+ All Categories
Home > Documents > Jurnal Isi Ok

Jurnal Isi Ok

Date post: 18-Jul-2015
Category:
Upload: parezaalam19
View: 266 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Popular Tags:

of 185

Transcript

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

PENYUSUNAN DECISION SUPPORT SYSTEM (DSS) STUDI KELAYAKAN EKONOMI DAN FINANSIAL BAGI UKM*) Daniel Asnur**) Abstract DSS is a system based model which consisted of procedures in data processing, addressed to assist managers in taking decision. This system has to be: 1. Simple, 2. Robust, 3. Easy to be controlled, 4. Adaptable, 5. Has various important features, 6. Communicative. Implicitly its also means that this system must base on computer (computerized) and applied/use to support SME to solve their problems. DSS SME software is a computerized information system which can support its users in plan and making decision for SME business finance and economic. DSS can give amenities in doing calculation, correctness in calculation and inspection. This software application is expected to be able to give effectiveness and efficiency for government, stakeholders and intermediary institute in doing decision making to develop SME business. This application system run/compatible with Microsoft Windows, it has attractive display appearance and can yield SME financial and economic eligibility output in .doc format (Microsoft office word) for further editing and printing.

Sistem informasi, aplikasi software, UKM I. PENDAHULUAN EksistensiUKMdalamperekonomianIndonesiacukupdominandan signifikan. Sedikitnya, terdapat 3 (tiga) indikator yang menunjukkan bahwa keberadaan UKM di Indonesia memiliki posisi dominan dan signifikan. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Jumlah populasi UKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia, dengan jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenagaKajian Asdep Urusan Pengembangan Perkaderan UKM tahun 2008. Artikel diterima 16 April 200, peer review 22 April s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200 **) Kepala Bidang Kerjasama dan aringan pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (koordinator kajian)*)

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

kerja. Setiap unit investasi pada sektor UKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UKM menyerap 79,04 juta tenaga kerja atau 99,4% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan, yakni jumlah PDB mencapai Rp 3.957,4 triliun, dimana UKM memberikan kontribusi sebesar Rp 2.121,3 triliun atau 53,6% dari total PDB Indonesia. Pertumbuhan PDB UKM tahun 2007 terjadi di semua sektor ekonomi. Ekspor hasil produksi UKM selama tahun 2007 mencapai Rp 142,8 triliun atau 20% terhadap total ekspor nonmigas nasional sebesar Rp 713,4 triliun. Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pengembangan kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) dianggap sebagai satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi ini karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif tahan banting, terutama UKM yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan UKM dalam sektor pertanian dapat memperoleh keuntungan yang relatif besar. Sebaliknya, UKM yang tergantung pada input import mengalami keterpurukan dengan adanya gejolak depresiasi rupiah ini. Di sisi lain, permasalahan UKM yang berkaitan dengan sumber daya manusia (human resources), managemen, funding access, informasi teknologi danmarket acces membuat para pengusaha UKM (umumnya) memposisikan diri untuk apatis dalam membangun simbiosis yang harmonis dengan pihak intermediary. Hal ini terbukti dengan data yang menunjukkan bahwa hanya 31% pihak UKM yang menerima kucuran kredit, sisanya sebanyak 21% ditolak (tidak visible) dan bahkan 48% pengusaha UKM tidak mengajukan kredit pembiayaan sama sekali dari pihak perbankan. Di lain pihak perbankan merasa bahwa sebagian pelaku UKM yang mengajukan kredit juga belum memenuhi persyaratan yang dibutuhkan oleh perbankan. Salah satu upaya yang dapat diusung dan dikembangkan adalah dengan menyusun Pedoman Pengambilan Keputusan Pengembangan Investasi UKM Berbasis Teknologi dan Sistem Informasi (Decision Support System/ DSS) yang menjembatani permasalahan dasar UKM dan kebutuhan pihak intermediary swasta untuk meningkatkan portofolio investasinya. DSS adalah sebuah kelas sistem informasi yang terkomputerisasi yang dapat mendukung keputusan. DSS dapat memberikan kemudahan dalam melakukan perhitungan, ketelitian dalam perhitungan dan pemeriksaan. Mengintegrasikan konsep DSS dan konsep kelayakan ekonomi dan finansial untuk pengembangan usaha UKM diharapkan dapat memberikan efektivitas, efesiensi dan ketelitian bagi pihak pemerintah, pelaku usaha dan lembaga intermediarydalammelakukan pengambilan keputusan untuk mengembangkan bisnis UKM.

2

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

Berkenaan dengan hal tersebut maka perlu dirancang sebuah sistem informasi dalam pengambilan keputusan untuk melihat kelayakan ekonomi dan finansial bisnis UKM yang dapat direplikasikan untuk usaha yang sejenis pada wilayah-wilayah di Indonesia, sehingga keputusan pengembangan dan pemberdayaan usaha ini dapat dijalankan secara akurat dan teliti. Selain itu, dapat juga digunakan untuk mengukur kinerja usaha ini dalam menjalankan bisnisnya dan memberikan informasi tentang kondisi yang dihadapi. II. TINJAUAN PENELITIAN SEBELUMNYA Sebagai bahan perbandingan dalam penelitian Decision Support System Kelayakan Ekonomi dan Finansial bagi UMKM, diantaranya penelitian yang dilakukan Badan Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (2003) dengan judul Penyusunan DSS Informasi dan Pengendalian Ketahanan Pangan Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan dalam hal: (a) Kecepatan di dalam mencari informasi pangan sampai level kecamatan, sehingga dapat membantu mempercepat perhitungan kebutuhan, pengadaan, dan distribusi pangan; (b) Reliabilitas estimasi luas dan produksi pangan (khususnya padi), sehingga dapat digunakan sebagai opsi kedua setelah BPS dalam perhitungan pengadaan pangan; dan (c) Ketepatan luas dan penggunaan lahan dan trend perubahannya, sehingga kebijakan untuk mengantisipasi laju perubahan lahan pertanian ke non pertanian dapat dilakukan sedini mungkin. Penelitian lanjutan yang dilakukan Badan Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (2005) dalam dengan judul Penyusunan DSS untuk Pendayagunaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Perencanaan Pertanian. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan alat bantu pengambil keputusan untuk pendayagunaan sumberdaya iklim dan air untuk perencanaan pertanian Berdasarkan kedua sumber penelitian tersebut di atas, tampak bahwa manfaat yang diberikan oleh aplikasi Decision Support System sangatlah luas. Sehingga penulis tertarik untuk mengintegrasikan aplikasi DSS ini di dalam dunia koperasi dan UKM yang antara lain untuk keperluan analisa marketing, operasi logistik dan distribusi, serta masalah-masalah yang berkaitan dengan keuangan dan akuntansi (taxation, budgeting, dsb.). III. KERANGKA PEMIKIRAN Dalam penelitian ini akan menyusun Decision Support System Kelayakan Ekonomi dan Finansial bagi UMKM. Hasil analisis tersebut ut menunjukkan apakah usaha yang dijalankan UMKM layak atau tidak untuk dilaksanakan.

3

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

Langkah pertama adalah menyusun variabel ekonomi dan finansial UMKM. Variabel ekonomi terdiri dari aspek produksi, aspek pemasaran, aspek managemen dan SDM, aspek lingkungan. Aspek finansial meliputi initial invesment, working capital, perhitungan cash flow dan biaya produksi dan operasi. Selanjutnya menganalisis data kuantitatif dengan menghitung kelayakan investasi yang mempunyai beberapa kriteria yaitu Break Event Point (BEP), B/C Ratio, Payback Periods (PP), NPV, PI, IRR, dan Rentabilitas Ekonomi. Kemudian mencari perhitungan analisis sensitivitas untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau penurunan faktor-faktor pemasukan atau biaya tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi pada aspek keuangan yaitu dari layak atau menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Kemudian dari hasil perubahan biaya atau pendapatan dimasukkan kedalam analisis kelayakan investasi UKM yang diterapkan. Langkah terakhir adalah interpretasi hasil analisis kelayakan, apakah layak atau tidak. Bila hasilnya menyatakan layak maka diteruskan dengan pelaksanaan. Bila hasilnya menyatakan tidak layak maka perlu dilakukan evaluasi. Pada gambar 1 disajikan skema kerangka berpikir sebagaimana penjelasan di atas.

Gambar

1.

Skema Kerangka Pemikiran Penyusunan Decision Support System (DSS) Kelayakan Ekonomi dan Finansial bagi UMKM

4

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

III.

METODOLOGI 1. Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembuatan software aplikasi DSS kelayakan ekonomi dan finasial ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisa kajian literatur yang berkenaan dengan indikator yang ditentukan sebagai variabel ekonomi dan finansial. Pendekatan kuantitatif dipergunakan untuk model perhitungan kelayakan ekonomi dan keuangan dari hasil penyebaran kuisioner kepada responden. Pendekatan ini dilakukan agar kegiatan ini memperoleh hasil yang valid dan komprehensif. 2. Populasi dan Sampel Dari populasi yang menjadi subjek dalam kajian ini, kemudian diambil sampel. Responden yang menjadi sampel penelitian untuk masingmasing kegiatan penyusunan software DSS studi kelayakan ekonomi dan finansial UKM dilakukan dengan purposive sampling berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Sampel diambil dari Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat dan Irian Jaya. Pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut: Pelaku UKM yang usahanya merupakan produk unggulan di masing-masing propinsi Telah menjalankan usaha yang sejenis selama lima tahun Penghasilan usaha positif Data yang diambil merupakan data yang wajar.

3. Jenis dan Sumber Data: Jenis dan sumber data yang menjadi bahan dalam kajian ini terdiri dari : Data Primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh secara langsung dari narasumber/responden baik yang berupa hasil wawancara dan kuesioner yang disebarkan kepada responden. Data primer diperoleh dari pelaku UKM pada masing-masing lokasi kajian. Data Sekunder, yaitu data dan informasi yang diperoleh dari dokumen/publikasi/laporan penelitian dari dinas/instansi maupun sumber data lainnya yang menunjang.

5

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

4. Teknik Pengumpulan Data: Untuk menganalisis kegiatan pengembangan software DSS studi kelayakan ekonomi dan finansial UKM yang efektif serta merekomendasi best practice yang dapat digunakan dan dikembangkan, maka akan digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: Studi Kepustakaan dan Literatur, digunakan untuk mendapatkan data-data awal tentang kelayakan ekonomi dan finansial. Wawancara mendalam (indepth interview), yakni teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara kepada key informan. Penyebaran kuisioner, yakni teknik pengumpulan data dengan menyebarkan kuisioner kepada pelaku bisnis dan instansi terkaitdan kuesioner ini bertujuan untuk mandapatkan data faktual tentang kajian.

