1
EDITORIAL
Pengantar Redaksi
Syukur Alhamdulilllah kami panjatkan
kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga Jurnal
Kesehatan STIKes Budi Luhur Cimahi
Volume 7 No. 1 Januari 2014 dapat
diterbitkan.
Dengan diterbitkannya Jurnal
Kesehatan Budi Luhur Cimahi ini,
diharapkan dapat memberikan manfaat
dan pencerahan kepada masyarakat
dan lingkungan civitas akademika
STIKes Budi Luhur Cimahi yang dapat
membawa visi dan misi Tri Dharma
Perguruan Tinggi sehingga
memunculkan inspirasi dan inovasi
dalam bidang kesehatan untuk
kepentingan kesejahteraan bangsa dan
Negara Republik Indonesia.
Kepada para penulis kami ucapkan
banyak terima kasih atas
partisipasinya. Semoga Jurnal ini dapat
menjadi media komunikasi dan
penyebar luas informasi tentang ilmu
pengetahuan bagi kita semua, Amin.
Wassalam,
Dewan Redaksi
Pelindung:
Ketua Stikes Budi Luhur Cimahi
Ijun Rijwan Susanto, SKM., M.Kes.
Penanggung Jawab:
Kepala LPPM
Karwati, SST., MM
Ketua Dewan Redaksi:
Wakil Ketua I, Bidang Akademik
Yosi Oktri, S.Pd., SST., MM
Wakil Ketua Redaksi:
Budi Rianto, S.Sos., MM
Anggota:
Sri Wahyuni, S.Pd., M. Kes.
Editor:
DR. Atira,S.Si., M.Kes.
Distributor:
Rahayu, S.Pd.
ALAMAT REDAKSI: LPPM STIKes Budi Luhur Cimahi
Jl. Kerkof No. 243 Leuwigajah Cimahi, Jawa Barat
Telp. 022-6674696 Hp: 085222037309
E.mail: [email protected]
2
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN
PRE OPERASI SEKSIO SESARIA DI RUMAH SAKIT UMU DAERAH AL-IHSAN BANDUNG
THE RELATIONSHIP OF FAMILY SUPPORT WITH ANXIETY DEGREE OF PATIENTS PRE SECTIO CAESAREA SURGERY AT AL-IHSAN GENERAL
HOSPITAL BANDUNG
Lely Herlina1)
dan M. Ari Fardiansyah2)
1) Perawat Di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung
2) Program Studi S1 Keperawatan STIKes Budi Luhur Cimahi
ABSTRACT
The background of this research is that hospital is a form of health care that delivers
health care services covering aspects of promotional, preventive, curative and
rehabilitative. One form of service is the sectio Caesarea surgery medic therapy which
it is able to make anxiety of patients’ pre sectio Caesarea. The aims of this research
are to know the relationship of family support with patients’ anxiety degree of patient’s
pre sectio caesarea surgery at Al-Ihsan General Hospital Bandung. Method used in
this study are cross-sectional. The technique used is the sample accidental techniques
of sampling, samples taken as many as 33 respondents, Data was obtained by
questionnaire. The result of the research was tested used univariate and bivariate by
using chi-square witt p value 0,002 with α =0,05 from 33 respondents. Others
11(35,5%) respondents with support and there no anxiety, the others were from
17(54,8%) respondent with support and there were low anxiety, the another 1(3,2%)
respondent with support and there was medium anxiety, It stated that 0% respondents
with the support and there high anxiety. There 2 (6,5%) respondents with support and
there were very high anxiety. The conclusion is that the researcher could concluded the
H0 is rejected means that there is there is relationship of 2 variables. The family
support relationship with the anxiety degree of patients pre operation sectio caesarea
at Al-Ihsan General Hospital Bandung.
Key words : family support, anxiety degree, patients ofsecto-caesarea.
3
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk pelayanan medis dan merupakan upaya yang dapat
mendatangkan stres karena terdapat ancaman terhadap gangguan integritas tubuh
dan jiwa seseorang adalah terapi medis operasi atau pembedahan. Pembedahan atau
operasi dapat berbeda-beda tingkatannya namun sesungguhnya selalu terjadi
ketakutan yang umum yaitu takut diagnosa yang belum pasti, takut hasil pemeriksaan
keganasan, takut anesthesia, takut nyeri akibat luka operasi, takut terjadi perubahan
bentuk fisik akibat operasi, dan semua hal ini dapat berpengaruh psikologis pada
pasien akibat kurang pengetahuan yang dimiliki (Suryani, 2005).
Berdasarkan pengalaman empiris yang didapatkan peneliti saat praktek di
rumah sakit pada bagian Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSUD Al-Ihsan tahun 2012
tentang kasus seksiosesarea,hasillaporansepertiyang terlihat pada Tabel I.1.
Tabel 1.1 Sepuluh besar tindakan operasi di IBS tahun 2012
NAMA
OPERASI
BULAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
SC 56 46 56 56 44 43 55 46 34 46 50 60
Biopsi 2 8 3 6 8 5 1 3 1 2 6 1
TURP 9 6 10 12 15 15 9 8 10 12 14 8
L.E 6 15 7 11 8 4 7 11 2 5 6 9
Appendiktomy 3 7 9 8 9 5 3 12 8 13 11 12
RM 7 0 8 4 10 6 8 5 3 8 11 6
HT 5 2 2 4 5 5 5 5 5 3 7 4
CWL 2 5 4 10 4 3 6 3 6 5 2 1
ROI 5 3 5 3 4 8 7 5 4 3 2 2
ECCE 2 2 0 1 2 0 0 2 4 0 1 2
Lain-lain 187 189 174 206 226 207 205 131 166 182 190 192
Sumber: PPL RSUD Al-Ihsan Th.2012
4
Pada Tabel 1.1 tersebut menunjukkan kasus seksio sesarea merupakan salah
satu terapi medis yang sering menimbulkan kecemasan pada pasien karena paling
sering mempunyai risiko yang cukup besar terhadap keselamatan pada ibu dan bayi.
Pada umumnya setiap kasus operasi hampir semua pasien mengalami gejala cemas.
Menurut Suliswati et al. (2005) bahwa cemas adalah keprihatinan, kesulitan,
ketidakpastian, atau ketakutan yang terjadi akibat ancaman yang nyata atau dirasakan
akibat respon subjektif terhadap stres.
Tingkat kecemasan berbeda-beda bagi setiap orang. Semakin besar tingkat
kecemasan, semakin berat kecemasan yang dialami. Kecemasan dapat diukur dengan
pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS
(Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan
yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan
(Tawi, 2012).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien pre operasi seksio
sesarea. Menurut Poter dan Perry (2006) pasien pre oprasi mengalami kecemasan
karena mereka sering berfikir, seperti: takut nyeri setelah pembedahan, takut
keganasan, an takut menghadapi ruangan operasi. Hasil laporan penelitian yang
dilakukan oleh Ferlina Indra tahun 2002 didapatkan sekitar 80% dari semua pasien
yang menjalani pembedahan umumnya mengalami kecemasan. Oleh karena itu perlu
ada dukungan keluarga yang dapat membantu menurunkan tingkat kecemasan pada
pasien diantaranya pada pasien pre operasi seksio sesarea.
Dukungan keluarga merupakan unsur penting dalam perawatan, khususnya
pasien yang akan menjalani pembedahan. Bentuk dukungan ini membuat individu
memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh keluarga sehingga
individu dapat menghadapi masalah dengan baik. Dukungan ini sangat penting dalam
menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol. Dukungan keluarga
5
diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga yang lain sehingga
akan memberikan kenyamanan fisik dan psikologis pada orang yang dihadapakan
pada situasi stres (Taylor,2006).
Menurut Smet (2004) keluarga merupakan bagian dari kelompok sosial. Terdapat
5 dimensi dalam dukungan keluarga yaitu dimensi emosional, dimensi penghargaan,
dimensi instrumnetal, dimensi informasi dan jaringan sosial. Sementara Hensarling
(2009) membagi dukungan keluarga menjadi 4 dimensi dukungan yaitu dimensi
empathetic (emosional), dimensi encouragement (penghargaan), dimensi facilitative
(instrumental) dan dimensi parcitative (parsitipasi). Dari beberapa uraian tersebut maka
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio sesarea di rumah sakit umum daerah Al-
Ihsan Bandung. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di rumah sakit
umum daerah Al-Ihsan Bandung.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang dilakukan dengan menggunakan rancangan cross sectional
(potong silang) yaitu suatu penelitian untuk mempelajari variabel sebab atau risiko
(independen) dan akibat atau kasus (dependen) yang terjadi pada objek penelitian
diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).
Variabel penelitian meliputi Dukungan Keluarga sebagai variabel indevenden dan
variabel Tingkat Kecemasan sebagai variabel independen. Definisi Operasional
meliputi dukungan yang diberikan kepada pasien pre operasi seksio sesarea yang
meliputi empat dimensi: emosional, informasi, nyata dan pengharapan dan perasaan
tidak menyenangkan yang menimbulkan gejala fisiologis dan psikologis yang muncul
akibat pengalaman baru, kurangnya informasi, ketidak jelasan dan pemahaman
6
mengenai tindakan operasi seksio sesarea. Alat ukur menggunakan skala likert (untuk
pernyataan yaitu: 4= selalu, 3= sering, 2= jarang, 1= tidak pernah) dan menggunakan
teknik wawancara langsung dengan jawaban alternative ( 0 = tidak ada gejala keluhan,
1 = gejala ringan, 2 = gejala sedang, 3 = gejala berat, 4= gejala berat sekali. Hasil
ukur pada dukungan keluarga yaitu 1= Ada dukungan keluarga (Skor total ≥50℅) , 2
= Tidak ada dukungan keluarga (Skor total <50℅ ), sedangkan hasil ukur tingkat
kecemasan adalah Total nilai ( score ), meliputi : 1= tidak ada kecemasan (jika <14),
2= kecemasan ringan (jika 14-20), dan 3 = kecemasan sedang (21-27). Skala
pengukuran ordinal.
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien pre operasi seksio sesarea
sebanyak yaitu di ruang zaitun III, poli kebidanan dan ruang persiapan IBS di
RSUD Al-Ihsan Bandung. Adapun jumlah pasien dalam satu tahun terakhir
2012 adalah 588 orang. Sehingga jumlah rata-rata pasien seksio sesarea
perbulannya sebanyak 49 orang.
2. Sampel
a. Besar Sampel
Adapun besarnya sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus
(Notoatmodjo, 2010), sebagai berikut :
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,1)
Jadi jumlah minimal sampel yang harus diteliti adalah:
7
Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel yang diambil adalah
sebanyak 33 responden pasien pre operasi seksio sesarea di RSUD Al-
Ihsan Bandung.
b. Teknik Pengambilan sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling (tidak
berdasarkan peluang) dengan teknik accidental sampling dengan jumlah
sampel 33 pasien pre operasi seksio sesarea didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan rata-
rata jumlah operasi dari satu tahun. Yaitu tahun 2012 sebanyak 588 orang.
sehingga rata-rata perbulannya sebanyak 49 orang. Cara pengambilan
sampel yaitu: pertama: peneliti mengidentifikasi semua karakteristik
populasi, yaitu dengan mengadakan studi pendahuluan yaitu mempelajari
berbagai hal yang berhubungan dengan pre operasi seksio sesarea.
Kemudian ditetapkan sesuai rata-rata sampel yang telah ditentukan,
sehingga teknik pengambilan sampel secara accidental sampling ini
didasarkan karakteristik sampel Kriteria inklusi dan Kriteria eksklusi
(Nursalam,2009).
B. Pengumpulan Data Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan daata primer yaitu data yang didapatkan secara langsung
dari responden yaitu pasien pre operasi seksio sesarea di RSUD Al-Ihsan
Bandung, dengan menggunakan instrument penelitian berupa sebuah
kuesioner. Data primer dikumpulkan dengan teknik pengisian angket
8
berdasarkan pedoman berupa kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya
selama 3 minggu.
2. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan data
penelitian. Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dalam
bentuk angket. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah disusun sesuai
yang diinginkan oleh peneliti, di mana responden (dalam hal angket) tinggal
memberikan jawaban dengan memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo,
2010). Instrumen dalam penelitian ini untuk dukungan keluarga, peneliti
mengacu pada teori dukungan keluarga menurut Cohen dan Mc Kay (1984)
dalam Setiadi (2006) sedangkan untuk instrumen kecemasan peneliti
menggunakan teori Hawari(2008) yang disebut HARS.
2. Uji validitas dan reliabilitas
Sebelum melakukan pengumpulan data lebih lanjut, maka dilakukan uji
kuisioner terlebih dahulu terhadap 20 pasien pre operasi seksio sesarea di
RSU Cibabat. Sehingga didapatkan nilai r tabel = 0,444, uji validitas Untuk
mendapatkan keakuratan data penelitian maka dilakukan uji coba kuesioner
terhadap pertanyaandukungan keluarga. Sedangkan untuk kuesioner tingkat
kecemasan tidak perlu melakukan uji validitas karena menggunakan kuesioner
berdasarkan HARS_A yang dianggap sudah valid.
Menurut Sugiono (2005) menjelaskan bahwa dengan menggunakan
instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan
hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel.
Reliabilitas adalah adanya suatu kesamaan hasil apabila pengukuran
dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda
(Setiadi 2013).
9
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
a. Menetukan masalah dan lahan penelitian.
b. Mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.
c. Melakukan studi pendahuluan
d. Menyusun proposal penelitian.
e. Melakukan konsultasi proposal dengan pembimbing.
f. Melaksanakan seminar proposal pada tanggal 30 Meis 2013.
g. Perbaikan proposal dan instrument.
2. Tahap pelaksanaan
a. Mempersiapkan surat izin penelitian.
b. Mengurus periizinan penelitian dan lahan penelitian.
c. Persetujuan responden untuk dijadikan sampel.
d. Melakukan penelitian dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan
penelitian, yang dibantu oleh perawat ruangan yang sebelumnya
dilaksananakan persamaan persepsi kuesioner
e. Mengolah dan menganalisa data yang telah diperoleh.
3. Tahap akhir
a. Membuat pembahasan mengenai hasil penelitian.
b. Membuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.
c. Melakukan konsultasi dengan pembimbing.
d. Mempersiapkan sidang skripsi.
e. Melaksanakan sidang skripsi.
10
f. Membuat perbaikan skripsi
E. Pengolohan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data meliputi empat tahapan pengolahan yaitu : Editing, Coding,
Processing, dan Cleaning.
2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu :
a. Analisis Univariat
Analisis univariat ini untuk mendeskripsikan karakteristik ke dalam bentuk tabel
dan dapat diberi perincian dengan menggunakan rumus analisis seperti
berikut:.
1) Tingkat Kecemasan
Adapun kategori untuk variabel kecemasan tersebut adalah sebagai berikut
( Hawari, 2006) :
< 14 = tidak ada kecemasan
14-20 = kecemasan ringan
21-27 = kecemasan sedang
28-41 = kecemasan berat
42-56 = kecemasan berat sekali.
2) Dukungan keluarga
Analisa univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan variabel penelitian
dukungan keluarga digunakan nilai mean. Data dinyatakan terdistribusi
normal bila hasil uji p value ≥50% . Bila p value < 50 % dikatakan tidak ada
dukungan dan bila p value ≥ 50% dikatakan ada dukungan.
11
b. Analisis Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk membuktikan adanya hubungan yang
bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji bivariat yang
digunakan adalah uji chi square (x²).
Tingkat kemaknaan yang digunakan 95% atau nilai alfa 0,05, maka hasil uji
statistik mengacu α = 0.05, yaitu jika nilai p yang diperoleh lebih kecil sama
dengan 0,05 maka Ho ditolak sehingga secara statistik terdapat
hubungan/pengaruh yang signifikan antara terhadap tingkat kecemasan, tetapi
jika nilai p yang diperoleh lebih lebih besar dari 0,05 maka Ho gagal di tolak
sehingga secara statistik tidak terdapat hubungan antara terhadap tingkat
kecemasan.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian in dilaksanakan di ruang perawatan zaitun III kebidanan, poli
kebidanan dan ruang persiapan IBS RSUD Al-Ihsan Bandung.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 18 Juni –7 Juli 2013
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Data hasil penelitian ini yaitu dukungan keluarga dan tingkat kecemasan pasien
pre operasi seksio sesarea yang telah dianalisis univariat untuk mendeskripsikan
masing – masing variabel penelitian dengan menggunakan distribusi frekuensi
dengan ukuran persentase dan skala ukur yang kemudian disajikan dalam bentuk
12
Tabel. Sedangkan analisis bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan
antara variabel independen (dukungan keluarga) dan dependen (tingkat
kecemasan).
Hasil penelitian ini didapatkan sebagai berikut:
1. Dukungan Keluarga pada Pasien Pre Operasi Seksio Sesarea Di Rumah
Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Bandung
Hasil penelitian mengenai dukungan keluarga pada pasien pre operasi seksio
sesarea di rumah sakit umum daerah Al-Ihsan Bandung dengan menggunakan
uji statistik Analisis Univariat untuk melihat distribusi dari variabel independen
ini, dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Pada Tabel 1.2 terlihat hasil gambaran analisis Distribusi Frekuensi
Responden tentang dukungan keluarga pada pasien pre operasi seksio
sesarea diperoleh sebagian besar responden dengan ada dukungan keluarga
yaitu sebanyak 31 orang (93,9%), sedangkan responden dengan tidak ada
dukungan keluarga yaitu sebanyak 2 orang (6,1%).
Tabel 1.2. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Dukungan Keluarga Pasien
Pre Operasi Seksio Sesarea
No Kategori Dukungan
Keluarga
Jumlah Persentase (%)
1.
2.
Ada dukungan
Tidak ada dukungan
31
2
93,9
6,1
Total 100
Sumber Hasil Pengolahan Data primer 2013
13
2. Tingkat Kecemasan Pasien pada Pre Operasi Seksio Sesarea Di Rumah
Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Bandung
Hasil penelitian mengenai tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio
sesarea di rumah sakit umum daerah Al-Ihsan Bandung dengan menggunakan
uji statistik Analisis Univariat untuk melihat distribusi dari variabel dependen ini,
dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Pada Tabel 1.3 terlihat hasil analisis distribusi responden tentang tingkat
kecemasan pasien pre operasi seksio sesarea. Data hasil yang didapatkan
bahwa sebagian besar responden dengan kategori tidak ada kecemasan
sebanyak 12 orang (36,4%), responden dengan kategori kecemasan ringan
sebanyak 17 orang (51,5%), responden dengan kategori kecemasan sedang
sebanyak 1 orang (3,0%), respionden dengan kategori kecemasan berat
sebanyak 1 orang (3,0%), sedangkan responden dengan kategori kecemasan
berat sekali sebanyak 2 orang (6,1%).
Tabel 1.3. Distribusi Frekuensi Responden Tentang Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operas Seksio Sesarea
No
Kategori Tingkat Kecemasan
Jumlah Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
Tidak ada Kecemasan
Kecemasan Ringan
Kecemasan Sedang
Kecemasan Berat
Kecemasan Berat Sekali
12
17
1
1
2
36,4
51,5
3,0
3,0
6,1
14
Total
33
100
Sumber: Hasil Pengolahan Data primer 2013
3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Operasi Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Bandung
Hasil penellitian mengenai hubungan antara dukungan keluargan (variabel
independen) dengan tingkat kecemasan (variabel dependen) pasien pre
operasi seksio sesaria telah dilakukan uji chi squarea, dapat dilihat pada Tabel
1.4.
Pada Tabel 1.4. tertera data hasil penelitian tentang hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio sesarea.
Berdasarkan hasil uji statistik Analisis Bivariat, diperoleh hasil sebagai berikut,
yaitu: sebanyak responden yang memperlihatkan ada dukungan keluarga
dengan tidak ada kecemasan sebanyak 11 orang (35,5%), responden ada
dukungan keluarga dengan kecemasan ringan sebanyak 17 orang (54,8%),
responden ada dukungan keluarga dengan kecemasan sedang sebanyak 1
orang (3,2%), responden ada dukungan keluarga dengan kecemasan berat
tidak ada (0%), sedangkan responden ada dukungan keluarga dengan
kecemasan berat sekali sebanyak 2 orang (6,5%). Responden yang tidak ada
dukungan keluarga dengan tidak ada kecemasan sebanyak 1 orang (50%),
responden yang tidak ada dukungan keluarga dengan kecemasan ringan tidak
15
ada (0%), responden yang tidak ada dukungan keluarga dengan kecemasan
sedang tidak ada (0%), responden yang tidak ada dukungan keluarga dengan
kecemasan berat sebanyak 1 (50%), responden yang tidak ada dukungan
keluarga dengan kecemasan berat sekali tidak ada (0%).
Tabel 1.4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Operasi Seksio Sesarea
Dukungan
keluarga
Tingkat Kecemasan
Total P-
Value
Tidak ada
Kecemas
an
Kecemas
an
Ringan
Kecemas
an
Sedang
Kecemas
an
Berat
Kecemas
an Berat
Sekali
n % n % n % n % n % n %
Tidak ada
dukungan
keluarga
Ada
dukungan
keluarga
1
11
50.0
35,5
0
1
7
0.0
54,8
0
1
0.0
3,2
1
0
50.0
0,0
0
2
0.0
6,5
2
31
6,1
93,9
0,00
2
Jumlah 12 85,5 17 54,8 1 3,2 0 50,0 2 6,5 33 100
Sumber: Hasil Pengolahan Data primer 2013
Berdasakan dari hasil uji chi square diperoleh nilai p value = 0,002 (p value< α 0.05)
yang dapat diambil kesimpulan bahwa Ho ditolak artinya terdapat hubungan antara
dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien Pre operasi seksio sesarea di
RSUD Al Ihsan Bandung. Dari hasil analisis tersebut dapat diartikan bahwa jika
16
semakin ada dukungan keluarga terhadap pasien pre operasi seksio sesarea maka
tingkat kecemasan semakin rendah, hal tersebut berarti dukungan keluarga
terhadap pasien yang akan di operasi seksio sesarea akan semakin rendah/minim
tingkat kecemasan yang dimilikinya atau bahkan tidak ada kecemasan sama sekali.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai dukungan keluarga pada pasien pre
operasi seksio sesarea di rumah sakit umum daerah Al-Ihsan Bandung, maka
pembahasan sebagai berikut:
1. Dukungan Keluarga pada Pasien Pre Operasi Seksio Sesarea
Di Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Bandung
Berdasarkan hasil penelitian Distribusi Frekuensi Responden mengenai
dukungan keluarga pada pasien pre operasi seksio sesarea di rumah sakit
umum daerah Al-Ihsan Bandung, berdasarkan analisis uji univariat seperti
yang tertera pada Tabel 1.5 bahwa diperoleh sebagian besar responden
memberikan dukungan atau ada dukungan keluarga yaitu sebanyak 31 orang
(93,9%). Hal tersebut mengindikasikan bahwa keluarga memiliki hubungan
emosional terhadap keluarganya yang akan menjalani operasi. Dukungan
keluarga juga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan
lingkungan sosialnya. Menurut Cohen & Syme, 1996 dalam Setiadi, 2006
bahwa dukungan keluarga merupakan suatu bentuk kepedulian social yang
artinya adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh
dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa
ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya.
17
Anggota keluarga merupakan suatu bentuk lingkungan sosial yang utuh yang
sangat membutuhkan dukungan yang erat satu sama lain, sehingga setiap
anggota keluarga tersebut merasa sepenanggungan dalam hal senang,
susah, dan sedih serta saling menghargai sehingga terbentuklah suatu
dukungan keluarga yang solid dan utuh dalam menjalankan tujuan hidupnya.
2. Tingkat Kecemasan Pasien pada Pre Operasi Seksio Sesarea Tingkat
Kecemasan Pasien Pre operas Seksio sesarea Di Rumah Sakit Umum
Daerah Al-Ihsan Bandung
Berdasarkan hasil penelitian Distribusi Frekuensi Responden mengenai
tentang tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio sesarea di rumah sakit
umum daerah Al-Ihsan Bandung. Hasil analisis uji univariat seperti yang
tertera pada Tabel 4.2 bahwa responden yang terlihat paling tinggi yaitu yang
mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 17 orang (51,5%), lalu
disusul dengan tingkat tidak ada kecemasan yaitu sebanyak 12 orang
(36,4%). Hal ini dapat terjadi mungkin disebabkan adanya persiapan fisik dan
mental sebelumnya, sehingga lebih siap menghadapinya. Menurut
Sjamsuhidajat (2005) menjelaskan bahwa persiapan pasien preoperasi yang
meliputi persiapan fisik dan persiapan mental sangat penting untuk
mengurangi faktor resiko yang diakibatkan dari suatu pembedahan. Mungkin
juga disebabkan dengan adanya motivasi belajar tentang risiko operasi
seksio sehingga tidak terlalu panik saat menghadapinya. Hal yang sama
menurut Kaplan dan Sadock (2003) bahwa tingkat kecemasan ringan dapat
berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi was was dan meningkatkan lahan
18
persepsinya serta dapat memotivasi dirinya untuk belajar dan menghasilkan
suatu kreativitas.
Pada responden lainnya yaitu responden yang mengalami tingkat
kecemasan sedang, kecemasan berat, dan kecemasan berat sekali,
ditemukan dalam jumlah sedikit yaitu berturut-turut sebanyak 1 orang, 1
orang, dan 2 orang (6,1%) responden. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh
kehilangan kendali, panik yang tidak mampu melakukan sesuatu, dengan
demikian dapat terjadi tingkat kecemasan yang berlebih dan akibatnya
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Menurut
Keliat (2006) bahwa kecemasan yang berlebihan adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang
mengambarkan perasaan keragu-raguan, keadaan tidak berdaya,
ketegangan, kegelisahan, khawatir terhadap sesuatu yang mengancam serta
terjadinya hiper aktifitas sisyem otonom.
3. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien pada
Pre Operasi Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan
Bandung
Berdaskan hasil Analisis uji Bivariat nilai P-Value = 0,002 dengan
ketetapan p-value =0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien Pre
operasi seksio sesarea dengan tingkat kepercayaan sebesar 93,9%. Hal ini
didukung dengan adanya fakta hasil penelitian uji univariat bahwa semakin
tinggi dukungan keluarga pada pasien pre operasi seksio sesarea maka
semakin ringan tingkat kecemasan dan bahkan tidak nampak gejala
kecemasan. Menurut Smeltzer & Bare (2001) bahwa perasaan cemas pada
19
fase Pre operasi di mulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. Dalam kondisi tersebut
dimana pasien dalam kondisi Pre operasi yang tentu merupakan suatu
keadaan yang penuh stress yang dapat mengganggu keseimbangan emosi
dalam diri seseorang, begitu juga dengan kondisi keluarga akan timbul rasa
khawatir akan seorang keluarganya yang akan menjalani operasi.
Apabila keluarga menilai bahwa stimulus yang datang sebagai situasi
yang mengancam, menuntut, menekan atau bahkan dapat menimbulkan
frustasi serta dirasakan melebihi kemampuan pasien untuk melakukan
penyesuaian, maka keluarga melakukan upaya untuk menanggulanginya,
namun apabila keluarga bahwa stimulus yang datang telah diketahui
sebelumnya dengan pengetahuan dan informasi yang didapatkannya maka
hal tersebut dianggap sebagai hal yang biasa atau dapat dikatakan keluarga
dapat mendukung pasien, sehingga pasien tidak memiliki kecemasan.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Sesarea di Rumah Sakit Umum
Daerah Al-Ihsan Bandung, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dukungan keluarga pada pasien pre operasi seksio sesarea di rumah sakit
umum daerah Al-Ihsan Bandung dengan menggunakan uji statistik Analisis
Univariat bahwa responden dengan kategori ada dukungan keluarga ditemukan
sebanyak 31 orang (93,9%), sedangkan responden dengan kategori tidak ada
dukungan keluarga yaitu sebanyak 2 orang (6,1%). Hal ini disimpulkan bahwa
20
pada pasien pre operasi seksio sesarea, sebagaian besar keluarga
memberikan dukungan dibandingkan dengan keluarga yang tidak memeberikan
dukungan.
2. Tingkat kecemasan pasien pada pre operasi seksio sesarea di rumah sakit
umum daerah Al-Ihsan Bandung didapatkan bahwa responden dengan kategori
tingkat kecemasan yang terbanyak adalah responden kategori kecemasan
ringan yaitu sebanyak 17 orang (51,5%), lalu responden tidak ada kecemasan
yaitu sebanyak 12 orang (36,4%), disusul responden dengan kategori
kecemasan sedang yaitu sebanyak 1 orang (3,0%), dan respionden dengan
kategori tingkat kecemasan berat sebanyak 1 orang (3,0%), serta responden
dengan kategori tingkat kecemasan berat sekali sebanyak 2 orang (6,1%). Hal
ini disimpulkan bahwa tingkat kecemasan pasien pada pre operasi seksio
sesarea, berturut-turut dari yang terbanyak adalah responden tingkat
kecemasan ringan, tingkat tidak ada kecemasan, tingkat kecemasan berat
sekali, tingkat kecemasan sedang dan tingkat kecemasan berat.
3. Hubungan antara dukungan keluargan dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi seksio sesaria di rumah sakit umum daerah Al-Ihsan Bandung
didapatkan sebanyak responden kategori ada dukungan keluarga dengan tidak
ada kecemasan sebanyak 11 orang (35,5%), responden ada dukungan
keluarga dengan kecemasan ringan sebanyak 17 orang (54,8%), responden
ada dukungan keluarga dengan kecemasan sedang sebanyak 1 orang (3,2%),
responden ada dukungan keluarga dengan kecemasan berat tidak ada (0%),
sedangkan responden ada dukungan keluarga dengan kecemasan berat sekali
sebanyak 2 orang (6,5%). Sedangkan responden yang tidak ada dukungan
keluarga dengan tidak ada kecemasan sebanyak 1 orang (50%), responden
yang tidak ada dukungan keluarga dengan kecemasan ringan tidak ada (0%),
21
responden yang tidak ada dukungan keluarga dengan kecemasan sedang tidak
ada (0%), responden yang tidak ada dukungan keluarga dengan kecemasan
berat sebanyak 1 (50%), dan responden yang tidak ada dukungan keluarga
dengan kecemasan berat sekali tidak ada (0%). Berdasarkan uji bivariat dan uji
chi squarea, didapatkan nilai P-Value = 0,002 dengan ketetapan p-value =0,05,
maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan pasien Pre operasi seksio sesarea
dengan tingkat kepercayaan sebesar 93,9%.
B. Saran
1. Memberikan masukan bagi institusi, rumah sakit sehingga dapat dijadikan
acuan dalam merencanakan upaya-upaya untuk menangani respon kecemasan
pada pasien Pre operasi seksio sesarea yang bisa dilakukan untuk menurunkan
kecemasan dengan cara membantu keluarga memiliki kemampuan dalam
mengatasi stress, meningkatan dukungan pada keluarga, membantu mengatasi
permasalahan pasien.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan
bagi Pasien Pre Operasi seksio sesarea di ruang persiapan IBS, ruang zaitun
III kebidanan dan poliklinik kebidanan khususnya dalam membuat kebijakan
mengenai upaya penanganan respon kecemasan pada keluarga yang memiliki
pasien pre operasi.
2. Pihak STIKes dapat membuat tulisan untuk dipublikasikan di buletin ataupun
website yang dapat diakses melalui internet tentang pentingnya dukungan
keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio sesarea.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap profesi
tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan sebagai edukator dan
conselor dalam memberikan penyuluhan terutama untuk mengatasi
22
kecemasan pada pasien Pre operasi seksio sesarea.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data acuan untuk penelitian
selanjutnya, terutama yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre
operasi seksio sesarea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktik). Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
2. Arikunto. (2007). Manajemen Kepribadian. Jakarta: Rineka Cipta.
3. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
4. Budiman. (2010). Buku Ajar Penelitian Kesehatan Jilid Ke-1. Bandung:
Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jendral Achmad Yani Cimahi
5. Depkes RI, 2008. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
6. Ferlina Indra, 2002, Persiapan Pra Bedah, ¶, 5, http://wwwpusatskripsi.com,
diperoleh tanggal 11 September 2010.
23
7. Hastono, S.P., 2007. Modul Analisis Data, Jakarta : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
8. Hawari, D., 2008. Manajemen Stress,Cemas dan Depresi, EGC, Jakarta.
9. Hensarling, J. 2009. Development and psychometric testing of Henserling’s
Philosophy in the graduate school of the Texa’s women’s university, Philosophy
in the graduate sc Djakes dari
WWW.proques.com , diambil pada tanggal 8 desember 2010.
10. Kaplan H.I, Sadock B.J, dan Grebb J.A. 2003. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan, Perilaku dan Psikaitrik Klinis. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
11. Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
12. Kozier et.all, (2010), Buku Ajar Fundamental Keperawatan, cetakan ketujuh,
Jakarta : EGC.
13. Notoadmojo, Soekidjo.(2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
14. Notoatmodjo,(2010). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet ke-
2, Mei. Jakarta: Rineka Cipta
24
15. Nursalam (2009). Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan
Edisi III. Jakarta : Salemba Medika
16. Perry, Poter, 2006. Buku Saku Ketrampilan Dan Prosedur
Dasar.Jakarta:Rineka Cipta
17. PPL ( 2012 ) , RSUD Al-Ihsan, Bandung
18. Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT
Gramedia.
19. Setiadi, (2013), konsep dan praktik penulisan riset keperawatan, (edisi -2),
yogyakarta: graha ilmu.
20. STIKES Budi Luhur, (2012), Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Tgas Akhir dan
Skripsi. Cimahi : STIKES Budi Luhur.
21. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa
Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
22. Stuart, Gail Wiscarz. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
23. Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan
Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC
25
24. Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta.
25. Suryani, 2005. Komunikasi Teurapetik Teori dan Praktek, Jakarta : EGC
26. Stuart, Gail Wiscarz. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC
27. Sugiono, (2007), Statistik untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta.
28. STIKes Budi Luhur, (2012), Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Tgas Akhir dan
Skripsi. Cimahi : STIKES Budi Luhur.
29. Sudigdo, Sofyan (2011) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta
Sugeng Seto
30. Taylor, S.E.(2006) Health Psycology (6th.ed) Singapore: MC.Grow Hill Book
Company
26
HUBUNGAN BALITA GIZI KURANG DENGAN PERKEMBANGAN BALITA
DI POSYANDU ASELYA RW 15 KELURAHAN UTAMA WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CIMAHI SELATAN PADA TAHUN 2013
THE RELATIONSHIP OF CHILDREN NUTRITION CONNECTION WITH THE CHILDREN IN LESS POSYANDU ASELYA WARD RW 15 MAIN AREAS OF PUBLIC
HEALTH IN SOUTH CIMAHI 2013
Karwati dan Mega Yulitaningsih
Program Studi Kebidanan (D3) STIKes Budi Luhur Cimahi
ABSTRACT
Background:of this paper is the high incidence of underweight children under five is one of the causes of the increasing IMR in Indonesia. To reduce the required effort IMR associated with parenting parents to monitor the progress of one toddler by using KMS. Purpose :of this study was to determine the relationship of malnutrition toddlers with early childhood development at IHC Aselya RW 15 Sub Main South CimahiPuskesmas. Methods : this esearchis a cross sectional research design. Samples is much less than 24 toddler nutrition toddler. Determination of the total sample using sampling techniques. Data obtained by direct observation of the respondents were analyzed using chi square test. Based on the results of the study found that toddlers who were observed malnutrition on the development of the sector include language, social sector, gross motor and fine motor, chi square test p-value is obtained for each sector <0.05 with alpha 5% (0.05 ) it can be concluded that Ho is rejected which means that there is a relationship between malnutrition infants with early childhood development. Conclusion : This research is increasingly carried out counseling or approach from the local health authorities will be more and more undernourished infants who are distracted or development does not progress according to age five. The health center is expected to provide regular counseling to mothers who have children to be more concerned about nutrition and early childhood development. Keywords : Cross Sectional, malnutrition Toddler, toddler development
27
PENDAHULUAN
Di negara berkembang, termasuk Indonesia masalah gizi masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang utama dan merupakan penyebab
kematian bayi dan balita. Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat mencatat
sepanjang tahun 2010 sebanyak 252.255 atau 9,9% balita mengalami gizi
kurang dari total balita yaitu 2.548.967. Cukup besarnya angka balita yang
masuk kategori kekurangan gizi, harus segara ditangani, karena kalau tidak
segara ditangani balita gizi kurang ini, rawan mengalami gizi buruk (Lucyati,
2011).
Menurut Almatsier (2002:301) masalah gizi kurang pada umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang
baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan tentang
gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi
(iodoum). Sedangkan menurut Supartini (2004) faktor yang menyebabkan
masalah mengenai kurang gizi pada balita adalah Pengetahuan orang tua,
status ekonomi sosial, peranan orang tua, dan peranan infeksi. (Lucyati, 2011,
diperoleh tanggal 26 Februari 2013).
Ratusan balita di kota Cimahi, Jawa Barat dilanda kurang gizi, “Cimahi kota
industri banyak orang tua yang bekerja di pabrik. Orang tua sibuk bekerja balita
tak terurus dalam makanannya. Akibatnya kesalahan pola asuh akan terjadi.
(Dinas Kesehatan Kota Cimahi,2011, diperoleh tanggal 26 Februari 2013)
Di Cimahi ditemukan 225 balita yang mengalami kurang gizi, dan 38
diantaranya sudah masuk ke tingkat keparahan. Hal ini terjadi akibat masih
banyak masyarakat yang tidak mengerti tentang makanan sehat untuk balita.
Selain itu di Cimahi ditemukan masih banyak masyarakat yang belum sadar
akan hidup bersih dan sehat (Dinas Kesehatan Kota Cimahi,2011).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan balita itu mengalami gizi kurang, di
antaranya karena faktor penyakit penyerta atau turunan. “Selain itu, faktor
asupan gizi yang kurang diperhatikan juga bisa menjadi penyebab. Hal ini
terlihat dari KMS yang mencatat antara usia dan berat badan yang tidak
seimbang. Setiap bulan di setiap kelurahan pasti ada sekitar empat hingga lima
balita yang kekurangan gizi”. (Lucyati, 2011). Berdasarkan temuan data bahwa
jumlah Balita yang Mengalami Gizi Kurang di Puskesmas Cimahi selatan tahun
2012, seperti yang tertera pada Tabel 1.1.
28
Tabel 1.1 Data Jumlah Balita yang Mengalami Gizi Kurang di Puskesmas Cimahi
Selatan tahun 2012.
No
Rw Nama Posyandu Jumlah Balita yang
ada
Jumlah Balita yang
Ditimbang
Jumlah Anak Balita Menurut Status Gizi (BB/U)
Sangat Kurang Kurang
Jumlah % Jumlah %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 KENANGA 111 111 0 0,00 10 9,01 2 2 FLAMBOYAN A 166 166 0 0,00 11 6,63 3 2 FLAMBOYAN B 41 41 0 0,00 5 12,2 4 3 ANGGREK 75 75 0 0,00 6 8 5 4 ANYELIR 63 63 1 1,59 23 36,5 6 5 SAKURA A 215 215 0 0,00 16 7,44 7 5 SAKURA B 127 127 2 1,57 11 8,66 8 6 CEMPAKA A 75 75 0 0,00 7 9,33 9 6 CEMPAKA B 90 90 0 0,00 4 4,44
10 7 MAWAR A 136 136 1 0,74 5 3,68 11 7 MAWAR B 110 110 0 0,00 10 9,09 12 8 SEDAP MALAM 77 77 0 0,00 5 6,49 13 9 RADIUL 160 160 0 0,00 11 6,88 14 10 ASTER 176 176 0 0,00 17 9,66 15 11 MELATI L 87 87 0 0,00 6 6,90 16 11 MELATI B 142 142 0 0,00 18 12,68 17 12 DAHLIA L 145 145 1 0,69 21 14,48 18 12 DAHLIA B 133 133 0 0,00 5 3,76 19 13 MATAHARI 132 132 0 0,00 19 14,39 20 14 BAKUNG 158 158 1 0,63 12 7,59 21 15 ASELYA 182 182 2 1,10 22 12,09 22 16 BUGENVILLE 230 230 1 0,43 12 5,22
Jumlah 2.831 2.831 9 0,32 256 9,04
Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah “Bagaimanakah hubungan antara balita gizi kurang dengan
perkembangan balita di Posyandu Aselya RW 15 Kelurahan Utama wilayah
kerja Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2013?”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan balita gizi kurang dengan perkembangan balita di
Posyandu Aselya RW 15 Kelurahan Utama wilayah kerja Puskesmas Cimahi
Selatan pada Tahun 2013.
29
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengambilan data sekaligus
pada suatu waktu (Notoatmodjo, 2010). Variabel penelitian meliputi Variabel
Independen yaitu Balita Gizi Kurang di Puskesmas Cimahi Selatan dan Variabel
Dependen yaitu Perkembangan Balita di Puskesmas Cimahi Selatan. Alat ukur
yang digunakan adalah Check List dan DDST. Sedangkan Cara ukur yaitu
menggunakan Kartu Menuju Sehat) dan Observasi & Wawancara. Hasil pengukuran pada
variabel indevenden adalah 0 = BB sangat kurang dari seharusnya = Gizi Sangat Kurang1 =
<BB Seharusnya = Gizi Kurang. Hasil pengukuran pada variabel dependen adalah0 =
Perkembangan Abnormal1 = Perkembangan Meragukan2 = Perkembangan Normal. Skala
pengukuran yang digunakan adalah ordinal.
A. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2009) dalam Hidayat (2010:51) populasi adalah
merupakan seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik tertentu yang
akan diteliti, bukan hanya obyek atau subyek yang dipelajari saja tetapi
seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subyek atau obyek tertentu.
Untuk itu populasi dalam penelitian ini adalah semuabalita yang status
gizinya kurang dan sangat kurang sejumlah 24 balita.
2. Sampel
Menurut (Notoatmodjo, 2005:79) sampel adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel
penelitian ini berjumlah 24 balita diantaranya 2 balita yang mengalami gizi
sangat kurang dan 22 balita mengalami gizi kurang.
3. Tekhnik sampling
Tekhnik pengumpulan sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu
mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. Cara ini dilakukan karena
30
jumlah populasinya kecil. Besar sampel yang digunakan yaitu balita yang
mengalami gizi kurang dan sangat kurang sejumlah 24 balita.
B. Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data
Menurut (Nursalam, 2008:111) pengumpulan data adalah suatu proses
pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek
yang diperlukan dalam suatu penelitian.Adapun tekhnik pengumpulan data
yang akan digunakan oleh peneliti yaitu :
a. Data Sekunder, adalahdata yang diambil dari suatu sumber dan
biasanya data itu sudah dikompilasi lebih dulu oleh instansi atau
yang punya data.
b. Data Primer, adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
check list dan DDST. Check List adalah suatu daftar untuk men “cek”
yang berisi nama subjek dan beberapa gejala serta identitas lainnya
dari sasaran pengamatan. (Notoatmodjo,2010:137)
Adapun instrumen DDST adalah satu dari metode screening terhadap
kelainan perkembangan anak, test inibukanlah test diagnose atau test IQ.
D. Prosedur Penelitian
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis, yaitu :
1. Tahap Persiapan
a. Mencari masalah penelitian/fenomena dan pembuatan judul.
b. Mencari data awal penelitian.
c. Melakukan studi pendahuluan untuk mencari informasi yang diperlukan di
Puskesmas Cimahi Selatan.
d. Menyusun proposal penelitian dan instrumen penelitian.
e. Seminar proposal penelitian.
f. Perbaikan hasil seminar proposal penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Permohonan ijin penelitian.
b. Melakukan Penelitian di wilayah kerja PuskesmasCimahi Selatan
31
c. Melakukan pengolahan dan analisis data penelitian.
3. Tahap Akhir
a. Penyusunan laporan akhir penelitian
b. Sidang / persentasi hasil penelitian
c. Pendokumentasian hasil penelitian
E. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010:174) langkah-langkah dalam
pengolahan data dengan menggunakan komputer adalah Editing,
Coding, Processing dan Data Cleaning.
2. Analisis Data
Adapun analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan
analisa bivariat.
a. Analisis Univariat
Bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005:188). Analisa ini
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Adapun
rumus yang digunakan ialah Chi-Square (2) dengan tingkat
kemaknaan 95% atau nilai alpha 0,05 (5%).
)
Keterangan:
Chi-Square
= Frekuensi observasi
= Frekuensi harapan
Uji signifikasi antara dua variabel bebas dan terikat dilakukan dengan
menggunakan batas kemaknaan alpha (5%) dan confidance interval 95%,
dengan ketentuan:
32
1) pValue ≤ 0,05 berarti Ho ditolak (P ≤ α). Uji statistik menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna.
2) pValue> 0,05 berarti Ho diterima atau gagal ditolak (P> α). Uji
stasistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dan waktu penelitian ini dilakukan di Posyandu Aselya RW 15 Kelurahan Utama
Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan, 15 Februari 2013 – 10 Juli 2013.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Analisis Bivariat
Tabel 1. 2 Hubungan Balita Gizi Kurang dengan Perkembangan Balita Sektor Bahasa di Posyandu Aselya RW 15 Kelurahan Utama Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan pada tahun 2013.
Berdasarkan tabel 1.2 didapatkan bahwa dari 24 responden diperoleh
hasil perhitungan statistic uji chi kuadrat nilai p value 0,036. Oleh karena
itu nilai p value lebih kecil dibandingkan 0,05 (0,036 < 0,05) maka
terdapat hubungan balita gizi kurang dengan perkembangan balita sector
bahasa.
StatusGizi
SektorBahasa Total pvalue
Meragukan Normal
N % N % N %
GizisangatKurang GiziKurang
2 3
100 13,6
0 19
0 86,4
2 22
100 100
0,036
Jumlah 5 20,8 19 79,8 24 100
33
Tabel 1.3 Hubungan Balita Gizi Kurang dengan Perkembangan Balita Sektor Sosial di Posyandu Aselya RW 15 Kelurahan Utama Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan pada tahun 2013.
Berdasarkan tabel 1.3 didapatkan bahwa dari 24 responden
diperoleh hasil perhitungan statistik uji chi kuadrat nilai p value 0,004.
Oleh karena itu nilai p value lebih kecil dibandingkan 0,05 (0,004 < 0,05)
maka terdapat hubungan balita gizi kurang dengan perkembangan balita
sector sosial.
Tabel 1.4 Hubungan Balita Gizi Kurang dengan Perkembangan Balita Motorik Kasar di Posyandu Aselya RW 15 Kelurahan Utama Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan pada tahun 2013.
Berdasarkan tabel 1. 4. Didapatkan bahwa dari 24 responden
diperoleh hasil perhitungan statistic uji chi kuadrat nilai p value 0,011.
Oleh karena itu nilai p value lebih kecil dibandingkan 0,05( 0,011 < 0,05)
maka terdapat hubungan balita gizi kurang dengan perkembangan balita
motorik kasar.
StatusGizi
SektorSosial Total pvalue
Meragukan Normal
N % N % N %
GizisangatKurang GiziKurang
0 22
0 100
2 0
100 0
2 22
100 100
0,004
Jumlah 22 91,7 2 8,3 24 100
StatusGizi
MotorikKasar Total pvalue
Meragukan Normal
N % N % N %
GizisangatKurang GiziKurang
0 21
0 95,5
2 1
100 4,5
2 22
100 100
0,011
Jumlah 21 87,5 3 12,5 24 100
34
Tabel 1.5 Hubungan Balita Gizi Kurang dengan Perkembangan Balita Motorik Halus di Posyandu Aselya RW 15 Kelurahan Utama Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan pada tahun 2013.
Berdasarkan abel 1.5 didapatkan bahwa dari 24 responden
diperoleh hasil perhitungan statistic uji chi kuadrat nilai p value 0,036.
Oleh karena itu nilai p value lebih kecil dibandingkan 0,05 (0,036 < 0,05)
makater dapat hubungan balita gizi kurang dengan perkembangan balita
motorik halus.
B. Pembahasan
1. Hubungan Balita Gizi Kurang dengan Perkembangan Balita Sektor
Bahasa, Sektor Sosial, Motorik Kasar dan Motorik Halus
Dari 24 responden yang status gizi sangat kurang terdapat 2 (100%)
balita yang sektor bahasanya meragukan, 0 (0%) balita yang sektor
bahasanya normal, dan status gizi kurang terdapat 3 (13,6%) balita yang
sektor bahasanya meragukan, 19 (86,4%) balita yang sektor bahasanya
normal. Hasil analisa diperoleh p value 0,036 yang artinya terdapat
hubungan antara balita gizi kurang dengan perkembangan balita sektor
bahasa .
Dari 24 responden yang status gizi sangat kurang terdapat 0 (0%) balita
yang sektor sosialnya meragukan, 2 (100%) balita yang sektor sosialnya
normal, dan status gizi kurang terdapat 22 (100%) balita yang sektor
sosialnya meragukan, 0 (0%) balita yang sektor sosialnya normal. Hasil
analisa diperoleh p value 0,004 yang artinya terdapat hubungan antara
balita gizi kurang dengan perkembangan balita sektor sosial.
Dari 24 responden yang status gizi sangat kurang terdapat 0 (0%) balita
yang motorik kasarnya meragukan, 2 (100%) balita yang motorik
StatusGizi
MotorikHalus Total pvalue
Meragukan Normal
N % N % N %
GizisangatKurang GiziKurang
0 19
0 86,4
2 3
100 13,6
2 22
100 100
0,036
Jumlah 19 79,2 5 20,8 24 100
35
kasarnya normal, dan status gizi kurang terdapat 21 (95,5%) balita yang
motorik kasarnya meragukan, 1 (4,5%) balita yang motorik kasarnya
normal. Hasil analisa diperoleh p value 0,011 yang artinya terdapat
hubungan antara balita gizi kurang dengan perkembangan balita motorik
kasar.
Dari 24 responden yang status gizi sangat kurang terdapat 0 (0%) balita
yang motorik halusnya meragukan, 2 (100%) balita yang motorik
halusnya normal, dan status gizi kurang terdapat 19 (86,4%) balita yang
motorik halusnya meragukan, 3 (13,6%) balita yang motorik halusnya
normal. Hasil analisa diperoleh p value 0,036 yang artinya terdapat
hubungan antara balita gizi kurang dengan perkembangan balita motorik
halus.
Menurut Proverawati & Wati (2010:62-63) secara harfiah, balita atau
anak bawah lima tahunadalahanak usia kurang dari lima tahun sehingga
bayi di bawah satu tahunjuga termasuk dalam golongan ini.
Gizi kurang adalah suatu proses kurang makan ketika kebutuhan normal
terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien
tersebut hilang dengan jumlah yang lebih besar dari pada yang didapat.
(Manary & Solomons, 2009:216)
Menurut Almatsier (2002:301) masalah gizi kurang pada umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang
baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan
tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah
miskin gizi (iodoum).
