+ All Categories
Home > Documents > KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

Date post: 24-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 5 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
12
KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI KELAPA SAWIT: ANTARA VISIKERAKYATAN DANEFISIENSI Priyonggo Suseno Abstract Crude Palm Oil industry is one ofthe mature industrial sectors in Indone sia. This industry has been growing since 1939. Unfortunately, this industry still could not grow steadily although government has give incentives to this industry. Theprofitable exchange rate (FOB price) ofCPO could not raise the export volume. On the other hand, Indonesian people expect this industry to improve because of the great need ofthis s product. Based on this situation, this article extends proposals to improve this in dustry. It extends that we can stimulate CPO industrial growth directly or indirectly from related basic needs industrialpolicy. Therefore, this article suggests that go vernment should make an interrelation policy on this industry. PROBLEMATIKA SEBUAH INDUSTRI TUA Kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) merupakan salah satu industri di In donesia yang sudah cukup dewasa, balk da- lam percaturan naslonal maupun intema- sional. Akan tetapi, hihgga awal tahun 1998 pemerintah Indonesia masih disibukkan untuk turut mengatur tata niaga industri ter- sebut. Terlebih lagi, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, sembilan bahan pokok menjadi sangat krusial, dan satu diantaranya adalah minyak goreng yang menggunakan CPO sebagai bahan utamanya. Pada awal tahun 1998, isyu kenai- kan harga sembako, khususnya minyak goreng sering dikaitkan dengan situasi pro- duksi dan pasar CPO. Diduga dengan naik- nya nilai dollar Amerika terhadap rupiah lebih menarik para pengusaha CPO -yang sebagian besar adalah BUMN- untuk lebih banyak mengekspor produknya, daripada memenuhi permintaan dalam negeri. Akhir- nya, stok CPO untuk kepentlngan domestik kian menipis. Sekilas hal ini dapat mencer- JEP Vol." 4 No. 1,1999 minkan lemahnya industri CPO Indonesia dimana pada saat harga cukup merangsang tidak mampu memenuhi permintaan konsu- mennya. Jika dilihat dari usianya, industri CPO sudah lahir di Indonesia sejak tahun 1939, dengan menguasai 45% pangsa ekspor CPO dunia dan itu 90% produksi CPO di Indonesia. Jika bayi harus dilatih berjalan, maka industri CPO ibarat manula yang perlu tongkat untuk berjalan. Semakin lama, pro- porsi dan pangsa ekspor CPO semakin menurun, .meskipun tingkat produksinya semakin meningkat. Hal ini berkaitan erat dengan strategi industrialisasi di Indonesia yang lebih menekankan pada industri sub- stitusi impor daripada industri promos! ekspor. Sementara itu, meningkatnya per mintaan CPO domestik temyata semakin melemahkan peran ekspor, meskipun selisih antar harga domestik dengan harga FOB (ekspor) cukup merangsang. Hal ini mencerminkan semakin melemahnya bar gaining power: industri CPO di pasaran 11
Transcript
Page 1: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI

KELAPA SAWIT: ANTARA VISIKERAKYATAN

DANEFISIENSI

Priyonggo Suseno

Abstract

Crude Palm Oil industry is one ofthe mature industrial sectors in Indonesia. This industry has been growing since 1939. Unfortunately, this industry stillcould not grow steadily although government has give incentives to this industry.Theprofitable exchange rate (FOB price) ofCPO could not raise the export volume.On the other hand, Indonesian people expect this industry to improve because ofthegreat need ofthis s product.

Based on this situation, this article extends proposals to improve this industry. It extends that we can stimulate CPO industrial growth directly or indirectlyfrom related basic needs industrial policy. Therefore, this article suggests that government should make an interrelation policy on this industry.

PROBLEMATIKA SEBUAH

INDUSTRI TUA

Kelapa sawit atau Crude Palm Oil(CPO) merupakan salah satu industri di Indonesia yang sudah cukup dewasa, balk da-lam percaturan naslonal maupun intema-sional. Akan tetapi, hihgga awal tahun 1998pemerintah Indonesia masih disibukkanuntuk turut mengatur tata niaga industri ter-sebut. Terlebih lagi, sejak krisis ekonomimelanda Indonesia, sembilan bahan pokokmenjadi sangat krusial, dan satu diantaranyaadalah minyak goreng yang menggunakanCPO sebagai bahan utamanya.

Pada awal tahun 1998, isyu kenai-kan harga sembako, khususnya minyakgoreng sering dikaitkan dengan situasi pro-duksi dan pasar CPO. Diduga dengan naik-nya nilai dollar Amerika terhadap rupiahlebih menarik para pengusaha CPO -yangsebagian besar adalah BUMN- untuk lebihbanyak mengekspor produknya, daripadamemenuhi permintaan dalam negeri. Akhir-nya, stok CPO untuk kepentlngan domestikkian menipis. Sekilas hal ini dapat mencer-

JEP Vol." 4 No. 1,1999

minkan lemahnya industri CPO Indonesiadimana pada saat harga cukup merangsangtidak mampu memenuhi permintaan konsu-mennya.

