+ All Categories

H06ama

Date post: 05-Jul-2018
Category:
Upload: herysp
View: 213 times
Download: 0 times
Share this document with a friend

of 120

Transcript
  • 8/16/2019 H06ama

    1/120

    PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA

    DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM

    DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH

    OLEH

    ANGGI MAHARDINI

    H14102048

    DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

    FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2006

  • 8/16/2019 H06ama

    2/120

      RINGKASAN

    ANGGI MAHARDINI. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi

    Jawa Barat Periode Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah (dibimbing oleh

    DEWI ULFAH WARDHANI).

    Indikator makro ekonomi yang sering dijadikan acuan untuk mengevaluasi

    kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi

    merupakan proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari

    waktu ke waktu. Selama kurun waktu 1994-1997 Propinsi Jawa Barat merupakan

     propinsi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk

    Domestik Bruto (PDB) Indonesia diantara propinsi lain di Pulau Jawa (BPS,

    1998).Keberhasilan Propinsi Jawa Barat didorong oleh pertumbuhan ekonomi

    kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat. Masing masing kabupaten/kota yang

     berada di Jawa Barat memberikan kontribusi yang berbeda satu sama lain

     berdasarkan kemampuan pengelolaan sumber daya yang ada dan karakteristik

     perekonomian setiap kabupaten/kota di Jawa Barat. Pada awal pemekaran wilayah

    yang terjadi di Propinsi Jawa Barat khususnya ketika lepasnya kabupaten/kota

    yang membentuk Propinsi Banten mengakibatkan penurunan kinerja

     perekonomian Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis

     pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat periode

    sebelum pemekaran wilayah tahun 1995-1997, (2) menganalisis pertumbuhan

    ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat periode setelah pemekaran

    wilayah tahun 2000-2004, (3) membandingkan pertumbuhan ekonomi kabupaten

    dan kota di Propinsi Jawa Barat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.

    Penelitian ini dibagi kedalam dua kurun waktu yaitu periode 1995-1997

    sebelum terjadinya pemekaran dan 2000-2004 setelah pemekaran wilayah. Untuk

    melihat pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat

     baik secara total maupun sektoral dan pertumbuhan ekonomi kabupaten kota

    dianalisis menggunakan analisis Shift Share dengan menggunakan software

     Microsoft Excel 2003.

    Hasil penelitian menunjukkan selama dua periode penelitian selama kurun

    waktu 1995-2004 pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat mengalami

     peningkatan. Laju pertumbuhan PDRB total pada periode sebelum pemekaran

    ,sebesar 0,15 mengalami peningkatan menjadi 0,20 pada periode setelah pemekaran wilayah. Pertumbuhan PDRB tidak lepas dari kontribusi sektoral di

    Propinsi Jawa Barat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah kontribusi terbesar

    sebelum pemekaran wilayah dimiliki sektor industri, setelah pemekaran wilayah

    dimiliki oleh sektor utilitas. Pertumbuhan sektor primer merupakan yang paling

    kecil selama dua periode penelitian. Kabupaten dan kota yang secara konsisten

    tumbuh progresif pada dua periode ini adalah Kabupaten Bekasi dan Kota Bogor.

    Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten

  • 8/16/2019 H06ama

    3/120

    Purwakarta tidak tumbuh progresif selama dua periode penelitian. Kota hasil

     pemekaran yang sudah dapat tumbuh progresif pada periode 2000-2004 adalah

    Kota Depok dan Kota Bekasi. Kota Banjar, Kota Tasikmalaya dan Kota Cimahi

     pada periode 2000-2004 daerah ini belum mampu tumbuh progresif dibandingkandaerah lain di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten

    Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purwakarta

    memiliki pertumbuhan paling lambat. Kedua wilayah tersebut diharapkan menjadi

     perhatian pemerintah agar dapat memacu pertumbuhan ekonominya. Penelitian

    selanjutnya disarankan untuk dilakukan penelitian di Propinsi Banten untuk

    mengetahui bagaimana kinerja perekonomiannya setelah lepas dari Propinsi Jawa

    Barat.

  • 8/16/2019 H06ama

    4/120

  • 8/16/2019 H06ama

    5/120

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

    DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

    Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

     Nama Mahasiswa : Anggi Mahardini

     Nomor Registrasi Pokok : H14102048

    Program Studi : Ilmu Ekonomi

    Judul Skripsi : Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di

    Propinsi Jawa Barat Periode Sebelum dan

    Sesudah Pemekaran Wilayah

    dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

    Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

    Bogor.

    Menyetujui,

    Dosen Pembimbing,

    Ir. Dewi Ulfah W, M.Si.

     NIP. 131 878 914

    Mengetahui,

    Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.

    Dr. Ir.Rina Oktaviani, M.S.

     NIP. 131 846 872

    Tanggal Kelulusan:

  • 8/16/2019 H06ama

    6/120

    PERNYATAAN

    DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

    BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

    DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

    PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

    Bogor, Agustus 2006

    Anggi Mahardini

    H14102048

  • 8/16/2019 H06ama

    7/120

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

    hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul

    skripsi ini adalah “Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi

    Jawa Barat Periode Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah”.

    Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator utama dari keberhasilan

     pembangunan suatu wilayah. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan

     penelitian dengan topik ini, khususnya di Propinsi Jawa Barat. Disamping hal

    tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan

    Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

    Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak akan pernah terbayar oleh

    apapun kepada keluarga penulis, yaitu Deddy Sastra (Papa), Yeyet Kurniasih

    (Mama), Citra Reynantra (Kakak), Angga Mahardika (Adik) yang tidak pernah

     berhenti untuk berdoa, memotivasi secara moril, memfasilitasi dan selalu

    memberikan dorongan semangat dan kesabaran yang tiada henti untuk penulis.

    Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama

    kepada Ibu Ir Dewi Ulfah W, M.Si, yang telah memberikan bimbingan baik secara

    teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat

    diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu

    Sahara, SP, M.Si, yang telah menguji hasil penelitian saya ini. Semua saran dan

    kritikan beliau sangat penting dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu penulis

     juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alla Asmara, S.Pt, M.Si, terutama

    atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala

    kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung

     jawab penulis.

    Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada semua sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima

    kasih untuk semua dorongan semangat dan kasih sayang kalian, thanks god I

  • 8/16/2019 H06ama

    8/120

     found you all. Special thanks to Ferry Rachman, terima kasih untuk semangat, doa

    dan cintanya. Untuk teman-teman penulis khususnya di Departemen Ilmu

    Ekonomi Angkatan 39 dan 38, senang rasanya pernah menjadi bagian dari kalian.

    Serta teman-teman FEM Ilmu Ekonomi dan Manajemen dan fakultas lain di IPB

    yang telah memberi warna selama empat tahun ini. Semoga karya ini dapat

     bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

    Bogor, Agustus 2006

    Anggi Mahardini

    H14102048

  • 8/16/2019 H06ama

    9/120

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama Anggi Mahardini lahir pada tanggal 22 September 1983

    di Banjar, sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan

    anak tengah dari tiga bersaudara, dari pasangan Deddy Sastra dan Yeyet

    Kurniasih. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis

    menamatkan sekolah dasar pada SDN 10 Banjar, kemudian melanjutkan ke SLTP

     Negeri 1 Banjar dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis

    diterima di SMUN 1 Banjar dan lulus pada tahun 2002.

    Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan

    studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi

     pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan

    mengembangkan pola pikir, sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang

     berguna bagi pembangunan Kota Banjar tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur

    Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program

    Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan

    Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di organisasi mahasiswa

    yaitu Hipotesa.

  • 8/16/2019 H06ama

    10/120

      vii

    DAFTAR ISI 

    Halaman 

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

    DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….... xi

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

    1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 5

    1.3. Tujuan Penelitian ….………………………………………………..... 81.4. Manfaat Penelitian ….………………………………………………... 8

    1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………….... 8

    II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

    2.1. Tinjauan Pustaka …………………………………………………….. 9

    2.1.1. Pengertian dan Indikator Pertumbuhan Ekonomi ....................... 9

    2.1.2. Indikator Ekonomi Untuk Mengetahui

    Pertumbuhan Wilayah............................................................. .... 11

    2.1.3. Pemekaran Wilayah .................................................................... 13

    2.2. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 15

    2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 18

    2.4. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 21

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 26

    3.2. Sumber dan Jenis Data ......................................................................... 26

    3.3. Metode Analisis Data ........................................................................... 26

    3.3.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB ............................................ 293.3.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ............................... 31

    3.3.3. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah ........................................ 33

    3.4. Konsep dan Definisi Data .................................................................... 35

    IV. GAMBARAN UMUM

    4.1. Geografi ………………………………………………………............ 38

  • 8/16/2019 H06ama

    11/120

      viii

      4.2. Topografi…….......…………………………………………………… 39

    4.3. Populasi ……………………………………………………………… 39

    4.4. Perekonomian………………………………………………………… 40

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

    Periode 1995-1997 (Sebelum Pemekaran Wilayah) ............................. 41

    5.1.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat ................ 41

    5.1.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat ............. 43

    5.1.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

    Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ..................................... 51

    5.1.4. Profil Pertumbuhan Wilayah ...................................................... 58

    5.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

    Periode 2000-2004 (Setelah Pemekaran Wilayah) ............................... 64

    5.2.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat ................ 65

    5.2.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat ............. 66

    5.2.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

    Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ..................................... 74

    5.2.4. Profil Pertumbuhan Wilayah ...................................................... 79

    5.3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

    Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah …….................................. 85

    5.3.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat ................ 85

    5.3.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat ............. 86

    5.3.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

    Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ..................................... 89

    5.3.4. Profil Pertumbuhan Wilayah ...................................................... 90

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 95

    6.2. Saran ..................................................................................................... 96 

    DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 98

    LAMPIRAN ………………………………………………………….................100

  • 8/16/2019 H06ama

    12/120

      ix

    DAFTAR TABEL

     Nomor Halaman

    1.1. 

