FASIES PENGENDAPAN BERDASARKAN METODE GROUND PENETRATING
RADAR (GPR) PADA BLOK A DAN BLOK B DI PULAU SUBI KECIL,
KEPULAUAN RIAU
Ryandi Adlan1, Undang Mardiana
2, Nurdrajat
2, Kris Budiono
3
1Student at the Dept. of Geological Engineering, Padjadjaran University, Jatinangor,Sumedang
2Lecturer at the Dept. of Geological Engineering, Padjadjaran University, Jatinangor, Sumedang
3Marine Geological Institute, Ministry of Energy and Mineral Resources
SARI
Perbedaan pendapat para peneliti terdahulu antara Harahap dkk (1995) dan Budiono
(2012) menimbulkan perbedaan dalam mengungkapkan kondisi bawah permukaan di Pulau
Subi Kecil. Daerah penelitian terletak di Pulau Subi Kecil, Kecamatan Subi, Kabupaten
Natuna, Provinsi Kepulauan Riau dengan koordinat 3° 0' 35,802" - 3° 3' 34,5852" LU, 108°
49' 40,278" - 108° 52' 50,052" BT dan terbagi menjadi dua daerah penelitian di daerah A dan
daerah B. Tahapan dalam penelitian ini yaitu studi pustaka, survey lapangan sekaligus
perencanaan lintasan, tahap pengambilan data dengan frekuensi antena dan transducer 80
MHz serta 270 MHz, pengolahan data, interpretasi dari data GPR dan membandingkan hasil
penelitian dengan penelitian geologi terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-
masing blok mempunyai unit-unit radar tertentu seperti batas fasies, pola konfigurasi bidang
lapisan, pola konduktifitas, dan fasies pengendapan. Berdasarkan batas fasiesnya, daerah A
mempunyai lima unit dan daerah B mempunyai lima unit. Pola konfigurasi bidang lapisan di
daerah A terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Pola konduktifitas di daerah
A terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Fasies pengendapan pada daerah A
terdiri atas lima unit dan daerah B terdiri atas lima unit. Hasil identifikasi tersebut membagi
fasies pengendapan Pulau Subi Kecil diurutkan dari yang paling tua yaitu unit A5 dan B5
yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A4 dan B4 yang sebanding dengan
Formasi Teraya (Tmt); Unit A3 dan B3 yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit
A2 dan B2 yang sebanding dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A1 dan B1 yang sebanding
dengan Alluvium (Qc).
Kata Kunci : konduktifitas, fasies, radar, struktur, unit.
ABSTRACT
Differences of opinion between the previous researchers Harahap et al (1995) and
Boediono (2013) lead to differences in revealing subsurface conditions on the island of Subi
Kecil. The research area is located on the island of Subi Kecil, Subi Subdistrict, Natuna
regency, Riau Islands Province with coordinates 3° 0' 35.802" - 3° 3' 34.5852" N, 108° 49'
40.278" - 108° 52' 50.052" E and is divided into two areas of research in the area A and area
B. Stages in this study is literature review, field surveys at the same trajectory planning, data
collection phase of the antenna and transducer frequency of 80 MHz and 270 MHz, data
processing, interpretation of GPR data and compare the results of research with previous
geological studies. The results showed that each block has a certain radar units such as
facies boundaries, pattern of layers configuration, conductivity values, and depositional
facies. Based on the fasies boundary, area A has five units and area B has five units. Pattern
of layers configuration in the A consists of five units and area B consists of five units. A
conductivity pattern in the area consists of five units and area B consists of five units. A
depositional facies in the area consists of five units and area B consists of five units. The
results of the identification of depositional facies divide Subi Kecil Island sorted from oldest
unit A5 and B5 are comparable with Teraya Formation (Tmt); Units A4 and B4 are
comparable with Teraya Formation (Tmt); Unit A3 and B3 are comparable with Teraya
Formation (Tmt); Unit A2 and B2 are comparable with Teraya Formation (Tmt); Units A1
and B1 are comparable with Alluvium (Qc). Keywords : conductivity, facies, radar, structure, units.
PENDAHULUAN
Menurut Harahap dkk (1995),
Pulau Subi Kecil mempunyai pola
stratigrafi yang menarik untuk dikaji yang
diurutkan dari formasi berumur paling tua
hingga ke muda Formasi Batuan
Gunungapi Tebeian yang terdiri atas
dominasi batuan plutonik dasit dan
andesitik; Formasi Kutei yang terdiri atas
perselingan konglomerat dan batupasir
dengan massa dasar lempung kaolinit;
Formasi Teraya, formasi yang paling muda
di daerah penelitian, yang terdiri atas
perselingan batupasir berbutir sedang
karbonatan dengan batupasir berbutir halus
tidak karbonatan. Sedangkan menurut
Budiono (2013 modifikasi dari Harahap
dkk, 1995), formasi yang paling muda di
Pulau Subi Kecil adalah Alluvium yang
didominasi oleh endapan pantai dan koral.
Endapan pantai terdiri atas pasir, kerikil
dan tumbuhan-tumbuhan yang telah mati
sedangkan koral mempunyai ciri khas
yaitu koral yang tumbuh kemudian tererosi
dan talus. Endapan Alluvium ini menutupi
secara tidak selaras Formasi Teraya.
Perbedaan hasil penelitian yang
diungkapkan oleh Harahap dkk (1995) dan
Budiono (2013) menimbulkan keinginan
penulis untuk meneliti daerah ini dengan
metode geofisika untuk mengetahui
bagaimana urutan stratigrafi yang
sebenarnya di daerah penelitian. Salah
satunya adalah menggunakan metode
Ground Penetrating Radar (GPR).
METODE PENELITIAN
Tahapan pengerjaan dalam
penelitian ini antara lain adalah
pengumpulan data, pengolahan data, dan
analisis data. Pengumpulan data meliputi
studi literatur, survey lapangan untuk
membuat rencana lintasan survey pada
masing-masing blok penelitian, kalibrasi
alat, dan pengambilan data. Pengolahan
data meliputi spatial filter, migrasi,
dekonvolusi dan stacking. Analisis data
meliputi identifikasi batas fasies untuk
menentukan batas fasies dengan
menggunakan data wiggle dengan melihat
anomali amplitudonya sebagai batas
ketidakselarasan, identifikasi pola
konfigurasi bidang lapisan untuk melihat
pola bidang yang terlihat pada data radar
di bawah permukaan, identifikasi
konduktifitas batuan dengan melihat kuat-
lemahnya amplitudo pada data radar,
identifikasi fasies radar untuk mengetahui
fasies pengendapan yang meliputi
interpretasi proses pembentukannya, serta
membandingkan unit-unit radar pada
masing-masing blok untuk mengetahui
fasies pengendapan daerah penelitian.
HASIL PENELITIAN
Batas Fasies
Unit-unit pengendapan yang
menyusun daerah A yaitu unit A1
diendapkan berada di paling atas; unit A2
diendapkan sebelum unit A1 dibatasi oleh
batas 1A sebagai batas bawah unit A1 dan
batas atas unit A2; Unit A3 yang
menunjukkan morfologi hiatus atau
mempunyai kontinuitas yang tidak
menerus, diendapkan sebelum unit A2
dibatasi oleh batas 2A sebagai batas bawah
unit A2 dan batas atas unit A3; Unit A4
diendapkan sebelum unit A3 dibatasi oleh
batas 3A sebagai batas bawah unit A2 dan
A3 serta batas atas unit A4; Unit A5 yang
merupakan unit paling bawah diendapkan
sebelum unit A4 dibatasi oleh batas 4A
sebagai batas bawah unit A4 dan batas atas
unit A5.