Jika dilihat dari usianya, industriCPO sudah lahir di Indonesia sejak tahun1939, dengan menguasai 45% pangsa eksporCPO dunia dan itu 90% produksi CPO diIndonesia. Jika bayi harus dilatih berjalan,maka industri CPO ibarat manula yang perlutongkat untuk berjalan. Semakin lama, pro-porsi dan pangsa ekspor CPO semakinmenurun, .meskipun tingkat produksinyasemakin meningkat. Hal ini berkaitan eratdengan strategi industrialisasi di Indonesiayang lebih menekankan pada industri sub-stitusi impor daripada industri promos!ekspor.

Sementara itu, meningkatnya permintaan CPO domestik temyata semakinmelemahkan peran ekspor, meskipun selisihantar harga domestik dengan harga FOB(ekspor) cukup merangsang. Hal inimencerminkan semakin melemahnya bargaining power: industri CPO di pasaran

11

Page 2: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

PriyonggoSuseno. Kebijakan Berorientasi Ganda... ISSN: 1410 - 2641

dunia. Pemerintah tel^ mengambil berbagaikebijakan untuk hal Itu, terutama untuk me-ningkatkan produks! dan efisiensi. KetikaIndonesia mengaiami krisis akhir-akhir ini,kebijakan ini dirasa kurang menguntungkan,sehingga berdampak pada industri lain yangsangat berkaitan dengan hajat hidup orangbanyak seperti minyak gbreng. Tingginyaharga CPO telah mendorong naiknya harga-harga komoditi vital. Oleh karena itu, kebijakan terhadap CPO tidak boleh hanya mem-pertimbangkan kepentingan industri ini saja,namun juga industri-industri yang terkait de-ngannya. Industri CPO yang cukup tinggimemiliki keterkaitan dengan industri lain.

PERKEMBANGAN INDUSTRI

KELAPA SAWIT

Industri kelapa sawit sudah berkem-bang di Indonesia sejak Indonesia belum mer-deka. Dengan nilai keterkaitan yang besar,terutama pada sektor-sektor hilir, industri inimampu bertahan hingga kini. Perkembanganindustri kelapa sawit dapat dilihat dari berbagai sudut, diantaranya perkembangan pro-

duksi, perkembangan jumlah perusahaan,dan penyerapan tenaga kerjanya.

Perkembangan usaha tersebut dapattercermin dari luas lahan perkebunan. Namunkarena adanya penggunaan kapasitas lahanyang masih kurang {under capacity), makaluas lahan belum tentu mencerminkanperkembangan tersebut. Di sisi lain, jumlahperusahaan kelapa sawit cukup sulit untukdihitung, karena adanya penggunaan bahanbaku minyak kelapa dan minyak kelapa sawitdalam suatupabrik. Dalam data BPS, industrikelapa sawit tergabung ke dalam jenis industri minyak kelapa (ISIC 31151) dan industriminyak tumbuhan lainnya(ISIC 31159).

Menurut Hasibuan (1985),perkembangan ekspor CPO tidak sejalandengan perkembangan produksinya. Sejaktahun 1976, Indonesia cenderung untuk me-ngurangi volume ekspor meskipun masihcukup menguntungkan. Pada tahun 1976,volume minyak sawit yang diekspor menca-pai 94% dari produksitotal, akan tetapi padatahun 1981 el^pormenurunmenjadi23%danpadatahun 1984menurunlagimenjadi 15%.

12

Tabel 1.Luas Perkebunan Kelapa Sawit, dan Produksi IndonesiaTahun 1976- 1997

Tahun Luas Lahan (000 ha) Produksi(000 ton)

1976 159,0 431,01980 200,6 721,21985 309,5 1.215,91986 419,2 1.350,71987 476,9 1.381,21988 525,9 1.609,31989 569,7 1.860,41990 773.8 2.096,91991 779,3 1.843,61992 819,8 2.186,01993 881,0 2.288,31994 865,3 1.930,31995 1.043,6 2.476,41996 1.245,9 2.569,51997 1.504.4 2.980,9

Pertumbuhan rata- 7,7% 12,8%rata/th (%)

Sumber: BPS, beberapa tahun

JEP Vol. 4 No. 1, 1999

Page 3: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

ISSN: 1410-2641 ' Priyonggo Suseno. Kebijakan Berorieniasi Ganda

Tabel 2 Jumiah Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia,menurut Kepemilikan tahun 1996

Bentuk Usaha Jumiah Persentase

PTPN 129 61,43%P.T. 15 7,14%C.V. 11 5,24%Firma 2 0,95%Koperasl 1 0,48%Perorangan 20 9,52%Lainnya 22 10,47%.

Sumber: Institutefor Development and ofEconomic and Finance

Di sisi Iain, produksi CPO terusmeningkat. Hal tersebut disebabkan olehsemakin tingginya permintaan minyak sawitdomestik dan semakin pentingnya kebu-tuhan dalam negeri daripada kebutuhan eks-por - sebagaimana strategi pembangunanyang mengutamakan pada industri substitusiimpor. Hal itu didukung oleh kenyataanbanyaknya perusahaan CPO yang dikelolaoleh negara (BUMN) hingga masih diatas60%.

Sejak Indonesia muial membukakembali kran perdagangan intemasional,pada tahun 90-an produksi CPO meningkattajam. Dari tahun 1991 hingga 1995, produksi meningkat rata-rhta 22,94% per tahundan pada tahun 1994 pangsa ekspor menca-pai 57% dari produksi total. Akan tetapipada tahun 1995, ekspor kembali melemahdengan pangsa 38% dari produksi total.Tampaknya bukan hanya falaor harga yangturut berpengaruh terhadap ekspor tersebut.

