8/16/2019 H06ama
1/120
PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA
DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM
DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH
OLEH
ANGGI MAHARDINI
H14102048
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
8/16/2019 H06ama
2/120
RINGKASAN
ANGGI MAHARDINI. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi
Jawa Barat Periode Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah (dibimbing oleh
DEWI ULFAH WARDHANI).
Indikator makro ekonomi yang sering dijadikan acuan untuk mengevaluasi
kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
merupakan proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari
waktu ke waktu. Selama kurun waktu 1994-1997 Propinsi Jawa Barat merupakan
propinsi yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia diantara propinsi lain di Pulau Jawa (BPS,
1998).Keberhasilan Propinsi Jawa Barat didorong oleh pertumbuhan ekonomi
kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat. Masing masing kabupaten/kota yang
berada di Jawa Barat memberikan kontribusi yang berbeda satu sama lain
berdasarkan kemampuan pengelolaan sumber daya yang ada dan karakteristik
perekonomian setiap kabupaten/kota di Jawa Barat. Pada awal pemekaran wilayah
yang terjadi di Propinsi Jawa Barat khususnya ketika lepasnya kabupaten/kota
yang membentuk Propinsi Banten mengakibatkan penurunan kinerja
perekonomian Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis
pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat periode
sebelum pemekaran wilayah tahun 1995-1997, (2) menganalisis pertumbuhan
ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat periode setelah pemekaran
wilayah tahun 2000-2004, (3) membandingkan pertumbuhan ekonomi kabupaten
dan kota di Propinsi Jawa Barat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.
Penelitian ini dibagi kedalam dua kurun waktu yaitu periode 1995-1997
sebelum terjadinya pemekaran dan 2000-2004 setelah pemekaran wilayah. Untuk
melihat pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat
baik secara total maupun sektoral dan pertumbuhan ekonomi kabupaten kota
dianalisis menggunakan analisis Shift Share dengan menggunakan software
Microsoft Excel 2003.
Hasil penelitian menunjukkan selama dua periode penelitian selama kurun
waktu 1995-2004 pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat mengalami
peningkatan. Laju pertumbuhan PDRB total pada periode sebelum pemekaran
,sebesar 0,15 mengalami peningkatan menjadi 0,20 pada periode setelah pemekaran wilayah. Pertumbuhan PDRB tidak lepas dari kontribusi sektoral di
Propinsi Jawa Barat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah kontribusi terbesar
sebelum pemekaran wilayah dimiliki sektor industri, setelah pemekaran wilayah
dimiliki oleh sektor utilitas. Pertumbuhan sektor primer merupakan yang paling
kecil selama dua periode penelitian. Kabupaten dan kota yang secara konsisten
tumbuh progresif pada dua periode ini adalah Kabupaten Bekasi dan Kota Bogor.
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten
8/16/2019 H06ama
3/120
Purwakarta tidak tumbuh progresif selama dua periode penelitian. Kota hasil
pemekaran yang sudah dapat tumbuh progresif pada periode 2000-2004 adalah
Kota Depok dan Kota Bekasi. Kota Banjar, Kota Tasikmalaya dan Kota Cimahi
pada periode 2000-2004 daerah ini belum mampu tumbuh progresif dibandingkandaerah lain di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purwakarta
memiliki pertumbuhan paling lambat. Kedua wilayah tersebut diharapkan menjadi
perhatian pemerintah agar dapat memacu pertumbuhan ekonominya. Penelitian
selanjutnya disarankan untuk dilakukan penelitian di Propinsi Banten untuk
mengetahui bagaimana kinerja perekonomiannya setelah lepas dari Propinsi Jawa
Barat.
8/16/2019 H06ama
4/120
8/16/2019 H06ama
5/120
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Anggi Mahardini
Nomor Registrasi Pokok : H14102048
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di
Propinsi Jawa Barat Periode Sebelum dan
Sesudah Pemekaran Wilayah
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Ir. Dewi Ulfah W, M.Si.
NIP. 131 878 914
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi.
Dr. Ir.Rina Oktaviani, M.S.
NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
8/16/2019 H06ama
6/120
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2006
Anggi Mahardini
H14102048
8/16/2019 H06ama
7/120
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi
Jawa Barat Periode Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah”.
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator utama dari keberhasilan
pembangunan suatu wilayah. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan topik ini, khususnya di Propinsi Jawa Barat. Disamping hal
tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelarSarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tidak akan pernah terbayar oleh
apapun kepada keluarga penulis, yaitu Deddy Sastra (Papa), Yeyet Kurniasih
(Mama), Citra Reynantra (Kakak), Angga Mahardika (Adik) yang tidak pernah
berhenti untuk berdoa, memotivasi secara moril, memfasilitasi dan selalu
memberikan dorongan semangat dan kesabaran yang tiada henti untuk penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama
kepada Ibu Ir Dewi Ulfah W, M.Si, yang telah memberikan bimbingan baik secara
teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat
diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu
Sahara, SP, M.Si, yang telah menguji hasil penelitian saya ini. Semua saran dan
kritikan beliau sangat penting dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Alla Asmara, S.Pt, M.Si, terutama
atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala
kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung
jawab penulis.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima
kasih untuk semua dorongan semangat dan kasih sayang kalian, thanks god I
8/16/2019 H06ama
8/120
found you all. Special thanks to Ferry Rachman, terima kasih untuk semangat, doa
dan cintanya. Untuk teman-teman penulis khususnya di Departemen Ilmu
Ekonomi Angkatan 39 dan 38, senang rasanya pernah menjadi bagian dari kalian.
Serta teman-teman FEM Ilmu Ekonomi dan Manajemen dan fakultas lain di IPB
yang telah memberi warna selama empat tahun ini. Semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2006
Anggi Mahardini
H14102048
8/16/2019 H06ama
9/120
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Anggi Mahardini lahir pada tanggal 22 September 1983
di Banjar, sebuah kota yang berada di Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan
anak tengah dari tiga bersaudara, dari pasangan Deddy Sastra dan Yeyet
Kurniasih. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis
menamatkan sekolah dasar pada SDN 10 Banjar, kemudian melanjutkan ke SLTP
Negeri 1 Banjar dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis
diterima di SMUN 1 Banjar dan lulus pada tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan
studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi
pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan
mengembangkan pola pikir, sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang
berguna bagi pembangunan Kota Banjar tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program
Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di organisasi mahasiswa
yaitu Hipotesa.
8/16/2019 H06ama
10/120
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….... xi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian ….………………………………………………..... 81.4. Manfaat Penelitian ….………………………………………………... 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………….... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka …………………………………………………….. 9
2.1.1. Pengertian dan Indikator Pertumbuhan Ekonomi ....................... 9
2.1.2. Indikator Ekonomi Untuk Mengetahui
Pertumbuhan Wilayah............................................................. .... 11
2.1.3. Pemekaran Wilayah .................................................................... 13
2.2. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 15
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 18
2.4. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................... 21
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 26
3.2. Sumber dan Jenis Data ......................................................................... 26
3.3. Metode Analisis Data ........................................................................... 26
3.3.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB ............................................ 293.3.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ............................... 31
3.3.3. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah ........................................ 33
3.4. Konsep dan Definisi Data .................................................................... 35
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Geografi ………………………………………………………............ 38
8/16/2019 H06ama
11/120
viii
4.2. Topografi…….......…………………………………………………… 39
4.3. Populasi ……………………………………………………………… 39
4.4. Perekonomian………………………………………………………… 40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat
Periode 1995-1997 (Sebelum Pemekaran Wilayah) ............................. 41
5.1.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat ................ 41
5.1.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat ............. 43
5.1.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ..................................... 51
5.1.4. Profil Pertumbuhan Wilayah ...................................................... 58
5.2. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat
Periode 2000-2004 (Setelah Pemekaran Wilayah) ............................... 64
5.2.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat ................ 65
5.2.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat ............. 66
5.2.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ..................................... 74
5.2.4. Profil Pertumbuhan Wilayah ...................................................... 79
5.3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat
Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah …….................................. 85
5.3.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat ................ 85
5.3.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat ............. 86
5.3.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat ..................................... 89
5.3.4. Profil Pertumbuhan Wilayah ...................................................... 90
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 95
6.2. Saran ..................................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 98
LAMPIRAN ………………………………………………………….................100
8/16/2019 H06ama
12/120
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1.