Beberapa faktor yang menyebabkan masalah mengenai status gizi pada
balita adalah Pengetahuan orang tua, status ekonomi sosial, peranan
orang tua, dan peranan infeksi yaitu :
1) Pengetahuan orang tua
Pengetahuan merupakan segala informasi yang di peroleh dengan
proses belajar, sehingga timbul pengertian atau pemahaman dan
perasaan informasi yang dapat digunakan untuk mengatasi
masalah yang di hadapi. Satu cara untuk memperoleh pengetahuan
36
adalah melalui pendidikan formal. Keluarga yang pendidikannya
rendahakan sulit untuk menerima arahan dalam pemenuhan gizi
dan mereka sering tidak mau tau tidak meyakini pentingnya
pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan
lain yang menunjang dalam membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Keluarga dengan latar belakang pendidikan
renda juga sering kali tidak dapat, tidak mau, atau tidak meyakini
pentingnya penggunaan fasilitas kesehatan yang dapat menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anaknya (Supartini, 2004).
2) Status sosial ekonomi
Status social ekonomi juga dapat mempengaruhi status gizi
anak.Hal ini dapat terlihat anak yang dibesarkan dalam keluarga
dengan social ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan gizi sangat
cukup baikdibandingkan anak dengan status social ekonominya
rendah. Karena Anak yang beradada dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang sosia ekonominya rendah, bahkan punya banyak
keterbatasan untuk member makanan bergizi, membayar biaya
pendidikan, dan memenuhi kebutuhan primer lainnya. Tentunya
keluarganya akan mendapat kesulitan untuk membantu anak
mencapai status gizi yang baik (Supartini, 2004)
3) Peran Orang Tua
Selain itu posisi anak dalam keluarga juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak hal ini dapat dilihat pada anak
pertama atau tunggal kemampuan intelektual lebih menonjol dan cepat
berkembang dibandingkan anak kedua karena pada anak pertama orang
tua memberikan perhatian sepenuhnya dalam segala hal yang baik
pendidikan, gizi, atau yang lain. Maka dari itu peran orang tua sangat
penting dalam pemenuhan gizi anak (Hidayat, 2005).
37
4) Peranan infeksi
Menurut Pudjiadi (2001:106) Telah lama diketahui adanya interaksi
sinergistis antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat
memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi walaupun masih ringan,
mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Hasil analisa menyatakan bahwa balita gizi kurang akan berpengaruh
terhadap perkembangan balita itu sendiri. Pada penelitian ini peneliti
belum mendapatkan atau menemukan sumber penelitian yang sama
tentang judul atau pembahasan yang diteliti. Sehingga belum bisa
membandingkan atau menyamakan dengan penelitian yang lain.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada 24 responden, mengenai
Hubungan Balita Gizi Kurang dengan Perkembangan Balita di Posyandu
Aselya RW 15 Kelurahan Utama Wilayah Kerja Puskesmas Cimahi Selatan
pada tahun 2013, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Diketahuiterdapathubunganantarabalitagizikurangdenganperkembangan
balitasektorbahasadengan p value 0,036.
2. Diketahuiterdapathubunganantarabalitagizikurangdenganperkembangan
balitasektorsosialdengan p value 0,004.
3. Diketahuiterdapathubunganantarabalitagizikurangdenganperkembangan
balitamotorikkasardengan p value 0,011
4. Diketahuiterdapathubunganantarabalitagizikurangdenganperkembangan
balitamotorikhalusdengan p value 0,036.
38
Saran
1. Teoritis
Diharapkan dengan diketahui a danya hubungan balita gizi kurang
dengan perkembangan balita dapat lebih digalakan dan dapat membantu
meningkatkan kesehatan balita.
2. Praktis
a. Diharapkan pada pihak institusi khususnya prodi DIII Kebidanan untuk
lebih meningkatkan pengetahuan dan kemampuan seluruh mahasiswi
dan lulusan DIII Kebidanan STIKes Budi Luhur dalam mengadakan
penelitian lanjutan, khususnya tentang perkembangan balita.
b. Diharapkan pihak Puskesmas Cimahi Selatan untuk lebih memantau
perkembangan semua balita terutama yang mengalami gizi kurang
dan untuk melakukan penyuluhan dengan menggunakan media yang
menarik yang bias membuat masyarakat untuk lebih memahami dan
mau untuk mengikutinya.
c. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat menjadi
acuan dan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya dan
dapat lebih menggali lagi faktor-faktor lain yang mempengaruhi
perkembangan balita.
39
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Arisman. (2004). Buku Ajar Ilmu Gizi dalam DAur Kehidupan. Jakarta : EGC
Dinas Kesehatan Cimahi. (2011). Data Kejadian Gizi Kurang di Wilayah Cimahi
Hidayat. (2010). Metode Penelitian Kesehatan: Paradigma Kuantitatif. Jakarta : Salemba Medika
Mitayani dan Sartika. (2010). Buku Saku Ilmu Gizi. Jakarta : Trans Info Media
Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
_____. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka Cipta
_____. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Riyanto. (2009). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogjakarta : Nuha Medika
_____. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogjakarta : Nuha Medika
Riskesdas. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Supariasa. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
Proverawati dan Wati. (2010). Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan. Yogjakarta : Nuha Medika
Format referensi elektronik. Anallisis faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada balita, tersedia hptt://www.kti/skripsi.net/2011/11/analisis-faktor-faktor-yang.html, diperoleh tanggal 26 Februari 2013
______Baku Rujukan WHO, 2005, http://sehatceriaavail.blogspot.com, diperoleh tanggal 12 Maret 2013
_____. Depkes RI. (2006). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bandung. Tersedia http://www.depkes.go.id/downloads/profil/kota%20bandung% 02006.pdf, diperoleh tanggal 26 Februari 2013
_____. Lucyati, A. 2011. Balita di Jabar Alami Gizi Buruk. Tersedia
http://www.metrorealita.co.cc/2011/03/7377-balita-di-jabar-alami-gizi buruk.html, diperoleh tanggal 26 Februari 2013
_____. Malik, 2008, Faktor Resiko kejadian Gizi Kurang, tersedia http://kti-skripsi-keperawatan.blogspot.com, diperoleh tanggal 26 Februari 2013
40
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA TINDAKAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT PT.
PERKEBUNAN NUSANTARA VIII SUBANG
THE RELATIONSHIP OF KNOWLEDGE DEGREE WITH THE USING OF PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT ON NURSING INTERVENTION AT PT.
PERKEBUNAN NUSANTARA VIII SUBANG HOSPITAL.
Atira1) dan Kurnia Fatmawaty2)
1)Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKes Budi luhur
Email: [email protected]
2)Rumah Sakit PTPN VIII Subang (UGD)
Email: [email protected]
ABSTRACT
Background of this research is the hospital place of patient care service where it is a
resourch of many kinds of diseases among of it caused by infection. The infection
can cause risk of infectious disease spread which is can start from one patient to
others, does even it could happen to health service employees. Personal Protective
equipment (PPE) is very important to protect nurses on doing nursing intervention.
Aims of the research is to know the relationship of knowledge degree with the using of
PPE on nursing intervention at PTPN VIII Subang Hospital. The research method used
in the research was cross sectional, and population in the research all the staff nurses
PTPN VIII Subang Hospital as many as 60 nurses. Research result that tested by
univariat and bivariat with statistical tests chi square with p value 0,000 on α 0.05.
From 60 respondents, known that 28 (46,7%) respondents had less knowledge about
it, there were 7 (25%) respondents used PPE appropiatelly, and 21 (75%) respondents
did not used PPE inappropiatelly. Respondents who had fair knowledge about it were
known as many as 6 (10%) respondents and must of them (100%) used PPE
appropiatelly. Mean while respondents who had good knowledge were as many as 26
( 43,3 %) respondents and most of them ( 100 % ) used PPE appropiatelly on nursing
intervention. Conclusion of this research, there is a relationship of knowledge degree
with the using personal protective equipment on nursing intervention at PTPN VIII
Subang Hospital.
Keywords: Nurse Knowledge degree, PT. Perkebunan Nusantara VIII Subang Hospital.
41
PENDAHULUAN
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa
setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional. Selanjutnya Mahardani (2010) menyatakan bahwa salah satu cara dalam
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja adalah menggalakan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) sehingga dapat mengurangi risiko kecelakaan pada pekerja, khususnya
pada perawat pelaksana.
Selanjutnya dalam ICN (2009) dinyatakan bahwa perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan tidak boleh membedakan status sosial, ekonomi, atau masalah
kesehatan terhadap pasien. Hal ini menunjukan bahwa perawat berkewajiban merawat
pasien termasuk pasien dengan berbagai penyakit infeksi tanpa kecuali walaupun
risiko bahaya cukup tinggi bagi diri perawat. Tindakan pencegahan universal atau
Universal Precaution (UP) yaitu suatu cara penanganan harus diterapkan oleh petugas
kesehatan untuk meminimalkan risiko terjadinya penularan infeksi. Oleh karena itu
perawat sebagai pelaksana penanganan kesehatan terhadap pasien diberikan suatu
Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur tindakan pencegahan universal.
Tenaga kesehatan diantaranya perawat harus mendapat perlindungan diri dari risiko
tertular penyakit agar dapat bekerja secara maksimal (Mahardani, 2010).
Salah satu instrumen atau alat yang harus digunakan perawat pelaksana dalam
menangani pasien yang kita kenal dengan istilah Alat Pelindung Diri (APD). APD ini
berfungsi sebagai pelindung (barrier) terhadap perawat pada saat menangani pasien,
tetapi sering diabaikan oleh perawat dalam menggunakannya. Namun dengan
munculnya AIDS, Hepatitis C, dan Tuberkulosis serta SARS di berbagai negara,
penggunaan APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas (Kementerian
Kesehatan RI, 2011).
APD mencakup sarung tangan, masker, gaun pelindung, apron, alat pelindung mata
(pelindung wajah dan kaca mata), pelindung kaki, dan topi. APD ini digunakan di RS
bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke
tenaga kesehatan atau sebaliknya melalui kontak dengan kulit, selaput lendir, dan
cairan tubuh (darah dan sekret) (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Dalam hal
penggunaan APD pada tindakan keperawatan dibutuhkan pengetahuan perawat
42
sehingga risiko infeksi akan terjaga yang akan meningkatkan derajat kesehatan
perawat.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di RS
PT. Perkebunan Nusantara VIII (RS PTPN VIII) Subang, bahwa secara umum perawat
masih belum menggunakan APD pada saat melakukan tindakan keperawatan. Hal
tersebut di dukung dengan data perawat yang tertular infeksi nosokomial yaitu hepatitis
sebanyak 1 orang pada tahun 2000, tuberculosa sebanyak 1 orang pada tahun 2001
dan 1 orang pada tahun 2007. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai
“Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Tindakan Keperawatan Di Rumah Sakit PT. Perkebunan Nusantara VIII (RS PTPN
VIII) Subang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan penggunaan APD pada Tindakan Keperawatan di RS PTPN VIII
Subang.
43
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah studi analitik dengan jenis rancangan penelitian
menggunakan rancangan cross sectional atau potong silang yaitu suatu penelitian
yang mempelajari variabel sebab atau risiko (independen) dan akibat atau kasus
(dependen) yang terjadi pada obyek penelitian yang diukur atau dikumpulkan secara
simultan atau penelitian diamati pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).
Variabel Penelitian adalah Variabel Independen yaitu Pengetahuan perawat
tentang penggunaan APD pada tindakan keperawatan. Sedangkan Variabel
Depeneden yaitu Penggunaan APD pada tindakan keperawatan di RS. Definisi
Konseptual: Pengetahuan hasil dari tahu dan orang melakukan penginderaan
terhadap obyek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Alat pelindung adalah alat yang
digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada pada
petugas dan juga melindungi petugas dari mikroorganisme yang ada pada
pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Definisi Operasional yaitu
Pemahaman perawat tentang pentingnya penggunaan APD pada tindakan
keperawatan meliputi: Pengertian, Pedoman umum APD, Jenis – jenis APD,
Tujuan menggunakan APD pada tindakan keperawatan dan Cara Penggunaan
APD. Pemakaian APD yang tepat pada tindakan keperawatan yang dilakukan
di Rumah Sakit. Alat Ukur yang digunakan pada penegrathuan perawata yaitu
Kuesioner untuk perawat pelaksana dengan menggunakan skala Guttman
(Riduwan, 2011). Pada penggunaan APD alat ukur yang digunakan Lembar
observasi untuk perawat pelaksana dalam menerapkan SOP yang dilakukan
oleh peneliti dibantu oleh kepala ruangan dengan menggunakan Skala Likert.
Hasil Ukur yang diperoleh yaitu Tingkat pengetahuan perawat meliputi: 1 = Baik
jika 76-100%, 2 = Cukup jika 56-75%, 3 = Kurang jika < 56%. Hasil ukur pada
penggunakan APD yaitu penggunaan APD dengan tepat ≥ 45,65 (mean) dan
Tidak Menggunakan APD dengan tepat < 45,65 (mean). Skala Ukur yang
digunakanan yaitu Ordinal.
44
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 60 orang (perawat pelaksana) di RS
PTPN VIII Subang.
2. Sampel
Besar sampel pada penelitian ini semua anggota populasi menjadi sampel yaitu
sebanyak 60 perawat. Teknik pengambilan sampel dengan sampel jenuh (total
populasi) yaitu dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel.
Cara ini dilakukan karena populasi kecil (kurang dari 100) (Hidayat, 2010).
C. Pengumpulan Data
1. Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pertama dengan
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang akan diisi oleh
responden dan lembar observasi yang akan diisi oleh peneliti dengan dibantu
oleh kepala ruangan. Kedua peneliti melakukan observasi terhadap perawat
pelaksana mengenai penggunaan APD dengan dibantu oleh masing-masing
kepala ruangan. Observasi dilakukan selama 2 hari dan menurut kebiasaan
sehari-hari perawat pelaksana dalam melaksanakan tindakan keperawatan
selama bekerja di RS PTPN VIII.
2. Instrumen penelitian
Instrument yang digunakan kuesioner untuk mengetahui tingkat pengetahuan
perawat tentang APD dan lembar observasi tentang penggunaan APD pada
tindakan keperawatan berdasarkan SOP yang dilakukan oleh peneliti dengan
dibantu oleh kepala ruangan.
3. Uji validitas dan reliabilitas
a. Uji validitas
Pada penelitian ini uji validitas dilakukan dengan menggunakan validitas
konstruksi dengan korelasi Pearson product moment yang dilihat dari nilai
45
corected item total correlation. Adapun dasar dilakukan uji validitas karena
kuesioner dan lembar observasi dibuat sendiri oleh peneliti.
b. Uji reliabilitas.
Pada penelitian ini uji realibilitas menggunakan rumus alpha cronbach,
Reliabel tidaknya instrument diuji dengan membandingkan nilai r α dengan
nilai konstanta, instrument dinyatakan valid bila r α > 0,6 (Riyanto, 2009).
D. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
a. Memilih bahan penelitian
b. Melakukan studi kepustakaan
c. Melakukan studi pendahuluan
d. Menyusun proposal dan instrument
e. Seminar proposal
2. Tahap Pelaksanaan
a. Izin penelitian
b. Informed concent pada responden
c. Pengumpulan data
d. Pengolahan data
e. Analisa data
3. Tahap akhir
a. Menyusun laporan penelitian
b. Penyajian atau presentasi hasil penelitian
E. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: Editing,
Coding, Entry data, dan Cleaning.
2. Analisis Data
Analisi data Dalam penelitian ini ada dua jenis analisa, yaitu:
a. Analisis Univariat
Adalah analisis untuk mendeskripsikan karakteristik ke dalam bentuk tabel
dapat diberi perincian dengan menggunakan rumus analisis seperti rumus
sebagai berikut:
46
%100b
aP
Keterangan :
P = Persentase a = Jumlah pertanyaan yang dijawab benar b =Jumlah semua pertanyaan
b. Analisis Bivariat
Uji bivariat yang digunakan adalah uji chi square (x²). Secara perhitungan manual,
rumus umum Chi-Square/Chi-Kuadrat yang digunakan adalah sebagai berikut
(Agus Riyanto, 2009)::
h
ho
f
ffx
2
2
Keterangan:
x2 = Nilai Chi-Kuadrat fo = frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris) fh = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)
Tingkat kemaknaan yang diinginkan 95% atau nilai alfa 0,05, maka hasil uji statistik
mengacu α = 0.05, yaitu jika nilai p yang diperoleh lebih kecil sama dengan 0,05 maka
H0 ditolak sehingga secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan dengan penggunaan APD pada tndakan keperawatan, tetapi jika nilai p
yang diperoleh lebih lebih besar dari 0,05 maka H0 gagal di tolak sehingga secara
statistik tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan penggunaan
APD pada tindakan keperawatan.
G. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di RS PTPN VIII Subang, tanggal 22-23 Juni 2013.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Tingkat Pengetahuan Perawat tentang APD di RS PTPN VIII Subang
47
Hasil penelitian mengenai distribusi tingkat pengetahuan tentang APD terhadap
60 orang perawat pelaksana sebagai responden yang dilaksanakan di RS PTPN
VIII Subang, ditunjukkan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data distribusi tingkat pengetahuan tentang APD pada
perawat pelaksana di RS PTPN VIII Subang
Pengetahuan Frekuensi %
Kurang
Cukup
Baik
28
6
26
46,7
10,0
43,3
Jumlah 60 100.0
Sumber: Hasil Pengolahan Data primer 2013
Pada Tabel 1.1 terlihat hasil gambaran distribusi tingkat pengetahuan perawat
tentang APD. Hasil Uji analisis univariat dari penelitian terhadap 60 responden
didapatkan data bahwa sebanyak 28 (46,7%) responden mempunyai
pengetahuan kurang. Sebagian lainnya yaitu sebanyak 6 (10,0%) responden
mempunyai pengetahuan cukup dan 26 (43,3%) responden mempunyai
pengetahuan baik.
2. Penggunaan APD pada Tindakan Keperawatan Di RS PTPN VIII Subang
Hasil penelitian mengenai distribusi penggunaan APD pada tindakan
keperawatan terhadap 60 orang perawat pelaksana sebagai responden yang
dilaksanakan di RS PTPN VIII Subang, ditunjukkan pada Tabel 1. 2.
Tabel 1.2 Data distribusi penggunaan APD pada tindakan keperawatan oleh
perawat pelaksana di RS PTPN VIII Subang
Penggunaan APD Frekuensi % Mean
Menggunakan APD dengan tepat Tidak menggunakan APD dengan tepat
39
21
65,0
35,0
≥45,65
<45,65
Jumlah 60 100.0
48
Sumber: Hasil Pengolahan Data primer 2013
Pada Tabel 1.2 terlihat hasil gambaran distribusi penggunaan APD pada
tindakan keperawatan. Hasil uji analisis univariat didapatkan hasil yaitu dari
sebanyak 60 responden didapatkan 39 (65%) responden menggunakan APD
dengan tepat pada tindakan keperawatan. Sedangkan sebanyak 21 (35%)
responden ditemukan tidak menggunakan APD dengan tepat pada tindakan
keperawatan.
3. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Penggunaan APD pada Tindakan
Keperawatan Di RS PTPN VIII Subang
Hasil penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan penggunaan
APD pada tindakan keperawatan di RS PTPN VIII Subang, ditunjukkan pada
Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Data hubungan tingkat pengetahuan dengan penggunaan APD
pada tindakan keperawatan di RS PTPN VIII Subang
Pengetahuan
Penggunaan APD pada
Tindakan Keperawatan
Total P value
Menggunakan
APD dengan
tepat
Tidak
Menggunakan
APD dengan
tepat
n % n % n %
Kurang
Cukup
Baik
7
6
26
25,0
100
100
21
0
0
75,0
0
0
28
6
26
100
100
100
0.000
Jumlah 39 65,0 21 35,0 60 100
Sumber: Hasil Pengolahan Data primer 2013
Pada Tabel 1.3 terlihat data hasil uji analisis bivariat tentang hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan penggunaan APD pada tindakan keperawatan. Dari
sejumlah 60 responden, didapatkan data bahwa sebanyak 28 responden yang
mempunyai pengetahuan kurang, 7 (25%) responden diantaranya menggunakan
49
APD dengan tepat dan 21 (75%) responden yang tidak menggunakan APD
dengan tepat pada tindakan keperawatan. 6 responden yang mempunyai
pengetahuan cukup, 6 (100%) responden menggunakan APD dengan tepat dan
0 (0%) atau tidak ditemukan yang tidak menggunakan APD dengan tepat pada
tindakan keperawatan. Sedangkan 26 responden yang mempunyai pengetahuan
baik, 26 (100%) responden menggunakan APD dengan tepat dan 0 (0%) atau
tidak ditemukan responden yang tidak menggunakan APD dengan tepat pada
tindakan keperawatan.
B. Pembahasan
1. Tingkat Pengetahuan Perawat tentang APD di RS PTPN VIII Subang
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan tentang APD pada
perawat pelaksana di RS PTPN VIII Subang, berdasarkan analisis univariat yang
tertera pada Tabel 1.4. bahwa pengetahuan tentang APD yang dimiliki oleh
perawat pelaksana sebagai responden di RS PTPN VIII Subang dikategorikan
kurang, hal ini diantaranya disebabkan kurangnya informasi serta pemahaman
mengenai APD. Selama ini informasi yang diperoleh perawat pelaksana hanya
dari pendidikan formal yang diperoleh sebelum bekerja dan pengalaman kerja
yang dimiliki oleh perawat pelaksana tersebut. Perawat pelaksana atau pun
kepala ruangan tidak pernah mengikuti pelatihan, seminar atau pun simposium
mengenai K3 karena tidak ada anggaran khusus untuk mengembangkan
pengetahuan perawat tentang APD di RS PTPN VIII Subang. Sedangkan
sosialisasi tentang APD dari bagian K3 atau pun manager (kepala bidang
keperawatan atau kepala ruangan) kepada perawat pelaksana masih sangat
jarang dilakukan.
Adapun pengetahuan perawat pelaksana (responden) ada pada kategori cukup
dan baik kemungkinan karena motivasi sendiri untuk mencari informasi tentang
APD melalui media massa atau pun jaringan internet. Selain itu pengalaman
kerja yang lebih lama juga dapat mempengaruhi pengetahuan perawat
pelaksana tentang APD tersebut.
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara
orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan merupakan hasil dari usaha untuk
tahu dan setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
50
Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu internal dan eksternal
(Notoatmodjo, 2003). Faktor internal meliputi: pendidikan, persepsi, motivasi, dan
pengalaman. Faktor eksternal meliputi: lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan,
dan informasi.
2. Penggunaan APD pada Tindakan Keperawatan di RS PTPN VIII Subang
Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan APD pada tindakan
keperawatan di RS PTPN VIII Subang, berdasarkan analisis univariat yang
tertera pada Tabel 1.4. bahwa penggunaan APD dengan tepat pada tindakan
keperawatan kemungkinan karena dipengaruhi oleh pengalaman kerja yang
mereka miliki selama bekerja di RS PTPN VIII yang sebagian besar bekerja
selama lebih dari 5 tahun. Adapun perawat pelaksana tidak menggunakan APD
dengan tepat pada tindakan keperawatan karena perawat pelaksana tidak mau
memakai karena merasa tidak nyaman atau merasa bahwa APD tertentu
mengganggu pekerjaannya. Sedangkan alasan lain adalah bahwa APD yang
disediakan jumlahnya tidak mencukupi atau ada APD yang tidak disediakan di
ruang rawat inap atau poliklinik RS PTPN VIII karena ada beberapa tindakan
keperawatan yang jarang atau tidak pernah dilakukan di ruang rawat inap dan
poliklinik. Sedangkan alasan tidak disediakannya APD adalah karena pihak
manager kurang memahami pentingnya penggunaan APD pada tindakan
keperawatan selain itu ada beberapa APD yang harganya mahal.
APD mencakup sarung tangan, masker, gaun pelindung, apron, alat pelindung
mata (pelindung wajah dan kaca mata), pelindung kaki, dan topi. pelindung yang
paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sinetik
yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh). Bahan yang
tahan air ini tidak banyak tersedia karena harganya yang mahal. pengelolah RS,
penyelia dan para petugas kesehatan harus mengetahui tidak hanya kegunaan
dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi peran APD sesungguhnya dalam
mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
3. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Penggunaan APD pada Tindakan
Keperawatan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan
peanggunaan APD pada tindakan keperawatan di RS PTPN VIII Subang,
51
Berdasarkan hasil uji bivariat seperti yang tertera pada Tabel 1.4. diperoleh data
bahwa dari 60 responden, terdapat 28 responden yang berpengetahuan kurang,
7 (25%) responden diantaranya menggunakan APD dan 21 (75%) responden
tidak menggunakan APD. Responden lainnya yaitu dari 6 responden yang
berpengetahuan cukup, didapatkan 100% menggunakan APD atau tidak
didapatkan responden yang tidak menggunakan APD pada tindakan
keperawatan. Sedangkan 26 responden yang berpengetahuan baik, juga
didapatkan 100% menggunakan APD pada tindakan keperawatan.