Sedangkan, unit-unit yang
menyusun daerah B yaitu unit B1
diendapkan berada di paling atas; Unit B2
diendapkan sebelum unit B1 dibatasi oleh
batas 1B sebagai batas bawah unit B1 dan
batas atas unit B2; Unit B3 diendapkan
sebelum unit B2 dibatasi oleh batas 2B
sebagai batas bawah unit B2 dan batas atas
unit B3; Unit B4 diendapkan sebelum unit
B3 dibatasi oleh batas 3B sebagai batas
bawah unit B3 dan batas atas unit B4; Unit
B5 yang merupakan unit paling bawah
diendapkan sebelum unit B4 dibatasi oleh
batas 4B sebagai batas bawah unit B4 dan
batas atas unit B5.
Pola Konfigurasi Bidang Lapisan
Pembagian unit pola konfigurasi
bidang lapisan di daerah A terdapat lima
unit berdasarkan kesebandingan masing-
masing unit pada lintasan Subi 1001, Subi
MLF 13001 dan Subi 14001 3D. Unit-unit
terminasi amplitudo yang menyusun
daerah A yaitu unit A1 mempunyai
amplitudo yang paralel, horizontal, dan
kontinu yang diinterpretasikan sebagai
batuan tersebut memiliki perlapisan
sedimen yang baik dan menerus. Unit A2
mempunyai perubahan pola amplitudo
yang paralel, horizontal, dan kontinu
menjadi amplitudo yang bergelombang,
horizontal, diskontinu ke arah timur yang
diinterpretasikan sebagai gradasional
perlapisan sedimen yang baik dan menerus
menjadi memiliki perlapisan yang
bergelombang dan tidak menerus ke arah
timur. Unit A3 mempunyai perubahan pola
amplitudo yang paralel, horizontal,
diskontinu menjadi bergelombang,
horizontal, dan diskontinu yang
diinterpretasikan sebagai gradasional
perlapisan sedimen paralel dan tidak
menerus menjadi bergelombang dan tidak
menerus. Unit A4 mempunyai amplitudo
yang bergelombang, horizontal, dan
diskontinu yang diinterpretasikan sebagai
batuan tersebut memiliki perlapisan
sedimen yang bergelombang dan tidak
menerus. Unit A5 mempunyai amplitudo
yang bergelombang, horizontal, dan
diskontinu yang diinterpretasikan sebagai
perlapisan sedimen yang bergelombang
dan tidak menerus.
Sedangkan, pembagian unit pola
konfigurasi bidang lapisan di daerah B
terdapat lima unit berdasarkan
kesebandingan masing-masing unit pada
lintasan Subi 4001 dan Subi MLF 7002.
Unit-unit konfigurasi yang menyusun
daerah B yaitu unit B1 mempunyai
amplitudo yang paralel, horizontal, dan
kontinu yang diinterpretasikan sebagai
batuan tersebut memiliki perlapisan
sedimen yang baik dan menerus. Unit B2
mempunyai perubahan pola amplitudo
secara vertikal (ke bawah) dari paralel,
horizontal, dan diskontinu menjadi
amplitudo yang bergelombang, hummocky,
diskontinu yang diinterpretasikan sebagai
gradasional perlapisan sedimen yang baik
dan tidak menerus menjadi memiliki
perlapisan yang bergelombang, hummocky,
dan tidak menerus. Unit B3 mempunyai
amplitudo yang bergelombang, hummocky,
diskontinu yang diinterpretasikan sebagai
perlapisan sedimen yang bergelombang,
hummocky, dan tidak menerus. Unit B4
mempunyai perubahan pola amplitudo
secara vertikal (ke bawah) dari
bergelombang, hummocky, diskontinu
menjadi amplitudo yang paralel, oblique
hingga horizontal ke arah timur dan
diskontinu ke arah selatan yang
diinterpretasikan sebagai gradasional
perlapisan sedimen yang bergelombang,
hummocky dan tidak menerus menjadi
perlapisan yang paralel, oblique hingga
horizontal ke arah timur dan tidak menerus
ke arah selatan. Unit B5 mempunyai
amplitudo yang bergelombang, horizontal,
dan diskontinu yang diinterpretasikan
sebagai perlapisan sedimen yang
bergelombang dan tidak menerus.
Nilai Konduktifitas
Daerah penelitian A mempunyai lima unit
konduktifitas berdasarkan kesebandingan
unit konduktifitas pada lintasan Subi 1001,
Subi MLF 13001 dan Subi 14001 3D.
Unit-unit yang menyusun daerah A yaitu
unit A1 mempunyai perubahan amplitudo
secara vertikal (ke bawah) dimana pada
bagian atas terdapat amplitudo yang kuat
dengan konduktifitas lemah, amplitudo
sedang dengan konduktifitas sedang pada
bagian tengah, dan amplitudo lemah
dengan konduktifitas tinggi yang
diinterpretasikan terdapat sedimen yang
mengkasar ke atas atau kekerasan
meningkat dari bawah hingga ke atas pada
unit ini. Unit A2 Unit B memiliki
perubahan kekuatan amplitudo dari lemah
dengan konduktifitas tinggi, menguat
secara tiba-tiba sehingga amplitudonya
kuat dengan konduktifitas rendah, dan
berubah menjadi amplitudo yang sedang
dengan konduktifitas sedang ke arah utara
yang diinterpretasikan sebagai batuan
tersebut memiliki tingkat kekerasan yang
lemah atau sedimen yang didominasi oleh
material berukuran butir lempung-pasir
halus, ukuran butir sedimen atau kekerasan
sedimen tersebut meningkat secara tiba-
tiba menjadi sedimen berukuran pasir
kasar-kerikil, dan ukuran butir kembali
mengecil menjadi pasir sedang atau
sedimen dengan kekerasan sedang ke arah
utara. Unit A3 memiliki perubahan
konduktifitas secara vertikal (ke bawah)
dan horizontal (ke arah utara) dimana pada
bagian atas memiliki amplitudo yang kuat
dengan konduktifitas lemah dan bagian
bawah memiliki amplitudo yang lemah
dengan konduktifitas tinggi serta
amplitudo sedang ke arah utara yang
diinterpretasikan sebagai batuan tersebut
memiliki perubahan ukuran butir atau
tingkat kekerasan secara vertikal dari
ukuran butir pasir kasar-kerikil pada
bagian atas hingga lempung-pasir halus
pada bagian bawah serta pasir sedang ke
arah utara. Unit A4 mempunyai amplitudo
yang lemah hingga sedang dengan
konduktifitas sedang hingga tinggi
diintepretasikan batuan tersebut memiliki
tingkat kekerasan yang lemah-sedang atau
sedimen yang didominasi oleh material
berukuran butir lempung-pasir sedang.
