian Embassy in Jakarta.” Norwey in Indonesia “, dari
http://www.norway.or.id/Norway_in_Indonesia/Environment/-FAQ-
Norway-Indonesia-REDD-Partnership-/#.VYz2SFL5k2U diakses
pada 15 April 2018
Regjerigen, Climate and enviroment, dari
https://www.regjeringen.no/en/topics/climate-and-environment/id925/
di akses pada 8 July2018
Redaksi Ensiklopedi Indonesia. Ensiklopedi Indonesia Seri Geografi
“Indonesia”. 1990,
REDD monitor. Norwey and Indonesia sign US 1 billion forest deal. Dari
http://www.redd-monitor.org/2010/05/27/norway-and-indonesia-sign-
us1-billion-forest-deal/ diaksaes pada 26 September 2017.
SGI, (2014). Norwey,http://www.sgi-
network.org/2014/Norway/Environmental_Policies. Diakses pada 16
April 2018
Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016, dari
http://www.menlhk.go.id/downlot.php?file=Statistik_KLHK_2016.pd
f
Statistik kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2014 dari
http://www.menlhk.go.id/downlot.php?file=STATISTIK_2014.pdf
The World Bank, CO2 emissions (kt),Carbon dioxide information analysis Center,
dari
https://data.worldbank.org/indicator/EN.ATM.CO2E.KT?view=chart
di akses pada 8 July 2018
The Nordic Region
http://folk.uio.no/kristori/prosus/susnordic/norway/policies/index.html
diaskes pada 16 April 2018
UN. (2002), Johannesburg Summit 2002: Norwey Country Profile. Dari
www.un.org diakses pada 17 April 2018
xix
UNFCCC.n.d.3, Status of Ratification of the Convention lihat:
http://unfccc.int/essential_background/convention/status_of_ratificatio
n/items/2631.php
UNFCCC.n.d.15, Parties and Observers, dari:
http://unfccc.int/parties_and_observers/items/2704.php
UNDP, 2013. Indeks Tata Kelola Hutan, Lahan, dan REDD+ di Indonesia.
Visi misi Joko Widodo-JK, Jalan Perubahan Untuk Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri dan
Berkepribadian, 2014, 6-12,
http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_JokoWidodo-JK.pdf.
Diakses pada 8 Oktober 2018
Worlddometers. “World population Indonesia”, dari
“http://www.worldometers.info/world-population/indonesia-
population/ di akses pada 1 March 2018
Worlddometers. “World population Indonesia”, dari
“http://www.worldometers.info/world-population/indonesia-
population/ di akses pada 1 March 2018
WWF.”Kalimatan bakal kehilangan 75% hutan pada tahun 2020”, dari
http://www.dw.com/id/wwf-kalimantan-bakal-kehilangan-75-persen-
hutan-pada-2020/a-39124270 di akses pada 28 February 2018
WWF Indonesia. Fakta Singkat Tentang
Sumatera,http://assets.wwfid.panda.org/downloads/factsheet_sumatra.
pdf diakses pada 19 Maret 2018
Hasil wawancara 1 November 2018 pukul 10:53
Ibu Damayanti Rafananda,
Kabag program, Evaluasi, Data Informasi
Ditjen Penegak Hukum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Roby: peran Norwegia terhadap isu kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia merupakan isu
yang menarik untuk di bahas, dimana sejauh ini Norwegia teleh melakukan berbagai bantuan
terkait perubahan iklim. Adapun asalan saya mengambil Negara Norwegia karena Nowegia
merupakan Negara yang menyalurkan dana yang cukup besar terhadap Negara-negara Tropis
salah satunya Indonesia?
Berdasarkan data yang saya dapat menyatakan bahwa pada tahun 2014 hingga tahun 2015
kerjasama antara Norwegia dan Indonesia terkait pengurangan emisi gas rumah kaca sempat
terganggu. Hal ini disebabkan oleh factor pergantian kepemimpinan yang terjadi di Indonesia,
dimana tahun 2014 Indonesia di pimpin oleh Presiden Jokowi Dodo yang mengesampingkan
permasalahan hutan dibanding isu kemaritiman.
Selain itu di 2015 Presiden Jokowi Dodo membubarkan BP-REDD dengan alasan badan tersebut
tidak dapat melanjukan kegiatannya karena etos kerja yang dilakukan BP-REDD masih kurang
jelas. Sehingga tugas dan visi misi untuk menangani kerusakan hutan Indonesia di alihkan
kepada KLHK
Damayanti Rafananda : Jadi sebenarnya ini bukan terkait penegakan hukum yang terjadi yah,
tapi ini lebih kepada kerjasama teknis yang dilakukan kedua negara
Roby : Betul bu data terkait kerjasama teknis antara Norwegia dan Indonesia saya sudah
mendapatkannya. karena itu saya mewancari ibu sebagai Ditjen Penegak Hukum Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutan karena ingin mengetahui sejauh mana hukum yang telah
diterpkan pemerintah Indonesia untuk isu kerusakan hutan ?
