+ All Categories
Home > Documents > FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND...

FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND...

Date post: 24-Mar-2019
Category:
Upload: tranquynh
View: 235 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
43
FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND PENETRATING RADAR (GPR) PADA BLOK A DAN BLOK B DI PULAU SUBI KECIL, KEPULAUAN RIAU Ryandi Adlan 1 , Undang Mardiana 2 , Nurdrajat 2 , Kris Budiono 3 1 Student at the Dept. of Geological Engineering, Padjadjaran University, Jatinangor,Sumedang 2 Lecturer at the Dept. of Geological Engineering, Padjadjaran University, Jatinangor, Sumedang 3 Marine Geological Institute, Ministry of Energy and Mineral Resources SARI Perbedaan pendapat para peneliti terdahulu antara Harahap dkk (1995) dan Budiono (2012) menimbulkan perbedaan dalam mengungkapkan kondisi bawah permukaan di Pulau Subi Kecil. Daerah penelitian terletak di Pulau Subi Kecil, Kecamatan Subi, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau dengan koordinat 3° 0' 35,802" - 3° 3' 34,5852" LU, 108° 49' 40,278" - 108° 52' 50,052" BT dan terbagi menjadi dua daerah penelitian di daerah A dan daerah B. Tahapan dalam penelitian ini yaitu studi pustaka, survey lapangan sekaligus perencanaan lintasan, tahap pengambilan data dengan frekuensi antena dan transducer 80 MHz serta 270 MHz, pengolahan data, interpretasi dari data GPR dan membandingkan hasil penelitian dengan penelitian geologi terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing- masing blok mempunyai unit-unit radar tertentu seperti batas fasies, pola konfigurasi bidang lapisan, pola konduktifitas, dan fasies pengendapan. Berdasarkan batas fasiesnya, daerah A mempunyai lima unit dan daerah B mempunyai lima unit. Pola konfigurasi bidang lapisan di daerah A terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Pola konduktifitas di daerah A terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Fasies pengendapan pada daerah A terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Hasil identifikasi tersebut membagi fasies pengendapan Pulau Subi Kecil diurutkan dari yang paling tua yaitu unit A5 dan B5 yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A4 dan B4 yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A3 dan B3 yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A2 dan B2 yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A1 dan B1 yang sebanding dengan Alluvium (Qc). Kata Kunci : konduktifitas, fasies, radar, struktur, unit. ABSTRACT Differences of opinion between the previous researchers Harahap et al (1995) and Boediono (2013) lead to differences in revealing subsurface conditions on the island of Subi Kecil. The research area is located on the island of Subi Kecil, Subi Subdistrict, Natuna regency, Riau Islands Province with coordinates 3° 0' 35.802" - 3° 3' 34.5852" N, 108° 49' 40.278" - 108° 52' 50.052" E and is divided into two areas of research in the area A and area B. Stages in this study is literature review, field surveys at the same trajectory planning, data collection phase of the antenna and transducer frequency of 80 MHz and 270 MHz, data processing, interpretation of GPR data and compare the results of research with previous geological studies. The results showed that each block has a certain radar units such as facies boundaries, pattern of layers configuration, conductivity values, and depositional facies. Based on the fasies boundary, area A has five units and area B has five units. Pattern
Transcript
Page 1: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND PENETRATING

RADAR (GPR) PADA BLOK A DAN BLOK B DI PULAU SUBI KECIL,

KEPULAUAN RIAU

Ryandi Adlan1, Undang Mardiana

2, Nurdrajat

2, Kris Budiono

3

1Student at the Dept. of Geological Engineering, Padjadjaran University, Jatinangor,Sumedang

2Lecturer at the Dept. of Geological Engineering, Padjadjaran University, Jatinangor, Sumedang

3Marine Geological Institute, Ministry of Energy and Mineral Resources

SARI

Perbedaan pendapat para peneliti terdahulu antara Harahap dkk (1995) dan Budiono

(2012) menimbulkan perbedaan dalam mengungkapkan kondisi bawah permukaan di Pulau

Subi Kecil. Daerah penelitian terletak di Pulau Subi Kecil, Kecamatan Subi, Kabupaten

Natuna, Provinsi Kepulauan Riau dengan koordinat 3° 0' 35,802" - 3° 3' 34,5852" LU, 108°

49' 40,278" - 108° 52' 50,052" BT dan terbagi menjadi dua daerah penelitian di daerah A dan

daerah B. Tahapan dalam penelitian ini yaitu studi pustaka, survey lapangan sekaligus

perencanaan lintasan, tahap pengambilan data dengan frekuensi antena dan transducer 80

MHz serta 270 MHz, pengolahan data, interpretasi dari data GPR dan membandingkan hasil

penelitian dengan penelitian geologi terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-

masing blok mempunyai unit-unit radar tertentu seperti batas fasies, pola konfigurasi bidang

lapisan, pola konduktifitas, dan fasies pengendapan. Berdasarkan batas fasiesnya, daerah A

mempunyai lima unit dan daerah B mempunyai lima unit. Pola konfigurasi bidang lapisan di

daerah A terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Pola konduktifitas di daerah

A terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Fasies pengendapan pada daerah A

terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Hasil identifikasi tersebut membagi

fasies pengendapan Pulau Subi Kecil diurutkan dari yang paling tua yaitu unit A5 dan B5

yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A4 dan B4 yang sebanding dengan

Formasi Teraya (Tmt); Unit A3 dan B3 yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit

A2 dan B2 yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A1 dan B1 yang sebanding

dengan Alluvium (Qc).

Kata Kunci : konduktifitas, fasies, radar, struktur, unit.

ABSTRACT

Differences of opinion between the previous researchers Harahap et al (1995) and

Boediono (2013) lead to differences in revealing subsurface conditions on the island of Subi

Kecil. The research area is located on the island of Subi Kecil, Subi Subdistrict, Natuna

regency, Riau Islands Province with coordinates 3° 0' 35.802" - 3° 3' 34.5852" N, 108° 49'

40.278" - 108° 52' 50.052" E and is divided into two areas of research in the area A and area

B. Stages in this study is literature review, field surveys at the same trajectory planning, data

collection phase of the antenna and transducer frequency of 80 MHz and 270 MHz, data

processing, interpretation of GPR data and compare the results of research with previous

geological studies. The results showed that each block has a certain radar units such as

facies boundaries, pattern of layers configuration, conductivity values, and depositional

facies. Based on the fasies boundary, area A has five units and area B has five units. Pattern

Page 2: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

of layers configuration in the A consists of five units and area B consists of five units. A

conductivity pattern in the area consists of five units and area B consists of five units. A

depositional facies in the area consists of five units and area B consists of five units. The

results of the identification of depositional facies divide Subi Kecil Island sorted from oldest

unit A5 and B5 are comparable with Teraya Formation (Tmt); Units A4 and B4 are

comparable with Teraya Formation (Tmt); Unit A3 and B3 are comparable with Teraya

Formation (Tmt); Unit A2 and B2 are comparable with Teraya Formation (Tmt); Units A1

and B1 are comparable with Alluvium (Qc). Keywords : conductivity, facies, radar, structure, units.

PENDAHULUAN

Menurut Harahap dkk (1995),

Pulau Subi Kecil mempunyai pola

stratigrafi yang menarik untuk dikaji yang

diurutkan dari formasi berumur paling tua

hingga ke muda Formasi Batuan

Gunungapi Tebeian yang terdiri atas

dominasi batuan plutonik dasit dan

andesitik; Formasi Kutei yang terdiri atas

perselingan konglomerat dan batupasir

dengan massa dasar lempung kaolinit;

Formasi Teraya, formasi yang paling muda

di daerah penelitian, yang terdiri atas

perselingan batupasir berbutir sedang

karbonatan dengan batupasir berbutir halus

tidak karbonatan. Sedangkan menurut

Budiono (2013 modifikasi dari Harahap

dkk, 1995), formasi yang paling muda di

Pulau Subi Kecil adalah Alluvium yang

didominasi oleh endapan pantai dan koral.