Unit A5 mempunyai amplitudo yang
lemah hingga sedang dengan konduktifitas
sedang hingga tinggi diintepretasikan
batuan tersebut memiliki tingkat kekerasan
yang lemah-sedang atau sedimen yang
didominasi oleh material berukuran butir
lempung-pasir sedang.
Sedangkan, Daerah penelitian B
mempunyai lima unit konduktifitas. Unit-
unit yang menyusun daerah B yaitu unit
B1 mempunyai perubahan amplitudo
secara vertikal (ke bawah) dari amplitudo
yang tinggi ke amplitudo lemah yang
diinterpretasikan unit ini memiliki
perlapisan sedimen yang mengkasar ke
atas. Unit B2 mempunyai perubahan
amplitudo secara vertikal ( ke bawah) dari
amplitudo lemah pada bagian atas,
amplitudo kuat pada bagian tengah, dan
amplitudo sedang pada bagian bawah yang
diinterpretasikan bagian atas didominasi
oleh sedimen berukuran lempung-pasir
halus, pasir kasar-kerikil pada bagian
tengah, dan pasir sedang pada bagian
bawah unit ini. Unit B3 mempunyai
perubahan dari amplitudo yang tinggi,
amplitudo lemah dengan konduktifitas
tinggi, kemudian amplitudo menguat
menjadi amplitudo sedang dengan
konduktifitas sedang yang
diinterpretasikan batuan pada unit ini
memiliki perubahan dari tingkat kekerasan
yang keras atau material sedimen
berukuran pasir kasar-kerikil ke tingkat
kekerasan yang lunak atau material
sedimen berukuran butir lempung-pasir
halus, kemudian menguat kembali menjadi
pasir sedang, perubahan ini terjadi secara
horizontal ke arah timur. Unit B4
mempunyai perubahan ukuran butir dilihat
dari perubahan amplitudo dari kuat
menjadi lemah secara vertikal (ke bawah)
yang diinterpretasikan sebagai adanya
perubahan ukuran butir sedimen dari pasir
kasar-kerikil ke berukuran butir lempung-
pasir halus secara vertikal ke arah bawah.
Unit B5 mempunyai amplitudo yang
lemah dengan konduktifitas tinggi yang
diinterpretasikan batuan pada unit ini
memiliki tingkat kekerasan yang rendah
atau sedimen yang didominasi oleh
material berukuran lempung-pasir halus.
Fasies Pengendapan
Fasies pengendapan di daerah
penelitian A terdapat lima unit berdasarkan
kesebandingan posisi unit radar lintasan
Subi 1001, Subi MLF 13001, dan Subi
14001 3D. Unit-unit pengendapan yang
menyusun daerah A yaitu Unit A1 dengan
ketebalan sekitar 0,25-5 meter dengan
penebalan ke arah timur dan utara berada
di posisi paling atas menunjukkan pola
terminasi amplitudo paralel, horizontal,
kontinu, dan memiliki amplitudo yang
kuat pada bagian atas dan amplitudo
sedang, paralel, horizontal, diskontinu
pada bagian bawah. Unit ini
diinterpretasikan sebagai sedimen yang
didominasi oleh material berukuran butir
pasir kasar hingga kerikil dengan
perlapisan baik dan menerus secara
horizontal pada bagian atas dan sedimen
yang didominasi oleh material berukuran
pasir sedang dengan perlapisan baik dan
tidak menerus pada bagian bawah. Unit ini
diendapkan pada energi rendah hingga
tinggi atau peningkatan energi
pengendapan, mempunyai geometri
berbentuk bank (Mitchum dkk, 1977
dalam Boggs, 1978), dan berdasarkan pola
amplitudo yang progradasi kemungkinan
unit ini diendapkan pada lingkungan delta
(Boggs, 1978) atau fasies kipas alluvial
(Beres dan Haeni, 1991 dalam Ekes dan
Hickin, 2001).
Unit A2 dengan ketebalan 2,25-6
meter dengan penebalan ke arah utara dan
timur, diendapkan sebelum unit A1, dan
dibatasi oleh batas 1A sebagai batas atas
serta batas 2A sebagai batas bawah. Unit
ini mempunyai perubahan amplitudo
secara lateral dari lemah, paralel,
horizontal, diskontinu menjadi amplitudo
kuat, bergelombang, horizontal, diskontinu
kemudian amplitudo berubah kembali
menjadi lemah, bergelombang, horizontal,
diskontinu ke arah utara yang
diinterpretasikan sebagai perubahan
karakter ukuran butir pada sedimen di unit
ini dari lempung-pasir halus dengan
perlapisan baik dan tidak menerus, pasir
kasar-kerikil dengan lapisan yang
bergelombang dan tidak menerus, dan
kembali menghalus menjadi lempung-pasir
halus dengan lapisan bergelombang dan
tidak menerus ke arah utara. Unit ini
diendapkan pada energi rendah pada
bagian selatan, tinggi pada bagian tengah,
dan kembali melemah pada bagian utara
apabila dilihat dari perubahan ukuran butir
sedimen pada unit ini, mempunyai
geometri berbentuk bank atau channel fill
(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978)
dan berdasarkan energi pengendapan yang
berubah secara lateral dari lemah, tinggi
pada bagian tengah, dan kembali melemah
ke arah utara, kemungkinan unit ini
diendapkan pada lingkungan channel
(Boggs, 1978).
Unit A3 dengan ketebalan sekitar
2-9 meter dan menebal ke arah utara dan
barat, membentuk morfologi hiatus
dimana sebagian tubuh pada unit ini hilang
karena mengalami erosi sebagian ketika
pengendapan unit A2, diendapkan sebelum
unit A2 dan dibatasi oleh batas 2A sebagai
batas atas serta batas 3A sebagai batas
bawah. Unit ini mempunyai perubahan
amplitudo secara lateral dari lemah,
paralel, horizontal, diskontinu menjadi
amplitudo kuat, bergelombang, horizontal,
diskontinu, dan kemudian amplitudo
berubah kembali menjadi lemah,
bergelombang, horizontal, diskontinu ke
arah utara yang diinterpretasikan sebagai
perubahan karakter ukuran butir pada
sedimen di unit ini dari lempung-pasir
halus dengan perlapisan baik dan tidak
menerus, pasir kasar-kerikil dengan
lapisan yang bergelombang dan tidak
menerus dan kembali menghalus menjadi
lempung-pasir halus dengan lapisan
bergelombang dan tidak menerus ke arah
utara. Unit ini diendapkan pada energi
rendah pada bagian selatan, tinggi pada
bagian tengah, dan kembali melemah pada
bagian utara apabila dilihat dari perubahan
ukuran butir sedimen pada unit ini,
mempunyai geometri berbentuk bank atau
trough fill (Mitchum dkk, 1977 dalam
Boggs, 1978) karena erosi ketika
pengendapan unit A2 sehingga
membentuk hiatus dan berdasarkan energi
pengendapan yang berubah secara lateral
dari lemah, tinggi pada bagian tengah, dan
kembali melemah ke arah utara,
kemungkinan unit ini diendapkan pada
lingkungan channel (Boggs, 1978).