Di sisi lain, adanya industri substitusi dapat menjadi hambatan bagi perluasanpasar CPO. Pada tahun 1976, industriminyak kelapa menggunakan bahan bakudari minyak sawit sebanyak 270 ribu ton,kemudian pada tahun 1985 mencapai hampir900 ribu ton dan pada tahun 1995 hampir2,37 juta ton. Peningkatan produksi tersebutdisebabkan oleh adanya konversi pada in

JEPVol.-4No. 1^ 1999

dustri minyak goreng menuju minyak kelapasawit dari bahan-bahan lainnya, disampingadanya faktor penggunaan bibit unggul padaperkebunan sawit.

PERAN INDUSTRI SUBSTITUSI

Industri kelapa sawit dunia temyatatetap beikembang dari dulu hingga sekarang.Sejak tahun 50-an hinggasekarang, Indonesiamasih menjadi salah satu negara penghasilminyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia.Padatahun 1950, Indonesia menguasai 15,85%pasaran CPO duni^ sedangkan Malaysia sudahmenguasai 56,63%. Pada akhir tahun 1995,pangsa Indonesia sudah meningkat menjadi20,79% dan temyata Malaysia masih me-megang rekor dengan pangsa 49,44%. Artinyadengan lahan yang sangat luas dan menin^t,dan dalam w^tu lebih dari 40tahun, Indonesiabelum mampu untuk menandingi Malaysiadalam mengembangkan industri CPO. Ten-tunya, hal itu tidak dapatdilepaskan dari penggunaan teknologi dan budi daya peikebunansawk yang dikemban^can.

Dari tabel 3 di bawah dapat ditunjuk-kan bahwa pangsa ekspor CPO Indonesia adagejala meningkat terns, sementara Malaysiacenderung menurun. Jika Indonesia mampumempertahankan produksi dan ekspor, diperki-rakanakan mampu menyamai Malaysia padatahun 2050-an, dengan pangsa 40,80%.

13

Page 4: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

PriyonggoSuseno. Kebijakan Berorieniasi Ganda... ISSN : 1410-2641

Tabel 3. Pangsa CPO di Pasaran Dunia (persen)

Tahun Indonesia Nigeria Malaysia Lainnya Total (juta ton)

1950 15.85 9.52 56.63 19.32 4549

1985 18.19 4.49 60.49 17.78 . 6832

1990 22.05 5.3 55:67 16.98 10943

1991 23.28 5.3 53.78 17.5 11415

1995 20.79 5.08 49.44 14.68 15363

Sumber; Institutefor Development ofEconomic and Finance

Tabel 4. Pangsa MinyakCPO terhadapMinyakNabati di Pasaran Dunia

1963-67 1973-77 1983-87 1993-97 Pertumbuhan93-97(%)

Prod.Tot (rb ton) 34.151 45.606 67.41 92.028 39.29

Pangsa (%):• Minyak Sawit . 4.0 5.90 10.00 18.00 65.66

• Minyak kedelai 12.00 18.40 20.90 23.00 25.66

• Rape Seed Oil 4.00 5.60 8.90 10.10 37.47

• My Bg Matahari 8.10 8.00 9.60 9.10 4.52

• Lainnya 71.90 62.10 50.10 39.70 -17.90

Sumber: BPS, Indikator Ekonomi Indonesia, berbagai tahun, diolah.

Sementara itu, jika dilihat dari in-dustri pesaing, yaitu industri substitusinya,-minyak nabati lain,- pangsa CPO cukup me-ningkat. Dari tahun 1960 hingga 1997,pangsa CPO terhadap minyak nabati me-ningkat lebih dari 10%, yaitu dari 4% padatahun 1963 menjadi 14,9% pada tahun 1997.Hal ini mencerminkan adanya pergeseranpenggunaan minyak nabati menuju keminyak kelapa sawit, terutama minyak ke-lapa. Peluang besar ini temyata belum optimal dimanfaatkan di Indonesia. Kenaikan

pangsa CPO Indonesia^di pasaran dunia me-ningkat dengan peningkatan yang lebih kecildaripada peningkatan pangsa minyak CPOterhadap minyak nabati dunia. Sementaraitu, industri minyak kedelai dan rape seedoil meningkat cukup tinggi pula., meskipuntingkat perkembangannya lebih lambatdaripada CPO. Gambaran tersebut mem-berikan ilustrasi adanya peluang untuk me-ningkatkan produksi CPO, baik karena naik-

14

nya permintaan maupun karena adanyapergeseran penggunaan bahan baku padaindustri minyak nabati lainnya.

Ancaman industri substitusi yangpaling besar datang dari industri minyakkedelai. Dengan pertumbuhan yang cukuptinggi dan pangsa sekitar 23%, bisa jadidapat menghambat perluasan pasar CPO jikaindustri CPO tidak memiiki keunggulankompetitif.

Dari tabel di atas, dapat juga dilihatbahwa dalam waktu yang tidak lama, CPOakan akan mendominasi pasaran minyaknabati dunia. Produksi minyak nabati meningkat rata-rata 39,29% per tahun, sedang-kan minyak sawit meningkat lebih tajam(65,66% per tahun).