Endapan pantai terdiri atas pasir, kerikil

dan tumbuhan-tumbuhan yang telah mati

sedangkan koral mempunyai ciri khas

yaitu koral yang tumbuh kemudian tererosi

dan talus. Endapan Alluvium ini menutupi

secara tidak selaras Formasi Teraya.

Perbedaan hasil penelitian yang

diungkapkan oleh Harahap dkk (1995) dan

Budiono (2013) menimbulkan keinginan

penulis untuk meneliti daerah ini dengan

metode geofisika untuk mengetahui

bagaimana urutan stratigrafi yang

sebenarnya di daerah penelitian. Salah

satunya adalah menggunakan metode

Ground Penetrating Radar (GPR).

METODE PENELITIAN

Tahapan pengerjaan dalam

penelitian ini antara lain adalah

pengumpulan data, pengolahan data, dan

analisis data. Pengumpulan data meliputi

studi literatur, survey lapangan untuk

membuat rencana lintasan survey pada

masing-masing blok penelitian, kalibrasi

alat, dan pengambilan data. Pengolahan

data meliputi spatial filter, migrasi,

dekonvolusi dan stacking. Analisis data

meliputi identifikasi batas fasies untuk

menentukan batas fasies dengan

menggunakan data wiggle dengan melihat

Page 3: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

anomali amplitudonya sebagai batas

ketidakselarasan, identifikasi pola

konfigurasi bidang lapisan untuk melihat

pola bidang yang terlihat pada data radar

di bawah permukaan, identifikasi

konduktifitas batuan dengan melihat kuat-

lemahnya amplitudo pada data radar,

identifikasi fasies radar untuk mengetahui

fasies pengendapan yang meliputi

interpretasi proses pembentukannya, serta

membandingkan unit-unit radar pada

masing-masing blok untuk mengetahui

fasies pengendapan daerah penelitian.

HASIL PENELITIAN

Batas Fasies

Unit-unit pengendapan yang

menyusun daerah A yaitu unit A1

diendapkan berada di paling atas; unit A2

diendapkan sebelum unit A1 dibatasi oleh

batas 1A sebagai batas bawah unit A1 dan

batas atas unit A2; Unit A3 yang

menunjukkan morfologi hiatus atau

mempunyai kontinuitas yang tidak

menerus, diendapkan sebelum unit A2

dibatasi oleh batas 2A sebagai batas bawah

unit A2 dan batas atas unit A3; Unit A4

diendapkan sebelum unit A3 dibatasi oleh

batas 3A sebagai batas bawah unit A2 dan

A3 serta batas atas unit A4; Unit A5 yang

merupakan unit paling bawah diendapkan

sebelum unit A4 dibatasi oleh batas 4A

sebagai batas bawah unit A4 dan batas atas

unit A5.

Sedangkan, unit-unit yang

menyusun daerah B yaitu unit B1

diendapkan berada di paling atas; Unit B2

diendapkan sebelum unit B1 dibatasi oleh

batas 1B sebagai batas bawah unit B1 dan

batas atas unit B2; Unit B3 diendapkan

sebelum unit B2 dibatasi oleh batas 2B

sebagai batas bawah unit B2 dan batas atas

unit B3; Unit B4 diendapkan sebelum unit

B3 dibatasi oleh batas 3B sebagai batas

bawah unit B3 dan batas atas unit B4; Unit

B5 yang merupakan unit paling bawah

diendapkan sebelum unit B4 dibatasi oleh

batas 4B sebagai batas bawah unit B4 dan

batas atas unit B5.

Pola Konfigurasi Bidang Lapisan

Pembagian unit pola konfigurasi

bidang lapisan di daerah A terdapat lima

unit berdasarkan kesebandingan masing-

masing unit pada lintasan Subi 1001, Subi

MLF 13001 dan Subi 14001 3D. Unit-unit

terminasi amplitudo yang menyusun

daerah A yaitu unit A1 mempunyai

amplitudo yang paralel, horizontal, dan

kontinu yang diinterpretasikan sebagai

batuan tersebut memiliki perlapisan

sedimen yang baik dan menerus. Unit A2

mempunyai perubahan pola amplitudo

yang paralel, horizontal, dan kontinu

menjadi amplitudo yang bergelombang,

Page 4: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

horizontal, diskontinu ke arah timur yang

diinterpretasikan sebagai gradasional

perlapisan sedimen yang baik dan menerus

menjadi memiliki perlapisan yang

bergelombang dan tidak menerus ke arah

timur. Unit A3 mempunyai perubahan pola

amplitudo yang paralel, horizontal,

diskontinu menjadi bergelombang,

horizontal, dan diskontinu yang

diinterpretasikan sebagai gradasional

perlapisan sedimen paralel dan tidak

menerus menjadi bergelombang dan tidak

menerus. Unit A4 mempunyai amplitudo

yang bergelombang, horizontal, dan

diskontinu yang diinterpretasikan sebagai

batuan tersebut memiliki perlapisan

sedimen yang bergelombang dan tidak

menerus. Unit A5 mempunyai amplitudo

yang bergelombang, horizontal, dan

diskontinu yang diinterpretasikan sebagai

perlapisan sedimen yang bergelombang

dan tidak menerus.

Sedangkan, pembagian unit pola

konfigurasi bidang lapisan di daerah B

terdapat lima unit berdasarkan

kesebandingan masing-masing unit pada

lintasan Subi 4001 dan Subi MLF 7002.

Unit-unit konfigurasi yang menyusun

daerah B yaitu unit B1 mempunyai

amplitudo yang paralel, horizontal, dan

kontinu yang diinterpretasikan sebagai

batuan tersebut memiliki perlapisan

sedimen yang baik dan menerus. Unit B2

mempunyai perubahan pola amplitudo

secara vertikal (ke bawah) dari paralel,

horizontal, dan diskontinu menjadi

amplitudo yang bergelombang, hummocky,

diskontinu yang diinterpretasikan sebagai

gradasional perlapisan sedimen yang baik

dan tidak menerus menjadi memiliki

perlapisan yang bergelombang, hummocky,

dan tidak menerus. Unit B3 mempunyai

amplitudo yang bergelombang, hummocky,

diskontinu yang diinterpretasikan sebagai

perlapisan sedimen yang bergelombang,

hummocky, dan tidak menerus. Unit B4

mempunyai perubahan pola amplitudo

secara vertikal (ke bawah) dari

bergelombang, hummocky, diskontinu

menjadi amplitudo yang paralel, oblique

hingga horizontal ke arah timur dan

diskontinu ke arah selatan yang

diinterpretasikan sebagai gradasional

perlapisan sedimen yang bergelombang,

hummocky dan tidak menerus menjadi

perlapisan yang paralel, oblique hingga

horizontal ke arah timur dan tidak menerus

ke arah selatan. Unit B5 mempunyai

amplitudo yang bergelombang, horizontal,

dan diskontinu yang diinterpretasikan

sebagai perlapisan sedimen yang

bergelombang dan tidak menerus.

Nilai Konduktifitas

Daerah penelitian A mempunyai lima unit

konduktifitas berdasarkan kesebandingan

unit konduktifitas pada lintasan Subi 1001,

Page 5: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Subi MLF 13001 dan Subi 14001 3D.