PDRB Propinsi di Pulau Jawa Tahun 1994-2003....................................... 2
4.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 1993-2004 …………....... 40
5.1. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat
Periode 1995-1997 ……....................…....................................………..... 42
5.2. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Propinsi Jawa Barat
Periode 1995-1997...................................................................................... 44
5.3. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan
Komponen Pertumbuhan Proporsional Periode 1995-1997…………….... 475.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi
Jawa Barat Periode 1995-1997 …………………………………………... 52
5.5. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Periode 1995-1997 ………….. 56
5.6. Pergeseran Bersih Kabupaten dan Kota
di Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997 ................................................. 59
5.7. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat
Tahun 1999-2000........................................................................................ 64
5.8. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat
Periode 2000-2004 …………….....................………................................. 66
5.9. Pertumbuhan Sektor Ekonomi
Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004 .....................…………………… 67
5.10. Urutan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan
Komponen Pertumbuhan Proporsional Periode 2000-2004 ……………... 70
5.11. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota
di Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004 ….....................…………….... 75
5.12. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Periode 2000-2004 ..…...…… 77
5.13. Pergeseran Bersih Kabupaten dan Kotadi Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004 ................................................ 80
5.14. Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat Periode
1995-1997 dan 2000-2004 .......................................................................... 85
5.15. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Propinsi Jawa Barat
Periode 1995-1997 dan 2000-2004 ............................................................. 87
8/16/2019 H06ama
13/120
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Model Analisis Shift Share ......................................................................... 20
2.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................... 25
3.1. Profil Pertumbuhan PDRB ......................................................................... 34
5.1. Profil Pertumbuhan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat pada
kurun waktu 1995-1997…......…………………………………………… 63
5.2. Profil Pertumbuhan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat pada
kurun waktu 2000-2004 ………………………………………………..... 84
8/16/2019 H06ama
14/120
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Pada Tahun 1995
dan Tahun 1997 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (juta Rupiah) …..101
2.
PDRB Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Pada Tahun 2000
dan Tahun 2004Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (juta Rupiah) ..….102
3. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten/Kota
di Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997 ………………………………....103
4. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten/Kota
di Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997……………………………........104
5. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten/Kota
di Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004…………………………………105
6. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten/Kota
di Propinsi Jawa Barat Periode 2000-2004 …………………………………106
8/16/2019 H06ama
15/120
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan pada hakikatnya merupakan sebuah konsep dinamis yang
merupakan aktifitas usaha tanpa akhir untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur. Sebagai sebuah konsep yang dinamis, maka pembangunan nasional atau
daerah mengandung pengertian perubahan secara terus-menerus pada setiap aspek
kehidupan masyarakat. Tujuan pembangunan diharapkan dapat meningkatkan
taraf hidup manusia dan masyarakat suatu negara secara relatif, sehingga tercapai
suatu masyarakat yang adil dan makmur secara material maupun spiritual.
Tolak ukur keberhasilan pembangunan suatu wilayah adalah tingkat
pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses
bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.
Proses perkembangan itu terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama dimana
dapat terjadi penurunan atau kenaikan, namun secara umum menunjukkan
kecenderungan untuk naik.
Untuk mengukur seberapa besar kinerja perekonomian suatu wilayah di
suatu negara maka dapat dilihat dari kontribusi Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) total nasional.
Untuk mengukur kinerja perekonomian Propinsi Jawa Barat terhadap
perekonomian Indonesia maka dapat dilihat dari berapa besar kontribusi
PDRBnya dibandingkan Propinsi lain di Indonesia. Selama kurun waktu 1994-
1997 Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi yang memberikan kontribusi
8/16/2019 H06ama
16/120
2
terbesar diantara propinsi lain di Pulau Jawa. Pertumbuhan kontribusi PDRB Jawa
Barat selama kurun waktu 1994-1997 sebesar Rp 12.721,10 milyar (Tabel 1.1).
Merupakan suatu prestasi tersendiri bagi Jawa Barat bila mengingat kontribusinya
lebih besar dari DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia.
Tabel 1.1. PDRB Propinsi di Pulau Jawa Tahun 1994-2003 Atas Dasar Harga
Konstan 1993.
PDRB
(milyar rupiah) No Tahun
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah
1 1994 55.505,27 57.823,11 52.727,48 36.345,91
2 1995 60.648,69 62.491,17 57.040,50 38.969,65
3 1996 66.164,80 68.243,53 61.752,47 41.862,20
4 1997 69.543,45 71.568,94 64.346,96 43.129,84
5 1998 57.380,52 58.847,84 53976,38 37.852,30
6 1999 57.215,22 53.442,34 55058,97 39.394,51
7 2000 59.694,42 55.660,21 56856,82 40.941,67
8 2001 61.865,97 57.824,84 58750,18 42.305,18
9 2002 64.259,08 60.096,78 60754,06 43.759,54
10 2003 66.745,56 63.179,49 62.765,93 45.867,65
Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat (1994-2004).
Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa kontribusi PDRB Jawa Barat mengalami
penurunan akibat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Tahun 1998
merupakan puncak krisis moneter dan ekonomi yang menimpa bangsa Indonesia.
Krisis tersebut berdampak buruk bagi perekonomian di hampir seluruh wilayah di
Indonesia termasuk di Propinsi Jawa Barat. PDRB Propinsi Jawa Barat turun
(kontraksi) dengan sangat tinggi yaitu sebesar 17,71 persen. Kondisi ini tentu saja
berdampak buruk bagi roda perekonomian Jawa Barat, baik secara global maupun
per sektor perekonomian (BPS, 1999).
8/16/2019 H06ama
17/120
3
Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1999-2003 pertumbuhan PDRB Jawa
Barat menurun. Puncaknya terjadi ketika lepasnya Banten menjadi Propinsi
Banten pada pemekaran wilayah tahun 2000. Lepasnya Banten menyebabkan
penurunan kinerja perekonomian Jawa Barat. Hal ini dikarenakan Propinsi Banten
merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memberikan kontribusi yang
besar terhadap pertumbuhan PDRB Jawa Barat khususnya dalam menunjang
sektor utilitas dan sektor jasa di Propinsi Jawa Barat (BPS, 1999). Setelah
mengalami penurunan kinerja perekonomian pada saat terjadinya pemekaran
wilayah, Propinsi Jawa Barat mampu memulihkan kembali keadaan
perekonomiannya. Pada kurun waktu setelah terjadinya pemekaran wilayah yaitu
tahun 2000-2003 PDRB Jawa Barat menunjukkan peningkatan sebesar Rp
7.519,28 milyar walaupun hanya menempatkan Propinsi Jawa Barat sebagai
Propinsi kedua dengan kontribusi terhadap PDB nasional terbesar (Tabel 1.1).
Indikator makro ekonomi yang sering dijadikan acuan untuk mengevaluasi
kinerja pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Melihat laju pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat yang cukup signifikan, dari 4,50 persen pada tahun 2003
menjadi 5,08 persen pada 2004 (di atas target pemerintah Jawa Barat sebesar 4,62
persen), menjadi catatan tersendiri akan prestasi dan keberhasilan Pemerintah
Jawa Barat dalam mengemban dan melaksanakan visinya sebagai propinsi termaju
di Indonesia dan mitra terdepan ibu kota negara tahun 2010. Kalau rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi dapat dicapai sebesar 1 persen saja dari tahun sebelumnya,
Jawa Barat akan mencapai pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan nasional.
Sama halnya ketika lima tahun sebelum tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Jawa
8/16/2019 H06ama
18/120
4
Barat mencapai rata-rata 8,95 persen, yang berarti di atas pertumbuhan ekonomi
nasional. Tentu bukan sesuatu yang tidak mungkin kalau empat tahun yang akan
datang Jawa Barat merupakan propinsi termaju di Indonesia (Jawa Barat Dalam
Angka 2004/2005).
Berdasarkan perhitungan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000, laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2004 sebesar 5,08 persen dan laju
pertumbuhan tanpa migas sebesar 5,94 persen. Dari sembilan sektor yang ada
pada PDRB, delapan sektor menghasilkan pertumbuhan yang positif. Sektor yang
menghasilkan pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah sektor jasa,
bangunan/konstruksi dan pengangkutan dan komunikasi, yang besarnya di atas
dua digit. Kenaikan tersebut masing-masing 16,75 persen, 10,31 persen dan 10,20
persen. Dilanjutkan oleh kenaikan yang lebih kecil terletak pada sektor listrik, gas
dan air bersih, perdagangan, hotel dan restoran, pertanian, industri pengolahan,
keuangan, persewaan dan jasa. Kenaikan tersebut masing-masing 8,65 persen,
6,63 persen, 5,98 persen, dan 2,69 persen. Yang terakhir adalah sektor
pertambangan dan penggalian dengan angka kenaikan negatif 3,71 persen. (Jawa
Barat Dalam Angka 2004/2005)
Keberhasilan Propinsi Jawa Barat sebagai propinsi yang menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak lepas dari peranan kabupaten dan kota di
Propinsi Jawa Barat. Masing-masing kabupaten dan kota memberikan kontribusi
yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat.
Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat yang meningkat dari tahun ke tahun
ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota yang juga pesat.
8/16/2019 H06ama
19/120
5
Propinsi Jawa Barat pada tahun 1995 memiliki 20 kabupaten dan 5 kota. Setelah
terjadinya Pemekaran Wilayah pada tahun 1999 maka Propinsi Jawa Barat terdiri
dari : 16 kabupaten dan 9 kota.