    PDRB Propinsi di Pulau Jawa Tahun 1994-2003....................................... 2

    4.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 1993-2004 …………....... 40

    5.1. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat

    Periode 1995-1997 ……....................…....................................………..... 42

    5.2. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Propinsi Jawa Barat

    Periode 1995-1997...................................................................................... 44

    5.3. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

    Komponen Pertumbuhan Proporsional Periode 1995-1997…………….... 475.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi

    Jawa Barat Periode 1995-1997 …………………………………………... 52

    5.5. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

    Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Periode 1995-1997 ………….. 56

    5.6. Pergeseran Bersih Kabupaten dan Kota

    di Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997 ................................................. 59

    5.7. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat

    Tahun 1999-2000........................................................................................ 64

    5.8. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat

    Periode 2000-2004 …………….....................………................................. 66

    5.9. Pertumbuhan Sektor Ekonomi

    Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004 .....................…………………… 67

    5.10. Urutan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

    Komponen Pertumbuhan Proporsional Periode 2000-2004 ……………... 70

    5.11. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota

    di Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004 ….....................…………….... 75

    5.12. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

    Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Periode 2000-2004 ..…...…… 77

    5.13. Pergeseran Bersih Kabupaten dan Kotadi Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004 ................................................ 80

    5.14. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat Periode

    1995-1997 dan 2000-2004 .......................................................................... 85

    5.15. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Propinsi Jawa Barat

    Periode 1995-1997 dan 2000-2004 ............................................................. 87

  • 8/16/2019 H06ama

    13/120

      x

    DAFTAR GAMBAR

     Nomor Halaman

    2.1. Model Analisis Shift Share ......................................................................... 20

    2.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................... 25

    3.1. Profil Pertumbuhan PDRB ......................................................................... 34

    5.1. Profil Pertumbuhan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat pada

    kurun waktu 1995-1997…......…………………………………………… 63

    5.2. Profil Pertumbuhan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat pada

    kurun waktu 2000-2004 ………………………………………………..... 84 

  • 8/16/2019 H06ama

    14/120

      xi

    DAFTAR LAMPIRAN

     Nomor Halaman

    1. PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Pada Tahun 1995

    dan Tahun 1997 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (juta Rupiah) …..101

    2. 

    PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Pada Tahun 2000

    dan Tahun 2004Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (juta Rupiah) ..….102

    3. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten/Kota

    di Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997 ………………………………....103

    4. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten/Kota

    di Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997……………………………........104

    5. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten/Kota

    di Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004…………………………………105

    6. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten/Kota

    di Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004 …………………………………106

  • 8/16/2019 H06ama

    15/120

    I. PENDAHULUAN

    1.1. 

    Latar Belakang

    Pembangunan pada hakikatnya merupakan sebuah konsep dinamis yang

    merupakan aktifitas usaha tanpa akhir untuk mencapai masyarakat yang adil dan

    makmur. Sebagai sebuah konsep yang dinamis, maka pembangunan nasional atau

    daerah mengandung pengertian perubahan secara terus-menerus pada setiap aspek

    kehidupan masyarakat. Tujuan pembangunan diharapkan dapat meningkatkan

    taraf hidup manusia dan masyarakat suatu negara secara relatif, sehingga tercapai

    suatu masyarakat yang adil dan makmur secara material maupun spiritual.

    Tolak ukur keberhasilan pembangunan suatu wilayah adalah tingkat

     pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses

     bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.

    Proses perkembangan itu terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama dimana

    dapat terjadi penurunan atau kenaikan, namun secara umum menunjukkan

    kecenderungan untuk naik.

    Untuk mengukur seberapa besar kinerja perekonomian suatu wilayah di

    suatu negara maka dapat dilihat dari kontribusi Produk Domestik Regional Bruto

    (PDRB) terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) total nasional.

    Untuk mengukur kinerja perekonomian Propinsi Jawa Barat terhadap

     perekonomian Indonesia maka dapat dilihat dari berapa besar kontribusi

    PDRBnya dibandingkan Propinsi lain di Indonesia. Selama kurun waktu 1994-

    1997 Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi yang memberikan kontribusi

  • 8/16/2019 H06ama

    16/120

      2

    terbesar diantara propinsi lain di Pulau Jawa. Pertumbuhan kontribusi PDRB Jawa

    Barat selama kurun waktu 1994-1997 sebesar Rp 12.721,10 milyar (Tabel 1.1).

    Merupakan suatu prestasi tersendiri bagi Jawa Barat bila mengingat kontribusinya

    lebih besar dari DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia.

    Tabel 1.1. PDRB Propinsi di Pulau Jawa Tahun 1994-2003 Atas Dasar Harga

    Konstan 1993.

    PDRB

    (milyar rupiah) No Tahun

    DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah

    1 1994 55.505,27 57.823,11 52.727,48 36.345,91

    2 1995 60.648,69 62.491,17 57.040,50 38.969,65

    3 1996 66.164,80 68.243,53 61.752,47 41.862,20

    4 1997 69.543,45 71.568,94 64.346,96 43.129,84

    5 1998 57.380,52 58.847,84 53976,38 37.852,30

    6 1999 57.215,22 53.442,34 55058,97 39.394,51

    7 2000 59.694,42 55.660,21 56856,82 40.941,67

    8 2001 61.865,97 57.824,84 58750,18 42.305,18

    9 2002 64.259,08 60.096,78 60754,06 43.759,54

    10 2003 66.745,56 63.179,49 62.765,93 45.867,65

    Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat (1994-2004).

    Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa kontribusi PDRB Jawa Barat mengalami

     penurunan akibat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Tahun 1998

    merupakan puncak krisis moneter dan ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia.

    Krisis tersebut berdampak buruk bagi perekonomian di hampir seluruh wilayah di

    Indonesia termasuk di Propinsi Jawa Barat. PDRB Propinsi Jawa Barat turun

    (kontraksi) dengan sangat tinggi yaitu sebesar 17,71 persen. Kondisi ini tentu saja

     berdampak buruk bagi roda perekonomian Jawa Barat, baik secara global maupun

     per sektor perekonomian (BPS, 1999).

  • 8/16/2019 H06ama

    17/120

      3

    Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1999-2003 pertumbuhan PDRB Jawa

    Barat menurun. Puncaknya terjadi ketika lepasnya Banten menjadi Propinsi

    Banten pada pemekaran wilayah tahun 2000. Lepasnya Banten menyebabkan

     penurunan kinerja perekonomian Jawa Barat. Hal ini dikarenakan Propinsi Banten

    merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memberikan kontribusi yang

     besar terhadap pertumbuhan PDRB Jawa Barat khususnya dalam menunjang

    sektor utilitas dan sektor jasa di Propinsi Jawa Barat (BPS, 1999). Setelah

    mengalami penurunan kinerja perekonomian pada saat terjadinya pemekaran

    wilayah, Propinsi Jawa Barat mampu memulihkan kembali keadaan

     perekonomiannya. Pada kurun waktu setelah terjadinya pemekaran wilayah yaitu

    tahun 2000-2003 PDRB Jawa Barat menunjukkan peningkatan sebesar Rp

    7.519,28 milyar walaupun hanya menempatkan Propinsi Jawa Barat sebagai

    Propinsi kedua dengan kontribusi terhadap PDB nasional terbesar (Tabel 1.1).

    Indikator makro ekonomi yang sering dijadikan acuan untuk mengevaluasi

    kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Melihat laju pertumbuhan

    ekonomi Jawa Barat yang cukup signifikan, dari 4,50 persen pada tahun 2003

    menjadi 5,08 persen pada 2004 (di atas target pemerintah Jawa Barat sebesar 4,62

     persen), menjadi catatan tersendiri akan prestasi dan keberhasilan Pemerintah

    Jawa Barat dalam mengemban dan melaksanakan visinya sebagai propinsi termaju

    di Indonesia dan mitra terdepan ibu kota negara tahun 2010. Kalau rata-rata laju

     pertumbuhan ekonomi dapat dicapai sebesar 1 persen saja dari tahun sebelumnya,

    Jawa Barat akan mencapai pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan nasional.

    Sama halnya ketika lima tahun sebelum tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Jawa

  • 8/16/2019 H06ama

    18/120

      4

    Barat mencapai rata-rata 8,95 persen, yang berarti di atas pertumbuhan ekonomi

    nasional. Tentu bukan sesuatu yang tidak mungkin kalau empat tahun yang akan

    datang Jawa Barat merupakan propinsi termaju di Indonesia (Jawa Barat Dalam

    Angka 2004/2005).

    Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000, laju

     pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2004 sebesar 5,08 persen dan laju

     pertumbuhan tanpa migas sebesar 5,94 persen. Dari sembilan sektor yang ada

     pada PDRB, delapan sektor menghasilkan pertumbuhan yang positif. Sektor yang

    menghasilkan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah sektor jasa,

     bangunan/konstruksi dan pengangkutan dan komunikasi, yang besarnya di atas

    dua digit. Kenaikan tersebut masing-masing 16,75 persen, 10,31 persen dan 10,20

     persen. Dilanjutkan oleh kenaikan yang lebih kecil terletak pada sektor listrik, gas

    dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran, pertanian, industri pengolahan,

    keuangan, persewaan dan jasa. Kenaikan tersebut masing-masing 8,65 persen,

    6,63 persen, 5,98 persen, dan 2,69 persen. Yang terakhir adalah sektor

     pertambangan dan penggalian dengan angka kenaikan negatif 3,71 persen. (Jawa

    Barat Dalam Angka 2004/2005)

    Keberhasilan Propinsi Jawa Barat sebagai propinsi yang menghasilkan

     pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak lepas dari peranan kabupaten dan kota di

    Propinsi Jawa Barat. Masing-masing kabupaten dan kota memberikan kontribusi

    yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat.

    Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat yang meningkat dari tahun ke tahun

    ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota yang juga pesat.

  • 8/16/2019 H06ama

    19/120

      5

    Propinsi Jawa Barat pada tahun 1995 memiliki 20 kabupaten dan 5 kota. Setelah

    terjadinya Pemekaran Wilayah pada tahun 1999 maka Propinsi Jawa Barat terdiri

    dari : 16 kabupaten dan 9 kota.

    Kinerja perekonomian Jawa Barat sangat tergantung oleh kinerja

     perekonomian kabupaten/kota di Jawa Barat. Masing-masing kabupaten/kota yang

    terdapat di Jawa Barat tersebut memiliki karakteristik perekonomian yang

     berbeda-beda. Terdapat beberapa kabupaten/kota yang memberikan kontribusi

    yang besar terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat, dan ada juga yang

    memberikan kontribusi sangat kecil. Kinerja perekonomian kabupaten/kota di

    Jawa Barat sangat ditentukan oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian

     pendukungnya. Perbedaan karakteristik pertumbuhan sektor-sektor perekonomian

    masing-masing kabupaten/kota disebabkan perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)

    dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat diolah oleh setiap kabupaten/kota

    di Jawa Barat.

    Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting untuk mengukur

    keberhasilan pembangunan suatu daerah. Berdasarkan hal tersebut penulis akan

    menganalisa pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota selama kurun sebelum

     pemekaran wilayah dan sesudah pemekaran wilayah di Propinsi Jawa Barat.

    1.2. 

    Perumusan Masalah

    Setiap wilayah dalam pembangunan ekonomi nasional dilihat peranan dan

    kepentingan untuk masing-masing wilayah serta dilihat juga peranan wilayah

    tersebut terhadap wilayah lain dengan tidak melupakan peranannya terhadap

  • 8/16/2019 H06ama

    20/120

      6

     pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Propinsi

    Jawa Barat sebagai suatu bagian dari Negara Indonesia dalam pembangunannya

     juga tidak lepas dari pengaruh kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa

    Barat.

    Secara struktural peranan sektor ekonomi dilihat dari sumbangan masing-

    masing sektor ekonomi dalam membentuk total PDRB setiap kabupaten/kota dan

    dapat pula digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi dan potensi

    masing-masing kabupaten/kota di Jawa Barat. Dengan mengetahui struktur dan

     potensi ekonomi antar kabupaten/kota di Jawa Barat diharapkan kabupaten/kota

    dapat mengevaluasi serta menggali potensi SDA dan SDM yang dimilikinya agar

    dapat memacu pertumbuhan ekonomi sampai pada tingkat yang optimal. Dengan

    terpacunya setiap kabupaten/kota untuk mengolah SDA dan SDM yang tersedia

    diharapkan dapat terlihat potensi sektor-sektor ekonomi di masing-masing daerah

    agar dapat dijadikan sektor unggulan dalam pembentukan PDRB total

    kabupaten/kota yang pada akhirnya menunjang pembentukan PDRB total Jawa

    Barat.

    Pembentukan PDRB Propinsi Jawa Barat disumbang oleh 16 kabupaten

    dan 9 kota yang ada saat ini. Pertumbuhan dan kontribusi masing-masing

    kabupaten dan kota terhadap perekonomian Propinsi Jawa Barat berbeda satu

    sama lain. Beberapa kabupaten/kota menjadi daerah yang memberikan kontribusi

    yang dominan terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat dan kabupaten/kota

    lainnya sebagai daerah dengan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Jawa

    Barat terkecil. Hal ini dikarenakan terdapatnya perbedaan faktor-faktor ekonomi

  • 8/16/2019 H06ama

    21/120

      7

    maupun non ekonomi yang menunjang pertumbuhan ekonomi masing-masing

    kabupaten dan kota yang ada. Perbedaan karakteristik perekonomian setiap

    kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa Barat menentukan kemempuan

     pertumbuhan ekonominya yang berbeda satu sama lainnya.

    Perubahan kontribusi terhadap pembentukan total PDRB Jawa Barat dari

    setiap kabupaten/kota yang ada terjadi pada saat pemekaran wilayah di Propinsi

    Jawa Barat. Lepasnya kabupaten/kota yang memisahkan diri dan membentuk

    Propinsi Banten berpengaruh terhadap kinerja perekonomian Propinsi Jawa Barat.

    Pemekaran wilayah bukan hanya berdampak terhadap kinerja perekonomian Jawa

    Barat, tetapi secara langsung berdampak terhadap beberapa kabupaten/kota yang

    mengalami pemekaran. Lepasnya beberapa daerah dari pemerintahan induknya

    yang membentuk pemerintahan sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan

    dalam kontribusi terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat dari setiap

    kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat dari sebelum terjadinya

     pemekaran wilayah dan setelah terjadinya pemekaran wilayah.

    Berdasarkan keadaan tersebut menimbulkan pertanyaan yang dirumuskan

    dalam permasalahan sebagai berikut :

    1.  Bagaimana pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat

    sebelum pemekaran wilayah (tahun 1995-1997) ?

    2. 

    Bagaimana pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat

    setelah pemekaran wilayah (tahun 2000-2004) ?

    3. 

    Bagaimana perbandingan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di

    Propinsi Jawa Barat sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah?

  • 8/16/2019 H06ama

    22/120

      8

    1.3. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai

     berikut:

    1. 

    Menganalisis pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa

    Barat sebelum terjadinya pemekaran wilayah tahun 1995-1997.

    2.  Menganalisis pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa

    Barat setelah terjadinya pemekaran wilayah tahun 2000-2004.

    3.  Membandingkan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa

    Barat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.

    1.4.  Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :

    1. 

    Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai penerapan terhadap pemahaman

    teoritis yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan.

    2. 

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka,

    informasi dan referensi bagi yang memerlukan serta sebagai bahan rujukan

    untuk penelitian selanjutnya.

    1.5.  Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini akan membahas pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat

    dan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat. Periode penelitian terbagi dua yaitu

    tahun 1995-1997 yaitu sebelum pemekaran wilayah di Jawa Barat dan tahun

    2000-2004 yaitu setelah terjadinya pemekaran wilayah di Jawa Barat.

  • 8/16/2019 H06ama

    23/120

    II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

    2.1. Tinjauan Pustaka

    2.1.1. Pengertian dan Indikator Pertumbuhan Ekonomi

    Perencanaan pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Barat didasarkan

     pada pedoman yang telah ditetapkan dalam GBHN atau lebih dikenal dengan

    istilah trilogi pembangunan yang masing-masing adalah :

    1). Pemerataan pendapatan

    2). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi

    3). Stabilitas

    Dari ketiga trilogi pembangunan yang lebih sesuai dengan pembahasan

    dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bisa

    diartikan sebagai peningkatan dalam kegiatan perekonomian pada suatu tahun

    tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi

    merupakan tujuan dari suatu negara yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas

    ekonomi dan berdampak bagi peningkatan kesejahteraan (Darojat, 2004).

    Sadono Sukirno (1985) menyimpulkan istilah dari pertumbuhan dan

     pembangunan ekonomi sebagai berikut :

    1. 

    Peningkatan dalam pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat

     pertumbuhan GDP pada 1 tahun tertentu adalah melebihi tingkat pertumbuhan

     penduduk.

    2.  Perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat diikuti oleh

     perbaikan dan modernisasi dalam struktur ekonominya yang umumnya masih

  • 8/16/2019 H06ama

    24/120

  • 8/16/2019 H06ama

    25/120

      11

    2.1.2. Indikator Ekonomi Untuk Melihat Pertumbuhan Wilayah

    BPS (2003) menjelaskan bahwa salah satu indikator penting untuk

    mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah

    data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada dasarnya PDRB merupakan

     jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam

    suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang

    dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perhitungan PDRB menggunakan dua

    macam harga, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar

    Harga Konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah

     barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap

    tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah

     barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada

    satu waktu tertentu sebagai tahun dasar.

    Besar kecilnya PDRB yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah/daerah

    dipengaruhi oleh besarnya sumber daya alam yang telah dimanfaatkan dan

    macamnya, jumlah dan mutu sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah,

    letak geografis, serta tersedianya sarana dan prasarana. Dalam menghitung

     pendapatan regional, seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai

    sektor/lapangan usaha yang melakukan usahanya disuatu wilayah dihitung tanpa

    memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Penghitungan PDRB dapat

    dilakukan dengan beberapa pendekatan penghitungan, diantaranya :

    1). Pendekatan Produksi

  • 8/16/2019 H06ama

    26/120

      12

    PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh

     berbagai unit produksi didalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.

    Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 9 sektor,

    yaitu : (1) sektor pertanian; (2) sektor pertambangan dan penggalian; (3)

    sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik, gas dan air bersih; (5) sektor

    konstruksi/bangunan; (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran; (7) sektor

     pengangkutan dan komunikasi; (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa

     perusahaan; (9) sektor jasa-jasa.

    2). Pendekatan Pendapatan

    PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi yang

    turut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu

    setahun. Balas jasa produksi dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah,

     bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak

     penghasilan dan pajak langsung lainnya.

    3. 

    Pendekatan Pengeluaran

    PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1)

     pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari

    keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok;

    (3) pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor nettto (yaitu ekspor

    dikurangi impor) dalam jangka waktu setahun.

    PDRB dari suatu daerah/wilayah lebih menunjukkan pada besaran

     produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh

     penduduk di daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian PDRB merupakan

  • 8/16/2019 H06ama

    27/120

      13

    data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan

    dengan data-data yang lainnya. Pada penelitian ini, data PDRB inilah yang

    digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi

    Jawa Barat, data yang digunakan yaitu data PDRB atas dasar harga konstan tahun

    1993 dari masing-masing kabupaten/kota yang terdapat di Propinsi Jawa Barat.