5. Teknik Analisis Data: Setelah data diperoleh dari berbagai kelompok responden serta setelah dilakukan entri dan tabulasi data, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap hasil survei. Hasil dari survei dan analisa ini akan menjadi dasar informasi untuk mendesain kebutuhan seperti apa yang harus dipenuhi dari sisi operasional. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang nantinya akan menjadi dasar bagi tahapan selanjutnya, yaitu melakukan desain terhadap software DSS yang akan dibangun. 6. Tahapan Perancangan Aplikasi: Tahapan-tahapan perancangan aplikasi dengan metode Rapid Application Development (RAD) adalah sebagai yang terilustrasi pada Gambar 2. a) Pemodelan Cara Kerja Data-data masukan mengalir dari satu fungsi kerja ke fungsi kerja berikutnya. Aliran data masukan kedalam beberapa fungsi kerja tersebut dimodelkan untuk mendapatkan model cara kerja. Pemodelan cara kerja ini akan menjawab berapa pertanyan mendasar sebagai berikut: 1). Informasi apa sajakah yang dapat mempengaruhi aplikasi; 2). Informasi apa sajakah yang akan dihasilkan; 3). Bagian-bagian mana yang menghasilkan informasi; 4). Kemana informasi/data itu akan dikirimkan; 5). Siapa dan bagaimana data/informasi itu diproses.

6

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

Gambar 2. Tahapan Perancangan Aplikasi b) Pemodelan Data Aliran informasi yang telah didefinsikan didalam pemodelan cara kerja kemudian dianalisa kembali lebih detail untuk mendapatkan daftar objek/data yang dibutuhkan untuk mendukung cara kerja yang telah dimodelkan. Karakteristik masing-masing objek (biasanya disebut sebagai attribute) kemudian diidentifikasikan. Didalam pemodelan data juga dilakukan pendefinisian hubungan/relasi antara objek satu dengan yang lain, dan antara atribut satu dengan yang lain. c) PemodelanPemrosesanData Disini konsultan akan mendefinisikan proses/transformasi di semua objek data yang telah didefinisikan pada tahap pemodelan data. Proses/ transformasi data tersebut harus disesuaikan dengan aliran informasi yang telah dirancang pada pemodelan cara kerja. Transformasi yang dimaksud antara lain, menambah, menghapus, menyunting, mengambil dan menyimpan data. Semua proses itu dimodelkan dalam pemodelan pemrosesan data ini. d) Pengembangan Aplikasi Pengembangan aplikasi dengan menggunakan model RAD ini akan sebanyak-banyaknya memanfaatkan alat bantu yang telah ada dan sering digunakan, misalnya Java, VB, C# atau Delphi. RAD

7

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

menekankan pada penggunaan kembali komponen-komponen yang telah tersedia, penggabungan satu atau dua aplikasi lain yang telah ada untuk pengembangan aplikasi. Fungsi tambahan yang sering dilakukan dalam model RAD ini antara lain melakukan otomatisasi, integrasi antara satu komponen dengan komponen yang lain. Didalam pengembangan aplikasi kali ini, konsultan akan menggunakan lingkungan kerja (framework) Java sebagai pengelola UI (user interface) atau antar muka. Pilihan ini diambil karena Java cukup banyak digunakan dan berukuran cukup kecil. Kemudian untuk kebutuhan kalkulasi, konsultan akan menggunakan excel sebagai prosesor untuk melakukan kalkulasi yang akurat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Disain Input dan Output DSS UMKM Disain input dan output yang dikembangkan untuk pembuatan software kelayakan ekonomi dan keuangan selain Profil Perusahaan adalah sebagai berikut: a) Aspek Produksi Analisis teknis berkenaan dengan kegiatan produksi dan operasi yang dijalankan. Penilaian kelayakan diukur secara kuantitatif dengan menggunakan kuisioner untuk melihat apakah menurut pelaku usaha kegiatan teknis produksi dan operasi yang dijalankan telah layak secara ekonomi. Faktor-faktor yang yang menjadi pertimbangan dalam aspek produksi seperti sebagai berikut: 1) Lokasi Usaha, 2) Fasilitas produksi, 3) Bahan Baku, 4) Tenaga kerja, 5) Teknologi, 6) Proses produksi, 7) Jumlah, Jenis dan mutu, 8) Produksi Optimum, 9) Kendala produksi, 10) Critical Path Method. b) Aspek Pemasaran Analisis usaha dapat dilakukan secara kualitatif atau deskriptif kuantitatif untuk mengetahui aspek pasar dan pemasaran. Secara umum, titik tolak dalam alur pikir tersebut adalah penyusunan aspek pemasaran dapat dilakukan setelah pengusaha mempunyai rencana pengembangan bisnis. Berikut ini faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam melihat aspek pasar adalah sebagai berikut: 1) Permintaan, penawaran dan persaingan pasar, 2) Harga, 3) Jalur Pemasaran, 4) Pemilihan Pola usaha, 5) Market sizedanmarket share, 6) Segmentasi, 7) Positioning, 8) Targeting.

8

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

c) Aspek Managemen dan SDM Pembahasan mengenai aspek managemen dan SDM ini terkait dengan, yaitu : Bentuk Organisasi Perusahaan, profil usaha dan kompensasi. Untuk bentuk organisasi terkait dengan badan hukum perusahaan dan perizinan. Kemudian untuk profil usaha terkait dengan skala usaha dan sistim pengelolaan usaha, sedang kompensasi terkait dengan tingkat kompensasi yang diberikan. d) Aspek Lingkungan Pembahasan mengenai aspek lingkungan ini terkait dengan, yaitu : tingkat ketersediaan bahan baku, sumber bahan baku, jumlah pesaing industri sejenis, penghalang memasuki industri (Entry Barier), dan jarak antar usaha sejenis. e) Aspek Keuangan Dalam variabel keuangan ini akan disajikan informasi tentang biaya investasi, modal kerja, cash flow dan biaya operasional yang terdiri darifixed costdanvariable cost. Kelayakan investasi dapat diukur dari berbagai kriteria, yang dalam hal ini menggunakan; analisis break even point, benefit/cost ratio, payback periods, net present value, profitability index, internal rate of return dan rentabilitas ekonomi. 2. Fitur Aplikasi DSS UMKM Software DSS UKM adalah sebuah kelas sistem informasi yang terkomputerisasi yang dapat mendukung para penggunanya dalam perencanaan dan pengembalin keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan usaha. DSS dapat memberikan kemudahan dalam melakukan perhitungan, ketelitian dalam perhitungan dan pemeriksaan. Aplikasi software DSS UKM diharapkan dapat memberikan efektivitas dan efesiensi bagi pihak pemerintah, pelaku usaha dan lembaga intermediary dalam melakukan pengambilan keputusan untuk mengembangkan bisnis UKM. Aplikasi ini dijalankan diatas windows, dengan tampilan yang menarik dan mampu menghasilkan output kelayakan ekonomi dan finansial dalam format pdf yang siap di cetak maupun dalam format doc untuk proses pengeditan lebih lanjut. Fasilitas yang disedikan mengarahkan para pengguna yang awam akan perencanaan usaha untuk mampu membuat perencaaan ataupun pengambilan keputusan kelayakan usaha dengan mudah dan sederhana. Selain itu, proses pengisian langkah-langkah studi kelayakan tidak harus sekaligus dimasukkan dalam satu saat, tetapi dapat bertahap yang pada akhirnya menghasilkan sebuah perencanaan bisnis yang lengkap dan akurat. Aplikasi juga memiliki beberapa fitur yang salah satu diantaranya adalah fasilitas untuk me-review perencanaan bisnis yang dibuat.

9

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

Aplikasi Software DSS UKM ini memiliki fitur-fitur (fasilitas) yang dapat dimanfaatkan bagi setiap user sebagai berikut: a) Mendukung user UKM pada sektor perdagangan, pertanian, manufaktur, jasa, restoran untuk perencanaan dan pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan. b) Memiliki fasilitas yang memberikan informasi dan wawasan berkaitan dengan peristilahan dan teknik-teknik pembuatan perencanaan maupun pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan. c) Mampu melakukan ekspor dokumen menjadi file pdf siap cetak maupunfile doc (ms word). d) Proses pengisian untuk pembuatan studi kelayakan ekonomi dan keuangan tidak harus dilaksanakan pada satu waktu dan dapat disimpan kapan saja. Untuk mempermudah penggunaan, berikut penjelasan dari masing-masing tombol toolbar yang terdapat dalam aplikasi, toolbardari kiri ke kanan mengilustrasikan proses pembuatan studi kelayakan dan sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 3. a) Profil;merupakantoolbar yang terdiri dari profil perusahaan dan profil usaha. Toolbar ini dapat di klik untuk membantu user mendeskripsi perusahaan dan usaha yang dijalankan. b) Aspek; terkait dengan aspek produksi, pemasaran, managemen dan SDM, lingkungan dan keuangan. Toolbar ini dapat di klik untuk membantu usermendeskripsikanaspekekonomidankeuangan perusahaan dan usaha yang dijalankan. c) Analisis Bisnis; pada toolbar ini, sistim akan secara otomatis melakukan analisis setelah user melakukan pengisian pertanyaan yang diajukan/tersedia pada toolbar profil dan aspek produksi, pemasaran, managemen & SDM, Lingkungan dan Keuangan. Hasil analisis akan ditampilkandalamimage angka skor, grafik warna dan deskripsi hasil analisis. d) Print;toolbar ini disedikan untuk memberikan pilihan kepada user untuk memprint hasil studi kelayakan dalam format dokumen Ms Word (doc). Langkah-langkah memulai aplikasi DSS studi kelayakan ekonomi dan finansial bagi UMKM adalah sebagai berikut: a) Pilih Bidang Usaha: untuk mulai menjalankannya, user terlebih dahulu diminta untuk menyesuaikan sektor usaha yang dijalankannya atau sektor usaha yang akan dibuat studi kelayakannya dengan memilih tampilan toolbar aplikasi. Pada saat shortcut DSS UMKM di klik dua kali akan muncul menu pilihan bidang usaha yang akan

10

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

dibuat perencaan dan pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan usaha. Bidang usaha yang dapat dipilih pada software versi ini adalah Perdagangan, Pertanian, Manufaktur, Jasa dan Restoran. b) Untuk membuat studi kelayakan dari usaha, dimulai dengan Tahap Pengisian Profil Perusahaan. User dapat langsung meng-klik icon profil perusahaan. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian identitas perusahaan dan konsep awal. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada tampilan form identitas perusahaan. Isian form terletak pada layar paling kanan. Setelah terisi, kembali di-klik form konsep awal untuk melakukan pengisian selanjutnya. c) Tahap pengisian profil usaha, user dapat langsung meng-klikicon profil usaha. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian kondisi perusahaan dan form pola pembiayaan bank. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada tampilan form kondisi perusahaan. Isian form terletak pada layar paling kanan. Setelah terisi, kembali di-klik form selanjutnya mengenai pola pembiayaan bank untuk melakukan pengisian selanjutnya. d) Tahap pengisian Aspek Produksi, user dapat langsung meng-klik icon aspek produksi. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian aspek produksi. Lalu isilah setiap pertanyaan

Gambar 3. Layer Aplikasi DSS

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

yang tersedia pada tampilan form aspek produksi. Isian form terletak pada layar paling kanan. Setelah terisi, kembali di-klik form selanjutnya mengenai pola pembiayaan bank untuk melakukan pengisian selanjutnya. e) Tahap pengisian Aspek Pemasaran, user dapat langsung meng-klik icon aspek pemasaran. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian kinerja Pemasaran. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada tampilan form kinerja Pemasaran. Isian form terletak pada layar paling kanan. f) Tahap pengisian Aspek Managemen dan SDM, user dapat langsung meng-klik icon aspek managemen dan SDM. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian managemen dan SDM. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada tampilan form kinerja managemen dan SDM. Isian form terletak pada layar paling kanan. g) Tahap pengisian Aspek Lingkungan, user dapat langsung meng-klik icon aspek lingkungan. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian aspek lingkungan. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada setiap tampilan form aspek lingkungan. Isian form terletak pada layar paling kanan.