Unit-unit yang menyusun daerah A yaitu

unit A1 mempunyai perubahan amplitudo

secara vertikal (ke bawah) dimana pada

bagian atas terdapat amplitudo yang kuat

dengan konduktifitas lemah, amplitudo

sedang dengan konduktifitas sedang pada

bagian tengah, dan amplitudo lemah

dengan konduktifitas tinggi yang

diinterpretasikan terdapat sedimen yang

mengkasar ke atas atau kekerasan

meningkat dari bawah hingga ke atas pada

unit ini. Unit A2 Unit B memiliki

perubahan kekuatan amplitudo dari lemah

dengan konduktifitas tinggi, menguat

secara tiba-tiba sehingga amplitudonya

kuat dengan konduktifitas rendah, dan

berubah menjadi amplitudo yang sedang

dengan konduktifitas sedang ke arah utara

yang diinterpretasikan sebagai batuan

tersebut memiliki tingkat kekerasan yang

lemah atau sedimen yang didominasi oleh

material berukuran butir lempung-pasir

halus, ukuran butir sedimen atau kekerasan

sedimen tersebut meningkat secara tiba-

tiba menjadi sedimen berukuran pasir

kasar-kerikil, dan ukuran butir kembali

mengecil menjadi pasir sedang atau

sedimen dengan kekerasan sedang ke arah

utara. Unit A3 memiliki perubahan

konduktifitas secara vertikal (ke bawah)

dan horizontal (ke arah utara) dimana pada

bagian atas memiliki amplitudo yang kuat

dengan konduktifitas lemah dan bagian

bawah memiliki amplitudo yang lemah

dengan konduktifitas tinggi serta

amplitudo sedang ke arah utara yang

diinterpretasikan sebagai batuan tersebut

memiliki perubahan ukuran butir atau

tingkat kekerasan secara vertikal dari

ukuran butir pasir kasar-kerikil pada

bagian atas hingga lempung-pasir halus

pada bagian bawah serta pasir sedang ke

arah utara. Unit A4 mempunyai amplitudo

yang lemah hingga sedang dengan

konduktifitas sedang hingga tinggi

diintepretasikan batuan tersebut memiliki

tingkat kekerasan yang lemah-sedang atau

sedimen yang didominasi oleh material

berukuran butir lempung-pasir sedang.

Unit A5 mempunyai amplitudo yang

lemah hingga sedang dengan konduktifitas

sedang hingga tinggi diintepretasikan

batuan tersebut memiliki tingkat kekerasan

yang lemah-sedang atau sedimen yang

didominasi oleh material berukuran butir

lempung-pasir sedang.

Sedangkan, Daerah penelitian B

mempunyai lima unit konduktifitas. Unit-

unit yang menyusun daerah B yaitu unit

B1 mempunyai perubahan amplitudo

secara vertikal (ke bawah) dari amplitudo

yang tinggi ke amplitudo lemah yang

diinterpretasikan unit ini memiliki

perlapisan sedimen yang mengkasar ke

atas. Unit B2 mempunyai perubahan

amplitudo secara vertikal ( ke bawah) dari

Page 6: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

amplitudo lemah pada bagian atas,

amplitudo kuat pada bagian tengah, dan

amplitudo sedang pada bagian bawah yang

diinterpretasikan bagian atas didominasi

oleh sedimen berukuran lempung-pasir

halus, pasir kasar-kerikil pada bagian

tengah, dan pasir sedang pada bagian

bawah unit ini. Unit B3 mempunyai

perubahan dari amplitudo yang tinggi,

amplitudo lemah dengan konduktifitas

tinggi, kemudian amplitudo menguat

menjadi amplitudo sedang dengan

konduktifitas sedang yang

diinterpretasikan batuan pada unit ini

memiliki perubahan dari tingkat kekerasan

yang keras atau material sedimen

berukuran pasir kasar-kerikil ke tingkat

kekerasan yang lunak atau material

sedimen berukuran butir lempung-pasir

halus, kemudian menguat kembali menjadi

pasir sedang, perubahan ini terjadi secara

horizontal ke arah timur. Unit B4

mempunyai perubahan ukuran butir dilihat

dari perubahan amplitudo dari kuat

menjadi lemah secara vertikal (ke bawah)

yang diinterpretasikan sebagai adanya

perubahan ukuran butir sedimen dari pasir

kasar-kerikil ke berukuran butir lempung-

pasir halus secara vertikal ke arah bawah.

Unit B5 mempunyai amplitudo yang

lemah dengan konduktifitas tinggi yang

diinterpretasikan batuan pada unit ini

memiliki tingkat kekerasan yang rendah

atau sedimen yang didominasi oleh

material berukuran lempung-pasir halus.

Fasies Pengendapan

Fasies pengendapan di daerah

penelitian A terdapat lima unit berdasarkan

kesebandingan posisi unit radar lintasan

Subi 1001, Subi MLF 13001, dan Subi

14001 3D. Unit-unit pengendapan yang

menyusun daerah A yaitu Unit A1 dengan

ketebalan sekitar 0,25-5 meter dengan

penebalan ke arah timur dan utara berada

di posisi paling atas menunjukkan pola

terminasi amplitudo paralel, horizontal,

kontinu, dan memiliki amplitudo yang

kuat pada bagian atas dan amplitudo

sedang, paralel, horizontal, diskontinu

pada bagian bawah. Unit ini

diinterpretasikan sebagai sedimen yang

didominasi oleh material berukuran butir

pasir kasar hingga kerikil dengan

perlapisan baik dan menerus secara

horizontal pada bagian atas dan sedimen

yang didominasi oleh material berukuran

pasir sedang dengan perlapisan baik dan

tidak menerus pada bagian bawah. Unit ini

diendapkan pada energi rendah hingga

tinggi atau peningkatan energi

pengendapan, mempunyai geometri

berbentuk bank (Mitchum dkk, 1977

dalam Boggs, 1978), dan berdasarkan pola

amplitudo yang progradasi kemungkinan

unit ini diendapkan pada lingkungan delta

(Boggs, 1978) atau fasies kipas alluvial

Page 7: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

(Beres dan Haeni, 1991 dalam Ekes dan

Hickin, 2001).

Unit A2 dengan ketebalan 2,25-6

meter dengan penebalan ke arah utara dan

timur, diendapkan sebelum unit A1, dan

dibatasi oleh batas 1A sebagai batas atas

serta batas 2A sebagai batas bawah. Unit

ini mempunyai perubahan amplitudo

secara lateral dari lemah, paralel,

horizontal, diskontinu menjadi amplitudo

kuat, bergelombang, horizontal, diskontinu

kemudian amplitudo berubah kembali

menjadi lemah, bergelombang, horizontal,

diskontinu ke arah utara yang

diinterpretasikan sebagai perubahan

karakter ukuran butir pada sedimen di unit

ini dari lempung-pasir halus dengan

perlapisan baik dan tidak menerus, pasir

kasar-kerikil dengan lapisan yang

bergelombang dan tidak menerus, dan

kembali menghalus menjadi lempung-pasir

halus dengan lapisan bergelombang dan

tidak menerus ke arah utara. Unit ini

diendapkan pada energi rendah pada

bagian selatan, tinggi pada bagian tengah,

dan kembali melemah pada bagian utara

apabila dilihat dari perubahan ukuran butir

sedimen pada unit ini, mempunyai

geometri berbentuk bank atau channel fill

(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978)

dan berdasarkan energi pengendapan yang

berubah secara lateral dari lemah, tinggi

pada bagian tengah, dan kembali melemah

ke arah utara, kemungkinan unit ini

diendapkan pada lingkungan channel

(Boggs, 1978).