KETERKAITAN ANTAR INDUSTRI

Sisi lain yang membawa perkem-bangan industri CPO cukup pesat adalahkarena kedudukan industri kelapa sawit

JEP Vol. 4 No. 1, 1999

Page 5: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

ISSN; 1410-2641

sebagai suatu produk industri hulu. Ber-bagai jenis industri yang mengkonsumsiCPO merupakan industri-industrl strate-gls (sembilan bahan pokok),. sepertiminyak goreng dan 'sabun, dimana per-mintaannya tidak (jarang) menurun.Diagram di bawah menggambarkanketerkaitan industri minyak sawit de-ngan industri hulu dan hilir.

Pada diagram di bawah teriihatbetapa industri kelapa sawit memilikiketerkaitan {linkages) yang besar, teru-tama keterkaitan ke depan atau kemampuanuntuk menarik industri-industri hilir. Khusus

untuk industri CPO (minyak sawit) minima!

Priyonggo Suseno. Kebijakan Beroriemasi Ganda ...

terdapat sembilan industri konsumen (hilir)yang strategis, yaitu minyak goreng, margarine, sabun, dan beberapa produk oleokimia.

Penggunaan CPO terbesar ada-lah untuk minyak goreng, dengan rata-rata pangsa 71,07% pada periode 1991-1995, dan kedua adalah oleokimia yangmencapai 15,65%. Volume konsumsiCPO oleh industri hilir strategis cukuptinggi, yaitu 1,767 ribu ton untukminyak goreng pada tahun 1995 dan392 ribu ton untuk industri oleokimia.

Hal ini mencerminkan adanya salingketergantungan yang tinggi antarindustri-industri tersebut.

Diagram 1, Industri Hulu dan Hilir pada Industri Kelapa Sawit

Buah Sawit

KelapaSawit

JEPVol.4No. 1, 1999

Tandon

Minyak SawitCPO

Bill Sawit

My Masak

Sabun

Lemak

M Inti Sawit

- My. Goreng- Margarine- Shortening- Sabun Cuci

- Sbn Mandi

- Kosmetik

- Glycerin

- Asam

- My Goreng- Mkn Temak

- Ind.RT

- Ind. Kimia

- Ind. RSakit

- Ind. Kend.

Bermotor

Ampas IntiSawit -•

} \ Arang 1

Karbon Aktif

Ind.Pupuk

15

Page 6: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

Priyonggo Suseno. Kebijakan Berorienlasi Ganda...

Industri minyak goreng cukup ba-nyak membutuhkan CPO. sebagai input, dandi sisi lain, pasaran CPO banyak dikonsumsioleh industri minyak goreng. Dengandemikian setiap kebijakan yang dikenakanpada industri CPO, maka dalam jangkapendek akan cukup berpengaruh terhadapkondisi industri minyak goreng dan industrihilir lainnya.

ISSN; 1410-2641

Jika dilihat dari pangsa alokasipenggunaan CPO oleh industri hilir,Industri minyak goreng dan oleoklmiamengkonsumsi CPO terbesar, namun jugatidak boleh diabaikan akan permlntaanCPO oleh industri margarin dan sabun,dimana permintaannya berkembang daritahun ke tahun dengan cepat (di atas 15%per tahun).

Tabel 5. Konsumsi CPO MenurutTahun 1991

Industri Pemakai dan Pekembangannya1995 (dalam ton)

Tahun M Goreng Margarin Sabun Oleokimia Lainnya Total Pertumbuhan/

Th(%)

1991 1127958 62646 102622 252326 26925 1572477

1992 1687540 84321 129472 324982 150622 2376937 51.16

1993 1611249 90896 130381 345342 153683 2231551 -6.12

1994 2041408 110021 153670 477827 113889 2896815 29.81

1995 2367767 124423 169991 560529 163329 3386039 16.89

Rala2 1767184 94461 137227 392201 101690 2492764 22.94

Sumber: BPS, Berbagai Tahun, diolah

Tabel 6. PangsaKonsumsi CPO Indonesia Menurut Industri Pengguna(%)

Tahun M Goreng Margarin Sabun Oleokimia Lainnya

1991 71.73 3.98 6.53 16.05 1.71

1992 71.00 3.55 5.45 13.67 6.34

1993 72,20 4.07 5.84 15.48 2.41

1994 70.47 3.80 5.30 16.49 3.93

1995 69.93 3.67 5.02 16.55 4.82

Rata2 71.07 3.82 5.63 15.65 3.84

Sumber: BPS, Indikator Ekonomi, Berbagai Tahun, diolah

Tabel 7. Pertumbuhan Produksi Industri Hilir dan

Konsumsi CPO Indonesia tahun 1995

Komoditi Pertumbuhan Produksi Pertumbuhan Konsumsi CPO

1993 1995 1993 1995

Minyak -4,53% 17,77% -4,52% 21,94%

Goreng 7,80% 16,96% ' 1,19% 19,13%

Margarine 0,70% 13,66% 1,70% 13,84%Sabun 6,26% 9,72% 12,35% 22,68%

Oleokimia

Sumber: Institutefor DevelopmentofEconomicand Finance, diolah

16 JEP Vol. 4 No. 1, 1999

Page 7: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

ISSN : 1410 - 2641

.Dengan demikian dapat dipasti-kan bahwa perkembaiigan industri CPOsangat tergantung dari produksi-dan per-mintaan akan minyak goreng dan oleoki-mia (industri rumah tangga dan kos-metlk). Berarti pula bahwa naik-turunnyaprpduksi atau konsumsi minyak sawitsejalan dengan perkembangan produksipada industri-industri hilir. Pada tahun1993, produksi minyak'goreng menurun4,52% dan demikian pula produksiminyak sawit juga mengalami penurunan6,I2%.'Besar dan kecepatan efek timbalbalik in! tergantung .dari pangsa .produkCPO (terhadap total produk CPO) yangdigunakan oleh indus^i minyak goreng