    2.1.3. Pemekaran Wilayah

    Dalam pasal 4 ayat (3) UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah

    disebutkan, "Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah

    atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi

    dua daerah atau lebih". Pembentukan suatu daerah harus memenuhi syarat

    administratif, teknis, dan fisik kewilayahan (vide pasal 5 ayat (1)).

    Syarat administrasi untuk propinsi meliputi adanya persetujuan DPRD

    kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang akan menjadi cakupan wilayah

     provinsi, persetujuan propinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi menteri

    dalam negeri. Yang akan mengalami hambatan ketika wacana itu muncul dari

     bawah adalah syarat persetujuan dari DPRD atau gubernur propinsi induk serta

     pemerintah pusat. Syarat teknis meliputi dasar pembentukan terdiri dari faktor

    kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,

    kependudukan, luas daerah, pertahanan keamanan, dan faktor lain yang me-

    mungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik untuk pembentukan

     provinsi paling sedikit lima kabupaten/kota, lokasi calon ibu kota, sarana, dan

     prasarana pemerintahan.

  • 8/16/2019 H06ama

    28/120

      14

    Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2001,

    telah memberikan kesempatan kepada setiap daerah propinsi di Indonesia untuk

    mengembangkan sendiri potensi daerah (faktor endowment) yang dimilikinya.

    Selama ini pengembangan potensi daerah telah diarahkan pada 9 sektor ekonomi,

    yaitu : Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri, Bangunan, Angkutan,

    Perdagangan, Hotel dan Restoran, Lembaga Keuangan dan Jasa Perbankan, serta

    Jasa-Jasa (Wikipedia Indonesia, 2006).

    Pada periode sebelum pemekaran wilayah Propinsi Jawa Barat memiliki

    25 kabupaten/kota yang terdiri dari 20 kabupaten dan 5 kota. Pemekaran wilayah

    di Propinsi Jawa Barat diawali lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Propinsi

    Banten maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi

    ditetapkan menjadi Propinsi Banten. Propinsi Banten terbentuk dari

    kabupaten/kota yang melepaskan pemerintahannya dari Propinsi Jawa Barat

    dengan daerahnya meliputi : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang,

    Kabupaten Lebak, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.

    Pemekaran wilayah yang terjadi dengan lahirnya Propinsi Banten

    kemudian diikuti oleh pemekaran beberapa kabupaten di Jawa Barat. Pemekaran

     beberapa kabupaten yang terjadi diantaranya Kota Tasikmalaya pemekaran dari

    Kabupaten Tasikmalaya, Kota Depok pemekaran dari Kabupaten Bogor, Kota

    Banjar pemekaran dari Kabupaten Ciamis, Kota Bekasi pemekaran dari

    Kabupaten Bekasi dan Kota Cimahi pemekaran dari Kabupaten Bandung. Setelah

    terjadinya pemekaran wilayah, Propinsi Jawa Barat terdiri dari : 16 kabupaten dan

  • 8/16/2019 H06ama

    29/120

      15

    9 kota, dengan membawahi 584 Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan (BPS,

    2002).

    2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

    Penelitian Darojat (2004) yang berjudul ”Analisis Pengaruh Pertumbuhan

    Ekonomi Regional Terhadap Pertumbuhan Kesempatan Kerja di Propinsi Jawa

    Barat Periode 1980-2002” yang dilakukan dengan menggunakan analisis regresi

    ini untuk mengetahui korelasi antara laju pertumbuhan ekonomi terhadap

     pertumbuhan kesempatan kerja yang mampu diciptakan dalam proses

     pembangunan yang berkelanjutan. Kesimpulan yang dapat diambil menunjukkan

     bahwa ternyata pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kesempatan

    kerja memberikan kontribusi yang cukup kuat atau signifikan. Hubungan Linier

    yang ditunjukkan dari hasil analisis tentang pengaruh laju pertumbuhan ekonomi

    terhadap perkembangan yang cukup besar bagi penyerapan tenaga kerja untuk

    kondisi di Propinsi Jawa Barat mengalami fluktuasi perkembangan yang cukup

     besar bagi penyerapan tenaga kerja oleh sektor-sektor ekonomi khususnya sektor

    industri dan pertanian dimana besarnya kontribusi pengaruhnya pada sektor

     pertanian adalah 82,78 persen, sektor industri 43,64 persen. Dilihat dari

    kontribusinya maka tingkat produktivitas dominan dipegang oleh sektor pertanian.

    Irawan (1994) menganalisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan

    Antar Wilayah di Propinsi Jawa Barat Tahun 1986-1990 dengan menggunakan

    analisis Shift Share  menyimpulkan bahwa sektor pertanian ternyata memegang

     peranan penting dalam pertumbuhan di beberapa wilayah Dati II Jawa Barat.

  • 8/16/2019 H06ama

    30/120

      16

    Beberapa daerah yang pertumbuhan ekonominya sangat dipengaruhi oleh sektor

     pertanian ini yaitu Pandeglang, Lebak, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya,

    Ciamis, Kuningan, Majalengka, Cirebon, Sumedang, Subang, Purwakarta, dan

    Karawang. Sementara itu di beberapa daerah lainnya seperti Bogor, Bandung,

    Bekasi, Tangerang, Serang, Kota Bandung, dan Kota Cirebon pertumbuhan

    ekonominya dipengaruhi oleh sektor indusri dan jasa. Kota Sukabumi dan Kota

    Bogor bertumpu pada sektor perdagangan dan jasa, sedangkan Kabupaten

    Indramayu perekonomiannya didukung oleh sektor pertambangan dan penggalian.

    Setiawan (2004) menganalisis tentang Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten

    dan Kota di Propinsi Sumatera Utara Periode 1993-2002 dengan menggunakan

    analisis Shift Share  terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara memperlihatkan

    adanya peningkatan perekonomian Propinsi Sumatera Utara pada kurun waktu

    1993-1997. Hal ini dapat dilihat dari PDRB Propinsi Sumatera Utara yang tumbuh

    sebesar 38 persen. Analisis komponen pertumbuhan memperlihatkan bahwa pada

    kurun waktu 1993-1997 untuk komponen pertumbuhan nasional Kota Medan

    merupakan darah yang mempunyai pertumbuhan nasional yang paling besar,

    sedangkan yang paling kecil adalah Kota Sibolga. Hal ini berarti pada periode

    1993-1997 Kota Medan merupakan daerah yang memberikan kontribusi paling

     besar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan laju

     pertumbuhan sektor ekonomi yang paling cepat adalah Kota Pematang Siantar dan

    yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Daerah yang mempunyai daya

    saing yang paling baik adalah Kota Sibolga dan yang paling buruk adalah

    Kabupaten Langkat. Dilihat dari pertumbuhan wilayah, maka wilayah yang

  • 8/16/2019 H06ama

    31/120

  • 8/16/2019 H06ama

    32/120

      18

    dengan penelitian Irawan (1994) yaitu hanya menganalisis pertumbuhan sektor-

    sektor ekonomi atau pertumbuhan wilayah dalam satu kurun waktu tertentu.

    Penelitian Dodi Darojat (2004) terletak pada alat analisis yang digunakan,

    sedangkan untuk penelitian Doni Setiawan (2004) yaitu perbedaan pada objek

     penelitian dan kurun waktunya. Penelitian ini menggunakan Propinsi Jawa Barat

    sebagai objeknya, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan pertumbuhan wilayah

    dianalisis pada dua kurun waktu, yaitu sebelum adanya pemekaran wilayah

     periode 1995-1997 dan periode setelah adanya pemekaran wilayah yaitu periode

    2000-2004.

    2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

    Analisis Shift Share 

    Analisis Shift Share  pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et all  pada

    tahun 1960. Pada awalnya, analisis Shift Share  digunakan untuk

    mengidentifikasikan sumber pertumbuhan ekonomi wilayah di Amerika Serikat.

    Selain itu, analisis Shift Share  dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi

     pertumbuhan sektor-sektor/wilayah yang lamban di Indonesia dan Amerika

    Serikat. Manfaat lain dari analisis Shift Share dapat menduga dampak kebijakan

    wilayah ketenagakerjaan.

    Analisis Shift Share  merupakan suatu analisis mengenai perubahan

     berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada

    dua titik waktu di suatu wilayah. Analisis Shift Share  memiliki tiga kegunaan,

    yaitu untuk melihat perkembangan : (1) sektor perekonomian di suatu wilayah

  • 8/16/2019 H06ama

    33/120

      19

    terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas, (2) sektor-sektor

     perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, dan

    (3) suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat

    membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan

     perkembangan wilayah. Dengan demikian, dapat ditunjukkan adanya Shift  

    (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu

    memperoleh kemajuan sesuai kedudukannya dalam perekonomian nasional.

    Selain itu, analisis Shift Share  juga dapat digunakan untuk

    membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah

    dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan

    mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Bila

     penyimpangannya bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi

    dalam wilayah tersebut memiliki keunggulan kompetitif.

    Analisis Shift Share menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada wilayah

     j  dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen

     pertumbuhan wilayah yang dimaksud adalah Komponen Pertumbuhan Regional

    (PR), Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Komponen Pertumbuhan

    Pangsa Wilayah (PPW). Berdasarkan tiga komponen pertumbuhan wilayah

    tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor

    ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW ≥  0, maka dapat dikatakan

     bahwa pertumbuhan sektor ke i  di wilayah ke  j  termasuk kedalam kelompok

     progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW ≤ 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan

    sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhannya lamban.

  • 8/16/2019 H06ama

    34/120

      20

    Secara skematik model analisis Shift Share disajikan sebagai berikut :

    Sumber : Budiharsono, 2001.

    Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share

    Kemampuan teknik analisis Shift Share untuk memberikan dua indikator

     positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor

    yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian

    wilayah telah berkembang lebih cepat dari rata-rata nasional untuk sektor-sektor

    itu, tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dari analisis

    Shift Share adalah :

    1. 

    Analisis Shift Share  tidak lebih dari pada suatu teknik pengukuran atau

     prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi

    komponen-komponen. Persamaaan Shift Share hanyalah identity equation dan

    tidak mempunyai implikasi-implikasi keprilakuan. Metode Shift Share  tidak

    untuk menjelaskan mengapa, misalnya, pengaruh keunggulan kompetitif

    Komponen Pertumbuhan Regional

    Komponen

    Pertumbuhan Pangsa

    Wilayah

    Komponen

    Pertumbuhan

    Proporsional

    Wilayah ke j

    (sektor ke i)

    Maju

    PP + PPW > 0Wilayah ke j

    (sektor ke i)

    Lamban

    PP + PPW < 0

  • 8/16/2019 H06ama

    35/120

      21

    adalah positif dibeberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode

    Shift Share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem

     penghitungan semata dan tidak analitik.

    2. 

    Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa laju

     pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju regional tanpa

    memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.

    3. 

    Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan hal-

    hal yang sama seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan

    teknologi dan perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan

     baik.

    4. 

    Teknik analisis Shift Share  secara implisit mengambil asumsi bahwa semua

     barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu

    wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah-

    wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak

    mempengaruhi permintaan agregat.

    2.4. Kerangka Pemikiran Operasional

    Pembangunan  di berbagai daerah dapat diukur dengan mengamati

     beberapa indikator baik di bidang sosial maupun bidang ekonomi. Dengan

    menyajikan berbagai data tersebut diharapkan dapat membandingkan kemajuan

    yang telah dicapai dan tingkat kesejahteraan masyarakat oleh masing-masing

    daerah di Indonesia (BPS, 2004).

  • 8/16/2019 H06ama

    36/120

      22

     Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan barang dan jasa

    dalam kegiatan ekonomi yang dapat dilihat dari meningkatnya hasil produksi serta

     peningkatan pendapatan per kapita. Peningkatan pendapatan per kapita akan

    terjadi apabila pertumbuhan ekonomi yang dinilai berdasarkan harga konstan

    lebih besar dari pertumbuhan penduduk. 

    Kondisi perekonomian suatu wilayah selain dipengaruhi oleh kondisi

    demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas,

     juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerinah

    daerah. Karakteristik dan potensi sektor-sektor perekonomian dan wilayah di

    Propinsi Jawa Barat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

     perkembangan propinsi ini. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang cepat pada

    gilirannya akan berdampak pada cepatnya pertumbuhan wilayah, begitu pula

    sebaliknya. Sebagai sebuah propinsi pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat

     juga sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten dan kota

    yang ada.

    Pada tahun 2000 terjadi pemekaran wilayah di Propinsi Jawa Barat yaitu

     berdirinya Propinsi Banten memisahkan diri dari Jawa Barat dan pembentukan

     beberapa daerah kota di Jawa Barat. Untuk mengetahui dampak pemekaran

    wilayah terhadap perekonomian Propinsi Jawa Barat maka dilakukan analisis

    yang terbagi menjadi dua periode yaitu sebelum pemekaran wilayah pada tahun

    1995-1997 dan setelah pemekaran wilayah tahun 2000-2004. Periode sebelum

     pemekaran wilayah yang diambil kurun waktu 1995-1997 karena pada tahun

    1998-1999 terjadi krisis moneter yang membuat perekonomian seluruh daerah di

  • 8/16/2019 H06ama

    37/120

      23

    Indonesia menurun drastis. Keadaan amat langka ini tidak dimasukkan dalam

    analisis karena dapat menyebabkan gambaran yang terlalu menyimpang dari

    kondisi rataan normal atau disebut juga keadaan pencilan (outlier). Analisis

     periode setelah pemekaran wilayah dimulai pada tahun 2000-2004. Untuk

    mengetahui dampak pemekaran terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di

    Propinsi Jawa Barat maka dilakukan analisis Shift Share.

    Langkah-Langkah Analisis Shift Share 

    1.  Menentukan PDRB total dan PDRB sektoral berdasarkan harga konstan 1993

    Propinsi Jawa Barat dan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat. Selanjutnya

    menentukan kurun waktu penelitian, sebelum pemekaran wilayah tahun awal

    analisis yaitu tahun 1995 dan tahun akhir analisis yaitu tahun 1997. Setelah

     pemekaran wilayah tahun awal analisis yaitu tahun 2000 dan tahun akhir

    analisis yaitu tahun 2004.

    2. 

    Sektor ekonomi yang dianalisis terbagi menjadi empat kelompok yaitu sektor

     primer yang terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan dan

     penggalian; sektor industri terdiri dari sektor industri pengolahan; sektor

    utilitas yang terdiri dari sektor listrik, gas dan air bersih ditambah sektor

     pengangkutan dan komunikasi; sektor jasa yang terdiri dari sektor bangunan

    ditambah sektor perdagangan, hotel dan restoran ditambah sektor keuangan,

     persewaan dan jasa perusahaan serta ditambah sektor jasa-jasa.

    3.  Menghitung perubahan PDRB dari sektor primer, sektor industri, sektor

    utilitas dan sektor jasa di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat.

  • 8/16/2019 H06ama

    38/120

      24

    Dari hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui kabupaten dan kota

    mana yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB total Propinsi

    Jawa Barat serta dapat diketahui pula kabupaten dan kota yang memilki

     pertumbuhan cepat atau lambat, sehingga dapat diketahui daya saing masing-

    masing kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat. Hasil analisis dapat digunakan

    dalam menentukan arah perencanaan pembangunan yang tepat di Propinsi Jawa

    Barat. Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam Gambar

    2.2.

  • 8/16/2019 H06ama

    39/120

      25

     

    Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Operasional.

    Kondisi Perekonomian

    Propinsi Jawa Barat

    Pertumbuhan Ekonomi

    Kabupaten dan Kota di

    Propinsi Jawa Barat

    Sebelum pemekaran

    Tahun 1995-1997

    Setelah pemekaran

    (Berdirinya Propinsi Banten lepas dari

    Propinsi Jawa Barat)

    Tahun 2000-2004

    Data PDRB

    Kabupaten dan Kota

    Menurut Lapangan Usaha

    Analisis Shift Share 

    Perbedaan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

    Kabupaten dan Kota

    Perencanaan Pembangunan Daerah

    Propinsi Jawa Barat

  • 8/16/2019 H06ama

    40/120

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Jawa Barat dengan pertimbangan

     bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi yang memberikan kontribusi

     besar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia selain itu Propinsi

    Jawa Barat dicanangkan sebagai propinsi termaju di Indonesia. Pengumpulan

    data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai

    dengan Juni 2006.

    3.2. Sumber dan Jenis Data

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

    data PDRB Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat dari tahun 1995-2004. Data

    tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan

    Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi Jawa Barat, serta data sekunder yang

    mendukung lainnya.

    3.3. Metode Analisis Data

    Penelitian ini mempergunakan alat analisis Shift Share  untuk

    mengetahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika

    dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah bertumbuh

    cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana

  • 8/16/2019 H06ama

    41/120

      27

     perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, apakah

     bertumbuh cepat atau lambat.

    Secara matematik komponen pertumbuhan dapat dinyatakan sebagai

     berikut :

    Propinsi Jawa Barat dengan m kabupaten/kota ( j  = 1,2,3...m) dan n sektor

    ekonomi (i = 1,2,3...n), maka perubahan tersebut pada tahun awal analisis dan

    tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai berikut :

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Total pada tahun dasar

    analisis dan tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai berikut :

    1. 

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total di Propinsi Jawa Barat pada

    tahun awal analisis

    ∑∑= =

    =n

    i j

    m

    i j

    YijY ..   (3.1)

    dimana :

    Y.. = PDRB total di Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis (juta

    rupiah).

    Yij  = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat pada

    tahun awal analisis (juta rupiah).

    2.  Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total di Propinsi Jawa Barat pada

    tahun akhir analisis

    ∑∑= =

    =n

    i j

    m

    i j

    ijY Y  '..'   (3.2)

  • 8/16/2019 H06ama

    42/120

      28

      dimana :

    Y’.. = PDRB total di Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis (juta

    rupiah)

    Y’ij  = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke  j di Propinsi Jawa Barat

     pada tahun akhir analisis (juta rupiah).

    3.  Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor i  di Propinsi Jawa

    Barat pada tahun awal analisis :

    ∑==m

    i jYijYi   (3.3)

    dimana :

    Yi. = PDRB dari sektor i di Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis

    (juta rupiah).

    Yij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat pada

    tahun awal analisis (juta rupiah).

    4. 

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor ke i di Propinsi Jawa

    Barat pada tahun akhir analisis :

    ∑=

    =m

    i j

    ijY iY  ''   (3.4)

    dimana :

    Y’i. = PDRB dari sektor i di Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis

    (juta rupiah).

    Y’ij  = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke  j di Propinsi Jawa Barat

     pada tahun akhir analisis (juta rupiah).

  • 8/16/2019 H06ama

    43/120

      29

    3.3.1 

    Analisis Laju Pertumbuhan PDRB

    Analisis PDRB digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB

    sektor ke i  di kabupaten/kota ke  j  dan perubahan PDRB dari sektor ke i  di

    Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis maupun tahun akhir analisis.

    Analisa terbagi atas r i, r w, R i dan R a.

    1. Nilai R a 

     Nilai R a  menunjukkan selisih antara PDRB total Propinsi Jawa Barat

     pada tahun akhir analisis dengan PDRB total Propinsi Jawa Barat pada tahun

    awal analisis dibagi PDRB total Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis.