Unit A4 dengan ketebalan sekitar
3,5-12 meter dengan penipisan ke arah
utara dan penebalan ke arah timur,
diendapkan sebelum unit A3, serta dibatasi
oleh batas 3A sebagai batas atas dan batas
4A sebagai batas bawah. Unit ini
mempunyai perubahan ukuran butir dilihat
dari perubahan amplitudo secara lateral
dari amplitudo sedang, bergelombang,
horizontal, diskontinu menjadi amplitudo
lemah, bergelombang, horizontal,
diskontinu dan kemudian kembali menjadi
amplitudo sedang, bergelombang,
horizontal, kontinu yang diinterpretasikan
adanya perubahan ukuran butir dari
sedimen berukuran pasir sedang dengan
lapisan bergelombang dan tidak menerus
menjadi sedimen berukuran lempung-pasir
halus dengan lapisan bergelombang dan
tidak menerus, kemudian terjadi perubahan
ukuran butir kembali menjadi sedimen
berukuran pasir sedang, lapisan
bergelombang, horizontal, dan tidak
menerus ke arah utara. Unit ini diendapkan
pada energi sedang pada bagian selatan,
rendah pada bagian tengah, dan kembali
tinggi menjadi sedang pada bagian utara
apabila dilihat dari perubahan ukuran butir
sedimen pada unit ini, mempunyai
geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,
1977 dalam Boggs, 1978) dan berdasarkan
energi pengendapan yang berubah secara
lateral dari sedang, lemah pada bagian
tengah, dan kembali sedang ke arah utara,
kemungkinan unit ini diendapkan pada
lingkungan channel (Boggs, 1978).
Unit A5 dengan ketebalan sekitar 4-9
meter dengan penipisan ke arah utara dan
timur, penebalan ke arah selatan,
diendapkan sebelum unit A4, serta dibatasi
oleh batas 4A sebagai batas atas. Unit ini
menunjukkan pola terminasi amplitudo
bergelombang (wavy), amplitudo sedang
pada bagian atas dan tinggi pada bagian
bawah, diskontinu, yang diinterpretasikan
sebagai sedimen yang didominasi oleh
material berukuran butir pasir sedang pada
bagian atas dan pasir kasar-kerikil pada
bagian bawah yang mempunyai pola
perlapisan yang bergelombang dan tidak
menerus secara horizontal. Unit ini
diendapkan pada energi tinggi pada bagian
bawah dan melemah pada bagian atas
apabila dilihat dari perubahan ukuran butir
sedimen pada unit ini, mempunyai
geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,
1977 dalam Boggs, 1978) dan berdasarkan
energi pengendapan yang berubah secara
vertikal dari tinggi pada bagian bawah dan
lemah ke arah utara, kemungkinan unit ini
diendapkan pada lingkungan delta (Boggs,
1978) atau fasies kipas alluvial (Beres dan
Haeni, 1991 dalam Ekes dan Hickin,
2001).
Sedangkan, unit-unit pengendapan
yang menyusun daerah B yaitu Unit B1
dengan ketebalan sekitar 0,25-4 meter
dengan penebalan ke arah barat dan
selatan, diendapkan berada di paling atas,
dan batas 1B sebagai batas bawah. Unit ini
menunjukkan pola terminasi amplitudo
paralel, horizontal, kontinu, dan memiliki
amplitudo yang kuat pada bagian atas dan
amplitudo lemah, paralel, horizontal,
diskontinu pada bagian bawah. Unit ini
diinterpretasikan sebagai sedimen yang
didominasi oleh material berukuran butir
pasir kasar hingga kerikil dengan
perlapisan baik dan menerus secara
horizontal pada bagian atas dan sedimen
yang didominasi oleh material berukuran
lempung-pasir halus dengan perlapisan
yang baik dan tidak menerus secara
horizontal. Unit ini diendapkan pada
energi rendah hingga tinggi atau
peningkatan energi pengendapan ke atas,
mempunyai geometri berbentuk bank
(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),
dan berdasarkan pola amplitudo yang
progradasi kemungkinan unit ini
diendapkan pada lingkungan delta (Boggs,
1978) atau fasies kipas alluvial (Beres dan
Haeni, 1991 dalam Ekes dan Hickin,
2001).
Unit B2 dengan ketebalan 1-11
meter dengan penebalan ke arah barat dan
selatan, diendapkan sebelum unit B1, dan
dibatasi oleh batas 1B sebagai batas atas
dan batas 2B sebagai batas bawah. Unit ini
menunjukkan pola terminasi amplitudo
paralel, horizontal, diskontinu, dan
memiliki gradasi amplitudo yang kuat
pada bagian bawah dan lemah pada bagian
atas dan kemudian amplitudo menguat
menjadi amplitudo kuat, paralel,
horizontal, diskontinu ke arah timur. Unit
ini diinterpretasikan sebagai sedimen yang
didominasi oleh material berukuran butir
pasir kasar hingga kerikil pada bagian
bawah dan lempung-pasir halus pada
bagian atas dengan perlapisan baik dan
tidak menerus secara horizontal kemudian
mengkasar ke arah titik timur menjadi
sedimen dengan ukuran butir pasir kasar-
kerikil dengan perlapisan yang baik dan
tidak menerus. Unit ini diendapkan pada
energi tinggi hingga rendah atau
penurunan energi pengendapan ke atas dan
meninggi ke arah timur, mempunyai
geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,
1977 dalam Boggs, 1978), dan
berdasarkan pola amplitudo yang
progradasi kemungkinan unit ini
diendapkan pada lingkungan channel pada
delta (Boggs, 1978) atau fasies kipas
alluvial (Beres dan Haeni, 1991 dalam
Ekes dan Hickin, 2001).
Unit B3 dengan ketebalan sekitar
4-9 meter dengan penebalan ke arah barat
dan selatan, diendapkan sebelum unit B2,
serta dibatasi oleh batas 2B sebagai batas
atas dan batas 3B sebagai batas bawah.
Unit ini menunjukkan pola terminasi
amplitudo bergelombang (wavy),
hummocky, amplitudo kuat, diskontinu,
yang diinterpretasikan sebagai sedimen
yang didominasi oleh material berukuran
butir pasir kasar-kerikil yang mempunyai
pola perlapisan yang buruk dan tidak
menerus. Unit ini diendapkan pada energi
tinggi, mempunyai geometri berbentuk
bank (Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs,
1978), dan berdasarkan pola amplitudo
yang hummocky dan arah pengendapan
yang berubah secara signifikan
kemungkinan unit ini diendapkan pada
lingkungan tidal zone (Boggs, 1978) atau
fasies kipas alluvial (Beres dan Haeni,
1991 dalam Ekes dan Hickin, 2001).
