+ All Categories
Home > Documents > FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI …eprints.undip.ac.id/28072/1/JURNAL_EKA_c2a607056.pdf ·...

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI …eprints.undip.ac.id/28072/1/JURNAL_EKA_c2a607056.pdf ·...

Date post: 27-Mar-2019
Category:
Upload: builien
View: 220 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
27
1 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN PERBANKAN YANG LISTING DI BEI TAHUN 2006 2008 Nama : Eka Adhi Prasetyo Dosen Pembimbing : Dra. Irine Rini Demi Pangestuti, ME. ABSTRACT The aims of this study is to analyze financial ratio CAR, accomplishment of PPAP, NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE and LDR (CAMEL) to predict the financial distress condition of banking companies which is listing in BEI. CAMEL method which is the standard of Indonesian Bank SE BI No. 7/10/DPNP 31 Maret 2005 used to predict the financial distress condition banking companies in order to assess bank healthy level. The problem of this research is caused by the contradiction (research gap) of the previous research. Purposive sampling method used to take the sample of this research with 25 sample banking companies that suite with the criterion. The data that used was secondary data obtained from Indonesian Banking Directory from 2006 until 2008. The research method used to analyze the hypothesis of this research was logistic regression. The results shows that CAR, NPL, and BOPO ratio significant and positively influence the prediction of the financial distress condition banking companies which is listing in BEI. Accomplishment ratio of PPAP and ROE had a negative but not significant effect. LDR ratio significant and negatively influence the prediction of the financial distress condition banking companies which is listing in BEI. ROA ratio had a positive but not significant effect. Keyword : Financial Distress, Financial Ratios, CAMEL, Logistic Regression.
Transcript

1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI FINANCIAL DISTRESS

PERUSAHAAN PERBANKAN YANG LISTING DI BEI TAHUN 2006 – 2008

Nama : Eka Adhi Prasetyo

Dosen Pembimbing : Dra. Irine Rini Demi Pangestuti, ME.

ABSTRACT

The aims of this study is to analyze financial ratio CAR, accomplishment of PPAP,

NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE and LDR (CAMEL) to predict the financial distress condition

of banking companies which is listing in BEI. CAMEL method which is the standard of

Indonesian Bank SE BI No. 7/10/DPNP 31 Maret 2005 used to predict the financial distress

condition banking companies in order to assess bank healthy level.

The problem of this research is caused by the contradiction (research gap) of the

previous research. Purposive sampling method used to take the sample of this research with

25 sample banking companies that suite with the criterion. The data that used was secondary

data obtained from Indonesian Banking Directory from 2006 until 2008. The research

method used to analyze the hypothesis of this research was logistic regression.

The results shows that CAR, NPL, and BOPO ratio significant and positively

influence the prediction of the financial distress condition banking companies which is listing

in BEI. Accomplishment ratio of PPAP and ROE had a negative but not significant effect.

LDR ratio significant and negatively influence the prediction of the financial distress

condition banking companies which is listing in BEI. ROA ratio had a positive but not

significant effect.

Keyword : Financial Distress, Financial Ratios, CAMEL, Logistic Regression.

2

PENDAHULUAN

Dalam dekade terakhir, terutama setelah krisis perbankan perhatian pemerintah di

berbagai negara termasuk Indonesia terhadap kebijakan pengaturan dan pengawasan bank

semakin besar. Perhatian tersebut karena semakin disadari arti penting dan peranan strategis

sektor perbankan dalam suatu perekonomian. Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat

sistemik akan mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu

perekonomian.

Riset yang dilakukan Lindgren (1996) menunjukkan bahwa banyak negara yang

perekonomiannya rusak sebagai akibat tidak sehatnya sektor perbankan. Sektor keuangan,

terutama di negara-negara berkembang masih didominasi oleh lembaga perbankan. Menurut

Yunus Husein (2003) industri perbankan Indonesia menguasai sekitar 93% dari total aset

industri keuangan. Dalam kondisi yang demikian, apabila lembaga perbankan tidak sehat dan

tidak dapat berfungsi secara optimal maka dapat dipastikan berakibat pada terganggunya

kegiatan perekonomian. Menurut Andrew Crocckett (1997) stabilitas dan kesehatan sektor

perbankan sebagai bagian dari stabilitas sektor keuangan terkait erat dengan kesehatan suatu

perekonomian.

Bila suatu sistem perbankan dalam kondisi yang tidak sehat, maka fungsi bank sebagai

lembaga intermediasi tidak akan berfungsi dengan optimal. Dengan terganggunya fungsi

intermediasi tersebut, maka alokasi dan penyediaan dana dari perbankan untuk kegiatan

investasi dan pembiayaan sektor-sektor yang produktif dalam perekonomian menjadi

terbatas. Sistem perbankan yang tidak sehat juga akan mengakibatkan lalu lintas pembayaran

yang dilakukan oleh sistem perbankan tidak lancar dan efisien. Selain itu, sistem perbankan

yang tidak sehat akan menghambat efektifitas kebijakan moneter.

Kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak

mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Sedangkan kesulitan keuangan

(financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin sebagai awal

kebangkrutan (Perwira, 2009 dalam Endri, 2008). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh

Almilia (2004) mendefinisikan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dimana

perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-

turut serta perusahaan tersebut telah di merger.