Berdasakan dari hasil uji chi square diperoleh nilai p value = 0,000 (p value <
α 0.05). Hasil p value 0,000 tersebut artinya kualitas penelitian yang telah
dilakukan tidak ada kesalahan, sehingga dinyatakan bahwa H0 ditolak artinya
terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan penggunaan APD pada
tindakan keperawatan di RS PTPN VIII Subang. Dari hasil analisa tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa jika pengetahuan perawat tentang APD baik atau
cukup maka perawat akan menggunakan APD dengan tepat pada tindakan
keperawatan tetapi apabila pengetahuan perawat tentang APD kurang maka
sebagian besar perawat tidak menggunakan APD dengan tepat pada tindakan
keperawatan. Adapun beberapa perawat pelaksana (responden) dengan tingkat
pengetahuan kurang tetapi menggunakan APD dengan tepat pada tindakan
keperawatan, hal ini adalah kebiasaan yang ditiru dari perawat seniornya atau
disuruh oleh atasan, yang kemudian perawat pelaksana tersebut akan
memahami pentingnya penggunaan APD yang selanjutnya akan diaplikasikan
pada tindakan keperawatan. Setelah berhasil menganalisa maka perawat
pelaksana tersebut dapat memilih dan mengelompokan penggunaan APD yang
sesuai dengan tindakan keperawatan yang akan dilakukan yang akhirnya dapat
mengevaluasi sendiri manfaat penggunaan APD yang tepat pada tindakan
keperawatan. Menurut Bloom (dalam Notoatmojdo, 2007) pengetahuan yang
mencakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
52
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Hubungan Tingkat
Pengetahuan dengan Penggunaan APD pada Tindakan Keperawatan di RS
PTPN VIII Subang, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat pengetahuan tentang APD pada perawat Di RS PTPN VIII
Subang, didapatkan hasil yaitu dari 60 responden diantaranya sebanyak
26 (43,3%) responden mempunyai pengetahuan baik, 6 (10%) responden
mempunyai pengetahuan cukup, dan 28 (46,7%) responden mempunyai
pengetahuan kurang.
2. Penggunaan APD pada Tindakan Keperawatan Di RS PTPN VIII Subang,
didapatkan hasil yaitu dari sebanyak 60 responden diantaranya 39 (65%)
responden menggunakan APD dengan tepat pada tindakan keperawatan dan 21
(35%) responden tidak menggunakan APD dengan tepat pada tindakan
keperawatan.
3. Terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan penggunaan APD pada
tindakan keperawatan Di RS PTPN VIII Subang yaitu dari 60 responden, terdapat
28 responden yang mempunyai pengetahuan kurang, 7 (25%) responden
diantaranya menggunakan APD dengan tepat dan 21 (75%) responden tidak
menngunakan APD dengan tepat. Responden lainnya yaitu dari 6 responden
yang mempunyai pengetahuan cukup, 100% menggunakan APD dengan tepat
atau tidak didapatkan responden yang tidak menggunakan dengan tepat pada
tindakan keperawatan. Sedangkan 26 responden yang mempunyai pengetahuan
baik, juga didapatkan 100% menggunakan APD dengan tepat pada tindakan
keperawatan.
B. Saran
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau sumber informasi
bagi pihak RS untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan
perawat pelaksana tentang APD dan penggunaannya dengan tepat pada
tindakan keperawatan sehingga akan meminimalkan infeksi nosokomial
dan meningkatkan derajat kesehatan bagi perawat pelaksana.
53
2. Pihak STIKes dapat membuat tulisan untuk dipublikasikan di buletin
ataupun website yang dapat diakses melalui internet tentang pentingnya
penggunaan APD pada tindakan keperawatan.
3. Perawat diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan terutama tentang
APD karena akan bermanfaat dalam menjalankan praktek keperawatan.
4. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk
melakukan penelitian berikutnya dan diharapkan melakukan penambahan
variabel lain seperti sikap, sumber informasi dan variabel lainnya.
Sehingga diharapkan penelitian selanjutnya tidak hanya melakukan
analisa bivariat tetapi sampai multivariat untuk mengetahui faktor – faktor
lain.
54
Daftar Pustaka
1. Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka Cipta.
2. Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman Pelayanan Keperawatan
Gawat Darurat Di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Bina Keperawatan.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
3. Emaliyawati Etika. (2010) Tindakan Kewaspadaan Universal sebagai Upaya Untuk Mengurangi Resiko Penyebaran Infeksi. Bandung: Unpad.
4. Hidayat. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
5. Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit da Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta:PERDALIN.Cetakan ketiga.
6. Notoatmodjo Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
7. Mackenzie, N. & Knipe,S. (2006). “Research dilemmas: Paradigms, methods and methodology.” Issues In Educational Research.16 (2), 193-205. Diunduh pada tanggal 16 September 2006 dari http://www. iier.org.au/ iier16/mackenzie.html.
8. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
9. Notoatmodjo. (2007). Ilmu Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
10. Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
11. Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
12. Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta:EGC.
13. Riyanto. (2009). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
14. Sastroasmoro Sudigdo. Ismael Sofyan. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. (Edisi ke-4). Jakarta: Sugeng Seto.
55
15. Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. (edisi-2). Yogyakarta: Graha Ilmu.
16. Wansuzusino. (2013). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Perawat Indonesia dalam Menerapkan Universal Precaution di Pusat Layanan Kesehatan. Semarang : Universitas Muhamadiyah.
56
HUBUNGAN PERILAKU KEBIASAAN MEROKOK DENGAN TERJADINYA
PENYAKIT TB PARU DI WILAYAH PUSKESMAS JAYAGIRI KECAMATAN
LEMBANG KABUPATEN BANDUNG BARAT
FACTORS RELATED CHARACTERISTICS AND BEHAVIOR WITH INDIVIDUAL
DISEASES PULMONARY TB IN THE REGION DISTRICT HEALTH Jayagiri
LEMBANG BANDUNG WEST DISTRICT
Budi Rianto1) dan Sri Wulan Yuniati2)
1) Program Studi Ilmu Keperawatan (D3), STIKes Budi Luhur Cimahi 2) Program Studi Ilmu Keperawatan (S1), STIKes Budi Luhur Cimahi
ABSTRACT
The background of this study is that the increasing pulmonary TB disease, which is
also the number 4 leading causes of death in Indonesia and MDR TB was ranked 9th
in the World. Tuberculosis (TB) is a contagious disease that is still a health problem in
Indonesia. Transmission of tuberculosis bacteria in healthy individuals and in patients
with risk of death is one of the issues that need to be addressed by all levels of society
and health workers. The purpose of this study was to determine the correlation
between the characteristics and behavior of individuals with pulmonary TB disease.
The method used in this study is an analytical study of the type of research design
used is a case control study. The population in this study were all pasen pulmonary TB
(+) in the Region Puskesmas Kecamatan Lembang Jayagiri West Bandung regency.
Collecting data were analyzed with univariate and bivariate subjective data using the
chi square test. Based on the analysis of the results of the study concluded that for the
studied behavioral characteristics and no significant relationship with OR. From the
research it can be concluded that the work has a relationship with the occurrence of
pulmonary TB Top OR = 3.081, Contact with patients having a relationship with the
occurrence of pulmonary TB value = 0.306 and OR Accustomed sleep have a
relationship with pulmonary TB patients in health centers OR = 0.221 Jayagiri
Lembang district. Results of this study are expected to My Community Health Center is
expected to not only be a means of secondary preventive health, but can be further
improved in terms of the primary preventive in preventing transmission of pulmonary
TB disease. Future studies are recommended to add other variables associated with
the incidence of pulmonary TB, which involve environmental factors and health
services. Moreover, it can perform multivariate data analysis up to see a relationship of
independent variables with one or more dependent variables. Results of this study
were taken only a few variables and only represent the relationship of the factors that
exist.
Keywords: Case control, pulmonary TB smear (+)
57
PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Badan
kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa TB saat ini
menjadi ancaman global. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman
tuberkulosis (TB) dan 95%-nya berada di negara berkembang serta setiap tahunnya
lebih dari 8 juta orang menderita TB. Sekitar 2 juta orang meninggal akibat penyakit ini
setiap tahunnya. Di dunia penderita TB Paru telah mencapai 8,8 juta kasus penemuan
baru dengan angka kematian 1,45 juta (Monef, 2011).
Menurut data yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat,
penyakit TB paru merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah
kesehatan di masyarakat. Sedangkan prevalensi TB per 100 ribu jumlah penduduk di
KBB sebanyak 1.531.072 jiwa ( Profil kesehatan Propinsi jabar tahun 2013 ).
Jumlah penduduk di Kecamatan Lembang 201.765 kepadatan jiwa/km²,
meliputi 16 Desa/Kelurahan. (Menurut data dari Kecamatan Lembang). Kecamatan
Lembang merupakan daerah Wisata, banyak pendatang / turis yang datang ke
Lembang. Dikarenakan sebagai tempat wisata, maka Jayagiri ini menjadi pintu
terjadinya infeksi seperti HIV dengan Infeksi Opportunitisnya yaitu sebagian besar
menderita TB Paru. Daerah Jayagiri merupakan salah satu sasaran dan target yang
banyak berdasarkan jumlah penduduk yang padat di daerah ini. Dengan banyaknya
daerah wisata secara otomatis banyak juga pendatang baru yang bekerja di Lembang
dan bermukim baik untuk sementara atau menetap. sebagian besar tinggal di kost-an
atau kontrakan yang padat penduduknya. Untuk daerah Kecamatan Lembang terhitung
bulan september tahun 2012 yang sudah dilakukan cek resistensi MDR sebanyak 5
orang, termasuk pasen yang ada di luar wilayah.
Desa Jayagiri terletak di kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat yang
terdiri dari 3 dusun dengan 16 Rw, yaitu Dusun 1 terdiri dari RW 06, 07, 08, 11, 13 dan
16, Dusun 2 terdiri dari RW 01, 09, 10, 14, dan 15 serta dusun 3 terdiri dari RW 02, 03,
04, 05, dan 12. Desa Jayagiri memiliki jumlah penduduk 16.717 orang dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 4.282 kepala keluarga dengan tingkat kepadatan penduduk
480/km. Di desa Jayagiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya rata-rata bermata
pencaharian pokok sebagai karyawan perusahaan swasta di sekitar kecamatan
Lembang dengan perbandingan rasio 1:7 dengan jumlah penduduk. Penduduk usia
produktif juga di sebut sebagai penduduk usia pekerja adalah penduduk yang berumur
18-56 tahun yang bersifat produktif dan dapat menghasilkan pada masanya.
58
Pendidikan mayoritas yaitu; SMP, dan SMA. Untuk pendididkan non-formal jarang
didapati. Lulusan sarjana belum banyak dikarenakan kurangnya kemampuan ekonomi
masyarakat untuk memenuhi biaya meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan
tinggi.
Puskesmas Jayagiri untuk penemuan kasus BTA (+) mencapai 38%, untuk
cakupan kasus BTA (+) baru 64,06%, suspect TB 37,76%. Hasil yang dicapai masih di
bawah standar yang diharapkan oleh Dinkes (Monef, 2012).
Tabel 1.1 Cakupan Penemuan BTA+ di Kecamatan Lembang tahun 2012
No. Nama Puskesmas Jumlah BTA (+)
1. Puskesmas Jayagiri 59 orang
2. Puskesmas Cikole 56 orang
3. Puskesmas Lembang 43 orang
4. Puskesmas Cibodas 32 orang
5. UPTD RSUD Lembang 8 orang
Tabel 1.2 Jumlah Penemuan Suspect TB di Kecamatan Lembang tahun
2013
No. Nama Puskesmas Jumlah Suspect
1. Puskesmas Jayagiri 224 orang
2. Puskesmas Cikole 169 orang
3. Puskesmas Lembang 53 orang
4. Puskesmas Cibodas 11 orang
5. UPTD RSUD Lembang 73 orang
Faktor resiko yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB paru
adalah daya tahan tubuh rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS
disamping faktor pelayanan kesehatan yang belum memadai (Sulianti, 2007). Selain
daya tahan tubuh, faktor resiko yang mempengaruhi seseorang menderita TB paru
adalah karakteristik (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status gizi,
imunisasi), perilaku kebiasaan merokok, adanya kontak dengan penderita TB, dan
kebiasaan anggota keluarga tidur bersama dengan penderita TB Paru, pengetahuan,
kebiasaan membuang dahak sembarangan, tidak menutup mulut bila batuk (Wiganda,
Depkes).
Hasil survei didapatkan data dari Puskesmas Jayagiri, pasien TB Paru yang paling
banyak yaitu kunjungan pasen laki-laki dan mempunyai kebiasaan
59
merokok,diperkirakan penderita TB Paru yang berkunjung ke Puskesmas Jayagiri
adalah kelompok umur produktif yaitu 15-40 tahun dengan tingkat pendidikan
kebanyakan lulusan SD, SMP, SMA dan kesadaran masyarakat untuk
mengimplementasikan atau mengembangkan pendidikan masih rendah. Dilihat dari
mayoritas pekerjaan masyarakat Jayagiri sangat memungkinkan untuk penyebaran
kuman TB. Oleh karena itu peneliti bertujuan untuk mengetahui hubungan antar
perilaku kebiasaan meroko dengan terjadinya penyakit TB paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini rancangan penelitian yang digunakan yaitu studi kasus-kontrol
(Case Control Study). Studi kasus kontrol adalah suatu penelitian (survey) analitik yang
menyangkut bagaimana factor resiko dipelajari dengan menggunakan
pendekatan ”retrospective”. Variabel Independen yaitu Perilaku Kebiasaan Merokok
dan Variabel Dependen yaitu Kejadian TB Paru. Definisi operasional adalah Responden
yang di diagnosis BTA (+) dan tercatat di Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang dan
Kebiasaan merokok yang dinyatakan dalam jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari.
Alat ukur yang digunakan berupa Kuesioner Buku register dan hasil laboratorium di
Kecamatan Lembang. Hasil ukur0=Responden disebut penderita TB dgn BTA (+) jika
hasil SPS menunjukan hasil (+) dan 0 = Tidak punya kebiasaan merokok 1 =Punya
kebiasaan merokok. Hasil ukur 0=Responden disebut penderita TB dgn BTA (+) jika
hasil SPS menunjukan hasil (+) 1 = Responden disebut bukan penderita TB dengan
BTA (+) jika hasil SPS menunjukan hasil (-). Skala pengukuran yang digunakan adalah
ordinal.
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
yang BTA (+) di Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang tahun 2013
sebanyak 59 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel yang
60
diambil dari seluruh jumlah penemuan suspect yaitu sebanyak 74 responden
untuk kasus dan kontrol.
B. Pengumpulan Data
1. Tekhnik Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini yaitu data yang di dapat dari wawancara
dengan pasien TB Paru BTA (+) di Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang
dengan menggunakan kuesioner.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu banyaknya jumlah penderita TB paru di Puskesmas
Jayagiri Kecamatan Lembang.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
Kuesioner berupa daftar pertanyaan yang sebelumnya telah dipersiapkan
terlebih dulu sebelum penelitian di mulai.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip
keandalan dalam mengumpulkan data instrument harus dapat mengukur
apa yang seharusnya di ukur.
Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji validitas karena memakai data
sekunder dengan menggunakan butir soal Dis-kontinum (Riyanto, 2010)
dengan pertanyaan sebanyak 20 pertanyaan.
C. Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Lembang, langkah-langkah yang ditempuh
dalam melaksanakan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Menentukan masalah penelitian
2. Menentukan tujuan penelitian
3. Mencari studi literatur
4. Menentukan rancangan penelitian
5. Menentukan populasi penelitian
6. Menentukan sampel penelitian
7. Menentukan instrument penelitian
8. Mengolah dan menganalisis data
61
D. Pengolahan dan Analisis Data
Teknik Pengolahan Data dilakukan dengan tahap Editing, Coding, Transfering, dan
Tabulating.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat.
a. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan dengan cara menggunakan data sekunder dengan cara
bagaimana menganalisa univariat perilaku kebiasaan merokok dengan terjadinya TB.
Hasil presentasi kemudian diinterprestasikan kedalam kata-kata atau kalimat dengan
menggunakan kategori (Sugiyono, 2007) yaitu sebagai berikut :
1. 0% dibaca tidak seorangpun dari responden
2. 1-26% dibaca sebagian kecil dari responden
3. 27-49% dibaca hampir setengah dari responden
4. 50% dibaca setengah dari responden
5. 51-75% dibaca sebagian besar dari responden
6. 76-99% dibaca hampir seluruh responden
7. 100% dibaca seluruh responden.
b. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan bertujuan mendapatkan hubungan antara penyakit TB
paru dengan kebiasaan merokok untuk mendefinisikan variabel independen dan
variabel dependen.
Desain penelitian menggunakan metode kasus kontrol maka digunakan analisis
Odd Ratio (OR) untuk mengetahui risiko pada kelompok kasus dan kelompok
kontrol.
Tabel. 3.2 Perhitungan Odd Ratio
Faktor Risiko Kasus Kontrol Jumlah
Faktor risiko (+)
Faktor risiko (-)
A
c
B
D
a+b
c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Keterangan :
Faktor risiko pada kelompok kasus :
A :
c =
a
(a+c) (a+c) c
62
Faktor risiko pada kelompok kontrol :
B :
d =
b
(b+d) (b+d) d
OR adalah :
a :
b =
ad
c d bc
Bila :
1) Nilai odd ratio = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek atau dengan kata lain ia bersifat netral.
2) Nilai odd ratio > 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya penyakit.
3) Nilai odd ratio < 1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1, berarti faktor yang diteliti merupakan faktor protektif.
4) Nilai interval kepercayaan odd rasio mencakup angka 1, maka berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut mungkin nilai OR = sehingga belum dapat disimpulkan bahwa faktor yang dikaji merupakan faktor risiko atau faktor protektif.
Keterangan : X2 : nilai chi square ƒo : Frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris) ƒe : Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)
Paket program pengolahan data yaitu dengan menggunakan paket program statistik dengan ketentuan pembacaan sebagai berikut: a. Perhitungan Pearson Chi Square, dipakai bila tabel lebih dari 2 x 2 b. Perhitungan Continuity Corection dipakai bila tabel 2 x 2 dan tidak ada
nilai E (expected) < 5 atau kurang dari 20% dari jumlah sel dalam tabel. c. Perhitungan Fisher Exact dipakai bila tabel 2 x 2 dan dijumpai nilai E
(expected) < lebih dari 20% dari jumlah sel dalam tabel. Uji kemaknaan dilakukan dengan menggunakan α = 0,05 dan
Confidence Interval (CI) 95% dengan ketentuan bila : 1. p-value > 0,05 berarti Ho diterima (p > α). Uji statistik menunjukan tidak ada
hubungan yang bermakna. 1. p-value < 0,05 berarti Ho ditolak (p < α). Uji statistik menunjukan ada
hubungan yang bermakna.
fe
fe fo X
)2 (
2
63
E. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Tabel 1.3 Tabel Distribusi Frekuensi Kebiasaan Merokok di Jayagiri Tahun
2013
Perilaku Kebiasaan Merokok Frekuensi Persentasi (%)
Tidak punya kebiasaan Punya kebiasaan
29 45
39,2 60,8
Jumlah 74 100.0
Sumber : Hasil Penelitian 2013
Dari hasil analisis tabel 1.3 diperoleh hasil bahwa hampir setengah
responden (39,2%) tidak mempunyai kebiasaan merokok dan sebagian besar
dari responden (60,8%) adalah tidak mempunyai kebiasaan merokok.
Tabel 1.4 Tabel Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru di Jayagiri Tahun
2013
Kejadian TB Paru Frekuensi Persentasi (%)
Menderita
Tidak Menderita
37
37
50
50
Jumlah 74 100
Sumber : Hasil Penelitian 2013
Dari hasil analisis tabel 1.4 diperoleh hasil bahwa kejadian TB Paru di
Jayagiri setengah dari responden (50%) menderita TB dan yang setengahnya
dari responden (50%) tidak menderita TB Paru.
64
2. Analisis Bivariat
Tabel 1.5 Tabel Analisa Responden berdasarkan Perilaku kebiasaan merokok hubungannya dengan Kejadian TB Paru di Jayagiri Tahun 2013
Merokok menderita
Tidak Menderita
Total OR p
value ∑ % ∑ % ∑ %
Tidak Punya
Kebiasa an
16 21,6 13 17,6 29 39,2 1,407
(CI 95%
0,551-3,591)
0,634 Punya
Kebiasa an
21 28,4 24 32,4 45 60,8
Jumlah 37 50,0 37 50,0 74 100,0
Sumber : Hasil Penelitian 2013
Dari hasil analisis pada table 1.5 yang dilakukan pada 74 responden untuk
mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian TB Paru, diperoleh
yang tidak punya kebiasaan merokok untuk yang menderita TB paru sebagian
kecil 16 responden (21,6%) dan orang menderita TB yang mempunyai
kebiasaan merokok di dapat sebagian kecil lagi dari responden sebanyak 21
responden (28,4%).
Dari hasil analisis uji statistik didapat nilai pvalue 0,634 > α (0.05) dengan
demikian Ho diterima, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara Perilaku kebiasaan merokok dengan terjadinya TB Paru di Wilayah kerja
Puskesmas Jayagiri tahun 2013.
Hasil analisis diperoleh nilai OR = 1,407 yang berarti bahwa penderita TB Paru
yang mempunyai kebiasaan merokok mempunyai peluang menderita TB Paru
sebanyak 1 kali dan mempunyai arti OR = 1 berarti variabel yang diduga
sebagai faktor resiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek atau dengan
kata lain ia bersifat netral. Keeratan hubungan kejadian TB Paru dengan
perilaku kebiasaan merokok dengan besar contingency coefisient 0,083
mempunyai makna bahwa perilaku mempunyai kebiasaan merokok dengan
kejadian TB Paru sangat lemah
65
B. Pembahasan
1. Hubungan antara Perilaku Merokok dengan kejadian TB paru
Dari hasil analisis tabel 4.1 diperoleh hasil bahwa hampir setengah responden
(39,2%) tidak mempunyai kebiasaan merokok dan sebagian besar dari
responden (60,8%) adalah tidak mempunyai kebiasaan merokok. Tabel Analisa
Responden berdasarkan Perilaku kebiasaan merokok hubungannya dengan
Kejadian TB Paru di Jayagiri Tahun 2013 yang dilakukan pada 74 responden
untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian TB Paru,
diperoleh yang tidak punya kebiasaan merokok untuk yang menderita TB paru
sebagian kecil 16 responden (21,6%) dan orang menderita TB yang
mempunyai kebiasaan merokok di dapat sebagian kecil lagi dari responden
sebanyak 21 responden (28,4%).
Dari hasil analisis uji statistik diperoleh OR 1,407 yang berarti bahwa
penderita TB Paru yang mempunyai kebiasaan merokok mempunyai peluang
menderita TB Paru sebanyak 1 kali dan mempunyai arti OR = 1 berarti variabel
yang diduga sebagai faktor resiko tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya efek
atau dengan kata lain ia bersifat netral. Keeratan hubungan kejadian TB Paru
dengan perilaku kebiasaan merokok dengan besar contingency coefisient 0,083
mempunyai makna bahwa perilaku mempunyai kebiasaan merokok dengan
kejadian TB Paru sangat lemah. Didapat nilai pvalue 0,634 > α = (0.05) dengan
demikian Ho diterima, maka dalam penelitian ini didapatkan bahwa tidak
adanya hubungan yang signifikan antara Perilaku kebiasaan merokok dengan
terjadinya TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas Jayagiri tahun 2013.
Dari hasil data kunjungan pasen TB Paru di Puskesmas Jayagiri didapat
kunjungan pasen laki-laki yang mempunyai kebiasaan merokok. Asap rokok
mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat
menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam
rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang
merokok, namun juga kepada orang disekitarnya yang tidak merokok yang
sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi
perokok pasif oleh karena salah satu anggota keluarga merokok di rumah.
(Aditama) Pembagian kategori perokok pada pria berdasarkan jumlah rokok
yang dikonsumsi (dalam batang perhari) menjadi 3, yaitu: perokok ringan;
perokok sedang; perokok berat .(Sitopoe). Meskipun kebiasaan merokok
66
mempunyai nilai kemaknaan secara dominan dari hasil penelitian dan tempat
yang berbeda-beda, tapi untuk responden di Wilayah kerja Puskesmas Jayagiri
tidak mempunyai nilai kemaknaan karena hampir sebanding hasilnya antara
penderita TB Paru yang mempunyai kebiasaan merokok dan yang tidak
mempunyai kebiasaan merokok atau bisa karena perokok pasif sesuai dengan
teori Sitopoe.
Hasil penelitian ini didapat pvalue 0,634 > α = (0.05) OR 1,407 dan tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhanah (2007), tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru pada masyarakat
di Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2007 didapat faktor kebiasaan merokok
memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian TB paru dengan p-value
0,002. Hal ini bisa disebabkan karena di wilayah ini antara perokok pasif dan
aktif sama-sama rentan terhadap penyakit TB Paru. Maka hasil penelitian dari
Perilaku kebiasaan merokok di wilayah Puskesmas Jayagiri belum relevan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di tempat yang lain tapi masih bisa
dikatakan relevan dengan teori bahwa perokok pasif lebih rentan terkena
penyakit paru.
2. Kejadian TB Paru di Puskesmas Jayagiri
Dari hasil analisis tabel 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi Kejadian TB Paru di
Jayagiri Tahun 2013 dari pengambilan sampel 1:1 di dapat hasil bahwa
kejadian TB Paru di Jayagiri setengah dari responden (50%) menderita TB dan
yang setengahnya dari responden (50%) tidak menderita TB Paru.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian tentang hubungan perilaku kebiasaan merokok dengan kejadian TB
Paru di Puskesmas Jayagiri Kabupaten Bandung Barat, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Sebagian besar dari responden (60,8%) adalah tidak mempunyai kebiasaan
merokok.
2. Kejadian TB Paru di Jayagiri setengah dari responden (50%) menderita TB dan
yang setengahnya dari responden (50%) tidak menderita TB Paru.
67
3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan
kejadian TB Paru di Puskesmas Jayagiri Kabupaten Bandung Barat (pvalue =
0,634) dengan OR 1,407 CI 95% ( 0,551 – 3,591).
