+ All Categories
Home > Documents > kawasan rawan longsor dengan SIG

kawasan rawan longsor dengan SIG

Date post: 06-Sep-2015
Category:
Upload: andre-patriot-tampubolon
View: 28 times
Download: 6 times
Share this document with a friend
Description:
kawasan rawan longsor dengan SIG
24
PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus: Kabupaten Tegal Oleh: Joko Susilo ABSTRACT. Indonesia has physical nature which it sensitive to hazard like as earthquake, tsunami, and landslide. Most of them, natural hazard which it always happen in Indonesia is landslide, because about 45% of wide area in Indonesia is mountain area which it has hill steep and dangerous to be landslide hazard. A model to identified landslide area is very important as simplified from fact. With this model, the landslide area can be identified which it can be used as input in spatial planning in the next time. Tegal Regency as one of region wich it has mountain area and also has many people so the model of landslide will be applied in Tegal Regency. GIS (Geographic Information System) as a tool will be help to make easy in process and applicated. Output from execute identification landslide model is a landslide area map, which it has three categories; very dangerous area, rather dangerous area, and safety area. A model is scoring system which has mean 1 until 5 scor and weighted system from 7 (seven) variabel are slope, geology, rainfall, hidrogeology,infilltration rate, sesar area, and land cover. After the model applicated in Tegal Regency, it has output landslide area map which it about 4% area in Tegal Regency or ± 3600 ha is very dangerous category. In the next time, that map can used as input spatial planning in Tegal Regency. Keywords: Landslide, model, GIS PENDAHULUAN Keberadaan suatu wilayah tidak bisa terlepas dari adanya potensi bencana alam, sehingga harus siap pula untuk menghadapi bencana tersebut. Indonesia memiliki kondisi alam yang tergolong rawan terhadap bencana-bencana seperti gempa, tsunami, dan longsor. Namun bencana yang hampir terjadi pada setiap wilayah di Indonesia adalah bencana longsor, karena sekitar 45% luas lahan di Indonesia adalah lahan pegunungan berlereng yang peka terhadap longsor dan erosi. Hal ini merupakan hambatan sekaligus tantangan bagi perencanaan wilayah mengingat sebagaian besar wilayah kabupaten atau kota di Indonesia memiliki kawasan pegunungan. Namun kelerengan bukanlah penyebab utama longsor di Indonesia, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor dan erosi adalah faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang
Transcript

Pengembangan Model SIG Penentuan Kawasan Rawan Longsor

PAGE 81

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSORSEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANGStudi Kasus: Kabupaten Tegal

Oleh: Joko Susilo

ABSTRACT. Indonesia has physical nature which it sensitive to hazard like as earthquake, tsunami, and landslide. Most of them, natural hazard which it always happen in Indonesia is landslide, because about 45% of wide area in Indonesia is mountain area which it has hill steep and dangerous to be landslide hazard. A model to identified landslide area is very important as simplified from fact. With this model, the landslide area can be identified which it can be used as input in spatial planning in the next time.Tegal Regency as one of region wich it has mountain area and also has many people so the model of landslide will be applied in Tegal Regency. GIS (Geographic Information System) as a tool will be help to make easy in process and applicated.

Output from execute identification landslide model is a landslide area map, which it has three categories; very dangerous area, rather dangerous area, and safety area. A model is scoring system which has mean 1 until 5 scor and weighted system from 7 (seven) variabel are slope, geology, rainfall, hidrogeology,infilltration rate, sesar area, and land cover. After the model applicated in Tegal Regency, it has output landslide area map which it about 4% area in Tegal Regency or 3600 ha is very dangerous category. In the next time, that map can used as input spatial planning in Tegal Regency. Keywords: Landslide, model, GISPENDAHULUAN

Keberadaan suatu wilayah tidak bisa terlepas dari adanya potensi bencana alam, sehingga harus siap pula untuk menghadapi bencana tersebut. Indonesia memiliki kondisi alam yang tergolong rawan terhadap bencana-bencana seperti gempa, tsunami, dan longsor. Namun bencana yang hampir terjadi pada setiap wilayah di Indonesia adalah bencana longsor, karena sekitar 45% luas lahan di Indonesia adalah lahan pegunungan berlereng yang peka terhadap longsor dan erosi. Hal ini merupakan hambatan sekaligus tantangan bagi perencanaan wilayah mengingat sebagaian besar wilayah kabupaten atau kota di Indonesia memiliki kawasan pegunungan. Namun kelerengan bukanlah penyebab utama longsor di Indonesia, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor dan erosi adalah faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang utama adalah kelerengan, curah hujan, dan geologi. Sedangkan faktor manusia adalah semua tindakan manusia yang dapat mempercepat terjadinya erosi dan longsor.