Kinerja perekonomian Jawa Barat sangat tergantung oleh kinerja
perekonomian kabupaten/kota di Jawa Barat. Masing-masing kabupaten/kota yang
terdapat di Jawa Barat tersebut memiliki karakteristik perekonomian yang
berbeda-beda. Terdapat beberapa kabupaten/kota yang memberikan kontribusi
yang besar terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat, dan ada juga yang
memberikan kontribusi sangat kecil. Kinerja perekonomian kabupaten/kota di
Jawa Barat sangat ditentukan oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian
pendukungnya. Perbedaan karakteristik pertumbuhan sektor-sektor perekonomian
masing-masing kabupaten/kota disebabkan perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)
dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat diolah oleh setiap kabupaten/kota
di Jawa Barat.
Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan faktor penting untuk mengukur
keberhasilan pembangunan suatu daerah. Berdasarkan hal tersebut penulis akan
menganalisa pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota selama kurun sebelum
pemekaran wilayah dan sesudah pemekaran wilayah di Propinsi Jawa Barat.
1.2.
Perumusan Masalah
Setiap wilayah dalam pembangunan ekonomi nasional dilihat peranan dan
kepentingan untuk masing-masing wilayah serta dilihat juga peranan wilayah
tersebut terhadap wilayah lain dengan tidak melupakan peranannya terhadap
8/16/2019 H06ama
20/120
6
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Propinsi
Jawa Barat sebagai suatu bagian dari Negara Indonesia dalam pembangunannya
juga tidak lepas dari pengaruh kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa
Barat.
Secara struktural peranan sektor ekonomi dilihat dari sumbangan masing-
masing sektor ekonomi dalam membentuk total PDRB setiap kabupaten/kota dan
dapat pula digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi dan potensi
masing-masing kabupaten/kota di Jawa Barat. Dengan mengetahui struktur dan
potensi ekonomi antar kabupaten/kota di Jawa Barat diharapkan kabupaten/kota
dapat mengevaluasi serta menggali potensi SDA dan SDM yang dimilikinya agar
dapat memacu pertumbuhan ekonomi sampai pada tingkat yang optimal. Dengan
terpacunya setiap kabupaten/kota untuk mengolah SDA dan SDM yang tersedia
diharapkan dapat terlihat potensi sektor-sektor ekonomi di masing-masing daerah
agar dapat dijadikan sektor unggulan dalam pembentukan PDRB total
kabupaten/kota yang pada akhirnya menunjang pembentukan PDRB total Jawa
Barat.
Pembentukan PDRB Propinsi Jawa Barat disumbang oleh 16 kabupaten
dan 9 kota yang ada saat ini. Pertumbuhan dan kontribusi masing-masing
kabupaten dan kota terhadap perekonomian Propinsi Jawa Barat berbeda satu
sama lain. Beberapa kabupaten/kota menjadi daerah yang memberikan kontribusi
yang dominan terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat dan kabupaten/kota
lainnya sebagai daerah dengan kontribusi terhadap pembentukan PDRB Jawa
Barat terkecil. Hal ini dikarenakan terdapatnya perbedaan faktor-faktor ekonomi
8/16/2019 H06ama
21/120
7
maupun non ekonomi yang menunjang pertumbuhan ekonomi masing-masing
kabupaten dan kota yang ada. Perbedaan karakteristik perekonomian setiap
kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa Barat menentukan kemempuan
pertumbuhan ekonominya yang berbeda satu sama lainnya.
Perubahan kontribusi terhadap pembentukan total PDRB Jawa Barat dari
setiap kabupaten/kota yang ada terjadi pada saat pemekaran wilayah di Propinsi
Jawa Barat. Lepasnya kabupaten/kota yang memisahkan diri dan membentuk
Propinsi Banten berpengaruh terhadap kinerja perekonomian Propinsi Jawa Barat.
Pemekaran wilayah bukan hanya berdampak terhadap kinerja perekonomian Jawa
Barat, tetapi secara langsung berdampak terhadap beberapa kabupaten/kota yang
mengalami pemekaran. Lepasnya beberapa daerah dari pemerintahan induknya
yang membentuk pemerintahan sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan
dalam kontribusi terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat dari setiap
kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat dari sebelum terjadinya
pemekaran wilayah dan setelah terjadinya pemekaran wilayah.
Berdasarkan keadaan tersebut menimbulkan pertanyaan yang dirumuskan
dalam permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat
sebelum pemekaran wilayah (tahun 1995-1997) ?
2.
Bagaimana pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat
setelah pemekaran wilayah (tahun 2000-2004) ?
3.
Bagaimana perbandingan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di
Propinsi Jawa Barat sebelum dan sesudah terjadinya pemekaran wilayah?
8/16/2019 H06ama
22/120
8
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1.
Menganalisis pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa
Barat sebelum terjadinya pemekaran wilayah tahun 1995-1997.
2. Menganalisis pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa
Barat setelah terjadinya pemekaran wilayah tahun 2000-2004.
3. Membandingkan pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa
Barat sebelum dan sesudah pemekaran wilayah.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
1.
Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai penerapan terhadap pemahaman
teoritis yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka,
informasi dan referensi bagi yang memerlukan serta sebagai bahan rujukan
untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat
dan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat. Periode penelitian terbagi dua yaitu
tahun 1995-1997 yaitu sebelum pemekaran wilayah di Jawa Barat dan tahun
2000-2004 yaitu setelah terjadinya pemekaran wilayah di Jawa Barat.
8/16/2019 H06ama
23/120
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian dan Indikator Pertumbuhan Ekonomi
Perencanaan pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Barat didasarkan
pada pedoman yang telah ditetapkan dalam GBHN atau lebih dikenal dengan
istilah trilogi pembangunan yang masing-masing adalah :
1). Pemerataan pendapatan
2). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
3). Stabilitas
Dari ketiga trilogi pembangunan yang lebih sesuai dengan pembahasan
dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bisa
diartikan sebagai peningkatan dalam kegiatan perekonomian pada suatu tahun
tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi
merupakan tujuan dari suatu negara yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas
ekonomi dan berdampak bagi peningkatan kesejahteraan (Darojat, 2004).
Sadono Sukirno (1985) menyimpulkan istilah dari pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi sebagai berikut :
1.
Peningkatan dalam pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat
pertumbuhan GDP pada 1 tahun tertentu adalah melebihi tingkat pertumbuhan
penduduk.
2. Perkembangan GDP yang berlaku dalam suatu masyarakat diikuti oleh
perbaikan dan modernisasi dalam struktur ekonominya yang umumnya masih
8/16/2019 H06ama
24/120
8/16/2019 H06ama
25/120
11
2.1.2. Indikator Ekonomi Untuk Melihat Pertumbuhan Wilayah
BPS (2003) menjelaskan bahwa salah satu indikator penting untuk
mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah
data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada dasarnya PDRB merupakan
jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam
suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perhitungan PDRB menggunakan dua
macam harga, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar
Harga Konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap
tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah
barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada
satu waktu tertentu sebagai tahun dasar.
Besar kecilnya PDRB yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah/daerah
dipengaruhi oleh besarnya sumber daya alam yang telah dimanfaatkan dan
macamnya, jumlah dan mutu sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah,
letak geografis, serta tersedianya sarana dan prasarana. Dalam menghitung
pendapatan regional, seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai
sektor/lapangan usaha yang melakukan usahanya disuatu wilayah dihitung tanpa
memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Penghitungan PDRB dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan penghitungan, diantaranya :
1). Pendekatan Produksi
8/16/2019 H06ama
26/120
12
PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi didalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.
Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 9 sektor,
yaitu : (1) sektor pertanian; (2) sektor pertambangan dan penggalian; (3)
sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik, gas dan air bersih; (5) sektor
konstruksi/bangunan; (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran; (7) sektor
pengangkutan dan komunikasi; (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan; (9) sektor jasa-jasa.
2). Pendekatan Pendapatan
PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima faktor-faktor produksi yang
turut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu
setahun. Balas jasa produksi dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah,
bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya.
3.
Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1)
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari
keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok;
(3) pengeluaran konsumsi pemerintah; (4) ekspor nettto (yaitu ekspor
dikurangi impor) dalam jangka waktu setahun.
PDRB dari suatu daerah/wilayah lebih menunjukkan pada besaran
produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh
penduduk di daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian PDRB merupakan
8/16/2019 H06ama
27/120
13
data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan
dengan data-data yang lainnya. Pada penelitian ini, data PDRB inilah yang
digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi
Jawa Barat, data yang digunakan yaitu data PDRB atas dasar harga konstan tahun
1993 dari masing-masing kabupaten/kota yang terdapat di Propinsi Jawa Barat.
2.1.3. Pemekaran Wilayah
Dalam pasal 4 ayat (3) UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
disebutkan, "Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah
atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi
dua daerah atau lebih". Pembentukan suatu daerah harus memenuhi syarat
administratif, teknis, dan fisik kewilayahan (vide pasal 5 ayat (1)).