B. Saran
1. Puskesmas Jayagiri diharapkan tidak hanya menjadi sarana kesehatan yang
bersifat preventif sekunder tapi lebih ditingkatkan kepada preventif primer
dalam pencegahan penularan penyakit TB Paru.
2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan variabel lain yang
berhubungan dengan kejadian TB Paru, dimana melibatkan faktor lingkungan
dan pelayanan kesehatan (Teori crofton).
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama, Tjandra Yoga, Subuh Mohammad, MPPM. 2011. Diagnosis, Terapi, dan Masalahnya. Yayasan penerbit Ikatan Dokter Indonesia.
2. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. PT. Rineka Cipta. Crofton, John. Tuberkulosis Klinis. Widya Medika.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Kedua.
4. Harlock, 2004. http://bidanilfa.blogspot.com, diperoleh, 02 Juli 2013).
5. (Hungu, 2007 www.psychologymania.com, diperoleh, 02 Juli 2013).
6. Kementrian Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Materi Inti Penemuan dan Pengobatan Pasien Tuberkulosis.2011.
7. (Notoatmojo, S. 2003 http://kumpulan ilmuilmu.blogspot.com, diperoleh tanggal 02 Juli 2013).
8. Notoatmojo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.2010.
9. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika.
10. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi Paramedis. Pt. Gramedia Pustaka Utama Cetakan ke tiga puluh tiga.2009
68
11. Kementrian Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
12. Riyanto, Agus. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha Medika. 2011
13. Riyanto, Agus. (2009). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Nuha Medika.
14. STIKes Budi Luhur Cimahi.(2008). Pedoman Penulisan, Ujian Dan Penilaian Karya Tulis Ilmiah.
15. Sujarweni, V. Wiratna. (2012) SPSS untuk Paramedis.Penerbit Gaya Media cetakan I.
16. Sugiyono. (2007). SPSS untuk kesehatan.
17. Sujarweni, V. Wiratna. (2012). SPSS untuk Paramedis. Penerbit Gaya Media cetakan I.
69
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA HIPERTENSI DENGAN
KEPATUHAN MELAKSANAKAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS
CIMAHI SELATAN
RELATED KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF COMPLIANCE WITH
HYPERTENSION TREATMENT OF HYPERTENSION IN IMPLEMENTING HEALTH
SOUTH CIMAHI
Oktoruddin Harun, Briefman Tampubolon dan Arti Yuliani
Program studi Ilmu Keperawatan (S1) Budi Luhur Cimahi
ABTRACT
Uncontrolled hypertension can increase the occurrence of complications such as
stroke, coronary heart disease, heart failure, and kidney failure. Medication adherence
is critical to improving the effectiveness of the treatment, prevent complications,
decrease morbidity and mortality. Lack of knowledge and negative attitudes towards
non-compliance can result in hypertension patients in treatment. This study aims to
determine the relationship between knowledge and attitudes of patients with
hypertension with implementing hypertension treatment adherence in South Cimahi
Health Center in 2012. This research was conducted with cross sectional design. The
population numbered 4,562 people and a total sample of 98 people with using
accidental sampling technique. Data collection techniques for variable knowledge and
attitudes using a questionnaire , while for variable compliance with interviews and
observations . Statistical test used was chi-square test with a value of α = 0.05 . The
results showed as many as 31 people ( 31.6 % ) had less knowledge , oran 23
( 23.5 % ) have sufficient knowledge , and 44 people ( 44.9 % ) had good knowledge .
A total of 52 persons ( 53.1 % ) had a positive attitude and 46 people ( 46.9 % ) had a
negative attitude . A total of 46 persons ( 46.9 % ) dan52 abiding people ( 53.1 ) is not
wayward carry out the treatment of hypertension . Statistical test results showed no
correlation between knowledge and attitudes of patients with hypertension
implementing hypertension treatment adherence ( p < 0.05 ) . Based on the results,
70
that there are many people with hypertension who are not adherent to treatment ,
because the researchers suggested that the Health Center South Cimahi conduct
health education and conduct routine home care strategies to improve patient
adherence to treatment.
71
PENDAHULUAN
Mayoritas penyebab penyakit kardio vaskuler adalah akibat perubahan gaya hidup dan
pola makan masyarakat. Merokok, obesitas serta kurang melakukan aktivitas fisik
merupakan bagian dari perubahan gaya hidup. Sedangkan makanan siap saji
merupakan bentuk perubahan pola makan.
Saat ini masyarakat lebih menyukai makanan siap saji, dimana makanan tersebut
banyak mengandung lemak, protein, dan tinggi garam dan rendah serat. Hal tersebut
membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif seperti jantung,
diabetes mellitus,dan hipertensi ( Muhammadun, 2010 ).
Hipertensi merupakan penyakit yang belum banyak diketahui masyarakat sebagai
penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut terjadi karena
hipertensi tidak memiliki gejala khusus, sehingga penderita hipertensi tidak menyadari
bahwa dirinya mengalami hipetensi sampai ia melakukan pemeriksaan ke pelayanan
kesehatan. Seseorang baru merasakan dampak hipertensi ketika terjadi komplikasi
seperti gagal ginjal, stroke, dan gagal ginjal. Oleh sebab itu, hipertensi sering disebut
sebagai “ silent killer “ atau pembunuh diam-diam “ ( Adib, 2009 )
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg ( Brunner & Suddart,
2002).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua macam yaitu hipertensi
primer dan sekunder.Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak atau belum
diketahui penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang
disebabkan oleh penyakit lain seperti gagal jantung, gagal ginjal , atau kerusakan
sistem hormon tubuh. Faktor resiko yang mendorong terjadinya hipertensi adalah
genetik, stress, obesitas, konsumsi makanan yang tinggi garam, merokok, konsumsi
alkohol dan kurang olahraga ( Muhammadun, 2010 ).
72
Penyakit hipertensi terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tidak hanya di
Indonesia, namun juga di dunia. Sebanyak 1 milliar orang di dunia atau 1 dari 4 orang
dewasa menderita penyakit hipertensi. Bahkan diperkirakan jumlah penderita
hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milliar menjelang tahun 2025. Hampir di semua
Negara kurang lebih 10-30% penduduk dewasa mengalami hipertensi.
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, diperkirakan 20% penduduknya
menderita hipertensi. Satu diantara empat orang di Amerika terkena hipertensi. Dari 57
juta penduduk Amerika , sebanyak 90% penderita hipertensi, penyebabnya tidak
diketahui dengan pasti ( Purwanti, Salimar & Rahayu, 2004 ). Sedangkan prevalensi
hipertensi di Singapura, Thailand dan Malaysia masing-masing : 27,3%, 22,7% dan
20% ( Hartono, 2011, Hipertensi Pembunuh Diam-Diam,¶ 6,
http://www.health.kompas.com, diperoleh tanggal 21 Januari 2012 )
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas) yang diselenggarakan
Kementerian Kesehatan Tahun 2007, menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7% pada penduduk umur 18 tahun keatas. Hipertensi menjadi
penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan TBC, yaitu mencapai 6,8% dari
proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia ( Riskesdas 2007 , ¶3,
http://www.k4health.org, diperoleh tanggal 29 Januari 2012 )Menurut Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yaitu Aditama ( 2009 ),
menyatakan bahwa 31,7% prevalensi hipertensi di Indonesia, 60% penderita hipertensi
mengalami stroke, sedangkan sisanya mengalami penyakit jantung, gagal ginjal, dan
kebutaaan ( Anonim 2009, ¶2, http://www.dinkesbonebolago.org, diperoleh tanggal 29
Januari 2012 ).
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yaitu Luchyati (2009),
menyatakan bahwa tingkat kemungkinan terkena penyakit hipertensi dan jantung di
Jawa Barat diatas rata-rata nasional. Hal tersebut dikarenakan masih tingginya
perokok aktif di Jawa Barat yang mencapai 26,7%. Sehingga Jawa Barat menempati
urutan tertinggi secara nasional prevalensi penyakit hipertensi. Tingkat prevalensi atau
kemungkinan terkena hipertensi di Jawa Barat mencapai 9,5% sementara rata-rata
nasional hanya 7,2% ( Anonim, 2009. Jawa Barat Awas Ancaman Hipertensi dan
Jantung, ¶3, http://www.kesehatan.kompas.org, diperoleh tanggal 21 Januari 2012 )
73
Di seluruh Negara di dunia, penderita hipertensi yang melakukan pengobatan masih
sangat sedikit. Menurut AHA ( America Heart Association ), di Amerika hanya 61%
yang melakukan pengobatan, dari penderita yang mendapatkan pengobatan hanya
satu pertiga yang mencapai target tekanan darah yang optimal ( Muhammadun,
2010 ). Sedangkan di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, dari total
31,7% kasus hipertensi di Indonesia hanya sekitar 0,4% kasus yang meminum obat
hipertensi untuk pengobatan dan diprediksikan terdapat 76% kasus hipertensi di
Indonesia yang belum terdiagnosis (Riskesdas 2007 , ¶3, http://www.k4health.org,
diperoleh tanggal 29 Januari 2012 ).
Penanganan hipertensi tidak hanya tergantung pada obat yang diberikan dokter, tetapi
diperlukan kerjasama dan upaya yang gigih dari penderita untuk melakukan modifikasi
gaya hidup. Contohnya : seperti mengatur pola makan rendah garam, rendah
kolesterol, dan rendah lemak jenuh serta meningkatkan konsumsi buah dan sayuran,
berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol, menurunkan berat badan bagi yang
obesitas, melakukan olahraga, menghindari stress, dan mengobati penyakit yang
dapat menghindari stress, dan mengobati penyakit yang dapat menyebabkan
hipertensi sekunder ( Sutanto, 2010 ). Namun ketika seseorang didiagnosis mengalami
hipertensi dan harus menggunakan obat untuk mengendalikan tekanan darahnya,
maka pengobatan tersebut bersifat seumur hidup ( Wolff, 2008 ).
Pengobatan hipertensi tidak dapat menyembuhkan penyakit hipetensi, namun tujuan
pengobatan hipertensi adalah untuk mengendalikan atau mengontrol tekanan darah
pada kondisi stabil dan mencegah terjadinya komplikasi akibat hipertensi. Kepatuhan
melakukan pengobatan terhadap hipertensi sangatlah diperlukan, karena hipertensi
merupakan penyakit kronis.Penderita hipertensi tetap harus mengontrol tekanan
darahnya secara berkala dan mengkonsumsi obat untuk mempertahankan agar target
tekanan darah yang optimal tetap tercapai.Penderita hipertensi sering memutuskan
berhenti berobat, karena merasa dirinya sudah sembuh. Padahal untuk penyakit
hipertensi, pencegahan terhadap timbulnya komplikasi merupakan salah satu target
utama pengobatan ( Wolff, 2008 ).
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan hipertensi, maka sangat
diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan
pelaksanaan pengobatan hipertensi. Menurut Sackett ( dalam Niven, 2002 ),
kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang
diberikan professional kesehatan. Karena kepatuhan merupakan perilaku kesehatan,
74
maka menurut Green, 1980 ( dalam Notoatmodjo, 2003 ) menyatakan bahwa perilaku
dipengaruhi oleh 3 faktor. Faktor pertama, yaitu faktor predisposisi yang meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi.
Kedua yaitu faktor pendukung yang meliputi sarana dan prasarana serta jarak
pelayanan kesehatan. Ketiga faktor pendorong yang meliputi dukungan tenaga
kesehatan, dukungan keluarga dan dukungan sosial.
Rogers, 1974 ( dalam Notoatmodjo, 2007 ) berdasarkan hasil penelitiannya,
menyatakan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku ( melakukan perilaku
baru), maka ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi
dirinya dan keluarganya.Penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku yang didasari
oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, akan menghasilkan perilaku yang
bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang posistif maka perilaku tersebut tidak akan
berlangsung lama. Oleh sebab itu, agar kepatuhan penderita hipertensi dalam
melaksanakan pengobatan dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lama, maka
penderita harus memiliki pengetahuan dan sikap yang positif terhadap penyakitnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Cimahi, kasus hipertensi
di beberapa Puskesmas yang ada di Kota Cimahi menunjukkan peningkatan, dari 12
Puskesmas yang ada di Kota Cimahi, ada 8 Puskesmas yang angka kejadian
hipertensinya meningkat yaitu Puskesmas Cigugur Tengah, Cimahi Selatan,
Cipageran, Padasuka, Cibeureum, Cimahi Utara, Melong Asih, dan Leuwigajah. Dari 8
Puskesmas tersebut, Puskesmas yang paling tinggi mengalami peningkatan kasus
hipertensi dalam kurun waktu satu tahun adalah Puskesmas Cimahi Selatan. Pada
tahun 2010 kasus hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan sebanyak : 2.396 kasus
dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 4.562 kasus, dalam kurun waktu kasus
hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan mengalami peningkatan sebanyak : 2.166
kasus.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada 15 orang
penderita hipertensi, didapatkan hasil bahwa 9 orang penderita hipertensi masih
kurang patuh dalam melakukan pengobatan, mereka mengatakan bahwa mereka
melakukan kontrol dan meminum obat jika mereka mengalami gejala hipertensi
seperti : pusing, nyeri di tengkuk dan mengalami sulit tidur, namun jika gejala
75
berkurang mereka menghentikan pengontrolan dan tidak minum obat lagi, mereka
menghentikan pengobatan atas keinginan sendiri tanpa mengkolsultasikan terlebibih
dahulu kepada dokter atau petugas kesehatan, jika mereka merasa pusing mereka
hanya menggunakan obat warung untuk menghilangkan gejala pusing tersebut.
Dari 9 orang penderita hipertensi yang tidak patuh melaksanakan pengobatan, ada 4
orang yang sudah lebih dari 3 bulan tidak melakukan kontrol dan tidak meminum obat.
Mereka mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui berapa tekanan darah yang
dikatakan dan tidak mengetahui komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi.
Mereka hanya mengetahui bahwa mereka harus mengurangi makanan yang tinggi
garam dan tidak mengetahui hal apa lagi yang harus dilakukan untuk mengendalikan
tekanan darahnya.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
masalah : Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Hipertensi Dengan Kepatuhan
Melaksanakan Pengobatan Hipertensi Di Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2012 “.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deksriptif korelasi yaitu suatu metode penelitian
yang dilakukan denngan tujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan,
sikap penderita hipertensi dengan kepatuhan melaksanakan pengobatan hipertensi di
Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2012.
Waktu penelitian dilakukan dari bulan mei sampai dengan bulan juni 2012. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah kros seksional.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kunjungan kasus hipertensi selama tahun
2011 yaitu berjumlah 4.562 kasus. Sampel yang digunakan adalah 98 orang penderita
hipertensi. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan tehnik wawancara dan
observasi
76
HASIL PENELITIAN
1. Hasil Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Tehnik dalam analisis ini adalah tabulasi silang dengan uji
Chi Square dengan alpha = 0,05.
1. Hubungan Pengetahuan Penderita Hipertensi Dengan Kepatuhan
Melaksanakan Pengobatan Hipertensi
Tabel 1
Hubungan Pengetahuan Penderita Hipertensi Dengan Kepatuhan Melaksanakan
Pengobatan Hipertensi Di Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2012
Pengetahuan
Kepatuhan Melaksanakan
Pengobatan Hipertensi
Total
n %
Nilai P
Patuh Tidak Patuh
n % n %
Kurang 10 32,3 21 67,7 31 100
0.031
Cukup 9 39,1 14 60,9 23 100
Baik
27 61,4 17 38,6 44 100
Jumlah 46 46,9 52 53,1 98 100
77
Dari tabel diatas ternyata ada sebanyak 21 orang penderita hipertensi (67,7%) yang
pengetahuannya kurang serta tidak patuh dalam melaksanakan pengobatan hipertensi
dan sebanyak 17 orang penderita hipertensi (38,6%) yang pengetahuannya baik serta
tidak patuh dalam melaksanakan pengobatan hipertensi.
Hasil uji statistik pada α = 0,05 ternyata ada hubungan antara pengetahuan penderita
hipertensi dengan kepatuhan melaksanakan pengobatan hipertensi ( p < 0,05 )
2. Hubungan Sikap Penderita Hipertensi Dengan Kepatuhan Melaksanakan
Pengobatan Hipertensi
Tabel 2
Hubungan Sikap Penderita Hipertensi Dengan Kepatuhan Melaksanakan
Pengobatan Hipertensi Di Puskesmas Cimahi Selatan Tahun 2012
Sikap
Kepatuhan Melaksanakan
Pengobatan Hipertensi
Total
n %
Nilai P
Patuh Tidak Patuh
n % n %
Positif
31 59,6 21 40,4 52 100
0,013
Negatif
15 32,6 31 67,4 46 100
Jumlah
46 46,9 52 53,1 98 100
78
Pada tabel 2 ternyata ada sebanyak 31 orang penderita hipertensi (67,4%) yang
memiliki sikap negative serta tidak patuh dalam melaksanakan pengobatan hipertensi,
dan ada sebanyak 21 orang penderita hipertensi (40,4%) yang memiliki sikap positif
serta tidak patuh dalam melaksanakan pengobatan hipertensi.
Hasil uji statistik pada α = 0,05 ternyata ada hubungan antara sikap responden
dengan kepatuhan melaksanakan pengobatan hipertensi ( P < 0,05 )
PEMBAHASAN
1. Hubungan Pengetahuan Penderita Hipertensi Dengan Kepatuhan
Melaksanakan Pengobatan Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang pengetahuannya
kurang, tidak patuh melaksanakan pengobatan hipertensi.Kemudian dari hasil analisis
data dengan menggunakan uji statistik chi square pada α=0,05, didapatkan nilai p =
0,031 artinya bahwa ada hubungan pengetahuan penderita hipertensi dengan
kepatuhan melaksanakan pengobatan hipertensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin baik pengetahuan tentang hipertensi maka kepatuhan dalam melaksanakan
pengobatan hipertensinya akan semakin baik. Sebaliknya jika pengetahuan penderita
hipertensi tentang hipertensi kurang,maka kepatuhan dalam melaksanakan
pengobatan hipertensinya akan semakin kurang atau bahkan tidak patuh.
Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus ( 2006), yang
meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi dengan kepatuhan
pasien dalam melaksanakan pengobatan hipertensi. Berdasarkan hasil penelitiannya
pada 44 responden didapatkan sebagian besar responden ( 59,1%) memliki tingkat
pengetahuan tinggi dan sebesar 68,2% responden patuh dalam melaksanakan
pengobatan.Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang hipertensi dengan kepatuhan pasien melaksanakan pengobatan
hipertensi.
79
Pemahaman yang menyeluruh mengenai penyakit hipertensi, cara kerja
obat ,kebiasaan hidup dan mengontrol hipertensi secara teratur sangatlah penting
diketahui oleh penderita hipertensi, karena ketidakpatuhan pada program terapi
merupakan masalah besar bagi penderita hipertensi.
Konsep bahwa penyakit hipertensi hanya dapat di kontrol dan tidak dapat
disembuhkan penting untuk diketahui oleh pasien. Bimbingan dan penyuluhan secara
terus menerus diperlukan agar penderita hipertensi patuh melaksanakan pengobatan
( Brunner & Suddart, 2002 ). Pemahaman yang menyeluruh terhadap penyakit
hipertensi diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan pasien dalam melaksanakan
pengobatan hipertensi.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, ia harus lebih tahu
terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya ( Notoatmodjo,
2007). Maka kepatuhan penderita hipertensi dalam melakukan pengobatan akan dapat
dipertahankan dalam jangka waktu lama (bersifat langgeng), jika penderita hipertensi
mempunyai pengetahuan yang baik terhadap hipertensi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Eliana, Khasanah & Pertiwi (2007) menjelaskan
teori yang dikemukakan oleh Wibowo ( 1999) bahwa ketaatan atau kepatuhan dalam
melakukan pengobatan dan kontrol kesehatan pada individu salah satunya disebabkan
karena adanya pemahaman pada diri individu tersebut mengenai resiko penyakit dan
tujuan pengobatan. Hal ini terbukti, bahwa penderita hipertensi di Puskesmas Cimahi
Selatan yang mempunyai pengetahuan kurang sebagian besar ( 67,7%) tidak patuh
melakukan pengobatan hipertensi dan sebagian besar (61,4%) penderita hipertensi
yang mempunyai pengetahuan baik, patuh melakukan pengobatan hipertensi. Maka
dapat disimpulkan bahwa kepatuhan penderita hipertensi di Puskesmas Cimahi
Selatan dalam melakukan pengobatan hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh
pengetahuan mereka terhadap penyakitnya.
Oleh sebab itu , diperlukan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan kepatuhan
penderita hipertensi dalam melakukan pengobatan hipertensi. Pendidikan kesehatan
merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang
kondusif terhadap kesehatan. Tujuan pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan
hanya untuk mencapai “ melek kesehatan ( health literacy ) “ pada masyarakat saja.
80
Namun lebih penting ialah mencapai perilaku kesehatan ( healthy behavior ).
Kesehatan bukan hanya untuk diketahui ( knowledge) dan disikapi ( attitude ),
melainkan harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (practice). Berarti tujuan
pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat sehingga
sesuai dengan norma-norma hidup sehat ( Notoatmodjo, 2007).
2. Hubungan Sikap Penderita Hipertensi Dengan Kepatuhan Melaksanakan
Pengobatan Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan, sebagian besar dari responden yang sikapnya negative,
tidak patuh melaksanakan pengobatan hipertensi. Kemudian dari hasil analisis data
dengan menggunakan uji statistik chi square pada α=0,05, didapatkan nilai p = 0,013
artinya bahwa ada hubungan sikap penderita hipertensi dengan kepatuhan
melaksanakan pengobatan hipertensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
positif sikap seseorang tentang hipertensi maka kepatuhan dalam melaksanakan
pengobatan hipertensinya akan semakin baik. Sebaliknya jika sikap penderita hipetensi
tentang hipertensi negative, maka kepatuhannya dalam melaksanakan pengobatan
hipertensinya akan semakin kurang atau bahkan tidak patuh.
Penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2011),
yang meneliti tentang pengaruh konseling obat terhadap kepatuhan pasien hipertensi
di poliklinik khusus RSUP DR.M Djamil Padang. Berdasarkan hasil penelitiannya
kepada 50 orang responden, didapat hasil bahwa konseling dapat meningkatkan
pengetahuan dan sikap dan akan berpengaruh terhadap kepatuhan pasien hipertensi
dalam melaksanakan pengobatan.
Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi, Sulchan & Salawati
(2005) yang meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan
ketaatan dan derajat hipertensi penderita di Puskesmas Sumberlawang Kabupaten
Sragen, didapat hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan
ketaatan ( nilai p = 0,000 ). Penelitian ini membuktikan bahwa kepatuhan penderita
hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan dalam melakukan pengobatan salah satunya
dipengaruhi oleh sikap. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa lebih dari
setengahnya ( 59,6%) penderita hipertensi yang mempunyai sikap positif patuh
melakukan pengobatan dan penderita hipertensi yang mempunyai sikap negatif
sebagian besar ( 67,4%) tidak patuh melakukan pengobatan.
81
Menurut Rogers ( 1974, dalam Notoatmodjo, 2007) bahwa apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetetahuan, kesadaran dan sikap
positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng ( long lasting ). Sebaliknya
apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif,
maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama.
Pengetahuan akan membuat seseorang berpikir dan berusaha untuk menjaga
kesehatan nya. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja.
Misalnya seorang penderita hipertensi telah mendengar tentang penyakit hipertensi
( penyebab, gejala, dampak, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan
membawa pasien untuk berpikir dan berusaha agar penyakit hipertensi yang
dialaminya tidak bertambah parah. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan
ikut bekerja sehingga pasien tersebut berniat untuk melakukan pengobatan hipertensi
secara teratur dan menjalankan program pengobatan yang disarankan oleh petugas
kesehatan,sehingga pasien tersebut mempunyai sikap positif terhadap objek yang
berupa penyakit hipertensi ( Notoatmodjo, 2007).
Disamping itu, penelitian ini menunjukkan bahwa ada sebanyak 21 responden (40,4%),
yang sikapnya positif namun tidak patuh melaksanakan pengobatan hipertensi, dan
ada sebanyak 15 responden (32,6%) yang sikapnya negatif namun patuh
melaksanakan pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa sikap belum merupakan suatu
tindakan atau perilaku, akan tetapi merupakan predisposisi suatu perilaku. Sikap
masih merupakan suatu reaksi tertutup atau tingkah laku yang tertutup. Sikap
merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Dengan adanya hubungan
sikap dengan kepatuhan melaksanakan pengobatan, maka penderita hipertensi
seharusnya menumbuhkan sikap positif terhadap penyakit hipertensi.
Sikap dapat berubah sesuai dengan perubahan aspek kognitif atau aspek afektif.
Namun faktor eksternal sangat berpengaruh dalam mengarahkan sikap seseorang,
dengan sadar atau tidak sadar individu yang bersangkutan akan mengadopsi sikap
tertentu. Faktor eksternal pada dasarnya berpijak pada suatu proses yang disebut
strategi persuasi.