TABEL 1SEBARAN DAN LUAS LAHAN PERBUKITAN-PEGUNUNGAN DI INDONESIAPulauLuas lahan (000 ha)

Perbukitan (500 m dpl) tipe APerbukitan- pegunungan (> 500 mdpl) tipe BPerbukitan- pegunungan (> 500 mdpl) tipe CTotal

Sumatera4.4328149.99215.238

Jawa, Madura3.5761.2501.6466.472

Kalimantan3.9928.05510.47122.518

Sulawesi2.5963.3377.99613.929

Maluku dan Nusa Tenggara4.0474.5002.43710.984

Papua3.14112.2873.60510.033

Total21.78430.24336.14788.174

Keterangan: Tipe A sangat terpencar; Tipe B bersambung tetapi dipisah oleh batas yang agak jelas;

Tipe C bersambung tetapi dipisah oleh batas yang sangat jelas.

Sumber: Statistik Sumberdaya Lahan Pertanian (Puslit Tanah dan Agroklimat, 1997)

PERUMUSAN MASALAH

Sebagian besar peristiwa longsor terjadi di daerah pegunungan yang memiliki kelerengan curam dan juga curah hujan yang tinggi. Keberadaan daerah rawan longsor selalu menjadi ancaman bagi kehidupan di sekitarnya, terutama masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan. Ironisnya, tidak sedikit pula masyarakat yang memilih untuk tinggal di daerah pegunungan karena potensi alam yang dimilikinya.

Identifikasi kawasan rawan longsor sangat diperlukan sebagai langkah awal untuk perencanaan tata ruang di masa mendatang. Keberadaan kawasan rawan longsor harus menjadi pertimbangan dalam proses penyusunan rencana tata ruang. Identifikasi kawasan rawan longsor dengan menggunakan SIG akan lebih mudah dan cepat dalam prosesnya. Selain itu juga lebih mudah untuk dilakukan suatu perubahan apabila terdapat pembaruan data, sehingga dapat dihasilkan informasi yang lebih akurat.

TUJUANPenelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model SIG penentuan kawasan rawan longsor yang akan dipergunakan untuk mengidentifikasi kawasan rawan longsor sebagai masukan dalam rencana tata ruang dengan studi kasus Kabupaten Tegal.SASARAN 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan bencana longsor 2. Membangun model SIG

3. Mengaplikasikan model SIG untuk identifikasi kawasan longsor.

4. Memetakan tingkat kerawanan longsor pada wilayah studi

5. Memetakan kesesuaian lahan pada kawasan rawan longsor

6. Memberikan masukan untuk rencana tata ruang.

LANDASAN TEORITIS

Pemodelan penentuan kerawanan longsor dibuat dengan membagi masing-masing faktor ke dalam lima kriteria dengan nilai atau skor minimal 1 dan skor maksimal 5. Sedangkan untuk pembobotan faktor kelerengan, geologi dan curah hujan masing-masing 20%, sedangkan faktor lainnya seperti kedalaman air tanah, laju infiltrasi, zona patahan dan penutup lahan yaitu 10%. Pembobotan tersebut didasarkan pada besarnya pengaruh terhadap terjadinya longsor di beberapa wilayah.1. Kelerengan / Kemiringan

Menurut Deptan, makin curam lereng makin besar pula volume dan kecepatan aliran permukaan yang berpotensi menyebabkan erosi. Selain kecuraman, panjang lereng juga menentukan besarnya longsor dan erosi. Makin panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar. Adapun skoring dari faktor kelerengan dapat dilihat pada tabel berikut;

