+ All Categories
Home > Documents > KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG … · sumber pencemar seperti limbah rumah tangga,...

KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG … · sumber pencemar seperti limbah rumah tangga,...

Date post: 12-Mar-2019
Category:
Upload: vokien
View: 225 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
126
KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG DI SEGMEN KOTA BOGOR DANY TROFISA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Transcript

KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG

PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG DI SEGMEN KOTA BOGOR

DANY TROFISA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

SUMMARY

Study of Waste Discharge and Pollution’s Capacity of Ciliwung River at Bogor City’s Segment. By Dany Trofisa (E34050861) under supervise of Ir. Agus Priyono, MS and Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Population growth in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment lead to increasing of daily need, thus emerge many kinds of industry and farms. Ciliwung River as an open ecosystem receives waste discharge through water channels and many source of pollutants such as household waste, industrial waste, farming and agricultural waste. Moreover, water utilization of Ciliwung River by community causes the decreasing of river water’s quality. Thus need an inventory and mapping of industries and also farms by GIS as a base of efforts to control the pollution of Ciliwung River entirely. This research carried out in region of DAS Ciliwung at Bogor City’s segment. Secondary data collection held on February – March 2010, while primary data collection in field held on October – November 2010. The objectives of this research are to identify the source of pollution in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment, to evaluate the conditional development of ciliwung river water quality from upstream to downstream in bogor city’s segment, to calculate the total of waste discharge of each source of pollutant, and to calculate the pollution’s capacity of DAS Ciliwung at Bogor City’s segment. Method used to collect secondary data was data inventory from some source/instances, included data of water quality, data of river’s debit, data of population, and map of Bogor City’s land cover, while method for primary data was direct observation to industries and farms and also interview to community about their perceptions and habits to water resource of Ciliwung River. Source of pollutant which pollutes Ciliwung River at Bogor city’s segment originated from domestic, industrial and farming wastes. These pollutant sources were mostly located in the edge of river. Water quality parameters value such as temperature, TDS, TSS, DO, pH, and Phosphate were still in ambience of water quality standard, exception for BOD and COD. Status of water quality, based on IKA and Storet method, was included into moderate-worse category. It was caused by the accumulation of pollutant from the upstream. Domestic waste has a greater contribution than industrial and farming wastes. Amount of waste discharge from domestic, industry and farming have passed the ambience of waste discharge capacity. It indicates that the water has been polluted. Based on interview result fro 150 respondents, 30.67% of them still use Ciliwung River mostly for self hygiene. At 2007-2009, land use of Bogor City keep changing into settlements. It was caused by the growth of population. There are source of pollutant in DAS Ciliwung at Bogor City’s segment such as domestic, industrial and farming wastes. Water quality of Ciliwung river keep decreasing from upstream to downstream in Bogor City’s segment, indicated by the increasing of BOD and COD which over the ambience of water quality standards of PP No. 82 2001. Status of Ciliwung River at Bogor City’s water quality, based on IKA and Storet method, was included into moderate-worse category. Te greatest waste discharge was originated from domestic waste. Potential of domestic waste discharge was 843.36 ton/month of BOD, 1,495.47 ton/month of COD, 112.16 ton/month of TN, and 679.76 ton/month of TP, while the real domestic waste discharge was 351.36 ton/month of BOD, 785.75 ton/month of COD, 58.86 ton/month of TN, and 356.71 ton/month of TP. Maximum capacity of waste discharge was in February and minimum capacity of waste discharge was in September. Keywords: source of pollutant, DAS, water quality, waste discharge, capacity

RINGKASAN

Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor. Oleh Dany Trofisa (E34050861) di bawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.

Perkembangan kependudukan di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor mendorong peningkatan kebutuhan hidup sehingga bermunculan berbagai macam industri dan peternakan. Sungai Ciliwung sebagai ekosistem terbuka menerima beban pencemaran melalui saluran-saluran air dari berbagai sumber pencemar seperti limbah rumah tangga, industri, peternakan dan pertanian. Disamping itu, pemanfaatan air sungai Ciliwung oleh masyarakat juga menyebabkan penurunan kualitas dan mutu air sungai. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan industri-industri serta peternakan dengan menggunakan SIG sebagai dasar upaya pengendalian pencemaran Sungai Ciliwung secara keseluruhan.

Penelitian ini dilakukan di wilayah DAS Ciliwung segmen Kota Bogor. Pengambilan data sekunder pada Februari - Maret 2010, sedangkan data primer ke lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2010. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor, mengevaluasi perkembangan kondisi mutu air Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor, menghitung besar beban pencemaran setiap sumber-sumber pencemar, menghitung besar daya tampung beban pencemaran. Metode yang digunakan untuk data sekunder adalah inventarisasi data dari beberapa sumber/instansi meliputi: data kualitas air, debit sungai, data kependudukan, dan peta tutupan lahan kota bogor, sedangkan untuk data primer adalah observasi lansung ke industri-industri dan peternakan serta wawancara masyarakat mengenai persepsi dan perilaku mereka terhadap sumberdaya air Sungai Ciliwung.

Sumber pencemar yang mencemari Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor berasal dari limbah domestik, industri dan peternakan. Sumber pencemar ini banyak berada di pinggiran sungai. Nilai parameter kualitas air seperti suhu, TDS, TSS, DO, pH dan Fosfat masih berada dalam baku mutu air kecuali BOD dan COD. Status mutu air berdasarkan metode IKA dan Storet tergolong dalam kategori sedang-buruk. Hal ini karena akumulasi pencemaran dari arah hulu. Limbah domestik memberikan kontribusi beban pencemaran yang besar jika dibandingkan dengan limbah industri dan peternakan. Besarnya beban pencemaran yang bersumber dari domestik, industri dan peternakan telah melebihi daya tampung beban pencemaran. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan tercemar. Berdasarkan hasil wawancara kepada 150 responden sebanyak 30.67% responden masih memanfaatkan sungai Ciliwung dan banyak digunakan untuk kegiatan mandi, cuci dan kakus (MCK). Pada tahun 2007-2009 pengunaan lahan di Kota Bogor setiap tahun cenderung beralih menjadi permukiman. Hal ini disebabkan oleh pertambahan penduduk yang semakin pesat.

Terdapat sumber- sumber pencemar di DAS Ciliwung Kota Bogor seperti limbah dari domestik, industri, peternakan dan pertanian. Kualitas air Sungai Ciliwung mengalami penurunan dari hulu ke hilir di segmen Kota Bogor, ditandai dengan peningkatan BOD dan COD yang melebihi baku mutu air berdasarkan PP No.82 tahun 2001. Status mutu air Sungai Ciliwung segmen Kota Bogor berdasarkan metode IKA dan Storet tergolong kategori sedang-buruk. Beban pencemaran banyak bersumber dari limbah domestik. Beban pencemaran limbah domestik potensial (843,36 ton/bulan BOD, 1.495,47 ton/bulan COD, 112,16 ton/bulan TN, 679,76 ton/bulan TP) dan riil (351,36 ton/bulan BOD, 784,75 ton/bulan COD, 58,86 ton/bulan TN, 356,71 ton/bulan TP). Daya tampung maksimum berada pada bulan Februari dan minimum berada pada bulan September.

Kata Kunci : Sumber Pencemaran, DAS, Kualitas Air, Beban Pencemaran, Daya Tampung

KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG

PENCEMARAN SUNGAI CILIWUNG DI SEGMEN

KOTA BOGOR

DANY TROFISA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Beban Pencemaran

dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor adalah benar-

benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah

digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak ditertibkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Dany Trofisa

NRP. E34050861

Judul Penelitian : Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung

Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota Bogor

Nama Mahasiswa : Dany Trofisa

NRP : E34050861

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Agus Priyono, MS Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc

NIP. 19610812 198601 1 001 NIP. 19620316 198803 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS

NIP. 19580915 198403 1 003

Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT

atas segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih saying-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dengan judul

“Kajian Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen

Kota Bogor”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak, ibu dan kedua adikku tercinta, serta

seluruh keluarga dan rekan-rekan atas do’a, dukungan dan kasih sayangnya. Ungakapan

terima kasih juga disampaikan kepada Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi

Prasetyo, M.Sc yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi input serta memberikan kontribusi

terhadap strategi dan proses pengendalian pencemaran air DAS Ciliwung khususnya Kota

Bogor guna menjaga kualitas air sungai. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam

penulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan

dan pengembangan penelitian selanjutnya. Harapan penulis, sebuah karya kecil ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin.

Bogor, Juni 2011

Dany Trofisa NRP E34050861

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1987 dari pasangan

Bapak Andi Suwandi dan Ibu Dariah Eliana. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1993-1999 di SDN 08 Pagi Pela Mampang dan

melanjutkan ke SLTPN 141 Jakarta pada tahun 1999-2002. Tahun 2002 meneruskan

pendidikan ke SMUN 55 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun itu juga penulis lulus

seleksi masuk Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya

Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan

yaitu anggota dan pengurus Kelompok Pemerhati Flora Himpunan Mahasiswa Konservasi

Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) tahun 2006-2007, ketua umum Lembaga Dakwah

Fakultas DKM ‘Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan tahun 2007-2008, dan tahun 2008-2009

diamanahkan sebagai ketua MS DKM ‘Ibaadurrahmaan, serta sejumlah kepanitiaan kegiatan

kemahasiswaan IPB dari tahun 2005-2009.

Pada tahun 2007 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di

Indramayu-Kuningan dan Praktek Umum Konservasi Ex-situ (PUKES) di Taman Mini

Indonesia Indah (TMII) yaitu di Taman Burung dan Museum Serangga serta di Taman

Sringanis tahun 2008. Tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi

(PKLP) di Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul: “Kajian

Beban Pencemaran dan Daya Tampung Pencemaran Sungai Ciliwung di Segmen Kota

Bogor” dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

M.Sc.

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah SWT, Rabb Semesta Alam yang telah memberikan hidayah,

karunia, cinta dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda Andi Suwandi, ibunda Dariah dan kedua adikku tercinta Anisa

Septiwindari dan Tiara Rayna Yustika serta keluarga-keluarga lainnya atas do’a,

motivasi dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Bapak Ir. Agus Priyono, MS dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan dukungan selama

penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan

masukan dan saran dalam penulisan skripsi.

4. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh staf di Fakultas Kehutanan IPB, khususnya

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

5. Seluruh pihak dan instansi yang telah memberikan bantuan berupa data-data

sekundernya.

6. Murabbiku dan teman seperjuangan dalam bundaran kecil yang telah berbagi suka

dan duka, berbagi tausiyah sehingga saya masih bias diberikan kekuatan dalam meniti

jalan yang panjang ini.

7. Keluarga besar Lembaga Dakwah Fakultas DKM Ibaadurrahmaan .

8. Keluarga besar SALAM ISC 2007 atas ukhuwah yang selama ini terjalin begitu

akrab.

9. Keluarga besar Ikhwah IPB khususnya Ikhwah Fahutan.

10. Keluarga besar KSHE 42 (Tarsius 42).

11. Ahmad Wahyudi, Harry Tri Atmojo, Teguh Pradityo, Hafiz Herbowo, Agus Prayitno,

Azhar Anas dan Ahmad Baiquni atas bantuan baik moral dan moril selama penulis

melaksanakan penelitian sampai sidang komprehensif.

12. Penghuni Madani, Wisma Biru, Dar’Esyabaab dan Wisma Krakatau atas ukhuwah

yang selama ini terjalin.

13. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat penulis sebutkan

satu per satu.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan khusunya bagi penulis

sendiri. Mohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih.

Bogor, Juni 2011

Dany Trofisa NRP E34050861

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................... i

DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 2

1.3 Manfaat Penelitian ....................................................................... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS) .................. 3

2.2 Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai Ciliwung ......... 4

2.3 Beban Pencemaran dan Daya Tampung ....................................... 5

2.4 Parameter Pencemaran Air .......................................................... 6

2.5 Kriteria, Status, dan Baku Mutu Air. ............................................ 11

2.6 Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air .......... 12

2.7 Penginderaan Jauh ....................................................................... 13

2.8 Sistem Informasi Geografis ......................................................... 14

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................... 18

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 18

3.3 Kerangka Pemikiran .................................................................... 19

3.4 Pengumpulan Data....................................................................... 21

3.5 Analisis Data ............................................................................... 21

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum Kota Bogor ......................................................... 29

4.2 Kondisi Umum Sungai Ciliwung ................................................. 29

4.3 Kependudukan ............................................................................. 30

4.4.Industri ........................................................................................ 30

4.5 Penggunaan Lahan....................................................................... 31

ii

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sumber Limbah Cair dan Karakteristiknya .................................. 32

5.2 Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor

Tahun 2005-2009 ........................................................................ 34

5.3 Status Mutu Air ........................................................................... 50

5.4 Beban Pencemaran Setiap Sumber Pencemar di Sungai Ciliwung

Segmen Kota Bogor..................................................................... 53

5.5 Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Ciliwung Segmen

Kota Bogor .................................................................................. 61

5.6 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman

Masyarakat terhadap Pencemaran Air Sungai Ciliwung Kota

Bogor .......................................................................................... 62

5.7 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air Sungai

Ciliwung Segmen Kota Bogor ..................................................... 64

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ................................................................................. 68

6.2 Saran ........................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 70

LAMPIRAN ................................................................................................ 75

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kegiatan dan Jenis Limbah Yang Dihasilkan ................................... 5

Tabel 2. Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan

Oksigen Terlarut .............................................................................. 9

Tabel 3. Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD ............................................... 9

Tabel 4. Bahan-bahan yang Digunakan dalam Penelitian .............................. 19

Tabel 5. Bobot Parameter Dalam Perhitungan Indeks Kualitas

Air-NSF WQI ................................................................................. 22

Tabel 6. Kriteria Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation ........ 23

Tabel 7. Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air ........... 24

Tabel 8. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan EPA (Environmental Protection

Agency) ............................................................................................ 24

Tabel 9. Faktor Konversi Beban Limbah ....................................................... 27

Tabel 10 Jumlah Penduduk Kota Bogor ........................................................ 30

Tabel 11 Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor .............. 31

Tabel 12 Bentuk Penanganan Sampah Oleh Masyarakat ............................... 33

Tabel 13 Nilai Rata-rata Kualitas Air Sungai dari Beberapa Parameter

Tahun 2005-2009 ........................................................................... 35

Tabel 14 Hasil Pengamatan Nilai Suhu (°C) tahun 2005-2009 ....................... 37

Tabel 15 Hasil Pengamatan Nilai TDS (mg/l) tahun 2005-2009 .................... 38

Tabel 16 Hasil Pengamatan Nilai TSS (mg/l) tahun 2005-2009 ..................... 40

Tabel 17 Hasil Pengamatan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009 ...................... 42

Tabel 18 Hasil pengamatan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009 .................... 44

Tabel 19 Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD .............................................. 44

Tabel 20 Hasil Pengamatan Nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009 ................... 46

Tabel 21 Hasil Pengamatan Nilai pH tahun 2005-2009 ................................. 47

Tabel 22 Hasil Pengamatan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009 .................. 48

Tabel 23 Nilai IKA-NSF WQI tahun 2005-2009 ........................................... 50

Tabel 24 Nilai Storet dan Status Mutu Air DAS Ciliwung segmen Kota

Bogor Tahun 2005-2009 ................................................................. 52

Tabel 25 Potensi Beban Pencemaran Limbah Domestik ................................ 54

iv

Tabel 26 Potensi Beban Pencemaran Limbah Industri Kecil .......................... 57

Tabel 27 Potensi Beban Pencemaran Limbah Peternakan .............................. 60

Tabel 28 Daya Tampung Beban Pencemaran ................................................ 62

Tabel 29 Persentase Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai di DAS Ciliwung

Segmen Kota Bogor ....................................................................... 63

Tabel 30 Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2007-2009 .............................. 65

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Komponen Dasar SIG (Sistem Informasi Geografi) .................... 16

Gambar 2. Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor.................................... 18

Gambar 3. Kerangka Alir Pemikiran Kajian Beban Pencemaran

Air Sungai Ciliwung Di Kota Bogor .......................................... 20

Gambar 4. Proses Pembuatan Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor ...... 25

Gambar 5. Proses Pengolahan Citra Landsat ............................................... 26

Gambar 6. Limbah Domestik ...................................................................... 32

Gambar 7. Limbah Peternakan .................................................................... 32

Gambar 8. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Katulampa ................... 36

Gambar 9. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Sempur ........................ 36

Gambar 10. Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Kedunghalang ............. 36

Gambar 11. Grafik Perubahan Nilai Suhu (°C) Tahun 2005-2009 .................. 35

Gambar 12. Grafik Perubahan Nilai TDS (mg/l) Tahun 2005-2009 ............... 39

Gambar 13. Grafik Perubahan Nilai TSS (mg/l) Tahun 2005-2009 ................ 41

Gambar 14. Grafik Perubahan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009 .................. 43

Gambar 15. Grafik Perubahan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009 ............... 45

Gambar 16. Grafik Perubahan Nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009 ............... 47

Gambar 17. Grafik Perubahan Nilai pH tahun 2005-2009 ............................. 48

Gambar 18. Grafik Perubahan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009 .............. 50

Gambar 19. Perbandingan Fluktuasi Nilai Indeks Kualitas Air (IKA)

Dari Tahun 2005-2009 ................................................................. 51

Gambar 20. Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Potensial ......... 55

Gambar 21. Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Riil .................. 55

Gambar 22. Industri Tempe........................................................................... 58

Gambar 23. Industri Tahu ............................................................................. 59

Gambar 24. Peternakan Sapi Perah................................................................ 60

Gambar 25. Peternakan Ayam Potong ........................................................... 60

Gambar 26. Aktivitas Mencuci Masyarakat di Katulampa ............................. 63

Gambar 27. Aktivitas Penggalian Pasir di Kedunghalang .............................. 64

Gambar 28. Tanaman Pertanian Masyarakat di Kedunghalang ...................... 64

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor ................................. 75

Lampiran 2. Peta Lokasi Wawancara .......................................................... 76

Lampiran 3. Peta Lokasi Titik Pantau Sungai Ciliwung Segmen Kota

Bogor ..................................................................................... 77

Lampiran 4. Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran

Riil)......................................................................................... 78

Lampiran 5. Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran

Potensial) ................................................................................... 79

Lampiran 6. Peta Sebaran Industri dan Peternakan dengan Tutupan Lahan

Tahun 2009................................................................................ 80

Lampiran 7. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

Tahun 2007 ............................................................................. 81

Lampiran 8. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

Tahun 2008 ............................................................................. 82

Lampiran 9. Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

Tahun 2009 ............................................................................. 83

Lampiran 10. Perhitungan Modifikasi Bobot Parameter (Wi) ........................ 84

Lampiran 11. Hasil Pengukuran Kualitas Air per Titik Pantau pada 14x

Pengukuran ............................................................................. 85

Lampiran 12 Hasil Pengukuran dan Perhitungan IKA-NSF WQI ................. 86

Lampiran 13. Perhitungan Metode Storet ...................................................... 92

Lampiran 14. Beban Pencemaran Air DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor.... 94

Lampiran 15. Faktor Konversi Beban Limbah Domestik, Industri dan

Peternakan............................................................................... 96

Lampiran 16. Hasil Perhitungan Daya Tampung Sungai Ciliwung Tahun

2009 ........................................................................................ 97

Lampiran 17. Kurva Sub-Indeks TDS, DO, pH, BOD, Fosfat dan Suhu ........ 98

Lampiran 18. Contoh Foto-foto Kondisi Sungai Ciliwung ............................. 99

Lampiran 19. Daftar Pertanyaan Wawancara ................................................. 100

Lampiran 20. Jenis-jenis Industri Penghasil Limbah Cair di Kota Bogor ....... 102

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dengan luas areal 347 km2 mencakup

areal mulai dari bagian hulu di Cisarua, Kabupaten Bogor sampai di hilir Teluk

Jakarta sebagai outlet DAS. Kegiatan pembangunan di DAS Ciliwung, baik di

hulu maupun di hilir tergolong sangat intensif dengan pertambahan penduduk

yang tinggi, sebagai dampak tingginya dinamika pembangunan di wilayah

Jabodetabek.

Perkembangan penduduk Kota Bogor dengan laju pertumbuhan 2,39 persen

per tahun berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

(Disdukcapil) Kota Bogor mendorong peningkatan berbagai kebutuhan pangan,

sandang dan papan sehingga bermunculan berbagai macam industri dan

peternakan. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik Kota Bogor laju pertumbuhan

industri mencapai 2,82 persen pada tahun 2010 dan total produksi daging Kota

Bogor tahun 2010 mencapai 13.241.967 kg. Meningkatnya jumlah dan jenis

industri serta peternakan di Kota Bogor diperkirakan telah banyak menimbulkan

beban pencemaran pada Sungai Ciliwung. Kondisi hutan DAS Ciliwung yang

juga berkurang menyebabkan debit sungai fluktuatif, sehingga berpengaruh

terhadap dinamika fluktuasi kualitas air sungai.

Berbagai program pengendalian pencemaran sungai pada umumnya belum

menyentuh permasalahan pencemaran mulai dari limbah domestik, industri kecil

sampai besar dan peternakan. Terutama beragamnya jenis industri kecil serta

penyebarannya yang sporadis hingga kawasan pemukiman sangat sulit untuk

dikelola dengan efektif. DAS Ciliwung sebagai ekosistem terbuka dan mengalir,

maka pencemaran industri-industri kecil dari wilayah daerah aliran sungai akan

memasuki Sungai Ciliwung melalui saluran-saluran air ataupun anak-anak sungai.

Dengan demikian akumulasi beban pencemar di bagian hulu di Cisarua

Kabupaten Bogor akan membuat tingkat pencemaran Sungai Ciliwung di wilayah

Kota Bogor semakin besar.

2

Dampak lain dari adanya pencemaran limbah domestik, industri dan

peternakan selain menurunkan mutu air sungai, juga menimbulkan bau busuk dan

sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,

perlu dilakukan inventarisasi dan pemetaan industri-industri di wilayah Kota

Bogor sebagai dasar upaya pengendalian pencemaran Sungai Ciliwung secara

keseluruhan. Adapun penyediaan data dan informasi yang akurat, cepat dan

mencakup areal yang luas dapat dilakukan dengan aplikasi SIG dan teknik

penginderaan jauh (remote sensing).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Segmen

Kota Bogor.

2. Mengevaluasi perkembangan kondisi mutu air Sungai Ciliwung dari hulu

ke hilir di segmen Kota Bogor.

3. Menghitung besar beban pencemaran setiap sumber-sumber pencemar.

4. Menghitung besar daya tampung beban pencemaran.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat: memberikan informasi yang

berguna, khususnya bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap

pengelolaan DAS Ciliwung seperti pemerintah Kota Bogor, Balai Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ciliwung, Balai Pengelolaan Sumberdaya Air

(BPSDA) Cisadane-Ciliwung dan masyarakat pada umumnya.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004, disebutkan bahwa Daerah

Aliran Sungai adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa

puncak-puncak, gunung dan punggung-punggung bukit. Bentang alam tersebut

menyimpan curah hujan yang jatuh diatasnya dan kemudian mengatur dan

mengalirkannya secara langsung maupun tidak langsung beserta muatan sedimen

dan bahan-bahan lainnya ke sungai utama yang akhirnya bermuara ke laut

maupun danau. Sub DAS adalah bagian DAS dimana air hujan diterima dan

dialirkannya melalui anak sungai utama. Setiap DAS terbagi ke dalam sub DAS-

sub DAS.

Menurut Seyhan (1990), sungai memiliki tiga sifat aliran:

1. Aliran yang bersifat sementara, hanya dapat mengalir setelah terjadinya

hujan badai yang menghasilkan limpasan permukaan yang memadai.