3

Suwarsono (dikutip oleh Tarmizi dan Kusno, 2003) Kebangkrutan akan cepat terjadi

pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena

kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin

tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Ada beberapa tanda atau indikator

manajerial dan operasional yang muncul ketika perusahaan mengalami kebangkrutan.

Bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan lebih

tertekan jika sudah mengarah ke arah kebangkrutan karena adanya biaya-biaya tambahan.

Dalam upaya menekan biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan, para regulator dan para

manajer perusahaan berupaya bertindak cepat mencegah kebangkrutan atau menurunkan

biaya kegagalan tersebut, yaitu dengan mengembangkan metode early warning systems

(EWS) untuk memprediksi permasalahan potensial yang terjadi pada perusahaan.

Tingkat kesehatan bank dapat dinilai menggunakan beberapa indikator. Salah satu

indikator utama yang sering dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang

bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang

lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Analisis rasio keuangan

memungkinkan pihak manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok

pada trend jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan

keuangan dapat membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci serta

kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan

perusahaan di masa mendatang (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja bank adalah

rasio keuangan Capital, Assets quality, Management, Earnings, Liquidity dan Sensitivity to

Market Risk (CAMELS). Dalam prakteknya di Indonesia CAMELS digunakan sebagai

indikator penilaian kesehatan bank umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank

Indonesia (PBI) No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 dan Surat Edaran No.6/23/DPNP

tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

4

Tabel 1.1

Sistem Peringkat CAMEL

No. Faktor yang Dinilai Komponen Bobot (%)

1. Permodalan Rasio modal terhadap aktiva tertimbang

menurut risiko.

25

2. Kualitas Aktiva

Produktif

a. Rasio dari aktiva produktif yang

diklasifikasikan terhadap aktiva

produktif.

b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva

produktif yang dibentuk terhadap

penyisihan penghapusan aktiva

produktif yang wajib dibentuk.

25

5

3. Manajemen a. Manajemen umum.

b. Manajemen risiko.

10

15

4. Rentabilitas a. Rasio laba terhadap rata-rata volume

usaha.

b. Rasio biaya terhadap pendapatan

operasional.

5

5

5. Likuiditas a. Rasio kewajiban bersih call money

terhadap aktiva lancar dalam rupiah.

b. Rasio kredit terhadap dana yang

diterima dalam rupiah dan valas.

5

5

Sumber : Bank Indonesia (2002).

Penilaian tingkat kesehatan diterapkan dalam empat golongan predikat tingkat

kesehatan bank sebagai berikut :

a. Nilai kredit 81 % - 100 % diberi predikat sehat.

b. Nilai kredit 66 % - 81 % diberi predikat cukup sehat.

c. Nilai kredit 51 % - 66 % diberi predikat kurang sehat.

d. Nilai kredit 0 % - 51 % diberi predikat tidak sehat.

5

TELAAH PUSTAKA

Plat dan Plat (dalam Luciana, 2006) mendefinisikan financial distress sebagai

tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan

ataupun likuidasi. Hofer (1980) dan Whitaker (1999) mengumpamakan kondisi

financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih

(net profit) negatif selama beberapa tahun tersebut. Sementara itu, penelitian yang

dilakukan oleh Luciana (2004) mendefinisikan kondisi financial distress sebagai suatu

kondisi di mana perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku

ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger.

Pengaruh CAR terhadap kondisi financial distress perbankan.

CAR (Capital Adequacy Ratio) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan

kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan

menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. CAR

menunjukkan sejauh mana penurunan asset bank masih dapat ditutup oleh equity bank

yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank (Tarmidzi

Achmad, 2003). CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal

yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan

risiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya, 2009).

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bank yang dinyatakan termasuk sebagai

bank yang sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8 %. Hal ini didasarkan

kepada ketentuan yang ditetapkan oleh BIS (Bank for International Settlements).

Penelitian Luciana dan Winny (2005) yang menyatakan bahwa rasio CAR

(Capital Adequacy Ratio) mempunyai pengaruh signifikan terhadap kondisi bermasalah

dan pengaruhnya negatif artinya semakin rendah rasio CAR, kemungkinan bank dalam

kondisi bermasalah semakin besar. Pada penelitian Titis Juniarsi dan Agus Endro

Suwarno (2005) rasio CAR berpengaruh signifikan dalam memprediksi kegagalan

bank umum swasta nasional non devisa. Rasio CAR mempunyai pengaruh signifikan

terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya negatif, maka semakin rendah rasio

6

CAR kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Karena modal yang

dimiliki bank tidak mampu menutupi risiko kerugian yang timbul dari penanaman dana

dalam aktiva-aktiva produktif yang mengandung risiko, serta tidak dapat digunakan

untuk pembiayaan penanaman dalam aktiva tetap dan investasi. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya financial distress. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa

CAR berpengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan.

Aspek permodalan dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio CAR,

selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu:

H1 = CAR berpengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan.

Pengaruh Pemenuhan PPAP terhadap kondisi financial distress perbankan.

Rasio pemenuhan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)

menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menentukan besarnya PPAP yang

telah dibentuk terhadap PPAP yang wajib dibentuk. Semakin besar rasio ini maka

kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil karena semakin besar

PPAP yang telah dibentuk dari PPAP yang wajib dibentuk. Penghitungan PPAP yang

wajib dibentuk sesuai dengan ketentuan Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku

Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005).