TABEL 2

SKORING FAKTOR KELERENGAN

Kelerengan (20%)KeteranganSkor

< 2% datar1

2 - 15% berombak2

15 - 25% bergelombang3

25 45% berbukit4

>45%Bergunung, curam5

Sumber: Kepmentan no.837 Th 19802. Geologi

Ilmu geologi mencakup studi tentang tanah (soils) dan batuan (rocks). Tanah dapat terdiri atas bongkah, kerakal, kerikil, pasir (sand), lanau (silt), lempung (clay). Sedangkan jenis-jenis batuan (rocks) dapat meliputi breksi, konglomerat, sandstone (batupasir), siltstone (batulanau), dan claystone (batulempung) yang terbentuk dari unsur-unsur tanah (soils). Jenis-jenis batuan lainnya yaitu:

Aluvium Aluvium Pantai: lempung, mengandung material organik, mudah digali, pemeabilitas rendah, jenuh air.

Aluvium Sungai: lempung, pasir, kerikil, kerakal, dengan komposisi andesitik - basaltik, lepas-lepas, mudah digali, permabilitas tinggi.

Aluvium Lembah: lempung tufan, pasir, lepas-lepas, mudah digali/permeabilitas sedang-tinggi, muka air tanah dangkal. Endapan Pematang PantaiPasir halus dengan komposisi andesitik, mengandung fragmen cangkang, lepas-lepas, mudah digali, air tanah dangkal, terdapat air tanah segar.

Endapan Vulkanik MudaLempung tufan, pasir tufan, konglomerat, endapan lahar, pelapukan dalam, muka air tanah dalam.

TABEL 3

SKORING FAKTOR GEOLOGI

Klasifikasi GeologisPeriode PembentukanDeskripsiUnsur GeologiSkor

Qs

(Batuan Sedimen)PleistosenEndapan Danau dan Sungai Tua :

pasir, lanau dan lempung Aluvium muda

(berasal dari campuran endapan muara dan endapan sungai)

Aluvium, endapan kipas aluvial

(Aluvium muda berasal dari endapan gunung)1

Qv

(Batuan Gunung Api)HolosenBatuan Gunung Api Muda :

lava. bom, lapili, dan abu Tefra berbutir halus

Aluvium muda

(berasal dari endapan gunung berapi)2

QTv

(Batuan Gunung

Api)Pleistosen-

PliosenTuf, tuf lapili, breksi dan lava bersifat andesit banyak mengandung pecahan batu apungTefra berbutir halus, tefra berbutir kasar3

Tmv

(Batuan Gunung

Api)Miosen TengahBreksi,aglomerat, tuf dan lava,

bersifat andesit basalt, mengandung sisipan batupasir, batulanau serpih dan batugamping.Andesit,basalt, tefra berbutir halus, tefra berbutir kasar4

Andesit, Basalt5

Sumber : Putra, 2006 dan modifikasi penyusun

3. Curah Hujan

Hujan adalah peristiwa di mana titik air yang semula berupa uap-uap air yang berkumpul di udara yang jatuh ke permukaan bumi berupa cair atau pun padat. Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap kejadian longsor dan erosi. Air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan menjenuhi tanah menentukan terjadinya longsor, sedangkan pada kejadian erosi, air limpasan permukaan adalah unsur utama penyebab terjadinya erosi. Menurut Fornier (1972), diantara faktor energi yang paling berpotensial sebagai faktor utama terkait dengan terjadinya erosi tanah longsor adalah energi kinetik air hujan dan limpasan permukaan. Adapun skoring dari faktor curah hujan dapat dilihat pada tabel berikut;

TABEL 4

SKORING FAKTOR CURAH HUJAN

Curah hujan (20%)Skor

5000mm/th5

Sumber: Fornier, 1972 dan modifikasi penyusun4. Kandungan Air Tanah

Menurut Tolman (1937) dalam Wiwoho (1999:26), ditinjau dari kedudukannya terhadap permukaan, air tanah dapat disebut:

(i) air tanah dangkal (air bawah tanah tak tertekan), umumnya berasosiasi dengan akifer tak tertekan, yakni yang tersimpan dalam akuifer dekat permukaan hingga kedalaman 15 - 40 m.

(ii) air tanah dalam (air bawah tanah tertekan), umumnya berasosiasi dengan akifer tertekan, yakni tersimpan dalam akuifer pada kedalaman lebih dari 40 m.