Permukaan air bumi selalu berada di bawah dasar sungai.

2. Aliran yang terputus-putus, mengalir selama musim hujan saja.

Selanjutnya debit ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air

bumi pada dasar sungai. Permukaan air buni berada diatas dasar sungai

hanya selama musim hujan. Pada musim kemarau permukaan tersebut

berada di dasar sungai.

3. Aliran abadi/permanen, mengalir sepanjang tahun dengan debit-debit yang

lebih tinggi selama musim penghujan. Debit sungai terdiri atas pemberian

limpasan permukaan dan air bumi pada dasar bumi. Permukaan air tanah

selalu berada di atas dasar sungai.

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan wilayah bersifat

kompleks yang dipengaruhi karakteristik fisik variabel meteorologinya.

Karakteristik fisik yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai,

kondisi tanah, topografi, dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS

yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Sedangkan variabel

meteorologi yang meliputi curah hujan, suhu, kelembapan, radiasi matahari dan

4

kecepatan angin bersifat sangat berubah-ubah tergantung kondisi klimatnya

(Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumberdaya Alam dan Energi, 1994).

2.2 Pencemaran Air dan Sumber Pencemaran Sungai Ciliwung

Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup

zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga

kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat

berfungsi sesuai dengan peruntukkannya (Peraturan Pemerintah No. 20 tahun

1990). Bahan-bahan yang masuk dan mencemari lingkungan menurut Hynes

(1978) dalam Nugroho (2003) dapat berupa zat-zat beracun, bertambahnya

padatan tersuspensi, dioksidasi dan naiknya air akan merubah kondisi ekologi

perairan pada umumnya dan kualitas biota pada khususnya.

Sumber pencemaran air sungai dapat dibedakan menjadi sumber

domestik dan sumber non domestik. Termasuk ke dalam sumber domestik adalah

perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal dan rumah sakit. Sementara yang

termasuk sumber non domestik adalah pabrik, industri, pertanian, peternakan,

perikanan dan transportasi. Lahan di sepanjang Sungai Ciliwung dipergunakan

untuk berbagai kegiatan antara lain untuk pemukiman, pertanian, perkebunan dan

industri. Limbah tersebut didistribusikan ke badan sungai sepanjang DAS

Ciliwung sehingga terjadi pencemaran air (Sastrawidjaya, 1991).

Menurut Saeni (1989) sumber pencemaran yang terjadi di Sungai

Ciliwung berasal dari buangan penduduk, pertanian dan industri. Sugiharto (1987)

menyebutkan sumber pencemar yang berasal dari permukiman (penduduk) akan

menghasilkan limbah detergen, zat padat, BOD, COD, DO, nitrogen, fosfor, pH,

kalsium, klorida dan sulfat. Sumber pencemar yang berasal dari pertanian akan

menghasilkan limbah pestisida, bahan beracun dan logam berat. Sumber

pencemar yang berasal dari industri antara lain akan menghasilkan limbah BOD,

COD, DO, pH, TDS, minyak dan lemak, urea, fosfor, suhu, bahan beracun dan

kekeruhan. Jenis kegiatan industri dengan limbah yang dihasilkan disajikan pada

Tabel 1.

5

Tabel 1 Kegiatan dan Jenis Limbah yang Dihasilkan No Jenis Kegiatan Limbah yang Dihasilkan 1 Industri pangan BOD, COD, TOC, TOD, pH, suspended solid, minyak dan

lemak, logam berat, sianida, klorida, amoniak, nitrat, fosfor dan fenol.

2 Industri minuman BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu kekeruhan dan buih.

3 Industri makanan BOD, COD, TOC, pH, minyak dan lemak, logam berat, nitrat, fosfor dan fenol.

4 Industri percetakan BOD, COD, TOC, total solids, suspended solid, TDS, minyak dan lemak, logam berat, amoniak, sulfit, nitrat, fosfor, warna, jumlah coli, coli faeces, bahan beracun, suhu, kekeruhan, klorinated benezoid.

5 Perkayuan dan motor COD, logam berat, dan bahan beracun. 6 Industri pakaian jadi BOD, COD, TOD, suspended solid, TDS, minyak dan

lemak, logamberat, kromium, warna, bahan beracun, suhu, klorinated, benezoid dan sulfida.

7 Industri plastik BOD, COD, total solids, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, seng, sianida, sulfat, amoniak, fosfor, urea anorganik, bahan beracun, fenol dan sulfida.

8 Industri kulit Total padatan, penggaraman, sulfida, kromium, pH, endapan kapur, dan BOD.

9 Industri besi dan logam COD, suspended solids, minyak dan lemak, logam berat, bahan beracun, sianida, pH, suspended solid, kromium, besi, seng, klorida, sulfat, amoniak, dan kekeruhan.

10 Aneka industri BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak dan lemak, warna, jumlah coli, bahan beracun, suhu, kekeruhan, amoniak dan kekeruhan.

11 Pertanian/tanaman pangan Pestisida, bahan beracun, dan logam berat. 12 Perhotelan Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOC, TOD, nitrogen,

fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun, dan kekeruhan. 13 Rekreasi BOD, COD, kekeruhan dan warna. 14 Kesehatan Bahan beracun, logam berat, BOD, COD, TOM dan

jumlah coli. 15 Perdagangan BOD, pH, suspended solid, settleable solid, TDS, minyak

dan lemak, amoniak, urea, fosfor, warna, jumlah coli, bahan beracun dan kekeruhan.

16 Pemukiman Deterjen, zat padat, BOD, COD, TOD, TOC, nitrogen, fosfor, kalsium, klorida dan sulfat.

17 Perhubungan darat Logam berat, bahan beracun dan COD. 18 Perikanan darat BOD, COD, TOM dan pH. 19 Peternakan BOD, COD, TOC, pH, suspended solid, klorida, nitrat,

fosfor, warna, bahan beracun, suhu dan kekeruhan. 20 Perkebunan COD, pH, suspended solid, TDS, minyak dan lemak,

kromium, kalsium, klorida, sulfat, amoniak, sodium, nitrat, fosfor, urea anorganik, coli faeces dan suhu.

Sumber: Donal W. S dan H. E. Klei (1979) dalam Sugiharto dalam Taufik (2003)

2.3 Beban Pencemaran dan Daya Tampung

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 beban pencemaran

adalah jumlah suatu pencemar yang terkandung di dalam air atau air limbah.

Menurut Djabu (1999) beban pencemaran adalah bahan pencemar dikalikan

6

kapasitas aliran air yang mengandung bahan pencemar, artinya adalah jumlah

berat pencemar dalam satuan waktu tertentu, misalnya kg/hari. Istilah beban

pencemaran dikaitkan dengan jumlah total pencemar atau campuran pencemar

yang masuk ke dalam lingkungan (langsung atau tidak langsung) oleh suatu

industry aatau kelompok industry pada areal tertentu dalam periode waktu

tertentu. Pada kasus limbah rumah tangga dan kota, istilah beban pencemaran

berkaitan dengan jumlah total limbah yang masuk ke dalam lingkungan (langsung

atau tidak langsung dari komunitas kota selama periode waktu tertentu

(Djajadiningrat dan Amir, 1991).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 daya tampung beban

pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima

masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.

Daya tampung beban pencemaran diartikan sebagai kemampuan air pada suatu

sumber air atau badan air untuk menerima beban pencemaran tanpa

mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (Keputusan Menteri Lingkungan

Hidup No.110 tahun 2003).

2.4 Parameter Pencemaran Air

2.4.1 Parameter Fisik

2.4.1.1 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor dalam reaksi kimia dan aktifitas biologi

di dalam suatu perairan yang sangat berperan dan berpengaruh dalam

mengendalikan kondisi ekosistem perairan, terutama terhadap kelangsungan hidup

suatu organisme (Palmer, 2001). Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan

kebutuhan oksigen hewani perairan naik hampir dua kali lipat. Sebaliknya

peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut akan menurun dan

peningkatan suhu ini juga akan dapat menaikan daya racun polutan terhadap

organisme perairan (Moriber, 1974). Menurut Hawkes (1979) suhu perairan yang

tidak lebih dari 30°C tidak akan berpengaruh secara drastis terhadap

makrozoobenthos.

Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa kenaikan suhu air akan

menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut:

7

a. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun.

b. Kecepatan reaksi kimia meningkat.

c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya

mungkin akan mati.

Temperatur air terutama merupakan pencerminan dari kondisi iklim.

Bagaimanapun manusia mampu memodifikasi temperatur misalnya air digunakan

untuk pendinginan dalam pembangkit listrik, dimana mentransfer buangan limbah

panas ke dalam perairan. Pembuangan limbah mungkin juga meningkatkan

temperatur air. Pelepasan air pada dasar perairan dari waduk-waduk mungkin

memasukkan air yang lebih dingin ke dalam sungai penerima.

2.4.1.2 Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid/TDS)

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa padatan terlarut adalah padatan-padatan

yang mempunyai ukuran-ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan-

padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam

air/mineral dan garam-garamnya. Padatan terlarut mempengaruhi ketransparanan

dan warna air yang ada hubungannya dengan produktifitas (Sastrawijaya, 1991).

Keberadaan sebagai larutan-larutan ditunjukkan dalam keberadaan fisik dan kimia

air. Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari

tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan industri).

Menurut Priyono (1994) aliran dasar dari suatu jalan air mendapatkan

mineral yang terpilih dalam bentuk garam-garam terlarut dalam larutan seperti

sodium, khlorit, magnesium, sulfat, dan lain-lain. Aliran ini dapat mengkontribusi

bahan-bahan terlarut untuk perairan.

2.4.1.3 Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid/TSS)

Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter

> 1 µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan pori-pori 0,45 µm. TSS

terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, terutama disebabkan

oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).

8

TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga akan mempengaruhi

penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses

fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air yang selanjutnya akan

mengurangi pasokan oksigen terlarut dan meningkatkan pasokan CO2 di perairan.

Menurut Priyono (1994) Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir,

lumpur, tanah, dan bahan kimia inorganik menjadi bentuk bahan tersuspensi di

dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air.

Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur

yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, kandungan

sedimen yang terlarut pada hampir semua sungai meningkat terus karena erosi

dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi, dan pertambangan. Partikel yang

tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan

ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan dan mengurangi tanaman

air melakukan fotosintesis.

2.4.2 Parameter Kimia

2.4.2.1 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas air yang penting.

Umumnya konsentrasi DO di suatu perairan akan bersifat sementara atau

musiman dan berfluktuasi. Biasanya organisme air seperti ikan memerlukan

oksigen terlarut antara 5,8 mg/l (Palmer, 2001).

Oksigen terlarut dalam perairan dapat merupakan faktor pembatas dalam

penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air. Kepekatan oksigen terlarut

bergantung kepada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya

yang tergantung pada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran air

dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air (Sastrawidjaya, 1991).

Kandungan oksigen terlarut yang tinggi adalah pada sungai yang relatif dangkal

dan adanya turbulensi oleh gerakan air. Daya larut oksigen akan menurun dengan

kenaikan suhu, sebaliknya pada air yang dingin kadar oksigen akan meningkat

(Odum, 1971). Berdasarkan kandungan oksigen terlarut Shandi dalam

Sutamiharja (1978) melakukan penggolongan kualitas air (Tabel 2) sebagai

berikut:

9

Tabel 2 Penggolongan Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Oksigen Terlarut DO (mg/l) Tingkat Pencemaran

>5 Tercemar Ringan 2-5 Tercemar Sedang 0-2 Tercemar Buruk

Kelarutan oksigen di air berasal dari atmosfer atau fotosintesis tumbuhan

akuatik termasuk phytoplankton. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut

di dalam air adalah bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen. Bahan-

bahan tersebut terdiri dari bahan yang mudah dibusukkan atau diuraikan oleh

bakteri dengan adanya oksigen.

2.4.2.2 Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand/BOD)

Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) merupakan banyaknya oksigen yang

dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik yang ada. Menurut APHA (1978)

nilai BOD yang besar menunjukkan aktivitas mikroorganisme yang semakin

tinggi dalam menguraikan bahan organik.

Menurut Fardiaz (1992) bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen

terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan mungkin beberapa bahan

anorganik, kotoran manusia dan hewan, tanaman-tanaman yang mati atau sampah

organik, bahan-bahan buangan industri dan sebagainya. Air yang hampir murni

mempunyai nilai BOD kira-kira 1 mg/l, dan air yang mempunyai nilai BOD 3

mg/l masih dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD

nya mancapai 5 mg/l atau lebih. Lee et al. (1978) telah melakukan kasifikasi

kualitas air (Tabel 3) berdasarkan nilai BOD, yaitu sebagai berikut:

Tabel 3 Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD Nilai BOD (mg/l) Kualitas Air

< 3,0 Tidak Tercemar 3.0 – 4,9 Tercemar Ringan

5,0 – 15,0 Tercemar Sedang > 15,0 Tercemar Berat

Bahan organik di perairan yang mengalir berasal dari sumber alam seperti

gangguan atau kerusakan tumbuh-tumbuhan akuatik. Tetapi pulp, paper, dan

sampah pertanian dapat juga menambah kuantitas yang berarti dari permintaan

oksigen ke suatu perairan.

10

2.4.2.3 Derajat Keasaman (pH)

Menurut Sutamihardja (1978) derajat keasaman merupakan kekuatan

antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam

larutan. Nilai pH menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu

penunjukkannya mungkin dari reaksi kimia pada batu-batuan dan tanah-tanah.

Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH

6,5-8,5.

Menurut Brook et al. (1989) dalam Fakhri (2000) menyebutkan bahwa

perairan sudah dianggap tercemar jika memiliki nilai pH < 4,8 dan > 9,8. Derajat

keasaman atau pH air biasanya digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran

dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang dikaji. Mackereth et al.

dalam Effendi (2003) berpendapat bahwa pH berkaitan erat dengan

karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai

alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat

asam akan bersifat korosif. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia

perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika kadar pH rendah.

Keberadaan karbonat, hidroksida dan bikarbonat bertambah pada dasar

perairan, sementara keberadaan mineral bebas asam dan asam karbonik bertambah

dalam keasaman. Perairan asam tidak lebih umum dari pada perairan alkali.

Sumber pembuangan air asam dan sampah-sampah industri yang sudah tidak

dinetralkan akan bersamaan dengan pengurangan pH dari air.

2.4.2.4 Fosfat

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan

(Dugan, 1972). Menurut Moriber dalam Anggraeni (2002), senyawa fosfat dalam

perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan

dan lapukan tumbuhan. Dalam perairan senyawa fosfat berada dalam bentuk

anorganik (ortofosfat, metafosfat dan polifosfat) dan organik (dalam tubuh

organisme melayang, asam nukleat, fosfolipid, gula fosfat, dan senyawa organik

lainnya).

Menurut Effendi (2003), semua polifosfat mengalami hidrolisis

membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu. Pada suhu yang

11

mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat.

Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH.

Secara umum kandungan fosfat meningkat terhadap kedalaman.

Kandungan fosfat yang rendah dijumpai di permukaan dan kandungan fosfat yang

lebih tinggi dijumpai pada perairan yang lebih dalam (Hutagalung dan Rozak,

1977). Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas bila kadarnya di bawah

0,009 mg/l, sementara pada kadar lebih dari satu mg/l PO4-P dapt menimbulkan

blooming (Mackentum dalam Abdurochman, 2005).

Menurut Effendi (2003) bahwa sumber alami fosfor di perairan adalah

pelapukan batuan mineral. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan

domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen. Limpasan dari derah pertanian

yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

keberadaan fosfor.

2.4.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah total oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat di perairan menjadi

CO2 dan H2O. Nilai COD ini akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bahan

organik di perairan (APHA, 1976).

Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20

mg/l. Sementara pada perairan yang tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi

200 mg/l. Oleh karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik

untuk kegiatan perikanan (Fakhri, 2000).

2.5 Kriteria, Status, dan Baku Mutu Air

Kriteria kualitas air merupakan batas konsentrasi parameter-parameter

kualitas air yang diinginkan bagi kelayakan kualitas air untuk penggunaan

tertentu. Sedangkan baku mutu air merupakan peraturan menurut undang-undang

yang ditetapkan oleh pemerintah yang mencamtumkan pembatasan konsentrasi

berbagai parameter kualitas air (Rushayati, 1999).

Kualitas suatu perairan sangat ditentukan oleh konsentrasi bahan

pencemaran pada perairan tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

12

Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan

pengendalian pencemaran air, disebutkan bahwa pencemaran air adalah

memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen

lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke

tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya. Pada pasal 8 disebutkan penggolongan air berdasarkan

peruntukkannya yang diikuti dengan kriteria kualitas air tersebut sesuai dengan

golongannya, yaitu:

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,

air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan

tersebut;

4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut.

2.6 Tata Guna Lahan dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Air

Vink (1975) menyebutkan bahwa perubahan atau perkembangan

penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: faktor alam seperti iklim,

topografi, tanah, atau bencana alam dan faktor manusia yang berupa aktivitas

manusia pada sebidang lahan.

Menurut Leopold and Dunne (1978) dalam Sudadi et al. (1991) perubahan

penggunaan lahan secara umum akan mengubah: karakteristik aliran sungai, total

aliran permukaan, kualitas air dan sifat hidrologi daerah yang bersangkutan.

Sudadi et al. (1991) menyebutkan bahwa pengaruh penggunaan lahan terhadap

13

aliran sungai terutama erat kaitannya terhadap fungsi vegetasi sebagai penutup

lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi.

Sedangkan menurut Sutamiharja (1978) kegiatan pertanian secara langsung

ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas perairan yang diakibatkan

oleh penggunaan bermacam-macam pupuk buatan dan pestisida. Perubahan lahan

menjadi daerah pemukiman cenderung berdampak negatif, khususnya bila ditinjau

dari segi erosi.

2.7 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu serta seni untuk memperoleh informasi

tentang suatu objek daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena

yang dikaji. Dengan menggunakan berbagai sensor, dilakukan pengumpulan data

dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek,

daerah, atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat

dilakukan dalam berbagai bentuk termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang

bunyi, maupun agihan elektromagnetik (Lillesand dan Kiefer, 1987). Lebih lanjut

dikatakan, sistem penginderaan jauh yang paling sering digunakan bekerja pada

satu atau beberapa spektrum tampak, inframerah dekat, inframerah termal atau

gelombang mikro.

Penginderaan jauh merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi

mengenai obyek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Teknik

ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan

diinterpretasi untuk menghasilkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang

pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan bidang-

bidang lainnya (Lo, 1995). Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh

ditunjukkan dengan adanya hal suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang

tidak mengganggu, sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara

tenaga dengan benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu dan

berbagai penggunaan data (Lillesand dan Kiefer, 1990).

Citra merupakan gambar yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya

(Hornby, 1974 dalam Sutanto, 1986), sedangkan interpretasi citra merupakan

14

pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud mengidentifikasi

obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut (Este dan Simonett, 1975 dalam

Sutanto, 1986). Foto udara merupakan sumber informasi yang penting mengenai

perubahan-perubahan tata guna lahan sepanjang waktu (Paine, 1981).

Citra Landsat merupakan citra satelit untuk penginderaan sumberdaya

bumi. Thematik Mapper (TM) adalah suatu sensor optik penyiaman yang

beroperasi pada cahaya tampak dan inframerah bahkan spektral (Lo, 1995).

Thematik Mapper dipasang pada Landsat dengan tujuan untuk perbaikan resolusi

spasial, pemisaan spektral, kecermatan data radiometrik dan ketelitian geometrik.

Lillesand dan Kiefer (1990) menyatakan analisis data Landsat dengan

komputer dapat dikelompokkan atas butir berikut:

1. Pemulihan citra (image restoration), meliputi koreksi berbagai distorsi

radiometrik dan geometrik yang mungkin ada pada data citra asli.

2. Penajaman citra (image enhancement) sebelum menayangkan data citra untuk

analisis visual teknik, penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak

kontras diantara kenampakan di dalam adegan.

3. Klasifikasi citra (image classification), pada proses ini maka tiap pengamatan

pixel dievaluasi dan diterapkan pada suatu kelompok informasi jadi mengganti

arsip data citra dengan suatu matriks jenis kategori yang ditentukan

berdasarkan nilai kecerahan (brighteness value/VB atau digital number/DN)

pixel yang bersangkutan.

2.8 Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem berdasarkan komputer

yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi

(georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi dan

menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronof, 1989).

Sedangkan menurut Bern (1992) dalam Prahasta (2001) mengemukakan bahwa

sistem informasi geografis merupakan sistem komputer yang digunakan untuk

memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat

keras dan perangkat lunak komputer untuk: (1) Akuisisi dan verifikasi data (2)

Kompilasi data (3) Penyimpanan data (4) Perubahan dan updating data (5)

15

Manajemen dan pertukaran data (6) Manipulasi data (7) Pemanggilan dan

presentasi data (8) Analisa data.

Selain itu juga, Barus (1999) menyatakan, kelebihan SIG terutama

berkaitan dengan kemampuannya dalam menggabungkan berbagai data yang

berbeda struktur, format, dan tingkat ketepatan.

Ardiansyah et al (2002) mengelompokkan komponen SIG ke dalam empat

komponen yaitu:

1. Perangkat keras

Perangkat keras komputer utama dalam SIG adalah sebuah Personal

Computer (PC) yang terdiri dari:

Central Processing Unit (CPU) sebagai pemroses data

Keyboard untuk memasukkan data atau perintah

Mouse untuk memasukkan perintah

Monitor untuk menyajikan hasil atau menampilkan proses yang

sedang berlangsung

Hard disk untuk menyimpan data

Perangkat keras tambahan yang diperlukan adalah:

Digitizer untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan

tersimpan sebagai data vektor

Scanner untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan

tersimpan sebagai data raster

Plotter untuk mencetak hasil keluaran data spasial berkualitas

tinggi baik utnuk data vektor atau data raster

CD Writer sebagai media penyimpanan cadangan (back up) selain

hard disk

2. Perangkat lunak

SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular

dimana basis data memegang peranan kunci.Saat ini banyak sekali

perangkat lunak SIG baik yang berbasis vektor maupun yang berbasis

raster. Nama perangkat lunak SIG yang berbasis vektor antara lain

ARC/INFO, Arc View, Map INFO, CartaLINX dan AUTOCAD Map;

16

sedangkan perangkat lunak SIG yang berbasis raster antara lain ILWIS,

IDRISI, ERDAS, dan sebagainya.

3. Data dan Informasi Geografi

Data yang dapat diolah dalam SIG merupakan fakta-fakta data di

permukaan bumi yang memiliki referensi keruangan baik referensi secara

relative maupun referensi secara absolute, dan disajikan dalam sebuah

format yang bernama peta. SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data

dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara

meng-import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun

secara langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan

memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan

menggunakan keyboard (Gistut, 1994 dalam Prahasta, 2001).

4. Sumberdaya Manusia

Komponen terakhir yang tidak terelakkan dari SIG adalah sumberdaya

manusia yang terlatih.Peranan sumberdaya manusia ini adalah untuk

menjalankan sistem yang meliputi pengoperasian perangkat keras dan

perangkat lunak, serta menangani data geografis dengan kedua perangkat

tersebut.Sumberdaya manusia juga merupakan sistem analisis yang

menerjemahkan permasalahan riil di permukaan bumi dengan bahasa SIG,

sehingga permasalahan tersebut bisa teridentifikasi dan memiliki

pemecahannya.