Unit A3 dengan ketebalan sekitar

2-9 meter dan menebal ke arah utara dan

barat, membentuk morfologi hiatus

dimana sebagian tubuh pada unit ini hilang

karena mengalami erosi sebagian ketika

pengendapan unit A2, diendapkan sebelum

unit A2 dan dibatasi oleh batas 2A sebagai

batas atas serta batas 3A sebagai batas

bawah. Unit ini mempunyai perubahan

amplitudo secara lateral dari lemah,

paralel, horizontal, diskontinu menjadi

amplitudo kuat, bergelombang, horizontal,

diskontinu, dan kemudian amplitudo

berubah kembali menjadi lemah,

bergelombang, horizontal, diskontinu ke

arah utara yang diinterpretasikan sebagai

perubahan karakter ukuran butir pada

sedimen di unit ini dari lempung-pasir

halus dengan perlapisan baik dan tidak

menerus, pasir kasar-kerikil dengan

lapisan yang bergelombang dan tidak

menerus dan kembali menghalus menjadi

lempung-pasir halus dengan lapisan

bergelombang dan tidak menerus ke arah

utara. Unit ini diendapkan pada energi

rendah pada bagian selatan, tinggi pada

bagian tengah, dan kembali melemah pada

bagian utara apabila dilihat dari perubahan

ukuran butir sedimen pada unit ini,

mempunyai geometri berbentuk bank atau

Page 8: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

trough fill (Mitchum dkk, 1977 dalam

Boggs, 1978) karena erosi ketika

pengendapan unit A2 sehingga

membentuk hiatus dan berdasarkan energi

pengendapan yang berubah secara lateral

dari lemah, tinggi pada bagian tengah, dan

kembali melemah ke arah utara,

kemungkinan unit ini diendapkan pada

lingkungan channel (Boggs, 1978).

Unit A4 dengan ketebalan sekitar

3,5-12 meter dengan penipisan ke arah

utara dan penebalan ke arah timur,

diendapkan sebelum unit A3, serta dibatasi

oleh batas 3A sebagai batas atas dan batas

4A sebagai batas bawah. Unit ini

mempunyai perubahan ukuran butir dilihat

dari perubahan amplitudo secara lateral

dari amplitudo sedang, bergelombang,

horizontal, diskontinu menjadi amplitudo

lemah, bergelombang, horizontal,

diskontinu dan kemudian kembali menjadi

amplitudo sedang, bergelombang,

horizontal, kontinu yang diinterpretasikan

adanya perubahan ukuran butir dari

sedimen berukuran pasir sedang dengan

lapisan bergelombang dan tidak menerus

menjadi sedimen berukuran lempung-pasir

halus dengan lapisan bergelombang dan

tidak menerus, kemudian terjadi perubahan

ukuran butir kembali menjadi sedimen

berukuran pasir sedang, lapisan

bergelombang, horizontal, dan tidak

menerus ke arah utara. Unit ini diendapkan

pada energi sedang pada bagian selatan,

rendah pada bagian tengah, dan kembali

tinggi menjadi sedang pada bagian utara

apabila dilihat dari perubahan ukuran butir

sedimen pada unit ini, mempunyai

geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,

1977 dalam Boggs, 1978) dan berdasarkan

energi pengendapan yang berubah secara

lateral dari sedang, lemah pada bagian

tengah, dan kembali sedang ke arah utara,

kemungkinan unit ini diendapkan pada

lingkungan channel (Boggs, 1978).

Unit A5 dengan ketebalan sekitar 4-9

meter dengan penipisan ke arah utara dan

timur, penebalan ke arah selatan,

diendapkan sebelum unit A4, serta dibatasi

oleh batas 4A sebagai batas atas. Unit ini

menunjukkan pola terminasi amplitudo

bergelombang (wavy), amplitudo sedang

pada bagian atas dan tinggi pada bagian

bawah, diskontinu, yang diinterpretasikan

sebagai sedimen yang didominasi oleh

material berukuran butir pasir sedang pada

bagian atas dan pasir kasar-kerikil pada

bagian bawah yang mempunyai pola

perlapisan yang bergelombang dan tidak

menerus secara horizontal. Unit ini

diendapkan pada energi tinggi pada bagian

bawah dan melemah pada bagian atas

apabila dilihat dari perubahan ukuran butir

sedimen pada unit ini, mempunyai

geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,

1977 dalam Boggs, 1978) dan berdasarkan

Page 9: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

energi pengendapan yang berubah secara

vertikal dari tinggi pada bagian bawah dan

lemah ke arah utara, kemungkinan unit ini

diendapkan pada lingkungan delta (Boggs,

1978) atau fasies kipas alluvial (Beres dan

Haeni, 1991 dalam Ekes dan Hickin,

2001).

Sedangkan, unit-unit pengendapan

yang menyusun daerah B yaitu Unit B1

dengan ketebalan sekitar 0,25-4 meter

dengan penebalan ke arah barat dan

selatan, diendapkan berada di paling atas,

dan batas 1B sebagai batas bawah. Unit ini

menunjukkan pola terminasi amplitudo

paralel, horizontal, kontinu, dan memiliki

amplitudo yang kuat pada bagian atas dan

amplitudo lemah, paralel, horizontal,

diskontinu pada bagian bawah. Unit ini

diinterpretasikan sebagai sedimen yang

didominasi oleh material berukuran butir

pasir kasar hingga kerikil dengan

perlapisan baik dan menerus secara

horizontal pada bagian atas dan sedimen

yang didominasi oleh material berukuran

lempung-pasir halus dengan perlapisan

yang baik dan tidak menerus secara

horizontal. Unit ini diendapkan pada

energi rendah hingga tinggi atau

peningkatan energi pengendapan ke atas,

mempunyai geometri berbentuk bank

(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),

dan berdasarkan pola amplitudo yang

progradasi kemungkinan unit ini

diendapkan pada lingkungan delta (Boggs,

1978) atau fasies kipas alluvial (Beres dan

Haeni, 1991 dalam Ekes dan Hickin,

2001).

Unit B2 dengan ketebalan 1-11

meter dengan penebalan ke arah barat dan

selatan, diendapkan sebelum unit B1, dan

dibatasi oleh batas 1B sebagai batas atas

dan batas 2B sebagai batas bawah. Unit ini

menunjukkan pola terminasi amplitudo

paralel, horizontal, diskontinu, dan

memiliki gradasi amplitudo yang kuat

pada bagian bawah dan lemah pada bagian

atas dan kemudian amplitudo menguat

menjadi amplitudo kuat, paralel,

horizontal, diskontinu ke arah timur. Unit

ini diinterpretasikan sebagai sedimen yang

didominasi oleh material berukuran butir

pasir kasar hingga kerikil pada bagian

bawah dan lempung-pasir halus pada

bagian atas dengan perlapisan baik dan

tidak menerus secara horizontal kemudian

mengkasar ke arah titik timur menjadi

sedimen dengan ukuran butir pasir kasar-

kerikil dengan perlapisan yang baik dan

tidak menerus. Unit ini diendapkan pada

energi tinggi hingga rendah atau

penurunan energi pengendapan ke atas dan

meninggi ke arah timur, mempunyai

geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,

1977 dalam Boggs, 1978), dan

berdasarkan pola amplitudo yang

progradasi kemungkinan unit ini

Page 10: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

diendapkan pada lingkungan channel pada

delta (Boggs, 1978) atau fasies kipas

alluvial (Beres dan Haeni, 1991 dalam

Ekes dan Hickin, 2001).

Unit B3 dengan ketebalan sekitar

4-9 meter dengan penebalan ke arah barat

dan selatan, diendapkan sebelum unit B2,

serta dibatasi oleh batas 2B sebagai batas

atas dan batas 3B sebagai batas bawah.