     Nilai R a dapat dirumuskan sebagai berkut :

    ..

    ....'

    Y Y  Ra

      −=   (3.5)

    dimana :

    Y’.. = PDRB di Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis (juta rupiah).

    Y.. = PDRB di Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis (juta rupiah).

    2. Nilai R i 

    R i menunjukkan selisih antara PDRB dari sektor i  di Propinsi Jawa

    Barat pada tahun akhir analisis dengan PDRB dari sektor i  di Propinsi Jawa

    Barat pada tahun awal analisis dibagi PDRB dari sektor i  di Propinsi Jawa

    Barat pada tahun awal analisis. Nilai R i dapat dirumuskan sebagai berikut :

    .

    ..'

    Yi

    YiiY  Ri

      −=   (3.6)

  • 8/16/2019 H06ama

    44/120

      30

    dimana :

    Y’.. = PDRB sektoral Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis (juta

    rupiah).

    Y.. = PDRB sektoral Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis (juta

    rupiah).

    3. Nilai r w 

     Nilai r w  menunjukkan selisih antara PDRB total kabupaten/kota ke  j

     pada tahun akhir analisis dengan PDRB total kabupaten/kota ke  j pada tahun

    awal analisis dibagi PDRB total kabupaten/kota ke  j pada tahun awal analisis.

     Nilai r w dapat dirumuskan sebagai berikut :

     jY 

     jY  jY rw

    *

    *'*−

    =   (3.7)

    dimana :

    Y’*

     j  = PDRB kabupaten/kota ke j pada tahun akhir analisis (juta rupiah).

    Y* j  = PDRB kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis (juta rupiah).

    4. Nilai r i

     Nilai r i  menunjukkan selisih antara PDRB dari sektor i  di

    kabupaten/kota ke  j  pada tahun akhir analisis dengan PDRB dari sektor i  di

    kabupaten/kota ke  j  pada tahun awal analisis dibagi PDRB dari sektor i  di

    kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis. Nilai r i dapat dirumuskan sebagai

     berikut :

    Yij

    YijijY ri

      −=

    '  (3.8)

  • 8/16/2019 H06ama

    45/120

      31

    dimana:

    Yij  = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat pada

    tahun awal analisis (juta rupiah).

    Y’ij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke  j di Propinsi Jawa Barat pada

    tahun akhir analisis (juta rupiah).

    3.3.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah

    Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk

    mengidentifikasi perubahan produksi suatu wilayah pada tahun awal dengan

    tahun akhir analisis. Komponen pertumbuhan wilayah terdiri dari Komponen

    Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

    (PPW).

    1. 

    Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

    Komponen pertumbuhan proporsional (PP) tumbuh karena perbedaan

    sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan

    mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan

    keragaman pasar.

    Dirumuskan sebagai berikut :

    PPij  = (R i – R a)Yij  (3.9)

    dimana :

    PPij  = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i  di kabupaten/kota

    ke j (juta rupiah).

  • 8/16/2019 H06ama

    46/120

      32

    Yij = PDRB sektor i  di kabupaten/kota ke  j  pada tahun awal analisis

    (juta rupiah).

    (R i –R a) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen

     pertumbuhan proporsional (persen).

    Apabila :

    PPij  < 0, menunjukkan bahwa sektor i  di kabupaten/kota ke  j 

     pertumbuhannya lambat.

    PPij  > 0, menunjukkan bahwa sektor i  di kabupaten/kota ke j

     pertumbuhannya cepat.

    2. 

    Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

    Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) timbul karena

     peningkatan atau penurunan PDRB dalam suatu wilayah dibandingkan denagn

    wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan

    dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar,

    dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi

    regional pada wilayah tersebut.

    Dirumuskan sebagai berikut :

    PPWij  = (r i - R i)Yij (3.10)

    dimana :

    PPWij  = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i  di

    kabupaten/kota j (juta rupiah).

    Yij  = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis

    (juta rupiah).

  • 8/16/2019 H06ama

    47/120

      33

    (r i-R i) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen

     pertumbuhan pangsa wilayah (persen).

    Apabila :

    PPWij  < 0, berarti sektor i  di kabupaten/kota ke  j  tidak dapat bersaing

    dengan baik dibandingkan kabupaten/kota lainnya.

    PPWij  > 0, berarti sektor i di kabupaten/kota ke  j dapat bersaing dengan

     baik dibandingkan kabupaten/kota lainnya.

    3.3.3. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah

    Apabila komponen pertumbuhan proporsional dan pangsa wilayah

    dijumlahkan, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan

    untuk mengidentifikasikan pertumbuhan perekonomian suatu wilayah apakah

    tumbuh maju (progresif) atau tidak maju pada suatu kurun waktu tertentu.

    Pergeseran bersih (PB) suatu wilayah dirumuskan sebagai berikut :

    PB j  = PP j + PPW j  (3.11)

    dimana :

    PB j = Pergeseran bersih di kabupaten/kota ke j.

    PP j  = Komponen pertumbuhan proporsional di kabupaten/kota ke j.

    PPW j  =  Komponen pertumbuhan pangsa wilayah di kabupaten/kota ke j.

    Apabila : 

    PB j  > 0, maka pertumbuhan kabupaten/kota tersebut termasuk kedalam

    wilayah progresif.

    PB j  < 0, maka pertumbuhan kabupaten/kota tersebut tidak progresif.

  • 8/16/2019 H06ama

    48/120

  • 8/16/2019 H06ama

    49/120

      35

     b.  Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah

    tersebut pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing untuk sektor-sektor pada

    wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya tidak baik.

    c. 

    Kuadran III menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang

     bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dan daya saing yang

    kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini menunjukkan

     bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang lambat pertumbuhannya.

    d.  Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah

    tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi daya saing sektor-sektor

     pada wilayah tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.

    e.  Garis 450  merupakan garis pemisah yang menunjukkan wilayah yang

     berada diatas garis tersebut merupakan wilayah yang progresif (maju),

    sedangkan wilayah di bawah garis merupakan daerah yang pertumbuhannya

    tidak progresif.

    3.4. Konsep dan Definisi Data

    1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

    Penghitungan PDRB pada penelitian ini menggunakan penghitungan

    dengan pendekatan produksi dimana PDRB merupakan jumlah nilai tambah

    yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka

    waku tertentu, misalnya dalam satu tahun. Sektor-sektor tersebut meliputi

    sembilan sektor (lapangan usaha): (1) pertanian; (2) pertambangan dan

     penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air bersih; (5)

  • 8/16/2019 H06ama

    50/120

      36

    konstruksi/bangunan; (6) perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan

    dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; (9) jasa.

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan

    suatu tahun tertentu (misalnya tahun dasar 1993) merupakan nilai produk atau

     pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap suatu tahun

    tertentu tersebut (misalnya tahun dasar 1993).

    Data PDRB yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah PDRB Atas

    Dasar Harga Konstan Tahun1993 menurut lapangan usaha. Data-data PDRB

    yng dibutuhkan adalah data PDRB Propinsi Jawa Barat menurut

    kabupaten/kota tahun 1995-2004. Analisis yang dilakukan akan dibagi menjadi

    dua periode waktu dikarenakan terjadinya pemekaran wilayah di Propinsi Jawa

    Barat, yaitu :

    (1). Periode 1995-1997 dimana pada periode ini belum terjadi pemekaran

    wilayah di Propinsi Jawa Barat. Tahun 1995 menjadi tahun awal analisis

    sedangkan tahun 1997 menjadi tahun akhir analisis.

    (2). Periode 2000-2004 dimana pada periode ini telah terjadi pemekaran

    wilayah di Propinsi Jawa Barat. Tahun 2000 menjadi tahun awal analisis

    sedangkan tahun 2004 menjadi tahun akhir analisis.

    2. Lapangan Usaha

    Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/tempat

     bekerja/perusahaan/kantor dimana seseorang bekerja. Sektor (lapangan usaha)

    unggulan merupakan sektor yang menjadi prioritas utama untuk terus

    ditingkatkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

  • 8/16/2019 H06ama

    51/120

      37

    3. Sektor Ekonomi

    Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan

    oleh suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang ada di Propinsi Jawa

    Barat terdiri atas sembilan sektor, yaitu : (1) sektor pertanian; (2) sektor

     pertambangan dan penggalian; (3) sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik,

    gas dan air bersih; (5) sektor konstruksi/bangunan; (6) sektor perdagangan,

    hotel dan restoran; (7) sektor pengangkutan dan komunikasi; (8) sektor

    keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; (9) sektor jasa-jasa.. Untuk

    mengelompokkannya dalam mempermudah analisis maka kesembilan sektor

    tersebut dapat dikelompokkan menjadi Sektor Primer, Sektor Sekunder dan

    Sektor Tersier (BPS 2003). Dalam penelitian ini sektor industri pengolahan

    menjadi sektor tersendiri, sehingga pembagiannya menjadi empat kelompok

    sebagai berikut:

    1. 

    Sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian ditambah sektor

     pertambangan dan penggalian.

    2.  Sektor industri yang terdiri dari sektor industri pengolahan.

    3. 

    Sektor utilitas yang terdiri dari sektor listrik, gas dan air bersih ditambah

    sektor pengangkutan dan komunikasi.

    4.  Sektor jasa yang terdiri dari sektor bangunan ditambah sektor perdagangan,

    hotel dan restoran ditambah sektor keuangan, persewaan dan jasa

     perusahaan serta ditambah sektor jasa-jasa.

  • 8/16/2019 H06ama

    52/120

  • 8/16/2019 H06ama

    53/120

      39

    daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit

     pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung di kawasan tengah (BPS, 2004).