Syarat administrasi untuk propinsi meliputi adanya persetujuan DPRD
kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang akan menjadi cakupan wilayah
provinsi, persetujuan propinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi menteri
dalam negeri. Yang akan mengalami hambatan ketika wacana itu muncul dari
bawah adalah syarat persetujuan dari DPRD atau gubernur propinsi induk serta
pemerintah pusat. Syarat teknis meliputi dasar pembentukan terdiri dari faktor
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
kependudukan, luas daerah, pertahanan keamanan, dan faktor lain yang me-
mungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Syarat fisik untuk pembentukan
provinsi paling sedikit lima kabupaten/kota, lokasi calon ibu kota, sarana, dan
prasarana pemerintahan.
8/16/2019 H06ama
28/120
14
Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2001,
telah memberikan kesempatan kepada setiap daerah propinsi di Indonesia untuk
mengembangkan sendiri potensi daerah (faktor endowment) yang dimilikinya.
Selama ini pengembangan potensi daerah telah diarahkan pada 9 sektor ekonomi,
yaitu : Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri, Bangunan, Angkutan,
Perdagangan, Hotel dan Restoran, Lembaga Keuangan dan Jasa Perbankan, serta
Jasa-Jasa (Wikipedia Indonesia, 2006).
Pada periode sebelum pemekaran wilayah Propinsi Jawa Barat memiliki
25 kabupaten/kota yang terdiri dari 20 kabupaten dan 5 kota. Pemekaran wilayah
di Propinsi Jawa Barat diawali lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Propinsi
Banten maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi
ditetapkan menjadi Propinsi Banten. Propinsi Banten terbentuk dari
kabupaten/kota yang melepaskan pemerintahannya dari Propinsi Jawa Barat
dengan daerahnya meliputi : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.
Pemekaran wilayah yang terjadi dengan lahirnya Propinsi Banten
kemudian diikuti oleh pemekaran beberapa kabupaten di Jawa Barat. Pemekaran
beberapa kabupaten yang terjadi diantaranya Kota Tasikmalaya pemekaran dari
Kabupaten Tasikmalaya, Kota Depok pemekaran dari Kabupaten Bogor, Kota
Banjar pemekaran dari Kabupaten Ciamis, Kota Bekasi pemekaran dari
Kabupaten Bekasi dan Kota Cimahi pemekaran dari Kabupaten Bandung. Setelah
terjadinya pemekaran wilayah, Propinsi Jawa Barat terdiri dari : 16 kabupaten dan
8/16/2019 H06ama
29/120
15
9 kota, dengan membawahi 584 Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan (BPS,
2002).
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian Darojat (2004) yang berjudul ”Analisis Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi Regional Terhadap Pertumbuhan Kesempatan Kerja di Propinsi Jawa
Barat Periode 1980-2002” yang dilakukan dengan menggunakan analisis regresi
ini untuk mengetahui korelasi antara laju pertumbuhan ekonomi terhadap
pertumbuhan kesempatan kerja yang mampu diciptakan dalam proses
pembangunan yang berkelanjutan. Kesimpulan yang dapat diambil menunjukkan
bahwa ternyata pengaruh laju pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kesempatan
kerja memberikan kontribusi yang cukup kuat atau signifikan. Hubungan Linier
yang ditunjukkan dari hasil analisis tentang pengaruh laju pertumbuhan ekonomi
terhadap perkembangan yang cukup besar bagi penyerapan tenaga kerja untuk
kondisi di Propinsi Jawa Barat mengalami fluktuasi perkembangan yang cukup
besar bagi penyerapan tenaga kerja oleh sektor-sektor ekonomi khususnya sektor
industri dan pertanian dimana besarnya kontribusi pengaruhnya pada sektor
pertanian adalah 82,78 persen, sektor industri 43,64 persen. Dilihat dari
kontribusinya maka tingkat produktivitas dominan dipegang oleh sektor pertanian.
Irawan (1994) menganalisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan
Antar Wilayah di Propinsi Jawa Barat Tahun 1986-1990 dengan menggunakan
analisis Shift Share menyimpulkan bahwa sektor pertanian ternyata memegang
peranan penting dalam pertumbuhan di beberapa wilayah Dati II Jawa Barat.
8/16/2019 H06ama
30/120
16
Beberapa daerah yang pertumbuhan ekonominya sangat dipengaruhi oleh sektor
pertanian ini yaitu Pandeglang, Lebak, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya,
Ciamis, Kuningan, Majalengka, Cirebon, Sumedang, Subang, Purwakarta, dan
Karawang. Sementara itu di beberapa daerah lainnya seperti Bogor, Bandung,
Bekasi, Tangerang, Serang, Kota Bandung, dan Kota Cirebon pertumbuhan
ekonominya dipengaruhi oleh sektor indusri dan jasa. Kota Sukabumi dan Kota
Bogor bertumpu pada sektor perdagangan dan jasa, sedangkan Kabupaten
Indramayu perekonomiannya didukung oleh sektor pertambangan dan penggalian.
Setiawan (2004) menganalisis tentang Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
dan Kota di Propinsi Sumatera Utara Periode 1993-2002 dengan menggunakan
analisis Shift Share terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara memperlihatkan
adanya peningkatan perekonomian Propinsi Sumatera Utara pada kurun waktu
1993-1997. Hal ini dapat dilihat dari PDRB Propinsi Sumatera Utara yang tumbuh
sebesar 38 persen. Analisis komponen pertumbuhan memperlihatkan bahwa pada
kurun waktu 1993-1997 untuk komponen pertumbuhan nasional Kota Medan
merupakan darah yang mempunyai pertumbuhan nasional yang paling besar,
sedangkan yang paling kecil adalah Kota Sibolga. Hal ini berarti pada periode
1993-1997 Kota Medan merupakan daerah yang memberikan kontribusi paling
besar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan laju
pertumbuhan sektor ekonomi yang paling cepat adalah Kota Pematang Siantar dan
yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Daerah yang mempunyai daya
saing yang paling baik adalah Kota Sibolga dan yang paling buruk adalah
Kabupaten Langkat. Dilihat dari pertumbuhan wilayah, maka wilayah yang
8/16/2019 H06ama
31/120
8/16/2019 H06ama
32/120
18
dengan penelitian Irawan (1994) yaitu hanya menganalisis pertumbuhan sektor-
sektor ekonomi atau pertumbuhan wilayah dalam satu kurun waktu tertentu.
Penelitian Dodi Darojat (2004) terletak pada alat analisis yang digunakan,
sedangkan untuk penelitian Doni Setiawan (2004) yaitu perbedaan pada objek
penelitian dan kurun waktunya. Penelitian ini menggunakan Propinsi Jawa Barat
sebagai objeknya, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dan pertumbuhan wilayah
dianalisis pada dua kurun waktu, yaitu sebelum adanya pemekaran wilayah
periode 1995-1997 dan periode setelah adanya pemekaran wilayah yaitu periode
2000-2004.
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis
Analisis Shift Share
Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et all pada
tahun 1960. Pada awalnya, analisis Shift Share digunakan untuk
mengidentifikasikan sumber pertumbuhan ekonomi wilayah di Amerika Serikat.
Selain itu, analisis Shift Share dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi
pertumbuhan sektor-sektor/wilayah yang lamban di Indonesia dan Amerika
Serikat. Manfaat lain dari analisis Shift Share dapat menduga dampak kebijakan
wilayah ketenagakerjaan.
Analisis Shift Share merupakan suatu analisis mengenai perubahan
berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada
dua titik waktu di suatu wilayah. Analisis Shift Share memiliki tiga kegunaan,
yaitu untuk melihat perkembangan : (1) sektor perekonomian di suatu wilayah
8/16/2019 H06ama
33/120
19
terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas, (2) sektor-sektor
perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, dan
(3) suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat
membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan
perkembangan wilayah. Dengan demikian, dapat ditunjukkan adanya Shift
(pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu
memperoleh kemajuan sesuai kedudukannya dalam perekonomian nasional.
Selain itu, analisis Shift Share juga dapat digunakan untuk
membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah
dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan
mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan tersebut. Bila
penyimpangannya bernilai positif, maka dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi
dalam wilayah tersebut memiliki keunggulan kompetitif.
Analisis Shift Share menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada wilayah
j dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen
pertumbuhan wilayah yang dimaksud adalah Komponen Pertumbuhan Regional
(PR), Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Komponen Pertumbuhan
Pangsa Wilayah (PPW). Berdasarkan tiga komponen pertumbuhan wilayah
tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor
ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka dapat dikatakan
bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk kedalam kelompok
progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW ≤ 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan
sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhannya lamban.
8/16/2019 H06ama
34/120
20
Secara skematik model analisis Shift Share disajikan sebagai berikut :
Sumber : Budiharsono, 2001.
Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share
Kemampuan teknik analisis Shift Share untuk memberikan dua indikator
positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor
yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian
wilayah telah berkembang lebih cepat dari rata-rata nasional untuk sektor-sektor
itu, tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dari analisis
Shift Share adalah :
1.