Luciana dan Winny (2005) menyatakan bahwa rasio pemenuhan PPAP

(Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif) mempunyai pengaruh tidak signifikan

terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya positif artinya semakin tinggi rasio

PPAP kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Hasil penelitian

tersebut mendukung penelitian Bank Indonesia (2006) yang menyatakan bahwa Asset

Quality berpengaruh positif terhadap kondisi bermasalah suatu bank.

Aspek asset dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio PPAP terhadap total

ativa produktif, selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu :

H2 = Rasio PPAP terhadap total aktiva produktif berpengaruh positif

terhadap kondisi financial distress perbankan.

7

Pengaruh NPL terhadap kondisi financial distress perbankan

Rasio NPLmenunjukan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola

kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Bank dalam memberikan kredit harus

melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali

kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap

penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi

kewajiban. Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan peningkatan terhadap agunan

untuk memperkecil risiko kredit (Masyud Ali, 2004).

Penelitian Titik Aryati dan Shirin Balafif (2007) menunjukkan bahwa rasio NPL

mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap probabilitas tingkat kesehatan

bank.

NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL maka semakin kecil pula

risiko kredit yang ditanggung pihak bank. NPL berpengaruh positif, karena apabila

kondisi NPL suatu bank tinggi maka akan memperbesar biaya baik biaya pencadangan

aktiva produktif maupun biaya lainnya sehingga berpotensi terhadap kerugian bank.

Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang

menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank

dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang

diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Dengan

demikian dapat dirumuskan bahwa NPL berpengaruh positif terhadap kondisi financial

distress perbankan.

Aspek asset dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio NPL, selanjutnya

dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu :

H3 = Rasio NPL mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi financial distress

perbankan.

Pengaruh BOPO terhadap kondisi financial distress perbankan.

Rasio BOPO sering disebut rasio efesiensi yang digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap

pendapatan operasonal. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah

bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana (misalnya dana

8

masyarakat), maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga

dan hasil bunga (Dendawijaya, 2001).

Menurut Dahlan Siamat (1993), tingkat BOPO yang menurun menunjukkan

semakin tinggi efesiensi operasional yang dicapai bank, hal ini berarti semakin efesien

aktiva bank dalam menghasilkan keuntungan. Berdasarkan ketentuan BI, batas

maksimum BOPO adalah 92%.

Luciana dan Winny (2005) menyatakan bahwa rasio BOPO (Biaya

Operasional terhadap Pendapatan Operasional) mempunyai pengaruh signifikan

terhadap kondisi bermasalah dan pengaruhnya positif artinya semakin tinggi rasio

BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Hal ini

didukung oleh penelitian Venny Dwi Lestari (2009) bahwa rasio BOPO berpengaruh

signifikan dalam membedakan kelompok tingkat kesehatan perbankan. Dalam

penelitian Titis Juniarsi dan Agus Endro Suwarno (2005) menyatakan rasio BOPO

berpengaruh signifikan dalam memprediksi kegagalan bank umum swasta nasional non

devisa.

Aspek management dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio BOPO,

selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu :

H4 = Rasio BOPO mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi financial distress

perbankan.

Pengaruh NIM terhadap kondisi financial distress perbankan.

Menurut Dahlan Siamat (1993) NIM (Net Interest Margin) yaitu rasio antara

pendapatan bunga bersih terhadap jumlah kredit yang diberikan (outstanding credit).

Pendapatan bunga bersih diperoleh dari bunga yang diterima dari pinjaman

yang diberikan dkurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan.

Sumber dana bank terdiri dari 3 jenis yaitu : dana dari pihak 1 (modal sendiri), dana

pihak kedua (dari bank-bank lain), dan dana dari pihak ketiga (dana dari masyarakat).

Almilia dan Herdiningtyas (2005) mengemukakan bahwa rasio NIM (Net

Interest Margin) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat

9

kesehatan bank. Artinya semakin rendah rasio ini maka, kemungkinan suatu bank dalam

kondisi bermasalah semakin kecil.

NIM berpengaruh negatif karena semakin besar rasio ini maka meningkatnya

pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan

suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Dengan demikian dapat

dirumuskan bahwa NIM berpengaruh negatif terhadap kondisi financial distress

perbankan.

Aspek management dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio NIM,

selanjutnya dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu :

H5 = Rasio NIM mempunyai pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress

perbankan.

Pengaruh ROA terhadap kondisi financial distress perbankan.

Rasio ini digunakan untuk mengetahui tingkat laba sebelum pajak dalam 12

bulan terakhir bila dibandingkan dengan rata-rata volume usaha dalam periode yang

sama. Dengan kata lain, ROA ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam

menggunakan asset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba kotor (Surat Edaran BI

No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001). Menurut Dendawijaya (2003), semakin

besar ROA suatu bank, maka semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi

penggunaan aset.

Dalam penelitian Tarmizi Achmad dan Willyanto Kartiko Kusuno (2003)

menunjukkan bahwa ROA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap bank bangkrut

dan bank yang tidak bangkrut. Hal ini didukung oleh penelitian Venny Dwi Lestari

(2009) bahwa rasio ROA berpengaruh signifikan dalam pembedaan kelompok tingkat

kesehatan perbankan.

Aspek earning dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio ROA, selanjutnya

dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu :

H6 = ROA berpengaruh negatif terhadap kondisi financial distress perbankan.