Damayanti Rafananda: Oh begitu, baik. Jadi Negara Norwegia itu sebenarnya memiliki tujuan
untuk melindungi hutan tropis di lima Negara, dan memang Norwegia juga memiliki tugas
tersebut dari penetapan UNFCCC yakni untuk bertanggung jawab terhadap kerusakan
lingkungan. Sehingga dibentulah REDD+ dengan anggota 5 negara yaitu Brazil, Indonesia, Peru,
Afrika, dan Kongountuk menangani kerusakan yang terjadi. Kelima Negara ini sering melakukan
pertemuan setahun sekali untuk ngomongin hasil REDD ini.
Jika perhatikan, kelima Negara ini sudah menerima uang hibah untuk membiayai program
REDD yang terjadi di Negara masing-masing. Tapi apa yang terjadi, kelima Negara ini
deforestasinya naik, hanya Indonesia yang mengalami penurunan.
Sehingga dapat dikatakan Indonesia itu tidak terlalu meiliki rasa ketergantungan dengan
Norwegia. Indonesia bisa kok mengurangi tingkat emisinya sendiri tanpa bantuan Norwegia. Hal
ini tercatat dari data Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bahwa pada tahun
2014 hingga sekarang tahun 2018 laju deforestasi Indonesia semakin dapat dikendalikan.
Dana hibah yang diberikan kepada Negara brazil, Peru, Kongo, dan Afrika sudah mencapai 95%.
hanya Indonesia saja yang saat ini masih dalam masa persiapan. Nah gtu, jadi ini yang menjadi
pertanyaan kita semua.
Hal tersebut dikarenakan karena Indoensia belum memiliki wadah atau lembaga resmi untuk
mengelola atau menampung dan menyalurkan kembali untuk programpengurangan deforestasi.
Baru tahun 2018 Badan layanan Umum (BLU), badan ini yang selama ini Norwegia tunggu-
tunggu. Sehingga dengan adanya badan ini maka penyaluran dana hibah akan sangat mudah.
Selain itu, ada juga permasalahan lain yang menghambat pendanaan untuk Indonesia yaitu MRV.
Roby : baik bu, balik lagi kepersoal awal tadi, dimana BP-REDD dialihfungsikan kepada KLHK,
bagaimana menurut ibu apakah pemerintah Norwegia memiliki rasa tidak percaya terhadap
konsistensi pemerintah Indonesia terkait penurunan emisi gas rumah kaca ?
Damayanti Rafananda: sejauh ini kerjasama Indonesia dan Norwegia baik-baik saja, jika ada
pertanyaan mengapa kok sampai sekrang ini pendanaan hibah Norwegia kepada Indonesia masih
belum keluar, ya itu karena tadi, Indonesia belum memiliki badan pengelola keuangan.
Betul, tugas-tugas BP-REDD itu sudah menajdi tugas KLHK semenjak tahun 2015, semua
sttuktur terkait REDD+ sudah menjadi tanggung jawab KLHK, salah satunya yaitu pengurusan
mitigasinya, ada yang mengurusi perhutanan social, dan juga penegakan hukum.
REDD juga sebenernya merupakan pemberdayaan masyarakat untuk hutan.
Roby : baik bu, barbicara mengenai penegakan hukum yang terjadi di kawasan hutan gambut
wilayah Indonesia ?
Damayanti Rafananda : BP-REDD belum memiliki aparat, itu hanya badan saja. Sehingga
kerjasama yang terjadi akan susah koordinasinya. Karena pada masa BP-REDD itu belum
terbentuk bagaimana penegakan hukumnya di daerah, bagaimana peran masyarakt sana. Hal
itukan belum ada. Jadi memang belum dipercaya oleh pemerintah Indonesia.
Tahun 2017 waktu parlemen Norwegia dating ke Indonesia berjumlah 19 orang. Mereka melihat
pada ketiga aspek yaitu mitigasi, penegakan hukum, dan perhutanan social.
Adapun hasil dari penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan tahun 2015-2018 yang
secara intensif telah dlakukan oleh pemerintah melalui KLHK, dimana dalam 4 tahun ini lebih
hamper 550 kasus dibawa kepengadilan baik melalui penegkan hukum pidana maupun perdata,
500 perusahaaan dikenakan sanksi administrative terkait pelanggarahn yang dilakukan, bahkan
ada yang dicabut izinnya.