Gambar 1 Komponen Dasar SIG

SDM

SIG

Perangkat Keras

Perangkat Lunak

Data

17

Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk perencanaan lalu lintas

dan transportasi, perencanaan pertanian, manajemen sumberdaya alam dan

lingkungan, perencanaan rekreasi, lokasi/alokasi keputusan, perencanaan tata

guna lahan (landuse), perencanaan pelayanan umum (pendidikan, pelayanan

social, kepolisian, dan lain-lain). Penerapan SIG lainnya dapat dilakukan antara

lain dalam kegiatan jaringan jalan dan pipa, pertanian, penggunaan tanah,

kehutanan, pengelolaan kehidupan liar, geologi, dan perencanaan kota (Aronof,

1989 dalam Febriana, 2004).

Manfaat utama penggunaan sistem informasi spasial dengan komputer

dibandingkan dengan pembuatan konvensional dan masukan data manual atau

informasi manual adalah memperkecil kesalahan manusia dan kemampuan

memangil kembali peta tumpang tindih (overlay) dari simpanan atau SIG secara

cepat. Program tumpang tindih (overlay) digunakan untuk menggabungkan dua

atau lebih data-data SIG dan menghasilkan data baru yang dikehendaki pengguna.

Teknik tumpang tindih dapat digunakan bagi peta-peta yang sudah sama

formatnya dan skalanya. Tumpang tindih dapat menghasilkan peta tematik

kesesuaian lahan untuk suatu wilayah.Analisis kesesuian lahan suatu wilayah

dapat dihitung dalam satuan areal luasan (hektar) maupun perhitungan presentase

(Kartono, 2001).

18

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi obyek penelitian adalah DAS Ciliwung di wilayah

Kota Bogor. Sungai Ciliwung dengan panjang aliran sungai ± 117 Km, dengan

luas DAS sekitar 347 km². Pengambilan data sekunder dilaksanakan pada bulan

Februari - Maret 2010, sedangkan data primer ke lapangan dilaksanakan pada

bulan Oktober - November 2010.

Gambar 2 Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

3.2 Alat dan Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi langsung dan

kuesioner di lapangan dan data sekunder diperoleh dari laporan-laporan berkala

19

dari berbagai instansi dan hasil survey penelitian sebelumnya. Peralatan yang

digunakan untuk mengolah data-data yang didapatkan yaitu alat tulis dan hitung,

kamera, Global Positioning System (GPS) dan seperangkat komputer dilengkapi

dengan paket SIG (perangkat keras dan lunak) termasuk software ArcGIS 9.3 dan

ArcView Avswat 2005. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian

ini dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4 Data yang Digunakan dalam Penelitian No Jenis Data Sumber Data

1 Data Kualitas Air Tahun 2005-2009 Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

2 Data Debit Sungai Tahun 2005-2009 Badan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

3 Data Curah Hujan Tahun 2005-2009 Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Ciliwung-Cisadane

4 Data Jenis dan Jumlah Industri yang ada di DAS Ciliwung Observasi Lapangan

5 Data Kependudukan Kota Bogor Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil Kota Bogor

6 Data Jumlah Ternak Observasi Lapangan

7 Peta (topografi, penutupan lahan, administrasi) KLH, PPLH IPB

3.3 Kerangka Pemikiran

Sungai Ciliwung di Kota Bogor merupakan bagian dari lingkungan hidup

yang senantiasa akan terus mengalami perubahan, khususnya kualitas air.

Perubahan tersebut cenderung berupa penurunan kualitas air yang disebabkan oleh

pencemaran yang masuk ke badan perairan sungai. Kondisi penutupan lahan suatu

DAS berpengaruh terhadap kondisi kualitas air sungai di DAS tersebut. Ketika

debit sungai besar akan menyebabkan pengenceran berbagai bahan pencemar di

sungai, sebaliknya ketika debit kecil maka terjadi peningkatan kadar bahan

pencemar. Hal ini dimungkinkan pula oleh kondisi beban pencemaran yang

relative stabil sepanjang tahun. Untuk itu upaya pengelolaan kualitas air adalah

melalui pengendalian kondisi dan pemanfaatan DAS secara tepat. Secara skematik

pengaruh kondisi DAS terhadap kualitas air Sungai Ciliwung dapat digambarkan

sebagai berikut :

20

Gambar 3 Kerangka Alir Pemikiran Kajian Beban Pencemaran Air dan Daya

Tampung Sungai Ciliwung di Kota Bogor

Curah Hujan

Kualitas air Sungai

Kondisi Tutupan Hutan di DAS

Kondisi Penggunaan Lahan

Debit Air

Beban Pencemaran

21

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Jenis Data

Pengumpulan data terdiri atas data spasial dan data atribut. Data spasial

merupakan data yang bersifat keruangan atau diperoleh dari pengolahan peta-peta

tematik dan penginderaan jauh, diantaranya peta topografi, peta, peta ketinggian

tempat atau elevasi, peta penutupan lahan, peta saluran atau sungai. Selain data

spasial, data lain yang diperlukan adalah data atribut, yaitu data dalam bentuk

tulisan ataupun angka-angka, diantaranya data kualitas air dan debit sungai, data

jumlah ternak, data kependudukan, data jumlah dan jenis indutri-industri.

3.4.2 Sumber Data

3.4.2.1 Data primer

Sumber data primer dalam kegiatan ini diperoleh dari hasil observasi

lapangan dan wawancara di lapangan (daftar pertanyaan terlampir). Wawancara

masyarakat dilakukan di lima kelurahan yaitu Katulampa, Sukasari, Sempur,

Kebon Pedes dan Kedunghalang. Masing-masing kelurahan sebanyak 30

responden.

3.4.2.2 Data sekunder

Sumber data sekunder dapat dilihat pada Tabel 4.

3.4.3 Cara Pengumpulan Data

3.4.3.1 Observasi langsung

Observasi langsung dilakukan di lapangan dengan bantuan kamera, GPS

dan pengamatan fisik.

3.4.3.2 Mencatat dokumen (content analysis)

Mencatat dokumen/data/informasi dari berbagai instansi.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis Status Mutu Air

3.5.1.1 Analisis Nilai Indeks Kualitas Air (IKA)

Untuk melihat kondisi kualitas air pada sungai secara keseluruhan

digunakan Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (IKA-NSF)

berdasarkan Ott (1978) dalam Perdani (2001) yang bertujuan untuk menganalisis

perubahan kualitas air pada periode yang berbeda dalam suatu lokasi pengambilan

22

contoh yang sama. Metode IKA ini pada dasarnya merupakan indeks yang

digunakan untuk menentukan mutu air untuk peruntukan air minum.

Perhitungan Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (IKA-

NSF) dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

IKA− NSF = 푊푖. 퐼푖

Keterangan:

IKA-NSF = Indeks kualitas air – national sanitation foundation

Wi = Bobot akhir masing-masing parameter setelah disesuaikan

Ii = Sub indeks kualitas air tiap parameter yang di dapat dari hasil

analisis dan hasil pengukuran yang dibandingkan dengan kurva sub

indeks

n = Jumlah parameter

Tahap-tahap pemakaian indeks tersebut adalah:

1. Menentukan terlebih dahulu jumlah parameter yang akan digunakan atau yang

diamati.

2. Penentuan nilai bobot dari masing-masing parameter yang digunakan (Wi)

dengan menggunakan standar yang digunakan Ott (1978) maupun dengan cara

melakukan penyesuaian (Lampiran 10).

Adapun bobot parameter dalam perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF

WQI dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Bobot Parameter Dalam Perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF WQI (Ott, 1978) No Parameter Bobot Parameter

(Wa) Bobot Parameter

Penyesuaian (Wb) Satuan

1 Oksigen Terlarut 0.17 0.25 % saturnasi 2 pH 0.12 0.18 - 3 BOD 0.10 0.15 Mgl 4 Nitrat 0.10 - Mgl 5 Fospat 0.10 0.15 Mg/l 6 Suhu 0.10 0.15 °C 7 Kekeruhan 0.08 - NTU 8 Padatan Total 0.08 0.12 mg/l 9 Fecal Coli 0.15 - mg/l

23

3. Menghitung nilai Ii dengan cara memplotkan nilai hasil pengukuran setiap

parameter dengan kurva sub indeks dari Ott (1978).

4. Setelah nilai Wi dan Ii didapat, dihitung indeks dengan menggunakan

persamaan IKA-NSF diatas.

Adapun kriteria indeks kualitas air – National Sanitation Foundation dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria Indeks Kualitas Air – National Sanitation Foundation (Ott, 1978) No Nilai Kriteria 1 0 – 25 Sangat Buruk 2 26 – 50 Buruk 3 51 – 70 Sedang 4 71 – 90 Baik 5 91 - 100 Sangat Baik

Sumber: Ott, (1978) dalam Perdani (2001)

3.5.1.2 Analisis Metode Storet

Metode storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status

mutu air yang digunakan. Dengan metode Storet ini dapat diketahui parameter-

parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip

metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu

air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air.

Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan mengguunakan

sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan

mengklasifikasikan mutu air dalam empat kelas. Sedangkan untuk klasifikasi

mutu air berdasarkan EPA dapat dilihat pada Tabel 8.

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga

membentuk data dari waktu ke waktu.

2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air

dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤

baku mutu) maka diberi skor 0.

24

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil

pengukuran > baku mutu), maka diberi skor:

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter yang dihitung dan ditentukan status

mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

Adapun penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air dapt

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air (Canter, 1977) Jumlah Contoh

*) Nilai Parameter Fisika Kimia Biologi

< 10

Maksimum -1 -2 -3 Minimum -1 -2 -3 Rata-rata -3 -6 -9

≥ 10

Maksimum -2 -4 -6 Minimum -2 -4 -6 Rata-rata -6 -12 -18

Ket *) Jumlah parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air.

Tabel 8 Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan EPA (Environmental Protection Agency) Kelas Jumlah Total Skor Mutu Air

A 0 Baik Sekali B -1 s.d -10 Baik C -11 s.d -30 Sedang D ≤ -31 Buruk

3.5.2 Analisis Sumber Pencemaran dengan Sistem Informasi Geografis

Analisis ini menggunakan software sistem informasi geografis berupa Arc

GIS 9.3 dan ArcView Avswat 2005 yang berhubungan dengan proses

pembangunan basis data. Proses pembangunan basis data terdiri dari 3 kegiatan

yaitu pembuatan peta digital, peta DAS Ciliwung segmen Kota Bogor dan peta

sebaran industri di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor. Proses dari masing-

masing kegiatan dapat dilihat sebagai berikut:

3.5.2.1 Pembuatan Peta Digital

Pada penelitian kali ini peta digital berupa peta topogarafi telah tersedia,

diperoleh dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB dan peta tutupan

lahan DAS Ciliwung segmen Kota Bogor tahun 2007-2009 diperoleh dari

Kementrian Negara Lingkungan Hidup.

25

Arc View 3.3

Arc GIS 9.3

3.5.2.2 Pembuatan Peta DAS Ciliwung segmen Kota Bogor

Pada proses pembuatan peta DAS dibutuhkan peta topografi/kontur yang

kemudian diubah menjadi DEM untuk selanjutnya diolah menjadi peta DAS yang

diinginkan. Proses pembuatan peta DAS Ciliwung selengkapnya dapat dilihat

pada Gambar 4 sebagai berikut :

Arc View 3.3

Gambar 4 Proses Pembuatan Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

3.5.2.3 Peta Sebaran Industri dan Peternakan

Peta sebaran industri dibuat setelah dilakukan pengecekan di lapangan

dengan penitikan pada setiap industri yang menghasilkan limbah cair.

3.5.2.4 Peta Penutupan Lahan

Pemetaan penutupan lahan (land cover) merupakan suatu upaya untuk

menyajikan informasi tentang pola penggunaan lahan atau tutupan lahan di

Surfacing

DEM

Grid

Peta Kontur Digital

AVSWAT 2005

Peta DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

26

suatu wilayah secara spasial. Berikut ini disajikan gambar proses

pengolahan citra untuk memperoleh peta penutupan lahan.

Tidak

Ya

Gambar 5 Proses Pengolahan Citra Landsat

3.5.3 Analisis Beban Pencemaran

Perhitungan beban pencemaran dari berbagai sumber pencemar dilakukan

melalui pendekatan Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution

yaitu perhitungan beban pencemaran dari setiap unit penghasil limbah masing-

Citra Landsat tahun 2009

Pemotongan Citra

Koreksi Geometrik

Citra Terkoreksi

Citra Lokasi Penelitian

Cek Lapangan (Ground Check)

Klasifikasi Citra Terbimbing

Citra Hasil Klasifikasi

Akurasi Diterima ?

Penggunaan/ Penutupan Lahan

27

masing dari pemukiman, industri, peternakan, pertanian dan tata guna lahan.

Setelah semua informasi yang diperlukan dikumpulkan, beban limbah dan

pencemaran air dapat dihitung mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memasukkan data produksi dan limbah ke dalam tabel kerja yang sesuai.

2. Mencari faktor limbah atau pencemaran yang berkaitan untuk masing-

masing proses industri atau sumber pencemar dan dicatat dalam kolom

yang tersedia. Adapun faktor konversi beban limbah dari suatu pencemar

dapat dilihat pada Tabel 9.

3. Jumlah produksi atau limbah tersebut dikalikan dengan faktor limbah atau

pencemaran dalam kolom yang disediakan.

4. Membuat ringkasan beban limbah dan pencemaran yang sudah dihitung

dalam tabel ringkasan untuk mendapat gambaran menyeluruh mengenai

total pencemaran air di areal studi.

Selain dengan langkah diatas, perhitungan beban pencemaran dapat

dirumuskan sebagai berikut: P = C x L x R

Diketahui:

P = Beban Pencemaran (ton/bulan)

C = Koefisien Beban Polutan

L = Kapasitas Limbah Cair (liter/hari)

R = (3x10-8)

Tabel 9 Faktor Konversi Beban Limbah

Sumber Limbah BOD

(kg/unit/tahun)

COD (kg/unit/tahun)

TSS (kg/unit/tahun)

TN (kg/unit/tahun)

TP (kg/unit/tahun)

Limbah Cair Domestik 19.7 44 20 3.3 0.4 Sapi potong/Kerbau 250 - 1716 80.3 - Sapi perah 539 - - - - Ayam potong/Itik 1.4 - 14.6 0.51 - Ayam petelur 4.6 - - - - kambing 36.6 - 201 8.4 - Sumber : Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution (WHO, 1982)

3.5.4 Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran

Perhitungan daya tampung beban pencemaran sesuai dengan PP No.82

tahun 2001 dapat dirumuskan sebagai berikut :

28

DT = Q x BMA x R

Diketahui:

DT = Daya Tampung (ton/bulan)

Q = Debit Aliran Air Sungai (m³/dt)

BMA = Baku Mutu Air berdasarkan PP No.82 tahun 2001

R = (bulan x 24x 60 x60) / 1.000.000.000

Catatan: bulan (jumlah hari yang disesuaikan dengan bulannya)

29

BAB IV

KONDISI UMUM PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum Kota Bogor

Secara geografis Kota Bogor terletak diantara 106°43’30’’ BT sampai

dengan 106°51’100’’ BT dan 6°30’00’’ LS sampai dengan 6°41’00’’ LS.

Memiliki luas wilayah 11.850 ha terdiri dari 6 kecamatan, 67 kelurahan dan 792

rw.

Secara administratif, Kota Bogor memiliki batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong

Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi

Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan

Caringin Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas

Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.

4.2 Kondisi Umum Sungai Ciliwung

Sungai Ciliwung berada dalam batas wilayah Kabupaten Bogor, Kota

Bogor, Kota Depok dan DKI Jakarta. Sungai ini bersumber di lereng Gunung

Gede yaitu daerah Leuwimalang Kecamatan Cisarua dengan anak sungai Ciesek,

Ciluar dan Cisugutamu. Menurut Pawitan (2002) dalam Prasetio dan Arifjaya

(2004) menurut toposekuensnya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu

hulu, tengah dan hilir. Secara administratif pemerintahan sungai Ciliwung yang

melintasi Kota Bogor merupakan peralihan dari DAS Ciliwung Hulu (Kecamatan

Bogor Timur dan Kecamatan Bogor Selatan) ke DAS Ciliwung Tengah

(Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah

Sareal).

Berdasarkan klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson tipe ikim yang

terjadi di DAS Ciliwung Hulu adalah tipe A dengan curah hujan tahunan sebesar

3.336 mm, sementara DAS Ciliwung Tengah termasuk tipe A dan B dengan

30

jumlah curah hujan tahunan 3.285 mm (BAPEDAS Citarum-Ciliwung, 2000).

Menurut BMG Bogor (2005) curah hujan yang teramati di Stasiun Kebun Raya

Bogor dari tahun 1993-2003 berada pada kisaran 2.226 mm hingga 5.184 mm.

Sungai Ciliwung yang melintasi Kota Bogor memiliki panjang ± 7,99 km dan

melewati 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Tengah,

Kecamatan Tanah Sareal, Kecamatan Bogor Utara (KPLH Kota Bogor, 2002).

Menurut BAPEDAS Citarum-Ciliwung (2000), debit harian rata-rata yang

teramati di Stasiun Katulampa (periode tahun 1991-1996) untuk masing-masing

nilai terendah 7,2 m³/detik dan tertinggi 16,8 m³/detik.

4.3 Kependudukan

Kondisi kependudukan di Kota Bogor berdasarkan data statistik Kota

Bogor tahun 2004 yang meliputi jumlah dan kepadatan penduduk disajikan dalam

Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah Penduduk Kota Bogor Kecamatan Luas Wilayah

(km²) Jumlah Penduduk

(jiwa) Kepadatan Penduduk

(jiwa/km²) Bogor Selatan 30,81 165.146 5.360,14 Bogor Timur 10,15 87.829 8.653.10 Bogor Utara 17,72 153.429 8.658,52 Bogor Tengah 8,13 101.057 12.430,13 Bogor Barat 32,85 188.901 5.750,41 Tanah Sareal 18,84 173.813 9.225,74 Total 118,5 870.175 50.078,04 Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor, Tahun 2010

Berdasarkan data dalam Tabel 10, terlihat bahwa kecamatan Bogor

Tengah merupakan kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk

tertinggi, yaitu sebesar 12.430 jiwa/km². Sementara yang memiliki kepadatan

terendah adalah Kecamatan Bogor Selatan dengan kepadatan penduduk sebesar

5.360 jiwa/km².

4.4 Industri

Sebagai daerah yang dilalui Sungai Ciliwung, kegiatan industri di Kota ini

akan berpengaruh terhadap tingkat pencemaran sungai. Menrut data statistik di

Kota Bogor terdapat sejumlah industri yang berpotensi sebagai sumber

pencemaran DAS Cilliwung Kota Bogor. Sementara menurut Taufik (2003) di

31

daerah hulu terdapat 44 industri yang berpotensi menimbulkan beban pencemaran

pada DAS Ciliwung.

4.5 Penggunaan Lahan

Kualitas air Sungai Ciliwung dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan

di sekitar sungai (Kota Bogor) maupun kondisi penggunaan lahan didaerah hulu

(Kabupaten Bogor). Secara umum penggunaan lahan di Kota Bogor telah

didominasi pemukiman (BPN Kota Bogor, 2003) sedangkan di daerah hulu di

dominasi pertanian dan perkebunan yang mengalami peningkatan dan penggunaan

lahan berupa hutan cenderung mengalami penurunan (Taufik, 2003). Penggunaan

Lahan di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor Jenis Tutupan

Lahan Luas Lahan (km²)

2007 % 2008 % 2009 % Kebun Campuran 4.698372 12.036907 3.868829 9.9116748 3.597528 9.2166203

Perkebunan 1.934807 4.956843 0.497067 1.2734516 0.01319 0.0337919 Pemukiman 29.535099 75.6669 32.833615 84.117472 33.340018 85.414842

Sawah 2.199219 5.6342484 1.712375 4.3869874 1.774689 4.5466316 Tegalan/Ladang 0.516824 1.3240677 0.121167 0.3104216 0.015219 0.03899

Tubuh Air - - - - 0.292408 0.7491293 Tanah Terbuka 0.114168 0.2924906 - - - -

Hutan 0.005817 0.0149028 - - - - Semak Belukar 0.028746 0.0736453 - - - -

Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup tahun 2010

32

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sumber Pencemaran dan Karakteristiknya

Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point

source) atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Sumber pencemar non-

point source dapat berupa point source dalam jumlah yang banyak, misalnya:

limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk, limpasan

dari daerah permukiman (domestik) dan limpasan dari daerah perkotaan (Effendi,

2003).

Gambar 6 Limbah Domestik Gambar 7 Limbah Peternakan

Wilayah DAS Ciliwung Kota Bogor yang padat permukiman dan jumlah

penduduk yang banyak menjadikan wilayah Kota Bogor sulit memiliki

ruang/lahan untuk pembuangan sampah bagi masayarakat. Alasan inilah yang

menjadikan masyarakat untuk membuang sampah ke sungai. Kondisi serupa juga

disampaikan oleh Wijayanti (1998) dalam Yulaswati et al. (2004) berdasarkan

pengamatan yang dilakukan di Kota Bogor diketahui bahwa timbulan sampah

dengan laju rata-rata 0,634 kg/orang/hari yang terus meningkat serta keterbatasan

lahan pembuangan akhir menyebabkan masalah sampah perkotaan menjadi

semakin rumit. Hal ini mengakibatkan banyak terlihat sampah menumpuk di

pinggir sungai baik itu sampah organik maupun sampah anorganik sehingga

apabila terjadi hujan akan terbawa hanyut ke sungai dan bisa menyebabkan banjir.

Limbah rumah tangga selain sampah juga terdapat limbah cair yang

berasal dari aktivitas manusia seperti mencuci, mandi dan buang hajat.

33

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di 5 (lima) kelurahan yaitu

kelurahan Katulampa, Sukasari, Sempur, Kebon Pedes dan Kedung Halang

didapatkan data bahwa masyarakat di DAS Ciliwung sebanyak 16,68% masih

membuang sampah ke sungai, dibakar sebanyak 22,66 % dan dibuang ke tempat

pembuangan sementara sebanyak 60,66 %. Masih adanya masyarakat yang

membuang sampah ke sungai disebabkan oleh tidak adanya petugas sampah dan

tempat penampungan sementara. Hasil wawancara menunjukkan masyarakat di

kelurahan Kedung Halang lebih banyak membuang sampahnya ke sungai jika

dibandingkan dengan kelurahan lainnya. Bentuk penanganan sampah oleh

masyarakat dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut :

Tabel 12 Bentuk Penanganan Sampah Oleh Masyarakat No. Bentuk Penanganan Sampah Persentase (%) 1 Dibakar 22,66 2 Dibuang ke sungai 16,68 3 Dibuang ke TPS 60,66

Limbah yang dihasilkan dari peternakan dapat menjadi sumber pencemar

air sungai jika tidak ada pengelolaan limbah lebih lanjut baik berupa kotoran, urin,

sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang. Kotoran dari feces dan

urin merupakan limbah ternak yang paling banyak dihasilkan. Di wilayah DAS

Ciliwung Kota Bogor terdapat peternakan sapi perah dan ayam potong, umumnya

setiap kilogram susu yang dihasilkan oleh sapi perah menghasilkan 2 kg limbah

padat (feces) dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses

(Sihombing, 2000). Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak

ruminansia ialah meningkatnya kadar nitrogen. Menurut Farida (1978) senyawa

nitrogen sebagai polutan mempunyai efek polusi yang spesifik, dimana

kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi penurunan kualitas perairan

sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen

terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang terjadi di dalam air yang dapat

mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air. Pada umumnya masyarakat di

DAS Ciliwung Kota Bogor memanfaatkan limbah ternak sebagai pupuk organik

bagi tanaman dan pakan cacing tanah.