10

Pengaruh ROE terhadap kondisi financial distress perbankan.

Rasio ROE (Return On Equity) digunakan untuk mengetahui tingkat laba

setelah pajak dalam 12 bulan terakhir apabila dibandingkan dengan tingkat equity yang

dimiliki bank. Dengan kata lain, ROE digunakan untuk mengetahui kemampuan bank

dalam penggunaan modal yang dimiliki untuk menghasilkan laba bersih (Surat Edaran

BI No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001).

Penelitian Hesti Hastuti dan Imam Subaweh (2008) menyatakan ROE

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja bank go public. Hal ini didukung

oleh penelitian Titis Juniarsi dan Agus Endro Suwarno (2005) bahwa rasio ROE

berpengaruh signifikan dalam memprediksi kegagalan bank umum swasta nasional non

devisa.

Semakin tinggi ROE menunjukkan semakin efisien perbankan menggunakan

modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Dan jika semakin

rendah rasio ini maka, kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin

besar. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa ROE berpengaruh positif terhadap

kondisi financial distress perbankan.

Aspek earning dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio ROE, selanjutnya dapat

dikemukakan hipotesis penelitian yaitu :

H7 = Rasio ROE mempunyai pengaruh positif terhadap kondisi financial distress

perbankan.

Pengaruh LDR terhadap kondisi financial distress perbankan.

Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005) Rasio LDR (Loan to

Deposit Ratio) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara

membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin

tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan

sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar.

Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana

pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.

11

Tarmizi Achmad dan Willyanto Kartiko Kusuno (2003) mengemukakan bahwa

rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap bank

bangkrut dan bank yang tidak bangkrut. Hal ini didukung oleh penelitian Penelitian

Titis Juniarsi dan Agus Endro Suwarno (2005) bahwa LDR berpengaruh signifikan

dalam memprediksi kegagalan bank umum swasta nasional non devisa.

Aspek liquidity dalam penelitian ini diukur berdasarkan rasio LDR, selanjutnya

dapat dikemukakan hipotesis penelitian yaitu :

H8 = Rasio LDR mempunyai pengaruh negatif terhadap kondisi financial distress

perbankan.

Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian

terdahulu, maka penulis membuat kerangka pemikiran teoritis penelitian sebagai berikut :

12

METODOLOGI

Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah prediksi perusahaan

perbankan yang mengalami kondisi financial distress dan perusahaan perbankan yang tidak

mengalami kondisi financial distress. Kondisi financial distress suatu bank diwakili oleh

bank yang mengalami laba bersih negatif selama minimal 2 tahun berturut-turut, atau bank

yang mengalami merger, atau bank yang ijinnya dicabut oleh Bank Indonesia (Luciana Spica

Almilia dan Meliza Silvy, 2003). Variabel dependen yang digunakan merupakan variabel

kategori (dummy variable), 0 untuk perusahaan perbankan yang tidak mengalami financial

distress dan 1 untuk perusahaan perbankan yang mengalami financial distress.

Variabel Independen

CAR (Capital Adequacy Ratio)

Merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank

yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut

dibiayai dari modal sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar

bank (Almilia dan Herdiningtyas, 2005).

Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut (SE BI No.7/10/DPNP

tanggal 31 Maret 2005) :

𝐶𝐴𝑅 =𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑘𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 +𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟

𝑋 100%

Rasio pemenuhan PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif)

Rasio ini menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menentukan besarnya

PPAP yang telah dibentuk terhadap PPAP yang wajib dibentuk. Semakin besar rasio ini

maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil karena semakin besar

13

PPAP yang telah dibentuk dari PPAP yang wajib dibentuk. Penghitungan PPAP yang wajib

dibentuk sesuai dengan ketentuan Kualitas Aktiva Produktif yang berlaku. Rasio ini

dirumuskan sebagai berikut :

𝑃𝑃𝐴𝑃 =𝑃𝑃𝐴𝑃 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑙𝑎𝑕 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘

𝑃𝑃𝐴𝑃 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑋 100%

NPL (Non Performing Loan)

Rasio ini menunjukan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit

bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin

buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka

kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini

adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain.

Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Rasio

ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝑁𝑃𝐿 =𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐵𝑒𝑟𝑚𝑎𝑠𝑎𝑙𝑎𝑕

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑋 100%

BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)

Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan

manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.

Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang

bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban

operasionallainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga

dan total pendapatan operasional lainnya. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

𝐵𝑂𝑃𝑂 =𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙

𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑋 100%

NIM (Net Interest Margin)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola

aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih

14

diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Semakin besar rasio ini maka

meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga

kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rasio ini dirumuskan

sebagai berikut :

𝑁𝐼𝑀 =𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖𝑕

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑋 100%

ROA (Return on Assets)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam

memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank

yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang

dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak. Sedangkan

rata-rata total asset adalah rata-rata volume usaha atau aktiva.

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

𝑅𝑂𝐴 =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑋 100%

ROE (Return on Equity)

Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelolah

modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin

besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam

kondisi bermasalah semakin kecil. Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan

operasional setelah dikurangi pajak sedangkan rata-rata total ekuitas adalah rata-rata modal

inti yang dimiliki bank, perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban

modal minimum yang berlaku.