Analisis Shift Share tidak lebih dari pada suatu teknik pengukuran atau
prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi
komponen-komponen. Persamaaan Shift Share hanyalah identity equation dan
tidak mempunyai implikasi-implikasi keprilakuan. Metode Shift Share tidak
untuk menjelaskan mengapa, misalnya, pengaruh keunggulan kompetitif
Komponen Pertumbuhan Regional
Komponen
Pertumbuhan Pangsa
Wilayah
Komponen
Pertumbuhan
Proporsional
Wilayah ke j
(sektor ke i)
Maju
PP + PPW > 0Wilayah ke j
(sektor ke i)
Lamban
PP + PPW < 0
8/16/2019 H06ama
35/120
21
adalah positif dibeberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode
Shift Share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem
penghitungan semata dan tidak analitik.
2.
Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa laju
pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju regional tanpa
memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.
3.
Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan hal-
hal yang sama seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan
teknologi dan perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan
baik.
4.
Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua
barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu
wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah-
wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak
mempengaruhi permintaan agregat.
2.4. Kerangka Pemikiran Operasional
Pembangunan di berbagai daerah dapat diukur dengan mengamati
beberapa indikator baik di bidang sosial maupun bidang ekonomi. Dengan
menyajikan berbagai data tersebut diharapkan dapat membandingkan kemajuan
yang telah dicapai dan tingkat kesejahteraan masyarakat oleh masing-masing
daerah di Indonesia (BPS, 2004).
8/16/2019 H06ama
36/120
22
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan barang dan jasa
dalam kegiatan ekonomi yang dapat dilihat dari meningkatnya hasil produksi serta
peningkatan pendapatan per kapita. Peningkatan pendapatan per kapita akan
terjadi apabila pertumbuhan ekonomi yang dinilai berdasarkan harga konstan
lebih besar dari pertumbuhan penduduk.
Kondisi perekonomian suatu wilayah selain dipengaruhi oleh kondisi
demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas,
juga dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerinah
daerah. Karakteristik dan potensi sektor-sektor perekonomian dan wilayah di
Propinsi Jawa Barat sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan propinsi ini. Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang cepat pada
gilirannya akan berdampak pada cepatnya pertumbuhan wilayah, begitu pula
sebaliknya. Sebagai sebuah propinsi pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat
juga sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten dan kota
yang ada.
Pada tahun 2000 terjadi pemekaran wilayah di Propinsi Jawa Barat yaitu
berdirinya Propinsi Banten memisahkan diri dari Jawa Barat dan pembentukan
beberapa daerah kota di Jawa Barat. Untuk mengetahui dampak pemekaran
wilayah terhadap perekonomian Propinsi Jawa Barat maka dilakukan analisis
yang terbagi menjadi dua periode yaitu sebelum pemekaran wilayah pada tahun
1995-1997 dan setelah pemekaran wilayah tahun 2000-2004. Periode sebelum
pemekaran wilayah yang diambil kurun waktu 1995-1997 karena pada tahun
1998-1999 terjadi krisis moneter yang membuat perekonomian seluruh daerah di
8/16/2019 H06ama
37/120
23
Indonesia menurun drastis. Keadaan amat langka ini tidak dimasukkan dalam
analisis karena dapat menyebabkan gambaran yang terlalu menyimpang dari
kondisi rataan normal atau disebut juga keadaan pencilan (outlier). Analisis
periode setelah pemekaran wilayah dimulai pada tahun 2000-2004. Untuk
mengetahui dampak pemekaran terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Barat maka dilakukan analisis Shift Share.
Langkah-Langkah Analisis Shift Share
1. Menentukan PDRB total dan PDRB sektoral berdasarkan harga konstan 1993
Propinsi Jawa Barat dan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat. Selanjutnya
menentukan kurun waktu penelitian, sebelum pemekaran wilayah tahun awal
analisis yaitu tahun 1995 dan tahun akhir analisis yaitu tahun 1997. Setelah
pemekaran wilayah tahun awal analisis yaitu tahun 2000 dan tahun akhir
analisis yaitu tahun 2004.
2.
Sektor ekonomi yang dianalisis terbagi menjadi empat kelompok yaitu sektor
primer yang terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan dan
penggalian; sektor industri terdiri dari sektor industri pengolahan; sektor
utilitas yang terdiri dari sektor listrik, gas dan air bersih ditambah sektor
pengangkutan dan komunikasi; sektor jasa yang terdiri dari sektor bangunan
ditambah sektor perdagangan, hotel dan restoran ditambah sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta ditambah sektor jasa-jasa.
3. Menghitung perubahan PDRB dari sektor primer, sektor industri, sektor
utilitas dan sektor jasa di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat.
8/16/2019 H06ama
38/120
24
Dari hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui kabupaten dan kota
mana yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB total Propinsi
Jawa Barat serta dapat diketahui pula kabupaten dan kota yang memilki
pertumbuhan cepat atau lambat, sehingga dapat diketahui daya saing masing-
masing kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat. Hasil analisis dapat digunakan
dalam menentukan arah perencanaan pembangunan yang tepat di Propinsi Jawa
Barat. Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam Gambar
2.2.
8/16/2019 H06ama
39/120
25
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Operasional.
Kondisi Perekonomian
Propinsi Jawa Barat
Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten dan Kota di
Propinsi Jawa Barat
Sebelum pemekaran
Tahun 1995-1997
Setelah pemekaran
(Berdirinya Propinsi Banten lepas dari
Propinsi Jawa Barat)
Tahun 2000-2004
Data PDRB
Kabupaten dan Kota
Menurut Lapangan Usaha
Analisis Shift Share
Perbedaan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten dan Kota
Perencanaan Pembangunan Daerah
Propinsi Jawa Barat
8/16/2019 H06ama
40/120
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Propinsi Jawa Barat dengan pertimbangan
bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi yang memberikan kontribusi
besar terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia selain itu Propinsi
Jawa Barat dicanangkan sebagai propinsi termaju di Indonesia. Pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai
dengan Juni 2006.
3.2. Sumber dan Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data PDRB Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat dari tahun 1995-2004. Data
tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Propinsi Jawa Barat, serta data sekunder yang
mendukung lainnya.
3.3. Metode Analisis Data
Penelitian ini mempergunakan alat analisis Shift Share untuk
mengetahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika
dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah bertumbuh
cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana
8/16/2019 H06ama
41/120
27
perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, apakah
bertumbuh cepat atau lambat.
Secara matematik komponen pertumbuhan dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Propinsi Jawa Barat dengan m kabupaten/kota ( j = 1,2,3...m) dan n sektor
ekonomi (i = 1,2,3...n), maka perubahan tersebut pada tahun awal analisis dan
tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Total pada tahun dasar
analisis dan tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total di Propinsi Jawa Barat pada
tahun awal analisis
∑∑= =
=n
i j
m
i j
YijY .. (3.1)
dimana :
Y.. = PDRB total di Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis (juta
rupiah).
Yij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat pada
tahun awal analisis (juta rupiah).
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total di Propinsi Jawa Barat pada
tahun akhir analisis
∑∑= =
=n
i j
m
i j
ijY Y '..' (3.2)
8/16/2019 H06ama
42/120
28
dimana :
Y’.. = PDRB total di Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis (juta
rupiah)
Y’ij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat
pada tahun akhir analisis (juta rupiah).
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor i di Propinsi Jawa
Barat pada tahun awal analisis :
∑==m
i jYijYi (3.3)
dimana :
Yi. = PDRB dari sektor i di Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis
(juta rupiah).
Yij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat pada
tahun awal analisis (juta rupiah).
4.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari sektor ke i di Propinsi Jawa
Barat pada tahun akhir analisis :
∑=
=m
i j
ijY iY '' (3.4)
dimana :
Y’i. = PDRB dari sektor i di Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis
(juta rupiah).
Y’ij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat
pada tahun akhir analisis (juta rupiah).
8/16/2019 H06ama
43/120
29
3.3.1
Analisis Laju Pertumbuhan PDRB
Analisis PDRB digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB
sektor ke i di kabupaten/kota ke j dan perubahan PDRB dari sektor ke i di
Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis maupun tahun akhir analisis.
Analisa terbagi atas r i, r w, R i dan R a.
1. Nilai R a
Nilai R a menunjukkan selisih antara PDRB total Propinsi Jawa Barat
pada tahun akhir analisis dengan PDRB total Propinsi Jawa Barat pada tahun
awal analisis dibagi PDRB total Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis.
Nilai R a dapat dirumuskan sebagai berkut :
..
....'
Y
Y Y Ra
−= (3.5)
dimana :
Y’.. = PDRB di Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis (juta rupiah).
Y.. = PDRB di Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis (juta rupiah).
2. Nilai R i
R i menunjukkan selisih antara PDRB dari sektor i di Propinsi Jawa
Barat pada tahun akhir analisis dengan PDRB dari sektor i di Propinsi Jawa
Barat pada tahun awal analisis dibagi PDRB dari sektor i di Propinsi Jawa
Barat pada tahun awal analisis. Nilai R i dapat dirumuskan sebagai berikut :
.
..'
Yi
YiiY Ri
−= (3.6)
8/16/2019 H06ama
44/120
30
dimana :
Y’.. = PDRB sektoral Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis (juta
rupiah).