•dan pangsa CPO terhadap total inputpada industri minyak goreng.' Gambarantersebut dapat dilihatj^ada tabel 7.

Dari tabei-di atas tampak adanyaperkembangan yang searah antara konsumsi CPO dan produksi -Industri hilir.Dengan demikian, maka. dapat diperkirakanseberapa besar tingkat eiastisitas produksiCPO terhadap produksi industri hilir:

Eiastisitas Prosentase Perubahan Prod. CPO

Produksi = ^

Prosentase Perubahan Produksi hilir

Keempat industri hilir CPO di atas me-miliki tingkat eiastisitas yang cukuptinggi, terutama untuk'industri oleokimiadengan tingkat eiastisitas 2,36. Artinyapada saat yang hampir bersamaan,perubahan produksi .-oleokimia diikutiperubahan produksi' CPO .dengan arahyang sama 2^36 kali lipat. Hai'tersebutmencefminkan bahWa adanya kenaikanproduksi oleokimia dan industri hilirlainnya memiliki daya tarik cukup tinggiterhadap.produksi minyak sawit.

:EP Vol. 4 No. 1,1999

Priyonggo Suseno. Kebijakan Berorieniasi Ganda ...

Tabel S.Tirigkat Eiastisitas Produksi CPOterhadap Industri Hilir

Minyak goreng 1.29

Margarine 1.35

Sabun • 1.68

Oleokimia • • 2.36

Sumben Institutefor Development ofEconomicandFinance, diolah

PERANGSANG HARGA

Perkembangan harga-harga komoditidi Indonesia cenderung memiliki ketegaranyang tinggi. Apalagi, barang-barang yangpasarnya cenderung monopolistis atauoligopolis., Demikian'pula untuk barang-barang yang kompetitif, ketegaran hargalebih tampak pada barang-barang yang har-ganya dikendalikan oleh pemerintah,seperti pupuk, dan semen. Pengendalianharga tersebut tampaknya bukan hanya padaproduk-produk akhir, namun juga pada barang-barang produksi atau modal. Barang-barang impor yang sebagian besar meru-pakan baring modal juga akhimya memiliki ketegaran harga yang tinggi pula.

Minyak sawit merupakan suatuproduk yang memiliki keterkaitan tinggi,sehingga perubahan harga pada CPO. ihiakan berdampak besar bagi industri-industriterkait. Oleh karena itu, pengaturan hargapada minyak sawit hams memperhatikan

•berbagai kepentingan atau sudut pandangindustri-industri lain. Dari penelitian yangdilakukan oleh PT Indoconsult Jakarta, di-tunjukkan bahwa pertama, volume ekspormiiiyak sawit Indonesia kurang mempunyairespon terhadap tingkat harga FOB maupunharga CPO di pasaran intemasional. Kedua,volume ekspor CPO dunia mempunyai respon yang tinggi terhadap harga pasaranintemasional. Hal ini sangat sesuai dengan

17

Page 8: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

Priyonggo Suseno. Kebijokan Berorientasi Ganda ...

situasi di Indonesia, bahwa harga CPO Indonesia ditentukan secara administratif oleti

pemerintah. Sedangkan harga CPO dipasaran dunia ditentukan oleh mekanismepasar.

Meskipun selisih harga ekspor CPOdan harga patokan domestik cukup tinggi,namun tidak banyak' merespon ekspor.Disamping itu, juga dlsebabkan oleh orien-tasi kebijakan industri "pemerintah Indonesiayang mengutamakan permintaan domestiksebelum melayani permintaan ekspor seba-gaimana dapat dilihat pada tabel di awal.Disamping itu, tingkat ekspor CPO lebihterkait dengan perkembangan permintaandomestik, sehingga harga-harga Industri hilircukup mempengaruhi ekspor CPO.

Selain dari persaingan harga, faktorbarang substitusi sangat besar pengaruhnya,seperti minyak nabati lainnya, yaitu minyakkedelai, minyak kapas, minyak bunga mata-hari, dan minyak kacang tanah. Minyakkedelai memiliki peran paling tinggi.

Dari beberapa ha! tersebut, akanmenjadi lebih jelas jika hipotesis di atas di-uji secara kuantitatif, seberapa besar peranmasing-masing faktor terhadap produksi danekspor CPO Indonesia. Berikut Ini akandipaparkan suatu alfematif model yangmenjelaskannya.