Rasio ini dirumuskan sebagi berikut :

𝑅𝑂𝐸 =𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎𝑕 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠𝑋100%

15

LDR (Loan to Deposit Ratio)

Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi

jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini,

semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan

suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak

termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan,

simpanan berjangka, sertifikat deposito.

Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

𝐿𝐷𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖𝑕𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎𝑋100%

Populasi Dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang

listing di BEI dalam kurun waktu penelitian dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008

Tabel 2.1

Sampel Penelitian

No Bank No Bank

1 PT BANK AGRONIAGA Tbk. 14 PT BANK CIMB NIAGA Tbk.

2 PT BANK BUMI ARTA Tbk. 15 PT BANK PAN INDONESIA Tbk.

3 PT BANK CENTRAL ASIA Tbk. 16 PT BANK SWADESI Tbk.

4 PT BANK EKONOMI RAHARJA

Tbk.

17 PT BANK VICTORIA

INTERNATIONAL Tbk.

5 PT BANK INTERNASIONAL

INDONESIA Tbk.

18 PT BANK BUKOPIN Tbk.

6 PT BANK MANDIRI Tbk. 19 PT BANK DANAMON

INDONESIA Tbk.

7 PT BANK NEGARA INDONESIA

Tbk.

20 PT BANK HIMPUNAN SAUDARA

1906 Tbk.

8 PT BANK REPUBLIK

INDONESIA Tbk.

21 PT BANK MEGA Tbk.

9 PT BANK UOB BUANA Tbk. 22 PT BANK OCBC NISP Tbk.

16

10 PT BANK ARTHA GRAHA

INTERNASIONAL Tbk.

23 PT BANK PERMATA Tbk.

11 PT BANK BUMIPUTERA

INDONESIA Tbk.

24 PT BANK TABUNGAN

PENSIUNAN NASIONAL Tbk.

12 PT BANK EKSEKUTIF

INTERNASIONAL Tbk.

25 PT BANK WINDU KENTJANA

INTERNATIONAL Tbk.

13 PT BANK KESAWAN Tbk.

Sumber : Direktori Perbankan Indonesia.

Metode Analisis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi logit karena

variabel dependennya berupa variabel dummy (non-metrik) dan variabel

independennya berupa kombinasi antara metrik dan non-metrik (Ghozali, 2007).

Persamaan regresi logit dapat dinyatakan sebagai berikut (Ghozali, 2007) :

𝐿𝑛 𝑜𝑑𝑑𝑠 𝑆 X1, X2, Xk = 𝑏0 + 𝑏1𝐶𝐴𝑅 + 𝑏2𝑃𝑃𝐴𝑃 + 𝑏3𝑁𝑃𝐿 + 𝑏3𝐵𝑂𝑃𝑂

+𝑏5 𝑁𝐼𝑀 + 𝑏6𝑅𝑂𝐴 + 𝑏7 𝑅𝑂𝐸 + 𝑏8𝐿𝐷𝑅 + e

Atau :

𝐿𝑛 𝑝

1 − 𝑝= 𝑏0 + 𝑏1𝐶𝐴𝑅 + 𝑏2𝑃𝑃𝐴𝑃 + 𝑏3𝑁𝑃𝐿 + 𝑏3𝐵𝑂𝑃𝑂

+𝑏5 𝑁𝐼𝑀 + 𝑏6𝑅𝑂𝐴 + 𝑏7 𝑅𝑂𝐸 + 𝑏8𝐿𝐷𝑅 + 𝑒

Dimana :

Odds (S │ X1, X2, …, X8 ) = 𝑝

1−𝑝

b0 = konstanta

b1 – b8 = koefisien regresi

CAR = Capital Adequacy Ratio

PPAP = Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif

NPL = Non Performing Loan

17

BOPO = Biaya Operasional / Pendapatan Operasional

NIM = Net Interest Margin

ROA = Return on Assets

ROE = Return on Equity

LDR = Loan to Deposit Ratio

Langkah - langkah analisis dalam regresi logistik menurut Ghozali (2007) :

a. Menilai Model Fit

Hasil output data dari logistic regression kemudian dianalisis dengan

menggunakan penilaian model fit. Langkah pertama yaitu dengan menilai overall fit

model terhadap data.hipotesis untuk menilai model fit adalah:

H0 : Model yang dihepotesiskan fit dengan data

HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data

b. Fungsi Likelihood

Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi likehood. Likelihood L

dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesakan menggambarkan

data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi

-2LogL. Statistik -2LogL disebut likehood rasio ² statistics, dimana ² distribusi

dengan degree of freedom n-q, q adalah jumlah parameter dalam model. Output

SPSS memberikan dua nilai -2LogL yaitu untuk satu model yang hanya

memasukkan konstanta yaitu sebesar 33.271055 dan memiliki distribusi ² dengan

df 23 (24-1), walaupun tidak tampak dalam output SPSS nilai -2LogL 33.271 ini

signifikan pada aplha 5 % dan hipotesis nol ditolak yang berarti model hanya

dengan konstanta saja tidak fit dengan data.

c. Cox dan Snell’s R Square dan Negelkerke’s R Square

Cox dan Snell’s R Squre merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran R2

pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likehood dengan

nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterpretasikan. Nagelkerke’s

R square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan

bahwa nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan

18

cara membagi Cox dan Snell’s R² dengan nilai maksimumnya. Nilai Nagelkerke’s

R² dapat diinterpretasikan seperti R² pada multiple regression. Dilihat dari output