Gambar 4. Layer Pilihan Bidang Usaha

12

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

h) Tahap pengisian Aspek Keuangan, User dapat langsung meng-klik icon aspek keuangan. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian kinerja keuangan yang terdiri dari tujuh form. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada setiap tampilan form kinerja keuangan, mulai dari form satu sampai tujuh. Isian form terletak pada layar paling kanan.

Klikicon toolbar Analisis bisnis

Tab hasil analisis berdasarkan aspek

Hasil analisis perindikator

Hasil analisis komulatif seluruh indikator

Gambar 5. Layer Hasil Analisis Bisnis Aspek Produksi i) Analisis bisnis; pada toolbar ini, sistim akan secara otomatis melakukan analisis setelah user melakukan pengisian pertanyaan yang diajukan/tersedia pada toolbar profil dan aspek. Hasil analisis akanditampilkandalamimage angka skor (indeks), angka kelayakan

13

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-18

keuangan(Cash Flow, IRR, BEP, BCR, PP, NPV-PI), grafik warna dan deskripsi hasil analisis. Untuk melihat hasil analisis dari masingmasing aspek dapat langsung di klik tab hasil analisis pada bagian tengah aplikasi. Pada gambar disamping diberikan contoh hasil analisis produksi. Pada layar ditunjukkan hasil analisis perindikator dan analisis secara komulatif keseluruhan indikator. Untuk hasil analisis dengan kelayakan tinggi diilustrasikan dengan warna hijau, kelayakan sedang dilustrasikan dengan warna kuning dan kelayakan rendah diilustrasikan dengan warna merah. j) Tahap printing ke MS Word, hasil isian dan analisis dapat langsung di export kedalam bentuk dokumen MS word dan siap di print. Out putprint dapat langsung menjadi bagian dari perencanaan bisnis dari UKM, atau dapat menjadi alat ukur pihak-pihak yang berkepentingan (intermediary, funding) untuk melihat kelayakan ekonomi dan finansial UKM tersebut.

3. Output Aplikasi DSS UMKM Aplikasi Output dari software aplikasi DSS UMKM dirancang untuk dapat langsung menjadi semacam proposal bisnis yang dapat digunakan oleh stakeholder lain seperti dunia perbankan. Dengan begitu, output sudah langsung terprint berikut cover, daftar isi dan ilustrasi variabel (aspek produksi, pemasaran, managemen dan SDM, lingkungan serta analisis bisnisnya. V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan Sebagai kesimpulan dari kegiatan pembuatan software aplikasi DSS kelayakan ekonomi dan keuangan UKM adalah sebagai berikut : 1). Aplikasi DSS UKM dikembangkan sebagai sebuah kelas sistem informasi yang terkomputerisasi, terdiri dari prosedur-prosedur dalam pemrosesan data dan pertimbangannya yang dapat memberikan kemudahan dalam melakukan perhitungan, ketelitian dalam perhitungan dan pemeriksaan. Aplikasi DSS dirancang untuk membantu UKM dalam hal pengambilan keputusan dari aspek produksi, pemasaran, managemen, SDM, lingkungan dan keuangan dalam mengukur tingkat kelayakan sekaligus melihat peluang dan hambatan UKM dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya. Agar berhasil mencapai tujuannya, maka fitur-fitur sistem DSS dirancang secara sederhana, robust, mudah untuk dikontrol, mudah beradaptasi, lengkap pada halhal penting, dan mudah berkomunikasi dengannya.

14

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

2). Software aplikasi DSS UKM ini memiliki fitur-fitur (fasilitas) yang dapat dimanfaatkan oleh setiap user UKM sebagai berikut: Mendukung user UKM pada sektor perdagangan, pertanian, manufaktur, jasa, restoran untuk perencanaan dan pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan. Memiliki fasilitas yang memberikan informasi dan wawasan berkaitan dengan peristilahan dan teknik-teknik pembuatan perencanaan maupun pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan. Mampu melakukan ekspor dokumen menjadi file doc (ms word) yang siap diprint. Proses pengisian untuk pembuatan studi kelayakan ekonomi dan keuangan tidak harus dilaksanakan pada satu waktu dan dapat disimpan kapan saja. Hasil analisis kelayakan ekonomi ditampilkan dalam image angka skor kelayakan, grafik warna (kelayakan tinggi diilustrasikan dengan warna hijau, kelayakan sedang dilustrasikan dengan warna kuning dan kelayakan rendah diilustrasikan dengan warna merah ) dan deskripsi hasil analisis. Sedang kelayakan keuangan ditampilkantabulasi neraca, laporan laba rugi, perkembangan cash flow sertaanalisis Break Event Point, Benefit/Cost Rasio, Payback Periods, Net Present Value, Profitability Index, Internal Rate of Return dan deskripsi hasil analisis.

3). Aplikasi DSS UMKM ini akan berjalan baik pada komputer dengan konfigurasi hardware sebagai berikut: Komputer dengan prosesor Intel Pentium IV ataupun yang setara, RAM minimum 512MB, Monitor dengan resolusi minimum 800x600, Sistem operasi Microsoft Windows XP. Dan dukungan software; OPEN Office, AdoBe Reader danDot Net Framework 2. Saran Untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan aplikasi software, konsultan merekomendasikan kepada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM Kementerian Koperasi dan UKM RI untuk merancangkegiatansosialisasisoftware bagi para UKM, seperti: pelaksaaan sejumlah workshop untuk para UKM terkait dengan perencanaan bisnis,

15

JURNAL VOLUME 4 AGUSTUS 2009 : 1-17

pelatihan pemanfaatn software, penggandaan CD program dan manual, Internet Up Load, uji reability penggunaan software, pengembangan sistim (DSS UMKM versi 2) ataupun kegiatan lainnya yang dapat menindaklanjutkan keberadaan software ini pada kementerian Koperasi dan UMKM. Selain itu, softwareaplikasi DSS UMKM kiranya dapat dimiliki oleh para pelaku usaha UMKM secara gratis (tanpa dipungut bayaran). DAFTAR PUSTAKA Jogiyanto, HM, (1990). Analisis & Disain Sistem Informasi. Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Andi Offset. Yogyakarta. Bakrie, Busthami, (1992). Program Aplikasi Foxpro Pada Sistem Akuntansi. Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Edisi 1. Jakarta. Talib, Haer, (2003). Aplikasi Inventori Control dengan Microsoft Visual FoxPro . Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Agung, Gregorius, (2004). 11 Script Spektakuler Active Server Pages. Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Amperiyanto, Tri, (2006). Melihat Keamanan Windows Vista. Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Rivai Veithzal, (2004). Managemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktik. PT. Raja Grafindo Persada Edisi 1. cet 1. Jakarta. Badan Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, (2003). Penyusunan DSS Informasi dan Pengendalian Ketahanan Pangan awa Tengah. Badan Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, (2005). Penyusunan DSS untuk Pendayagunaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Perencanaan Pertanian. Richter, Jeffrey, (2002). Applied Microsoft. NET Framework Programming (ProDeveloper), Microsoft Press. Prosise, Jeff, (2002). Programming Microsoft .NET (Core reference). Microsoft Press. Lawrence, Jacowitz, (2005). Advanced Software Project Management, West Virginia University-USA. Meginson, Byrd, (2006). Small Business Management, an entrepreneurs Guidebook, Fifh Edition, Mc Graw Hill, USA. Mondy, R. Wayne and Noe, Robert M., (1993). Human Resources Management, Allyn & Bacon.

16

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

Porter. E Michael, (1980). Competitive Strategy: Techniques for Analyzing Industries and Competitors, The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co, Inc. Davis, Keith & Frederick, William, (1980). Business and Society, Fifth Edition, Mc.Graw-Hill. Elton, E.J., and Gruber, M.J., (1991). Modern Portfolio Theory and Invesment Analysis, John Wiley and Sons.

17

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

KAJIAN PENGEMBANGAN FORMALISASI UMKM *) Teuku Syarif **) Abstract Formalization of Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) is granting license for certain business activities and legal status for Micro, Small and Medium which have complied with the requirements stipulated in the valid legislation. There are still a few MSMEs (4,12%) which have got license. This matter is due to there are many types of licensing which is required by one type of business and complicated licensing process including its big cost. Of 1,583,34 units of MSME in 6 districts/ municipalities, as example there are 1.12% which have got license. Total of MSMEs which have got new license are only .14%. Licensing programmes which have been implemented by Local Government have not reached to granting legal status. Several/crucial problems to be handled are: a) so many types of license which have to be fulfilled by MSMEs to be able to conduct a business activity, b) requirements do not comply with the characteristic of MSME (especially micro enterprise), less socialization and there is no clear consequence from the government by having legal status. Some variables which influence on the total of MSMEs: which got business license are: 1) approach; 2) form of licensing institution; 3) license requirements; 4) procedure of licensing; cost of licensing; 5) socialization of licensing, 6) consequences of licensing. To speed up formalization of MSME, it is expected immediately that there will be an issuance of local government regulation on licensing which is in line with the law number 20 of 2008 concerning MSME and the characteristic of MSME.