HIPOTESIS DETERMINAN

PRODUKSI DAN EKSPOR CPO

INDONESIA

Dalam analisis ini akan diuji faktor-faktor yang cukup dominan mempengaruhiproduksi dan ekspor CPO di Indonesia. Di-perkirakan terdapat beberapa faktor pentingyang berpengaruh, yaitu faktor hargaekspor,dan perkembangan industri hillr. Dalamanalisis Ini dipergunakan model regresilinier berganda, dengan menggunakan duamodel persamaan, yaitu;(I) Produksi CPO = f (harga FOB, Produk

si My. Goreng, ^Produksi Sabun, danProduksi My. kelapa)

18

ISSN: 1410 - 2641

PrDd=JV)+aii<OB+a>Klp+^JVfy+atSb+|ij

(2) Ekspor CPO = f (harga FOB, ProduksiMy Goreng, Produksi Sabun, danProduksi my kelapa)

Ete=bb+biJPB+btK^p+b;>IVfy+b;iSb+p2

Keterangan: aO, al, ..., a4, dan bO, bl, .. b4adalah parameter yang hendak dicari, [i| dan

P2 adalah faktor-faktor (gangguan) yangtidak terkontrol

Data yang digunakan yaitu kwar-talan, mulai kwartal II 1994 hingga kwartal I1998. Dari 15 observasi di atas, diperolehhasil regresi seperti tercantum dalam tabel 9berikut:

Tabel 9. Hasil Analisis regresi, Produksi danEkspor, 1994-1998

Koefisien Model 1

(Produksi). Model 2

(Produksi)Konstanta

Harga FOBMy GrSawit

My KelapaSabun

1137,07 •-2,44

8,46-7,26 **

2,10

-6.490,461,06

23,44 **-15,20.**36,56**

R kuadrat 0,6842 0,9468Durbin Wat

son Stat2,0979 2,0979

Sumber: BPS. IndikatorEkonomiIndonesia, berbagai tahun, diolah.

Keterangan: **) signifikan pada derajatkeyakinan 95%

Dari tabel di atas (model I) dapatditunjukkan bahwa produksi CPO lebihbanyak terkait oleh produksi minyak gorengdan minyak kelapa. Dalam hal ini produksiminyak goreng sawit memiliki pengaruhyang sangat besar (positif) terhadap produksi CPO. Hal ini karena konsumsi CPO oleh

minyak goreng sangat besar. Sementara Itu,industri hilir berupa sabun tidak memiliki

JEP Vol. 4 No. 1,1999

Page 9: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

ISSN:-1410-264I

peran yang signifikan secara parsial, karenakonsumsinya terhadap^ CPO pun juga tidaksebesar miriyak'goreng. Di sisi lain, industri.substitusi meiiiiliki efek kontra produktifatau menghambat perluasan pasar,-khusus-nya minyak.gorang kelapa yang ditunjukkan.dengan nilai koefisien yang negatif. Dengankata lain, adanya penlngkatan prodiiksiminyak kelapa bisa jadi mengurangi pangsaproduksi CPO terfiadap minyak nabati lainnya.

Lain halnya dengan produksi CPO,secara positif dipengaruhi oleh produksiindustri hilir, minyak goreng dan saburi. Halini dimungkinkan karena danya kebijakanpemerintah yang berupaya mengatur hargadomestik dan pasokan ekspor'(melalui pajakdan bea ekspor), sehihgga ekspor CPO lebihmerupakan sisa atas permintaan CPO domestik, daripada suatu usaha pemenuhanpermintaan ekspor. Adanya kenaikan permintaan industri hilir (minyak goreng dansabun) terhadap CPO mendorong peningka-tan produksi CPO yang.juga meningkatkancadangan CPO yang siap untuk diekspor. Disisi lain, efek barang substitusi, minyak kelapa juga memilik efek kontra produktifyang cukup tinggi terhadap ekspor CPO.Tingginya permintaan dan produksi minyakkelapa dapat menghambat pangsa pasarCPO domestik. Karena orientasi CPO se-

bagian besar diarahkan untuk memenuhikepentingan domestik, maka hal tersebutberefek pula terhadap penurunan ekspor CPO.

Suatu hal yahg cukup aneh adalahfaktor harga FOB. Ekspor CPO temyatatidak banyak terkait dengan tingkat hargaFOB, padahal harga FOB selalu lebih tinggidaripada harga domestik. Hal ini mencer-minkan bahwa tingginya harga tidak cukupuntuk merangsang ekspor. Disampingkarena masih adanya pungutan dari pemerintah yang berdampak'meningkatkan hargaekspor, juga karena kapasitas dan produk-tivitas lahan sawit yang kurang siap untukmemenuhi ekspor. Disamping kebijakan ini'akan kurang efektif, yang lebih berbahaya

JEPVol. 4 No. l, 1999

Priyonggo Suseno, Kebijakan BerbrientasiGanda ...

akan berdampak pada industri strategis'sem-bako .yang menjadi hajat hidup masyarakat,sehingga efek bersihnya menjadi lebih sulituntuk diperkirakan. • • .