Y.. = PDRB sektoral Propinsi Jawa Barat pada tahun awal analisis (juta
rupiah).
3. Nilai r w
Nilai r w menunjukkan selisih antara PDRB total kabupaten/kota ke j
pada tahun akhir analisis dengan PDRB total kabupaten/kota ke j pada tahun
awal analisis dibagi PDRB total kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis.
Nilai r w dapat dirumuskan sebagai berikut :
jY
jY jY rw
*
*'*−
= (3.7)
dimana :
Y’*
j = PDRB kabupaten/kota ke j pada tahun akhir analisis (juta rupiah).
Y* j = PDRB kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis (juta rupiah).
4. Nilai r i
Nilai r i menunjukkan selisih antara PDRB dari sektor i di
kabupaten/kota ke j pada tahun akhir analisis dengan PDRB dari sektor i di
kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis dibagi PDRB dari sektor i di
kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis. Nilai r i dapat dirumuskan sebagai
berikut :
Yij
YijijY ri
−=
' (3.8)
8/16/2019 H06ama
45/120
31
dimana:
Yij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat pada
tahun awal analisis (juta rupiah).
Y’ij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j di Propinsi Jawa Barat pada
tahun akhir analisis (juta rupiah).
3.3.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan produksi suatu wilayah pada tahun awal dengan
tahun akhir analisis. Komponen pertumbuhan wilayah terdiri dari Komponen
Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
(PPW).
1.
Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen pertumbuhan proporsional (PP) tumbuh karena perbedaan
sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan
mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan
keragaman pasar.
Dirumuskan sebagai berikut :
PPij = (R i – R a)Yij (3.9)
dimana :
PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i di kabupaten/kota
ke j (juta rupiah).
8/16/2019 H06ama
46/120
32
Yij = PDRB sektor i di kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis
(juta rupiah).
(R i –R a) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan proporsional (persen).
Apabila :
PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i di kabupaten/kota ke j
pertumbuhannya lambat.
PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i di kabupaten/kota ke j
pertumbuhannya cepat.
2.
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) timbul karena
peningkatan atau penurunan PDRB dalam suatu wilayah dibandingkan denagn
wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan
dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar,
dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi
regional pada wilayah tersebut.
Dirumuskan sebagai berikut :
PPWij = (r i - R i)Yij (3.10)
dimana :
PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i di
kabupaten/kota j (juta rupiah).
Yij = PDRB dari sektor i di kabupaten/kota ke j pada tahun awal analisis
(juta rupiah).
8/16/2019 H06ama
47/120
33
(r i-R i) = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan pangsa wilayah (persen).
Apabila :
PPWij < 0, berarti sektor i di kabupaten/kota ke j tidak dapat bersaing
dengan baik dibandingkan kabupaten/kota lainnya.
PPWij > 0, berarti sektor i di kabupaten/kota ke j dapat bersaing dengan
baik dibandingkan kabupaten/kota lainnya.
3.3.3. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah
Apabila komponen pertumbuhan proporsional dan pangsa wilayah
dijumlahkan, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasikan pertumbuhan perekonomian suatu wilayah apakah
tumbuh maju (progresif) atau tidak maju pada suatu kurun waktu tertentu.
Pergeseran bersih (PB) suatu wilayah dirumuskan sebagai berikut :
PB j = PP j + PPW j (3.11)
dimana :
PB j = Pergeseran bersih di kabupaten/kota ke j.
PP j = Komponen pertumbuhan proporsional di kabupaten/kota ke j.
PPW j = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah di kabupaten/kota ke j.
Apabila :
PB j > 0, maka pertumbuhan kabupaten/kota tersebut termasuk kedalam
wilayah progresif.
PB j < 0, maka pertumbuhan kabupaten/kota tersebut tidak progresif.
8/16/2019 H06ama
48/120
8/16/2019 H06ama
49/120
35
b. Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah
tersebut pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing untuk sektor-sektor pada
wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya tidak baik.
c.
Kuadran III menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang
bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dan daya saing yang
kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain. Hal ini menunjukkan
bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang lambat pertumbuhannya.
d. Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah
tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi daya saing sektor-sektor
pada wilayah tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
e. Garis 450 merupakan garis pemisah yang menunjukkan wilayah yang
berada diatas garis tersebut merupakan wilayah yang progresif (maju),
sedangkan wilayah di bawah garis merupakan daerah yang pertumbuhannya
tidak progresif.
3.4. Konsep dan Definisi Data
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Penghitungan PDRB pada penelitian ini menggunakan penghitungan
dengan pendekatan produksi dimana PDRB merupakan jumlah nilai tambah
yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka
waku tertentu, misalnya dalam satu tahun. Sektor-sektor tersebut meliputi
sembilan sektor (lapangan usaha): (1) pertanian; (2) pertambangan dan
penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air bersih; (5)
8/16/2019 H06ama
50/120
36
konstruksi/bangunan; (6) perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan
dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; (9) jasa.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
suatu tahun tertentu (misalnya tahun dasar 1993) merupakan nilai produk atau
pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap suatu tahun
tertentu tersebut (misalnya tahun dasar 1993).
Data PDRB yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah PDRB Atas
Dasar Harga Konstan Tahun1993 menurut lapangan usaha. Data-data PDRB
yng dibutuhkan adalah data PDRB Propinsi Jawa Barat menurut
kabupaten/kota tahun 1995-2004. Analisis yang dilakukan akan dibagi menjadi
dua periode waktu dikarenakan terjadinya pemekaran wilayah di Propinsi Jawa
Barat, yaitu :
(1). Periode 1995-1997 dimana pada periode ini belum terjadi pemekaran
wilayah di Propinsi Jawa Barat. Tahun 1995 menjadi tahun awal analisis
sedangkan tahun 1997 menjadi tahun akhir analisis.
(2). Periode 2000-2004 dimana pada periode ini telah terjadi pemekaran
wilayah di Propinsi Jawa Barat. Tahun 2000 menjadi tahun awal analisis
sedangkan tahun 2004 menjadi tahun akhir analisis.
2. Lapangan Usaha
Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/tempat
bekerja/perusahaan/kantor dimana seseorang bekerja. Sektor (lapangan usaha)
unggulan merupakan sektor yang menjadi prioritas utama untuk terus
ditingkatkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
8/16/2019 H06ama
51/120
37
3. Sektor Ekonomi
Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan
oleh suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang ada di Propinsi Jawa
Barat terdiri atas sembilan sektor, yaitu : (1) sektor pertanian; (2) sektor
pertambangan dan penggalian; (3) sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik,
gas dan air bersih; (5) sektor konstruksi/bangunan; (6) sektor perdagangan,
hotel dan restoran; (7) sektor pengangkutan dan komunikasi; (8) sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; (9) sektor jasa-jasa.. Untuk
mengelompokkannya dalam mempermudah analisis maka kesembilan sektor
tersebut dapat dikelompokkan menjadi Sektor Primer, Sektor Sekunder dan
Sektor Tersier (BPS 2003). Dalam penelitian ini sektor industri pengolahan
menjadi sektor tersendiri, sehingga pembagiannya menjadi empat kelompok
sebagai berikut:
1.
Sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian ditambah sektor
pertambangan dan penggalian.
2. Sektor industri yang terdiri dari sektor industri pengolahan.
3.
Sektor utilitas yang terdiri dari sektor listrik, gas dan air bersih ditambah
sektor pengangkutan dan komunikasi.
4. Sektor jasa yang terdiri dari sektor bangunan ditambah sektor perdagangan,
hotel dan restoran ditambah sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan serta ditambah sektor jasa-jasa.
8/16/2019 H06ama
52/120
8/16/2019 H06ama
53/120
39
daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit
pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung di kawasan tengah (BPS, 2004).
4.2. Topografi
Ciri utama daratan Jawa Barat adalah bagian dari kepulauan gunung api
(aktif dan tidak aktif) yang membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga
ujung utara Pulau Sulawesi. Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan
curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m diatas permukaan laut,
wilayah lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100-1.500 m di atas
permukaan laut, wilayah dataran luas di utara dengan ketinggian 0-10 m di atas
permukaan laut, dan wilayah aliran sungai (BPS, 2004).
Lahan di Jawa Barat cukup subur karena mengandung endapan vulkanis
serta banyaknya aliran sungai. Tidak mengherankan jika sebagian besar
digunakan untuk lahan pertanian, dan Jawa Barat ditetapkan sebagai lumbung
pangan nasional (BPS, 2004).
4.3. Populasi
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2000 jumlah penduduk
Jawa Barat setelah Banten terpisah berjumlah 35,72 juta jiwa. Pada tahun 2002
meningkat menjadi 36,9 juta jiwa. Penduduk terbanyak ada di kabupaten Bandung
yaitu 4,3 juta diikuti oleh Kabupaten Bogor 3,6 juta jiwa, sedangkan Kota
Sukabumi memiliki penduduk paling sedikit sebanyak 0,26 juta jiwa. Kepadatan
penduduk di tahun 2002 mencapai 3.012 jiwa per Km². Sedangkan laju
8/16/2019 H06ama
54/120
40
pertumbuhan penduduk selama dasawarsa 1990-2000 mencapai angka 2,17 persen
(BPS, 2004).