Potensi industri-industri yang ada di DAS Ciliwung Kota Bogor disamping

meningkatkan pertumbuhan perekonomian juga menimbulkan masalah lain seperti

34

pencemaran air, penurunan kualitas air sungai dan berkurangnya pemanfaatan air

sungai oleh penduduk. Sumber pencemar dari limbah industri paling banyak

disumbangkan oleh industri tahu, tempe dan tapioka yang jumlahnya mencapai

26, 21 dan 20 industri, biasanya bertempat di pinggiran sungai. Industri-industri

yang ada membuang limbah cairnya ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu

untuk mengurangi kadar limbahnya. Air digunakan sebagai bahan penolong

dalam proses produksi, sehingga dalam air terdapat kandungan bahan organik dan

anorganik yang berbahaya ataupun beracun. Biaya pengolahan dan pembuangan

limbah semakin mahal dan pemeliharaan fasilitas bangunan air limbah yang

terbatas menyebabkan industri-industri enggan menginvestasikan dananya untuk

pencegahan kerusakan lingkungan serta biaya untuk membuat unit Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan beban biaya yang besar yang dapat

mengurangi keuntungan perusahaan.

Limbah dari kegiatan pertanian dapat menyebabkan pencemaran air sungai

karena adanya penggunaan pupuk dan pestisida untuk merawat tanaman.

Penggunaan pupuk buatan dan pestisida dapat menjadi sumber pencemar terutama

unsur fosfat, nitrogen dan unsur lainnya. Unsur fosfat yang terdapat pada limbah

pupuk dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng

gondok. Menurut Prochazkova (1978) jumlah nitrogen yang hilang dari lahan

pertanian setiap hektarnya adalah sekitar 5-50 kg N/ha/tahun dan fosfat sekitar

0,05 sampai 0,5 kg P/ha/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman, frekuensi,

dan intensitas curah hujan serta kehilangan terbesar fosfat sendiri dapat

disebabkan oleh erosi yang berat. Limbah pestisida mempunyai aktifitas dalam

jangka waktu yang lama dan ketika terbawa aliran air masuk ke sungai dapat

mematikan hewan air.

5.2 Perkembangan Kualitas Air Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor tahun

2005-2009

Kualitas air sungai selama kurun waktu 2005 sampai 2009 mengalami

perubahan secara signifikan pada beberapa parameter kualitas air. Perubahan yang

terjadi ini cenderung melebihi baku mutu air. Pada 14 kali pengukuran dari tiga

titik pemantauan yaitu Katulampa, Sempur dan Kedung Halang terdapat

35

perubahan yang cukup signifikan. Perubahan ini dapat dilihat berdasarkan nilai

rata-rata beberapa parameter seperti pada tabel 13.

Tabel 13 Nilai Rata-rata Kualitas Air Sungai dari Beberapa Parameter Tahun 2005-2009

Parameter Satuan Titik Pantau 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata

Suhu °C Katulampa 24.03 28.23 25.7 25.37 22.85 Sempur 24.8 28.33 25.97 26.33 25.45 Kedung Halang 25.4 28.4 26.97 26.3 26.25

TDS mg/l Katulampa 54.33 128 148.33 84 104.5 Sempur 69 205 188.33 108.67 150 Kedung Halang 71.67 204.33 170 113 137.5

TSS mg/l Katulampa 19.67 44 12.33 39.67 7 Sempur 27.33 16.67 5 44.67 10 Kedung Halang 32 27.33 5.67 44 22

Oksigen Terlarut mg/l Katulampa 7.03 7.07 4.93 7.53 6.75 Sempur 6.93 7.33 6.23 6.27 6.5 Kedung Halang 7.2 7.17 6.26 6.13 6.6

pH - Katulampa 7.37 6.79 7.73 7.73 7.15 Sempur 7.33 6.33 7.33 7.53 6.85 Kedung Halang 7.33 6.58 7.37 7.57 7.05

Fosfat mg/l Katulampa 0.049 0.053 0.017 0.086 0.498 Sempur 0.08 0.17 0.123 0.086 0.22 Kedung Halang 0.104 0.158 0.093 0.094 0.186

BOD mg/l Katulampa 1.63 2.87 1.14 1.7 12.25 Sempur 2.57 5.6 4.78 2.6 14.1 Kedung Halang 3.13 4.1 5.34 2.57 12.8

COD mg/l Katulampa 7.3 34.03 5.28 6.2 23.75 Sempur 8.7 33.26 13.97 7.43 24.3 Kedung Halang 9.7 14.48 11.96 7.37 26.2

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui perubahan kualitas air selama

kurun waktu 2005-2009 mengalami perubahan yang cukup besar. Perubahan ini

ditunjukkan oleh dua parameter yaitu BOD dan COD, dimana parameter-

parameter ini melebihi baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

82 tahun 2001. Peningkatan nilai beberapa parameter kualitas air ini disebakan

adanya pertambahan jumlah penduduk yang pada akhirnya akan meningkatkan

buangan limbah ke sungai dan juga oleh pertambahan jumlah industri baik

industri kecil maupun besar yang turut membuang limbah ke sungai. Disamping

itu pula tingginya perubahan tutupan lahan akibat konversi lahan menyebabkan

peningkatan nilai beberapa parameter kualitas air.

36

Gambar 8 Fluktuasi Nilai Rata-Rata Kualitas Air di Katulampa

Gambar 9 Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Sempur

Gambar 10 Fluktuasi Nilai Rata-rata Kualitas Air di Kedunghalang

0

20

4060

80

100

120140

160

2005 2006 2007 2008 2009

mg/

l

TDS

TSS

DO

Fosfat

BOD

COD

0

50

100

150

200

250

2005 2006 2007 2008 2009

mg/

l

TDS

TSS

DO

Fosfat

BOD

COD

0

50

100

150

200

250

2005 2006 2007 2008 2009

mg/

l

TDS

TSS

DO

Fosfat

BOD

COD

37

Secara rinci kondisi setiap parameter kualitas air dan perhitungan indeks

kualitas airnya dapat dijelaskan sebagai berikut.

5.2.1 Parameter Fisika

5.2.1.1 Suhu

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi

badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan

(Effendi, 2003). Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi

kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan

kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam,

1995). NTAC (1968) dan Pescod (1973) menganjurkan perubahan suhu perairan

tidak lebih dari 2.8°C. Hasil pengamatan nilai suhu tahun 2005-2009 dapat dilihat

pada Tabel 14 sebagai berikut:

Tabel 14 Hasil Pengamatan Nilai Suhu (°C) tahun 2005-2009 Waktu Pengukuran Baku Mutu Air Lokasi Pemantauan

Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 Deviasi 3 24.03 24.8 25.4 2006 Deviasi 3 28.23 28.33 28.4 2007 Deviasi 3 25.7 25.97 26.97 2008 Deviasi 3 25.37 26.33 26.3 2009 Deviasi 3 22.85 25.45 26.25

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air selama kurun waktu 2005-2009

untuk nilai suhu cenderung mengalami kenaikan dari titik pantau Katulampa

sampai titik pantau Kedunghalang. Hal ini sesuai pernyataan Effendi (2003)

bahwa suhu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang dan ketinggian dari

permukaan air laut. Posisi titik pantau Katulampa lebih tinggi dibandingkan

dengan titik pantau Katulampa.

Peningkatan nilai suhu yang cenderung semakin besar ke arah hilir

(Kedunghalang) juga disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, industri dan

peternakan yang semakin banyak. Beban pencemaran yang diakibatkan oleh

limbah rumah tangga/domestik dari katulampa sampai Sempur mencapai 789.49

ton/bulan dan dari Sempur ke Kedunghalang mencapai 762.19 ton/bulan. Hal ini

wajar apabila nilai suhu di Kedunghalang lebih tinggi karena beban pencemaran

yang diterima juga lebih besar. Sumbangan pencemaran ini belum ditambah dari

38

aktivitas industri dan peternakan yang ada di sepanjang aliran Sungai Cilliwung.

Grafik perubahan suhu dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 11

sebagai berikut :

Gambar 11 Grafik Perubahan Nilai Suhu (°C) Tahun 2005-2009

Peningkatan suhu air akibat adanya pencemaran atau kandungan limbah

yang masuk ke sungai akibat aktivitas rumah tangga, pertanian, peternakan dan

industri dapat menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik

oleh mikroba. Menurut Tjiptadi et al. (1994) semakin meningkatnya jumlah

industri dan aktivitas manusia dapat mengakibatkan kenaikan suhu air dan waktu

pengukuran juga dapat mempengaruhi nilai suhu air karena adanya kemampuan

air menyerap panas dari lingkungannya.

5.2.1.2 Padatan Terlarut Total (Total Dissolved solid/TDS)

Hasil pengamatan nilai TDS dapat dilihat pada Tabel 15 sebagai berikut:

Tabel 15 Hasil Pengamatan Nilai TDS (mg/l) tahun 2005-2009

Waktu Pengukuran Baku Mutu Air Lokasi Pemantauan

Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 1000 54.33 69 71.67 2006 1000 128 205 204.33 2007 1000 148.33 188.33 170 2008 1000 84 108.67 113 2009 1000 104.5 150 137.75

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

0

5

10

15

20

25

30

2005 2006 2007 2008 2009

Suhu

(°C

)

∑ Pengukuran

Katulampa

Sempur

Kedunghalang

39

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air pada tahun 2005-2009 dari titik

pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang cenderung fluktuatif. Nilai

TDS dari Katulampa sampai Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami

peningkatan karena berbagai masukan pencemaran yang diterima badan air.

Namun berdasarkan data sekunder, nilai TDS tidak senantiasa mengalami

peningkatan di setiap titik pantau sehingga nilai TDS di titik pantau Sempur

bahkan lebih tinggi dibandingkan nilai TDS di Kedunghalang.

Sebagai contoh, fenomena nilai TDS yang lebih tinggi di hulu daripada di

hilir dapat dilihat pada tahun 2009 karena pada tahun tersebut lebih relevan

dengan waktu penelitian. Pada tahun 2009 nilai TDS di titik pantau Sempur

sebesar 150 mg/l dimana mengalami peningkatan sebesar 45.5 mg/l dari

Katulampa. Tingginya nilai TDS di titik pantau Sempur diduga disebabkan oleh

pelapukan batuan, limpasan dari tanah dan hasil kegiatan antropogenik (berupa

limbah domestik dan industri). Jumlah penduduk yang berada di sepanjang aliran

air sungai dari Katulampa sampai Sempur sebanyak 108895 orang, dan jumlah

industri tahu, tempe dan tapioka masing-masing sebanyak 26, 21 dan 20.

Gambar 12 Grafik Perubahan Nilai TDS (mg/l) Tahun 2005-2009

Penurunan nilai TDS dari titik pantau Sempur (150 mg/l) sampai

Kedunghalang (137.75 mg/l) diduga disebabkan oleh penguraian yang terjadi di

dalam badan air akibat curah hujan yang tinggi dan jarak yang jauh serta debit air

yang besar karena pertemuan antara Sungai Cipakancilan dan Sungai Ciliwung di

0

50

100

150

200

250

2005 2006 2007 2008 2009

TDS

(mg/

l)

∑ Pengukuran

Katulampa

Sempur

Kedunghalang

40

daerah Kebon Pedes. Berdasarkan data dari BPSDA Ciliwung-Cisadane bahwa

pada bulan November 2009 curah hujan mencapai 395 mm yang menandakan

musim penghujan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata TDS

masih di bawah baku mutu air (< 1000 mg/l) untuk kelas I-III. Hal ini

menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor dapat

digunakan sesuai dengan peruntukannya.

5.2.1.3 Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended solid/TSS)

Menurut Effendi (2003) TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-

jasad renik, terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa

ke badan air. Hasil pengamatan nilai TSS selama kurun waktu 2005-2009 dapat

dilihat pada Tabel 16 sebagai berikut :

Tabel 16 Hasil Pengamatan Nilai TSS (mg/l) tahun 2005-2009 Waktu Pengukuran Baku Mutu Air Lokasi Pemantauan

Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 50 19.67 27.33 32 2006 50 44 16.67 27.33 2007 50 12.33 5 5.67 2008 50 39.67 44.67 44 2009 50 7 10 22

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik

pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter TSS

mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Nilai TSS dari Katulampa sampai

Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami peningkatan karena berbagai

masukan pencemaran yang diterima badan air dan luas daerah cakupannya.

Namun berdasarkan data Tabel 16 pada tahun 2006 dan 2007 nilai TSS dari

Katulampa menuju Sempur turun, kemudian naik lagi di titik pantau

Kedunghalang. Hal ini disebabkan oleh adanya anak Sungai Ciliwung yaitu

Sungai Baru yang mengalir ke arah Kelurahan Sukaraja (Kabupaten Bogor)

setelah titik pantau Katulampa, adanya percabangan ini mengakibatkan beban

pencemaran oleh TSS ikut terbawa sungai tersebut. Dari titik pantau Sempur

sampai Kedunghalang nilai TSS naik lagi disebabkan oleh masukan beban

41

pencemaran yang berasal dari daerah di atasnya seperti limbah rumah

tangga/domestic, industri dan peternakan.

Kemudian pada tahun 2008 dan 2009 nilai TSS dari Katulampa ke Sempur

dan dari Sempur Ke Kedunghalang senantiasa sama/meningkat. Nilai TSS yang

bertambah dari Katulampa ke Sempur disebabkan tingginya tingkat pembangunan

di daerah tersebut sehingga mendorong pertumbuhan permukiman, industri dan

peternakan. Seperti sumbangan dari pencemaran limbah domestik riil sebesar

789.49 ton/bulan dan peternakan sebesar 0.05 ton/bulan. Nilai TSS yang

meningkat dari Sempur sampai di Kedunghalang disebabkan oleh akumulasi

beban pencemaran daerah di atasnya seperti sumbangan dari limbah domestik riil

sebesar 1551.68 ton/bulan dan peternakan ayam potong di Pakuan dan Kebon

Pedes sebesar 19.39 ton/bulan. Grafik perubahan nilai TSS dapat dilihat pada

Gambar 13.

Gambar 13 Grafik Perubahan Nilai TSS (mg/l) Tahun 2005-2009

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata TSS

masih di bawah baku mutu air (< 50 mg/l) untuk kelas II. Hal ini menunjukkan

bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor dapat digunakan sesuai

dengan peruntukannya.

05

101520253035404550

2005 2006 2007 2008 2009

TSS

(mg/

l)

∑ Pengukuran

Katulampa

Sempur

Kedunghalang

42

5.2.2 Parameter Kimia 5.2.2.1 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang penting dan

sebagai faktor pembatas dalam penentuan kehadiran makhluk hidup dalam air.

Kelarutan oksigen tergantung pada berbagai faktor yaitu suhu, salinitas, turbulensi

air dan tekanan atmosfer (Effendi, 2003). Hasil pengamatan nilai DO dapat dilihat

pada Tabel 17 sebagai berikut :

Tabel 17 Hasil Pengamatan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009

Waktu Pengukuran Baku Mutu Air Lokasi Pemantauan

Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 4 7.03 6.93 7.2 2006 4 7.07 7.33 7.17 2007 4 4.93 6.23 6.26 2008 4 7.53 6.27 6.13 2009 4 6.75 6.5 6.6

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik

pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter DO

mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Nilai DO dari Katulampa sampai

Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami penurunan karena berbagai

masukan pencemaran yang diterima badan air, luas daerah cakupannya, turbulensi

air dan suhu perairan. Namun berdasarkan Tabel 17 pada tahun 2006 dan 2007

nilai DO dari Katulampa ke Sempur meningkat, kemudian nilai DO turun kembali

di Kedunghalang. Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan di daerah Katulampa-

Sempur relatif dangkal dan berbatu-batu, sehingga memungkinkan terjadinya

turbulensi oleh gerakan air. Menurut Odum (1971) sungai yang relatif dangkal

dan adanya turbulensi oleh gerakan air akan memiliki kandungan oksigen terlarut

tinggi. Kemudian nilai DO dari Sempur sampai Kedunghalang yang menurun

disebabkan oleh daerah titik pantau Kedunghalang merupakan daerah hilir

sehingga memungkinkan limbah yang masuk seperti limbah domestik, industri

dan peternakan jauh lebih besar dibandiingakan derah di atasnya

Nilai DO yang meningkat dari Sempur sampai Kedunghalang seperti yang

terjadi pada tahun 2005 dan 2009 disebabkan oleh beberapa faktor salah satu

diantaranya suhu. Berdasarkan data BPSDA Ciliwung-Cisadane, pada tahun 2009

bulan November terjadi peningkatan curah hujan sebesar 395 mm (musim

43

penghujan) sehingga suhu meningkat yang kemudian menyebabkan nilai DO

semakin meningkat. Grafik perubahan nilai DO dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Grafik Perubahan Nilai DO (mg/l) tahun 2005-2009

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata TSS

masih di bawah baku mutu air ( > 4 mg/l) untuk kelas II. Hal ini menunjukkan

bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor dapat digunakan sesuai

dengan peruntukannya. Namun hasil nilai rata-rata ini tidak bisa untuk diambil

kesimpulan bahwa sungai Ciliwung termasuk dalam kategori baik karena banyak

faktor yang mempengaruhi seperti proses pengukuran dan waktu pengukuran.

5.2.2.2 Kebutuhan Oksigen Biologi (Biological Oxygen Demand/BOD)

Kebutuhan Oksigen Biologi atau BOD merupakan gambaran kadar bahan

organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk

mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis dan

Cornwell, 1991). Hasil pengamatan nilai BOD dapat dilihat pada Tabel 18 sebagai

berikut :

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2005 2006 2007 2008 2009

DO (m

g/l)

∑ Pengukuran

Katulampa

Sempur

Kedunghalang

44

Tabel 18 Hasil Pengamatan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009 Waktu Pengukuran Baku Mutu Air Lokasi Pemantauan

Katulampa Sempur Kedunghalang 2005 3 1.63 2.57 3.13 2006 3 2.87 5.6 4.1 2007 3 1.14 4.78 5.34 2008 3 1.7 2.6 2.57 2009 3 12.25 14.1 12.8

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 mg/l, dan air

yang mempunyai nilai BOD 3 mg/l masih dianggap cukup murni, tetapi

kemurnian air diragukan jika nilai BOD mencapai 5 mg/l atau lebih. Lee et al

(1978) dalam Kurniawan (2005) telah melakukan klasifikasi kualitas air

berdasarkan nilai BOD, yaitu sebagai berikut (Tabel 19) :

Tabel 19 Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD Nilai BOD (mg/l) Kualitas Air

< 3.0 Tidak Tercemar 3.0 – 4.9 Tercemar Ringan

5.0 – 15.0 Tercemar Sedang >15.0 Tercemar Berat

Sumber : Lee et al (1978) dalam Kurniawan (2005)

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik

pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter BOD

mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Pada tahun 2005-2009 nilai BOD

yang semakin meningkat dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Sempur

disebabkan oleh masukan beban pencemaran yang berada di atas titik pantau

Sempur yang juga besar seperti limbah domestik riil sebesar 178.37 ton/bulan,

industri tahu dan tempe sebesar 2.49 ton/bulan, peternakan 1.845 ton/bulan.

Kemudian nilai BOD yang semakin besar dari Sempur sampai Kedunghalang

pada tahun 2005 dan 2007 disebabkan oleh akumulasi beban pencemaran dari

daerah diatasnya seperti limbah domestik/rumah tangga, industri dan peternakan

serta suhu perairan yang semakin meningkat ke arah hilir (Kedunghalang).

Nilai BOD dari Katulampa sampai Kedunghalang seharusnya senantiasa

mengalami peningkatan karena berbagai masukan pencemaran yang diterima

badan air, luas daerah cakupannya dan kondisi suhu perairan. Namun berdasarkan

Tabel 18 nilai BOD dari titik pantau Sempur sampai Kedunghalang mengalami

45

penurunan pada tahun 2006, 2008 dan 2009. Penurunan nilai BOD ini diduga

disebabkan oleh kondisi suhu perairan pada waktu pengukuran. Pada tahun 2009

(Lampiran 11) pengukuran dilakukan di musim penghujan (November) dimana

nilai suhu menurun sehingga nilai BOD juga turut menurun. Grafik perubahan

nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Grafik Perubahan Nilai BOD (mg/l) tahun 2005-2009

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata BOD

berada di atas baku mutu air (< 3 mg/l) untuk kelas II. Hal ini menunjukkan

bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor tidak dapat digunakan

sesuai dengan peruntukannya.

5.2.2.3 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD)

Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20

mg/l. Sementara pada perairan tercemar nilai COD dapat melebihi 200 mg/l. Oleh

karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik untuk kegiatan

perikanan (Fakhri, 2000). Hasil pengamatan nilai COD selama kurun waktu 2005-

2009 dapat dilihat pada Tabel 20 sebagai berikut :

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2005 2006 2007 2008 2009

BOD

(mg/

l)

∑ Pengukuran

Katulampa

Sempur

Kedunghalang

46

Tabel 20 Hasil pengamatan nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009 Waktu Pengukuran Baku Mutu Air Lokasi Pemantauan

Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 25 7.3 8.7 9.7 2006 25 34.03 33.26 14.48 2007 25 5.28 13.97 11.96 2008 25 6.2 7.43 7.37 2009 25 23.75 24.3 26.2

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik

pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter COD

mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Pada tahun 2005-2009 nilai COD

yang semakin meningkat dari titik pantau Katulampa sampai titik pantau Sempur

kecuali tahun 2006 disebabkan oleh masukan beban pencemaran yang berada di

atas titik pantau Sempur yang juga besar seperti limbah domestik riil sebesar

399.29 ton/bulan, industri tahu dan tempe sebesar 3.71 ton/bulan. Kemudian nilai

COD yang meningkat dari Sempur sampai Kedunghalang dijumpai pada tahun

2005 dan 2009. Nilai COD yang naik khususnya tahun 2009 di Kedunghalang

disebabkan akumulasi beban pencemaran dari daerah di atasnya seperti

sumbangan limbah domestik riil sebesar 784.75 ton/bulan, industri tahu dan tempe

sebesar 6.3 ton/bulan.

Nilai COD yang menurun dari Sempur sampai Kedunghalang pada tahun

2006, 2007, 2008 dan juga dari Katulampa sampai Sempur pada tahun 2006

diduga disebabkan oleh waktu pengukuran yang dilakukan pada musim penghujan

yaitu antara bulan Oktober-November. Pada musim penghujan nilai suhu yang

menurun menyebabkan oksigen terlarut di perairan tinggi sehingga kebutuhan

oksigen bagi mikroba untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi telah

tersedia dengan kata lain nilai COD mengalami penurunan. Grafik perubahan

nilai COD dapat dilihat pada Gambar 16.

47

Gambar 16 Grafik Perubahan Nilai COD (mg/l) tahun 2005-2009

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata COD

masih berada dalam baku mutu air (< 25 mg/l) untuk kelas II, kecuali tahun 2006

dan 2009. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II

Kota Bogor masih dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.

5.2.2.4 pH

Nilai pH digunakan sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air. Air

murni memiliki pH yang berkisar 7, sedangkan nilai pH untuk air normal yang

memenuhi syarat untuk kehidupan adalah berkisar antara 6.5-7.5 (Wardhana,

2001). Hasil pengamatan nilai pH selama kurun waktu 2005-2009 dapat dilihat

pada Tabel 21 sebagai berikut :

Tabel 21 Hasil Pengamatan Nilai pH tahun 2005-2009 Waktu Pengukuran Baku Mutu Air

Lokasi Pemantauan Katulampa Sempur Kedung Halang

2005 6-9 7.37 7.33 7.33 2006 6-9 6.79 6.33 6.58 2007 6-9 7.73 7.33 7.37 2008 6-9 7.73 7.53 7.57 2009 6-9 7.15 6.85 7.05

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

0

5

10

15

20

25

30

35

40

2005 2006 2007 2008 2009

COD

(mg/

l)

∑ Pengukuran

Katulampa

Sempur

Kedunghalang

48

Hasil pengukuran pH setiap tahunnya menunjukkan bahwa nilai pH

mengalami fluktuasi yang tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Kecenderungan

nilai pH yang senantiasa mengalami penurunan baik dari Katulampa sampai

Sempur dan dari Sempur sampai Kedunghalang masih berada dalam baku mutu

air normal untuk kehidupan berdasarkan PP No.82 tahun 2001.