Unit ini menunjukkan pola terminasi

amplitudo bergelombang (wavy),

hummocky, amplitudo kuat, diskontinu,

yang diinterpretasikan sebagai sedimen

yang didominasi oleh material berukuran

butir pasir kasar-kerikil yang mempunyai

pola perlapisan yang buruk dan tidak

menerus. Unit ini diendapkan pada energi

tinggi, mempunyai geometri berbentuk

bank (Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs,

1978), dan berdasarkan pola amplitudo

yang hummocky dan arah pengendapan

yang berubah secara signifikan

kemungkinan unit ini diendapkan pada

lingkungan tidal zone (Boggs, 1978) atau

fasies kipas alluvial (Beres dan Haeni,

1991 dalam Ekes dan Hickin, 2001).

Unit B4 dengan ketebalan 3-17,5

meter dengan penebalan ke arah timur dan

menipis ke arah selatan, diendapkan

sebelum unit B3, serta dibatasi oleh batas

3B sebagai batas atas dan batas 4B sebagai

batas bawah. Unit ini menunjukkan pola

terminasi amplitudo bergelombang,

hummocky dan oblique ke arah timur,

amplitudo kuat, diskontinu pada bagian

atas dan amplitudo paralel, horizontal,

amplitudo lemah, diskontinu pada bagian

bawah. Unit ini diinterpretasikan sebagai

sedimen yang didominasi oleh material

berukuran butir pasir kasar- kerikil yang

memiliki perlapisan bergelombang,

hummocky dan oblique ke arah timur, tidak

menerus pada bagian atas dan material

berukuran butir lempung-pasir halus yang

mempunyai pola perlapisan yang paralel

dan tidak menerus secara horizontal pada

bagian bawah. Unit ini diendapkan pada

energi rendah hingga tinggi atau

peningkatan energi pengendapan,

mempunyai geometri berbentuk bank

(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),

dan berdasarkan pola amplitudo yang

progradasi dan berbentuk hummocky pada

bagian atas kemungkinan unit ini

diendapkan pada tidal zone pada

lingkungan delta (Boggs, 1978) atau fasies

kipas alluvial (Beres dan Haeni, 1991

dalam Ekes dan Hickin, 2001).

Unit B5 dengan ketebalan sekitar 2,75

meter, diendapkan sebelum unit B4, dan

dibatasi oleh batas 4B sebagai batas atas.

Unit ini menunjukkan pola terminasi

amplitudo paralel, amplitudo lemah,

diskontinu, yang diinterpretasikan sebagai

sedimen yang didominasi oleh material

berukuran lempung-pasir halus yang

Page 11: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

mempunyai pola perlapisan yang paralel

dan tidak menerus secara horizontal. Unit

ini diendapkan pada energi rendah,

mempunyai geometri berbentuk bank

(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),

dan kemungkinan unit ini diendapkan pada

lingkungan paparan/shelf (Boggs, 1978)

atau fasies kipas alluvial (Beres dan Haeni,

1991 dalam Ekes dan Hickin, 2001).

Kaitan Fasies Pengendapan Pada

Daerah A dan Daerah B

Setelah kedua daerah/blok

penelitian diidentifikasi fasiesnya

berdasarkan data radar, selanjutnya

dilakukan kesebandingan untuk

mengetahui karakter pada unit-unit

tertentu antara unit-unit pengendapan di

blok A dan di blok B. Pembandingan unit-

unit pada masing-masing daerah diurutkan

dari yang tua ke muda.

Unit A5 di daerah A dengan

ketebalan sekitar 4-9 meter, dibatasi oleh

batas 4A sebagai batas atas, dengan

penipisan ke arah utara dan timur, dan

penebalan ke arah selatan. Unit ini

menunjukkan pola terminasi amplitudo

bergelombang (wavy), amplitudo sedang

pada bagian atas dan tinggi pada bagian

bawah, diskontinu, yang diinterpretasikan

sebagai sedimen yang didominasi oleh

material berukuran butir pasir sedang pada

bagian atas dan pasir kasar-kerikil pada

bagian bawah yang mempunyai pola

perlapisan yang bergelombang dan tidak

menerus secara horizontal. Unit ini

diendapkan pada energi tinggi pada bagian

bawah dan melemah pada bagian atas

apabila dilihat dari perubahan ukuran butir

sedimen pada unit ini, mempunyai

geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,

1977 dalam Boggs, 1978) dan berdasarkan

energi pengendapan yang berubah secara

vertikal dari tinggi pada bagian bawah dan

lemah ke arah atas dan utara, kemungkinan

unit ini diendapkan pada fasies kipas

alluvial (Beres dan Haeni, 1991 dalam

Ekes dan Hickin, 2001). Sedangkan, unit

B5 di daerah B dengan ketebalan sekitar

2,75 meter, dibatasi oleh batas 4B sebagai

batas atas, menunjukkan pola terminasi

amplitudo paralel, amplitudo lemah,

diskontinu, yang diinterpretasikan sebagai

sedimen yang didominasi oleh material

berukuran lempung-pasir halus yang

mempunyai pola perlapisan yang paralel

dan tidak menerus secara horizontal. Unit

ini diendapkan pada energi rendah,

mempunyai geometri berbentuk sheet

(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),

dan kemungkinan unit ini diendapkan pada

lingkungan paparan/shelf (Boggs, 1978)

atau fasies kipas alluvial (Beres dan Haeni,

1991 dalam Ekes dan Hickin, 2001).

Kedua unit tersebut memiliki perbedaan

fasies sehingga diendapkan pada

lingkungan pengendapan yang berbeda

Page 12: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

dimana pada unit A5 diendapkan pada

lingkungan delta atau kipas alluvial dan

unit B5 diendapkan pada lingkungan shelf.

Berdasarkan posisi stratigrafinya,

kemungkinan kedua unit ini diendapkan

secara bersamaan dan menempati urutan

yang paling tua sehingga hubungan

stratigrafi antara kedua unit ini adalah

menjemari atau interfingering.

Berdasarkan hasil interpretasi tersebut,

kemungkinan unit kedua unit ini sebanding

dengan Formasi Teraya yang diendapkan

di lingkungan pengendapan laut yang

sangat dangkal dekat dengan daerah

pedaratan.

Unit A4 di daerah A dengan

ketebalan sekitar 3,5-12 meter dengan

penipisan ke arah utara dan penebalan ke

arah timur, diendapkan setelah unit A5,

serta dibatasi oleh batas 4A sebagai batas

bawah dan batas 3A sebagai batas atas.