Legalitas, Program Pelayanan Satu Pintu (P2SP), Perda Perizinan sejalan UU Nomor 20 Tahun 2008, Karakteristik UMKM I. Latar Belakang UMKM banyak memiliki keunggulan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya nasional. Namun demikian perkembangannya masih terkendala oleh berbagai masalah klasik. Salah satunya adalah kesulitan dalam mendapatkan legalitas atau formalitas usahanya. Yang dimaksud dengan formalisasi UMKM adalah pemberian izin kegiatan usaha tertentu dan status badan hukum bagi UMKM sesuai dengan ketentuan perundang Kajian Asdep Urusan Penelitian Sumberdaya tahun 2008 Artikel diterima 2 April 200, peer review 2 April s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200 **) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)*)

18

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

undangan yang berlaku. Formalisasi UMKM dibedakan dalam dua bentuk yaitu: a) Formalisasi perusahaan adalah pengesahan bentuk badan hukum dari perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh Usaha Dagang (UD), Perusahaan perorangan (CV) perusahan kongsi (Firma), Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Persero dan lain-lain; b) Perizinan kegiatan usaha yang dikeluarkan oleh instansi/lembaga sektoral. Sebagai contoh Surat Izin Usaha Pendirian (SIUP), izin penambangan, izin lingkungan, izin trayek dan lainlain. Pengesahan badan hukum perusahaan menjadi kewenangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilimpahkan kepada Notaris. Oleh sebab itu biayanya relatif cukup besar untuk ukuran usaha mikro dan usaha kecil. Kelompok usaha mikro memiliki karakteristik antara lain: a) Merupakan usaha perorangan dengan modal relatif kecil dan dikelola dengan manajemen keluarga; b) Kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah; c) Ruang lingkup dan jaringan usaha yang terbatas, d) Konsumen dan segmen pasar yang sudah tertentu, serta e) Jenis dan kegiatan usaha yang sangat mudah berganti (dinamis). Dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM ditetapkan bahwa untuk kelompok usaha mikro tidak diperlukan badan hukum. Tetapi sebagai perusahaan perorangan cukup mendaftarkan diri pada dinasdinas yang membidangi koperasi dan UKM di kabupaten atau kota madya setempat. Perizinan kegiatan usaha lebih diperlukan untuk: a) Melaksanakan kegiatan usaha, memperluas usaha atau mengembangkan jaringan usaha UMKM; b) Sebagai formalitas usaha yang menjamin jaminan bagi calon mitra dan atau stakeholder; c) Menghindari pungutan liar. Menghadapi era globalisasi UMKM dituntut dapat meningkatkan efisiensi untuk menghadapi persaingan. Salah satu unsur pendukung efisiensi adalah adanya jaringan usaha dan kemitraan. Jaringan usaha dan kemitraan akan lebih mudah diwujudkan jika UMKM yang sudah mendapat status formal. Untuk itu idealnya usaha mikro dan kecil bergabung dalam koperasi. Sampai sekarang sangat sedikit (4,12%) usaha mikro dan usaha kecil yang telah mendapatkan izin kegiatan usaha. Hal tersebut disebabkan banyaknya jenis perizinan, kesulitan dalam proses mendapatkan izin dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi masalah perizinan maka sebagian pemerintah daerah telah mengeluarkan berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut antara lain dalam hal penurunan biaya perizinan, pengawasan yang lebih intensif, sosialisasi perizinan dan melaksanaan program pelayanan satu pintu. Pelayanan Perizinan Satu Pintu (P2SP) berpeluang besar untuk mempermudah dan mempercepat proses prizinan UMKM. Tetapi sampai sekarang belum ketahui seberapa jauh efektifitas dari program tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut kajian dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat keberhasilan, serta faktor yang mempengaruhi keberhasilan program dari berbagai pola pelaksanaan proses perizinan/formalisasi UMKM

19

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

II.

Tujuan Manfat dan Output Tujuan Kajian Pengembangan Formalisasi UKM adalah sebagai berikut: 1). Menginventarisir, mengidentifikasi tingkat keberhasilan dan faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian perizinan untuk UMKM; 2) Menentukan pendekatan, kelembagaan model dan prosedur pemberian perizinan yang sesuai dengan karakter UMKM. Manfaat kajian adalah untuk mendapatkan gambaran konkrit tentang; 1). Jumlah, persebaran serta permasalahan yang dihadapi UMKM dalam proses formalisasi usaha, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian perizinan untuk UMKM; 2). Mendapatkan alternatif model kelembagaan dan lternatif prosedur formalisasi UMKM. Ouput yang diharapkan dari kajian ini adalah mendapatkan alternatif model dan prosedur pemberian perizinan bagi UMKM

III.

Kerangka Pemikiran 3.1 Kerangka Konsepsional Pembentukan atau keikutsertaan suatu unit usaha dalam suatu jaringan yang komprehensif ditentukan oleh banyak faktor antara lain adanya informasi, kewirausahaan dari pengusaha dan formalitas unit usaha. Ketidakpastian formalitas unit usaha UMKM menurut Haryadi (2001) merupakan faktor penyebab kesulitan UMKM untuk memasuki suatu jaringan usaha. Sedangkan ketidakpastian itu sendiri menurut Sirait (2003) di Indonesia banyak disebabkan oleh faktor kebijakan makro ekonomi dan faktor birokrasi. Anwar (1995) berpendapat bahwa mitra usaha dan berbagai unsur pendukung pembangunan suatu unit usaha ekonomi (perbankan, lembaga pemasaran, dan lembaga asuransi) untuk melakukan kerjasama sangat memperhatikan karakteristik suatu perusahaan. Salah satu faktor yang dilihat adalah formalitas perusahaan. Berbagai hasil pengamatan memperlihatkan bahwa sampai dengan tahun 2006 lebih dari 95% unit usaha UMKM terutama pengusaha mikro yang merupakan perusahaan perorangan belum memiliki badan hukum dan 91,8% diantaranya tidak memiliki izin kegiatan usaha. Salah satu program pemerintah yang secara langsung akan berdampak pada peningkatan daya saing UMKM adalah perbaikan iklim usaha. Sebagai misal dilaksanakan dalam bentuk program penyederhanaan perizinan. UMKM merupakan usaha perorangan dan tidak diharuskan untuk mempunyai badan usaha, maka kelompok ini hanya memerlukan izin kegiatan usaha.

20

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

Izin kegiatan usaha merupakan suatu bentuk pengaturan (regulasi) pengendalian pemerintah terhadap aktivitas usaha individual yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan lingkungan fisik ekonomi dan sosial. Izin usaha diperlukan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif (eksternalitas dis economics) yang mengeksploitasi lingkungan. Selain itu juga diperlukan dalam rangka pembinaan, yaitu untuk: a) Mempermudah pengusaha dalam mengakses sumbersumberdaya produktif; b) Melindungi para pengusaha dari berbagai pungutan liar serta; c) Mendorong pembentukan dan atau pengembangan jaringan usaha. Dua faktor penting yang diduga mempengaruhi keberhasilan proses formalisasi adalah: a) Kelembagan dan pendekatan; b) Karakteristik UMKM. Untuk dapat membangun suatu sistem pemberian perizinan yang efektif dalam mendukung pemberdayaan UMKM perlu dilakukan kajian terhadap tingkat keberhasilan dari kedua faktor di atas. Kelembagaan terdiri dari bentuk lembaga atau organisasi pemberian perizinan, peraturan mendapatkan perizinan (persyaratan yang diperlukan), sosialisasi penyuluhan dan pendampingan, konsekuensi dari keharusan UMKM mendapatkan perizinan, biaya yang harus dibayar dan prosedur mendapatkan perizinan. Dalam karakteristik UMKM terdapat faktor internal UMKM meliputi modal yang dimiliki, umur, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman, letak lokasi UMKM dari instansi perizinan serta bidang usaha yang dilaksanakan. 3.2 Kerangka Operasional Pengkajian Kerangka operasional Pengkajian diilustrasikan pada gambar 1: 1. Ouput akhir yang ingin didapatkan dari kajian ini adalah kelembagaan, model dan prosedur perizinan yang sesuai dengan karakteristik UMKM. 2. Kesulitan timbul sebagai akibat dari ketidak-sesuaian kelembagaan pende-katan dan model prosedur pemberian perizinan dengan karakteristik UMKM. 3. Untuk penyesuaian diperlukan perubahan kelembagaan pendekatan dan prosedur perizinan dengan memperhatikan UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM serta karakteristik UMKM. Dengan demikian unsur kemudahan UMKM untuk medapatkan perizinan adalah variabel terikat merupakan resultante dari beberapa variabel bebas yaitu: 1) Pendekatan dalam pemberian perizinan, 2) Kelembagaan perizinan, 3) Model pemberian perizinan, 4) prosedur pemberian perizinan dan 5) karakteristi UMKM. UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2008 tidak dimasukan sebagai variabel bebas karena bersifat given untuk semua tempat di wilayah NKRI dan semua waktu.

21

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

Kesulitan UMKM Untuk Mendapatkan Perinzinan

Analisis Masalah

Pendekatan MODEL PEMBERIAN PERIZINAN UMKM

KARAKTER/ KONDISI INTERNAL UMKM

Restrukturisasi Kelembagaan Model Dan Prosedur Pemberian Perizinan Untuk UMKM Kelembagaan, Model Dan Prosedur Perizinan Yang sesuai Dengan Karakteristik UMKM

UUD 1945 Dan Undang Undang UMKM

Gambar 1. Kerangka Operasional Pengkajian 3.3 Faktor Analisis 1. Variabel Bebas terdiri dari: a. Pendekatan dalam pemberian perizinan idealnya adalah ditujukan untuk mengoptimalkan semua potensi sumberdaya tersedia. Tujuannya adalah untuk mendukung pembangunan secara adil dan merata dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan fisik, ekonomi, sosial dan politik. Faktor ini diindikasikan dari komitmen pemerintah daerah dalam pemberdayaan UMKM. Hal tersebut yaitu bentuk dan kedudukan lembaga pelayanan perizinan dalam struktur organisasi Pemerintah Daerah (Pemda) dan kontribusi APBD terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. b. Prosedur formalisasi idealnya disusun sesuai kemampuan UMKM khususnya pengusaha mikro dengan segala keterbatasannya. c. Kelembagaan terdiri dari peraturan perundang-undangan, instansi organisasi, personil pelaksana, waktu pelayanan, persyaratan, biaya, dan tempat kedudukan instansi tersebut.

22

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

d. Sosialisasi dalam rangka penyebarluasan pemahaman tentang kepentingan mendapatkan perizinan serta persyaratan dan prosedur mendapatkannya. e. Konsekuensi dari didapatkannya perizinan ideal oleh UMKM akan menjadi faktor penarik bagi UMKM untuk mendapatkan perizinan. f. Kondisi internal UMKM terdiri dari pendidikan formal, pengetahuan UMKM dalam berurusan birokrasi dan kewirausahaan UMKM. 2. Variabel Terikat adalah jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan.

IV.

Ruang Lingkup Kajian 4.1 Ruang Lingkup Substansi a. Pengumpulkan data dan informasi perkembangan jumlah UMKM yang memperoleh perizinan, kelembagaan untuk perizinan, pendekatan prosedur pemberian perizinan, kondisi internal, dan masalah yang dihadapi Pemda dan UMKM berkaitan dengan pemberian perizinan; b. Analisis data dan permasalahan dalam rangka mendapatkan model pemberian perizinan sesuai dengan karakteristik UMKM; c. Perancangan model formalisasi sesuai dengan karakter UMKM dalam bentuk best practice. 4.2 Ruang Lingkup Lokasi Kajian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah dengan dua kabupaten/ kodya contoh yaitu kodya Surakarta dan kabupaten Sragen; provinsi Bali dengan dua kabupaten/kodya contoh yaitu kabupaten Jembrana dan kodya Denpasar; provinsi Sulawesi Selatan dengan dua kodya contoh yaitu kodya Makasar dan kodya Pare-pare. Kodya Makasar merupakan contoh pembanding yang belum melaksanakan P2SP.

V.

Metoda Penelitian dan Analisis Kajian ini merupakan penelitian evaluatif dengan menggunakan metoda stratified random sampling.

23

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

5.1

Data dan Teknik Penarikan Contoh Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari UMKM dan stakeholder yang terdiri dari: a). Kalangan pemerintahan (Dinas Koperasi dan UKM, Biro Perekonomian pemerintah daerah dan beberapa instansi terkait). Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur sesuai dengan tujuan dan metoda pengkajian. Teknik pengumpulan data menggunakan metoda purposif sampling yang terstratifikasi. Stratifikasi lokasi contoh UMKM didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu: 1). Kelengkapan keberadaan/lembaga formalisasi UMKM; 2). Ada tidaknya programprogram formalisasi UMKM; 3). Ada tidaknya UMKM yang sudah mendapat formalitas usaha.