Persuasi merupakan usaha pengubahan sikap seseorang dengan memasukkan ide,
pikiran, pendapat dan bahkan fakta baru lewat pesan-pesan komunikatif. Pesan yang
disampaikan dengan sengaja dimaksudkan untuk menimbulkan kontraindikasi dan
82
inkonsistensi diantaran komponen sikap seseorang dan perilakunya, sehingga
menganggu kestabilan sikap dan membuka peluang terjadinya perubahan yang
diinginkan ( Azwar, 2009 ). Memasukkan ide, pikiran, pendapat dan fakta baru dapat
dilakukan melalui pendidikan kesehatan, sehingga diharapkan penderita hipertensi
yang pada awalnya mempunyai sikap yang negatif akan mengubah sikapnya menjadi
lebih positif terhadap penyakitnya setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
SIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara pengetahuan penderita hipertensi dengan kepatuhan
melaksanakan pengobatan hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan ( p < 0,05 )
2. Ada hubungan antara sikap penderita hipertensi dengan kepatuhan
melaksanakan pengobatan hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan ( p < 0,05 )
SARAN
1. Peneliti menyarankan kepada Puskesmas Cimahi Selatan untuk lebih
meningkatkan lagi kepatuhan penderita hipertensi dalam melakukan
pengobatan dengan melakukan penyuluhan kesehatan secara rutin. Saat
pasien melakukan pengobatan ke puskesmas, penyuluhan dapat dilakukan
dengan cara memberikan penjelasan/informasi selengkap-lengkapnya
mengenai hipertensi dan rencana pengobatan yang akan dilakukan dengan
memberikan leaflet atau informasi secara tertulis. Selain itu penyuluhan dapat
juga dilakukan pada saat kegiatan posbindu.Disamping itu dapat juga
melakukan strategi home care pada pasien hipertensi, karena ketika dilakukan
observasi kerumah, pasien mengatakan bahwa dengan adanya kunjungan ini
pasien merasa diperhatikan oleh petugas kesehatan, sehingga timbul keinginan
untuk melakukan control kembali ke puskesmas.
2. Bagi penderita hipertensi diharapkan agar lebih meningkatkan pengetahuan
tentang hipertensi dan penyakit lain yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi
melalui berbagai media agar dapat mengendalikan berbagai dampak negative
83
yang dapat terjadi, sehingga lebih patuh melakukan pengobatan hipertensi.
Selain itu mereka harus untuk dilakukan kunjungan rumah oleh petugas
kesehatan, karena dengan adanya kunjunngan ke rumah kondisi pasien akan
terpantau dan menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan kepatuhan pasien
dalam melakukan pengobatan. Sehingga diharapkan adanya peningkatan
kesehatan pada pasien hipertensi serta mencegah terjadinya komplikasi akibat
hipertensi.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber
informasi dan sebagai bahan perbandingan pada penelitian yang sama atau
untuk melakukan melakukan penelitian lebih lanjut.
84
KEPUSTAKAAN
1. Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke. Yogyakarta. Dianloka Pustaka.
2. Alamatsier, Sunita.2005. Penuntun Diet . Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama
3. Anonim. Hindari Hipertensi Konsumsi Garam 1 Sendok Teh Perhari.2009. tersedia di http://www.dinkesbonebolango.org.diperoleh tanggal 29 Januari 2012.
4. ________ . Hipertensi,2011. Tersedia di http://fsifkunila.blogspot.com diperoleh i. Tanggal 24 Februari 2012
5. ________ . Jawa Barat Awas Ancaman Hipertensi dan Jantung.2009 Tersedia di http://www.kesehatan.kompas.com. Diperoleh tgl 21 Januari
2012.
6. Agus, Era 2006,Hubungan Tingkat Pengtahuan Tentang Hipertensi Dengan Kepatuhan Pasien Dalam Melaksanakan Pengobatan Hipertensi Di Puskesmas Gubug. Tersedia di http://digilib.unimus.ac.id, diperoleh tanggal 2 Februari
7. Azwar, Saifuddin,2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.Yogjakarta Pustaka Pelajar.
8. Brunner & Suddarth 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta Buku
Kedokteran EGC.
9. Budiman .2011. Penelitian Kesehatan.Bandung. PT.Refika Aditama.
85
10. Dewi, Arum Tunggal,Sulchan,Salawati, Trixie.2005.Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dengan Ketaatan dan Derajat Hipertensi Penderita di Puskesmas Sumberlawang Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen,terdapat di http://digilib.unimus.ac.id. Diperoleh tanggal 22 Januari 2012
11. Eliana, Arifa, Khasanah, Uswatun & Pertiwi, Ratna. 2007. Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Stroke Dengan
Perilaku Mencegah Stroke Pada Klien Hipertensi di RSU PKU Muhammadiyah
Yogjakarta, 3(2), 92-93
12. Hartono, Bambang. Hipertensi Pembunuh Diam-Diam, 2011. Tersedia di http://www. Health.kompas.com. diperoleh tanggal 21 Januari 2012.
13. Hidayat, A, Azis Alimul.20027. Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta; Salemba Medika.
14. Lumbantobing.2008.Tekanan Darah Tinggi.Jakarta.Fakultas Kedokteran Univ.Indonesia.
15. Muhammadun.2010. Hidup Bersama Hipertensi. Yogjakarta; In Books
16. Niven , Neil . 2002. Psikologi Kesehatan. Jakarta; Buku Kedokteran EGC.
17. Notoatmodjo,Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta Rineka Cipta
18. _______. 2005.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta
19. _______. 2007.Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta. Rineka Cipta
20. Nursalam,2008.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Jakarta; Salemba Medika.
21. Purwati, Susi,Salimar, & Rahayu, Sri 2004,Perencanaan Menu Untuk Penderita Tekanan Darah Tinggi. Jakarta ; PT. Penebar Swadaya.
86
22. Pratiwi, Denia. 2011.Pengaruh Konseling Obat Terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi Di Poliklinik KhususRSUP.DR.M.Djamil Padang. Tersedia di http://pasca. Unand.ac.id, diperoleh tanggal 22 Maret 2012.
23. Riskesdas, 2007. Tersedia http://www.k4health.org. diperoleh tanggal 29 Januari 2012
24. Riyanto , Agus. 2007.Metodologi Penelitian Kesehatan.Yogyakarta.Nuha Medika
25. _______,2009.Pengolahan Dan Analisis Data Kesehatan.Yogyakarta. Nuha Medika.
26. Sugiyono.2010.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & R. Bandung ; IKAPI
27. Sutanto. 2010. Cekal Penyakit Modern Hipertensi,Stroke, Jantung, Kolesterol dan Diabetes. Yogjakarta; C.V. Andi Offset.
28. Sutedjo, AY.2008. Mengenal Obat-Obatan Secara Mudah dan Aplikasinya Dalam Perawatan. Yogjakarta; Amara Books.
29. Udjianti, Juni Wajan.2010.Keperawatan Kardiovascular. Jakarta; Salemba Medika
30. Wolff, Hanns Peter.2008.Hipertensi Cara Mendeteksi dan Mencegah Tekanan Darah Tinggi Sejak Dini. Jakarta; Bhuana Ilmu Populer.
31. Wulandari, Shanty, Komariah, Maria & Ermiaty.2009. Majalah Keperawatan. Nursing Journal of Pajajaran Universsity.Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Pemberian ASI Ekslusif Oleh Ibu-IbuYang Bekerja Sebagai Perawat di RS. Al-Ihsan Kota Bandung, 10 (15), 91-95.
87
HUBUNGAN IBU HAMIL USIA LEBIH DARI 35 TAHUN DENGAN KEJADIAN PARTUS LAMA DI PUSKESMAS MELONG TENGAH CIMAHI 2012
THE RELATIONSHIP OF PREGNANT WOMEN AGED MORE THAN 35 YEARS OLD
WITH LONGER PARTUS INCIDENT AT COMMUNITY HEALT CENTER OF CENTRAL MELONG IN CIMAHI IN 2012
Sofa Fatonah H.S dan Desy Ani Sendi
PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN BUDI LUHUR CIMAHI
ABSTRACT
The Background of this study is that the maternal mortality in Indonesia is still high.
Classify longer partus is one of the direct causes of maternal mortality. The latent
phase of longer partus is more than 8 hours duration of it, labor process has lasted 12
hours or more of infants not yet born, cervical dilation on the right position alert line on
the active phase of labor. In Clinics of middle Melong Cimahi longer partus events has
increased from 2011 to 2012, starting from there was no case later became the 36
cases of long partus. The Method used in this research is analytical of descriptive
approach to cross-sectional. This research using a sample of pregnant women aged
more than 35 years old who suffered long partus since in January-December of 2012.
The number of samples as many as 65 people with determination of the sample using
total sampling. The Data obtained by means of collecting data by using medical record
(secondary data).The Results of this study cincluded is test result statistics show there
were aged pregnant women over 35 years old with partus (value 0.001 p < 0.05).The
Conclusions of this study are expected to be health workers health center Central
Melong Cimahi can increase understanding and knowledge of the public about the
dangers of the pregnant mother of old age and do health counselling about old partus,
providing counselling about the danger on pregnant women, early detection of old age
to all pregnant, pregnancy spacing and family planning program, so that every mother
can plan her pregnancy at the age of reproductive health which are 20-35 years.
Keywords : Cross Sectional, Pregnant mother aged 35 years old, Longer Partus
88
PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar
di Negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor
utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya pada tahun
1996.(Saifuddin, 2009).
Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia, terdapat kematian ibu sebesar
500.000 jiwa pertahun. Kematian maternal terjadi di Negara berkembang
sebesar 99%. WHO memperkirakan jika ibu melahirkan rata-rata 3 bayi, maka
kematian ibu dapat diturunkan menjadi 300 jiwa. (Manuaba, 2010 : 4).
Sedangkan menurut Catatan dari Bina Kesehatan Anak Kementrian Kesehatan
(Kemenkes) diketahui Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih
tergolong tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu
Singapura (3/1000 kelahiran hidup), Brunei Darussalam (8/1000 kelahiran
hidup), Malaysia (10/1000 kelahiran hidup), Vietnam (18/1000 kelahiran hidup)
dan Thailand (20/1000 kelahiran hidup). (Susanto, 2010)
Menurut data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
Angka Kematian Ibu (AKI) 228/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian
Bayi (AKB) tahun 2007 yaitu 34/1000 kelahiran hidup. (Jampersal, 2012)
Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Barat pada tahun 2007 adalah 321/100.000
kelahiran hidup (sedangkan target MDGs AKI 102/100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015). Data tahun 2009 menunjukkan jumlah kematian ibu maternal
di Jawa Barat mencapai 828 ibu dari 845.964 kelahiran hidup. (Jabarprov,
2012). Sedangkan pada tahun 2007, Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa Barat
sebesar 40,26/1000 kelahiran hidup (target Millenium Develoment Goals
(MDGs) Angka Kematian Bayi (AKB) 23/1000 kelahiran hidup pada tahun
2015). Data tahun 2009 jumlah kematian bayi 5.719 bayi dari 845.964 KH.
(Jabarprov, 2010)
Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota Cimahi pada tahun 2010 menurun
jika dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2009 lalu sebanyak
89
16 orang dari jumlah ibu melahirkan sebanyak 10.374 orang. Diketahui, jumlah
Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2010 sebanyak 9 orang dari total ibu
melahirkan sebanyak 6.699 orang. (Pikiran Rakyat Online, 2011) Sedangkan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Cimahi pada tahun 2005 sebesar
31,15/1000 kelahiran hidup, pada tahun 2006 sebesar 31,03/1000 kelahiran
hidup, pada tahun 2007 sebesar 30,78/1000 kelahiran hidup dan pada tahun
2008 sebesar 30,88/1000 kelahiran hidup (Dinkes Kotas Cimahi).
Penyebab AKI terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab
tidak langsung kematian ibu adalah karena kondisi masyarakat, seperti
pendidilkan, sosial ekonomi dan budaya. Sedangkan penyebab langsung dari
AKI disebabkan oleh komplikasi pada masa hamil, bersalin dan nifas atau
kematian yang disebabkan oleh suatu tindakan atau berbagai hal yang terjadi
akibat-akibat tindakan tersebut yang dilakukan selama hamil, bersalin dan nifas,
seperti perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (eklamsia), infeksi,
persalinan macet dan komplikasi keguguran. Beberapa komplikasi persalinan
salah satunya adalah persalinan lama (Genie, 2009)
Partus Lama merupakan salah satu dari beberapa penyebab kematian ibu dan
bayi baru lahir. Partus lama yaitu fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih bayi belum lahir, dilatasi serviks dikanan garis
waspada pada persalinan fase aktif. (Saiffudin, 2009). Beberapa penyebab
persalinan lama adalah kelainan letak janin, kelainan panggul
ketidakseimbangan sepalopelvik, pimpinan persalinan yang salah dan primi tua
primer atau sekunder dan kelainan kekuatan his dan mengedan (power) .
Adapun sebab lain adalah ibu dengan umur lebih dari 35 tahun, fungsi
reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca
persalinan yaitu partus lama, ketidakseimbangan antara panggul dan bagian
terendah sering dijumpai pada ibu dengan tinggi badan kurang dari 150 cm
yang mengakibatkan persalinan lama. Partus lama akan menyebabkan infeksi,
kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, kadang dapat terjadi pendarahan post
partum yang dapat menyebabkan kematian ibu. Pada janin akan terjadi infeksi,
cedera dan asfiksia yang dapat meningkatkan kematian bayi. (Yulie, 2009).
90
Berdasarkan hasil penelitian Indriani pada tahun 2007 dengan judul Hubungan
Umur dengan Kejadian Partus Lama di RSIA Makasar Tahun 2006 yaitu
menemukan 222 kasus partus lama (20,89%) dari 2552 persalinan. Jumlah
sampel 222 orang dimana wanita hamil berusia dibawah 20 tahun berjumlah 47
orang (21,17), wanita hamil berusia diatas 35 tahun berjumlah 126 orang
(56,75%) dan wanita hamil berusia 20 – 30 tahun 49 (22,07%). (Indriani, 2007).
Puskesmas Melong Tengah Cimahi adalah salah satu Puskesmas yang berada
di Wilayah Kelurahan Melong. Puskesmas Melong Tengah berada di JL.Melong
Tengah Kelurahan Melong Kecamatan Cimahi Selatan yang terdiri dari 36 RW,
6 RT dan 6167 Kepala Keluarga. Adapun program yang berada di wilayah
Puskesmas Melong Tengah Cimahi adalah kelas ibu hamil, posyandu,
kunjungan bayi dengan resiko tinggi, kunjungan ibu dengan resiko tinggi dan
memberikan penyuluhan pada ibu hamil termasuk penyuluhan mengenai
kehamilan resiko tinggi.
Tabel 1.1 Data kasus yang terjadi di Puskesmas Melong Tengah
Periode Januari - Desember Tahun 2012
Kasus Jumlah
Terlalu Tua 65
Terlalu Muda 40
Partus Lama 36
Terlalu Dekat 34
Terlalu Sering 32
Total 207
Sumber : Dokumentasi Puskesmas Melong Tengah, 2011
Sesuai dengan data kasus di atas terhitung mulai dari bulan Januari-
Desember tahun 2012 data kasus tertinggi di Puskesmas Melong Tengah Cimahi
yaitu Ibu Hamil Terlalu Tua sebanyak 65 ibu hamil.
91
Tabel 1.2 Angka Kejadian Partus Lama di Puskesmas Melong Tengah
Tahun 2011 – 2012
Tahun
Kejadian Partus Lama
Jumlah %
2011 0 0%
2012 36 17,39%
Sumber: Dokumentasi Puskesmas Melong Tengah, 2011
Tabel 1.3 Angka Ibu Hamil Usia Lebih dari 35 Tahun
di Puskesmas Melong Tengah Tahun 2011 – 2012
Tahun
Ibu Hamil Usia Lebih dari 35 tahun
Jumlah %
2011 29 14%
2012 65 31,4%
Sumber: Dokumentasi Puskesmas Melong Tengah, 2011
Berdasarkan uraian diatas dapat di simpulkan angka kejadian Partus Lama dari
Tahun 2011 meningkat pada Tahun 2012, dari tidak ada kasus kemudian menjadi 36
kasus partus lama dan ibu yang hamil di usia tua tahun 2011 sebanyak 29 orang dan
pada tahun 2012 sebanyak 65 orang, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Ibu Hamil Usia Lebih dari 35 Tahun dengan Kejadian
Partus Lama di Puskesmas Melong Tengah Cimahi tahun 2012”.
92
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan rancangan survei cross sectional, yaitu suatu
penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan
(sekali waktu) antara faktor resiko atau paparan dengan penyakit. (Hidayat, 2007).
Sedangkan variabel independen adalah ibu hamil usia lebih dari 35 tahun dan variabel
dependen adalah kejadian partus lama. Alat ukur yang digunakan daftar checklist.
Hasil ukur pada variabel independen usia terlalu tua yaitu 1. 36-39 tahun dan 2. > 39
tahun dan variabel dependen yaitu partus lama yaitu 1. Partus Lama dan 2. Tidak
Partus Lama. Skala yang digunakan ordinal.
A. Populasi dan sampel penelitian
1. Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai karakteristik tertentu.
(Sastroasmoro, Sudigdo, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu
hamil usia lebih dari 35 tahun didapat dari rekam medik di Puskesmas Melong
Tengah Cimahi selama bulan Januari-Desember 2012 yaitu sebanyak 65
responden.
2. Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakilinya populasinya. (Sastroasmoro, Sudigdo,2011).
Pada penelitian ini sampelnya adalah ibu hamil yang berusia lebih dari 35 tahun dari
bulan Januari-Desember 2012 sebanyak 65 responden. Tehnik pengambilan
sampel dari penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik total sampling
dimana menggunakan seluruh anggota populasi menjadi sampel. Karena apabila
subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. (Arikonto,2006).
B.Pengumpulan Data Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan
data sekunder adalah data yang diperoleh dari petugas kesehatan yang ada di
Puskesmas Melong Tengah Cimahi.
93
2. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian yaitu Check LIst. Check List
adalah suatu daftar pengecek, berisi nama subjek dan beberapa gejala
atau identitas lainnya dari sasaran pengamatan. (Hidayat, 2007).
Pengamat tinggal memberikan tanda chek list (√) pada daftar tersebut
yang menunjukkan adanya gejala dari sasaran pengamatan. Chek list ini
dapat bersifat individu dan juga dapat bersifat kelompok.
C. Prosedur Penelitian
1. Sebelum Meneliti
a. Merumuskan masalah
b. Menentukan topik penelitian
c. Mencari data awal
d. Menyusun proposal penelitian
e. Mengikuti bimbingan proposal penelitian
f. Meminta perijinan pada instansi terkait, yaitu Puskesmas Melong
Tengah Cimahi.
2. Selama Penelitian
Bekerja sama dengan petugas kesehatan di Puskesmas Melong Tengah
Cimahi dalam pengumpulan data.
3. Setelah Penelitian
Menurut (Hidayat, 2007) dalam melakukan analisis data terlebih dahulu
data harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi.
Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses
pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. Dalam
proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh,
diantaranya:Editing,Coding, dan Data Entry.
D. Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara univariat dan bivariat.
a. Analisis univariat (Analisa Data Penelitian Deskriptif)
Berfungsi untuk meringkis, mengklasifikasikan, dan menyajikan data yang
merupakan langkah awal dan analisa lebih lanjut dalam penggunaan uji
statistik. (Hidayat, 2007)
94
b. Analisis bivariat
Uji chi kuadrat atau dapat digunakan untuk mengevaluasi frekuensi yang
diselidiki apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan pada
penelitian tidak yang menggunakan data nominal.
ditolak jika hitung > tabel berarti ada hubungan yang bermakna
antara hubungan ibu hamil usia lebih dari 35 tahun dengan kejadian partus
lama.
diterima jika hitung < tabel berarti tidak ada hubungan yang
bermakna hubungan ibu hamil usia lebih dari 35 tahun dengan kejadian
partus lama. (Hidayat, 2011).
c. Lokasi penelitian ini di Puskesmas Melong Tengah Cimahi dimulai pada
bulan Februari – Juli tahun 2013.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a) Jumlah Usia Ibu Hamil > 35 Tahun
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Ibu Hamil > 35 Tahun Di
Puskesmas Melong Tengah Cimahi Tahun 2012.
Klasifikasi Umur Frekuensi Presentasi (%)
36-39 tahun 49 75,4
>39 tahun 16 24,6
Total 65 100
Sumber : Data Sekunder, Tahun 2012.
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.1 diperoleh hasil ibu hamil usia
lebih dari 35 tahun di Puskesmas Melong Tengah Cimahi tahun 2012
dari 65 responden diperoleh hasil bahwa sebagian besar dari
responden berusia 35-39 tahun sebanyak 49 ibu hamil (75,4%) dan
hanya sebagian kecil dari responden berusia >39 tahun sebanyak 16
ibu hamil (24,6%).
95
b) Partus Lama
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Partus Lama Di
Puskesmas
Melong Tengah Cimahi Tahun 2012.
Persalinan Frekuensi Persentasi
(%)
Partus Lama 31 47,7
Tidak Partus Lama 34 52,3
Total 65 100
Sumber : Data Sekunder, Tahun 2012
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.2 diperoleh hasil ibu hamil usia lebih dari
35 tahun dengan kejadian partus lama di Puskesmas Melong Tengah
Cimahi Tahun 2012 dari 65 responden ibu hamil usia lebih dari 35 tahun
yaitu sebagian besar dari responden tidak mengalami partus lama pada
saat persalinan sebanyak 34 ibu (52,3%) dan hampir setengah dari
responden yang mengalami kejadian partus lama saat persalinan sebanyak
31 ibu (47,7%)
2. Analisis Bivariat
Hubungan Ibu Hamil Usia >35 Tahun Dengan Kejadian Partus Lama
Di Puskesmas Melong Tengah Cimahi Tahun 2012.
Tabel 4.3 Hubungan Ibu Hamil Usia >35 Tahun Dengan Kejadian
Partus Lama Di Puskesmas Melong Tengah Cimahi Tahun 2012
Sumber : Data Sekunder, Tahun 2012
Kategori Usia Persalinan
Jumlah P Value Partus Lama Tidak Partus Lama
F % F % F %
36-39 tahun 30 96,8 20 58,8 50 100 >39 tahun 1 3,2 14 41,2 15 100 0,001
Total 31 47,7 34 52,3 65 100
96
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.3 diperoleh hasil hubungan antara ibu hamil
usia lebih dari 35 tahun dengan kejadian partus lama diperoleh di Puskesmas
Melong Tengah Cimahi Tahun 2012 dari 65 responden ibu hamil yaitu
sebagian besar dari responden (52,3%) ibu yang tidak mengalami partus lama
saat persalinan dan hampir setengah dari responden (47,7%) ibu yang
mengalami kejadian partus lama saat persalinan. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p = 0,001 < ɑ (0,05) berarti Ho ditolak maka terdapat hubungan antara ibu
hamil usia lebih dari 35 tahun dengan kejadian partus lama. Kemudian dari
hasil analisis diperoleh OR = 21,00 artinya ibu hamil dengan usia lebih dari 35
tahun mempunyai peluang 21 kali mengalami partus lama dibandingkan
dengan ibu hamil dengan usia < dari 35 tahun.
B. Pembahasan
1. Gambaran Kejadian Ibu Hamil Usia Lebih dari 35 Tahun di
Puskesmas Melong Tengah Cimahi Tahun 2012.
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.1 diperoleh hasil ibu hamil usia lebih
dari 35 tahun di Puskesmas Melong Tengah Cimahi tahun 2012 dari 65
responden diperoleh hasil bahwa sebagian besar dari responden
(75,4%) ibu hamil berusia 35-39 tahun dan hanya sebagian kecil (24,6%)
ibu hamil berusia >39 tahun.
Berdasarkan teori menurut Poedji Rochjati (2003) bahwa ibu hamil yang
berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi terhadap kehamilan dan
persalinan, dimana pada usia tersebut terjadi penurunan fungsi
reproduksi pada seorang wanita yaitu perubahan pada jaringan alat-alat
reproduksi dan jalan lahir tidak lentur dan bahaya yang dapat terjadi
pada kelompok ini adalah persalinan lama akibat power yaitu tenaga ibu
dan kelainan-kelainan HIS.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Felly dan Snewe
(2003), terdapat 25,5 % responden ibu hamil usia lebih dari 35 tahun
yang mengalami persalinan dengan partus lama. Dari kejadian
persalinan patologis tersebut 27,5 % terjadi pada responden yang
berumur lebih dari 35 tahun, dan pemeriksaan kehamilan kurang dari 4
kali. Bila kondisi kesehatan ibu selama hamil tidak baik, ibu mempunyai
resiko 3,2 kali mengalami komplikasi dalam persalinan.
97
2. Gambaran Kejadian Partus Lama di Puskesmas Melong Tengah
Cimahi Tahun 2012.
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.2 diperoleh hasil jumlah ibu hamil usia
lebih dari 35 tahun dengan kejadian partus lama di Puskesmas Melong
Tengah Cimahi Tahun 2012 dari 65 responden ibu hamil yaitu sebagian
besar dari responden (52,3%) ibu yang tidak mengalami partus lama
saat persalinan dan hampir setengah dari responden (47,7%) ibu yang
mengalami kejadian partus lama saat persalinan.
Partus Lama merupakan salah satu dari beberapa penyebab langsung
kematian ibu dan bayi baru lahir. Partus lama yaitu fase laten lebih dari 8
jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih bayi belum lahir,
dilatasi serviks dikanan garis waspada pada persalinan fase aktif.
(Saiffudin, 2009)
Partus Lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam yang
dimulai dari tanda-tanda persalinan. Beberapa penyebab persalinan
lama adalah kelainan letak janin, kelainan panggul ketidak seimbangan
sepalopelvik, pimpinan persalinan yang salah dan primi tua primer atau
sekunder dan kelainan kekuatan his dan mengedan (power).