Jika dilihat berdasarkan kisaran nilai pH untuk syarat kehidupan, nilai pH

dari bebrapa tahun seperti tahun 2006, 2007 dan 2008 melebihi kisaran pH yang

seharusnya. Namun hal ini belum bias diindikasikan bahwa perairan tersebut

sudah dalam keadaan tercemar tetapi dapat diasumsikan bahwa air tidak

memenuhi syarat untuk kehidupan dan perlu pertimbangan dalam penggunaannya.

Grafik perubahan nilai pH dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Gambar 17

sebagai berikut:

Gambar 17 Grafik Perubahan Nilai pH tahun 2005-2009

5.2.2.5 Fosfat

Hasil pengamatan nilai fosfat selama kurun waktu 2005-2009 dapat dilihat

pada Tabel 22 sebagai berikut :

Tabel 22 Hasil Pengamatan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009 Waktu Pengukuran Baku Mutu Air Lokasi Pemantauan

Katulampa Sempur Kedung Halang 2005 0.2 0.049 0.08 0.104 2006 0.2 0.053 0.17 0.158 2007 0.2 0.017 0.123 0.093 2008 0.2 0.086 0.086 0.094 2009 0.2 0.498 0.22 0.186

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

0123456789

2005 2006 2007 2008 2009

pH

∑ Pengukuran

Katulampa

Sempur

Kedunghalang

49

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tahun 2005-2009 dari titik

pantau Katulampa sampai titik pantau Kedunghalang nilai parameter Fosfat

mengalami fluktuatif yang cukup signifikan. Nilai Fosfat dari Katulampa sampai

Kedunghalang seharusnya senantiasa mengalami peningkatan karena berbagai

masukan pencemaran yang diterima badan air dan luas daerah cakupannya.

Peningkatan nilai Fosfat dari Katulampa sampai Sempur dan dari Sempur sampai

Kedunghalang dapat dijumpai pada tahun 2005, 2006 dan 2008. Hal ini karena

adanya masukan beban pencemaran yang diterima akibat aktivitas antropogenik,

industri dan peternakan. Penggunaan detergen, shampo dan sabun dari aktivitas

antropogenik serta buangan industri yang tidak dinetralkan menyebabkan kondisi

perairan berbusa dan menurunkan absorbs oksigen di perairan. Berdasarkan

wawancara yang dilakukan kepada 150 responden yang berada di sekitar Sungai

Ciliwung sebanyak 46 orang memanfaatkan sungai untuk mandi, cuci dan kakus

(MCK). Nilai fosfat yang lebih besar di Kedunghalang jika dibandingkan dengan

di Sempur dan Katulampa disebabkan oleh adanya akumulasi beban pencemaran

yang diterima seperti yang disebutkan sebelumnya.

Nilai fosfat yang mengalami penurunan baik dari Katulampa sampai

Sempur pada tahun 2009 dan dari Sempur sampai Kedunghalang pada tahun 2007

dan 2009 diduga disebabkan oleh adanya pengendapan sesuai dengan sifatnya.

Menurut Effendi (2003) karakteristik fosfor (fosfat) merupakan penyusun biosfer

yang tidak terdapat di atmosfer karena keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah

mengendap. Hal ini sesuai dengan waktu pengukuran yang dilakukan pada bulan

Juli-Agustus-September (Lampiran 11) dimana debit aliran air sangat kecil paling

rendah 0.0019 m³/detik dimana kondisi ini menyebabkan arus air menjadi tenang.

Grafik perubahan nilai Fosfat dapat dilihat pada Gambar 18.

50

Gambar 18 Grafik Perubahan Nilai Fosfat (mg/l) tahun 2005-2009

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 nilai rata-rata Fosfat

masih berada dalam baku mutu air (< 0.2 mg/l) untuk kelas II. Hal ini

menunjukkan bahwa air sungai di DAS Ciliwung Segmen II Kota Bogor masih

dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.

5.3 Status Mutu Air

5.3.1 Status Mutu Air Berdasarkan Nilai Indeks Kualitas Air

Perhitungan dengan metode Indeks Kualitas Air berdasarkan National

Sanitation Foundation WQI diperoleh hasil bahwa DAS Ciliwung Segmen Kota

Bogor pada tahun 2005-2009 tingkat kualitas air termasuk dalam kisaran sedang

sampai buruk. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 23 sebagai berikut :

Tabel 23 Nilai IKA-NSF WQI tahun 2005-2009 Tahun Pengukuran Katulampa Sempur Kedung Halang

Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori 2005 67.36 Sedang 66.12 Sedang 66.22 Sedang 2006 66.14 Sedang 61.34 Sedang 63.08 Sedang 2007 59.92 Sedang 61.55 Sedang 61.14 Sedang 2008 68.15 Sedang 61 Sedang 60.32 Sedang 2009 53.15 Sedang 49.41 Buruk 47.47 Buruk

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

2005 2006 2007 2008 2009

Fosf

at (m

g/l)

∑ Pengukuran

Katulampa

Sempur

Kedunghalang

51

Hasil perhitungan pada Tabel 23 menunjukkan bahwa selama kurun waktu

2005 sampai 2009 terlihat adanya penurunan kualitas air. Kualitas air DAS

Ciliwung wilayah Kota Bogor pada umumnya masih dalam kategori sedang yaitu

berada pada kisaran 53-68. Pernah ada pada kondisi buruk berdasarkan data

sekunder yaitu pada tahun 2009 di daerah Sempur dan Kedung Halang dengan

nilai IKA sebesar 49.41 dan 47.47. Kualitas air di Sempur dari tahun 2005-2008

sama dengan kualitas air di Katulampa yaitu kategori sedang. Sementara daerah

Sempur dan Kedunghalang pada tahun 2009 termasuk kategori buruk. Hal

tersebut karena beberapa parameter kualitas air di Kedunghalang menunjukkan

nilai yang lebih tinggi dibanding dengan di Katulampa seperti BOD dan COD.

Kondisi tersebut tidak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kurniawan (2005) untuk kualitas air Sungai Ciliwung di daerah Kota Bogor

(Katulampa dan Sempur) berada dalam kategori sedang dan Kedunghalang berada

dalam kategori buruk. Penelitian yang dilakukan oleh Riwayati (1994) juga

menunjukkan kualitas air di Sempur termasuk dalam kategori sedang.

Gambar 19 Perbandingan Fluktuasi Nilai Indeks Kualitas Air (IKA) dari Tahun

2005-2009

Berdasarkan hasil wawancara masyarakat, kondisi sungai Ciliwung yang

berada dalam kategori sedang salah satunya disebabkan oleh kesadaran sebagian

masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai. Warga masyarakat juga paham dan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Katulampa Sempur Kedung Halang

IKA

Tahun Pengukuran

2005

2006

2007

2008

2009

52

mengerti pentingnya sungai Ciliwung bagi kehidupan serta sanksi yang diberikan

oleh pemerintah setempat apabila membuang sampah ke sungai. Tetapi sanksi

yang diberikan ternyata belum cukup membuat masyarakat sadar karena masih

ada sebagian warga yang masih membuang sampah ke sungai.

Secara keseluruhan nilai IKA di titik pantau Kedung Halang (hilir) lebih

kecil dibandingkan dengan di titik pantau Katulampa (hulu). Naiknya nilai

beberapa parameter kualitas air dapat menyebabkan penurunan pada nilai IKA.

Hal ini salah satunya turut dipengaruhi oleh perbedaan curah hujan atau musim.

Tingginya hasil buangan aktivitas penduduk yang memanfaatkan sungai

Ciliwung untuk kegiatan seperti mencuci, mandi, buang hajat dan sampah ke

sungai dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas air sungai. Begitu pula

dengan hasil buangan aktivitas industri kecil yang langsung dibuang ke sungai

seperti industry tempe, tahu, pembuatan sagu dan lain-lain. Aktivitas peternakan

juga turut berperan mempengaruhi kualitas air sungai seperti peternakan ayam dan

pemotongan ayam yang berada di kelurahan kebon pedes dan peternakan sapi

perah yang berada di kelurahan Kedung Badak.

5.3.2 Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet

Untuk mengetahui tingkat pencemaran secara keseluruhan dapat dilihat

dengan menggunakan STORET (Storage and Retrieval of Water Quality Data

System). Dengan metode STORET ini dapat diketahui parameter-parameter yang

telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip metode STORET

adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang

disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Berdasarkan

hasil perhitungan dengan metode STORET diperoleh status mutu air sungai

Ciliwung tahun 2005-2009 yang disajikan pada Tabel 24 sebagai berikut :

Tabel 24 Nilai Storet dan Status Mutu Air DAS Ciliwung Kota Bogor tahun 2005-2009

Tahun Pengukuran Katulampa Sempur Kedung Halang Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori

2005 -10 Baik -10 Baik -24 Sedang 2006 -21 Sedang -30 Sedang -20 Sedang 2007 -9 Baik -18 Sedang -20 Sedang 2008 -12 Sedang -14 Sedang -14 Sedang 2009 -30 Sedang -32 Buruk -32 Buruk

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat

53

Tabel di atas memperlihatkan kondisi status mutu air DAS Ciliwung

menurut metode STORET dengan mengacu pada baku mutu air kelas II. Hasil

perhitungan pada Tabel 24 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2005 sampai

2009 status mutu air di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor tergolong kategori

sedang-buruk. Pada tahun 2005 di titik pantau Katulampa dan Sempur masih

tergolong kategori sedang, sedangkan di titik pantau Kedung Halang tergolong

kategori buruk. Kemudian pada tahun 2006 sampai 2008 juga menunjukkan status

mutu air dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan status mutu air di DAS

Ciliwung Kota Bogor mengalami penurunan. Buruknya kondisi kualitas air untuk

peruntukan kelas II dikarenakan adanya parameter-parameter kualitas air yang

tidak memenuhi baku mutu air seperti BOD dan COD.

Perbandingan nilai parameter dengan baku mutu air berdasarkan PP No.82

tahun 2001 dengan menggunakan metode Storet memiliki kelemahan, karena

metode Storet sangat dipengaruhi oleh banyaknya parameter-parameter yang

dibandingkan. Dalam penelitian ini terdapat komponen parameter kualitas air

yang tidak dilibatkan dalam perhitungan dengan metode Storet seperti nitrat,

sulfur, logam berat dan parameter biologi.

5.4 Beban Pencemaran Setiap Sumber Pencemar di Sungai Ciliwung Segmen

Kota Bogor

Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung

dalam air atau limbah. Besarnya beban pencemaran ini sangat mempengaruhi

kualitas air dan dapat menjadi indikator tercemar atau tidaknya suatu perairan.

Perhitungan beban pencemaran di wilayah DAS Ciliwung Kota Bogor

dititikberatkan pada limbah domestik, industri dan peternakan, sedangkan limbah

dari pertanian tidak dilibatkan karena ketidaktersediaan data berupa pemakaian

pupuk per ha.

Perhitungan beban pencemaran untuk sumber pencemar domestik/rumah

tangga dan peternakan dilakukan melalui pendekatan Rapid Assesment of Sources

of Air, Water, and Land Polution, sedangkan untuk sumber pencemar industri

dilakukan berdasarkan laporan penelitian-penelitian yang disesuaikan dengan

jenis industrinya. Hal ini disebabkan tidak adanya faktor konversi pada

54

pendekatan Rapid Assesment of Sources of Air, Water, and Land Polution untuk

industri yang ditemukan selama penelitian. Secara rinci kondisi setiap sumber

pencemar dan perhitungan beban pencemaran dapat dijelaskan sebagai berikut.

5.4.1 Beban Pencemaran Limbah Domestik/Rumah Tangga

Limbah domestik bersumber dari rumah tangga dimana sejumlah sampah

dibuang ke dalam saluran pembuangan atau perairan umum. Limbah domestik

terdiri dari sampah dan limbah cair. Limbah domestik di DAS Ciliwung Kota

Bogor dibagi menjadi dua kategori yaitu limbah domestik potensial dan riil.

Limbah domestik potensial adalah limbah rumah tangga yang limbahnya dibuang

pada saluran pembuangan dalam batas DAS sungai dalam hal ini DAS Ciliwung,

sedangkan limbah domestik riil adalah limbah rumah tangga yang limbahnya

dibuang secara langsung ke sungai utama atau melalui saluran air yang langsung

mengarah ke sungai utama (Sungai Ciliwung). Hasil perhitungan beban

pencemaran limbah domestik dapat dilihat pada Tabel 25 sebagai berikut :

Tabel 25 Beban Pencemaran Limbah Domestik

Potensi Limbah

Parameter Air

Kecamatan Potensi Beban

Pencemaran (ton/bulan)

Bogor Timur

(ton/bulan)

Bogor Tengah

(ton/bulan)

Bogor Utara

(ton/bulan)

Tanah Sareal

(ton/bulan)

Bogor Selatan

(ton/bulan)

Potensial

BOD 144.19 110.80 251.88 308.36 28.14 843.36 COD 322.04 247.47 562.57 300.54 62.85 1495.47 TN 24.15 18.56 42.19 22.54 4.71 112.16 TSS 146.38 112.49 255.72 136.61 28.57 679.76

Jumlah 636.76 489.32 1112.36 768.05 124.27

Riil

BOD 131.29 47.48 95.46 77.13 0.00 351.36 COD 293.25 106.04 213.21 172.27 0.00 784.75 TN 21.99 7.95 15.99 12.92 0.00 58.86 TSS 133.29 48.20 96.91 78.30 0.00 356.71

Jumlah 579.82 209.67 421.57 340.62 0.00 Sumber: Diolah dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor

Berdasarkan hasil perhitungan potensi beban pencemaran limbah

domestik, jumlah limbah domestik potensial pada peningkatan nilai BOD, COD,

TN dan TSS menunjukkan nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan

limbah domestik riil. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk untuk limbah

domestik potensial jauh lebih banyak dari pada limbah domestik riil. Apabila

semua penduduk menyalurkan limbahnya ke sungai maka potensi beban

55

pencemaran BOD, COD, TN dan TSS untuk limbah domestik potensial sebesar

843,36 ton/bulan, 1.495,47 ton/bulan, 112,16 ton/bulan dan 679,76 ton/bulan.

Perkiraan peningkatan potensi beban pencemaran BOD, COD, TN dan

TSS untuk limbah domestik riil sebesar 351,36 ton/bulan, 784,75 ton/bulan, 58,86

ton/bulan dan 356,71 ton/bulan. Perbedaan yang cukup signifikan juga terjadi

pada tiap kecamatan untuk perkiraan beban pencemaran BOD, COD, TN dan

TSS. Perkiraan peningkatan potensi beban pencemaran untuk limbah domestik

potensial di kecamatan Bogor Timur sebesar 636,76 ton/bulan, Bogor Tengah

489,32 ton/bulan, Bogor Utara 1.112,36 ton/bulan, Tanah Sareal 768,05 ton/bulan

dan Bogor Selatan 124,27 ton/bulan. Sedangkan untuk limbah domestik riil di

Kecamatan Bogor Timur sebesar 579,82 ton/bulan, Bogor Tengah 209,67

ton/bulan, Bogor Utara 421,57 ton/bulan dan Tanah Sareal 340,62 ton/bulan.

Gambar 20 Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Potensial

Gambar 21 Fluktuasi Beban Pencemaran Limbah Domestik Riil

0100200300400500600

∑ Kecamatan

Potensial

BODCODTNTSS

050

100150200250300350

∑ Kecamatan

RiilBODCODTNTSS

56

Adanya perbedaan terhadap perkiraan peningkatan jumlah beban

pencemaran di empat kecamatan disebabkan oleh jumlah penduduk. Jumlah

penduduk untuk limbah domestik potensial paling banyak terdapat di Kecamatan

Bogor Utara sebanyak 153.429 orang dan paling sedikit di Kecamatan Bogor

Selatan. Untuk limbah domestik riil paling banyak terdapat di Kecamatan Bogor

Timur sebanyak 79.976 orang dan paling sedikit di Kecamatan Bogor Tengah

sebanyak 28.919 orang. Jumlah penduduk yang dihitung untuk perkiraan beban

pencemaran domestik ini tidak semua dilibatkan karena disesuaikan dengan

kelurahan yang masuk dalam batas DAS Ciliwung. Tingginya sumbangan nilai

COD baik untuk limbah domestik potensial maupun riil disebabkan oleh jumlah

penduduk dan kepadatan penduduk. Kondisi jumlah penduduk untuk limbah

domestik potensial yang mencakup 28 kelurahan sebanyak 407.856 jiwa,

sedangkan untuk limbah domestik riil yang mencakup 14 kelurahan sebanyak

214.024 jiwa.

Kontribusi beban pencemaran limbah domestik baik potensial maupun riil

telah melampaui daya tampung beban pencemaran yang seharusnya. Untuk

limbah domestik potensial besarnya penyimpangan beban pencemaran dari daya

tampungnya adalah sebagai berikut : BOD (842.79 - 843.35 ton/bulan), COD

(1490.72 - 1495.35 ton/bulan), TN (110.26 - 112.11 ton/bulan), TSS (670.27 -

679.52 ton/bulan), sedangkan limbah domestik riil sebagai berikut: BOD (350.79 -

351.35 ton/bulan), COD (780 - 784.63 ton/bulan), TN (56.96 - 58.81 ton/bulan),

TSS (347.22 - 356.47 ton/bulan). Kontribusi beban pencemaran ini menyebabkan

kualitas air mengalami penurunan ditandai dengan meningkatnya nilai BOD dan

COD dari Katulampa sampai ke Kedunghalang.

Wilayah Kota Bogor merupakan wilayah perkotaan dengan jumlah

penduduk yang cukup besar. Menurut Yulaswati et al. (2004) kawasan perkotaan

Indonesia menghasilkan laju timbulan sampah rata-rata per hari sekitar 0,76

kg/orang/hari yang didominasi oleh sampah permukiman dengan produksi sampah

organik yang cukup tinggi. DAS Ciliwung wilayah Kota Bogor dengan total

penduduk sebanyak 407.856 jiwa akan berpotensi menghasilkan sampah setiap

harinya sebesar 309,97 ton/hari.

57

5.4.2 Beban Pencemaran Limbah Industri

Limbah industri bersumber dari kegiatan industri baik karena proses secara

langsung maupun proses secara tidak langsung. Limbah yang bersumber langsung

dari kegiatan industri yaitu limbah yang terproduksi bersamaan dengan proses

produksi sedang berlangsung dimana produk dan limbah hadir pada saat yang

sama, sedangkan limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun

sesudah proses produksi (Ginting, 2007). Di wilayah DAS Ciliwung Kota Bogor

banyak sekali industri yang sulit mengontrol limbahnya sehingga hampir semua

industri kecil di Kota Bogor membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa

pengolahan terlebih dahulu. Perhitungan beban pencemaran untuk industri tahu,

tempe dan tapioka berdasarkan faktor konversi hasil penelitian yang terkait

dengan industri tersebut. Faktor konversi beban pencemaran industri tahu

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti et al. (2004) dimana

dalam 1 liter air dalam proses pembuatan tahu mengandung 5389.5 mg BOD dan

7050 mg COD. Industri tempe berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wiryani (1991) dimana dalam 1 liter air dalam proses pembuatan tempe

mengandung 1302.03 mg BOD dan 4188.27 mg COD. Industri tapioka

berdasarkan hasil penelitian dari Jesuitas (1996) dalam Kurniati (2003) dimana

dalam 1 liter air pada proses pembuatan tepung tapioka mengandung 6400 mg

BOD dan 15900 mg COD. Beberapa industri beserta potensi beban

pencemarannya dapat dilihat pada Tabel 26 sebagai berikut :

Tabel 26 Potensi Beban Pencemaran Limbah Industri

Jenis Industri Total Volume Limbah Cair (liter/hari)

Faktor Konversi (mg/l) Potensi Peningkatan Beban Pencemaran (ton/bulan)

BOD COD BOD COD Tahu 34500 5389.5 7050 5.58 7.29

Tempe 45500 1302.03 4188.27 1.77 5.72 Tapioka 34500 6400 15900 6.62 16.46 Jumlah 80000 13.97 29.47

Berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat tujuh jenis industri kecil di

DAS Ciliwung Kota Bogor. Industri-industri ini membuang limbahnya langsung

ke sungai tanpa ada pengolahan lebih dulu. Selain industri tempe, tahu dan

tapioka juga terdapat beberapa industri lainnya seperti industri papan gipsum,

oncom, siomay dan kerupuk kulit. Apabila diasumsikan industri tempe, tahu dan

58

tapioka membuang limbahnya ke sungai maka potensi peningkatan BOD sebesar

13.97 ton/bulan dan COD sebesar 29.47 ton/bulan. Nilai BOD dan COD ini telah

melampaui baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001

tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Potensi beban pencemaran BOD dan COD yang tinggi disebabkan oleh

jumlah industri tempe dan tahu yang berkembang sangat pesat dan tidak bisa

dikontrol baik dalam pengelolaan limbah dan penyebarannya yang sporadis, selain

itu proses produksi yang mudah dalam mengolah bahan baku kacang kedelai

menjadi tempe dan tahu tidak memerlukan tempat yang luas. Industri tempe dan

tahu yang dijumpai saat pengamatan berlokasi di pinggiran sungai, sehingga

memudahkan pelaku industri untuk membuang langsung limbahnya ke sungai.

Hal ini sangat menguntungkan pelaku industri karena tidak mengeluarkan biaya

untuk mengolah limbahnya tetapi akibat yang ditimbulkan kualitas air sungai

menjadi tercemar/buruk. Kesadaran dari pengrajin tahu, tempe dan tapioka

terhadap kebersihan lingkungan dan tingkat ekonomi yang rendah menjadikan

mereka sulit membangun sarana pengolahan air limbah. Menurut Adibroto (1997)

teknologi biofilter aerob dibuat untuk mempertinggi komponen lokal sesuai

dengan potensi dan kebutuhan masyarakat akan teknologi pengolahan limbah

yang praktis, mudah dioperasikan dan harganya terjangkau khususnya bagi kelas

menengah ke bawah.

Gambar 22 Industri Tempe

59

Gambar 23 Industri Tahu

Kontribusi beban pencemaran dari limbah industri telah melampaui daya

tampung beban pencemaran yang seharusnya. Beban pencemaran ini melampaui

pada saat daya tampung maksimum dan minimum. Untuk limbah industri tahu

besarnya penyimpangan beban pencemaran dari daya tampung yang seharusnya

sebesar 5.01 - 5.57 ton/bulan BOD dan 2.54 - 7.17 ton/bulan COD, untuk limbah

industri tempe sebesar 1.2 - 1.76 ton/bulan BOD dan 0.97 – 5.6 ton/bulan COD,

dan untuk limbah industri tepung tapioka sebesar 6.05 – 6.61 ton/bulan BOD dan

11.71 – 16.34 ton/bulan COD. Kontribusi beban pencemaran ini menyebabkan

kualitas air mengalami penurunan ditandai dengan meningkatnya nilai BOD dan

COD dari Katulampa sampai ke Kedunghalang.