5.2

Model Analisa Data Sesuai dengan tujuan penelitian dan variabel-variabel analisis, maka data yang ada akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan ; 1. Model analisis deskriptif kualitatif, untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat sosial dan kebijakan. 2. Model analisis evaluatif dengan menggunakan beberapa model matematis yaitu a. Model analisis rataan dan kecenderungan (meandanmode). b. Model analisis perbandingan (comparatif analisys). c. Model analisis regresi berganda untuk mengetahui besar pengaruh tiap variabel bebas terhadap variabel terikat.

VI.

Hasil Pengamatan dan Analisis 6.1 Kinerja UMKM Jumlah UMKM di enam kabupaten/kodya contoh, diprediksikan mencapai 1.583.734 unit usaha dan yang telah melaksanakan program P2SP, rata-rata baru 17,12% yang memiliki izin usaha. Sedangkan untuk kabupaten/kodya contoh yang belum melaksanakan program P2SP baru 7,14% yang telah memiliki izin usaha.

24

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

6.2

Jenis Kegiatan Usaha dan Perizinan Pengusaha yang bergerak di sektor pengolahan hasil perkebunan, angkutan pedesaan dan angkutan besar (bis dan truk), serta perhotelan merupakan kelompok UMKM. Sebanyak 82,42% memiliki izin kegiatan usaha. Dari jumlah tersebut 41,87% nya juga sudah mempunyai badan hukum. Sebagian lainnya terutama yang bergerak di sektor angkutan belum memiliki badan hukum dan masih merupakan usaha perseorangan. Bagi mereka yang sudah memiliki izin kegiatan, tetapi belum memiliki izin usaha tidak mendapatkan masalah dalam berhubungan dengan perbankan. Namun mereka masih sulit membangun kemitraan dengan stakeholder lainnya dalam rangka memperluas jaringan usahanya. Kelompok ini juga tidak dapat mengandalkan koperasi untuk berhadapan dengan stakeholder karena bargaining koperasi sendiri masih belum diperhitungkan oleh kalangan stakeholder, termasuk untuk mendapatkan kegiatan usaha dari pemerintah. Para pengusaha di sektor pedagangan terutama pedagang antar kecamatan, 61,8% nya telah memiliki izin kegiatan berupa SIUP. Dari jumlah tersebut, Sebagian kecil (28,27%) sudah memiliki status badan hukum terutama Usaha Dagang (UD). Bagi kedua kelompok diatas, nampaknya perizinan bukan lagi menjadi hal yang sulit. Hal tersebut disebabkan mereka memiliki modal yang relatif besar yaitu antara Rp 21,8 juta sampai Rp 246 juta. Besarnya jumlah pengusaha dari kelompok ini yang memiliki badan hukum dan izin usaha nampaknya lebih dikarenakan ketatnya pengawasan pemerintah daerah terhadap mereka, terkait dengan pungutan pajak retribusi. Walaupun kelompok UMKM tersebut sudah menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial, tetapi komitment pemberdayaan mereka oleh pemerintah daerah masih belum optimal. Hal ini diindikasikan dari sedikitnya bantuan pemerintah untuk memberdayakan mereka seperti dalam mengembangkan modal dan jaringan usaha serta adanya pungutan-pungutan liar yang idealnya dapat diatasi melalui Perda. Pengusaha mikro yang bergerak pada kegiatan penggalian sebagian semua sudah memiliki izin usaha tetapi hanya 3 dari 15 pengusaha yang menjadi sampel pada penelitian ini yang memiliki badan hukum. Kesulitan memiliki badan hukum disebabkan oleh beberapa hal antara lain: a) Karakter usaha mereka yang sudah memiliki jaringan tradisional yang menjamin penyediaan modal, sarana produksi, dan pemasaran serta; b) Kecilnya skala usaha yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan badan hukum. Di daerah yang sudah melaksanakan program P2SP sebagian besar UMKM terutama pengusaha mikro menyatakan masih banyak menghadapi kesulitan. Kesulitan tersebut dalam memenuhi persyaratan dan banyaknya jenis perizinan yang harus dimiliki,

25

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

Pengusaha mikro hanya mungkin dapat memiliki badan hukum jika pemerintah mengeluarkan kebijakan terobosan misalnya; a) Memberikan subsidi kepada UMKM untuk mendapatkan badan hukum; b) Menunjuk notaris yang secara khusus dapat memberikan badan hukum kepada UMKM dengan biaya yang relatif lebih murah dan; c) Reformasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan badan hukum untuk UMKM. Tidak diimilikinya status badan hukum dan atau izin kegiatan usaha akan berdampak pada kesulitan pengusaha yang bersangkutan untuk berhubungan dengan pihak-pihak luar. Dari sisi kelestarian lingkungan dan kesinambungan pembangunan akan menyebabkan terjadinya eksploitasi sumberdaya secara berlebihan. Hal tersebut secara langsung berdampak pada kelestarian lingkungan. Usaha kecil yang usahanya sebagian sudah meluas antar daerah maka pemilikan badan hukum sangat penting. Oleh sebab itu restrukturisasi prosedur dan persyaratan mendapatkan badan hukum merupakan salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan. Pengembangan sistem pelayanan satu pintu belum menjadi solusi pemecahan masalah secara tuntas. Hal tersebut dikarenan program tersebut perannya masih terbatas pada peningkatan jumlah pengusaha kecil yang mendapatkan izin usaha atau izin kegiatan. Program pelayanan satu pintu idealnya memiliki berbagai konsekuensi logis antara lain; a) Keberhasilan dalam meningkatkan pendapatan UMKM; b) Meningkatnya kemampuan penyerapan tenaga kerja dikalangan UMKM diindikasikan dari meningkatnya jumlah tenaga kerja per unit usaha UMKM; c) Meningkatnya sumbangan UMKM terhadap pembangunan daerah diindikasikan dari peningkatan GDP serta meningkatnya sumbangan UMKM terhadap Pendatan Asli Daerah (PAD). 6.3 Pendekatan dan Kelembagaan Perizinan P2SP belum dapat dijadikan indikator komitmen Pemda yang bersangkutan untuk memberdayakan UMKM melalui reformasi dibidang perizinan. Hal tersebut dapat dianalisis antara lain melalui pendekatan yang digunakan dalam membangun kelembagaan pelayanan, kedudukan lembaga tersebut dalam struktur pemerintahan daerah, dan kompetensi personil yang ditempatkan dalam lembaga perizinan. Dua dari lima kabupaten/kodya contoh yang telah melaksanakan P2SP menempatkan lembaga perizinan setingkat eselon III. Hal tersebut menyebabkan lembaga tersebut belum memiliki bargaining yang cukup dalam berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mempermudah proses pemberian perizinan. Satu dari lima kabupaten/kodya contoh yang telah melaksanakan program P2SP masih menetapkan biaya perizinan hanya

26

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

berdasarkan target pemasukan retribusi untuk mendukung PAD. Tiga dari lima kabupaten/kodya contoh, masih menempatkan personil kunci dalam instasi perizinan. Hal tersebut dilakukan karena latar belakang pekerjaan kurang kompeten, sehingga terpaksa ditempatkan di dalam instansi perizinan. Idealnya ditempatkan pada lokasi umum dengan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Kelima kabupaten/kodya contoh dalam menyusun persyaratan masih berorientasi pada paradigma lama yaitu tidak mempertimbangkan kesulitan UMKM dalam memenuhi persyaratan yang ada. Belum ada kabupaten/kodya contoh yang berani melakukan perubahan dalam hal pola perizinan, sehingga jumlah perizinan untuk satu kegiatan usaha UMKM bisa mencapai 8 jenis. 6.4 Pola pelaksanaan pemberian izin 1. Prosedur Perizinan Nilai skoring kemudahan prosedur pemberian izin usaha bagi daerah yang sudah melaksanakan program P2SP mencapai angka 2,72 (termasuk dalam katagori mudah). Sedangkan bagi yang belum melaksanakan program tersebut rata-rata nilai skoring hanya mencapai angka 1,34 (termasuk katagori sulit). Nilai rata-rata skors persyaratan perizinan di kabupaten/ kodya contoh yang sudah melaksanakan P2SP baru mencapai nilai 1,83 (termasuk dalam katagori sulit). Hal ini memang perlu mendapatkan perhatian. Harus diingat bahwa tujuan pembangunan lembaga perizinan adalah untuk mempermudah UMKM dalam mendapatkan izin usaha dari berbagai aspek pemberian perizinan tersebut. Penetapan persyaratan perizinan idealnya perlu tidak hanya dari kepentingan pemerintah untuk mengatur lokasi sumberdaya tersedia, tetapi juga dari sisi pengusaha (UMKM). 2. Biaya Perizinan Di daerah yang sudah melaksanakan Program P2SP, ratarata biaya perizinan yang harus dikeluarkan oleh UMKM untuk mendapatkan satu jenis surat izin berkisar antara Rp. 20.000 s.d. Rp. 84.000. Sedangkan untuk satu jenis kegiatan yang akan dilaksanakan UMKM memerlukan antara 4 sampai dengan 8 jenis perizinan, sehingga rata-rata biaya yang diperlukan mencapai Rp. 124.400. Jika ditambahkan dengan biaya transportasi dan akomodasi untuk mengurus perizinan yang rata-rata sebesar Rp. 246.000, maka total biaya yang harus dikeluarkan oleh UMKM untuk mendapatkan status formal tersebut mencapai Rp. 370.400. Bagi usaha kecil yang memiliki rata-rata modal mencapai Rp. 112,8 juta biaya tersebut

27

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

relatif tidak besar, karena hanya 0,03% dari modal. Tetapi bagi usaha mikro yang rata rata-rata modalnya sebesar Rp. 6.213.000, maka jumlah tersebut mencapai 5,96% dari modal yang dimiliki. Di daerah yang belum melaksanakan P2SP, biaya yang harus di bayar lebih besar lagi. Biaya perizinan berkisar antara Rp. 200.000 sampai dengan puluhan juta rupiah. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk dapat melaksanakan satu kegiatan usaha mencapai Rp. 1.234.000. Biaya yang besar ini tidak akan mungkin dapat ditanggung oleh para pengusaha mikro. Kelompok pengusaha marginal tersebut masih menjadi sasaran pungutan liar. Demikian juga ada indikasi setiap instansi yang berwenang menetapkan biaya perizinan yang beragam. Biaya tersebut menjadi dana taktis yang penarikan, pengumpulan dan penggunaannya tidak transparan. Biaya pengurusan perizinan ini idealnya hanya merupakan bentuk pajak, retribusi, atau bea meterai. Tetapi di daerah daerah yang telah melaksanakan program P2SP, biaya yang harus dibayar juga masih cukup besar. Hal ini disebabkan penetapan biaya perizinan didasarkan pada jumlah biaya riil yang dikeluarkan ditambah dengan pajak/retribusi pemda. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pemda antara lain adalah: a) Gaji pegawai; b) Biaya-biaya administratif dan; c) Biaya survey. Pemberdayaan UMKM merupakan amanat konstitusi (UUD 1945), basis perekonomian rakyat di daerah yang secara langsung berkontribusi terhadap pembangunan nasional, maka idealnya sebagian dari biaya tersebut dapat ditanggung pemerintah. 6.5 Sosialisasi Perizinan Nilai skors rata-rata sosialisi yang dicapai dari 5 kabupaten/ kodya contoh yang telah melaksanakan program P2SP adalah 1,987 atau tergolong kurang. Sosialisasi pemberian izin usaha seharusnya mendapat perhatian. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar UMKM masih beranggapan bahwa pengurusan perizinan merupakan hal yang sulit dan belum diperlukan. Sosialisasi masih dilaksanakan terbatas dalam bentuk pamflet dan baliho di jalan-jalan ataupun melalui media elektronika terutama radio-radio pemerintah daerah dan siaran lokal. Di daerah yang belum melaksanakan P2SP, maka nilai skors 1,21 atau sangat rendah. Hal ini menyebabkan sebagian besar pengusaha terutama para pengusaha mikro sama sekali tidak memahami arti penting dari adanya izin usaha. Pada umumnya mereka mengidentifikasikan izin usaha dengan pajak. Akibatnya sebagian besar dari mereka tidak ingin mendapatkan izin usaha.