Adapun sebab lain adalah ibu dengan umur lebih dari 35 tahun, fungsi
reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan
fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan yaitu partus lama, ketidakseimbangan
antara panggul dan bagian terendah sering dijumpai pada ibu dengan
tinggi badan kurang dari 150 cm yang mengakibatkan persalinan lama.
(Yulie, 2009)
Partus lama akan menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi
pada ibu. Pada partus lama juga dapat terjadi perdarahan postpartum
yang dapat menyebabkan kematian ibu. Pada janin akan terjadi infeksi,
cedera dan asfiksia yang dapat meningkatkan kematian bayi.
(Wahyuningsih, 2010)
98
Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Ningrum (2005) kematian
ibu tersebut erat kaitannya dengan umur ibu hamil resiko tinggi yang
berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ibu selama hamil yang dapat
mempengaruhi proses persalinan normal atau patologis. Resiko terjadi
komplikasi pada persalinan terjadi 12% pada usia kurang dari 20 tahun
dan 26% pada usia 40 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soekiman (2011), di
RS Mangkuyudan Yogyakarta didapatkan bahwa dari 3005 kasus partus
lama terjadi kematian pada bayi didapatkan 50 kasus (16,4%) kematian
bayi, sedangkan kematian pada ibu didapatkan 4 kasus (0,13%)
kematian ibu.
3. Hubungan Ibu Hamil Usia Lebih dari 35 Tahun dengan Kejadian
Partus Lama di Puskesmas Melong Tengah Cimahi Tahun 2012.
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.3 diperoleh hasil hubungan antara ibu hamil
usia lebih dari 35 tahun dengan kejadian partus lama diperoleh di Puskesmas
Melong Tengah Cimahi Tahun 2012 dari 65 responden ibu hamil yaitu
sebagian besar dari responden (52,3%) ibu yang tidak mengalami partus lama
saat persalinan dan hampir setengah dari responden (47,7%) ibu yang
mengalami kejadian partus lama saat persalinan. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p = 0,001 < ɑ (0,05) berarti Ho ditolak maka ada hubungan antara ibu
hamil usia lebih dari 35 tahun dengan kejadian partus lama. Kemudian dari
hasil analisis diperoleh nilai OR = 21,00 artinya ibu hamil dengan usia lebih dari
35 tahun mempunyai peluang 21 kali mengalami partus lama dibandingkan
dengan ibu hamil dengan usia < dari 35 tahun.
Adanya hubungan antara usia dengan persalinan kala II lama tersebut sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh obstetri William (2005) yang menyatakan
bahwa pada penelitian-penelitian sebelumnya yang mengisyaratkan bahwa
wanita yang berusia sekitar 35 tahun ke atas lebih beresiko tinggi mengalami
penyulit obstetri serta morbiditas dan mortalitas perinatal karena uterus yang
tidak lentur atau elastis sehingga memiliki kemungkinan terjadi persalinan kala
II lama.
Berdasarkan hasil penelitian Indriani pada tahun 2007 dengan judul Hubungan
Umur dengan Kejadian Partus Lama di RSIA Makasar Tahun 2006 yaitu
99
menemukan 222 kasus partus lama (20,89%) dari 2552 persalinan. Jumlah
sampel 222 orang dimana wanita hamil berusia dibawah 20 tahun berjumlah 47
orang (21,17), wanita hamil berusia diatas 35 tahun berjumlah 126 orang
(56,75%) dan wanita hamil berusia 20 – 30 tahun 49 (22,07%) dengan nilai p
0.037. Menurut hasil penelitian terdapat hubungan antara umur dengan
kejadian partus lama. (Indriani, 2007). Hasil penelitian ini tidak ada perbedaan
antara usia ibu hamil lebih dari 35 tahun dengan kejadian partus lama dan usia
ibu hamil lebih dari 35 tahun dengan kejadian tidak partus lama, mungkin bukan
hanya usia tua saja yang dapat menyebabkan partus lama tetapi bisa saja
karena adanya faktor-faktor lain yaitu misalnya dari, power yang lemah, seperti
his, kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvik atau kekuatan
mengejan, ketegangan dan kontraksi ligamentum rorundum, passenger
(kelainan letak janin dan plasenta letak rendah), passage (jalan lahir yang
sempit). (Prawiharjo, 2010)
Senam hamil yang teratur merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya
komplikasi pada saat persalinan, yaitu partus lama. Senam hamil berperan
untuk memperkuat kontraksi, mempertahankan elastisitas otot-otot dinding
perut, otot-otot dasar panggul, ligamen dan jaringan serta fasia yang berperan
dalam mekanisme persalinan, melenturkan persendian-persendian yang
berhubungan dengan proses persalinan, mempertinggi kesehatan fisik dan
psikis serta kepercayaan pada diri sendiri dalam menghadapi persalinan
membentuk sikap tubuh yang prima sehingga dapat membantu mengatasi
keluhan-keluhan, letak janin dan mengurangi sesak napas, menguasai teknik-
teknik pernapasan dalam persalinan dan dapat mengatur diri pada ketenangan
penolong dalam menghadapi persalinan dan membimbing wanita menuju suatu
persalinan yang fisiologis. (Aulia, 2010).
Selain itu, Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi pengeluaran oksitosin
bahwa kekhawatiran dapat meningkatkan produksi adrenalin yang
menghambat aktivitas uterus dan mungkin menyebabkan persalinan lama.
Karena dari rangsangan psikologis tersebut hipotalamus akan menerima
informasi melalui system saraf dan informasi ini akan disatukan dalam
hipotalamus itu sendiri dan kemudian dari hipotalamus akan memerintahkan
hipofisis untuk mengeluarkan adrenalin sehingga produksi adrenalin meningkat
dan dapat menghambat aktivitas uterus dan dimungkinkan dapat menyebabkan
persalinan lama. Adanya kecemasan akan menyebabkan nyeri yang dapat
100
meningkatkan sekresi adrenalin dan katekolamin sehingga terjadi peningkatan
cardiac output, irama dan denyut jantung, gastrointestinal dan tekanan darah
yang akan menyebabkan hiperventilasi serebral dan aliran darah uterus
menjadi vasokonstriksi, keseimbangan asam basa menjadi berubah
menimbulkan alkalosis maternal (yang mana mungkin menyebabkan hipoksia
janin), mual dan muntah, mengganggu aktivitas uterus dengan adanya
penurunan kontraksi (katekolamin) dan mengganggu fungsi kandung kemih.
Dengan terhambatnya miometrium dalam berkontraksi dan beretraksi maka
proses pemendekan dan penebalan segmen atas uterus berkurang sehingga
janin kurang terdorong ke bawah yang menyebabkan penekanan pada servik
kurang maksimal. Begitu juga kerja dari segmen bawah kurang yang
seharusnya terjadi penarikan oleh segmen atas uterus tapi karena segmen atas
kurang maksimal dalam berkontraksi dan beretraksi sehingga tarikan ke
segmen bawah uterus juga kurang maksimal, oleh karena itu proses
effacement dan dilatasi servik akan berlangsung lebih lama dan dapat terjadi
persalinan lama. (Choeriyah, Uswanto,2010)
Luke dan Brown (2007), menyimpulkan bahwa makin tinggi umur ibu (makin tua
ibu) makin tinggi resiko kelainan persalinan dan persalinan lama.
SIMPULAN
1. Terdapat ibu hamil usia lebih dari 35 tahun sebanyak 65 responden bahwa
sebagian besar dari responden berusia 35-39 tahun sebanyak 49 ibu hamil
(75,4%).
2. Terdapat ibu hamil usia lebih dari 35 tahun dengan kejadian partus lama
sebanyak 31 responden (47,7%).
3. Terdapat hubungan antara ibu hamil usia lebih dari 35 tahun dengan
kejadian partus lama dengan nilai p value 0,001 dan ibu hamil dengan usia
lebih dari 35 tahun mempunyai peluang 21 kali mengalami partus lama
dibandingkan dengan ibu hamil dengan usia < dari 35 tahun dengan nilai OR
= 21,00.
SARAN
1. Bagi Institusi STIKes Budi Luhur
101
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan dokumentasi atau
sebagai bahan acuan untuk menambah pengetahuan dan diharapkan pihak institusi
dapat bekerja sama dengan pihak puskesmas atau bidan komunitas dalam rangka
memberikan penyuluhan kesehatan kepada semua masyarakat khususnya ibu di
usia reproduksi.
2. Bagi Puskesmas Melong Tengah Cimahi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan sehingga
puskesmas lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat
tentang bahaya pada ibu hamil usia tua dan kejadian partus lama melalui
penyuluhan kesehatan, meningkatkan program senam hamil, memberikan
konseling tentang bahaya pada ibu hamil usia tua, memantau dan
mendeteksi dini kepada seluruh ibu hamil khususnya yang mempunyai resiko
serta menganjurkan kepada ibu untuk melaksanakan program KB (keluarga
berencana), mengatur jarak kehamilan, sehingga setiap ibu bisa
merencanakan kehamilannya pada usia reproduktif sehat yaitu 20-35 tahun.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat meningkatkan pemahaman teori dan pengetahuan tentang kehamilan resiko
tinggi dan partus lama. Selain itu, dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian
berikutnya dengan menambahkan sampel karena adanya keterbatasan sampel
yang digunakan kurang banyak serta melakukan penelitian tentang kehamilan pada
usia tua dan partus lama menggunakan variabel lain seperti paritas, senam hamil,
pendidikan, pekerjaan dan lain-lain untuk mengetahui faktor yang paling dominan
yang berpengaruh terhadap kejadian partus lama.
102
KEPUSTAKAAN
1. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
2. Aulia, Hendramin. (2010). Pengaruh Senam Hamil Terhadap Proses
Persalinan Normal Di Klinik YK Madira Palembang. (http://www.hemdramin.info index/article/viewfile/1384/2010/ dikutip pada tanggal 11 Juli 2013).
3. Bibilung, 1. (2009). Rawankah Hamil Diusia Tua. (Error! Hyperlink reference not valid. dikutip pada tanggal 8 Maret 2013).
4. Damayanti, Erina. (2012). Kehamilan Dan Persalinan Yang Sehat Menyenangkan Diatas Usia 30 Tahun. Yogyakarta : Araska.
5. Depkes RI. (2009). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta : Depkes RI.
6. DepKes RI. (2011). Ibu Selamat Bayi Sehat Suami Siaga. (http://www.depkes.go.id,
Dikutip, 13 Februari 2013).
7. Dinas Kesehatan Jawa Barat. (2012) Profil Jawa Barat. (www.jabarprov.go.id , dikutip pada 14 Februari 2012).
8. Dinas Kesehatan Kota Cimahi. (2010). AKI Kota Cimahi. (http://www.pikiran-rakyat.com dikutip pada 14 Februari 2013).
9. Dinas Kesehatan Kota Cimahi. (2010). AKB Kota Cimahi. (http://www.Kota Cimahi.go.id, dikutip pada 14 Februari 2013).
10. Genie. (2009). 3 / rawabokor.web.id/lifestyle/kenali kehamilan risiko tinggi sejak dini/, dikutip pada tangg16 Februari 2013).
11. Grandfa, 1. (2009). Kehamilan Usia 35. (http://id.shvoong.com/medicine and health/1678596 resiko , dikutip pada tanggal 17 Februari 2013).
12. Hidayat A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : salemba medika.
103
13. Hutagulung, Filderia. (2011). Hubungan antara usia, Paritas dengan Persalinan
Kala II Lama Tahun 2010 Di RSUD Dr. Moch. Soewandhie Surabaya. (http://creasoft.wordpress.com/2011/04/23/, dikutip pada tanggal 22 Juni 2013).
14. Indriani. (2007). Hubungan Umur dengan Kejadian Partus Lama di RSIA Makasar Tahun 2006. (http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/6449 /1/Indriani1.pdf dikutip pada tanggal 22 Juni 2013).
15. Manuaba, Chandradinata, dkk, (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Edisi 2. Jakarta : EGC.
16. MenKes, (2012). Jampersal 2012 (http:www.perdhaki.jampersal dikutip pada 14 Februari 2013).
17. Rochjati, Poedji. (2003). Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya :
Airlangga University Press.
18. Saifuddin. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
19. Sastroasmoro. (2011). Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagungseto.
20. Stikes Budi Luhur Cimahi. 2011. Buku Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Tugas Akhir Dan Skripsi Mahasiswa Stikes Budi Luhur . Cimahi : LPPM.
21. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
22. Sukarsih, Dedeh. 2009. Gambaran Angka Kejadian Partus Lama Di Rumah Sakit Umum Mitra Anugrah Lestari Periode 01 Januari-31 Desember 2008. LTA, Cimahi, stikES Budi Luhur Cimahi.
23. Tita, 2010. Gambaran Kejadian Kehamilan Resiko Tinggi Berdasarkan Karakteristik pada Ibu Hamil di Puskesmas Garuda Kota Bandung. LTA, Cimahi, STIKes Budi Luhur Cimahi.
24. Wardhana, A. 2007. Faktor Risiko Plasenta Previa. In: Budi Rianto (Ed), Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta.
25. Wiknjosastro, Gulardi, dkk. 2008. Buku Acuan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
26. Wiludjeng. 2007. Gambaran Penyebab Kematian. In: Budi Rianto (Ed), Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta.
104
27. Yulie. 2009. (http://www.digilib.ui.ac.id, diperoleh pada tangal 17 Februari 2013).
105
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN POS BINAAN TERPADU (POSBINDU) DESA MEKARSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CITALEM KABUPATEN BANDUNG BARAT
FACTORS AFFECTING UTILIZATION POST BINAAN INTEGRATED (POSBINDU) VILLAGE MEKARSARI AT COMMUNITY HEALT CENTER OF
CITALEM IN BANDUNG BARAT
Eva Berthy dan Hendra Yadi Firmansyah
Program Studi S1 keperawatan STIKes Budi Luhur Cimahi
ABSTRACT
The low coverage of the participation of the elderly against the utilization of posbindu
village mekarsari working area public health center Citalem kab. West Bandung with
53.9% while the amount of the percentage coverage of the target to be achieved is
80% Posbindu is a forum integrated services to an advanced age in society where
creation process by masyrakat, he elderly constitute the age group in which occurs a
decrease physical condition/biological, psychological conditions as well as changes in
social conditions. The purpose of this research is to analyze the factors that influence
the posbindu. This type of research study of anliktik used a descriptive correlation
design of a research to study the dynamics of the correlation between variables,
researchers with the data collection approach for cross sectional. The population of this
research is all the elderly in the Villages with the total sample Mekarsari 82 people.
Results of the study showed the majority of the elderly lack knowledge 48,78% and for
supporting attitude 63,41%, distances not reached 52%, the cost of which is not
affordable, needs 53% 68%. Based on the result analysis, relationship of each variable
with the posbindu overall utilization obtained p value ≤ 0,005 The relation of each
variable from the utilization of posbindu entire obtained p value which means there is a
connection of each variable with the utilization of other words Ho is rejected. Based on
research results is recommended for citalem community health centers can improve
health programs on the elderly, By providing information and counseling health about
the importance of the discharge of a routine check to posbindu, the community health
centres continued to play an active role in running the service posbindu the maximum.
Keywords: cross sectional, posbindu, elderly, utilization posbindu
106
PENDAHULUAN
Sasaran Posbindu Lansia meliputi beberapa kelompok dimana ada sasaran langsung
dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung adalah usia virilitas/pra senilis 45 tahun
- 59 tahun, Lansia 60 s.d. 69 tahun, dan Lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari 70
tahun. Sedangkan sasaran yang tidak langsung adalah keluarga dimana Lansia
berada, masyarakat di lingkungan Lansia, organisasi sosial yang bergerak di dalam
pernbinaan kesehatan Lansia, petugas kesehatan yang melayani kesehatan Lansia
dan masyarakat luas (Depkes RI, 2005).
Pelaksanaan pembinaan kesehatan Lansia di Puskesmas perlu dilakukan dengan
manajemen yang baik dengan memperhatikan aspek perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi. Penilaian keberhasilan program harus dimulai dari awal
kegiatan yang meliputi masukan, proses dan keluaran dengan aspek teknis dan
manajerial termasuk penyediaan sarana, prasarana dan informasi yang digunakan
untuk perencanaan lebih lanjut (Depkes RI, 2005).
Partisipasi dan keteraturan Lansia yang datang ke Posbindu lansia belum mencapai
target yang diharapkan tersebut dapat dilihat dari data laporan tahunan Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung Barat tahun 2010 di empat Puskesmas di UPTD
Kesehatan wilayah Sindangkerta, bahwa di Puskesmas Cicangkang Hilir dengan
cakupan partisipasi Lansia mencapai 71.42%, Puskesmas Sindangkerta mencapai
76.32%, Puskesmas Cipongkor mencapai 68.89%, dan Puskesmas Citalem mencapai
70.93%. Dari angka tersebut dapat diketahui bahwa Puskesmas Citalem merupakan
salah satu Puskesmas dengan cakupan partisipasi Lansia yang belum mencapai target
dimana cakupan yang harus dicapai adalah sebesar 80%.
Puskesmas Citalem terdiri dari 7 desa binaan dimana dari ketujuh desa tersebut
semuanya memiliki cakupan partisipasi Lansia dalam kegiatan Posbindu masih di
bawah target. Adapun data cakupan partisipasi Lansia dalam kegiatan Posbindu di
wilayah binaan Puskesmas Citalem tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut di
bawah ini.
107
Tabel 1.1 Persentase Cakupan Partisipasi Lansia dalam Kegiatan Posbindu di
Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Tahun 2012
Desa Binaan Persentase
Kehadiran Lansia
Jumlah
Lansia Keterangan
Cicangkang Hilir 75.6% 927
Target 80%
Sukamulya 79,2% 856
Mekarsari 53,9% 442
Citalem 79,2% 1348
Giri Mukti 63,3% 617
Cijenuk 75.7% 1071
Girimukti 78.7% 764
( Sumber: Laporan Tahunan Program Lansia Puskesmas Citalem Tahun 2012.)
Berdasarkan tabel 1.1, maka dapat diketahui bahwa desa yang paling rendah dalam
cakupan partisipasi Lansia terhadap pemanfaaan Posbindu adalah desa Mekarsari,
yaitu hanya mencapai 53.9%.
Studi pendahuluan yang dilakukan penulis melalui wawancara pada bulan Febuari 2013
terhadap 15 orang Lansia yang berada di wilayah Posbindu Lansia Mekarsari di RW 01
yang jarang datang ke Posbindu diperoleh informasi bahwa alasan mereka tidak pernah
datang ke Posbindu karena merasa tidak ada masalah dengan kesehatan dirinya atau
merasa sehat-sehat saja dan merasa tidak ada waktu untuk datang ke Posbindu karena
ada pekerjaan lain yang lebih penting menurut mereka seperti pergi ke sawah. Mereka
yang jarang ke Posbindu mengatakan jika hanya ada keluhan saja mereka datang ke
Posbindu, dan ada sebagian mengatakan terkadang malas untuk mengantri karena
cukup memakan waktu yang lama. Selain itu, karena jauhnya jarak lokasi Posbindu
dengan tempat tinggal mereka dan sulitnya transportasi karena memerlukan paling tidak
kendaraan motor atau ojeg yang tentunya mengeluarkan biaya. Berdasarkan uraian dan
permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang
berjudul: “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfatan Pos Binaan Terpadu Posbindu
108
Lansia di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
bulan Juni ”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pemanfatan Posbindu Lansia di Desa Mekarsari wilayah kerja
Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat .
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan studi analitik dengan rancangan penelitian
rancangan deskriptif korelasi, yaitu suatu rancangan penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara variabel, peneliti dengan pendekatan pengumpulan data
secara cross-sectional yaitu pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time
approach).
Variabel penelitian Independen yaitu Pengetahuan lansia, sikap, Persepsi Jarak,
Persepsi Biaya, dan Penilaian individu. Variabel dependen yaitu Pemanfaatan
pelayanan Posbindu. Definisi Operasional dari masing-masing variabel penelitian
pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu, merupakan reaksi atau respon seseorang
yang masih tertutup terhadap suatu st imulus a tau objek, Pernyataan
responden mengenai perkiraan jarak yang di tempuh untuk datang, Jumlah
kehadiran lansia dalam satu tahun terakhir di Posbindu Lansia (Notoatmodjo, 2003).
Alat Ukur yang digunakan adalah Kuesioner dan KMS dan Catatan Register.
Hasil Ukur pengetahuan adalah Baik jika 76-100%, Cukup jika 56-75 %, Kurang jika <
56 % (Notoatmodjo, 2003). Sikap jika 0 = Sikap Tidak Mendukung (≤ Mean) 81,61% dan
1 = Sikap Mendukung (>mean) 81,61%. Persepsi jarak 0 = terjangkau (>Mean) 54,88%
dan 1 = tidak terjangkau (≤Mean) 54,88%. Persepsi biaya 0 = tidak membutuhkan
(<mean) 57,32% dan 1 = membutuhkan biaya (≥mean) 57,32%. Penilaian Individu jika 0
= tidak membutuhkan (<mean) 57,32% dan 1 = membutuhkan (≥mean) 57,32%.
Pemanfaatan Posbindu bila Aktif jika minimal 75% hadir dari 11 kali kegiatan Tidak aktif
jika kurang dari 75% kehadiran dari 11 kali pertemuan.
109
A. POPULASI DAN SEMPEL PENELITIAN
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Lansia di desa Mekarsari wilayah kerja
Puskesmas Citalem periode 2012, yaitu sebanyak 442 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Untuk menentukan jumlah
sampel pada penelitian ini menggunakan Rumus Slovin yakni:
Keterangan :
= Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Tingkat kesalahan
Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel dengan tingkat
kesalahan 10% maka:
C. PENGUMPULAN DATA
1. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah mengumpulkan data berupa data primer dan
sekunder. Data primer yaitu pengambilan data tentang Pengetahuan, Sikap,
Jarak, Persepsi individu Sedangkan data sekunder yaitu pengambilan data yang
dihimpun dari laporan atau catatan yang ada dimana peneliti hanya mengkaji
ulang data-data yang ada, yaitu data register kehadiran Lansia atau KMS Lansia
(Sahlan, 2005).
2. Instrumen Penelitian
Adapun Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan interviewer
(dalam hal wawancara). Instrumen untuk mengkur pengetahuan pelayanan
posbindu sosial adalah dengan Skala Guttman. Instrumen untuk mengukur sikap
Lansia adalah menggunakan Skala Likert. Instrumen untuk mengukur
110
pemanfaatan Posbindu Lansia adalah dengan menggunakan data register
kehadiran Lansia atau KMS Lansia.
3. Uji Validitas dan Reliabilitas instrumen Penelitian
Uji validitas pada instrumen pengetahuan dan jarak telah dilakukan dengan
menggunakan teknik koefisien korelasi biserial, dikarenakan jenis pertanyaan
yang digunakan berbentuk Dis-kontinum atau hanya berbentuk pertanyaan
objektif jawaban dengan skor 1 dan 0. Rumus yang digunakan untuk menghitung
koefisien korelasi biserial antara skor butir soal dengan skor total tes adalah :
[√
]
Keterangan : Rbis (i) : Koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor dengan skor total xi : Rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal nomor i xt : Rata-rata skor total responden St : Standar deviasi skor total semua responden pi : Proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor i qi : Proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor i
Sedangkan untuk instrumen sikap, menggunakan uji korelasi product moment,
dikarenakan dari jumlah 20 responden dengan 15 pertanyaan bahwa semua item
mempunyai r hitung > r table(0,44)sehingga semua pertanyaan dinyatakan valid.
∑ ∑ ∑
√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]
Keterangan :
rhitung : Koefisien Korelasi
∑ : Jumlah skor item
∑ : Jumlah skor total
n : Jumlah responden
Setelah semua pertanyaan sudah valid semua. Analisis selanjutnya dengan uji
reliabilitas. Cara untuk mengetahui reliabilitas adalah : membandingkan nilai r
hasil dengan nilai konstanta (0,6) “bias juga dengan r table”. Dalam uji reliabilitas
sebagai nilai r hasil adalah nilai “Alpha”. Ketetuannya : bila r alpha > konstanta
(0,6) maka pertanyaan tersebut reliable (Riyanto,2009).
111
Menurut Arikunto (2006), pada penelitian ini uji reabilitasnya menggunakan
rumus Alpha cronbach yaitu sebagai berikut :
[
] [
∑
]
Keterangan :
r11 : Reliabilitas instrumen
k : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ : Jumlah varian butir
: Varian total
Berdasarkan hasil uji reliabilitas variabel pengetahuan didapatkan nilai korelasi
sebesar 0.826. lebih besar dari konstanta (0,6) Sikap di nyatakan reliabel.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas variabel jarak didapatkan nilai korelasi sebesar
0.777 > 0,6 (konstanta) sehingga nyatakan reliabel. Berdasarkan hasil uji
reliabilitas sikap variabel didapatkan nilai korelasi sebesar 0.842 > 0,6 konstanta
dinyatakan reliable.