Unit B4 dengan ketebalan 3-17,5
meter dengan penebalan ke arah timur dan
menipis ke arah selatan, diendapkan
sebelum unit B3, serta dibatasi oleh batas
3B sebagai batas atas dan batas 4B sebagai
batas bawah. Unit ini menunjukkan pola
terminasi amplitudo bergelombang,
hummocky dan oblique ke arah timur,
amplitudo kuat, diskontinu pada bagian
atas dan amplitudo paralel, horizontal,
amplitudo lemah, diskontinu pada bagian
bawah. Unit ini diinterpretasikan sebagai
sedimen yang didominasi oleh material
berukuran butir pasir kasar- kerikil yang
memiliki perlapisan bergelombang,
hummocky dan oblique ke arah timur, tidak
menerus pada bagian atas dan material
berukuran butir lempung-pasir halus yang
mempunyai pola perlapisan yang paralel
dan tidak menerus secara horizontal pada
bagian bawah. Unit ini diendapkan pada
energi rendah hingga tinggi atau
peningkatan energi pengendapan,
mempunyai geometri berbentuk bank
(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),
dan berdasarkan pola amplitudo yang
progradasi dan berbentuk hummocky pada
bagian atas kemungkinan unit ini
diendapkan pada tidal zone pada
lingkungan delta (Boggs, 1978) atau fasies
kipas alluvial (Beres dan Haeni, 1991
dalam Ekes dan Hickin, 2001).
Unit B5 dengan ketebalan sekitar 2,75
meter, diendapkan sebelum unit B4, dan
dibatasi oleh batas 4B sebagai batas atas.
Unit ini menunjukkan pola terminasi
amplitudo paralel, amplitudo lemah,
diskontinu, yang diinterpretasikan sebagai
sedimen yang didominasi oleh material
berukuran lempung-pasir halus yang
mempunyai pola perlapisan yang paralel
dan tidak menerus secara horizontal. Unit
ini diendapkan pada energi rendah,
mempunyai geometri berbentuk bank
(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),
dan kemungkinan unit ini diendapkan pada
lingkungan paparan/shelf (Boggs, 1978)
atau fasies kipas alluvial (Beres dan Haeni,
1991 dalam Ekes dan Hickin, 2001).
Kaitan Fasies Pengendapan Pada
Daerah A dan Daerah B
Setelah kedua daerah/blok
penelitian diidentifikasi fasiesnya
berdasarkan data radar, selanjutnya
dilakukan kesebandingan untuk
mengetahui karakter pada unit-unit
tertentu antara unit-unit pengendapan di
blok A dan di blok B. Pembandingan unit-
unit pada masing-masing daerah diurutkan
dari yang tua ke muda.
Unit A5 di daerah A dengan
ketebalan sekitar 4-9 meter, dibatasi oleh
batas 4A sebagai batas atas, dengan
penipisan ke arah utara dan timur, dan
penebalan ke arah selatan. Unit ini
menunjukkan pola terminasi amplitudo
bergelombang (wavy), amplitudo sedang
pada bagian atas dan tinggi pada bagian
bawah, diskontinu, yang diinterpretasikan
sebagai sedimen yang didominasi oleh
material berukuran butir pasir sedang pada
bagian atas dan pasir kasar-kerikil pada
bagian bawah yang mempunyai pola
perlapisan yang bergelombang dan tidak
menerus secara horizontal. Unit ini
diendapkan pada energi tinggi pada bagian
bawah dan melemah pada bagian atas
apabila dilihat dari perubahan ukuran butir
sedimen pada unit ini, mempunyai
geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,
1977 dalam Boggs, 1978) dan berdasarkan
energi pengendapan yang berubah secara
vertikal dari tinggi pada bagian bawah dan
lemah ke arah atas dan utara, kemungkinan
unit ini diendapkan pada fasies kipas
alluvial (Beres dan Haeni, 1991 dalam
Ekes dan Hickin, 2001). Sedangkan, unit
B5 di daerah B dengan ketebalan sekitar
2,75 meter, dibatasi oleh batas 4B sebagai
batas atas, menunjukkan pola terminasi
amplitudo paralel, amplitudo lemah,
diskontinu, yang diinterpretasikan sebagai
sedimen yang didominasi oleh material
berukuran lempung-pasir halus yang
mempunyai pola perlapisan yang paralel
dan tidak menerus secara horizontal. Unit
ini diendapkan pada energi rendah,
mempunyai geometri berbentuk sheet
(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),
dan kemungkinan unit ini diendapkan pada
lingkungan paparan/shelf (Boggs, 1978)
atau fasies kipas alluvial (Beres dan Haeni,
1991 dalam Ekes dan Hickin, 2001).
Kedua unit tersebut memiliki perbedaan
fasies sehingga diendapkan pada
lingkungan pengendapan yang berbeda
dimana pada unit A5 diendapkan pada
lingkungan delta atau kipas alluvial dan
unit B5 diendapkan pada lingkungan shelf.
Berdasarkan posisi stratigrafinya,
kemungkinan kedua unit ini diendapkan
secara bersamaan dan menempati urutan
yang paling tua sehingga hubungan
stratigrafi antara kedua unit ini adalah
menjemari atau interfingering.
Berdasarkan hasil interpretasi tersebut,
kemungkinan unit kedua unit ini sebanding
dengan Formasi Teraya yang diendapkan
di lingkungan pengendapan laut yang
sangat dangkal dekat dengan daerah
pedaratan.
Unit A4 di daerah A dengan
ketebalan sekitar 3,5-12 meter dengan
penipisan ke arah utara dan penebalan ke
arah timur, diendapkan setelah unit A5,
serta dibatasi oleh batas 4A sebagai batas
bawah dan batas 3A sebagai batas atas.
Unit ini mempunyai perubahan ukuran
butir dilihat dari perubahan amplitudo
secara lateral dari amplitudo sedang,
bergelombang, horizontal, diskontinu
menjadi amplitudo lemah, bergelombang,
horizontal, diskontinu dan kemudian
kembali menjadi amplitudo sedang,
bergelombang, horizontal, kontinu yang
diinterpretasikan adanya perubahan ukuran
butir dari sedimen berukuran pasir sedang
dengan lapisan bergelombang dan tidak
menerus menjadi sedimen berukuran
lempung-pasir halus dengan lapisan
bergelombang dan tidak menerus,
kemudian terjadi perubahan ukuran butir
kembali menjadi sedimen berukuran pasir
sedang, lapisan bergelombang, horizontal,
dan tidak menerus ke arah utara. Unit ini
diendapkan pada energi sedang pada
bagian selatan, rendah pada bagian tengah,
dan kembali tinggi menjadi sedang pada
bagian utara apabila dilihat dari perubahan
ukuran butir sedimen pada unit ini,
mempunyai geometri berbentuk bank
(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978)
dan berdasarkan energi pengendapan yang
berubah secara lateral dari sedang, lemah
pada bagian tengah, dan kembali sedang
ke arah utara, kemungkinan unit ini
diendapkan pada lingkungan channel
(Boggs, 1978). Sedangkan, unit B4 di
daerah B dengan ketebalan 3-17,5 meter
dengan penebalan ke arah timur dan
menipis ke arah selatan, diendapkan
setelah unit B5, serta dibatasi oleh batas
4B sebagai batas bawah dan batas 3B
sebagai batas atas. Unit ini menunjukkan
pola terminasi amplitudo bergelombang,
hummocky dan oblique ke arah timur,
amplitudo kuat, diskontinu pada bagian
atas dan amplitudo paralel, horizontal,
amplitudo lemah, diskontinu pada bagian
bawah. Unit ini diinterpretasikan sebagai
sedimen yang didominasi oleh material
berukuran butir pasir kasar- kerikil yang
memiliki perlapisan bergelombang,
hummocky dan oblique ke arah timur, tidak
menerus pada bagian atas dan material
berukuran butir lempung-pasir halus yang
mempunyai pola perlapisan yang paralel
dan tidak menerus secara horizontal pada
bagian bawah. Unit ini diendapkan pada
energi rendah hingga tinggi atau
peningkatan energi pengendapan,
mempunyai geometri berbentuk bank
(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978),
dan berdasarkan pola amplitudo yang
progradasi dan berbentuk hummocky pada
bagian atas kemungkinan unit ini
diendapkan pada tidal zone pada
lingkungan delta (Boggs, 1978) atau fasies
kipas alluvial (Beres dan Haeni, 1991
dalam Ekes dan Hickin, 2001). Kedua unit
tersebut memiliki perbedaan fasies
sehingga diendapkan pada lingkungan
pengendapan yang berbeda dimana pada
unit A4 diendapkan pada lingkungan
channel dan unit B4 diendapkan pada
lingkungan tidal zone yang dicirikan
sebagai adanya struktur hummocky pada
lingkungan delta. Berdasarkan posisi
stratigrafinya, kemungkinan kedua unit ini
diendapkan secara bersamaan sehingga
hubungan stratigrafi antara kedua unit ini
adalah menjemari atau interfingering.