Adapun skoring dari faktor kedalaman air tanah dapat dilihat pada tabel berikut;

TABEL 4

SKORING FAKTOR KEDALAMAN AIR TANAH

Kedalaman Air Tanah (10%)Keterangan Skor

Air tanah dalam (>40m)akifer tertekan

(air tanah produktif sedang- langka)1

Air tanah dangkal (5000 m dari garis patahanZona bebas/aman gempa1

Sumber: Kelarestaghi, 2003 dan modifikasi penyusun

7. Penutup Lahan (Land Cover)

Penutupan lahan menurut Sven Theml (2006) dapat dibedakan menjadi permukiman dan tempat kegiatan, persawahan, perkebunan, tegalan/ladang, semak belukar, tanah kosong/gundul, bukit pasir, hutan, dan daerah perairan.

Adapun skoring dari faktor penutupan lahan dapat dilihat pada tabel berikut;

TABEL7SKORING FAKTOR PENUTUPAN LAHAN

Penutupan Lahan (10%)Skor

Hutan1

Permukiman, Sawah, Perkebunan2

Tegalan/ladang3

Semak belukar4

Bukit pasir, Tanah kosong5

Sumber: Theml ,2006 dan modifikasi penyusunMETODOLOGI PENELITIANMetode Pengumpulan Data

Survai primer

Observasi visual, meliputi pemetaan, dan foto terhadap kawasan studi.

Survai Sekunder

Survai sekunder meliputi pengumpulan datadata berupa literatur melalui instansiinstansi yang terkait dengan identifikasi kawasan longsor, yaitu BAPEDA, BPN, BMG dan Dinas Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Air.

Metode Analisis

Metode yang digunakan adalah kuantitatif yang meliputi:

1. Analisis ScoringAnalisis scoring dilakukan dengan pemberian skor berdasarkan karakteristik kriteria yang ada pada tiap variabel.2. Simulasi Model (Model Builder)

Simulasi model dalam penelitian ini merupakan sebuah model analisis berwujud sebuah aplikasi yang dibuat melalui software SIG (Sistem Informasi Geografis) yaitu ArcView, Spatial Analist 2.0 khususnya ektension model builder. Kelebihan dari model builder adalah lebih mudah dipahami, dieksekusi, disimpan, dan dimodifikasi oleh pengguna.

3. Deskriptif Output Model Untuk Masukan Rencana Tata Ruang

Analisis selanjutnya berupa deskripsi dari output arithmetic overlay (evaluasi kesesuaian lahan), dengan tujuan untuk memberikan masukan dalam rencana tata ruang secara umum pada wilayah studi, khususnya di daerah yang teridentifikasi rawan longsor. ANALISIS PENYUSUNAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG

Analisis Skoring Karakteristik Fisik Alam Terkait Longsor

Analisis Kelerengan / Kemiringan

Pada wilayah bagian selatan Kabupaten Tegal memiliki kelerengan yang curam. Sekitar 8% dari seluruh wilayah Kabupaten Tegal adalah kawasan dengan kelerengan lebih dari 45% yaitu sebagian wilayah Kecamatan Bumijawa dan Kecamatan Bojong. Kawasan tersebut juga berada pada ketinggian lebih dari 750 mdpl. Keadaan demikian menjadi salah satu pendorong terjadinya peristiwa longsor. Kawasan dengan kelerengan lebih dari 45% diberikan skor paling tinggi karena sifatnya yang rentan terhadap longsor. Hampir seluruh peristiwa longsor terjadi pada kawasan yang berlereng curam, seperti pada daerah pegunungan atau daerah sempadan sungai. Sedangkan skor terendah diberikan pada kawasan yang memiliki topografi datar atau kelerengan kurang dari 2% seperti pada sebagian Kecamatan Kramat, Kecamatan Suradadi, dan Kecamatan Warurejo. Skor tertinggi yang diberikan adalah 5 (lima) sedangkan skor terendah adalah 1 (satu).