Industri-industri kecil seperti: papan gipsum, oncom, siomay dan kerupuk

kulit juga merupakan penyumbang pencemaran yang menimbulkan perubahan

kualitas air sungai. Limbah dari industri ini tidak dapat diprediksikan karena

ketidaktersedian data berupa faktor konversi limbahnya.

5.4.3 Beban Pencemaran Limbah Peternakan

Limbah ternak merupakan pencemaran bagi air serta mempunyai

kandungan BOD yang tinggi dan sedikit kandungan oksigen terlarut dalam air

(Overcash et al., 1983). Kotoran sapi perah mengandung rata-rata 30% bahan

organik yang dapat didekomposisi dengan mudah oleh mikroorganisme seperti

bakteri, fungi, dan actinomycetes yang terdapat pada kotoran sapi perah itu

(Harada et al., 1993).

60

Gambar 24 Petenakan Sapi Perah

Gambar 25 Peternakan Ayam Potong

Banyaknya feces dan urin ternak sapi perah yang dihasilkan adalah sebesar

10% dari bobot badannya, sedangkan rasio feces dan urin yang dihasilkan ternak

sapi perah adalah 2,2:1 (69% feces dan 31% urine) (Taiganides, 1978). Menururt

Tafal (1981) berat badan sapi perah 500 kg menghasilkan feces dan air kencing

sebanyak 13,5 ton setahun yaitu 70% feces dan 30% air kencing. Potensi beban

pencemaran limbah peternakan dapat dilihat pada Tabel 27 sebagai berikut :

Tabel 27 Potensi Beban Pencemaran Limbah Peternakan

Kelurahan Ayam Potong Sapi Perah

BOD (ton/bulan)

TN (ton/bulan)

TSS (ton/bulan)

BOD (ton/bulan)

TN (ton/bulan)

TSS (ton/bulan)

Pakuan 0.005 0.001 0.05 - - - Kebon Pedes 1.86 0.68 19.34 - - -

Harjasari - - - 1.84 - - Sukadamai - - - 0.09 - -

Kedungbadak - - - 1.66 - - Jumlah 1.865 0.681 19.39 3.59 - -

61

Berdasakan tabel di atas, potensi beban pencemaran limbah ternak sapi

perah terhadap peningkatan nilai BOD sebesar 3,59 ton/bulan. Besarnya

kandungan BOD akibat ternak sapi perah di bagian hulu DAS Ciliwung Kota

Bogor disumbangkan oleh peternakan yang ada di kelurahan Harjasari sebanyak

41 ekor sapi, sedangkan di bagian hilir terdapat di kelurahan Sukadamai dan

Kedung Badak sebanyak 39 ekor sapi (Lampiran 4). Begitu pula dengan

peternakan ayam potong, jika diprediksikan semua limbah ternak ayam potong

dibuang semuanya ke sungai maka potensi beban pencemaran BOD, TN dan TSS

jauh lebih tinggi sebesar 1,865 ton/bulan, 0,681 ton/bulan dan 19,39 ton/bulan.

Limbah ternak ayam merupakan penyumbang paling besar terhadap peningkatan

BOD, TN dan TSS. Hal ini disebabkan oleh tingkat pemeliharaan ternak oleh

penduduk pada masa sekarang yang lebih menyukai memilihara ayam

dibandingkan ternak lainnya.

Kontribusi beban pencemaran dari limbah peternakan telah melampaui

daya tampung beban pencemaran yang seharusnya. Beban pencemaran ini

melampaui daya tampung maksimum dan minimum. Untuk limbah peternakan

sapi perah besarnya beban pencemaran yang melebihi daya tampung yang

seharusnya sebesar 3.02 – 3.58 ton/bulan BOD, dan untuk limbah peternakan

ayam potong sebesar 1.3 – 1.85 ton/bulan BOD, 0.6327 ton/bulan TN, dan 9.9 –

19.15 ton/bulan TSS. Kontribusi beban pencemaran ini menyebabkan kualitas air

mengalami penurunan ditandai dengan meningkatnya nilai BOD dan TSS dari

Katulampa sampai ke Kedunghalang.

5.5 Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor

Menurut Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa daya tampung beban

pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima

masukan beban beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi

cemar. DAS Ciliwung Kota Bogor termasuk wiliyah dengan baku mutu air kelas

II. Besarnya daya tampung beban pencemaran DAS Ciliwung Kota bogor dapat

dilihat pada Tabel 28 sebagai berikut :

62

Tabel 28 Daya Tampung Beban Pencemaran

Bulan Debit Tahun 2009 (m³/detik)

Daya Tampung Beban Pencemaran (ton/bulan)

BOD COD TN TSS Januari 0.0237 0.1907 1.5895 0.6358 3.1790

Februari 0.0785 0.5695 4.7458 1.8983 9.4916 Maret 0.0327 0.2629 2.1911 0.8765 4.3823 April 0.0314 0.2438 2.0315 0.8126 4.0630 Mei 0.0566 0.4547 3.7892 1.5157 7.5784 Juni 0.0166 0.1291 1.0756 0.4302 2.1511 Juli 0.0066 0.0531 0.4425 0.1770 0.8851

Agustus 0.0021 0.0170 0.1414 0.0565 0.2827 September 0.0019 0.0145 0.1207 0.0483 0.2414 Oktober 0.0037 0.0301 0.2505 0.1002 0.5010

November 0.0104 0.0811 0.6760 0.2704 1.3520 Desember 0.0154 0.1234 1.0285 0.4114 2.0570

Sumber: Diolah dari Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air (BPSDA) Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Berdasarkan tabel diatas, daya tampung maksimun terjadi pada bulan

Februari dan daya tampung minimum terjadi pada bulan September. Besarnya

beban pencemaran yang bersumber dari domestik, industri dan peternakan jika

dilihat setiap bulannya melebihi daya tampung beban pencemaran untuk

parameter BOD, COD, TN dan TSS. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa

perairan tercemar. Jika diasumsikan beban pencemaran juga bersumber dari

pertanian maka diprediksi beban pencemaran semakin bertambah sehingga dapat

meningkatkan pencemaran sungai. Kondisi ini dapat digunakan sebagai pedoman

dalam pengendalian pencemaran air sungai ke depannya yaitu dengan

membatasi/mengurangi limbah dari domestik, industri, dan peternakan yang

masuk ke sungai sehingga beban pencemaran masih berada di bawah daya

tampung beban pencemaran.

5.6 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman Masyarakat

terhadap Pencemaran Air Sungai di DAS Ciliwung Kota Bogor

Daerah Aliran Sungai Ciliwung mempunyai peran penting dalam

kehidupan masyarakat dimana masyarakat secara langsung maupun tidak

langsung memanfaatkan sungai Ciliwung. Tingkat pemanfaatan yang cukup tinggi

oleh masyarakat tanpa disertai dengan perbaikan kualitas air sungai menyebabkan

sungai Ciliwung menjadi buruk atau tercemar. Berdasarkan hasil wawancara

dengan menggunakan kuesioner kepada 150 responden yang berada di sekitar

sungai Ciliwung diketahui bahwa sekitar 69.33% responden sudah tidak

63

memanfaatkan air sungai, sedangkan sekitar 30.67% responden masih

menggunakan air sungai untuk aktivitasnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 29

sebagai berikut :

Tabel 29 Persentase Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai di DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

Bentuk Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai Persentase (%) Mandi 3.3 Mencuci 17.33 Buang Air Besar 7.33 Perikanan 0.75 Pertanian 0.75 Peternakan 0.25 Penggalian Pasir 0.7 Industri 0.23

Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa dari 30.67% responden yang

diwawancara sekitar 27.99% responden memanfaatkan air sungai untuk mandi,

cuci, kakus (MCK) dan 2.68% mereka manfaatkan untuk keperluan lain seperti

pertanian, perikanan, peternakan, penggalian pasir dan industri. Masyarakat yang

berada di dekat sungai umumnya masih sering/secara rutin memanfaatkan sungai

untuk MCK terutama yang tidak memiliki septic tank. Dari 150 responden yang

telah diwawancarai diketahui bahwa 95 responden sudah memiliki septic tank,

sedangkan 55 responden belum memiliki septic tank. Masyarakat yang belum

memiliki septic tank umumnya berada pada jarak 2-10 m rumahnya dari sungai,

semua aliran limbah cair ini dialirkan ke sungai. Pemanfaatan sungai untuk

keperluan MCK ini hampir merata di temui di lokasi studi baik di kelurahan

Katulampa, Sukasari, Sempur, Kebon Pedes dan Kedung Halang.

Gambar 26 Aktivitas Mencuci Masyarakat di Katulampa

64

Gambar 27 Aktivitas Penggalian Pasir di Kedunghalang

Gambar 28 Tanaman Pertanian Masyarakat di Kedunghalang

Pemanfaatan air sungai untuk keperluan irigasi pertanian masih ditemukan

di kelurahan Kedung Halang, hal ini memang wajar karena di pinggir sungai

Ciliwung banyak areal lahan yang digunakan untuk pertanian terutama tanaman

sayur-sayuran seperti bayam, singkong, dan lain-lain. Selain untuk kegiatan

pertanian di kelurahan Kedung Halang juga ditemukan perkebunan jambu biji dan

budi daya ikan. Penggalian pasir juga masih ditemukan di kelurahan Kedung

Halang.

5.7 Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air Sungai Ciliwung

Segmen Kota Bogor

Perubahan tutupan lahan yang terjadi pada kurun waktu 2007 sampai 2009

di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor mempengaruhi kualitas air sungai

65

Ciliwung di DAS tersebut. Beberapa tipe tutupan lahan seperti permukiman,

sawah, tegalan/ladang dan lainnya diduga turut menyebabkan pencemaran air

sungai sehingga terjadi penurunan kualitas air sungai. Verbist et al. (2009)

menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan hutan menjadi pertanian dan

permukiman merupakan faktor utama penyebab penurunan kualitas air sungai di

daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara dan pencemaran bahan kimia

pestisida. Perubahan tutupan lahan dari tahun 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel

30 sebagai berikut :

Tabel 30 Perubahan Penutupan Lahan Tahun 2007-2009 Jenis Tutupan Lahan Luas Lahan (km²)

2007 % 2008 % 2009 % Hutan 0.01 0.01 - - - -

Semak Belukar 0.03 0.07 - - - - Tanah Terbuka 0.11 0.29 - - - -

Kebun Campuran 4.70 12.04 3.87 9.91 3.60 9.22 Perkebunan 1.93 4.96 0.50 1.27 0.01 0.03 Pemukiman 29.54 75.67 32.83 84.12 33.34 85.41

Sawah 2.20 5.63 1.71 4.39 1.77 4.55 Tegalan/Ladang 0.52 1.32 0.12 0.31 0.02 0.04

Tubuh Air - - - - 0.29 0.75 Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup

Tabel 30 menunjukkan adanya penurunan luas lahan dari tahun 2007

sampai 2009 untuk tutupan lahan hutan, semak belukar, tanah terbuka, kebun

campuran, perkebunan, sawah dan tegalan/ladang, sedangkan luas lahan untuk

permukiman semakin bertambah jumlahnya. Pengurangan luas lahan hutan,

semak belukar dan tanah terbuka yang terjadi di DAS Ciliwung segmen Kota

Bogor pada tahun 2008 dan 2009 menjadi permukiman, perkebunan, pertanian

dan lain-lain memberikan pengaruh cukup besar terhadap perkembangan kualitas

air seperti akumulasi perkembangan kandungan bahan organik yang semakin

meningkat akibat meningkatnya jumlah limbah domestik dari permukiman,

limbah industri, peternakan dan pertanian sehingga menyebabkan kebutuhan

oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin meningkat. Hal ini tercermin

dari meningkatnya nilai BOD dan COD dari Katulampa sampai ke Kedunghalang.

Hal serupa juga dilaporkan oleh Rasyidin (1995), berdasarkan hasil penelitiannya

di DAS Ciliwung diperoleh bahwa dengan berkurangnya hutan dan bertambahnya

66

penggunaan hutan untuk lain-lain menyebabkan kualitas air salah satunya BOD,

pada musim penghujan dan musim kemarau cenderung lebih besar.

Lahan berupa permukiman pada tahun 2007-2009 mengalami peningkatan

yang besar dari 29.54-33.34 km² (75.67-85.41 %). Hal tersebut berpengaruh

terhadap beberapa parameter kualitas air di DAS Ciliwung seperti BOD, COD,

DO dan pH. Rushayati (1999) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan areal

persawahan dan permukiman dapat menimbulkan limbah yang banyak

mengandung bahan organik, nitrit dan nitrat sehingga dapat meningkatkan nilai

BOD dan mengurangi ketersediaan DO. Limbah yang dihasilkan dari permukiman

adalah limbah domestik seperti kotoran manusia, limbah dari kegiatan mencuci

dan mandi serta limbah hasil aktivitas manusia lainnya. Kontribusi beban

pencemaran dari limbah domestik mencapai 351.36 ton/bulan BOD dan 784.75

ton/bulan COD.

Penggunaan lahan lainnya yang mempengaruhi kualitas perairan di DAS

Ciliwung segmen Kota Bogor adalah persawahan dan tegalan/ladang. Pada tahun

2007-2009 luas lahan persawahan berkurang dari 2.2-1.77 km² (5.63-4.55 %),

sedangkan tegalan/ladang berkurang dari 0.52–0.02 km² (1.32–0.04 %).

Tegalan/ladang termasuk lahan pertanian disamping sawah yang dapat

menimbulkan limbah hasil pengolahan tanah sebagai sumber pencemar TSS. Hill

(2004) menyatakan bahwa limbah berupa limpasan dari area pertanian merupakan

sumber pencemar utama TSS. Persawahan yang terdapat di Kedunghalang

berdasarkan peta tutupan lahan di DAS Ciliwung turut meningkatkan kandungan

BOD, COD dan Fosfat. Jika dilihat dari sumber pencemarnya, sawah dan ladang

dapat menghasilkan bahan pencemar berupa sisa penggunaan pupuk dan sisa

pengolahan tanah berupa sisa-sisa tumbuhan. Hariyadi (1985) dalam Rushayati

(1999) menyatakan berdasarkan hasil penelitiannya pada Sungai Ciliwung bagian

hulu bahwa persentasi lahan sawah dan tegalan/ladang berpengaruh nyata salah

satunya terhadap kandungan BOD.

Perkebunan dan kebun campuran di DAS Ciliwung segmen Kota Bogor

mengalami pengurangan luas lahan pada tahun 2007-2009, dimana luas lahan ini

terkonversi menjadi permukiman. Luas lahan perkebunan pada tahun 2007-2009

mengalami pengurangan dari 1.93–0.01 km² (4.96-0.03 %), sedangkan kebun

67

campuran dari 4.7-3.6 km² (12.04-9.23 %). Pengaruh perubahan tutupan lahan

perkebunan dan kebun campuran menjadi permukiman menyebabkan peningkatan

terhadap kandungan BOD.

68

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Sumber-sumber pencemar di DAS Ciliwung Kota Bogor yaitu limbah dari

domestik/rumah tangga, industri, peternakan dan pertanian. Limbah dari

hasil rumah tangga selain sampah juga terdapat limbah cair dari hasil

aktivitas manusia seperti mandi, mencuci dan buang hajat. Limbah dari

industri kecil seperti tempe, tahu dan tapioka adalah berupa air sebagai

bahan penolong dalam proses produksi sehingga mengandung bahan

berbahaya. Limbah dari peternakan berupa kotoran, urin, sisa pakan, serta

air dari pembersihan ternak dan kandang. Limbah dari pertanian disebabkan

adanya penggunaan pupuk dan pestisida dalam merawat tanaman.

2. Kualitas air Sungai Ciliwung mengalami penurunan dari hulu ke hilir di

segmen Kota Bogor. Perubahan yang cukup dominan ditunjukkan dengan

peningkatan BOD dan COD yang cenderung melebihi baku mutu air kelas

II berdasarkan PP No. 82 tahun 2001. Berdasarkan nilai indeks kualitas air,

DAS Ciliwung segmen Kota Bogor dalam kondisi sedang-buruk yaitu

berada pada kisaran 50-68, namun setiap tahunnya cenderung mengalami

penurunan. Menurut metode Storet DAS Ciliwung segmen Kota Bogor

dalam kondisi sedang-buruk.

3. Beban pencemaran limbah domestik terbagi dua yaitu potensial dan riil.

Beban pencemaran limbah domestik potensial (843,36 ton/bulan BOD,

1.495,47 ton/bulan COD, 112,16 ton/bulan TN, 679,76 ton/bulan TP) dan

riil (351,36 ton/bulan BOD, 784,75 ton/bulan COD, 58,86 ton/bulan TN,

356,71 ton/bulan TP). Beban pencemaran limbah industri tempe (1,77

ton/bulan BOD dan 5,72 ton/bulan COD) dan tahu (5,58 ton/bulan BOD

dan 7,29 ton/bulan COD). Beban pencemaran limbah peternakan sapi perah

(3,59 ton/bulan BOD) dan ayam potong (1,86 ton/bulan BOD, 0,68

ton/bulan TN, 19,39 ton/bulan TSS).

69

4. Daya tampung pencemaran Sungai Ciliwung berbeda-beda sepanjang tahun

tergantung kondisi debit air sungai. Daya tampung maksimum berada pada

bulan Februari dan minimum berada pada bulan September.

6.2 Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai sumber-sumber

pencemaran terutama pencemaran dari kegiatan pertanian sehingga dapat

diprediksi seberapa besar pengaruh setiap sumber pencemar terhadap

kualitas air sungai Ciliwung.

2. Kegiatan evaluasi dan pemantauan air sungai perlu diadakan secara rutin

setiap bulan untuk mengetahui perubahan kualitas air yang lebih

representatif dan kaitannya dengan tingkat pemanfaatan air oleh

masyarakat.

3. Perlu dilakukan monitoring terhadap pembuangan limbah industri ke sungai

dan pengelolaan sampah masyarakat agar tidak melewati standar baku mutu

air dan daya tampung beban pencemaran.

70

DAFTAR PUSTAKA

Abdurochman, A. 2005. Studi Parameter Fisika-Kimia di Perairan Pulau Panggang,

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Adibroto, T. 1997. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu Tempe dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob. Kelompok Teknologi Pengolahan Air Bersih dan Limbah Cair. BPPT. Jakarta Pusat.

Anggraeni, I. 2002. Kualitas Air Perairan Teluk Jakarta Selama Periode 1996-2002. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

APHA. 1976. Standard Method for Examination of Water and Wastewater. APHA, Inc. New York.

Ardiansyah, H. D. Prabowo, A. Nugroho dan J. Palapa. 2002. Modul Pengenalan GIS, GPS dan Remote Sensing. Dept. GIS, Forest Watch Indonesia.

Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective. WDL Publication. Ottawa. Canada

Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2:7-16 Jurusan Ilmu Tanah, in Press. (April 1999)

Canter, L. W. 1977. Environmental Impact Assesment. McGraw Hill Book Company. New York.

Damayanti, A., J. Hermana, dan A. Masduqi. 2004. Analisis Resiko Lingkungan dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu dengan Kayu Apu (Pistia stratiotes L). Jurnal Purifikasi, vol. 5, No.4, Oktober 2004: 151-156.

Davis, M.L. dan Cornwell, D.A. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc., New York. 822 p.

Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumberdaya Alam dan Energi. 1994. Kebutuhan Riset dan Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia. Jakarta : Dewan Riset Nasional.

Dugan, P. R. 1972. Biochemical Ecology of Water Pollution. Plenum Press. New York. 159p.

71

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Fakhri, I. 2000. Evaluasi Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat selama periode 1996-1998. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Udara dan Air. Karnisius. Yogyakarta.

Farida, E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.

Febriana, I. 2004. Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Studi Kasus Kawasan Gunung Mandalawangi, Kecamatan Kadungora, Kabupaten garut). Skripsi. Bogor. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor.

Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Penerbit Yrama Widya. Bandung.

Harada, Y. K. Haga, Tosada dan M. Kashino. 1993. Quality of Compost Produced From Animal Waste. Japan Agricultural. Research Quarterly, 26 : 238-246.

Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective. John Willey and Sons. Chichester, UK. 253 p.

Hawkes, H. A. 1979. Invertebrates as Indicator of River Water Quality. John Wiley and sons. Chisester. New York.

Hutagalung, S dan A. Rozak. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. LIPI. Jakarta.

Kartono, B. J. 2001. Evaluasi Sumberdaya Lahan dengan Memanfaatkan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Blitar. Tesis. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Kurniati, R.K. 2003. Pemisahan Mikro Alga dari Limbah Cair Industri Tapioka dengan Menggunakan Membran Filtrasi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

72

Kurniawan. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung di Kota Bogor Berdasarkan Indeks Kualitas Air dan Indeks Biotik [skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lee, C. D., S. B. Wang and C. L. Kuo. 1978. Benthic Macroinvertebrate and Fish as Biological Indicator of Water Quality, With References to Community Diversity Index. AIT. Bangkok.

Lillesand, T. M. dan R. W. Kiefer.1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Tahapan. Terjemahan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Marsaulina, I. 1992. Distribusi Kelimpahan Makrozoobenthos sebagai Indikator Pemantauan Dampak Industri dan Pemukiman di Perairan Sungai Deli Kotamadya Medan. Tesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Moriber, G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacon. Inc. Boston.

Nugroho. 2003. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung DKI Jakarta Melalui Pendekatan Indeks Kualitas Air-National Sanitation Foundation. [skripsi] Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. 3th Edition. Saunder College Publishing. Philadelphia.

Overcash, M. R., F. J. Humenik dan J. R. Minner. 1983. Livestock Waste Management. Volume 1. CRC Press, Inc. Boca Roca Florida.

Palmer, M. D. 2001. Water Quality ModellingPractice : A Guide to Effective. Washington DC : Word Bank.

Paine, D. P. 1981. Fotografi Udara dan Penafsiran Citra Untuk Pengelolaan Sumberdaya. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2001. PP RI No. 82. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan.

Prahasta, E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung. INFORMATIKA.

Priyono, A. 1994. Parameter-parameter Kualitas Air. Laboratorium Analisis Lingkungan. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor.

73

Prochazkova, L. 1978. Agricultural Impact on The Nitrogrn and Phosporus Concentration in Water. Di dalam: Duncan N, Rzoska J, editor. Land Use Impact on Lake and Reservoir Ecosystem; Poland, 26 Mei – 2 Juni 1978. Facultas-Verlag.hlm 78-81.

Rasyidin, R. 1995. Pengaruh Perkembangan Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi Hidrologi dan Kualitas Air Sungai (Studi Kasus Daerah Aliran Ciliwung). [tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas Indonesia. Jakarta.

Riwayati, 1994. Studi Kualitas Perairan Sungai Ciliwung Ditinjau dari Struktur Komunitas Makrozoobenthos. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rushayati, S. B. 1999. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kandungan Bahan Organik dan Sedimen Tersuspensi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu-Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.Pusat Studi Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sastrawijaya, Tresna, A. 1991. Pencemaran Lingkungan. Penerbit: Rineka Cipta. Jakarta.

Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sihombing, DTH. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup . Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudadi, S. D., P. T. Baskoro., K. Munibah., B. Barus, dan Darmawan. 1991. Kajian Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan Penurunan Kualitas Lahan di Sub-DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan Model Simulasi Hidrologi. Laporan Penelitian. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press. Jakarta.

Sutamiharja, R. T. M. 1978. Kualitas dan Pencemaran Lingkungan. Pascasarjana Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tafal, Z. B. 1981. Ranci Sapi (Usaha Peternakan yang Lebih Bermanfaat). Penerbit Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Taiganides, E. P. 1978. Animal Waste Management and Waste Water Treatment. Elsevier Science Publicher B. V., Amsterdam.