Hasil interpretasi di atas menunjukkan
bahwa kedua unit tersebut sebanding
dengan Formasi Teraya yang diendapkan
pada lingkungan pengendapan laut yang
dangkal yang sangat dekat dengan dengan
daerah pedaratan.
Unit A3 di daerah A dengan
ketebalan sekitar 2-9 meter dan menebal
ke arah utara dan barat, membentuk
morfologi hiatus dimana sebagian tubuh
pada unit ini hilang karena mengalami
erosi sebagian ketika pengendapan unit
batuan yang lebih muda, diendapkan
setelah unit A4 dan dibatasi oleh batas 3A
sebagai batas bawah serta batas 2A
sebagai batas atas. Unit ini mempunyai
perubahan amplitudo secara lateral dari
lemah, paralel, horizontal, diskontinu
menjadi amplitudo kuat, bergelombang,
horizontal, diskontinu, dan kemudian
amplitudo berubah kembali menjadi
lemah, bergelombang, horizontal,
diskontinu ke arah utara yang
diinterpretasikan sebagai perubahan
karakter ukuran butir pada sedimen di unit
ini dari lempung-pasir halus dengan
perlapisan baik dan tidak menerus, pasir
kasar-kerikil dengan lapisan yang
bergelombang dan tidak menerus dan
kembali menghalus menjadi lempung-pasir
halus dengan lapisan bergelombang dan
tidak menerus ke arah utara. Unit ini
diendapkan pada energi rendah pada
bagian selatan, tinggi pada bagian tengah,
dan kembali melemah pada bagian utara
apabila dilihat dari perubahan ukuran butir
sedimen pada unit ini, mempunyai
geometri berbentuk bank atau trough fill
(Mitchum dkk, 1977 dalam Boggs, 1978)
karena erosi ketika pengendapan unit
batuan yang lebih muda sehingga
membentuk hiatus dan berdasarkan energi
pengendapan yang berubah secara lateral
dari lemah, tinggi pada bagian tengah, dan
kembali melemah ke arah utara,
kemungkinan unit ini diendapkan pada
lingkungan channel (Boggs, 1978).
Sedangkan, unit B3 di daerah B dengan
ketebalan sekitar 4-9 meter dengan
penebalan ke arah barat dan selatan,
diendapkan setelah unit B4, serta dibatasi
oleh batas 3B sebagai batas bawah dan 2B
sebagai batas atas. Unit ini menunjukkan
pola terminasi amplitudo bergelombang
(wavy), hummocky, amplitudo kuat,
diskontinu, yang diinterpretasikan sebagai
sedimen yang didominasi oleh material
berukuran butir pasir kasar-kerikil yang
mempunyai pola perlapisan yang buruk
dan tidak menerus. Unit ini diendapkan
pada energi tinggi, mempunyai geometri
berbentuk bank (Mitchum dkk, 1977
dalam Boggs, 1978), dan berdasarkan pola
amplitudo yang hummocky dan arah
pengendapan yang berubah secara
signifikan kemungkinan unit ini
diendapkan pada lingkungan tidal zone
(Boggs, 1978) atau fasies kipas alluvial
(Beres dan Haeni, 1991 dalam Ekes dan
Hickin, 2001). Kedua unit tersebut
memiliki perbedaan fasies sehingga
diendapkan pada lingkungan pengendapan
yang berbeda dimana pada unit A3
diendapkan pada lingkungan channel yang
dibuktikan adanya perubahan energi
pengendapan secara lateral dan unit B3
diendapkan pada lingkungan tidal zone
yang dicirikan sebagai adanya struktur
hummocky. Berdasarkan posisi
stratigrafinya, kemungkinan kedua unit ini
diendapkan secara bersamaan sehingga
hubungan stratigrafi antara kedua unit ini
adalah menjemari atau interfingering.
Berdasarkan interpretasi di atas, kedua unit
tersebut diperkirakan sebanding dengan
Formasi Teraya yang diendapkan pada
lingkungan laut sangat dangkal dekat
dengan daerah pedaratan.
Unit A2 di daerah A dengan
ketebalan 2,25-6 meter dengan penebalan
ke arah utara dan timur, diendapkan
setelah unit A3, dan dibatasi oleh batas 2A
sebagai batas bawah serta batas 1A
sebagai batas atas. Unit ini mempunyai
perubahan amplitudo secara lateral dari
lemah, paralel, horizontal, diskontinu
menjadi amplitudo kuat, bergelombang,
horizontal, diskontinu kemudian amplitudo
berubah kembali menjadi lemah,
bergelombang, horizontal, diskontinu ke
arah utara yang diinterpretasikan sebagai
perubahan karakter ukuran butir pada
sedimen di unit ini dari lempung-pasir
halus dengan perlapisan baik dan tidak
menerus, pasir kasar-kerikil dengan
lapisan yang bergelombang dan tidak
menerus, dan kembali menghalus menjadi
lempung-pasir halus dengan lapisan
bergelombang dan tidak menerus ke arah
utara. Unit ini diendapkan pada energi
rendah pada bagian selatan, tinggi pada
bagian tengah, dan kembali melemah pada
bagian utara apabila dilihat dari perubahan
ukuran butir sedimen pada unit ini,
mempunyai geometri berbentuk bank atau
channel fill (Mitchum dkk, 1977 dalam
Boggs, 1978) dan berdasarkan energi
pengendapan yang berubah secara lateral
dari lemah, tinggi pada bagian tengah, dan
kembali melemah ke arah utara,
kemungkinan unit ini diendapkan pada
lingkungan channel (Boggs, 1978).