Selain iu, hasil kerja penegakan hukum dalam memerangi kejahatan lingkungan hidup dan
kehutanan yang telah dilakukan KLHK. Jadi, seperti yang kita ketahui bahwa Negara hadir untuk
meningkatkan keamanan lingkungan dan kehutanan yang mengganggu rasa keadilan rakyat,
prekonomian Negara dan kesehatan masyarakat. Terdapat setidaknya 7 tipologi kejahatan
lingkungan hidup dan kehutanan yang menjadi prioritas pemerintah Jokowi, diantaranya:
1. kebakaran hutan dan lahan
2. penemaran lingkungan
3. Illegal loghing
4. Perembahan kawasan hutan untuk pertambangan dan perkebunan
5. Perburuan dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar
6. Perusakan lingkungan
7. Pencemaran dan perusakan lingkungan akibat limbah berbahaya dan beracun
Roby : adakan pencapaian penegakan hukum di tahun 2015 hingga sekarang ini ?
Damayanti Rafananda: Tentu ada, karena pelaku kejahatan setiap tahunya pasti ada. Tergantung
pada tingkat seberapa parah mereka melakukan kerusakan hutan tersebut. Untuk saat ini kami
terbantu dengan kemajuan teknologi bernama sipong. Teknologi ini berfungsi sebagai pemantau
jarak jauh kita untuk melihat situasi perhutanan dan lahan gambut yang ada di kawasan
Indonesia.
Jika misalnya terjadi kebakran hutan, biasa terlihat dari sini dan kami langsung mengirim
pasukan untuk mengamankan lokasi tersebut.
Adapun capaian kejahatan di tahun 2015 sampai sekarang ini ialah pada kasus kebakaran hutan
dan lahan kaqmi telah melakukan 335 pengawasan izin dari 116 Perusahaan, 56 sanksi
Administrasi 115 teguran tertulis, dan 12 gugatan kejahatan kebaran hutan dan lahan.
Roby: apakah ada peran masyarakat dalam menangani kerusakan hutan Indonesia ?
Damayanti Rafananda: Masyarakat juga ikut aktif dalam mencegah dan menangani kebakaran
hutan di desa-desa tertentu seperti desa di wilayah Kalimantan, kami sebut masyarakat yang aktif
ini sebagai Tim Patroli Terpadu.
Tim patrol Terpadu ini kami kasih pelatihan bagaimana cara menangani kebaran hutan dan
mnguranginya, pelatihan seperti ini dilakukan dengan menarik anggaran dari skema REDD.
Meskipun hanya sebagian saja yah.
Jadi memang tingkat kebakaran hutan dari tahun-ketahun itu biasa kita katakan menurun
jumlahnya.
Roby: terkait penjegahan dengan melakukan patrol bu yang dilakukan oleh masyarakat sekitar.
Apa saja bentuk-bentuk penegakan hukum dilapangan ?
Damayanti Rafananda: jadi seperti ini, untuk kebakaran hutan. Yang menangani itu ada patrol
desa, didalamnya ada luran, TNI ,Polsek, dan maggala Aqni. Semua ini kami sebar dan dibentuk
di desa-desa. Termasuk diberikan beberapa dari jaringan masyarakatnya mengirimkan atau
melaporkan informasi.
Roby: bagaimana dengan masyarakat adat yang memang menurut mereka lebih tau dalam
mencegah dan menjaga hutan itu seperti apa salah satunya pada hutan kalimantan ?
Damayanti Rafananda: sebenarnya dari KLHK memiliki bagian kehutanan social yang berfungsi
untuk memberikan akses kemasyarakat untuk mengelola hutan di sekitar. Nah, dengan adanya
perhutana social ini, kita dapat memberikan bantuan dan mengakses hutan dan menjaga hutan
agar tidak menebang hutan.
Untuk penegakan hukum, kita perhatikan lahan yang sudah dimiliki. Misalnya ada lahan
perusahaan kita lihat apakah perusahan tersebut memiliki sarana untuk pemadaman hutan atau
tidak, terus harus memiliki SDM untuk memadamkan, dan harus ada SOP.
Roby: dari data yang KLHK miliki apakah karhutla sering terjadi karena pelanggaran swasta
atau secara tidak sengaja terbakar ?
Damayanti Rafananda: sejauh ini tidak ada kebaran hutan dengan istilah kecelakaan, kebanyakan
kebaran hutan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta, selai itu jug ada masyarakat
yang melakukan pembakaran. Dalam UUD 32 tahun 2009 juga disebutkan bahwa masyarakat
diperbolehkan untuk membakar hutan. Hal ini juga sebenernya langkah unutk melindungi
masyarakat adat sekitar. Dimana masyarakat diperbolehkan untuk membuka lahan seluas dua
hektar dengan cara membakarnya.