    4.2. Topografi 

    Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari kepulauan gunung api

    (aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga

    ujung utara Pulau Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan

    curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m diatas permukaan laut,

    wilayah lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100-1.500 m di atas

     permukaan laut, wilayah dataran luas di utara dengan ketinggian 0-10 m di atas

     permukaan laut, dan wilayah aliran sungai (BPS, 2004).

    Lahan di Jawa Barat cukup subur karena mengandung endapan vulkanis

    serta banyaknya aliran sungai. Tidak mengherankan jika sebagian besar

    digunakan untuk lahan pertanian, dan Jawa Barat ditetapkan sebagai lumbung

     pangan nasional (BPS, 2004).

    4.3. Populasi

    Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2000 jumlah penduduk

    Jawa Barat setelah Banten terpisah berjumlah 35,72 juta jiwa. Pada tahun 2002

    meningkat menjadi 36,9 juta jiwa. Penduduk terbanyak ada di kabupaten Bandung

    yaitu 4,3 juta diikuti oleh Kabupaten Bogor 3,6 juta jiwa, sedangkan Kota

    Sukabumi memiliki penduduk paling sedikit sebanyak 0,26 juta jiwa. Kepadatan

     penduduk di tahun 2002 mencapai 3.012 jiwa per Km². Sedangkan laju

  • 8/16/2019 H06ama

    54/120

      40

     pertumbuhan penduduk selama dasawarsa 1990-2000 mencapai angka 2,17 persen

    (BPS, 2004).

    4.4. Perekonomian

    Perekonomian Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang dapat dilihat dari

    laju perekonomiannya yang terus meningkat sampai tahun 1996. Mulai tahun

    1997 seiring terjadinya krisis perekonomian Jawa Barat menunjukkan

     perlambatan, bahkan pada tahun 1998 pertumbuhannya lebih parah dari Indonesia

    (-13,13 persen) yaitu mencapai (-17,17 persen). Pada tahun 2000 perekonomian

    mulai membaik, namun tahun 2001 kembali menurun. Seiring dengan suasana

    yang cukup kondusif pada tingkat nasional maupun regional pada tahun 2004,

     perekonomian Jawa Barat mampu tumbuh sebesar 5,08 persen lebih tinggi

    dibandingkan pertumbuhan tahun 2003.

    Tabel 3.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 1993-2004.

    Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)

    1993 6,89

    1994 7,20

    1995 8,07

    1996 9,21

    1997 4,87

    1998 -17,7

    1999 2,08

    2000 4,15

    2001 3,89

    2002 3,932003 4,38

    2004 5,08Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat (1993-2004).

  • 8/16/2019 H06ama

    55/120

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

    Periode 1995-1997 (Sebelum Pemekaran Wilayah)

    Keragaman laju pertumbuhan ekonomi sektoral di Jawa Barat selama

     periode tahun 1995-1997 telah mendorong terjadinya perubahan struktur ekonomi

    Jawa Barat secara keseluruhan. Hal ini tidak lepas dari kontribusi sektor-sektor

     perekonomian dari masing-masing kabupaten dan kota yang ada. Pada periode

    1995-1997 yaitu sebelum terjadinya pemekaran wilayah terdapat 25 kabupaten

    dan kota yang terdiri dari 20 kabupaten diantaranya: Pandeglang, Lebak, Bogor,

    Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon,

    Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi,

    Tangerang, Serang; dan 5 kota yaitu: Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon,

    Tangerang.

    5.1.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat 

    Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat yang dilihat dari peningkatan

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total dari tahun ke tahun mengalami

     peningkatan yang cukup berarti yang menempatkan Propinsi Jawa Barat menjadi

     propinsi yang memberikan kontribusi ekonomi terbesar terhadap perekonomian

    nasional di Pulau Jawa.

    PDRB total Propinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari tahun ke

    tahun, pertumbuhan PDRB total Propinsi Jawa Barat periode 1995-1997 dapat

    dilihat pada Tabel 5.1. Dari tahun 1995 sampai 1996 terjadi peningkatan sebesar

  • 8/16/2019 H06ama

    56/120

  • 8/16/2019 H06ama

    57/120

      43

    5.1). Nilai R a  Propinsi Jawa Barat sebesar 0,15 atau 15 persen menunjukkan

     bahwa selama kurun waktu 1995-1997 terjadi peningkatan laju pertumbuhan

    PDRB total Propinsi Jawa Barat.

    5.1.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat

    Pertumbuhan PDRB total suatu wilayah ditentukan oleh pertumbuhan

    sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Begitu juga dengan Propinsi

    Jawa Barat yang pembentukan PDRB totalnya disumbang oleh sektor-sektor

     perekonomian yang ada. Berdasarkan Tabel 5.2 pertumbuhan yang paling

    mencolok terjadi pada sektor industri yaitu sebesar 0,26 atau 26 persen (Tabel

    5.2). Selain menghasilkan laju pertumbuhan yang cepat, sektor industri juga

    memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB total Jawa Barat.

    Peningkatan sektor industri dari tahun ke tahun didukung oleh peningkatan yang

    stabil dari subsektor penunjang sektor industri. Propinsi Jawa Barat memiliki

     beberapa wilayah yang diandalkan dalam sektor industri pengolahan dintaranya

    wilayah Tangerang dan Kabupaten Bandung dalam industri pengolahan non migas

    dan Kabupaten Indramayu dalam industri pengolahan migas.

    Pertumbuhan sektor utilitas menempati posisi kedua dengan nilai sebesar

    0,16 atau 16 persen (Tabel 5.2). Selain menghasilkan laju pertumbuhan yang

    cepat, sektor utilitas juga memberikan sumbangan yang besar terhadap

     pembentukan PDRB total Jawa Barat. Peningkatan sektor utilitas dari tahun ke

    tahun didukung oleh peningkatan yang stabil dari subsektor penunjang sektor

    utilitas. Peningkatan yang terjadi pada subsektor komunikasi dan transportasi

  • 8/16/2019 H06ama

    58/120

      44

    selama periode 1995-1997 ini dikarenakan pada periode ini terjadi peningkatan

     penggunaan komunikasi seiring dengan berkembangnya telepon seluler untuk

    menunjang komunikasi (BPS, 1997).

    Tabel 5.2. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997.

    PDRB

    (juta rupiah)Tahun

    Sektor Primer Sektor Industri Sektor Utilitas Sektor Jasa

    1995 12.815.304 20.810.291 4.959.109 23.906.461

    1996 12.930.078 24 113 084 5.478.024 25.722.353

    1997 12.299.543 26 310 843 5.768.203 27.190.354

    ∆ PDRB -515.673 5.500.545 809.087 3.283.890

    Nilai Ri -0,04 0,26 0,16 0,14Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat (1995-1997), diolah.

    Keterangan :

    Sektor Primer = Pertanian + PertambanganSektor Industri = Industri Pengolahan

    Sektor Utilitas = Listrik, gas dan air bersih + Pengangkutan dan Komunikasi

    Sektor Jasa = Bangunan + Perdagangan, Hotel dan Restoran

    + Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan + Jasa-jasaR i  = ∆ PDRB 1997-1995/PDRB 1995

    Laju pertumbuhan sektor jasa selama periode 1995-1997 yaitu sebesar -

    0,14 atau 14 persen (Tabel 5.2). Peningkatan kontribusi sektor jasa terbesar

    selama periode 1995-1997 terjadi merupakan dampak positif dari semakin

     berkembangnya subsektor perdagangan dan pariwisata di beberapa wilayah di

    Propipinsi Jawa Barat yang kontribusinya sangat besar terhadap peningkatan

    sektor jasa Propinsi Jawa Barat.

    Pada Tabel 5.2 terlihat bahwa peranan sektor primer cenderung semakin

    kecil terhadap pembentukan PDRB total Jawa Barat yaitu sebesar -0,04 atau -4

     persen. Hal ini dikarenakan peranan sektor pertanian yang semakin menurun

    setiap tahunnya. Penurunan produksi pertanian disebabkan karena dampak dari

    kemarau panjang yang melanda Jawa Barat sepanjang tahun 1997. Semakin

  • 8/16/2019 H06ama

    59/120

      45

     berkurangnya lahan pertanian dan terjadinya transformasi ke sektor industri

    menyebabkan semakin lemahnya pertumbuhan sektor pertanian. Sektor

     pertambangan dan penggalian juga mengalami penurunan yang agak mencolok

    karena turunnya produksi minyak bumi pada tahun 1995 sebesar 4,91 persen,

    kemudian mengalami peningkatan pada tahun 1996 namun kembali turun pada

    tahun 1997 (BPS, 1997). Penurunan ini disebabkan oleh karena sektor

     pertambangan dan penggalian sangat tergantung pada produksi minyak dan gas

     bumi, sehingga kenaikan dan penurunan yang sedikit dari komoditi ini sangat

     berpengaruh terhadap sumbangan yang diberikan sektor tersebut terhadap

     pembentukan total PDRB Jawa Barat secara keseluruhan.

    Pertumbuhan PDRB total Propinsi Jawa Barat ditunjang oleh pertumbuhan

    sektor-sektor ekonominya. Cepat atau lambatnya pertumbuhan PDRB total

    ditentukan oleh cepat atau lambatnya pertumbuhan sektor ekonominya. Pada

     periode 1995-1997, pertumbuhan sektor ekonomi yang cepat terjadi pada sektor

    industri dan sektor utilitas dengan laju pertumbuhan (R i) berturut-turut sebesar

    0,26 dan 0,16 (Tabel 5.2). Sektor utilitas dan sektor industri pada periode 1995-

    1997 tumbuh lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan PDRB total Propinsi

    Jawa Barat sebesar 0,15 (Tabel 5.1). Besarnya laju pertumbuhan sektor industri

    dan sektor utilitas menunjukkan bahwa pada periode 1995-1997 pertumbuhan

    PDRB total Jawa Barat sangat ditunjang oleh kontribusi kedua sektor tersebut.