Sedangkan, unit B2 di daerah B dengan
ketebalan 1-11 meter dengan penebalan ke
arah barat dan selatan, diendapkan setelah
unit B2, dan dibatasi oleh batas 2B sebagai
batas bawah serta batas 1B sebagai batas
atas. Unit ini menunjukkan pola terminasi
amplitudo paralel, horizontal, diskontinu,
dan memiliki gradasi amplitudo yang kuat
pada bagian bawah dan lemah pada bagian
atas dan kemudian amplitudo menguat
menjadi amplitudo kuat, paralel,
horizontal, diskontinu ke arah timur. Unit
ini diinterpretasikan sebagai sedimen yang
didominasi oleh material berukuran butir
pasir kasar hingga kerikil pada bagian
bawah dan lempung-pasir halus pada
bagian atas dengan perlapisan baik dan
tidak menerus secara horizontal kemudian
mengkasar ke arah titik timur menjadi
sedimen dengan ukuran butir pasir kasar-
kerikil dengan perlapisan yang baik dan
tidak menerus. Unit ini diendapkan pada
energi tinggi hingga rendah atau
penurunan energi pengendapan ke atas dan
meninggi ke arah timur, mempunyai
geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,
1977 dalam Boggs, 1978), dan
berdasarkan pola amplitudo yang
progradasi kemungkinan unit ini
diendapkan pada lingkungan channel pada
delta (Boggs, 1978) atau fasies kipas
alluvial (Beres dan Haeni, 1991 dalam
Ekes dan Hickin, 2001). Kedua unit
tersebut memiliki perbedaan fasies
sehingga diendapkan pada lingkungan
pengendapan yang berbeda dimana pada
unit A2 diendapkan pada lingkungan
channel dan unit B2 diendapkan pada
lingkungan channel pada delta yang
dicirikan sedimen yang berprogradasi dan
memiliki perubahan energi pengendapan
secara lateral. Kedua unit ini memiliki
persamaan pada lingkungan
pengendapannya akan tetapi kemungkinan
diendapkan pada tempat yang berbeda.
Berdasarkan posisi stratigrafinya,
kemungkinan kedua unit ini diendapkan
secara bersamaan sehingga hubungan
stratigrafi antara kedua unit ini adalah
menjemari atau interfingering.
Kemungkinan kedua unit ini sebanding
dengan Formasi Teraya yang diendapkan
pada lingkungan laut sangat dangkal dekat
dengan daerah pedaratan.
Unit A1 di daerah A dengan ketebalan
sekitar 0,25-5 meter diendapkan setelah
unit A2 dan dibatasi oleh batas 1A sebagai
batas bawah. Unit ini berupa sedimen yang
didominasi oleh material berukuran butir
pasir kasar hingga kerikil dengan
perlapisan baik dan menerus secara
horizontal pada bagian atas dan sedimen
yang didominasi oleh material berukuran
pasir sedang dengan perlapisan baik dan
tidak menerus pada bagian bawah. Unit ini
diendapkan pada energi rendah hingga
tinggi atau peningkatan energi
pengendapan, mempunyai geometri
berbentuk bank (Mitchum dkk, 1977
dalam Boggs, 1978), dan berdasarkan pola
amplitudo yang progradasi kemungkinan
unit ini diendapkan pada lingkungan delta
(Boggs, 1978) atau fasies kipas alluvial
(Beres dan Haeni, 1991 dalam Ekes dan
Hickin, 2001). Sedangkan, unit B1 di
daerah B dengan ketebalan sekitar 0,25-4
meter diendapkan setelah unit B2 dan
dibatasi oleh batas 1B sebagai batas bawah
dengan penebalan ke arah barat dan
selatan, berupa sedimen yang didominasi
oleh material berukuran butir pasir kasar
hingga kerikil dengan perlapisan baik dan
menerus secara horizontal pada bagian atas
dan sedimen yang didominasi oleh
material berukuran lempung-pasir halus
dengan perlapisan yang baik dan tidak
menerus secara horizontal pada bagian
bawah. Unit ini diendapkan pada energi
rendah hingga tinggi atau peningkatan
energi pengendapan ke atas, mempunyai
geometri berbentuk bank (Mitchum dkk,
1977 dalam Boggs, 1978), dan
berdasarkan pola amplitudo yang
progradasi kemungkinan unit ini
diendapkan pada lingkungan delta (Boggs,
1978) atau fasies kipas alluvial (Beres dan
Haeni, 1991 dalam Ekes dan Hickin,
2001). Kedua unit tersebut memiliki fasies
yang hampir sama sehingga diendapkan
pada lingkungan pengendapan yang
hampir sama pula dimana pada unit A1
dan B1 diendapkan pada lingkungan delta
atau kipas alluvial. Berdasarkan posisi
stratigrafinya, kemungkinan kedua unit ini
diendapkan secara bersamaan sehingga
hubungan stratigrafi antara kedua unit ini
adalah menjemari atau interfingering.
Berdasarkan identifikasi di atas,
kemungkinan kedua unit ini sebanding
dengan Alluvium yang terdiri atas pasir,
kerikil, tumbuhan-tumbuhan mati, koral
yang tererosi, dan talus. Batas 1A dan 1B
merupakan batas antara Alluvium dan
Formasi Teraya dimana kedua batas
tersebut menjadi batas bawah Satuan
Alluvium dan sekaligus menjadi batas atas
Formasi Teraya. Batas ini kemungkinan
terbentuk akibat tidak adanya
pengendapan atau sebagian tubuh batuan
mengalami erosi pada waktu tertentu.
KESIMPULAN
Batas fasies pada daerah A
mempunyai empat batas yang membatasi
lima unit pengendapan sedangkan daerah
B mempunyai empat batas yang
membatasi lima unit pengendapan. Unit
konfigurasi bidang lapisan pada daerah A
memiliki lima unit dan daerah B memiliki
lima unit. Nilai konduktifitas pada daerah
A dan daerah B masing-masing
mempunyai lima unit pengendapan. Oleh
karena itu dari data tersebut, Pulau Subi
Kecil memiliki fasies pengendapan
diurutkan dari yang paling tua yaitu unit
A5 dan B5 yang sebanding dengan
Formasi Teraya (Tmt); Unit A4 dan B4
yang sebanding dengan Formasi Teraya
(Tmt); Unit A3 dan B3 yang sebanding
dengan Formasi Teraya (Tmt); Unit A2
dan B2 yang sebanding dengan Formasi
Teraya (Tmt); Unit A1 dan B1 yang
sebanding dengan Alluvium (Qc).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Dielectric Constant and
Ground-penetrating Radar.
http://www.kgs.ku.edu/Current/
2001/martinez/martinez4.html.
Diakses pada tanggal 4
November 2013.
Anonim. 2012. SIR20: Rugged, High-
Performance Dual Channel
GPR Data Acquisition System.
Brosur SIR20. Geophysical
Survey System Inc.
Anonim. 1996. Sandi Stratigrafi
Indonesia. Revisi SSI 1973.
Jakarta: Ikatan Ahli Geologi
Indonesia.
Basson, U. 2000. Ground Penetrating
Radar (GPR). http://www.geo-
sense.com/GPRmore.htm.
Diakses pada tanggal 4
November 2013.
Budi, Esmar. 2013. Gelombang. Remaja
Rosdakarya: Jakarta.
Budiono, Kris. 2013. Survey Ground
Penetrating Radar Survey For
Imaging Of Subsurface Tertiary
To Quaternary Deposits Of Subi
Kecil Island, Natuna District,
Riau Archipelago Province.
GPR Buletin, 2013.
Boggs, JR, Sam. 1978. Principles of
Sedimentology and
Stratigraphy. Edisi keempat.