4.4. Perekonomian
Perekonomian Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang dapat dilihat dari
laju perekonomiannya yang terus meningkat sampai tahun 1996. Mulai tahun
1997 seiring terjadinya krisis perekonomian Jawa Barat menunjukkan
perlambatan, bahkan pada tahun 1998 pertumbuhannya lebih parah dari Indonesia
(-13,13 persen) yaitu mencapai (-17,17 persen). Pada tahun 2000 perekonomian
mulai membaik, namun tahun 2001 kembali menurun. Seiring dengan suasana
yang cukup kondusif pada tingkat nasional maupun regional pada tahun 2004,
perekonomian Jawa Barat mampu tumbuh sebesar 5,08 persen lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2003.
Tabel 3.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Tahun 1993-2004.
Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)
1993 6,89
1994 7,20
1995 8,07
1996 9,21
1997 4,87
1998 -17,7
1999 2,08
2000 4,15
2001 3,89
2002 3,932003 4,38
2004 5,08Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat (1993-2004).
8/16/2019 H06ama
55/120
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat
Periode 1995-1997 (Sebelum Pemekaran Wilayah)
Keragaman laju pertumbuhan ekonomi sektoral di Jawa Barat selama
periode tahun 1995-1997 telah mendorong terjadinya perubahan struktur ekonomi
Jawa Barat secara keseluruhan. Hal ini tidak lepas dari kontribusi sektor-sektor
perekonomian dari masing-masing kabupaten dan kota yang ada. Pada periode
1995-1997 yaitu sebelum terjadinya pemekaran wilayah terdapat 25 kabupaten
dan kota yang terdiri dari 20 kabupaten diantaranya: Pandeglang, Lebak, Bogor,
Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon,
Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi,
Tangerang, Serang; dan 5 kota yaitu: Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon,
Tangerang.
5.1.1. Komponen Pertumbuhan PDRB Total Propinsi Jawa Barat
Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat yang dilihat dari peningkatan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) total dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang cukup berarti yang menempatkan Propinsi Jawa Barat menjadi
propinsi yang memberikan kontribusi ekonomi terbesar terhadap perekonomian
nasional di Pulau Jawa.
PDRB total Propinsi Jawa Barat mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun, pertumbuhan PDRB total Propinsi Jawa Barat periode 1995-1997 dapat
dilihat pada Tabel 5.1. Dari tahun 1995 sampai 1996 terjadi peningkatan sebesar
8/16/2019 H06ama
56/120
8/16/2019 H06ama
57/120
43
5.1). Nilai R a Propinsi Jawa Barat sebesar 0,15 atau 15 persen menunjukkan
bahwa selama kurun waktu 1995-1997 terjadi peningkatan laju pertumbuhan
PDRB total Propinsi Jawa Barat.
5.1.2. Komponen Pertumbuhan Sektoral Propinsi Jawa Barat
Pertumbuhan PDRB total suatu wilayah ditentukan oleh pertumbuhan
sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Begitu juga dengan Propinsi
Jawa Barat yang pembentukan PDRB totalnya disumbang oleh sektor-sektor
perekonomian yang ada. Berdasarkan Tabel 5.2 pertumbuhan yang paling
mencolok terjadi pada sektor industri yaitu sebesar 0,26 atau 26 persen (Tabel
5.2). Selain menghasilkan laju pertumbuhan yang cepat, sektor industri juga
memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB total Jawa Barat.
Peningkatan sektor industri dari tahun ke tahun didukung oleh peningkatan yang
stabil dari subsektor penunjang sektor industri. Propinsi Jawa Barat memiliki
beberapa wilayah yang diandalkan dalam sektor industri pengolahan dintaranya
wilayah Tangerang dan Kabupaten Bandung dalam industri pengolahan non migas
dan Kabupaten Indramayu dalam industri pengolahan migas.
Pertumbuhan sektor utilitas menempati posisi kedua dengan nilai sebesar
0,16 atau 16 persen (Tabel 5.2). Selain menghasilkan laju pertumbuhan yang
cepat, sektor utilitas juga memberikan sumbangan yang besar terhadap
pembentukan PDRB total Jawa Barat. Peningkatan sektor utilitas dari tahun ke
tahun didukung oleh peningkatan yang stabil dari subsektor penunjang sektor
utilitas. Peningkatan yang terjadi pada subsektor komunikasi dan transportasi
8/16/2019 H06ama
58/120
44
selama periode 1995-1997 ini dikarenakan pada periode ini terjadi peningkatan
penggunaan komunikasi seiring dengan berkembangnya telepon seluler untuk
menunjang komunikasi (BPS, 1997).
Tabel 5.2. Pertumbuhan Sektor Ekonomi Propinsi Jawa Barat Periode 1995-1997.
PDRB
(juta rupiah)Tahun
Sektor Primer Sektor Industri Sektor Utilitas Sektor Jasa
1995 12.815.304 20.810.291 4.959.109 23.906.461
1996 12.930.078 24 113 084 5.478.024 25.722.353
1997 12.299.543 26 310 843 5.768.203 27.190.354
∆ PDRB -515.673 5.500.545 809.087 3.283.890
Nilai Ri -0,04 0,26 0,16 0,14Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat (1995-1997), diolah.
Keterangan :
Sektor Primer = Pertanian + PertambanganSektor Industri = Industri Pengolahan
Sektor Utilitas = Listrik, gas dan air bersih + Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor Jasa = Bangunan + Perdagangan, Hotel dan Restoran
+ Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan + Jasa-jasaR i = ∆ PDRB 1997-1995/PDRB 1995
Laju pertumbuhan sektor jasa selama periode 1995-1997 yaitu sebesar -
0,14 atau 14 persen (Tabel 5.2). Peningkatan kontribusi sektor jasa terbesar
selama periode 1995-1997 terjadi merupakan dampak positif dari semakin
berkembangnya subsektor perdagangan dan pariwisata di beberapa wilayah di
Propipinsi Jawa Barat yang kontribusinya sangat besar terhadap peningkatan
sektor jasa Propinsi Jawa Barat.
Pada Tabel 5.2 terlihat bahwa peranan sektor primer cenderung semakin
kecil terhadap pembentukan PDRB total Jawa Barat yaitu sebesar -0,04 atau -4
persen. Hal ini dikarenakan peranan sektor pertanian yang semakin menurun
setiap tahunnya. Penurunan produksi pertanian disebabkan karena dampak dari
kemarau panjang yang melanda Jawa Barat sepanjang tahun 1997. Semakin
8/16/2019 H06ama
59/120
45
berkurangnya lahan pertanian dan terjadinya transformasi ke sektor industri
menyebabkan semakin lemahnya pertumbuhan sektor pertanian. Sektor
pertambangan dan penggalian juga mengalami penurunan yang agak mencolok
karena turunnya produksi minyak bumi pada tahun 1995 sebesar 4,91 persen,
kemudian mengalami peningkatan pada tahun 1996 namun kembali turun pada
tahun 1997 (BPS, 1997). Penurunan ini disebabkan oleh karena sektor
pertambangan dan penggalian sangat tergantung pada produksi minyak dan gas
bumi, sehingga kenaikan dan penurunan yang sedikit dari komoditi ini sangat
berpengaruh terhadap sumbangan yang diberikan sektor tersebut terhadap
pembentukan total PDRB Jawa Barat secara keseluruhan.
Pertumbuhan PDRB total Propinsi Jawa Barat ditunjang oleh pertumbuhan
sektor-sektor ekonominya. Cepat atau lambatnya pertumbuhan PDRB total
ditentukan oleh cepat atau lambatnya pertumbuhan sektor ekonominya. Pada
periode 1995-1997, pertumbuhan sektor ekonomi yang cepat terjadi pada sektor
industri dan sektor utilitas dengan laju pertumbuhan (R i) berturut-turut sebesar
0,26 dan 0,16 (Tabel 5.2). Sektor utilitas dan sektor industri pada periode 1995-
1997 tumbuh lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan PDRB total Propinsi
Jawa Barat sebesar 0,15 (Tabel 5.1). Besarnya laju pertumbuhan sektor industri
dan sektor utilitas menunjukkan bahwa pada periode 1995-1997 pertumbuhan
PDRB total Jawa Barat sangat ditunjang oleh kontribusi kedua sektor tersebut.
Laju pertumbuhan sektor jasa pada periode 1995-1997 belum cepat bila
dibandingkan laju pertumbuhan PDRB total Jawa Barat. Sektor primer pada
periode 1995-1997 tumbuh lambat dengan laju pertumbuhan negatif yaitu sebesar
8/16/2019 H06ama
60/120
46
-0,04 (Tabel 5.2). Penurunan kontribusi sektor primer terhadap pembentukan
PDRB total Jawa Barat dikarenakan semakin menurunnya produktivitas sektor
pertanian di Jawa Barat pada periode 1995-1997.