Analisis Geologi

Keberadaan geologi di wilayah Kabupaten Tegal pada bagian utara seperti Kecamatan Kramat, Kecamatan Suradadi, dan Kecamatan Warurejo serta bagian barat seperti Kecamatan Margasari dan Kecamatan Pagerbarang terdiri atas aluvium, dimana pada jenis ini bersifat stabil atau tidak rentan terhadap longsor. Aluvium terdiri atas lempung, lanau, pasir dan kerikil. Lapisan ini mudah menyerap air dan berada pada kawasan pantai yang dimana morfologinya datar sehingga skor untuk lapisan geologi ini merupakan terendah yaitu 1 (satu) karena sifatnya yang paling stabil terhadap longsor.

Sedangkan lapisan dengan skor tertinggi yaitu 5 (lima) adalah lapisan hasil gunung api kwarter muda yang terdapat pada wilayah selatan Kabupaten Tegal yaitu Kecamatan bojong dan Bumijawa. Lapisan ini terdiri atas breksi, lava, tufa, aliran lava andesit batu pasir, dan bongkahan batuan gunung api. Formasi pada lapisan ini merupakan formasi labil, karena terdiri atas batupasir dan tanah berbutir halus. Sifatnya mudah menyerap air sehingga mudah jenuh air yang menyebabkan lapisan ini mudah labil dan terjadi longsor. Selain itu lapisan jenis ini juga terdapat pada daerah dengan kelerengan curam yang lebih dari 45%, sehingga semakin membuat labil terhadap longsor.

Analisis Curah Hujan

Suatu wilayah dengan curah hujan yang relatif besar namun terjadi dalam waktu yang singkat tidak berpengaruh besar dalam terjadinya peristiwa longsor. Sebaliknya juga, suatu wilayah dengan waktu hujan yang lama, namun curah hujan yang terjadi kecil tidak berpengaruh besar terhadap terjadinya peristiwa longsor. Curah hujan yang dapat mendorong terjadinya peristiwa longsor adalah curah hujan yang besar yang terjadi dalam waktu yang relatif lama. Sehingga data yang diperlukan untuk menentukan kerawanan longsor adalah curah hujan tahunan yang merupakan rata-rata hujan yang terjadi dalam waktu satu tahun.

Untuk wilayah Kabupaten Tegal, curah hujan yang tertinggi berada pada wilayah selatan yaitu Kecamatan Bojong dan Kecamatan Bumijawa dimana merupakan daerah kaki Gunung Slamet. Curah hujan tahunan pada daerah ini mencapai lebih dari 5000 mm. Hampir setiap hari terjadi hujan pada kawasan tersebut dan waktunya juga relatif lama. Sehingga pada kawasan ini diberikan skor tertinggi yaitu 5 (lima). Curah hujan semakin rendah menuju wilayah bagian utara Kabupaten Tegal. Curah hujan terendah adalah pada wilayah pantai Kabupaten Tegal seperti Kecamatan Kramat, Kecamatan Suradadi, dan Kecamatan Warurejo yaitu kurang dari 2000mm/th. Oleh sebab itu pada kawasan tersebut skor yang diberikan adalah terendah.

Analisis Kandungan Air Tanah

Sebagian besar wilayah Kabupaten Tegal bagian utara memiliki kandungan air tanah yang dangkal. Air tanah dangkal tersebut terdiri atas jenis akuifer dengan tingkat produktifias sampai dengan tinggi. Tingkat produktivitas yang tinggi tersebut dapat dilihat dari debit sumur antara 5-10 liter/detik. Tingkat produktivitas yang tinggi tersebut dapat berpengaruh pada kestabilan tanah terhadap longsor. Pada umumnya tanah yang memiliki kandungan air tanah dengan kedalaman < 40m (dangkal), cenderung jenuh air. Sehingga pada saat terjadi hujan, maka tingkat kejenuhan akan mencapai puncaknya sehingga tanah mudah labil dan mudah pula untuk terjadi longsor terutama pada daerah yang berkelerengan curam. Sehingga pada kawasan yang memiliki kandungan air tanah dangkal diberikan skor paling tinggi yaitu 5 (lima). Sedangkan kawasan air tanah dalam berada pada wilayah bagian timur sampai dengan selatan. Pada kawasan ini memiliki jenis akuifer dengan tingkat produktivitas rendah. Tingkat produktivitas yang rendah berarti debit sumur yang ada juga rendah yaitu


Recommended