Unit ini mempunyai perubahan ukuran

butir dilihat dari perubahan amplitudo

secara lateral dari amplitudo sedang,

bergelombang, horizontal, diskontinu

menjadi amplitudo lemah, bergelombang,

horizontal, diskontinu dan kemudian

kembali menjadi amplitudo sedang,

bergelombang, horizontal, kontinu yang

diinterpretasikan adanya perubahan ukuran

butir dari sedimen berukuran pasir sedang

dengan lapisan bergelombang dan tidak

menerus menjadi sedimen berukuran

lempung-pasir halus dengan lapisan

bergelombang dan tidak menerus,

kemudian terjadi perubahan ukuran butir

kembali menjadi sedimen berukuran pasir

sedang, lapisan bergelombang, horizontal,

dan tidak menerus ke arah utara. Unit ini

diendapkan pada energi sedang pada

bagian selatan, rendah pada bagian tengah,

dan kembali tinggi menjadi sedang pada

bagian utara apabila dilihat dari perubahan

ukuran butir sedimen pada unit ini,

mempunyai geometri berbentuk bank

(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978)

dan berdasarkan energi pengendapan yang

berubah secara lateral dari sedang, lemah

pada bagian tengah, dan kembali sedang

ke arah utara, kemungkinan unit ini

diendapkan pada lingkungan channel

(Boggs, 1978). Sedangkan, unit B4 di

daerah B dengan ketebalan 3-17,5 meter

dengan penebalan ke arah timur dan

menipis ke arah selatan, diendapkan

setelah unit B5, serta dibatasi oleh batas

4B sebagai batas bawah dan batas 3B

sebagai batas atas. Unit ini menunjukkan

pola terminasi amplitudo bergelombang,

hummocky dan oblique ke arah timur,

amplitudo kuat, diskontinu pada bagian

atas dan amplitudo paralel, horizontal,

amplitudo lemah, diskontinu pada bagian

bawah. Unit ini diinterpretasikan sebagai

sedimen yang didominasi oleh material

berukuran butir pasir kasar- kerikil yang

memiliki perlapisan bergelombang,

Page 13: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

hummocky dan oblique ke arah timur, tidak

menerus pada bagian atas dan material

berukuran butir lempung-pasir halus yang

mempunyai pola perlapisan yang paralel

dan tidak menerus secara horizontal pada

bagian bawah. Unit ini diendapkan pada

energi rendah hingga tinggi atau

peningkatan energi pengendapan,

mempunyai geometri berbentuk bank

(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),

dan berdasarkan pola amplitudo yang

progradasi dan berbentuk hummocky pada

bagian atas kemungkinan unit ini

diendapkan pada tidal zone pada

lingkungan delta (Boggs, 1978) atau fasies

kipas alluvial (Beres dan Haeni, 1991

dalam Ekes dan Hickin, 2001). Kedua unit

tersebut memiliki perbedaan fasies

sehingga diendapkan pada lingkungan

pengendapan yang berbeda dimana pada

unit A4 diendapkan pada lingkungan

channel dan unit B4 diendapkan pada

lingkungan tidal zone yang dicirikan

sebagai adanya struktur hummocky pada

lingkungan delta. Berdasarkan posisi

stratigrafinya, kemungkinan kedua unit ini

diendapkan secara bersamaan sehingga

hubungan stratigrafi antara kedua unit ini

adalah menjemari atau interfingering.

Hasil interpretasi di atas menunjukkan

bahwa kedua unit tersebut sebanding

dengan Formasi Teraya yang diendapkan

pada lingkungan pengendapan laut yang

dangkal yang sangat dekat dengan dengan

daerah pedaratan.

Unit A3 di daerah A dengan

ketebalan sekitar 2-9 meter dan menebal

ke arah utara dan barat, membentuk

morfologi hiatus dimana sebagian tubuh

pada unit ini hilang karena mengalami

erosi sebagian ketika pengendapan unit

batuan yang lebih muda, diendapkan

setelah unit A4 dan dibatasi oleh batas 3A

sebagai batas bawah serta batas 2A

sebagai batas atas. Unit ini mempunyai

perubahan amplitudo secara lateral dari

lemah, paralel, horizontal, diskontinu

menjadi amplitudo kuat, bergelombang,

horizontal, diskontinu, dan kemudian

amplitudo berubah kembali menjadi

lemah, bergelombang, horizontal,

diskontinu ke arah utara yang

diinterpretasikan sebagai perubahan

karakter ukuran butir pada sedimen di unit

ini dari lempung-pasir halus dengan

perlapisan baik dan tidak menerus, pasir

kasar-kerikil dengan lapisan yang

bergelombang dan tidak menerus dan

kembali menghalus menjadi lempung-pasir

halus dengan lapisan bergelombang dan

tidak menerus ke arah utara. Unit ini

diendapkan pada energi rendah pada

bagian selatan, tinggi pada bagian tengah,

dan kembali melemah pada bagian utara

apabila dilihat dari perubahan ukuran butir

sedimen pada unit ini, mempunyai

Page 14: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

geometri berbentuk bank atau trough fill

(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978)

karena erosi ketika pengendapan unit

batuan yang lebih muda sehingga

membentuk hiatus dan berdasarkan energi

pengendapan yang berubah secara lateral

dari lemah, tinggi pada bagian tengah, dan

kembali melemah ke arah utara,

kemungkinan unit ini diendapkan pada

lingkungan channel (Boggs, 1978).

Sedangkan, unit B3 di daerah B dengan

ketebalan sekitar 4-9 meter dengan

penebalan ke arah barat dan selatan,

diendapkan setelah unit B4, serta dibatasi

oleh batas 3B sebagai batas bawah dan 2B

sebagai batas atas. Unit ini menunjukkan

pola terminasi amplitudo bergelombang

(wavy), hummocky, amplitudo kuat,

diskontinu, yang diinterpretasikan sebagai

sedimen yang didominasi oleh material

berukuran butir pasir kasar-kerikil yang

mempunyai pola perlapisan yang buruk

dan tidak menerus. Unit ini diendapkan

pada energi tinggi, mempunyai geometri

berbentuk bank (Mitchum dkk, 1977

dalam Boggs, 1978), dan berdasarkan pola

amplitudo yang hummocky dan arah

pengendapan yang berubah secara

signifikan kemungkinan unit ini

diendapkan pada lingkungan tidal zone

(Boggs, 1978) atau fasies kipas alluvial

(Beres dan Haeni, 1991 dalam Ekes dan

Hickin, 2001). Kedua unit tersebut

memiliki perbedaan fasies sehingga

diendapkan pada lingkungan pengendapan

yang berbeda dimana pada unit A3

diendapkan pada lingkungan channel yang

dibuktikan adanya perubahan energi

pengendapan secara lateral dan unit B3

diendapkan pada lingkungan tidal zone

yang dicirikan sebagai adanya struktur

hummocky. Berdasarkan posisi

stratigrafinya, kemungkinan kedua unit ini

diendapkan secara bersamaan sehingga

hubungan stratigrafi antara kedua unit ini

adalah menjemari atau interfingering.

Berdasarkan interpretasi di atas, kedua unit

tersebut diperkirakan sebanding dengan

Formasi Teraya yang diendapkan pada

lingkungan laut sangat dangkal dekat

dengan daerah pedaratan.

Unit A2 di daerah A dengan

ketebalan 2,25-6 meter dengan penebalan

ke arah utara dan timur, diendapkan

setelah unit A3, dan dibatasi oleh batas 2A

sebagai batas bawah serta batas 1A

sebagai batas atas. Unit ini mempunyai

perubahan amplitudo secara lateral dari

lemah, paralel, horizontal, diskontinu

menjadi amplitudo kuat, bergelombang,

horizontal, diskontinu kemudian amplitudo

berubah kembali menjadi lemah,

bergelombang, horizontal, diskontinu ke

arah utara yang diinterpretasikan sebagai

perubahan karakter ukuran butir pada

sedimen di unit ini dari lempung-pasir

halus dengan perlapisan baik dan tidak

Page 15: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

menerus, pasir kasar-kerikil dengan

lapisan yang bergelombang dan tidak

menerus, dan kembali menghalus menjadi

lempung-pasir halus dengan lapisan

bergelombang dan tidak menerus ke arah

utara. Unit ini diendapkan pada energi

rendah pada bagian selatan, tinggi pada

bagian tengah, dan kembali melemah pada

bagian utara apabila dilihat dari perubahan

ukuran butir sedimen pada unit ini,

mempunyai geometri berbentuk bank atau

channel fill (Mitchum dkk, 1977 dalam

Boggs, 1978) dan berdasarkan energi

pengendapan yang berubah secara lateral

dari lemah, tinggi pada bagian tengah, dan

kembali melemah ke arah utara,

kemungkinan unit ini diendapkan pada

lingkungan channel (Boggs, 1978).