    Laju pertumbuhan sektor jasa pada periode 1995-1997 belum cepat bila

    dibandingkan laju pertumbuhan PDRB total Jawa Barat. Sektor primer pada

     periode 1995-1997 tumbuh lambat dengan laju pertumbuhan negatif yaitu sebesar

  • 8/16/2019 H06ama

    60/120

      46

    -0,04 (Tabel 5.2). Penurunan kontribusi sektor primer terhadap pembentukan

    PDRB total Jawa Barat dikarenakan semakin menurunnya produktivitas sektor

     pertanian di Jawa Barat pada periode 1995-1997.

    Pembentukan PDRB total Jawa Barat ditunjang oleh kontribusi PDRB

    total setiap kabupaten dan kota di Jawa Barat. Semakin besar kontribusi PDRB

    total setiap kabupaten dan kota maka semakin besar pula PDRB total Propinsi

    Jawa Barat. Besarnya kontribusi PDRB total kabupaten dan kota ditentukan oleh

     besar kecilnya kontribusi sektor-sektor ekonomi pendukungnya. Demikian halnya

    dengan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Propinsi Jawa Barat ditunjang oleh

     pertumbuhan sektor-sektor ekonomi setiap kabupaten dan kotanya.

    Untuk mengetahui cepat atau lambatnya pertumbuhan sektor ekonomi

    kabupaten dan kota dibandingkan dengan pertumbuhan sektoral Jawa Barat maka

    digunakan komponen Pertumbuhan Proporsional (PP). Komponen Pertumbuhan

    Proporsional (PP) kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat pada kurun waktu

    1995-1999 disajikan pada (Lampiran 3).  Nilai komponen PP diperoleh dengan

     perhitungan menggunakan nilai laju pertumbuhan PDRB total Jawa Barat (R a) 

    dan laju pertumbuhan sektoral Jawa Barat (R i) yang diproporsikan terhadap

    PDRB per sektor di setiap kabupaten dan kota. Untuk mempermudah mengetahui

    kabupaten dan kota yang tumbuh cepat atau lambat secara sektoral dapat dilihat

     pada Tabel 5.3. Pada Tabel 5.3 terlihat urutan tingkat pertumbuhan sektoral

    kabupaten dan kota di Jawa Barat periode 1995-1997 dari yang tumbuh paling

    cepat sampai tumbuh paling lambat.

  • 8/16/2019 H06ama

    61/120

      47

    Tabel 5.3. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

    Komponen Pertumbuhan Proporsional Periode 1995-1997.

    PP p  PPm  Ppu PPs  No

    (−) (+) (+) (−)

    1 Indramayu Bandung Kota Tangerang Kota Bandung

    2 Bogor Bekasi Kota Bandung Bandung

    3 Bandung Serang Bandung Bogor

    4 Sukabumi Bogor Tangerang Kota Tangerang

    5 Garut Kota Tangerang Serang Bekasi

    6 Cianjur Tangerang Bogor Garut

    7 Ciamis Kota Bandung Bekasi Tasikmalaya

    8 Subang Karawang Karawang Serang9 Tasikmalaya Cirebon Kota Cirebon Karawang

    10 Tangerang Kota Bogor Kota Bogor Ciamis

    11 Karawang Purwakarta Ciamis Cirebon

    12 Serang Tasikmalaya Cirebon Tangerang

    13 Pandeglang Sukabumi Cianjur Cianjur

    14 Bekasi Sumedang Sukabumi Sukabumi

    15 Cirebon Majalengka Indramayu Subang

    16 Sumedang Ciamis Tasikmalaya Indramayu

    17 Lebak Garut Garut Kota Bogor

    18 Majalengka Indramayu Purwakarta Kota Cirebon

    19 Kuningan Subang Kota Sukabumi Sumedang

    20 Purwakarta Cianjur Majalengka Lebak

    21 Kota Sukabumi Pandeglang Pandeglang Majalengka

    22 Kota Tangerang Lebak Kuningan Kuningan

    23 Kota Bandung Kuningan Sumedang Purwakarta

    24 Kota Cirebon Kota Cirebon Lebak Pandeglang

    25 Kota Bogor Kota Sukabumi Subang Kota SukabumiSumber: BPS Propinsi Jawa Barat (1995-1997), diolah.

    Keterangan :

    (+) : nilai pertumbuhan proporsional positif(−) : nilai pertumbuhan proporsional negatifPP p : Pertumbuhan Proporsional Sektor Primer (Pertanian + Pertambangan)

    PPm : Pertumbuhan Proporsional Sektor Industri (Industri Pengolahan)PPu  : Pertumbuhan Proporsional Sektor Utilitas (Listrik, gas dan air bersih + Pengangkutan dan Komunikasi)

    PPs  : Pertumbuhan Proporsional Sektor Jasa (Bangunan + Perdagangan, Hotel dan Restoran+ Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan + Jasa-jasa)

  • 8/16/2019 H06ama

    62/120

      48

    Pada Tabel 5.3 dapat dilihat urutan kabupaten dan kota dilihat dari cepat

    atau lambatnya pertumbuhan sektor sektor ekonominya. Sektor ekonomi yang

     bernilai negatif menunjukkan bahwa sektor ekonomi tersebut tumbuh lambat pada

     periode 1995-1997. Sebaliknya, sektor ekonomi yang bernilai positif

    menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ekonomi di kabupaten dan kota tersebut

    cepat. Cepat atau lambatnya pertumbuhan sektor-sektor ekonomi setiap kabupaten

    dan kota menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan sektoral Jawa Barat.

    Sektor ekonomi yang tumbuh cepat pada periode 1995-1997 adalah sektor

    industri dan sektor utilitas. Hal ini terlihat dari nilai komponen pertumbuhan

     proporsionalnya yang positif (Lampiran 3). Cepatnya sektor industri dan sektor

    utilitas kabupaten/kota dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap pertumbuhan

    sektor ekonomi tersebut di Propinsi Jawa Barat. Pertumbuhan sektor industri dan

    sektor utilitas di Propinsi Jawa Barat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan

    PDRBnya. Hal ini menyebabkan nilai selisih pertumbuhan sektoral dengan PDRB

    Jawa Barat untuk sektor industri dan sektor utilitas bernilai positif. Sehingga nilai

    komponen PP sektor industri dan sektor utilitas setiap kabupaten/kota bernilai

     positif (Lampiran 3 ).

    Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa Kabupaten Bandung memiliki

     pertumbuhan sektor industri paling cepat dibandingkan daerah lain pada periode

    1995-1999. Cepatnya pertumbuhan sektor industri Kabupaten Bandung didukung

    oleh besarnya kontribusi sektor ini terhadap pembentukan PDRB totalnya.

    Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra industri terbesar di Jawa Barat.

    Subsektor industri pengolahan minyak dan gas maupun non minyak dan gas di

  • 8/16/2019 H06ama

    63/120

      49

    Kabupaten Bandung tumbuh sebesar Rp 401.875,53 juta pada periode 1995-1997

    (Lampiran 3). Kabupaten Bandung memiliki industri pengolahan migas yang

    didukung oleh aktifnya sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten

    Bandung. Sementara untuk industri pengolahan non migas didukung oleh

     banyaknya pabrik-pabrik industri pengolahan yang terdapat di Kabupaten

    Bandung yang meningkatkan pendapatan PDRB sektoral yang berasal dari

    industri pengolahan.

    Kota Tangerang pada periode 1995-1997 merupakan daerah yang

     pertumbuhan sektor utilitas paling cepat diantara daerah yang lain di Jawa Barat

    (Tabel 5.3). Peningkatan pertumbuhan ini dikarenakan pada periode 1995-1997

    Kota Tangerang merupakan sentra industri terbesar di Jawa Barat dimana

     pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang terutama didorong oleh kegiatan industri

    dimana hampir semua industri besar terdapat di Kota Tangerang. Peranan kegiatan

    industri tersebut mendorong peningkatan laju pertumbuhan sektor perdagangan

    Kota Tangerang. Laju pertumbuhan sektor perdagangan di Kota Tangerang

    mendorong semakin dibutuhkan sarana dan prasarana yang memudahkan

    mengakses Kota Tangerang. Hal tersebut mendorong meningkatnya sektor

     pengangkutan pendukung kegiatan perdagangan di Kota Tangerang yang diikuti

     peningkatan penggunaan listrik dari tahun ke tahun untuk kebutuhan industri.

    Peningkatan kinerja sektor utilitas di Kota Tangerang pada periode 1995-1997

    menempatkan Kota Tangerang sebagai daerah dengan pertumbuhan sektor utilitas

     paling cepat.

  • 8/16/2019 H06ama

    64/120

      50

    Sektor ekonomi yang tumbuh lambat pada periode 1995-1997 adalah

    sektor primer dan sektor jasa. Hal ini terlihat dari nilai komponen pertumbuhan

     proporsionalnya yang negatif (Lampiran 3). Lambatnya sektor primer dan sektor

     jasa kabupaten/kota dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap pertumbuhan sektor

    ekonomi tersebut di Propinsi Jawa Barat. Pertumbuhan sektor primer dan sektor

     jasa di Propinsi Jawa Barat lebih lambat dibandingkan pertumbuhan PDRB total.

    Hal ini menyebabkan nilai selisih pertumbuhan sektoral dengan PDRB total

    Propinsi Jawa Barat untuk sektor primer dan sektor utilitas bernilai negatif,

    sehingga nilai komponen PP sektor industri dan sektor utilitas setiap

    kabupaten/kota bernilai negatif (Lampiran 3). Negatifnya nilai komponen PP

    hanya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ekonomi tersebut lambat tanpa

    dipengaruhi besar atau tidaknya kontribusi sektor tersebut terhadap pembentukan

    PDRB total.

    Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa Kabupaten Indramayu merupakan

    daerah dengan pertumbuhan sektor primer p