INTERVENSJ PEMERINTAHSelania ini, intervensi pemerintah

pada suatu industri atau produk sering di-latar belakangi oleh beberapa alasan sekali-gus, seperti untuk meningkatkan efisiensiproduksi, untuk menjaga•stabilitas harga,atau untuk" kepentingan keadilan distributif.Hal ini pula yang terjadi pada industri kelapa sawit. Pemerintah mengambil kebijakandari berbagai sudut kepentingan, sepertiupaya untuk merangsang produksi danefisiensi minyak sawit, pemerintah melaluiSurat Keputusan Bersama Menteri Koperasidan Pembinaan Pengusaha Kecil danMenteri Pertanian menetapkan harga CPOdalam negeri yang""memberikan kepastianpara'produsen". Di sisi. lain, dalam halmenjaga kestabilan ekspor dan pasokan domestik, pemerintah mengatur pajak ekspordan bea masuk untuk komoditi kelapa sawit.Bea dan pajak diatur untiik disesuaikan dengan' selisih antara harga domestik denganharga intemasional. Bahkan, pemerintahmemberlakukan pajak no! persen pada tahun1985 karena harga luar negeri yang cukuprendah.

Pemerintah sudah cukup lama me-manjakan industri tersebut, dengan berbagairegulasi diantaranya dengan mematok hargadomestik, sehingga harga domestik lebihmencerminkan sebagai harga administrasi{ddministrised price), dan bukan hargapasar. Pada saat harga sudah sangat merangsang (merosotnya rupiah terhadap mata uangdunia), bamlah pemerintah melakukan pe-ngereman ekspor dengan menetapkan pajak

. dan harga domestik guna melindungi kon-sumen domestik. Akan tetapi akankan kebijakan ini bermanfaat dalam jangka panjangbagi" industri CPO di Indonesia? Temyatahingga tahun 1990-an kebijakan ini justru

19

Page 10: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

Priyonggo Suseno. Kebijakan Berorieniasi Ganda ...

menurunkan efisiensi, meniitibulkan ma-nipuiasi harga, sehingga industri CPO kitatidak mampu memproduksi CPO denganharga yang lebih murah daripada industriCPO di negara-negara jain.

Tabei 10. Beberapa Kebijakan PemerintahTerhadap Industri CPO

Tahun Kebijakan1979 Harga patokan domestik, $

570/ton

1981, Januari Harga patokan domestik, $480/lon

1981, April Harga patokan domestik, $500/ton

1982 Harga patokan domestik, $570/ton

1994, September

Pajak Ekspor, harga patokandomestik, $ 435/ton

1998 Pajak dan pelarangan EksporSumber: INDEF & Nurimansah H: LP3ES

Untuk mendeteksi apakah kebijakanpemerintah tersebut akan memperbaiki pasar,cukupl^ sulit. Artinya, apakah kebijakan pe-merint^ akan berdampak menurunkan ting-kat persaingan dalam bentuk cenderungmengarah pada monopoli, atau konsentrasi.Ha! ini karena adanya penggunaan bahanbaku lain (minyak kepala dan minyak sawit)dalam satu pabrik. Oleh karena itu untukmengetahui efek kebijakan pemerintah danmemberikan rekomendasi yang lebih tepat,dapat digunakan pendekatan kualitatif ber-dasarkan data yang ada.

Aspek lain yang menjadi masalahadalah dalam ha! tata niaga, pemerintah ma-sih mengharuskan pengusaha kelapa sawituntuk mendistribuskan sebagian keel! hasii-nya melalui Kantor Pemasaran Bersama(KPB). Jeias hal tersebut berdampak menurunkan daya saing intemasional, meskipunpada akhirnya pemerintah berupaya mengu-rangi peran KPBtersebut karena dihadapkanpada persaingan yang semakin ketat. Am-bivalensi kebijakan antara untuk melindungi

20

ISSN : 1410 - 2641

produsen dan meningkatkan daya saing ma-sih menjadi masalah besar. Orientasi pasarglobal menuntut minimnya subsidi dan pe-ngaturan tata niaga.

Apalagi industri kelapa sawitmerupakan industri yang terkait dengan ha-jat hidup orang banyak, karena memilikikaitan erat dengan industri minyak goreng,sabun» dan industri sembako lainnya. Olehkarena itu, kebijakan pada CPO seyogyanyatidak hanya diarahkan untuk industri tersebut namun juga memperlimbangkankepentingan industri terkait lainnya.

KEBIJAKAN BERORIENTASI

KERAKYATAN DAN EFISIENSI

Tampaknya sudah menjadi bahasayang latah bahwa antara kepentingan keadi-lan ekonomi dan pertumbuhan atau efisiensiekonomi tidak dapat berjalan searah, sehingga akan aneh bila keduanya dilaksana-kan bersama-sama. Namun, hal itu akan lebih tepat jika diarahkan pada industri-indus-tri yang padat modal, dan bukan padat karya(rakyat). Artinya jika industri CPO dikem-bangkan atau berkembang karena permin-taan rakyat, maka pengembangan industritersebut berarti pula melayani permintaanrakyat. Hal tersebut sejalan dengan analisisregresi di atas.

Produksi maupun ekspor CPO memiliki korelasi positif terhadap industriminyak goreng sawit dan sabun, atau industri hilir pada umumnya. Hal ini menunjuk-kan bahwa produksi atau ekspor CPO dapatpula ditingkatkan melalui mekanisme tidaklangsung, yaitu dengan meningkatkan permintaan atas industri hilir. Dengan diting-katkannya produksi hilir maka diharapkanproduksi CPO pun akan meningkat, sehingga kepentingan efisiensi CPO terpenuhi dandi sisi lain, kebutuhan masyarakat akan bahan pokok (minyak goreng, sabun, dsb.)terpenuhi pula. Banyak cara yang dapatditempuh untuk meningkatkan produksi industri hilir, baik dengan cara menekan biaya

JEPVol.4Nc. 1.1999

Page 11: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

ISSN: 1410 - 2641

produksi (berarti menekan biaya CPO do-mestik), maupun meningkatkan daya belikonsumen (berarti menekan biaya komoditi-komoditi Iain yang terkait dengan CPO).