28

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

6.6

Konsekwensi dari Perizinan Pengaruh langsung dari didapatkannya izin usaha belum banyak dirasakan oleh UMKM. Dari aspek internal dikalangan pengusaha mikro, pada harga tetap perubahan yang terjadi adalah; a) Rata-rata omset meningkat dari Rp 102,57 juta menjadi Rp 114,89 juta pertahun atau bertambah sebesar 12.01%; b) Laba meningkat Rp 16,87 juta dari Rp 10,32 juta atau bertambah 63,47%. Sedangkan Kemampuan akses UMKM terhadap permodalan hampir tidak ada pengaruhnya. Hal tersebut dikarenakan kalangan pengusaha masih tetap sulit untuk berhubungan dengan lembaga perkreditan formal terutama perbankan. Konsekuensi pemerintah bagi UMKM yang telah mendapatkan izin usaha juga belum jelas. Karena dalam segala bentuk kebijakan pemda tidak membedakan atau memberlakukan diskriminasi antara UMKM yang telah mendapatkan izin dengan yang belum mendapatkan izin. Kelebihan yang diterima oleh UMKM yang telah mendapatkan izin hanya terlihat di kabupaten Jembrana dan kodya Pare-Pare yang melaksanakan pelatihan managemen teknik produksi kepada UMKM di bidang angkutan dan industri kecil. UMKM yang telah mendapatkan izin usaha diberikan dari rata-rata 1,12 kali menjadi 1,47 kali per UMKM. Terbuka pula peluang UMKM untuk ikut serta dalam pameran maupun temu bisnis yang dilakukan oleh pemerintah dari rata-rata 0,89 menjadi 1,17 kali per UKM. Diperolehnya perizinan ternyata membawa konsekuensi yang cukup besar dari kalangan masyarakat. Kinerja UMKM yang telah memiliki perizinan bernilai positif dalam menjalin hubungan bisnis terhadap kinerja. Hasil pengamatan lapang mengindikasikan yang sebagian besar (74,6%) responden contoh menyatakan lebih senang melakukan kerjasama dengan UMKM yang telah memiliki izin usaha.

6.7

Jenis-Jenis Perizinan Yang Diperlukan Jumlah perizinan yang secara umum diperlukan untuk suatu jenis kegiatan usaha berkisar antara 0 (tidak memerlukan izin) sampai dengan 7 jenis. Total jumlah perizinan yang diperlukan mencapai 77 jenis di mana 49 jenis diantaranya sudah dapat dilayani melalui program P2SP. Sisanya 28 jenis masih dikelurkan oleh instansi sektoral dan lembaga lainnya seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Majelis Ulama Indonesia dan lain-lain. Untuk mendapatkan satu izin kegiatan usaha seperti industri kerajinan diperlukan persyaratan: a). Kartu Tanda Penduduk; b). Kartu Keluarga; c). Keterangan Domisili Usaha; d). Surat Izin Lingkungan; e). Pajak Bumi dan Bangunan; f). Surat Keterangan Pembuangan atau Pengolahan Limbah, dan; g). Surat Izin Penggunaan

29

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

Bangunan. Persyaratan surat-surat keterangan dasar ini berbeda antara tiap daerah. Berbagai jenis perizinan, antara lain izin usaha perdagangan, izin industri rumah tangga, izin usaha perbengkelan, izin usaha pendidikan dan pelatihan serta izin pengoprerasian dan trayek angkutan, izin usaha restoran dan rumah makan serta izin penggalian Sedangkan perizinan yang kurang mendapat perhatian adalah izin usaha keuangan dan izin usaha minuman keras. Oleh karena diperlukannya persyaratan pokok tersebut, maka sebagian besar pengusaha mikro terutama mereka yang usahanya berpindah-pindah tidak mungkin untuk mendapatkan perizinan. Ketentuan tersebut di atas menyebabkan pengusaha yang berpindah-pindah, baik disebabkan karena tidak memiliki tempat usaha atau yang memang karakter usahanya berpindah-pindah (menggunakan gerobak, pikulan, lapak dan lain-lain), belum menjadi target program P2SP. Hal tersebut perlu mendapat perhatian karena jumlah pengusaha yang seperti itu sangat banyak dan diperkirakan mencapai 41,67% dari jumlah usaha mikro dan kecil yang ada di Indonesia (Ramelan 1999). 6.8 Waktu yang Diperlukan untuk Mengurus Perizinan Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan perizinan adalah 4,39 hari. Yang terlama adalah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan rata-rata 8,76 hari dan yang paling cepat adalah untuk mendapat surat izin lingkungan yang hanya memerlukan waktu 2 hari. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan perizinan tersebut lebih cepat dibandingkan dengan sebelum adanya program P2SP yang mencapai rata-rata 23.41 hari. Tetapi mengingat jumlah jenis perizinan yang diperlukan cukup banyak (minimal 4 jenis) maka jumlah waktu yang tersita untuk mengurus perizinan ini juga masih relatif panjang. Untuk lebih meningkatkan efisien waktu pengurusan, kiranya masih diperlukan pemikiran prosedur pemberian perizinan yang lebih singkat misalnya dengan pola paket pemberian perizinan lengkap dari membuat IMB sampai dengan penerbitan izin usaha sektoral (perdagangan, jasa, pertambangan dan lain-lain). VII. Analisis Faktor Perizinan UMKM Kondisi dan Tingkat Pengaruh dari faktor-faktor Penentu 7.1 Kondisi UMKM Umur dan kelamin tidak nyata pengaruhnya terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Hal ini mungkin disebabkan sebagian besar responden adalah laki-laki dengan rata-rata umur 33,4

30

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

tahun atau dalam kondisi produktif. Dengan demikian UMKM tidak mengalami kesulitan untuk mengurus proses perizinan atau formalisasi kegiatan usahanya. Pemilikan modal UMKM berpengaruh nyata positif terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Pengaruh ini diduga berkaitan dengan biaya perizinan yang relatif cukup besar untuk kelompok usaha mikro (sedangkan usaha mikro bagian terbesar dari UMKM). Jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata. Hal ini mungkin dikarenakan untuk pengurusan masih diperlukan waktu dan tenaga. Dengan adanya P2SP, rata-rata waktu yang diperlukan untuk pengurusan memang berkurang, tetapi masih tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang ada di lingkungan UMKM, yang rata-rata hanya memiliki tenaga kerja 2,264 orang. Tingkat pendidikan berpengaruh nyata. Hal tersebut disebabkan prosedur untuk mendapatkan perizinan memerlukan pengetahuan yang relatif luas (terutama yang berhubungan dengan pola kerja birokrasi). Rata-rata pendidikan UMKM yang telah mendapatkan izin usaha hanya mencapai nilai bobot 7,67 (relatif rendah). Oleh sebab itu masih sangat diperlukan penyederhanaan prosedur atau adanya pendampingan. Sektor usaha berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Rata-rata 43,60% UMKM yang telah mendapatkan izin usaha adalah yang bergerak di sektor sekunder, 38,67% adalah yang bergerak di sektor tersier dan hanya 4,93% yang bergerak di sektor primer terutama kegiatan pertambangan dan penggalian. 7.2 Faktor Eksternal 1) Pendekatan Model formalisasi Pada tingkat kepercayaan 90% pendekatan dalam konsepsi pemberian perizinan untuk UMKM berpengaruh positif terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan izin usaha. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lincoln (1982) yang mengatakan bahwa Tercapai tujuan dari suatu sistem sangat dipengaruhi oleh pendekatan sistem tersebuit dalam mencapai tujuannya dan adanya kelembagaan yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini tujuan pembangunan lembaga perizinan adalah untuk mengoptimalkan semua potensi sumberdaya tersedia guna mendukung pemberdayaan UMKM. Oleh sebab itu kelembagaan yang dibangun idealnya adalah yang dapat memberikan peluang seluas-luasnya bagi UMKM untuk dapat eksis dalam sistem perekonomian. Implementasi dari tujuan tersebut adalah lembaga pelayanan yang dibangun harus mampu mengatasi masalah-masalah struktural yang selama ini menghambat

31

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

proses formalisasi UMKM. Masalah tersebut antara lain banyak jenis perizinan yang harus dimiliki oleh UMKM, persayaratan yang tidak sesuai dengan karakter UMKM dan biaya yang memberatkan UMKM. 2) Bentuk Lembaga Perizinan Bentuk lembaga perizinan sampai pada tingkat kepercayaan 95% sudah menunjukan pengaruhnya terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan izin kegiatan usaha. Hal tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: a) Adanya satu lembaga perizinan telah menghilangkan perbedaan peresepsi tentang tujuan pemberian perizinan bagi UMKM; b) Mempermudah UMKM dalam pengurusan karena hanya harus pergi ke satu tempat serta; c) Membuka transparansi persyaratan dan biaya. 3) Kedudukan lembaga perizinan Variabel ini sampai dengan tingkat kepercayaan 80% belum menunjukan pengaruhnya terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh adanya: a). Peraturan yang mengharuskan mengikutsertakan semua instansi terkait agar tidak ada lagi perbedaan persepsi pemberian perizinan; b) Instansi pemberian perizinan berada di bawah instansi induk yang kompeten dengan kepentingan pemberdayaan UMKM. Misalnya di bawah Dinas Koperasi dan UKM. c) Kedudukan lembaga pemberian perizinan masih cukup tinggi yaitu minimal setara dengan eselon III. 4) Prosedur formalisasi Pada tingkat kepercayaan 90% varibel ini berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Kondisi tersebut dapat diterangkan sebagai berikut bahwa Sebagian besar pengusaha mikro menyatakan bahwa prosedur pelayanan yang ditetapkan ternyata masih sulit dimengerti. Hal ini cukup beralasan karena sebagian besar dari pengusaha mikro tersebut berpendidikan rendah dan belum berpengalaman dalam berurusan dengan birokrasi. Sebaliknya sebagian besar pengusaha kecil menyatakan tidak kesulitan. Hal tersebut dikarenakan latar belakang pendidikan mereka memang cukup tinggi dan mereka sudah biasa berhubungan dengan dengan birokrasi. Dapat disimpulkan bahwa ada kaitan (korelasi) antara prosedur pelayanan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman UMKM dalam berhubungan dengan birokrasi.