SPSS nilai Cox dan Snell’s R² sebesar 0.591 dan nilai Nagelkerke’s R² adalah 0.789

yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas

variabel independen sebesar 78.9%.

d. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa

data empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai Statistik Hosmer and

Lemeshow’s Goodness of Fit Test test statistics sama dengan atau kurang dari 0.05,

maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan antara model

dengan nilai observasinya sehingga Goodness fit model tidak baik karena model

tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai Statistics Hosmer and

Lemeshow’s Goodness of Fit lebih besar dari 0.05, maka hipotesis nol dapat ditolak

dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan

model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Tampilan output

SPSS menunjukkan bahwa besarnya nilai statistics Hosmer and Lemeshow’s

Goodness of Fit sebesar 10.4492 ddengan probabilitas signifikansi 0.2349 yang

nilainya jauh di atas 0.05. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model dapat

diterima.

e. Tabel Klasifikasi

Tabel klasifikasi 2 X 2 menghitung nilai estimasi yang benar (correct)

dan salah (incorrect). Pada kolom merupakan dua nilai prediksi dari variabel

dependen dan dalam hal ini sehat (0) dan tidak sehat (1), sedangkan pada baris

menunjukkan nilai observasi sesungguhnya dari variabel dependen sehat (0) dan

tidak sehat (1). Pada model yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada

diagonal dengan tingkat ketepatan peramalan 100%. Jika model logistik memiliki

homoskedastisitas, maka prosentase yang benar (correct) akan sama untuk kedua

baris.

f. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara

membandingkan antara nilai probabilitas (sig). Apabila terlihat angka signifikan

19

lebih kecil dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5% maka

berarti H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh

secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, jika

angka signifikansi lebih besar dari 0,05 maka berarti H0 diterima dan H1 ditolak,

yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

terjadinya variabel terikat.

g. Estimasi Parameter dan Interpretasinya

Untuk menilai hasil analisis regresi kita menggunakan model persamaan

kedua yang memasukkan semua komponen dari variabel independen, yang dapat

dilihat dari Variable in The Equation (Ghozali, 2007).

𝐿𝑛 𝑝

1 − 𝑝= 𝑏0 + 𝑏1𝐶𝐴𝑅 + 𝑏2𝑃𝑃𝐴𝑃 + 𝑏3𝑁𝑃𝐿 + 𝑏3𝐵𝑂𝑃𝑂

+𝑏5 𝑁𝐼𝑀 + 𝑏6𝑅𝑂𝐴 + 𝑏7 𝑅𝑂𝐸 + 𝑏8𝐿𝐷𝑅 + 𝑒

Wald statistic untuk menguji signifikansi koefisien regresi logistik masing-

masing prediktor, dengan formulasi hipotesis statistik sebagai berikut :

H0 : r = 0

H1 : r ≠ 0 dimana r = 1, 2, 3, …, n

Kriteria:

Jika Sig. > α, maka H0 diterima

Jika Sig. < α, maka H0 ditolak

h. Uji Asumsi Klasik (Uji Multikolonieritas)

Regresi yang baik adalah regresi yang ditunjukkan dengan tidak adanya gejala

korelasi yang kuat antara variabel bebasnya. Pengujian multikoloneritas

menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi

antar variabel independen. Jika korelasi yang terjadi kurang dari 0,98, berarti tidak

terjadi multikoloneritas, sedangkan jika koefisien yang terjadi di atas 0,98 maka

terjadi multikoloneritas dan berarti model regresi yang digunakan tidak baik.

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap

variabel terikat. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai

probabilitas (sig). Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil dari 0,05 maka koefisien

regresi adalah signifikan pada tingkat 5 % maka berarti H0 ditolak dan H1 diterima,

yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap terjadinya

variabel terikat. Pengujian koefisien regresi dapat dilakukan dengan regresi logistik

yang hasilnya terdapat pada tabel 2.2 di bawah ini :

Tabel 2.2

Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik

Sumber : Data sekunder diolah dengan SPSS.

Hasil pengujian terhadap koefisien regresi menghasilkan model berikut ini :

𝐿𝑛 𝑝

1 − 𝑝= −3,134 + 0,265𝐶𝐴𝑅 − 0,111𝑃𝑃𝐴𝑃 + 0,636𝑁𝑃𝐿 + 0,260𝐵𝑂𝑃𝑂

−2,285 𝑁𝐼𝑀 + 0,867𝑅𝑂𝐴 − 0,054𝑅𝑂𝐸 − 0,109𝐿𝐷𝑅 + 𝑒

21

Pengujian hipotesis untuk mengetahui pengaruh rasio CAR, Pemenuhan

PPAP, NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE, dan LDR terhadap prediksi kondisi financial

distress yang listing di BEI dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Variabel CAR menunjukkan koefisien positif sebesar 0.265 dengan tingkat

signifikansi 0.029, lebih kecil dari α = 5 %. Karena tingkat signifikansi CAR lebih

kecil dari α = 5 % maka Hipotesis 1 ditolak.

Dengan demikian CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi kondisi

financial distress bank yang listing di BEI.

b. Variabel Pemenuhan PPAP menunjukkan koefisien sebesar -0.111 dengan tingkat

signifikansi 0.094, lebih besar dari α = 5 %. Karena tingkat signifikansi Pemenuhan

PPAP lebih besar dari α = 5 % maka Hipotesis 2 ditolak.