74

Taufik, K. L. 2003. Kualitas air Hulu dan Tengah Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Program Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Tim Peneliti Dosen Muda Jurusan Biologi, FMIPA IPB. 1991. Laporan Akhir Penelitian Identifikasi dan Koleksi Flora-Fauna DAS Ciliwung serta Prospek Pemanfaatannya. I, Plankton dan Benthos. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tjiptadi, W., M. Yani, dan A. Bey. 1994. Laporan Penelitian: Kajian Kualitas Air DAS Cisadane dan Ciliwung. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Verbist, B., S. Rahayu, R.H. Widodo, M.V. Noordwijk., dan I. Suryadi. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Centre. Bogor.

Vink, A. P. A. 1975. Land Use in Advancing Agriculture. Advanced Series in Agricultural Sciences I. New York.

Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Wardoyo, S. T. H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. PUSDI. PSL. IPB.

WHO. 1989. Penilaian Secara Cepat Sumber-sumber Pencemaran Air, Tanah dan Udara. Djajadiningrat ST, Amir HH, penerjemah. Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Rapid Assesment of Sources of Air, Water and Land Pollution. Yogyakarta.

Wiryani, E. 1991. Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe Kedelai dan Upaya Pengolahannya dengan Proses Anaerobik. Tesis. Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Yulaswati, V., A.R. Sasongko, N. Kartika, A. Nugraha, M. Showan, I. Darmawan, M., N. Marizi, R. Primana, H. Ishak, A., THermawan, H. Santoso, S., A. Sunari, A. Haryana, N. Rusono, S., dan J. Indarto. 2004. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Jakarta.

75

Lampiran 1 Peta Das Ciliwung Segmen Kota Bogor

76

Lampiran 2 Peta Lokasi Wawancara

77

Lampiran 3 Peta Lokasi Titik Pantau Sungai Ciliwung Segmen Kota Bogor

78

Lampiran 4 Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran Riil)

79

Lampiran 5 Peta Sebaran Industri dan Peternakan (Beban Pencemaran Potensial)

80

Lampiran 6 Peta Sebaran Industri dan Peternakan dengan Tutupan Lahan Tahun 2009 (Overlay)

81

Lampiran 7 Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2007

82

Lampiran 8 Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2008

83

Lampiran 9 Peta Tutupan Lahan DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor Tahun 2009

84

Lampiran 10 Perhitungan Modifikasi Bobot Parameter (Wi)

NKP modifikasi = { ∑∑

x NKP awal + NKP awal }

(Kurniawan, 2005)

Keterangan : NKP modifikasi = Bobot parameter ke-I yang telah dimodifikasi

NKP awal = Bobot parameter awalyang dicari

∑x = ∑ NKP dari tujuh parameter yang digunakan

∑y = ∑ NKP dari tujuh parameter yang tidak digunakan

Parameter yang tidak digunakan dari 9 parameter IKA adalah kekeruhan, nitrat,

fecal coli dengan masing-masing bobot parameter awal: 0,08, 0,1 dan 0,15.

Maka : ∑y = 0,08 + 0,1 + 0,15 = 0,33

∑x = 1 – 0,33 = 0,67

Berikutnya dihitung bobot parameter modifikasi untuk masing-masing parameter

yang digunakan

a. Oksigen terlarut = ,,

x 0,17 + 0,17

= 0,25

b. pH = ,,

x 0,12 + 0,12

= 0,18

c. BOD = ,,

x 0,10 + 0,10

= 0,15

d. Fosfat = ,,

x 0,10 + 0,10

= 0,15

e. Suhu = ,,

x 0,10 + 0,10

= 0,15

f. Padatan Total = ,,

x 0,08 + 0,08

= 0,12

85

Lampiran 11 Hasil Pengukuran Kualitas Air per Titik Pantau pada 14x Pengukuran Parameter Satuan TP Ulangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Suhu °C I 24 24.2 23.9 28.2 29.1 27.4 25.5 22.4 29.2 26.3 26 23.8 24.7 21

II 25 24.7 24.7 28.3 28 28.7 26.1 26.3 25.5 26.7 28.1 24.2 25.9 25 III 25 25.6 25.6 28.2 28.4 28.6 25 26.3 29.6 26.6 28.2 24.1 25.5 27

TDS mg/l I 54 64 45 102 128 154 105 195 145 84 96 72 83 126 II 62 83 62 189 234 192 195 200 170 130 125 71 170 130 III 71 82 62 185 240 188 180 195 135 137 122 80 157 118

TSS mg/l I 40 16 3 32 58 42 7 24 6 10 17 92 2 12 II 42 24 16 6 10 34 5 3 7 4 4 126 6 14 III 40 46 10 28 18 36 5 8 4 6 20 106 12 32

DO mg/l I 6.9 7 7.2 7.1 7.6 6.5 6.16 7.76 0.87 8 6.7 7.9 6.6 6.9 II 7.6 6.8 6.4 7.2 7.4 7.4 6.56 5.82 6.32 5.2 6.1 7.5 6.2 6.8 III 7.2 7.4 7 7.4 7.3 6.8 5.96 6.99 5.84 5.6 5.3 7.5 6.4 6.8

pH - I 7.8 7.1 7.2 7 6.97 6.4 7.5 7.6 8.1 7.7 7.9 7.6 7.6 6.7 II 7.8 7 7.2 6.4 6.2 6.4 7.4 7.2 7.4 7.6 7.6 7.4 7.4 6.3 III 7.8 7 7.2 6.35 6.89 6.5 7.1 7.5 7.5 7.6 7.5 7.6 7.6 6.5

Fosfat mg/l I 0.04 0.035 0.073 0.06 0.1 0 0.01 0.03 0.01 0.058 0.019 0.18 0.903 0.093 II 0.04 0.131 0.07 0.20 0.23 0.08 0.07 0.19 0.11 0.14 0.016 0.102 0.22 0.211 III 0.092 0.165 0.056 0.165 0.24 0.07 0.1 0.07 0.11 0.19 0.018 0.073 0.075 0.297

BOD mg/l I 2.1 1.5 1.3 6.09 1.2 1.32 0.6 1.94 0.87 1.6 1.5 2 3.5 21 II 2.1 2.9 2.7 12.49 2.32 2 2.58 5.44 6.32 2.4 4 1.4 3.2 25 III 3.1 3.4 2.9 6.09 2.8 3.41 3.97 6.21 5.84 2.6 3.5 1.6 4.6 21

COD mg/l I 5.5 6.4 10 16.32 44.70 41.08 7.76 4.07 4.02 6.8 5.9 5.9 9.5 38 II 6 8 12.1 33.45 33.32 33 13.58 12.22 16.1 5 12 5.3 8.6 40 III 8 9 12.1 16.32 15.44 11.68 11.64 8.14 16.1 6.8 9.8 5.5 10.4 42

Keterangan:

Ulangan 1 = Mei 2005 Ulangan 8 = Agustus 2007 Ulangan 2 = Agustus 2005 Ulangan 9 = Oktober 2007 Ulangan 3 = November 2005 Ulangan 10 = Juni 2008 Ulangan 4 = Juni 2006 Ulangan 11 = Agustus 2008 Ulangan 5 = Agustus 2006 Ulangan 12 = Oktober 2008 Ulangan 6 = Oktober 2006 Ulangan 13 = Juli 2009 Ulangan 7 = Juni 2007 Ulangan 14 = November 2009 TP 1 = Titik Pantau Katulampa TP 2 = Titik Pantau Sempur TP 3 = Titik Pantau Kedung Halang

86

Lampiran 12 Hasil Pengukuran dan Perhitungan IKA-NSF WQI Tahun 2005

Parameter Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3

Suhu 24 25 25 24.2 24.7 25.6 23.9 24.7 25.6 deviasi 0.74 - 0.26 -0.26 0.54 0.04 - 0.86 0.84 0.04 - 0.86 Ii 69 71.5 71.5 70 72.25 70 68.5 72.25 70 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.35 10.73 10.73 10.5 10.84 10.5 10.28 10.84 10.5

Oksigen terlarut 6.9 7.6 7.2 7 6.8 7.4 7.2 6.4 7 % saturasi 81.94 92 87.16 83.13 80.76 89.58 83.91 76 84.74 Ii 67 75.5 72.5 69 65.5 73.5 69.5 62 70 Wi 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 Wi x Ii 16.75 18.88 18.13 17.25 16.38 18.38 17.38 15.5 17.5

pH 7.8 7.8 7.8 7.1 7 7 7.2 7.2 7.2 Ii 71 71 71 73.5 72.5 72.5 74.5 74.5 74.5 Wi 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 Wi x Ii 12.78 12.78 12.78 13.23 13.05 13.05 13.41 13.41 13.41

BOD 2.1 2.1 3.1 1.5 2.9 3.4 1.3 2.7 2.9 Ii 54.5 54.5 46 60 48 45.5 60.5 49 48 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 8.18 8.18 6.9 9 7.2 6.83 9.08 7.35 7.2

Fosfat 0.04 0.04 0.092 0.035 0.131 0.165 0.073 0.07 0.056 Ii 67.5 67.5 65 68.5 63.5 62 66.5 66.75 67 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.13 10.13 9.75 10.28 9.53 9.3 9.98 10.01 10.05

TDS 54 62 71 64 83 82 45 62 62 Ii 65 65.5 66 65.75 65.25 65.5 65 65.5 65.5 Wi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 Wi x Ii 7.8 7.86 7.92 7.89 7.83 7.86 7.8 7.86 7.86

IKA 65.99 68.56 66.21 68.15 64.83 65.92 67.93 64.97 66.52

87

Tahun 2006 Parameter Ulangan 4 Ulangan 5 Ulangan 6

TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3 Suhu 28.2 28.3 28.2 29.1 28 28.4 27.4 28.7 28.6 deviasi 0.12 0.02 0.12 - 0.78 0.32 - 0.08 0.92 - 0.38 - 0.28 Ii 72 72.5 72 70 71.5 72 67.5 71.5 71.75 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.8 10.88 10.8 10.5 10.73 10.8 10.13 10.73 10.76

Oksigen terlarut 7.1 7.2 7.4 7.6 7.4 7.3 6.5 7.4 6.8 % saturasi 90.67 91.95 94.5 98.82 94.5 93.23 81.55 94.5 86.84 Ii 74.5 75 77 79.5 77 76.5 67 77 72.5 Wi 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 Wi x Ii 18.63 18.75 19.25 19.88 19.25 19.13 16.75 19.25 18.13

pH 7 6.4 6.35 6.97 6.2 6.89 6.4 6.4 6.5 Ii 72.5 59 58 71 52.5 69.5 59 59 63 Wi 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 Wi x Ii 13.05 10.62 10.44 12.78 9.45 12.51 10.62 10.62 11.34

BOD 6.09 12.49 6.09 1.2 2.32 2.8 1.32 2 3.41 Ii 28.5 4 28.5 61 51.5 48.5 60.25 55.5 45.5 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 4.28 0.6 4.28 9.15 7.73 7.28 9.04 8.33 6.83

Fosfat 0.06 0.20 0.165 0.1 0.23 0.24 0 0.08 0.07 Ii 66.9 59 62 64 57.75 57.5 70 66 66.75 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.04 8.85 9.3 9.6 8.66 8.63 10.5 9.9 10.01

TDS 102 189 185 128 234 240 154 192 188 Ii 65 56.5 57.5 63.5 51 50.5 60.5 56.5 56.75 Wi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 Wi x Ii 7.8 6.78 6.9 7.62 6.12 6.06 7.26 6.78 6.81

IKA 64.6 56.48 60.97 69.53 61.94 64.41 64.3 65.61 63.88

88

Tahun 2007 Parameter Ulangan 7 Ulangan 8 Ulangan 9

TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3 Suhu 25.5 26.1 25 22.4 26.3 26.3 29.2 25.5 29.6 deviasi 0.71 0.11 1.21 3.81 - 0.09 - 0.09 - 2.99 0.71 - 3.39 Ii 69 72 66.5 31.5 72 72 58 69 63.5 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.35 10.8 9.98 4.73 10.8 10.8 8.7 10.35 9.53

Oksigen terlarut 6.16 6.56 5.96 7.76 5.82 6.99 0.87 6.32 5.84 % saturasi 74.57 80.88 72.15 88.78 71.76 86.18 11.31 76.51 75.94 Ii 60.5 66 57.5 73 57 72 6.5 62.5 61.5 Wi 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 Wi x Ii 15.13 16.5 14.38 18.25 14.25 18 1.63 15.63 15.38

pH 7.5 7.4 7.1 7.6 7.2 7.5 8.1 7.4 7.5 Ii 74 75 73.5 73 74.5 74 67 75 74 Wi 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 Wi x Ii 13.32 13.5 13.23 13.14 13.41 13.32 12.06 13.5 13.32

BOD 0.6 2.58 3.97 1.94 5.44 6.21 0.87 6.32 5.84 Ii 69.5 50.5 42.5 58.5 32 29 69 28.5 30.5 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.43 7.58 6.38 8.77 4.8 4.35 10.35 4.28 4.58

Fosfat 0.01 0.07 0.1 0.03 0.19 0.07 0.01 0.11 0.11 Ii 69 66.25 64 68.75 61.5 66.75 69 63.75 63.75 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.35 10.01 9.6 10.31 9.23 10.01 10.35 9.56 9.56

TDS 105 195 180 195 200 195 145 170 135 Ii 65 56 56.5 56 55.5 56 61.5 59 62.5 Wi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 Wi x Ii 7.8 6.72 6.78 6.72 6.66 6.72 7.38 7.08 7.5

IKA 67.38 65.11 60.35 61.92 59.15 63.2 50.47 60.4 59.87

89

Tahun 2008 Parameter Ulangan 10 Ulangan 11 Ulangan 12

TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3 Suhu 26.3 26.7 26.6 26 28.1 28.2 23.8 24.2 24.1 deviasi - 0.3 - 0.7 - 0.6 0 - 2.1 - 2.2 2.2 1.8 1.9 Ii 71.5 70 70.5 73 63.5 63 58.5 61.5 60.5 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.73 10.5 10.58 10.95 9.53 9.45 8.78 9.23 9.08

Oksigen terlarut 8 5.2 5.6 6.7 6.1 5.3 7.9 7.5 7.5 % saturasi 98.64 64.11 69.05 82.61 77.9 67.68 92.07 89.07 89.07 Ii 79.5 48.5 53.5 69 63.5 52 75.5 73.5 73.5 Wi 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 Wi x Ii 19.88 12.13 13.38 17.25 15.88 13 18.88 10.38 10.38

pH 7.7 7.6 7.6 7.9 7.6 7.5 7.6 7.4 7.6 Ii 72 73 73 69.5 73 74 73 75 73 Wi 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 Wi x Ii 12.96 13.14 13.14 12.51 13.14 13.32 13.14 13.5 13.14

BOD 1.6 2.4 2.6 1.5 4 3.5 2 1.4 1.6 Ii 59 51.25 50 60 40 43.5 55.5 62.5 59 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 8.85 7.69 7.5 9 6 6.53 8.33 9.38 8.85

Fosfat 0.058 0.14 0.19 0.019 0.016 0.018 0.18 0.102 0.073 Ii 66.95 62.75 61.5 68.75 68.85 68.8 61.75 64 66.5 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 10.04 9.41 9.23 10.31 10.33 10.32 9.26 9.6 9.98

TDS 84 130 137 96 125 122 72 71 80 Ii 65.2 63.5 62.5 65.25 63.5 64 66 66 65.75 Wi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 Wi x Ii 7.82 7.62 7.5 7.83 7.62 7.68 7.92 7.92 7.89

IKA 70.28 60.49 61.33 67.85 62.5 60.3 66.31 60.01 59.32

90

Tahun 2009 Parameter Ulangan 13 14

TP 1 TP 2 TP 3 TP 1 TP 2 TP 3 Suhu 24.7 25.9 25.5 21 25 27 deviasi 0.15 -1.05 -0.65 3.85 -0.15 -2.15 Ii 59.5 61 57 62.5 60 58 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 8.93 9.15 8.55 9.4 9 8.7

Oksigen terlarut 6.6 6.2 6.4 6.9 6.8 6.8 % saturasi 78.38 75.06 77.48 77.44 82.32 85.32 Ii 54 47 48.5 48.4 47 48 Wi 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 Wi x Ii 13.5 11.75 12.13 12.1 11.75 12

pH 7.6 7.4 7.6 6.7 6.3 6.5 Ii 63 60 58 69 60 58 Wi 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 Wi x Ii 11.34 10.8 10.44 12.42 10.8 10.44

BOD 3.5 3.2 4.6 21 25 21 Ii 33.5 35.75 21.5 10 1.17 10 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 5.03 5.36 3.23 1.5 0.18 1.5

Fosfat 0.903 0.22 0.075 0.093 0.211 0.297 Ii 55.25 48 51.25 64 65 48 Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 Wi x Ii 8.28 7.2 9.94 9.6 9.75 7.2

TDS 83 170 157 126 130 118 Ii 55.25 49 45 63 60 45 Wi 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 Wi x Ii 6.63 5.88 5.4 7.56 7.2 5.4

IKA 53.71 50.14 49.69 52.58 48.68 45.24

91

Nilai IKA per Titik Pantau pada 13x Pengukuran

Rata-rata nilai IKA setiap titik pantau per tahun Tahun Titik Pantau IKA Kategori 2005 1 67.36 Sedang

2 66.12 Sedang 3 66.22 Sedang

2006 1 66.14 Sedang 2 61.34 Sedang 3 63.08 Sedang

2007 1 59.92 Sedang 2 61.55 Sedang 3 61.14 Sedang

2008 1 68.15 Sedang 2 61 Sedang 3 60.32 Sedang

2009 1 53.15 Sedang 2 49.41 Buruk 3 47.47 Buruk

92

Lampiran 13 Perhitungan Metode Storet

Parameter Satuan TP bma

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009

maks min rata -rata storet maks min rata -

rata storet maks min rata - rata storet maks min rata -

rata storet maks min rata-rata storet

Suhu °C I dev 3 0.84 0.54 0.7 0 0.92 -0.78 0.08 0 3.81 -2.99 0.51 -1 2.2 -0.3 0.63 0 3.85 0.15 2 0

II dev 3 0.04 -0.26 -0.06 0 0.32 -0.38 -0.01 0 0.71 -0.09 0.24 0 1.8 -2.1 -0.33 0 -0.15 -1.05 -0.6 0

III dev 3 -0.26 -0.86 -0.66 0 0.12 -0.28 -0.08 0 1.21 -3.39 -0.76 0 1.9 -2.2 -0.27 0 -0.65 -2.15 -1.4 0 TDS mg/l I 1000 65 45 54.3 0 154 102 128 0 195 105 148.3 0 96 72 84 0 126 83 104.5 0

II 1000 83 62 69 0 234 189 205 0 200 170 188.3 0 130 71 108.6 0 170 130 150 0

III 1000 82 62 71.6 0 240 185 204.3 0 195 135 170 0 137 80 113 0 157 118 137.5 0 TSS mg/l I 50 40 3 19.6 0 58 32 44 -1 24 6 12.3 0 92 10 39.6 -2 12 2 7 0

II 50 42 16 27.3 0 6 3 16.6 0 7 3 5 0 126 4 44.6 -2 14 6 10 0

III 50 46 10 32 0 36 18 27.3 0 8 4 5.6 0 106 6 44 -2 32 12 22 0 DO mg/l I 4 7.2 6.9 7.03 -10 7.6 6.5 7.06 -10 7.76 0.87 4.93 -8 8 6.7 7.5 -10 6.9 6.6 6.75 -10

II 4 7.6 6.4 6.93 -10 7.4 7.2 7.3 -10 6.56 5.82 6.23 -10 7.5 5.2 6.26 -10 6.8 6.2 6.5 -10

III 4 7.4 7 21.6 -10 7.4 6.8 7.16 -10 6.99 5.84 6.26 -10 7.5 5.3 6.13 -10 6.8 6.4 6.6 -10 pH - I 9-Jun 7.8 7.1 7.36 0 7 6.4 6.79 0 8.1 7.5 7.73 0 7.9 7.6 7.73 0 7.6 6.7 7.15 0

II 7.8 7 7.3 0 6.4 6.2 6.3 0 7.4 7.2 7.33 0 7.6 7.4 7.5 0 7.4 6.3 6.85 0

III 7.8 7 22 -6 6.89 6.35 6.58 0 7.5 7.1 7.36 0 7.6 7.5 7.56 0 7.6 6.5 7.05 0 Fosfat mg/l I 0.2 0.073 0.035 0.049 0 0.1 0.06 0.05 0 0.03 0.01 0.01 0 0.18 0.058 0.08 0 0.903 0.093 0.498 -8

II 0.2 0.131 0.04 0.08 0 0.23 0.08 0.17 -2 0.19 0.07 0.12 0 0.14 0.016 0/086 0 0.22 0.211 0.2155 -10

III 0.2 0.165 0.056 0.1 0 0.24 0.07 0.16 -2 0.11 0.07 0.09 0 0.19 0.018 0.093 0 0.297 0.075 0.186 -2 BOD mg/l I 3 2.1 1.3 1.63 0 6.09 1.2 2.87 -2 1.94 0.6 1.13 0 2 1.5 1.7 0 21 3.5 12.25 -10

II 3 2.9 2.1 2.56 0 12.49 2 5.6 -8 6.32 2.58 4.78 -8 4 1.4 2.6 -2 25 3.2 14.1 -10

III 3 3.4 2.9 3.13 -8 6.09 2.8 4.1 -8 6.21 3.97 5.34 -10 3.5 1.6 2.56 -2 21 4.6 12.8 -10 COD mg/l I 25 10 5.5 7.3 0 44.7 16.32 34 -8 7.76 4.02 5.28 0 6.8 5.9 6.2 0 38 9.5 23.75 -2

II 25 12.1 6 8.7 0 33.45 33 33.25 -10 16.1 12.22 13.9 0 12 5 7.43 0 40 8.6 24.3 -2

III 25 12.1 8 9.7 0 16.32 11.68 14.48 0 16.1 8.14 11.96 0 9.8 5.5 7.36 0 42 10.4 26.2 -10

93

Rata-rata nilai Storet setiap titik pantau per tahun

Tahun Titik Pantau Nilai STORET Kategori 2005 1 -10 Baik

2 -10 Baik 3 -24 Sedang

2006 1 -21 Sedang 2 -30 Sedang 3 -20 Sedang

2007 1 -9 Baik 2 -18 Sedang 3 -20 Sedang

2008 1 -12 Sedang 2 -14 Sedang 3 -14 Sedang

2009 1 -30 Sedang 2 -32 Buruk 3 -32 Buruk

94

Lampiran 14 Beban Pencemaran Air DAS Ciliwung Segmen Kota Bogor

1. Potensi jumlah penduduk terhadap peningkatan BOD, COD, TN dan TSS a. Beban Pencemaran Potensial

Nama Kecamatan Nama Kelurahan

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Faktor Konversi (kg/orang/thn) Potensi Beban Pencemaran (ton/bulan)

BOD COD TN TSS BOD COD TN TSS

Bogor Selatan Harjasari 12302 19.7 44 3.3 20 242349.4 541288 40596.6 246040 Pakuan 4838 19.7 44 3.3 20 95308.6 212872 15965.4 96760

Bogor Timur

Tajur 7209 19.7 44 3.3 20 142017.3 317196 23789.7 144180 Sukasari 10817 19.7 44 3.3 20 213094.9 475948 35696.1 216340 Baranangsiang 26003 19.7 44 3.3 20 512259.1 1144132 85809.9 520060 Katulampa 24570 19.7 44 3.3 20 484029 1081080 81081 491400 Sindangrasa 11377 19.7 44 3.3 20 224126.9 500588 37544.1 227540 Sindangsari 7853 19.7 44 3.3 20 154704.1 345532 25914.9 157060