Sedangkan, unit B2 di daerah B dengan

ketebalan 1-11 meter dengan penebalan ke

arah barat dan selatan, diendapkan setelah

unit B2, dan dibatasi oleh batas 2B sebagai

batas bawah serta batas 1B sebagai batas

atas. Unit ini menunjukkan pola terminasi

amplitudo paralel, horizontal, diskontinu,

dan memiliki gradasi amplitudo yang kuat

pada bagian bawah dan lemah pada bagian

atas dan kemudian amplitudo menguat

menjadi amplitudo kuat, paralel,

horizontal, diskontinu ke arah timur. Unit

ini diinterpretasikan sebagai sedimen yang

didominasi oleh material berukuran butir

pasir kasar hingga kerikil pada bagian

bawah dan lempung-pasir halus pada

bagian atas dengan perlapisan baik dan

tidak menerus secara horizontal kemudian

mengkasar ke arah titik timur menjadi

sedimen dengan ukuran butir pasir kasar-

kerikil dengan perlapisan yang baik dan

tidak menerus. Unit ini diendapkan pada

energi tinggi hingga rendah atau

penurunan energi pengendapan ke atas dan

meninggi ke arah timur, mempunyai

geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,

1977 dalam Boggs, 1978), dan

berdasarkan pola amplitudo yang

progradasi kemungkinan unit ini

diendapkan pada lingkungan channel pada

delta (Boggs, 1978) atau fasies kipas

alluvial (Beres dan Haeni, 1991 dalam

Ekes dan Hickin, 2001). Kedua unit

tersebut memiliki perbedaan fasies

sehingga diendapkan pada lingkungan

pengendapan yang berbeda dimana pada

unit A2 diendapkan pada lingkungan

channel dan unit B2 diendapkan pada

lingkungan channel pada delta yang

dicirikan sedimen yang berprogradasi dan

memiliki perubahan energi pengendapan

secara lateral. Kedua unit ini memiliki

persamaan pada lingkungan

pengendapannya akan tetapi kemungkinan

diendapkan pada tempat yang berbeda.

Berdasarkan posisi stratigrafinya,

kemungkinan kedua unit ini diendapkan

secara bersamaan sehingga hubungan

stratigrafi antara kedua unit ini adalah

menjemari atau interfingering.

Page 16: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Kemungkinan kedua unit ini sebanding

dengan Formasi Teraya yang diendapkan

pada lingkungan laut sangat dangkal dekat

dengan daerah pedaratan.

Unit A1 di daerah A dengan ketebalan

sekitar 0,25-5 meter diendapkan setelah

unit A2 dan dibatasi oleh batas 1A sebagai

batas bawah. Unit ini berupa sedimen yang

didominasi oleh material berukuran butir

pasir kasar hingga kerikil dengan

perlapisan baik dan menerus secara

horizontal pada bagian atas dan sedimen

yang didominasi oleh material berukuran

pasir sedang dengan perlapisan baik dan

tidak menerus pada bagian bawah. Unit ini

diendapkan pada energi rendah hingga

tinggi atau peningkatan energi

pengendapan, mempunyai geometri

berbentuk bank (Mitchum dkk, 1977

dalam Boggs, 1978), dan berdasarkan pola

amplitudo yang progradasi kemungkinan

unit ini diendapkan pada lingkungan delta

(Boggs, 1978) atau fasies kipas alluvial

(Beres dan Haeni, 1991 dalam Ekes dan

Hickin, 2001). Sedangkan, unit B1 di

daerah B dengan ketebalan sekitar 0,25-4

meter diendapkan setelah unit B2 dan

dibatasi oleh batas 1B sebagai batas bawah

dengan penebalan ke arah barat dan

selatan, berupa sedimen yang didominasi

oleh material berukuran butir pasir kasar

hingga kerikil dengan perlapisan baik dan

menerus secara horizontal pada bagian atas

dan sedimen yang didominasi oleh

material berukuran lempung-pasir halus

dengan perlapisan yang baik dan tidak

menerus secara horizontal pada bagian

bawah. Unit ini diendapkan pada energi

rendah hingga tinggi atau peningkatan

energi pengendapan ke atas, mempunyai

geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,

1977 dalam Boggs, 1978), dan

berdasarkan pola amplitudo yang

progradasi kemungkinan unit ini

diendapkan pada lingkungan delta (Boggs,

1978) atau fasies kipas alluvial (Beres dan

Haeni, 1991 dalam Ekes dan Hickin,

2001). Kedua unit tersebut memiliki fasies

yang hampir sama sehingga diendapkan

pada lingkungan pengendapan yang

hampir sama pula dimana pada unit A1

dan B1 diendapkan pada lingkungan delta

atau kipas alluvial. Berdasarkan posisi

stratigrafinya, kemungkinan kedua unit ini

diendapkan secara bersamaan sehingga

hubungan stratigrafi antara kedua unit ini

adalah menjemari atau interfingering.

Berdasarkan identifikasi di atas,

kemungkinan kedua unit ini sebanding

dengan Alluvium yang terdiri atas pasir,

kerikil, tumbuhan-tumbuhan mati, koral

yang tererosi, dan talus. Batas 1A dan 1B

merupakan batas antara Alluvium dan

Formasi Teraya dimana kedua batas

tersebut menjadi batas bawah Satuan

Alluvium dan sekaligus menjadi batas atas

Formasi Teraya. Batas ini kemungkinan

Page 17: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

terbentuk akibat tidak adanya

pengendapan atau sebagian tubuh batuan

mengalami erosi pada waktu tertentu.

KESIMPULAN

Batas fasies pada daerah A

mempunyai empat batas yang membatasi

lima unit pengendapan sedangkan daerah

B mempunyai empat batas yang

membatasi lima unit pengendapan. Unit

konfigurasi bidang lapisan pada daerah A

memiliki lima unit dan daerah B memiliki

lima unit. Nilai konduktifitas pada daerah

A dan daerah B masing-masing

mempunyai lima unit pengendapan. Oleh

karena itu dari data tersebut, Pulau Subi

Kecil memiliki fasies pengendapan

diurutkan dari yang paling tua yaitu unit

A5 dan B5 yang sebanding dengan

Formasi Teraya (Tmt); Unit A4 dan B4

yang sebanding dengan Formasi Teraya

(Tmt); Unit A3 dan B3 yang sebanding

dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A2

dan B2 yang sebanding dengan Formasi

Teraya (Tmt); Unit A1 dan B1 yang

sebanding dengan Alluvium (Qc).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Dielectric Constant and

Ground-penetrating Radar.

http://www.kgs.ku.edu/Current/

2001/martinez/martinez4.html.

Diakses pada tanggal 4

November 2013.

Anonim. 2012. SIR20: Rugged, High-

Performance Dual Channel

GPR Data Acquisition System.

Brosur SIR20. Geophysical

Survey System Inc.

Anonim. 1996. Sandi Stratigrafi

Indonesia. Revisi SSI 1973.

Jakarta: Ikatan Ahli Geologi

Indonesia.

Basson, U. 2000. Ground Penetrating

Radar (GPR). http://www.geo-

sense.com/GPRmore.htm.

Diakses pada tanggal 4

November 2013.

Budi, Esmar. 2013. Gelombang. Remaja

Rosdakarya: Jakarta.

Budiono, Kris. 2013. Survey Ground

Penetrating Radar Survey For

Imaging Of Subsurface Tertiary

To Quaternary Deposits Of Subi

Kecil Island, Natuna District,

Riau Archipelago Province.