Dengan demikian Pemenuhan PPAP berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI.

c. Variabel NPL menunjukkan koefisien sebesar 0.663 dengan tingkat signifikansi

0.035, lebih kecil dari α = 5 %. Karena tingkat signifikansi NPL lebih kecil dari α =

5 % maka Hipotesis 3 diterima.

Dengan demikian NPL berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi kondisi

financial distress bank yang listing di BEI.

d. Variabel BOPO menunjukkan koefisien sebesar 0.260 dengan tingkat signifikansi

0.007, lebih kecil dari α = 5 %. Karena tingkat signifikansi BOPO lebih kecil dari α

= 5 % maka Hipotesis 4 diterima.

Dengan demikian BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi

kondisi financial distress bank yang listing di BEI.

e. Variabel NIM menunjukkan koefisien sebesar -2,285 dengan tingkat signifikansi

0.015, lebih kecil dari α = 5 %. Karena tingkat signifikansi NIM lebih besar dari α =

5 % maka Hipotesis 5 diterima.

Dengan demikian NIM berpengaruh negatif tetapi dan signifikan terhadap prediksi

kondisi financial distress bank yang listing di BEI.

f. Variabel ROA menunjukkan koefisien sebesar 0.867 dengan tingkat signifikansi

0.150, lebih besar dari α = 5 %. Karena tingkat signifikansi ROA lebih besar dari α

= 5 % maka Hipotesis 6 ditolak.

22

Dengan demikian ROA berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap prediksi

kondisi financial distress bank yang listing di BEI.

g. Variabel ROE menunjukkan koefisien sebesar -0.054 dengan tingkat signifikansi

0.329, lebih besar dari α = 5 %. Karena tingkat signifikansi ROE lebih besar dari α

= 5 % maka Hipotesis 7 ditolak.

Dengan demikian ROE berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap prediksi

kondisi financial distress bank yang listing di BEI.

h. Variabel LDR menunjukkan koefisien sebesar -0.109 dengan tingkat signifikansi

0.049, lebih kecil dari α = 5 %. Karena tingkat signifikansi LDR lebih kecil dari α =

5 % maka Hipotesis 8 diterima.

Dengan demikian LDR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap prediksi

kondisi financial distress bank yang listing di BEI.

23

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh rasio keuangan CAR,

Pemenuhan PPAP, NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE dan LDR terhadap kondisi financial

distress pada bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008. Berdasarkan uji kelayakan dapat

dijelaskan bahwa hasil dari data 25 bank yang listing di BEI selama tiga periode yaitu tahun

2006, 2007 dan 2008 dengan menggunakan regresi logistik, layak untuk menganalisis

prediksi kondisi financial distress pada bank yang listing di BEI.

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis, dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Variabilitas variabel dependen (kondisi financial distress pada bank yang listing di BEI)

yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen (CAR, Pemenuhan PPAP,

NPL, BOPO, NIM, ROA, ROE dan LDR) adalah sebesar 65.5 %.

2. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio CAR (Capital Adequacy Ratio)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di

BEI periode 2006 - 2008.

3. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio Pemenuhan PPAP (Penyisihan

Penghapusan Aktiva Produktif) berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap

kondisi financial distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008.

4. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio NPL (Non Performing Loan)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di

BEI periode 2006 - 2008.

5. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio BOPO (Biaya Operasional terhadap

Pendapatan Operasional) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi financial

distress bank yang listing di BEI periode 2006 - 2008.

6. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio NIM (Net Interest Margin)

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing

di BEI periode 2006 - 2008.

7. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio ROA (Return On Asset) berpengaruh

positif tetapi tidak signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI

periode 2006 - 2008.

24

8. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio ROE (Return On Equity) berpengaruh

negatif tetapi tidak signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing di BEI

periode 2006 - 2008.

9. Hasil dari pengujian regresi logistik diperoleh rasio LDR (Loan to Deposit Ratio)

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress bank yang listing

di BEI periode 2006 - 2008.

Saran Penelitian Yang Akan Datang

Dengan berbagai telaah pustaka dan analisa yang dilakukan serta berdasarkan

keterbatasan-keterbatasan penelitian, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Mengambil periode pengamatan penelitian yang lebih panjang dengan jumlah

sampel yang lebih banyak. Dengan periode pengamatan penelitian lebih panjang

dan sampel yang lebih banyak diharapkan akan memprediksi kondisi financial

distress bank lebih baik.

2. Rasio - rasio keuangan CAMEL yang digunakan untuk penelitian selanjutnya

sebaiknya menambah variable-variabel independen lainnya, misalnya Aktiva

Produktif Bermasalah (APB), Net Profit Margin (NPM), Sensitivity to Market Risk

dan lain-lain karena dalam penelitian ini variabel yang digunakan menyesuaikan

dengan variabel yang ada di Direktori Perbankan Indonesia.

25

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Tarmizi dan Kusuno, Willyanto Kartiko. 2003. “Analisis Rasio-Rasio

Keuangan Sebagai Indikator Dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan

Perbankan di Indonesia”. Media Ekonomi & Bisnis Vol.XV No.1, pp 54-75.