Pearson Prentice Hall: New
Jersey.
Casas, Albert dkk. 2000. Fundamentals of
Ground Penetrating Radar in
Environmental and Engineering
Applications. Annali di
Geofisica, Vol. 43. N. 6,
Desember 2000.
Daniels, Jeffrey J. 2000. Ground
Penetrating Radar
Fundamentals. Journal of
Environmental and Engineering
Geophysics, vol 5.
Ekes, Csaba dan Edward J. Hickin. 2010.
Ground Penetrating Radar
Facies of The Paraglacial
Cheekye Fan, Southwestern
British Columbia, Canada.
Journal of Sedimentary
Geology, Vol. 143 Issues 3-4,
September 2001, pp. 199-217.
Harahap, B. H. dkk. 1995. Peta Geologi
Lembar Natuna Selatan. Skala
1: 250.000 Dit P3G, Dit Geologi
dan Sumber Daya Mineral,
Bandung.
Hausmann, H. Dan K Krainer. 2010.
Guide lines for Monitorong
GPR (Ground Penetrating
Radar). Permafrost and
Periglacial Processes Version 1-
1.02.2010.
Huisman, J. A. Dkk. 2003. Measuring Soil
Water Content with Ground
Penetrating Radar: A Review.
Vadose Zone Journal. Vol 2. Pp
476-491.
Jol, Harry M. 2009. Ground Penetrating
Radar: Theory and
Applications. Edisi Pertama.
Elsevier B. V.: Amsterdam.
Martifa, Riski. 2010. Identifikasi Struktur
Bawah Permukaan di Sekitar
Kawasan Semburan Lumpur
Sidoarjo, Berdasarkan
Penafsiran Penampang Ground
Penetrating Radar (GPR).
Skripsi. Jurusan Fisika FMIPA
UPI, Bandung.
Ramdhany, Yudhi Arief. 2006. Analisis
Sedimen Bawah Permukaan Di
Pantai Teluk Ciletuh, Kabupaten
Sukabumi Berdasarkan Survey
GPR. Skripsi. Jurusan Teknik
Geologi UNPAD, Jatinangor.
Selley, R.C., 1985, Ancient Sedimentary
Environments, Third Edition:
Cornell University Press, New
York.
Sukmono, Sigit. 1999. Seismik Stratigrafi.
Penerbit ITB: Bandung.
Takahashi, Kazunori dkk. 2012. Basics
and Application of Ground
Penetrating Radar as A Tool for
Monitoring Irrigation Process.
Journal of Problems
Perspectives and Chalenges of
Agricultural Water
Management, Maret 2012, pp.
155-180.
Tilliard, Sylvie dan Jean-Claude Dubois.
1995. Analysis of GPR data:
Wave Propagation Velocity
Determination. Journal of
Applied Geophysics, Vol. 33,
pp. 77-91.
Walker, Roger G., James,Noel P., 1992,
Fasies Models Response To Sea
Level Change: Geological
Assosiation of Canada.
Gambar 1. Daerah Penelitian dengan daerah A di sebelah timur laut dan daerah B di bagian
tenggara Pulau Subi Kecil (Budiono, 2013)
Gambar 2. Daerah Penelitian A di sebelah timur laut Pulau Subi Kecil (Budiono, 2013)
A
B
a
t
a
s
P
o
l
a
T
e
r
m
i
n
a
s
i
B
Skala 1:32.000
U
U
Skala 1:1.400
Gambar 3. Daerah Penelitian B di sebelah tenggara Pulau Subi Kecil (Budiono, 2013)
Gambar 4. Subi 1001 line a-b wiggle (Daerah A)
Skala 1:1.558
U
a b
Gambar 5. Subi 1001 line a-b radar (Daerah A)
Gambar 6. Subi 1001 line b-c wiggle (Daerah A)
a b
b c
Gambar 7. Subi 1001 line b-c radar (Daerah A)
Gambar 8. Subi 1001 line c-d wiggle (Daerah A)
b c
c d
Gambar 9. Subi 1001 line c-d radar (Daerah A)
Gambar 10. Subi 1001 line d-e wiggle (Daerah A)
c d
d e
Gambar 11. Subi 1001 line d-e radar (Daerah A)
Gambar 12. Subi 1001 line e-f wiggle (Daerah A)
d e
e f
Gambar 13. Subi 1001 line e-f radar (Daerah A)
Gambar 14. Subi MLF 13001 line a-b wiggle (Daerah A)
e f
a b
Gambar 15. Subi MLF 13001 line a-b radar (Daerah A)
Gambar 16. Subi MLF 13001 line b-c wiggle (Daerah A)
a b
b c
Gambar 17. Subi MLF 13001 line b-c radar (Daerah A)
Gambar 18. Subi MLF 13001 line c-d wiggle (Daerah A)
b c
c d
Gambar 19. Subi MLF 13001 line c-d radar (Daerah A)
Gambar 20. Subi MLF 13001 line d-e wiggle (Daerah A)
c d
d e
Gambar 21. Subi MLF 13001 line d-e radar (Daerah A)
Gambar 22. Subi MLF 13001 line e-f wiggle (Daerah A)
d e
e f
Gambar 23. Subi MLF 13001 line e-f radar (Daerah A)
Gambar 24. Subi 14001 3D (Daerah A)
e f
Gambar 25. Subi 4001 line a-b wiggle (Daerah B)
Gambar 26. Subi 4001 line a-b radar (Daerah B)
a b
a b
Gambar 27. Subi 4001 line b-c wiggle (Daerah B)
Gambar 28. Subi 4001 line b-c radar (Daerah B)
b c
b c
Gambar 29. Subi 4001 line c-d wiggle (Daerah B)
Gambar 30. Subi 4001 line c-d radar (Daerah B)
c d
c d
Gambar 31. Subi 4001 line d-e wiggle (Daerah B)
Gambar 32. Subi 4001 line d-e radar (Daerah B)
d e
d e
Gambar 33. Subi 4001 line e-f wiggle (Daerah B)
Gambar 34. Subi 4001 line e-f radar (Daerah B)
e f
e f e f
Gambar 35. Subi MLF 7002 line a-b wiggle (Daerah B)
Gambar 36. Subi MLF 7002 line a-b radar (Daerah B)
a b
a b
Gambar 37. Subi MLF 7002 line b-c wiggle (Daerah B)
Gambar 38. Subi MLF 7002 line b-c radar (Daerah B)
b c
b c
Gambar 39. Subi MLF 7002 line c-d wiggle (Daerah B)
Gambar 40. Subi MLF 7002 line c-d radar (Daerah B)
c d
c d
Gambar 41. Subi MLF 7002 line d-e wiggle (Daerah B)
Gambar 42. Subi MLF 7002 line d-e radar (Daerah B)
d e
d e
Gambar 43. Subi MLF 7002 line e-f wiggle (Daerah B)
Gambar 44. Subi MLF 7002 line e-f radar (Daerah B)
e f
e f
Tabel 7. Kesebandingan Fasies Pengendapan Pada Daerah A dan Daerah B
Tabel 8. Kesebandingan data analisis GPR dengan stratigrafi Pulau Subi Kecil
berdasarkan Harahap, dkk (1995) dan Budiono (2013)