GPR Buletin, 2013.

Boggs, JR, Sam. 1978. Principles of

Sedimentology and

Stratigraphy. Edisi keempat.

Pearson Prentice Hall: New

Jersey.

Casas, Albert dkk. 2000. Fundamentals of

Ground Penetrating Radar in

Environmental and Engineering

Applications. Annali di

Geofisica, Vol. 43. N. 6,

Desember 2000.

Daniels, Jeffrey J. 2000. Ground

Penetrating Radar

Fundamentals. Journal of

Environmental and Engineering

Geophysics, vol 5.

Ekes, Csaba dan Edward J. Hickin. 2010.

Ground Penetrating Radar

Facies of The Paraglacial

Cheekye Fan, Southwestern

British Columbia, Canada.

Journal of Sedimentary

Page 18: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Geology, Vol. 143 Issues 3-4,

September 2001, pp. 199-217.

Harahap, B. H. dkk. 1995. Peta Geologi

Lembar Natuna Selatan. Skala

1: 250.000 Dit P3G, Dit Geologi

dan Sumber Daya Mineral,

Bandung.

Hausmann, H. Dan K Krainer. 2010.

Guide lines for Monitorong

GPR (Ground Penetrating

Radar). Permafrost and

Periglacial Processes Version 1-

1.02.2010.

Huisman, J. A. Dkk. 2003. Measuring Soil

Water Content with Ground

Penetrating Radar: A Review.

Vadose Zone Journal. Vol 2. Pp

476-491.

Jol, Harry M. 2009. Ground Penetrating

Radar: Theory and

Applications. Edisi Pertama.

Elsevier B. V.: Amsterdam.

Martifa, Riski. 2010. Identifikasi Struktur

Bawah Permukaan di Sekitar

Kawasan Semburan Lumpur

Sidoarjo, Berdasarkan

Penafsiran Penampang Ground

Penetrating Radar (GPR).

Skripsi. Jurusan Fisika FMIPA

UPI, Bandung.

Ramdhany, Yudhi Arief. 2006. Analisis

Sedimen Bawah Permukaan Di

Pantai Teluk Ciletuh, Kabupaten

Sukabumi Berdasarkan Survey

GPR. Skripsi. Jurusan Teknik

Geologi UNPAD, Jatinangor.

Selley, R.C., 1985, Ancient Sedimentary

Environments, Third Edition:

Cornell University Press, New

York.

Sukmono, Sigit. 1999. Seismik Stratigrafi.

Penerbit ITB: Bandung.

Takahashi, Kazunori dkk. 2012. Basics

and Application of Ground

Penetrating Radar as A Tool for

Monitoring Irrigation Process.

Journal of Problems

Perspectives and Chalenges of

Agricultural Water

Management, Maret 2012, pp.

155-180.

Tilliard, Sylvie dan Jean-Claude Dubois.

1995. Analysis of GPR data:

Wave Propagation Velocity

Determination. Journal of

Applied Geophysics, Vol. 33,

pp. 77-91.

Walker, Roger G., James,Noel P., 1992,

Fasies Models Response To Sea

Level Change: Geological

Assosiation of Canada.

Page 19: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 1. Daerah Penelitian dengan daerah A di sebelah timur laut dan daerah B di bagian

tenggara Pulau Subi Kecil (Budiono, 2013)

Gambar 2. Daerah Penelitian A di sebelah timur laut Pulau Subi Kecil (Budiono, 2013)

A

B

a

t

a

s

P

o

l

a

T

e

r

m

i

n

a

s

i

B

Skala 1:32.000

U

U

Skala 1:1.400

Page 20: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 3. Daerah Penelitian B di sebelah tenggara Pulau Subi Kecil (Budiono, 2013)

Gambar 4. Subi 1001 line a-b wiggle (Daerah A)

Skala 1:1.558

U

a b

Page 21: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 5. Subi 1001 line a-b radar (Daerah A)

Gambar 6. Subi 1001 line b-c wiggle (Daerah A)

a b

b c

Page 22: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 7. Subi 1001 line b-c radar (Daerah A)

Gambar 8. Subi 1001 line c-d wiggle (Daerah A)

b c

c d

Page 23: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 9. Subi 1001 line c-d radar (Daerah A)

Gambar 10. Subi 1001 line d-e wiggle (Daerah A)

c d

d e

Page 24: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 11. Subi 1001 line d-e radar (Daerah A)

Gambar 12. Subi 1001 line e-f wiggle (Daerah A)

d e

e f

Page 25: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 13. Subi 1001 line e-f radar (Daerah A)

Gambar 14. Subi MLF 13001 line a-b wiggle (Daerah A)

e f

a b

Page 26: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 15. Subi MLF 13001 line a-b radar (Daerah A)

Gambar 16. Subi MLF 13001 line b-c wiggle (Daerah A)

a b

b c

Page 27: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 17. Subi MLF 13001 line b-c radar (Daerah A)

Gambar 18. Subi MLF 13001 line c-d wiggle (Daerah A)

b c

c d

Page 28: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 19. Subi MLF 13001 line c-d radar (Daerah A)

Gambar 20. Subi MLF 13001 line d-e wiggle (Daerah A)

c d

d e

Page 29: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 21. Subi MLF 13001 line d-e radar (Daerah A)

Gambar 22. Subi MLF 13001 line e-f wiggle (Daerah A)

d e

e f

Page 30: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 23. Subi MLF 13001 line e-f radar (Daerah A)

Gambar 24. Subi 14001 3D (Daerah A)

e f

Page 31: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 25. Subi 4001 line a-b wiggle (Daerah B)

Gambar 26. Subi 4001 line a-b radar (Daerah B)

a b

a b

Page 32: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 27. Subi 4001 line b-c wiggle (Daerah B)

Gambar 28. Subi 4001 line b-c radar (Daerah B)

b c

b c

Page 33: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 29. Subi 4001 line c-d wiggle (Daerah B)

Gambar 30. Subi 4001 line c-d radar (Daerah B)

c d

c d

Page 34: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 31. Subi 4001 line d-e wiggle (Daerah B)

Gambar 32. Subi 4001 line d-e radar (Daerah B)

d e

d e

Page 35: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 33. Subi 4001 line e-f wiggle (Daerah B)

Gambar 34. Subi 4001 line e-f radar (Daerah B)

e f

e f e f

Page 36: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 35. Subi MLF 7002 line a-b wiggle (Daerah B)

Gambar 36. Subi MLF 7002 line a-b radar (Daerah B)

a b

a b

Page 37: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 37. Subi MLF 7002 line b-c wiggle (Daerah B)

Gambar 38. Subi MLF 7002 line b-c radar (Daerah B)

b c

b c

Page 38: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 39. Subi MLF 7002 line c-d wiggle (Daerah B)

Gambar 40. Subi MLF 7002 line c-d radar (Daerah B)

c d

c d

Page 39: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 41. Subi MLF 7002 line d-e wiggle (Daerah B)

Gambar 42. Subi MLF 7002 line d-e radar (Daerah B)

d e

d e

Page 40: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Gambar 43. Subi MLF 7002 line e-f wiggle (Daerah B)

Gambar 44. Subi MLF 7002 line e-f radar (Daerah B)

e f

e f

Page 41: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Tabel 7. Kesebandingan Fasies Pengendapan Pada Daerah A dan Daerah B

Page 42: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan
Page 43: FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/Executive-summary... · dominasi batuan plutonik dasit dan ... diinterpretasikan batuan

Tabel 8. Kesebandingan data analisis GPR dengan stratigrafi Pulau Subi Kecil

berdasarkan Harahap, dkk (1995) dan Budiono (2013)


Recommended