32

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

5) Kompetensi personil lembaga perizinan Sampai dengan tingkat kepercayaan 80%, variabel ini belum menunjukkan pengaruhnya terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Hal tersebut diduga dikarenakan; a) Pemberian perizinan bukan merupakan pekerjaan sederhana yang hanya mengikuti prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan; b) Personil sebelum bekerja sudah dilatih dan dibekali dengan berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan; c) Pengambilan berada pada level atas yang rata-rata memiliki pengetahuan yang cukup tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kepentingan pemberian perizinan bagi UMKM. 6) Persyaratan Perizinan Variabel ini pada tingkat kepercayaan 95% berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Pengaruh tersebut nampaknya berhubungan langsung dengan karakter UMKM yang diwarnai oleh berbagai keterbatasan (uang, pengetahuan, waktu dan tenaga). 7) Biaya Perizinan Sampai dengan tingkat kepercayaan 90% variabel ini belum berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Masih relatif besarnya biaya perizinan yang harus dibayar oleh pengusaha, akibat pendekatan dalam penetapan biaya perizinan yang tidak sesuai dengan kemampuan pengusaha mikro, diduga menyebab variabel biaya ini berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. 8) Sosialisasi Perizinan Variabel ini sampai pada tingkat kepercayaan 85% berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Pengaruh ini jelas berhubungan dengan pemahaman UMKM terhadap kepentingan, konsekuensi prosedur dan persyaratan perizinan. 9) Konsekuensi adanya perizinan Pada tingkat kepercayaan 90% variabel ini berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Ada dan tidaknya nilai tambah yang akan diperoleh UMKM sebagai konsekuensi dari didapatkannya perizinan akan menjadi faktor penarik bagi UMKM untuk mendapatkan perizinan

33

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

VIII. Kesimpulan Dan Saran 8.1 Kesimpulan 1. Jumlah UMKM yang telah mendapat formalitas usaha dalam bentuk perizinan relatif sedikit tidak terkecuali pada daerah-daerah yang telah melaksanakan P2SP yang baru mencapai 17,12%. 2. Program-program perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah belum menjangkau masalah pemberian badan hukum. Hal ini dikarenakan pemberian badan hukum merupakan kewenangan dari Departemen Hukum dan Ham yang dalam UU otonomi daerah juga tidak dilimpahkan kewenangannya kepada pemerintah daerah. 3. Bagi pengusaha mikro, izin perusahaan atau badan hukum secara yuridis formal memang untuk waktu sekarang belum diperlukan. Hal tersebut disebabkan karena usaha mikro sebagian besar merupakan perusahaan perorangan yang ruang lingkup usahanya yang relatif sempit. 4. Berbagai usaha untuk mempermudah pemberian perizinan yang dilakukan sekarang (program P2SP) belum sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah formalisasi UMKM. Ketidakmampuan ini berkaitan dengan implementasi kelembagaan yang belum sesuai dengan karakteristik UMKM. 5. Beberapa masalah yang sangat mendesak untuk diperbaiki adalah: a) Banyaknya jenis perizinan yang harus dipenuhi oleh UMKM untuk dapat melaksanakan suatu kegiatan usaha; b) Persyaratan yang belum sesuai dengan karakteristik UMKM khususnya pengusaha mikro; c) Kurangnya sosialisasi dan belum adanya konsekuensi yang jelas dari pemerintah dengan dimilikinya badan hukum. 6. Beberapa variabel yang berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan izin usaha adalah: 1) pendekatan; 2) Bentuk lembaga perizinan; 3) Persyaratan perizinan; 4) Prosedur perizinan; 5) Sosialisasi perizinan ; 6) Konsekuensi dari adanya perizinan. 7. Dari hasil temuan di atas dapat disusun best practice penyusunan konsep Lembaga perizinan UMKM 8.2 Saran-saran 1. Dalam penyusunan konsep pemberian perizinan perlu diperhatikan adanya kesesuaian antara pendekatan, kelembagaan dan karakteristik UMKM. 2. Program formalisasi usaha harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan masalah yang dihadapi yaitu banyaknya

34

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

jenis perizinan yang harus dipenuhi oleh UMKM dan kemampuan UMKM untuk memenuhi persyaratan tersebut. 3. Perlu dilakukan sosialisasi best pratice formalisasi UMKM yang telah disusun dengan memperhatikan semua faktor yang mempengaruhi efektifitas sistem pelayanan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 12 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Ditjen Bina Lembaga Koperasi, Jakarta. Anonim, (2001). Policy Reform for Increasing Small and Medium Enterprise Gowth. Study Report. Support by The Asia Foundation and PEG-USAID. Anonim, (2003). Medium Enterprise Dynamics: The Barriers Constraining on The Development of Medium-Size Enterprises. Study Report. Supported by The Asia Foundation. Anonim, (2005). Pedoman Pengembangan Kewirausahaan, Basic Penumbuhan Wirausaha Baru. Kementerian Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Pengembangan Sumberdaya, Jakarta. Anonim, (2002). Strategi Pengembangan Iklim Usaha dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Daerah. Jurnal Ekonomi UNTAR, Vol 7 nomor 1, Jakarta. Anonim, (2006). Kajian Model Penumbuhan Unit Usaha Baru. Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK, Jakarta. Anonim, (1999). The Asia Foundation, 1, Small and Medium Entreprise Development. Jakarta. Anonim, (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Manggara Tambunan, (2004). Melangkah ke Depan Bersama UKM. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 September 2004. Saleh, Kusnadi dan R. Heriawan, (1999). Indonesia Small Business Statistics. Conference on The Economic Issues Facing The New Government. Jointly orgized by LPEM-UI and PEG-USAID.

35

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

Yudhoyono S.B., (2004). Terapkan Ekonomi Terbuka. Bisnis Indonesia, Kamis 21 Oktober 2004. Jakarta. World SME Convention, The Bucharest Declaration: Preparing SMEs for the Knowledge Based Economy, 16th International Conference, Bucharest May 15-18, 2005. The Symphony Consortium, Symphony Solution for Strategic Network: Project Overview, November 2004. Zsehong Tsai, Building The Policy of ICT Development, National Information & Communications Initiative Committee & Science and Technology Advisory Group (STAG), Taiwan, January 2005. Entrepreneurship & Small Business Problem Solving, 2nd ed., Singapore: John Willey & Son. Gibb, Allan A. (1993), The Entreprise Culture and EducationdalamInternational Small Business Journal Vol. 2, USA.

36

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

ANALISA KOMPARATIF ANTARA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) DAN KOPERASI KREDIT (KOPDIT)*) Riana Panggabean**) Abstract Objective of the activity is to compare Savings and Loan Cooperative (SLC) and Credit Cooperative (CC) in implementing cooperative basic principle. The result of the assessment showed that: 1) There is a difference between SLC and CC in implementing cooperative principles. The difference lays on determining member requirements on the first cooperative principle: a) The implementation of education on the fifth cooperative principle, b) Cooperation horizontal and vertical and interlending implementation on the sixth cooperative principle, c) Obligation of to pay tax on the sevent cooperative principle. 2) Whats really at the bottom of that (CC) is better in implementing cooperation principles: a) Members are the owner of cooperative should be serviced well, b) Education is a facility to increase the capability and cooperative motivation, c) Cooperation among CC is an instrument of helping each other among CC and resource of business increase in rendering service to the members, d) CC has a clear promotional operational standard. Suggestion which is proposed in line with the conclusion above mentioned: 1) LSC should make members requirement which are more operational so that member of LSC will be more selective on its quality. 2) Education to members and management of SLC should be conducted regularly and consistence, 3) SLC is necessary to conduct horizontal and vertical cooperation and implements financial interlending, 4) SLC is necessary to establish secondary level of SLC in the district level or for some primary SLCs which the function to coordinate the interests of SLCs in the area of business and finance, 5) SLC is necessary to prepare implementation of operational standard for SLC like CC. KSP dan Kopdit berbeda dalam implementasi prinsip koperasi, syarat anggota, pendidikan, kerjasama horisontal dan vertikal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika krisis ekonomi melanda di Indonesia, koperasi dapat bertahan dan bahkan berkembang, khususnya koperasi simpan Kajian Kelompok Peneliti tahun 2008. Artikel diterima April 200, Peer review 22 April s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200 **) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)*)

37

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

pinjam. Ini merupakan bukti bahwa koperasi perlu diperkuat dan dipertahankan sebagai lembaga keuangan mikro agar selalu mampu melayani anggota dan masyarakat disekitarnya. Usaha simpan pinjam juga menjadi cikal bakal pertumbuhan dan pengembangan koperasi simpan pinjam di Indonesia dan usaha ini merupakan usaha dominan koperasi hingga saat ini. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelakanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan,koperasi lain dan atau anggotanya. Koperasi simpan pinjam yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM ada dua bentuk yaitu (1) Koperasi Simpan Pinjam disebut KSP melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam dan (2) Unit Usaha Simpan Pinjam disebut USP adalah unit usaha yang dibentuk dalam suatu koperasi sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi melakukan kegiatan usaha simpan pinjam (PP No 9 Thn 1995). Selain koperasi tersebut koperasi kredit (credit union)mulai timbul di Indonesia pada tahun 1950 adalah koperasi yang mempunyai kegiatan simpan pinjam sama dengan KSP/USP yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM tersebut. Koperasi kredit dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka untuk tujuan produktif dan kesejahteraan anggotanya. Tujuan produktif dan kesejahteraan berarti bahwa pinjaman hanya diberikan pada anggota untuk dimanfaatkan modal usaha yang bisa meningkatkan penghasilan atau usaha stabilitas kehidupan para anggota. Artinya pinjaman tidak bisa diberikan untuk tujuan konsumtif ataupun spekulatif. Koperasi ini berhasil karena melaksanakan prinsip-prinsip koperasi secara tepat dalam menjalankan organisasi dan usahanya. Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari usaha lain. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koperasi adalah (1) Keanggotaan sukarela dan terbuka, (2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis, (3) Partisipasi ekonomi anggota, (4) Otonomi dan kebebasan, (5) Pendidikan dan pelatihan serta informasi, (6) Kerjasama antar koperasi dan (7) Kepedulian terhadap komunitas (Internasional Co-operative Alliance/ICA).