Roby: jika dibandingkan terkait pemicu kebakaran hutan bu antara perusahaan dan masyarakat,
pihak mana yang lebih parah dalam hal ini ?
Damayanti Rafananda: sebenernya lebih ke perushaan.tapi di polda juga banyak, karena
masyarakat tidak bias mengatasi kebaran hutan yang mereka lakukan demi perluasan lahan
mereka.
Jadi sebetulnya pelaku kekahatan hutan itu ada tiga macam yaitu, Masyarakat, cukong, dan
perusahaan.
Untuk menangani hal ini kita lakukan edukasi terhadap masyarakat tentang bagaimana cara
memperlakukan hutan yang baik dan benar agar tidak terjadi kebakaran hutan,
Untuk cukong, dan perusahaan kita pertegas dengan memberikan hukuman agar tidak terjadi
lagi.
Roby: baik bu, terimakasih atas kesempatan waktunya untuk menjadi narasumber saya
Damayanti Rafananda: iya sama-sama, semoga sukses ya
Tabel Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan Berdasarkan
Penafsiran Cintra Satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2016.
Sumber : Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
Tabel Angka Deforestasi di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan per Provinsi Periode 2014.
Sumber: Diolah dari data Statistik kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2014
PROVINSI
KALIMANTAN
TIMUR
KAWASAN HUTAN
HPK Jumlah APL
TOTAL
HUTAN TETAP Jumlah %
KSA-KPA HL HPT HP Jumlah
A. Hutan 1,411.6 2,769.6 4.681.7 2.596.2 11,459.1
102.0 11,561.1 1,561.8 13,122.9 67,3
Hutan Primer 1,198.4 2,143.7 2.157.3 364.5 5,863,9 5.2 5,869.1 273.1 6,142.2 31,5
Hutan Sekunder 211,8 625.5 2.521.0 1.811.6 5,169.9 94.2 5,264.1 1,225.4 6,489.5 33.3
Hutan tanaman 1,4 0.4 3.3 420.1 425.3 2.5 427.9 63.3 491.2 2.5
B. Non Hutan 293,1 78.7 364.2 1.481.1 2,217.1
77.7 2.294.7 4,087.2 6,381.9 32.7
TOTAL 1,704.7 2,848.2 5,045.9 4.077.3 13.676.1 179.7
13.855.8 5,009.0 19.504.8 100,
0
PPROVINSI
KALIMANTAN
TIMUR
KAWASAN HUTAN
HPK Jumlah APL TOTAL HUTAN TETAP
KSA-
KPA
HL HPT HP Jumlah
A. Hutan primer - - 77,2 546,3 623,5 - 623.5 1.862,2 2.485,8
B. Hutan Sekunder 466,0 259,2 2.048,9 13.642,1 16.398,2 1.517,2 17.915,4 77.228,9 95.144,3
C. Hutan lainnya - 103 0,0 -18.6533,0 -18.530,3 13,7 -18.516,6 4.276,2 -14.240,4
Total 466,0 361,9 2.126,1 -4.462,6 -1.508,6 1.530,9 22,3 83.367,4 83.389,7
Tabel Luas Kawasan Kalimantan Timur.
Kalimantan Timur Luas (ha) Deforestasi
Tahun 2011 14.651.553 ha 96.935 ha
Tahun 2014-2015 13.855.833 ha 83.389 ha
Tahun 2016 13.722.444 ha -
Sumber: Diolah dari Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016
Tabel Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan Berdasarkan
Penafsiran Cintra Satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2016 .
Sumber : Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
PROVINSI
KALIMAN
TAN
BARAT
KAWASAN HUTAN
HPK Jumlah APL
TOTAL
HUTAN TETAP Jumlah % KSA-KPA HL HPT HP Jumlah
C. Hutan 1,148.5 1,786.0 1,360.1 752.3 5,046.9
59.3 5,106.2 476.9 5,583.1 38.3
Hutan
Primer 966.6 937.0 293.9 28.3 2,225.8
2.0 2,227.8 4.3 2,232.1 15.3
Hutan
Sekunder 182.0 848.9 1,066.1 665.8 2,762.8
57.3 2,820.1 468.5 3,288.6 22.6
Hutan
tanaman - - 0.1 58.2 58.3
- 58.3 4.0 62.4 0.4
D. Non
Hutan 281.6 524.9 772.3 1,375.1 2,953.8
138.6
3,092.5 5,897.3 8,989.7 61.7
TOTAL 1,430.1 2,310.9 2,132.4 2,127.4 8,000.7 197.9 8,198.7 6,374.1 14,572.8 100.0