Almilia, Luciana Spica, dan Herdiningtyas, Winny. 2005. “Analisis Rasio CAMEL Terhadap

Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002”. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan, Vol.7, No.2, November.

Almilia, Luciana Spica. 2006. ”Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go-Public

Dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit”. www.google.com. Diakses 20

November 2010

Almilia, Luciana Spica dan Meliza Silvy.2003. Analsis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Status Perusahaan Pasca Ipo Dengan Menggunakan Tehnik Analisis Multinomial

Logit. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 18 No. 4, Oktober

Aryati, Titik dan Shirin, Balafif . 2007 ”Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

Kesehatan Bank dengan Regresi Logit”. www.google.com. Diakses 20 November

2010

Bank Indonesia. Direktori Perbankan Indonesia 2006.

Direktori Perbankan Indonesia 2007.

Direktori Perbankan Indonesia 2008.

Croccket, Andrew. 1997. Financial Distress and Corporate Governance : an Empirical

Analysis. www.google.com. Diakses 3 November 2010

Dendawijaya, Lukman. 2009. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Jakarta

Endri. 2008. Prediksi Kebangkrutan Bank Untuk Menghadapi Dan Mengelola Perubahan

Lingkungan Bisnis : Analisis Model Altman’s Z-Score. www.google.com. Diakses 20

November 2010

Gamayuni, Rindu Rika. 2006. “Rasio Keuangan Sebagai Prediktor Kegagalan

Perusahaan di Indonesia”. Jurnal Bisnis dan Manajemen, Volume 3, No.1,

September 2006, pp 15-38.

Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi IV. Badan

Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Gujarati, Damodar N., 1995, Basic Econometrics, Edisi 3, Mc-Grawhill, New

York.

Hadad, Muliaman D., Santoso, Wimboh., dan Sarwedi. 2004. “Model Prediksi

26

Kepailitan Bank Umum di Indonesia”. http://www.bi.go.id

Hadad, et all. 2003. Indikator Kepailitan di Indonesia. www.google.com. Diakses 20

November 2010

Hair, J.F., W.C. Black, B.J. Babin, R.E. Anderson, R.L. Tatham. 2006. Multivariate Data

Analysis. 6th Ed. Pearson International Edition.

Hastuti, Hesti dan Imam Subaweh. 2008. “Analisis Kinerja Kesehatan Bank Sebelum Dan

Setelah Arsitektur Perbankkan Indonesia”. www.google.com. Diakses 27 November

2010

Husein, Yunus. 2003. Rahasia Bank : Privasi Versus Kepentingan Umum. Pasca Sarjana UI.

Jakarta

Juniarsi, Titis dan Agus Endro Suwarno. 2005. Rasio Keuangan sebagai Prediksi Kegagalan

pada Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan

Keuangan. Vol. 4 No. 1

Lestari, Venny Dwi. 2009. ”Analisis Tingkat Kesehatan Bank-Bank Pemerintah Dengan

Menggunakan Metode Camels Dan Analisis Diskriminan Periode 2006-2008”.

www.google.com. Diakses 3 November 2010

Lindgren. 1996. Detection of financial Distress via Multivariate Statistical Analysis.

www.google.com. Diakses 27 November 2010

Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani. 2007. Evaluasi Pengaruh CAMEL Terhadap Kinerja

Perusahaan. BULETIN STUDI EKONOMI. Vol. 12 No. 1

Mulyaningrum, Penni. 2008. “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kebangkrutan

Bank di Indonesia”. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Universitas

Diponegoro (tidak dipublikasikan)

Merkusiwati, Ni Ketut Lely Aryani. 2007. ”Evaluasi Pengaruh CAMEL Terhadap Kinerja

Perusahaan”. www.google.com. Diakses 3 November 2010

Nasser, Etty M., dan Aryati, Titik. 2000. “Model Analisis CAMEL Untuk

Memprediksi Financial Distess Pada Sektor Perbankan Yang Go Public”. JAAI

Volume 4 No.2, pp 111-127

Platt, Harlan D. and Marjorie B. Platt. 2002. Predicting Corporate Financial Distress:

Reflections on Choice-Based Sample Bias. JOURNAL OF ECONOMICS AND

FINANCE. Volume 26 Number 2

Pujiyanti, Sri dan Susi Suhendra. 2009. Analisis Kinerja Keuangan Mengenai

Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode Camel. www.google.com.

Diakses 3 November 2010

Purbayu Budi Santosa dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Menggunakan Excel &

SPSS. Jogjakarta.

Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan

27

Perbankan. Ed. 5. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Sanigar . 2008. ”Analisis Rasio Camel Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank

Go Public Dan Belum Go Public”. www.google.com. Diakses 3 November 2010

Surifah. 2002 “Studi Tentang Rasio Keuangan Sebagai Alat Prediksi Kebangkrutan

Perusahaan Publik Di Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi”. Kajian Bisnis STIE

Widya Wiwaha. No. 27. Yogyakarta.

Wilopo. 2001. “Prediksi Kebangkrutan Bank”. JRAI Mei, pp 184-198

Whitaker, Richard B. 1999. Early Stage of Financial Distress. Journal of

Economics and Finance. www.google.com. Diakses 3 November 2010

Yoon, Ii Hyun. 2006. ”Financial Statement Analysis for Differentiating between Failed and

Surviving Merchant Banks”. www.google.com. Diakses 20 November 2010


Recommended