38

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Kerjasama dan Jaringan Informasi pada Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK, perkembangan KSP sampai Tahun 2005 sangat pesat dijelaskan sebagai berikut: (1) Jumlah KSP 1.598 unit, (2) Jumlah anggota sebanyak 480.326 orang, (3) Jumlah nasabah 878.379 orang, (4) Modal pinjaman Rp 195,873,18 juta, (5) Modal sendiri Rp 776.216,03 juta, (6) Modal penyertaan Rp 6.640,94 juta, (7) Simpanan yang diterima Rp 325.270,95 juta, (8) SHU yg belum dibagi Rp 107.364,73 juta, (9) Total aset Rp 1.393.932,55 juta dan (10) Pinjaman yang diberikan Rp 1.154.815,88 juta. Demikian juga perkembangan USP pada tahun yang sama cukup menonjol yaitu: (1) Jumlah USP koperasi sebanyak 36.485 unit, (2) Jumlah anggota sebanyak 4.987.783 orang, (3) Jumlah nasabah 10.524.908 orang, (4) Modal pinjaman Rp 1.557.374,67 juta, (5) Modal sendiri Rp 4.054.858,83 juta, (6) Modal penyertaan Rp 200.000 juta, (7) Simpanan yang diterima Rp 1.545.578,36 juta, (8) SHU yg belum dibagi Rp 1.864.693.91, (9) Total aset Rp 7.524.063.62 juta dan (10) Pinjaman yang diberikan Rp 13.495.662 juta. Selanjutnya perkembangan koperasi kredit (kopdit) secara kuantitatif pada tahun 2006 dijelaskan sebagai berikut: (1) Jumlah koperasi kredit di Indonesia sebanyak 1.011 unit; (2) Jumlah anggota keseluruhan 668.346 orang, terdiri dari jumlah anggota laki-laki 399.502 orang dan jumlah anggota perempuan 268.844 orang; (3) Jumlah saham sebanyak Rp 1.118.165.288.633; (4) Simpanan non saham Rp 791.834.460.114 dan; (5) Jumlah pinjaman beredar sebanyak Rp 1.865.877.600.438 (Robert M.Z. Lawang 2007). Secara kualitatif menurut hasil penelitian dijelaskan bahwa kopdit cukup pesat perkembangannya dilihat dari pertumbuhan dan usahanya karena kopdit dapat bertahan dan berkembang terus bahkan dianggap berprestasi walaupun pada masa krisis. Koperasi ini dikembangkan dan berkembang sesuai dengan jatidiri koperasi (Sumisjokartono, 2002) KSP dan USP cukup pesat perkembangannya seperti yang disebut di atas. Namun dalam prakteknya disinyalir: (1) Ada terjadi penyimpangan-penyimpangan managemen organisasi dan usaha yang kurang sesuai dengan peraturan perundangan terutama yang menyangkut dengan prinsip dasar koperasi, (2) KSP saat ini menjadi alat untuk mencari rente ekonomi terutama fasilitasi perkuatan dari pemerintah, (3) Banyak KSP yang telah berubah menjadi lembaga keuangan yang hanya mencari keuntungan semata sehingga mengabaikan pelayanan kepada anggota. Sedangkan kopdit berhasil karena melaksanakan/menjalankan koperasinya sesuai dengan prinsip dasar koperasi secara konsisten. Kopdit dalam melaksanakan usahanya

39

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

tidak menggantungkan diri kepada fasilitas dan bantuan pemerintah dan kopdit dalam melaksanakan usahanya hanya melayani anggota. masalah yang akan diamati dalam kajian ini adalah belum diketahui apa perbedaan antara KSP dengan kopdit dalam mengimplementasikan jati diri koperasi. 1.2 Tujuan dan Manfaat Kajian Tujuan kegiatan ini adalah membandingkan KSP dan kopdit dalam implementasi prinsip dasar koperasi. 1.3 Manfaat Kajian Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan/keputusan untuk pengembangan KSP dan kopdit lebih lanjut. II. TINJAUAN KONSEP Sesuai dengan tujuan kegiatan ini yaitu membandingkan KSP dan kopdit dalam implementasi prinsip dasar koperasi. Perlu ditelusuri konsep prinsip-prinsip dasar koperasi, sesuai Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi dan Manajemen Operasional Koperasi Kredit. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut: 2.1 Prinsip-prinsip Koperasi Menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian disampaikan bahwa prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial. Selanjutnya menurut Internasional Co-operative Alliance (2001) prinsip-prinsip ini tidak independen satu dengan lainnya sehingga tidak boleh dinilai secara parsial berdasarkan salah satu diantara prinsip-prinsip tersebut tetapi harus dinilai seberapa jauh koperasi secara benar mentaati prinsip-prinsip tersebut sebagai satu kesatuan. Perincian prinsip-prinsip koperasi yang menjadi landasan operasional KSP dan kopdit dijelaskan sebagai berikut: 1). Keanggotaan yang Bersifat Terbuka dan Sukarela Keterbukaan dalam organisasi koperasi hanya bisa terlaksana jika ada kesukarelaan. Ada 4 prinsip yang berkaitan dengan keanggotaan yaitu (1) prinsip sukarela, (2) keterbukaan,

40

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

(3) non diskriminasi dan (4) tanggung jawab. Prinsip keterbukaan adalah tanpa pembatasan yang dibuat-buat seperti simpanan pokok atau pendaftaran. Prinsip yang utama adalah sekali anggota diterima menjadi anggota koperasi mempunyai hak-hak yang sama dengan anggota sebelumnya termasuk dalam hak suara tanpa melihat besarnya total simpanan. Prinsip nondiskriminasi adalah bahwa anggota tanpa diskriminasi sosial, politik dan agama apapun. Prinsip tanggung jawab adalah keanggotaan koperasi harus terbuka terhadap semua orang yang mau menerima tanggung jawab sebagai anggota. Tanggung jawab meliputi: kontribusi dalam modal, partisipasi dalam bisnis, menanggung kontrol organisasi secara demokratis dan bila perlu meminta pertanggungjawaban pemimpin yang dipilih anggotanya. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi artinya bahwa: (1) Menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksa oleh siapapun, (2) Seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Sifat terbuka memberi arti dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi apapun. Sukarela artinya orang-orang yang secara sukarela memilih untuk membuat komitmen terhadap koperasi mereka bahwa bergabungnya seseorang menjadi anggota koperasi tidak karena paksaan dalam bentuk apapun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela dan terbuka bagi semua orang yang bersedia memanfaatkan pelayanannya dan bersedia pula untuk menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa membedakan jenis kalamin (gender), latar belakang, sosial, ras, politik dan agama. 2). Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Karena koperasi adalah organisasi demokratis dikendalikan oleh anggotanya maka setiap anggota memiliki hak suara, hak pilih dan hak untuk menentukan sikap yang sama. Operasional prinsip ini dalam banyak koperasi diwujudkan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) dimana anggota aktif dalam membahas masalah dan kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan, untuk menemukan sikap yang sama.

41

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

3). Anggota Berpartisipasi Dalam Kegiatan Ekonomi Para anggota memberikan kontribusi modal secara adil dan melakukan pengawasan secara demokratis terhadap modal, Sebagian dari modal menjadi milik bersama koperasi. Apabila ada modal lain hanya akan diberikan imbalan yang terbatas. Sisa Hasil Usaha dialokasikan untuk pengembangan koperasi, membentuk dana cadangan, dibagikan kepada anggota seimbang dengan transaksi yang mereka lakukan mendukung kegiatan lainnya yang disahkan rapat anggota. 4). Adanya Otonomi dan Kemandirian Koperasi adalah organisasi otonom, menolong diri sendiri serta diawasi oleh para anggota. Apabila koperasi mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk pemerintah, atau memupuk modal dari sumber luar, koperasi melakukannya berdasarkan persyaratan yang menjamin pengawasan demokratis oleh para anggotanya dan mempertahankan otonomi mereka. 5). Pendidikan, Pelatihan dan Penerangan Koperasi memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para anggota, memberikan penerangan kepada masyarakat umum, khususnya kepada pemuda dan pembentuk opini dimasyarakat tentang hakekat perkoperasian dan manfaat berkoperasi. 6). Kerjasama Antara Koperasi Koperasi melayani para anggotanya secara efektif dan memperkuat gerakan koperasi dengan kerjasama melalui struktur lokal, nasional, regional dan internasional. 7). Memiliki Kepedulian Terhadap Masyarakat Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat secara berkelanjutan, melalui kebijakan kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota. 2.2 Koperasi Kredit Menurut Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (1996:7) pengertian kopdit adalah badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Pengertian konsep ini dijelaskan sebagai berikut:

42

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

1).

Badan Usaha Pengertian badan usaha (UU Nomor 25 Tahun 1992) pada kopdit adalah badan usaha dengan ciri khas pemiliknya adalah anggota-anggotanya. Oleh karena itu koperasi harus dikelola dengan memperhatikan kaidah-kaidah ekonomi tanpa melupakan tujuan dibentuknya usaha ini oleh kelompok pemiliknya. Anggota wajib mendukung kemajuan kopdit sebagai badan usaha.

2).

Dimiliki Oleh Sekumpulan Orang Dimiliki oleh sekompulan orang pria dan wanita yang berjumlah sekurang-kurangnya 20 orang. Anggota dalam kopdit adalah pemilik pelaksana, dan pengawas.

3).

Dalam Suatu Ikatan Pemersatu Dalam suatu ikatan pemersatu artinya sekumpulan orang diikat dipersatukan oleh adanya kepentingan bersama dan kebutuhan yang dirasakan bersama di dalam salah satu lingkungan masyarakat seperti: a). Lingkungan Kerja (Accupational Common Bond) Dimana sekelompok orang/anggota dipersatukan karena melakukan pekerjaan yang sama. Misalnya karyawan sebuah pabrik, rumah sakit, dan guru. Kopdit akan berkembang baik bila potensi keanggotaannya cukup besar. Jika potensi keanggotaannya tidak besar maka koperasi di tempat kerja saat tertentu dianjurkan membuka diri bagi bagi masyarakat sekitarnya. b). Lingkungan tempat tinggal (Teritorial Commond Bond) Dimana sekumpulan orang yang diikat oleh karena bertempat tinggal pada suatu tempat atau menjadi warga dari suatu daerah yang sama Misalnya satu lingkungan RT, RW dan RK. Bila sudah berkembang diharapkan membuka diri bagi masyarakat sekitarnya. c). Lingkungan Perkumpulan (Asosieson Commond Bond) Dimana sekumpulan orang diikat oleh karena sama-sama menjadi anggota dari suatu perkumpulan. Misalnya mahasisiwa, pramuka, buruh, olahraga, petani, wanita, pemuda dsb. d). Bersepakat Untuk Menabung Uang Mereka yang Disisihkan Dari Penghasilan Bahwa sekumpulan orang setuju tanpa paksaan untuk menabungkan uang yang mereka hematkan dari

43

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

penghasilannya bersepakat untuk menabung. Ini berarti bahwa masing-masing bertanggung jawab, saling melayani dan mempercayai serta memanfaatkan tabungan untuk kemajuan bersama. e). Menciptakan Modal Bersama Bahwa modal diperoleh dari tabungan bersamasama para anggotanya, sebagai (a) Modal sendiri berupa simpanan wajib dan pokok, (b) Modal-modal lain yang berupa modal hutang, modal penyertaan dan hibah. f). Dipinjamkan Diantara Sesama Mereka Artinya bahwa pinjaman diberikan kepada anggotaanggotanya dan pinjaman dijamin oleh watak baik si anggota peminjam serta kelayakan usaha. g). Bunga yang Layak Bahwa bunga pinjaman pada


Recommended