Untuk menghadapi persaingandengan industri substitusi, produksi CPOdapat melakukan peningkatan efiseinsi ataumemanfaatkan peluang pasar. Sepertidiketahui adanya peningkatan penggunaanminyak nabati dari CPO pada pasaran duniabelum sepenuhnya dimanfaatkan oieh Indonesia. Tidak lain harus ada upaya untuk meningkatkan produktivit^ lahan.

. Kebijakan harga yang ditempuhoieh pemerintah akhir-akhir ini kurangefektif untuk mengendalikan ekspor maupunproduksi. Apalagi adanya tata niaga justruakan memperpanjang birokrasi dan biayayang pada akhimya akan mengurangi dayasaing. Sudah saatnya bag! pemerintah untukmelepaskan industri kelapa sawit berdirisendiri, lepas dari subsidi dan tata niaga,apalagi kita harus berhadapan dengan tan-tangan global.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

KEBIJAKAN

Dari gambaran di atas, ada beberapa ha!yang dapat disimpulkan, yaitu:(1). Meskipun luas lahan produktif sawit

semakin meningkat, namun tingkat pro-duktivitas lahan tidak banyak meningkat

(2). Industri sawit sebagian besar masihdikelola oleh pemerintah, sehingga cu-kup sulit untuk secara optimal meningkatkan efisiensi

(3). Industri sawit merupakan industri yangmemiliki keterkaitan cukup tinggi, sehingga perkembangan produksinya sa-

'ngat mempengaruhi dan dipengaruhl

JEP Vol. 4 No. 1,1999

Priyonggo Suseno, Kebijakan Berorienlasi Ganda ...

oleh industri hulu hilimya.(4). Pangsa produksi kelapa sawit Indonesia

di pasaran dunia semakin meningkat,meskipun masih menduduki rangklngkedua setelah Malaysia. Peluang initemyata beium dimanfaatkan secaraoptimal

(5). Tingkat ekspor kelapa sawit tidak ba-• nyak dipengaruhi oleh tingkat harga in-

temasional. Hal ini disebabkan oleh

adanya pengaturan harga minyak do-mestik oleh pemerintah.

(6). Industri substitusi kelapa sawit sebetul-nya semakin berkembang, apalagi dengan adanya pergeseran penggunaanminyak menuju minyak nabati.

Dengan data dan analisis di atas,maka tidaklah cukup bagi pemerintah Jikaingin mengembangkan produksi dan eksporkelapa sawit hanya melalui perangsangharga, namun dapat pula pemerintah meng-ambil kebijakan yang terkait, terutama dariindustri hilir. Apalagi beberapa industri hilirtersebut merupakan komoditi pokok bangsa,sehingga tingkat kehati-hatian kebijakandapat lebih terjaga. Artinya sekali rengkuhdayung dua pulau terlampui. Dengan mem-benahi industri hilir seperti minyak gorengdan sabun, maka industri kelapa sawitpunikut tertolong. Demikianlah yang dlharapkan.

Di sisi lain, proses pendewasaanindustri CPO sudah tidak dapat ditunda-tunda, karena memang industri tersebut sudah bukan dewasa lagi, bahkan sudah cukuptua. Oleh karena itu, mekanisme kebijakandapat mungkin mengupayakan kemandirianusaha dengan melepas berbagai tali pe-lindung atau proteksi, seperti kebijakankuota ekspor, dan kebijakan tarif sudah saatnya untuk semakin dikurangi.Z

21

Page 12: KEBIJAKAN BERORIENTASI GANDA PADAINDUSTRI …

Priyonggo Suseno. Kebijakan Berorienlasi Ganda ... ISSN : 1410 - 2641

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik, Indikator EkonomiIndonesia, berbagal tahun

^Statistik Indonesia, berbagal tahun

^Statistik Industri Indonesia, berbagai tahun

Bisnis Indonesia, 29 Juni 1998, Pemerintah tak Perlu Campur Tangan Atur Tata Niaga CPO

, 13 Juli 1998, Kebijakan PajakEkspor CPOBiJca Peluang Praktek Under Invoicing

Kompas, 30 Juni 1998,DipikirkanProduksi CPO PTP Untuk Pasar Dalam Negeri

Media Indonesia, 29 Juni 1998, Pemerintah Tidak Mampu Kendalikan Minyak Goreng

Nurimansah Hasibuan, 1995, Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. Jakarta, LP3ES

Republika, lOJull \99$, Kenaikan PajakEkspor Rugikan PetaniSawit

Suara Pembaharuan, 8 Juli 1998, Dengan Pajak Ekspor60% Harha CPO di Luar NegeriJadi Lebih Murah

Swa ICQ, No. 3/lX/Juni/1993,Industri Minyak Nabati YangMenggiurkan

22 JEPVol. 4 No. 1, 1999


Recommended