Bogor Tengah

Paledang 10298 19.7 44 3.3 20 202870.6 453112 33983.4 205960 Ciwaringin 8028 19.7 44 3.3 20 158151.6 353232 26492.4 160560 Pabaton 3805 19.7 44 3.3 20 74958.5 167420 12556.5 76100 Babakan Pasar 10556 19.7 44 3.3 20 207953.2 464464 34834.8 211120 Tegal Lega 18123 19.7 44 3.3 20 357023.1 797412 59805.9 362460 Babakan 8617 19.7 44 3.3 20 169754.9 379148 28436.1 172340 Sempur 8065 19.7 44 3.3 20 158880.5 354860 26614.5 161300

Bogor Utara

Cibuluh 16896 19.7 44 3.3 20 332851.2 743424 55756.8 337920 Tegal Gundil 25974 19.7 44 3.3 20 511687.8 1142856 85714.2 519480 Bantar Jati 22064 19.7 44 3.3 20 434660.8 970816 72811.2 441280 Tanah Baru 20110 19.7 44 3.3 20 396167 884840 66363 402200 Cimahpar 16412 19.7 44 3.3 20 323316.4 722128 54159.6 328240 Ciluar 11391 19.7 44 3.3 20 224402.7 501204 37590.3 227820 Ciparigi 21395 19.7 44 3.3 20 421481.5 941380 70603.5 427900 Kedung Halang 19187 19.7 44 3.3 20 377983.9 844228 63317.1 383740

Tanah Sareal

Tanah Sareal 10100 19.7 44 3.3 20 198970 444400 33330 202000 Kebon Pedes 23221 19.7 44 3.3 20 457453.7 1021724 76629.3 464420 Kedung Badak 26721 19.7 44 3.3 20 526403.7 1175724 88179.3 534420 Sukadamai 11763 19.7 44 3.3 20 2317311 517572 38817.9 235260 Sukaresmi 10161 19.7 44 3.3 20 200171.7 447084 33531.3 203220

Jumlah 407856 8034763 kg/th (669,56 ton/bln)

17945664 kg/thn (1.495,47 ton/bln)

1345924.8 kg/thn (112,16 ton/bln)

8157120 kg/th (679,76 ton/bln)

95

b. Beban Pencemaran Real

Nama Kecamatan Nama Kelurahan

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Faktor Konversi (kg/orang/thn) Potensi Beban Pencemaran (ton/thn)

BOD COD TN TSS BOD COD TN TSS

Bogor Timur

Sindangrasa 11377 19.7 44 3.3 20 224126.9 500588 37544.1 227540 Tajur 7209 19.7 44 3.3 20 142017.3 317196 23789.7 144180 Katulampa 24570 19.7 44 3.3 20 484029 1081080 81081 491400 Sukasari 10817 19.7 44 3.3 20 213094.9 475948 35696.1 216340 Baranangsiang 26003 19.7 44 3.3 20 512259.1 1144132 85809.9 520060

Bogor Tengah Babakan Pasar 10556 19.7 44 3.3 20 207953.2 464464 34834.8 211120 Paledang 10298 19.7 44 3.3 20 202870.6 453112 33983.4 205960 Sempur 8065 19.7 44 3.3 20 158880.5 354860 26614.5 161300

Bogor Utara Bantar Jati 22064 19.7 44 3.3 20 434660.8 970816 72811.2 441280 Cibuluh 16896 19.7 44 3.3 20 332851.2 743424 55756.8 337920 Kedung Halang 19187 19.7 44 3.3 20 377983.9 844228 63317.1 383740

Tanah Sareal Tanah Sareal 10100 19.7 44 3.3 20 198970 444400 33330 202000 Kedung Badak 26721 19.7 44 3.3 20 526403.7 1175724 88179.3 534420 Sukaresmi 10161 19.7 44 3.3 20 200171.7 447084 33531.3 203220

Jumlah 214024 4216272.8 kg/th (351,36 ton/bln)

9417056 kg/thn (784,75 ton/bln)

706279.2 kg/thn (58,86 ton/bln)

4280480 kg/th (356,71 ton/bln)

2. Potensi ternak sapi perah terhadap peningkatan BOD

Nama Kelurahan Jumlah Ternak (ekor)

Faktor Konversi BOD (kg/unit/tahun)

Potensi Peningkatan BOD

(ton/bulan)

Harjasari 41 539 1,84 Sukadamai 2 539 0,09 Kedungbadak 37 539 1,66

Jumlah 3,59

96

3. Potensi ternak ayam terhadap peningkatan BOD, TN dan TSS

Nama Kelurahan Jumlah ternak (ekor)

Faktor Konversi (kg/unit/thn)

Potensi beban Pencemaran (ton/bulan)

BOD TN TSS BOD TN TSS Pakuan 43 1.4 0.51 14.6 0,005 0,001 0,05 Kebon Pedes 15900 1.4 0.51 14.6 1,86 0,68 19,34

Jumlah 1,865 0,681 19,39

4. Potensi Industri kecil, menengah dan besar penghasil limbah cair terhadap peningkatan BOD

Jenis Industri Jumlah Total Volume Limbah Cair (liter/hari)

Faktor Konversi (mg/l) Potensi Peningkatan Beban Pencemaran (ton/bulan)

BOD COD BOD COD Tahu 26 34500 5389.5 7050 5.58 7.29

Tempe 21 45500 1302.03 4188.27 1.77 5.72

Tapioka 20 34500 6400 15900 6.62 16.46

Papan Gipsum 1 - - - - -

Oncom 7 - - - - -

Siomay 1 - - - - -

Krupuk Kulit 1 - - - - - Lampiran 15 Faktor Konversi Beban Limbah Domestik, Peternakan dan Industri

Sumber Limbah BOD (kg/unit/tahun)

COD (kg/unit/tahun)

TSS (kg/unit/tahun)

TN (kg/unit/tahun)

TP (kg/unit/tahun)

Limbah Cair Domestik 19.7 44 20 3.3 0.4 Sapi potong/Kerbau 250 - 1716 80.3 -

Sapi perah 539 - - - - Ayam potong/Itik 1.4 - 14.6 0.51 -

Ayam petelur 4.6 - - - - kambing 36.6 - 201 8.4 -

97

Lampiran 16 Hasil Perhitungan Daya Tampung Sungai Ciliwung Tahun 2009

Bulan Debit Tahun 2009 (m3/detik)

Baku Mutu Kelas II (mg/l) Daya Tampung Beban Pencemaran (ton/bulan)

BOD COD TN TSS BOD COD TN TSS Januari 0.0237 3 25 10 50 0.1907 1.5895 0.6358 3.1790

Februari 0.0785 3 25 10 50 0.5695 4.7458 1.8983 9.4916 Maret 0.0327 3 25 10 50 0.2629 2.1911 0.8765 4.3823 April 0.0314 3 25 10 50 0.2438 2.0315 0.8126 4.0630 Mei 0.0566 3 25 10 50 0.4547 3.7892 1.5157 7.5784 Juni 0.0166 3 25 10 50 0.1291 1.0756 0.4302 2.1511 Juli 0.0066 3 25 10 50 0.0531 0.4425 0.1770 0.8851

Agustus 0.0021 3 25 10 50 0.0170 0.1414 0.0565 0.2827 September 0.0019 3 25 10 50 0.0145 0.1207 0.0483 0.2414 Oktober 0.0037 3 25 10 50 0.0301 0.2505 0.1002 0.5010

November 0.0104 3 25 10 50 0.0811 0.6760 0.2704 1.3520 Desember 0.0154 3 25 10 50 0.1234 1.0285 0.4114 2.0570

98

Lampiran 17 Kurva Sub-Indeks TDS, DO, pH, BOD, Fosfat dan Suhu

99

Lampiran 18 Contoh Foto-foto Kondisi Sungai Ciliwung

100

Lampiran 19 Daftar Pertanyaan Wawancara

KUISIONER PENELITIAN

KAJIAN BEBAN PENCEMARAN DAN DAYA TAMPUNG AIR SUNGAI CILIWUNG DI KOTA BOGOR

No. Responden : Tanggal : Waktu : Pkl………..s/d………..WIB Lokasi Penelitian :

1. Desa : 2. Kecamatan : 3. Kotamadya : Kota Bogor

Identitas Responden

1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 3. Umur : 4. Pendidikan Terakhir : 5. Alamat : 6. Pekerjaan : 7. Status dalam keluarga : 8. Jumlah Anggota Keluarga :

Persepsi Responden

1. Bagaimana menurut Anda terkait gambaran kondisi/kualitas dari DAS Ciliwung

di Kota Bogor pada saat sekarang ini?

Lebih baik Buruk

Baik Sangat buruk

2. Apakah menurut Anda sungai Ciliwung mengalami perubahan setiap tahun?

Ya Tidak

3. Apakah sampah yang dibuang ke sungai mempengaruhi kualitas air sungai?

Ya Tidak

4. Apakah Anda memanfaatkan sungai Ciliwung? Jika Ya, untuk apa?

Mandi Minum

Mencuci Yang lainnya:………..

Buang Air Besar

5. Bagaimana Anda mengelola sampah yang Anda miliki?

Dibakar Ditimbun dalam tanah

101

Dibuang ke sungai Yang lainnya:………..

Dibuang ke TPS

6. Apakah Anda memiliki MCK sendiri di rumah?

Ya:

WC dengan Septic tank Yang lainnya:……….

WC tanpa Septic tank

Tidak: (asumsi pemakaian WC bersama)

WC dengan Septic tank Yang lainnya:………

Dibuang langsung ke sungai

7. Menurut Anda, apa yang harus dilakukan agar kondisi DAS Ciliwung lebih baik

lagi?

Pemerintah:……………………………………………………………………………………………………………………………………………Masyarakat:…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

102

Lampiran 20 Jenis-jenis Industri Penghasil Limbah Cair di Kota Bogor

No. Nama Industri/Pemilik

Alamat (Jalan, Rt/Rw, Kel, Kec, Kab/Kota) Posisi GPS Jenis Produk

Kapasitas Produksi (Kg/hari)

Bahan Baku Jenis & Volume Limbah

Pengelolaan Limbah Cair (IPAL, bak, dibuang ke

sungai)

1 Sasmidi

Cimanggu Rt05/Rw04, Kel.Kedung Badak,

Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor

06°.34.109 106°.47. 598 Tempe 1.600 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 300kg/hari

2.Air Limbah 8 m³/hari

Di buang ke sungai

2 Cantel

Cimanggu Rt05/Rw04, Kel.Kedung Badak,

Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor

06°.34.109' 106°.47.590' Tempe 640 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 120kg/hari

2.Air Limbah 3 m³/hari

Di buang ke sungai

3 Rohmat

Cimanggu Rt05/Rw04, Kel.Kedung Badak,

Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor

06°.34.102' 106°.47.594' Tempe 480 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 100 kg/hari

2.Air Limbah 3 m³/hari

Di buang ke sungai

4 Mustari

Cimanggu Rt05/Rw04, Kel.Kedung Badak,

Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor

06°.34.101' 106°.47.598' Tempe 320 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari

2.Air Limbah 2 m³/hari

Di buang ke sungai

5 Cawiyan Rt01/Rw04, Kel.

Cibuluh, Kec.Bogor Utara, Kota Bogor

06°.33.019' 106°.49.361' Tempe 64 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 30 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

6 Ismail Rt03/Rw03, Kel.

Cibuluh, Kec.Bogor Utara, Kota Bogor

06°.33.422' 106°.49.126' Tahu 320 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 2 m³/hari

Di buang ke sungai

7 Omo Rt03/Rw03, Kel.

Cibuluh, Kec.Bogor Utara, Kota Bogor

06°.33.427' 106°.49.122' Tahu 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 30 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

103

8 Komeng Rt03/Rw03, Kel.

Cibuluh, Kec.Bogor Utara, Kota Bogor

06°.33.423' 106°.49.125' Tahu 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 30 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

9 Dasar Rt03/Rw01, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.32.975' 106°.49.677' Tempe 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 30 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

10 Tarmidi Rt05/Rw01,Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.33.271' 106°.49.813' Tempe 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

11 Rafi

Kp.Selawi, Rt05/Rw03, Kel. Tanah Baru, Kec.

Bogor Utara, Kota Bogor.

06°.34.226' 106°.49.316' Sagu 600 kg/hari Batang Pohon

Kirai Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

12 Aan

Kp. Tali Kolot, Rt01/Rw01, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.816' 106°.49.615' Sagu 2 ton/hari Singkong Air limbah 3.000

liter/hari Di buang ke

sungai

13 Nur

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.919' 106°.49.737' Sagu 2 ton/hari Singkong Air limbah 3.000

liter/hari Di buang ke

sungai

14 Ata

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.915' 106°.49.737' Sagu 1,5 ton/hari Singkong Air limbah 2.500

liter/hari Di buang ke

sungai

15 Cak Makmun

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.898' 106°.49.816' Sagu 500 kg/hari Singkong Air limbah 1.000

liter/hari Di buang ke

sungai

16 H. Uking

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.918' 106°.49.805' Sagu 500 kg/hari Singkong Air limbah 1.000

liter/hari Di buang ke

sungai

104

17 Rohman

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.907' 106°.49.811' Sagu 1 ton/hari Singkong Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

18 Nasmin

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.898' 106°.49.816 Sagu 1 ton/hari Singkong Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

19 Sa'i

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.886' 106°.49.815' Sagu 500 kg/hari Singkong Air limbah 1.000

liter/hari Di buang ke

sungai

20 Uuf

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.884' 106°.49.815' Sagu 1 ton/hari Singkong Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

21 H. Lili

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.922' 106°.49.789' Sagu 1 ton/hari Singkong Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

22 H. Dayat

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.921' 106°.49.794' Sagu 1 ton/hari Singkong Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

23 Suminta

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.916' 106°.49.796' Sagu 500 kg/hari Singkong Air limbah 1.000

liter/hari Di buang ke

sungai

24 Sabur

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.911' 106°.49.797' Sagu 500 kg/hari Singkong Air limbah 1.000

liter/hari Di buang ke

sungai

25 Herman

Kp. Tali Kolot, Rt03/Rw04, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor Utara,

Kota Bogor

06°.33.905' 106°.49.798' Sagu 1 ton/hari Singkong Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

105

26 Encep Hidayat

Kp. Rambai, Rt02/Rw06, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.34.507' 106°.49.802' Tahu 2.000 biji/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 100 kg/hari

2.Air Limbah 3 m³/hari

Di buang ke sungai

27 Cahya

Pondok Aren, Rt03/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.33.688' 106°.49.700' Tahu 2.000 biji/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 100 kg/hari

2.Air Limbah 3 m³/hari

Di buang ke sungai

28 Dadih

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.34.240' 106°.49.806' Sagu 1 ton/hari Singkong Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

29 H. Toha

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.34.251' 106°.49.806' Sagu 400 kg/hari Singkong Air limbah 1.000

liter/hari Di buang ke

sungai

30 Oib

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.34.236' 106°.49.807' Sagu 1 ton/hari Singkong Air limbah 2.000

liter/hari Di buang ke

sungai

31 Mardi

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.34.245' 106°.49.808' Sagu 400 kg/hari Singkong Air limbah 1.000

liter/hari Di buang ke

sungai

32 Wahyudi

Kp. Rambai, Rt01/Rw03, Kel. Ciluar, Kec. Bogor Utara, Kota

Bogor

06°.34.248' 106°.49.810' Sagu 500 kg/hari Singkong Air limbah 1.000

liter/hari Di buang ke

sungai

33 H. Holik Kp. Sawah, Rw 10, Kel. Tanah Baru, Kec. Bogor

Utara, Kota Bogor

06°.35.745' 106°.49.048'

Papan Gypsum 100 lembar/hari Bubuk

Gipsum Air limbah 1 m3 Di buang ke sungai

34 Sri Rt02/Rw03, Kel. Tegal

Gundil, Kec. Bogor Utara, Kota Bogor

06°.35.343' 106°.48.845' Tempe 240 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari

2.Air Limbah 2 m³/hari

Di buang ke sungai

106

35 Mumu Rt02/Rw11, Kel. Tegal

Gundil, Kec. Bogor Utara ,Kota Bogor

06°.35.131' 106°.48.890' Oncom 500 biji/hari Ampas Tahu Air limbah 200

kg/hari Di buang ke

sungai

36 Surahman Rt02/Rw11, Kel. Tegal

Gundil, Kec. ,Kota Bogor

06°.35.126' 106°.48.904' Tempe 128 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

37 Mumah Rt03/Rw07, Kel. Tegal

Gundil, Kec. ,Kota Bogor

06°.34.712' 106°.48.682' Tahu 320 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari

2.Air Limbah 2 m³/hari

Di buang ke sungai

38 Ruslan Rt01/Rw18, Kel. Tegal

Gundil, Kec. Bogor Utara ,Kota Bogor

06°.34.688' 106°.48.686' Tempe 2.400 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 400 kg/hari

2.Air Limbah 11 m³/hari

Di buang ke sungai

39 Irwan Rt01/Rw18, Kel. Tegal

Gundil, Kec. Bogor Utara ,Kota Bogor

06°.34.686' 106°.48.682' Tempe 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

40 Wawan Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. ,Kota Bogor

06°.34.467' 106°.48.326' Tahu 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

41 Kardi Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. ,Kota Bogor

06°.34.480' 106°.48.337' Tempe 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

42 Mulud Rt03/Rw12, Kel. Bantar Jati, Kec. Bogor Utara

,Kota Bogor

06°.34.482' 106°.48.335' Tempe 48 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai kg/hari

2.Air Limbah m³/hari

Di buang ke sungai

43 Darmin Rt02/Rw12, Kel. Bantar

Jati, Kec. Bogor Utara,Kota Bogor

06°.34.542' 106°.48.729' Tempe 320 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari

2.Air Limbah 2 m³/hari

Di buang ke sungai

107

44 Alhayati Rt01/Rw10, Kel. Bantar

Jati, Kec. Bogor Utara,Kota Bogor

06°.34.769' 106°.48.130' Tahu 20 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 10 kg/hari

2.Air Limbah 0,5 m³/hari

Di buang ke sungai

45 Casmun Rt03/Rw02, Kel.

Babakan, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor

06°.35.544' 106°.48.482' Tempe 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

46 Fatma

Jl. Bojong Neros, Rt01/Rw13, Kel.

Paledang, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor

06°.36.264' 106°.47.698'

Bakpao, Siomay

100 biji/hari, 1.000 biji/hari Sagu Air limbah 0,5

m³/hari Di buang ke

sungai

47 Tomo

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.36.996' 106°.47.687' Oncom 800 biji/hari Ampas Tahu Air limbah 300

kg/hari Di buang ke

sungai

48 Raytina

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.36.988' 106°.47.687' Oncom 1.500 biji/hari Ampas Tahu Air limbah 500

kg/hari Di buang ke

sungai

49 Tuti

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.026' 106°.47.665' Tahu 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

50 Min

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.043' 106°.47.667' Tahu 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

51 Min

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.046' 106°.47.669' Oncom 700 biji/hari Kacang

Kedelai Air limbah 300

kg/hari Di buang ke

sungai

52 Ami

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.47.030' 106°.47.657' Oncom 2.500 biji/hari Ampas Tahu Air limbah 800

kg/hari Di buang ke

sungai

108

53 Adis

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.030' 106°.47.657' Tempe 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

54 Wahyudi

Muara Kidul, Rt01/Rw14, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.36.576' 106°.48.135' Tempe 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

55 Emad Rt01/Rw08, Kel.

Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.36.595' 106°.48.133' Tahu 32 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 15 kg/hari

2.Air Limbah 0,5 m³/hari

Di buang ke sungai

56 Diono Rt03/Rw12, Kel.

Gudang, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor

06°.36.596' 106°.48.152' Tempe 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

57 Sujirah

Rt01/Rw01, Kel. Lawang Gintung, Kec. Bogor Selatan, Kota

Bogor

06°.37.556' 106°.48.775' Tempe 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

58 Noneng Rt01/Rw05, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.150' 106°.48.547' Tahu 480 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 100 kg/hari

2.Air Limbah 3 m³/hari

Di buang ke sungai

59 Mangjari Rt01/Rw05, Kel.

Empang, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.150' 106°.48.547' Oncom 250 kg/hari Ampas Tahu Air limbah 100

kg/hari Di buang ke

sungai

60 H. Nana Ruhaimi

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota

Bogor

06°.37.301' 106°.48.616' Tahu 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

61 Maryam

Kp. Sawah, Rt01/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota

Bogor

06°.37.280' 106°.48.705' Tahu 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m3/hari

Di buang ke sungai

109

62 Amah

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota

Bogor

06°.37.261' 106°.48.682' Tahu 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

63 Soma

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota

Bogor

06°.37.260' 106°.48.684' Tahu 64 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 30 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

64 Misbah

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota

Bogor

06°.37.261' 106°.48.681' Tahu 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

65 Amir

Kp. Sawah, Rt03/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota

Bogor

06°.37.260' 106°.48.682' Tahu 64 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 30 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

66 M. Rohim

Kp. Sawah, Rt01/Rw06, Kel. Batu Tulis, Kec. Bogor Selatan, Kota

Bogor

06°.37.280' 106°.48.706' Tempe 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

67 Supriyadi

Jl. Warung Bandrek, Rt01/Rw05, Kel.

Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.36.858' 106°.48.366' Oncom 1.000 biji/hari Ampas Tahu Air limbah 400

kg/hari Di buang ke

sungai

68 Hj. Jaini Rt02/Rw14, Kel.

Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.067' 106°.48.494' Tahu 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

69 Rohma Rt02/Rw14, Kel.

Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.089' 106°.48.526' Tahu 240 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari

2.Air Limbah 2 m³/hari

Di buang ke sungai

70 Ano Rt02/Rw14, Kel.

Bondongan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.070' 106°.48.520' Tahu 240 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari

2.Air Limbah 2 m³/hari

Di buang ke sungai

110

71 Ujo Rt03/Rw03, Kel.

Pakuan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.841' 106°.49.256' Tahu 40 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 15 kg/hari

2.Air Limbah 0,5 m³/hari

Di buang ke sungai

72 Maman Rt03/Rw03, Kel.

Pakuan, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.37.819' 106°.49.232' Tahu Pong 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

73 Nuh Rt05/Rw09, Kel.

Katulampa, Kec. Bogor Timur, Kota Bogor

06°.37.827' 106°.50.045' Pala 3.000 biji/hari Buah Pala Air limbah 1

m³/hari Di buang ke

sungai

74 Entay

Rt01/Rw09, Kel. Sindangrasa, Kec. Bogor Timur, Kota

Bogor

06°.38.123' 106°.50.324' Tahu 80 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 25 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

75 Eko Rt03/Rw05, Kel.

Harjasari, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.38.039' 106°.50.280' Krupuk Kulit 6-10 lembar

kulit/hari Kulit Hewan Air limbah 3 m³/hari

Di buang ke sungai

76 Yaya Rt01/Rw05, Kel.

Harjasari, Kec. Bogor Selatan, Kota Bogor

06°.39.260' 106°.50.533' Tahu 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

77 Mukat

Rt04/Rw02, Kel. Sindangsari, Kec.

Bogor Timur, Kota Bogor

06°.39.347' 106°.50.415' Tahu 160 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 50 kg/hari

2.Air Limbah 1 m³/hari

Di buang ke sungai

78 Mukat

Rt04/Rw02, Kel. Sindangsari, Kec.

Bogor Timur, Kota Bogor

06°.38.905' 106°.50.870' Tempe 240 kg/hari Kacang

Kedelai

1.Ampas kedelai 70 kg/hari

2.Air Limbah 2 m³/hari

Di buang ke sungai


Recommended