D. PROSEDUR PENELITIAN
Agar penelitian yang dibuat bisa memenuhi syarat penelitian, yaitu sistematis,
berencana, dan mengikuti konsep ilmiah. Melalui langkah-langkah sebagai berikut
:
a) Tahap Persiapan
1) Menentukan topik penelitian
2) Merumuskan masalah
3) Memilih lahan penelitian
4) Melakukan studi pendahuluan
5) Menyusun proposal penelitian
6) Seminar proposal
7) Melakukan uji coba instrumen dan perbaikan instrumen
b) Tahap Pelaksanaan
1) Perizinan pelaksanaan penelitian
2) Melaksanakan penyebaran kuesioner
3) Mengolah dan menganalisa data
4) Pembahasan
c) Tahap Akhir
1) Menyusun laporan hasil penelitian
112
2) Pendokumentasian hasil penelitian
3) Presentasi hasil penelitian
E. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
1. Pengolahan Data
Ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui, yaitu: Editing,
Scoring, Coding, Processing, Cleaning, dan Tabulating,
2. Analisis Data
Analisis data yang akan digunakan sebagai berikut:
a. Analisis Univariat
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, jarak biaya dan persepsi
sakit dilakukan uji univariat untuk masing-masing variabel yang diteliti dalam
bentuk tabel univarian dan setelah itu dilakukan penafsiran dengan asumsi-
asumsi pribadi sehingga membentuk penemuan ilmiah (Scientific Finding)
dengan menggunakan rumus berikut di bawah ini (Notoatmodjo, 2005)
b
aP x100%
Keterangan : P : Persentase responden a : Jumlah responden yang termasuk dalam kriteria b : Jumlah keseluruhan responden
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah untuk membuktikan adanya hubungan yang
bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat maka dilakukan uji
statistik dengan metoda Chi Square (x2). Secara perhitungan manual,
rumus umum Chi-Kuadrat yang digunakan adalah sebagai berikut
(Arikunto, 2006) :
h
ho
f
ffx
2
2
Dimana : x2 = harga Chi-Kuadrat yang dicari fo = frekuensi yang ada (frekuensi observasi atau frekuensi
sesuai dengan keadaan) fh = frekuensi yang diharapkan, sesuai dengan teori
113
Dengan tingkat kemaknaan yang diinginkan 95% atau nilai alfa 0,05.
F. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Desa Mekarsari wilayah kerja Puskesmas Citalem
dan akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juli tahun 2013.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
a. Faktor Predisposisi
Pada analisis ini akan dibahas mengenai pernyataan tentang gambaran
pengetahuan dan sikap remaja. Berikut adalah hasil analisisnya:
Tabel 1.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Lansia Tentang Posbindu Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Pengetahuan Lansia F %
Baik 15 18.29
Cukup 27 32.93
Kurang 40 48.78
Total 82 100
Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan pengetahuan lansia tentang posbindu, terdapat 15 responden
(18.29%) yang memiliki pengetahuan baik, 27 responden (32.93%) yang
memiliki pengetahuan cukup, dan 40 responden (48.78%) yang memiliki
pengetahuan kurang.
Tabel 1.3 Distribusi Frekuensi Sikap Lansia Tentang Posbindu Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Sikap F %
Tidak Mendukung 30 36.59
Mendukung 52 63.41
Total 82 100
Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan sikap lansia tentang posbindu, terdapat 30 responden (36.59%)
114
yang memiliki sikap tidak mendukung, dan 52 responden (63.41%) yang
memiliki sikap mendukung.
b. Faktor Pendukung
Pada analisis ini akan dibahas mengenai pernyataan tentang gambaran
persepsi jarak dan biaya. Berikut adalah hasil analisisnya:
Tabel 1.4. Distribusi Frekuensi Persepsi Jarak Posbindu Di Desa Mekarsari
Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Persepsi Jarak f %
Terjangkau 39 47.56
Tidak Terjangkau 43 52.44
Total 82 100
Berdasarkan tabel 1.4 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan persepsi jarak ke posbindu, terdapat 39 responden (47.56%) yang
memiliki jarak terjangkau, dan 43 responden (52.44%) yang memiliki jarak tidak
terjangkau.
Tabel 1.5. Distribusi Frekuensi Persepsi Biaya Posbindu Di Desa Mekarsari
Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Persepsi Biaya f %
Terjangkau 38 46.34
Tidak Terjangkau 44 53.66
Total 82 100
Berdasarkan tabel 1.5 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan persepsi biaya ke posbindu, terdapat 38 responden (46.34%) yang
merasa biaya terjangkau, dan 44 responden (53.66%) yang merasa biaya tidak
terjangkau.
c. Faktor Kebutuhan
Pada analisis ini akan dibahas mengenai pernyataan tentang gambaran
kebutuhan penilaian individu. Berikut adalah hasil analisisnya:
115
Tabel 1.6 Distribusi Frekuensi Kebutuhan Penilaian Individu Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Kebutuhan Penilaian Individu f %
Tidak Membutuhkan 26 31.71
Membutuhkan 56 68.29
Total 82 100
Berdasarkan tabel 1.6 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan kebutuhan penilaian individu tentang posbindu, terdapat 26
responden (31.71%) yang tidak membutuhkan, dan 56 responden (68.29%)
yang membutuhkan.
Tabel 1.7. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Posbindu Di Desa Mekarsari
Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Pemanfaatan Posbindu f %
Aktif 51 62.20
Tidak Aktif 31 37.80
Total 82 100
Berdasarkan tabel 1.7 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan pemanfaatan posbindu, terdapat 51 responden (62.20%) yang
aktif dalam pemanfaatan, dan 31 responden (37.80%) yang tidak aktif
pemanfatanya.
d. Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pos binaan
terpadu (posbindu) lansia.
Berdasarkan uji bivariat bahwa hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan pos binaan terpadu (posbindu) lansia di Desa Mekarsari Wilayah
Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat, tertera dalam bentuk
tabel 1.7 sebagai berikut.
116
Tabel 1.8. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Lansia Dengan Pemanfaatan Posbindu Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Pengetahuan
Lansia
Pemanfaatan Posbindu Total Koefisien
Kontingensi
P-
Value Aktif Tidak Aktif
f % F % F %
Baik 13 86.67 2 13.33 15 100
0.337 0.005 Cukup 20 74.07 7 25.93 27 100
Kurang 18 45 22 55 40 100
Berdasarkan tabel 1.8 dapat dilihat dari 82 responden, terdapat 15 responden yang
memiliki pengetahuan baik, dimana sebagian besar 13 responden (86.67%) aktif dalam
pemanfaatan posbindu. Terdapat 27 responden memiliki pengetahuan cukup, dimana
sebagian besar 20 responden (74.07%) aktif dalam pemanfaatan posbindu. Terdapat
40 responden memiliki pengetahuan kurang, dimana sebagian besar 22 responden
(55%) tidak aktif dalam pemanfaatan posbindu.
Tabel 1.9. Tabulasi Silang Antara Sikap Dengan Pemanfaatan Posbindu
Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Sikap
Pemanfaatan Posbindu Total Koefisien
Kontingensi
P-
Value Aktif Tidak Aktif
f % F % F %
Tidak
Mendukung 6 20 24 80 30 100
0.551 0.000
Mendukung 45 86.54 7 13.46 52 100
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat dari 82 responden, terdapat 30 responden yang
memiliki sikap tidak mendukung, dimana sebagian besar 24 responden (80%) tidak
aktif dalam pemanfaatan posbindu. Terdapat 52 responden memiliki sikap mendukung,
dimana sebagian besar 45 responden (86.54%) aktif dalam pemanfaatan posbindu.
117
Tabel 1.10 Tabulasi Silang Antara Persepsi jarak Dengan Pemanfaatan Posbindu Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Persepsi Jarak
Pemanfaatan Posbindu Total Koefisien
Kontingensi
P-
Value Aktif Tidak Aktif
f % F % f %
Terjangkau 31 79.49 8 20.51 39 100 0.322 0.002
Tidak Terjangkau 20 46.51 23 53.49 43 100
Berdasarkan tabel 1.10 dapat dilihat dari 82 responden, terdapat 39 responden yang
memiliki persepsi jarak terjangkau, dimana sebagian besar 31 responden (79.49%)
aktif dalam pemanfaatan posbindu. Terdapat 43 responden memiliki persepsi jarak
tidak terjangkau, dimana sebagian besar 23 responden (53.49%) tidak aktif dalam
pemanfaatan posbindu.
Tabel 1.11. Tabulasi Silang Antara Persepsi Biaya Dengan Pemanfaatan
Posbindu Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat.
Persepsi Biaya
Pemanfaatan Posbindu Total Koefisien
Kontingensi
P-
Value Aktif Tidak Aktif
f % F % f %
Terjangkau 35 92.11 3 7.89 38 100 0.497 0.000
Tidak Terjangkau 16 36.36 28 63.64 44
Berdasarkan tabel 1.11. dapat dilihat dari 82 responden, terdapat 38 responden yang
memiliki persepsi biaya terjangkau, dimana sebagian besar 35 responden (92.11%)
aktif dalam pemanfaatan posbindu. Terdapat 44 responden memiliki persepsi biaya
tidak terjangkau, dimana sebagian besar 28 responden (63.64%) tidak aktif dalam
pemanfaatan posbindu.
Tabel 4.11 Tabulasi Silang Antara Penilaian Individu Dengan Pemanfaatan Posbind Di Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat
Kebutuhan Penilaian
Individu
Pemanfaatan Posbindu
Total Koefisien
Kontingensi
P-
Value Aktif
Tidak
Aktif
f % F % f %
118
Tidak Membutuhkan 10 38.46 16 61.54 26 100 0.316 0.003
Membutuhkan 41 73.21 15 26.79 56 100
Berdasarkan tabel 4.11 dapat dilihat dari 82 responden, terdapat 26 responden yang
memiliki penilaian tidak membutuhkan, dimana sebagian besar 16 responden (61.54%)
tidak aktif dalam pemanfaatan posbindu. Terdapat 56 responden memiliki penilaian
membutuhkan, dimana sebagian besar 41 responden (73.21%) aktif dalam
pemanfaatan posbindu.
B. Pembahasan
1. Pengetahuan Lanjut Usia (Lansia) tentang Pos Binaan Terpadu (Posbindu) Di
Desa Mekarsari
Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 1.1 menunjukan bahwa dari 82 responden
hampir setengah dari responden yaitu 40 orang (48.78%) memiliki pengetahuan
kurang tentang posbindu. Pengetahuan lansia yang kurang tentang posbindu
dikarenakan kurang informasi, penyuluhan dan pengumuman tentang posbindu
kurang. Menurut Notoodmodjo (2007) mengatakan bahwa pengetahuan
merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca
indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba
yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
2. Sikap Lanjut Usia (Lansia) tentang Pos Binaan Terpadu (Posbindu) Di Desa
Mekarsari
Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dari 82 responden sebagian besar dari
responden yaitu 52 orang (63.41%) memiliki sikap mendukung posbindu
sedangkan sebagian kecil yaitu 30 responden (36.59%) yang memiliki sikap tidak
mendukung posbindu.
Sikap lansia yang mendukung posbindu dapat membuat posbindu menjadi aktif.
Akan tetapi, sikap lansia yang mendukung tersebut belum tentu membuat lansia
datang ke posbindu, karena menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) bahwa
sikap itu belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku. Sehingga sikap yang mendukung hanyalah
119
sebagai faktor pendukung untuk seorang lansia bertindak datang ke posbindu dan
itu berpengaruh terhadap pemanfaatan posbindu.
3. Persepsi Jarak Posbindu di Desa Mekarsari
Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan persepsi jarak ke posbindu, sebagian besar dari responden 43
responden (52.44%) memiliki persepsi bahwa jarak ke posbindu tidak terjangkau
dan sebagian kecil 39 responden (47.56%) yang memiliki jarak terjangkau.
Kehadiran lansia di posbindu yang rendah dapat di pengaruhi oleh jarak rumah ke
posbindu yang jauh dan sulit di jangkau dan bagi lansia yang mengalami
penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh akan menimbulkan kelelahan atau
kecelakaan fisik sehingga lansia untuk menghadiri Posbindu menjadi berkurang
sehingga lansia sebagai anggota posbindu tidak datang ke Posbindu untuk
memeriksakan kesehatan secara rutin setiap bulannya.
Andari (2006) menyimpulkan bahwa semakin dekat lokasi pelayanan kesehatan
semakin tinggi pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Bangli. Namun
hasil ini berbeda dengan penelitian Hendrartini (1995), variabel jarak mempunyai
korelasi negatif terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan secara
statistik tidak bermakna.
4. Persepsi Biaya Posbindu di Desa Mekarsari
Berdasarkan tabel 1.4 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan persepsi biaya ke posbindu, terdapat 38 responden (46.34%) yang
merasa biaya terjangkau, dan 44 responden (53.66%) yang merasa biaya tidak
terjangkau. Hal ini mengindikasikan bahwa dari 82 responden sebagian besar dari
responden (53.66%) memiliki persepsi bahwa biaya ke posbindu tidak terjangkau.
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang,
yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan
tertentu
Biaya yang di maksudkan adalah biaya transportasi dan biaya pengobatan di
posbindu persepsi biaya menurut lansia tidak terjangkau dikarenakan lansia yang
sudah tidak mempunyai penghasilan. Sehingga tidak terjangkaunya biaya tersebut
berpengaruh terhadap kehadiran lansia ke posbindu dan pemanfaatan posbindu
berkurang.
120
5. Penilaian Individu Lansia tentang Kebutuhan Posbindu di Desa Mekarsari
Berdasarkan tabel 1.5 dapat dilihat bahwa dari 82 responden yang diteliti
berdasarkan kebutuhan penilaian individu tentang posbindu, terdapat 26
responden (31.71%) yang tidak membutuhkan, dan 56 responden (68.29%) yang
membutuhkan. Hal ini mengindikasikan bahwa dari 82 responden sebagian besar
dari responden (68.29%) menilai bahwa membutuhkan posbindu. Menurut
Maslow (2008) kebutuhan adalah sesuatu yang diperlukan oleh manusia sehingga
dapat mencapai kesejahteraan, sehingga bila ada di antara kebutuhan tersebut
yang tidak terpenuhi maka manusia akan merasa tidak sejahtera atau kurang
sejahtera.
Penilaian individu lansia yaitu membutuhkan akan adanya posbindu,karena lansia
membutuhkan pengobatan dan control kesehatan sehingga kesehatan lansia
terpantau bila adanya posbindu.
6. Hubungan Pengetahuan Lansia dengan Pemanfaatan Posbindu oleh Lansia
Dari hasil analisis hubungan antara pengetahuan lansia terdapat 15 responden
yang memiliki pengetahuan baik, dimana sebagian besar 13 responden (86.67%)
aktif dalam pemanfaatan posbindu. Semakin baik pengetahuan lansia tentang
posbindu maka semakin baik pula dalam pemanfaatan posbindu oleh lansia. Hasil
tersebut sejalan dengan pendapat Wawolumaya (2001) mengungkapkan, bahwa
pengetahuan merupakan semua masukan yang diterima seseorang melalui proses
mengamati, mendengar, membaca, dan belajar, masuk ke dalam otak manusia dan
belum mengalami pengolahan mental. Apabila masukan tersebut mengalami
pengkajian mental berupa pendalaman perbandingan atau pengalaman maka
pengetahuan akan berubah menjadi sikap dimana telah terbentuk opini persepsi
namun belum matang untuk diperaktekkan. Setelah melalui pertimbangan berkali-
kali maka sikap tersebut menjadi lebih baik dan selanjutnya dipraktekkan dalam
bentuk tindakan yang disebut perilaku.
7. Hubungan Sikap Lansia dengan Pemanfaatan Posbindu oleh Lansia
Berdasarkan hasil analisis terdapat 52 responden memiliki sikap mendukung,
dimana sebagian besar 45 responden (86.54%) aktif dalam pemanfaatan posbindu.
Sebagaimana dalam Azwar 2000 menyebutkan bahwa untuk terbentuknya sikap
yang mendukung terhadap perilaku, seseorang tidak cukup hanya merespon saja,
namun seharusnya dapat menunjukkan perilaku yang diminta, misalkan
121
berpartisipasi, patuh dan memberikan tanggapan secara sukarela bila diminta
(Azwar, 2000).
Hal tersebut didukung dengan teori yang dikemukakan oleh Roger (dalam
Notoatmodjo, 2003) tentang sikap adalah pendapat atau pandangan seseorang
mengenai suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin
terbentuk apabila seseorang tidak mendapat informasi atau melihat objek.
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
8. Hubungan Persepsi Jarak dengan Pemanfaatan Posbindu oleh Lansia
Berdasarkan hasil analisis terdapat 39 responden yang memiliki persepsi jarak
terjangkau, dimana sebagian besar 31 responden (79.49%) aktif dalam
pemanfaatan posbindu. Hal ini sesuai dengan Lane dan Lindquist (1988) serta
Javalgi (1991) menyimpulkan bahwa faktor kedekatan tempat pelayanan
kesehatan dengan rumah tempat tinggal menjadi faktor urutan pertama terhadap
permintaan konsumen dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
9. Hubungan Persepsi biaya dengan Pemanfaatan Posbindu oleh Lansia
Berdasarkan hasil tabulasi silang, sebagian besar responden memiliki persepsi
biaya tidak terjangkau dimana sebagian besar tidak aktif dalam pemanfaatan
posbindu yaitu terdapat 44 responden memiliki persepsi biaya tidak terjangkau,
dimana sebagian besar 28 responden (63.64%) tidak aktif dalam pemanfaatan
posbindu.
Menurut Mulyadi (2001;8), Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang
diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang
kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dimana seseorang akan
mengeluarkan biaya untuk mendapatkan tujuan tertentu, namun dengan besarnya
jumlah biaya yang di keluarkan maka seseorang mempunyai penilaian tersendiri
untuk mendapatkan tujuan tertentu tersebut.
10. Hubungan Penilaian Individu mengenai Kebutuhan Lansia terhadap
Pemanfaatan Posbindu Lansia
Hal ini mengindikasikan bahwa dari 82 responden sebagian besar memiliki
penilaian membutuhkan dimana sebagian besar aktif dalam pemanfaatan posbindu
yaitu terdapat 56 responden memiliki penilaian membutuhkan, dimana sebagian
besar 41 responden (73.21%) aktif dalam pemanfaatan posbindu.
122
Dalam Maslow 2008 menyebutkan bahwa kebutuhan sesorang terpenuhi untuk
mendapatkan kesejahteraan, dengan kata lain semakin lansia membutuhkan
posbindu maka semakin banyak lansia yang aktif dalam pemanfaatan posbindu
tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “faktor-faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan pos binaan terpadu (posbindu) lansia di Desa Mekarsari Wilayah
Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat, dari 82 responden, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Hampir setengah dari responden (48.78%) memiliki pengetahuan kurang
tentang posbindu.
2. Sebagian besar dari responden (63.41%) memiliki sikap Mendukung
tentang pemnfaatan posbindu.
3. Sebagian besar dari responden (52.44%) memiliki persepsi bahwa jarak ke
posbindu tidak terjangkau.
4. Sebagian besar dari responden (53.66%) memiliki persepsi bahwa biaya ke
posbindu tidak terjangkau.
5. Sebagian besar dari responden (68.29%) menilai bahwa membutuhkan
posbindu.
6. Sebagian besar responden (62.20%) aktif dalam pemanfaatan pelayanan
posbindu.
7. Pengetahuan lansia berpengaruh terhadap pemanfaatan posbindu lansia
Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem.
8. Sikap lansia berpengaruh terhadap pemanfaatan posbindu Desa Mekarsari
Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat.
9. Jarak berpengaruh terhadap pemanfaatan posbindu di Desa Mekarsari
Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat.
10. Persepsi Lansia mengenai biaya tidak terjangkau sehingga berpengaruh
terhadap pemanfaatan posbindu di Desa Mekarsari Wilayah Kerja
Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung Barat bulan Juni Tahun 2013.
123
11. Kebutuhan lansia berpengaruh terhadap pemanfaatan posbindu lansia di
Desa Mekarsari Wilayah Kerja Puskesmas Citalem Kabupaten Bandung
Barat.
B. Saran
Beberapa saran sebagai berikut :
1. Sering di adakan sosialisasi tentang posbindu
2. Menambah posbindu baru
3. Penambahan Sumber Daya Manusia, Perawat khususnya yang memegang
program Lansia
4. Di lakukan evaluasi Program Lansia supaya cakupan naik
5. Untuk penelitian selanjutnya dapat ditambahkan variable yang berkaitan
dengan umur, pendidikan, penghasilan dengan pemanfaatan posbindu dengan
desain penelitian serta uji statistik yang berbeda.
124
DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul Hidayat, A. Aziz. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
2. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
3. Asnawi, Sahlan. 2007. Teori Motivasi dalam Pendekatan Psikologi Industri dan Organisasi. Cetakan Ketiga. Jakarta : Studia Press.
4. DepKes RI. 2001. Profil Kesehatan Indonesia 2000. Jakarta.
5. Depkes RI.2005.Pedoman Pekan Kesehatan Nasional. Pusat Promosi Kesehatan Depkes. RI.Jakarta
6. Depkes RI 2007, Buku Data 2006, Subdit.Surveilans Epidemiologi, Dit,Sepim Kesma Ditjen.PP dan PL
7. Depkes RI. 2010. Profil kesehatan Indonesia 2001 Menuju Indonesia sehat. 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2002:40
8. Dinkes Jabar 2007. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. www.depkes.go.id
9. Dinkes Bandung Barat. 2011. Profil Dinas Kesehatan Bandung Barat. www.jabar.go.id
10. Effendy, Onong Uchjana. 1998. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
11. Hardywinoto. 1999. Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
12. Notoatmodjo, Soekijo. 2003. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
13. Notoatmodjo, Soekijo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
14. Nugrahaeni, Dyan Kunthi. 2012. Informasi Bibliography Buku Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta : EGC
15. Nugroho W, 2000. Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC
16. Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
17. Prof. DR. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta
125
18. Takasihaeng, Jan. 2002. Hidup Sehat di Lanjut Usia. Jakarta : Kompas.
19. Soekidjo, Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
20. Saifudin, Azwar. 2005. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
126
Petunjuk Penulisan Jurnal Ilmiah STIKes Budi Luhur Cimahi
1. Jurnal Ilmiah STIKes Budi Luhur Cimahi menerima tulisan ilmiah berupa
hasil penelitian, telaah pustaka, atau review yang berkaitan dengan bidang
keperawatan, kebidanan, dan kesehatan masyarakat.
2. Naskah diutamakan yang belum pernah diterbitkan dimedia lain, baik cetak
maupun elektronik. Jika sudah pernah disampaikan dalam suatu
pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang jelas mengenai nama,
tempat, dan tanggal berlagsungnya pertemuan tersebut.
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris dengan
huruf Arial 11, naskah disusun dengan sistematika sebagai berikut:
a. Judul naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
dengan huruf kapital, singkat, dan jelas serta mencerminkan isi tulisan.
b. Nama penulis tanpa gelar, diikuti alamat instansi masing-masing dan
disebutkan alamat korespondensi kepada penuullis lengkap dengan
alamat e-mail.
c. Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, masing-masing
maksimum 165 kata, dilengkapi dengan kata kunci (keywords) 4-6 kata.
d. Isi/batang tubuh:
1) Untuk tulisan berupa laporan hasil penelitian, disusun dengan
sistematika sebagai berikut: Pendahuluan (Introduction), Metode
Penelitian (Materials and and Methods), Hasil dan Pembahasan
(Result and Discussion), Kesimpulan dan Saran (Conclusion), serta
Daftar Pustaka.
2) Untuk tulisan bukan laporan hasil penelitian, disusun dengan
sistematika sebagai berikut: Pendahuluan, Bagian-bagian sesuai
topik tulisan, serta Penutup berupa kesimpulan dan Saran.
e. Daftar Pustaka (References) ditulis berurutan dengan Nomor Arab (1, 2, 3,
dst.) dengan urutan pemunculan berdasarkan nama penulis secara
alfabetis dengan sistem Harvard. Publikasi dari penulis yang sama dan
dalam tahun yang sama ditulis dengan cara menambahkan huruf a, b, atau
c, dan seterusnya tepat dibelakang tahun publikasi (baik penulisan dalam
127
daftar pustaka maupun sitasi dalam naskah tulisan). Alamat Internet ditulis
menggunakan huruf Italic, contoh:
1) Buller H, Hoggart K. 1994a. New Drugs for Acute Respiratory Distress
Syndrome. New England J Med 337(6): 435-439.
2) Buller H, Hoggart K. 1994b. The Sosial Integrationof British Home Owners
Into Rench Rural Communities. J Rural Studies 10(2):197-210.
3) Dowor M. 1977. Planning aspects of Second homes, di dalam
Coppock JT (ed), Second homes: Curse or Blessing? Poxford:
Pergamen Pr. Hlm 210-237.
4) Grinspoon L., Bakalar JB. 1993. Marijuana: the Forbidden
Medicine. London: Yale Univ Press.
5) Palmer FR. 1986. Mood and Modality. Cambridge: Cambridge
univ Press.
4. Sitasi/rujukan kepustakaan dilakukan dengan mencantumkan nama
penulis dan tahun penerbitan yang diletakkan dalam tanda kurung.
Contoh: Respons dipengaruhi oleh beberapa stimulus, meliputi stimuli
fokal, kontekstual, dan residual (Friedman, 1988).
5. Untuk penulisan keterangan gambar, ditulis Gambar 1; Grafik. dsb.
6. Bila sumber Gambar diambil dari buku atau dari sumber lain, maka
dibawa keterangan gambar ditulis nma penulis dan tahun penerbitan.
7. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada
Microsoft Words, tanpa garis pembatas kolom dan baris pada badan
tabel, diletakkan simetris ditengah area pengetikan, diberi judul dan tabel
dengan angka arab 1, 2, 3,... dst.
8. Naskah dikirim dalam bentuk cetakan (hard copy) dan berkas elektronik
(dalam bentuk CD) melalui pos/kurir atau diantar sendiri ke sekretariat
jurnal.
9. Naskah yang diterima akan detelaah oleh Redaksi/Editor/Mitra Bestari,
apabila diperlukan akan diberi catatan dan dikembangkan kepada
penulis untuk direvisi, untuk selanjutnya dikirimkan kembali secara utuh
ke pada redaksi jurnal untuk diterbitkan.
128