Pembentukan PDRB total Jawa Barat ditunjang oleh kontribusi PDRB
total setiap kabupaten dan kota di Jawa Barat. Semakin besar kontribusi PDRB
total setiap kabupaten dan kota maka semakin besar pula PDRB total Propinsi
Jawa Barat. Besarnya kontribusi PDRB total kabupaten dan kota ditentukan oleh
besar kecilnya kontribusi sektor-sektor ekonomi pendukungnya. Demikian halnya
dengan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Propinsi Jawa Barat ditunjang oleh
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi setiap kabupaten dan kotanya.
Untuk mengetahui cepat atau lambatnya pertumbuhan sektor ekonomi
kabupaten dan kota dibandingkan dengan pertumbuhan sektoral Jawa Barat maka
digunakan komponen Pertumbuhan Proporsional (PP). Komponen Pertumbuhan
Proporsional (PP) kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat pada kurun waktu
1995-1999 disajikan pada (Lampiran 3). Nilai komponen PP diperoleh dengan
perhitungan menggunakan nilai laju pertumbuhan PDRB total Jawa Barat (R a)
dan laju pertumbuhan sektoral Jawa Barat (R i) yang diproporsikan terhadap
PDRB per sektor di setiap kabupaten dan kota. Untuk mempermudah mengetahui
kabupaten dan kota yang tumbuh cepat atau lambat secara sektoral dapat dilihat
pada Tabel 5.3. Pada Tabel 5.3 terlihat urutan tingkat pertumbuhan sektoral
kabupaten dan kota di Jawa Barat periode 1995-1997 dari yang tumbuh paling
cepat sampai tumbuh paling lambat.
8/16/2019 H06ama
61/120
47
Tabel 5.3. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan
Komponen Pertumbuhan Proporsional Periode 1995-1997.
PP p PPm Ppu PPs No
(−) (+) (+) (−)
1 Indramayu Bandung Kota Tangerang Kota Bandung
2 Bogor Bekasi Kota Bandung Bandung
3 Bandung Serang Bandung Bogor
4 Sukabumi Bogor Tangerang Kota Tangerang
5 Garut Kota Tangerang Serang Bekasi
6 Cianjur Tangerang Bogor Garut
7 Ciamis Kota Bandung Bekasi Tasikmalaya
8 Subang Karawang Karawang Serang9 Tasikmalaya Cirebon Kota Cirebon Karawang
10 Tangerang Kota Bogor Kota Bogor Ciamis
11 Karawang Purwakarta Ciamis Cirebon
12 Serang Tasikmalaya Cirebon Tangerang
13 Pandeglang Sukabumi Cianjur Cianjur
14 Bekasi Sumedang Sukabumi Sukabumi
15 Cirebon Majalengka Indramayu Subang
16 Sumedang Ciamis Tasikmalaya Indramayu
17 Lebak Garut Garut Kota Bogor
18 Majalengka Indramayu Purwakarta Kota Cirebon
19 Kuningan Subang Kota Sukabumi Sumedang
20 Purwakarta Cianjur Majalengka Lebak
21 Kota Sukabumi Pandeglang Pandeglang Majalengka
22 Kota Tangerang Lebak Kuningan Kuningan
23 Kota Bandung Kuningan Sumedang Purwakarta
24 Kota Cirebon Kota Cirebon Lebak Pandeglang
25 Kota Bogor Kota Sukabumi Subang Kota SukabumiSumber: BPS Propinsi Jawa Barat (1995-1997), diolah.
Keterangan :
(+) : nilai pertumbuhan proporsional positif(−) : nilai pertumbuhan proporsional negatifPP p : Pertumbuhan Proporsional Sektor Primer (Pertanian + Pertambangan)
PPm : Pertumbuhan Proporsional Sektor Industri (Industri Pengolahan)PPu : Pertumbuhan Proporsional Sektor Utilitas (Listrik, gas dan air bersih + Pengangkutan dan Komunikasi)
PPs : Pertumbuhan Proporsional Sektor Jasa (Bangunan + Perdagangan, Hotel dan Restoran+ Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan + Jasa-jasa)
8/16/2019 H06ama
62/120
48
Pada Tabel 5.3 dapat dilihat urutan kabupaten dan kota dilihat dari cepat
atau lambatnya pertumbuhan sektor sektor ekonominya. Sektor ekonomi yang
bernilai negatif menunjukkan bahwa sektor ekonomi tersebut tumbuh lambat pada
periode 1995-1997. Sebaliknya, sektor ekonomi yang bernilai positif
menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ekonomi di kabupaten dan kota tersebut
cepat. Cepat atau lambatnya pertumbuhan sektor-sektor ekonomi setiap kabupaten
dan kota menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan sektoral Jawa Barat.
Sektor ekonomi yang tumbuh cepat pada periode 1995-1997 adalah sektor
industri dan sektor utilitas. Hal ini terlihat dari nilai komponen pertumbuhan
proporsionalnya yang positif (Lampiran 3). Cepatnya sektor industri dan sektor
utilitas kabupaten/kota dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap pertumbuhan
sektor ekonomi tersebut di Propinsi Jawa Barat. Pertumbuhan sektor industri dan
sektor utilitas di Propinsi Jawa Barat lebih cepat dibandingkan pertumbuhan
PDRBnya. Hal ini menyebabkan nilai selisih pertumbuhan sektoral dengan PDRB
Jawa Barat untuk sektor industri dan sektor utilitas bernilai positif. Sehingga nilai
komponen PP sektor industri dan sektor utilitas setiap kabupaten/kota bernilai
positif (Lampiran 3 ).
Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa Kabupaten Bandung memiliki
pertumbuhan sektor industri paling cepat dibandingkan daerah lain pada periode
1995-1999. Cepatnya pertumbuhan sektor industri Kabupaten Bandung didukung
oleh besarnya kontribusi sektor ini terhadap pembentukan PDRB totalnya.
Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra industri terbesar di Jawa Barat.
Subsektor industri pengolahan minyak dan gas maupun non minyak dan gas di
8/16/2019 H06ama
63/120
49
Kabupaten Bandung tumbuh sebesar Rp 401.875,53 juta pada periode 1995-1997
(Lampiran 3). Kabupaten Bandung memiliki industri pengolahan migas yang
didukung oleh aktifnya sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten
Bandung. Sementara untuk industri pengolahan non migas didukung oleh
banyaknya pabrik-pabrik industri pengolahan yang terdapat di Kabupaten
Bandung yang meningkatkan pendapatan PDRB sektoral yang berasal dari
industri pengolahan.
Kota Tangerang pada periode 1995-1997 merupakan daerah yang
pertumbuhan sektor utilitas paling cepat diantara daerah yang lain di Jawa Barat
(Tabel 5.3). Peningkatan pertumbuhan ini dikarenakan pada periode 1995-1997
Kota Tangerang merupakan sentra industri terbesar di Jawa Barat dimana
pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang terutama didorong oleh kegiatan industri
dimana hampir semua industri besar terdapat di Kota Tangerang. Peranan kegiatan
industri tersebut mendorong peningkatan laju pertumbuhan sektor perdagangan
Kota Tangerang. Laju pertumbuhan sektor perdagangan di Kota Tangerang
mendorong semakin dibutuhkan sarana dan prasarana yang memudahkan
mengakses Kota Tangerang. Hal tersebut mendorong meningkatnya sektor
pengangkutan pendukung kegiatan perdagangan di Kota Tangerang yang diikuti
peningkatan penggunaan listrik dari tahun ke tahun untuk kebutuhan industri.
Peningkatan kinerja sektor utilitas di Kota Tangerang pada periode 1995-1997
menempatkan Kota Tangerang sebagai daerah dengan pertumbuhan sektor utilitas
paling cepat.
8/16/2019 H06ama
64/120
50
Sektor ekonomi yang tumbuh lambat pada periode 1995-1997 adalah
sektor primer dan sektor jasa. Hal ini terlihat dari nilai komponen pertumbuhan
proporsionalnya yang negatif (Lampiran 3). Lambatnya sektor primer dan sektor
jasa kabupaten/kota dapat dilihat dari pengaruhnya terhadap pertumbuhan sektor
ekonomi tersebut di Propinsi Jawa Barat. Pertumbuhan sektor primer dan sektor
jasa di Propinsi Jawa Barat lebih lambat dibandingkan pertumbuhan PDRB total.
Hal ini menyebabkan nilai selisih pertumbuhan sektoral dengan PDRB total
Propinsi Jawa Barat untuk sektor primer dan sektor utilitas bernilai negatif,
sehingga nilai komponen PP sektor industri dan sektor utilitas setiap
kabupaten/kota bernilai negatif (Lampiran 3). Negatifnya nilai komponen PP
hanya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ekonomi tersebut lambat tanpa
dipengaruhi besar atau tidaknya kontribusi sektor tersebut terhadap pembentukan
PDRB total.
Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa Kabupaten Indramayu merupakan
daerah dengan pertumbuhan sektor primer p